PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

GERAKAN MAHASISWA JAKARTA 1966: MELAWAN REZIM

PENGUASA

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Disusun Oleh: Benidiktus Fatubun 141314002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

GERAKAN MAHASISWA JAKARTA 1966: MELAWAN REZIM

PENGUASA

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Disusun Oleh: Benidiktus Fatubun 141314002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Kedua orang tua saya “ Bapak Yustus Fatubun dan Ibu Rosa Kasihiuw” dan kakak-kakak saya “ Hermina Fatubun, Fransiskus Fatubun” serta adik saya “Tania

Fatubun” yang selalu mendukung dan mendoakan saya.

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO

Selama kamu benar, jangan takut.

( Yustus Fatubun)

Hormati siapa saja, walaupun dia anak kecil.

(Rosa Kasihiuw)

Kewajiban manusia adalah menjadi manusia.

( Multatuli)

Bukan di mana anda sekolah, tapi bagaimana anda belajar.

(Soesilo Toer)

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

GERAKAN MAHASISWA JAKARTA 1966: MELAWAN REZIM PENGUASA

Oleh: Benidiktus Fatubun Universitas Sanata Dharma 2019

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis tiga masalah utama, yaitu: (1) latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa 1966, (2) proses gerakan mahasiswa 1966, (3) dampak dari gerakan mahasiswa 1966 dalam bidang ekonomi dan politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis dengan tahapan; (1) Pemilihan topik, (2) Heuristik, (3) Verifikasi, (4) Interpretasi, (5) Historiografi. Ekonomi dan politik adalah pendekatan yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan: (1) latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi Indonesia yang carut- marut. (2) gerakan mahasiswa dimulai dengan membentuk konsolidasi antara sesama kelompok yang tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Sukarno. Kelompok-kelompok yang anti terhadap PKI, juga turut bergabung dalam gerakan mahasiswa tersebut. KAMI adalah organisasi mahasiswa anti-kiri yang dibentuk guna menjadi wadah pergerakan dalam melakukan berbagai aksi. Tritura adalah nama tuntutan yang disuarakan oleh KAMI. Terang KAMI tak lepas dari intervensi Angkatan Darat, terkhusus . (3) Dampak dari gerakan mahasiswa tahun 1966 dalam bidang politik adalah, keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 sebagai awal jatuhnya Sukarno dari kursi kepresidenan. Selain itu, pembubaran Partai Komunis Indonesia, penghancuran simpatisan (maupun yang “dianggap”) komunis dan Sukarno, dan penghancuran gerakan perempuan adalah dampak dari berbagai aksi-aksi mahasiswa. Dalam bidang Ekonomi, Suharto menerapkan kebijakan pintu terbuka guna mengatasi masalah ekonomi dalam negeri. Undang-undang penanaman modal asing dikeluarkan pada tahun 1967 dan Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968, adalah buah dari kebijakan pintu terbuka. Kedua undang-undang itu memberi peluang sekaligus keringanan yang cukup besar bagi penanaman modal asing.

Kata Kunci: Gerakan mahasiswa, Tritura, Ekonomi, Politik, Sukarno, KAMI, Suharto

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

THE 1966 JAKARTA’S STUDENT MOVEMENT: AGAINST THE RULER REGIME

Oleh: Benidiktus Fatubun Sanata Dharma University 2019

This research aimed to describe and analyze three research problems, namely: (1) the background of how the 1966 student movement began, (2) the 1966 student movement processes, and (3) the impact of the 1966 student movement in politics and economy. The method employed in this research was the historical method with its five stages: (1) Theme selection, (2) Heuristics, (3) Verification, (4) Interpretation, and (5) Historiography. The approaches used in this research were the political and economic approaches. The research results showed that: (1) the background of how the student movement began was affected by the messiness of the political and economic situations in Indonesia. (2) The student movement was started with forming the consolidations among groups which did not agree with the policies made by President Sukarno. Groups which were opposed to Indonesian Communist Party (Partai Komunis Indonesia or PKI) also joined into the student movement. The Unity of Indonesian Student Action (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia or KAMI) was an anti-left wing student organization which was formed to be an umbrella organization in doing actions. The three demands of the people (tiga tuntutan rakyat or tritura) is a demand name conveyed by KAMI. It was obviously seen that KAMI could not be separated from the army’s intervention especially Suharto. (3) The impact of the 1966 student movement in politics was the issuance of Surat perintah 11 maret 1966 (the Decree) which was the beginning of the fall of Soekarno as a President. Beside that thing, the disbanding of Indonesian Communist Party, demolition of the sympathizers (or those who were “considered as”) of communist and Sukarno, and the demolition of woman movement were also the impacts of the student actions. In economic sector, Suharto applied the open door policy in order to solve the domestic economic problem. The law of foreign investment was established in 1967 and the law of domestic investment was established in 1968. Those two laws not only gave opportunities but also quite big dispensations for foreign investment.

Key Words: Student movement, Tritura, Economy, Politics, Sukarno, KAMI, Suharto

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Gerakan Mahasiswa Jakarta 1966:

Melawan Rezim Penguasa” ini dapat terselesaikan dengan baik. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang sangat berguna dalam penyusunan karya ilmiah.

Penulis menyadari bahwa terselesaikanya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma

3. Bapak Drs. A.K. Wiharyanto, M.M selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberi bimbingan dan arahan kepada penulis selama masa studi.

4. Bapak Dr. Anton Haryono, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dan memberi dukungan kepada penulis.

5. Kedua orang tua, kakak dan adik serta keluarga besar yang telah memberi

dukungan, semangat dan doa kepada penulis selama pengerjaan skripsi.

6. Kepada kawan-kawan UKPM natas Universitas Sanata Dharma yang

membantu penulis untuk semakin kritis melihat sebuah persoalan.

7. Kepada semua orang yang memberi pengaruh kepada penulis, baik secara

langsung maupun tidak langsung, penulis ucapkan banyak terima kasih.

Penulis menyadari adanya kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan skripsi ini, Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………….. ii

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………….. iv

MOTTO …………………………………………………………………….... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………... vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………………. vii

ABSTRAK…………………………………………………………………… viii

ABSTRACT…………………………………………………………………………….. ix

KATA PENGANTAR………………………………………………………... x

DAFTAR ISI………………………………………………………………….. xii

DAFTAR SINGKATAN………………………...……………………………. xvi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xix

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………... 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………. 6

C. Tujuan Penulisan…………………………………………………... 6

D. Manfaat Penulisan…………………………………………………. 6

E. Tinjauan Pustaka………………………………………………….... 7

F. Landasan Teori…………………………………………………….. 11

G. Metodologi Penelitian dan Pendekatan……………………………. 17

H. Sistematika Penulisan……………………………………………… 22

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II LATAR BELAKANG LAHIRNYA GERAKAN

MAHASISWA 1966………………………………………………… 24

A. Bidang Ekonomi...... 24

1. Pembangunan Yang Merugikan Masyarakat...... 24

2. Ambivalen Kebijakan Ekonomi...... 29

3. Gelorat Ekonomi...... 31

B. Bidang Politik...... 36

1. Pemerintahan Otoriter……………………………………….... . 36

2. Peristiwa 1965…………………………………………………… 39

3. Menteri-menteri PKI……………………………………….… .. 41

4. Konfrontasi Mahasiswa………………………………………….. 43

BAB III DINAMIKA GERAKAN MAHASISWA 1966...... 48

A. Konsolidasi Massa...... 48

1. Kelompok Penekan…………………………………………...... 48

2. Partner Militer dan Mahasiswa……………………………… .... 49

3. KAP-Gestapu hingga Front ………………………. .... 52

4. Lahirnya KAMI……………………………………………...... 55

B. Massa Bergerak...... 62

1. KAP-Gestapu hingga KAMI...... 62

2. Kebangkitan Mahasiswa 1966: Sebuah Paradoks...... 64

3. Kelompok Vandalis…………………………………………. .... 69

4. Aksi Kolaboratif……………………………………………...... 72

5. Aksi Pemboikotan…………………………………………...... 74

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Mahasiswa VS Mahasiswa...... 76

1. Mahasiswa (tak) Ada Idealisme……………………………...... 76

2. Fanatisme Membabi-buta ...... 78

3. Kelompok Terkontrol……………….…………………………... 80

D. Akhir KAMI dan Lahirnya Resimen Arif Rahman Hakim...... 82

1. Kesakralan (KAMI) Yang Tak Sakral………………………….. 82

2. Lahirnya Resimen Arif Rahman Hakim…….…………………... 84

3. Penegasan Partnersip…………………………….……………… 86

BAB IV DAMPAK GERAKAN MAHASISWA 1966...... 89

A. Supersemar: Konsolidasi Pemerintahan Baru...... 89

1. Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret...... 89

2. Kabinet Ampera...... 91

3. Dualisme Kepemimpinan...... 93

4. Suharto Menjadi Presiden...... 95

B. Penghancuran Kelompok Oposisi...... 99

1. Pembantaian Simpatisan PKI...... 99

2. Penghancuran Gerakan Mahasiswa...... 101

3. Penghancuran Gerakan Perempuan...... 103

4. Pengembangan Ideologi Anti-Komunis…………………….…. 105

C. Era Baru Kebijakan Ekonomi…………………………………….. 108

1. Kebijakan Pintu Terbuka…………………………………...... 108

2. Forum Inter-Governmental Group on Indonesia.……………….. 110

3. Upaya Stabilisasi Perekonomian Dalam Negeri…………………. 112

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V KESIMPULAN...... 114

DAFTAR PUSTAKA...... 116

DAFTAR SINGKATAN

LAMPIRAN

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR SINGKATAN

ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia AD : Angkatan Darat AD/ART : Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga Ampera : Amanat Penderitaan Rakyat APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara AS : Amerika Serikat ASU-Germindo : Ali Suratman - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia AURI : Angkatan Udara Republik Indonesia Berdikari : Berdiri di Atas Kaki Sendiri BUMN : Badan Usaha Milik Negara CCF : Congress for Cultural Freedom CGI : Consultative Group for Indonesia CGMI : Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia CIA : Centra Intelligence Agency Conefo : Conference of the new emerging forces CSB : Corpus Studiosorum Bandungense Dekon : Deklarasi Ekonomi Deparlu : Departemen Luar Negeri DPP PB HMI :Dewan Pertimbangan dan Penasehat Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam DPR : Dewan Perwakilan Rakyat DPR-GR : Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong FKUI : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ganefo : Games of The New Emerging Forces GEMSOS : Gerakan Mahasiswa Sosialis Germindo : Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia GMNI : Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia GMNI-ASU : Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia - Ali Surachman GMS : Gerakan Mahasiswa Surabaya

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gerwani : Gerakan Wanita Indonesia GMRI : Gerakan Mahasiswa Republik Indonesia : Golongan Karya G 30 S : Gerakan 30 September HMI : Himpunan Mahasiswa Islam IGGI : Inter-Governmental Group on Indonesia IMABA : Ikatan Mahasiswa Bandung IMADA : Ikatan Mahasiswa Jakarta IPKI : Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia ITB : Institut Teknologi Bandung KAP-Gestapu : Kesatuan Aksi Pengganyangan Kontra Revolusi Gerakan 30 September KAPI : Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia KAPPI : Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia KAMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KASI : Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia KAWI : Kesatuan Aksi Wanita Indonesia KODAM : Komando Daerah Militer Kogam : Komando Ganyang Malaysia KOKAM :Komando Kesiap-siagaan Angkatan Muda Muhammadiyah Manipol : Manifesto Politik Masyumi : Majelis Syuro Muslimin Indonesia Mapancas : Mahasiswa Pancasila MMI : Majelis Mahasiswa Indonesia MMB : Masyarakat Mahasiswa Bogor MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat MPRS : Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nasakom : Nasionalis, Agama, dan Komunis Nekolim : Neo-Kolonialisme NU : Nahdatul Ulama

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Parkindo : Partai Kristen Indonesia Perhimi : Perhimpunan Mahasiswa Indonesia PII : Pelajar Islam Indonesia PKI : Partai Komunis Indonesia PMII : Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia PMKRI : Persatuan Mahasiswa Katolik Seluruh Indonesia PMB : Perhimpunan Mahasiswa Bogor PPMI : Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia PNI : Partai Nasional Indonesia PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia PSI : Partai Sosialis Indonesia PTIP : Perguruan Tinggi Ilmu Pengetahuan PWI : Persatuan Wartawan Indonesia RPKAD : Resimen Para Komando Angkatan Darat RRC : Republik Rakyat Cina RRI : Radio Republik Indonesia Sekneg : Sekretariat Negara SOMAL : Sekretariat Organisasi Mahasiswa Lokal TNI : Tentara Nasional Indonesia Tritura : Tiga Tuntutan Rakyat UBK : Universitas Bung Karno UI : Universitas Indonesia Usdek : UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia UUD 1945 : Undang-undang Dasar 1945 UUDS : Undang-undang Dasar Sementara

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kumpulan Foto aksi mahasiswa 1966………...... 122 Lampiran 2 : Kumpulan Foto Surat Perintah Sebelas Maret 1966...... 127 Lampiran 3 : Silabus...... 131 Lampiran 4 : RPP...... 134

xix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadirnya Angkatan 66 tidak dapat dipisahkan dari kebijakan Sukarno mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959. Kebijakan tersebut mendapat dukungan dari kalangan militer untuk kembali pada konstitusi UUD 1945.1 Melalui dekrit tersebut, kita mengenal istilah demokrasi terpimpin, yakni sistem demokrasi yang menurut Sukarno sesuai dengan kehidupan dan budaya Bangsa Indonesia.

