1

PENDUGAAN UMUR SIMPAN SATE MARANGGI DENGAN METODA ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) BERDASARKAN PENDEKATAN ARRHENIUS

Ulil Hikmah Pitasari , Ir. H. Thomas Gozali, MP , Dr.Ir.Yudi Garnida, MS

Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung

Abstrak The purpose of this study was to determine how long a shelf life of Sate Maranggi at different storage temperatures based on the Arrhenius approach. The benefits of this research was to determine the shelf life of maranggi, providing information prouk processed meat is of good quality for the consumer, simplify storage and distribution and improve marketing to local businesses in the city purwakarta. The preliminary study was conducted to analyze the response to the sate maranggi organoleptic "Haur Koneng" to determine the best type of packaging for preliminary study is the sample code that is packaged nylon 392. Main research undertaken is suspect shelf life satay maranggi in this type of packaging chosen by the storage temperature 50C (control), 250C, 300C and 350C during storage 0, 1, 2, 3, and 4 days and conducted chemical analyzes are Free Fatty Acid storage of 0, 1, 2, 3, 4 and 5 days at a temperature of 250C. The results of the (FFA ) titration method and microbiological analysis, namely determination of the total amount of microbes methods Total Plate Count (TPC). Based on the analysis of Free Fatty Acid (FFA) obtained shelf life at a temperature of 50C which is 5,333 days, temperature 250C which is 1,778 days, temperature 300C which is 0,375 days and temperature 350C which is 0,158 days. And than for total amount of microbes methods Total Plate Count (TPC) obtained shelf life at a temperature of 50C which is 3 days, temperature 250C which is 2,463 days, temperature 300C which is 2,353 days and temperature 350C which is 2,278 days.

Keywords: Sate Maranggi, Storage temperature, Storage time

1 PENDAHULUAN khususnya yang bersumber dari daging sapi juga akan meningkat. Berdasarkan Bab ini menguraikan mengenai: (1) data pada tahun 2008, populasi ternak Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, sapi daerah Jawa Barat sebanyak (3) Tujuan penelitian, (4) Maksud 111.250 ekor, sedangkan untuk penelitian, (5) Manfaat penelitian, (6) konsumsi daging di Jawa Barat 7,89 Kerangka Berpikir, (7) Hipotesa kg/kapita/tahun (Ditjennak, 2011). penelitian dan (8) Waktu dan tempat Untuk Jumlah sapi potong penelitian. nasional dapat dilihat pada Tabel 1 : 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Jumlah Sapi Potong Nasional Laju pertumbuhan ekonomi meningkat setiap tahunnya rata-rata sebesar 6%. Sementara jumlah penduduk meningkat rata-rata 1,15% per tahun. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka diperkirakan kebutuhan Sumber : Direktorat Pangan dan konsumsi akan protein hewani, Pertanian (2013) 2

Daging sapi merupakan produk fleksibel (lentur), tidak saja dipakai pangan asal hewan yang bersifat mudah untuk pembungkus bahan pangan, tetapi rusak (perishable) dan merupakan media juga untuk kantung-kantung untuk berkembangnya mikroba, yang pembungkus bahan berlemak, pakaian, diakibatkan karena kandungan gizinya dll. Polietilen merupakan bahan yang lengkap dan sangat digemari oleh kemasan yang penting karena harganya mikroorganisme baik patogen relatif murah, kuat, transparan dan (menyebabkan sakit) maupun mudah direkatkan atau dibentuk dengan pembusuk. Jumlah mikroba yang panas. Polietilen dibedakan atas melebihi ambang batas normal dapat polietilen berkerapatan tinggi dan membahayakan kesehatan manusia. polietilen berkerapatan rendah. Oleh karena itu, untuk mengetahui Polietilen berkerapatan tinggi adanya residu dan cemaran mikroba mempunyai sifat permeabilitas rendah pada produk hewan perlu dilakukan dan stabilitas tinggi terhadap panas, pengawasan melalui pemeriksaan dan biasanya untuk kemasan yang bersifat pengujian, sehingga dapat ditetapkan kaku. Polietilen berkerapatan rendah suatu kebijakan untuk mencegah sangat fleksibel pembentukan dan terjadinya residu dan cemaran penggunaannya sehingga baik untuk mikrobapada produk hewan (Ditjennak, kemasan sebagai kantong (Priyanto, 2011). 1988). Bahan makanan mempunyai Poliamida (Nilon) Jenis plastik ini daya tahan yang terbatas sebelum terdiri dari molekul-molekul asam mengalami proses pembusukan amino, sehingga disebut juga poliamida. khususnya daging. Usaha untuk Bahan kemas nilon bersifat lembam, meningkatkan dan mempertahankan tahan panas, dan mempunyai sifat-sifat kualitas daging dilakukan melalui mekanis istimewa. Nilon banyak dipakai pengolahan atau penanganan yang lebih untuk mengemas produk yang dapat baik sehingga dapat mengurangi dimasak di dalam kemasan, misalnya kerusakan atau kebusukan selama beras dedak, digunakan pula untuk penyimpanan dan pemasaran (Hamidi kemasan susu dan produk susu, daging, Muamal, 2009). dan ikan (Herudiyanto, 2009). Untuk itu berbagai cara dilakukan Aluminium foil adalah bahan untuk mempertahankan daya tahan dari kemasan berupa lembaran logam pengolahan daging tersebut. Salah satu aluminum yang padat dan tipis. cara yang dilakukan adalah melalui Aluminium dapat digunakan untuk aplikasi teknologi pengemasan. Aplikasi mengemas produk buah-buahan dan teknologi pengemasan dapat sayuran, produk daging, ikan dan memberikan keuntungan baik produsen kerang-kerangan, produk susu dan maupun konsumen. Keuntungan bagi minuman. Alumunium foil memiliki produsen daging adalah dapat sifat-sifat yaitu tidak terpengaruh sinar memperpanjang lama penyimpanan matahari, tidak dapat terbakar, tidak produk, menghindari kontaminasi bersifat menyerap bahan atau zat lain. bakteri serta meningkatkan kualitas. Apabila secara ritmis kontak dengan air, Keuntungan bagi konsumen adalah biasanya tidak akan terpengaruh atau jaminan mutu terhadap produk yang bila berpengaruh sangat kecil. Sifat-sifat dibeli serta keamanan produk yang mekanis alumunium foil yang sangat dikonsumsi (Hamidi Muamal, 2009). penting adalah “tensile strength“, Polietilen merupakan bahan elastisitas dan daya tahannya terhadap kemasan yang paling banyak digunakan sobekan dan lipatan (Suyitno, 1990). dalam industri pengemasan golongan 3

Sate Maranggi merupakan kuliner tidak sesuai lagi dengan tingkatan mutu khas Indonesia yang berasal dari yang dijanjikan) (Arpah,2001). Purwakarta, Jawa Barat. Bahan utama Penentuan umur simpan produk dari Sate Maranggi Purwakarta adalah pangan dapat dilakukan dengan daging sapi dan daging kambing, menyimpan produk pada kondisi pendampingnya yaitu terdiri dari irisan penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini tomat segar, cabe rawit dan garam menghasilkan hasil yang paling tepat, ditambah dengan kecap manis untuk namun memerlukan waktu yang lama menambah kelezatan dan penetralisir dan biaya yang besar. Kendala yang rasa pedas sehingga mempunyai cita sering dihadapi oleh industri dalam rasa tersendiri, kuliner khas daerah Jawa penentuan umur simpan suatu produk Barat ini memang sudah tidak diragukan adalah masalah waktu, karena bagi lagi kelezatannya (Dony,2015). produsen hal yang akan mempengaruhi Pengemasan adalah seni, ilmu jadwal launching suatu produk sekaligus teknologi untuk pangan.oleh karena itu diperlukan mempersiapkan bahan guna keperluan metode pendugaan umur simpan cepat, transportasi dan penjualan (Suyitno dan mudah, murah dan mendekati umur Kamarijani, 1995). Sifat terpenting dari simpan yang sebenarnya. Menurut pengemas meliputi permeabilitas gas Syarief dan Halid (1993), umur simpan dan uap air serta luas permukaan dapat ditentukan dengan 2 cara yaitu kemasan. Kemasan dengan daya hambat secara empiris dan pemodelan gas yang baik dan luas permukaan yang matematika. Cara empiris dilakukan lebih kecil menyebabkan masa simpan secara konvensional, yaitu disimpan produk lebih lama (Bucle et al., 1987). pada kondisi normal hingga terjadi Dengan adanya pengemasan dengan kerusakan produk. Permodelan menggunakan jenis bahan pengemas matematika dilakukan penyimpanan tertentu dapat memperpanjang daya dengan kondisi dipercepat dan simpan sate maranggi dan dapat diperhatikan titik kritis produk. Contoh meningkatkan pemasaran bagi permodelan matematika adalah pengusaha lokal di kota Purwakarta. Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Umur simpan didefinisikan sebagai dan Accelerated Storage Studies (ASS). waktu yang dibutuhkan oleh suatu Metode ASLT dapat dilakukan produk pangan menjadi tidak layak menggunakan metode Arrhenius. dikonsumsi jika ditinjau dari segi ASLT dengan model Arrhenius keamanan, nutrisi, sifat fisik, dan banyak digunakan untuk pendugaan organoleptik, setelah disimpan dalam umur simpan produk pangan yang kondisi yang direkomendasikan mudah rusak oleh akibat reaksi kimia, (Septianingrum, 2008). seperti oksidasi lemak, reaksi Maillard, Umur simpan adalah selang waktu denaturasi protein dan sebagainya. yang menunjukkan antara saat produksi Secara umum, laju reaksi kimia akan hingga saat akhir dari produk masih semakin cepat pada suhu yang lebih dapat dipasarkan, dengan mutu prima tinggi yang berarti penurunan mutu seperti yang dijanjikan. Umur simpan produk semakin cepat terjadi dapat juga didefinisikan sebagai waktu (Labuza,1982). hingga produk mengalami suatu tingkat Berdasarkan hal di atas penulis degradasi mutu tertentu akibat reaksi tertarik untuk melakukan penelitian deteriorasi yang menyebabkan produk tentang umur simpan sate maranggi tersebut tidak layak dikonsumsi atau metode Arrhenius. tidak layaklagi sesuai dengan kriteria yang tertera pada kemasannya (mutu 4

1.2.Identifikasi Masalah buram, serta dapat digunakan sebagai bahan laminasi dengan bahan lain. Berdasarkan latar belakang diatas, Polyetilen tahan terhadap hampir semua maka masalah yang dapat diidentifikasi zat asing, namun pada temperatur diatas dalam penelitian ini berapa lama umur 140º F, polyetilen akan rentan oleh simpan Sate Maranggi pada suhu beberapa aromatik hidrokarbon, akan penyimpanan yang berbeda berdasarkan berefek terhadap asam dan alkali dengan pendekatan Arrhenius. beberapa pengecualian dari konsentrasi 1.2. Tujuan Penelitian nitrit yang panas karena minyak dan Tujuan penelitian ini adalah pelumas yang menyebabkan film mengetahui berapa lama umur simpan menjadi lengket dibagian luar, film Sate Maranggi pada suhu penyimpanan harus dicek ulang sebelum digunakan yang berbeda berdasarkan pendekatan pada beberapa tipe produk (Hanlon, Arrhenius. 1984). Bahan kemas nilon bersifat lembut, 1.4. Maksud Penelitian tahan panas dan mempunyai sifat-sifat Maksud dari penelitian ini adalah mekanis istimewa. Nilon banyak dipakai menetapkan suhu penyimpanan yang untuk mengemas produk yang dapat terbaik berdasarkan pendekatan dimasak di dalam kemasan, misalnya Arrhenius. beras dedak,digunakan pula untuk kemasan susu dan produk susu, daging 1.5.Manfaat Penelitian dan ikan (Herudiyanto, 2009). Manfaat dari penelitian ini adalah : Alumunium foil mempunyai sifat 1.Mengetahui umur simpan sate kedap air yang baik, permukaannya maranggi dapat memantulkan cahaya sehingga 2.Memberikan informasi produk olahan penampilannya menarik, permukaannya daging yang berkualitas baik untuk licin, dapat dibentuk sesuai dengan konsumen keinginan dan mudah dilipat, tidak terpengaruh oleh sinar, tahan terhadap 3.Mempermudah penyimpanan dan 0 distribusinya temperatur tinggi sampai diatas 290 C, 4.Meningkatkan pemasaran bagi tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun pengusaha lokal di kota Purwakarta dan hygienis. Kemasan foil dapat digunakan untuk mengemas, roti, 1.6.Kerangka Berfikir makanan beku, obat-obatan, bahan Kemasan memberikan perlindungan farmasi, bahan kimia, makanan yang terhadap produk yang dikemas selama higroskopis, jam ,selai dan saos pengapalan, distribusi, penyimpanan dan (Rahmawati,2013). pemasaran sehingga dapat diangkut ke Pada makanan yang dikemas dalam tempat-tempat yang jauh dan disimpan kemasan plastik, adanya migrasi ini untuk jangka waktu yang cukup lama tidak mungkin dapat dicegah 100% (Herudiyanto,2009). (terutama jika plastik yang digunakan Polyetilen merupakan jenis plastik tidak cocok dengan jenis tipis yang banyak digunakan dalam makanannya).migrasi monomer terjadi industri pengemasan fleksibel. karena dipengaruhi oleh suhu makanan Polyetilen memiliki sifat-sifat yang atau penyimpanan dan proses menguntungkan antara lain yaitu, mudah pengolahannya. Semakin tinggi suhu dikelim oleh panas, fleksibel, tersebut, semakin banyak monomer permebilitas uap air dan air rendah, yang dapat bermigrasi kedalam dapat digunakan dalam penyimpanan makanan. Semakin lama kontak antara beku (-50º C), transparan sampai makanan tersebut dengan kemasan 5

