BAB III

KONDISI OBJEKTIF TEMPAT PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Kota Cirebon adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat, . Kota ini berada di pesisir utara Pulau Jawa atau yang dikenal dengan jalur pantura yang menghubungkan -Cirebon- Semarang-Surabaya. Pada awalnya Cirebon berasal dari kata sarumban, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang kemudian diberi nama Caruban (carub dalam bahasa Cirebon artinya bersatu padu). Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa diantaranya Sunda, Jawa, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya bangsa Arab, agama, bahasa, dan adat istiadat. kemudian pelafalan kata caruban berubah lagi menjadi carbon dan kemudian cerbon. Selain karena faktor penamaan tempat penyebutan kata Cirebon juga dikarenakan sejak awal mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi atau yang dalam bahasa Cirebon disebut (belendrang) yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan cai-rebon (bahasa sunda : air rebon), yang kemudian menjadi Cirebon. Gambaran umum kota Cirebon selanjutnya di klasifikasikan dalam beberapa bagian yaitu, sebagai berikut: 1. Geografi Kota Cirebon terletak pada 6°41′LU 108°33′BT pantai Utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat, memanjang dari barat ke timur 8 kilometer, Utara ke Selatan 11 kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut 5 meter (termasuk dataran rendah). Kota Cirebon dapat

69

70

ditempuh melalui jalan darat sejauh 130 km dari arah Kota Bandung dan 258 km dari arah Kota Jakarta. Kota Cirebon terletak pada lokasi yang strategis dan menjadi simpul pergerakan transportasi antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letaknya yang berada di wilayah pantai menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah dataran yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah perbukitannya. Luas Kota Cirebon adalah 37,54 km2 dengan dominasi penggunaan lahan untuk perumahan (32%) dan tanah pertanian (38%). Wilayah Kotamadya Cirebon dilalui oleh beberapa sungai di antaranya Sungai Kedung Pane, Sungai Sukalila, Sungai Kesunean, dan Sungai Kalijaga. Sebelah Utara dibatasi Sungai Kedung Pane, Sebelah Barat dibatasi Sungai Banjir Kanal, Kabupaten Cirebon, Sebelah Selatan dibatasi Sungai Kalijaga, Sebelah Timur dibatasi Laut Jawa. Sebagian besar wilayah merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0-2000 dpl, sementara kemiringan lereng antara 0-40 % di mana 0-3 % merupakan daerah berkarateristik kota, 3-25 % daerah transmisi dan 25-40 % merupakan pinggiran. 2. Iklim Tabel 3.1. Curah Hujan dan Temperatur Kota Cirebon

Bulan Curah Hujan (mm) Bulan Temperatur 2014 2014 Januari 710.40 Januari 27.45 Februari 319.70 Februari 26.15 Maret 243.40 Maret 28.85 April 216 April 27.50 Mei 85 Mei 28.75 Juni 169.50 Juni 28.35 Juli 62 Juli 27.10 Agustus 0 Agustus 26.95 September 0 September 27.15 Oktober 37 Oktober 27.60 November 66.70 November 28.25 Desember 459.40 Desember 27.75 Tahunan 2369.10 Tahunan 27.65 71

Kota Cirebon termasuk daerah iklim tropis, Rata-rata curah hujan tahunan di kota Cirebon ± 2369.10 mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, iklim di kota Cirebon termasuk dalam tipe iklim C dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan basah). Musim hujan jatuh pada bulan Oktober-April, dan musim kemarau jatuh pada bulan Juni-September. Rata-rata Temperatur tahunan di kota Cirebon ± 27.65 derajat celcius/tahun. Keadaan angin terdapat tiga macam angin : a. Angin Musim Barat : antara Desember sampai Maret b. Angin Pancaroba : antara April sampai November c. Angin Musim Timur : antara Mei sampai Oktober 3. Etimologi Cirebon dikenal dengan nama Kota Udang dan Kota Wali. Selain itu kota Cirebon disebut juga sebagai Caruban Nagari (penanda gunung Ceremai) dan Grage (Negeri Gede dalam bahasa Cirebon berarti kerajaan yang luas). Sebagai daerah pertemuan budaya antara Suku Jawa, Suku Sunda, Bangsa Arab, Bangsa China dan para pendatang dari Eropa sejak beberapa abad silam, masyarakat Cirebon dalam berbahasa biasa menyerap kosakata bahasa-bahasa tersebut kedalam bahasa Cirebon. misalkan saja, kata Murad yang artinya bersusun (serapan dari bahasa arab), kata taocang yang berarti kucir (serapan dari bahasa cina), serta kata sonder yang berarti tanpa (serapan dari bahasa eropa). 4. Sejarah Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad 15 di pantai Laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh (Pajajaran). Dan di pelabuhan ini juga terlihat aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat permukiman ke tempat permukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki 72

bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala permukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon. Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh karena itu Raja Galuh mengirimkan utusan ke Cirebon Untuk menanyakan upeti rebon terasi ke Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon berhasil meyakinkan para utusan atas kemerdekaan wilayah Cirebon. Dengan demikian berdirilah daerah otonomi baru di Cirebon dengan Pangeran yang menjabat sebagai adipati dengan gelar Cakrabuana. Berdirinya daerah Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan Asia Tenggara Kemudian pada tanggal 7 Januari 1681 Cirebon secara politik dan ekonomi berada dalam pengawasan pihak VOC, setelah penguasa Cirebon waktu itu menandatangani perjanjian dengan VOC. Pada tahun 1858, di Cirebon terdapat 5 toko eceran dua perusahaan dagang. Pada tahun 1865, tercatat ekspor gula sejumlah 200.000 pikulan (kuintal), dan pada tahun 1868 ada tiga perusahaan Batavia yang bergerak di bidang perdagangan gula membuka cabang di Cirebon. Pada tahun 1877 Cirebon sudah memiliki pabrik es. Pipa air minum yang menghubungkan sumur-sumur artesis dengan perumahan dibangun pada tahun 1877. Pada masa kolonial pemerintah Hindia Belanda, tahun 1906 Cirebon disahkan menjadi Gemeente Cheribon dengan luas 1.100 ha dan berpenduduk 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Kemudian pada tahun 1942, Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450 ha dan tahun 1957 status pemerintahannya menjadi Kotapraja dengan luas 3.300 ha, setelah ditetapkan menjadi Kotamadya tahun 1965 luas wilayahnya menjadi 3.600 ha.

73

5. Pemerintahan Setelah berstatus Gemeente Cirebon pada tahun 1906, kota ini baru dipimpin oleh seorang Burgermeester (wali kota) pada tahun 1920 dengan wali kota pertamanya adalah J.H. Johan. Kemudian dilanjutkan oleh R.A. Scotman pada tahun 1925. Pada tahun 1926 Gemeente Cirebon ditingkatkan statusnya oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi stadgemeente, dengan otonomi yang lebih luas untuk mengatur pengembangan kotanya. Selanjutnya pada tahun 1928 dipilih J.M. van Oostrom Soede sebagai wali kota berikutnya. Pada masa pendudukan tentara Jepang ditunjuk Asikin Nataatmaja sebagai Shitjo (wali kota) yang memerintah antara tahun 1942-1943. Kemudian dilanjutkan oleh Muhiran Suria sampai tahun 1949, sebelum digantikan oleh Prinata Kusuma. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pemerintah Kota Cirebon berusaha mengubah citra Kota Cirebon yang telah terbentuk pada masa kolonial Belanda dengan simbol dan identitas kota yang baru, berbeda dari sebelumnya. di mana kota ini dikenal dengan semboyannya per aspera ad astra (dari duri onak dan lumpur menuju bintang), kemudian diganti dengan motto yang digunakan saat ini. Pada tahun 2010 berdasarkan survei persepsi kota-kota di seluruh Indonesia oleh Transparency International Indonesia (TII), kota ini termasuk kota terkorup di Indonesia bersama dengan Kota Pekanbaru, hal ini dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia) 2010 yang merupakan pengukuran tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia, kota ini sama-sama mendapat nilai IPK sebesar 3.61, dengan rentang indeks 0 sampai 10, 0 berarti dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih. Total responden yang diwawancarai dalam survei yang dilakukan antara Mei dan Oktober 2010 adalah 9237 responden, yang terdiri dari para pelaku bisnis.

74

6. Pembagian Wilayah Kecamatan di Kota Cirebon adalah: a. Harjamukti b. Kejaksan c. Kesambi d. Lemahwungkuk e. Pekalipan Wilayah administrasi Pemerintah Kota Cirebon berluas 38,10 km2, pada tahun 2014 terdiri dari 5 wilayah kecamatan, 22 kelurahan, 247 Rukun Warga (RW), dan 1.352 Rukun Tetangga (RT). Harjamukti merupakan kecamatan terluas (47%), kemudian berturut-turut Kesambi (22%), Lemahwungkuk (17%), Kejaksan (10%) dan Pekalipan (4%). Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Pemerintahan Kota Cirebon pada tahun 2015 mencapai 6.197 orang. Sementara itu, anggota DPRD Kota Cirebon pada tahun 2015 sebanyak 36 orang, yang terdiri 26 laki-laki dan 10 perempuan. Anggota DPRD tersebut terbagi kedalam 9 fraksi, Anggota fraksi terbanyak adalah Fraksi PDIP dengan 7 anggota, Fraksi Golkar 6 anggota,Fraksi Partai Nasdem 4 anggota, Fraksi Partai Gerindra 3 anggota, Fraksi Partai Demokrat 3 anggota, Fraksi PAN 3 anggota, Fraksi PKS 3, Fraksi Partai Hanura 3 dan Fraksi Bangkit Persatuan 3 anggota. 7. Wali Kota Saat ini Kota Cirebon dipimpin oleh Drs.Nasrudin Azis, SH untuk periode 2013-2018 menghabiskan sisa jabatan sepeninggal wafatnya Wali Kota Cirebon Alm. Drs. H Ano Sutrisno, MM. Zaman Belanda Bergelar Burger Meester: a. J.H. Johan (1920-1925) b. Roelof Adriaan Sc Hotman (1925-1928) c. Jan Marie van Gostrom Slede (1928-1933) d. Mr. H.E. Boissevain (1935) e. Mr. Carl Erich Eberhard Kuntze (1936-1938) f. H. Scheffer (1939-1942) 75

Zaman Jepang Bergelar SHITO: a. Asikin Nataatmadja (1942-1943) b. Moeniran Soerianegara (1943-1949) Zaman Awal Kemerdekaan Bernama Wakil Kota: a. Prinata Koesoema (1949-1950) b. Moestafa Soerjadi (1950-1954) Zaman Indonesia Bernama Wali Kota: a. Hardian Kartaatmadja (1954-1957) b. Prawira Amidjaja (1957-1959) c. Moh. Safei (1959-1960) d. RSA. Prabowo (1960-1965) e. R. Sukardi (1965-1966) f. Tatang Suwardi (1966-1974) g. H. Aboeng Koesman (1974-1981) h. Drs. H. Achmad Endang (1981-1983) i. Drs. Moh. Dasawarsa (1983-1988) j. Drs. H. Kumaedhi Syafrudin (1988-1993) k. Drs. H. Kumaedhi Syafrudin (1993-1998) l. Drs. H. Lasmana Suriaatmadja (1998-2003) m. Subardi, S.Pd. (2003-2013) n. Drs. H. Ano Sutrisno, M.M. (2013-2015) o. Drs. Nasrudin Azis, SH (2015-2018) 8. Penduduk Menurut hasil Suseda Jawa Barat Tahun 2010 jumlah penduduk Kota Cirebon telah mencapai jumlah 298 ribu jiwa. Dengan komposisi penduduk laki-laki sekitar 145 ribu jiwa dan perempuan sekitar 153 ribu jiwa, dan rasio jenis kelamin sekitar 94,85. Penduduk Kota Cirebon tersebar di lima kecamatan, kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Pekalipan sebesar 21,5 ribu jiwa/km², terpadat kedua adalah Kecamatan Kejaksan 11,8 ribu jiwa/km², kemudian Kecamatan Kesambi 8,8 ribu 76

jiwa/km², Kecamatan Lemahwungkuk 8,45 ribu jiwa/km², dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Harjamukti hampir 5,48 ribu jiwa/km². Pada akhir tahun 2014, kota Cirebon berpenduduk 384.000 jiwa, naik dari 300.434 jiwa pada Tahun 2012. PDRB per kapita kota ini pada tahun 2012 sebesar Rp43,65 juta (menurut harga berlaku) atau Rp19,78 juta (menurut harga konstan 2000). Menurut BPS Kota Cirebon, secara riil daya beli penduduk kota ini pada tahun 2012 tumbuh 5,2% dibandingkan tahun 2011. Pertumbuhan ini terpantau terus meningkat dalam empat tahun terakhir. 9. Perhubungan Kota Cirebon terletak di wilayah strategis, yakni titik bertemunya jalur tiga kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, dan Semarang. Semua jenis transportasi itu baik transportasi darat, laut, dan udara saling berintegrasi mendukung pembangunan di kota Cirebon. Kota Cirebon memiliki dua stasiun kereta api, yakni Stasiun Cirebon Kejaksan dan Stasiun Prujakan. Stasiun Kejaksan berarsitektur khas kolonial Belanda, stasiun ini melayani hampir semua tujuan kota - kota lainnya baik itu kota besar maupun kota kecil di pulau Jawa. Terminal angkutan darat di Kota Cirebon di antaranya terminal besar Harjamukti, letaknya di jalan By Pass Kota Cirebon. Pelabuhan Cirebon saat ini hanya digunakan untuk pengangkutan batu bara dan kebutuhan pokok dari pulau-pulau lain di Indonesia. Bandar Udara Cakrabuana merupakan bandar udara di Kota Cirebon saat ini hanya dijadikan sebagai bandara khusus sekolah penerbangan dan militer. Di kota ini masih terdapat Becak khas Cirebon sebagai sarana transportasi rakyat sekaligus sarana untuk wisata keliling kota. 10. Pengangkutan dan Komunikasi Menurut catatan Dinas Kimpraswil Kota Cirebon, panjang jalan di Kota Cirebon pada tahun 2009, tercatat panjangnya mencapai 166,686 km. Dari panjang jalan tersebut, sebagian besar (99%) merupakan jalan yang sudah diaspal yaitu sepanjang 165,217 km; dan sepanjang 1,448 km 77

