Domestic Case Study 2018 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo

Pengembangan Destinasi Wisata Keraton Yogyakarta

Topwan Tong 1702770

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Abstract: The purpose of observation on the development of tourist destinations Kraton Yogyakarta is to determine the readiness and strategies undertaken in the face of the Palace Yogyakarta MEA (ASEAN Economy Community) in 2015, namely by increasing the potential that exists in the Kraton Yogyakarta such as historical and cultural heritage, as well as the hospitality of its people to be developed be a force in the tourism sector. Add to public knowledge about the condition attractions, manners, and mastery of the English language for a tour guide as capital to communicate with foreign tourists. Kraton Yogyakarta is a tourist attraction that must be maintained and enhanced its potential to compete face MEA in 2015. Kraton Yogyakarta is also a major part in the effort to preserve Javanese cultur, which not only performs the role of culture but also a social role through interaction with the community.

Keywords: Development; Destination; Tourism; ASEAN Economy Community; Strategy.

1. Pendahuluan Kegiatan pariwisata adalah salah satu sektor yang sangat berperan dalam proses pengembangan danpembangunan suatu negara terutama sebuah wilayah [1]. Kegiatan pariwisata mampu memberikan kontribusinya bagi pendapatan masyarakat suatu daerah yaitu terciptanya obyek dan daya tarik wisata yang mampu mendatangkan wisatawan untuk datang ke suatu daerah tersebut [2]. Selain di anggap sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ataupun daerah, pariwisata juga dianggap sebagai aset yang strategis untuk mendorong pembangunan dan pengembangan pada wilayah-wilayah tersebut yang memiliki potensi obyek dan daya tarik wisata ODTW [3]. Keberadaan sektor pariwisata di sebuah wilayah dengan banyak sisi positifnya terhadap pengembangan dan pembangunan sebuah wilayah tersebut seharusnya didukung oleh 3 pilar pariwisata yaitu pemerintah sebagai pengelola (menejemen), masyarakat sebagai partisipan aktif, dan wirausaha swasta sebagai pengembang [4]. Tanpa adanya kontribusi dari 3 pilar pariwisata tersebut kegiatan pariwisata tidak akan tercipta atau terlaksana. Selain peran yang dimilikinya relasi antara pemerintah, masyarakat dan wirausaha swasta sangat dibutuhkan dalam upaya mengatasi permasalahan perekonomian. Permasalahan perekonomian yang sering di hadapi oleh suatu masyarakat daerah adalah banyaknya pengangguran, kesenjangan sosial, dan tidak terciptanya lapangan pekerjaan ataupun kesempatan wirausaha [5]. Berdasarkan observasi penulis yang dilakukan di Kraton Yogyakarta, penulis memberikan ide atau gagasan dalam strategi pengembangan destinasi wisata Kraton Yogyakarta yaitu dengan cara meningkatkan berbagai potensi yang ada di Kraton Yogyakarta seperti peninggalan sejarah dan budaya, serta keramahan masyarakatnya untuk dikembangkan menjadi kekuatan dalam sektor pariwisata [6]. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai kondisi objek wisata, tata krama, dan penguasaan Bahasa Inggris bagi pemandu wisata sebagai modal untuk berkomunikasi dengan wisatawan mancanegara dan penulis mendapatkan informasi dan gagasan dari [7]:  Lokasi dan Jadwal Seminar Seminar Hari & Tanggal : 13 Januari 2018

1 Pukul : 09.00 – 14.00 Tempat : Bumi Perkemahan Kaliurang Judul Seminar : “Responsible tourism” Narasumber : a. Suhendroyono, SH., MM., M.Par b. Prof. Azril Azahari, Ph. D c. Prof. Dr Baiquni MA d. AKBP Sinungwati SH., M.I.P