plastik, jumlah monomer yang berarti semakin mudah untuk bermigrasi dapat makin tinggi. Bahwa melewatkan gas termasuk uap air, semakin panas bahan makanan yang produk pun akan semakin cepat rusak dikemas, semakin tinggi peluang (Ariestiani,2014). terjadinya migrasi zat-zat plastik ke Menurut Astari, dkk (2015) dalam makanan (Sulchan,2007). yang menyatakan bahwa jenis kemasan Migrasi merupakan perpindahan alumunium foil memiliki densitas yang terdapat dalam kemasan kedalam (kerapatan) 1.058 g/m3. Sedangkan bahan makanan. Migrasi dipengaruhi Budiawan (2004) untuk kemasan HDPE oleh 4 faktor yaitu : luas permukaan memiliki densitas 0.941 g/m3 dengan yang kontak dengan makanan, jangka waktu pemakaian plastik yaitu kecepatan migrasi, jenis bahan plastik kurang dari 4 bulan, untuk kemasan dan suhu serta lama kontak nylon memiliki densitas1.4 g/m3 dengan (Sulchan,2007). jangka waktu pemakaian plastik yaitu Permeabilitas adalah kemampuan kurang dari 14 bulan. suatu bahan untuk menahan laju keluar Nilai densitas dipengaruhi oleh masuknya gas. Permeabilitas bobot plastik dan tebal plastik. memberikan gambaran tentang mudah Pengetahuan densitas plastik pada tidaknya uap air menembus atau aplikasinya sangat penting karena berdifusi ke dalam suatu material menunjukkan struktur plastik secara (plastik film). Permeabilitas plastik film umum. Plastik dengan densitas yang terhadap uap air sangat penting untuk rendah memiliki struktur terbuka. Hal diketahui karena ketahanan plastik tersebut mengindikasikan bahwa plastik terhadap uap air merupakan salah satu mudah ditembus air, oksigen ataupun faktor yang sangat mempengaruhi dalam CO2 (Ahmad, 2013). penentuan jenis kemasan yang cocok Suhu merupakan faktor yang digunakan untuk mengemas suatu berpengaruh terhadap perubahan mutu produk pangan tertentu . Faktor yang makanan. Semakin tinggi suhu mempengaruhi daya tembus adalah beda penyimpanan maka laju reaksi berbagai tekanan, suhu, dan kelembaban udara. senyawa kimia akan semakin cepat. Permeabilitas adalah proses larutnya Untuk jenis makanan kering dan semi suatu gas di salah satu permukaan bahan basah, suhu percobaan penyimpanan kemasan kemudian berdifusi melewati yang dianjurkan untuk menguji masa sisi bahan kemasan lainnya (Setiasih, I, kadaluarsa makanan adalah 0˚C 2006). (kontrol), suhu kamar, 30˚C, 35˚C, 40˚C Berdasarkan sifat atau 45˚C (jika diperlukan), sedangkan permeabilitasnya yang rendah polietilen untuk makanan yang diolah secara banyak digunakan sebagai pengemas thermal adalah 5˚C (kontrol), suhu makanan . Salah satu contoh jenis kamar, 30˚C, 35˚C, atau 40˚C. Untuk pangan yang dikemas dalam plastik jenis makan beku dapat menggunakan jenis PE (polietilen) yaitu daging suhu -40˚C (kontrol), -15˚C, -10˚C, atau unggas, daging masak/olahan. -5˚C (Syarief dan Halid, Ketahanan plastik terhadap uap air 1993). sangat menentukan daya simpan produk Produk pangan yang dapat pangan yang dikemasnya. Semakin ditentukan umur simpannya dengan rendah permeabilitas plastik maka model Arrhenius diantarannya adalah semakin lama daya simpan produk makanan kaleng steril komersial, susu pangan yang dikemasnya. Semakin UHT, susu bubuk/formula, produk besar pertambahan berat maka semakin chip/snack, jus buah, miinstan, frozen besar pula daya permeabilitasnya yang meat dan produk lain yang mengandung 6

lemak tinggi (berpotensi terjadinya 1.7.Hipotesa Penelitian oksidasi lemak) atau yang mengandung Berdasarkan kerangka pemikiran gula pereduksi dan protein (berpotensi di atas, diduga bahwa suhu terjadinya reaksi pencoklatan) penyimpanan yang berbeda berpengaruh (Labuza,1982). terhadap umur simpan sate maranggi Model Arrhenius umumnya berdasarkan pendekatan Arrhenius. digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap 1.8.Waktu dan Tempat Penelitian perubahan suhu, diantaranya produk Penelitian ini dilakukan pada pangan yang mudah mengalami bulan agustus sampai dengan september ketengikan, perubahan warna oleh reaksi 2015, bertempat di Laboratorium pencoklatan. Penelitian, Jurusan Teknologi Pangan, Berdasarkan pengkajian produk Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, olahan daging yang dilakukan oleh Jl. Setiabudhi No. 193 Bandung Marhamah (2011), bahwa masa simpan II TINJAUAN PUSTAKA tergantung pada kondisi penyimpanan dalam hal ini suhu penyimpanan. Produk Bab ini menguraikan mengenai : yang disimpan pada suhu 25˚C hanya (1) Daging Sapi, (2) Pendugaan Umur bertahan selama 1 hari sementara Simpan, (3) Pengemasan, (4) Sate produk yang disimpan pada suhu 0˚C- Maranggi dan (5) Penyimpanan. 5˚C mampu bertahan selama 30 hari. 2.1. Daging Sapi Menurut penelitian Nur (2009), sate bandeng yang merupakan produk semi Daging adalah seluruh bagian basah yang cepat mengalami kerusakan dari ternak yang sudah dipotong dari dan mempunyai daya simpan sekitar 3 tubuh ternak kecuali tanduk, kuku, hari. tulang dan bulunya. Dengan demikian Sate Bandeng yang disimpan pada hati, lympa, otak, dan isi perut seperti suhu ruang (30 0C) hanya bertahan usus juga termasuk daging (Munarnis, selama 2 hari. Sedangkan pada 1982). Lawrie (1986) daging penyimpanan pada suhu dingin 5-8 0C didefinisikan sebagai bagian dari hewan dapat dilakukan sampai 4 minggu dan potong yang digunakan manusia sebagai untuk penyimpanan lebih lama dapat bahan makanan, selain mempunyai dilakukan dengan penyimpanan beku (-8 penampakan yang menarik selera, juga sampai -10 0C ) (Thomas dkk, 2004). merupakan sumber protein hewani Menurut Gultom (2012), masa berkualitas tinggi. Daging adalah kadaluwarsa ikan patin dalam makanan yang berkualitas tinggi. Dalam kemasan alumunium foil pada suhu daging terdapat asam amino esensial yg kamar selama 7,90 hari, sedangkan yang diperlukan tubuh, sehingga diharapkan dikemas dalam suhu dingin (5°C) masa selalu ada dalam makanan (Levie, kadaluwarsanya adalah 8,69 hari. 1970). jaringan otot, jaringan lemak, Sehingga dapat disimpulkan dengan jaringan ikat, tulang dan tulang rawan menggunakan metode Arrhenius, merupakan komponen fisik utama dendeng lumat ikan patin pada kemasan daging. Jaringan otot terdiri dari aluminium foil yang disimpan pada suhu jaringan otot bergaris melintang, dingin dingin (5oC) terbukti lebih lama jaringan otot licin, dan jaringan otot masa kadaluwarsanya dari pada suhu spesial. Sedangkan jaringan lemak pada kamar . daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu lemak subkutan, lemak intermuskular, lemak intramuskular, dan lemak intraselular.

7

Tabel 2. Klasifikasi Potongan Daging otot tersusun atas sejumlah miofibril pada suatu sistim koloid yang disebut Golong Potongan Daging sarkoplasma. Miofibril ini diikat an sehingga memberi bentuk yang (Kelas) melintang dan berlapis-lapis (Forrest, I 1.Has Dalam (tenderloin) 1989). Miofibril terdiri dari miofilamen 2.Has Luar (striploin/sirloin) yang membentuk suatu sistem yang 3.Lamusir (cube roll) saling menutupi dalam garis sejajar dan II 1.Tanjung (rump) lurus. Unit dasar ini disebut sarkomer 2.Kelapa (round) yang terdiri dari protein aktin dan 3.Penutup (topside) miosin. Jadi struktur otot adalah jaringan 4.Pendasar (silverside) halus yang sangat kompleks yang 5.Gandik (eye round) mengandung protein aktin dan miosin 6.Kijen (chuck tender) dalam cairan protein sarkoplasma yang 7.Sampil Besar (chuck) kompleks. Sarkoplasma tersebut 8.Sampil Kecil (Blade) mengandung pigmen otot dan III 1.Sengkel (shin/shank) bermacam-macam bahan yang kompleks 2.Daging Iga (rib meat) yang dibutuhkan oleh otot dalam 3.Samcan (thin flank) melakukan fungsinya (Buckle et al, 4.Sandung Lamur (brisket) 1987). (Sumber : Standar Nasional Indonesia, Menurut Lawrie (1986) Daging 2008). sebagai sumber protein hewani memiliki Tabel 3. Tingkatan Mutu Daging Sapi nilai hayati (biologicalvalue) yang Secara Fisik tinggi, Secara umum, komposisi kimia No Jenis Persyaratan Mutu daging terdiri atas 70% air, 20% protein, I II III 1. Warna Merah Merah Merag 9% lemak dan 1% abu. Daging Terang Kegelapan Gelap Daging merupakan sumber Skor Skor 6-7 Skor 8-9 utama untuk mendapatkan asam amino 1-5 2. Warna Putih Putih Kuning esensial. Lemak Skor Kekuninga Skor 7-9 Tabel 4. Komposisi Asam Amino 1-3 n dalam Daging Skor 4-6 3. Marbling Skor Skor 5-8 Skor 1-4 Jenis asam Kadar Jenis asam Kadar 9-12 amino (%) amino non (%) 4. Tekstur Halus Sedang Kasar esensial esensial (Sumber : Standar Nasional Indonesia, Arginin 6,9 Alanin 6,4 2008). Histidin 2,9 Asam 8,8 Menurut Hadiwiyoto (1983) aspartat secara garis besar struktur daging terdiri Isoleusin 5,1 Sistin 1,4 atas satu atau lebih otot yang masing- Leusin 8,4 Asam 14,4 masing disusun oleh banyak kumpulan glutamate otot, maka serabut otot merupakan unit Lisin 8,4 Glisin 7,1 dasar struktur daging. Di sekeliling otot daging terdapat seberkas jaringan Metionin 2,3 Prolin 5,4 penghubung epimisium, yang melekat di Phenilalanin 4,0 Serin 3,8 antara otot dan membaginya menjadi Theronin 4,0 Tirosin 3,2 sekumpulan berkas otot yang terdiri dari serat-serat yang berdiri sendiri. Serat- Thripthopan 1,1 serat ini dikelilingi oleh suatu selubung Valin 5,7 yang dinamakan sarkolema, yang Sumber: (Wahyu,2015) tersusun dari protein dan lemak. Serat

