UPAYA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN GENETIC RESOURCES, TRADITIONAL KNOWLEDGE, AND FOLKLORE DI WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATION PERIODE 2009 - 2017
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
oleh: Abdul Fatah Fikril Kamil NIM: 1113113000094
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
UPAYA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN GENETIC RESOURCES, TRADITIONAL KNOWLEDGE, AND FOLKLORE DI WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATION PERIODE 2009-2017
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 April 2019
Abdul Fatah Fikril Kamil
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Abdul Fatah Fikril Kamil NIM : 1113113000094 Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
UPAYA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN GENETIC RESOURCES, TRADITIONAL KNOWLEDGE, AND FOLKLORE DI WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATION PERIODE 2009-2017
Dan telah memenuhi syarat untuk diuji.
Jakarta, 23 April 2019
Mengetahui, Menyetujui, Ketua Program Studi Pembimbing
Ahmad Alfajri, MA Febri Dirgantara, MM.
iii
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis upaya Indonesia dalam melindungi genetic re- sources, traditional knowledge, and folklore (grtkf) di World Intellectual Property Organization (WIPO) periode 2009 – 2017. Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan studi pustaka dengan metode penelitian menggunakan metode kualitatif dan deskriptif analitis sebagai engine utama dalam mengolah data yang ada. Kerangka teoretis yang digunakan untuk menganalisis skripsi ini adalah teori neoliberal institusional dan konsep rezim internasional. Dari hasil analisis menggunakan teori dan konsep tersebut ditemukan bahwa Indonesia ingin mem- berdayakan kekayaan grtkf untuk kepentingan ekonomi dan WIPO sebagai rezim internasional dianggap mampu untuk mengakomodasi setiap persoalan terkait grtkf serta melahirkan intrumen Disclosure Requirment melalui forum Intergovermental Committee Genetic Resources, Traditional Knowledge, and Folklore (IGC- GRTKF) sehingga akan muncul ketergantungan antar negara untuk bekerjasama.
Kata kunci: Indonesia, GRTKF, WIPO, rezim internasional, Disclosure Requ- irment, ekonomi
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrrahim, segala puji dan syukur selalu penulis ucapkan kepada Allah swt atas segala rakhmat dan nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tak lupa dihaturkan kepada Nabi
Muhammad saw.
Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis telah melibatkan beberapa pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, disini penulis sampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Keluarga penulis, ayahanda Rahmat dan ibunda Atih Hayati, kakak penulis
Siti Galuh Hardiyanti Ratih Putri (Puput), adik penulis Siti Khofifah
Rahmawati Ratih Putri (Rara) dan Siti Rufaidah Najah Tsuraya (Naya) yang
selalu memberikan semangat, doa, dukungan, cinta dan nasehat kepada
penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan;
2. Bapak Ahmad Alfajri, MA., selaku Ketua Program Studi Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan
skripsi;
3. Bapak Febri Dirgantara, SE., selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai;
4. Dosen-dosen Hubungan Internasional UIN Jakarta. Terima kasih atas segala
ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan;
5. Kawan-kawan HI UIN Jakarta angkatan 2013;
vi
6. Seluruh sahabat organisasi penulis, Teater Syahid, FKMB, DEMA FISIP
UIN Jakarta, dan KKN Nyale atas pengalaman dan pembelajaran organisasi
yang telah diberikan;
7. Teman – teman ANTABUR, gua bakal kangen banget ama kalian;
8. Kawan – kawan group bimbingan skripsi (Rikmandaru, Ridwan Faris,
Fadel Muhamad, Sayugo Harun, dan M. Affan Al-Bana). Terima kasih atas
dukungan dan semangat yang telah menghidupkan pengalaman penulis di
masa perkuliahan.
Penulis berharap segala dukungan dan bantuan ini mendapatkan balasan dari
Allah swt. Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi setiap pembacanya dan bagi perkembangan studi Hubungan
Internasional
Jakarta, 16 Mei 2019
Abdul Fatah Fikril Kamil
vii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...... iv
ABSTRAK ...... v
KATA PENGANTAR ...... vi
DAFTAR ISI ...... viii
DAFTAR GAMBAR ...... x
DAFTAR TABEL ...... xi
DAFTAR SINGKATAN ...... xii
BAB I PENDAHULUAN ...... 1
A. Pernyataan Masalah ...... 1
B. Pertanyaan Penelitian ...... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 7
D. Tinjauan Pustaka ...... 8
E. Kerangka Teoretis ...... 13
1. Neoliberal Institusional ...... 13
2. Rezim Internasional ...... 15
F. Metode Penelitian ...... 17
G. Sistematika Penulisan ...... 18
BAB II FORUM PERLINDUNGAN GRTKF:
INTERGOVERNMENTAL COMMITTEE GENETIC RESOURCES,
TRADITIONAL KNOWLEDGE AND FOLKLORE DALAM
WORLD INTELLECTUAL PROPERTY
viii
ORGANIZATION ...... 22 A. Sejarah dan Tugas World Intellectual Property
Organization ...... 22 B. WIPO dan WTO dalam Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual ...... 28 C. Hubungan Indonesia dengan World Intellectual Property
Organization ...... 31 BAB III UPAYA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN GENETIC
RESOURCES, TRADITIONAL KNOWLEDGE, AND FOLKLORE PERIODE 2009-2017 ...... 34 A. Pengertian Genetic Resources, Traditional Knowledge,
and Folklore ...... 34 B. Peluang dan Tantangan Indonesia dalam Perlidungan
Genetic Resources, Traditional Knowledge and and Folklore ...... 56 BAB IV ANALISIS UPAYA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN
GENETIC RESOURCES, TRADITIONAL KNOWLEDGE AND FOLKLORE PERIODE 2009-2017 ...... 67 A. Kepentingan Indonesia dalam Perlindungan GRTKF ...... 70
B. WIPO dalam Melindungi GRTKF ...... 75
BAB V PENUTUP ...... 84
Kesimpulan ...... 84
DAFTAR PUSTAKA ...... xiii
LAMPIRAN ...... xx
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1. Kesadaran Masyarakat terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia ...... 6
Gambar III.1. Pembagian Intellectual Property (IP) ...... 35
Gambar IV.1. United Nations Regional Groups of Member States ...... 68
Gambar IV.2. Ranking Global Innovation Index 2017 ...... 72
Gambar IV.3. Jumlah HKI Komunal yang sudah terdaftar di Indonesia...... 74
x
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Negara-negara Anggota WIPO ...... 24
Tabel III.1. Data Genetic Resources Indonesia ...... 39
Tabel III.2. Data Traditional Knowledge Indonesia ...... 43
Tabel III.3. Data Traditional Cultural Expressions / Folklore Indonesia .. 49
Tabel IV.1. Decision-Making and Negotiating Bodies ...... 77
xi
DAFTAR SINGKATAN
ACE Advisory Committee on Enforcement AS Amerika Srikat BIRPI Bureaux Internationaux Réunis pour la Protection de la Propriété Intellectuelle CBD Convention on Biological Diversity GATT General Agreement on Tariffs and Trade GMO Genetically Modified Organism GR Genetic Resources GRTKF Genetic Resources, Traditional Knowledge, and Folklore HKI Hak Kekayaan Intelektual ICANN Internet Corporation for Assigned Names and Numbers IDC International Data Corporation IGC-GRTKF Intergovernmental Committee Genetic Resources, Traditional Knowledge And Folklore IP Intellectual Property IPR Intellectual Property Rights LMCs Like-Minded Countries NGO Non-Government Organization PBB Perserikatan Bangsa Bangsa PCIPD Permanent Committees yang terdiri dari Program and Budget Committee, Permanent Committee on Intellectual Property and Development PCT Patent Co-operation Treaty PDB Pendapatan Domestik Bruto SCCR Standing Committee on Copyright and Related Rights SCIT Standing Committee on Information Technologies SCP Standing Committee on the Law of Patents SCT Standing Committee on the Law of Trademarks TCEs Traditional Cultural Expressions TK Traditional Knowledge TRIPs Trade Aspect Related to Intellectual Property Rights UN United Nations WIPO World Intellectual Property Organization WTO World Trade Organization
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini menganalisis mengenai upaya Indonesia dalam perlindungan
genetic resources, traditional knowledge, and folklore (GRTKF) di World
Intellectual Property Organization (WIPO) dalam delapan (8) tahun terakhir.
Pentingnya perlindungan GRTKF bagi Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang yang memiliki kekayaan GRTKF yang melimpah adalah ingin
agar masyarakat lokal Indonesia mempunyai hak atas kekayaan GRTKF
mereka yaitu, berupa Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Tradisional1 yang si-
fatnya komunal atau turun-temurun.2
HKI Tradisional seperti pengetahuan obat-obatan tradisional, karya seni
tradisional, dan kekayaan genetik yang beragam atas hewan dan tumbuhan,
yang secara luas dapat dikategorikan sebagai kekayaan intelektual. Hal inilah
yang memunculkan kesadaran bahwa perlindungan HKI tradisional tidak kalah
penting dengan perlindungan HKI konvensional yang sifatnya individual, sep-
erti paten, merek, dan hak cipta.3
1Istilah HKI tradisional digunakan semata-mata hanya untuk memudahkan pembedaannya dengan HKI konvensional seperti paten, merek, hak cipta, dan lain-lain. 2Agus Sardjono, “Upaya Perlindungan HKI yang Terkait dengan Genetic Resources, Traditional Knowledge And Folklore (GRTKF) di Tingkat Nasional dan Internasional: Upaya yang Belum Sebanding”, 1 Oktober 2005 [jurnal on-line]; tersedia di ijil.ui.ac.id/index.php/home/art- icle/download/110/pdf_64; Internet; diakses pada 20 November 2018. 3Agus Sardjono, “Upaya Perlindungan HKI yang Terkait dengan Genetic Resources, Traditional Knowledge And Folklore (GRTKF)”, 79.
1
Upaya Indonesia dalam perlindungan GRTKF juga dilatarbelakangi
dengan adanya monopoli teknologi dan eksploitasi sumber daya alam oleh
negara maju terhadap negara-negara berkembang, selanjutnya telah terjadi
kasus-kasus pelanggaran pada GRTKF, seperti kasus penyelundupan Orni-
thoptera Goliath jenis kupu-kupu langka yang ada di Papua,4 kemudian kasus
hak paten Perhiasan Perak Bali yang dimiliki oleh pihak asing,5 dan klaim Tari
Reog Ponorogo oleh Malaysia.6
Sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang ada saat ini belum dapat
mengakomodasi perlindungan atas GRTKF karena adanya kompleksitas
perlindungan, baik secara hukum maupun teknis pendataan. HKI konvensional
lebih bersifat individualistis dan industrial, sementara perlindungan GRTKF
bersifat komunal dan sosial atau turun temurun.7 Walau pendekatan umum atau
setidaknya gambaran kasar dari pemahaman bersama sulit sekali dicapai,
semua negara yang terlibat sepakat bahwa proses negosiasi harus dilanjutkan.
Meski telah melalui berbagai proses lobi yang tak henti-hentinya antara
4Djati Witjaksono Hadi, “KLHK Gagalkan Upaya Penyelundupan Kupu-Kupu yang Dilindungi dari Papua,” Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 4 Maret 2017; terse- dia di http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/549; Internet; diakses pada 19 Mei 2019 . 5Ayu Sulistyowati, “Berebut Hasil Kreasi Perajin Perak Bali,” Kompas.com, 21 September 2008; tersedia di https://nasional.kompas.com/read/2008/09/21/0055258/berebut.hasil.kreasi.p- erajin.perak.bali?page=all; diakses pada 19 Mei 2019. 6Dyah Permata Budi Asri, “Perlindungan Hukum Terhadap Kebudayaan Melalui World Her- itage Centre UNESCO,” JH Ius Quia Iustum , 5 Nopember 2018: 2 [jurnal on-line]; tersedia di https://media.neliti.com/media/publications/267345-none-390d249b.pdf; diakses pada 19 Mei 2019. 7Simona Bustani, “Urgensi Pengaturan Ekspresi Budaya (Folklore) Masyarakat Adat”, 4 Februari 2010 [jurnal on-line]; tersedia di sumber: https://media.neliti.com/media/- publications/81590-ID-urgensi-pengaturan-ekspresi-budaya-folkl.pdf; Internet; diakses pada 22 November 2018.
2
delegasi dengan petinggi WIPO, hasil yang dicapai hanyalah bahwa diskusi
akan terus dilaksanakan.
Kepentingan yang berbeda antara negara maju dengan negara
berkembang juga menjadi latar belakang. Negara maju tidak menginginkan
perlindungan yang maksimal atas GRTKF dengan alasan bahwa hal tersebut
akan menghambat inovasi dan teknologi. Di lain pihak, negara berkembang
menginginkan adanya keadilan.8
Keterlibatan WIPO sebagai wadah dalam proses negosiasi menjadi
sebuah struktur yang mampu mendorong negara-negara untuk melanjutkan
negosiasi meskipun kesepakatan bersama tampak sulit dicapai atau bahkan
tidak diinginkan sekalipun. Petinggi WIPO tidak serta merta menolak
penggunaan alternatif dari sumber daya dan layanan mereka karena taktik-
taktik negosiator tiap negara setidaknya bersinggungan sebagian dengan
kepentingan mereka sendiri.9 Kondisi tersebut mengakibatkan hambatan untuk
tercapainya kesepakatan mengenai instrumen hukum internasional untuk
perlindungan GRTKF di WIPO. Dengan kata lain, belum ada kepastian hukum
dalam perlindungan GRTKF di WIPO.
Upaya Indonesia telah dimulai sejak tahun 1979 dengan meratifikasi
beberapa traktat yang dikelola oleh WIPO, yaitu WIPO Convention, Berne
8Thomas R. Eimer & Verena Schüren, “Convenient Stalemates: Why International Patent Law Negotiations Continue Despite Deadlock”, 17 januari 2013, [jurnal on-line]; sumber: http://sci- hub.tw/https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13563467.2013.742882 Internet; diakses pada 23 November 2018. 9Thomas R. Eimer & Verena Schüren. “Convenient Stalemates”.
3
Convention, Paris Convention, Patent Cooperation Treaty, Trademark Law
Treaty, WIPO Copyright Treaty dan WIPO Performers and Phonogram Treaty
dan beberapa perjanjian lainnya.10 Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai
salah satu negara berkembang yang memiliki banyak kepentingan dalam
melindungi GRTKF.11
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Indonesia begitu masif sepanjang
tahun 200912 hingga 2017.13 Namun, dengan segala upaya yang telah dilakukan
oleh Indonesia untuk perlindungan HKI atas GRTKF di WIPO, ternyata di lain
sisi ada sebuah kejanggalan dan bertolak belakang dengan hal tersebut.
Menurut hasil penelitian International Data Corporation (IDC), Indonesia
disebut sebagai negara dengan tingkat pembajakan software (masuk dalam
lingkup perlindungan HKI) yang cukup tinggi.14
Hasil penelitian tersebut menunjukkan, bahwa pada tahun 2009
pembajakan software di Indonesia mencapai delapan puluh enam persen
10World Intellectual Property Organization. [jurnal on-line]; Sumber: http://www.wipo.int/wipolex-/en/profile.jsp?code=ID Internet: diakses pada tanggal 20 November 2018. 11Agus Sardjono, “Upaya Perlindungan HKI yang Terkait dengan Genetic Resources, Traditional Knowledge And Folklore (GRTKF) di Tingkat Nasional dan Internasional: Upaya yang Belum Sebanding”, 1 Oktober 2005 [jurnal on-line]; tersedia di ijil.ui.ac.id/index.php/home/art- icle/download/110/pdf_64; Internet; diakses pada 20 November 2018. 12Basuki Antariksa, “Peluang dan Tantangan Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional”, [jurnal on-line]; sumber: http://www.kemenpar.go.id/- userfiles/file/Art_11-Konsinyering%20WBTB%20710.pdf; Internet; diakses pada 21 November 2018. 13Kemlu, “Sosialisasi dan Jaring Masukan Perkembangan Perundingan IGC-GRTKF”, 15 Juni 2016, [jurnal on-line]; sumber: https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Sosialisasi-dan- Jaring-Masukan-Perkembangan-Perundingan-IGC-GRTKF.aspx; Internet; diakses pada 21 November 2018. 14Turkamun, “Perlindungan Hukum Dalam Pelanggaran Hak Cipta Software Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”, Juni 2017 [jurnal on-line]; sumber: http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/Sekretaris/article/download/818/680; Internet; diakses pada 23 November 2018.
4
(86%), artinya dari seratus (100) perangkat yang diinstal, delapan puluh enam
(86) unit di antaranya menggunakan program bajakan. Hasil penelitian ini
menunjukkan jumlah kerugian yang ditaksir mencapai $888.00. Sementara
pada tahun 2010 tingkat pembajakan di Indonesia mencapai delapan puluh
tujuh persen (87%) mengalami kenaikan satu persen (1%) dari tahun 2009
dengan kerugian yang hampir sama pada tahun 2009. Kemudian pada tahun
2011 dan 2012 hasil penelitian IDC tetap menunjukan persentase yang cukup
tinggi yaitu delapan puluh enam persen (86%).15
Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa orang Indonesia masih
kurang memahami HKI. Ini lah yang menyebabkan rendahnya tingkat
kesadaran akan hal itu. Menurut jajak pendapat yang dilakukan di Direktorat
HKI, tujuh puluh tujuh persen (77%) responden menyatakan bahwa tingkat
kesadaran HKI di Indonesia berada pada peringkat rendah. Dengan demikian,
dampaknya adalah tingkat pelanggaran HKI di Indonesia di peringkat tinggi.
Perompakan, plagiarisme, imitasi, pemalsuan, penggunaan ilegal dan lebih
banyak lagi kejahatan serupa masih belum dianggap sebagai tindakan
kejahatan yang serius dibandingkan dengan yang lain.16
15Turkamun, “Perlindungan Hukum Dalam Pelanggaran Hak Cipta Software Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”, 2. 16Triyanto, “Copyright Law Enforcement: An Indonesia Case Study”, September 2017 [da- tabase on-line]; sumber: http://docs.manupatra.in/newsline/articles/Upload/F5A2B481-2B2C- 42E5-9B0A-67DE8C92B6EF.pdf; Internet; diakses pada 24 November 2018.
5
Gambar I.1. Kesadaran Masyarakat terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
di Indonesia
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum & HAM RI17
Berdasarkan beberapa poin yang telah disebutkan, terlihat bahwa
Indonesia cukup yakin dan percaya diri dalam mengupayakan perlindungan
GRTKF di WIPO dengan segala masalah dan stigma buruk yang ada.
17Setiawan Djody, Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual dari Perspektif Musisi dan Impresario, [basis data on-line], tersedia di laman: http://www.dgip.go.id/poll/result/1 ; diakses pada 27 November 2018.
6
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah, maka pertanyaan penelitiannya adalah
Mengapa Indonesia berupaya melindungi Genetic Resources, Traditional
Knowledge and Folklore (GRTKF) di World Intellectual Property
Organization (WIPO) Periode 2009 - 2017?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
Berdasarkan pernyataan masalah tersebut, maka penelitian ini memiliki
tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis alasan Indonesia mengupayakan perlindungan
GRTKF di Forum WIPO dengan menggunakan analisis Teori Neoliberal
Institusional dan Konsep Rezim Internasional;
2. Melihat instrumen hukum yang diupayakan Indonesia untuk melindungi
GRTKF;
3. Menganalisis WIPO sebagai rezim internasional dalam melindungi HKI
atas GRTKF.
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan pengetahuan serta analisis
baru di kalangan akademisi khususnya mahasiswa Hubungan Internasional dan
penelitian ini juga dapat menjadi referensi baru bagi Pemerintah dan Non-
7
Government Organization (NGO) dalam menganalisa sebuah fenomena yang
sama seperti tema skripsi ini.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai perlindungan GRTKF merupakan pembahasan yang
cukup banyak dikaji, termasuk negoisasi mengenai hukum paten internasional
yang selalu deadlock dan permasalahan hukum kepemilikan budaya Indonesia
dengan negara lain. Terlebih Indonesia merupakan negara yang cukup
memiliki kekayaan sumber daya alam.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mengawali penelitian dengan
mengumpulkan beberapa sumber yang berkaitan dengan perlindungan GRTKF
dalam lingkup studi kasus yang berbeda. Sumber pertama, Convenient
Stalemates: Why International Patent Law Negotiations Continue Despite
Deadlock karya Thomas R. Eimer & Verena Schüren. Kedua, jurnal berjudul
“Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual atas Pengetahuan Tradisional
terhadap Perolehan Manfaat Ekonomi” karya Karlina Sofyarto. Ketiga jurnal
berjudul “Perlindungan Folklore, Apakah Rezim Hak Cipta Memadai?” karya
Agus Sardjono.