(1%) merupakan jalan berkerikil. Dilihat dari kondisi jalan, sepanjang 161,439 km kondisinya baik, dan sekitar 4,141 km kondisi sedang, serta sebanyak 1,08 km kondisinya rusak, baik rusak berat maupun ringan. Jumlah sepeda motor, mobil penumpang, dan mobil barang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2006 jumlah sepeda motor tercatat sebanyak 80.714 buah dan pada tahun 2008 jumlahnya meningkat menjadi 109.961 buah. Kegiatan di pelabuhan laut Cirebon sepanjang tahun 2006-2009 mengalami penurunan dari 1.809 kapal yang berlabuh pada tahun 2006 menjadi 1.630 kapal yang berlabuh pada tahun 2009. Dari sejumlah kapal tersebut 40 kapal merupakan jenis pelayaran luar negeri, sebanyak 1.488 kapal merupakan jenis kapal pelayaran dalam negeri, 132 kapal merupakan pelayaran rakyat. Arus barang berdasarkan perdagangan di pelabuhan Cirebon di dominasi oleh bongkar muatan antar pulau. Lalu lintas penerbangan melalui Bandara Penggung Cirebon mengalami peningkatan dari sebanyak 899 pesawat pada tahun 2009 menjadi 1.110 pesawat pada tahun 2010. Pada tahun 2010 juga terjadi peningkatan volume keberangkatan pesawat, karena pada 2010 terdapat 1.117 pesawat yang berangkat dari bandara Penggung. Penumpang yang diangkut melalui stasiun kereta Cirebon pada tahun 2009 telah mencapai 683.912 orang. Bulan Juni merupakan jumlah penumpang kereta api terbanyak yaitu mencapai 70.145 orang, sedangkan yang terendah terjadi di bulan Februari yang mencapai 40.914 orang. Data pengiriman surat dalam negeri melalui kantor pos. Tercatat pengiriman surat dalam negeri tahun 2009 tercatat sebanyak 541.912 surat. Untuk jenis pengiriman surat yang terbanyak masih pengiriman surat biasa, kemudian pengiriman surat kilat khusus dan pengiriman surat kilat.

78

11. Perekonomian Perekonomi Kota Cirebon dipengaruhi oleh letak geografis yang strategis dan karakteristik sumber daya alam sehingga struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa. Tomé Pires dalam Suma Orientalnya sekitar tahun 1513 menyebutkan Cirebon merupakan salah satu sentra perdagangan di Pulau Jawa. Setelah Cirebon diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1859, pelabuhan Cirebon ditetapkan sebagai transit barang ekspor-impor dan pusat pengendalian politik untuk kawasan di pedalaman Jawa. Sampai tahun 2001 kontribusi perekonomian untuk Kota Cirebon adalah industri pengolahan (41,32%), kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (29,8%), sektor pengangkutan dan komunikasi (13,56%), sektor jasa-jasa (6,06%). Sedangkan sektor lainnya (9,26%) meliputi sektor pertambangan, pertanian, bangunan, listrik, dan gas rata-rata 2-3%. Salah satu wujud usaha di sektor informal adalah pedagang kaki lima, Kota Cirebon yang sering menjadi sasaran urbanisasi memiliki jumlah PKL yang cukup signifikan pada setiap tahunnya. Fenomena ini di satu sisi menggembirakan karena menunjukan dinamika ekonomi akar rumput, tetapi di sisi lain jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan persoalan yang serius di sektor ketertiban dan tata ruang. Perusahaan rokok multinasional, British American Tobacco (BAT), merupakan salah satu produsen rokok yang pernah berdiri di Kota Cirebon. Namun pada tahun 2010, guna mengefisiensikan produksinya, merelokasi pabrik di Kota Cirebon ke Kota . Kota Cirebon memiliki 12 kompleks ruko, 13 bangunan plaza dan mall serta 12 pasar tradisional. Kota Cirebon memiliki beberapa pusat perbelanjaan di antaranya Cirebon Mall daerah Kota Tua (BAT) di Jalan Syarief Abdurahman, CSB Mall (Cirebon Super Block) berlokasi di pusat Kota Cirebon Jalan DR. Cipto Mangunkusumo dengan luas 6.2 ha, 79

Grage Mall bertempat di Jalan Tentara Pelajar, Giant Hypermarket terletak di sekitar area Stadion Bima Jalan Brigjen Dharsono (By-Pass), dan di sekitar Jalan Rajawali, Plaza Yogya Siliwangi di Jalan Siliwangi, Plaza Yogya Grand Center di Jalan Karanggetas, Pusat Grosir Cirebon (PGC), Asia Plaza, Surya Plaza, Carrefour SuperStore Jl. Cipto, Gunung Sari Trade Center (GTC), Balong Indah Plaza, Grage City Mall dan Plaza Index "Ace Hardware". Pada triwulan I 2010, Kota Cirebon mengalami laju inflasi tertinggi dibandingkan dengan kota lainnya di Jawa Barat. Faktor pendorong kenaikan laju inflasi terutama berasal dari kelompok transpor, komunikasi dan jasa, keuangan serta pendidikan, Pariwisata, dan olahraga.

Table 3.2. Inflasi Kota Cirebon

Bulan Inflasi (Persen) 2014 Januari 0.68 Februari 0.37 Maret 0.47 April 0.26 Mei 0.02 Juni 0.33 Juli 0.53 Agustus 0.91 September 0.39 Oktober 0.81 November 1 Desember 1.78 Tahunan 7.08 Kelompok transpor Kota Cirebon mengalami laju inflasi yang cukup tinggi karena kenaikan harga BBM nonsubsidi serta tarif jasa keuangan. Sementara itu, tarif kursus/pelatihan di Kota Cirebon relatif tinggi dibandingkan dengan kota-kota lainnya, sehingga mendorong tingginya inflasi kelompok pendidikan.

80

12. Keuangan dan Harga Pada tahun anggaran 2007 penerimaan mencapai 510,2 miliar rupiah, sementara itu pada tahun anggaran 2010 meningkat menjadi 758,7 miliar rupiah. Pos penerimaan terbesar masih diperoleh dari bagian Dana Perimbangan yaitu sebesar 489,3 miliar rupiah atau sekitar 64,5 persen dari seluruh penerimaan daerah, penerimaan terbesar kedua berasal dari Bagian Pendapatan Asli Daerah yaitu sebesar 115,2 miliar rupiah atau sebesar 15,2 persen dari seluruh penerimaan daerah. Besarnya Dana Perimbangan ini, terutama merupakan kontribusi dari dana alokasi umum (DAU) kepada pemerintah daerah Kota Cirebon yang pada tahun 2010 jumlahnya mencapai 412 miliar rupiah atau sebesar 84,2 persen dari total penerimaan. Pada tahun anggaran 2010 ini untuk realisasi belanja tidak langsung dan belanja langsung, tercatat belanja tidak langsung langsung sebesar 419,4 miliar rupiah dan belanja langsung sebesar 350,7 miliar rupiah. Dari sejumlah belanja tidak langsung, yang menggunakan keuangan terbesar adalah untuk pos belanja pegawai yaitu sebesar 347 miliar rupiah. Sementara itu untuk belanja langsung, pos terbesar adalah untuk belanja barang dan jasa yaitu sebesar 118,2 miliar. Jumlah Koperasi di kota Cirebon tahun 2010 sebanyak 244 buah koperasi dengan anggota aktif sebanyak 29.089 orang. Angka tersebut menurun dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 271 buah koperasi. 13. Pelayanan umum a. Listrik Listrik selain untuk menunjang kegiatan ekonomi seperti industri, juga untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dengan cara membuat kemudahan penduduk beraktifitas. Dari data kelistrikan yang disajikan, tercatat jumlah pelanggan pengguna listrik mencapai pelanggan pada tahun 2010, dengan rincian sekitar 89,04 persen adalah pelanggan rumah tangga (R) dan 81

7,73 persen pelanggan bisnis (B), pelanggan golongan tarif sosial (S) sekitar 2,05 persen. Pelanggan industri hanya 0,16 persen. Daya terpasang pada tahun 2008 ini sebesar 133.655.500 KVA. b. Air Minum Penyedian sumber air minum sangat penting untuk sebuah kota seperti Kota Cirebon yang merupakan sebagian wilayahnya berbatasan dengan pantai, yang cenderung sebagian besar sumber airnya tidak layak untuk air minum. Oleh karena itu, ketersedian air oleh PDAM menjadi sangat penting. Produksi air oleh PDAM Kota Cirebon, dalam kurun 2006- 2009 jumlah produksi air minum cenderung berfluktuasi, pada tahun 2006 produksi air mencapai 23.425.965 m3, kemudian menjadi 26.245.072 m3 (2007) dan turun pada tahun 2008 menjadi 25.432.691 m3, dan naik kembali menjadi 25.455.687 m3 pada tahun 2008. Untuk air yang disalurkan pada tahun 2009 mencapai 18.682.035 m3. Dengan rincian, air minum yang disalurkan pada rumah tangga sebesar 13.554.294 m3 ; hotel, objek wisata dan industri sebesar 2.552.822 m3 ; Badan Sosial/Rumah Sakit sebesar 733.357 m3. Nilai penjualan air minum pada tahun 2009 mencapai 27.994 juta rupiah, turun sebesar 2,07 persen dibandingkan dengan tahun 2008. Nilai penjualan terbesar dihasilkan dari penjualan kepada golongan pelanggan rumah tangga dengan nilai sebesar 17.793 juta rupiah atau 63,56 persen dari total penjualan. Hampir 93 % penduduknya telah terlayani oleh layanan air bersih dari PDAM Cirebon, mayoritas pelanggan air bersih di kota ini adalah rumah tangga (90,37% atau sebanyak 59.006) dari jumlah total sambungan yang ada (65.287). c. Kesehatan Sejak pemerintah Hindia Belanda, Kota Cirebon telah memiliki rumah sakit yang bernama Oranje, yang diresmikan 82

penggunaannya pada 31 Agustus 1921 dan mulai beroperasi sejak tanggal 1 September 1921. Pada tahun 2009 di Kota Cirebon telah tersedia sekitar 6 rumah sakit umum, 4 rumah sakit bersalin, 21 Puskesmas, 15 Puskemas Pembantu, 20 Puskesmas Keliling, serta 85 Apotik, dan 31 Toko Obat. Dengan jumlah tenaga medis seperti dokter spesialist sekitar 94 orang, dan 118 dokter umum, 45 dokter gigi, 847 perawat, serta 278 bidan. d. Pendidikan 1) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) 2) Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon (STTC) 3) Universitas Swadaya Gunung Jati 4) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Cirebon 5) Cirebon Institute of Computer (CIC) 6) IAIN Syekh Nurjati Cirebon 7) Universitas 17 Agustus 1945 Cirebon (UNTAG) 8) STMIK IKMI Cirebon 9) STIKOM Poltek Cirebon 10) Universitas Muhammadiyah Cirebon 11) STMIK Catur Insan Cendekia Cirebon 12) Akademi Perdagangan Catur Insan Cendekia Cirebon 13) Stikes Mahardika Cirebon (STIKma) 14) Akademi Keperawatan (akper) Dharma Husada cirebon 15) Akademi Kebidanan (akbid) Isma Husada cirebon 16) WIT Institute Cirebon 17) Akademic Maritime Of Cirebon 18) LP3I Business College 19) Telkom PDC 20) Politeknik Kesehatan Negeri Tasikmalaya Cirebon

83

Table 3.3. Jumlah instansi pendidikan di Kota Cirebon

Pendidikan SD SMP SMA SMK Perguruan

formal atau atau atau negeri tinggi MI MTs MA dan negeri negeri negeri swasta dan dan dan swasta swasta swasta Jumlah 160 52 58 19 14 satuan Data sekolah di Kota Cirebon 14. Pariwisata Bangunan Mande Karesmen pada kompleks terlihat para Wiyaga (penabuh ) sedang berdiskusi disela-sela prosesi penabuhan gong Sekati pada Idul Fitri 2014, dari jajaran Wiyaga terlihat Ki Waryo (anak dari Ki Empek) duduk paling kanan, Ki Adnani dan kemudian Ki Encu Sebagai salah satu tujuan wisata di Jawa Barat, Kota Cirebon menawarkan banyak pesona mulai dari wisata sejarah tentang kejayaan kerajaan Islam, kisah para wali, Komplek Makam Sunan Gunung Jati di Gunung Sembung sekitar 15 km ke arah barat pusat kota, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Masjid At Taqwa, kelenteng kuno, dan bangunan-bangunan peninggalan zaman Belanda. Kota ini juga menyediakan bermacam kuliner khas Cirebon, dan terdapat sentra kerajinan rotan serta batik. Cirebon terdapat beberapa keraton sekaligus di dalam kota, yakni Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Semuanya memiliki arsitektur gabungan dari elemen kebudayaan Islam, Cina, dan Belanda. Ciri khas bangunan keraton selalu menghadap ke utara dan ada sebuah masjid didekatnya. Setiap keraton mempunyai alun-alun sebagai tempat berkumpul, pasar dan patung macan di taman atau halaman depan sebagai perlambang dari Prabu Siliwangi, tokoh sentral terbentuknya kerajaan Cirebon. Ciri lain adalah piring porselen asli Tiongkok yang jadi penghias dinding. Beberapa piring konon diperoleh dari Eropa saat Cirebon jadi pelabuhan pusat perdagangan Pulau Jawa. 84

