Sejarah, Tugas PPKI, Anggota, Tujuan Dan Hasil Sidang PPKI 1 2 3

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Sejarah, Tugas PPKI, Anggota, Tujuan Dan Hasil Sidang PPKI 1 2 3 PPKI : Sejarah, Tugas PPKI, Anggota, Tujuan Dan Hasil Sidang PPKI 1 2 3 PPKI : Sejarah, Tugas PPKI, Anggota, Tujuan Dan Hasil Sidang PPKI 1 2 3 Lengkap – Tahukah anda apa yang dimaksud dengan PPKI ?? Jika anda belum mengetahuinya anda tepat sekali mengunjungi gurupendidikan.com. Karena pada kesempatan kali ini akan membahas tentang PPKI secara lengkap. Oleh karena itu marilah simak ulasan yang ada dibawah berikut ini. Suatu badan yang dibentuk pemerintah Jepang tanggal 7 Agustus 1945. Badan ini bertugas menyiapkan segala sesuatu menyangkut masalah ketatanegaraan menghadapi penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Jepang kepada bangsa Indonesia. Beranggotakan 21 orang, yang ditunjuk sebagai ketua Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta. Sebagai penasehat ditunjuk Mr. Ahmad Subardjo, dan tanpa sepengetahuan pemerintah Jepang, PPKI menambah lagi enam orang, yaitu Wiranatakusumah, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, dan Ahmad Soebardjo. Badan ini dibentuk untuk menarik simpati golongan-golongan yang ada di Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam Perang Pasifik, yang kedudukannya semakin terdesak sejak 1943. Mereka juga berjanji memberi kemerdekaan pada Indonesia melalui ‘Perjanjian Kyoto’. Ketika Rusia bergabung dengan Sekutu dan menyerbu Jepang dari Manchuria, pemerintah Jepang mempercepat kemerdekaan Indonesia, yang oleh BPUPKI direncanakan 17 September 1945. Tiga tokoh PPKI (Soekarno, Hatta, dan Radjiman) diterbangkan ke Dalath (Saigon) bertemu Jenderal Terauchi yang akan merestui pembentukan negeri boneka tersebut. Tanggal 14 Agustus 1945 ketiganya kembali ke Jakarta dan Jepang menghadapi pemboman AS di Hirosima dan Nagasaki. Golongan tua dan golongan muda pejuang kemerdekaan terlibat pro dan kontra atas peristiwa pemboman Jepang oleh AS. Golongan muda melihat Jepang sudah hampir menemui kekalahan, tetapi golongan tua tetap berpendirian untuk menyerahkan keputusan pada PPKI. Sikap tersebut tidak disetujui golongan muda dan menganggap PPKI merupakan boneka Jepang dan tidak menyetujui lahirnya proklamasi kemerdekaan dengan cara yang telah dijanjikan oleh Jenderal Besar Terauchi dalam pertemuan di Dalath. Golongan muda menghendaki terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan kekuatan sendiri lepas sama sekali dari pemerintahan Jepang. Menanggapi sikap pemuda yang radikal itu, Soekarno-Hatta berpendapat bahwa soal kemerdekaan Indonesia yang datangnya dari pemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidaklah menjadi soal, karena Jepang toh sudah kalah. Selanjutnya menghadapi Sekutu yang berusaha mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Oleh sebab itu untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi. Mereka ingin memperbincangkan proklamasi kemerdekaan di dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pengertian PPKI PPKI merupakan singkatan dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa Jepang disebut dengan Dokuritsu Zyunbi Inkai. PPKI ialah panitia yang bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, sebelum panitia ini dibentuk, sebelumnya sudah berdiri BPUPKI tapi karena dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan. Sejarah PPKI [ Proses Awal Pembentukan PPKI ] Lembaga ini beranggotakan tokoh-tokoh Pergerakan Nasional yang berasal dari Jawa dan luar Jawa. Anggota PPKI semula berjumlah 21 orang, kemudian Ir. Soekarno menambah 6 orang tanpa sepengetahuan fihak Jepang. Hal ini menunjukkan bahwa PPKI memiliki kemandirian dan tidak tergantung pada Jepang. Tujuan dibentuk PPKI adalah untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam menyongsong kemerdekaan. Setelah PPKI merampungkan tugasnya, yaitu menyiapkan konsep pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh UUD 1945, kemudian membubarkan diri dan mengusulkan dibentuknya PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang bertugas melaksanakan kemerdekaan Indonesia dan mengambil langkah-langkah nyata untuk membentuk suatu negara. Sementara itu kedudukan Jepang dalam Perang Dunia II semakin terdesak, sehingga komando Jepang di wilayah selatan