Penelitian pertama Convenient Stalemates: Why International Patent
Law Negotiations Continue Despite Deadlock yang ditulis oleh Thomas R.
Eimer & Verena Schüren18 membahas soal negoisasi hukum paten
18Thomas R. Eimer & Verena Schüren, “Convenient Stalemates: Why International Patent Law Negotiations Continue Despite Deadlock,” New Political Economy, Vol. 18, No. 4, 533–554, 2013 [jurnal on-line] tersedia di https://sci-hub.tw/https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.10- 80/13563467.2013.742882; diakses 19 Desember 2018.
8 internasional yang masih berlanjut meski mengalami kebuntuan. Meski telah melalui berbagai proses lobi yang tak henti-hentinya antara delegasi dengan petinggi WIPO, hasil yang dicapai hanyalah bahwa diskusi akan terus dilaksanakan.
Dalam tulisannya, Thomas R. Eimer & Verena Schüren menarik sintesis dari Perspektif Neo-Merkantilisme dan Liberal Institusionalisme untuk menjelaskan kebuntuan yang terus terjadi dalam perbincangan terkait penyeragaman substansi hukum paten. Thomas R. Eimer & Verena Schüren meyakini bahwa keterlibatan WIPO dalam proses negosiasi menjadi sebuah struktur yang mampu mendorong negara-negara untuk melanjutkan negosiasi meskipun kesepakatan bersama tampak sulit dicapai atau bahkan tidak diinginkan sekalipun. Petinggi WIPO tidak serta merta menolak penggunaan alternatif dari sumber daya dan layanan mereka karena taktik-taktik negosiator tiap negara setidaknya bersinggungan sebagian dengan kepentingan mereka sendiri.
Perseteruan yang masih bertahan dalam perbincangan WIPO yaitu
Perjanjian Hukum Paten Substantif yang menjadi sesuatu yang mengherankan.
Dari Perspektif Merkantilis (atau Realis), kesediaan negara untuk menghabiskan waktu, personil dan dana dalam proses negosiasi yang jelas- jelas buntu merupakan sesuatu yang aneh. Sementara, dari Perspektif Liberal
Institusionalis, sulitnya organisasi internasional yang cukup kuat seperti WIPO untuk mendorong terbentuknya kesepakatan bersama, atau minimal
9
meningkatkan kompromi dan transaksi antara pihak yang bernegosiasi adalah
hal yang menakjubkan.
Selanjutnya, penelitian yang telah dilakukan dengan tema yang sama
juga telah dilakukan oleh Karlina Sofyanto mahasiswa Magister Ilmu Hukum
Universitas Dipenogor, dengan judul Perlindungan Hukum Hak Kekayaan
Intelektuall Atas Pengetahuan Tradisional Terhadap Perolehan Manfaat
Ekonomi.19 Penelitian tersebut berfokus pada bagaimana masalah yang
dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia dalam aspek pengetahuan
tradisional, di sisi lain padahal Indonesia memiliki potensi ekonomi yang
cukup tinggi, yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Potensi ekonomi yang besar ini
didasarkan atas beragamnya suku dan beragamnya adat serta budaya yang
artinya bahwa Indonesia memiliki banyak pengetahuan tradisional yang perlu
dilestarikan keberadaannya.
Metode yang digunakan dalam penelitian Karlina adalah yuridis normatif
dengan spesifikasi deskriptif analitis. Metode ini digunakan dengan meihat
sumber-sumber bacaan sekunder, seperti bahan dokumen, peraturan
perundang-undangan, laporan dan arsip. Perbedaan penelitian Karlina dengan
peelitian ini adalah pada fokus penelitian yang dilakukan. Fokus penelitian
yang dilakukan Karlina lebih berfokus pada tantangan dan peluang
19Karlina Sofyarto, "Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradisional Terhadap Perolehan Manfaat Ekonomi," Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 20, No. 1, pp. 149-162, April, 2018 [jurnal on-line]; tersedia di http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun/article/- view/9832/8337; diakses pada 20 Desember 2018.
10 pengetahuan tradisional Indonesia yang dikaji dalam aspek sumber daya manusia dan hukum yang ada di Indonesia, sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada alasan Indonesia dalam perlindungan GRTKF pada rezim WIPO yang dikaji dalam aspek hubungan internasional.
Penelitian ini menemukan bahwa di tengah potensi Sumber Daya
Manusia masyarakat Indonesia yang kaya akan pengetahuan tradisional, ternyata potensi tersebut belum dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah
Indonesia karena terdapat beberapa faktor penghambat dalam masalah HKI di
Indonesia adalah belum adanya regulasi yang sepenuhnya mengatur mengenai pengetahuan tradisional yang mendukung implementasi pengetahuan tradisional, ditambah lagi dengan lemahnya kesadaran masyarakat mendaftarkan karyanya atau pemikirannya, minimnya data dan manajemen yang kurang baik.
Kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian Karlina adalah walaupun masyarakat memiliki hambatan yang cukup besar dalam pengakuan secara hukum mengenai HKI, pemerintah Indonesia tetap berusaha merancang
Undang-undang dalam membuat regulasi HKI secara hukum nasional dan juga konteks Internasional yaitu dalam forum Internasioal, dalam hal ini adalah
WIPO, sebagai lembaga yang legal dan beratanggung jawab dalam masalah
HKI. Namun, dalam jurnal ini aspek yang dikaji adalah dalam sudut pandang hukum.
11
Untuk lebih memperdalam penelitian, jurnal selanjutnya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Agus Sardjono yang ditebitkan dalam jurnal
hukum internasional dengan judul Perlindungan Folklore, Apakah Rezim
Hak Cipta Memadai?20 Penelitian tersebut menganalisi bagaimana Folklore
selama ini di Indonesia masih mengalami ambiguitas, baik secara hukum yang
mengatur, maupun secara aspek sosial. Ambiguitas yang dimaksud adalah
hukum yang berlaku saat ini, yang mengatur mengenai folklore belum berjalan
dengan baik.
Dalam jurnalnya, Agus juga membahas mengenai China sebagai
representatif dari negara berkembang karena dalam WIPO sendiri terdapat
perbedaan kepentingan antara negara maju dan berkembang. Agus berpendapat
bahwa negara maju atau Eropa menginginkan Folklore tidak terlalu di atur oleh
hukum nasional karena sifat folklore yang dinamis. Sebaliknya, negara
berkembang seperti Indonesia dan China ingin Folklore tetap dilindungi oleh
hukum nasional dan internasional.
Kesimpulan yang dikemukakan dalam jurnal tersebut disebutkan bahwa
Pasal atau Undang-undang saat ini kurang lah revelan dengan kondisi yang ada
di masyarakat. Kebijakan melindungi Folklore dengan Hak Cipta merupakan
langkah yang baik, namun tidak mudah karena membutuhkan proses yang
panjang. Agus memberikan saran bahwa sebaiknya pemerintah Indonesia
20Agus Sardjono, " Perlindungan Folklore: Apakah Rezim Hak Cipta Memadai?," Jurnal Hukum Internasional Vol.1, No. 1, Oktober 2003 [jurnal on-line]; tersedia di https://media.neliti.com/media/publications/39040-EN-perlindungan-folklore-apakah-rezim-hak-c- ipta-memadai.pdf; diakses pada 25 Desember 2018.
12
belajar dari Pemerintah China karena langkah yang kongkrit dari pemerintah
tersebut dalam melindungi kekayaan intelektualnya. Terlebih lagi kondisi
kekayaan intelektual Indonesia dan China yang hampir memiliki kesamaan
karena memiliki sumber daya kekayaan yang cukup banyak.
Perbedaan jurnal tersebut dengan penelitian ini adalah fokus dan batasan
masalah. Fokus dalam jurnal tersebut lebih pada hukum yang mengatur folklore
di Indonesia dan WIPO, dimana terdapat ambiguitas dalam definisi folklore itu
sendiri. Sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada alasan pemerintah
Inndonesia dalam mengupayakan GRTKF di rezim WIPO. Batasan masalah
dalam jurnal tersebut juga hanya membahasa folklore di Indonesia sedangkan
cakupan dalam penelitian ini lebih luas karena membahasa GRTKF dalam
rezim WIPO dan kepentingan pemerintah Indonesia.
E. Kerangka Teoretis
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 1 (satu) teori dan 1 (satu)
konsep yaitu, Teori Neoliberal Institusional dan Konsep Rezim Internasional.
Teori dan Konsep tersebut digunakan sebagai alat analisis untuk memahami
permasalahan yang terjadi.
1. Teori Neoliberal Institusional/Institusionalisme
Teori Neoliberal Institusional dipelopori oleh kontemporaris seperti
Robert O. Keohane yang melihat bahwa organisasi internasional yang
muncul di dunia saat ini merupakan titik awal kebangkitan kembali
Liberalisme. Neoliberal Institusional adalah teori turunan dari liberalisme
13
dengan lebih berfokus kepada hubungan setiap aktor yang bebas untuk
menjalin kerjasama dengan aktor lain yang diinginkannya.
Neoliberal Institusional mengangkat tema mengenai eksistensi
organisasi internasional juga kerjasama – kerjasama yang didasari oleh
ekonomi. Serta memandang bahwa kepentingan ekonomi bersama (shared
economic interest) telah membentuk permintaan yang cukup tinggi akan
terciptanya institusi serta aturan-aturan internasional.21 Institusi serta
aturan-aturan dinilai merupakan sebuah pola praktik yang diakui
keberadaannya karena dapat mempengaruhi prilaku suatu negara. Dan
kelompok institusionalis percaya bahwa sifat saling ketergantungan telah
membentuk kepentingan dalam sebuah kerjasama.22
Dalam permasalahan kerjasama internasional neoliberal
institusional menekankan tujuan negara dalam hal perekonomian. Pada
intentions and capabilities, neoliberal institusional tidak berpikir bahwa
intentions and capabilities suatu negara harus ditingkatkan karena adanya
complex interdepedence antarnegara. Pada permasalahan institusi dan
rezim, neoliberal institusional percaya institusi dan rezim bisa
meningkatkan keuntungan dan diperlukan dalam kerjasama
internasional.23
21Robert O. Keohane, After Hegemony: Cooperation and Discord in the World Political Economy, (New Jersey: Princeton University Press, 1984), 7. 22 Robert O. Keohane, After Hegemony, 8. 23Baldwin, David A. “Neorealism and Neoliberalism: The Contemporary Debate”, 1993 [jurnal on-line]; tersedia di https://hostnezt.com/cssfiles/internationalrelations/Neoliberalism.pdf. Internet; diakses pada 5 November 2018.
14
Implikasinya, perspektif neoliberal institusional memiliki
kesepakatan pada konsep anarki internasional dan kerjasama internasional.
Neoliberal institusional menekankan pada political economy dan
bagaimana promote serta mendukung suatu kerjasama. Dan dalam
kebijakan luar negeri, neoliberal institusional menekankan pada common
benefits. Neoliberal institusional meyakini bahwa institusi dan
interedepedensi mengarah kepada proses kerjasama yang sempurna dalam
hubungan internasional.
Jika dikaitkan lebih lanjut dengan upaya Indonesia terkait
perlindungan GRTKF di WIPO, maka teori ini akan langsung menjadi
tools of analysis yang sangat tepat. Pada dasaarnya teori ini
memperkirakan bahwa upaya Indonesia di WIPO didasari oleh adanya
shared economic interest.
2. Konsep Rezim Internasional / International Regime
Istilah rezim internasional (International Regime) mulai dikenal
dalam literatur politik internasional pada 1975 yang diperkenalkan oleh
John Ruggie. Rezim Internasioal didefinisikan sebagai “suatu kumpulan
harapan bersama, aturan dan peraturan, rencana, energi organisasi dan
komitmen keuangan, yang telah diterima oleh sekelompok negara”.24
Secara umum, Rezim juga meligkupi masalah atau aspek prinsip, norma,
aturan dan pengambilan keputusan antar negara-negara yang terlibat.
24Robert O. Keohane After Hegemony, 56.
15
Konsep Rezim ini membatasi perilaku negara dengan
memformalkan harapan masing-masing pihak pada kesepakatan di mana
terdapat kepentingan bersama. Institusi kemudian mengambil peran
mendorong kebiasaan kerja sama, memantau kepatuhan dan memberi
sanksi kepada para pembelot. Rezim juga meningkatkan kepercayaan,
kontinuitas, dan stabilitas di dunia anarki yang tak terkendali.25
Faktor shared economic interest yang dituju oleh Indonesia dan
negara-negara sepaham, maka secara otomatis akan meningkatkan
permintaan yang tinggi terhadap kejelasan dan peraturan Institusi
Internasional/International Regime. Dalam hal ini, maksud daripada
peraturan International Regime adalah draft proposal terkait perlindungan
GRTKF yang telah disepakati oleh Indonesia dan negara-negara sepaham.
Draft tersebut secara tidak langsung telah menjadi seperangkat aturan,
pola praktik, serta norma yang diakui keberadaannya, sehingga mampu
mempengaruhi International Regime yang ada.
Dengan melihat asumsi dari konsep tersebut, selanjutnya asumsi
tersebut dijadikan dasar dalam melihat dan mejawab permasalahan dalam
penelitian ini. Rezim yang digambarkan dalam teori ini adalah WIPO
(World Intelectual Property Organization). Konsep ini dijadikan dasar
dalam menganalisa dan memahami, bagaimana Indonesia memanfaatkan
dan menggunakan WIPO sebagai institusi yang dapat menampung
25Scott Burchill and Andrew Linklater, Theories of International Relations. (New York: Palgrave Macmillan. 2005), 65.
16
kepentingannya, terutama kepentingan bersama dalam hal kekayaan
intelektual.
Selain itu, konsep ini juga dijadikan dasar analisis, bagaimana
sebuah rezim internasioal mengatasi masalah yang dihadapi oleh negara-
negara didunia, sebagai contoh dalam penanganan sengketa dan badan-
badan yang terdapat dalam rezim tersebut. Konsep ini berkaitan dengan
Theory yang digunakan sebelumnya, yaitu neoliberal institusional sebagai
alat analisa yang digunakan dalam menganalisa dan menjawab pertanyaan.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunaakan metode kualitatif sebagai metode peneltian
Metode penelitian kualitatif merupakan salah satu metode penelitian yang
bersifat analisis dan deskrptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
digunakan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian
dengan cara deskriptif, yaitu berbentuk kata dan bahasa sesuai dengan metode
ilmiah yang baik dan benar.26
Dalam jenis sumber data, metode ini menggunakan sumber data berupa
buku dan jurnal ilmiah. Dalam penelitian ini, sumber data yang diperoleh dan
dijadikan acuan, bersumber dari buku, jurnal ilmiah, artikel penelitian, serta
data sekunder lainnya yang berasal dari internet. Untuk data yang bersumber
dari internet, peneliti mengambil dari situs resmi lembaga internasional, situs
26 Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung : Remaja Risdakarya, 1991),
17
resmi pemerintahan, dan beberapa situs resmi media online yang memliki
pengalaman di pemberitaan Internasional.
Setelah data yang dikumpulkan dan dijadikan sumber, langkah
selanjutnya yaitu peneliti melakukan studi pustaka mengenai penelitian-
penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Kemudian penulis memasukkan
landasan teori sebagai alat analisis yang juga bersumber dari buku dan jurnal
ilmiah. Langkah selanjutnya adalah menggunakan kerangka teori untuk
menjelaskan dan menjawab pertanyaan penelitian. Tahap akhir dari penelitian
ini adalah memberikan jawaban berupa kesimpulan atas pertanyaan penelitian
ini berdasarkan kerangkat teori yang telah digunakan sebagai alat analisa dalam
penelitian ini.
Kelebihan dalam metode ini adalah dapat mengkaji secara mendalam
secara deskriptif karena sumber yang didapatkan dari berbagai sumber
sehingga dapat memerkaya dasar penulisan, namun kelemahan dari metode ini
adalah subjek sampel dalam peneltian sedikit karena hanya berfokus dalam
beberapa subjek saja.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini dibagi menjadi lima bab utama, dalam setiap bab penulis
akan menjelaskan isi bab secara deskriptif dan diakhiri dengan analisis
terhadap bab tersebut. Berikut merupakan sistematika penulisan dalam
penelitian ini.
18
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini akan menjelaskan secara singkat tentang pernyataan masalah penelitian dalam skripsi ini. Setelah penjelasan pernyataan penelitian, bab ini akan menjelaskan secara singkat mengenai tujuan dan manfaat penulisan skripsi ini. Kemudian dijelaskan juga tinjauan pustaka dengan tujuan meninjau penelitian-penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Dan pada akhir bab ini, akan dijelaskan secara rinci mengenai kerangka teori, metode penelitian serta sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini.
BAB II: FORUM PERLINDUNGAN GRTKF: INTER-
GOVERNMENTAL COMMITTEE GENETIC RESOURCES,
TRADITIONAL KNOWLEDGE AND FOLKLORE DALAM WORLD
INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATITON
Bab ini menjelaskan tentang WIPO ditinjau dari aspek sejarah, batasan- batasan WIPO sebagai rezim internasional dan hubungannya dengan Indonesia serta perbadaannya dengan World Trade Organization (WTO). Sub-bab pertama membahas mengenai sejarah terbentuknya WIPO selanjutnya dibahas mengenai batasan WIPO yaitu tugas dan fungsi WIPO. Pembahasan ini dimulai dari terbentuknya Bureaux Internationaux Réunis pour la Protection de la
Propriété Intellectuelle (BIRPI) di tahun 1883.
Setelah itu, selanjutnya menjelaskan mengenai hubungan Indonesia dengan WIPO, pembahasan ini dimulai dari ratifikasi Indonesia pada beberapa traktat yang dikelola oleh WIPO sejak tahun 1979. Sub-bab selanjutnya
19 menjelaskan mengenai perbedaan WIPO dan WTO. Sub-bab ini dimulai dengan pembahasan masalah Trade Aspect Related to Intellectual Property
Rights (TRIP’s) yang dikeluarkan WTO kemudian dilanjutkan dengan pembahasan IGC-GRTKF oleh WIPO dan diakhiri dengan perbedaan- perbedaan yang ada.
BAB III: UPAYA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN GENETIC
RESOURCES, TRADITIONAL KNOWLEDGE AND FOLKLORE
PERIODE 2009 – 2017
Bab ini menjelaskan bagaimana upaya Indonesia dalam perlindungan
GRTKF periode 2009-2017. Bab ini dibagi menjadi tiga sub bab pokok. Sub bab pertama akan dijelaskan pengertian GRTKF menurut WIPO dan menurut
Indonesia, yang keduanya memiliki perbedaan definisi.
Sub-bab selanjutnya mengenai peluang dan tantangan Indonesia dalam perlindungan GRTKF. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai upaya-upaya
Indonesia dan apa yang diupayakan Indonesia periode 2009-2017. Dilanjut pembahasan mengenai tantangan dan masalah yang dihadapi oleh Indonesia dalam perlindungan GRTKF.
BAB IV: ANALISIS UPAYA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN
GENETIC RESOURCES, TRADITIONAL KNOWLEDGE AND
FOLKLORE DI WORLD INTELLECTUAL PROPERTY
ORGANIZATITON PERIODE 2009-2017
20
Bab ini akan menganalisis secara mendalam mengenai pertanyaan penelitian dalam skripsi ini. Analisis ini akan dimulai dengan berdasarkan pada data-data serta temuan yang terdapat pada bab-bab sebelumnya. Penulis membagi analisis tersebut dalam beberapa sub-bab yaitu analisis kepentingan upaya Indonesia dalam perlindungan Genetic Resources, Traditional
Knowledge And Folklore (GRTKF) di World Intellectual Property
Organizatiton (WIPO) Periode 2009-2017 dan sub bab selanjutnya menjelaskan mengenai rezim internanasional yaitu WIPO dalam pengaruhnya terhadap perlindungan GRTKF.