Dampak dari diterapkannya dekrit presiden tersebut mengantarkan Sukarno menjadi sosok yang semakin kuat dalam perpolitikan Indonesia. Selanjutnya, melalui pidato kenegaraan presiden tertanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul penemuan kembali revolusi kita, Sukarno kembali mengeluarkan Manipol

USDEK; U (UUD 45), S (Sosialisme Indonesia), D (Demokrasi Terpimpin), dan

K (Kepribadian Indonesia). Tak berhenti di situ, Sukarno kembali merumuskan penggabungan ideologi-ideologi besar ke dalam satu konsepsi yang dinamakan

Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis).2

Berawal dari diculiknya para jenderal pada pagi satu Oktober 1965, maka lahirlah persatuan antara kekuatan mahasiswa dan militer anti Sukarno. Peristiwa tersebut dijadikan alasan oleh kelompok-kelompok yang anti Sukarno dan PKI

1 Taufik Abdullah, dkk (editor), Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis Nasional: Bagian I Rekonstruksi Dalam Perdebatan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2012, hal 48-51; John D. Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, Sinar Harapan, Jakarta, 1985, hal 349. 2 Salim Haji Said, Gestapu 65; PKI, Aidit, Sukarno, dan Soeharto, Mizan, Bandung, 2015, hal 15; lihat juga kumpulan pidato Presiden Sukarno (cet. II ), Di Bawah Bendera Revolusi; Jilid II, Jakarta, 1965, hal 351

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

untuk menghancurkan dua kekuatan politik tersebut. Alasan-alasan kemiskinan dan instabilitas politik serta pertentangan paham yang tiada henti hanyalah sedikit dari banyaknya permasalah pada saat itu. Anderson dan Mcvey melihat peristiwa

G30S sebagai sebuah peristiwa yang mewakili kulminasi logis dari kekerasan dan kebencian yang sangat mendalam di antara kelompok-kelompok dan ideologi- ideologi yang sangat jauh, kanan dan kiri, Islam dan Komunisme, tuan tanah dan rakyat, santri dan abangan, priyayi dan petani.3

Selain pertentangan antara PKI dan Militer, terjadi pula konfrontasi di kalangan organisasi-organisasi mahasiswa antara HMI (Himpunan Mahasiswa

Islam) dan CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia) yang merupakan

“anak” dari PKI. Sulastomo selaku ketua umum pengurus besar HMI periode

1963-1966, melalui bukunya menulis, penggayangan terhadap HMI oleh CGMI sudah dilakukan sejak diadakannya Kongres PPMI (Perserikatan Perhimpunan

Mahasiswa Indonesia) pada tanggal 5-10 Juni 1961 di Jakarta. Hasil dari penggayangan tersebut ialah, berhasilnya CGMI mengeluarkan HMI dari susunan

Pengurus Presidium PPMI pusat.4 Terkait konfrontasi tersebut, Dahlan

Ranuwihardjo selaku ketua dewan pertimbangan dan penasehat pengurus besar

Himpunan Mahasiswa Islam (DPP PB HMI) yang menjabat pada waktu itu, melalui bukunya menulis tentang upaya CGMI untuk membubarkan HMI ketika diadakannya resepsi penutupan kongres CGMI pada tanggal 29 September 1965

3 Miftahuddin, Radikalisasi Pemuda PRD Melawan Tirani, Desantara, Depok, 2014, hal 41. 4 Sulastomo, Hari-Hari Yang Panjang 1963-1966, Haji Masagung, Jakarta, 1990, hal 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

di Istora Senayan, Jakarta. Ia menulis, massa PKI yang mendukung kongres

CGMI terus-menerus meneriakan yel-yel “Bubarkan HMI.... Bubarkan HMI...”5

Angkatan 66 lahir dari pemasalahan yang telah dipaparkan di muka.

Angkatan 66 dikategorikan ke dalam kelompok mahasiswa-mahasiswi yang melakukan berbagai aksi demonstrasi dalam rangka menentang kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Sukarno pada masa Demokrasi Terpimpin.6

Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) adalah organisasi yang digunakan mahasiswa angkatan 66 untuk memobilisasi massa sekaligus sebagai kelompok anti-kiri. KAMI hadir pada tanggal 25 Oktober 1965 berkat usulan dari Mayor

Jenderal Sjarif Thayeb dan disetujui oleh para tokoh dari berbagai organisasi mahasiswa non-komunis.7 Demonstrasi mahasiswa dimulai pada tanggal 10

Januari 1966 dengan mendatangi Departemen PTIP (Perguruan Tinggi Ilmu

Pengetahuan), kemudian dilanjutkan ke Sekretariat Negara (Sekneg) di jalan

Veteran. Maksud dan tujuan kedatangan tersebut adalah untuk memprotes naiknya harga kebutuhan pokok dan menghimbau kepada pemerintah untuk meninjau kembali peraturan-peraturan8 yang ditetapkan. Selain itu mahasiswa juga membawa tuntutan mereka yang kelak dikenal dengan sebutan tiga tuntutan

5 A. Dahlan Ranuwihardjo, Bung Karno dan HMI Dalam Pergulatan Sejarah; Mengapa Bung Karno Tidak Membubarkan HMI?, Intrans, Jakarta, 2002, hal 84. 6 Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, LP3ES, Jakarta, 2015, hal 123-162; Soe Hok Gie adalah seorang mahasiswa Jurusan Sejarah, Universitas Indonesia. Dalam aksi angkatan 66, namanya tak begitu asing. Dia memang tak terlibat dalam KAMI, namun dia memiliki kedekatan personal dengan pentolan-pentolan KAMI. 7 Francois Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1989, hal 12-15; Mayor Jenderal Sjarif Thayeb pada saat mengusulkan hal itu, ia menjabat sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP); Lebih jelasnya lihat, Koesalah Soebagyo Toer, Kronik Abad Demokrasi Terpimpin, JAKER, Jakarta, 2016, hal 323; atau Kuncoro Hadi, dkk, Kronik 65:Catatan Hari per Hari Peristiwa G30S Sebelum Hingga Setelahnya, Media Pressindo, Yogyakarta, 2017, hal 455.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

rakyat (Tritura).9 Tritura inilah yang mereka suarakan secara terus-menerus ketika menjalankan aksi-aksinya. Dalam Tritura nampak kesusahan-kesusahan masyarakat serta gambaran tentang panasnya perpolitikan Indonesia kala itu.

Tritura adalah fokus utama dari semua aksi-aksi demonstrasi kala itu.

Tuntutan tersebut hadir dari berbagai permasalahan yang dipandang oleh mahasiswa sebagai akar dari segala kekacauan yang terjadi. Selain itu harus diakui bahwa gerakan mahasiswa yang sangat masif tersebut bukan sepenuhnya dijalankan oleh mahasiswa sendiri, melainkan ada Angkatan Darat di belakang aksi-aksi tersebut. Di sinilah letak kecerdasan Soeharto. Soeharto melihat mahasiswa sebagai kelompok yang dapat ditunggangi untuk memaksa Soekarno turun dari tampuk kekuasaannya.10 Aksi-aksi ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah diwujudkan dalam bentuk demonstrasi mahasiswa di Jakarta.

Demonstrasi tersebut dimulai pada tanggal 10 Januari 1966 sampai dengan dilarangnya KAMI tanggal 25 Februari 1966.11

Sudah menjadi sebuah keharusan di mana kaum terpelajar (Mahasiswa) harus bergerak ketika peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak lagi berpihak ke masyarakat. Apa yang dilakukan oleh mahasiswa angkatan 66,

8 Peraturan yang di maksud ialah, kebijakan yang oleh pemerintah diberi nama tindakan-tindakan pemerintah di bidang moneter. (Gie,2005:4) 9 Francois Raillon, op. cit., hal 15-16; Soe Hok Gie, Zaman Peralihan, GagasMedia, Tangerang, 2005, hal 5-7; Yozar Anwar, Angkatan 66,4 Sinar Harapan, Jakarta, 1980, hal 6-8; Gie, hal 127- 128. 10 ibid, hal 12-16; lihat juga Koesalah, 2016:322; Kuncoro Hadi, dkk, Kronik 65:Catatan Hari per Hari Peristiwa G30S Sebelum Hingga Setelahnya, Media Pressindo, Yogyakarta, 2017, hal 575. 11 Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1999, hal 205; Pada tanggal 25 Februari Sukarno mengadakan sidang pertama Komando Gayang Malaysia (Kogam) menghasilkan keputusan bahwa KAMI harus dibubarkan. (Kuncoro Hadi, dkk, Kronik 65:Catatan Hari per Hari Peristiwa G30S Sebelum Hingga Setelahnya, Media Pressindo, Yogyakarta, 2017, hal 598.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

bukanlah suatu hal yang baru dalam dinamika pemerintahan negara ini.

Pergerakan pemuda (mahasiswa) dalam sejarah Indonesia dapat ditelusuri dari tahun 1908 (awal kebangkitan nasional),12 lalu disusul oleh angkatan 1928 sebagai generasi Sumpah Pemuda, dan dilanjutkan oleh generasi kemerdekaan tahun 1945.13 Sejarah perubahan adalah sejarah kaum terpelajar; maksudnya, melalui merekalah gerakan-gerakan massa dapat bangkit dan melawan kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat.

Penulis ingin menegaskan bahwa, dalam penulisan ini, diksi “orde lama” dan “orde baru”14 tak akan penulis gunakan dalam konteks menunjuk pada sebuah masa pemerintahan antara Sukarno dan Suharto. Sebagai gantinya, penulis akan menggunakan diksi pemerintahan Sukarno dan Suharto. Penulis berusaha sebisa mungkin untuk tetap objektif dalam penulisan ini, sehingga diksi-diksi yang telah dipaparkan di muka, akan penulis hilangkan. Penelitian ini mencoba menguraikan dinamika demonstrasi mahasiswa pada tahun 1966 di Jakarta. Demonstrasi yang

12 Terbentuknya Budi Utomo diartikan sebagai tanda lahirnya kebangkitan nasional di Hindia Belanda. Namun, akhir-akhir ini, banyak narasi sejarah (ditulis oleh sejarawan) yang mengulas tentang tepat apa tidaknya tanggal 20 Mei 1908 diperingati sebagai hari kebangkitan nasional. Pernyataan tersebut hadir atas pembacaan terkait kelompok mana yang terlibat dalam organisasi Budi Utomo. Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan bahwa, lingkup organisasi Budi Utomo hanya dikhususkan untuk kalangan Priyayi. Jika demikian, apa layak tanggal 20 Mei 1908 dapat ditetapkan sebagai hari kebangkitan nasional? (Asvi Warman Adam, Seabad Kontroversi Sejarah, Ombak, Yogyakarta, 2007, hal 21-27; untuk mempertajam analisis, silakan lihat Hanz Van Miert, Dengan Semangat Berkobar; Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia, 1918-1930, Hasta Mitra, KITLV dan Pustaka Utan Kayu, Jakarta, 2003) 13Francois Raillon, op. cit., hal 3; Untuk pergerakan pemuda tahun 1908, silakan lihat Hanz Van Miert, Dengan Semangat Berkobar;Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia, 1918- 1930, Hasta Mitra, KITLV dan Pustaka Utan Kayu, Jakarta, 2003, hal 1-73; John Ingleson, Perhimpunan Indonesia dan Pergerakan Kebangsaan, Grafiti, Jakarta, 1993; untuk angkatan 1928, silakan lihat Sagimun MD, Peranan Pemuda: Dari Sumpah Pemuda Sampai Proklamasi, Bina Aksara, Jakarta, 1989, hal 160-193; untuk angkatan 45, silakan lihat M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Serambi, Jakarta, 2008, hal 443-444. 14Penjelasan terkait akronim Orla dan Orba silakan baca https://Historia.id dengan judul Asal-Usul Istilah Orde Baru, diakses tanggal 4 April 2019.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

dilakukan para mahasiswa tersebut dipengaruhi oleh situasi ekonomi dan politik yang sedang kacau kala itu. Aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut, pada akhirnya melahirkan pemerintahan Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun (lebih) di Indonesia. Adapun judul skripsi ini adalah

“Gerakan Mahasiswa Jakarta 1966: Melawan Rezim Penguasa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa 1966?

2. Bagaimana proses jalannya gerakan mahasiswa 1966?

3. Bagaimana dampak dari gerakan mahasiswa 1966 dalam bidang ekonomi

dan politik?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah:

1. Menjelaskan latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa 1966.

2. Mendeskripsikan proses jalannya gerakan mahasiswa 1966.

3. Menjelaskan dampak dari gerakan mahasiswa 1966 dalam bidang ekonomi

dan politik.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi bermanfaat sebagai pelaksanaan salah satu dari Tri

Dharma Perguruan Tinggi, yaitu penelitian ilmiah. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selain itu juga penulisan skripsi ini dapat menambah pengalaman melakukan penulisan karya ilmiah serta menambah pengetahuan penulis mengenai demonstrasi mahasiswa angkatan 66 di Jakarta. Penulisan skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat luas dan tidak terbatas pada kalangan akademisi, serta mampu menambah pemahaman baru tentang masa-masa sebelum era peralihan kekuasaan dari masa pemerintahan Soekarno ke masa pemerintahan Soeharto. Penulisan skripsi ini juga membantu mengetahui gerakan mahasiswa angkatan 66 di Jakarta.

Penulis berharap karya tulis ini mampu menarik minat pembaca untuk mempelajari dan mendalami sejarah kontemporer, terlebih terkait pergerakan mahasiswa angkatan 66 di Jakarta.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian yang membahas tentang; Gerakan Mahasiswa Jakarta

1966: Melawan Rezim Penguasa, penulis menggunakan berbagai buku terbitan ilmiah yang membahas tentang demonstrasi mahasiswa di Jakarta tahun 1966.

Penulis sangat menyadari akan pentingnya membaca buku, jurnal, skripsi, dan tesis yang terkait dengan penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang komprehensif dan juga sebagai media untuk menguji kebaharuan karya terkait gerakan mahasiswa tahun 1966.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan beberapa sumber primer berupa buku catatan harian dari beberapa tokoh yang terlibat langsung dalam peristiwa 1966 di Jakarta. Selain itu penulis juga menggunakan sumber-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

sumber sekunder berupa skripsi, tesis, dan buku-buku terkait pergerakan/demonstrasi mahasiswa 1966 di Jakarta.

Skripsi pertama milik Akbar Tanjung Abyoso, mahasiswa program studi

Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung yang berjudul “Bentuk-

Bentuk Gerakan Mahasiswa pada Tahun 1966 sampai dengan 1998”.15

Skripsi ini merupakan gerbang yang baik untuk melihat pola-pola pergerakan mahasiswa pada tahun 1966 guna menuntut pemerintah agar memenuhi tuntutan mereka. Namun disayangkan, skripsi ini hanya membahas hal-hal yang bersifat permukaan saja. Selain itu, penulis skripsi tersebut terkesan mengesampingkan fakta penting terkait pembentukan organisasi mahasiswa KAMI. Ia mengatakan bahwa KAMI terbentuk berkat inisiatif mahasiswa. Sepertinya penulis skripsi tidak mengenal Mayor Jenderal Sjarif Thayeb, sosok yang mengusulkan dibentuknya organisasi mahasiswa KAMI.

Terang bahwa penelitian ini berbeda dengan skripsi karya Akbar Tanjung

Abyoso. Penelitian ini memiliki cakupan lebih sempit (1965-1966) dan terperinci

(gerakan/demonstrasi mahasiswa) dibandingkan skripsi yang disebutkan sebelumnya. Penelitian ini membahas tentang hal-hal yang melatar belakangi lahirnya demonstrasi tahun 1966 hingga dampak-dampak yang dihasilkan dari demonstrasi tersebut.