mengadakan rapat pada akhir bulan Juli 1945 di Singapura. Dalam pertemuan tersebut disetujui bahwa kemerdekaan bagi Indonesia akan diberikan pada tanggal 7 September 1945, setahun setelah pernyataan Koiso. Dalam bulan Agustus perubahan bertambah cepat, tanggal 7 Agustus Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Inkai) yang bertanggung jawab melanjutkan pekerjaan BPUPKI dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan karena akan diadakannya pemindahan kekuasaan dari Jepang kepada bangsa Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Radjiman Wediodiningrat diundang ke Dalat, kira-kira 300 km sebelah utara Saigon, tempat kedudukan Jenderal Terauchi, panglima seluruh angkatan perang Jepang di Asia Tenggara.3) Tujuan pemanggilan ketiga tokoh tersebut adalah untuk melantik secara simbolis Ir. Soekarno sebagai ketua PPKI dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketuanya. Acara pelantikan berlangsung pada tanggal 12 Agustus 1945 ketika mereka tiba di Dalat, didahului pidato singkat Terauchi yang menyatakan bahwa pemerintah Jepang di Tokyo memutuskan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Keesokan harinya Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke Jakarta, tetapi sebelumnya singgah di Singapura satu malam. Sesampainya di Jakarta disambut oleh rakyat. Saat itu Soekarno mengucapkan pidato singkat sebagai berikut: “Jika beberapa waktu yang lalu saya mengatakan bahwa akan merdeka sebelum tanaman jagung berbuah, sekarang saya katakan kepada kamu bahwa Indonesia akan merdeka sebelum tanaman tersebut berbunga.” Dengan demikian resmilah pembentukan PPKI dan sudah dapat bekerja sejak tanggal 12 Agustus 1945. Mengenai anggotanya, terdiri dari 21 orang yang merupakan wakil-wakil dari seluruh kelompok masyarakat yang ada di tanah air, yaitu 12 dari Jawa, 3 dari Sumatera, 2 dari Sulawesi, 1 dari Kalimantan, 1 dari Nusa Tenggara, 1 dari Maluku, dan 1 dari masyarakat Cina. Pengurus dan Keanggotaan PPKI 1. Ketua : Ir. Soekarno 2. Wakil Ketua : Drs. Moh. Hatta 3. Penasehat : Mr. ahmad Soebarjo Pada tanggal 9 Agustus Jendral Terauchi mengundang tiga orang pemimpin Indonesia, yaitu a. Ir. Soekarno, b. Drs. Moh. Hatta, c. Dr. Radjiman Widiodiningrat ke Dallat ( Saigon ). Tujuannya adalah untuk mengetahui perkembangan lebih lanjut mengenai sikap Jepang kepada rencana Kemerdekaan Indonesia. Tugas PPKI 1. Mengesahkan Undang Undang Dasar 2. Memilih dan Mengangkat Ir.Soekarno sebagai Presiden dan Drz.M.Hatta sebagai wakil Presiden 3. Membentuk Komite Nasional untuk membantu tugas Presiden sebelum DPR dan MPR terbentuk. Tugas Utama PPKI Tugas berdasarkan nama yaitu bertugas untuk Mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Anggota PPKI Pada awalnya PPKI beranggotakan dan berjumlah 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut : 1. Soekarno (Ketua) 2. Moh. Hatta (Wakil Ketua) 3. Mr. Dr. Soepomo (Anggota) 4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota) 5. P. Soeroso (Anggota) 6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota) 7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota) 8. Ki Bagus Hadikusumo (Anggota) 9. Otto Iskandardinata (Anggota) 10. Abdoel Kadir (Anggota) 11. Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota) 12. Pangeran Poerbojo (Anggota) 13. Mohammad Amir (Anggota) 14. Abdul Maghfar (Anggota) 15. Teuku Mohammad Hasan (Anggota) 16. GSSJ Ratulangi (Anggota) 17. Andi Pangerang (Anggota) 18. H. Hamidan (Anggota) 19. I Goesti Ketoet Poedja (Anggota) 20. Johannes Latuharhary (Anggota) 21. Yap Tjwan Bing (Anggota) Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu : 1. Achmad Soebardjo (Penasehat) 2. Sajoeti Melik (Anggota) 3. Ki Hadjar Dewantara (Anggota) 4. A.A. Wiranatakoesoema (Anggota) 5. Kasman Singodimedjo (Anggota) 6. Iwa Koesoemasoemantri (Anggota) Tujuan Pembentukan PPKI 1. melanjutkan tugas dari BPUPKI. Jadi mereka memiliki tujuan utama yakni menyegerakan proklamasi kemerdekaan 2. dan juga melakukan tata negara beserta membuat struktur kenegaraan. Pertemuan dengan Marsekal Terauchi Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok. Isi pembicaraan tiga tokoh Indonesia dengan Jendral Terauchi: 1. Pemerintah Jepang memutuskan untuk member kemerdekaan kepada Indonesia segera setelah persiapan kemerdekaan selesai dan berangsur-angsur dimulai dari pulau Jawa kemudian kepulau-pulau lainnya. 2. Untuk pelaksaan kemerdekaan diserahkan kepada PPKI dan telah disepakati tanggal 18 Agustus 1945. 3. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda. Peristiwa Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari “penculikan” yang dilakukan oleh sejumlah pemuda (a.l. Adam Malik dan Chaerul Saleh dari Menteng 31 terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan
Recommended publications
  • Transplantation of Foreign Law Into Indonesian Copyright Law: the Victory of Capitalism Ideology on Pancasila Ideology
    Journal of Intellectual Property Rights Vol 20, July 2015, pp 230-249 Transplantation of Foreign Law into Indonesian Copyright Law: The Victory of Capitalism Ideology on Pancasila Ideology O K Saidin† Department of Private Law, Law Faculty, University of North Sumatera, Medan, Indonesia Received: 07 May 2015; accepted: 29 June 2015 The Journey of Indonesian history has 350 years experience under the imperialism of Netherland and Japan until the era of post-independence which was still under the shadow of the developed countries. The Indonesia became more and more dependable on the foreign countries which brought influence to its political choice in regulating the Copyright Law in the following days. Indonesian copyright protection model which economic goal firstly based on the country’s Pancasila philosophy, evidently must subject to the will of the era that move towards liberal-capitalist. This era is no longer taking side to Indonesian independence goal to realize law and economic development based on Pancasila, especially the first, fourth, and fifth sila (Principle). The goal of law and economic development in Indonesia, regulated under the paradigm of democratic economy is to realize prosperous and equitable society based on Indonesian religious culture principle that can no longer be realized. Pancasila as the basis in forming legal norms in Indonesia functioned as the grundnorm which means that all the legal norms must be convenient and not to contradict the principles of the basic state philosophy of Pancasila. But the battle of foreign ideology in legal political choice through transplantation policy, did not manage to give the victory to Pancasila as the country’s ideology, but to give the victory to the foreign capitalistic ideology instead.
    [Show full text]
  • SETTING HISTORY STRAIGHT? INDONESIAN HISTORIOGRAPHY in the NEW ORDER a Thesis Presented to the Faculty of the Center for Inte
    SETTING HISTORY STRAIGHT? INDONESIAN HISTORIOGRAPHY IN THE NEW ORDER A thesis presented to the faculty of the Center for International Studies of Ohio University In partial fulfillment of the requirements for the degree Master of Arts Sony Karsono August 2005 This thesis entitled SETTING HISTORY STRAIGHT? INDONESIAN HISTORIOGRAPHY IN THE NEW ORDER by Sony Karsono has been approved for the Department of Southeast Asian Studies and the Center for International Studies by William H. Frederick Associate Professor of History Josep Rota Director of International Studies KARSONO, SONY. M.A. August 2005. International Studies Setting History Straight? Indonesian Historiography in the New Order (274 pp.) Director of Thesis: William H. Frederick This thesis discusses one central problem: What happened to Indonesian historiography in the New Order (1966-98)? To analyze the problem, the author studies the connections between the major themes in his intellectual autobiography and those in the metahistory of the regime. Proceeding in chronological and thematic manner, the thesis comes in three parts. Part One presents the author’s intellectual autobiography, which illustrates how, as a member of the generation of people who grew up in the New Order, he came into contact with history. Part Two examines the genealogy of and the major issues at stake in the post-New Order controversy over the rectification of history. Part Three ends with several concluding observations. First, the historiographical engineering that the New Order committed was not effective. Second, the regime created the tools for people to criticize itself, which shows that it misunderstood its own society. Third, Indonesian contemporary culture is such that people abhor the idea that there is no single truth.