8

2.2. Pendugaan Umur Simpan pengontrolan kondisi lingkungan, perhitungan teoritis untuk memilih Pendugaan umur simpan pangan bahan kemasan dan perkiraan lama sangat penting dalam proses penyimpanan hinggaaspek ekonomi. penyimpanan suatu produk pangan. Kondisi penyimpanan yang kurang baik Dengan mengetahui umur simpannya, dapat mempengaruhi penurunan mutu akan dapat dirancang system bahan pangan (Sumbaga, 2006) pengemasan dan penyimpanan yang Analisis penurunan mutu sesuai (Syarief dan Halid, 1993). diperlukan beberapa pengamatan, yaitu Umur simpan didefinisikan harus memiliki parameter yang diukur sebagai selang waktu antara saat secara kuantitatif yang mencerminkan produksi hingga saat konsumsi dimana keadaan mutu produk yang dianalisis. produk masih dalam kondisi yang baik Parameter tersebut dapat berupa hasil pada penampakan, rasa, tekstur dan nilai pengukuran kimiawi, uji organoleptik, gizinya. Tetapi apabila suatu produk uji fisik atau mikrobiologi (Syarief dan makanan diterima dalam kondisi tidak Halid, 1993). memuaskan pada sifat-sifat yang telah Selain itu, pendugaan umur disebut diatas, simpan makanan ini juga dapat maka dapat dinyatakan sebagai akhir diketahui melalui metode yang dari masa simpannya atau masa dilakukan. Terdapat 2 metode yang kadaluarsa (Arpah, 2001). dapat dilakukan untuk mengetahui umur Masalah yang sering dihadapi pada simpan suatu bahan atau produk pangan, pendugaan umur simpan pada produk antara lain : pangan diantaranya adalah faktor suhu 1. Metode Konvensional yang sering berubah-ubah yang dapat Sistem penentuan umur simpan berpengaruh terhadap perubahan mutu secara konvensional membutuhkan makanan. Semakin tinggi suhu waktu yang lama karena penetapan penyimpanan maka laju reaksi berbagai kadaluarsa pangan metode EES senyawaan kimia akan semakin cepat. (Extended Storage Studies) dilakukan Oleh karena itu, dalam menduga dengan cara menyimpan suatu seri kecepatan penurunan mutu makanan produk pada kondisi normal sehari-hari selama penyimpanan, faktor suhu harus sambil dilakukan pengamatan terhadap selalu diperhitungkan (Syarief dan penurunan mutunya sehingga tercapai Halid, 1993). mutu kadaluarsa (Arpah, 2001). Enam faktor utama yang 2. Metode Akselerasi mempengaruhi penurunan mutu atau Untuk mempercepat waktu kerusakan pada produk pangan yaitu penentuan umur simpan dapat massa oksigen, uap air, cahaya, digunakan metode ASLT (Accelerated mikroorganisme, kompresi atau shelf Life Testing) atau metode bantingan dan bahan-bahan kimia toksik akselerasi. Pada metode ini kondisi atau off flavor. Faktor-faktor tersebut penyimpanan diatur diluar kondisi dapat mengakibatkan penurunan lebih normal sehingga produk dapat lebih lanjut seperti oksidasi lipida, kerusakan cepat rusak dan penentuan umur simpan vitamin, kerusakan protein, perubahan dapat ditentukan. Penggunaan metode bau, reaksi pencoklatan, perubahan akselerasi harus disesuaikan dengan unsur organoleptik dan kemungkinan keadaan dan faktor yang mempercepat terbentuknya racun (Floros dan kerusakan produk yang bersangkutan Gnanasekharan,1993). (Arpah, 2001). Pada penyimpanan,berbagai aspek Jenis parameter atau atribut mutu perlu dipertimbangkan mulai dari aspek yang diuji tergantung pada jenis karakteristik bahan pangan, 9

produknya. Produk berlemak biasanya c. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan menggunakan parameter ketengikan. kelembaban) dimana kemasan dapat Produk yang disimpan dingin atau beku bertahan selama transit dan sebelum menggunakan parameter pertumbuhan digunakan. mikroba. Produk berwujud bubuk atau d. Ketahanan keseluruhan dari kemasan kering yang diukur adalah kadar airnya terhadap keluar masuknya air, gas dan (Arpah, 2001). bau termasuk perekatan, penutupan dan Proses perkiraan umur simpan, bagian-bagian yang terlipat. sangat tergantung pada tersedianya data 2.2.1. Metode Arrhenius mengenai : Masalah yang sering dihadapi a. Mekanisme penurunan mutu produk pada pendugaan umur simpan produk yang dikemas pangan diantaranya, yaitu faktor suhu b. Unsur-unsur yang terdapat di dalam yang sering berubah-ubah. Semakin produk yang langsung mempengaruhi tinggi suhu penyimpanan semakin cepat laju penurunan mutu produk laju reaksi. Oleh karena itu, dalam c. Mutu produk dalam kemasan menentukan kecepatan penurunan mutu d. Bentuk dan ukuran kemasan yang makanan selama penyimpanan, faktor diinginkan suhu harus selalu diperhitungkan e. Mutu produk pada saat dikemas (Syarief dan Halid, 1993). f. Mutu makanan dari produk yang Analisis penurunan mutu masih dapat diterima dengan metode simulasi, diperlukan g. Variasi iklim selama distribusi dan pengetahuan mengenai pola perubahan penyimpanan faktor umum yang diamatitersebut h. Resiko perlakuan mekanis selama dalam kondisi penyimpanan tertentu. distribusi dan penyimpanan yang Jika pola atau model matematik sudah mempengaruhi kebutuhan kemasan diperoleh, maka selanjutnya dapat i. Sifat barrier pada bahan kemasan digunakan dalam analisis simulasi. untuk mencegah pengaruh unsur-unsur Dalam penyimpanan makanan, keadaan luar yang dapat menyebabkan terjadinya suhu ruangan penyimpanan selayaknya penurunan mutu produk. dan keadaan tetap dari waktu ke waktu Menurut Syarief dkk. (1989) tetapi sering kali keadaan suhu umur simpan suatu produk pangan penyimpanan berubah-ubah dari waktu merupakan suatu parameter ketahan ke waktu. Jika keadaan suhu produk selama penyimpanan terutama penyimpanan tetap dari waktu ke waktu jika kondisinya beragam. Umur simpan atau dianggap tetap, maka perumusan ini erat hubungannya dengan kadar air masalahnya dapat sederhana untuk kritis produk dimana secara organoleptik menduga laju penurunan mutu masih dapat diterima konsumen. Faktor- menggunakan persamaan Arrhenius faktor yang mempengaruhi umur simpan (Syarief dan Halid, 1993). makanan yang dikemas adalah sebagai Persamaan Arrhenius : berikut : k = ko. e-E/RT a. Keadaan alamiah atau sifat makanan Keterangan : dan mekanisme berlangsungnya k = Konstanta penurunan mutu perubahan, misalnya kepekaan terhadap ko = Konstanta (tidak tergantung pada air dan oksigen, dan kemungkinan suhu) terjadinya perubahan-perubahan kimia E = Energi aktivasi (kal/mol) internal dan fisik. T = Suhu mutlak (C+273) b. Ukuran kemasan dalam hubungannya R = Konstanta gas (1,986 kal/mol K) dengan produk yang dikemas. Menurut Syarief dan Halid (1993), semakin sederhana model yang 10

digunakan untuk menduga umur simpan A = Ao – k.t suatu produk semakin banyak asumsi Ae = Ao – k.ts yang dipakai. Asumsi yang digunakan untuk menggunakan model Arrhenius Keterangan : adalah sebagai berikut: Ao = mutu pada awal mulai 1. Perubahan faktor mutu hanya disimpan ditentukan oleh satu macam reaksi saja. A = mutu pada waktu ke-t (akhir 2. Tidak terjadi faktor lain yang penyimpanan) mengakibatkan perubahan mutu. Ae = mutu saat masa simpan 3. Proses perubahan mutu dianggap berakhir bukan merupakan akibat proses-proses ts = umur simpan yang terjadi sebelumnya. 2.2.3. Model Q10 4. Suhu selama penyimpanan tetap atau Model Q10 adalah pemanfaatan dianggap tetap. lebih lanjut dari model Arrhenius. 2.2.2. Kinetika Mutu Produk Pangan Model ini dipakai untuk menduga Hariyadi (2014) menyatakan berapa besar perubahan laju reaksi atau kinetika mutu produk pangan dibagi laju penurunan mutu produk makanan menjadi dua bagian, yaitu pangan bila produk tersebut disimpan pada dengan ordo nol dan pangan dengan suhu-suhu tertentu. Dengan demikian ordo satu. Pangan dengan ordo nol model ini dapat untuk menduga masa dicirikan dengan adanya produk mutu kadaluwarsa produk pangan tertentu yang bersifat lurus, umumnya yang disimpan pada berbagai suhu Q10 karakteristik tersebut dimiliki oleh disebut juga dengan istilah faktor pangan beku dan produk yang rentan percepatan reaksi (Syarief dan Halid, terhadap pencoklatan non-enzimatis. 1993). Pangan dengan ordo satu Q10= Laju penurunan mutu pada suhu(T+10) dicirikan dengan penurunan mutu yang Laju penurunan mutu pada suhu T sifatnya logaritmik, yaitu penurunan = ts (T) yang semakin rendah seiring dengan ts (T+10) Keterangan : lama penyimpanan, umumnya 0 karakteristik tersebut dimiliki oleh T = suhu penyimpanan dalam C pangan yang rentan terhadap kehilangan ts (T) = masa kadaluwarsa jika vitamin, inaktifasi mikroba, kerusakan disimpan pada suhu T warna oksidatif, serta kerusakan tekstur ts(T+10)= masa kadaluwarsa jika karena suhu. disimpan pada suhu T+10 Persamaan kinetika untuk ordo nol Jika perbedaan suhu (n=0): penyimpanan (δT) tidak sama dengan -dQ/dt = k atau Qt = Qo-kt 10, maka rumus berikut dapat digunakan Qs = Qo- kt atau ts = (Qo-Qs)/k : QδT/10 = ts (T1) Persamaan kinetika untuk ordo satu (n = ts (T2) 1): -dQ/dt = kQ atau ln (Qt/Qo)= -kt 2.3. Pengemasan Ln(Qo/Qs)=- kt atau ts = [ln(Qo/Qs)]/k t ½ = 0,639/k Pengemasan merupakan cabang Keterangan : ilmu yang mempelajari usaha-usaha Qo = mutu awal manusia dalam mengawetkan bahan Qs = mutu aktif (mutu produk yang pangan atau makanan dengan tidak layak konsumsi) menggunakan bahan-bahan pembungkus ts = waktu kadaluwarsa tertentu yang sesuai dengan sifat Persamaan kinetika Labuza (1982) : masing-masing produk, sehingga 11

terhindar dari kerusakan yang dapat bahan pangan ikut berperan dalam diakibatkan oleh pengaruh dari luar. menghasilkan produk dengan kualitas Pengemasan merupakan suatu usaha baik dan aman bila dikonsumsi (Dwiari, yang bertujuan untuk melindungi bahan 2008). pangan dari penyebab-penyebab Winarno dan Jenie (1982) kerusakan baik fisik, kimia , biologis mengemukakan faktor-faktor yang maupun mekanis, sehingga dapat sampai mempengaruhi kerusakan sehubungan ke tangan konsumen dalam keadaan dengan kemasan yang digunakan dapat baik dan menarik (Herudiyanto, 2009). dibagi dalam dua golongan utama yaitu ; Menurut Herudiyanto (2009), 1) kerusakan yang sangat ditentukan kemasan (package) merupakan struktur oleh sifat alamiah dari produk sehingga yang telah direncanakan untuk tidak dapat dicegah dengan pengemasan mengemas bahan pangan baik dalam saja (perubahan-perubahan fisik, keadaan segar atau setelah mengalami biokimia dan kimia serta mikrobiologis), pengolahan. Peranan pengemasan dalam 2) kerusakan yang tergantung pada pengawetan pangan adalah : lingkungan dan hampir seluruhnya dapat 1. Mempertahankan bahan dalam dikontrol dengan kemasan yang keadaan bersih dan higienis digunakan (kemasan mekanis, 2. Mengurangi terbuangnya bahan perubahan kadar air bahan pangan, selama distribusi absorpsi dan interaksi dengan oksigen, 3. Mempertahankan gizi produk kehilangan dan penambahan cita-rasa yang dikemas yang diinginkan). 4. Sebagai alat penakar, media 2.3.2. Polietilen (PE) informasi dan sekaligus sebagai Polietilen adalah polimer etilen yang sarana promosi. diperoleh melalui dua proses yang 2.3.1. Fungsi Pengemasan berbeda dan menghasilkan polietilen Bahan atau produk pangan bila tidak yang mempunyai berat jenis rendah dan dikemas dapat mengalami kerusakan tinggi. Polietilen (BJ rendah) akibat serangan binatang (tikus), mempunyai kekakuan yang cukup dan serangga (kecoa), maupun mikroba tembus cahaya, sedangkan polietilen (BJ (bakteri, kapang dan khamir). Kerusakan tinggi) mempunyai sifat pelindung yang bisa terjadi mulai dari bahan pangan sangat baik terhadap uap air dan stabil sebelum dipanen, setelah dipanen, terhadap panas. Secara umum sifat-sifat selama penyimpanan, pada saat polietilen adalah sebagai berikut: transportasi dan distribusi maupun - Halus dan lentur selama penjualan. Adanya mikroba - Tahan akan dampak yang baik dalam bahan pangan akan - Tahan terhadap pelarut organik mengakibatkan bahan menjadi tidak - Tahan asam dan alkali menarik karena bahan menjadi rusak, - Dapat melalukan gas terjadi fermentasi atau ditumbuhi oleh - Tidak berasa dan berbau kapang. Bakteri yang tumbuh dalam - Tidak terlalu transparan/agak bahan pangan akan mempengaruhi buram kualitasnya, disamping itu ada - Penggunaan dapat digabung kecenderungan menghasilkan senyawa dengan alufo (Herudiyanto, beracun bagi konsumen (manusia), 2009). sehingga menimbulkan sakit, bahkan Polietilen dibuat dengan cara bisa menyebabkan kematian. Industri polimerisasi dari gas etilen yang pangan hendaknya memproduksi bahan merupakan hasil samping dari industri pangan yang memiliki kualitas bagus minyak dan batu bara. Terdapat dua dan aman bila dikonsumsi. Pengemasan macam proses polimerisasi yang 12

