Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No. 97/PUU-XIV/2016 PADA MASYARAKAT ADAT KARUHUN URANG DI CIGUGUR (Implemention of Constitutional Court Decision No.97/PUU-XIV/2016 in Indigenous Community of Karuhun Urang in Cigugur)

Sukirno; Nur Adhim Sub Bagian Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang [email protected]

Tulisan diterima: 10-05-2019; Direvisi: 29-01-2020; Disetujui Diterbitkan: 13-02-2020 DOI: http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2020.V20.11-24

ABSTRACT Constitutional Court Decision Number 97 / PUU-XIV / 2016 states the word “” in Article 61 paragraph (1) and Article 64 paragraph (1) of the Population Administration Act is contrary to the 1945 Constitution of the Republic of and does not have conditional binding legal force as long as it is not included “”. The purpose of this writing is to find out and analyze the implementation of the Constitutional Court Decision at the Ministry of Home Affairs and, Kuningan District Population and Civil Registration Office, and the KaruhunUrang (AKUR) indigenous Cigugur Kuningan community. This research is based on socio-legal research with primary and secondary data collection, and analyzed by prescriptive descriptive analysis with a focus on the issue of how the MK decision was implemented in the AKUR community in Cigugur? and whether the implementation was in accordance with the MK decision. This result concluded Ministry of Home Affairs and Kuningan District Population and Civil Registration Office has implemented the Constitutional Court Decision, but has not substantially implemented the Constitutional Court’s decision. The implementation of the two institutions is not in accordance with the original intent of the Constitutional Court Decision stating belief is including religion.The implementation of the Constitutional Court Decision is theoretically influenced by the world religious paradigm. Constitutional Court Decision must be carried out by all government agencies to respect, fulfill and protect believers, including the provision of opportunities to participate in the recruitment of CPNS, TNI and Polri. Keywords: constitutional court decision Number 97 / PUU-XIV / 2016, AKUR, belief

ABSTRAK Putusan Mahkamah Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016 menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang Undang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk “kepercayaan”. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut pada Kementerian Dalam Negeri, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kuningan, serta masyarakat adat Karuhun Urang (AKUR) Cigugur Kuningan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan socio-legal research, dengan pengumpulan data primer dan data sekunder, dan dianalisis secara deskriptif-analitis preskriptif dengan fokus permasalahan tentang bagaimana implementasi putusan MK pada masyarakat AKUR di Cigugur Kabupaten Kuningan ? dan apakah implementasi tersebut sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi ? Dari hasil penelitian diketahui bahwa secara formal Kemendagri dan Dukcapil Kabupaten Kuningan telah melaksanakan Putusan MK, tetapi secara substansial belum melaksanakan putusan MK. Implementasi kedua lembaga tersebut tidak sesuai dengan original intent Putusan MK yang menyatakan kepercayaan termasuk agama. Implementasi Putusan MK ini secara teoretis dipengaruhi oleh paradigma agama dunia. Putusan MK ini harus dilaksanakan oleh semua instansi pemerintah untuk menghormati, memenuhi dan melindungi penganut kepercayaan, termasuk pemberian kesempatan untuk ikut rekrutmen CPNS, TNI dan Polri. Kata kunci: putusan Mahmakah Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016, AKUR, kepercayaan

Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 20 No. 1, Maret 2020: 11-24 11

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 PENDAHULUAN agama asli10, agama minoritas11. Penulis dalam artikel ini menggunakan istilah agama lokal Sekalipun tidak ada dasar hukum yang kuat, (local religion) yang penyebarannya secara lokal, hingga saat ini pemerintah dan masyarakat luas untuk membedakan dengan agama dunia (world berasumsi bahwa negara hanya mengakui enam religion) yang tersebar di berbagai negara. agama, yaitu , Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Namun secara empiris di Secara kuantitas jumlah penganut masyarakat tidak hanya ada enam agama tersebut, kepercayaan sampai saat ini belum tersedia data diantaranya ada sebagian masyarakat yang masih yang valid. Data Badan Pusat Statistik 2010 memeluk kepercayaan, seperti Sunda Wiwitan di menyebutkan penganut agama lainnya yang bisa Baduy, Parmalim di Samosir, Towani Tolotang diduga sebagai penganut kepercayaan jumlahnya 12 dan Aluk Dolo di Sulawesi Selatan, 299.167 orang. Sementara itu menurut Kepala di Kalimantan, di Sumba, kepercayaan Seksi Kelembagaan Kepercayaan Direktorat Sedulur Sikep, Kapribaden, Sapto Darmo, Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Pangestu, Aji Dipa dan lain sebagainya. Maha Esa dan Tradisi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Minang Warman menyebutkan Secara yuridis kepercayaan yang dianut ada 187 organisasi di tingkat pusat dengan 12 juta oleh masyarakat di luar enam agama disebut 13 penganut . sebagai kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, atau disingkat kepercayaan. Tetapi secara Rekognisi terhadap kepercayaan itu sudah akademis, disebut dengan berbagai istilah seperti tertuang dalam berbagai peraturan mulai dari agama tradisional1 kepercayaan, agama leluhur, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia adat2; agama leluhur3, kepercayaan lokal4 padaPasal29ayat(2)UndangUndangDasarNegara dan agama lokal567; agama8; agama primitif9; Republik Indonesia hingga peraturan menteri seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 77 Tahun 2013 tentang Pedoman Pembinaan Lembaga Kepercayaan terhadap 1 Raithah Noor Sabandiah, “Diskriminasi Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Lembaga Adat, dan Agama Tradisional Masyarakat Hukum Adat Cigugur,” De Jure 18, no. 3 (2018): 335–352. yang terbaru Peraturan Menteri Pendidikan dan 2 Komnas Perempuan, Diskriminasi Dan Kekerasan Kebudayaan No. 27 Tahun 2016 tentang Layanan Terhadap Perempuan Dalam Konteks Kebebasan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Beragama Dan Berkeyakinan Bagi Kelompok Maha Esa Pada Satuan Pendidikan. Penghayat Kepercayaan/Penganut Agama Leluhur Dan Pelaksana Ritual Adat (Jakarta, 2016). Namun ada sebagian hak dari penganut 3 Samsul Maarif, Pasang Surut Rekognisi Agama kepercayaan yang tidak dijamin oleh peraturan Leluhur Dalam Politik Agama Di Indonesia perundang-undangan, seperti elemen agama (Yogyakarta: Centre for Religious and Cross- dalam KTP dan KK yang dibiarkan kosong seperti cultural Studies (CRCS) UGM, 2018). 4 Ahmad Syafii Mufid, Dinamika Perkembangan ditentukan oleh UU Nomor 23 Tahun 2006 yang Sistem Kepercayaan Lokal Di Indonesia (Jakarta: diubah dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang Administrasi Kependudukan, yang kemudian dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012). 5 Suhanah, ed., Dinamika Agama Lokal Di Indonesia (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian 10 R Subagja, Agama Asli Di Indonesia (Jakarta: Sinar Agama RI, 2014). Harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka, 1981). 6 J. Hasse, “Diskriminasi Negara Terhadap Agama 11 Ahmad Najib Burhani, “Tiga Problem Dasar Di Indonesia: Studi Atas Persoalan Hukum Dalam Perlindungan Agama-Agama Minoritas Di Towani Tolotang Pasca Pengakuan Agama Resmi,” Indonesia,” Jurnal Maarif Institute for Culture and Kawistara Vol.1 No.2 (20111): 180–190. Humanity Vol.5 No.2 (2010). 7 Samsul Maarif, “Kajian Kritis Agama Lokal,” in Studi 12 Frendy Kurniawan, “Seberapa Banyak Jumlah Agama Di Indonesia: Refleksi Pengalaman, ed. Penghayat Kepercayaan Di Indonesia,” last modified Samsul Maarif, Ketiga. (Yogyakarta: Program Studi 2017, accessed November 17, 2017, https://tirto.id/ Agama dan Lintas Budaya, Sekolah Pascasarjana, seberapa-banyak-jumlah-penghayat-kepercayaan- UGM, 2017), 35–53. di-indonesia-cz2y. 8 Ibrahim Gultom, Agama Malim Di Tanah Batak 13 “Ada 187 Organisasi Dan 12 Juta Penghayat (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). Kepercayaan Di Indonesia,” accessed October 22, 9 Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama, 2018, https://news.detik.com/berita/3720357/ Upaya Memahami Keragaman Kepercayaan, ada-187- organisasi- dan-12-juta-penghayat- Keyakinan Dan Agama (, 2011). kepercayaan-di-indonesia.