    [Show full text]
  • Perdebatan Tentang Dasar Negara Pada Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (Bpupk) 29 Mei—17 Juli 1945
    PERDEBATAN TENTANG DASAR NEGARA PADA SIDANG BADAN PENYELIDIK USAHA-USAHA PERSIAPAN KEMERDEKAAN (BPUPK) 29 MEI—17 JULI 1945 WIDY ROSSANI RAHAYU NPM 0702040354 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008 Perdebatan dasar..., Widy Rossani Rahayu, FIB UI, 2008 1 PERDEBATAN TENTANG DASAR NEGARA PADA SIDANG BADAN PENYELIDIK USAHA-USAHA PERSIAPAN KEMERDEKAAN (BPUPK) 29 MEI–17 JULI 1945 Skripsi diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Humaniora Oleh WIDY ROSSANI RAHAYU NPM 0702040354 Program Studi Ilmu Sejarah FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008 Perdebatan dasar..., Widy Rossani Rahayu, FIB UI, 2008 2 KATA PENGANTAR Puji serta syukur tiada terkira penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang sungguh hanya karena rahmat dan kasih sayang-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini ditengah berbagai kendala yang dihadapi. Ucapan terima kasih dan salam takzim penulis haturkan kepada kedua orang tua, yang telah dengan sabar tetap mendukung putrinya, walaupun putrinya ini sempat melalaikan amanah yang diberikan dalam menyelesaikan masa studinya. Semoga Allah membalas dengan balasan yang jauh lebih baik. Kepada bapak Abdurrakhman M. Hum selaku pembimbing, yang tetap sabar membimbing penulis dan memberikan semangat di saat penulis mendapatkan kendala dalam penulisan. Kepada Ibu Dwi Mulyatari M. A., sebagai pembaca yang telah memberikan banyak saran untuk penulis, sehingga kekurangan-kekurangan dalam penulisan dapat diperbaiki. Kepada Ibu Siswantari M. Hum selaku koordinator skripsi dan bapak Muhammad Iskandar M. Hum selaku ketua Program Studi Sejarah yang juga telah memberikan banyak saran untuk penulisan skripsi ini. Kepada seluruh pengajar Program Studi Sejarah, penulis ucapakan terima kasih untuk bimbingan dan ilmu-ilmu yang telah diberikan. Kepada Bapak RM. A. B.
    [Show full text]
  • Historical Construction of the Indonesian Presidential System: Do People Voices Matter?
    Journal of Governance and Development Vol. 9, 165-185 (2013) 165 Historical Construction of The Indonesian Presidential System: Do people voices matter? Nurliah Nurdin* Institute of Government Internal Affairs, Ministry of Home Affairs, Indonesia *Corresponding author; email: [email protected] / [email protected] ABSTRACT This paper analyzes the Indonesian politics, with particular reference to the presidential system. During the formation of the country, the framers of the Constitution have mixed understanding on what forms of political system the country intends to adopt, either parliamentary or presidential. The principle debate centers on the legislative and partisan powers of the Indonesian president, expecially the people voice in the strong presidential system. The historical accounts of the early Indonesia suggest that colonialism scars influence certain personalities like Soekarno and Soepomo to favor for an executive- superior system. On the other hand, Muhammad Yamin fears for a strong totalitarian president and thus proposes a legislative-superior system where the power of the president can be curbed by having a system of checks and balances. A series of institutional reforms in the presidential system have also focused on the relationship between the president and other state organs. The paper concludes that the post- democratization era after 1998 provides a more balanced power to the legislature. Keywords: presidential system, executive-legislative relations, Indonesian politics INTRODUCTION The historical experiences and the debate in the forming of a country, by the founders of the nation, were an important part in the political 166 Journal of Governance and Development Vol. 9, 165-185 (2013) process of the country. Historical documents provide an explanation of the entry point to the options of government’s system.