dilakukan dan menghasilkan dua macam 2. Mudah dikelim panas produk yang berbeda. Pertama, 3. Fleksibel polimerisasi yang dijalankan dalam 4. Dapat digunakan untuk penyimpanan bejana bertekanan tinggi (1000-3000 beku (-50˚C) atmosfer), menghasilkan molekul makro 5. Transparan sampai buram dengan banyak percabangan, yaitu 6. Dapat digunakan sebagai bahan campuran dari rantai lurus dan rantai laminasi dengan bahan lain bercabang. Cara kedua, polimerisasi Kelemahannya : dalam bejana bertekanan rendah (10-40 1. Permeabilitas oksigen agak tinggi atmosfer), menghasilkan molekul makro 2. Tidak tahan terhadap minyak berantai lurus dan tersusun parallel. (Terutama LDPE). Menurut Suyitno (1990), formula 2.3.3. Plastik Nilon molekul dari polietilen adalah (CH2)n, Poliamida (Nilon) Jenis plastik ini walaupun rantai molekul makro terdiri dari molekul-molekul asam dikatakan lurus namun kenyataannya amino, sehingga disebut juga poliamida. susunan atom-atom karbon tersebut Bahan kemas nilon bersifat lembam, dalam formasi zig-zag. tahan panas, dan mempunyai sifat-sifat Adanya rantai-rantai cabang mekanis istimewa. Tersedia beberapa dalam molekul makro akan mencegah macam nilon, seperti nilon-6 saling menumpuknya rantai sehingga mempunyai sifat mudah dibawa dan kerapatan (densitas) dari bahan menjadi tahan abrasi (lecet, luka), nilon-11 dan rendah. Oleh sebab itu, polietilen nilon-12 sangat baik sebagai penahan densitas rendah (PEDR) dihasilkan dari oksigen dan air serta dapat dikelim proses polimerisasi pada tekanan tinggi. dengan panas/suhu rendah, nilon-16 Polietilen densitas rendah adalah bahan sangat sulit dileburkan, sehingga tidak yang bersifat kuat, agak tembus cahaya, dapat dikelim oleh panas. Nilon banyak fleksibel dan permukaannya terasa agak dipakai untuk mengemas produk yang berlemak. Pada suhu kurang dari 60˚C, dapat dimasak di dalam kemasan, sangat resisten terhadap sebagian besar misalnya beras dedak, digunakan pula senyawa kimia. Diatas suhu tersebut untuk kemasan susu dan produk susu, polimer ini menjadi larut dalam pelarut daging, dan ikan (Herudiyanto, 2009). hidrokarbon dan hidrokarbon klorida. Lebih dikenal dengan Bioriented Daya proteksinya terhadap uap air Nylon (BO-Ny) atau Nylon (ONy). Sifat tergolong baik, akan tetapi kurang baik dan Karakteristik : bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. - Density 1.15 g/cm3 Polietilen densitas tinggi (PEDT) yang - Ketebalan yang umum 15mcr dihasilkan dengan polimerisasi pada - Transparansi bagus tekanan dan suhu rendah (50˚C-75˚C) - Sangat lembut dan flexible memakai katalisator Ziegler, sifat lebih - ketahanan yang baik terhadap tusukan kaku, lebih keras, kurang tembus dan gesekan cahaya, dan kurang terasa berlemak. - Stabil terhadap perubahan suhu Plastik ini mempunyai daya tahan lebih - Baik sebagai penahan gas dan aroma baik terhadap minyak dan lemak, titik - Ketahanan yang baik dan suhu rendah lunak lebih tinggi, akan tetapi daya - Tahan terhadap terhadap abrasi dan tahan terhadap pukulan (impact) dan benturan (impact) permeabilitas uap airnya lebih rendah - Bersifat menyerap uap air (Suyitno, 1990). - Tahan terhadap minyak Sifat-sifat baik yang dimiliki PE, - Tahan terhadap bahan kimia antara lain : - Penghalang yang baik terhadap aroma 1. Permeabilitas uap air dan air rendah Sifat oriented film nylon: 13

- Kekuatan dan ketangguhan meningkat alumunium foil sering disertai dengan dalam arah orientasi molekul laminasi dan bahan-bahan lain seperti - Permeabilitas gas meningkat dengan kertas, platik, dll atau dengan pelapisan semakin rapatnya molekul polimer (coating) dengan nitro selullosa, - memiliki sifat-sifat yang lebih polietilena, etil selullosa, selopan, vernis seimbang dll (Herudiyanto, 2009). - sifat penghalang yang lebih baik Keuntungan-keuntungan daripada nylon monoaksial menggunakan alumunium foil sebagai Digunakan untuk kemasan yang bahan pengemas adalah : membutuhkan : a. Mempunyai luas permukaan -kekuatan impact tinggi yang lebih besar persatuan berat -flex crack resistant badan -burst resistant b. Tidak tembus cahaya - mereduksi pinhole c. Untuk ukuran-ukuran yang 2.3.4. Alumunium Foil tebal, daya tahan terhadap Alumunium Foil adalah bahan oksigen dan uap air kemasan dari logam berupa lembaran d. Tidak terpengaruh cahaya alumunium yang padat dan tipis dengan matahari ketebalan kurang dari 0.15 mm. sifatnya e. Tidak terbakar hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya. f. Tidak bersifat menyerap Pada umumnya digunakan sebagai g. Tidak mengalami perubahan bahan pelapis (laminan) yang dapat akibat variasi kelembaban ditempatkan pada bagian dalam (lapisan (Herudiyanto, 2009). dalam) atau lapisan tengah sebagai 2.4. Sate Maranggi penguat yang dapat melindungi bungkusan (Herudiyanto, 2009). Sate adalah hidangan yang Alumunium Foil merupakan kemasan sangat populer di Indonesia dengan yang termasuk golongan semi tegar. Foil berbagai suku bangsa dan tradisi seni berupa logam tipis (kurang dari 0.15 memasak telah menghasilkan berbagai mm) terbuat dari bahan utama jenis sate. Di Indonesia, sate dapat alumunium, lebar maksimum dapat diperoleh dari pedagang sate keliling, mencapai 150-160 cm. untuk pedagang kaki lima di warung tepi jalan, mendapatkan sifat lembaran yang lebih hingga di restoran kelas atas, serta kerap baik pengemasan perlu diberi bahan disajikan dalam pesta. Resep dan cara campuran lain, seperti Fe, Mg, Mn, Cu, pembuatan sate beraneka ragam Si dan Cr dalam jumlah antara 1-7 %. bergantung variasi dan resep masing- Penambahan logam-logam ini bertujuan masing daerah. Hampir segala jenis untuk menambah kekakuan, kekuatan, daging dapat dibuat sate. Sebagai negara dan anti retak. Bila ditinjau dari asal mula sate, Indonesia memiliki harganya, alumunium foil cukup mahal. variasi resep sate yang kaya. Biasanya Oleh sebab itu, biasanya digunakan sate diberi saus. Saus ini bisa berupa untuk mengemas produk-produk yang kecap, bumbu kacang, atau yang benar-benar menghendaki perlindungan lainnya, biasanya disertai dari irisan terhadap gas, oksigen, air dan sinar bawang merah, mentimun, dan cabai (Herudiyanto, 2009). rawit. Sate dimakan dengan nasi hangat Bentuk kemasan dengan atau, kalau di beberapa daerah disajikan menggunakan alumunium foil, antara dengan atau lain kotak, lonjong, piring, bulat, bujur (Wikipedia,2015). sangkar, empat persegi dan bentuk Sate Maranggi merupakan tertentu lainnya. Penggunaan kuliner khas indonesia yang berasal dari 14

Purwakarta, Jawa Barat. Bahan utama Metode Penelitian, dan (3) Prosedur dari Sate Maranggi purwakarta adalah Penelitian. daging kambing dan daging Sapi. 3.1. Bahan dan Alat Penelitian disetiap sudut Kota Purwakarta sebagian 3.1.1. Bahan yang Digunakan besar menjajakan sate Maranggi ini. ada Bahan-bahan yang digunakan yang menjual sate maranggi dengan cara dalam penelitian ini adalah sate berkeliling dan ada juga di warung- maranggi “Haur Koneng”. warung sudut kota Purwakarta. Sate Bahan yang digunakan untuk maranggi terkenal dengan dagingnya analisis adalah air steril, alkohol 95%, yang empuk sehingga menjadikan aquades, KOH 0,1 N, indikator pecinta kuliner sate selalu ketagihan. phenolphthalein (PP) dan Plate Count Tampilanya tidak jauh berbeda dengan (PCA). sate-sate pada umumnya. perbedaanya 3.1.2. Alat yang Digunakan yaitu sambal pendampingnya yaitu Alat yang digunakan dalam terdiri dari irisan tomat segar, cabe rawit penelitian ini diantaranya adalah plastik dan garam ditambah dengan kecap. PE, plastik nilon dan Alumunium foil. Akan tetapi kecapnya pun sebelumnya Alat yang digunakan untuk telah dilakukan pemasakan terlebih analisis adalah timbangan digital, dahulu sehingga membuat rasa kecap spatula, cawan petri, kaca arloji, batang menjadi asam, manis dan gurih sehingga pengaduk, erlenmeyer, gelas kimia, mempunyai cita rasa tersendiri inkubator, oven, tangkrus, corong, pipet, (Dony,2015). kawat pt/ni, neraca digital dan tabung 2.5. Penyimpanan reaksi.