Bab ini merupakan bab yang menjawab pertanyaan penelitian dengan didukung oleh pernyataan-pernyataan dan fakta pada bab sebelumnya, serta ditinjau dengan teori Neoliberal Institusional dan Konsep Rezim Internasional sebagai alat analisis penelitian. Teori dan Konsep tersebut dikaitkan dengan melihat kepentingan Indonesia di WIPO dan peran WIPO dalam perlindungan
GRTKF.
BAB V: KESIMPULAN
Bab ini berisikan kesimpulan secara keseluruhan serta jawaban penulis mengenai pertanyaan penelitian dan juga terkait kepentingan Indonesia dalam perlindungan GRTKF di WIPO periode 2009-2017.
21
BAB II
FORUM PERLINDUNGAN GRTKF: INTERGOVERNMENTAL
COMMITTEE GENETIC RESOURCES, TRADITIONAL KNOWLEDGE
AND FOLKLORE DALAM WORLD INTELLECTUAL PROPERTY
ORGANIZATITON
A. Sejarah dan Tugas World Intellectual Property Organization
Perkembangan ekonomi di seluruh dunia semakin dikaitkan dengan
perluasan dan perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI). Hukum paten,
merek dagang, dan hak cipta yang lemah atau tidak konsisten menghambat
pertumbuhan ekonomi dan melumpuhkan kewirausahaan dalam sejumlah cara.
Investor tidak akan mengambil risiko atas penemuan baru ketika pesaing bebas
menyalin atau menggunakan teknologi tanpa membayar royalti. Perusahaan
tidak akan membangun pabrik atau melatih pekerja di negara-negara yang tidak
menghormati hak paten mereka. Pemilik merek dagang menghindari pasar di
mana nilai merek mereka terdilusi oleh imitasi murah. Salinan perangkat lunak
asing, film, dan musik bajakan merusak hak cipta perangkat lunak, penerbitan,
dan industri hiburan lokal.27
Selama tiga puluh tahun, Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia atau
WIPO, telah bekerja untuk memperluas dan memperkuat hak-hak kekayaan
intelektual di seluruh dunia. WIPO mendukung misi ini dengan koleksi dan
informasi kekayaan intelektual internasional yang terorganisir dengan baik.
27Michael White, “World Intellectual Property Organization”, 13 Agustus 2009 [jurnal on- line]; sumber: https://sci-hub.tw/https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1300/J109v08n01_08 In- ternet; diakses pada 20 Januari 2019
22
Terbentuknya WIPO diawali dengan terbentuknya Bureaux
Internationaux Réunis pour la Protection de la Propriété Intellectuelle (BIRPI)
tahun 1883 berdasarkan Berne Convention for the Protection of Literary and
Artistic Works dan Paris Convention for the Protection of Industrial Property.
Proses pengembangan kelembagaan ini didorong oleh Arpad Bogsch, Wakil
Direktur BIRPI pertama dari tahun 1963, kemudian sebagai Wakil Direktur
Jenderal WIPO dan akhirnya sebagai Direktur Jenderal dari tahun 1973 hingga
pensiun pada tahun 1997. Bogsch berusaha untuk mendirikan WIPO sebagai
organisasi universal untuk perlindungan HKI dan percaya bahwa hubungan
dengan PBB sangat penting untuk tujuan ini. Langkah besar pertamanya
sebagai Direktur Jenderal yang baru adalah memulai proses untuk
mendapatkan status badan khusus. Memang, struktur organisasi WIPO yang
didirikan sudah menyerupai Badan Khusus PBB.28
WIPO dan khususnya Bogsch, percaya bahwa bekerja di dalam sistem
PBB juga akan mendorong lebih banyak negara berkembang untuk bergabung
dengan organisasi ini dan akan memungkinkan administrasi internal organisasi
untuk mengambil manfaat dari keuntungan yang tersedia untuk badan-badan
PBB.29 Namun, memperluas keanggotaan mendorong beberapa kekhawatiran
di antara delegasi Eropa, AS dan Jepang karena mereka khawatir bahwa
anggota baru ini mungkin mempertanyakan aspek-aspek promosi utama dari
kegiatan WIPO.
28Arpad Bogsch, “The First Twenty-five Years of the World Intellectual Property Organisation from 1967 to 1992”, WIPO Publication, 881 (E) (Geneva: International Bureau of Intellectual Property, 1992), 28. 29Arpad Bogsch, The First Twenty-five Years, 29.
23
Namun demikian, hubungan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkuat posisi internasional WIPO. WIPO dapat memperoleh kedua keuntungan diplomatik dengan menjadi anggota sistem PBB dan menunjukkan peran sentralnya dalam bidang tata kelola ekonomi global. Ketika menjadi
Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, WIPO telah hampir dua kali lipat keanggotaannya menjadi 36 penandatangan Konvensi yang telah didirikannya, dalam dekade berikutnya jumlah ini meningkat menjadi 104 (seratus empat) anggota dan pada saat ini (2019) mencapai 192 (seratus sembilan puluh dua).
Namun, tidak seperti organisasi PBB lainnya, WIPO sebagian besar didanai oleh biaya yang dibayar oleh sektor swasta untuk penggunaan Patent Co- operation Treaty (PCT), hal tersebut tentunya membebaskan dari banyak tekanan terkait anggaran dan kadang-kadang menghambat kegiatan UN agent lainnya.
Tabel II.1.
Negara-negara Anggota WIPO Afghanistan Gambia Pakistan Albania Georgia Panama Algeria Germany Papua New Guinea Andorra Ghana Paraguay Angola Greece Peru Antigua and Barbuda Grenada Philippines Argentina Guatemala Poland Armenia Guinea Portugal Australia Guinea-Bissau Qatar Austria Guyana Republic of Korea Azerbaijan Haiti Republic of Moldova
24
Bahamas Holy See Romania Bahrain Honduras Russian Federation Bangladesh Hungary Rwanda Barbados Iceland Saint Kitts and Nevis Belarus India Saint Lucia Belgium Indonesia Saint Vincent and the Belize Iran (Islamic Repub- Grenadines Benin lic of) Samoa Bhutan Iraq San Marino Bolivia (Plurinational Ireland Sao Tome and Prin- State of) Israel cipe Bosnia and Herze- Italy Saudi Arabia govina Jamaica Senegal Botswana Japan Serbia Brazil Jordan Seychelles Brunei Darussalam Kazakhstan Sierra Leone Bulgaria Kenya Singapore Burkina Faso Kiribati Slovakia Burundi Kuwait Slovenia Cabo Verde Kyrgyzstan Solomon Islands Cambodia Lao People's Demo- Somalia Cameroon cratic Republic South Africa Canada Latvia Spain Central African Re- Lebanon Sri Lanka public Lesotho Sudan Chad Liberia Suriname Chile Libya Sweden China Liechtenstein Switzerland Colombia Lithuania Syrian Arab Republic Comoros Luxembourg Tajikistan Congo Madagascar Thailand Cook Islands Malawi Timor-Leste Costa Rica Malaysia Togo
25
Côte d'Ivoire Maldives Tonga Croatia Mali Trinidad and Tobago Cuba Malta Tunisia Cyprus Marshall Islands Turkey Czech Republic Mauritania Turkmenistan Democratic People's Mauritius Tuvalu Republic of Korea Mexico Uganda Democratic Republic Monaco Ukraine of the Congo Mongolia United Arab Emirates Denmark Montenegro United Kingdom Djibouti Morocco United Republic of Dominica Mozambique Tanzania Dominican Republic Myanmar United States of Ecuador America Namibia Egypt Uruguay Nepal El Salvador Uzbekistan Netherlands Equatorial Guinea Vanuatu New Zealand Eritrea Venezuela (Bolivar- Nicaragua Estonia ian Republic of) Niger Eswatini Viet Nam Nigeria Ethiopia Yemen Niue Fiji Zambia North Macedonia Finland Zimbabwe Norway France Oman Gabon Sumber: World Intellectual Property Organization30
Berdasarkan The Convention Establishing the World Intellectual
Property Organization disebutkan bahwa tujuan dari organisasi ini adalah
untuk mendorong kreativitas serta mempromosikan perlindungan terhadap
30WIPO, Member States, [basis data on-line], tersedia di laman: https://www.wipo.int/- members/en/; diakses pada 11 Januari 2019.
26
kekayaan intelektual di seluruh dunia. Pada pelaksanaannya WIPO memiliki
tiga bidang operasi utama yaitu, pendaftaran, dukungan teknis, dan
pengembangan langkah-langkah tata kelola lebih lanjut.31
Pelaksanaan pertama dari kegiatan WIPO berkaitan dengan administrasi
Patent Cooperation Agreement (PCT) yang mulai berlaku pada tahun 1978
dengan delapan belas penandatangan (dan sekarang memiliki 128
penandatangan), pemrosesan aplikasi di bawah PCT adalah layanan langsung
kepada pemilik dan pemohon, hibah paten di berbagai yurisdiksi,
menggabungkan pemeriksaan paten menjadi satu proses tunggal. Bersamaan
dengan aktivitas yang berhubungan dengan PCT ini, WIPO juga memproses
pendaftaran merek dagang internasional (di bawah Sistem Madrid), bertindak
sebagai penyimpanan untuk desain industri yang disebarkan secara
internasional (di bawah Perjanjian Den Haag) dan juga bertindak sebagai
pendaftar untuk naik banding dari negara asal (berdasarkan Perjanjian Lisbon).
Bidang kegiatan kedua menyangkut dukungan teknis dan bantuan untuk
anggota membangun kapasitas dan mengelola perlindungan serta regulasi HKI
untuk memenuhi kewajiban internasional mereka, atau di mana anggota WIPO
telah menyetujui perdagangan atau investasi bilateral perjanjian terkait usaha
yang berkaitan dengan kekayaan intelektual. Sejak tahun 1993 Akademi WIPO
sendiri di Jenewa telah menawarkan beragam kursus residensial, dan telah
mengembangkan program pembelajaran online yang luas, untuk
31World Intellectual Property Organization, Introduction to Intellectual Property Theory and Practice, (Kluwer Law International, 1997), 30.
27
memungkinkan para peserta setelah kembali ke negara masing-masing agar
menjadi aktif dalam perumusan kebijakan pemerintah mengenai pertanyaan
tentang kekayaan intelektual.32
Bidang ketiga dari kegiatan WIPO yaitu mengenai promosi kepatuhan
dengan perjanjian yang ada, termasuk perjanjian Trade Aspect Related to
Intellectual Property Rights (TRIPS), pembaruan dan revisi dalam menanggapi
persyaratan anggota, dan negosiasi menuju pengembangan perjanjian baru.
Dan yang terpenting melibatkan respons beragam aspek terhadap jangkauan
global komunikasi digital yang semakin global seperti WIPO Copyright
Treaty, yang membentuk dasar bagi undang-undang AS dan UE mengenai
manajemen hak digital, dan negosiasi untuk memperluas serta menyelaraskan
regulasi mengenai ruang lingkup paten.
B. WIPO dan WTO dalam Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
Nasib orang-orang yang berbakat dan kaya (dan terkadang terkenal)
biasanya gagal menimbulkan banyak simpati. Tetapi mungkin yang mudah
diabaikan adalah bahwa kesuksesan itu sulit untuk dimenangkan, dan
seringkali lebih sulit untuk dipertahankan. Ini adalah kasus yang sangat banyak
untuk produk-produk penemuan manusia dan kreativitas - aset tidak berwujud
yang bisa sangat mahal untuk diperoleh, yang mungkin sangat berharga bagi
32World Intellectual Property Organization, Introduction to Intellectual Property, 42.
28
masyarakat luas, dan sayangnya dapat disalin dan/atau ditiru dengan sangat
mudah.
Hak kekayaan intelektual (HKI) seperti paten, hak cipta, dan merek
dagang cukup relevan dalam konteks itu, memungkinkan produsen karya baru
dan/atau asli untuk menegaskan (sebagian) kepemilikan hukum atas hasil
upaya mereka. Gagasan HKI adalah produk klasik dari peradaban barat, yang
berakar pada pandangan individualistis tentang kreativitas. Paten dan hak cipta
tampaknya pertama kali digunakan di Renaissance Italia, dan HKI pada
umumnya telah berkembang menjadi andalan tradisi hukum barat. Dan
internasionalisasi HKI mendapat dorongan luar biasa oleh Perjanjian Trade‐
Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang dimasukkan
sebagai salah satu perjanjian inti WTO yang mulai berlaku pada 1 Januari
1995.33
Peran WTO dalam tatanan hukum internasional terus menghasilkan per-
hatian yang signifikan, terutama yang berkaitan dengan efek tindakan WTO di
mana Organisasi tidak memiliki otoritas formal. Pemeriksaan WTO sebagai
organisasi internasional biasanya terjadi dalam konteks perdagangan, baik da-
lam upaya untuk menggambarkan ruang lingkup yang sesuai dari yurisdiksi
WTO atau dalam upaya untuk memanfaatkan kekuatan politik-hukumnya guna
memajukan norma-norma yang sebaliknya tidak memiliki institusi yang kuat
33GianCarlo Moschini, “Intellectual Property Rights and the World Trade Organization: Retrospect and Prospects”, 2003. [jurnal on-ine]; Sumber: https://lib.dr.iastate.edu/cgi/- viewcontent.cgi?referer=https://www.google.com/&httpsredir=1&article=1356&context=card_wo rkingpapers; Internet; diakses pada 23 Januari 2019.
29
atau struktur internasional untuk mendorong kepatuhan negara-negara anggota.
Kekuatan penegakan WTO secara khusus telah menarik perhatian yang kuat
untuk mempromosikan tujuan dan mempengaruhi perilaku negara dalam hal-
hal yang terjadi.34
Tumpang tindih antar institusi internasional terkait dalam perlindungan
HKI dapat diarahkan pada hubungan saling ketergantungan antar negara ter-
hadap institusi internasional. Di WTO untuk kasus kekayaan intelektual di-
masukkan ke dalam rezim perdagangan melalui perjanjian tentang TRIPs.
Terkait dengan perjanjian TRIPs, hubungan saling ketergantungan lebih ter-
lihat dari perilaku negara-negara yang berupaya mengeksploitasi HKI. Namun,
terlepas dari hal tersebut, ada upaya untuk mendorong koordinasi institusi yang
lebih kuat di antara organisasi-organisasi internasional sebagai satu cara untuk
mengatasi isolasi, dengan tujuan adanya kesetaraan di antara organisasi inter-
nasional terkait.35
WTO dalam pembagian kerjanya dengan WIPO, WIPO tidak dibebankan
secara formal atau secara struktural dirancang untuk mencapai jenis tawar-
menawar yang sekarang terkait dengan WTO, selanjutnya perjanjian WIPO
dengan WTO meskipun tidak jelas, dapat ditafsirkan sebagai upaya untuk men-
ciptakan hubungan hierarkis antara kedua Organisasi.36
34 Ruth L. Okediji, “WIPO-WTO Relations and the Future of Global Intellectual Property Norms”, 2009,1, [jurnal on-line]; Sumber: https://www.researchgate.net/publication/228176671_- WIPO-WTO_Relati-ons_and_the_Future_of_Global_Intellectual_Property_Norms; Internet; diak- ses pada 19 April 2019. 35 Ruth L. Okediji, WIPO-WTO Relations and the Future of Global Intellectual Property Norms, 2. 36 Ruth L. Okediji, WIPO-WTO Relations, 4.
30
Tanggung jawab utama WIPO, sebagaimana didefinisikan dalam pia-
gamnya adalah untuk mempromosikan perlindungan kekayaan intelektual di
seluruh dunia. Semua fungsi WIPO dirancang dengan tujuan tersebut dan
demikian keterlibatannya dengan organisasi internasional lainnya yang
diselenggarakan untuk perlindungan IP dengan persyaratan yang ditentukan
oleh WIPO. Memang, tidak ada perhatian yang diberikan dalam dokumen in-
stitusional pendiri WIPO untuk suatu tujuan, konteks atau aspirasi seperti apa
seharusnya sistem HKI, atau tujuan apa yang harus dikejar dalam sistem
ekonomi global. Tidak mengherankan jika Perjanjian TRIPS WTO, yang
didasarkan pada dua perjanjian WIPO telah menjadi subyek perdebatan yang
sengit. Hal itu muncul karena kegagalan WIPO untuk mencerminkan prinsip-
prinsip yang lebih luas terkait dengan tujuan kesejahteraan yang menghidupkan
sebagian besar sistem HKI nasional.37
C. Hubungan Indonesia dengan World Intelletual Property Organization
Hubungan Indonesia dengan WIPO diawali dengan disahkannya Paris
Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention
Establishing the World Intellectual Property Organization oleh Indonesia pada
tahun 1979. Dan ada perubahan keputusan pada tahun 1997 tentang
pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan
Convention Establishing the World Intellectual Property Organization.38
37 Ruth L. Okediji, WIPO-WTO Relations, 14. 38BPATP Litbang Pertanian, Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1997 Tentang : Perubahan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 Tentang Pengesahan Paris Convention For The Pro-
31
Dalam keputusan tersebut Indonesia secara resmi mengesahkan "Paris
Convention for the Protection of Industrial Property" tanggal 20 Maret 1883
sebagaimana beberapa kali diubah, terakhir tanggal 14 Juli 1967 di Stockholm,
dengan disertai persyaratan (reservation) terhadap Pasal 28 ayat (1) dan Pasal
1 sampai dengan Pasal 12 Konvensi dan "Convention Establishing the World
Intellectual Property Organization" yang telah ditandatangani di Stockholm
pada tanggal 14 Juli 1967.39
Hubungan Indonesia dengan WIPO tentunya memiliki suatu tujuan yang
penting bagi Indonesia. Di era perdagangan bebas, ada banyak negara yang
mencari produk-produk alternatif baru untuk diperdagangkan di pasar dengan
memaksimalkan produk berbasis GRTKF dari negara-negara berkembang
seperti Indonesia dan mencoba untuk melakukan akuisisi produk dan
mengembangkannya lebih banyak. Upaya ini dimaksudkan untuk mengatur
pasar global yang tanpa memberikan kontribusi kepada negara-negara yang
mempunnyai sumber daya alamnya.40
Ini adalah kasus yang biasa yang ditemukan di negara-negara
berkembang seperti Indonesia di mana sumber daya biologis dan genetiknya
dieksplorasi secara curang, terutama yang terkait dengan produk berbasis
tection Of Industrial Property Dan Convention Establishing The World Intellectual Property Or- ganization, [laporan resmi], tersedia di laman: http://bpatp.litbang.pertanian.go.id/- ind/images/stories/pdf/Keppres_15_Thn_1997.pdf diunduh pada 16 Januari 2019. 39WIPO, Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, [laporan resmi], tersedia di laman: https://wipolex.wipo.int/en/text/283833; diakses pada 19 Januari 2019 40Sudarmanto, Produk Kategori Indikasi Geografis Potensi Kekayaan Intelektual Masyarakat Indonesia, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Jakarta, 2005), 109 – 110.
32
pengetahuan tradisional. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya biopiracy yang
terjadi tanpa persetujuan dari pemilik hak dan ditambah lagi tidak memberikan
kontribusi atau kompensasi yang berarti bagi pemilik sumber daya alam. Salah
satu kasusnya adalah di Indonesia di mana Pabrik Brotowali dan Sambiloto
sekarang sedang diakuisisi secara ilegal oleh Jepang.
Menurut European Rights Bureau, setidaknya ada 40 hak tanaman
tradisional medis Indonesia yang diperoleh oleh Jepang meskipun beberapa di
antaranya dibatalkan. Sebagai pemilik pabrik obat tradisional tersebut,
Indonesia belum dapat menikmati manfaat tanaman tradisional dan sumber
daya alamnya secara ekonomis.41
41Christoph Antons dan Rosy Antons Sutanto, Traditional medicine and intellectual property rights: a case study of the Indonesian jamu industry, [basis data on-line], tersedia di laman: https://www.researchgate.net/publication/306227288_Traditional_Medicine_and_Intellectual_Pro- perty_Rights_a_Case_Study_of_the_Indonesian_Jamu_Industry ; diakses pada 20 Januari 2019.
33
BAB III
UPAYA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN GENETIC RESOURCES,
TRADITIONAL KNOWLEDGE AND FOLKLORE (GRTKF)
PERIODE 2009 - 2017
A. Pengertian Genetic Resources, Traditional Knowledge And Folklore
Upaya Indonesia dalam perlindungan GRTKF tentunya tidak mudah.