Kota Cirebon memiliki beberapa kawasan taman di antaranya Taman Air Sunyaragi dan Taman Ade Irma Suryani. Taman Air Sunyaragi memiliki teknologi pengaliran air yang canggih pada masanya, air mengalir di antara teras-teras tempat para putri raja bersolek, halaman rumput hijau tempat para ksatria berlatih, ditambah menara dan kamar istimewa yang pintunya terbuat dari tirai air. Sementara beberapa masakan khas kota ini sebagai bagian dari wisata kuliner antara lain: Sega Jamblang, Sega lengko, , Docang, , Kerupuk Melarat, , Sate beber, Mi koclok, Empal asem, Cirebon, Cirebon, Cirebon, Kerupuk Udang dan sebagainya. 15. Seni dan Budaya Kebudayaan yang melekat pada masyarakat Kota Cirebon merupakan perpaduan berbagai budaya yang datang dan membentuk ciri khas tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pertunjukan khas masyarakat Cirebon antara lain Tarling, Tari Topeng Cirebon, Sintren, Kesenian Gembyung dan Sandiwara Cirebonan. Kota ini juga memiliki beberapa kerajinan tangan di antaranya Topeng Cirebon, Lukisan Kaca, Bunga Rotan dan Batik. Salah satu ciri khas batik asal Cirebon yang tidak ditemui di tempat lain adalah motif Mega Mendung, yaitu motif berbentuk seperti awan bergumpal-gumpal yang biasanya membentuk bingkai pada gambar utama. Motif Mega Mendung adalah ciptaan Pangeran Cakrabuana (1452-1479), yang hingga kini masih kerap digunakan. Motif tersebut didapat dari pengaruh keraton-keraton di Cirebon. Karena pada awalnya, seni batik Cirebon hanya dikenal di kalangan keraton. Sekarang dicirebon, batik motif mega mendung telah banyak digunakan berbagai kalangan. Selain itu terdapat juga motif-motif batik yang disesuaikan dengan ciri khas penduduk pesisir. 16. Pers dan Media Kota Cirebon sejak pemerintah Hindia Belanda telah menjadi pusat penerbitan beberapa surat kabar, di antaranya Kepentingan Ra’jat, 85

Poesaka Tjirebon, Koemandang Masjarakat. Setelah kemerdekaan Indonesia muncul Repoeblik. Saat ini beberapa surat kabar yang masih terbit diantaranya : Radar Cirebon dan Kabar Cirebon serta Fajar Cirebon. Seluruh media televisi nasional saat ini telah disiarkan di Cirebon. Selain itu terdapat beberapa stasiun televisi lokal seperti CIREBON TV,Citra Nusantara Televisi (CITV) dan Radar Cirebon Televisi (RCTV). Kota Cirebon memiliki 17 stasiun radio, di antaranya: a. Cirebon Radio 89.2 FM b. DAIRI 87.6 FM c. Ci Radio 90.2 FM d. Radio Simpati FM 88.3 e. Kita FM 105.6 f. Prima Sonata FM g. Radio Assunnah FM 92.3 h. DB Radio 90,8 i. PilaRADIO 88,6 j. RRI Pro 1 FM 94,8 k. RRI Pro 2 FM 97,5 l. RRI Pro 3 FM 99,6 m. RRI Pro 4 FM 93,7 n. MNC Trijaya FM Cirebon 96.5 FM o. Nuansa FM 104,2 p. Gita Suara FM 99,1 q. Swara Mulya Afrindo Rekatama FM 95,9 r. Ramanda 92,9 FM s. Sindang Kasih 103,6 FM t. Malala Radio 105,2 FM u. Suara Gratia 95,9 FM

86

17. Galeri kuliner a. Tahu Gejrot, dengan kuah b. Usus sapi rebus, "Sup Empal Gentong" c. Sega Jamblang (""), hidangan-hidangan untuk menemani nasi yang disajikan di daun jati d. Sega Lengko (""), nasi vegetarian dengan tahu dan tauge e. Tempe mendoan, tempe dilapisi adonan yang digoreng f. Intip (makanan ringan manis dari beras) g. Kerupuk Mlarat (harfiah "kerupuk miskin"). Keripik yang terbuat dari tepung tapioka dan digoreng dengan pasir panas (bukan minyak). h. berukuran besar (kerupuk dari melinjo) i. Siroop Tjampolay minuman legendaris asal Cirebon, Pertama kali dibuat oleh Tan Tjek Tjiu pada 11 Juli 1936. j. adalah minuman khas yang berasal dari Cirebon. (Wikipedia.org) B. Objek Pariwisata Kota Cirebon Gambaran Situs Sejarah, Pariwisata, Wisata Kesenian, Wisata Kerajnan dan Wisata Kuliner 1. Situs Sejarah a. Bangunan Cagar Budaya (SK Walikota Cirebon) Balai kota Cirebon, Gedung Kerisidenan, Pendopo Kebupaten Cirebon, Gedung Bank Indonesia, Gedung Bank Mandiri (Bank Dagang Negara), Gedung Eks. Kantor Pangkalan TNI AL, Mesjid Al- Athyah (Masjid Abang), Mesjid Agung sang Ciptarasa, Masjid Baitul Karim (Pesambangan), Klenteng Talang, Klenteng Winaon, Vihara Dewi Welas Asih, Gereja Bala Keselamatan, Gereja Santo Yosep, Stasiun Kereta Api Kejaksan, Stasiun Kerata Api Perujakan, Gedung PT. BAT Company, Pabrik Tenun Parujakan, Menara PDAM Perujakan, Bangunan Riel Ade Irma Suryani, Rumah Sakit Umum Gunung Jati, SD Negeri Pulasaren, Gudang PT. VTP Yala 87

Githa Tama, Gudang Bank BNI (Bank Syariah), Gudang Bank Exim, Gudang Bea Cukai, Gudang Jalan Benteng, Petilasan Sunan Kalijaga, Makam Syekh Maulana Maghribi, Makan Wiracula (Sam Cay Kong), Gedung Tjipta Niaga (Persero), Gedung PT. DPC Gapenci, Gedung PT. AVON, Gedung Eks. Hotel Grand, Gedung Kantor Pt. Pos Indonesia, SMP Negeri 1 Cirebon, SMP Negeri 15 Cirebon, SMP Negeri 16 Cirebon, SPK dan AKPER Dept. Kesehatan, Gudang PT. VTP Banda Ghana Reksa, Gudang Jalan Kesunean, Gudang Jalan Sisimangaraja, Makam Syekh Lemah Abang, Menara PDAM Tuparev, Mesjid Agung At Taqwa, Hotel Gadjah, SD Negeri Kebon Baru, SMP Negeri 1 Cirebon, Tugu Kemerdekaan, LP Klas I Cirebon. b. Diduga Situs atau Benda Cagar Budaya Makam Pangeran Suryanegara atau Wanacala, Sumur Kramat dan Makam Pangeran Makdum, Makam Panjang, Pangeran Drajat, Bong Cina (Tan An Sin) Th. 1863 Kutiong Wanacala, Kantor Eks. Residen (Rumah Dinas), Makam dan Masjid Syekh Birawa, Masjid Pangeran Kejaksan, Sumur Ketandan, Makam Kramat Suradinaya (www.cirebonkota.go.id) 2. Pariwisata, Wisata Religi dan Peninggalan Sejarah a. Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506, beliau bersemayam di dalam Agung Pakungwati Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Dan sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Putri itu cantik rupawan berbudi luhur dan bertubuh kokoh serta dapat mendampingi suami, baik dalam bidang Islamiyah, pembina negara maupun sebagai pengayom yang menyayangi rakyatnya. 88

b. Keraton Kanoman didirikan oleh Kanoman I (Sultan Badridin) turunan ke VII dari Sunan Gunung Jati (Syarief Hidayatullah) pada tahun 510 tahun Saka atau tahun 1588 Masehi, Adapun prasasti tahun berdirinya Keraton Kanoman terdapat pada pintu Pandopa Jinem yang menuju keruangan Perbayaksa, dipintu tersebut terpahat gambar angka Surya Sangkala & Chandra. c. Keraton Kecirebonan dibangun pada tahun 1800, Keraton ini banyak menyimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti Keris Wayang perlengkapan Perang, Gamelan dan lain-lain. Seperti halnya Keraton Kesepuhan dan Keraton Kanoman, Keraton Kecirebonan pun tetap menjaga, melestarikan serta melaksanakan kebiasaan dan upacara adat seperti Upacara Pajang Jimat dan sebagainya d. Gua Sunyaragi lebih kurang 5 Km ke arah barat dari jantung kota Cirebon, tepatnya di kelurahan Graksan, terhampar bangunan yang unik. Areal bangunan ini dikenal sebagai Tamansari Gua Sunyaragi. Petilasan dengan arsitektur estetik bernilai historis, serta mengungkap nilai-nilai spritual yang merupakan salah satu warisan budaya masa lalu yang terdapat di wilayah Cirebon, Pembangunannya dilakukan pada tahun 1703, sedangkan gagasannya berasal dari benak Sang Patih Keraton Kasepuhan yang bernama Pangeran Arya Cirebon. Tokoh ini dikenal sebagai peminta sejarah dan kebudayaan. Karya legendaris lainnya yaitu kitab sejarah “Purwaka Caruban” yang berhasil disusunnya pada tahun 1720. Sunya berarti sepi, dan Raga atau Ragi berarti jasman. e. Taman Kalijaga tempat ini pada zaman dahulunya adalah sebuah hutan pada saat penyebaran agama Islam dilaksanakan di Cirebon, salah satu tempat yang dipakai oleh Sunan Kalijaga malakukan khotbahnya sampai sekarang dikenal oreng sebagai petilasan Sunan Kalijaga. f. Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada tahun 1498 M oleh Wali Sanga atas prakarsa Sunan Gunung Jati. Pembangunannya 89

dipimpin oleh Sunan Kalijaga dengan arsitek Raden Sepat (dari Majapahit) bersama dengan 200 orang pembantunya (tukang) yang berasal dari Demak. Mesjid ini dinamai Sang Cipta Rasa karena merupakan pengejawantahan dari rasa dan kepercayaan. Penduduk Cirebon pada masa itu menamai mesjid ini Mesjid Pakungwati karena dulu terletak dalam komplek Keraton Pakungwati. g. Cirebon Waterland yang dahulu bernama Taman Ade Irma Suryani terletak berdampingan dengan pelabuhan Cirebon dengan lokasi di pinggir laut pantai utara Cirebon memiliki area 2,5 Ha. Taman hiburan ini merupakan satu-satunya tempat hiburan dan rekreasi keluarga dekat pantai kota Cirebon yang menyediakan fasilitas permainan anak-anak, kebun binatang, wisata bahari/pantai dan sarana penunjang lainnya, acara rutin pada tiap hari Minggu berupa hiburan acara musik dengan didukung oleh artis-artis yang terkenal termasuk acara dalam bentuk perlombaan bagi anak-anak sekolah menjelang libur. Kawasan wisata Ade Irma Nasution bisa dikembangkan baik oleh investor dalam negeri maupun dari luar negeri karena dapat menyedot wisatawan baik dari Jawa Tengah maupun dari Jawa timur. (Sumber : www.cirebonkota.go.id) h. Masjid merah panjunan masjid ini merupakan sebuah masjid berumur sangat tua yang didirikan pada tahun 1480 oleh Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan. Ia adalah seorang keturunan arab yang memimpin sekelompok imigran dari Baghdad, dan kemudian menjadi murid Sunan Gunung Jati. Masjid Merah Panjunan terletak di sebuah sudut jalan di Kampung Panjunan, dimana terdapat banyak pengrajin tembikar atau jun. Masjid Panjunan semula bernama Mushala Al-Athya. Namun karena pagarnya terbuat dari bata merah menjadikan masjid ini lebih terkenal dengan sebutan Masjid Merah Panjunan. Awalnya masjid ini merupakan tajug atau Mushola sederhana, karena lingkungan tersebut adalah tempat bertemunya pedagang dari berbagai suku bangsa. Pangeran Panjunan berinisiatif membangun mushola 90

tersebut menjadi masjid dengan perpaduan budaya dan agama sejak sebelum Islam, yaitu Hindu-Budha. Masjid Merah Panjunan ini telah dimasukkan sebagai benda cagar budaya dan hingga kini kondisinya terawat dengan baik. i. Gereja Santo Yusuf di kota Cirebon adalah salah satu dari sekian banyak gedung tua yang telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya Kota Cirebon. Gereja Santo Yusuf Cirebon merupakan bangunan gereja katolik yang tertua di Jawa Barat, yang berdiri terlebih dahulu sebelum dibangunnya gereja di wilayah Bandung dan Jawa Barat. Bangunan aslinya kini hanya tinggal pada bagian depan gereja saja, sedangkan bagian lainnya merupakan bangunan lebih baru yang ditambahkan kemudian. Menara Gereja Santo Yusuf Cirebon yang tak begitu tinggi berada dibagian tengah belakang bangunan, dengan sebuah lonceng tergantung di dalam ruangan cungkup yang ada puncaknya. Diatas menara terdapat batang penangkal petir, karena merupakan bagian tertinggi digereja ini, badan menara tertutup kayu yang dibuat bersusun seperti sisik. Tulisan pada dinding depan Gereja Santo Yusuf Cirebon berbunyi “Ludovicus Theodores Gonzales, Commendator Ordinis Equestris S.Gregorii Magni, Hoc Templum Dei Aedificcavit, Anno DNI MDCCCLXXX”. j. Gedung Bank Indonesia Cirebon di Jl. Yos Sudarso merupakan salah satu gedung tua peninggalan jaman kolonial Belanda yang sampai sekarang masih berdiri dengan megah, cantik dan anggun di Kota Cirebon. Lokasi Gedung Bank Indonesia Cirebon ini sangat dekat dengan lokasi beberapa gedung tua lainnya yang telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya oleh pemerintah daerah. Gedung Bank Indonesia Cirebon sebelumnya merupakan kantor cabang ke-5 dari De Javasche Bank (DJB), yang dibuka pada 31 Juli 1866 dengan nama Agentschap van De Javasche Bank te Cheribon, namun baru beroperasi pada 6 Agustus 1866. Kantor cabang DJB yang telah 91

