Domestic Case Study 2018 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta Pengembangan Destinasi Wisata Keraton Yogyakarta Topwan Tong 1702770 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta Abstract: The purpose of observation on the development of tourist destinations Kraton Yogyakarta is to determine the readiness and strategies undertaken in the face of the Palace Yogyakarta MEA (ASEAN Economy Community) in 2015, namely by increasing the potential that exists in the Kraton Yogyakarta such as historical and cultural heritage, as well as the hospitality of its people to be developed be a force in the tourism sector. Add to public knowledge about the condition attractions, manners, and mastery of the English language for a tour guide as capital to communicate with foreign tourists. Kraton Yogyakarta is a tourist attraction that must be maintained and enhanced its potential to compete face MEA in 2015. Kraton Yogyakarta is also a major part in the effort to preserve Javanese cultur, which not only performs the role of culture but also a social role through interaction with the community. Keywords: Development; Destination; Tourism; ASEAN Economy Community; Strategy. 1. Pendahuluan Kegiatan pariwisata adalah salah satu sektor yang sangat berperan dalam proses pengembangan danpembangunan suatu negara terutama sebuah wilayah [1]. Kegiatan pariwisata mampu memberikan kontribusinya bagi pendapatan masyarakat suatu daerah yaitu terciptanya obyek dan daya tarik wisata yang mampu mendatangkan wisatawan untuk datang ke suatu daerah tersebut [2]. Selain di anggap sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ataupun daerah, pariwisata juga dianggap sebagai aset yang strategis untuk mendorong pembangunan dan pengembangan pada wilayah-wilayah tersebut yang memiliki potensi obyek dan daya tarik wisata ODTW [3]. Keberadaan sektor pariwisata di sebuah wilayah dengan banyak sisi positifnya terhadap pengembangan dan pembangunan sebuah wilayah tersebut seharusnya didukung oleh 3 pilar pariwisata yaitu pemerintah sebagai pengelola (menejemen), masyarakat sebagai partisipan aktif, dan wirausaha swasta sebagai pengembang [4]. Tanpa adanya kontribusi dari 3 pilar pariwisata tersebut kegiatan pariwisata tidak akan tercipta atau terlaksana. Selain peran yang dimilikinya relasi antara pemerintah, masyarakat dan wirausaha swasta sangat dibutuhkan dalam upaya mengatasi permasalahan perekonomian. Permasalahan perekonomian yang sering di hadapi oleh suatu masyarakat daerah adalah banyaknya pengangguran, kesenjangan sosial, dan tidak terciptanya lapangan pekerjaan ataupun kesempatan wirausaha [5]. Berdasarkan observasi penulis yang dilakukan di Kraton Yogyakarta, penulis memberikan ide atau gagasan dalam strategi pengembangan destinasi wisata Kraton Yogyakarta yaitu dengan cara meningkatkan berbagai potensi yang ada di Kraton Yogyakarta seperti peninggalan sejarah dan budaya, serta keramahan masyarakatnya untuk dikembangkan menjadi kekuatan dalam sektor pariwisata [6]. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai kondisi objek wisata, tata krama, dan penguasaan Bahasa Inggris bagi pemandu wisata sebagai modal untuk berkomunikasi dengan wisatawan mancanegara dan penulis mendapatkan informasi dan gagasan dari [7]: Lokasi dan Jadwal Seminar Seminar Hari & Tanggal : 13 Januari 2018 1 Pukul : 09.00 – 14.00 Tempat : Bumi Perkemahan Kaliurang Judul Seminar : “Responsible tourism” Narasumber : a. Suhendroyono, SH., MM., M.Par b. Prof. Azril Azahari, Ph. D c. Prof. Dr Baiquni MA d. AKBP Sinungwati SH., M.I.P 2. Pembahasan Sektor pariwisata di Indonesia masih menduduki peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional sekaligus merupakan salah satu faktor yang sangat strategis untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan devisa negara Pariwisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah tourism, yaitu turisme. Pariwisata untuk menggambarkan adanya bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan puluhan [8]. Destinasi wisata adalah sebuah susunan sistematis dari tiga elemen. Seorang dengan kebutuhan