Skripsi kedua milik Andri Bastian, mahasiswa program studi pendidikan

Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

“Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 dengan Gerakan

Mahasiswa Tahun 1998 dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa”.16 Skripsi ini merupakan pengantar yang baik dalam melihat strategi pergerakan mahasiswa tahun 1966. Sesuai judulnya, skripsi ini berusaha membandingkan gerakan mahasiswa tahun 1966 dengan gerakan mahasiswa tahun 1998, sehingga tak mengherankan jika ulasan terkait latar belakang lahirnya angkatan 66 tidak terlalu mendalam. Selain itu skripsi karya Andri Bastian hanya membahas pola pergerakan mahasiswa yang berada di permukaan saja. Dampak-dampak dari demonstrasi mahasiswa 1966 tak dibahas sama sekali.

Penelitian saya ini juga jelas berbeda dengan skripsi karya Andri Bastian.

Dalam skripsinya, Andri Bastian berupaya mengkomparasikan pergerakan mahasiswa tahun 1966 dan mahasiswa tahun 1998. Sedangkan dalam skripsi yang akan saya bahas memiliki ruang lingkup yang lebih sempit. Fokus yang diteliti lebih detail, mulai dari latar belakang yang memicu lahirnya angkatan 66 hingga dampak-dampak dalam bidang politik dan ekonomi yang hadir dari berbagai aksi demonstrasi mahasiswa.

Selain terdapat beberapa skripsi yang lingkup pembahasannya hampir sama, terdapat juga beberapa buku yang membahas tentang pergerakan mahasiswa tahun 1966. Buku-buku ini bukanlah sumber primer, melainkan konten buku tersebutlah yang merupakan sumber primer. Hal tersebut

15 Akbar Tanjung Abyoso, Bentuk-Bentuk Gerakan Mahasiswa Pada Tahun 1966 Sampai Dengan 1998, Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, 2010. 16 Andri Bastian, Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa, Program Studi Pendidikan Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

dikarenakan konten dari buku-buku itu tidak lain merupakan catatan harian17 dari para pelaku sejarah sendiri.

Buku pertama berjudul “Angkatan 66” karya Yozar Anwar diterbitkan oleh penerbit Sinar Harapan pada tahun 1980. Buku ini awalnya adalah sebuah catatan harian yang memuat berbagai aktivitas mahasiswa (Jakarta dan Bandung khususnya) seputar pergolakan politik Indonesia tahun 1966. Mengingat buku ini adalah sebuah catatan harian, maka konten dari buku ini menggunakan tata bahasa sehari-hari; bahasa yang digunakan tidaklah terlalu formal.

Buku ini sekilas terlihat seperti kronik sejarah karena penulisnya berusaha sebisa mungkin mencatat berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Cerita buku ini dimulai dari Sabtu 8 Januari 1966 hingga Sabtu 12 Maret 1966.

Mengingat buku tersebut merupakan sebuah catatan harian, analisis terkait masalah politik-ekonomi sebelum dan sesudah gerakan mahasiswa angkatan 66 luput dari perhatian penulis. Selain itu dampak-dampak yang terjadi dalam bidang politik dan ekonomi pasca demonstrasi mahasiswa angkatan 66 tidak juga dibahas. Pernyataan-pernyataan di atas membedakan penelitian ini dengan buku

Yozar Anwar.

Buku kedua berjudul “Catatan Seorang Demonstran” karya Soe Hok

Gie yang diterbitkan oleh LP3ES pada bulan Agustus 2015. Sama seperti buku sebelumnya, buku ini awalnya merupakan sebuah catatan harian dari pelaku sejarah sendiri. Jika pada buku yang disebutkan sebelumnya Yozar Anwar hanya mencatat pergerakan mahasiswa dari Sabtu 8 Januari 1966 hingga Sabtu 12 Maret

17 Diksi “catatan harian” tersebut selanjutnya akan diganti dengan “buku”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

1966, lain halnya dengan Gie. Gie lebih giat dalam mencatat berbagai kejadian yang dilihat, didengar, dan dialaminya sendiri.

Dalam buku tersebut Gie mencatat berbagai macam peristiwa, mulai dari peristiwa politik, budaya, sosial, dan ekonomi, hingga kehidupan pribadinya terkait masalah percintaan dengan beberapa wanita. Buku ini dapat dikategorikan sebagai kronik sejarah, karena penulisnya berusaha sebisa mungkin mencatat berbagai peristiwa dari hari ke hari yang terjadi di sekitarnya secara spesifik.

Untuk sebuah catatan harian yang dijadikan buku, pembahasan di dalamnya cukup lengkap (walaupun ada beberapa catatan harian Gie yang pada dasarnya penting, namun tak dimasukkan ke dalam buku ini/tak dapat ditemukan keberadaannya). Gie mulai membahas latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa angkatan 66 hingga dampak-dampak yang dihasilkan dari gerakan tersebut.

Namun demikian, pembahasannya hanya dipermukaan saja.

Hal yang membedakan pembahasan di dalam buku karangan Gie dengan penelitian ini terletak pada sudut pandang dan kedalaman analisis. Kondisi ekonomi dan politik pada tahun 1966 yang berhasil memunculkan demonstrasi mahasiswa, serta dampak-dampak (politik-ekonomi) yang dihasilkan dari demonstrasi merupakan sudut pandang yang penulis teliti. Gerakan Mahasiswa

Jakarta 1966: Melawan Rezim Penguasa adalah judul yang penulis teliti.

F. Landasan Teori

Skripsi ini berjudul, “Gerakan Mahasiswa Jakarta 1966: Melawan

Rezim Penguasa”. Untuk menjelaskan permasalahan dan ruang lingkup dari skripsi ini dibutuhkan beberapa teori sebagai berikut:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

1. Mahasiswa

Pengertian mahasiswa menurut buku saku yang diterbitkan oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus ialah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran-pelajaran di Perguruan Tinggi.18 Sedangkan pengertian mahasiswa menurut Soempono adalah siswa, orang yang sedang mencari ilmu, akan tetapi dia adalah siswa yang istimewa, siswa yang maha besar.19

Selanjutnya, mahasiswa dapat pula diklasifikasikan ke dalam kelompok yang paling cepat membaca perubahan dalam sebuah negara. Hal ini tidak mengherankan karena mereka adalah bagian kecil dari masyarakat luas yang berkesempatan mengecap bangku perguruan tinggi. Terkait masalah kebebasan dan keadilan, mahasiswa seringkali bersikap kurang sabar dalam memandang sebuah masalah. Hal tersebut dipengaruhi oleh idealisme mahasiswa dan pandangan bahwa mereka adalah kelompok perubahan. Pendidikan dan ilmu pengetahuan yang diperoleh di perguruan tinggi membentuk pola pikir mahasiswa untuk selalu terlibat aktif dalam mengawasi berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Gelar mahasiswa yang disandang oleh pemuda-pemudi tersebut serasa menuntut mereka untuk terlibat aktif dalam menentukan masa depan bangsa dan dirinya sendiri. Atas alasan tersebut mahasiswa selalu terjun ke dalam masyarakat

18 Buku Saku Hubungan Dosen Mahasiswa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus, 1979. 19 Soempono Djojowadono, Mahasiswa Indonesia dengan Kepribadian Indonesia, Jajasan Badan Penerbit Gadjah Mada, Jogakarta, 1960.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

dan berbaur dengan mereka yang termarginalkan. Dinamika-dinamika perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan negara tidak terlepas dari peran serta mahasiswa. Mahasiswa akan selalu menjadi salah satu kelompok yang mengontrol dan mendobrak berbagai kebijakan yang muncul. Hal demikian dilakukan sebagai salah satu bentuk dari pertanggungjawaban moral terhadap ilmu pengetahuan yang mereka peroleh. Mereka akan tetap bergerak, baik di dalam maupun di luar kampus mereka.20

2. Gerakan Mahasiswa

Menurut Arbi Sanit (dalam Sulistyo), gerakan mahasiswa hadir dikarenakan situasi sosial-ekonomi yang memprihatinkan kehidupan umum serta mahasiswa itu sendiri, ketidakadilan sosial, kebijaksanaan luar negeri pemerintah yang dianggap tidak adil, ketidakpuasan terhadap penguasa dan pemerintah, serta politik yang telah menjadi tidak demokratis.21

Menurut Arief Budiman, gerakan mahasiswa merupakan gerakan korektif yang mendasari dirinya pada kekuatan moral, yakni kebenaran dari apa yang mereka perjuangkan.22 Menurut Fachry Ali, gerakan-gerakan mahasiswa muncul karena adanya dorongan untuk memperjuangkan nasib rakyat banyak. Selanjutnya

(dalam Fachry Ali) menurut Burhan D. Magenda, yang membuat gerakan

20 Supriyatna, Peranan Soe Hok Gie Dalam Gerakan Mahasiswa Indonesia Tahun 1960-1968, Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, 2007; Lihat juga Francois Raillon, op.cit., hal 4; Achmad Suhawi, Gymnastik Politik Nasionalis Radikal: Fluktuasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hal 357. 21 Herman Sulistyo (penerjemah), Politik dan Mahasiswa; Perspektif dan Kecenderungan Masa Kini, Yayasan API dan PT Gramedia, Jakarta, 1988. 22 Arief Budiman, Kebebasan, Negara, Pembangunan; Kumpulan Tulisan 1965-2005, Freedom Institute dan Pustaka Alvabet, Jakarta, 2006.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

mahasiswa hadir adalah etika noblesse oblige; suatu prevalensi yang disandang mahasiswa untuk memperjuangkan perbaikan nasib rakyat.23

Membahas tentang gerakan mahasiswa, tidak bisa meninggalkan teori gerakan sosial. Sejatinya, mahasiswa dalam melakukan gerakan-gerakan protesnya, jelasnya menggunakan konsep dan teori gerakan sosial. Bertolak dari pandangan tersebut, penulis merasa perlu untuk memasukan teori gerakan sosial sebagai pemandu yang dapat memudahkan pembaca.

3. Gerakan Sosial

Menurut Spencer (dalam Oman), gerakan sosial adalah upaya yang dilakukan oleh kelompok tertentu dengan maksud dan tujuan untuk mencapai sebuah perubahan dalam tatanan kehidupan. Sementara, Locher (dalam Oman) berpendapat bahwa, gerakan sosial terjadi ketika sekelompok orang dapat mengorganisir diri dalam upaya untuk mendorong atau menolak beberapa jenis perubahan sosial. Lanjutnya lagi, orang-orang dengan sedikit atau banyak kekuatan politik yang dimilikinya, kemudian mereka bergabung secara bersama- sama untuk mendapatkan atau memperjuangkan beberapa hal, yakni suatu perubahan sosial, maka mereka sedang melakukan gerakan sosial.24

Menurut Aberle, Cameron, dan Blumer (dalam Oman), para sosiolog berpendapat bahwa gerakan sosial dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tipe.

Adanya pengelompokan tipe gerakan sosial dipengaruhi oleh berbagai aspek, yakni berdasarkan aspek tujuan gerakan dan metode yang ditempuh guna

23 Fachry Ali, Mahasiswa, Sistem Politik di Indonesia dan Negara, Inti Sarana Aksara, 1985. 24 Oman Sukmana, Konsep dan Teori Gerakan Sosial, Intrans Publishing, Malang, 2016. Hal 4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

mencapai tujuan. Berikut ini ada dua tipe pengelompokan gerakan sosial menurut

Blumer.

a. Gerakan Sosial Umum (General Social Movements)

Merupakan gerakan dalam perubahan nilai-nilai di masyarakat,

seperti: usaha perempuan yang melakukan gerakan perubahan

tentang status dan pandangan terhadap kaum perempuan.

b. Gerakan Sosial Khusus (Specific Social Movements)

Merupakan gerakan yang fokusnya lebih spesifik (jelas), seperti:

Gerakan anti-aborsi (anti-abortion movement).

Bertolak dari dimensi sasaran perubahan dan dimensi jumlah besarnya perubahan, maka gerakan sosial dapat dibagi menjadi empat bentuk.

a. Gerakan Sosial Alternatif

Suatu bentuk gerakan sosial yang tingkat ancamanya terhadap status

quo sangat kecil karena sasaran dari gerakan sosial ini adalah suatu

perubahan yang terbatas hanya untuk sebagian dari populasi.

b. Gerakan Sosial Pembebasan

Suatu bentuk gerakan sosial yang memiliki fokus selektif, tetapi

ditujukan guna perubahan yang lebih mengakar pada individu.

c. Gerakan Sosial Reformasi

Suatu bentuk gerakan sosial yang ditujukan hanya untuk suatu

perubahan sosial yang terbatas untuk setiap orang.

d. Gerakan Sosial Revolusi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

Suatu bentuk gerakan sosial yang paling ekstrim dibandingkan tipe

gerakan sosial yang lainnya. Gerakan ini berjuang untuk sebuah

transformasi dasar dari seluruh masyarakat.25

4. Kekuasaan

Menurut Benedict Anderson, konsep kekuasaan dapat dibagi menjadi dua.

Pertama, konsep barat kontemporer tentang kekuasaan adalah suatu abstraksi yang dideduksikan dari pola-pola interaksi sosial yang teramati; kekuasaan dapat dipercaya sebagai sesuatu yang diturunkan dari berbagai sumber; kekuasaan sama sekali bukanlah sesuatu yang membatasi dirinya; dan secara moral dia ambigu.

Kedua, orang Jawa memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang nyata, homogen, jumlah keseluruhannya tetap, dan tanpa implikasi moral yang inheren.26

Menurut Michel Foucault, kekuasaan adalah sesuatu yang membuat ia terlihat baik, apa yang membuatnya diterima adalah fakta sederhana bahwa ia tidak hanya hadir di depan kita sebagai kekuatan yang berkata tidak, namun ia juga melintasi dan memproduksi benda-benda, menginduksi kesenangan, membentuk pengetahuan dan memproduksi wacana. Ia perlu disadari sebagai sebuah jaringan produktif yang bekerja di seluruh lembaga sosial, lebih daripada sekadar sebuah instansi negatif yang berfungsi represif.27

Sedangkan menurut Bertens (dalam Nanang Martono), ada empat tesis utama Foucault mengenai kekuasaan, yaitu: Pertama, kekuasaan bukanlah unsur kepemilikan melainkan ia adalah sebuah strategi yang dimanfaatkan sekelompok

25 Ibid, hal 15-17 26 Benedict Anderson, Kuasa – Kata; Jelajah Budaya – budaya Politik di Indonesia, Mata Bangsa, Yogyakarta, 1990, hal 44-49.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

orang; Kedua, kekuasaan tidak dapat dilokalisasi di wilayah tertentu, akan tetapi mampu menyebar di setiap tempat; ketiga, tidak selamanya kekuasaan bekerja melalui penindasan dan represif, akan tetapi dapat melalui normalisasi dan regulasi; dan keempat, kekuasaan bukan bersifat destruktif melainkan reproduktif, ia mampu menghasilkan sistem-sistem pengetahuan baru.28

G. Metodologi Penelitian dan Pendekatan

1. Metode Penelitian

a. Pemilihan Topik

Topik dari penelitian ini adalah “Gerakan Mahasiswa Jakarta 1966:

Melawan Rezim Penguasa”. Topik ini perlu untuk dibahas, karena melalui gerakan mahasiswa inilah lahir pemerintahan Soeharto yang berkuasa selama kurang lebih tiga puluh dua tahun.

b. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Heuristik atau pengumpulan sumber merupakan hal yang harus dilakukan setelah terpilihnya topik penelitian. Sumber-sumber sejarah yang dimaksud sebisa mungkin mengandung bukti sejarah baik lisan maupun tertulis.29 Dalam proses heuristik, penulis mengumpulkan berbagai sumber pustaka yang relevan dengan judul dan pembahasan.