lebih dulu dibuka adalah kantor DJB di Semarang, Surabaya, Padang, dan Makasar. k. Kelenteng Dewi Welas Asih Cirebon (Kelenteng Tiao Kak Sie) letaknya berada di Jl. Kantor No. 2, Kampung Kamiran, Cirebon, di sebelah kiri Gedung Bank Mandiri, atau di seberang kanan Gedung BAT Cirebon. Kelenteng Dewi Welas Asih ini merupakan salah satu kelenteng tertua di Cirebon, selain Kelenteng Talang dan Vihara Pemancar Keselamatan. Bangun simetris Kelenteng Dewi Welas Asih dalam ornament naga dalam posisi ekor di atas seperti tengah menari di wuwungan. Sepasang singa (Ciok say) berjaga di samping menara pendek tempat pembakaran kertas uang untuk leluhur, dan ornament lingkaran-lingkaran bulat di dinding kiri kanan. Wuwungan Kelenteng Dewi Welas Asih Cirebon yang berbentuk melengkung seperti pelana, khas bangunan Tionghoa. Di bagian tengahnya terdapat ornament binatang berkaki empat, bertanduk dan bercula, badan bersisik, ekor bergerigi, dan di punggungnya terdapat semacam cakra api, yang sepertinya adalah Kilin. Ada pula empat ornamen berjajar di bagian bawah wuwungan yang bentuknya menyerupai benteng bertingkat, dengan balkon berpagar bambu dan di bagian di kiri kanannya terdapat masing-masing dua menara bersusun. l. Gedung Kantor Pos Cirebon, dibangun pada tahun 1906 oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk mempermudah pengiriman informasi dari pusat pemerintahan di Batavia (Jakarta) ke seluruh pelosok Jawa. Gedung tersebut merupakan Kantor Pos kedua yang di bangun Belanda setelah Kantor Pos di Jakarta. Di depan gedung ini terdapat tugu nol kilometer Cirebon yang merupakan titik pengukuran jarak dari kota ke kota. Gedung Kantor Pos cirebon merupakan saksi sejarah komunikasi antar kota dan alur distribusi surat menyurat sejak jaman kolonial. Hingga kini Gedung Kantor Pos masih bisa dinikmati arsitekturnya, terutama dari bagian luar dan 92

lobi. Sebab, dalam tentu digunakan untuk aktivitas perkantoran yang tertutup bagi masyarakat umum. m. Gedung BAT sejak semula memang sebuah pabrik rokok. Namun, bukan pabrik rokok sembarangan. Sebab, berdasarkan arsip sejarah milik Disporbudpar Kota Cirebon, di era 1930an BAT merupakan pabrik rokok besar. Kapasitas produksinya mencapai sekitar 17,5 juta batang rokok per hari. Kini gedung yang dibangun pada tahun 1924 itu termasuk salah satu Bangunan Cagar Budaya (BCB) Kota Cirebon milik PT Bentoel International Investama. Namun, rokok sudah tidak diproduksi lagi digedung besar. Gedung BAT direkomendasikan untuk dikunjungi sore hari, karena lokasinya mendapat pencahayaan matahari sore yang bila cuaca cerah berwarna keemasan. Hal inilah yang menjadikan kawasan BAT ini diburu para pecinta fotografi ataupun masyarakat yang sekedar ingin berfoto dengan latar gedung berarsitektur art deco. n. Pantai Kejawanan dan Pantai Kesenden merupakan pusat wisata pantai di Cirebon. Pantai Kejawanan sangat ramai dikunjungi apalagi keka weekend, para pengunjung berbondong-bondong berwisata ke tempat ini. Berlokasi di Jalan Yos Sudarso Kota Cirebon, dan berada di dalam kompleks Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan. Kawasan ini menjadi lokasi untuk bersandarnya perahu- perahu nelayan berukuran besar. Menariknya, Pantai Kejawanan yang menghadap timur merupakan lokasi yang cocok untuk mengabadikan matahari terbenam. Untuk sore hari, pemandangan matahari tenggelam juga begitu indah karena mendapat latar Gunung Ciremai. Yang tidak kalah menarik ialah Pantai Kesenden. Lokasinya di Jl. Diponegoro dan sekelilingnya terdapat tambak juga perkampungan nelayan. Lokasi ini dijadikan area untuk konservasi mangrove. Pemandangan Pantai Kesenden juga menarik dinikmati di pagi dan sore hari. Masyarakat lokal biasa menghabiskan waktu untuk nyenyore di kawasan ini. 93

o. Pedati Gede Pekalangan merupakan satu dari dua kereta besar pengangkut barang yang sisa kerangkanya masih bisa terlihat. Sistem rakitan yang digunakan pada Pedati Gede Pekalangan adalah sistem bongkar pasang sehingga ukuran panjang pedati bisa disesuaikan dengan kebutuhan daya angkut barang. Pada tahun 1993 Herman De Vost (mantan direktur museum kereta-kereta istana di Ledein, Belanda) melakukan konservasi terhadap Pedati Gede Pekalangan, menurut Herman De Vost, dari hasil penelitiannya panjang Pedati Gede Pekalangan adalah 15 meter, lebar 2,5 dan tinggi 3 meter, pedati menggunakan roda sebagai alat geraknya dengan jumlah 12 roda (6 pasang), 6 roda berdiameter 2 meter dan 6 roda yang lainnya yang berukuran lebih kecil berdiameter 1,5 meter, roda pedati dihubungkan oleh semacam as yang terbuat dari kayu bulat berdiameter 15 cm, as ini kemudian dimasukkan kedalam poros roda yang terbuat dari kayu, menurut almarhum bapak Sudjana (budayawan Cirebon) untuk memperlancar perputaran diporosnya maka digunakanlah getah damar sebagai pelumas. Herman De Vost mengakui bahwa Pedati Gede Pekalangan adalah maha karya asli dari kebudayaan Cirebon. (Disporbudpar Kota Cirebon) 3. Wisata Kesenian a. Tarling merupakan kesenian khas dari wilayah pesisir timur laut Jawa Barat (Jatibarang, Indramayu, Cirebon dan sekitarnya). Bentuk kesenian ini pada dasarnya adalah pertunjukan musik, namun disertai dengan drama pendek. Nama "Tarling" diambil dari singkatan dua alat musik dominan: gitar akuistik dan suling. Selain kedua instrumen ini, terdapat pula sejumlah perkusi, saron, kempul, dan gong. Awal perkembangan tarling tidak jelas. Namun demikian, pada tahun 1950-an musik serupa tarling telah disiarkan oleh RRI Cirebon dalam acara "Irama Kota Udang", dan menjadikannya popular. Awal tahun 1960-an pertunjukan ini sudah dinamakan "tarling" dan mulai masuk unsur-unsur drama. Semenjak meluasnya popularitas dangdut pada tahun 1980-an, kesenian tarling terdesak. 94

Ini memaksa para seniman tarling memasukkan unsur-unsur dangdut dalam pertunjukan mereka, dan hasil percampuran ini dijuluki tarling-dangdut (atau tarlingdut). Selanjutnya, akibat tuntutan konsumennya sendiri, lagu-lagu tarling di campur dengan perangkat musik elektronik sehingga terbentuk grup-grup organ tunggal tarling organ. Sekarang, tarling sudah sangat jarang dipertunjukkan dan tidak lagi populer. Tarling dangdut lebih tepat disebut dangdut Cirebon. b. Sintren salah satu tradisi lama rakyat pesisiran Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat, tepatnya di Cirebon. Kesenian ini kini menjadi sebuah pertunjukan langka bahkan di daerah kelahiran Sintren sendiri. Sintren dalam perkembangannya kini, paling-paling hanya dapat dinikmati setiap tahun sekali pada upacara-upacara kelautan selain nadran, atau pada hajatan-hajatan orang gedean. Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber kalangan seniman tradisi cirebon, Sintren mulai dikenal pada awal tahun 1940-an, nama sintren sendiri tidak jelas berasal dari mana, namun katanya sintren adalah nama penari yang masih gadis yang menjadi staring dalam pertunjukan ini. Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib. Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal 95

tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). c. Tari Topeng adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon pada awalnya, Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon, terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena memiliki pedang Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian. d. Seni Gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali di Cirebon. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Cirebon. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah. Untuk pastinya kapan kesenian ini mulai berkembang di Cirebon tak ada yang tahu pasti. Yang jelas kesenian Gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian terbang hidup cukup lama di daerah tersebut. Gembyung merupakan jenis musik ensambel yang di dominasi oleh alat musik yang disebut waditra. Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian Gembyung yang tidak menggunakan waditra tarompet. (Sumber : www.cirebonkota.go.id) 96

e. Upacara Nadran adalah upacara adat masyarakat pesisir Cirebon dalam bentuk melarungkan persembahan bagi penguasa laut diberi kelimpahan rezeki. f. Muludan adalah sebuah event yang dirayakan setiap Maulud Nabi Muhammad SAW. Pada Event ini terdapat pasar rakyat yang sangat ramai. Dan puncaknya dirayakan dengan upacara pencucian pusaka keraton. (Disporbudpar Kota Cirebon) 4. Wisata Kerajinan a. Kaca Dekorasi adalah salah satu seni dekorasi khas Cirebon dengan media kaca. Tema kaca dekorasi Cirebon umumnya berupa tema- tema natural seperti binatang dan bunga. (Disporbudpar Kota Cirebon) b. Kerajinan Relief Logam merupakan produk khas yang dihasilkan oleh seniman-seniman Cirebon. Berbagai pilihan bentuk relief dan ukuran akan mempercantik tampilan dekorasi ruangan anda. Di antara bentuk relief yang paling banyak digemari oleh para wisatawan domestik muapun mancanegara adalah relief bangunan bersejarah, relief hewan (ikan arwana, naga, dan lain sebagainya), dan relief pemandangan alam. (jabarprov.go.id) 5. Wisata Kuliner a. Nasi Jamblang sangat terkenal di wilayah Cirebon, sebuah hidangan unik khas Cirebon berupa nasi putih yang di bungkus oleh daun jati dengan berbagai aneka pilihan lauk seperti, tempe goreng, tempe oreg, dan berbagai pilihan menarik lainnya. b. Sega lengko atau Nasi lengko adalah masakan khas Cirebon berupa racikan nasi putih dengan irisan tempe goreng, irisan tahu goreng, cacahan ketimun, cacahan daun kucai dan toge kacang hijau, kemudian dilumuri kuah kacang dan kecap manis ditaburi dan di tambah . c. Empal Gentong adalah irisan daging, jeroan, hati sapi/kambing di tambah kuah kuning menyerupai kuah , ditaburi irisan daun kucai dan sambal cabai kering disantap sebagai teman nasi atau 97

dan disajikan diatas sebuah mangkok adalah tampilan dari salah satu kuliner khas Cirebon yaitu Empal Gentong, Gentong adalah anglo tanah, dinamakan Empal Gentong, karena masakan ini dimasak dalam anglo (Gentong) menggunakan kayu bakar. d. Emping Melinjo adalah makanan ringan terbuat dari biji melinjo disajikan dengan berbagai rasa, ada manis, asin dan pedas. e. Terasi merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari teknik pengolahan udang yang dimiliki masyarakat Cirebon. Terasi adalah bumbu rahasia dari kelezatan yang dimiliki masakan-masakan Khas Cirebon. f. Sirup Tjampolay adalah produk asli Cirebon yang terkenal memiliki kekhasan dan kesegaran di setiap pilihan rasanya. Keunggulan Sirup Tjampolay dibandingkan dengan sirup-sirup lainnya adalah pilihan rasa yang menarik. Sirup Tjampolay tidak menggunakan pemanis buatan. g. Kerupuk Rambak, cemilan yang satu ini berbahan baku kulit sapi atau kerbau sebagai salah satu cemilan khas Cirebon kering dan gurih adalah citarasa dari kerupuk ini. h. Bubur Sop Ayam adalah masakan khas Cirebon ini terdiri dari bubur sebagai bahan utama, kuah bening, kuah kaldu ayam bening, soun, irisan kol, , kacang kedelai, kentang dan remukan kerupuk. i. Ikan Asin, sebagai kota yang memiliki potensi kekayaan bahari yang melimpah, Cirebon dikenal memiliki produk-produk bahari yang komplit dan menarik. Ikan Asin adalah contoh produk home industry yang paling banyak digemari masyarakat Cirebon. j. Mlarat merupakan produk home industry di Cirebon yang menjadi salah satu oleh-oleh khas Cirebon. Terbuat dari tepung sagu yang kaya dengan kandungan karbohidrat. Yang unik dari kerupuk mlarat ini adalah proses memasaknya tidak digoreng menggunakan minyak sayur seperti kerupuk lazimnya, tetapi menggunakan media pasir yang telah disterilkan dan dipanaskan diatas wajan tanah liat, sehingga kandungan kolesterolnya rendah. 98

k. adalah masakan khas Cirebon. Resep dan penyajiannya berbeda, perbedaan yang paling mencolok adalah kuahnya yang lebih kental. Mie Koclok Cirebon terdiri dari, mie basah, kuah kaldu yang kental, dengan dilengkapi aneka sayuran sebagai pelengkap yang direbus, irisan telur rebus serta ditaburi bawang goreng dan suiran ayam. l. Tahu Gejrot, tahu ini disajikan denngan kuah manis gula merah yang dicampur dengan tumbukan bawang merah mentah dan cabe rawit sehingga rasa pedas manis menjadi kekhasan rasa tahu ini, semakin unik karena Tahu Gejrot ini disajikan diatas piring tembikar sehingga nuansa tradisionalnya semakin menambah cita rasa Cirebon. (Disporbudpar Kota Cirebon) m. Docang adalah makanan khas Cirebon yang berbahan lontong dicampur daun singkong, tauge, parutan kelapa, kerupuk, dan sambal docang yang khas. Campuran makanan kemudian disiramkan kuah panas yang diolah dari bumbu rempah pillihan, dan tempe bungkil atau . n. Empal Asam, berbeda dengan Empal Gentong yang berkuah kuning, dengan menggunakan santan dan rempah, Empal asam justru berkuah bening, dengan bahan utamanya belimbing wuluh. Belimbing wuluh itulah yang menghasilkan rasa asam yang khas. Menyantapnya dalam kondisi hangat amat menyegarkan, dengan rasa asam yang pas. (kompas.com) o. Sate Kalong adalah makanan khas Cirebon. Sate ini terbuat dari daging kerbau yang dihaluskan dengan cara ditumbuk. Rasany manis, hampir seperti . Disebut sate kalong karena, penjual sate ini hanya keluar pada sore hari (seperti kalong yang keluar pada saat matahari hampir tenggelam) dan berjualan sepanjang malam. Kekhasan penjualnya juga, mereka menggantungkan genta (klenengan) sapi pada pikulannya. Sehingga bila mereka berjalan akan terdengar bunyi genta sapi itu. (Wikipedia.org)