Selama penyimpanan, produk 3.2. Metode Penelitian pangan mengalami penurunan mutu. Penurunan mutu dan berkurangnya masa Pelaksanaan penelitian yang simpan produk pangan disebabkan oleh dilakukan terdiri atas dua bagian, yaitu pertumbuhan mikroorganisme (bakteri penelitian pendahuluan dan penelitian dan kapang) sehingga menyebabkan utama. timbulnya bauyang kurang enak 3.2.1. Penelitian Pendahuluan (tengik), serta terbentuknya lendir, gas, Penelitian pendahuluan yang warna, asam dan toksin. Selama dilakukan adalah menganalisa respon penyimpanan terjadi ketengikan yang organoleptik terhadap sate maranggi disebabkan oleh oksidasi lemak. “Haur Koneng” untuk menentukan jenis Disamping itu selama penyimpanan juga pengemasan yang terbaik selama terjadi perubahan warna yang penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 hari disebabkan oleh oksidasi asam lemak pada suhu 250C. Jenis pengemasan yang tak jenuh sehingga warna menjadi pucat. terpilih akan digunakan selanjutnya Kerusakan bahan makanan juga untuk penelitian utama. Sate maranggi disebabkan oleh dekomposisi protein yang akan diuji organoleptik menjadi amoniak, hidrogen sulfide, menggunakan uji hedonik terhadap 30 gugus amina dan karboksilat dan orang panelis. Atribut yang akan diuji terbebasnya air terikat menjadi air bebas meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur. (Sumbaga, 2006). Contoh kriteria penilaian untuk uji hedonik dapat dilihat pada tabel 5 III METODOLOGI PENELITIAN berikut. Bab ini menguraikan mengenai Tabel 5. Contoh Skala Hedonik dan (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Skala Numerik Uji Hedonik

15

Skala Hedonik Skala Numerik Analisis skala hedonik Sangat Suka 6 ditransformasikan menjadi skala Suka 5 numerik dengan angka menaik menurut Agak Suka 4 Agak Tidak Suka 3 tingkat kesukaan. Dengan data numerik Tidak Suka 2 ini dapat dilakukan analisis statistik, Sangat Tidak Suka 1 dengan adanya skala hedonik itu (Sumber : Soekarto, 1985). sebenarnya uji hedonik secara tidak Data uji organoleptik dikumpulkan langsung juga dapat digunakan untuk dan dimasukkan ke dalam formulir mengetahui perbedaan, karena hal ini pengisian kemudian ditransformasikan maka uji hedonik paling sering agar dapat dilakukan analisis statistik. digunakan untuk menilai komoditi Produk terpilih menurut panelis akan sejenis atau produk pengembangan digunakan pada penelitian utama. secara organoleptik (Kartika,dkk.,1987). Keputusan produk terpilih diambil 3.2.2. Penelitian Utama berdasarkan perlakuan yang paling Penelitian utama yang dilakukan berbeda nyata pada taraf 5%. Hasil adalah menduga umur simpan sate Pengamatan Uji Organoleptik Sate maranggi dalam jenis pengemasan Maranggi dapat dilihat pada Tabel 6. terpilih dengan suhu penyimpanan 50C Tabel 6. Tabel Pengamatan Uji (kontrol), 250C, 300C dan 350C selama Organoleptik Sate Maranggi penyimpanan 0, 1, 2, 3, dan 4 hari dan Kemasan dilakukan analisis kimia yaitu Free Lama Atribut Fatty Acid (FFA) metode titrasi dan Penyimpan Penilaian PE Nylon Alumu analisis mikrobiologi yaitu Penentuan an nium jumlah total mikroba metode Total Plate (hari) Foil Count (TPC). Warna 3.2.3. Rancangan Perlakuan 0 Aroma Rancangan perlakuan pada Rasa peneletian utama adalah penentuan umur Tekstur simpan sate maranggi “Haur Koneng” Warna dengan menganalisa respon kimia dan 1 Aroma mikrobiologi terhadap pengaruh suhu Rasa penyimpanan, serta dilakukan Tekstur perhitungan pendugaan umur simpan Warna produk sate maranggi berdasarkan 2 Aroma pendekatan Arrhenius. Rasa 3.2.4. Rancangan Percobaan Tekstur Rancangan percobaan yang akan Warna digunakan pada penelitian adalah 3 Aroma mencari lama penyimpanan sate Rasa maranggi dengan suhu penyimpanan Tekstur yang terbaik, kemudian menganalisa Warna respon kimia dan mikrobiologi. Setelah 4 Aroma itu dilakukan perhitungan dengan Rasa menggunakan metode Arrhenius dan Tekstur dilanjutkan dengan model Q10. Berikut Warna contoh tabel hasil analisis kimia dan 5 Aroma mikrobiologi pada produk Sate Rasa Maranggi dapat dilihat pada tabel 7. Tekstur 16

Tabel 7. Tabel Pengamatan Analisis Penggunaan regresi linier akan Kimia dan Mikrobiologi memperoleh koefisien determinasi Lama Suhu Hasil Analisis (r).Setiap nilai b yang diperoleh Penyimpanan Penyimpanan merupakan konstanta penurunan mutu (hari) FFA TPC (k) setiap suhu penyimpanan. Selanjutnya, apabila nilai-nilai k 50C diterapkan dalam rumus Arrhenius, (Kontrol) 0 yaitu : 25 C k = ko e-E/RT atau ln k = ln ko – E/RT 0 0 30 C 350C 0 karena ln ko dan –E/RT merupakan 5 C bilangan konstanta, maka persamaan (Kontrol) 250C tersebut dapat dituliskan sebagai berikut. 1 0 ln k = A + B. 1/T 30 C 0 sehingga apabila setiap nilai k dan 1/T 35 C diplotkan dalam sebuah grafik, maka 0 5 C akan diperoleh gambar sebagai berikut: (Kontrol) 250C 2 300C ln k= ln k0 – E/R (1/T) 350C ln k= A –B (1/T) 50C Ln (Kontrol) K 0 25 C 3 0 30 C 350C 50C 1/T (Kontrol) Gambar 8. Grafik Hubungan antara ln k 250C dengan 1/T 4 300C Setelah itu setiap nilai k dan 1/T 0 35 C diplotkan dalam sebuah grafik, dengan demikian nilai E dapat diperoleh Hasil dari data dalam tabel sebagai berikut. tersebut kemudian di plot kedalam -E/R = B bentuk kurva sehingga akan didapatkan ln ko = A regresi liniernya. Jika telah diketahui besarnya Persamaan regresi linier: penurunan mutu (k) tersebut, maka Y = a + bx dihitung umur simpan digunakan Dimana: y = nilai analisis persamaan Labuza (1982) dalam Syarief a= nilai analisis pada saat R (1993) sebagai berikut. mulai disimpan Persamaan kinetika untuk ordo nol b= laju nilai analisis (k) (n=0): x= waktu simpan (hari) ts = (Qo-Qs)/k dengan demikian, untuk penyimpanan 0 Persamaan kinetika untuk ordo satu (n = pada suhu 5˚C, 25˚C, 30 C dan 35˚C 1): persamaan regresinya adalah: ts = [ln (Qo/Qs)]/k Suhu 5˚C : y= a + bx (k=b) t ½ = 0,639/k Suhu 25˚C : y= a + bx (k=b) 0 Keterangan : Suhu 30 C : y= a + bx (k=b) Qo = mutu awal Suhu 35˚C : y= a + bx (k=b) 17

Qs = mutu aktif (mutu produk yang organoleptik ini meliputi warna, aroma tidak layak konsumsi) ,rasa dan tekstur oleh 30 orang panelis. ts = waktu kadaluwarsa 3.2.6.2. Respon Kimia Perhitungan dilanjutkan menggunakan Analisis kimia yang dilakukan model Q10 yang dirumuskan sebagai pada penelitian utama terhadap sate berikut. maranggi berdasarkan pendekatan Q10=Laju penurunan mutu pada suhu (T+ 10) Arrhenius yaitu Free Fatty Acid (FFA) Laju penurunan mutu pada suhu dengan metode titrasi. = ts (T) 3.2.6.3. Respon Mikrobiologi ts (T+10) Analisis mikrobiologi yang Keterangan : dilakukan pada penelitian utama T = suhu penyimpanan dalam terhadap sate maranggi berdasarkan ts (T) = masa kadaluwarsa jika pendekatan Arrhenius yaitu penentuan disimpan pada suhu T jumlah total mikroba Total Plate Count ts (T+10) = masa kadaluwarsa jika (TPC). disimpan pada suhu T+10 (Syarief dan Halid, 1993) 3.3.Prosedur Penelitian 3.2.5. Rancangan Analisis Prosedur dalam penelitian ini Analisis pada Sate Maranggi ini terdiri dari prosedur penelitian adalah pendugaan umur simpan pendahuluan dan prosedur penelitian berdasarkan pendekatan Arrhenius, utama. sehingga dari perhitungan umur simpan 3.3.1. Prosedur Penelitian Pendahuluan tersebut didapat konstanta penurunan Prosedur penelitian pendahuluan mutu (k). diawali dengan mengemas sate 3.2.5.1. Uji Organoleptik maranggi pada 3 jenis kemasan plastik Uji organoleptik dilakukan untuk yang berbeda, yaitu: PE, Plastik Nilon, mengetahui tingkat kesukaan dari dan kemasan Alumunium Foil. Setelah panelis terhadap produk. Uji itu dilakukan penyimpanan selama 0, 1, organoleptik ini dilakukan dengan 2, 3, 4 dan 5 hari pada suhu 250C. metode penerimaan yaitu skala hedonik, Kemudian dilakukan analisis dimana kriteria penilaian berdasarkan organoleptik terhadap sate maranggi. tingkat kesukaan panelis terhadap Sate Data uji organoleptik dikumpulkan dan Maranggi “Haur Koneng”. dimasukkan ke dalam formulir pengisian 3.2.5.2. Analisis Kimia dan kemudian ditransformasikan agar dapat Mikrobiologi dilakukan analisis statistik. Analisis kimia dilakukan terhadap 3.3.2. Deskripsi Penelitian Utama Sate Maranggi adalah Free Fatty Acid Penelitian utama diawali dengan (FFA) dengan metode titrasi dan mengemas sate maranggi dengan Analisis mikrobiologi dilakukan kemasan yang telah terpilih pada penentuan jumlah total mikroba Total penelitian pendahuluan. Kemudian Plate Count (TPC) . dilakukan penyimpanan sate maranggi 3.2.6. Rancangan Respon pada suhu 50C (kontrol), 250C, 300C, Rancangan respon yang akan 350C selama penyimpanan 0, 1, 2, 3 dan dilakukan pada penelitian meliputi : 4 hari. Kemudian dilakukan analisis 3.2.6.1. Respon Organoleptik kimia dan mikrobiologi. Data dari hasil Uji organoleptik yang dilakukan analisa tersebut akan diolah berdasarkan pada penelitian pendahuluan terhadap pendekatan Arrhenius dan dilanjutkan produk sate maranggi berdasarkan dengan model Q10 untuk menduga pendekatan Arrhenius, dengan umur simpan sate maranggi “Haur parameter yang digunakan dalam uji Koneng”. 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sate Maranggi Bab ini menguraikan mengenai “Haur Koneng” (1) Penelitian Pendahuluan dan (2)

Penelitian Utama.

Pengemasan 4.1. Penelitian Pendahuluan PE, Aluminuim Foil, Plastik Nylon, Tujuan penelitian pendahuluan ini adalah dilakukan uji organoleptik untuk

Penyimpanan menganalisa respon organoleptik T = 250C terhadap sate maranggi “Haur Koneng” t (hari) = 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 untuk menentukan jenis pengemasan

yang terbaik selama penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 hari pada suhu 250C. Sate maranggi yang akan diuji organoleptik Pengamatan : menggunakan uji hedonik terhadap 30 orang panelis agak terlatih dengan

Uji Organoleptik : Warna, rasa, aroma atribut meliputi Warna, rasa, aroma dan dan tekstur tekstur. Berdasarkan hasil pengamatan uji

orgnoleptik pada penelitian pendahuluan Gambar 8. Diagram Alir Penelitian dapat dilihat pada tabel 8. Pada hari ke 0 Pendahuluan hingga ke 1 dari atribut warna, aroma, rasa dan tekstur tidak berbeda nyata, Sate Maranggi sedangkan pada hari ke 2 baik dari hal “Haur Koneng” atribut warna, aroma, rasa, tekstur berbeda nyata serta jika dilihat dari data asli yang diperoleh data asli untuk kode sampel 392 (nylon) lebih besar dari Pengemasan kedua sampel yaitu 234 (HDPE) dan

501 (Alumunium Foil). Sehingga jika dilihat dari hasil Penyimpanan pengamatan dibawah ini, didapatkan 0 0 0 T = 5 C (kontrol), 25 C, 30 C, sampel yang terpilih yakni kode sampel dan 350C 392 (nylon) karena dapat dilihat dari hari ke 2 dalam hal rasa dan aroma t (hari) = 0, 1, 2, 3, dan 4 berbeda nyata dengan kedua sampel lainnya, dan juga mempunyai nilai rata-

Pengamatan : rata dari data asli terbesar dibandingkan ke dua sampel tersebut. Analisis kimia ; Free Fatty Acid (FFA) Analisis mikrobiologi : Total Plate Count (TPC)

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian Utama

19

Tabel 8. Hasil Pengamatan Uji tersebut kemasan nylon mempunyai nilai densitas yang paling besar diantara Lama Atribut 234 392 501 kedua kemasan lainnya dan yang Peyim (HDPE) (Nylon) (Alum terendah adalah HDPE. Dimana panan unium Hari Foil) menurut Ahmad (2013), Nilai densitas ke- Data Data Data dipengaruhi oleh bobot plastik dan tebal Asli Asli Asli plastik. Pengetahuan densitas plastik 0 Warna 4,87 5 4,9 pada aplikasinya sangat penting karena a a a menunjukkan struktur plastik secara Aroma 5,17 4,97 5,3 a a a umum. Plastik dengan densitas yang Rasa 5,37 5,27 5,2 rendah memiliki struktur terbuka. Hal a a a tersebut mengindikasikan bahwa plastik Tekstur 5,1 5,03 4,9 mudah ditembus air, oksigen ataupun a a a CO2. 1 Warna 4,77 4,6 4,77 Tabel 9. Jangka Pemakaian Plastik a a a Aroma 4,53 4,87 4,2 Berdasarkan Densitas ab a b