Perlindungan GRTKF masuk dalam pembahasan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI)/ Intelltual Property (IP) yang mana subtansinya sudah menjadi
perdebatanLsejakLtahunL1967LketikaLBernLConventionLforLthe Protection
of Literary.and.Artistic.Works.menambahkan.Pasal.15.4,.yang.berisi.tentang
bahwa karya yang belum dipublikasikan dan tidak dikenal penciptanya, dapat
dilindungi.sebagai.Hak.Cipta.jika.diduga si pencipta adalah warga negara
pihak.pada.konvensi.tersebut..Di.samping.itu,.negara.pihak.pada.konvensi ini
diminta.untuk.menunjuk.otoritas.yang.berwenang.untuk.memberikan.perlind -
ungan.
HKI.telah.diterapkan.di.berbagai negara lebih daripada 100 tahun, dan
tentunya menjadi perhatian Indonesia yang masih banyak orang belum
mengenal apa yang dimaksud dengan istilah HKI. Menurut.Graham Dutfield,
“IP rights are legal and institutional devices to protect creations of the mind
such as inventions, works of art and literature, and designs. They also include
marks on products to indicate their difference from similar ones sold by
34
competitors”.42 Sementara.itu,.Aaron.Schwabach.menyebutnya sebagai:
“…the intangible but legally recognized right to property in the products of
one’s intellect. Intellectual property rights allow the originator of certain
ideas, inventions, and expressions to exclude others from using those ideas,
inventions, and expressions without permission”.43
WIPO sendiri sebagai salah satu rezim internanasional yang mengatur
HKI melihat bahwa Intelltual Property (IP) harus mengacu pada kreasi pikiran
seperti penemuan, desain, karya sastra dan artistik, pertunjukan, varietas
tanaman, dan nama, tanda dan simbol.44
Gambar III.1. Pembagian Intellectual Property (IP)
Sumber: World Intellectual Property Organization
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat adat, komunitas lokal, dan
pemerintah terutama di negara-negara berkembang telah menuntut
42Graham Dutfield. Intellectual Property Rights and the Life Science Industries: A 20th Century History. (Hampshire, 2003). 43Aaron Schwabach. Intellectual Property. (California, 2007). 44WIPO, Intellectual Property and Genetic Resources, “Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions”, 2015, 10, [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/- edocs/pubdocs/en/tk/933/wipo_pub_933.pdf; Internet; diakses pada 6 Maret 2019.
35 perlindungan IP untuk bentuk kreativitas dan inovasi tradisional di bawah sistem IP konvensional, umumnya dianggap berada dalam domain publik, dan dengan demikian gratis bagi siapa saja untuk digunakan. Masyarakat adat, komunitas lokal dan banyak negara menolak status "domain publik" dari
GRTKF dan berpendapat bahwa hal ini membuka mereka terhadap penyalahgunaan dan penyalahgunaan yang tidak diinginkan.45 Sebagai contoh: a. Obat tradisional dapat disesuaikan oleh perusahaan farmasi dan penemuan
yang dihasilkan dipatenkan oleh perusahaan itu; b. Lagu rakyat pribumi dapat diadaptasi dan dilindungi hak cipta, tanpa ada
pengakuan dari masyarakat adat yang menciptakan lagu tersebut dan tanpa
berbagi manfaat apa pun yang timbul dari eksploitasi lagu tersebut dengan
masyarakat. c. Penemuan yang berasal dari GR dapat dipatenkan oleh pihak ketiga,
menimbulkan pertanyaan tentang hubungan antara sistem paten dan
konservasi dan penggunaan berkelanjutan keanekaragaman hayati dan
pembagian manfaat yang adil.46
Mengakui elemen-elemen tradisional sebagai IP yang dapat dilindungi akan memungkinkan pemegangnya protes terhadap orang lain yang menggunakannya. Ini tidak berarti bahwa sistem IP konvensional dipaksakan pada GRTKF, melainkan bahwa nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang tertanam dalam hukum IP dapat diadaptasi dan digunakan kembali untuk hal yang baru.
45WIPO, Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge, 10. 46WIPO, Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge, 11.
36
1. Genetic Resources
Genetic Resources atau Sumber daya genetik didefinisikan sebagai
bahan genetik tanaman, hewan, mikroba atau asal lainnya yang
mengandung unit fungsional hereditas yang memiliki nilai aktual atau
potensial. Contohnya termasuk tanaman obat, tanaman pertanian dan
keturunan hewan. Beberapa genetic resources terhubung dengan
traditional knowledge dan praktik-praktik tradisional melalui penggunaan
dan pelestariannya oleh masyarakat adat dan komunitas lokal, seringkali
dari generasi ke generasi, dan juga penggunaannya yang luas dalam
penelitian ilmiah modern. Sebagai contoh, traditional knowledge dapat
memberi para peneliti petunjuk untuk mengisolasi senyawa aktif yang
berharga untuk obat-obatan dan produk lainnya, yang dapat menjadi
penghantar bagi penemuan yang dapat dipatenkan.47
Genetic resources merupakan hal yang dijumpai di alam, dan hal
tersebut bukan merupakan kekayaan intelektual/Intellectual Property.
Mereka bukan ciptaan pikiran manusia dan karenanya tidak dapat secara
langsung dilindungi sebagai Intellectual Property. Namun, penemuan yang
berdasarkan atau dikembangkan menggunakan genetic resources dapat
memenuhi syarat untuk perlindungan melalui sistem Intellectual Property,
baik melalui paten atau dalam hal penelitian dan kegiatan yang dapat
47Convention on Biological Diversity, “United Nations” 1992, [jurnal on-line]; sumber: https://www.cbd.int/doc/legal/cbd-en.pdf; Internet; diakses 14 februari 2019.
37
mengarah pada penciptaan varietas tanaman baru oleh sistem sui generis
yang mengatur hak pemulia tanaman.
Genetic resources tunduk pada peraturan access and benefit-
sharing, khususnya dalam kerangka hukum dan kebijakan internasional
yang ditetapkan oleh CBD48 dan Protokol Nagoya49 tentang Akses ke
Sumber Daya Genetik dan Pembagian Manfaat yang Adil dan Berkeadilan
yang timbul dari Pemanfaatannya,50 serta oleh Perjanjian Internasional
tentang Sumber Daya Genetik Tumbuhan untuk Pangan dan Pertanian dari
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Perjanjian
Internasional).
Sementara WIPO tidak membahas regulasi access and benefit-
sharing Genetic resources. Ada isu-isu IP yang terkait langsung dengan
Genetic resources, dan dalam mempertimbangkan masalah ini WIPO perlu
melengkapi kerangka yang disediakan oleh CBD, Protokol Nagoya dan
Perjanjian Internasional. Masalah IP yang terkait dengan genetic resources
yang sedang dibahas di WIPO yaitu meliputi pencegahan paten yang salah
dan konsistensi serta sinergitas antara sistem IP dan sistem access and
benefit-sharing.51
48CBD, Genetic Resources. 49Protokol Nagoya, Genetic Resources. 50Nagoya Protocol, “On Access To Genetic Resources And The Fair And Equitable Sharing Of Benefits Arising From Their Utilization To The Convention On Biological Diversity, Secretariat of the Convention on Biological Diversity United Nations”, Canada 2011. [jurnal on-line]; Sumber https://www.cbd.int/abs/doc/protocol/nagoya-protocol-en.pdf; Internet; diakses pada 14 Februari 2019. 51Intellectual Property and Genetic Resources, WIPO 2016, [jurnal on-line]; Sumber https://www.wipo.int/edocs/pubdocs/en/wipo_pub_tk_10.pdf; Internet; diakses pada 19 Februari 2019, 1.
38
Penemuan berdasarkan atau dikembangkan dengan menggunakan
genetic resources dapat dipatenkan. Sejumlah negara Anggota WIPO telah
mengadopsi kebijakan yang ditujukan pada perlindungan defensif terhadap
genetic resources, hal tersebut untuk mencegah paten yang salah yang
diberikan atas penemuan berdasarkan atau dikembangkan menggunakan
genetic resources dan traditional kwonledge terkait yang tidak memenuhi
persyaratan paten seperti kebaruan dan inventif.52 Perlindungan defensif
semacam itu sudah dilakukan oleh Indonesia, menurut data Direktorat Jen-
dral Kekayaan Intelektual bahwa sudah ada empat puluh (40) genetic re-
sources yang sudah terdaftar.53
Tabel III.1. Data Genetic Resources Indonesia
Nama Genetic Resources Daerah Asal Nila Anjani Nusa Tenggara Barat Ikan Bilih Sumatera Barat Rafflesia Arnoldi Bengkulu Itik Talang Benih Bengkulu Markisa Sumatera Barat Buncis Varietas Pena Sumatera Barat Buncis Varietas Raisandra Sumatera Barat Wortel Varietas Koto Baru Sumatera Barat Sawo Varietas Lokal Sumpur Sumatera Barat Lobak Varietas Singgalang Sumatera Barat Seledri Varietas Paninjauan Sumatera Barat Pohon Pulai Sumatera Barat Varietas Padi Sawah Anak Daro Sumatera Barat
52Intellectual Property and Genetic Resources, WIPO, 2. 53DJKI, Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia, http://kikomunal- indonesia.dgip.go.id/ (diakses, 18 Mei 2019)
39
Kelapa Sawit Varietas DXP, DXP Sumatera Barat Langkat, DXP Dampi, DXP Yangambi, Dan DXP TN1 Kakao Varietas Lindak (ICS60, ICS12, Sumatera Barat TSH858, ICCRI01, SUL I, SUL II, SCA 12, Skapina 6, ICA 12) Karet Varietas PB 260 Dan Varietas Lo- Sumatera Barat kal Nilam Varietas Tapak Tuan, Sidikalang, Sumatera Barat Jawa Dan Hantu Gambir Sumatera Barat Pala Sumatera Barat Benih Ikan Nila Anjani Nusa Tenggara Barat Durian Varietas Gelampir Kalimantan Tengah Sei Sekonyer Kalimantan Tengah Ikan Semah Jambi Kayu Surrien Jambi Anggrek Wayabula Maluku Utara Ikan Uceng Temanggung Jawa Tengah Kayu Kaboa Jawa Barat Nenas Lobong Sulawesi Utara Pala Siau Sulawesi Utara Kangkung Tondano Sulawesi Utara Salak Tagulandang Sulawesi Utara Nenas Parigi Kalimantan Tengah Anggrek Mutiara Malawen Kalimantan Tengah Ongol Ongol Jawa Barat Duku Koto Baru Dharmasraya Sumatera Barat Sawo Plampong Nusa Tenggara Barat Cabe Varietas Gero Sumatera Barat Plasma Nusa Tenggara Barat Kopi Robusta Sumatera Barat
Sumber: Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual - Kementerian Hukum dan HAM R.I.54
54DJKI, Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia, http://kikomunal- indonesia.dgip.go.id/ (diakses, 18 Mei 2019)
40
Perlindungan defensif terhadap genetic resources dapat melibatkan
pengembangan dan implementasi berbagai mekanisme hukum dan praktis,
seperti database dan sistem informasi lainnya tentang genetic resources dan
traditional kwonledge terkait untuk membantu pemeriksa paten
menemukan penemuan sebelumnya yang relevan dan menghindari
pemberian paten yang salah. Persyaratan pengungkapan paten juga dapat
mengatasi masalah ini.55
Kunci masalah IP dalam konteks access and benefit-sharing terdiri
dalam memeriksa apakah, dan sampai sejauh mana sistem IP harus
digunakan untuk memastikan dan melacak kepatuhan pengguna genetic
resources dengan sistem access and benefit-sharing nasional yang
dibentuk berdasarkan CBD, Protokol Nagoya dan Internasional Perjanjian.
Negara-negara Anggota WIPO sedang mempertimbangkan apakah, dan
sampai sejauh mana sistem IP harus digunakan untuk mendukung
pelaksanaan kewajiban yang terkait dengan persetujuan berdasarkan
informasi sebelumnya, persyaratan yang disepakati bersama dan
pembagian manfaat yang adil dan merata yang disediakan oleh sistem ABS
ini. Salah satu opsi yang sedang dibahas adalah untuk mengembangkan
persyaratan disclosure requirements yang akan mewajibkan pemohon
paten untuk menunjukkan sumber atau asal genetic resources, serta bukti
55Intellectual Property and Genetic Resources, WIPO, 2.
41
persetujuan yang diinformasikan sebelumnya dan perjanjian pembagian
manfaat, jika mereka diminta oleh negara penyedia.56
2. Traditional Knowledge
Traditional Knowledge merupakan kumpulan pengetahuan yang
dikembangkan, dipertahankan, dan diwariskan dari generasi ke generasi
dalam suatu komunitas, sering kali membentuk bagian dari identitas
budaya atau spiritualnya. Dengan demikian, tidak mudah dilindungi oleh
sistem kekayaan intelektual saat ini, yang biasanya memberikan
perlindungan untuk periode terbatas bagi penemuan baru dan karya asli
oleh individu atau perusahaan. Sifatnya yang hidup/dinamis juga membuat
pengetahuan "tradisional" tidak mudah untuk didefinisikan.57
Mengakui bentuk-bentuk kreativitas dan inovasi Traditional
Knowledge sebagai kekayaan intelektual yang dapat dilindungi,
memungkinkan masyarakat adat dan lokal serta pemerintah untuk bersuara
atas penggunaannya oleh orang lain. Misalnya, untuk melindungi obat
tradisional, karya seni, atau musik dari penyalahgunaan, dan
memungkinkan masyarakat untuk mengontrol dan mengambil manfaat
secara kolektif dari eksploitasi komersial mereka.58
56Disclosure Requirements Table, WIPO 2017. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/export/sites/www/tk/en/documents/pdf/genetic_resources_disclosure.pdf%2 0; Internet; diakses pada 19 Februari 2019. 57Traditional Knowledge and Intellectual Property, WIPO 2015. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/export/sites/www/tk/en/documents/pdf/background_brief_on_tk.pdf; Inter- net; diakses pada 21 Februari 2019. 58Traditional Knowledge and Intellectual Property, WIPO.
42
Ketika anggota masyarakat berinovasi dalam kerangka pengetahuan
tradisional, mereka dapat menggunakan sistem paten untuk melindungi
inovasi mereka. Namun, pengetahuan tradisional seperti itu merupakan
pengetahuan yang memiliki akar kuno dan seringkali informal, dan hal
tersebut tidak dilindungi oleh sistem kekayaan intelektual konvensional.
Hal ini mendorong beberapa negara untuk mengembangkan sistem sui
generis mereka sendiri untuk melindungi pengetahuan tradisional,
berdasarkan pada jenis tindakan, prinsip dan nilai yang membentuk sistem
kekayaan intelektual.59
Indonesia sebagai anggota WIPO dan sadar akan pentingnya perlin-
dungan Traditional Knowledge sudah melakukan perlindungan defensif
dengan mendata dan mendokumentasikan pengetahuan tradisionalnya.
Saat ini, menurut data Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual Indonesia
mencapai angka seratus enam puluh lima (165) Traditional Knowledge
yang sudah terdaftar.60
Tabel III.2. Data Traditional Knowledge Indonesia
Nama Traditional Knowledge Nama Traditional Knowledge Acar Kuning Kue Onde Alie Bagente Kue Pancong Arak-Arakan Pengantin Kue Pasir Nerake Arsik Kue Pepe
59Developing a National Strategy on Intellectual Property, “Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions”, WIPO 2016. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/pubdocs/en/wipo_pub_tk_3.pdf; Internet; diakses pada 21 Februari 2019. 60DJKI, Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia, http://kikomunal- indonesia.dgip.go.id/ (diakses, 18 Mei 2019)
43
Arsitektur Rumah Uma Kue Rangi Ayam Bakakak Kue Rumput Surge Bahasa Cirebon Dan Prokemnya Kue Satu Batik Ayam Alas Kue Semprit Batik Banjar Balong Kue Sengkulun Batik Garut Kue Talam Batik Gunung Giwur Ladu Malangbong Khas Garut Batik Katewono Lappet Batik Kilingan Lemang Batik Megamendung Logang Batik Paksinaga Liman Makam Pangeran Arya Kamuning Batik Patran Kangkung Mangael Tonda Batik Patran Kangkung Menusa Cerbon Batik Patran Keris Merakit Jaring Maromi Batik Sawat Pengantin Mie Gomak Batik Simbar Kendo Miniatur Tugu Khatulistiwa Batik Simbar Menjangan Motif Batik Ceker Ayam Batik Singa Barong Motif Batik Ganggengan Batik Singa Payung Motif Batik Guha Wahanten Batik Singa Wadas Motif Batik Kapal Kandas Bendi Motif Batik Kembang Goyang (Soraba) Bhogi Motif Batik Kembang Sona Bidai Motif Batik Kuyaka Biji Ketapang Motif Batik Lenggang Kangkung Biji Salak Motif Batik Mega Mendung Bika Ambon Motif Batik Pring Sedapur Bir Pletok Motif Batik Taman Sakanti Bolu Kukus Motif Batik Taman Teratai Bubu Motif Batik Tebu Sekeret Bubur Asyura Musyawarah Alam Burayot Nasi Lengko Caburan Nagari Obat Rebus Cakalang Fufu Ongol Ongol Cemprus Pacar Cina Cheng Ho Mampir Di Cirebon Pacri Docang Palang Pintu Betawi Dodol Betawi Pandan Paninggahan Dodol Garut Pedhe Tua Dukun Beranak Pencak Silat
44
Empal Gentong Pesmol Es Selendang Mayang Pindang Ikan Garut Gabus Pucung Piso Surut Gado-Gado Poka Geplak Prajurit Keraton Di Cirebon Da- lam Kirab Festival Keraton Nusantara Goa Kesucian Pukat Pantai Golok Cilegon Pupuk Saurai Gubal Putu Mayang Huhate Roti Buaya Jabu Bolon Rumah Adat Padang Jabu Parsakitan Rumah Gadang Kampai Nan Pan- jang Kacang Sihobuk Saksang Kain Kulit Kayu Sambal Cibiuk Kain Tenun Motif Jara (Kuda) Sandeq Kain Tenun Tradisional "Kofo" Sangkar Buruang Barulak Karang Binaci Sate Asem Kembang Goyang Sate Bandeng Kerak Telur Sayur Bebanci Kerak Telur Sayur Daun Ubi Tumbuk Keris / Karih Sekilas Sejarah Awal Dan Akhir Kerajaan Cirebon Ketan Hitam Semur Betawi Ketan Uli Semur Jengkol Ketan Urap Sepat Kue Ape Sirpe Kue Apem Situs Air Leles Kue Bugis Situs Sumur Tujuh Cibulan Kue Cawan Soto Betawi Kue Cincin Soto Betawi Kue Cucur Sutera Garut Kue Gemblong Tabib Tradisional, Pande Besi Kue Intan Terambo Tahan Kulit Kue Jahe Teknologi Padi Salibu Kue Jongkong Telor Gabus Kue Kelen Tibo Kue Kelinca Tol Tabaet Ulan Kue Ketimus Tol Toit Ulan
45
Kue Lepet Tulak Balo Kue Lopis Ulos Kue Lumpang Wayoi Atau Wayuik (Logat Pari- aman) Kue Nastar Sumber: Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual - Kementerian Hukum dan HAM R.I.61
Ada banyak inisiatif yang sedang berlangsung untuk
mendokumentasikan pengetahuan tradisional. Dan rata-rata kasus motifnya
adalah untuk melestarikan, menyebarkannya atau menggunakannya,
misalnya dalam manajemen lingkungan, yang hal itu bukan untuk tujuan
perlindungan kekayaan intelektual. Namun demikian, ada kekhawatiran
bahwa jika dokumentasi membuat pengetahuan tradisional tersedia luas,
terutama jika itu dapat diakses di Internet, ini dapat mengarah pada
penyalahgunaan dan digunakan dengan cara yang tidak dimaksudkan oleh
pemegangnya.62
Sistem internasional untuk perlindungan kekayaan intelektual dibuat
pada zaman pencerahan dan industrialisasi, dan kemudian dikembangkan
sejalan dengan kebutuhan yang dirasakan masyarakat yang maju secara
teknologi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat adat,
komunitas lokal, dan pemerintah terutama di negara-negara berkembang,
telah menuntut perlindungan yang setara untuk traditional knowledge.63
61DJKI, Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia, http://kikomunal- indonesia.dgip.go.id/ (diakses, 18 Mei 2019) 62Traditional Knowledge and Intellectual Property, WIPO 2015, 2. 63The WIPO Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, “Traditional Knowledge and Folklore”, WIPO 2015. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/pubdocs/en/wipo_pub_tk_2.pdf; Internet; diakses pada 19 Februari 2019.
