Masyarakat Kesenian Di Indonesia
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Muhammad Takari Frida Deliana Harahap Fadlin Torang Naiborhu Arifni Netriroza Heristina Dewi Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara 2008 1 Cetakan pertama, Juni 2008 MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Oleh: Muhammad Takari, Frida Deliana, Fadlin, Torang Naiborhu, Arifni Netriroza, dan Heristina Dewi Hak cipta dilindungi undang-undang All right reserved Dilarang memperbanyak buku ini Sebahagian atau seluruhnya Dalam bentuk apapun juga Tanpa izin tertulis dari penerbit Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara ISSN1412-8586 Dicetak di Medan, Indonesia 2 KATA PENGANTAR Terlebih dahulu kami tim penulis buku Masyarakat Kesenian di Indonesia, mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkah dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku ini pada tahun 2008. Adapun cita-cita menulis buku ini, telah lama kami canangkan, sekitar tahun 2005 yang lalu. Namun karena sulitnya mengumpulkan materi-materi yang akan diajangkau, yakni begitu ekstensif dan luasnya bahan yang mesti dicapai, juga materi yang dikaji di bidang kesenian meliputi seni-seni: musik, tari, teater baik yang tradisional. Sementara latar belakang keilmuan kami pun, baik di strata satu dan dua, umumnya adalah terkonsentasi di bidang etnomusikologi dan kajian seni pertunjukan yang juga dengan minat utama musik etnik. Hanya seorang saja yang berlatar belakang akademik antropologi tari. Selain itu, tim kami ini ada dua orang yang berlatar belakang pendidikan strata dua antropologi dan sosiologi. Oleh karenanya latar belakang keilmuan ini, sangat mewarnai apa yang kami tulis dalam buku ini. Adapun materi dalam buku ini memuat tentang konsep apa itu masyarakat, kesenian, dan Indonesia—serta terminologi-terminologi yang berkaitan dengannya seperti: kebudayaan, pranata sosial, dan kelompok sosial. Latar belakang teori dan metode kami dapatkan dari berbagai disiplin ilmu kemanusiaan dan sosial. Teori-teori yang dimuat di buku ini adalah teori yang paling lazim digunakan dalam mengkaji kesenian, seperti: semiotika, fungsionalisme, strukturalisme, sejarah, difusi, monogenesis, poligenesis, adaptasi, dan lain-lain. Sementara metode yang kami kaji terutama adalah metode kualitatif, sebagai metode yang paling lazim digunakan dalam mengkaji kesenian. Kemudian kajian dilanjutkan kepada analisis umum terhadap kesenian (musik, tari, dan teater) suku bangsa atau etnik dari mulai Aceh, Sumatera Utara, Minangkabau, Kalmantan, Sunda, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Dunia Melayu. Tentu saja kajian ini baru dalam tahap awal, belum ke tahap pendalaman. Ke depan kami ingin menyempurnakan kajian kesenian Indonesia ini lebih dalam lagi. Semoga saja buku ini dapat bermanfaat kepada para pembaca, khsususnya mahasiswa di Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, dan iii berbagai perguruan tinggi di Indonesia lainnya. Tentu saja buku ini bagaikan tak ada gading yang tak retak. Untuk itu kami mohon kritik dan saran untuk menyempurnakan buku ini di masa-masa yang akan datang. Medan, Juni 2008 Wassalam, Tim Penulis Takari, Frida, Fadlin, Torang, Arifni, dan Heristina iv DAFTAR ISI Konsep tentang Masyarakat, Kesenian, dan Indonesia ............................................. 1 Konsep Kebudayaan Nasional Indonesia ................................................................. 24 Berbagai Teori dan Metode Saintifik dalam Mengkaji Kesenian ............................. 35 Gambaran Umum Suku-suku Bangsa di Indonesia. Dalam Konteks Ras dan Wilayah Budaya Austronesia .......................................... 66 Masyarakat dan Kesenian Nanggroe Aceh Darussalam .......................................... 84 Masyarakat dan Kesenian Sumatera Utara ............................................................. 93 Masyarakat dan Kesenian Minangkabau ................................................................ 130 Masyarakat dan Kesenian Kalimantan .................................................................... 140 Masyarakat dan Kesenian Sunda ........................................................................... 167 Masyarakat dan Kesenian Jawa ............................................................................ 174 Masyarakat dan Kesenian Bali dan Nusa Tenggara ............................................... 192 Masyarakat dan Kesenian Sulawesi ........................................................................ 