Rasa 5,17 5,2 4,93 a a a

Tekstur 4,7 4,8 4,73 a a a

2 Warna 2,97 4,43 2,17 b b a Sumber : Budiawan, 2004. Aroma 1,9 4,13 1,63 Selain itu, selaras dengan hasil a b a penelitian Sucita (2014), nylon merupakan jenis plastik yang cocok Rasa 1,57 4,6 1,37 digunakan untuk jenis pangan yang a b a berair/basah, jenis pangan yang Tekstur 2,83 4,37 2,57 berlemak. Sesuai dengan komposisi b b a yang terkandung pada daging sapi yaitu air sekitar 70% dan lemak 9% sehingga Organoleptik Sate Maranggi kemasan nylon tersebut cocok digunakan untuk mengemas produk Keterangan: a : Tidak Berbeda Nyata pangan tersebut. Maka dapat dilihat Kemasan terpilih dari penelitian pada diuraikan dalam tabel sebagai pendahuluan adalah kemasan Nylon. berikut ini : Berdasarkan pada Tabel 9, menurut Tabel 10. Jenis Pangan dan Jenis Plastik Budiawan (2014), untuk kemasan nylon yang Cocok dengan jangka pemakaian kurang dari 3 14 bulan dengan nilai densitas 1,4 g/m sedangkan untuk kemasan HDPE kurang dari 4 bulan dengan nilai densitas 0,941 3 g/m sedangkan untuk kemasan alumunium foil menurut Astari dkk Sumber : Sucita, 2014 (2015) menyatakan bahwa kemasan Lamanya penyimpanan makanan di alumunium foil memiliki densitas 3 dalam kemasan dapat mempengaruhi (kerapatan) 1.058 g/m . Jika rasa, bau, bahkan warna yang terdapat dibandingkan dari ketiga kemasan 20

pada makanan akibat bahan kemasan maka formasi asam amino bebas akan yang bermigrasi ke makanan. Produk diubah oleh enzim hidrolase (proteolitik) pangan mudah bereaksi terhadap yang menyebabkan perubahan flavor perubahan suhu dan kelembaban. atau perubahan nilai cita rasa. Selain itu Perubahan ini akan mengakibatkan menurut Pelezar (2005), kebanyakan kerusakan fisik, kimia, maupun bahan pangan merupakan media yang mikrobiologis pada produk. Kerapatan baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. monomer yang menyusun pada plastik, Pada keadaan fisik yang menguntungkan dapat mempengaruhi kualitas dari terutama pada kisaran 70C-600C, makanan yang akan dikemas organisme akan tumbuh dan (Budiawan, 2014). meyebabkan terjadinya perubahan Pengujian organoleptik adalah dalam hal penampilan, rasa, bau serta pengujian yang didasarkan pada proses sifat-sifat lain pada bahan makanan. pengindraan. Menurut Abustam dan Ali Aroma suatu makanan mempunyai (2004) menyatakan bahwa daging peranan penting dalam penilaian, karena mempunyai sifat organoleptik yang bila makanan tersebut tidak memiliki dapat berkaitan dengan lima sifat dasar aroma yang khas, makanan tersebut yaitu rasa, bau/aroma, tidak bisa dikatakan baik. Aroma khas penampilan/warna, tekstur. timbul bila dirasakan oleh indera Rasa merupakan faktor yang pencium (Soekarto, 1985). penting dari produk makanan disamping Berdasarkan pada hasil data asli tekstur, penampakan dan konsistensi penilaian uji organoleptik dalam hal bahan yang akan mempengaruhi cita aroma, sate maranggi yang dikemas rasa yang ditimbulkan oleh bahan dengan menggunakan kemasan nylon makanan tersebut. Rasa dari suatu bahan lebih disukai. Menurut Herudiyanto dapat berasal dari sifat bahan pangan itu (2009), kemasan nylon mempunyai sifat sendiri atau karena adanya zat lain yang dan karakteristik salah satunya yaitu ditambahkan pada proses sebagai penahan yang baik terhadap pengolahannya (Kartika dkk, 1988). aroma pada produk. Semakin lama Berdasarkan pada hasil data asli waktu penyimpanan, maka penerimaan penilaian uji organoleptik dalam hal panelis terhadap aroma sate maranggi rasa, sate maranggi yang dikemas pun semakin menurun, ini dibuktikan dengan menggunakan kemasan nylon dengan penilaian panelis berdasarkan uji lebih disukai dan dimana semakin lama hedonik. waktu penyimpanan, penerimaan panelis Perubahan yang terjadi tersebut terhadap warna pun semakin menurun menurut Zakaria (1996) menjelaskan ini dibuktikan dengan penilaian panelis bahwa penyimpangan bau atau aroma berdasarkan uji hedonik. Menurut yang terjadi pada produk disebabkan penelitian yang dilakukan oleh (Febrina, oleh adanya enzim dan mikroorganisme. 2010), Lama penyimpanan Bau busuk terjadi akibat aktivitas mempengaruhi cita rasa pada produk bakteri proteolitik yang memecah olahan dendeng giling daging sapi. Hal protein menjadi senyawa-senyawa ini mendukung pernyataan yang sederhana seperti polipeptida, asam dikemukakan oleh Soeparno (1992) amino, H2S, indol, dan skatol. bahwa flavor dan aroma daging adalah Sedangkan bau tengik disebabkan oleh sensasi yang kompleks dan saling enzim lipolitik dan oksigen. terkait. Menurut Frazier dan Dennis Menurut Untu (2009), (1998), penyimpangan aroma menyatakan perubahan yang terjadi disebabkan dekomposisi protein, selama penyimpanan produk daging peptide, dan asam amino yang 21

menyebabkan bau busuk dan disebut penelitian menunjukan bahwa sate putrefaksi. Reaksi tersebut maranggi yang dikemas menggunakan menghasilkan senyawa-senyawa yang pengemas nylon lebih disukai mengandung sulfur (hirogen sulfida, dibandingkan dengan HDPE dan metil sulfide, merkaptan) ammonia, alumunium foil. Selain itu terdapat amina (histamine, tiramin, piperidin, penurunan nilai tekstur dari dari ke 0 putresin, dan kadaverin), indol, skatol hingga ke 2 dalam hal tekstur sate dan asam lemak tidak jenuh. maranggi selama penyimpanan dapat Warna juga merupakan salah disebabkan oleh aktivitas air bahan satu parameter yang digunakan pangan dan perbedaan kelembaban konsumen dalam memilih produk dan antara bahan pangan dengan lingkungan menentukan suka atau tidaknya penyimpanan. konsumen terhadap suatu produk Menurut Syarief dkk., (1989), (Winarno,1991). bila terdapat perbedaan kelembaban Berdasarkan pada hasil data asli relative antara bahan pangan dengan penilaian uji organoleptik dalam hal lingkungan tempat penyimpanan akan warna, sate maranggi yang dikemas mengakibatkan perubahan aktivitas air. dengan menggunakan kemasan nylon Selain itu penurunan tekstur juga lebih disukai dan dimana semakin lama disebabkan oleh aktivitas waktu penyimpanan, penerimaan panelis mikroorganisme yang mendegradasi terhadap warna pun semakin menurun protein menjadi senyawa-senyawa yang ini dibuktikan dengan penilaian panelis lebih sederhana dan menyebakan berdasarkan uji hedonik. Perubahan kemampuan protein untuk mengikat air yang terjadi menurut Yahya (2007), menurun. Penurunan daya ikat air dari adanya kontak oksigen dengan bahan protein tersebut menyebabkan tekstur pangan akan mengakibatkan terjadinya menjadi lunak dan menjadi lengket. oksidasi lemak dan minyak, 4.2. Penelitian Utama pertumbuhan mikroba aerob yang Jenis kemasan yang terpilih menyebabkan timbulnya asam dan pada penelitian pendahuluan adalah perubahan warna pada produk. Selain 392 (Nylon). Metode Arrhenius itu, stabilitas pigmen dalam bahan digunakan pada penelitian utama pangan sangat dipengaruhi oleh berbagai dengan respon kadar FFA (Free Fatty faktor lingkungan. Acid) dan total mikroba. Sate maranggi Faktor-faktor tersebut meliputi akan disimpan pada suhu 50C, 250C, antara lain : ada tidaknya oksigen, 300C dan 350C dengan respon tersebut cahaya, subtansi oksidasi dan reduksi, akan dianalisis setiap hari selama 4 unsur logam berat, Aw, pH dan suhu. hari. Sehingga sesuai dengan densitas pada 4.2.1. Kadar FFA (Free Fatty Acid) kemasan nylon yakni memiliki nilai Tabel 11. Hasil Analisis Kadar FFA(%) densitas yang lebih tinggi dari kedua Suhu Hari ke- kemasan lainnya dimana dapat (oC) mengindikasikan bahwa plastik tersebut tidak mudah ditembus air, oksigen 0 1 2 3 4 5 2,23 2,24 2,37 2,55 2,71 ataupun CO2 sehingga dapat mempertahankan stabilitas warna sate 25 2,23 2,36 2,68 2,99 3,18 maranggi itu sendiri (Yahya, 2007). Tekstur merupakan segi penting 30 2,23 2,47 2,81 3,28 3,35 dari mutu makanan. Ciri yang sering menjadi acuan adalah kekerasan dan 35 2,23 2,54 3,24 3,41 3,53 kandungan air (deMan,1997). Hasil 22

Tabel 12. Hasil Analisis Umur Simpan Konstanta laju penurunan mutu Sate Maranggi Berdasarkan Kadar FFA berdasarkan kadar FFA diperoleh bahwa semakin tinggi suhu semakin tinggi konstanta laju penurunan mutu dan Suhu Persamaan Persamaan R2 R2 (oC) Regresi Regresi kadar FFA semakin meningkat. Kadar Ordo Ordo FFA meningkat diduga terjadi proses Ordo 0 Ordo 1 0 1 hidrolisis. Kadar FFA tertinggi dimiliki 5 2,166+0,127x 0,777+0,052x 0,968 0,961 oleh produk yang disimpan pada suhu 25 2,182+0,253x 0,683+0,122x 0,992 0,831 350C yaitu 2,236 %. 30 2,218+0,305x 0,808+0,110x 0,983 0,983 Didukung oleh penelitian Chukwu 35 2,236+0,407x 0,837+0,121x 0,985 0,951 (2008) menyebutkan kadar FFA semakin meningkat seiring dengan Berdasarkan hasil penelitian bertambahnya lama penyimpanan. diperoleh kadar FFA mengalami Perhitungan dengan persamaan Labuza kenaikan dengan bertambahnya lama (1982) diperoleh umur simpan pada penyimpanan. Hal ini ditandai dengan suhu 50C, 250C, 300C dan 350C berturut- nilai b yang bernilai positif. Berdasarkan turut 5,333 hari, 1,778 hari, 0,375 hari kadar FFA, nilai b (slope) tertinggi dan 0,158 hari. 0 dimiliki oleh 35 C yaitu 0,407. Nilai Q10 sebesar 11,253. Energi Sedangkan nilai a (intersep) menunjukan aktivasi yang dibutuhkan pada respon 0 nilai tertinggi dimiliki oleh suhu 35 C FFA ini adalah sebesar 6313,353 yaitu 2,236. Dapat dilihat pada Tabel 12 kal/mol yang artinya dibutuhkan energi 2 2 nilai R terbesar adalah R ordo 0 sebesar tersebut untuk memulai sehingga yang dipakai adalah ordo 0. terjadinya perubahan kadar FFA. Kadar FFA pada suatu produk 5 berlemak tinggi mencerminkan kualitas 4 y = 0,407x + 2.236 y = 0,305x+ 2.218 R² = 0.983 dari produk tersebut. Kadar FFA yang 3 R² = 0.985y = 0,253x + 2.182 R² = 0.992 5 tinggi menunjukan asam lemak yang 2 y = 0.127x + 2.166 bebas akibat hidrolisis, oksidasi, panas