    [Show full text]
  • Mononutu in Paris
    UvA-DARE (Digital Academic Repository) Behind the Banner of Unity: Nationalism and anticolonialism among Indonesian students in Europe, 1917-1931 Stutje, K. Publication date 2016 Document Version Final published version Link to publication Citation for published version (APA): Stutje, K. (2016). Behind the Banner of Unity: Nationalism and anticolonialism among Indonesian students in Europe, 1917-1931. General rights It is not permitted to download or to forward/distribute the text or part of it without the consent of the author(s) and/or copyright holder(s), other than for strictly personal, individual use, unless the work is under an open content license (like Creative Commons). Disclaimer/Complaints regulations If you believe that digital publication of certain material infringes any of your rights or (privacy) interests, please let the Library know, stating your reasons. In case of a legitimate complaint, the Library will make the material inaccessible and/or remove it from the website. Please Ask the Library: https://uba.uva.nl/en/contact, or a letter to: Library of the University of Amsterdam, Secretariat, Singel 425, 1012 WP Amsterdam, The Netherlands. You will be contacted as soon as possible. UvA-DARE is a service provided by the library of the University of Amsterdam (https://dare.uva.nl) Download date:05 Oct 2021 Chapter 3 Ambassador without a country Mononutu in Paris In this chapter, we follow the trail of Mononutu on his journey to Paris. In accordance with the new international orientation of the PI, Mononutu tried to establish contacts and forge networks with anticolonial activists in the capital of “men without a country”.
    [Show full text]
  • Penerapan Model Pembelajaran Scramble Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Pokok Bahasan Menyusun Teks Biografi Ya
    PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SCRAMBLE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA POKOK BAHASAN MENYUSUN TEKS BIOGRAFI YANG URUT DAN LOGIS DI MTS AISYIYAH SUNGGUMINASA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh Sitti Sayani Dama 10533 786514 PROGRAM STRATA SATU (S1) JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2018 Moto Kalau Anda meminta saya untuk pintar Saya akan pintar Namun jika Anda meminta saya bodoh Maka saya akan jauh lebih bodoh dari Anda. Persembahan Karya sederhana ini kupersembahkan Kepada Ayahanda Tamrin Dama dan Ibunda Hayati tercinta Atas segala dukungan dan sumbangsi materi maupun tenaga Dan keluarga besarku Atas segala perhatian, semangat, dan dorongannya Serta teman sejawat saudara seperjuangan Yang karena hadirmu memberi warna dalam hidup ini. vii ABSTRAK Sitti Sayani Dama, 2018. Penerapan model pembelajaran scramble dalam meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia pokok bahasan menyusun teks biografi secara urut dan logis di sekolah MTs Aisyiyah Sungguminasa. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Tarman A, Arif dan Pembimbing II Ratnawati. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (class Action Reasearch) yang terdiri dari dua siklus. Prosedur penelitian meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII B MTs Aisyiyah Sungguminasa pada semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019 dengan jumlah siswa 35 orang. Masalah utama dalam penelitian ini yaitu apakah model pembelajaran scramble dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas VIII B MTs Aisyiyah Sungguminasa.
    [Show full text]
  • Sejarah Paket C Indonesia Merdeka Modul 9 Awal.Indd
    MODUL TEMA 9 MODUL 9 Indonesia Merdeka i Hak Cipta © 2018 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang Kata Pengantar Sejarah Indonesia Paket C Setara SMA/MA Modul Tema 9 : Indonesia Merdeka endidikan kesetaraan sebagai pendidikan alternatif memberikan layanan kepada mayarakat yang Penulis: Sulaiman Hasan karena kondisi geografi s, sosial budaya, ekonomi dan psikologis tidak berkesempatan mengiku- ti pendidikan dasar dan menengah di jalur pendidikan formal. Kurikulum pendidikan kesetaraan Diterbitkan oleh: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan- P dikembangkan mengacu pada kurikulum 2013 pendidikan dasar dan menengah hasil revisi berdasarkan Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018 peraturan Mendikbud No.24 tahun 2016. Proses adaptasi kurikulum 2013 ke dalam kurikulum pendidikan kesetaraan adalah melalui proses kontekstualisasi dan fungsionalisasi dari masing-masing kompetensi iv+ 36 hlm + illustrasi + foto; 21 x 28,5 cm dasar, sehingga peserta didik memahami makna dari setiap kompetensi yang dipelajari. Pembelajaran pendidikan kesetaraan menggunakan prinsip fl exible learning sesuai dengan karakteristik peserta didik kesetaraan. Penerapan prinsip pembelajaran tersebut menggunakan sistem pembelajaran modular dimana peserta didik memiliki kebebasan dalam penyelesaian tiap modul yang di sajikan. Kon- sekuensi dari sistem tersebut adalah perlunya disusun modul pembelajaran pendidikan kesetaraan yang memungkinkan peserta didik untuk belajar dan melakukan evaluasi ketuntasan secara mandiri. Tahun 2017 Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat mengembangkan modul pembelajaran pendidikan kesetaraan dengan melibatkan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud, para akademisi, pamong belajar, guru dan tutor pendidikan kesetaraan. Modul pendidikan kesetaraan disediakan mulai paket A tingkat kompe- tensi 2 (kelas 4 Paket A).