2. Pembahasan

Sektor pariwisata di masih menduduki peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional sekaligus merupakan salah satu faktor yang sangat strategis untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan devisa negara Pariwisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah tourism, yaitu turisme. Pariwisata untuk menggambarkan adanya bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan puluhan [8]. Destinasi wisata adalah sebuah susunan sistematis dari tiga elemen. Seorang dengan kebutuhan wisata adalah inti/pangkal (keistimewaan apa saja atau karekteristik suatu tempat yang akan mereka kunjungi) dan sedikitnya satu penanda (inti informasi). Seseorang melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menjadi daya tarik yang membuat seseorang rela melakukan perjalanan yang jauh dan menghabiskan dana cukup besar. Suatu daerah harus memiliki potensi daya tarik yang besar agar para wisatawan mau menjadikan tempat tersebut sebagai destinasi wisata [9,10]. Berdasarkan observasi penulis yang dilakukan di Kraton Yogyakarta, penulis dapat menyimpulkan bahwa Kraton Yogyakarta terletak di sebelah selatan jalan Malioboro tepatnya di Jl. Rotowijayan 1, Yogyakarta 55133. Jam buka tempat wisata tersebut : senin – minggu pukul 08.00 – 13.30 dan pada hari jumat pukul 08.00 – 11.30. tarif masuk untuk Wisatawan Domestik Rp. 5.000,00 dan untuk Wisatawan Mancanegara Rp. 10.000,00. Fasilitas yang tersedia berupa jasa pemandu serta tempat parkir yang luas. Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil, Ler (Balairung Utara), Kamandhungan, Ler (Kamandhung Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhung Kidul (Kamandhung Selatan), dan Siti Hinggil Kidul ( Balairung Selatan). Selain itu Kraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda – benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Kraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai – nilai filosofi begitu tinggi menyelubungi Kraton Yogyakarta. Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu. Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornament yang khas. Bangunan – bangunan Kraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal. Sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang besi. Permukaan atap joglo berupa trapezium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun seng dan biasanya

2 berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang utama yang disebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan, serta tiang – tiang lainnya. Tiang – tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornament berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu memiliki ornament Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya. A. Sejarah Keraton Yogyakarta Menurut Efantino, Febriana.2010.Wisata Murah Jogja.Yogyakarta.Navila Idea menyatakan bahwa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keraton adalah sebuah istana, yang mengandung arti, arti keagamaan, arti filsafat dan arti kebudayaan. Lokasi Keraton adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati yang digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi Keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringin. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. Dalam buku “Arti Keraton Yogyakarta” karangan K.P.H Brongtodiningrat,1978:7, disebutkan bahwa Keraton terletak di tengah-tengah, tetapi daerah Keraton membentang antara Sungai Code dan Sungai Winanga, dari utara ke selatan, dari Tugu sampai Krapyak. Nama kampung-kampung jelas memberi bukti, misalnya kampung Gandekan (tempat tinggal gandek-gandek/kurir), Wirobrajan (tempat tinggal prajurit-prajurit wirobraja), serta Pasindenan (penyanyi-penyanyi Keraton). Arsitek dari Keraton Yogyakarta adalah Sri Sultan Hamengku Buwono I. ketika muda, beliau bergelar Pangeran Mangkubumi Sukowati. Keraton Yogyakarta dibangun beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1756 atau pada tahun Jawa 1682. B. Deskripsi Bagian-Bagian Keraton Dengan luas 14.000 meter persegi, Keraton Yogyakarta terdiri dari berbagai bangunan, halaman dan lapangan. Kompleks Keraton dikelilingi tembok lebar yang disebut beteng yang terdapat bgang atau jalan untuk menyimpan senjata dan amunisi, dan di keempat sudutnya terdapat bastion-bastion dengan lobang kecil untuk mengintai musuh.dari luar beteng itu dikelilingi parit lebar dan dalam. Terdapat lima buah plengkung atau pintu gerbang yang menghubungkan. Kompleks Keraton dari utara ke selatan yaitu: 1. Tugu Bersatunya kawula lan Gusti bersatunya hamba dan Tuhan. 2. Kepatihan Lambang godaan akan kedudukan atau kepangkatan. Di tempat inilah pada zamannya diselenggarakan kegiatan pemerintahan sehari-hari kerajaan. Sejak tahun 1945 kantor Perdana Menteri Kesultanan Yogyakarta ini menjadi kompleks kantor Gubernur/Kepala Daerah Istimewa dan PemProv DIY. 3. Pasar Beringharjo Berlokasi di sisi timur jalan Jend. A Yani, pasar Beringharjo sampai saat ini menjadi salah satu pasar induk di Yogyakarta. Sekarang pasar ini jauh berbeda dengan aslinya. Bangunannya yang megah terdiri dari tiga lantai dan dibagi dalam dua sektor barat dan timur yang dibatasi oleh jalan kecil. Pasar ini digambarkan sebagai pusat godaan setelah kita mengambil jalan lurus, yaitu berupa godaan akan wanita cantik, makanan yang lezat serta barang-barang mewah. 4. Alun-alun utara Dihias dengan pohon beringin 64. Alun-alun mnggambarkan suasana “nglangut”; suasana tanpa tepi, suasana batin kita dalam semadi. Di tengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang diberi pagar yang disebut dengan Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini diberi nama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru. Pohon beringin di tengah alun-alun menggambarkan suasana, seakan-akan kita berpisah