Pertama, mencari judul-judul skripsi dan tesis yang berkaitan dengan topik pembahasan. Pencarian dilakukan dengan menggunakan akses internet di kampus Universitas Sanata Dharma. Kedua, penelusuran buku-buku terkait

27 Michel Foucault, Power and Knowledge, Narasi dan Pustaka Promethea, Yogyakarta, 2017, hal 155. 28 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial; Prespektif Klasik, Modern, Potmodern dan Poskolonial, Rajawali Pres, 2016, hal 82

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

penelitian yang diperoleh dari daftar pustaka yang termuat dalam skripsi dan tesis yang membahas terkait gerakan mahasiswa 66. Ketiga, melakukan pencarian sumber-sumber pustaka (buku-buku, artikel, majalah, koran, skripsi, dan tesis) di beberapa toko buku dan perpustakaan di Yogyakarta, toko buku Toga Mas

Gejayan, social agency Jalan Solo, Shopping Center yang berada di belakang

Taman Pintar Yogyakarta, toko buku daring, kantor harian Kompas yang berada di Jl. Suroto Kotabaru, Perpustakaan Umum Universitas Gajah Mada, dan

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma. Keempat, setelah menemukan sumber- sumber terkait penulis melaksanakan kegiatan literasi. Setelah melakukan pembacaan terkait sumber-sumber (terutama skripsi, tesis, dan buku-buku) yang telah diperoleh, terbukti bahwa hampir semua tulisan memiliki perbedaan dalam hal sudut pandang dan kedalaman pembahasan dengan penelitian yang akan dikerjakan.

c. Verifikasi (Kritik Sumber)

Kritik sumber dimaksudkan untuk mengetahui tingkat autentisitas dan kredibilitas dari sumber sejarah.30 Ada dua aspek yang harus dikritik, yaitu autentisitas (keaslian sumber) dan kredibilitas (tingkat kebenaran informasi) sumber sejarah.31 Bertolak dari pernyataan di atas, tidak bisa tidak penulis haruslah tetap berpegang teguh pada sikap skeptis guna mendapatkan sumber- sumber yang selayaknya digunakan sebagai acuan.

29 Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hal 30. 30 ABD Rahman Hamid dan Muhammad Saleh Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah, ombak, Yogyakarta, 2011, hal 47 31 Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

Ketika melakukan penelitian, penulis menemukan berbagai sumber yang relevan dengan topik dan pembahasan yang hendak diulas. Penulis juga menemukan juga beberapa sumber yang ambigu terkait penjelasan tentang berdirinya organisasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) serta tokoh yang mencetuskan usulan tersebut. Sebagai contoh, dalam buku “Menyibak Tabir

Orde Baru; Memoar Politik Indonesia 1965-1998” Jusuf Wanandi menuliskan bahwa KAMI hadir berkat inisiatif mereka sendiri. Dalam buku tersebut juga tidak dijelaskan tanggal didirikannya KAMI.32 Selain itu, dalam buku “Sejarah

Indonesia Modern 1200-2008” M.C Ricklefs menulis bahwa KAMI didirikan pada akhir bulan Oktober 1965.33 Penunjukan waktu tanpa adanya penegasan bisa saja disalahtafsirkan oleh pembaca. Dalam bukunya tersebut, Ricklefs memang menyebut adanya perlindungan dan dukungan dari militer terhadap gerakan mahasiswa. Namun dalam kasus seperti ini, penegasan terkait tokoh yang menginisiasi berdirinya organisasi KAMI perlu dijelaskan.

Setelah menelusuri berbagai literatur, penulis akhirnya menemukan tanggal pasti berdirinya KAMI. KAMI didirikan pada tanggal 25 Oktober 1965 di rumah Mayor Jenderal Sjarif Thayeb, Jalan Imam Bonjol, Jakarta.34 Beliau adalah orang yang menyarankan kepada mahasiswa pada saat itu untuk membentuk organisasi KAMI.

32 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru; Memoar Politik Indonesia 1965-1998, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2014, hal 51 33 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia modern 1200-2008, Serambi, Jakarta, 2008, hal 594.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

d. Interpretasi

Pada tahap ini dituntut kecermatan dan sikap objektif dari sejarawan, terutama dalam hal interpretasi subjektif terhadap fakta sejarah.35 Penulis sangat menyadari tentang adanya subjektifitas dalam menginterpretasi berbagai sumber.

Namun, penulis sebisa mungkin meneliti menggunakan kaidah-kaidah metode dan metodologi sejarah. Untuk itu, penulis meninggalkan berbagai alamat referensi yang digunakan dalam penelitian ini sekiranya referensi tersebut dapat ditelusuri lebih lanjut sebagai bahan evaluasi terkait konten dari penulisan ini.

Dalam penulisan skripsi ini, upaya mencari kebenaran (objektifitas) adalah hal utama dan wajib. Sebelum menarik kesimpulan ataupun membuat sebuah penafsiran, penulis membaca dan memahami berbagai literatur yang terkait guna mendapatkan gambaran yang utuh (objektifitas) tentang peristiwa sejarah yang telah terjadi.

e. Historiografi

Historiografi merupakan puncak dari segala-galanya dalam metode penelitian sejarah. Sejarawan pada fase ini mencoba menangkap dan memahami histoire ralite atau sejarah sebagaimana terjadinya.36 Dalam konteks tersebut, penulisan sejarah tidak hanya sebatas menjawab pertanyaan-pertanyaan elementer atau deskriptif mengenai; “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “bagaimana” suatu

34 Francois Raillon., op. cit., hal 13; Ridwan Saidi, Mahasiswa dan Lingkaran Politik, PT. Mapindo Mulathama, Jakarta Selatan, 1989, hal 75. 35 ABD Rahmman Hamid dan Muhammad Saleh Madjid., op.cit., hal 50. 36 Ibid, hal 52-53

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

peristiwa terjadi, melainkan suatu eksplanasi secara kritis dan mendalam tentang

“bagaimana” dan “mengapa” atau sebab musabab terjadinya suatu peristiwa.37

Walaupun tulisan ini nantinya akan menjadi karya ilmiah, penulis sebisa mungkin berusaha menggunakan kata dan kalimat yang sederhana dan mudah dipahami oleh khalayak umum. Sejatinya penulis tak mau penelitian ini menjadi sebuah karya yang berada di atas menara gading. Sebuah karya yang justru asing bagi masyarakat yang tak sempat merasakan pendidikan.

2. Pendekatan

a. Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ekonomi digunakan karena menurut hemat penulis, melalui berbagai kebijakan ekonomi pada masa pemerintahan Soekarno, muncul gejala- gejala ketidakpuasan. Gejala-gejala ketidakpuasan tersebut akhirnya melahirkan gerakan-gerakan mahasiswa tahun 1966.

b. Pendekatan Politik

Menurut hemat penulis, implikasi dari adanya kontestasi politik yang berupa segitiga kekuasaan antara militer (khususnya AD), PKI, dan Sukarno, secara tidak langsung memantik lahirnya berbagai gerakan mahasiswa kala itu.

Selain itu kebijakan Sukarno mencanangkan Manipol USDEK, semakin memanaskan situasi kala itu.

37 idem.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini berjudul “Gerakan Mahasiswa Jakarta 1966: Melawan Rezim

Penguasa”. Adapun sistematika penulisan skripsi ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

Bab I Berupa pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan

permasalahan, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori,

metodologi penelitian, pendekatan, serta sistematika penulisan.

Bab II Pada bab ini diuraikan latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa

1966 di Jakarta. Pembahasan akan dimulai dengan melihat

kondisi ekonomi dan politik selama masa Demokrasi Terpimpin.

Selanjutnya bab ini akan ditutup dengan pembahasan terkait

konfrontasi antar mahasiswa kala itu.

Bab III Bab ini dibuka dengan pembahasan terkait konsolidasi massa, guna

menanggapi penculikan dan pembunuhan para jenderal.

Pembahasan lebih lanjut terkait terbentuknya KAMI, jalannya

demonstrasi mahasiswa 1966 di Jakarta, hingga terbentuknya

Resimen Arif Rahman Hakim. Bab ini ditutup dengan penegasan

terkait relasi antara mahasiswa dan militer selama menjalankan

aksi demonstrasi tersebut.

Bab IV Bab ini membahas tentang dampak-dampak yang dihasilkan dari

berbagai gerakan mahasiswa 1966. Dampak tersebut meliputi

bidang politik dan ekonomi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

Bab V Bab ini berisi penutup, serta kesimpulan dari ke

tiga rumusan di muka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

LATAR BELAKANG LAHIRNYA GERAKAN MAHASISWA 1966

A. Bidang Ekonomi

1. Pembangunan Yang Merugikan Masyarakat

Selain terkenal sebagai “Singa Podium”, Sukarno juga dikenal sebagai seorang arsitek pencinta seni dan pengagum bangunan-bangunan megah serta hal- hal yang bersifat simbolis. Sukarno yang lulus sebagai insinyur sipil pada tahun

1926 sangat meyakini bahwasanya arsitektur dan tata kota dapat digunakan untuk menciptakan masyarakat yang ideal. Menurut Susan, Sukarno menggunakan arsitektur guna mencapai tujuan revolusi Indonesia. Hal tersebut diyakini Sukarno sebagai peristiwa terbesar dalam Sejarah Indonesia guna menentang imperialisme.

Seiring berjalannya waktu, Sukarno semakin gencar mengangkat

Indonesia sebagai pemimpin negara-negara dunia ketiga (New Emerging Forces) dalam menentang imperialisme lama. Selain itu, Sukarno memandang Jakarta sebagai mercusuar, kota yang akan menjadi personifikasi dari semangat baru.

Pernyataan tersebut diucapkan Sukarno dalam pidatonya pada 1962:

Marilah saudara-saudara, hai saudara-saudara dari Djakarta, kita bangun kota Djakarta ini dengan cara semegah-megahnya. Megah, bukan saja materiil; megah, bukan saja karena gedung-gedungnya pencakar langit; megah, bukan saja ia punya boulevard-boulevard, lorong-lorongnya indah; megah, bukan saja dia punya monumen- monumen indah; megah di dalam segala arti, sampai di dalam rumah-rumah kecil daripada marhaen di kota Djakarta harus ada rasa kemegahan ...... Berikan Djakarta satu tempat yang hebat di dalam kalbu rakyat Indonesia sendiri, sebab di Djakarta adalah milik daripada orang- orang Djakarta. Djakarta adalah milik daripada seluruh Bangsa

24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Indonesia. Bahkan Djakarta jadi mercusuar daripada perjuangan seluruh umat manusia. Ya, the new Emerging Forces.38

Bertolak dari pernyataan di muka, maka tidak mengherankan jika pada masa pemerintahan Sukarno, banyak sekali bangunan-bangunan megah didirikan.

Selain pernyataan di muka, faktor lain yang mendorong didirikannya bangunan- bangunan megah ialah persiapan Asian Games yang akan diadakan di Indonesia

(Jakarta) pada tahun 1962. Selain itu program-program seperti Conference of The

New Emerging Forces (Conefo) dan Games of The New Emerging Forces

(Ganefo) adalah penyulut semangat yang lebih guna mendorong didirikannya bangunan-bangunan tersebut.39 Semua upaya yang dilakukan, tidak terlepas dari ambisi Sukarno untuk menjadikan Indonesia sebagai pentolan dari negara-negara dunia ketiga, guna melawan negara-negara imperialis.

Terkait semangat di atas, akhirnya pemerintah membangun Gelora Istora

Senayan guna dijadikan tempat pelaksanaan Asian Games pada tanggal 24

Agustus - 4 September 1962 di Jakarta. Bersamaan dalam rangka persiapan Asian

Games, dibangun pula Jembatan Semanggi. Tak ketinggalan juga Pembangunan

Patung Dirgantara yang kini dikenal dengan Tugu AURI. Masih terkait event di atas, dibangun Hotel Indonesia (bangunan tertinggi pertama di Indonesia kala itu).

Hotel tersebut dibangun guna menampung para tamu dan kontingen-kontingen peserta Asian Games. Tak berhenti sampai di situ, dana pampasan perang dari

Jepang digunakan untuk pembangunan Toserba Sarinah, Hotel Pelabuhan Ratu di

Selatan Sukabumi, Hotel Ambarukmo di Yogyakarta, Jembatan Ampera di

38 Susan Blackburn, Jakarta; Sejarah 400 Tahun, Masup, Jakarta, 2011, hal 228-229. 39 Lihat (Pdf) Laporan Bank Indonesia, 1959-1966, hal 14.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

Palembang dan Bali Beach Hotel di Pantai Sanur, Denpasar, Bali. Pemerintahan

Sukarno juga membangun Gedung DPR/MPR dan Masjid Istiqlal.

Selain pembangunan gedung-gedung megah, pemerintahan Sukarno juga mendirikan beberapa monumen dan patung yang hingga sekarang menjadi ciri khas Kota Jakarta. Pembangunan Monas, Patung pembebasan Irian Barat, Patung

Pahlawan di Taman Menteng Prapatan, Tugu Pancoran/Monumen Dirgantara,

Monumen Selamat Datang berfungsi sebagai penyambut atas kedatangan kontingen-kontingen yang akan mengikuti Asian Games 1962 serta Patung Ibu

Kartini, adalah monumen dan patung hasil buah tangan pemerintahan Sukarno.40

Proyek-proyek mercusuar di atas sejatinya adalah sebuah sikap ego yang ditunjukkan Sukarno. Ambisi-ambisi pribadi yang dibungkus dalam kemasan revolusioner dan anti imperialis, justru menyulitkan perekonomian Indonesia kala itu. Proyek-proyek yang dicanangkan pada kenyataannya justru menggusur masyarakat yang telah berdomisili di daerah tersebut. Susan mencatat, jika dilihat visi-visi Sukarno dengan kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta pada periode 60-an, minim sekali relevansinya. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin bertambahnya penduduk Jakarta dari tahun 1948-1965. Angka resmi menunjukkan membengkaknya populasi masyarakat Jakarta dari awalnya hanya

823. 000 jiwa pada 1948, menjadi 1.782. 000 Jiwa pada 1952. Kemudian agak stabil pada pertengahan 1950-an, dan melonjak secara cepat menjadi 3.813.000 pada tahun 1965.41 Melihat situasi di atas, Sukarno seharusnya mencari jalan

40 Firman Lubis, Jakarta 1960-an; Kenangan Semasa Mahasiswa, Masup, Jakarta, 2008, hal 78- 91; Analisis lebih lengkap terkait pembagunan mercusuar lihat Susan Blackburn, Jakarta; Sejarah 400 Tahun, Masup, Jakarta, 2011, hal 227-223. 41 Susan Blackburn, op.cit., hal 233.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

keluar dari masalah yang dihadapi. Bukan justru mendirikan bangunan-bangunan mercusuar yang jauh dari masalah yang dihadapi.