wisata adalah inti/pangkal (keistimewaan apa saja atau karekteristik suatu tempat yang akan mereka kunjungi) dan sedikitnya satu penanda (inti informasi). Seseorang melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menjadi daya tarik yang membuat seseorang rela melakukan perjalanan yang jauh dan menghabiskan dana cukup besar. Suatu daerah harus memiliki potensi daya tarik yang besar agar para wisatawan mau menjadikan tempat tersebut sebagai destinasi wisata [9,10]. Berdasarkan observasi penulis yang dilakukan di Kraton Yogyakarta, penulis dapat menyimpulkan bahwa Kraton Yogyakarta terletak di sebelah selatan jalan Malioboro tepatnya di Jl. Rotowijayan 1, Yogyakarta 55133. Jam buka tempat wisata tersebut : senin – minggu pukul 08.00 – 13.30 dan pada hari jumat pukul 08.00 – 11.30. tarif masuk untuk Wisatawan Domestik Rp. 5.000,00 dan untuk Wisatawan Mancanegara Rp. 10.000,00. Fasilitas yang tersedia berupa jasa pemandu serta tempat parkir yang luas. Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil, Ler (Balairung Utara), Kamandhungan, Ler (Kamandhung Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhung Kidul (Kamandhung Selatan), dan Siti Hinggil Kidul ( Balairung Selatan). Selain itu Kraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda – benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Kraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai – nilai filosofi begitu tinggi menyelubungi Kraton Yogyakarta. Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu. Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornament yang khas. Bangunan – bangunan Kraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal. Sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang besi. Permukaan atap joglo berupa trapezium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun seng dan biasanya 2 berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang utama yang disebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan, serta tiang – tiang lainnya. Tiang – tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornament berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu memiliki ornament Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya. A. Sejarah Keraton Yogyakarta Menurut Efantino, Febriana.2010.Wisata Murah Jogja.Yogyakarta.Navila Idea menyatakan bahwa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keraton adalah sebuah istana, yang mengandung arti, arti keagamaan, arti filsafat dan arti kebudayaan. Lokasi Keraton adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati yang digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi Keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringin. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. Dalam buku “Arti Keraton Yogyakarta” karangan K.P.H Brongtodiningrat,1978:7, disebutkan bahwa Keraton terletak di tengah-tengah, tetapi daerah Keraton membentang antara Sungai Code dan Sungai Winanga, dari utara ke selatan, dari Tugu sampai Krapyak. Nama kampung-kampung jelas memberi bukti, misalnya kampung Gandekan (tempat tinggal gandek-gandek/kurir), Wirobrajan (tempat tinggal prajurit-prajurit wirobraja), serta Pasindenan (penyanyi-penyanyi Keraton). Arsitek dari Keraton Yogyakarta adalah Sri Sultan Hamengku Buwono I. ketika muda, beliau bergelar Pangeran Mangkubumi Sukowati. Keraton Yogyakarta dibangun beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1756 atau pada tahun Jawa 1682. B. Deskripsi Bagian-Bagian Keraton Dengan luas 14.000 meter persegi, Keraton Yogyakarta terdiri dari berbagai bangunan, halaman dan lapangan. Kompleks Keraton dikelilingi tembok lebar yang disebut beteng yang terdapat bgang atau jalan untuk menyimpan senjata dan amunisi, dan di keempat sudutnya terdapat bastion-bastion dengan lobang kecil untuk mengintai musuh.dari luar beteng itu dikelilingi parit lebar dan dalam. Terdapat lima buah plengkung atau pintu gerbang yang menghubungkan. Kompleks Keraton dari utara ke selatan yaitu: 1. Tugu Bersatunya kawula lan Gusti bersatunya hamba dan Tuhan.
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages10 Page
-
File Size-