99

C. Wisata Sejarah Utama Kota Cirebon 1. Keraton Kasepuhan Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo di dalamnya. Keraton Kasepuhan adalah kerajaan islam tempat para pendiri cirebon bertahta, disinilah pusat pemerintahan Kasultanan Cirebon berdiri. Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yaitu kereta Singa Barong yang merupakan kereta kencana Sunan Gunung Jati. Kereta tersebut saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan. Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna putih. Di dalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana raja (wikipedia.org). a. Sejarah Keraton Kasepuhan berisi dua komplek bangunan bersejarah yaitu Dalem Agung Pakungwati yang didirikan pada tahun 1430 oleh Pangeran Cakrabuana dan komplek keraton Pakungwati (sekarang disebut keraton Kasepuhan) yang didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada tahun 1529 M. Pangeran Cakrabuana bersemayam di Dalem Agung Pakungwati, Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya bernama 'Keraton Pakungwati. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun 1549 dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua. Nama dia diabadikan dan dimuliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan. b. Tata letak dan Arsitektur Keraton Kasepuhan merupakan salah satu dari bangunan peninggalan kesultanan Cirebon yang masih terawat dengan baik, seperti halnya keraton-keraton yang ada di wilayah Cirebon, 100

bangunan keraton Kasepuhan menghadap ke arah utara. Di depan keraton Kesepuhan terdapat alun-alun yang pada waktu zaman dahulu bernama alun-alun Sangkala Buana yang merupakan tempat latihan keprajuritan yang diadakan pada hari Sabtu atau istilahnya pada waktu itu adalah Saptonan dan juga sebagai titik pusat tata letak kompleks pemerintahan keraton. Dan di alun-alun inilah dahulunya dilaksanakan juga pentas perayaan kesultanan lalu juga sebagai tempat rakyat berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman dari Sultan. Di sebelah barat Keraton kasepuhan terdapat Masjid yang cukup megah hasil karya dari para wali yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Di sebelah timur alun-alun dahulunya adalah tempat perekonomian yaitu pasar. Sekarang adalah pasar kesepuhan yang sangat terkenal dengan pocinya. Model bentuk keraton yang menghadap utara dengan bangunan Masjid di sebelah barat dan pasar di sebelah timur dan alun-alun ditengahnya merupakan model tata letak keraton pada masa itu terutama yang terletak di daerah pesisir. Bahkan sampai sekarang, model ini banyak diikuti oleh seluruh kabupaten/kota terutama di Jawa yaitu di depan gedung pemerintahan terdapat alun- alun dan di sebelah baratnya terdapat masjid. 1) Gerbang Depan Keraton Keraton Kasepuhan memiliki dua buah pintu gerbang, pintu gerbang utama keraton Kasepuhan terletak di sebelah utara dan pintu gerbang kedua berada di selatan kompleks. Gerbang utara disebut Kreteg Pangrawit (bahasa Indonesia: jembatan kecil) berupa jembatan, sedangkan di sebelah selatan disebut Lawang sanga (bahasa Indonesia : pintu sembilan). Setelah melewati Kreteg Pangrawit akan sampai di bagian depan keraton, di bagian ini terdapat dua bangunan yaitu Pancaratna dan Pancaniti. 101

Bangunan Pancaratna berada di kiri depan kompleks arah barat berdenah persegi panjang dengan ukuran 8 x 8 m. Lantai tegel, konstruksi atap ditunjang empat sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi dan 12 tiang pendukung di permukaan lantai yang lebih rendah. Atap dari bahan genteng, pada puncaknya terdapat mamolo. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat seba atau tempat yang menghadap para pembesar desa yang diterima oleh Demang atau Wedana. Secara keseluruhan memiliki pagar terali besi. Pancaniti berarti jalan atasan, merupakan pendopo sebelah timur yang merupakan tempat para perwira keraton melatih para prajurit ketika diadakannya latihan keprajuritan di alun-alun dan sebagai tempat pengadilan. Bangunan ini berukuran 8 x 8 m, berantai tegel. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Tiang-tiang yang berjumlah 16 buah mendukung atap sirap. Bangunan ini memiliki pagar terali besi 2) Area Siti Inggil Memasuki jalan kompleks Keraton di sebelah kiri terdapat bangunan yang cukup tinggi dengan tembok bata kokoh di sekelilingnya. Bangunan ini bernama Siti Inggil atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah lemah duwur yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan nampak seperti kompleks candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini didirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Di pelataran depan Siti Inggil terdapat meja batu berbentuk segi empat tempat bersantai. Bangunan ini merupakan bangunan tambahan yang dibuat pada tahun 1800-an. Siti Inggil memiliki dua gapura dengan motif bentar bergaya arsitek zaman Majapahit. Di sebelah utara bernama Gapura Adi dengan ukuran 3,70 x 1,30 x 5 m sedangkan di sebelah selatan bernama Gapura Banteng dengan ukuran 4,50 x 9 m, pada sisi sebelah timurnya 102

terdapat bentuk banteng. Pada bagian bawah Gapura Banteng ini terdapat Candra Sakala dengan tulisan Bata Tinata Banteng yang jika diartikan adalah tahun 1451. Saka yang merupakan tahun pembuatannya (1451 saka = 1529 M). Tembok bagian utara komplek Siti Inggil masih asli sedangkan sebelah selatan sudah pernah mengalami pemugaran/renovasi. Di dinding tembok kompleks Siti Inggil terdapat piring-piring dan porslen-porslen yang berasal dari Eropa dan negeri Cina dengan tahun pembuatan 1745 M. Di dalam kompleks Siti Inggil terdapat 5 bangunan tanpa dinding yang memiliki nama dan fungsi tersendiri. a) Mande Malang Semirang, bangunan utama yang terletak di tengah dengan jumlah tiang utama 6 buah yang melambangkan rukun iman dan jika dijumlahkan keseluruhan tiangnya berjumlah 20 buah yang melambangkan 20 sifat-sifat Allah SWT. Bangunan ini merupakan tempat sultan melihat latihan keprajuritan atau melihat pelaksanaan hukuman. b) Mande Pendawa Lima, bangunan di sebelah kiri bangunan utama dengan jumlah tiang penyangga 5 buah yang melambangkan rukun islam. Bangunan ini tempat para pengawal pribadi sultan. c) Mande Semar Tinandu, bangunan di sebelah kanan bangunan utama dengan 2 buah tiang yang melambangkan dua kalimat Syahadat. Bangunan ini adalah tempat penasehat Sultan/Penghulu. d) Mande Pengiring, bangunan di belakang bangunan utama yang merupakan tempat para pengiring Sultan. e) Mande Karasemen, bangunan disebelah mande pangiring, tempat ini merupakan tempat pengiring tetabuhan/gamelan. Di bangunan inilah sampai sekarang masih digunakan untuk membunyikan gamelan Sekaten (Gong Sekati), gamelan ini 103

hanya dibunyikan 2 kali dalam setahun yaitu pada saat Idul Fitri dan Idul Adha. Selain 5 bangunan tanpa dinding terdapat juga semacam tugu batu yang berasal dari budaya Hindu bernama Lingga Yoni yang merupakan lambang dari kesuburan (Lingga berarti laki- laki dan Yoni berarti perempuan) dan bangunan Pengada yang berada tepat di depan gerbang Pengada dengan ukuran 17 x 9,5 m yang berfungsi sebagai tempat membagikan berkat dan tempat pemeriksaan sebelum menghadap raja dan di atas tembok sekeliling kompleks Siti Inggil ini terdapat Candi Laras untuk penyelaras dari kompleks Siti Inggil ini. 3) Area Tajug Agung Tajug Agung (mushola agung) Keraton Kasepuhan dengan pos Bedug Samogiri di sebelah kiri Pada batas antara area siti inggil dengan halaman tajug agung (bahasa Indonesia : mushola agung) dibatasi oleh tembok bata. Pada tembok bata bagian utara terdapat dua gerbang yaitu Regol Pengada dan gapura lonceng. Regol Pengada merupakan pintu gerbang masuk ke halaman selanjutnya dengan ukuran panjang dasar 5 x 6,5 m. Gerbang yang berbentuk ini menggunakan batu dan daun pintunya dari kayu. Gapura Lonceng terdapat di sebelah timur Gerbang Pangada dengan ukuran panjang dasar 3,10 x 5 x 3 m. Gerbang ini berbenduk kori agung (gapura beratap) menggunakan bahan bata. Area Tajug Agung ini terbagi dua yaitu halaman Pengada dan halaman Tajug Agung yang keduanya dipisahkan dengan tembok yang rendah. Halaman Pengada berukuran 37 x 37 m, berfungsi untuk memarkirkan kendaraan atau menambatkan kuda pada masa lalu. Di halaman ini dahulu ada sumur untuk memberi minum kuda. Halaman Tajug Agung berukuran 37 x 17 m, merupakan halaman di mana 104

terdapat bangunan Tajug Agung. Bangunan Tajug Agung menghadap ke arah timur. Bangunan utama Tajug Agung berukuran 6 x 6 m dengan luas teras 8 x 2,5 m. Bagian terasnya berdinding kayu setengah dari permukaan lantai sementara setengah bagiannya lagi diberi terali kayu. Dinding bangunan utama merupakan dinding tembok, mihrabnya berbentuk melengkung berukuran 5 x 3 x 3 m. Di dalam mihrab terdapat mimbar terbuat dari kayu berukuran 0,90 x 0,70 x 2 m. Atap Tajug Agung merupakan atap tumpang dua dengan menggunakan sirap (bahasa Cirebon: Tiritisan). Konstruksi atap disangga 4 tiang utama. Tajug Agung ini berfungsi sebagai tempat ibadah kerabat keraton. Bangunan Tajug Agung dilengkapi pula dengan Pos / tempat bedug Samogiri. Pos bedug Samogiri yang berada di depan Tajug Agung dan menghadap ke timur ini berdenah bujursangkar berukuran 4 x 4 m yang di dalamnya terdapat bedug. Pos bedug ini dibangun tanpa dinding dan atap berbentuk limas, penutup atap didukung 4 tiang utama dan 5 tiang pendukung. 4) Area utama keraton Kasepuhan Area utama keraton Kasepuhan merupakan area yang berisikan bangunan induk keraton Kasepuhan serta bangunan penunjang lainnya, antara area utama keraton dengan area Tajug Agung dibatasi tembok dengan gerbang berukuran 4x 6,5 x 4 m. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu terbuat dari kayu, jika dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu gledeg (bahasa Indonesia : guntur). Di dalam area utama keraton ini terdapat beberapa bangunan di antaranya ; a) Taman Dewandaru, berukuran 20 m2, Taman ini dikenal dengan nama taman Bunderan Dewandaru karena bentuknya yang melingkar, filosofi dari taman ini adalah bentuknya yang bulat melingkar tanpa terputus mengartikan 105

keseluruhan, nama Dewandaru / Dewadaru yang merupakan bahasa Cirebon dapat diartikan sebagai Pinus Dewadaru dalam bahasa Indonesia, pohon Pinus Dewadaru sendiri terkait dengan kisah Rahwana yang menculik dewi Shinta dan bersembunyi di dalam hutan-hutan gelap yang banyak ditumbuhi pohon Lodra, Padmaka dan Dewadaru. Di dalam tradisi hindu, hutan yang banyak ditumbuhi pohon Dewadaru biasa digunakan para petapa untuk memohon berkah Siwa. Namun dalam persfektif Cirebon makna Taman Dewandaru yang berbentuk lingkaran adalah sebagai sebuah pangeling (bahasa Indonesia : pengingat) agar manusia selalu mencari mereka yang masih tinggal di dalam kegelapan lalu membawanya keluar dari sana menuju jalan yang terang yang diberkahi Allah swt. Pada taman ini juga terdapat pohon Soko (lambang suka hati), dua buah patung macan putih (lambang keluarga besar Pajajaran), meja dan dua buah bangku serta sepasang meriam yang dinamakan meriam Ki Santomo dan Nyi Santoni b) Museum Benda Kuno, berbentuk huruf "E" dan berada di sebelah barat taman Dewandaru berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda kuno kesultanan Kasepuhan c) Museum Kereta, berukuran 13,5 x 11 m dan berada di sebelah timur taman Dewandaru berfungsi sebagai tempat penyimpanan kereta kencana kesultanan Kasepuhan d) Tugu Manunggal, batu berukuran pendek sekitar 50 cm, dikelilingi pot bunga melambangkan Allah swt yang satu. e) Lunjuk, berukuran 10 x 7 m, berada di sebelah Tugu Manunggal berfungsi melayani tamu dalam mencatat dan melaporkan urusannya menghadap raja. f) Sri Manganti, berbentuk bujursangkar, berada di sebelah tugu manunggal. Bangunan ini terbuka tanpa dinding, atap berbentuk joglo dengan genteng dan didukung dengan 4 106

tiang saka guru, 12 tiang tengah dan 12 tiang luar. Langit- langit dipenuhi ukiran-ukiran yang berwarna putih dan coklat. Bangunan ini berfungsi sesuai dengan namanya yaitu sebagai tempat menunggu keputusan raja. g) Bangunan induk keraton, merupakan tempat Sultan melakukan kegiatan kesultanan. 5) Bangunan induk keraton Bangunan Induk keraton, Bangunan induk keraton merupakan tempat Sultan melakukan kegiatan kesultanan, di dalam bangunan ini terdapat beberapa ruangan dengan fungsi yang berbeda, di antarannya : a) Kutagara Wadasan, berukuran lebar 2,5 m dan tinggi ± 2,5 m, dibangun oleh Sultan Sepuh I Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678. Kutagara Wadasan adalah gapura yang bercat putih dengan gaya khas Cirebon, gaya Cirebon tampak pada bagian bawah kaki gapura yang berukiran wadasan dan bagian atas dengan ukiran mega mendung. Arti ukiran tersebut seseorang harus mempunyai pondasi yang kuat jika sudah menjadi pimpinan atau sultan harus bisa mengayomi bawahan dan rakyatnya. b) Kuncung, berukuran 2,5 x 2,5 x 2,5 m dibangun oleh Sultan Sepuh I Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678 yang digunakan parkir kendaraan sultan. c) Jinem Pangrawit, berfungsi sebagai tempat Pangeran Patih dan wakil sultan dalam menerima tamu, nama Jinem Pangrawit berasal dari kata jinem (bahasa Indonesia : tempat tugas) dan Pangrawit / Rawit (bahasa Indonesia : kecil dan bagus), berlantai marmer, dinding tembok berwarna putih dan dihiasi keramik Eropa. Atap didukung 4 tiang saka guru kayu dengan umpak beton. d) Gajah Nguling, dibangun oleh Sultan Sepuh IX Radja Sulaeman pada tahun 1845, yaitu ruangan tanpa dinding dan 107