Banyaknya masyarakat Indonesia yang bermigrasi ke Jakarta mengakibatkan melonjaknya kepadatan penduduk di Jakarta. Pada 1961, diadakan sensus pertama kali (setelah 1930) dan menunjukkan bahwa, lebih banyak masyarakat migran dari pada penduduk asli daerah tersebut. Pada tahun 1953 survei menunjukkan, masalah ekonomilah yang mengantar mayoritas orang bermigrasi ke Jakarta. Alasan masyarakat kebanyakan memilih Jakarta sebagai tempat mencari kesejahteraan ekonomi karena Jakarta merupakan pusat ibu kota negara, sehingga mereka yakin bahwa dengan datang ke Jakarta, perekonomiannya menjadi lebih baik.

Banyaknya kaum imigran yang datang ke Jakarta menyebabkan munculnya masalah perumahan. Imigran-imigran yang datang harus rela mencari tempat tinggal karena rumah-rumah sudah habis dibeli. Selain itu mulai banyak bermunculan permukiman-permukiman liar sebagai konsekuensi dari membengkaknya penduduk. Pada 1957, diperkirakan sedikitnya 275.000 orang tinggal di pemukiman tidak sehat, dan 80.000 orang tinggal dalam kondisi yang sangat padat. Tak berhenti sampai di situ, kekacauan dalam bidang transportasi dan komunikasi juga sama beratnya.42

Pada tahun 1958-1965, Emil Salim membandingkan tingkat migrasi penduduk yang ke Jakarta dengan pendapatan nasional. Menurutnya, jika terjadi migrasi yang cukup signifikan ke Jakarta, otomatis akan berdampak pada

42Ibid, hal 233-241.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

penghasil penduduk di daerah tersebut. Bertolak dari pernyataan di muka, maka dia melihat bahwa hal tersebut tidak seimbang. Dalam artian, migrasi besar- besaran tidak diimbangi (justru merosot) dengan pendapatan penduduk Jakarta waktu itu. Terkait pernyataan di muka, Emil bertutur:

Setiap tahunnja harus disediakan lapangan pekerjaan untuk 1,3 djuta penduduk. Lumpuhnya pembangunan ekonomi menjebabkan banjak tenaga kerdja tidak bisa ditampung, sehingga ditaksir bahwa di tahun 1966 djumlah pengangguran adalah 2,5 djuta di kota-kota, sedangkan di pedesaan sekitar 12-15 djuta orang.43

Permasalah yang telah dipaparkan di muka, dipandang oleh dewan kota sebagai sebuah tugas berat. Hal tersebut disebabkan karena anggaran kota Jakarta sangat bergantung pada subsidi pusat. Semua kekacauan ini justru dianggap wajar karena banyaknya proyek skala besar yang diadakan di Jakarta. Dalil yang dikeluarkan oleh Sukarno guna merealisasikan proyek-proyek tersebut adalah untuk tujuan nasional dan internasional, sekaligus sebagai upaya membangun ibukota nasional yang lebih baik. Guna merealisasikan semua program tersebut, terang Sukarno perlu mencari pinjaman luar negeri.

Pemaparan di atas barulah ditinjau dari sisi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dalam hal tempat dan lingkungan mereka tinggal. Masalah krisis yang hebat dengan naiknya harga kebutuhan pokok belum ditinjau. Semua itu adalah masalah yang sangat kompleks. Ketika semua masalah tersebut saling tumpang- tindih, Sukarno justru membangun berbagai gedung, patung dan monumen yang jauh dari pokok masalah yang dihadapi. Justru semua pembangunan yang di muka, hanya menambah utang luar negeri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Krisis ekonomi pada tahun 1957 berjalan beriringan dengan ambisi

Sukarno membangun proyek-proyek megah. Selama periode 1953-1955 harga beras melonjak naik, dan terus menanjak mengikuti inflasi tinggi pada tahun

1960-an. Dari Januari 1958 - Juli 1965, indeks biaya hidup meningkat sepuluh kali lipat. Meningkatnya kemiskinan pada tahun-tahun terakhir pemerintahan

Sukarno semakin menunjukkan bahwa, program-program yang dijalankan jauh panggang dari api. Hal yang didapat hanyalah menambah utang luar negeri dan kemiskinanan yang tak tertangguhkan.44 Terang bahwa, kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Sukarno, tak berpihak pada kesejahteraan masyarakat (Jakarta) saat itu.

2. Ambivalen Kebijakan Ekonomi

Tahun 1957 adalah era keterpurukan Indonesia dalam bidang ekonomi.

Hal tersebut disebabkan (salah satunya) karena maraknya pemberontakan- pemberontakan yang terjadi di berbagai daerah. Pemberontakan tersebut hadir karena ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah saat itu. Melihat perekonomian yang makin kacau, Sukarno mengeluarkan sebuah kebijakan yang disebut Ekonomi Terpimpin.

Sukarno yang anti imperialis melihat Malaysia sebagai negara boneka buatan Inggris. Bertolak dari pandangan tersebut, Sukarno akhirnya membentuk

Komando Ganyang Malaysia (Kogam) guna melancarkan konfrotasi dengan

Malaysia. Terkait situasi di muka, jelasnya pemerintah membutuhkan anggaran

43Emil Salim, Masalah Stabilitas Ekonomi, dalam Majalah Basis vol. XVI, Th.1966-1967, hal 179. 44 Susan Blackburn, op.cit., hal 243-254.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

yang tidak sedikit untuk mendanai program tersebut. Di lain pihak, kampanye

“pembebasan” Irian Barat dari Belanda membutuhkan anggaran yang tidak kalah besarnya.45 Tabel 1.1 menunjukkan contoh pos-pos pengeluaran yang tidak bisa diganggu gugat, karena merupakan prioritas politik dan jumlahnya membengkak.

Pada tahun 1965, pos-pos tersebut hampir memakan 40% dari seluruh anggaran.

Hal ini mengakibatkan defisit APBN makin besar dan kondisi fiskal lepas kendali.46

Tabel 1.1 Pos-pos Pengeluaran Pemerintah yang Merupakan Prioritas Politik, 1958-1965 (Rp. Milliar)

Irian Barat Subsidi Operasi Tahun & BUMN & Lain-lain Total Keamanan Malaysia Swasta 1958 5,0 -- 0,9 -- 5,9 1959 8,2 -- 3,1 -- 11,4 1960 11,3 -- 5,2 -- 16,5 1961 11,2 10,4 7,4 14,6 33,2 1962 12,3 23,6 9,3 2,6 47,8 1963 11,4 21,0 13,9 7,5 53,8 1964 4,2 90,5 15,6 6,1 116,4 1965 5,6 567,1 15,8 388,0 985,5 Sumber: Tim Penulis LP3ES (1995), h. 138 (dalam Boediono)

Tabel di atas jelas menunjukkan bahwa, mulai tahun 1960-1965, pos anggaran semakin meningkat untuk keperluan konfrontasi dengan Malaysia dan

“pembebasan” Irian Barat. Tahun tersebut sama dengan proyek-proyek mercusuar yang dikerjakan oleh pemerintahan Sukarno dalam rangka menyambut Asean

45Hadi Soesastro, dkk (penyunting), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia Dalam Setengah Abad Terakhir II (1959-1966): Ekonomi Terpimpin, ISEI dan Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal 15-16. 46Boediono, Ekonomi Indonesia Dalam Lintas Sejarah, Mizan, Bandung, 2016, hal 96-97.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

Games 1963. Jika demikian, maka dapat dibayangkan berapa besar anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk semua program tersebut?

Bertolak dari berbagai permasalahan di muka, rupanya Sukarno lebih mengikuti ambisi pribadinya dibandingkan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat pada saat itu. Berbagai anggaran dialokasikan untuk keperluan perang dan pemulihan keamanan di berbagai daerah. Selanjutnya, Sukarno rela melakukan pinjaman kepada negara-negara asing hanya untuk merealisasikan program-program mercusuar yang diinginkannya.

3. Gelorat Ekonomi

Perekonomian Indonesia pasca Agresi Belanda I dan II mengalami kekacauan. Berbagai program yang dicanangkan oleh pemerintah nyatanya tak memenuhi hasil yang maksimal. Pada tahun 1957,47 krisis ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia semakin parah. Hal tersebut disebabkan karena maraknya pemberontakan yang muncul akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat.

Melihat situasi demikian, Sukarno akhirnya memutuskan untuk kembali ke UUD

1945 dan semangat revolusioner. Selanjunya, melalui pidato kenegaraan pada tanggal 17 Agustus 1959, Presiden Sukarno kembali memperkenalkan Manifesto

Politik dan USDEK (UUD 194548, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,

Kepribadian Indonesia) sebagai bahan indoktrinasi.

47Pertemuan Kishi-Sukarno pada tanggal 27 November 1957 menghasilkan kesepakatan tentang akan ditadatanganinya Perjanjian Pampasan Perang pada tanggal 27 Januari 1958 dengan sebuah perjajian damai. Agaknya kesepakatan di atas memiliki relevansi dengan meningkatnya krisis ekonomi di Indonesia. Lebih lanjut baca Aiko Kurasawa, Peristiwa 1965: Persepsi dan Sikap Jepang, Kompas, Jakarta, 2015, hal 21-35. 48Agaknya kebijakan kembali ke UUD 1945 yang didukung oleh kalangan militer juga digunakan untuk semakin memperkokoh pengaruh mereka (militer) dalam perpolitikan Indonesia. Lebih lanjut baca Harold Crouch, op.cit., hal 31-34.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

Pasca dikeluarkannya kebijakan di muka, maka sistem perekonomian

Indonesia disebut Ekonomi Terpimpin. Kebijakan tersebut bukannya sebagai solusi, justru semakin memperkeruh keadaan. Deklarasi yang bagi Sukarno sebagai suatu bentuk ekonomi Sosialis Indonesia, ekonomi tanpa penghisapan manusia oleh manusia, tanpa exploitation de I’homme par I’homme49 hanya menjadi retorik kosong tanpa bukti. Konsep yang dikeluarkan oleh Sukarno nyatanya tak berjalan lurus dengan pernyataan yang dikemukakannya. Sukarno sendiri mengatakan bahwasannya dia tak paham tentang ekonomi. Jika melihat pernyataan tersebut, pertanyaan lanjutan yang dapat dikemukakan adalah, bagaimana mungkin seseorang yang tak paham ekonomi dapat merancang konsep perekonomiaan untuk suatu negara?

Hal tersebut jelas terbukti ketika program yang digulirkan justru semakin menimbulkan krisis yang melambung tinggi. Kondisi-kondisi di muka tidak dapat dilepaskan dari berbagai konstelasi politik saat itu. Berdasarkan Laporan Bank

Indonesia tahun 1960-1965, defisit anggaran dipengaruhi oleh rehabilitasi kerusakan-kerusakan yang diakibatkan karena pemberontakan-pemberontakan di berbagai daerah, serta pengeluaran pemerintah untuk menasionalisasikan perusahaan-perusahaan asing.50

Setelah masalah Irian Barat berhasil diselesaikan, pemerintah mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon).51 Program tersebut dikeluarkan guna

49 Hadi Soesastro, op.cit., hal 23. 50Surajadi, Sistem Ekonomi Terpimpin di Bidang Moneter; Untuk Pelaksanaan Dekon, Pembaruan, Djakarta, 1964, hlm 32-46. 51Lebih lanjut tentang Dekon baca Deklarasi Ekonomi: Peraturan-peraturan Pelaksanaan Beserta Pendjelasan-pendjelasannja, Madjelis perniagaan dan perusahaan serta C.V. Dua, Bandung, 1963, hal 9-19; lihat juga Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi Djilid II, Djakarta, Tjetakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

mengurus pengalihan biaya dari keperluan keamanan ke anggaran produksi. Di lain pihak, barang-barang yang biasanya diimpor guna keperluan pendukung dalam operasi perjuangan merebut Irian Barat, dialihkan untuk keperluan impor masyarakat. Selain itu, digunakan juga untuk mendukung perkembangan industri dalam negeri. Harus diakui bahwa, ketidaksuksesan program pangan disebabkan karena (salah satu) perhatiaan pemerintah tertuju pada masalah “pembebasan”

Irian Barat dari Belanda. Masalah lain yang muncul ialah, pemerintah terlalu fokus mengeluarkan anggaran untuk proyek-proyek pembangunan dan keamanan.

Alhasil, bidang produksi terbengkalai.

Perlu diketahui, program utama Dekon ialah melakukan kedaulatan pangan, terkhusus pada ketersediaan beras di dalam negeri. Untuk itu, semua kebijakan pemerintah yang dikeluarkan haruslah berorientasi pada penyempurnaan alat produksi guna mempertahankan dan meningkatkan produksi.

Bertolak dari keputusan tersebut, pemerintah melalui Djuanda mengeluarkan PP tertanggal 26 Mei 1963 dengan tujuan penghematan. Tujuan umumnya adalah mengurangi subsidi umum, menaikkan gaji pegawai negeri sipil, mengurangi anggaran pertahanan, dan devaluasi de facto terhadap rupiah dengan menyesuaikan kurs dolar terhadap pembayaran ekspor dan impor Indonesia.52

Setelah berbagai program kerja yang telah dikeluarkan tidak menemui hasil yang memuaskan, Sukarno kembali mencetuskan Program Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Program ini menempatkan presiden sebagai pemegang

Kedua, 1965, hlm 542-544; Bradley R. Simpson, Economists With Guns: Amerika Serikat, CIA dan Munculnya Pembangunan Otoriter Rezim Orde Baru, Gramedia, Jakarta, 2010, hal 125- 126. 52Amiruddin Al-Rahab, Ekonomi Berdikari Sukarno, Komunitas Bambu, Depok, 2014, hal 58-61.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

Anggaran Belanja Pembangunan secara langsung. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Sukarno justru semakin memperparah perekonomian dalam negeri. Hal tersebut karena diputusnya hubungan modal dengan dunia internasional. Dengan demikian, sektor produksi Indonesia pada 1964 dan 1965 mengalami kemunduran yang sangat berarti, karena hilangnya (kecuali sektor perdagangan dan impor) modal operasional di berbagai sektor perekonomian.53

Sebelum program Berdikari diterapkan, pemerintah pada tanggal 25

Agustus 1959 telah melakukan kebijakan “penyehatan”. Isinya sebagai berikut:1.