46
Negara-negara anggota WIPO mengambil bagian dalam negosiasi
Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic
Resources, Traditional Knowledge and Folklore (IGC), dalam rangka
mengembangkan.instrumen.hukum.internasional yang akan memberikan
perlindungan.yang.efektif.bagi.traditional.knowledge,.genetic.resources -
.and.traditional.cultural expressions (folklore). Instrumen semacam itu
dapat berkisar dari rekomendasi kepada anggota WIPO hingga
perjanjian.formal.yang.akan.mengikat.negara-negara yang memilih untuk
meratifikasinya. Perwakilan masyarakat adat dan lokal dibantu oleh WIPO
Voluntary Fund untuk menghadiri pembicaraan WIPO, dan partisipasi aktif
mereka sangat penting untuk hasil yang memuaskan.64
3. Folklore
Folklore atau Traditional Cultural Expressions (TCEs) adalah bentuk-
bentuk di mana budaya tradisional diekspresikan. Misalnya, tarian, lagu,
kerajinan tangan, desain, upacara, dongeng, atau banyak ekspresi artistik
atau budaya lainnya. TCEs dipandang sebagai bagian integral dari identitas
sosial budaya dan warisan masyarakat adat lokal, yang mencerminkan
nilai-nilai inti dan kepercayaan. TCEs diturunkan dari satu generasi ke
generasi lainnya, dan dikelola, digunakan atau dikembangkan oleh
pemegangnya. Mereka terus berkembang dan diciptakan kembali.65
64Traditional Knowledge and Intellectual Property, WIPO 2015. 65Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions, World Intellectual Property Organization, 16.
47
TCEs dapat berupa tangible (nyata/berwujud), intangible (tidak
nyata/tidak berwujud), atau paling umum kombinasi keduanya. Memang,
dalam objek material apa pun, seringkali ada elemen simbolis atau religius
yang darinya ia tidak dapat dipisahkan. Contohnya adalah permadani
(tangible) yang mengekspresikan unsur-unsur cerita tradisional
(intangible).66
Meskipun "folklore" adalah istilah yang paling umum digunakan
dalam diskusi internasional dan ditemukan dalam banyak undang-undang
nasional, beberapa komunitas telah menyatakan keberatan tentang konotasi
negatif yang terkait dengan kata "folklore." WIPO saat ini menggunakan
istilah "traditional cultural expressions". Beberapa contoh TCEs seperti:
1. Verbal expressions: cerita, dongeng, puisi, teka-teki, tanda, elemen
bahasa, seperti nama, kata, simbol dan indikasi, dll.;
2. Musical expressions: lagu dan musik instrumental;
3. Expressions by actions: tarian, Disclosure Requirementama, bentuk
artistik dari ritual, dll.; direduksi menjadi bentuk materi atau tidak;
4. Expressions by actions: gambar, lukisan, ukiran, perhiasan, barang
logam, tekstil, desain, karpet, patung, tembikar, terakota, kerajinan,
mosaik, menjahit, keranjang tenun, kayu, kostum; alat musik, bentuk
arsitektur, dll.67
66Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions, World Intellectual Property Organization, 16. 67Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions, World Intellectual Property Organization, 17.
48
Indonesia menurut data Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual
memiliki enam ratus dua puluh empat (624) traditional cultural
expressions, langkah tersebut sebagai bentuk perlindungan defensif Indo-
nesia untuk traditional cultural expressions.68
Tabel III.3.
Data Traditional Cultural Expressions/Folklore Indonesia
Nama Traditional Cul- Nama Traditional Cul- Nama Traditional Cul- tural Expression / Folk- tural Expression / Folk- tural Expression / Folk- lore lore lore Acara Adat Sorong Se- Perisaian (Peresean = Tari Kipas Tindaian rah Aji Krame Sasak) Adat Tepung Maye Perlombaan Perahu Tari Kisan Kora-Kora Agassi Permainan Ambong Gila Tari Klono Rojo Aiyakh Sungai Ogan Permainan Gasing Tari Kondan Akad Nikah Permainan Sapi Sonok Tari Kretek Alat Musik Berupa Pertemuan Bujang Gadis Tari Kukila Saluang, Bansi, Talem- pong, Rabab, Dan Gan- dang Tabuik Alat Musik Doll Pertemuan Bujang Gadis Tari Kumbang Alat Musik Tassa Pesta Sepura Tari Kupu-Kupu Angkan-Angkanan Petak Umpet Tari Lahbako Angklung Buhun Pidato Adat (Pidato Pan- Tari Langen Asmoro jang) Angklung Bungko Prosesi Adat Perkawinan Tari Langkah Dare Melayu Lingga Muslimah Angklung Bungko Prosesi Adat Tradisi Ber- Tari Laweut tepuk Tepung Tawar Asal Mula Kampung Qunut Tari Ledo Hawu Nerekeh Di Lingga Atraksi Ketangkasan Rabab Piaman Tari Lego-Lego Laga Domba Babad Limbangan Radin Djambat Tari Legong Babarit Raja Dogar Tari Leleng
68DJKI, Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia, http://kikomunal- indonesia.dgip.go.id/ (diakses, 18 Mei 2019)
49
Baca Syekh Raja Dogar Tari Lenan Belek Badahku Rampak Bedug Tari Lenggang Badawang Rampak Bedug Tari Lengger Pandeglang Badeng Rampak Kohkol Tari Lenggo Bakadaro Rarak Godang Tari Lenggo Bake Ratib Rabana Ode Tari Liang Asak Bakhe Ratib Saman Tari Likok Pulo Balai Panjang Rayagungan / Mapag Jia- Tari Likurai roh Bangklung Rebana Hadroh Tari Lulo Bangreng Rebo Wakasan Tari Lumense Bapangan Rejung Tari Ma'Badong Barapan Ayam Rengkong Tari Ma'Bundu Barlen Reog Cengal Tari Maena Barzanji Ritual Babi Tari Maengket Basmerah (Nyambleh Ritual Ikan Tari Ma'Gellu Sasih Kanem) Basuh Dusun Ritual Menurunkan Sam- Tari Mahambak pan Bebentengan Ritual Menyambut Bayi Tari Mainangan Bekate Semonde Ritual Pasca Panen Tari Makyong Belange/Priuk Ritual Sukun Tari Manasai Belarak Ritual Tiwah Tari Mandau Belimau Ritual Tradisi Talam Dua Tari Manganjan Muka Beluk Robo-Robo Napak Tilas Tari Manggar Opu Daeng Manambon Berandam Rodat Hadrah Tari Manimbong Berantok Rokrokan Tari Manuk Rawa Bercampur Ronggeng Tari Ma'Randing Berdah Ronggeng Bugis Tari Melemang Berdah Rorodaan Tari Mokosambe Berokan Rudat Tari Morego Berzanji Dan Musik Rumah Baghi Tari Moyo Gebane Berzikir Maulud Rumah Ulu Tari Muang Sangkal Betandak Sabung Ayam Tari Nanggok Bubu Sakeco Tari Ngantat Dendan Bulian Saluang Panjang Tari Ngelewai Cak Ingkling Sangharok Tari Nguri
50
Campak Darat "Kem- Saptonan Tari Nguri boja Besaot" Canang Pacik Sayriful Anam Tari Nigal Cangget Agung Se'Awe / Bajik / Buak Tari Nyensek Cecah Inai Seba Baduy Tari Nyesek Cegak Selodor Tari Oncer Cenculung Sembilan Bulan Tari Padoa Cerita Patahnya Senduk Sayak Tari Pagar Pengantin Gunung Daik Ciek Siti Sengkuro Tari Pajoge Cigawiran Seni Bela Diri Pencak Si- Tari Pamonte lat Aliran Harimau Ku- mango Cuci Parigi Pusaka Seni Bingbrek Tari Pa'Pangngan Cuci Pusaka Seni Gambus Ombak Tari Papatai Berayun Cupak Caoq Seni Sisingaan Tari Pasasanggarroma Cupak/ Ca'Uk Seni Sisingaan Tari Pattennung Dampu Sepok Tari Patuddu Debus Sike Rebana Tari Pedang Mualang Desain Corak Insang Silat Cingkrik Tari Pembumbung Dhol Bengkulu Silat Harimau Kumango Tari Pendet Dihar Silat Pengantin Tari Pepoinaya Dihar Silat Sembah Tari Persembahan Dodombaan Silat Tiga Berantai Tari Persembahan Kutai Dogdog Silek Luncua Tari Petik Pari Dogdog Lojor Silek Luncua Tari Pho Drama Kolosal Amaq Silek Nunua Tari Pingan Abir Dul Muluk Tiang Balai Silek Sungai Patai Tari Pirdi Kembiri Egrang Sintren Tari Piriang Ateh Ka- rambia E'Jinang Sistem Kekerabatan Mat- Tari Piriang Lampu To- rilineal gok Eksoan Situ Bagendit Tari Piring, Tari Payung, Tari Randai, Tari Pasambahan, Tari Galombang. Tari Galombang Engklek Situ Dan Candi Tari Piso Surit Cangkuang Engrang Sorodot Gaplok Tari Pontanu
51
Faluaya Soya-Soya Tari Posisani Festival Cap Go Meh Surak Ibra Tari Prawiroguno Singkawang Festival Legu Gam Suweng Cublek Cublek Tari Puspanjali Festival Sabang Fair Syaman Tari Putri Malawen Filosofi Keindahan Tari Syukuran Tari Rancak Denok Topeng Cirebon Gacle Syukuran Cuci Darah Tari Rangkuk Alu Gambus Talang Mamak Syukuran Masuk Rumah Tari Ranup Lampuan Gandang Sarunai Tabuik Tari Rapai Geleng Gandrung Tabuik Piaman Tari Rara Ngigel Gasing Lingga Tabut Bengkulu Tari Rateb Meusakat Gatrik Tari Ahlan Wa Sahlan Tari Ratoh Duek Acok Gatrik Tari Ambarang Tari Rejang Gatrik Tari Andun Tari Remo Gawai Dayak (Nosu Tari Angguk Tari Rempak Selendang Mino Podi) Gelar Tradisi Masyara- Tari Anitu Tari Reog Ponorogo kat Pesisir "Khanduri Laot Festival" Gendang Serama Tari Arjuna Wiwaha Tari Rodat Cempako Gendang Tabuik Tari Bahalai (Nandrik) Tari Rondang Bulan Genggong Tari Baksa Dadap Tari Rong Tek Genjring Akrobat Tari Baksa Kembang Tari Rudat Gesrek Tari Baksa Panah Tari Saman Goa Cermai Petilasan Tari Baksa Tameng Tari Sambang Para Wali Berangkai Gobag Tari Balai Terbang Tari Sanghyang Golok Banten Tari Balean Dadas Tari Satrio Watang Goong Renteng Tari Balia Tari Sebimbing Sekun- dang Guluk Tari Balian Tari Seblang Guritan Tari Balumpa Tari Sekapur Sirih Haul Opu Daeng Tari Bamba Manurung Tari Selampit Delapan Manambon Hombo Batu Tari Bambangan Cakil Tari Seluang Mudik Houl Jamak Dan Ken- Tari Baris Cina Tari Serampang Dua- duri Arwah belas Huda-Huda / Toping- Tari Baris Tunggal Tari Sere Toping Igelan Topeng Tari Baris Wayang Lu- Tari Serengkuh Dayung mintang
52
Ilah Mardogei Tari Barong Tari Serimpi Ilah Mardogei Tari Batik Pace Tari Seudati Improvisasi ( Tor - Tor Tari Bedoyo Wulandaru Tari Sigale-Gale Usihan Bodat Haudanon ) Improvisasi ( Tor - Tor Tari Bekhincakan Tari Singo Ulung Usihan Buyut Mangan Sihala ) Improvisasi ( Tor - Tor Tari Beksan Lawung Tari Sining Gayo Usihan Makkail ) Ageng Improvisasi (Tor - Tor Tari Beksan Srikandi Su- Tari Sintren Usihan Siritak Hotang) radewati Ingetan Musim Duku Tari Belian Bawo Tari Sparkling Sura- baya Inggangan Tari Beringin Song Sang Tari Tambun Dan Bun- gai Isek Tari Beskalan Tari Tandak Jabu Parsakitan Tari Besolang Dare Tari Tandak Sambas Jaran Kencak Tari Bidu Tari Tandak Sejati Kabasaran Tari Bines Tari Tandok Kain Besurek Tari Bondan Tari Tanggai Kain Tapis Lampung Tari Bopureh Tari Tarek Pukat Kawasan 1000 Rumah Tari Boran Tari Tatengesan Gadang Kawin Cai Tari Bosara Tari Tauh Kelintang Tari Buja Kadanda Tari Tea Eku Kemprongan Tari Bulu Londong Tari Telek Kerajinan Mandau Tari Bumbung Tari Terunajaya Kesenian Buaya Putih Tari Burong Kwayang Tari Thengul Kesenian Ilau Tari Burong Kwayang Tari Toerang Batu Kesenian Rudat Tari Burung Enggang Tari Toja Bobu Ketangkasan Laga Tari Caci Tari Topeng Ireng Domba Kiliningan Tari Caka Iba Tari Topeng Kemindo Kinjar Tari Cangklak Tari Topeng Malangan Kitiran Tari Caping Ngancak Tari Topeng Tua Kliningan Tari Cendrawasih Tari Topeng Walang Kekek Kololi Kie (Rong Tari Cerana Tari Tor Tor Gunung Perahu) Kudo Kepang Tari Cilinaya Tari Tor-Tor Kujur Tari Dadansa Tari Tujuh Putri
53
Lagu Butet Tari Dana-Dana Tari Tumatenden Lais Tari Datun Julud Tari Tuntung Tulus Legenda Sendang Kasi- Tari Dero Tari Ula Ula Lembing han Bantul Legenda Sendhang Bu- Tari Didong Tari Uwela baran Legenda Tupai Janjang Tari Dinggu Tari Wadian Bawo Lempar Ketupat Dan Tari Dopalak Tari Wadian Dadas Mandi Bedil Keraton Paku Negara Tayan Hilir Lesung/Alu Tari Durga Mahisasura Tari Wadian Dapa Mardini Lodong Awi Tari Enggang Tari Wapian Amunrahu Lukah Gilo Tari Fataele Tari Wira Pertiwi Lukah Manari (Lukah Tari Foti Lalendo Tari Wiranata Gila) Maanta Bali Tari Galangi Tari Woleka Mandi Syafar Tari Gambhyong Tari Wura Bongi Monca Manjau Lambalan Tari Gambus Betandang Tari Zapin Betawi Manuk Kurung/Kum- Tari Ganau Tarian Adat Perkawi- bur nan Mogama Masres Sandiwara Tari Gandrung Lombok Tarian Giring-Giring Tradisional Khas Cire- (Nampak) bon Mata Dunia Tari Ganjur Tarian Maengket Matrilineal Tari Ganrang Bulo Tarian Piring Maulud Fatimah Tari Gantar Tarian Tor - Tor Har- oan Bolon Maulud Nabi Muham- Tari Gawi Tarian Tor - Tor Mar- mad Saw tonun Megalitik Tari Gegerit Tarian Tor - Tor Sita- lasari Memalas Bumi Tari Gembu Tarian Tor - Tor Som- bah Menara Banten Tari Gendang Beleq Tarian Tor-Tor Haroan Bolon Musal Tari Gending Sriwijaya Tarian Tor-Tor Mar- tonun Musal Tari Giri Gora Dahuru Tarian Tumatenden Daha Musik Gandang Tam- Tari Giring-Giring Tarian Wadian Tapu bua Dan Tasa Unru
54
Musik Gawai Dayak Tari Glipang Tarling Musik Jepin Tari Golek Ayun-Ayun Taur - Taur Simbandar Musik Ketobong Tari Golek Menak Taur - Taur Simbandar Musik Ketuk Ketuk Tari Golek Sulung Tayuban Dayung Musik Ketuk Ketuk Tari Gong Tayuban Musik Ratib Rabana Tari Guel Tegak Bumbungan / Setulungan Betegak Dan Ngehatap Musik Sakeco Tari Gunde Teleguk Musim Dehian Tari Hedung Tembang Gede Naik Dango Tari Hegong Terbangan Berdah Nampun Kulo Tari Huda-Huda Terwengkal Nandung Tari Hudoq Tiang Pusing Ngalungsur Pusaka Di Tari Hugo Dan Huda Tibean Makam Godog Ngantar Tanci Atau Tari Inai Tikar Mengantar Belanja Ngantar Tanu Atau Tari Jai Tip Wajik Mengantar Belanja Ngerebong Tari Jaranan Toana Ngerempah/Malam Tari Jaranan Buto Topeng Wewe Bepacar Ngeroncong Tari Jepen Tor Tor Haroan Bolon Ngora Tari Jepeng Tor Tor Martonun Njamu Tari Jlatur Tor Tor Sitalasari Notak Bayak Tari Joge Tor Tor Sombah Nyalawena Tari Joge Tradisi Batombe Nyiru Tari Jonggan Tradisi Kehamilan ( Ritual Tujuh Bulanan ) Nyiru Tari Kabasaran Tradisi Malam Tujuh Likur Dan Pintu Gerbang Nyongkolan Tari Kabela Tradisi Panen Ondel Ondel Tari Kabokang Tradisi Pembangunan Rumah (Cara Memilih Tanah) Pacu Jawi Tari Kain Tudung Pakaian Adat Padang Tari Kalengkang U'Ak Magek Pance Tari Kampung Pulau U'Ak (Pendayung)
55
Pangkak Gasing Tari Kancet Pepai Upacara Adat Seba Di Kabuyutan Ciburuy Panjang Jimat Tari Kancet Punan Letto Upacara Batagak Penghulu Panjang Maulud Tari Kandingang Upacara Cikahuripan Jaya Di Situs Ciela Paraje Keraton Surya Tari Kataga Upacara Ke Makam Negara Sanggau Karomah Cikelet Patingtung Tari Katrili Upacara Memulai Tanam Padi Pehiliman/Lengguai Tari Kayau Upacara Ngebakeun Pusaka Di Makam Pan- geran Papak Pekabaran Tari Kebalai Upacara Nyelimut Pekabaran Tari Kebyar Duduk Upacara Perayaan Tabot Pelangking Tari Kecak Wayang Golek / Teater Rakyat Pembacaan Jambar Tari Kejei Wayang Golek / Teater Uang Rakyat ( Gema Wirahma ) Pembacaan Jambar Tari Kethek Ogleng Wayang Golek Cepak Uang Pembagian Jambar Tari Ketuk Thilu Wayang Kulit Betawi Uang Pencak Ular Tari Kinyah Mandau Weh Rampoe Festival Etnic Serumpun Perahu Baganduang Tari Kipas Pasarena Yalil Perahu Kajang Serong Tari Kipas Serumpun Zikir Nazam
Sumber: Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual - Kementerian Hukum dan HAM R.I.69
B. Peluang dan Tantangan Indonesia dalam Perlindungan Genetic
Resources, Traditional Knowledge And Folklore
Peluang Indonesia dalam perlindungan GRTKF secara hukum (di tingkat
internasional) menjadi semakin besar karena sujumlah faktor.
69DJKI, Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia, http://kikomunal- indonesia.dgip.go.id/ (diakses, 18 Mei 2019)
56
Pasal.2.paragraf.viii.Agreement.Establishing.the.World.Intellectual.Properaty
Organization,.antara.lain.menyebutkan.bahwa.yang.dimaksud.sebagai.“intell-
ectual.property”.atau.Hak.Kekayaan..Intelektual.(HKI).termasuk.di.dalamnya
.yaitu:.“…and all other rights resulting from intellectual activity in the
industrial, scientific, literary or artistic fields”.70 Sebagian.pihak
berpendapat.bahwa.frasa.tersebut.mengandung.pengertian..memberikan.ruang
kepada.jenis-jenis.karya yang diciptakan melalui kekuatan pemikiran.di.luar
yang.sudah.ada.saat.ini.