terdapat 6 tiang bulat bergaya tuscan setinggi 3 m. Lantai tegel dan langit-langit berwarna hijau, sesuai dengan namanya, bentuk ruangan ini mengambil bentuk gajah yang sedang nguling (menguak) dengan belalainya yang bengkok sehingga ruangan ini tidak memanjang lurus tapi menyerong dan kemudian menyatu dengan bangsal Pringgandani, ruangan ini dibuat agar musuh tidak langsung lurus menuju sultan. e) Bangsal Pringgandani, berada di sebelah selatan ruangan Gajah nguling. Ruangan ini memiliki 4 tiang utama segi empat berwarna hijau yang berfungsi sebagai tempat menghadap para abdi dan dapat juga dipakai sebagai tempat sidang warga keraton sewaktu-waktu. f) Bangsal Prabayasa, berada di selatan bangsal Pringgandani. “Prabayasa” berasal dari kata praba artinya sayap dan yasa artinya besar berarti bahwa Sultan melindungi rakyatnya dengan kedua tangannya yang besar. Pada dinding ruangan bangsal Prabayasa juga terdapat relief yang diberi nama Kembang Kanigaran (bahasa Indonesia: lambang kenegaraan) yang dimaksudkan sebagai pangeling (bahasa Indonesia: pengingat) bahwa Sultan dalam pemerintahannya harus welas asih pada rakyatnya. g) Bangsal Agung Panembahan, dibangun bersamaan dengan bangunan keraton sewaktu masih bernama keraton Pakungwati tahun 1529, merupakan ruangan yang berada di selatan dan satu meter lebih tinggi dari bangsal Prabayaksa. Fungsinya sebagai singgasana Gusti Panembahan. h) Pungkuran, berasal dari bahasa Cirebon pungkur (bahasa Indonesia : halaman belakang rumah) merupakan ruangan serambi yang terletak di belakang keraton. i) Kaputran, berada di sebelah timur Bangsal Pringgandani, berfungsi sebagai tempat tinggal para putra. 108

j) Kaputren, berada di sebelah barat Bangsal Pringgandani, berfungsi sebagai tempat tinggal para putri yang belum menikah. k) Dapur Maulud, berada di depan Kaputren (bahasa Indonesia : tempat para putri) menghadap timur, berfungsi sebagai tempat memasak persiapan peringatan Maulid Nabi SAW. l) Pamburatan, berada di selatan Kaputren. Pamburatan / Burat berasal dari bahasa Cirebon (bahasa Indonesia : membuat boreh atau bubuk), Pamburatan berfungsi sebagai tempat mengerik kayu-kayu wangi (kayu untuk boreh) untuk kelengkapan selamatan Maulud Nabi SAW. c. Silsilah Pada masa kesultanan Cirebon 1) Sunan Gunung Jati (Syarief Hidayatullah) (bertahta dari 1479 - 1568) 2) P. Adipati Pasarean (P. Muhammad Arifin) (hidup dari 1495 - 1552) 3) P. Dipati Carbon (P. Sedang Kamuning) (hidup 1521 - 1565) 4) Panembahan Ratu Pakungwati I (P. Emas Zainul Arifin) (bertahta dari 1568 - 1649) 5) P. Dipati Carbon II (P. Sedang Gayam) 6) Panembahan Ratu Pakungwati II (Panembahan Girilaya) (bertahta dari 1649 - 1666) Setelah pembagian kesultanan Cirebon, Kasepuhan dipimpin oleh anak pertama Pangeran Girilaya yang bernama Pangeran Syamsudin Martawidjaja yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Sepuh I. 1) Sultan Sepuh I Sultan Raja Syamsudin Martawidjaja (bertahta dari 1679 - 1697) 2) Sultan Sepuh II Sultan Raja Tajularipin Djamaludin (bertahta dari 1697 - 1723) 109

3) Sultan Sepuh III Sultan Raja Djaenudin (bertahta dari 1723 - 1753) 4) Sultan Sepuh IV Sultan Raja Amir Sena Muhammad Jaenuddin (bertahta dari 1753 - 1773) 5) Sultan Sepuh V Sultan Sepuh Sjafiudin Matangaji (bertahta dari 1773 - 1786) 6) Sultan Sepuh VI Sultan Sepuh Hasanuddin (bertahta dari 1786 - 1791) bertahta menggantikan saudaranya Sultan Sepuh V Sultan Sjafiudin Matangaji 7) Sultan Sepuh VII Sultan Sepuh Djoharudin (bertahta dari 1791 - 1815) 8) Sultan Sepuh VIII Sultan Sepuh Radja Udaka (Sultan Sepuh Raja Syamsudin I) (bertahta dari 1815 - 1845[13]) menggantikan saudaranya Sultan Sepuh VII Sultan Djoharuddin 9) Sultan Sepuh IX Sultan Radja Sulaeman (Sultan Sepuh Raja Syamsudin II) (bertahta dari 1845 - 1853) 10) Perwalian oleh Pangeran Adiwijaya bergelar (Pangeran Syamsudin IV) (menjadi wali bagi Pangeran Raja Satria dari 1853 - 1871) 11) Pangeran Raja Satria (memerintah dari 1872 - 1875) mewarisi tahta ayahnya Sultan Sepuh IX Sultan Radja Sulaeman sebagai putera tertua Sultan Sepuh IX yang sah, setelah meninggalnya walinya yaitu Pangeran Adiwijaya sesuai dengan penegasan Residen Belanda untuk Cirebon tahun 1867 12) Pangeran Raja Jayawikarta (memerintah dari 1875 - 1880) menggantikan saudaranya Pangeran Raja Satria 13) Sultan Sepuh X Sultan Radja Atmadja Rajaningrat (bertahta dari 1880 - 1885) diangkat sebagai Sultan untuk menggantikan saudaranya yaitu Pangeran Raja Jayawikarta 14) Perwalian oleh Raden Ayu (Permaisuri Raja) menjadi wali bagi Pangeran Raja Adipati Jamaludin Aluda Tajularifin dari 1885 – 1899 110

15) Sultan Sepuh XI Sultan Sepuh Radja Jamaludin Aluda Tajularifin (bertahta dari 1899 - 1942) 16) Sultan Sepuh XII Sultan Sepuh Radja Radjaningrat (bertahta dari 1942 - 1969) 17) Sultan Sepuh XIII Pangeran Raja Adipati DR.H. Maulana Pakuningrat. SH (bertahta dari 1969 - 2010) 18) Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat. SE (bertahta dari 2010 - sekarang). 2. Keraton Kanoman Keraton Kanoman adalah salah satu dari dua bangunan kesultanan Cirebon, setelah berdiri keraton Kanoman pada tahun 1678 M kesultanan Cirebon terdiri dari keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman. Kebesaran Islam di Jawa bagian barat tidak lepas dari Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah orang yang bertanggung jawab menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sehingga berbicara tentang Cirebon tidak akan lepas dari sosok Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I pada sekitar tahun 1678 M. Keraton Kanoman masih taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam leluhur, Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara. Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, yang juga dikenal dengan Syarif Hidayatullah. Kompleks Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6 hektare ini berlokasi di belakang pasar Di Keraton ini tinggal sultan ke dua belas yang bernama Raja Muhammad Emiruddin berserta keluarga. Kanoman merupakan komplek yang luas, yang terdiri dari bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal witana yang merupakan cikal bakal Keraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola. 111

Di keraton ini masih terdapat barang-barang, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di museum. Bentuknya burak, yakni hewan yang dikendarai Nabi Muhammad ketika ia Isra Mi'raj. Tidak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan di bagian tengah Kraton terdapat kompleks bangunan bangunan bernama Siti Hinggil. Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring- piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon. Dan yang tidak kalah penting dari Keraton di Cirebon adalah keraton selalu menghadap ke utara. Dan di halamannya ada patung macan sebagai lambang Prabu Siliwangi. Di depan keraton selalu ada alun-alun untuk rakyat berkumpul dan pasar sebagai pusat perekonomian, di sebelah timur keraton selalu ada masjid (wikipedia.org). a. Tata letak keraton Kanoman Kompleks keraton Kanoman merupakan kompleks tertua di Cirebon dikarenakan bangunan Witana yang ada pada bagian belakang komplek ini yang merupakan rumah pangeran Walangsungsang dibangun pada 1428 sementara Dalem Agung yang ada disebelah timur kompleks keraton Pakungwati (Kasepuhan) dibangun pada 1430. 1) Alun alun Kanoman Area alun alun Kanoman merupakan area terluar dari kompleks keraton Kanoman, pada masa lalu sebelum tahun 1924, alun-alun Kanoman dapat terlihat dari jalan besar di utaranya, di sebelah timurnya adalah tempat aktifitas jual beli masyarakat, di sebelah baratnya ada masjid agung Keraton Kanoman dan di sebelah selatannya adalah area Lemah Duwur yang salah satunya berisi bangunan Mande Manguntur (tempat 112

sultan), namun Belanda yang berniat menjauhkan keraton Kanoman dari rakyat Cirebon akhirnya dengan sengaja memperluas area jual beli masyarakat yang ada disebelah timur alun alun dengan mendirikan pasar diatas sebagian tanah alun alun di sebelah utara sehingga secara sistematis keraton Kanoman tidak bisa langsung terlihat dari jalan besar di utaranya karena sudah tertutup oleh bangunan pasar yang diselesaikan Belanda pada 1924. Pada area alun-alun Kanoman sebelah selatan menuju ke area Lemah Duwur terdapat dua buah bangunan yang mengapit jalan masuk menuju Mande Manguntur, bangunan tersebut adalah Pancaratna dan Pancaniti, selain itu juga terdapat dua buah Cungkup tempat menyimpan alu dan lesung yang berada di sebelah timur Pancaniti. a) Pancaratna merupakan bangunan kayu tanpa dinding yang terletak di sebelah barat jalan menuju Mande Manguntur di area Lemah Duwur. Bangunan ini menghadap utara berbentuk bujursangkar dengan ukuran 8 x 8 meter dan berlantai keramik. Pancaratna merupakan bangunan terbuka (tanpa tembok) hanya ada tiang-tiang yang menopang atap. Pancaratna berfungsi sebagai tempat menghadap atau tempat para pembesar desa menemui Demang atau Wedana (asisten Bupati), selain itu Pancaratna juga dijadikan tempat jaga prajurit kesultanan. b) Pancaniti adalah bangunan yang terletak di sebelah timur jalan menuju Mande Manguntur, strukturnya sama dengan bangunan Pancaratna yang merupakan bangunan terbuka (tanpa tembok), Pancaniti menghadap utara, berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8 x 10 meter dan berlantai keramik. Pancaniti berfungsi sebagai tempat perwira melatih dan mengawasi prajurit dalam latihan perang di alun-alun, Pancaniti juga berfungsi sebagai tempat 113

peristirahatan perwira tersebut, selain itu Pancaniti juga dijadikan sebagai tempat pengadilan serta sebagai tempat jaga prajurit kesultanan. c) Cungkup Alu merupakan bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 meter, terbuat dari bahan kayu, beratap genteng dan ditopang oleh 4 tiang. d) Cungkup Lesung merupakan bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 meter, terbuat dari bahan kayu, beratap genteng dan ditopang oleh 4 tiang. 2) Lemah duwur (tanah tinggi) Area ini disebut sebagai lemah duwur yang berarti tanah tinggi dikarenakan tanah pada area ini memang lebih tinggi dari halaman sekitarnya. Area Lemah duwur ini dipagar setinggi 1,30 meter dengan bahan bata yang dilabur putih dan dihias dengan piringan keramik (bahasa Cirebon: Jun) pada bagian gapuranya. Pada sisi utara, barat dan selatan pagar bata terdapat gapura untuk memasuki area Lemah duwur. Gapura di sebelah utara memiliki ukuran tinggi 3 meter dan lebar 4 meter, di barat 5 meter dan lebar 4 meter, di selatan 2,50 meter dan lebar 2 meter. Di dalam area ini terdapat 2 bangunan, yaitu Mande Manguntur (tempat sultan) dan Panggung disebelah timurnya a) Mande Manguntur, bangunan ini menghadap ke alun alun Kanoman di sebelah utara, berukuran 6,5 x 6,5 x 5 meter, berbahan bata yang dilabur putih, berlantai keramik dan bertingkat dua. Mande Manguntur merupakan bangunan terbuka tanpa dinding, tiang-tiang luarnya melengkung ke atas menyerupai gerbang, di dalamnya terdapat tempat duduk sultan Anom berukuran 1,50 x 1,50 meter, atapnya berbentuk kerucut. Bangunan Mande Manguntur dihias dengan piringan keramik (bahasa Cirebon : jun) yang ditempelkan pada tiang-tiang bangunannya. 114

b) Panggung, bangunan ini menghadap ke Mande Manguntur berukuran 6 x 10 x 5 meter, berlantai keramik dan merupakan bangunan terbuka tanpa dinding. Pada bangunan panggung hanya terdapat tiang-tiang yang menopang atap yang berbentuk limasan. Bangunan Panggung berfungsi sebagai tempat pertunjukan yang dipersembahkan untuk sultan. 3) Halaman Lawang Seblawong Halaman ini merupakan halaman yang mengelilingi area Lemah Duwur di sebelah barat dan selatan, pada halaman ini terdapat pintu gerbang besar berbentuk kori agung (paduraksa) yang disebut Lawang Seblawong dan Bale Paseban di sebelah selatannya. a) Lawang Seblawong merupakan gerbang besar yang terbuat dari batu bata yang dilabur putih, berbentuk kori agung (paduraksa) dengan tinggi 9 meter, lebar 4,8 meter dan tebal 2 meter, pada bagian tengahnya terdapat sebuah pintu yang terbuat dari kayu jati. Lawang Seblawong dihiasi oleh piring-piring keramik (bahasa Cirebon: jun) yang ditempelkan pada permukaan dindingnya. Lawang Seblawong hanya dibuka pada waktu perayaan maulid nabi Muhammad saw. b) Bale Paseban merupakan bangunan yang tepat berada di sebelah selatan Mande Manguntur dan Panggung, berukuran 12 x 12 x 4 meter, berbahan kayu, berlantai tegel (ubin) dan merupakan bangunan terbuka (tanpa dinding). Pada Bale Paseban hanya terdapat tiang-tiang yang menopang atap berbentuk limasan. Bale Paseban berfungsi sebagai tempat tunggu untuk menghadap Sultan. 4) Halaman Tajug Kanoman Pada halaman ini terdapat dua buah bangunan yaitu Tajug Kanoman (mushala Kanoman) dan gedong Gajah Mungkur 115