Menurunkan nilai uang kertas Rp 500 menjadi Rp 50 dan Rp 1.000 menjadi Rp

100 dan 2. Membekukan 90% giro dan deposito bank di atas Rp 25. 000 serta menukarnya dengan semacam surat utang pemerintahan. Bersamaan dengan itu rupiah didevaluasi dari Rp 11,4 menjadi Rp 45 per USD. Keputusan tersebut merupakan langkah yang sangat tanggung, mengingat di pasar bebas kurs sudah mencapai kisaran Rp 150 per USD.

Tabel 1.2 di bawah ini akan memperlihatkan bahwa, langkah moneter di muka tidak berkembang secara signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh dua sumber utama kenaikannya (defisit APBN dan defisit BUMN) terus menciptakan uang baru dalam jumlah yang jauh lebih besar.54

53Ibid, hal 66-68; Pembahasan lebih rinci terkait Program Berdikari dan krisis-krisis yang mengikutinya dapat dibaca di Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia, Komunitas Bambu, Depok, 2012, hal 60-63. 54 Boediono, op.cit., hal 100.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

Tabel 1.2 APBN dan Uang Beredar: 1959-1966 (Rp. Miliar)

Tahun Penerimaan Pengeluaran Defisit Uang Beredar 1959 30,6 44,4 -13,8 34,9 1960 53,6 60,5 -6,9 47,8 1961 62,2 88,5 -26,3 67,7 1962 74,0 122,1 -48,1 135,9 1963 162,1 329,8 -167,7 263,4 1964 283,4 681,3 -397,9 725,0 1965 960,8 2.526,3 -1.565,6 2.572,0 1966 13,1 29,4 -16,3 22,2 Sumber: Van zanden & Marks (2012), h. 145. (dalam Boediono)

Setelah langkah pertama tidak membuahkan hasil yang signifikan, pemerintah melakukan langkah kedua pada tanggal 13 Desember 1965. Sebuah keputusan yang diambil dalam situasi ekonomi (dan politik) Indonesia yang sangat buruk, yaitu menurunkan nilai mata uang Rp 1.000 menjadi Rp 1 (uang baru). Bukannya semakin baik, kondisi perekonomian justru semakin kacau.55

Program Berdikari yang diterapkan oleh Sukarno terbukti semakin memperkeruh perekonomian pada saat itu. Soe Hok Gie dalam catatan hariannya menjelaskan:

Hari ini Jumat 7 Januari 1966... Beberapa kelompok mahasiswa sedang asik berbicara serius tentang kenaikan harga Bus Rp 200 menjadi Rp 1.000...56 ...harga bensin dinaikan dari harga Rp 4 menjadi Rp 250 dan ini mengakibatkan kenaikan harga-harga barang... Uang Rp 10.000 dan Rp 5.000 ditarik dari peredaran dan nilainya dipotong 10 persen...57

55 ibid, hal 101. 56Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demosntran, LP3ES, Jakarta, 2005, hal 123. 57ibid, hal 129; kebijakan tersebut dikeluarkan berdasarkan Penetapan Presiden (PenPres) no. 27 tahun 1965. Lebih lanjut lihat (Pdf) Laporan Bank Indonesia, 1959-1966.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

B. Bidang Politik

1. Pemerintahan Otoriter

Pada bulan Februari 1957, Presiden Sukarno memperkenalkan gagasan yang dikenal sebagai “Konsepsi Presiden”. Dalam konsepsi tersebut termuat gagasan baru tentang perpolitikan Indonesia yang disebut Demokrasi Terpimpin.

Ide yang dilontarkan oleh Sukarno itu mendapat penolakan dari wakil-wakil partai politik pada umumnya. Wakil-wakil partai politik tersebut berpendapat, bahwasannya jika ingin mengubah susunan ketatanegaraan secara radikal, maka harus diserahkan kepada Konstituante. Mendengar masukan tersebut, Sukarno akhirnya memerintahkan tim Konstituante untuk segera merumuskan UUD yang baru.

Dalam pidato yang berjudul „Res Publica, Sekali Res Publica’ pada tanggal 22 April 1959 di depan sidang Dewan Konstituante, Sukarno sekali lagi atas nama pemerintah menegaskan supaya Konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi UUD Negara Republik Indonesia. Pernyataan Sukarno tersebut tidak terlepas dari saran Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal A. H. Nasution dan Partai Nasional Indonesia, sebagai solusi atas krisis multiaspek yang terjadi selama masa demokrasi liberal.

Konstituante segera mengadakan pemilihan suara terkait usul Sukarno.

Hal tersebut dilakukan mengingat berdasarkan pasal 137 ayat (2) UUDS 1950,

UUD baru hanya dapat berlaku jika rancangannya diterima sekurang-kurangnya

2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Pemungutan suara yang telah diadakan selama tiga kali berturut-turut (30 Mei - 2 Juni 1959) tak kunjung selesai. Melihat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

ketidakjelasan dalam tubuh Konstituante, akhirnya pada tanggal 5 Juni 1959

Sukarno mengeluarkan dekret presiden. Berikut bunyi dekret tersebut:

1. Menetapkan pembubaran Konstituante.

2. Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi dan tidak berlakunya lagi UUD

Sementara 1950.

3. Pembentukan MPR Sementara yang terdiri atas anggota-anggota

DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta pembentukan DPA

Sementara.

Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Sukarno pasca didekretkannya

UUD 1945 pengganti UUD Sementara 1950, justru semakin memperlihatkan sistem pemerintahan tirani. Hal tersebut nampak ketika Sukarno mengajukan

Rencana Anggaran Belanja Negara pada Juni 1960 dan ditolak oleh DPR.

Penolakan tersebut direspon Sukarno dengan membubarkan DPR pada tanggal 24

Juni 1960 dan membentuk DPR baru dengan sistem pengangkatan. Dewan yang baru dibentuk lalu dinamai DPR Gotong-Royong.58 Rencananya, dewan tersebut akan bertugas sampai pemilihan umum. Namun, rencana pemilihan umum tersebut pada kenyataannya tidak terealisasikan hingga berakhirnya masa pemerintahan Sukarno. Selanjutnya, komposisi keanggotaan DPR-GR dan MPR

(S) yang ditunjuk oleh Sukarno semakin mencerminkan kekuasaanya yang diktator. Alhasil, cara-cara penunjukan tersebut ditentang oleh beberapa partai politik saat itu.

58Selanjutnya akan ditulis DPR-GR.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

Nahdatul Ulama (NU) dan sebagian Partai Nasional Indonesia (PNI) menentang59 cara-cara kerja Sukarno. Selain itu, beberapa pemimpin NU keberatan dengan dibubarkannya DPR hasil pemilihan 1955. Sutomo (Bung

Tomo) dari Partai Rakyat Indonesia juga mengajukan protes kepada Mahkamah

Agung, melalui suratnya tertanggal 22 Juni 1960 atas keputusan Sukarno membubarkan DPR hasil pemilihan rakyat. Selanjutnya rasa ketidakpuasan terkait keputusan Sukarno dalam membubarkan DPR hasil pemilihan 1955, dimanifestasikan oleh beberapa partai seperti NU, Parkindo, Partai Katolik, Liga

Muslim, PSII, dan IPKI dengan membentuk Liga Demokrasi. Kediktatoran

Sukarno kembali terlihat ketika melarang Liga Demokrasi yang dibentuk sebagai wadah dari beberapa partai yang tidak setuju terhadap sistem yang diterapkannya.60 Sebagian PNI, sebagian NU, PKI dan Militer mendukung keputusan Sukarno.61

Selain itu, kebijakan Sukarno membentuk DPR-GR melalui cara-cara penunjukan terhadap orang-orang yang akan menduduki posisi tersebut, merupakan penyimpangan dari prosedur sistem demokrasi. Sejatinya anggota

DPR-GR dipilih oleh rakyat melalui cara-cara yang demokratis dan bukannya ditunjuk langsung oleh presiden. Pada saat yang bersamaan, fungsi partai politik dan parlemen jadi kehilangan sebagian besar haknya. Partai politik dan parlemen

59Adalah Mr. Sartono (Ketua DPR) dan Iskaq Tjokrohadisuryo yang merupakan dua tokoh dari PNI yang menyatakan ketidak puasaan terkait keputusan Sukarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955. Sedangkan Iskaq Tjokrohadisuryo mengatakan bahwa mereka yang duduk dalam DPR-GR bukanlah wakil PNI. Lihat Taufik Abdullah,dkk (editor), hal 54-55. 60Lebih lanjut baca Rosihan Anwar, Sukarno, Tentara, PKI; Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006, hal 7. 61 Taufik Abdullah, dkk (editor), op.cit., hal 48-56; lihat juga Hendra Kurniawan (modul), Sejarah Ketatanegaraan Indonsia: Kajian Tiga Undang-Undang Dasar, Program Studi Pendidikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

tidak lagi memiliki hak angket dan interpelasi.62 Selain itu, pada masa Demokrasi

Terpimpin, kebebasan pers terancam oleh bahaya pembredelan yang dilakukan presiden.63

2. Peristiwa 1965

Telah diketahui bersama, situasi politik pada tahun 60-an begitu memanas.

Segitiga kekuasaan antara Sukarno, PKI dan AD semakin memanas di kala terdengar kabar burung tentang sakitnya Bung Karno64. Informasi tersebut mengundang berbagai tanya di benak partai politik saat itu. Siapakah yang akan menggantikan posisi Bung Karno? Apakah kelompok dari kalangan nasionalis, agama, komunis atau justru dari pihak militer?65

Malam 30 September hingga dinihari 1 Oktober 1965 akan selalu dikenang dalam ingatan kolektif bangsa. Satu batalyon Cakrabirawa (sekarang disebut Paspampres) dan beberapa unsur angkatan lainnya di bawah komando

Letkol Inf. Untung menculik dan membunuh enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama. Jenazah para korban ditemukan di sebuah subur tua di Lubang

Buaya yang berdekatan dengan pangkalan Halim Perdanakusuma. Peristiwa di

Sejarah, Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2013, hal 79-81. 62Hendra Kurniawan (modul), Sejarah Ketatanegaraan Indonsia: kajian Tiga Undang-Undang Dasar, Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2013, hal 84- 85. 63Terkait pembredelan pers baca Rosihan Anwar, op.cit., hal 3-5. 64Pembahasan lebih lengkap tentang sakitnya Sukarno baca Victor M. Fic, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi Tentang konspirasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hal 74-75. 65A. Pambudi, Fakta dan Rekayasa G30S:Menurut Kesaksian Para Pelaku, Media Pressindo, Yogyakarta, 2011, hal 1; Analisis terkait peristiwa 1965 silakan baca Benedict RO‟G Anderson dan Ruth T Mcvey, Kudeta 1 Oktober 1966; Sebuah Analisa Awal, Gading, Yogyakarta, 2017.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

muka pada kemudian hari dicatat dalam sejarah sebagai awal hancurnya Partai

Komunis Indonesia (PKI) beserta simpatisannya.66

Pagi hari (pukul 07:20) Tanggal 1 Oktober 1965, penduduk Jakarta dikagetkan oleh sebuah informasi yang disebarkan melalui Radio Republik

Indonesia (RRI). Isi dari informasi tersebut perihal adanya “Gerakan 30

September”, atau Gestapu yang dipimpin Letnan Kolonel Untung dari pasukan

Cakrabirawa, telah berhasil melumpuhkan kelompok yang menamakan dirinya

Dewan Jenderal. Dewan Jenderal adalah kelompok yang diduga berusaha mengkudeta pemerintahan Sukarno.67

Operasi militer yang digalangkan oleh sejumlah perwira Angkatan Darat yang menamakan dirinya “Gerakan TigaPuluh September” dengan Untung sebagai pemimpinnya, berhasil menjemput paksa sejumlah perwira militer

(diduga kelompok dewan jenderal) Angkatan Darat di Jakarta. Penjemputan paksa tersebut tidak hanya membunuh para perwira militer, melainkan mengambil nyawa anaknya Jenderal Nasution.68

Pasca penculikan dan pembunuhan tersebut, AD mengambil alih RRI dan memberitakan kepada seluruh masyarakat bahwa “Gerakan 30 September”, tidak lain dan tidak bukan adalah upaya kudeta yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintahan Sukarno. Berbagai surat kabar dilarang terbit kecuali milik AD.69

66Ibid, hal 1-4; Kuncoro Hadi, dkk, Kronik ’65: Catatan Hari Per Hari Peristiwa G30S Sebelum Hingga Setelahnya (1963-1967), Media Pressindo, yogyakarta, 2017, hal 124. 67Victor M. Fic, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi Tentang Konspirasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hal 1. Analisa yang lebih silakan baca Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, sinar harapan, Jakarta, 1999, hal 108-109. 68Baskara T. Wardaya, Bung Karno Menggugat!:Dari Marhaen, CIA, Pembantaian Massal ’65 Hingga G30S, Galang Press, Yogyakarta, 2006, hal 146. 69Terkait konteks ini, selain surat kabar milik AD (Harian Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha) terbit juga surat kabar milik PKI (Harian Rakjat). Terbitnya Harian Rakjat pada tanggal 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

RRI yang telah dikuasai oleh Angkatan Darat hampir setiap hari memberitakan berbagai perkembangan terkait kejadian tersebut. hal senada juga dilakukan oleh surat kabar milik AD.

Propaganda terkait upaya kudeta yang (AD mengklaim) dilakukan oleh

PKI yang berujung pada terbunuhnya para jenderal dan anak Nasution, berhasil membakar amarah massa. Massa yang marah akhirnya menuntut kepada Sukarno agar PKI dibubarkan dan menteri-menteri yang berafisiliasi dan dekat dengan PKI dihukum.

3. Menteri-menteri PKI

Demokrasi Terpimpin dan konsep Nasakom yang digagas Sukarno justru memberi keterlibatan PKI dalam pemerintahan. PKI yang sebelumnya tidak dilibatkan dalam pemerintahan lantaran pemberontakan di Madiun pada 1948,70 justru mendapat tempat berkat konsep tersebut. Tidak berhenti sampai di situ.

Sukarno mengangkat Ketua PKI Dipa Nusantara Aidit sebagai Menteri/Wakil

Ketua MPRS, Tokoh PKI Njoto sebagai Menteri Negara, dan Wakil Ketua PKI

M. H Lukman sebagai Menteri/Wakil Ketua DPR-GR pada tahun 1962.

Dibubarkannya Masyumi dan PSI oleh Sukarno pada tahun 1960, justru semakin memperkuat kedudukan PKI dalam pemerintahan.71

Oktober 1965 menjadi sebuah pertanyaan yang serius di kalangan sejarawan. Lebih jelasnya baca, James Luhulima, Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965: Melihat Peristiwa G30S dari Perspektif Lain, Penerbit buku Kompas, Jakarta, 2007, hal x, 5 dan 29-33. 70Selengkapnya tentang Pemberontakan PKI di Madiun baca, Harry Poeze, Madiun 1948: PKI Bergerak, KITLV dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2011. 71 Hendra Kurniawan, op.cit., hal 91.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

Herbert Feith melalui tabel dalam bukunya72 menjelaskan (dan mengkomparasikan) dampak dari ide Sukarno di muka terhadap partai-partai politik pada saat itu sangat signifikan.