    [Show full text]
  • Noto Soeroto: His Ideas and the Late Colonial Intellectual Climate
    Noto Soeroto: His Ideas and the Late Colonial Intellectual Climate Madelon Djajadiningrat-Nieuwenhuis Introduction Interest in recent Indonesian history has long been dominated by the processes leading directly up to the creation of the Indonesian Republic. Initially, historians were inclined to trace a single line from the foundation of Boedi Oetomo* 1 in 1908 to the Proclamation of Independence on August 17,1945, coupling this with a neglect, both conscious and uncon­ scious, of a variety of trends and events which from a radically nationalistic point of view had an inhibitive rather than a stimulating effect on the development toward autonomy.2 More recently, historians have shown a greater interest in social processes in the indige­ nous and colonial communities which did not culminate directly in the proclamation of the Indonesian Republic, but which do shed a great deal of light on the ways and the areas in which the two communities, the indigenous and the colonial, interacted—remaining sepa­ rated, fusing, blending, or repudiating each other. Such an approach made it necessary to view familiar sources in a different light or to look for other sources altogether.3 In this pro­ cess use came to be made of ego documents, which, centered as they were on one or more individuals, could provide an insight into the non-institutionalized processes in the society concerned. This latter approach also has its limitations, however. Generally speaking, its focus is restricted to members of an elite. After all, only such persons were in a position to create and preserve ego documents of this kind.
    [Show full text]
  • BAB IV HASIL PERDEBATAN SOEKARNO DENGAN ULAMA A. Proses Perdebatan Sidang BPUPKI Digelar Sebanyak Dua Kali.Sidang Pertama, Digel
    BAB IV HASIL PERDEBATAN SOEKARNO DENGAN ULAMA A. Proses Perdebatan Sidang BPUPKI digelar sebanyak dua kali.Sidang pertama, digelar pada 29Mei hingga 1 Juni 1945.Sedangkan sidang kedua digelar pada 10 Juli hingga 17 Juli1945.Sedangkan pada 2 Juni hingga 9 Juli 1945, adalah masa reses sidang BPUPKI.Namun pada masa reses itu digelar sidang tidak resmi oleh beberapa anggota BPUPKIyang juga merangkap sebagai anggota Tyoo Sangi In dan ditambah dengan anggotaBPUPKI yang tinggal di Jakarta, yang tidak menjadi anggota Tyoo Sangi In, untukmembahas hal-hal yang dianggap mendesak pada saat itu. Sidang pertama BPUPKI pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945 mengagendakanpembahasan tentang dasar negara. Anggota BPUPKI yang menyampaikan pidatonyapada sidang pertama ini adalah Muhammad Yamin, Margono, Sosrodiningrat,Soemitro, Wiranatakoesoema, Woerjaningrat, Soerio, Soesanto, Soedirman, Dasaad,Roeseno dan Aris, namun hingga saat ini catatan pidato yang sudah ditemukan hanyalah pidato dari Muhammad Yamin Sosro Diningrat Soemitro Wiranatakoesoema, Woerjaningrat, Soerio, Soesanto, Soedirman, Dasaad, Roesenodan Aris, sedangkan pidato Margono belum ditemukan.1 Pada sidang hari pertama, perbedaan pendapat dan perdebatan belum terjadibegitu tajam.Ada beberapa hal yang disampaikan oleh para anggota BPUPKI padasidang hari pertama.Muhammad Yamin menyampaikan pidato tentang kelengkapannegara yang dibutuhkan oleh Indonesia sebagai sebuah negara merdeka nantinya.Pada sidang BPUPKI hari pertama itu, Muhammad Yamin juga menyampaikantentang konsep-konsep negara kebangsaan, tujuan kemerdekaan, ketuhanan, sertakonsep pembentukan negara yang sangat detail.Berbeda dengan Muhammad Yamin yang memaparkan banyak konsep,sedangkan Sosrodiningrat lebih menekankan tentang pentingnya persatuan jikaIndonesia ingin kemerdekaan.Sementara itu, Soemitro dan Wiranatakoesoema lebihmenekankan bahwa kemerdekaan secepat-cepatnya sebagai hal yang paling penting,selain itu Soemitro juga mengatakan bahwa kalangan pribumi harus secepatnyamendapatkan jabatan di pemerintahan.