KadarFFA 25 1 R² = 0.968 atau akibat dari proses pengolahan yang 0 30 kurang baik. Hidrolisis yang terjadi 0 1 2 3 4 disebabkan oleh kandungan air dalam 35 Lama Penyimpanan (hari) bahan pangan penyusun. Keberadaan panas menyebabkan asam lemak tidak jenuh terurai sehingga rantai ikatan Gambar 10. Grafik Kadar FFA pada rangkap terputus. Hal tersebut akan Masing-masing Suhu Selama menambah jumlah asam lemak bebas Penyimpanan dan rantai yang terputus tersebut akan berikatan dengan oksigen sehingga 2 menambah jumlah peroksida. Semakin y = -3178.929x + 9.348 R² = 0.992 tinggi kadar FFA semakin rendah 0 kualitas produk (Keraten,1989). ln k ln -2 Jumlah asam-asam lemak bebas yang semakin meningkat merupakan -4 tanda dari adanya proses ketengikan 1/T (K-1) dalam bahan pangan. Asam-asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis karena terdapatnya sejumlah air dan Gambar 11. Grafik Hubungan ln k lemak atau minyak. Hasil hidrolisa dengan 1/T Berdasarkan Kadar FFA lemak dalam bahan pangan tidak hanya 23

mengakibatkan bau yang tidak enak, dengan timbulnya bau dan rasa tengik. tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi Ketengikan diartikan sebagai kerusakan darena kerusakan vitamin larut lemak atau perubahan bau dan cita rasa dalam dan asam lemak essensial dalam lemak bahan pangan berlemak atau minyak. (Ketaren,1989). Terjadinya proses ketengikan tidak Selain itu, menurut Frazier dan hanya terbatas pada bahan pangan Dennis (1998) dalam Nur (2009), berlemak tinggi, tetapi juga terjadi pada penyimpangan aroma atau adanya bau bahan pangan berlemak rendah yang tidak enak tersebut disebabkan (Ketaren, 1989). dekomposisi protein, peptide, dan asam Ketengikan pada bahan pangan amino yang menyebabkan bau busuk berlemak dapat disebabkan oleh dan disebut putrefaksi. Reaksi tersebut beberapa faktor yaitu absorpsi lemak, menghasilkan senyawa-senyawa yang aksi enzim dalam jaringan bahan pangan mengandung sulfur (hidrogen, metal yang mengandung lemak, aksi mikroba sulfide, merkaptan) ammonia, amina dan oksidasi oleh oksigen atau (histamine, tiramin, piperidin, putresin, kombinasi dari dua atau lebih penyebab dan kadaverin), indol, skatol dan asam ketengikan (Ketaren, 1989). lemak tidak jenuh. Menurut de Man (1997), proses Menurut Ketaren (1989) autooksidasi atau kerusakan pada bau terbentuknya FFA mengakibatkan rasa lemak dan makanan berminyak timbulnya aroma yang tidak diinginkan sering dinyatakan dengan istilah karena hidrolisis trigliserida menjadi ketengikan, dimana ikatan tidak jenuh asam lemak bebas dan gliserol. Asam yang terdapat dalam semua lemak dan lemak bebas akan terbentuk selama minyak merupakan pusat aktif antara proses oksidasi yang dihasilkan dari lain dapat berekasi dengan oksigen. pemecahan dan oksidasi ikatan rangkap Ketengikan adalah kerusakan yang dari lemak yang terkandung. dapat disebabkan oleh reaksi hidrolisis Faktor-faktor yang mempercepat dan oksidasi.Ketengikan yang paling terbentuknya FFA diantaranya panas, sering terjadi adalah ketengikan air, keasaman, katalisator, seperti enzim, oksidatif yang dihasilkan oleh oksigen, bakteri patogen, cahaya dan autooksidasi radikal asam lemak tidak jenis kemasan. Semakin lama reaksi jenuh dalam minyak. Faktor – faktor berlangsung semakin tinggi FFA yang yang mempengaruhi proses oksidasi terbentuk (Poedjiadi dkk, 2005). Salah antara lain suhu tinggi, sinar ultraviolet, satu yang mempercepat terbentuknya radiasi ionisasi, enzim peroksidase, FFA adalah cahaya. Cahaya adalah katali besi organik dan logam seperti Cu akselerator terhadap timbulnya dan Fe (Ketaren, 1989). ketengikan. Kombinasi dari oksigen dan Bentuk kerusakan dari bahan cahaya dapat mempercepat proses pangan yang mengandung lemak, oksidasi. Selain pengaruh cahaya dan terutama ketengikan yang paling penting oksigen, penurunan aroma selama disebabkan oleh aksi oksigen terhadap penyimpanan produk dapat terjadi lemak.Oksidasi oleh oksigen udara dikarenakan adanya penguapan senyawa terjadi secara spontan jika bahan yang volatile pada produk tersebut sehingga mengandung asam lemak dibiarkan aromanya menjadi berkurang (Ketaren, kontak dengan udara. Hasil oksidasi 1989). lemak dalam bahan pangan tidak hanya Bahan pangan yang mengandung mengakibatkan rasa dan bau tidak enak, lemak atau minyak biasanya akan tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, mengalami proses ketengikan selama karena kerusakan vitamin (karoten dan proses penyimpanan yang ditandai 24

tokoferol) dan asal lemak essensial

200000 y = 0,341x + 10,086 dalam lemak (Ketaren, 1989). R² = 0.962 150000 Buckle et al. (1987) mengatakan y = 0.379x + 10.222 bahwa hidrolisis lemak akan 100000 R² = 0.978 5 menghasilkan asam-asam lemak bebas 50000 y = 0.315x + 10.036 25

yang dapat mempengaruhi citarasa dan TotalMikroba R² = 0.855 bau bahan pangan. Hidrolisis dapat y = 0.379x +0 10.252 30 disebabkan oleh adanya air dalam R² = 0.973 0 1 2 3 4 35 lemak. Dengan adanya air, lemak akan Lama Penyimpanan (hari) terhidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol (hidrolic rancidity) dimana reaksi ini dipercepat dengan enzim Gambar 12. Grafik Total Mikroba pada lipase pada semua jaringan yang Suhu Selama Penyimpanan mengandung lemak (Winarno dan Jenie, 1982). 15

4.2.2. Total Mikroba 10

Tabel 13. Hasil Analisis Total Mikroba k ln 5 y = -545.064x - 0.797 Suhu Hari ke- 0 R² = 0.936 (oC) 0 1 2 3 4 5 2,79 x 2,99 x 3,42 x 4,98 x 1,04 x 104 104 104 104 105 25 2,79 x 3,08 x 4,49 x 5,63 x 1,13 x -1 104 104 104 104 105 1/T (K ) 30 2,79 x 4,40 x 5,51 x 7,20 x 1,44 x 104 104 104 104 105 35 2,79 x 4,72 x 5,75 x 7,23 x 1,49 x 104 104 104 104 105 Gambar 13. Grafik Hubungan ln k Tabel 13. Hasil Analisis Umur Simpan dengan 1/T Berdasarkan Total Mikroba Sate Maranggi Berdasarkan Total Nilai r menunjukan korelasi antara Mikroba variable x yaitu lama penyimpanan dan Suh Persamaan Persamaan R2 R2 variabel y yaitu total mikroba. Konstanta u Regresi Regresi Ordo Ordo o laju penurunan mutu berdasarkan total ( C) Ordo 0 Ordo 1 0 1 5 14740+17210x 10,036+0,315x 0,85 0,92 mikroba diperoleh bahwa semakin tinggi 5 0 suhu maka semakin tinggi konstanta laju 25 15440+19570x 10,086+0,341x 0,89 0,96 penurunan mutu dan total mikroba 4 2 30 16560+26020x 10,222+0,379x 0,91 0,97 semakin meningkat sehingga lebih cepat 2 8 mengalami kerusakan. Perhitungan 35 17320+26730x 10,252+0,379x 0,90 0,97 dengan persamaan linier diperoleh umur 7 3 simpan pada suhu 50C, 250C, 300C dan Berdasarkan hasil penelitian 350C berturut-turut 3 hari, 2,463 hari, diperoleh total mikroba mengalami 2,353 hari dan 2,278 hari. kenaikan dengan bertambahnya lama Nilai Q10 sebesar 1,081. Energi penyimpanan. Hal ini ditandai dengan aktivasi yang dibutuhkan pada total nilai b yang bernilai positif. Nilai b mikroba ini adalah sebesar 1082,497 (slope) tertinggi dimiliki oleh suhu 350C kal/mol yang artinya dibutuhkan energi yaitu 0,379. Sedangkan nilai a sebesar tersebut untuk memulai menunjukan nilai tertinggi dimiliki oleh terjadinya perubahan total mikroba. suhu 350C yaitu 10,252. Dapat dilihat Faktor mikrobiologi memiliki pada Tabel 13 nilai R2 terbesar adalah R2 peranan sangat penting dalam penilaian ordo 1 sehingga yang dipakai adalah mutu produk pangan karena pada ordo 1. beberapa jenis produk pangan cepat

25

mengalami penurunan mutu. Didukung dan kecepatan pertumbuhan oleh pelezar (2005) yang menyatakan mikroorganisme meningkat lambat bahwa kebanyakan bahan pangan dengan naiknya suhu sampai mencapai merupakan media yang baik bagi kecepatan pertumbuhan maksimum dan pertumbuhan mikroba. Begitu pula diatas suhu maksimum kecepatan dengan suhu dan cara penyimpanan pertumbuhan menurun dengan naiknya yang berbeda. Suhu merupakan faktor suhu. Bakteri Leuconostoc merupakan ekstern bagi pertumbuhan mikroba bakteri yang dapat tumbuh pada suhu karena setiap mikroba memiliki suhu 150C - 450C dengan suhu optimum minimum, suhu opitimum dan suhu pertumbuhan 200C - 300C. sehingga maksimum yang berbeda. Menurut pada sate maranggi yang disimpan pada Hariyadi (2014), suhu ekstrim atau tidak suhu tersebut dimungkinkan dapat rusak normal akan mempercepat terjadinya oleh bakteri tersebut. penurunan mutu produk dan sering Menurut Fardiaz (1992) selain diidentifikasi sebagai suhu pengujian rusak oleh bakteri, juga dapat dirusak umur simpan produk. Pertumbuhan oleh kapang dan khamir. Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh suhu. kapang ditandai dengan pembentukan Berdasarkan pada daerah aktivitas miselium dapat berlangsung cepat. Hal temperatur, mikroorganisme dapat ini yang menyebabakan mikroorganisme dibagi menjadi tiga golongan utama jenis kapang lebih terlihat atau dominan yaitu : dari khamir dan bakteri. Kapang Tabel 14. Daerah Aktivitas Temperatur umumnya bersifat aerobic, yaitu Suhu Pertumbuhan Mikroorganisme mikroorganisme yang membutuhkan Golongan Minimum Optimum Maksimum oksigen, ketersediaan oksigen didapat dari permeabilitas bahan kemasan Psichrophil 00C 100C - 150C 300C 0 0 0 0 0 0 terhadap oksigendan ruang kosong Mesophil 15 - 25 C 25 C - 37 C 40 C-55 C 0 0 0 0 0 0 Termofil 24 C-45 C 50 C - 60 C 60 C-90 C dalam kemasan tersebutyang (Fardiaz,1992). mengandung gelembung udara. Masing-masing mikroorganisme Menurut Labuza (1982), faktor- mempunyai suhu optimum dan faktor yang mempengaruhhi umur maksimum untuk pertumbuhannya, hal simpan meliputi : (a) jenis dan ini disebabkan dibawah suhu optimum karakteristik produk pangan. Produk dan diatas suhu maksimum aktivitas yang mengalami pengolahan akan lebih mikroorganisme akan berhenti bahkan tahan lama dibandingkan produk segar. pada suhu terlalu tinggi mikroorganisme Produk yang mengandung lemak akan mati. Suhu penyimpanan makanan berpotensi mengalami rancidity, sangat besar pengaruhnya terhadap jenis sedangkan produk yang mengandung mikroorganisme yang dapat tumbuh protein dang gula berpotensi mengalami beserta kecepatan pertumbuhannya rekasi maillard (warna coklat); (b) jenis (Fardiaz,1992). dan karakteristik bahan kemasan, Suhu yang digunakan pada intensitas sinar (UV) menyebabkan pengujian sate maranggi ini adalah terjadinya ketengikan dan degradasi 250C, 300C dan 350C dimana menurut warna. Fardiaz (1992) Bakteri Leuconostoc, Peningkatan jumlah mikroba pada kapang dan khamir pada umumnya setiap suhu penyimpanan, disebabkan termasuk dalam golongan mesophil, karena beberapa faktor antara lain ; (1) yaitu tumbuh dengan baik pada ketersediaan nutrisi yang cukup, (2) makanan yang disimpan pada suhu aktivitas air (Aw) untuk media kamar, pertumbuhan mikroorganisme pertumbuhan mikroba, (3) ukuran terjadi pada suhu dengan kisaran 300C 26