DPR Sebelum DPR Hasil DPR-GR Partai, Perserikatan, No Pemilu 1955 Pemilu 1955 (Juli Golongan Fungsional. (Maret 1951) (Agustus 1956) 1960) 1 Masyumi 49 57 - 2 PNI 36 57 44 3 PSI 17 5 - 4 PIR 17 2 - 5 PKI 13 32 30 6 Fraksi Demokrat 13 - - 7 PRN 10 2 - 8 Partai Katolik 9 7 5 9 Parindra 8 - - 10 Partai Buruh 7 2 - 11 PSII 5 8 5 12 Parkindo 5 8 6 13 Partai Murba 4 2 1 14 NU - 45 36 15 Perti - 4 2 16 IPKI - 4 - Golongan Fungsional 17 Angkatan Darat - - 15 18 Angkatan Laut - - 7 19 Angkatan Udara - - 7 20 Polisi - - 5 21 Buruh - - 26 22 Tani - - 25 23 Kerohanian - - 24 24 Pemuda - - 8 25 Wanita - - 9 26 Cendekiawan - - 5 27 Tidak punya golongan 26 28 Lain-lain 13 25 23

72Herbert Feith, Sukarno-Militer Dalam Demokrasi Terpimpin, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal 57.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

Jumlah 232 260 283 (Sumber: Herbert Feith, 1995:57)

Pada tabel di atas, nampak jelas pada masa Demokrasi Terpimpin hanya ada tiga kekuatan politik yang sangat menonjol dalam DPR-GR. Ketiga partai tersebut adalah PNI, PKI, dan NU. Kerjasama militer dan Sukarno dalam memperkecil peran partai-partai politik dengan memperkenalkan konsep

Golongan Karya (Golkar), serta memberlakukan kembali UUD 1945 berdampak pada atmosfer perpolitikan dalam kurun waktu 1961-1965.

Kekuatan militer dalam bidang politik rupanya semakin besar. Menyadari kondisi tersebut, Sukarno segera memperkenalkan konsep Nasakom sebagai upaya penyeimbangan kekuatan politik. Namun, penggabungan tiga konsep ideologi (Nasionalis, agama, dan komunis) yang termanifestasikan dalam tiga partai yang menonjol pada saat itu (PNI, NU, dan PKI) nyatanya tidak mampu berbuat lebih. Tiga kekuatan yang dipersiapkan oleh Sukarno untuk menghadapi militer, nyatanya menemui hasil yang nihil. Akhirnya, PKI sendiri yang berdiri dan siap untuk melawan militer. Kekuatan PNI pecah dan NU memperlihatkan sikap nonkooperatif terhadap PKI. Peristiwa Madiun 1948 menempatkan PKI sebagai musuh TNI. Menyadari hal tersebut, PKI akhirnya merapat ke Sukarno untuk mendapat perlindungan. Sebaliknya, Sukarno pun membutuhkan dukungan massa PKI untuk menghadapi tentara.73

4. Konfrontasi Mahasiswa

Gerakan mahasiswa tahun 1966 bukan hanya sebuah aksi yang hadir dari krisis ekonomi dan politik. Melainkan, gerakan tersebut hadir dari berbagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

konfrontasi antar mahasiswa itu sendiri. Konfrontasi tersebut adalah akumulasi logis dari pertentangan yang telah muncul sejak 1950-an. Pada tahun 1950-an, situasi politik mulai memanas menjelang pemilu pertama tahun 1955. Bertolak dari situasi tersebut, berbagai partai politik besar berusaha menggait mahasiswa- mahasiswa guna dijadikan onderbouw partainya. Organisasi mahasiswa yang telah terafiliasi dengan partai tertentu kemudian mendapat doktrin-doktrin untuk membenci partai-partai oposisi.

Organisasi mahasiswa yang berkonfrontasi secara terang-terangan ialah

HMI dan CGMI yang merupakan “anak” dari PKI. Sulastomo selaku ketua umum pengurus besar HMI periode 1963-1966, melalui bukunya menulis; penggayangan terhadap HMI oleh CGMI sudah dilakukan sejak diadakannya Kongres PPMI

(Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia) pada tanggal 5-10 Juni 1961 di

Jakarta. Hasil dari penggayangan tersebut ialah, CGMI berhasil mengeluarkan

HMI dari susunan Pengurus Presidium PPMI pusat.74 Terkait konfrontasi di muka,

Dahlan Ranuwihardjo selaku ketua Dewan Pertimbangan dan Penasehat Pengurus

Besar Himpunan Mahasiswa Islam (DPP PB HMI) yang menjabat pada waktu itu, melalui bukunya menulis tentang upaya CGMI untuk membubarkan HMI ketika diadakannya resepsi penutupan kongres CGMI pada tanggal 29 September 1965 di Istora Senayan, Jakarta. Ia menulis, massa PKI yang mendukung kongres

CGMI terus-menerus meneriakan yel-yel “Bubarkan HMI.... Bubarkan HMI...”75

73 Rosihan Anwar, op.cit, hal xi. 74 Sulastomo, op.cit.,hal 1. 75 A. Dahlan Ranuwihardjo, op.cit.,hal 3-84.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

Pertentangan di antara kedua organisasi jelasnya sangat dipengaruhi oleh ideologi organisasi mereka. Kedekatan HMI dengan Masyumi76 walaupun tidak resmi, membuat HMI harus mendapat serangan bertubi-tubi dari partai politik maupun organisasi yang berdiri sebagai oposisinya. Tidak hanya ketegangan antara HMI dan CGMI. GMNI rupanya sering membantu CGMI ketika terjadi masalah dengan HMI. Hal tersebut nampak ketika diadakannya pelaksanaan sidang Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI)77 di Malino pada 1964. Sebelum sidang berlangsung, Taufiq Ismail78 bertemu dengan Menteri Thoyib Hadiwijaya

(Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan) guna menyarankan agar keterlibatan CGMI dalam lingkup universitas harus dilawan secara serentak dan bersama-sama.

Hal tersebut disebabkan karena CGMI hendak masuk ke ranah universitas guna membubarkan HMI dan memecat dosen-dosen alumni HMI. Hal tersebut dilakukan oleh CGMI dengan alasan HMI kontra revolusioner. Pasca pertemuan tersebut, ruang kongres dibuat rame oleh penolakan atas intervensi CGMI ke ranah kampus. Sedangkan di sisi lain, CGMI mendapat dukungan dari GMNI dan

Germindo agar masuk ke lingkungan kampus. Pada akhirnya, CGMI beserta pendukungnya kalah dalam forum tersebut.79

76 HMI sering kali dihubungkan dengan Masyumi karena adanya pengaruh historis antar keduanya. Lebih lengkap baca, Ahmad Wahib, Pergolakan Pemikiran Islam; Catatan Harian Wahib, LP3ES dan Freedom institute, Jakarta, 2003, hal 144. 77Adalah Wadah organisasi mahasiswa intra-universitas. 78Adalah aktivis HMI yang saat itu aktif mewakili Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan juga menjadi salah satu peserta di dalam Kongres MMI. 79M. Alfan Alfian, HMI 1963-1966; Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara, Buku Kompas, Jakarta, 2013, hal 170.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Rupanya jauh sebelum gerakan di muka, telah muncul sikap ketidaksukaan pemimpin-pemimpin dari partai nasarani terhadap PKI ketika diajak makan semeja oleh Sukarno bersama partai-partai yang terlibat dalam kabinet. Untuk pernyataan di atas Ahmaddani dkk menulis:

Semua pemimpin supaya diajak makan di sekitaran satu meja. Hanya dua partai yang menolak Konsepsi Presiden itu. Masyumi dan Partai Katolik menolak ajakan “makan bersama sekitar satu meja makan” bersama PKI...80

Selain itu, muncul juga konfrontasi antara organisasi mahasiswa HMI,

PMKRI dan beberapa organisasi anti komunis yang bernaung pada lembaga pergerakan baru yang disebut KAMI, dengan mahasiswa yang pro Sukarno seperti

GMNI. Untuk pernyataan di muka, Yozar Anwar menulis dalam catatan hariannya tertanggal 21 Januari 1966:

Suasana hiruk pikuk bergema! Sementara itu pihak buruh kurang senang dengan ucapan KAMI “ganyang plintat-plintut”. Mereka segera memotong barisan KAMI di depan gedung Pemuda, sedangkan GMNI-ASU81 menyerbu dari belakang. Perkelahian tidak dapat dielakkan.82

Untuk pertentangan yang terakhir disebut, diakibatkan karena demonstrasi mahasiswa tahun 1966 dianggap oleh simpatisan Sukarno (terkhusus anderbouw) dan partai pendukungnya sebagai sebuah demonstrasi yang dibentuk guna menjatuhkan Sukarno.

80Ahmaddani G-Martha, dkk, Pemuda Indonesia Dalam Dimensi Sejarah Perjuangan Bangsa, Kurnia Esa, Jakarta, 1985, hal 292. 81Ali-Surachman. Maksudnya partai PNI di bawah pimpinan Ketua Ali Sastromidjojo dan Sekjen Surachman. Memasuki tahun 60-an, terjadi perpecahan dalam tubuh PNI. Kelompok Ali- Surachman lebih condong ke “kiri” dan kelompok Osa Maliki-Usep Ranawidjaya yang konservatif dan lebih condong ke “kanan”. Sukarno mengeluarkan kelompok Osa-Usep dari PNI karena dianggap konservatif dan kontra-revolusioner. Lebih lanjut baca, Ichwan Ar, Sketsa Pergolakan GMNI, Universitas Diponegoro, Semarang, 2006, hal 26-27. 82 Yozar Anwar, op.cit., hal 50.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

Telah diketahui bersama, pasca peristiwa penculikan para jenderal, kelompok-kelompok yang tak menyukai Sukarno dan PKI berusaha sebisa mungkin untuk saling menjatuhkan mereka. Momen tersebut jelasnya digunakan juga oleh gerakan-gerakan mahasiswa untuk saling menjatuhkan. Pertentangan yang lebih lanjut antara pendukung Sukarno dan KAMI akan dibahas lebih mendalam pada bab berikut bersamaan dengan proses jalannya demonstrasi mahasiswa 66.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

DINAMIKA GERAKAN MAHASISWA 1966

A. Konsolidasi Massa

1. Kelompok Penekan

Pasca terjadinya penculikan yang berujung terbunuhnya para perwira tinggi militer, berbagai kelompok yang memiliki keresahan akhirnya membentuk organisasi-organisasi perlawanan. Organisasi tersebut digunakan untuk menekan pemerintah agar menindak tegas para kelompok yang disinyalir sebagai kelompok yang hendak melakukan kudeta. Kelompok penekan ini tak hanya berasal dari mahasiswa,83 melainkan juga dari berbagai organisasi masyarakat tertentu.

Lahirnya gerakan pemuda (mahasiswa) selalu dipengaruhi oleh berbagai situasi ekonomi, politik dan sosial di sekitarnya. Ben Anderson mengatakan, gerakan-gerakan yang dilakukan oleh pemuda tidak dapat dilepaskan dari pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pengaruh-pengaruh tersebut akhirnya memunculkan kesadaraan dalam diri mereka.84 Soe Hok Gie juga mengatakan, pemuda akan selalu bangkit melawan tanpa memperhitungkan besar kecilnya kekuatan musuh. Hal tersebut dilakukan karena pemuda bergerak dengan pertimbangan salah-benar.85

Pasca peristiwa tanggal 1 Oktober 1965, kelompok yang mengambil sikap melawan “gerakan 30 September” muncul dari pemuda-pemuda Muhammadiyah.

Peristiwa di muka secara tidak sengaja terjadi bersamaan dengan kursus

83 Mahasiswa yang disebut di sini adalah mereka yang kontra dengan kelompok kiri dan juga tak sepakat dengan garis politik Sukarno. 84 Ben Anderson, Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946, Sinar Harapan, Jakarta, 1988.

48

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

pengkaderan pemuda Muhammadiyah. Kelompok ini lantas membentuk

“Komando Kesiap-siagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM)” sebagai wadah untuk mengganyang PKI di seluruh Indonesia nantinya. Pada hari yang sama, diadakan pula pertemuan dengan HMI, Pemuda Muhammadiyah, PII dan

PMKRI. Organisasi-organisasi tersebut bersepakat untuk bekerja sama dalam rangka melawan “Gerakan 30 September”.86

Pada pertengahan bulan Oktober 1965, kelompok pemimpin mahasiswa

Jakarta yang anti Komunis (terkhusus aktivis-aktivis mahasiswa Katolik) dan sejumlah kecil mahasiswa yang memegang posisi penting dalam organisasi organisasi mahasiswa lokal yang bernaung di bawah SOMAL, mengadakan rapat guna menekan PPMI.87 Hal tersebut dilakukan karena PPMI selaku organisasi ekstra universitas terbesar, tidak juga mengambil sikap atas peristiwa dini hari tersebut. Ketidakmampuan PPMI bersikap agaknya dipengaruhi oleh besarnya dominasi GMNI di dalamnya. Seperti diketahui, GMNI adalah “anak” dari PNI.

Adalah sebuah kekonyolan jika PPMI (baca:GMNI) mengambil sikap tanpa persetujuan atau rekomendasi dari Sukarno.

2. Partner Militer dan Mahasiswa

Relasi antara mahasiswa (anti komunis) dan militer pasca terjadinya gerakan 30 September menjadi sangat erat. Hal tersebut terjadi karena kedua kelompok tidak sejalan dengan garis politik Sukarno dan juga membenci

Komunis. Persamaan tersebut yang akhirnya memunculkan semangat kerja sama

85 Seri Buku Tempo, Gie dan Surat-Surat Yang Tersembunyi, Kompas, Jakarta, 2016, hal 30. 86 Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 344.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

guna melawan kebijakan Sukarno dan sekaligus menghancurkan Komunis.

Menjadi sebuah kenaifan jika sejarawan (yang meneliti tentang berbagai peristiwa pada tahun 65-66) mengelak kerjasama antar mahasiswa dan militer selama gerakan mahasiswa tahun 1966. Hal tersebut terbukti secara jelas mulai dari perumusan sebuah organisasi baru pengganti PPMI hingga pada jalannya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa dengan perlindungan dari militer. Selain itu, kedekatan pemimpin-pemimpin KAMI dengan pentolan- pentolan militer semakin mempertegas partnership di antara ke duanya.