    [Show full text]
  • NOMOR KURUN WAKTU PERISTIWA URAIAN INFORMASI UKURAN NOMOR ALBUM KETERANGAN 1 2 3 4 5 6 7 1 1945,06 Rapat Persiapan Kemerdekaan R
    Inventaris Arsip Foto IPPHOS 1945 - 1950 KURUN NOMOR NOMOR PERISTIWA URAIAN INFORMASI UKURAN KETERANGAN WAKTU ALBUM 1 2 3 4 5 6 7 1 1945,06 Rapat Persiapan Rapat persiapan kemerdekaan yang dilakukan pada bulan Juni 5R 34.1-1 Kemerdekaan 1945. [Tampak Ir. Soekarno sedang menyampaikan pendapatnya]. 2 1945,06 Rapat Persiapan [Suasana rapat persiapan kemerdekaan pada saat terjadi 5R 34.1-2 Kemerdekaan voting]. 3 1945.08.17 Proklamasi Bung Karno sedang memproklamirkan kemerdekaan Republik 5R 34.2-1 Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17-8-1945. [Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dan didampingi oleh Moh. Hatta]. 4 1945.08.17 Proklamasi Walikota Jakarta, Suwirjo sedang memberikan sambutan 5R 34.3-1 Kemerdekaan sesaat setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. 5 1945.08.17 Proklamasi [Para hadirin yang hadir dalam pembacaan Proklamasi 5R 34.3-2 Kemerdekaan Kemerdekaan, terlihat Fatmawati dan Walikota Jakarta Suwirjo]. 6 1945.08.17 Proklamasi [Upacara penaikan Bendera Merah Putih sesaat sesudah 5R 34.4-1 Kemerdekaan pembacaan naskah proklamasi, terlihat Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan Latif Hendraningrat yang memegang Sang Saka Merah Putih]. 7 1945.08.18 Perayaan Proklamasi Pawai dalam rangka menyambut Proklamasi Kemerdekaan 5R 34.4-2 Kemerdekaan Indonesia. Indonesia 8 1945.08.18 Perayaan Proklamasi [Suasana pawai dalam rangka menyambut Proklamasi 5R 34.5-1 Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia]. Indonesia 9 1945.08.18 Perayaan Proklamasi [Ir. Soekarno sedang memberikan penghormatan terhadap 5R 34.5-2 Kemerdekaan komandan pawai. Terlihat pula Fatmawati sedang Indonesia melambaikan bendera kecil]. 10 1945.08.18 Perayaan Proklamasi [Suasana pawai yang meriah dalam rangka menyambut 5R 34.6-1 Kemerdekaan Proklamasi Kemerdekaan tersebut].