3 dari diri kita sendiri. Pengurakan menggambarkan goda-goda dalam semadi. Pada zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan upacara kerajaan yang melibatkan rakyat banyak. Di antaranya adalah upacara garebeg serta sekaten. 5. Pagelaran Tiangnya berjumlah 64 yang menyiratkan usia Nabi Muhammad saat wafat jika dihitung berdasarkan penanggalan Jawa. Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan menghadap Sultan pada upacara resmi. Dahulu tempat ini juga digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan latihan perang di Alun-alun Lor. 6. Siti Hinggil Lor Kompleks Siti Hinggil secara tradisi digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara resmi kerajaan. Pohon-pohon yang ditanam di sini adalah pohon Mangga Cempora dan Soka yang mempunyai bunga halus panjang berkumpul menjadi satu dengan warna merah dan putih. Melambangkan bercampurnya benih manusia laki-laki dan perempuan. 7. Kedaton/prabayeksa Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasa Dwarapala yang dinamakan Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah barat. Kompleks kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan dirindangi oleh pohon Sawo kecik. Kompleks ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman yaitu:  Pelataran Kedhaton merupakan bagian Sultan.  Keputren merupakan bagian istri (para istri) dan para puteri Sultan.Di tempat yang memiliki tempat khusus untuk beribadat. Pada zamannya tinggal para puteri raja yang belum menikah. Tempat ini merupakan kawasan tertutup sejak pertama kali didirikan hingga sekarang.  Kesatriyan, pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal para putera raja yang belum menikah. Bangunan utamanya adalah Pendapa Kesatriyan, Gedhong Pringgandani, dan Gedhong Srikaton. Bagian Kesatriyan ini sekarang dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan even pariwisata. Di antara Plataran Kedhaton dan Kesatriyan dahulu merupakan istal kuda yang dikendarai oleh Sultan. 8. Bangsal kencana. Bangsal adalah Joglo terbuka tanpa dinding. Sedang Joglo yang tertutup dinamakan Gedhong (gedung). Bangsal Kencono yang menghadap ke timur merupakan balairung utama istana. Di tempat ini dilaksanakan berbagai upacara untuk keluarga kerajaan di samping untuk upacara kenegaraan. Di keempat sisi bangunan ini terdapat Tratag Bangsal Kencana yang dahulu digunakan untuk latihan menari. Di sebelah barat bangsal Kencana terdapat nDalem Ageng Proboyakso yang menghadap ke selatan. Bangunan yang berdinding kayu ini merupakan pusat dari Istana secara keseluruhan. Di dalamnya disemayamkan Pusaka Kerajaan.Di sebelah utara nDalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene sebuah bangunan tempat tinggal resmi Sultan yang bertahta. Bangunan yang didominasi warna kuning pada pintu dan tiangnya dipergunakan sampai Sultan HB IX. Oleh Sultan HB X tempat yang menghadap arah timur ini dijadikan sebagai kantor pribadi. Sedangkan Sultan sendiri bertempat tinggal di Keraton Kilen. Di sebelah timur laut Gedhong Jene berdiri satu-satunya bangunan bertingkat di dalam keraton, Gedhong Purworetno. Bangunan ini didirikan oleh Sultan HB V dan menjadi kantor resmi Sultan. Gedung ini menghadap ke arah bangsal Kencana di sebelah selatannya. Di selatan bangsal Kencana berdiri Bangsal Manis menghadap ke arah timur. Bangunan ini dipergunakan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. Di tempat ini pula sekarang berdiri bangunan baru, Gedhong Kaca sebagai museum Sultan HB IX. 9. Sri manganti pada zamannya digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu penting kerajaan. Sekarang di lokasi ini ditempatkan beberapa pusaka keraton yang berupa alat musik gamelan. Selain itu juga difungsikan untuk penyelenggaraan even pariwisata keraton. 10. Kemandungan Lor