kemasan atau pH dan (4) Suhu 300C selama 0,375 hari dan pada (Yudhabuntara,2003). suhu 350C selama 0,158 hari. Faktor lain yang berpengaruh Sedangkan hasil penelitian utama terhadap penurunan mutu produk pendugaan umur simpan sate pangan adalah kandungan mikroba, maranggi „Haur Koneng„ selain mempengaruhi mutu produk menggunakan metode Arrhenius pangan, juga menentukan keamanan dengan respon Total Mikroba pada prouk tersebut dikonsumsi. suhu 50C memiliki umur simpan Pertumbuhan mikroba pada produk selama 3 hari, selanjutnya pada pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor suhu 250C selama 2,463 hari, pada diantaranya keasaman (pH), aktiitas air suhu 300C selama 2,353 hari dan 0 (aw), kandungan nutrisi dan suhu pada suhu 35 C selama 2,278 hari. penyimpanan (Arpah,2001). 4. Semakin tinggi suhu penyimpanan Selain itu, sifat bahan pengemas maka semakin tinggi pula laju yang transparan akan menyebabkan penurunan mutu, begitu pula olahan pangan kontak langsung dengan sebaliknya, semakin rendah suhu cahaya sehingga dapat mendukung penyimpanan maka semakin rendah pertumbuhan mikroba (Pelezar, 2005). pula laju penurunan mutu sehingga umur simpan produk akan lebih V KESIMPULAN DAN SARAN lama, sehingga suhu penyimpanan berpengaruh terhadap laju Bab ini menguraikan mengenai : penurunan mutu dan lama umur (1) kesimpulan dan (2) saran. simpan produknya pun berbeda- 5.1. Kesimpulan beda. Berdasarkan hasil penelitian 5. Berdasarkan hasil penelitian utama pendugaan umur simpan sate maranggi „ dapat disimpulkan bahwa semakin Haur Koneng „ menggunakan metode tinggi suhu maka semakin pendek Arrhenius dapat disimpulkan sebagai umur simpan. berikut : 5.2. Saran 1. Hasil analisis pendahuluan dengan 1. Perlu dilakukan penelitian berdasarkan uji organoleptik berdasarkan parameter lain menggunakan uji hedonik terhadap umur simpan sate didapatkan kemasan terpilih yakni maranggi menggunakan kemasan nylon. 2. Perlu adanya penelitian lebih 2. Lamanya penyimpanan makanan di lanjut mengenai penggunaan jenis dalam kemasan dapat kemasan dan perlakuan yang mempengaruhi rasa, bau, bahkan lainnya. warna yang terdapat pada makanan. 3. Hasil analisis respon kadar FFA 3. Perlu ditambahkan analisis kadar berbeda dengan hasil analisis air dan Total Volatil Base (TVB) respon Total Mikroba. Pada hasil pada penelitian ini. penelitian utama pendugaan umur DAFTAR PUSTAKA simpan sate maranggi „Haur Koneng„ menggunakan metode Abustam, E. dan H. M. Ali. 2004. Bahan Arrhenius dengan respon kadar Ajar Ilmu dan Teknologi FFA memiliki umur simpan yang Pengolahan Daging. Fakultas lama adalah pada suhu 50C selama Peternakan Universitas 5,333 hari, selanjutnya pada suhu Hasanuddin, Makassar. 250C selama 1,778 hari, pada suhu 27

Ahmad Muhaimin. (2013). Densitas. http://ditjennak.pertanian.go.id. http://menonthenet.blogspot.co.i Diakses 20 Mei 2015. d/2013/01/ bahan-kemasan- plastik.html. Diakses 02 Direktorat Pangan dan Pertanian, Desember 2015. (2013). Studi Identifikasi Ketahanan Pangan dan Ariestiani. (2014). Permeabilitas Uap Preferensi Konsumen Air dari Film/ Plastik. Terhadap Konsumsi Bahan http://Ariestiani.pengemasanpan Pangan Pokok Daging Sapi. gan.blogspot.com. Diakses 30 Kementrian PPN/ Bappenas. Juli 2015. . Diakses tanggal 20 Mei 2015. Arpah. (2001). Penentuan Kadarluwarsa Produk Pangan. Dony. (2015). Sate Maranggi. Program Studi Ilmu Pangan, http://donyhospitalityexpert.blo Institut Pertanian Bogor. gspot.com.Diakses tanggal 20 Mei 2015. Astari, Moulitya Dila., Dewita, Suparni. (2015). Pendugaan Umur Dwiari, S. R., (2008). Teknologi Simpan Biskuit Spirulina Pangan. Direktorat Pembinaan dengan Jenis Kemasan yang Sekolah Menengah Kejuruan Berbeda. Fakultas Perikanan Departemen Pendidikan dan Ilmu Kelautan. Universitas Nasional. Jakarta. Riau. Riau. Fardiaz, Srikandi. (1992). Mikrobiologi Buckle, K.A, Edward, R.A. Fleet, G.A. Pangan 1. Penerbit : PT. dan Wooton, M. (1987). Ilmu Gramedia Pusaka Utama. Pangan. Penerbit Universitas Jakarta. Indonesia Press. Jakarta. Febrina Rina. (2010). Pengaruh Budiawan, R.N. (2004). Ekses Bahan Tingkat Penambahan Nanas Kemasan Terhadap (Ananas comosus) dan Lama Kesehatan Lingkungan. Penyimpanan Terhadap Didalam : Prosiding Lokakarya Tingkat Oksidasi Lemak dan Wadah Pangan. Direktorat Perubahan Kualitas Dendeng Standarisasi Produk Pangan Giling Daging Sapi. Teknologi BPPOM. Jakarta. Hasil Ternak Universitas Hasanuddin Makassar. Chuqwu,O. dan Y.Sadiq. (2008). Makassar. Storage Stability of Groundnut Oil and Soya Oil Based . Journal of Floros, J.D., and V. Gnanasekharan. Food Technology 6 (5). Federal (1993). Shelf Life Prediction of University of Packaged Foods: Chemical, Technology.Nigeria. Biological, Physical, and Nutritional Aspects. G. Deman John M. (1997). Kimia Chlaralambous (Ed.). Elsevier Makanan. Penerbit Institut Pulb. London. Teknologi Bandung. Bandung. Forrest S. (1989). Mikrobiologi Ditjennak. (2011). Statistik Pangan. Penerbit UI, Jakarta. peternakan. 28

Frazier, W.C., dan Dennis, C.W. 1998. Lawrie R A. (1986). Meat Science. Food Microbiology. Fourt Edisi Kelima. Terjemahan Edition. Me Graw-Hill, Ine. Aminudin P. Gajah Mada New York. University Press, Yogyakarta.

Gultom, E.S.(2012).Pendugaan Masa Levie A. (1970). The Meat Hand Kadaluarsa Dendeng Lumat Book. Westport Evaluation of Ikan Patin (Pangasius Food Academic Press, New pangasius). Riau York, London.

Hadiwiyoto s. (1983). Hasil-Hasil Nur . M. (2009). Pengaruh Cara Olahan Susu, Ikan, Daging, Pengemasan, Jenis Bahan dan Telur. Liberty, Yogyakarta. Pengemas Dan Penyimpanan Terhadap Sifat Kimia, Hamidi, Muamal. (2009). Pengaruh Mikrobiologi Dan Kemasan Plastik PE Organoleptik Sate Bandeng (Polyethylen) Terhadap (Chanos chanos). Universitas Kualitas Daging. Makalah. Lampung. Bandar Lampung. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Munarnis E. (1982). Pengolahan Daging. CV. Yasaguna, Jakarta. Hanlon, F. J. (1984). Handbook of Package Engineering Second Pelezar, Michael J. (2005). Dasar- Edition. The Kingsport Press. Dasar Mikrobiologi. Penerbit : University Grapich, Inc. UI Press. Jakarta

Hariyadi. (2014). Mengelola Umur Poedjiadi,A.,T. Suprianti,P. Simpan Produk Minuman. Soemodimedjo. (2005).Dasar- http://alpinindonesia. org. dasar Biokimia. Edisi Revisi. Diakses 28 maret 2014. UI – Press. Jakarta.

Herudiyanto, Marleen S., (2009), Priyanto, G. (1988). Teknik Pengemasan Bahan Pangan, Pengawetan Pangan. PAU Penerbit: Widya Padjadjaran, Pangan dan Gizi. Universitas Bandung. Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kartika, Pudji Hastuti, Wahyu S,. Rahmawati, Fitri. (2013). Pengemasan (1988), Pedoman Uji Inderawi dan Pelabelan. Fakultas Bahan Pangan, PAU Pangan Teknik. Universitas Negeri dan Gizi, Universitas Gajah Yogyakarta. Yogyakarta. Mada, Yogyakarta. Septianingrum .E. (2008). Perkiraan Ketaren, S. (1989), Pengantar umur simpan tepung gaplek Teknologi Minyak dan Lemak yang dikemas dalam berbagai Pangan. Cetakan Pertama.UI kemasan plastik berdasarkan Perss. Jakarta. kurva isoterm sorpsi lembab.Universitas Sebelas Labuza, T.P. (1982). Shelf-Life Dating Maret. Surakarta. of Food. Food and Nutrition. Press Inc.Westport.Connecticut. Setiasih, I, Heri R.M. (2006). Buku Ajar Penuntun Praktikum Prinsip Keteknikan 29

Pengolahan Pangan. Suyitno dan Kamarijani., (1995). Dasar- Universitas Padjajaran. Dasar Pengemasan. Bandung. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rineka Cipta. SNI. (2008). Daging. Standar Nasional Jakarta. Indonesia . Jakarta Syarief dan Halid. (1993). Teknologi SNI. (1995). Sosis Daging. Standar Penyimpanan Pangan. Institut Nasional Indonesia . Jakarta. Pertanian Bogor, Bogor.

Soekarto, S.T. (1985). Penilaian Syarief, R.S., Santausa dan St.B. Isyana. Organoleptik Untuk Industri (1989). Teknologi Pengemasan Pangan dan Hasil Pertanian. Pangan. Pusat Antar Penerbit : Bharata Karya Universitas Pangan dan Gizi. Aksara. Jakarta. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soeparno. (1992). Ilmu dan Teknologi Thomas, Dedi Muchtadi , Yaroh (2004). Daging.Universitas Gajah Peningkatan Daya Tahan Mada. Yogyakarta. Simpan Sate Bandeng (Chanos-chanos) Dengan Cara Sucita Dianing. (2014). Sistem Pakar Penyimpanan Dingin dan Untuk Menentukan Jenis Pembekuan.Universitas Plastik Berdasarkan Sifat Pasundan Bandung. Bandung Plastik Terhadap Makanan yang Akan Dikemas Untu, Ivonne M. (2009). Nilai Menggunakan Metode Organoleptik Daging Ayam Certainty Factor. Studi Kasus Asap Selama Penyimpanan CV. Minapack Pekan Baru. pada Suhu Rendah. Warta Fakultas Sains dan Teknologi WIPTEK. No 34.2009.Oktober. Universitas Islam Negeri Sultan ISSN : 0854-0667. Syarif Kasim Riau. Riau. Utama, made I, Nocianitri komang, A Sulchan, Mohammad, Endang Nur W. dan Tunggaldewi fitri,W.(2006). (2007). Keamanan Pangan Study on the effect of the Kemasan Plastik dan thickness of low density Styrofoam. Fakultas polyethylene (ldpe) plastic. Kedokteran. Universitas Dipenogoro. Semarang. Wahyu. (2015). Penanganan Daging Sapi Pasca Panen Sumbaga, D.S. (2006). Pengaruh http://wahyuelysapurnamasarii. Waktu Curing (Perendaman blogspot.com/. Diakses tanggal Dalam Larutan Bumbu) 20 Mei 2015. Terhadap Mutu Dendeng Fillet Ikan Lele Dumbo Wikipedia. (2015). Sate. (Clarias garipinus) Selama http://id.m.wikipedia.org/wiki/Sa Penyimpanan. Institut te. Diakses tanggal 20 Mei 2015. Pertanian Bogor. Bogor. Winarno. (1991). Kimia Pangan dan Suyitno, (1990). Bahan – bahan Gizi. Penerbit : PT . Gramedia Pengemas. PAU Pangan dan Pustaka Utama. Jakarta. Gizi UGM, Yogyakarta. 30

Winarno, dan B.S.L. Jenie. (1982). Kerusakan Bahan Pangan dan CaraPencegahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Yahya, Fuad Sirojuddin. (2007). Pendugaan Umur Simpan yang Dilapisis Edible Film dari Pada Suhu yang Berbeda dengan Metode Arrhenius. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Pasundan Bandung. Bandung.

Yudhabundatara Doddy. (2003). Pengendalian Mikroorganisme Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Staf Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta. Yogyakarta.

Zakaria, I.J. (1996). Mempelajari mutu ikan bilih (Mystacoleucus pathogenesis bekr) asap tradisional serta pengaruh bumbu dan lama pengasapan terhadap perbaikan mutu. Skripsi. IPB. Bogor