    [Show full text]
  • Pemikiran Dan Peran Politik Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka)
    PEMIKIRAN DAN PERAN POLITIK HAJI ABDUL MALIK KARIM AMRULLAH (HAMKA) Ujian Promosi DISERTASI Diajukan Kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Pemikiran Politik Islam Oleh: Ahmad Khoirul Fata NIM. 31161200000066 Pembimbing: Prof. Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin, MA Prof. Dr. H. Masykuri Abdillah PROGRAM DOKTOR PEMIKIRAN POLITIK ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441/2020 KATA PENGANTAR Disertasi ini merupakan kajian bidang pemikiran politik Islam yang berusaha memahami konsep, teori, hingga paradigma Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) tentang politik dan kebangsaan Indonesia. Kajian ini juga membahas tindakan politik Hamka sebagai aktor politik. Karena itu termasuk studi pemikiran politik Islam, di mana dalam hal ini pemikiran dan peran politik Hamka menjadi objek bahan yang digunakan dalam laboratorium pemikiran politik Islam. Tujuannya adalah menguji dan mengembangkan teori-teori paradigma politik Islam yang telah dikonstruk oleh tokoh pemikir muslim Indonesia. Perspektif itulah yang diharapkan dan telah diupayakan dengan maksimal oleh peneliti, meski dengan segala keterbatasan yang ada. Memang tidak ada yang sempurna tetapi bukan berarti membiarkan sifat ketelitian, ketepatan, dan ilmiah menjadi kabur. Penulis bersukur kepada Allah Swt., Penguasa alam semesta, karena hanya dengan kuasa, bantuan dan izin-Nya penulis hidup dan dapat menempuh studi ini. Penulis sangat berterima kasih kepada kedua guru dan sekaligus promotor penulis; Prof. M. Din Syamsuddin, MA. Ph.D. dan Prof. Dr. H. Masykuri Abdillah atas kesabarannya membimbing dan mengarahkan penulis, hingga tugas akhir akademik ini dapat diajukan dan sampai pada tahap ujian pendahuluan. Penulis juga berterima kasih kepada para dosen yang telah menguji, memberi masukan dan arahan secara kritis disertasi ini dalam proses ujian-ujian sejak seminar proposal dan WIP 1&2, serta Ujian Pendahuluan.
    [Show full text]
  • The Independence of Indonesia
    ௐ 1 ഇ! ࢱ 1-39! 2020 ѐ/ߋ؞ཱི !ס έ៉઼ᅫࡁտ؞Ώ! ௐ 16 Taiwan International Studies Quarterly, Vol. 16, No. 1, pp. 1-39 Spring 2020 * 印尼的獨立建國 ߉ϒዡ ර̂ጯϔ୉ְચၱ൴णጯրି଱ڌ ၡ ࢋ ĂڼԧࣇА૟̬௜Оκϔ୉͹ཌྷ۞൴णĂତ඾аᜪఈᜋ۞തϔ௚ ޢٙणฟ۞ࢭ׻Ă౵ޢο፾ϲކᑭෛޢГֽ҂၅͟ώ۞࢕ְҫᅳĂ൒ ྅ጬ੽ֽઇඕԍĄڠ .ͽγϹ౉श vs ă͟ώ࢕ְҫᅳă፾ϲࢭ׻ڼᙯᔣෟĈОκϔ୉͹ཌྷăఈᜋ۞തϔ௚ ᄃण୕ķጯఙࡁ੅ົĂέΔĂڶέ៉઼ᅫࡁտጯົ͹ᏱĶ˼ᒩѐֽ۞Оκů൴णனٺ൴ܑ * 2019 ѐ 9 ͡ 28 ͟Ą઼ϲέ៉रቑ̂ጯဦ३ᐡ७ડტЪ̂ሁ 508 ົᛉވĄ ăௐ 1 ഇĞ2020/ߋ؞ཱིğס Įέ៉઼ᅫࡁտ؞Ώįௐ 16 2 No, Your Majesty, this is not your country. It is our country, our homeland. One day it will be free, free forever- we have sworn it! Ernest Douwes DekkerĞMcMahon, 1981: 30ğ Though life in Indonesia was filled with hardship during Japanese military rule, Japan was a model for us in one way, which was that Asia too could defeat Western colonialism. This was an important thing we learned from Japan. Before then, it had never entered our minds. Pramoedya Ananta ToerĞISHP, n.d.ğ With the arrival of the Japanese just about everyone was full of hope, except for those who had worked in the service of the Dutch. Pramoedya Ananta ToerĞWikipedia, 2019ağ Is Liberty and freedom only for certain favored peoples of this world? Indonesians will never understand why it is, for instance, wrong for the Germans to rule the Holland if it is right for the Dutch to rule Indonesia. In either case the right to rule rests on pure force and not on the sanction of the population. SukarnoĞMcMahon, 1981: 95ğ On examination we find that the autonomy offered us by Dr.
    [Show full text]