12 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi... (Sukirno, Nur Adhim)

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 digugat oleh beberapa penganut kepercayaan kepercayaan bisa mendapatkan hak yang selama ke Mahkamah Konstitusi. Akhirnya Mahkamah ini tidak pernah didapatkan, misalnya berkaitan Konstitusi dengan Putusan No.97/PUU-XIV/2016 dengan persoalan birokrasi kependudukan. menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) Tidak boleh ada alasan lagi menghambat lewat dan Pasal 64 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2006 birokrasi, hak warga negara yang paling asasi, tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana agama dan berkepercayaan.17 Namun Wakil Ketua telah diubah dengan UU Nomor 24 Tahun 2014 MUI, Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan antara tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006 lain bahwa MUI sangat menyesalkan putusan tentang Administrasi Kependudukan bertentangan Mahkamah Konstitusi karena putusan tersebut dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai dinilai kurang cermat dan melukai perasaan umat kekuatan hukum mengikat secara bersyarat beragama, khususnya umat Islam Indonesia. sepanjang tidak termasuk “kepercayaan”. Sebab putusan tersebut berarti telah mensejajarkan 18 Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut kedudukan agama dengan aliran kepercayaan. diputus secara conditionally unconstitutional, Terlepas dari pro dan kontra, menurut maksudnya bahwa dalam hal pasal yang UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah dimohonkan diuji tersebut pada saat putusan Konstitusi sebagaimana diubah dengan UU Nomor dibacakan adalah inkonstitusional, akan tetapi 8 Tahun 2011 khususnya Penjelasan Pasal 10 pasal tersebut akan menjadi konstitusional apabila ayat (1) menyebutkan bahwa putusan Mahkamah syarat sebagaimana ditetapkan oleh MK dipenuhi. Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Artinya, untuk Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum (1) Undang Undang Administrasi Kependudukan tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan kata “agama” dalam pengisian kolom agama di Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini KK dan KTP elektronik harus diartikan termasuk mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final 14 “kepercayaan”. and binding). Putusan Mahkamah Konstitusi ini memicu Setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi berbagai reaksi baik yang pro maupun kontra. terkait dengan hak warga Negara khususnya Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin penganut agama lokal, maka seharusnya tidak ada mengatakan kementeriannya tidak terdampak lagi diskriminasi bagi penganut kepercayaan untuk oleh keputusan Mahkamah Konstitusi yang mendapatkan kedudukan yang sama di hadapan mengabulkan gugatan sebagian penganut hukum, terutama untuk mendapatkan dokumen kepercayaan, dengan keputusan itu para kependudukan yang setara dengan warga penganut kepercayaan bisa mencantumkan aliran negara lainnya. Untuk mengetahui implementasi kepercayaan di kolom agama saat membuat KTP.15 putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, penulis Sedangkan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, melakukan penelitian pada masyarakat Adat Hilmar Farid mendukung keputusan Mahkamah Karuhun Urang (AKUR) di Cigugur, Kabupaten Konstitusi terkait penerimaan aliran kepercayaan Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Penelitian tentang dimasukkan dalam kolom agama pada KTP, dan masyarakat AKUR telah banyak dilakukan keputusan tersebut telah memberikan kejelasan dengan penekanan yang berbeda-beda, yaitu: hukum terhadap status aliran kepercayaan dan para perkawinan19, aliran kepercayaan20, pertunjukan 16 penghayat dalam administrasi kependudukan. Penganut Sunda Wiwitan dari Cigugur, Dewi 17 Tempo, “Penghayat Sunda Wiwitan Apresiasi Kanti mengatakan bahwa dengan adanya putusan Putusan MK Soal Kolom Agama,” November 9, tersebut, kini semua warga Negara yang menganut 2017. 18 Republika, “Soal Aliran Kepercayaan, MUI Sesalkan Putusan MK,” November 30, 2017. 14 Prianter Jaya Hairi, “Tindak Lanjut Putusan MK 19 Sri Sudaryatmi Muhammad Rasyid Ridha, Sukirno, Terkait Penganut Kepercayaan,” Majalah Info “Pengakuan Perkawinan Masyarakat Penganut Hukum Singkat IX No.23 (2017): 3. Kepercayaan Lokal Agama Djawa Sunda Dalam 15 Tempo, “Menteri Lukman: Kami Tidak Terdampak Perspektif Multikulturalisme,” Diponegoro Law Putusan MK Soal Kolom Agama,” November 8, Journal 6, no. 1 (2017). 2017. 20 Widyonugrahanto, “Dinamika Aliran Kepercayaan 16 Tempo, “Kemendikbud: Putusan MK Soal Kolom Madrais Di Cigugur Kabupaten Kuningan 1885- Agama Beri Kapastian Hukum,” November 10, 2017. 2007” (Universitas Padjadjaran, 2008).

Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 20 No. 1, Maret 2020: 11-24 13

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 ritual21, diskriminasi22, strategi bertahan23, tradisi dilakukan dengan wawancara terarah (directive lisan24, dan lain-lain. Sementara penelitian interview), dan wawancara mendalam (depth penulis berfokus pada implementasi Putusan interview) untuk penganut kepercayaan. Sumber MK No.97/PUU-XIV/2016 pada masyarakat data sekunder terutama berupa UU Nomor 1/ AKUR Cigugur. Oleh karena itu permasalahan PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan yang diangkat adalah bagaimana implementasi dan/atau Penodaan Agama, UU No.24 Tahun putusan MK pada masyarakat AKUR di Cigugur 2013 tentang Administrasi Kependudukan, dan Kabupaten Kuningan ? dan apakah implementasi UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan tersebut sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Publik, Putusan Mahkamah Konstitusi No.97/ Konstitusi ? PUU-XIV/2016, serta peraturan lainnya yang relevan. Analisis data yang digunakan dalam METODE PENELITIAN penelitian ini adalah deskriptif-analitis preskriptif, yaitu analisis data yang tidak hanya sekedar Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai memaparkan dan menganalisis hasil penelitian penelitian hukum empiris (socio-legal research) tetapi juga melakukan preskripsi atau evaluasi yang memadukan penelitian hukum normatif tentang benar atau salahnya hukum atas fakta dan penelitian hukum empiris. Hukum dilihat yang ada di masyarakat. tidak hanya sebagai norma tetapi juga bagaimana

pelaksanaannya di masyarakat. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data PEMBAHASAN DAN ANALISIS

primer dan data sekunder. Data primer merupakan A. Implementasi Putusan Mahkamah data yang diperoleh langsung dari informan baik Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016 oleh dari pejabat pemerintah, organisasi kepercayaan dan pengurus komunitas adat. Informan dari Pemerintah dan Pemerintah Kabupaten pemerintah meliputi pejabat di Direktorat Kuningan Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil 1. Implementasi Putusan MK oleh Kementerian Dalam Negeri, pejabat di Direktorat Kementerian Dalam Negeri Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa Setelah kepercayaan bisa dimasukkan dan Tradisi, pejabat di Dinas Kependudukan dan dalam KTP dan KK menurut Putusan Mahkamah Catatan Sipil di Kabupaten Kuningan, pengurus Konstitusi No. 97/PUU-XIV/2016 tertanggal Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan 18 Oktober 2017, maka secara perlahan yang Maha Esa Indonesia (MLKI). Sedangkan ditindaklanjuti oleh Kementerian Dalam Negeri, dari komunitas adat adalah pengurus atau tokoh khususnya Direktorat Jenderal Kependudukan dan dari masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Pencatatan Sipil. Tindak lanjut pertama berupa di Cigugur Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa penerbitan Kartu Keluarga (KK) berdasarkan Barat. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 118 bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer Tahun 2017 yang ditetapkan 5 Desember 2017 maupun bahan sekunder yang berkaitan dengan dan diundangkan tanggal 11 Desember 2017 fokus penelitian ini. Teknik pengumpulan data (Permendagri Nomor 118/2017). untuk data primer dari pemerintah dan organisasi Atas penerbitan Permendagri Nomor 118/2017 tersebut diterbitkan Surat Edaran