Kemudian pada Pasal.8.paragraf.j.Convention.on.Biological Diversity
1992.mewajibkan.negara anggotanya untuk: “…respect, preserve and
maintain knowledge, innovations and practices of indigenous and local
communities embodying traditional lifestyles relevant for the conservation and
sustainable use of biological diversity and promote their wider application
with the approval and involvement of the holders of such knowledge,
innovations and practices and encourage the equitable sharing of the benefits
arising from the utilization of such knowledge, innovations and practices”.71
Selanjutnya, WIPO.Report.on.Fact-finding.Missions.on.Intellectual.Pr-
operty.and.Traditional.Knowledge.(1998-1999). Di dalam laporan tersebut
antara.lain.dijelaskan.mengenai.pandangan.komunitas.dan.masyarakat.tradisi-
70WIPO, “The Concept of Intellectual Property The World Intellectual Property Organization” WIPO. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/export/sites/www/about- ip/en/iprm/pdf/ch1.pdf; Internet; diakses tanggal 14 April 2019, 3. 71CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY, UN 1992. [jurnal on-line]; Sumber : https://www.cbd.int/doc/legal/cbd-en.pdf, Internet; diakses tanggal 14 april 2019, 28.
57
onal.di berbagai negara berkaitan dengan kebutuhan.perlindungan.kepemilikan
atas GRTKF.72
Terakhir, adanya pembentukan.IGC.GRTKF.oleh WIPO yang telah
melaksanakan.sidangnya.sebanyak.18.(delapan.belas).sesi sejak tahun 2001
hingga.saat.ini..IGC.GRTKF.adalah.sebuah.forum.perundingan untuk mencari
kesepakatan.mengenai.pengaturan.yang.paling.tepat.mengenai perlindungan
GRTKF di tingkat internasional.73
Dengan peluang yang ada, Indonesia perlu mengambil langkah agar
GRTKF dapat dilindungi secara hukum internasional. Adapun upaya Indonesia
dalam perlindungan GRTKF periode 2009 – 2017 yaitu, pada tahun 2009
Indonesia bersama dengan Afrika Selatan menginisiasi untuk mengadakan
meetings bagi Like-Minded Countries (LMCs) dengan tujuan mengupayakan
dibentuknya perlindungan hukum terhadap GRTKF. Karena.
proses.perundingan.dalam.kerangka Intergovernmental Committee (IGC)
GRTKF.belum.dapat.berjalan.mulus.74 Tahun 2010 di sesi High Level Segment
48th Meeting of Assemblies of Member States World Intellectual Property
Organization (WIPO) yang berlangsung di Jenewa, Swiss. Indonesia
72Intellectual Property, “Needs And Expectations Of Traditional Knowledge Holders Wipo Report on Fact-Finding Missions on Intellectual Property and Traditional Knowledge” (1998-1999), Geneva, 2001. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/pubdocs/- en/tk/768/wipo_pub_768.pdf; Internet; diakses tanggal 14 april 2019. 73https://www.wipo.int/tk/en/igc/ (diakses 15 April 2019) 74Basuki Antariksa, “Peluang dan Tantangan Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional”, [jurnal on-line]; sumber: http://www.kemenpar.go.id/- userfiles/file/Art_11-Konsinyering%20WBTB%20710.pdf; Internet; diakses pada 21 November 2018.
58
mendorong pembentukan instrument hukum yang mengikat bagi perlindungan
GRTKF.75
Pada tahun 2011 Indonesia menyelenggarakan The Second Session of
Like Minded Countries Meeting on the Protection of GRTKF yang bertujuan
untuk.menyamakan.pandangan.di.antara.negara.sepaham.(Like.Minded.Coun-
tries).di.World.Intellectual.Property.Organization (WIPO) dalam rangka
menghadapi.negosiasi.berbasis.teks.lanjutan.pada.tahun.2011.dan.mengantisi-
pasi.kemungkinan.penyelenggaraan.Diplomatic.Conference.tahun.2012.guna.
mengesahkan..Disclosure…Requirementaft..legal..text..perlindungan.GRTKF
(Genetic.Resources,.Traditional.Knowledge and Folklore) menjadi suatu
international legally binding instrument.76
Tahun 2012 Indonesia kembali menyelenggarakan Pertemuan negara-
negara sepaham (Like Minded Countries Meeting) ketiga dalam rangka
melindungi GRTKF melalui instrument internasional yang antara lain adalah
disclosure requirement, access benefit sharing, mutually agreed terms, prior
informed consent, definisi, penerima manfaat, dan keterkaitan dengan
75Mission, “RI Perjuangkan Perlindungan HKI dalam Forum WIPO”, 23 September 2010, [jurnal on-line]; sumber: https://mission-indonesia.org/2010/09/23/ri-perjuangkan-perlindungan- HKI-dalam-forum-wipo/; Internet; diakses pada 21 November 2018. 76Kemlu, “Penyelenggaraan 'The Second Session of Like Minded Countries Meeting on the Protection of Genetic Resources”, Traditional Knowledge and Folklore (LMCM II)', 24 Juni 2011, [jurnal on-line]; sumber: https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Penyelenggaraan- The-Second-Session-of-Like-Minded-Countries-Meeting-on-the-Protection-of-Genetic-Res.aspx; Internet; diakses pada 21 November 2018.
59
instrumen hukum internasional lainnya khususnya di bidang lingkungan hidup
dan hak kekayaan intelektual.77
Di tahun 2016 Indonesia memperpanjang mandat Inter-Governmental
Committee on Intellectual property and Genetic Resources, Traditional
Knowledge and Folklore (IGC-GRTKF) untuk periode 2016/2017 untuk
melanjutkan proses negoisasi di WIPO guna mempercepat proses penyusunan
norma hukum internasional yang memberikan perlindungan yang dibutuhkan
oleh Indonesia.78
Dalam perjalanannya Indonesia telah banyak meratifikasi beberapa
perjanjian terkait perlindungan GRTKF, antara lain:
1. Protocol Relating to the Madrid Agreement Concerning the International
Registration of Marks;
2. WIPO Performances and Phonograms Treaty;
3. WIPO Copyright Treaty;
4. Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works;
5. Patent Cooperation Treaty;
6. Trademark Law Treaty;
7. Convention Establishing the World Intellectual Property Organization;
8. Paris Convention for the Protection of Industrial Property;
77Kemlu, “Like Minded Countries Meeting (LMCM) Ketiga”, 15 Juni 2012, [jurnal on-line]; sumber: https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Like-Minded-Countries-Meeting- LMCM-Ketiga.aspx; Internet; diakses pada 21 November 2018. 78Kemlu, “Sosialisasi dan Jaring Masukan Perkembangan Perundingan IGC-GRTKF”, 15 Juni 2016, [jurnal on-line]; sumber: https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Sosialisasi-dan- Jaring-Masukan-Perkembangan-Perundingan-IGC-GRTKF.aspx; Internet; diakses pada 21 November 2018.
60
9. Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and
Equitable Sharing of Benefits Arising from their Utilization to the
Convention on Biological Diversity;
10. Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural
Expressions 2005;
11. Convention on the Rights of Persons with Disabilities;
12. Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants;
13. Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage;
14. International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and
Agriculture;
15. International Covenant on Economic, Sosial and Cultural Rights;
16. International Plant Protection Convention;
17. Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological
Diversity;
18. Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate
Change;
19. United Nations Convention to Combat Desertification in Those Countries
Experiencing Serious Disclosure Requirementought and/or
Desertification, Particularly in Africa;
20. Agreement establishing the World Trade Organization (WTO);
21. World Trade Organization (WTO) - Agreement on Trade-Related Aspects
of Intellectual Property Rights (TRIPS Agreement) (1994);
22. Convention on Biological Diversity;
61
23. United Nations Framework Convention on Climate Change;
24. United Nations Convention on the Law of the Sea;
25. Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer;
26. Convention concerning the Protection of the World Cultural and Natural
Heritage;
27. Protocol to the Convention for the Protection of Cultural Property in the
Event of Armed Conflict;
28. Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed
Conflict;
29. Convention (I) for the Amelioration of the Condition of the Wounded and
Sick in Armed Forces in the Field;
30. Convention (II) for the Amelioration of the Condition of Wounded, Sick
and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea;
31. Convention (III) relative to the Treatment of Prisoners of War;
32. Convention (IV) relative to the Protection of Civilian Persons in Time of
War;
33. Convention on International Civil Aviation;
34. Agreement between Japan and Indonesia for an Economic Partnership;
35. Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the
Government of the Republic of Mozambique for the Promotion and
Protection of Investments;
36. ASEAN Trade in Goods Agreement;
37. Agreement on Promotion and Protection of Investment in ASEAN;
62
38. Agreement on the Common Effective Preferential Tariff Scheme for the
ASEAN Free Trade Area;
Indonesia sudah melakukan upaya yang cukup bahkan sangat masif
dalam melindungi GRTKF. Beberapa hal yang diupayakan oleh Indonesia
dalam perlindungan GRTKF yang sampai saat ini belum berjalan di tingkat
Internasional adalah instrument hukum berupa Disclosure Requirement,
Access and Benefit Sharing, dan International Legally Binding. Instrumen
tersebut dianggap sangat diperlukan oleh Indonesia demi terlindungnya
GRTKF dan hak masyarakat lokal serta negara-negara yang memilki GRTKF.
Adapun masalah atau tantangan yang dihadapi oleh Indonesia umtuk
perlindungan GRTKF adalah bahwa.belum.ada kejelasan mengenai.konsep
yang berkaitan.dengan.List.of.Core.Issues,.List.of.Core.Issues.dihasilkan pada
saat.berlangsungnya.Sidang.ke.–.10.IGC.GRTKF.pada.30 November.2006 di
Jenewa. List.of.Core.Issues merupakan sepuluh (10) buah.pertanyaan.yang
menjadi inti.dari.masalah.perlindungan.GRTKF.79 Jika kesepuluh pertanyaan
tersebut dapat.dijawab.dengan.justifikasi.ilmiah.yang jelas maka persoalan
mengenai.upaya perlindungan.GRTKF dapat dikatakan telah diselesaikan.
Adapun rincian.List.of.Core.Issues.adalah.sebagai.berikut:
1. Definition.of.TK.and.TCEs.that.should.be.protected
2. Who.should.benefit.from.any.such.protection.or.who.would.hold.the.
rights.to.protectable.TK.and.TCEs?
79Wend Wendland , “The content/substance of protection for TK and TCEs: WIPO’s Draft Provisions and other resources”. 2006, [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/- edocs/mdocs/tk/en/wipo_iptk_bkk_09/wipo_iptk_bkk_09_topic4_1.pdf; Internet; diakses pada 14 April 2019.
63
3. What.objective.is.sought.to.be.achieved.through.according intellectual
property.protection.(economic.rights,.moral.rights)?
4. What.forms.of.behavior.in.relation.to.protectable.TK.and.TCEs
should.be.considered.unacceptable.and.illegal?
5. Should.there.be.any.exceptions.or.limitations.to.rights.attaching.to
protectable.TK.and.TCEs?
6. For.how.long.should.protection.be.accorded?
7. To.what.extent.do.existing.IPRs.already afford protection? What gaps
need.to.be.filled?What.sanctions.or.penalties.should.apply.to.behavior.
or.acts.considered.to.unacceptable/illegal?
8. Which.issues.should.be.dealt.with.internationally.and.which.nationally,.
or.what.division.should.be.made.between.international.regulation.and.
national.regulation?
9. How.should.foreign.rights.holders/beneficiaries.be.treated?80
Selain masalah List of Core Issues, negara-negaraImajuIjugaIberupaya sedemikianIrupaIuntukImelindungi kekayaan intelektual mereka dari penyalahgunaanIyangIterjadiIdiInegara-negaraIberkembangIdengan menekan negaraInegaraIberkembangIituIuntukImelindungi HKI mereka. Salah satu kesuksesanIdari upaya negara-negara maju tersebut adalah dengan disepakatinyaITRIPsI(AgreementIon Trade-Related Aspect of Intelllectual
80Wend Wendland , The content/substance of protection , 7.
64
Property Rights)81 dalam kerangka atau sistem perdagangan dunia (World
trade Organization).
PadaIsisiIyangIlain,Inegara-negara maju enggan untuk mengakui
collective rightsIdariImasyarakatIlokal diInegara-negara berkembang atas
kearifanItradisionalImereka.IKeengganan itu dibuktikan dengan penolakan
negra-negaraImajuIuntuk menandatangani The Disclosure Requirementaft
United Nation DeclarationIonItheIRightsIofIIndigenousIPeoples.82IDi dalam
DisclosureIRequirementaftItersebut terdapat rumusan pasal-pasal yang
memberikanIpengakuanIbahwaImasyarakatIsebagaiIsebuahIkolektifitasIdapat
menjadiIpengembanIhak.IRumusanIpasal-pasalIituIantaraIlain.
“Indigenous peoples have the right to their traditional medicines and health practices, including the right to the protection of vital medicinal plants, animals and minerals.” (Draft article 24)83 Indigenous peoples are entitled to the recognition of the full ownership, control and protection of their cultural and intellectual property. They have right to special measures to control, develop and protect their sciences, technologies and cultrural manifestations,including human and other genetic resources, seeds, medicines, knowledge of the properties of fauna and flora, oral tradition, literatures, designs and visual and performing arts.” (Draft Article 29)].84
PerjuanganInegara-negaraIberkembangIuntuk adanya perlindungan
GRTKFImunculIdenganIditandatanganinyaIConventionIonIBiologicalIDiver-
81“Agreement On Trade-Related Aspects Of Intellectual Property Rights”, 1994. [jurnal on- line]; Sumber: https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/27-trips.pdf; Internet; diakses pada 14 April 2019. 82“United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples”. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.un.org/development/desa/indigenouspeoples/wp-content/uploads/sites/19/2- 018/11/UNDRIP_E_web.pdf; Internet; diakses pada 14 April 2019. 83United Nations, “United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples”. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.un.org/development/desa/indigenouspeoples/wp-content/up- loads/sites/19/2018/11/UNDRIP_E_web.pdf; Internet; diakses pada 14 April 2019, 18. 84United Nations, United Nations Declaration, 21.
65 sity 1992I(CBD).ISejakIsaatIituIberbagaiIpertemuanItingkatIdunia, terutama dalamIkerangka WIPO terus diselenggarakan untuk merumuskan sistem perlindungan yangItepatIbagiIpengetahuanItradisionalItersebut. Gagasan untukImemanfaatkanIsistemIHKI,IsistemIsui generis, sistem dokumentasi, sistemIpriorIinformedIconsent, dan mengembangkan sistem perlindungan
IndikasiIGeografisIgunaImelindungiIGRTKFIterusIbergulir, namun kata akhirIbelumItercapai.
66
BAB IV
ANALISIS UPAYA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN GENETIC
RESOURCES, TRADITIONAL KNOWLEDGE AND FOLKLORE DI
WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATITON
PERIODE 2009 - 2017
Pada Bab ini penulis akan membahas analisis mengenai upaya Indonesia dalam perlindungan Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folkrlore (GRTKF) di World Intellectual Organization (WIPO) Periode 2009 sampai 2017. Bab ini juga merupakan penjelasan dari bab sebelumnya dengan menggunakan satu (1) teori dan satu (1) konsep yang saling berkaitan dan melengkapi satu sama lain. Teori dan konsep yang digunakan yaitu Neoliberal Institusional dan Rezim Internasional di mana pada bab ini akan dijelaskan secara deskriptif analitis menggunakan data dan fakta yang ada terkait upaya Indonesia dalam perlindungan GRTKF di WIPO
Periode 2009 sampai 2017.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai analisis masalah penetian, penulis ingin sedikit kembali merangkum tentang alur berpikir/gagasan utama yang ada dalam penelitian skripsi ini. Pada pembahasan awal di Bab I, telah dijelaskan bahwa upaya Indonesia dalam melindungi GRTKF cukup masif pada tahun 2009 sampai
2017. Hal itu ditandai oleh intensitas kerjasama Indonesia dengan World
Intellectual Property Organization (WIPO) dan inisiasi Indonesia dengan Afrika
Selatan untuk menyelenggarakan Like Minded Countries (LMCs) Meeting pada tahun 2009 dan berlanjut hingga sampai saat ini.
67
Gambar IV.1. United Nations Regional Groups of Member States
Sumber: United Nations (UN)85
Pada pertemuan LMCs tersebut (2009 – 2016), dua puluh (20) negara-negara yang tergabung dalam LMCs yang berasal dari kelompok Asia, Afrika dan Karibia serta Amerika Latin (Grulac), sepaham dengan pentingnya perlindungan GRTKF secara internasional dan telah menghasilkan draft proposal terkait perlindungan
GRTKF. Beberapa poin penting dalam draft proposal tersebut menyebutkan mengenai pentingnya instrument disclousure requirement, acces and benefit sharing, dan international legally binding. Diajukannya draft proposal tersebut oleh Indonesia dan negara sepaham lainnya dilatarbelakangi oleh tidaknya ada
85UN, United Nations Regional Groups, [basis data on-line], tersedia di laman: https://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Regional_Groups; diakses pada 16 Februari 2019.
68 kepastian hukum yang mengikat mengenai perlindungan GRTKF, hal itu membuat rentannya pencurian dan klaim sepihak terkait GRTKF. Kemudian hal lain yaitu adanya ketimpangan antar potensi GRTKF yang ada dengan hasil yang didapat.
Pada pembahasan dalam Bab II telah dijelaskan secara lugas mengenai sejarah WIPO dan hubungan WIPO dengan Indonesia. Bila diperhatikan lebih seksama, selama ini WIPO dan Indonesia telah bekerja sama cukup lama mengenai
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) konvensional. Tetapi upaya Indonesia dalam perlindungan GRTKF di WIPO belum juga terimplementasikan. Dapat dilihat bahwa Indonesia dalam hal ini benar-benar sangat mengupayakan perlindungan
GRTKF, walaupun negoisasi dan pertemuan yang ada seringkali berujung pada deadlock karena adanya kepentingan yang berbeda dengan negara-negara maju.
Kembali kepada apa yang diupayakan oleh Indonesia terkait perlindungan
GRTKF telah disebutkan dalam Bab III bahwa instrument disclousure requirement, acces and benefit sharing, dan international legally binding sangat diperlukan. Hal itu tentu tidak mudah bagi Indonesia karena sekali lagi terdapat kepentingan yang berbeda dengan negara maju, dan itu menjadi suatu tantangan bagi Indonesia.
Lantas yang menjadi sebuah pertanyaan besar yang muncul dalam penelitian skripsi ini ialah, “Mengapa Indonesia Berupaya dalam Melindungi GRTKF di
WIPO periode 2009 – 2017?” Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, penulis akan menggunakan teori neoliberal institusional dan konsep rezim internaional sebagai supporting tools of analysis.
69
A. Kepentingan Indonesia dalam Perlindungan Genetic Resources,
Traditional Knowledge and Folkrlore (GRTKF)
Upaya Indonesia terkait perlindungan GRTKF sudah dilakukan sejak tahun
1979, namun upaya tersebut belum menghasilkan apa yang menjadi tujuan
Indonesia. Sampai pada tahun 2009 Indonesia bersama dengan Afrika Selatan
menginisiasi untuk mengadakan meetings bagi Like-Minded Countries
(LMCs) dan berjalan hingga saat ini. Langkah tersebut menjadi babak baru
mengenai upaya Indonesia untuk terus menekan dan memberikan sebuah
konsep besar tentang perlindungan GRTKF kepada WIPO. Hal itu sejalan
dengan teori Neoliberal Institusional bahwa kepentingan nasional menggiring
negara-negara untuk membentuk/merancang sebuah institusi internasional –
dalam hal ini peraturan/ketentuan.86
Robert O. Keohane menganggap bahwa institusi internasional dan
kerjasama-kerjasama yang ada, didasari oleh adanya kepentingan ekonomi87.
Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia dan negara-negara sepaham (LMCs)
menyepakati bahwa perlindungan GRTKF sangat penting untuk diterapkan
secara internasional. Adapun intrumen yang diupayakan yaitu Disclosure
Requirement, Access and Benefit Sharing, dan tentunya legally binding
instruments. Jika intrumen-instrumen tersebut dapat dijalankan dengan baik
oleh negara-negara khususnya negara maju, sudah jadi barang tentu bahwa
tujuan yang dicapai akan menjadi kenyataan.