4 Kompleks Kamandhungan Lor sering disebut Keben karena di halamannya ditanami pohon Keben. Kemandungan menggambarkan benih daslam kandungan ibu. Ditanami pula pohon mangga yang dalam bahasa jawa photon pelem menggambarkan podo gelem, atas kemauan bersama, Pohon kepel yang menggambarkan bersatunya kemauan, bersatunya benih, bersatunya rasa, bersatunya cita-cita. Cengkir gading adalah sejenis pohon kelapa yang kecil bentuknya, dipakai dalam upacar mitoni, yaitu memperingati sang bayi sudah tujuh bulan di dalam kandungan dan jambu dersono menggambarkan cinta kasih satu sama lain. Bangsal Ponconiti yang berada di tengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di kompleks ini. Dahulu digunakan untuk mengadili perkara dengan ancaman hukuman mati dengan Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan. Kini bangsal ini digunakan dalam acara adat seperti garebeg dan sekaten. 11. Kemagangan Di sisi selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol Kamagangan yang menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu penting karena di dinding penyekat sebelah utara terdapat patung dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Ditandai dalam bentuk condrosengkolo, yaitu memet atau penanda di pintu gerbang Kemagangan dan di pintu gerbang Gadung Mlati. Candrasengakolo yaitu cara penulisan angka tahun dengan kata-kata Jawa yang masing- masing kata mempunyai nilai angkanya sendiri-sendiri. Dalam bahasa jawa melambangkan “Dwi Naga Rasa Tunggal” yang secara visual diwujudkan dalam bentuk patung dua ekor ular naga yang ekornya saling melilit. Ular naga yang saling melilitkan ekor ini melambangkan sedang bersetubuh (rasa tunggal). Kepala ular naga yang menghadap ke timur menunjukkan arah/tempat kediaman para ksatria (laki-laki). Sedangkan kepala ular naga yang menghadap ke barat menunjukkan arah/tempat kediaman para puteri (wanita). Secara angka tahun dwi naga rasa tunggal itu dapat diartikan: dwi= 2, naga= 8, rasa= 6, dan tunggal= 1. Angka-angka itu dibaca dari belakang sehingga menjadi 1682 Jawa. Sedangkan untuk angka tahun Masehi 1682 itu menjadi 1756 M. warna naga merah sendiri memberikan symbol keberanian. 12. Tarub Hagung Tarub Hagung, merupakan bangunan 4 tiang dari pilar yang mempunyai bentuk empat persegi. Arfti bangunan ini adalah : siapa yang gemar semedi sujud kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berada selalu dalam keagungan. 13. Bangsal Mangun-Tur-Tangkil Sebuah bangsal kecil yang terletak di tratag Sitihinggil. Jadi sebuah bangsal di dalam bangsal yang mempunyai arti bahwa di dalam badan kita (wadag) ada roh atau jiwa. Manguntur Tangkil berarti tempat yang tinggi untuk anangkil, yaitu menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa dengan cara mengeheningkan cipta atau bersemedi. Di belakang bangsal ini terdapat sebuah bangsal lagi yang disebut bangsal Witono, yang mengandung arti wiwit ono (mulailah), merupakan awal kegiatan spiritual manusia mendekatkan diri dengan Tuhan. 14. Kemandungan Kidul Di ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kamagangan terdapat sebuah gerbang, Regol Gadhung Mlati, yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan kompleks Kamandhungan Kidul/selatan. Di kompleks Kamandhungan Kidul terdapat bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Terdapat jalan menyempit (dibuat sempit) yang kemudian melebar dan terang benderang, ini menggambarkan bayi yang telah lahir dengan selamat siap menjadi calon manusia. Jalan di kiri kanan ini disebut Pamengkang. Pamengkang berasal dari Mekangkang, posisi kaki yang berjauhan satu sama lain. Posisi ini menunjukkan keadaan seorang ibu yang akan melahirkan . disini bayi kemudian magang (kemagangan) menjadi calon manusia yang sesungguhnya. Di antara kompleks Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang disebut dengan Pamengkang. 15. Siti Hinggil Kidul