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan 21 Subiantoro, “Pertunjukan Ritual Seren Tahun Di Cigugur Kabuoaten Kuningan Jawa Barat” (Institut Sipil, Nomor: 471.14/10666/DUKCAPIL (SE Seni Indonesia, 2018). Dirjendukcapil) tertanggal 25 Juni 2018, perihal 22 Sabandiah, “Diskriminasi Terhadap Agama Penerbitan Kartu Keluarga (KK) Bagi Penghayat Tradisional Masyarakat Hukum Adat Cigugur.” Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 23 Husnul Qodim, “Strategi Bertahan Agama Djawa Sunda (ADS) Cigugur,” Jurnal KALAM 11, no. 2 Dalam SE Dirjendukcapil tersebut memuat empat (2017): 329–364. hal, yaitu: (1) langkah yang harus diambil oleh 24 Anas Saidi, “Sepengertian Tanpa Sepengetahuan: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, (2) Survival Strategy Dan Makna Simbolik Transmisi cara menerbitkan KK bagi Kepercayaan Terhadap Kelisanan (Kasus Agama Djawi Sunda, Cigugur, Tuhan Yang Maha Esa, (3) contoh penulisan agama Kuningan, Jawa Barat)” (Universitas Indonesia, 2015). dan kepercayaan pada aplikasi SIAK Versi 7.0,

14 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi... (Sukirno, Nur Adhim)

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 (4) pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan menunjukkan salinan surat keterangan penerbitan KK bagi penghayat kepercayaan. dari pemuka agama sebagai persyaratan Dalam SE Dirjendukcapil tersebut perubahan elemen data agama sebagaimana diinstruksikan kepada Dinas Kependudukan dan tercantum dalam Pasal 8 Permendagri Nomor Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota agar segera 74 Tahun 2015. menerbitkan KK dengan langkah-langkah sebagai Dalam SE Dirjendukcapil juga memberi berikut: petunjuk contoh penulisan agama dan kepercayaan a. Mensosialisasikan kebijakan berkenaan pada aplikasi SIAK Versi 7.0 adalah sebagai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi; berikut: b. Melakukanpendataanpenghayatkepercayaan di a. Untuk penulisan agama, kolom agama pada wilayah kerja masing-masing; KK akan diisi sesuai nama agama penduduk sebagaimana contoh Blanko KK yang tertuang c. Menerbitkan KK bagi penghayat pada lampiran 5. Adapun untuk penulisan kepercayaan dengan menggunakan aplikasi kepercayaan, kolom kepercayaan pada KK SIAK Versi 7.0 yang dapat diunduh melalui akan diisi dengan Kepercayaan Terhadap ftp://192.168.105.45 dengan petunjuk Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana contoh operasional sebagaimana tertuang pada Blanko KK yang tertuang pada lampiran 6; lampiran 8. b. Apabila dalam satu keluarga menganut Untuk menerbitkan KK bagi Kepercayaan agama dan kepercayaan, maka penuangan TerhadapTuhanYang Maha Esa, SE Dirjendukcapil dalam KK adalah sebagaimana contoh memberi petunjuk langkah-langkah sebagai Blanko KK yang tertuang pada lampiran 7. berikut: Tindak lanjut Putusan MK Nomor 97/PUU- a. Bagi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang XIV/2016 yang mengakomodir Kepercayaan Maha Esa yang datanya sudah ada dalam Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam KK database kependudukan, petugas Dukcapil sudah dilakukan Kementerian Dalam Negeri mencetakkan KK berdasarkan data yang dengan penerbitan SIAK Versi 7.0. Tetapi tindak sudah ada setelah penduduk mengisi formulir lanjut putusan MK tersebut terkait dengan KTP F-1.68 yaitu Surat Permohonan Pencetakan membutuhkan energi lebih dari Kementerian KK dan KTP-el sebagaimana tertuang pada Dalam Negeri sehingga pelaksanaannya agak lampiran 1; mundur. Hingga laporan ini dibuat, kata Sekretaris b. Dalam hal penduduk akan merubah data Jenderal Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap dari agama menjadi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI), Retno Tuhan Yang Maha Esa, penduduk terlebih Lastani sudah ada KTP yang mengakomodir dahulu mengisi formulir F-169 yaitu Surat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dari Pernyataan Perubahan Agama Menjadi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Malang.25 Namun landasan hukum penerbitan Esa sebagaimana tertuang pada Lampiran 2 KTP tersebut belum didapatkan kendatipun sudah dan melampirkan formulir F-1.71 yaitu Surat menghubungi Kepala Sub Direktorat Pencatatan Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak Sebagai Perubahan Status Anak Kementerian Dalam Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Negeri26. Di dalam KTP penghayat Kepercayaan Yang Maha Esa sebagaimana tertuang pada Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diterbitkan lampiran 4; Disdukcapil Kota Malang pada tanggal 8 Oktober c. Dalam hal pendudukakan merubah data dari 2018 pada kolom kepercayaan (bukan kolom Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha agama) tertulis Kepercayaan Terhadap Tuhan Esa menjadi agama, penduduk terlebih Yang Maha Esa. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo dahulu mengisi formulir F-1.70 yaitu Kumolo, pada tanggal 4 April 2018, mengatakan Surat Pernyataan Perubahan Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Menjadi Agama sebagaimana tertuang pada lampiran 25 Endang Retno Lastani, “Wawancara Tanggal 4 3 dan melampirkan fotocopy salinan September 2018” (Jakarta, 2018). surat keterangan dari pemuka agama serta 26 Anonim, “Wawancara Tanggal 23 Agustus 2018” (Jakarta, 2018).

Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 20 No. 1, Maret 2020: 11-24 15