86Robert O. Keohane, After Hegemony, hal. 7 87Robert O. Keohane, After Hegemony, hal. 7
70
Upaya yang dilakukan tersebut tentu sejalan dengan melihat faktor
shared economi interest/kepentingan ekonomi bersama. Kepentingan ekonomi
Pemerintah Indonesia dalam hal perlindungan GRTKF dilatarbelakangi sebuah
ironitas yang ada di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki kekayaan GRTKF yang melimpah, yaituIkeanekaragaman hayati
(baikIfloraImaupunIfauna)IyangItinggiIdan setara dengan Brasil di Benua
AmerikaIdanIZaireIatauIRepublikIDemokratikIKongoIdiIAfrika.I
Menurut World Conservation Monitoring Comitte (1994), kekayaan
bumi Indonesia mencakup 27.500 jenis tumbuhan berbunga atau sebesar
sepuluh persen (10%) dari seluruh jenis tumbuhan di dunia, 515 jenis mamalia
atau sebesar dua belas persen (12%) jenis mamalia dunia, 1.539 sejenis burung
atau sebesar tujuh belas persen (17%) seluruh jenis burung di dunia dan 781
jenis reptil dan amphibi atau sebesar enam belas persen (16%) dari seluruh
reptil dan amphibi di dunia.88 Tingginya keragaman hayati ini salah satunya
dikarenakanIposisiIIndonesiaIsebagaiInegaraIkepulauanIdimana pulau-pulau
tersebutItersebarIdiIsepanjang garis khatulistiwa.89 Namun demikian,
pemanfaatan GRTKF dalam mendukung ekonomi negara belum optimal
88W.S. Ramono, “dalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2004)”. Prosiding Workshop Nasional Konservasi, Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Genetik Tanaman Hutan, 8. Nopember 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Yogyakarta, 21-27. 89Ibnu Maryanto et.al., Bioresource untuk pembangunan ekonomi hijau (Jakarta : LIPI Press, 2013), 1.
71
karena rendahnya kontribusi HKI terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB)
Indonesia, bahkan hanya sampai angka satu persen (1%) dari PDB nasional.90
Gambar IV.2. Ranking Global Innovation Index 2017
Sumber: Global Innovation Index 201791
Jika dilihat berdasarkan Global Innovation Index 2017, Indonesia berada
pada urutan ke-87 dari 127 negara. Sementara itu negara-negara tetangga di
ASEAN menempati urutan yang lebih baik. Misalnya Singapura menempati
urutan ke-7, Malaysia urutan ke-37, dan Vietnam urutan ke-47.92 Hal ini
menunjukkan bahwa masih terdapat ruang bagi Indonesia untuk terus
90Kemlu, “berita agenda perwakilan pengembangan rezim” HAKI, [jurnal on-line]; sumber: https://www.kemlu.go.id/bppk/id/berita-agenda/berita-perwakilan/Pages/Pe-ngembangan-Rezim- HAKI-Peningkatan-Inovasi-dan-Daya-Saing-Produk-Indonesia.aspx; Internet; diakses tanggal 9 April 2019. 91SC Johnson College of Business, “The Global Innovation Index 2017 Innovation Feeding the World Tenth Edition”, 2017. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/- pubdocs/en/wipo_pub_gii_20-17.pdf; Internet; diakses tanggal 9 April 2019. 92SC Johnson College of Business, “The Global Innovation Index 2017 Innovation Feeding the World Tenth Edition”, 2017.
72 mengembangkan, mendorong, dan melindungi inovasi serta peningkatan daya saing melalui kekayaan intelektual yang salah satunya GRTKF.
Dalam isu perlindungan Genetic Resources, Bali merupakan wilayah yang pelindungan genetic resources-nya sudah dilakukan sejak ratusan tahun dengan melakukan ritus adat. Dan melalui aturan desa, Bali melakukan pemanfaatan atas sumber daya seperti sebagai obat ataupun kosmetik. Seperti misalnya, Lontar Usada (Usada Taru Pranama), merupakan salah satu traditional knowledge yang “tua” di Bali yang tidak hanya berisi mantra dan ritual pengobatan melainkan juga dengan uraian berbagai penyakit dan aneka ramuan obat yang memanfaatkan tanaman-tanaman yang tumbuh di daratan
Bali.
Perlindungan GRTKF menjadi sangat penting bagi Indonesia karena hal itu sangat rentan pencurian atau pembajakan (biopracy) ataupun pemanfaatan yang berlanjut dan terus menerus yang statusnya tidak sah (illegal utilization).
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya genetic resources seperti obat, bahan industri dan pangan dipatenkan ataupun dimanfaatkan tanpa izi oleh perusahaan dan pakar luar negeri, dan tentu hal itu sangat menguntungkan dalam segi ekonomi.
73
Gambar IV.3. Jumlah HKI Komunal yang sudah terdaftar di Indonesia
Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia
Sumber Daya Genetik/Genetic Resources 44
Pengetahuan Tradisional/Traditional 124 Knowledge
Ekspresi Budaya Tradisional/Folklore 722
0 100 200 300 400 500 600 700 800 Sumber: Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual - Kementerian Hukum dan HAM R.I.93
Dari hasil suatu penelitian disebutkan bahwa dari 150 obat-obatan yang
diresepkan dokter di Amerika Serikat, 118 jenis berbasis sumber alam, yaitu
tujuh puluh empat (74%) dari tumbuhan, delapan belas persen (18%) jamur,
lima persen (5%) bakteri, dan tiga persen (3%) vertebrata seperti ular. Nilai
obat-obatan dari bahan alam mencapai 40 miliar dollar Amerika Serikat
pertahun.94 Industri farmasi atau obat-obatan memang merupakan industri yang
sangat besar, dengan perkiraan persentase dari keseluruhan nilai industri bahwa
nilai tumbuhan alami yang digunakan dalam industri farmasi berkisar dari 400
93DJKI, Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia, [basis data on-line], tersedia di laman http://kikomunal-indonesia.dgip.go.id/index.php/penelusuran; diakses pada 19 Januari 2019. 94National Geographic, “Manfaat Perjanjian Protokol Nagoya Bagi Indonesia”, [jurnal on- line]; Sumber: https://nationalgeographic.grid.id/read/13294771/apa-manfaat-perjanjian-protokol- nagoya-bagi-indonesia; Internet; diakses tanggal 9 April 2019.
74
sampai dengan 900 milyar dollar Amerika Serikat pertahun.95 Angka-
angkaIyangIfantastisIiniImenunjukkanIbesarnya nilai ekonomis atas genetic
resources.
Pada HKI terdapat adanya hak khusus, salah satunya adalah hak ekonomi
(economy rights).96 Hak ekonomi merupakan hak untuk memperoleh
keuntungan atas kekayaan intelektual. Hak ini berupa keuntungan sejumlah
uang yang dihasilkan karena pemanfaatan hak kekayaan intelektual secara
pribadi/mandiri, atau karena pemanfaatan oleh pihak lain berdasarkan lisensi.
Hal ini dikarenakan HKI atas GRTKF dapat menjadi objek perdagangan yang
menguntungkan dalam dunia usaha.
B. World Intellectual Property Organization dalam Melindungi Genetic
Resources, Traditional Knowledge and Folkrlore
Maraknya bentuk pembajakan dan pemklaiman sepihak terkait GRTKF serta
ada beberapa negara yang dirugikan oleh hal tersebut, maka perlindungan
secara hukum untuk GRTKF dianggap perlu. GRTKF merupakan sebuah
indentitas bagi sebuah negara yang mengandung dimensi budaya, sosial, dan
spiritual. Tidak hanya itu, saat ini GRTKF juga menjadi aset potensial yang
memiliki manfaat ekonomi yang besar. Hal tersebut cukup menarik perhatian
masyarakat interanasional selama dekade terakhir.
95Claudio Chiarolla, “Commodifying Agricultural Biodiversity and Development Related” Issues The Journal Of World Intellectual Property, 9, January 2006, 27. 96Abdul kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak kekayaan Intelektual, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), 2.
75
Institusi atau aturan internasional adalah sebuah pola praktik yang diakui keberadaanya karena dapat mempengaruhi perilaku suatu negara, dan bukan hanya merupakan sekedar organisasi formal semata. Sedangkan ada pula istilah the liberal international arrangements yang merupakan respon dari kebutuhan akan koordinasi kebijakan yang tercipta karena adanya sifat saling ketergantungan (interdependence). Peraturan atau arrangements inilah yang kemudian disebut sebagai International Regimes, yang berisi seperangkat aturan, norma, prinsip, dan prosedur penentu suatu kebijakan.97
Hal yang dimaksud sebagai International Regimes dalam konteks ini adalah World Intellectual Property Organization (WIPO). Dibentuknya WIPO sebagai institusi internasional karena belum sepenuhnya ada kepercayaan di antara negara-negara terkait perlindungan HKI dengan maraknya pembajakan yang telah terjadi. WIPO sebagai organisasi/institusi internasional secara tidak langsung telah menjadi seperangkat aturan, pola praktik, serta norma yang diakui keberadaannya oleh negara anggotanya, sehingga mampu mempengaruhi perilaku para aktor yang terlibat di dalamnya.
Sebagai buktinya, WIPO yang beranggotakan 192 negara telah membentuk 19 decision making and negotiating bodies yang telah menghasilkan 26 treaties. Hal ini tentu memperlihatkan bahwa WIPO sebagai
International Regimes mampu mengatur Hak Kekayaan Intelektual (HKI) secara Internasional.
97Robert O. Keohane, After Hegemony, 8.
76
Tabel IV.1.
Decision-Making and Negotiating Bodies Advisory Committee on IPC Revision Working Group Standing Committee on the Enforcement (ACE) Law of Trademarks, Industrial Designs and Geographical Indications (SCT) Assemblies of the Member Intergovernmental Committee on WIPO Coordination States of WIPO Intellectual Property and Genetic Committee Resources, Traditional Knowledge and Folklore (IGC) Committee of Experts of the PCT Working Group Working Group on the IPC Union Development of the Lisbon System (Appellations of Origin) Committee of Experts of the Program and Budget Committee Working Groups of the Nice Union (PBC) Hague Union Committee on Development Special Union for the Working Groups of the and Intellectual Property International Classification for Madrid Union (CDIP) Industrial Designs Committee on WIPO Special Union for the Standards (CWS) International Classification of the Figurative Elements of Marks (Vienna Union): Committee of Experts Standing Committee on Standing Committee on the Law Copyright and Related Rights of Patents (SCP) (SCCR) Sumber: World Intellectual Property Organization98
Salah satu tugas WIPO adalah pertukaran informasi antar negara anggota
di bidang HKI, sehingga setiap negara mempunyai informasi tentang apa dan
mengapa yang dilakukan negara lain. Dengan demikian, WIPO membantu
mengurangi rasa takut dan curiga kepada negara anggota satu dengan lainnya.
Dalam pelaksanaannya, WIPO sebagai institusi internasional telah
menyediakan sejumlah forum untuk negoisasi di antara negara-negara anggota
dengan jenis forum seperti pada tabel IV.1.
98WIPO, Decision Making and Negotiating Bodies, [Basis Data On-line] tersedia di laman: https://www.wipo.int/policy/en/; diakses pada 16 Februari 2019.
77
Dalam penilitian ini, penulis mengambil satu forum dari beberapa forum yang disediakan oleh WIPO sebagai salah satu objek analisis yaitu,
Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources,
Traditional Knowledge and Folklore (IGC-GRTKF). IGC-GRTKF yang dibuat pada tahun 2001 ini telah melaksanakan 39 (tiga puluh sembilan) sesi negoisasi. Hal itu sesuai dengan mandatnya yaitu, melakukan negosiasi berbasis teks dengan tujuan mencapai kesepakatan pada teks instrumen hukum internasional, yang akan memastikan perlindungan efektif mengenai GRTKF.
Melalui IGC-GRTKF sebagai forum perlindungan GRTKF, Indonesia dengan negara-negara sepaham/Like Minded Countries (LMCs) telah melakukan negoisasi cukup panjang untuk berupaya agar adanya perlindungan yang efektif terkait GRTKF. Bahkan sebelum hadir dalam negoisasi tersebut,
Indonesia bersama LMCs sudah melakukan pertemuan terlebih dahulu untuk merancang dan mendiskusikan dengan matang draft proposal yang nantinya akan dibawa ke IGC-GRTKF WIPO. Dalam draft proposal tersebut terdapat peraturan-peraturan dan kejelasan hukum yang secara tidak langsung telah menjadi seperangkat aturan, pola praktik, serta norma yang diakui keberadaannya di antara Indonesia dan LMCs, sehingga mampu mempengaruhi International Regime yang ada.
International Regime diartikan sebagai suatu kumpulan harapan bersama, aturan dan peraturan, rencana, energi organisasi dan komitmen
78
keuangan, yang telah diterima oleh sekelompok negara.99 WIPO melalui forum
IGC-GRTKF merupakan institusi internasional yang menjadi harapan bersama
tentang perlindungan GRTKF yang efektif. Peraturan-peraturan yang telah
disepakati oleh negara-negara anggota tentu merupakan hal yang dituju untuk
merealisasikan kepentingan-kepentingan negara anggota termasuk Indonesia.
Walaupun pada perjalanannya cukup memakan waktu dan biaya karena alot-
nya negoisasi.
Salah satu peraturan yang cukup memakan waktu negoisasi adalah
peraturan mengenai Disclosure Requirment. Pada pertemuan IGC ke-8,
European Community dan negara anggotanya mengajukan proposal yaitu
“Disclosure of Origin on Sources of Genetic Resource and Associated
Traditional Knowledge on Patent Applications”.100 Begitupun Indonesia dan
LMCs juga mengajukan proposal yaitu “The Protection of Traditional
Knowledge: Draft Articles”101 yang pada intinya adalah berisikan
pengungkapan negara asal GRTKF di dalam pemanfaatan GRTKF.
Peraturan tersebut merupakan instrumen penting untuk perlindungan
GRTKF, karena agar mendapatkan perlindungan paten untuk setiap penemuan,
maka perlu untuk mengungkapkan informasi yang terperinci tentangnya.
Dengan memperluas pengungkapan informasi tersebut, maka akan secara
99Robert O. Keohane, After Hegemony, 56. 100Intergovernmental Committee On Intellectual Property And Genetic Resources, Traditional Knowledge And Folklore Eighth Session, 2005. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/mdocs/tk/en/wipo_grtkf_ic_8/wipo_grtkf_ic_8_11.pdf; Internet; diak- ses pada 11 Maret 2019. 101WIPO/GRTKF/IC/40/10, 7.
79
bersamaan meningkatkan transparansi sistem paten dan memantau kontribusi
pengetahuan tradisional dan sumber daya genetik untuk penemuan paten baru,
serta memastikan bahwa pengetahuan dan sumber daya tersebut digunakan
dengan izin dari negara dan/atau komunitas dari mana mereka berasal, dan
manfaat dari penemuan yang dihasilkan dibagi dengan negara dan/atau
komunitas tersebut.102
Dengan kata lain, disclosure requirements dapat membantu mencegah
penyalahgunaan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional dengan
memastikan bahwa pemanfaatan tersebut dilakukan dengan persetujuan
sebelumnya dari negara-negara penyedia dan /atau pemegang sah mereka,
dengan persyaratan yang disepakati bersama. Namun, tidak mudah untuk
menerapkan disclosure requirements yang terkait dengan GRTKF. Karena ada
beberapa pertimbangan yang dapat menimbulkan risiko dan biaya yang akan
bervariasi tergantung pada konteks nasional di mana disclosure requirements
dilaksanakan serta adanya perbedaan kepentingan dengan negara-negara maju
yang memiliki teknologi, hal tersebutlah yang membuat alot-nya negoisasi.103
Pada saat instrumen ini diterbitkan, lebih dari 30 negara termasuk negara
maju dan berkembang telah menerapkan instrumen tersebut melalui undang-
undang nasional atau regional104. Sementara yang lain menyatakan untuk tidak
102Key Questions on Patent Disclosure Requirements for Genetic Resources and Traditional Knowledge, WIPO 2017. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/pubdocs- /en/wipo_pub_1-047.pdf; Internet; diakses pada 15 April 2019, 8. 103Key Questions on Patent Disclosure Requirements for Genetic Resources and Traditional Knowledge, WIPO 2017, 8. 104Thomas Henninger, Disclosure Requirements in Patent Law and Related Measures: A Comparative overview of existing national and regional legislation on IP and Biodiversity, “Diálogo Centroamericano sobre medidas relacionadas con la biodiversidad y el sistema de PI”,
80
menerapkan intrumen tersebut. Seperti apa yang dinyatakan oleh Jepang,
Korea dan Amerika Serikat: “if an applicant is required to perform due
diligence and provide information on source of origin of a GR to a patent
office, that would take some time and it would also take some legal expense”.105
Jika diterjemahkan “jika pemohon diharuskan untuk melakukan uji tuntas dan
memberikan informasi tentang sumber asal GR ke kantor paten, itu akan
memakan waktu dan juga akan memakan biaya hukum”.
Indonesia di dalam UU nya, belum mengakomodasi ketentuan mengenai
Disclosure Requirement sebagai salah satu syarat permohonan paten.
Ketentuan mengenai kewajiban pengungkapan dalam permohonan Paten
tentang sumber teknologi apabila teknologi tersebut berasal dari sumber daya
genetik dari masyarakat lokal. Paten yang berasal dari sumber daya genetik
harus memberi manfaat bagi masyarakat di lingkungan dimana sumber daya
genetik tersebut berasal, artinya menyisihkan sebagian manfaat invensi bagi
pemilik sumber daya genetik (benefit sharing).
Jika perjuangan untuk memasukkan Disclosure Requirement
menghasilkan kesepakatan internasional dalam bentuk legally binding
instruments, maka negara maju juga harus patuh terhadap instrumen hukum
itu. Artinya, jika Disclosure Requirement telah diangkat dan diadopsi menjadi
kesepakatan internasional, maka semua negara harus mengamandemen
Costa Rica, ICTSD, BMZ, and GTZ in cooperation with Cenpromype, SIECA and INBio, 2009., [jurnal on-line]; Sumber: https://www.ictsd.org/sites/default/files/event/2009/11/henninger- biodiversity-ip-think-piece-final.pdf; Internet; diakses 11 Maret 2019, 4. 105Key Questions on Patent Disclosure Requirements for Genetic Resources and Traditional Knowledge, WIPO 2017, 59.
81
undang-undang paten dengan memasukkan Disclosure Requirement yang
dimaksud. Seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara yaitu, Belgia106,
Bolivia107, Brazil108, China109, Costa Rica110, Denmark111, Egypt112, the
European Community (EC)113, the most European Countries114, India115, The
106Belgium: Patent Law; Project: Law No. 2005-04-28/33, [jurnal on-line]; sumber: https://wipolex.wipo.int/en/text/125224; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 107Supreme Decree No. 24676, Article 2, Final Provisions VII – Seventh. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/bo/bo013en.pdf; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 108Provisional Measure No. 2.186-16 (23 August 2001). [jurnal on-line]; Sumber: https://wipolex.wipo.int/en/text/180195; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 109Patent Law Amendment (2008), Article 5(2), 26(5). [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/cn/cn028en.pdf; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 110Biodiversity Law 7788, Article 80; Rules on Access (2003) Art. 25. [jurnal on-line]; Sumber: http://www.endangeredspecieslaws.com/wp-content/uploads/2018/04/Costa-Rica-Biodiv- ersity-Law-of-Costa-Rica.pdf; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 111Act 412, 31 May 2000 amending Danish Patent Act, paragraph 3; Danish Penal Code 163. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/dk/dk129en.pdf; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 112Egyptian Law No. 82 of 2002 on the Protection of Intellectual Property Rights, Art. 13. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/eg/eg001en.pdf; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 113EC Directive 98/44, Recital 27. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int- /edocs/mdocs/tk/-en/wipo_grtkf_ic_1/wipo_grtkf_ic_1_8-annex1.pdf; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 114E.g. Germany, Patent Act § 34a PatG. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.gesetze-im- internet.de/englisch_patg/englisch_patg.html; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 115India: Patent Law Amendment (2002) Section 10, 25. [jurnal on-line]; Sumber: https://indiankanoon.org/doc/1449261/; Internet; diakses pada 11 Maret 2019.
82
Kyrgyz116, New Zealand117, Norwegia118, Panama119, Filipina, Portugal120,
Romania121, South Africa122, Switzerland123, Thailand124, Venezuela125.