5 Arti dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti : tanah dan hinggil : tinggi. Siti Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh Sultan untuk menyaksikan para prajurit keraton yang sedang melakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat menyaksikan adu manusia dengan macan dan untuk berlatih prajurit perempuan, Langen Kusumo. Tempat ini pula menjadi awal prosesi perjalanan panjang upacara pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri. Sekarang, Siti Hinggil Kidul digunakan untuk mempergelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya wayang kulit, pameran, dan sebagainya. 16. Alun-Alun Kidul/Selatan Alun-alun ini diberi pagar tembok kelilingnya, terletak dalam kompleks dalam Keraton. Pohon beringin hanya terdapat dua pasang. Sepasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang (harfiah=capit udang) yang dipageri melambangkan bagian dari badan kita yang rahasia sekali. Supit urang menunjukkan perempuan. Lima buah jalan raya yang bertemu satu sama lain menggambarkan panca indra kita. Tanah berpasir belum teratur, lepas satu sama lainnya. Apa yang kita tanggap dengan panca indra kita belum teratur. Jika ada yang menadi perhatian, barulah teratur. Sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan Wok( berasal dari kata bewok, harfiaf=jenggot). Keliling alun-alun ditanami pohon Kweni dan Pakel artinya sang anak sudah wani (berani karena sudah akil balig). 17. Krapyak Krapyak ialah sebuah podium tinggi dari batu bata untuk Sri Sultan, untuk memperhatikan tentara atau kerabatnya memperlihatkan ketangkasan dalam mengepung, memburu atau mengejar rusa. Krapyak adalah gambaran asal roh-roh. Di sebelah utaranya terletak kampong Mijen, berasal dari perkataan Wiji (benih), jalan lurus ke utara, dikanan kiri dihiasi pohon Asem dan Tanjung, menggambarkan kehidupan sang anak yang lurus, bebas dari rasa sedih dan cemas, rupanya nengsemake serta di sanjung-sanjung (tanjung) selalu. C. Museum di Keraton Yogyakarta 1) Museum Raden Saleh (Museum "lukisan tiga dimensi") Museum lukisan terbagi menjadi dua bagian. Pertama, khusus yang dipakai untuk memajang karya-karya Raden Saleh. Di ruang ini terdapat lebih kurang 10 lukisan bergambar Sri Sultan dan permaisurinya di masing-masing kanvas dengan ukuran besar. Ada lukisan Djajeng Asmoro dan beberapa lukisan tak beridentitas serta foto-foto lama. Lukisan Raden Saleh sangat mirip dengan aslinya dan mata sang objek bisa mengikuti kemana pun posisi penonton. Sepatu Sri Sultan pun tampak seperti berpindah arah seirama dengan posisi penonton. Kedua, adalah gedung museum lukisan yang ada di sebelah utara. Gedung ini berisi beberapa klasifikasi ruang yang masing-masing berisi lukisan dan foto: keluarga Pakubuwana, ruang lukisan Patih Kasultanan Ngayogyakarta (Danurejo), ruang lukisan para putra/calon raja (Sri Sultan muda), ruang Sri Sultan Hamengkubuwana X, ruang istri-istri Sri Sultan, ruang silsilah trah Kraton Yogyakarta. Sedangkan di lorong utama gedung ini dipajang karya-karya lukisan yang menggambarkan suasana kraton maupun lukisan “sehari-hari” dalam Kraton. 2) Museum Museum batik, diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana X pada 31 Oktober 2005 yang menempati salah satu bangunan di kompleks kraton. Pada pintu masuk kita disuguhi oleh sesosok patung sedang membatik. Di dalamnya tersimpan koleksi kain batik, topeng batik, foto-foto pemakaian kain batik dan para pemberi hibah, kemudian bahan dan alat membatik, sepeda tua alat pengangkut batik (dari masa Sri Sultan Hamengkubuwono VIII sampai dengan Sri Sultan Hamengkubuwana X). Koleksi batik yang dipamerkan merupakan hibah dari trah Sri Sultan serta hibah dari pengusaha dan pecinta batik di Yogyakarta. Dari museum ini kita akan menjumpai sejumlah motif batik yang dipakai dalam sebuah upacara karaton. Batik Kraton Yogya memiliki ciri khas warna utama: putih, hitam dan coklat. 3) Museum kristal dan kerajinan