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 pemerintah memutuskan memisahkan kolom MahaEsa. Namun untuk Kartu Tanda Penduduk agama dan aliran kepercayaan di KTP elektronik. yang mengakomodir penghayat Kepercayaan Selanjutnya dikatakan oleh Mendagri, sebelumnya Terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana memang ada usulan penulisan penghayat diputuskan oleh MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 kepercayaan di kolom yang sama dengan agama, belum ada perintah dan petunjuk dari Kementerian namun perwakilan enam agama menolak usulan Dalam Negeri, khususnya Direktorat Jenderal itu, karena aliran kepercayaan itu beda dengan Kependudukan dan PencatatanSipil. agama. Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan Terkait dengan keluarnya aplikasi SIAK menurut catatan data statistik dari penduduk Versi 7.0 yang mengakomodir penghayat Indonesia 261.142.385 jiwa, ada 138.791 jiwa Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha yang memeluk kepercayaan, yang terhimpun Esa dalam Kartu Keluarga, Kepala Bidang dalam 187 organisasi yang berada di 13 provinsi. Pelayanan Kependudukan Dinas Kependudukan Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kuningan dari 187 organisasi itu ada 160 yang aktif sisanya mengatakan belum ada sosialisasi Permendagri tidak aktif. Nomor 118/2017 dan SE Dirjen Dukcapil Nomor Mengenai tindak lanjut yang telah diambil 471.14/1066/DUKCAPIL kepada pengahayat oleh Kementerian Dalam Negeri, Retno Lastani, Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sekjen MLKI mengatakan bahwa langkah khususnya pada masyarakat Adat Karuhun Urang yang diambil oleh Kemendagri tersebut tidak di Cigugur.28 Di dalam sistem SIAK Versi 7.0 sesuai dengan ekspektasi dari MLKI, karena ada 17 kolom di dalam KK, yaitu: nama lengkap, menyimpangi putusan MK bahwa agama harus NIK, jenis kelamin, tempat lahir, tanggal lahir, dimaknai termasuk di dalamnya kepercayaan agama/kepercayaan/agama atau kepercayaan, terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya pendidikan, jenis pekerjaan, golongan darah, status Retno Lastani mengemukakan bahwa seharusnya perkawinan, tanggal perkawinan, status hubungan Kemendagri mematuhi Putusan MK, sehingga dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen dalam KK maupun KTP-el kolom tetap agama imigrasi (Nomor Paspor, dan No. KITAP), nama kemudian diisi kepercayaan terhadap Tuhan Yang orang tua (ayah dan ibu). Maha Esa. Terhadap langkah yang diambil oleh Selain belum ada sosialisasi peraturan Kemendagri, MLKI tetap menerimanya, yang dan surat edaran tersebut, pihak Disdukcapil penting eksistensi kepercayaan terhadap Tuhan Kabupaten Kuningan juga belum melakukan Yang Maha Esa sudah diakui oleh pemerintah. pendataan penghayat Kepercayaan terhadap Namun dia mengingatkan perlunya diikuti Tuhan Yang Maha Esa di wilayahnya. Oleh karena menghapus diskriminasi dalam bidang yang lain, kedua langkah yang diperintahkan oleh Dirjen seperti kesempatan warga penghayat kepercayaan Kependudukan dan Pencatatan Sipil, maka sampai terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk ikut penelitian ini dilakukan belum ada penghayat mengikuti seleksi menjadi tentara, polisi maupun Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa 27 calon pegawai negeri sipil. yang mengajukan permohonan pembuatan KK. 2. Implementasi Putusan Mahkamah Sedangkan pelayanan untuk KTP bagi penghayat Konstitusi oleh Pemerintah Kabupaten Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Kuningan khususnya warga AKUR di Cigugur, karena Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui belum ada peraturan dan petunjuk teknis dari 29 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, saat Kementerian DalamNegeri. penelitian ini dilakukan (15 Agustus 2018) telah Terhadap tindak lanjut Putusan MK oleh melaksanakan Permendagri Nomor 118/2017 dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Surat Edaran Direktur Jenderal Kependudukan Kuningan untuk melayani penghayat kepercayaan dan Pencatatan Sipil Nomor: 471.14/10666/ khususnya bagi masyarakat AKUR di Cigugur DUKCAPIL (SE Dirjen Dukcapil) sejak tanggal memperlihatkan instansi tersebut belum pro 13 Agustus 2018 untuk melayani Kartu Keluarga aktif mensosialisasikan Permendagri Nomor

bagi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang 28 Moh Thofa, “Wawancara 15 Agustus 2018” (Kuningan, 2018). 27 Lastani, “Wawancara Tanggal 4 September 2018.” 29 Ibid.

16 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi... (Sukirno, Nur Adhim)

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 118 Tahun 2017 tentang Blanko Kartu Keluarga, Madrais muda senang berkelana keliling Register dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil dan Jawa Barat dan kemudian mendirikan paguron/ Surat Edaran Dirjen Kependudukan dan Catatan pesantren dengan mengajarkan agama Islam Sipil Nomor 471.14/10666/DUKCAPIL perihal setelah sebelumnya mondok di pesantren di Penerbitan Kartu Keluarga (KK) Bagi Penghayat Cirebon.33 Kendatipun pesantren Madrais Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. mengajarkan agama Islam, namun kepada 3. Masyarakat Penganut Adat Karuhun dan muridnya dianjurkan untuk selalu menghargai Urang (AKUR) Cigugur cara dan ciri kebangsaan sendiri (Jawa Sunda) dan tidak dibenarkan bila hanya mau menjiplak dan Cigugur terletak di lereng Gunung Ciremai memakai cara-ciri budaya bangsa lain, apalagi dengan ketinggian sekitar 661 meter di atas sampai tidak menghargai bangsanya sendiri. Oleh permukaan laut, berjarak 35 kilometer sebelah karena sangat ditonjolkan unsur-unsur budaya selatan kota Cirebon atau sekitar 3,5 kilometer bangsa dalam tuntutannya itu, maka disebutkan sebelah barat kota Kuningan. Di Cigugur berdiri bahwa Kyai Madrais mendirikan Agama Djawa bangunan kepangeranan yang disebut Paseban Tri Panca Tunggal yang merupakan tempat Sunda/ADS. 34ADS sendiri merupakan singkatan dari singkatan dari Andjawat Lan Andjawab tinggal Pangeran Djatikusumah, sebagai pusat Roh Susun-susun Kang Den Tunda yang berarti dari agama lokal Adat Karuhun Urang (AKUR). “memilih dan menyaring getaran yang ada di Oleh beberapa penulis, AKUR ini disebut 30 alam semesta yang senantiasa berinteraksi dan dengan nama Agama Djawa Sunda/ADS; dan 35 mempengaruhi dalam hidup manusia”. Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan/AKUR SW,31 dalam hal ini penulis mengunakan istilah Selain penonjolan unsur-unsur budaya, AKUR mengikuti nama terakhir setelah sempat ajaran Kyai Madrais dianggap menyimpang berganti nama dari ADS (Agama Djawa Sunda) dari Islam, misalnya khitan tidak diwajibkan menjadi PACKU (Paguyuban Adat Cara Karuhun dan penguburan jenazah memakai peti, yang Urang). Agama lokal ini bermula dari Cigugur, menimbulkan keresahan dan saling curiga menyebar hingga kepelosokJawa Barat seperti dengan tetangga muslimnya yang menilai ajaran Indramayu, Majalengka, Ciamis, Tasikmalaya, ADS sebagai aliran sesat. Konflik ini tidak Garut, Bandung, Padalarang, Bogor, Purwakarta, bisa dihindari sehingga mengundang perhatian bahkansampai DKI Jakarta. Belanda untuk ikut campur di dalamnya. Akhirnya pada tahun 1901 pesantren ditutup oleh Belanda, AKUR, yang awalnya bernama ADS dan Kyai Madrais sempat diasingkan ke Merauke didirikan oleh Pengeran Sadewa Alibasa Kusuma 36 pada tahun 1908. Wijaya Ningrat atau Pangeran Madrais atau Kyai Madrais. Madrais merupakan anak dari Pengeran Setelah kembali dari Merauke tahun 1908 Alibasa dari pernikahannya dengan R. Kastewi, Paseban Tri Panca Tunggal diawasi dan dijaga keturunan kelima dari Tumenggung Jayadipura Belanda sehingga Kyai Madrais tidak lagi Susukan. Madrais dilahirkan di Susukan Ciawi membuka paguronnya tetapi berusaha di bidang Gebang pada tahun 1922, namun pada tahun pertanian, hingga meninggal pada tahun 1939. 1825 dititipkan kepada Ki Sastrawardana, Sepeninggal Pangeran Sadewa Alibasa, bimbingan seorang Kuwu (Kepala Desa) di Cigugur, dengan kepada pengikutnya dilanjutkan oleh putranya harapan agar kelak dapat meneruskan perjuangan Pengeran Tejabuana Alibasa. Namun pada tahun 32 1964, menjelang terjadinya G.30.S. PKI, Agama leluhurnya dalam usaha menentang penjajahan. Djawa Sunda dibubarkan oleh Panca Tunggal cq PAKEM (pengawas Aliran Kepercayaan 30 Roro Sri Rejeki Waluyajati, “Agama Djawa Sunda (ADS),” Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1 No.2 (2017): 103–109. Kuningan, Jawa Barat).” 31 Dewi Kanti, “Masyarakat Adat Karuhun (AKUR) 33 Ibid. Sunda Wiwitan: Melestarikan Tradisi Leluhur 34 Nuh, “Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (Akur) Berbalas Stigmatisasi Dan Diskriminasi” (The Di Cigugur Kuningan: Studi Tentang Ajaran Dan Indonesian Association of Filoshopy of Law and Pelayanan Sipil.” Epistema Institute, 2016). 35 Mohamad Iskandar, “Memelihara Rust En Orde : 32 Saidi, “Sepengertian Tanpa Sepengetahuan: Kasus Agama Jawa Sunda Pasundan,” Masyarakat Survival Strategy Dan Makna Simbolik Transmisi dan Budaya 14, no. 2 (2012): 226. Kelisanan (Kasus Agama Djawi Sunda, Cigugur, 36 Ibid.

Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 20 No. 1, Maret 2020: 11-24 17

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 Masyarakat) dari Kejaksaan Negeri setempat serta harus belajar hidup harmonis, termasuk dengan SK No.001/KPTS/DK/1964 tanggal 12 dalam berhubungan dengan Gusti nu Maha 37 Februari 1964. Suci. Setelah pelarangan ADS, maka pada b. Ngiman kana bumi, artinya percaya dan tanggal 21 September 1964, Pangeran Tejabuana setia kepada bumi, karena kita dilahirkan di menyatakan secara resmi pembubaran agamanya atas bumi, di atasnya pula kita tidur, duduk, dan membebaskan para pengikutnya untuk berbaring, kerja, dan hidup. Dari bumi memilih agama apa saja. Pangeran Tejabuana pula kita memperoleh semuanya, termasuk sendiri memilih agama Katolik bersama 1770 buang air besar dan kecil, dan di atasnya kita pengikutnya,38 sesuai dengan uga-uga (ramalan) meninggal dan kemudian dikebumikan. dari ayahandanya yang menyatakan isuk janganing c. Ngiblat kan Ratu Raja dimana-mana yaitu geto ngiuhan handapeun cemara bodas nu baris kekuasaan Belanda merupakan manifestasi 39 mawa kana kaberesan alam. dari semua roh yang ada di dunia ini. Namun belakangan terjadi konflik antara Menurut ADS tidak ada lagi kehidupan Pangeran Djatikusuma -anak Pangeran Tejabuana- setelah kematian, jiwa atau nyawa manusia akan dengan pastor, maka Pangeran Djatikusuma kembali ke asalnya (roh segala roh) atau kembali keluar dari agama Katolik pada tanggal 11 Juli ke bumi. Oleh karena itu ADS tidak mengenal 1981 bersama 1600 pengikutnya, dan kemudian pahala dan hukuman. Jasad orang mati bisa mendirikan Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang berubah menjadi jurig, kunti atau roh jahat, oleh (PACKU). Akibat keluar dari agama Katolik, karena itu jasad orang mati harus dimasukkan ke 42 PACKU dibubarkan oleh pemerintah melalui dalam peti agar tidak berubah menjadi jurig. Kejaksaan Negeri Kuningan No.44 Tahun Namun menurut Nuhrison M. Nuh, pokok- 1982. Sejak dibubarkannya PACKU, Pangeran pokok ajaran Madrais diantaranya: Djatikusuma menyebut ajarannya sebagai Adat Karuhun Urang/AKUR.40 Sedangkan salah a. Percaya ka Gusti Sikang Sawiji-wiji atau satu anak Pangeran Djatikusuma, Dewi Kanti percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa menyebutnya sebagai Adat Karuhun Urang Sunda b. Ngaji badan (introspeksi/retrospeksi diri) 41 Wiwitan. c. Akur rukun jeung sasama bangsa (hidup Agama lokal Sunda Wiwitan yang berada rukun dengan sesama) di Cigugur berbeda dengan Sunda Wiwitan di d. Hirup ulah pisah di mufakat atau Baduy, jika di Baduy mengenal nama-nama dewa mengutamakan musyawarah untuk mencapai Batara Tunggal, Nyai Pohaci, nama-nama itu mufakat nyaris tidak ada dalam ajaran Sunda Wiwitan di e. Hirup kudu silih tulungan atau hidup harus Cigugur. Menurut Mohammad Iskandar, prinsip saling tolong menolong. dasar ajaran ADS yang disampaikan oleh Kiai Kemudian sebagai pedoman tuntutan budi Madrais yaitu: luhur adalah cara ciri manusia dan cara ciri a. Ngaji kana badan (menilai diri sendiri), bangsa. Cara adalah ketentuan perilaku hidup, artinya harus belajar menilai diri sendiri sedangkan ciri adalah perwujudan sifat. Cara ciri manusia dan cara ciri bangsa meliputi: welas asih,

undak unik, tatakrama, budi daya budi basa dan 37 Nuh, “Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (Akur) 43 Di Cigugur Kuningan: Studi Tentang Ajaran Dan wiwaha yuda negara. Namun Dewi Kanti dalam Pelayanan Sipil.” makalahnya mengatakan bahwa AKUR Sunda 38 Ibid. Wiwitan yang berkembang di Cigugur, berangkat 39 Saidi, “Sepengertian Tanpa Sepengetahuan: dari dua landasan, yaitu: (1). kesadaran diri Survival Strategy Dan Makna Simbolik Transmisi Kelisanan (Kasus Agama Djawi Sunda, Cigugur, selaku manusia dengan mempertahankan cara ciri Kuningan, Jawa Barat).” 40 Nuh, “Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (Akur) Di Cigugur Kuningan: Studi Tentang Ajaran Dan 42 Iskandar, “Memelihara Rust En Orde : Kasus Agama Pelayanan Sipil.” Jawa Sunda Pasundan.” 41 Kanti, “Masyarakat Adat Karuhun (AKUR) Sunda 43 Nuh, “Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (Akur) Wiwitan: Melestarikan Tradisi Leluhur Berbalas Di Cigugur Kuningan: Studi Tentang Ajaran Dan Stigmatisasi Dan Diskriminasi.” Pelayanan Sipil.”

18 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi... (Sukirno, Nur Adhim)

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 manusia : welas asih, undak usuk, tatakrama, budi kita sebagai warga negara sama, mengapa haknya 46 daya budi bahasa, wiwaha yudha naraga; (2). dibedakan dengan warganegara lainnya? kesadaran pribadi selaku bangsa, mempertahankan Terkait dengan perkawinan pada komunitas cara ciri bangsa: rupa, adat, basa, aksara, dan AKUR, Wahyu Alamsyah menceritakan per- 44 kebudayaan. kawinannya pernah ditolak oleh Kantor Catatan Mengenai perkawinan, para pengikut ADS Sipil, kemudian dia melakukan gugatan ke tidak diperbolehkan poligami, untuk itu maka Pengadilan Negeri tahun 1989 dan menang, tetapi kepada pasangan yang hendak menikah dianjurkan Kantor Catatan Sipil tetap tidak mau mencatat, hidup bersama terlebih dahulu selama kira-kira tiga sehingga dia mencatatkan perkawinannya di bulan. Setelah kedua belah pihak sudah paham, Bandung. Menurut Wahyu, karena AKUR belum maka pernikahan pun dilangsungkan. Sekalipun mempunyai organisasi dan pemuka kepercayaan monogami, perceraian diperbolehkan apabila yang terdaftar di Kemendikbud, maka sekarang kedua belah pihak tidak ada lagi kecocokan dan untuk melakukan pernikahan minta bantuan tidak ada lagi kepuasan dalam hubungan suami Kusnadi, pemuka kepercayaan Aji Dipadari istri atau karena tidak memperoleh keturunan. Bandung. Setelah dapat surat keterangan nikah dari Pihak perempuan boleh menikah lagi setelah masa Aji Dipa, maka perkawinannya bisa dicatatkan di iddah nya berakhir, suatu istilah yang hanya ada Disdukcapil dan mendapatkan Akta Perkawinan, 45 dalam Islam. dan anak-anak yang lahir mendapatkan Akta 47 Menurut Kento Subarman, proses Kelahiran dengan nama ayah dan ibunya. perkawinan dimulai dari pra nikah, nikah dan Terkait dengan Akta Kelahiran, menurut sesudah nikah. Sebelum ritual nikah kedua calon Dewi Kanti (puteri Pangeran Jatikusumah) negara pengantin menghadap Pangeran Jatikusumah memang tidak hadir untuk penghayat kepercayaan, untuk minta petunjuk dan petuah, karena dalam lebih-lebih bagi yang belum berorganisasi dan komunitas AKUR perkawinan hanya untuk sekali, belum terdaftar di Kemendikbud. Memang ada tidak boleh cerai, dan tidak boleh poligami. Pada peraturan untuk penghayat tetapi penghayat yang saat pernikahan yang menikahkan adalah orang terorganisasi, tidak termasuk penghayat adat tua pihak perempuan, dan ada ikrar nikah, serta maupun perorangan. Ketidakhadiran negara, selain disaksikan keluarga dari kedua belah pihak. perkawinan AKUR belum diakui, juga ketika Pernikahan tersebut dituangkan dalam Surat mereka mengajukan Akta Kelahiran disodori dua Keterangan Nikah dari komunitas AKUR, dan formulir yaitu Akta Pengakuan Anak dan surat tidak bisa dicatatkan ke Dinas Kependudukan pernyataan hanya dicantumkan nama ibu di dalam dan Catatan Sipil (Disdukcapil) karena AKUR Akta Kelahiran. Menurut Dewi Kanti, penganut belum berorganisasi. Oleh karena pernikahannya AKUR Sunda Wiwitan di Cigugur tertulis (-) tidak dicatatkan ke Disdukcapil maka anak- alias tidak beragama karena pemerintah hanya anak yang lahir kalau akan dimintakan Akta mengakui 6 agama dengan dasar UU Nomor 1/ Kelahiran akan tertulis hanya nama ibunya. PNPS/1965. UU ini pernah diuji materi, sekalipun Menurut Kento Subarman, tetangga sekitar tidak ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, tetapi sudah mengetahui adanya pernikahan, demikian MK mengatakan bahwa negara tidak hanya pula teman kerja sekantor, tetapi mengapa mengakui 6 agama saja. UU itu merupakan ketika mengurus Akta Perkawinan tidak dilayani diskriminasisistemik, produkdibawah UUD tidak oleh petugas Disdukcapil? Peristiwa tersebut sinkron, belum lagi direktorat yang mengurus dialami oleh Rusman yang punya istri dan dua kepercayaan yang berbeda dengan keagamaan, anak, bekerja sebagai pegawai negeri di Dinas bukan hanya anggaran tetapi kapasitas yang Pariwisata Kabupaten Kuningan, yang sampai diurus. Dewi Kanti melihat tidak ada political will pensiun dianggap bujangan dan tidak pernah dari pemerintah dan kecewa dengan Mendagri, menerima tunjangan istri dan anak. Sehingga yang mengatakan ada agama yang diakui dan Kento Subarman sempat bertanya: kewajiban tidak diakui, harusnya Menteri mengayomi