116 Kyrgyz Republic: On Protection of Traditional Knowledge (26 June 2007), Art. 8. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/kg/kg061en.pdf; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 117New Zealand: Patent Bill 2009 and Section 17 Patent Act (1953). [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/nz/nz137en.pdf; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 118Norway: Patent Law Amendment 2004, Section 8b. [jurnal on-line]; sumber: https://www.cbd.int/doc/measures/abs/msr-abs-no3-en.pdf; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 11931 Executive Decree No. 25 (28 April 2009) Art. 19. [jurnal on-line]; Sumber: https://wipolex.wipo.int/en/text/179579; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 120 Biodiversity Law (10 August 2002) Ar. 4c 121Romania: Patent Law 64/1991, rule 14.1.c) source shall be indicated. [jurnal on-line]; Sumber: https://wipolex.wipo.int/en/text/207512; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 122Patent Law Amendment (7 December 2005). [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/e-docs/lexdocs/laws/en/za/za029en.pdf; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 123Amendment of Patent Law of 22 June 2007, RO 2008 2551, Art. 49 a. 124Act on Protection and Promotion of Traditional Thai Medicinal Intelligence B.E. 2542. [jurnal on-line]; Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/th/th019en.pdf; Internet; diakses pada 11 Maret 2019. 125 Biodiversity Law 2009.
83
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai bagian pembuka dari kesimpulan penelitian dalam skripsi ini, penulis ingin memulainya dari sejarah bergabungnya Indonesia dengan World Intelllectual
Property Organization (WIPO) pada tahun 1979 dengan meratifikasi WIPO
Convention. Langkah tersebut merupakan langkah awal Indonesia melakukan upaya perlidungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di WIPO. Hingga pada tahun
2001 WIPO mendirikan Intergovermental Committee Genetic Resources,
Traditional Knowledge and Folklore (IGC-GRTKF), di mana forum tersebut digunakan untuk negoisasi antar negara guna melindungi HKI atas GRTKF.
Negoisasi yang dilakukan antarnegara dalam forum IGC-GRTKF kurang berjalan mulus karena adanya perbedaan pendapat mengenai pentingnya perlindungan GRTKF secara internasional. Pada tahun 2009, Indonesia sebagai negara yang memiliki asset GRTKF yang melimpah mengambil langkah untuk melakukan pertemuan dengan negara-negara yang sepaham akan pentingnya perlindungan GRTKF, guna menghasilkan draft proposal yang nantinya menjadi bahan negoisasi di forum IGC-GRTKF.
Penulis melihat bahwa Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki kasus pembajakan yang cukup tinggi terkait HKI, langkah yang diambil oleh Indonesia dalam perlindungan GRTKF di WIPO yang notabene merupakan sebuah institusi internasional yang secara sanksi kurang cukup jera terhadap para pelanggar, merupakan suatu hal yang cukup percaya diri. Lantas yang menjadi pertanyaan
84 besar dalam hal ini ialah, mengapa Indonesia berupaya dalam perlindungan GRTKF di WIPO?
Menurut hemat penulis, setidaknya terdapat dua (2) alasan utama untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut. Alasan pertama adalah karena Indonesia ingin mencoba untuk memberdayakan kekayaan GRTKF yang ada untuk kepent- ingan ekonomi. Pada bagian pembahasan dan analisis masalah, penulis telah menyebutkan bahwa faktor kepentingan ekonomi ternyata masih memegang peranan yang cukup besar di balik upaya perlindungan GRTKF oleh Indonesia.
Potensi industri GRTKF secara ekonomi cukup fantastis, nilai perdagangan yang berasal dari pemanfaatan HKI yang terkait dengan genetic resources misalnya, memiliki nilai minimal sekitar 500 - 800 milyar dolar setahun. Hal ini tentu telah menjadi daya tarik yang sangat menggiurkan bagi Indonesia untuk mengupayakan perlindungan GRTKF.
Alasan kedua mengapa Indonesia mengupayakan perlindungan GRTKF di
WIPO adalah karena WIPO merupakan sebuah institusi internasional yang menyediakan forum secara fokus mengenai perlindungan GRTKF yaitu, forum
Intergovermental Committee Genetic Resources, Traditional Knowledge and
Folklore (IGC-GRTKF). Pada 2009 IGC-GRTKF telah mulai melakukan negosiasi text–based untuk merumuskan instrumen-instrumen hukum internasional sebagai perlindungan positif dalam melindungi GRTKF.
Salah satu intrumen hukum yang diupayakan oleh Indonesia adalah intrumen
Disclosure Requirment yaitu, pengungkapan negara asal terkait GRTKF. Jika upaya tersebut menghasilkan kesepakatan internasional dalam bentuk legally binding
85 instruments, maka paten yang berasal dari GRTKF tentunya harus memberi manfaat bagi masyarakat atau warga negara di mana GRTKF tersebut berasal.
Artinya, ada acces and benefit sharing yang dilakukan antara negara pemilik
GRTKF dengan negara yang mengeksploitasi GRTKF.
86
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Bogsch, Arpad. The First Twenty-five Years of the World Intellectual Property Organisation from 1967 to 1992, WIPO Publication No. 881 (E). Geneva: International Bureau of Intellectual Property. 1992.
Chiarolla, Claudio. Commodifying Agricultural Biodiversity and Development Related Issues, The Journal Of World Intellectual Property, Volume 9 January 2006.
David, A.,Baldwin. Neorealism and Neoliberalism: The Contemporary Debate. tersedia di https://hostnezt.com/cssfiles/internationalrelations/Neolibera- lism.pdf. Internet; diunduh pada 5 November 2018. 1993.
Dutfield, Graham. Intellectual Property Rights and the Life Science Industries: A 20th Century History. Hampshire, 2003
Eimer, Thomas R. & Verena Schu¨ Ren. Convenient Stalemates: Why International Patent Law Negotiations Continue Despite Deadlock. 17 januari 2013, sumber: http://sci-hub.tw/https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/1- 3563467.2013.742882 diunduh pada 23 November 2018.
Groos, Robert. World Intellectual Property Organisation (WIPO). Institutional Overview. Global Information Society Watch.
Carlos M, Correa, Intellectual Property Rights, The WTO, and Developing Countries, (Penang: Third World Network, 2000).
Maryanto, Ibnu et.al. Bioresource untuk pembangunan ekonomi hijau. Jakarta : LIPI Press, 2013.
Moschini, GianCarlo. Intellectual Property Rights and the World Trade Organization: Retrospect and Prospects, 2003. Sumber: https://lib.dr.iastate.edu/cgi/viewcontent.cgi?refer-er=https://www.google.c- om/&httpsredir=1&article=1356&context=card_workingpapers diunduh pada 23 Januari 2019.
Sardjono, Agus. Potensi Ekonomi dari GRTKF; Peluang dan Hambatan dalam Pemanfaatannya: Sudut Pandang Hak Kekayaan Intelektual. Media HKI Vol. I/No.2/Februari 2005. 2005.
______. Upaya Perlindungan HKI yang Terkait dengan Genetic Resources, Traditional Knowledge And Folklore (GRTKF) di Tingkat Nasional dan Internasional: Upaya yang Belum Sebanding. 1 Oktober 2005
xiii
[jurnal on-line]; tersedia di ijil.ui.ac.id/index.php/home/article/download- /110/pdf_64; Internet; diunduh pada 20 November 2018.
SC Johnson College of Business. The Global Innovation Index 2017 Innovation Feeding the World Tenth Edition. 2017. Sumber: https://www.wipo.int/- edocs/pubdocs/en/wipo_pub_gii_20-17.pdf diakses tanggal 9 April 2019.
Schwabach, Aaron. Intellectual Property. California. 2007.
Sudarmanto. Produk Kategori Indikasi Geografis Potensi Kekayaan Intelektual Masyarakat Indonesia. Jakarta: Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2005.
Triyanto. Copyright Law Enforcement: An Indonesia Case Study. September 2017, sumber: http://docs.manupatra.in/newsline/articles/Upload/F5A2B481-2B2- C-42E5-9B0A-67DE8C92B6EF.pdf diunduh pada 24 November 2018.
Turkamun. Perlindungan Hukum Dalam Pelanggaran Hak Cipta Software Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Juni 2017, sumber: http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/Sekretaris/article/downl- oad/818/680 diunduh pada 23 November 2018.
White, Michael. World Intellectual Property Organization, 13 Agustus 2009, sumber : https://sci-hub.tw/https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1300/- J109v08n01_08 diunduh pada 20 Januari 2019
Buku
Adolf, Huala. Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar. Edisi revisi ke-4. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Burchill, Scott & Andrew Linklater. Theories of International Relations. New York: Palgrave Macmillan. 2005.
Keohane, Robert O. After Hegemony :Cooperatioan and Discourd in The World Pollitical Economic. New Jersey: Princeton University Press.1984.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Risdakarya. 1991.
Muhammad, Abdul Kadir. Kajian Hukum Ekonomi Hak kekayaan Intelektual. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2001.
xiv
Laporan Resmi
Act on Protection and Promotion of Traditional Thai Medicinal Intelligence B.E. 2542. Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/th/th019en.pdf diakses pada 11 Maret 2019.
Agreement On Trade-Related Aspects Of Intellectual Property Rights, 1994. Sumber: https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/27-trips.pdf diakses pada 14 April 2019.
Antariksa, Basuki. Peluang dan Tantangan Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. sumber: http://www.kemenpa- r.go.id/userfiles/file/Art_11-Konsinyering%20WBTB-%20710.pdf diunduh pada 21 November 2018.
Belgium: Patent Law; Project: Law No. 2005-04-28/33, sumber: https://wipo- lex.wipo.int/en/text/125224 diakses pada 11 Maret 2019.
BPATP. Litbang Pertanian. Sumber: http://bpatp.litbang.pertanian.go.id/ind/- images/stories/pdf/Keppres_15_Thn_1997.pdf di-akses pada 16 Januari 2019
Convention On Biological Diversity, Un 1992. Sumber : https://www.cbd.int/- doc/legal/cbd-en.pdf
Executive Decree, Sumber: https://wipolex.wipo.int/en/text/179579 diakses pada 11 Maret 2019. No. 25 (28 April 2009) Art. 19.
Developing a National Strategy on Intellectual Property, Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions, WIPO 2016. Sumber : https://www.wipo.int/edocs/pubdocs/en/wipo_pub_tk_3.pdf diunduh pada 21 Februari 2019
Disclosure Requirements Table. WIPO 2017. Sumber: https://www.wipo.int/- export/sites/www/tk/en/documents/pdf/genetic_resources_disclosure.pdf%2 0 . diunduh pada 19 Februari 2019
EC Directive 98/44, Recital 27. Sumber: https://www.wipo.int/edocs/mdocs/tk/- en/wipo_grtkf_ic_1/wipo_grtkf_ic_1_8-annex1.pdf diakses pada 11 Maret 2019.
Geographic, National. manfaat perjanjian protocol Nagoya bagi Indonesia, https://nationalgeographic.grid.id/read/13294771/apa-manfaat-perjanjian- protokol-nagoya-bagi-indonesia diakses tanggal 9 April 2019.
Henninger, Thomas. Disclosure Requirements in Patent Law and Related Measures: A Comparative overview of existing national and regional legislation on IP and Biodiversity, “Diálogo Centroamericano sobre medidas
xv
relacionadas con la biodiversidad y el sistema de PI”, Costa Rica, ICTSD, BMZ, and GTZ in cooperation with Cenpromype, SIECA and INBio, 2009., Sumber: https://www.ictsd.org/sites/default/files/event/2009/11/henninger- biodiversity-ip-think-piece-final.pdf diakses 11 Maret 2019.
India: Patent Law Amendment (2002) Section 10, 25. Sumber: https://- indiankanoon.org/doc/1449261/ diakses pada 11 Maret 2019.
Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions, World Intellectual Property Organization, 2015. Sumber: https://www.wipo.int/edocs/pubdocs/en/tk/933/wipo_p- ub_933.pdf diunduh pada 6 Maret 2019.
Intellectual Property and Genetic Resources, WIPO 2016, Sumber Https://Www.Wipo.Int/Edocs/Pubdocs/En/Wipo_Pub_Tk_10.Pdf Diunduh Pada 19 Februari 2019
Intellectual Property Needs And Expectations Of Traditional Knowledge Holders Wipo Report On Fact-Finding Missions On Intellectual Property And Traditional Knowledge (1998-1999), Geneva, 2001. Sumber: Https://Ww- w.Wipo.Int/Edocs/Pubdocs/-En/Tk/768/Wipo_Pub_768.Pdf
Intergovernmental Committee On Intellectual Property And Genetic Resources, Traditional Knowledge And Folklore Eighth Session, 2005. Sumber: Https://Www.Wipo.Int/Edocs/Mdocs/Tk/En/Wipo_Grtkf_Ic_8/Wipo_Grtkf _Ic_8_11.Pdf diakses pada 11 Maret 2019.
Kemlu. berita agenda perwakilan pengembangan rezim HAKI peningkatan inovasi dan daya saing produk Indonesia. https://www.kemlu.go.id/bppk/id/berita- agenda/berita-perwakilan/Pages/Pe-ngembangan-Rezim-HAKI-Peningkata- n-Inovasi-dan-Daya-Saing-Produk-Indonesia.aspx diakses tanggal 9 April 2019
_____. Penyelenggaraan 'The Second Session of Like Minded Countries Meeting on the Protection of Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (LMCM II)', 24 Juni 2011, sumber: https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran- pers/Pages/Penyelenggaraan-The-Second-Session-of-Like-Minded- Countries-Meeting-on-the-Protection-of-Genetic-Res.aspx diakses pada 21 November 2018.
_____. Sosialisasi dan Jaring Masukan Perkembangan Perundingan IGC-GRTKF. 15 Juni 2016, sumber: https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Sosialisasi- dan-Jaring-Masukan-Perkembangan-Perundingan-IGC-GRTKF.aspx diakses pada 21 November 2018.
xvi
Key Questions on Patent. Disclosure Requirements for Genetic Resources and Traditional Knowledge, WIPO 2017. hal. 8. Sumber: https://www.wi- po.int/edocs/pubdocs/en/wipo_pub_1-047.pdf diunduh pada 15 April 2019.
Key Questions on Patent Disclosure Requirements for Genetic Resources and Traditional Knowledge, WIPO 2017.
Kyrgyz Republic: On Protection of Traditional Knowledge (26 June 2007), Art. 8. Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/kg/kg061en.pdf di- akses pada 11 Maret 2019.
Like Minded Countries Meeting (LMCM) Ketiga, 15 Juni 2012, sumber: https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Like-Minded-Countrie- s-Meeting-LMCM-Ketiga.aspx diakses pada 21 November 2018.
Nagoya Protocol On Access To Genetic Resources And The Fair And Equitable Sharing Of Benefits Arising From Their Utilization To The Convention On Biological Diversity, Secretariat of the Convention on Biological Diversity United Nations, Canada 2011. Sumber https://www.cbd.int- /abs/doc/protocol/nagoya-protocol-en.pdf diunduh pada 14 Februari 2019.
New Zealand: Patent Bill 2009 and Section 17 Patent Act (1953). Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/nz/nz137en.pdf diakses pada 11 Maret 2019.
Norway: Patent Law Amendment 2004, Section 8b. sumber: https://www.cbd.int/doc/measures/abs/msr-abs-no3-en.pdf diakses pada 11 Maret 2019.
Patent Law Amendment. 2008. Article 5(2), 26(5). Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/cn/cn028en.pdf diakses pada 11 Maret 2019.
______. 7 December 2005. Sumber: https://www.wip- o.int/e-docs/lexdocs/laws/en/za/za029en.pdf diakses pada 11 Maret 2019.
Penal, Danish. Act 412. 2000. Code 163. Sumber: https://www.wipo.int/- edocs/lexdocs/laws/en/dk/dk129en.pdf diakses pada 11 Maret 2019.
Provisional Measure No. 2.186-16 (23 August 2001). Sumber: https://wipo- lex.wipo.int/en/text/180195 . diakses pada 11 Maret 2019.
Romania: Patent Law 64/1991, rule 14.1.c) source shall be indicated. Sumber: https://wipolex.wipo.int/en/text/207512 diakses pada 11 Maret 2019.
Sardjono, Agus. Pembangunan Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia: Antara Kebutuhan dan Kenyataan. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu
xvii
Hukum Keperdataan Pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Depok, 27 Februari 2008.
Supreme Decree No. 24676, Article 2, Final Provisions VII – Seventh. Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/bo/bo013en.pdf diakses pada 11 Maret 2019.
The WIPO Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore, WIPO 2015. Sumber: https://www.wipo.int/edocs/pubdocs/en/wipo_pub_tk_2.pdf diunduh pada 19 Februari 2019
Traditional Knowledge and Intellectual Property, WIPO 2015. Sumber : https://www.wipo.int/export/sites/www/tk/en/documents/pdf/background_br ief_on_tk.pdf diunduh pada 21 Februari 2019
United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples. Hal. 18. Sumber: https://www.un.org/development/desa/indigenouspeoples/wp-content/uploa- ds/sites/19/2018/11/UNDRIP_E_web.pdf diakses pada 14 April 2019.
W.S. Ramono dalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2004). Prosiding Workshop Nasional Konservasi, Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Genetik Tanaman Hutan, 8 Nopember 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Yogyakarta.
Wendland , Wend. The content/substance of protection for TK and TCEs: WIPO’s Draft Provisions and other resources. 2006 Sumber: https://www.wi- po.int/edocs/mdocs/tk/en/wipo_iptk_bkk_09/wipo_iptk_bkk_09_topic4_1.p df diakses pada 14 April 2019.
WIPO. The Concept of Intellectual Property The World Intellectual Property Organization (WIPO). Sumber: https://www.wipo.int/export/sites/www- /about-ip/en/iprm/pdf/ch1.pdf diunduh tanggal 14 April 2019.
_____. Export sites treaties. Sumber: https://www.wipo.int/export/sites/www/- treaties/en/documents/pdf/wipo_convention.pdf diakses pada 22 Februari 2019.
_____. Int. Sumber: https://www.wipo.int/tk/en/igc/ diakses pada 22 Februari 2019.
_____. WIPOLEX. WIPO. Sumber: https://wipolex.wipo.int/en/text/283833 diakses pada 19 Januari 2019
World Intellectual Property Organization. Introduction to Intellectual Property Theory and Practice (Kluwer Law International, 1997).
xviii
______. Sumber: http://www.wipo.int/wipolex- /en/profile.jsp?code=ID diakses pada tanggal 20 November 2018
Xuan Li, The Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights Flexibilities on Intellectual Property Enforcement: The World Trade Organization Panel Interpretation of China-Intellectual Property Enforcement of Criminal Measures and Its Implications, TRIPS: Agreement On Trade-Related Aspects Of Intellectual Property Rights, http://www- .wto.org/ . Diakses pada 22 Februari 2019.
Berita Resmi
RI Perjuangkan Perlindungan HKI dalam Forum WIPO, 23 September 2010 sumber: https://mission-indonesia.org/2010/09/23/ri-perjuangkan-perlindu- ngan-HKI-dalam-forum-wipo/ diakses pada 21 November 2018.
Basis Data On-line
Bustani, Simona. Urgensi Pengaturan Ekspresi Budaya (Folklore) Masyarakat Adat, 4 Februari 2010, sumber: https://media.neliti.com/media/publications- /81590-ID-urgensi-pengaturan-ekspresi-budaya-folkl.pdf diunduh pada 22 November 2018.
Germany, E.g. Patent Act § 34a PatG. Sumber: https://www.gesetze-im- internet.de/englisch_patg/englisch_patg.html diakses pada 11 Maret 2019.
Law, Biodiversity. 7788, Article 80; Rules on Access (2003) Art. 25. Sumber: http://www.endangeredspecieslaws.com/wp-content/uploads/2018/04/Cost- a-Rica-Biodiversity-Law-of-Costa-Rica.pdf diakses pada 11 Maret 2019.
Law, Egyptian. On the Protection of Intellectual Property Rights, Art. 13. Sumber: https://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/en/eg/eg001en.pdf diakses pada 11 Maret 2019. No. 82 of 2002.
The World Trade Organization (hereinafter referred to as "the WTO") is hereby established.” Persetujuan Pembentukan WTO, op. cit., Pasal 1.
Trips: Agreement On Trade-Related Aspects Of Intellectual Property Rights, Http://Www.Wto.Org/ . Diakses Pada 22 Februari 2019.
xix
LAMPIRAN
xx
xxi
xxii