6 Museum ini terletak di tengah kompleks museum-museum kraton. Museum ini menyimpan berbagai koleksi kristal milik kraton, terbagi dalam dua ruang. Ruang pertama berisi koleksi pot bunga dari keramik peninggalan Sri Sultan Hamengkubuwana VIII, jam meja, lampu duduk, berbagai macam guci, lampu listrik dan hiasan meja dari keramik. Ruang kedua berisi gelas-gelas kristal, tempat buah, tempat keju dan selai dari kristal polos, hiasa meja, pot bunga, guci, jam berkerangka marmer, perlengkapan kamar mandi, tempat sayur dari porselen, cangklong (pipa rokok dari gading dan kayu), tempat make up, kaca rias dari kuningan dan tempat permen. 4) Museum Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Berisi benda koleksi peninggalan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, antara lain meja tulis, cinderamata, foto, lukisan, beberapa penghargaan seperti medali, tanda jasa dan surat-surat keputusan Presiden RI (termasuk penganugrahan pahlawan nasional untuk Sri Sultan Hamengkubuwana IX). Selain itu juga terdapat koleksi memorabilia lain seperti foto-foto semasa kecil hingga meninggal dunia, koleksi mobil-mobilan, peralatan masak dan perlengkapan minum, bumbu dapur dalam satu almari, buku-buku, baju-baju, alat-alat untuk menunjang hobi seperti fotografi dan foto-foto karyanya, kepanduan, dan koleksi kliping koran dan seperangkat tahta raja dan seperangkat regalia dan bendera yang secara khusus diletakkan dalam museum ini. D. Deskripsi Pertunjukan Tari Berikut ini merupakan beberapa pertunjukan tari yang sering diselenggarakan di Kraton Yogyakarta dalam acara – acara resmi.  Tari Golek Ayun-Ayun Ditarikan oleh 3 orang penari perempuan Tari Golek Ayun-ayun merupakan salah satu ciptaan (Alm) KRT Sasmita Dipura (Romo Sas) pada tahun 1976. Tarian ini ditampilkan untuk menyambut tamu kehormatan dan biasanya dibawakan oleh dua atau tiga orang penari. Gerakannya sangat lembut dan penuh makna. seolah sang penari sedang bersolek. Gerakan yang lain juga memperlihatkan seolah ia tengah menyulam. Gerakan-gerakan ini menggambarkan remaja putri yang sedang bersolek agar penampilannya menarik dan cantik. Balutan baju beludru hitam serasi dipadankan dengan bawahan kain batik putih. Mahkota merak bersayap merah muda tambah mempercantik penampilan sang penari.  Tari Topeng Klana (Klana Topeng Gaya Yogyakarta) Ditarikan oleh seorang penari laki-laki Tari Topeng Klana adalah gambaran seseorang yang bertabiat buruk, serakah, penuh amarah, ambisi dan tidak bisa mengendalikan hawa nafsu. Ditarikan oleh satu orang laki- laki, sebagian dari gerak tarinya menggambarkan Prabu Klana Swadana, yang membayang kasih cinta pada Dewi Sekartaji, dengan gerakan yang terkadang menggambarkan seseorang yang tengah marah, mabuk, gandrung, tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya. Sifat inilah yang merupakan sisi lain dari diri manusia, sisi “gelap” yang pasti ada dalam diri manusia. Gerakan topeng Kelana begitu tegas, penuh dengan ambisi layaknya sosok raja yang haus ambisi duniawi. Tarian ini bersumber dari cerita Panji. Klana Topeng dalam tariannya mempergunakan topeng khusus, wajah raja yang tampan berwarna merah, seperti profil wayang kulit. Tokoh peranannya menggambarkan.  Tari Beksan Menak Rengganis Widaninggar Ditarikan oleh dua orang penari perempuan Tari ini mengambil cuplikan cerita dari Serat Menak yang menggambarkan perseteruan antara Dewi Rengganis dan Dewi Widaninggar. Bercertita tentang seorang putri dari China bernama Widaningar hendak menuntut balas atas kematian saudaranya yang tewas dalam duel memperebutkan cinta Menak. Pertempuran sengit antara dua putri dari dua negeri ini pun terjadi. Widaninggar mampu menandingi Rengganis, bahkan beberapa kali sempat berada di atas angin. Namun apa mau dikata, Dewi Rengganis yang adalah ipar dari musuh Widaninggar ternyata terlalu tangguh untuk dikalahkan. Di akhir pertempuran Widaninggar

7 kalah dan mengakui keunggulan Rengganis. Beksan atau tari yang dipentaskan oleh dua penari tersebut diiringgi gending gamelan yang terkadang halus terkadang rancak.