44 Kanti, “Masyarakat Adat Karuhun (AKUR) Sunda 46 Kento Subarman, “Wawancara Tanggal 8 Agustus Wiwitan: Melestarikan Tradisi Leluhur Berbalas 2016” (Cigugur, Kuningan, 2016). Stigmatisasi Dan Diskriminasi.” 47 Wahyu Alamsyah, “Wawancara 9 Agustus 2016” 45 Ibid. (Cigugur, Kuningan, 2016).

Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 20 No. 1, Maret 2020: 11-24 19

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 semua masyarakat. Hal ini memberi angin bagi Bahkan dengan nada kecewa Tatik pihak-pihak yang intoleran, tidak mendukung mengatakan bahwa dia sangat kecewa ketika 48 kondusifitas. akan melaksanakan Putusan MK, Menteri Dalam Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa Negeri berkonsultasi dengan Majelis Ulama komunitas AKUR Sunda Wiwitan di Cigugur Indonesia, bukan kepada penganut Kepercayaan masih mendapatkan perlakuan diskriminatif, Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu dia karena agama nya tidak diakui seperti enam pernah menanyakan ke Menteri Dalam Negeri agama yang lain. Aparatur pemerintah sering tentang pelaksanaan pembuatan KTP-el, yang mengatakan bahwa dasar hukum agama yang dijawab oleh Mendagri nantinya KTP ada dua diakui berpijak pada UU Nomor 1/PNPS/1965, model, yang pertama ada kolom agama, dan yang namun secara sosiologis masyarakat AKUR kedua ada kolom kepercayaan. Terhadap hal ini, Sunda Wiwitan sudah melakukan perkawinannya Tatik mengatakan bahwa dua model KTP tersebut sesuai dengan adat istiadat dan kepercayaannya berarti memelihara diskriminasi yang ada, pada dan diakui oleh anggota masyarakat bahwa hal dalam putusan MK menyebutkan agama harus mereka sudah menikah, sekalipun tidak tercatat dimaknai termasuk kepercayaan, artinya dalam di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Ada implementasi putusan tersebut maka hanya ada 50 diskrepansi antara hukum yang ada dengan realitas satu model KTP. di lapangan. Hal ini disebabkan dalam pembuatan Terhadap data tersebut di atas dapat dianalisis hukum tidak memperhatikan subjek hukum, bahwa Putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 yaitu masyarakat. Kesenjangan itu semakin belum memberi dampak pada masyarakat AKUR, menguatkan dugaan bahwa hukum dibuat untuk terbukti belum ada sosialisasi, dan permohonan melayani kepentingan sekelompok masyarakat ganti KK ke Disdukcapil Kabupaten Kuningan, tertentu yaitu golongan agama mayoritas dengan pada hal sudah ada Permendagri Nomor 118/2017 menegasikan (meniadakan) agama minoritas. dan SE DirjenDukcapil Nomor 471.14/1066/ 4. Implementasi Putusan Mahkamah DUKCAPIL. Sedangkan peraturan penggantian Konstutusi oleh Dinas Kependudukan dan KTP yang sesuai dengan putusan MK belum ada Catatan Sipil pada Masyarakat AKUR karena sampai penelitian dilakukan belum ada peraturan dan petunjuk teknis dari Kementerian Cigugur Dalam Negeri, sekalipun menurut Sekretaris Dampak Putusan MK No.97/PUU-XIV/2016 Jenderal MLKI, Retno Lastani, sudah ada terhadapmasyarakatAdat Karuhun Urang (AKUR) pencetakan KTP yang menggunakan kolom di Cigugur, hingga penelitian ini dilakukan, belum kepercayaan sebagai pengganti kolom agama dirasakan oleh mereka. Hal tersebut seperti yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan disampaikan oleh Juwita Jatikusumaputri (Tatik), Catatan Sipil Kota Malang. salah satu putri Pangeran Jatikusumah, bahwa sampai saat ini (wawancara dilakukan tanggal B. Kesesuaian Implementasi Pemerintah 15 Agustus 2018) belum ada warga AKUR yang Pusat dan Pemerintah Kabupaten merubah KK-nya sesuai dengan sistem SIAK Kuningan dengan Putusan Mahkamah Versi 7.0 yang mengakomodir Kepercayaan Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan Sebelum membahas apakah tindakan sosialisasi yang diperintahkan oleh Permendagri pemerintah dan pemerintah daerah sudah sesuai Nomor 118/2017 dan SE Dirjen Dukcapil Nomor dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 471.14/1066/DUKCAPIL belum dilaksanakan 97/PUU-XIV/2016, maka perlu dijelaskan oleh DinasKependudukan dan Pencatatan Sipil karakteristik putusan tersebut. Sebagaimana Kabupaten Kuningan. Hal ini dibenarkan oleh telah diungkapkan di atas, bahwa karakteristik Tatik bahwa sampai saat ini belum ada petugas Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 Disdukcapil Kabupaten Kuningan yang melakukan 49 adalah inkonstitusional bersyarat (conditionally sosialisasi kemasyarakat AKUR. unconstitutional) artinya apabila tafsir yang ditentukan Mahkamah Konstitusi dipenuhi maka 48 Dewi Kanti, “Wawancara Tanggal 26 Juli 2016” (Jakarta, 2016). Agustus 2018” (Cigugur, Kuningan, 2018). 49 Juwita Jatikusumaputri, “Wawancara Tanggal 15 50 Ibid.