(tempat menyimpan lonceng besar), untuk memasuki halaman ini dari halaman Seblawong pengunjung harus terlebih dahulu memasuki halaman Jinem Kanoman dari sana terdapat pintu masuk menuju halaman Tajug Kanoman. Halaman Tajug Kanoman dipisahkan dengan halaman Seblawong dan halaman Jinem Kanoman dengan tembok bata yang dilabur putih. a) Tajug Kanoman merupakan bangunan tempat shalat yang ada di komplek keraton Kanoman selain masjid Agung Kanoman. Tajug Kanoman atau biasa disebut juga Langgar Kanoman merupakan bangunan sederhana yang berukuran 6 x 8 x 3,5 meter, berlantai tegel (ubin), berdinding bata yang dilabur putih dan beratap genteng berbentuk limasan. b) Gedong Gajah Mungkur merupakan bangunan yang menghadap ke timur yang berfungsi sebagai tempat menyimpan lonceng besar dengan ukuran 3 x 2 x 2,5 meter, berlantai semen, berdinding bata yang dilabur putih dan beratap genteng. 5) Halaman Jinem Kanoman Halaman Jinem merupakan halaman yang berada di sebelah timur, selatan dan barat dari halaman Tajug Kanoman. Pada halaman ini terdapat beberapa bangunan yaitu, Gedong Pusaka, Paseban Singabrata, Jinem dan Bale Semirang. a) Sanggar Kemuning merupakan sebuah bangunan yang berada di sebelah timur dari pintu masuk halaman Lawang Seblawong, bangunan ini berfungsi sebagai tempat menaruh peralatan gamelang dan kesenian. b) Gedong Pusaka merupakan bangunan yang menghadap ke arah barat, berbentuk persegi panjang dan berfungsi sebagai tempat menyimpan pusaka kesultanan Kanoman diantaranya adalah kereta Paksinagaliman dan kereta Jempana 116

c) Paseban Singabrata merupakan tempat jaga perwira keraton. Paseban Singabrata ini menghadap ke arah barat, berukuran 8 x 10 meter, berlantai keramik dan merupakan bangunan terbuka (tanpa dinding). Pada bangunan ini hanya terdapat beberapa tiang yang menopang atap berbentuk limasan. Paseban Singabrata berfungsi sebagai ruang tunggu menghadap sultan. d) Jinem merupakan bagian dari istana sultan yang menjorok keluar, menghadap utara dan berukuran 12 x 8 meter serta berlantai keramik. Jinem ini berfungsi sebagai tempat para pembesar menghadap Sultan. e) Bale Semirang merupakan bangunan yang menghadap ke arah timur, berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3 x 6 x 3 meter serta berlantai semen. Bale Semirang merupakan bangunan sederhana yang terbuka (tanpa dinding) dengan berbentuk limasan. Bale Semirang berfungsi sebagai tempat bermusyawarah dengan sultan atau sebagai tempat memberi informasi. 6) Halaman Keraton Kanoman Halaman keraton Kanoman merupakan halaman yang berada di sebelah selatan halaman Jinem Kanoman, antara halaman Jinem Kanoman dengan halaman Keraton Kanoman dibatasi pagar dengan tinggi sekitar 2 meter. Pada halaman ini terdapat tempat tinggal kerabat kesultanan Kanoman, Kaputren dan Pulantara a) Kaputren merupakan tempat tinggal putra dan putri sultan. Bangunan yang bergaya kolonial ini dibangun oleh Sultan Anom III, Pangeran Raja Adipati (PRA) Alimuddin, sebelumnya anak-anak Sultan Anom tinggal di Pulantara. b) Pulantara merupakan bangunan yang dikelilingi pepohonan yang berada di ujung timur halaman keraton Kanoman, berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 24,8 117

meter, lebar 13 meter, dan tinggi 9,5 meter dan menghadap ke arah selatan. Pulantara dibangun tidak lama setelah keraton Kanoman berdiri, didirikan oleh Elang (Pangeran) Purbaya, putra dari Sultan Mohammad Badriddin (Sultan Anom I) sekitar 1600-an sebagai tempat tinggal untuk anak- anak Sultan, namun setelah Sultan Anom III Alimuddin mendirikan Kaputren maka Pulantara difungsikan sebagai tempat tinggal para prajurit kesultanan Kanoman. Pada masa Pangeran Raja (PR) Dzulkarnaen berkuasa menjadi Sultan Anom VIII setelah perundingan dengan kakaknya yaitu Pangeran Raja (PR) Anta yang keturunan Belanda- Perancis, Dzulkarnaen kemudian menjadikan Pulantara sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka yang akan dipergunakan untuk acara maulid nabi Muhammad saw. b. Silsilah 1) Sultan Anom I Muhammad Badrudin Kartawijaya 2) Sultan Anom II Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin 3) Sultan Anom III Pangeran Raja Adipati Muhammad Alimudin 4) Sultan Anom IV Pangeran Raja Adipati Sultan Muhammad Chaeruddin 5) Sultan Anom V Pangeran Raja Abu Soleh Muhammad Imammudin) 6) Sultan Anom VI Muhammad Kamaroedin I 7) Sultan Anom VII Muhamamad Kamaroedin II 8) Sultan Anom VIII Pangeran Raja Muhamamad Dzulkarnaen 9) Sultan Anom IX Pangeran Raja Adipati Muhamamad Nurbuat 10) Sultan Anom X Pangeran Raja Adipati Muhamamad Nurus 11) Sultan Anom XI Pangeran Raja Adipati Muhamamad Jalalludin 12) Sultan Anom XII Pangeran Raja Muhamamad Emiruddin 13) Sultan Anom XII Pangeran Elang Mochamad Saladin

118

3. Keraton Kacirebonan Kecirebonan dibangun pada tanggal 1800 M, Bangunan kolonial ini banyak menyimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti Keris, Wayang, perlengkapan Perang, Gamelan dan lain-lain. Seperti halnya Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, Kecirebonan pun tetap menjaga, melestarikan serta melaksanakan kebiasaan dan upacara adat seperti Upacara Pajang Jimat dan sebagainya. Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan, tepatnya 1 km sebelah barat daya dari Keraton Kasepuhan dan kurang lebih 500 meter sebelah selatan Keraton Kanoman. Keraton Kacirebonan posisinya memanjang dari utara ke selatan (posisi yang sama dengan keraton-keraton lain di Cirebon) dengan luas tanah sekitar 46.500 meter persegi (wikipedia.org). a. Arsitektur Bangunan Kacirebonan masuk ke dalam model gaya percampuran Cina, Bangunan jaman Kolonial dan Tradisional. Bentuk bangunannya seperti bangunan pembesar pada zaman kolonial Belanda dengan pengaruh arsitektur Eropa yang kuat. 1) Bangunan induk Setelah wafatnya Sultan Kacirebonan I Sultan Cerbon Amirul Mukminin pada tahun 1814, Ratu Raja Resminingpuri yang merupakan permaisuri dari mendiang almarhum Sultan Kacirebonan I tinggal di area Gua Sunyaragi, namun dengan memiliki anak yang masih kecil dan baru berumur lima tahun yaitu Pangeran Raja Madenda Hidayat yang kelak menjadi Sultan Kacirebonan II dia memutuskan untuk membangun sebuah keraton Kacirebonan di Pulosaren dengan uang pensiunan yang selama ini ditolaknya. Pada masa awal pembangunan keraton Kacirebonan Ratu Raja Resminingpuri membuat bangunan induk keraton, Paseban dan Tajug (mushola). 119

a) Bangunan induk keraton sebagai tempat sebagai tempat tinggal sehari-hari sultan beserta keluarganya. Bangunan ini terdiri dari beberapa ruangan antara lain ruang tidur, ruang kerja sultan, pecira, kamar jimat, prabayasa, dapur dan teras (berfungsi sebagai ruang tunggu bila prajurit rendahan ingin menghadap Sultan). b) Paseban, terdapat dua buah bangunan Paseban di kompleks keraton Kacirebonan, yaitu di barat dan timur, berdenah persegi panjang. Paseban barat menghadap timur ditompang oleh 8 buah tiang dan 4 saka guru (tiang utama) dan merupakan bangunan semi terbuka, dinding sisi barat dan timur dipagari dengan tembok rendah, atapnya berbentuk joglo dengan penutup genteng. c) Tajug (mushola), terletak di sebelah barat bangunan induk, antara tajug dan paseban dipisahkan oleh tembok namun ada pintu penghubung di sisi barat tembok. Pelataran keraton ke arah selatan pada pagar tembok terdapat gapura kori agung beratap joglo, yaitu pintu agung utama.

Ratu Raja Resminingpuri pun menjadi wali atas puteranya yang masih kecil tersebut. Setelah Pangeran Raja Madenda Hidayat dewasa, Ratu Raja Resminingpuri memberikan tahtanya kepada puteranya tersebut dengan gelar sultan namun hal itu ditolak oleh Belanda. (menurut Besluit hanya Sultan Kacirebonan I saja yang berhak menyandang gelar sultan) 2) Gedong Ijo Pada tahun 1875 Pangeran Raja Denda Wijaya yang bergelar Raja Madenda membangun Gedong Ijo dalam komplek keraton Kacirebonan, Gedong Ijo merupakan bangunan yang menghadap ke timur dan berdenah persegi panjang. Ruang dalam dibagi tiga, yaitu ruang utara dan ruang selatan yang ditempati oleh keluarga sultan sedangkan ruang tengah kosong.

120

3) Pringgowati Pada masa kepemimpinannya, Sultan Kacirebonan IV Pangeran Madenda Partadiningrat membangun Pringgowati yaitu ruang tengah yang terdapat benda-benda kebesaran keraton, berfungsi sebagi tempat istirahat sultan. Di sebelahnya terdapat ruang Pinangeran. 4) Pinangeran Ruang Pinangeran merupakan ruangan yang berada disebelah Pringgowati, berfungsi sebagai tempat tinggal kerabat sultan dan tempat penyimpanan alat-alat perayaan Muludan. 5) Kaputran dan Kaputren Tempat peristirahatan putra dan putri. b. Silsilah 1) Sultan Kacirebonan I Sultan Carbon Kaceribonan Amirul Mukminin (bertahta 1808 - 1814) 2) Sultan Kacirebonan II Pangeran Raja Madenda Hidayat (bertahta dari 1814 - 1851) 3) Sultan Kacirebonan III Pangeran Raja Denda Wijaya (bertahta dari 1851 - 10 Oktober 1914) 4) Sultan Kacirebonan IV Pangeran Raja Madenda Partadiningrat (bertahta dari 9 November 1916 - 31 Juli 1931) 5) Sultan Kacirebonan V Pangeran Raja Madenda Raharjadiningrat (bertahta dari 12 Maret 1933 - 24 Februari 1950) 6) Sultan Kacirebonan VI Pangeran Raja Sidek Arjaningrat (bertahta dari 24 Februari 1950 - 14 Januari 1957) 7) Sultan Kacirebonan VII Pangeran Raja Harkat Nata Diningrat (bertahta dari 14 Januari 1957 - 14 Februari 1969) menggantikan saudaranya Sultan Kacirebonan VI 8) Sultan Kacirebonan VIII Pangeran Raja Moh Mulyono Amir Natadiningrat (bertahta dari 14 Februari 1969 - 8 November 1994) 121

9) Sultan Kacirebonan IX Pangeran Raja Abdulgani Nata Diningrat Dekarangga (bertahta dari 28 Mei 1997 - sekarang) 4. Keraton Kaprabonan Kaprabonan adalah peguron (Tempat pembelajaran) yang didirikan oleh putera mahkota kesultanan Kanoman Pangeran Raja Adipati (PRA) Kaprabon yang lebih memilih untuk memperdalam ilmu agama Islam pada tahun 1696 (wikipedia.org). a. Sejarah Kaprabonan 1) Masuknya pengaruh awal Belanda Pada tahun 1681, Belanda menawarkan perjanjian persahabatan kepada kesultanan Cirebon yang pada waktu itu telah dipecah menjadi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman yang kemudian ditandatangani pada tanggal 7 Januari 1681, perjanjian persahabatan yang dimaksud adalah untuk memonopoli perdagangan di wilayah Cirebon. Sultan Kanoman I Muhammad Badrudin Kartawijaya memiliki dua orang putera dari permaisuri yang berbeda, yaitu Pangeran Adipati Kaprabon yang merupakan putera pertama dari permaisuri kedua yaitu Ratu Sultan Panengah dan Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin, putera keduanya yang berasal dari permaisuri ketiga yang bernama Nyimas Ibu. Setelah ayahandanya wafat, kedua puteranya ini sepakat untuk melakukan lijdelijk verzet (perlawanan diam-diam) melawan Belanda. Kemudian Pangeran Raja Muhammad Qadirudin diresmikan sebagai Sultan Anom II keraton Kanoman dikarenakan saudaranya yaitu Pangeran Adipati Kaprabon yang merupakan putera pertama Sultan Anom I dari permaisuri keduanya yaitu Ratu Sultan Panengah memutuskan untuk memperdalam ajaran agama Islam dan menyerahkan kepemimpinan keraton Kanoman kepada adiknya Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin. Setelah menyerahkan 122