208 v Bab I: Konsep tentang Masyarakat, Kesenian, dan Indonesia BAB I KONSEP TENTANG MASYARAKAT, KESENIAN, DAN INDONESIA 1.1 Pengantar Pada masa sekarang ini, dengan mudah kita masyarakat Indonesia menonton pertunjukan-pertunjukan di televisi seperti: ketoprak, wayang kulit, wayang wong, wayang golek, gondang sabangunan, gerenek Melayu, keroncong, musik populer, sinetron, film televisi, dan tak lupa kesenian untuk iklan yang menopang hidupnya media massa televisi, dan lain-lainnya. Begitu juga di sekitar kita sering dipertunjukkan berbagai tontonan seperti layar tancap, komedi putar, berbagai hiburan di plaza-plaza, pasar malam, bahkan topeng monyet, dan lain-lainnya. Pada umumnya rumah-rumah penduduk di Indonesia juga pada ruang utama dan ruang lainnya digantungi lukisan- lukisan yang relatif murah sampai jutaan rupiah harganya. Kadang kita tak menyadari bahwa kegiatan-kegiatan ini menceminkan sejauh mana peringkat peradaban dan jati diri kita. Seperti sama-sama diketahui bahwa Indonesia adalah sebuah negara bangsa, yang kaya akan warisan seni budaya, dan dapat mendukung sektor pariwisata. Kegiatan seni ini, dalam sejarah bangsa Indonesia, memliki berbagai fungsi sosial, temasuk fungsi ekonomis dan kultural. Untuk itu mari kita lihat konsep mengenai apa itu (a) masyarakat, (b) kesenian, dan (c) Indonesia, sebagai tiga kata kunci dalam kajian pada buku ini. Sementara konsep kesenian akan diperluas kepada kebudayaan, wujud kebudayaan, isi kebudayaan, seni musik, lagu, seni tari, seni teater, dan lainnya. 1.2 Masyarakat dan Kesatuan Hidup Manusia Masyarakat adalah sekumpulan manusia, yang dalam kehidupannya melakukan kerjasama secara kolektif, karena saling ketergantungan sosial di antara mereka. Dalam kenyataan di dunia ini, kehidupan kolektif tidak hanya terjadi dalam kelompok manusia saja, tetapi juga banyak jenis makhluk lain bersama individu-individu sejenisnya hidup dalam bentuk gabungan. Melalui ilmu mikrobiologi para ilmuwan dapat mengetahui bahwa protozoa hidup bersama makhluk sel sejenis dalam suatu kolektif dengan ribuan sel. Masing-masing merupakan individu yang berdiri sendiri. Dalam kolektif-kolektif protozoa seperti jenis Hydractinia, terjadi pembagian kerja antara subkolektifnya. Ada subkolektif yang terdiri dari ratusan sel yang fungsinya mencari makan bagi seluruh kolektif lain. Subkolektif lain yang fungsinya mereproduksi jenis dengan cara membelah diri. Kemudian subkolektif lain memiliki fungsi meneliti keadaan lingkungan melalui kemampuannya membedakan suhu yang terlalu tinggi atau rendah, untuk mendeteksi adanya bahan yang dapat dimakan. Selain itu memindai lingkungan yang cocok untuk reproduksi dan lain-lain (Huxley 1912:125). 1 Masyarakat Kesenian di Indonesia Banyak jenis serangga, seperti semut, lebah, belalang, dan lain-lain hidup secara kolektif atau berkelompok. Dalam kehidupan kolektif serangga ini kita dapat mengamati terjadinya pembagian kerja yang luas antara berbagai sub-kolektif individu. Ada beberapa jenis semut yang menurut para ahli terbagi ke dalam 16 subkolektif dengan fungsinya masing-masing. Ada yang hanya bertugas dalam fungsi reproduksi dengan bertelur, mencari makan, membersihkan sarang, mempertahanan sarangnya, dan sebagainya. Selain makhluk sel dan serangga, juga banyak jenis binatang yang kelasnya lebih tinggi, seperti ikan, burung, serigala, banteng, dan makhluk-makhluk primat,1 hidup sebagai kesatuan kolektif (Haskins 1939:50-120). Dengan mempelajari kolektif binatang seperti itu, kita dapat mengabstraksikan beberapa ciri yang dapat kita anggap ciri khas kehidupan kolektif; yaitu: (1) pembagian kerja yang tetap antara berbagai subkesatuan atau golongan individu dalam kolektifnya untuk melaksanakan berbagai fungsi kehidupan; (2) ketergantungan individu terhadap individu lain dalam kolektifnya sebagai akibat dari pembagian kerja; (3) kerjasama antarindividu yang disebabkan sifat keter- gantungan; (4) komunikasi antara individu yang diperlukan untuk melaksanakan kerjasama; (5) berlakunya diskriminasi antara individu-individu sebuah kolektif dan individu-individu dari luarnya (Wheeler 319-321). Pentingnya asas-asas pergaulan antara makhluk dalam kehidupan alam. Filosof Spencer menyatakan bahwa asas egoisme atau asas "mendahulukan kepentingan diri sendiri di atas kepentingan yang lain." Mutlak diperlukan oleh makhluk untuk dapat bertahan dalam alam yang kejam. Sikap egois dapat membuat makhluk menjadi kuat. Sehingga ia cocok dengan alam untuk dapat bertahan dan hidup langsung. Di sisi lain, terdapat bebapa filosof yang menunjukkan bahwa lawan asas egoisme, yaitu altruisme, "hidup berbakti untuk kepentingan lain,” dapat membuat makhluk tersebut menjadi kuat, sehingga dapat bertahan pada proses seleksi alam yang kejam. Dapat mengerti bahwa asas altruisme begitu berarti bagi makhluk-makhluk yang hidup secara kolektif. Disebabkan altruisme yang kuat, maka jenis makhluk kolektif mampu mengembangkan hubungan saling membantu serta bekerjasama, sehingga kolektifnya menjadi begitu kuat. Sesuai untuk bertahan dan hidup di alam yang kejam. Misalnya, pada semut ada individu-individu untuk mencari makan,