3. Penutup

A. Simpulan Dengan ini penulis dapat menyimpulkan bahwa kesiapan dan strategi yang dilakukan Kraton Yogyakarta dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) 2018 adalah dengan cara meningkatkan berbagai potensi yang ada di Kraton Yogyakarta seperti peninggalan sejarah dan budaya, serta keramahan masyarakatnya untuk dikembangkan menjadi kekuatan dalam sektor pariwisata. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai kondisi objek wisata, tata krama, dan penguasaan Bahasa Inggris bagi pemandu wisata sebagai modal untuk berkomunikasi dengan wisatawan mancanegara. Kraton Yogyakarta yang telah berganti pemimpinnya mulai dari Sri Sultan Hamengkubuwana I sampai X, memiliki sejarah yang cukup panjang yang perlu kita kaji dan pelajari. Kraton Yogyakarta juga memiliki banyak bangunan. Terdapat banyak bangsal, regol, plengkung, gedung dan yang lainnya mempunyai fungsi sendiri – sendiri dari dulu sampai sekarang. Dan Kraton Yogyakarta memberi andil besar dalam upaya pelestarian budaya Jawa, yang tidak hanya melakukan peran budaya tetapi juga peran social lewat interaksi dengan masyarakat. Serta Kraton Yogyakarta merupakan objek wisata yang harus kita pelihara dan kita tingkatkan potensinya agar dapat bersaing menghadapi MEA 2015.

B.Saran Setelah melakukan observasi dan mempelajari seluk beluk Kraton Yogyakarta, penulis menyarankan : 1. Diharapkan Kraton Yogyakarta tetap dapat eksis bahkan meningkat dalam hal kelanggengan kebudayaan jawa serta potensi wisata yang dimiliki agar dapat bersaing menghadapi MEA 2018. 2. Diharapkan Kraton Yogyakarta dapat melakukan strategi yang dibuat dengan meningkatkan penguasaan bahasa inggris bagi pemandu wisata serta menambah pengetahuan dan ketrampilan SDM agar dapat bersaing menghadapi MEA 2015. 3. Diharapkan pembaca dapat terus mengupas serta mengkaji nilai – nilai yang terkandung dalam Kraton Yogyakarta, karena jurnal ini hanyalah setetes dari pengetahuan yang dapat dikaji.

References [1]. Ahmad, H., & Sigarete, B. G. (2018). Preferensi Mahasiswa dalam Berwisata: Studi Kasus Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM), Yogyakarta. Jurnal Kepariwisataan, 12(1), 55-64. [2]. Brongtodiningrat, K.P.H.Arti Keraton Yogyakarta.1978:7 [3]. Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota Yogyakarta, 4, 3-11. [4]. Prakoso, A. A. (2015). Pengembangan Wisata Pedesaan Berbasis Budaya Yang Berkelanjutan Di Desa Wisata Srowolan Sleman. Jurnal Kepariwisataan, 9(2), 61-76. [5]. Soeroso, A., & Susuilo, Y. S. (2008). Strategi Konservasi Kebudayaan Lokal Yogyakarta. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan| Journal of Theory and Applied Management, 1(2). [6]. Observasi penulis di Kraton Yogyakarta

8 [7]. Data seminar Domestic case study Seminar dengan tema “Responsible tourism” di bumi perkemahan kaliurang 13 januari 2018, Yogyakarta [8]. Soeroso, A., & Susilo, Y. S. (2014). TRADITIONAL INDONESIAN GASTRONOMY AS A CULTURAL TOURISM ATTRACTION. Editorial Board, 45. [9]. Soeroso, A., & Turgarini, D. (2011). Cultural Capital Value as a Mode for Redevelopment of Tourism in Kotagede Cultural Heritage Area. International Journal of Culture and Tourism Research, 4(1), 1-17. [10]. Wisnumurti, A. (2013). THE PRIVILEDGES OF YOGYAKARTA SPECIAL REGION AND THE DEVELOPMENT OF THE LOCAL TOURISM POTENTIALS. Jurnal Kepariwisataan, 7(2), 75-85.

Lampiran

Gambar Kompleks Kraton Yogyakarta

Gambar Kraton Yogyakarta Hadiningrat

Gambar Kompleks Bangsal Mangun-tur-tangkil

9 Gambar Tugu Yogyakarta, sebagai penunjuk arah dari Kraton ke arah puncak Gunung Merapi.

Gambar Kedaton Kraton Yogyakarta

Para Abdi Dalem di depan Gedhong Kaca, Museum Sri Sultan Hamengkubuwana IX

10