20 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi... (Sukirno, Nur Adhim)

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 norma atau undang-undang tetap konstitusional, “Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa”. namun apabila tafsir yang ditentukan oleh Apabila Kementerian Dalam Negeri secara Mahkamah Konstitusi dalam putusannya tidak konsekuen menerapkan putusan Mahkamah terpenuhi maka suatu norma hukum atau undang- Konstitusi maka kolom di dalam KK maupun undang inkonstitusional sehingga harus dinyatakan KTP-e tidak perlu muncul kolom kepercayaan bertentangan dengan Undang Undang Dasar dan tetapi tetap muncul “Agama” dan diisi 51 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. “Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa”. Dalam amar pertama Putusan Mahkamah Kedua, penggantian kolom agama Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016 diputuskan menjadi kepercayaan dalam KK maupun KTP bahwa Menyatakan kata “agama” dalam Pasal menunjukkan pemerintah masih memberikan 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang perlakukan diskriminatif bagi penganut Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi kepercayaan. Perlakuan diskriminatif terhadap Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan warganegara Republik Indonesia apapun agama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang dan kepercayaannya tidak diperbolehkan oleh Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 UUD Negara Republik Indonesia dan undang- Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan undang manapun. Bahkan larangan perlakuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun diskriminatif itu terdapat dalam Undang 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara Undang Nomor 23 Tahun 2016 sebagaimana Republik Indonesia Nomor 5475) bertentangan telah diubah dengan Undang Undang Nomor dengan Undang Undang Dasar Negara Republik 24 Tahun 2013, khususnya dalam konsideran Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai menimbang huruf b menegaskan bahwa : “dalam kekuatan hukum yang mengikat secara bersyarat rangka peningkatan pelayanan administrasi sepanjang tidak termasuk “kepercayaan”. Dengan kependudukan sejalan dengan tuntutan pelayanan demikian Mahkamah Konstitusi berpendapat administrasi kependudukan yang profesional, bahwa kata “agama” termasuk “kepercayaan” memenuhi standar teknologi informasi, dinamis, atau bisa dikatakan bahwa kepercayaan sama tertib dan tidak diskriminatif dalam pencapaian dengan agama. standar pelayanan minimal menuju pelayanan Setelah diketahui karakteristik putusan dan prima...”. Hal yang sama juga ditentukan dalam pendapat Mahkamah Konstitusi, maka terlihat Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Pelayanan Publik, khususnya Pasal 4 huruf g yang 97/PUU-XIV/2016 telah ditindaklanjuti oleh menentukan bahwa penyelenggaraan pelayanan pemerintah dan pemerintah daerah dengan publik berasaskan persamaan perlakuan/tidak penerbitan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu diskriminatif. Tanda Penduduk Elektronik (KTP-e) yang Secara teoretis, implementasi putusan mencantumkan frasa “Kepercayaan Terhadap Mahkamah Konstitusi oleh pemerintah dan Tuhan Yang Maha Esa”. Namun apabila dicermati pemerintah daerah dapat dijelaskan teori lebih dalam, tindak lanjut dari pemerintah dan bekerjanya hukum dari Chamblis-Seidman pemerintah daerah tersebut masih menampakkan sebagaimana dikutip Satjipto Rahardjo yang dua hal persoalan. antara lain menyatakan bahwa lembaga Pertama, tindak lanjut pemerintah, yaitu pelaksana itu akan bertindak sebagai respon Kementerian Dalam Negeri secara substansial terhadap peraturan hukum merupakan fungsi belum sesuai dengan yang diputuskan oleh peraturan-peraturan hukum yang ditujukan Mahkamah Konstitusi, dimana kata “kepercayaan” kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan masuk sebagai “agama” atau kepercayaan sama kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan dengan agama. Seperti diketahui kolom agama lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta dalam KK dan KTP bagi penganut kepercayaan umpan-umpan balik yang datang dari pemegang tertulis “Kepercayaan” yang kemudian diisi peran.52 Dalam konteks tindak lanjut Putusan MK

Nomor 97/PUU-XIV/2016 oleh Kementerian 51 Faiz Rahman dan Dian Agung Wicaksono, Dalam Negeri (Kemendagri) dapat dikemukakan

“Eksistensi Dan Karakteristik Putusan Bersyarat Mahkamah Konstitusi,” Konstitusi 11, no. 2 (2016): 52 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, III. (Bandung: 352. Citra Aditya Bakti, 1991).

Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 20 No. 1, Maret 2020: 11-24 21

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 bahwa tindakan Kemendagri menerbitkan KK masa lalu, yang mungkin berimbas sampai saat dan KTP-e yang tidak sesuai dengan maksud ini. Sebagaimana dibahas di atas, dahulu warga asli dari MK merupakan respon dari berbagai AKUR pernah berkonflik dengan warga Islam dan kelompok masyarakat terutama dari Majelis Katolik, yang mengakibatkan organisasi mereka, Ulama Indonesia yang menolak menyamakan Agama Djawa Sunda (ADS) dan Paguyuban kepercayaan dengan agama. Wakil Ketua Umum Adat Cara Karuhun Urang (PACKU) dibubarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid oleh Kejaksaan Negeri. Hal ini berbeda dengan Sa’adi menyampaikan pernyataan bahwa MUI hubungan antara penganut Sunda Wiwitan lainnya, sangat menyesalkan putusan MK Nomor 97/ yaitu masyarakat Baduy56 di Kabupaten Lebak, PUU-XIV/2016. Putusan tersebut dinilai kurang yang melakukan tradisi “Seba” kepada cermat dan melukai perasaan umat beragama, Bupati Lebak di Rangkasbitung dan Gubernur khususnya umat Islam Indonesia. Sebab putusan Jawa Barat kemudian Gubernur Banten sejak masa tersebut berarti telah mensejajarkan kedudukan penjajahan Belanda hingga sekarang.57 Pembinaan agama dengan aliran kepercayaan.53 Menanggapi hubungan baik antara penganut kepercayaan Putusan MK tersebut, Ketua Bidang Hukum dengan pihak pemerintah dan pemerintah daerah, dan Perundang-undangan MUI Basri Bermanda baik secara organisatoris maupun personal mengusulkan kepada pemerintah agar kepada akan sangat menentukan layanan dokumen penghayat kepercayaan diberikan KTP-elektronik kependudukan bagi penganut kepercayaan. yang mencantumkan kolom kepercayaan tanpa 54 ada kolom agama. KESIMPULAN Tindakan dari pemerintah dan pemerintah Pemerintah melalui Kementerian Dalam daerah dalam melaksanakan Putusan MK Nomor Negeri dan Pemerintah Kabupaten Kuningan 97/PUU-XIV/2016 secara teoretis dipengaruhi melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil “paradigma agama dunia”. Menurut Maarif, secara formal telah melaksanakan Putusan agama dikonsepkan secara esensialis dan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 disesuaikan dengan karakter dan kriteria yang dengan menerbitkan KK dan KTP-el dengan ada pada “agama dunia”. Awalnya, konsep agama format kolom agama diganti menjadi kolom dunia merujuk pada suatu agama dominan dan kepercayaan. dijadikan prototipe. Bell sebagaimana dikutip Implementasi pemerintah dalam oleh Maarif, menegaskan bahwa di Barat, agama melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Kristen adalah prototipe bagi agama-agama lain, Nomor 97/PUU-XIV/2016 belum sesuai dengan agama Kristen dianggap mencakup semua kriteria maksud yang sesungguhnya dari putusan tersebut, yang digunakan untuk membahas berbagai agama, yang secara substansial menafsirkan kepercayaan termasuk yang sejarah dan asal-usulnya berbeda termasuk agama. Tindakan pemerintah secara dengan Kristen.55 Dengan merujuk paradigma teoretis dipengaruhi oleh paradigma agama dunia. agama dunia, bisa dimengerti jika Kementerian Dalam Negeri mengambil kebijakan kolom agama diganti kolom kepercayaan dalam KK dan KTP SARAN penganut kepercayaan. Sebaiknya Putusan MK ini dilaksanakan oleh Kemudian tindakan Pemerintah Kabupaten semua instansi pemerintah untuk menghormati, Kuningan, pada saat penelitian ini dilakukan, memenuhi dan melindungi penganut kepercayaan, yang belum pro aktif memberikan sosialisasi termasuk pemberian kesempatan untuk ikut perubahan KK dan KTP pada warga AKUR di rekrutmen CPNS, TNI dan Polri. Cigugur Kuningan, secara historis disebabkan adanya hubungan yang “kurang harmonis” antara masyarakat AKUR dengan pihak pemerintah di

53 Republika, “Soal Aliran Kepercayaan, MUI Sesalkan 56 Otom Mustomi, “Perubahan Tatanan Budaya Putusan MK.” Hukum Pada Masyarakat Adat Suku Baduy Provinsi 54 Kompas, “17 Januari 2018” (Jakarta, January 17, Banten,” De Jure 17, no. 3 (2017): 323. 2018). 57 Asep Kurnia dan Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy 55 Maarif, “Kajian Kritis Agama Lokal.” Bicara (Jakarta: Bumi Aksara, 2010).