kepemimpinan Keraton Kanoman kepada adiknya, Pangeran Adipati Kaprabon mendirikan Kaprabonan pada tahun 1696 sebagai tempat pendidikan agama Islam. Pada saat itu gejolak politik pemerintahan Belanda semakin memanas, dan perlawanan-perlawanan terhadap kolonial Belanda pun masih terus berjalan, sehingga Pangeran Raja Adipati Kaprabon ingin menjauhkan diri dari situasi tersebut dan selalu mengkhususkan diri (Mandita) dalam mengembangkan agama Islam kepada para murid-muridnya. Perjuangan melawan penjajah Belanda dengan strategi lijdelijk verzet (perlawanan diam-diam) menemukan tantangan setelah Belanda membentuk sebuah Karesidenan (wilayah yang berada di bawah kekuasaan gubernur jendral setingkat provinsi pada masa sekarang dengan pimpinannya yang menjabat sebagai residen). Pada sekitar tahun 1700-an Belanda mengangkat Jacob Palm sebagai seorang residen untuk wilayah Cirebon, dalam bukunya sejarah cirebon, Pangeran Sulaeman Sulendraningrat bahkan mengatakan jika kekuasaan kesultanan-kesultanan di Cirebon telah habis sama sekali dengan adanya pengangkatan Jacob Palm. 2) Penegasan status Kaprabonan sebagai Peguron Pada tahun 2011 Pangeran Hempi membuat sebuah pernyataan bahwa Kaprabonan bukanlah sekadar sebuah peguron saja namun juga bersifat sebagai kerajaan, terlebih adanya pengakuan dari pejabat penguasa cirebon (zaman penjajahan Jepang) pada sekitar tahun 1946 pada masa kepemimpinan Pangeran Aruman bahwa Kaprabon adalah sebuah kerajaan. Pertemuan pelurusan sejarah Kaprabonan pun digelar pada tahun yang sama oleh keluarga besar Kaprabonan dan kemudian sesepuh keluarga besar Kaprabonan yaitu Pangeran Moh Nurbuwat Purbaningrat menyatakan bahwa tidak ada satupun 123

catatan sejarah yang menyebutkan Kaprabonan berdiri sebagai kesultanan atau keraton, pernyataan Pangeran Moh Nurbuwat juga diperkuat oleh sesepuh Kaprabonan lainnya yaitu Pangeran Maulana Cakraningrat : “ Dia (Pangeran Raja Adipati (PRA) Kaprabon) dulunya menolak berkuasa di Keraton Kanoman dan memilih mendirikan perguruan karena lebih tertarik memperdalam Tarekat Islam” kerabat Kaprabonan lainnya menjelaskan jika pada masa kepemimpinan Jepang di Indonesia telah terjadi kekeliruan pengakuan, surat dari penguasa Jepang pada saat itu yang mengakui Kaprabonan sebagai sebuah kesultanan atau kerajaan dikarenakan adanya kesalahan dari pihak Kaprabonan ketika mengirimkan surat kepada pemerintah penguasaan Jepang, dikarenakan pada surat yang dikirim oleh pihak Kaprabonan bertuliskan Kaprabonan sebagai keraton maka pihak penguasa Jepang pada saat itu dikarenakan ketidaktahuan sejarah Cirebon membalas surat dari Kaprabonan dengan kata-kata Keraton Kaprabonan, surat balasan inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh pihak Kaprabonan untuk menyatakan dirinya sebagai keraton. b. Daftar Pangeran Keraton kaprabonan 1) 1696-1734 : Pangeran Raja Adipati (PRA) Kaprabon 2) 1734-1766: Pangeran Kusumawaningyun Kaprabon 3) 1766-1798: Pangeran Brataningrat Kaprabon 4) 1798-1838: Pangeran Raja Sulaiman Sulendraningrat Kaprabon 5) 1838-1878: Pangeran Arifudin Kusumabratawirdja Kaprabon 6) 1878-1918: Pangeran Adikusuma Adiningrat Kaprabon 7) 1918-1946: Pangeran Angkawijaya Kaprabon 8) 1946-1974: Pangeran Aruman Raja Kaprabon 9) 1974-2001: Pangeran Herman Raja Kaprabon 10) 2001-sekarang: Pangeran Hempi Raja Kaprabon

124

5. Taman Sari Gua Sunyaragi Gua Sunyaragi adalah sebuah gua yang berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon di mana terdapat bangunan mirip candi yang disebut Gua Sunyaragi, atau Taman Air Sunyaragi, atau sering disebut sebagai Tamansari Sunyaragi. Nama "Sunyaragi" berasal dari kata "sunya" yang artinya adalah sepi dan "ragi" yang berarti raga, keduanya adalah bahasa Sanskerta. Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya (wikipedia.org). a. Lokasi Gua Sunyaragi merupakan salah satu benda cagar budaya yang berada di Kota Cirebon dengan luas sekitar 15 hektare. Objek cagar budaya ini berada di sisi jalan by pass Brigjen Dharsono, Cirebon. Konstruksi dan komposisi bangunan situs ini merupakan sebuah taman air. Karena itu Gua Sunyaragi disebut taman air gua Sunyaragi. Pada zaman dahulu kompleks gua tersebut dikelilingi oleh danau yaitu Danau Jati. Lokasi di mana dulu terdapat Danau Jati saat ini sudah mengering dan dilalui jalan by pass Brigjen Dharsono, sungai Situngkul, lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Gas, Sunyaragi milik PLN, persawahan dan menjadi pemukiman penduduk. Selain itu di gua tersebut banyak terdapat air terjun buatan sebagai penghias, dan hiasan taman seperti Gajah, patung wanita Perawan Sunti, dan Patung Garuda. Gua Sunyaragi merupakan salah satu bagian dari keraton Pakungwati sekarang bernama keraton Kasepuhan. b. Kompleks Kompleks tamansari Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan dan bangunan gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang tidur, kamar , kamar rias, ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman lengkap dengan kolam. Bangunan gua-gua berbentuk gunung-gunungan, dilengkapi terowongan penghubung bawah tanah dan saluran air. Bagian luar 125

kompleks aku bermotif batu karang dan awan. Pintu gerbang luar berbentuk candi bentar dan pintu dalamnya berbentuk paduraksa. Induk seluruh gua bernama Gua Peteng (Gua Gelap) yang digunakan untuk bersemedi. Selain itu ada Gua Pande Kemasan yang khusus digunakan untuk bengkel kerja pembuatan senjata sekaligus tempat penyimpanannya. Perbekalan dan makanan prajurit disimpan di Gua Pawon. Gua Pengawal yang berada di bagian bawah untuk tempat berjaga para pengawal. Saat Sultan menerima bawahan untuk bermufakat, digunakan Bangsal Jinem, akan tetapi kala Sultan beristirahat di Mande Beling. Sedang Gua Padang Ati (Hati Terang), khusus tempat bertapa para Sultan. c. Fungsi Setiap Bagian Gua Walaupun berubah-ubah fungsinya menurut kehendak penguasa pada zamannya, secara garis besar Tamansari Sunyaragi adalah taman tempat para pembesar keraton dan prajurit keraton bertapa untuk meningkatkan ilmu kanuragan. Bagian-bagiannya terdiri dari 12 antara lain (lihat denah): 1) Bangsal jinem sebagai tempat sultan memberi wejangan sekaligus melihat prajurit berlatih. 2) Gua pengawal sebagai tempat berkumpul para pengawal sultan. 3) Kompleks Mande Kemasan (sebagian hancur). 4) Gua pande kemasang sebagai tempat membuat senjata tajam. 5) Gua simanyang sebagai tempat pos penjagaan. 6) Gua langse sebagai tempat bersantai. 7) Gua peteng sebagai tempat nyepi untuk kekebalan tubuh. 8) Gua arga jumud sebagai tempat orang penting keraton. 9) Gua padang ati sebagai tempat bersemedi. 10) Gua kelanggengan sebagai tempat bersemedi agar langgeng jabatan. 11) Gua lawa sebagai tempat khusus kelelawar. 12) Gua pawon sebagai dapur penyimpanan makanan

126

d. Sejarah pembangunan gua Sunyaragi Sejarah berdirinya gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama adalah berita lisan tentang sejarah berdirinya Gua Sunyaragi yang disampaikan secara turun-temurun oleh para bangsawan Cirebon atau keturunan keraton. Versi tersebut lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kanda. Versi yang kedua adalah versi Caruban Nagari yaitu berdasarkan buku Purwaka Caruban Nagari tulisan tangan Pangeran Kararangen atau Pangeran Arya Carbon tahun 1720. Sejarah berdirinya gua Sunyaragi versi Caruban Nagari adalah yang digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua Sunyaragi. Menurut versi ini, Gua Sunyaragi didirikan tahun 1703 Masehi oleh Pangeran Kararangen, cicit Sunan Gunung Jati. Kompleks Sunyaragi lalu beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan. Menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan Giri Nur Sapta Rengga berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Hal itu dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil, dan lain- lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candrasengkala Benteng Tinataan Bata yang menunjuk angka tahun 1529 M. e. Taman Candrasengkala Di Tamansari Gua Sunyaragi ada sebuah taman Candrasengkala yang disebut "Taman Bujengin Obahing Bumi" yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua tempat itu juga terdapat persamaan, yakni terdapat gapura "Candi Bentar" yang sama besar bentuk dan penggarapannya. Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan saja.

127

f. Arsitektur Gua Sunyaragi Dilihat dari gaya atau corak dan motif-motif ragam rias yang muncul serta pola-pola bangunan yang beraneka ragam dapat disimpulkan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi merupakan hasil dari perpaduan antara gaya Indonesia klasik atau Hindu, gaya Cina atau Tiongkok kuno, gaya Timur Tengah atau Islam dan gaya Eropa. Gaya Indonesia klasik atau Hindu dapat terlihat pada beberapa bangunan berbentuk joglo. Misalnya, pada bangunan Bale Kambang, Mande Beling dan gedung Pesanggrahan, bentuk gapura dan beberapa buah patung seperti patung gajah dan patung manusia berkepala garuda yang dililit oleh ular. Seluruh ornamen bangunan yang ada menunjukkan adanya suatu sinkretsime budaya yang kuat yang berasal dari berbagai dunia. Namun, umumnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia Klasik atau Hindu. Gaya Cina terlihat pada (ukiran) bunga seperti bentuk bunga persik, bunga matahari dan bunga teratai. Di beberapa tempat, dulu Gua Sunyaragi dihiasi berbagai ornamen keramik Cina di bagian luarnya. Keramik-keramik itu sudah lama hilang atau rusak sehingga tidak diketahui coraknya yang pasti. Penempatan keramik-keramik pada bangunan Mande Beling serta motif mega mendung seperti pada kompleks bangunan gua Arga Jumut memperlihatkan bahwa gua Sunyaragi mendapatkan pengaruh gaya arsitektur Cina. Selain itu ada pula kuburan Cina, kuburan tersebut bukanlah kuburan dari seseorang keturunan Cina melainkan merupakan sejenis monumen yang berfungsi sebagai tempat berdoa para keturunan pengiring- pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina yang bernama Ong Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding yang merupakan istri dari Sunan Gunung Jati. Sebagai peninggalan keraton yang dipimpin oleh Sultan yang beragama Islam, gua Sunyaragi dilengkapi pula oleh pola-pola arsitektur bergaya Islam atau Timur Tengah. Misalnya, relung-relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap 128

pasalatan atau musholla, adanya beberapa pawudlon atau tempat wudhu serta bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Hal tersebut menjelaskan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi juga mendapat pengaruh dari Timur Tengah atau Islam. Gua Sunyaragi didirikan pada zaman penjajahan Belanda sehingga gaya arsitektur Belanda atau Eropa turut memengaruhi gaya arsitektur gua Sunyaragi. Tanda tersebut dapat terlihat pada bentuk jendela yang tedapat pada bangunan Kaputren, bentuk tangga berputar pada gua Arga Jumut dan bentuk gedung Pesanggrahan. Secara visual, bangunan-bangunan di kompleks gua Sunyaragi lebih banyak memunculkan kesan sakral. Kesan sakral dapat terlihat dengan adanya tempat bertapa seperti pada gua Padang Ati dan gua Kelangenan, tempat salat dan pawudon atau tempat untuk mengambil air wudhu, lorong yang menuju ke Arab dan Cina yang terletak di dalam kompleks gua Arga Jumut; dan lorong yang menuju ke Gunung Jati pada kompleks gua Peteng. Di depan pintu masuk gua Peteng terdapat patung Perawan Sunti. Menurut legenda masyarakat lokal, jika seorang gadis memegang patung tersebut maka ia akan susah untuk mendapatkan jodoh. Kesan sakral tampak pula pada bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Selain itu ada pula patung Haji Balela yang menyerupai patung Dewa Wisnu. Pada tahun 1997 pengelolaan gua Sunyaragi diserahkan oleh pemerintah kepada pihak keraton Kasepuhan. Hal tersebut sangat berdampak pada kondisi fisik gua Sunyaragi. Kurangnya biaya pemeliharaan menyebabkan lokasi wisata gua Sunyaragi lama kelamaan makin terbengkelai. g. Pemugaran Tahun 1852, taman ini sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 sempat dirusak Belanda. Saat itu, taman ini menjadi benteng pertahanan. Tan Sam Cay, seorang arsitek Cina, konon diminta 129

Sultan Adiwijaya untuk memperbaikinya. Namun, arsitek Cina itu ditangkap dan dibunuh karena dianggap telah membocorkan rahasia gua Sunyaragi kepada Belanda. Karena itu, di kompleks Taman Sunyaragi juga terdapat patok bertulis ”Kuburan Cina”. h. Gua Sunyaragi setelah pemugaran. Pemugaran Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1937-1938. Pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang. Namanya, Krisjman. Ia hanya memperkuat konstruksi aslinya dengan menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat, terutama pada bagian atap lengkung. Namun kadang-kadang ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila dianggap membahayakan bangunan keseluruhan. Seperti terlihat di Gua Pengawal dan sayap kanan-kiri antara gedung Jinem dan Mande Beling. Pemugaran terakhir dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar Tamansari secara keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984. Sejak itu tak ada lagi aktivitas pemeliharan yang serius pada kompleks ini. Bangunan tua ini hingga kini masih ramai dikunjungi orang, karena letaknya persis di tepi jalan utama. Tempat parkir lumayan luas, taman bagian depan mendapat sentuhan baru untuk istirahat para wisatawan. Terdapat juga panggung budaya yang digunakan untuk pementasan kesenian Cirebon. Namun keadaan panggung budaya tersebut kini kurang terurus, penuh dengan tanaman liar. Kolam di kompleks Taman Sari pun kurang terurus dan airnya mengering.