22 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi... (Sukirno, Nur Adhim)

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 UCAPAN TERIMA KASIH ———. “Wawancara Tanggal 26 Juli 2016,” 2016. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan Kompas. “17 Januari 2018.” Jakarta, January 17, terima kasih kepada Dekan Fakultas Hukum 2018. Undip yang telah memberikan kepercayaan, dana, Kurniawan, Frendy. “Seberapa Banyak Jumlah dan kesempatan untuk melakukan penelitian. Penghayat Kepercayaan Di Indonesia.” Last Selain itu penulis berterima kasih kepada semua modified 2017.Accessed November 17, 2017. informan yang telah memberikan data sehingga https://tirto.id/seberapa-banyak-jumlah- penelitian ini dapat mencapai tujuannya. Terakhir penghayat-kepercayaan-di-indonesia-cz2y. terima kasih juga disampaikan kepada Editorial Team Jurnal Penelitian Hukum De Jure yang Lastani, Endang Retno. “Wawancara Tanggal 4 telah berkenan memberikan kesempatan untuk September 2018,” 2018. mempublikasikan artikel ini. Maarif, Samsul. “Kajian Kritis Agama Lokal.” In Studi Agama Di Indonesia: Refleksi DAFTAR KEPUSTAKAAN Pengalaman, edited by Samsul Maarif, 35– 53. Ketiga. Yogyakarta: Program Studi Alamsyah, Wahyu. “Wawancara 9 Agustus 2016,” Agama dan Lintas Budaya, Sekolah 2016. Pascasarjana, UGM, 2017. Anonim. “Wawancara Tanggal 23 Agustus 2018,” ———. Pasang Surut Rekognisi Agama Leluhur 2018. Dalam Politik Agama Di Indonesia. Burhani, Ahmad Najib. “Tiga Problem Dasar Yogyakarta: Centre for Religious and Cross- Dalam Perlindungan Agama-Agama cultural Studies (CRCS) UGM, 2018. Minoritas Di Indonesia.” Jurnal Maarif Mufid, Ahmad Syafii. Dinamika Perkembangan Institute for Culture and Humanity Vol.5 Sistem Kepercayaan Lokal Di Indonesia. No.2 (2010). Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Ghazali, Adeng Muchtar. Antropologi Agama, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Upaya Memahami Keragaman Kepercayaan, Agama RI, 2012. Keyakinan Dan Agama. Bandung, 2011. Muhammad Rasyid Ridha, Sukirno, Sri Gultom, Ibrahim. Agama Malim Di Tanah Batak. Sudaryatmi. “Pengakuan Perkawinan Jakarta: Bumi Aksara, 2010. Masyarakat Penganut Kepercayaan Lokal Hairi, Prianter Jaya. “Tindak Lanjut Putusan MK Agama Djawa Sunda Dalam Perpsektif Terkait Penganut Kepercayaan.” Majalah Multikulturalisme.” Diponegoro Law Journal Info Hukum Singkat IX No.23 (2017): 3. 6, no. 1 (2017). Hasse, J. “Diskriminasi Negara Terhadap Agama Mustomi, Otom. “Perubahan Tatanan Budaya Di Indonesia: Studi Atas Persoalan Hukum Hukum Pada Masyarakat Adat Suku Baduy Towani Tolotang Pasca Pengakuan Agama Provinsi Banten.” De Jure 17, no. 3 (2017): Resmi.” Kawistara Vol.1 No.2 (20111): 180– 323. 190. Nuh, Nuhrison M. “Paham Madrais/Adat Karuhun Iskandar, Mohamad. “Memelihara Rust En Orde : Urang (Akur) Di Cigugur Kuningan: Studi Kasus Agama Jawa Sunda Pasundan.” Tentang Ajaran Dan Pelayanan Sipil.” Masyarakat dan Budaya 14, no. 2 (2012): HARMONI-Multi-Cultural and Multi- 226. Religious Journal 10, no. 33 (2011): 552. Jatikusumaputri, Juwita. “Wawancara Tanggal 15 Perempuan, Komnas. Diskriminasi Dan Kekerasan Agustus 2018,” 2018. Terhadap Perempuan Dalam Konteks Kanti, Dewi. “Masyarakat Adat Karuhun (AKUR) Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan Sunda Wiwitan: Melestarikan Tradisi Leluhur Bagi Kelompok Penghayat Kepercayaan/ Berbalas Stigmatisasi Dan Diskriminasi.” Penganut Agama Leluhur Dan Pelaksana The Indonesian Association of Filoshopy of Ritual Adat. Jakarta, 2016. Law and Epistema Institute, 2016.

Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 20 No. 1, Maret 2020: 11-24 23

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 Qodim, Husnul. “Strategi Bertahan Agama Djawa Wicaksono, Faiz Rahman dan Dian Agung. Sunda (ADS) Cigugur.” Jurnal KALAM 11, “Eksistensi Dan Karakteristik Putusan no. 2 (2017): 329–364. Bersyarat Mahkamah Konstitusi.” Konstitusi Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. III. Bandung: 11, no. 2 (2016): 352. Citra Aditya Bakti, 1991. Widyonugrahanto. “Dinamika Aliran Kepercayaan Republika. “Soal Aliran Kepercayaan, MUI Madrais Di Cigugur Kabupaten Kuningan Sesalkan Putusan MK,” November 30, 2017. 1885-2007.” Universitas Padjadjaran, 2008. Sabandiah, Raithah Noor dan Endra Wijaya. “Ada 187 Organisasi Dan 12 Juta Penghayat “Diskriminasi Terhadap Agama Tradisional Kepercayaan Di Indonesia.” Accessed Masyarakat Hukum Adat Cigugur.” De Jure October 22, 2018. https://news.detik.com/ 18, no. 3 (2018): 335–352. berita/3720357/ada-187-organisasi-dan-12- juta-penghayat-kepercayaan-di-indonesia. Saidi, Anas. “Sepengertian Tanpa Sepengetahuan: Survival Strategy Dan Makna Simbolik Transmisi Kelisanan (Kasus Agama Djawi Sunda, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat).” Universitas Indonesia, 2015. Sihabudin, Asep Kurnia dan Ahmad. Saatnya Baduy Bicara. Jakarta: Bumi Aksara, 2010. Subagja, R. Agama Asli Di Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka, 1981. Subarman, Kento. “Wawancara Tanggal 8 Agustus 2016,” 2016. Subiantoro. “Pertunjukan Ritual Seren Tahun Di Cigugur Kabuoaten Kuningan Jawa Barat.” Institut Seni Indonesia, 2018. Suhanah, ed. Dinamika Agama Lokal Di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2014. Sukirno. Politik Hukum Pengakuan Hak Ulayat. Jakarta: Prenadamedia Group, 2018. Tempo. “Kemendikbud: Putusan MK Soal Kolom Agama Beri Kapastian Hukum,” November 10, 2017. ———. “Menteri Lukman: Kami Tidak Terdampak Putusan MK Soal Kolom Agama,” November 8, 2017. ———. “Penghayat Sunda Wiwitan Apresiasi Putusan MK Soal Kolom Agama,” November 9, 2017. Thofa, Moh. “Wawancara 15 Agustus 2018,” 2018. Waluyajati, Roro Sri Rejeki. “Agama Djawa Sunda (ADS).” Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1 No.2 (2017): 103–109.

24 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi... (Sukirno, Nur Adhim)