Terbangunnya relasi tersebut tidak dapat dilepaskan dari keperluan militer, khususnya Suharto untuk berkuasa. Suharto menyadari, jika dia melawan Sukarno secara langsung, maka dia akan mendapat perlawanan sengit dari simpatisan

Sukarno. Maka dari itu, dia memanfaatkan kelompok mahasiswa yang berseberangan dengan garis politik Sukarno untuk melawannya. Selanjutnya, terbentuknya KAMI sebagai wadah pergerakan mahasiswa tahun 1966, tak lepas dari intervensi militer. Pada tanggal 25 Oktober 1965, bertempat di rumah Mayor

Jenderal Sjarif Thayeb, lahirlah KAMI. Sebuah organisasi yang hadir berkat usul dari militer pula.88

Hal serupa terjadi pada saat KAMI merumuskan tuntutan yang nantinya dikenal sebagai Tritura. Pada saat itu, tuntutan mahasiswa hanya pada bidang ekonomi; yakni tuntutan penurunan harga kebutuhan pokok dan peninjauan kembali berbagai peraturan yang semakin menyulitkan masyarakat. Namun, atas

87 Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, Kompas, Jakarta, 2015, hal 127. Lihat juga Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES, Jakarta, 1986, hal 396. 88 Francois Raillon, op.cit, hal 12-13.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

usul KAS KODAM Kol. Witono, KAMI menambahkan poin “pembubaran PKI” dan “perombakan kabinet”.89 Selain itu, adanya kedekatan antara para pentolan

KAMI dengan Sarwo Edhie, Ali Moertopo dan pentolan militer yang lain, menjadi penegas relasi mereka. Hadirnya Kol Sarwo Edhie (Komando RPKAD) bersama dua deputinya Mayor CI Santoso dan Mayor Gunawan Wibisono dalam rapat akbar pada tanggal 10 Januari 1966 di kampus UI,90 adalah bukti lain dari relasi yang tak boleh diabaikan.

Dalam aksi-aksi KAMI, militer semakin mempertegas posisinya sebagai

“kawan” mahasiswa. Hal tersebut terlihat jelas pada tanggal 15 Januari 1966,

Kasdam Jaya Kol Witono dan Kepala Staf Kostrad Kemal Idris menyediakan truk-truk untuk digunakan mahasiswa guna menghadiri sidang Kabinet di

Bogor.91 Selanjutnya, Ali Moertopo juga melindungi para mahasiswa ketika mereka dikejar-kejar oleh intel Cakrabirawa. Dia menyembunyikan para mahasiswa di kantornya, markas Komando Tempur II Kostrad, Jalan Kebon Sirih,

Jakarta. Mahasiswa-mahasiswa yang membawa senjata api pada saat jalannya demonstrasi, juga memperoleh senjata dari Ali Moertopo.92

Ketika KAMI dibubarkan, Kemal Idris selaku pemegang komando atas semua pasukan tempur di Jakarta melindungi para pemimpin KAMI dari bahaya

89 Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, Kompas, Jakarta, 2015, hal 131, footnote nomor 25; Secara implisit, Kasdam Jaya Kol. Witono berkeberatan dengan konsep (hanya tuntutan soal ekonomi) KAMI dan menyarankan menambahkan poin-poin seperti telah dipaparkan di muka. Baca Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, LP3ES, Jakarta, 2005, hal 123-124. 90 Seri Buku Saku Tempo; Tokoh Militer, Sarwo Edhie dan Misteri 1965, Kepustakaan popular Gramedia bekerja sama dengan Tempo Publishing, Jakarta, 2017, hal 61-62; baca juga Ibid, Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, Kompas, Jakarta, 2015 hal 130-133. 91 Peter Kasenda, op.cit., hal 133. 92 Seri Buku Saku Tempo; Tokoh Militer, Rahasia-Rahasia Ali Moertopo, Kepustakaan popular Gramedia bekerja sama dengan Tempo Publishing, Jakarta, 2014, hal 17.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

mahasiswa-mahasiswa GMNI.93 Selanjutnya, semakin terang relasi pertemanan antara mahasiswa dan militer terlihat saat keluarnya Surat Perintah 11 Maret yang disambut dengan sukacita dan pawai bersama.

3. KAP-Gestapu hingga Front Pancasila

Situasi politik yang kacau mendorong kelompok-kelompok di dalam masyarakat untuk membentuk sebuah organisasi sebagai wadah diskusi dan pergerakan. Bertolak dari kegelisahan-kegelisahan tersebut, maka pada tanggal 4

Oktober 1965, dibentuklah “Kesatuan Aksi Pengganyangan Kontra Revolusi

Gerakan 30 September” (KAP-Gestapu). KAP-Gestapu94 menjadi organisasi kesatuan aksi pertama dalam mengganyang “gerakan 30 September”. Dalam bukunya, Jusuf Wanandi menjelaskan bahwa organisasi tersebut dibentuk atas kerja sama antara PMKRI dengan (HMI) Firdaus Wajdi, Sulastomo, Mar‟ie

Muhammad, Akbar Tandjung, dan Fahmi Idris.95 Ketika berbagai kelompok menyoroti kasus pembunuhan para jenderal sebagai sebuah peristiwa besar,

Sukarno justru memberikan pernyataan yang mengagetkan masyarakat.

Menurutnya, peristiwa terbunuhnya para jenderal adalah sebuah hal biasa dalam revolusi.

93 Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES, Jakarta, 1986, hal 404-405. 94 Terkait gerakan tersebut, Aiko Kurosawa peneliti sosial Sejarah Indonesia asal Jepang, mengatakan bahwa Kedubes Amerika Serikat memberikan uang sebesar 50 juta dollar AS kepada . Lalu Adam Malik menyerahkan uang tersebut ke Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September (KAP-Gestapu). Saat itu, KAP Gestapu dipimpin oleh Subchan Z.E. (NU) dan Harry Tjan Silalahi (Katolik). Pernyataan tersebut ada dalam www.berdikarionline.com dengan judul tulisan, Maaf, Sarwo Edhie Bukan Pahlawan Bangsa! diakses pada tanggal 16 Oktober 2018. 95 Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 1965-1998, Kompas, Jakarta, 2014, hal 50.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

Sukarno juga mengatakan bahwa, peristiwa tersebut hanyalah riak kecil di tengah samudera. Sukarno justru menghimbau kepada para masyarakat untuk merapatkan barisan guna melawan Neo-Kolonialisme (Nekolim) yang berada di

Malaysia. Terang pernyataan Sukarno disambut dengan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Bagi masyarakat Indonesia, peristiwa tersebut adalah sebuah masalah yang dapat mengancam kelangsungan hidup Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Bagi masyarakat Indonesia, ini adalah kali kedua PKI melakukan penghianatan96 terhadap Bangsa Indonesia.

Akumulasi kekecewaan atas tanggapan Sukarno mengenai masalah tersebut, diwujudkan melalui cara-cara ekstra parlementer. Sebelum melakukan aksi-aksi ekstra parlementer, KAP-Gestapu pada tanggal 7 Oktober 1965 (malam) memutuskan untuk bertemu dengan Mayjen Suharto di Markas Kostrad. Dalam kesempatan itu juga, dikatakan bahwa KAP-Gestapu dalam aksi-aksinya akan bekerja sama dengan ABRI umumnya dan Angkatan Darat khususnya. Setelah melakukan konsultasi, KAP-Gestapu langsung mempersiapkan rapat umum yang lebih besar. Pada tanggal 8 Oktober 1965, diadakan rapat umum di Taman

Surapati, Jakarta. Rapat tersebut dihadiri oleh 42 organisasi politik, ormas dan ribuan massa rakyat.

Rapat umum tersebut menghasilkan beberapa pernyataan yang dirincikan sebagai berikut:

96 Divonisnya PKI sebagai dalang dari gerakan dini hari 1 Oktober 1965, adalah konsekuensi logis dari berbagai pemberitaan yang dikeluarkan oleh RRI (yang dikuasai AD) dan surat kabar milik Angkatan Darat. Selanjutnya, demontrasi-demonstrasi mahasiswa adalah faktor lain yang membentuk paradigma masyarakat terkait peristiwa berdarah pada pagi hari tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

1. Berdiri sepenuhnya di belakang Presiden Sukarno dalam menumpas G-30-S.

2. Menyatakan belasungkawa atas gugurnya pahlawan revolusi.

3. Mendukung keputusan pemerintah yang melarang surat kabar dan majalah

yang membantu G-30-S.

4. Mendesak kepada presiden untuk membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya.

5. Pembersihan Kabinet Dwikora, MPRS, DPRGR, Lembaga-lembaga negara,

Departemen, Front Nasional, LKBN Antara, MMI, PPMI, Front Pemuda,

PWI, Perusahaan negara.

6. Menuntut hukuman mati bagi para pelaku G-30-S.97

Pasca peristiwa berdarah tersebut, muncul berbagai kelompok yang memposisikan dirinya sebagai kelompok yang pro Bung Karno dan kontra PKI, serta sebaliknya. Bertolak dari pernyataan di muka, KAP-Gestapu pasca peristiwa tersebut telah mengambil sikap “Pro Bung Karno dan kontra PKI”. Hal tersebut semakin diperkuat dengan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan pada aksi besar-besaran pada tanggal 9 November 1965 di lapangan Banteng, Jakarta.

Pimpinan KAP-Gestapu Subchan ZE mengatakan bahwa mereka pro Bung Karno dan kontra PKI.

Usai rapat raksasa di lapangan Banteng, KAP-Gestapu semakin kuat dengan masuknya PNI Osa-Usep yang diwakili oleh Hardi SH dan Syabilal

Rasyad. Seiring berjalannya waktu, KAP-Gestapu berganti nama menjadi Front

97 Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 344-351.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

Pancasila. KAP-Gestapu yang telah berganti nama menjadi Front Pancasila pada tahun 1966, selanjutnya memfokuskan kegiatannya dalam bidang politik.98

4. Lahirnya KAMI

KAMI lahir atas usaha untuk menekan organisasi ekstra universitas

Perhimpunan Persatuan Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang tidak bersikap atas kondisi ekonomi politik yang terjadi di Indonesia, terkhusus pasca terjadinya penculikan dan pembunuhan para jenderal. Selain sebagai penekan, KAMI juga digunakan sebagai wadah pergerakan bagi mahasiswa yang anti komunis guna menekan kelompok komunis. KAMI terdiri dari organisasi mahasiswa yang berafisiliasi dengan Partai Islam, Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Katolik, dan IPKI. Jumlah terbesar dalam KAMI berasal dari Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI). Seperti diketahui, KAMI lahir pada tanggal 25 Oktober 1965 di rumah

Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP). Mayjen Sjarif Thajeb selaku menteri PTIP, adalah orang yang mengusulkan adanya organisasi tersebut.99

Peristiwa berdarah pada subuh 1 Oktober 1965 menciptakan perpecahan di kubu organisasi pemuda dan mahasiswa. Ada mahasiswa atau organisasi pemuda yang bergerak atas nama sendiri dan ada yang bergabung dengan KAP-

Gestapu.100 Hal tersebut dikarenakan organisasi mahasiswa ekstra seperti PPMI dan intra universitas seperti Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI), tak mampu bersikap karena dikuasai oleh GMNI.101 Hal tersebut dapat dipahami mengingat

98 Ibid, hal 352-353. 99 Ulf Sundhaussen, op.cit., hal 396. 100 ibid, hal 354. 101 Ichwan, op.,cit, hal 23.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

GMNI yang tidak lain onderbouwnya PNI tak kuasa melawan garis politik

Sukarno.

Berbagai desakan telah dilakukan oleh organisasi-organisasi mahasiswa seperti Persatuan Mahasiswa Katolik Seluruh Indonesia (PMKRI), Sekretariat

Organisai Mahasiswa Lokal (SOMAL), HMI, Persatuan Mahasiswa Islam

Indonesia (PMII) terhadap pimpinan PPMI agar segera mengadakan kongres guna menyikapi situasi nasional pada saat itu. Rapat presidium PPMI tanggal 10-23

Oktober 1965 yang diikuti oleh berbagai anggota presidium dari Masyarakat

Mahasiswa Bogor (MMB), Perhimpunan Mahasiswa Bogor (PMB) dan PMKRI guna meminta agar PPMI bersikap, tetap ditolak oleh PPMI. Alasan ditolaknya desakan di muka oleh PPMI (dibaca:GMNI-ASU) karena mereka berdalil bahwa masih menunggu “penyelesaian politik” dari Sukarno.

Sikap PPMI tersebut memunculkan tanda tanya besar di antara anggotanya. Adalah SOMAL; sebuah organisasi mahasiswa lokal sekaligus bagian dari organisasi PPMI, tidak puas dengan keputusan yang dikeluarkan oleh

PPMI. Bertolak dari ketidakpuasan tersebut, SOMAL (20 Oktober 1965) mengirim ultimatum kepada presidium PPMI yang berbunyi:

1. Dalam waktu dua minggu, PPMI harus melaksanakan Kongres.

2. Bila tuntutan ini tidak dipenuhi, maka SOMAL akan mengadakan kongres.

Ultimatum di muka ternyata didukung oleh organisasi-organisasi mahasiswa yang anti Komunis.102 Di antara organisasi mahasiswa, adalah HMI yang begitu antusias dengan keluarnya ultimatum tersebut. Bagaimana tidak,

102 Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 354-355.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

dalam kongres PPMI tanggal 5-10 Juli di Jakarta, HMI berhasil dikeluarkan dari susunan pengurus Presidium Pusat PPMI. Jelas, ini adalah peluang yang baik untuk membalas perlakuan tersebut.

HMI melihat ultimatum tersebut sebagai peluang untuk membentuk organisasi baru di luar PPMI. Sebuah wadah yang dapat menampung kegelisahan mahasiswa-mahasiswa terkait situasi politik saat itu. Usulan tersebut tidak hanya ditolak oleh GMNI-ASU, melainkan juga dari Perhimpunan Mahasiswa Indonesia

(Perhimi), Gerakan Mahasiswa Indonesia (Germindo) dan lain-lain. Ultimatum yang dikeluarkan oleh SOMAL ditanggapi Presidium PPMI dengan melaporkan

SOMAL ke Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP), Brigjen dr.

Syarif Thayeb. Dalam laporan tersebut dikatakan bahwa, SOMAL berencana mengadakan kongres yang berpotensi memunculkan keributan. Bertolak dari laporan di muka, pada tanggal 22 Oktober 1965, SOMAL dihimbau oleh Menteri

PTIP agar jangan mengadakan kongres.103

Desakan agar dibentuknya organisasi baru semakin gencar disuarakan oleh pimpinan organisasi mahasiswa. Mereka berdalil bahwa, diperlukan gerakan mahasiswa yang lebih efektif dan terstruktur dalam menyampaikan protes ke pemerintah. Himbauan tersebut tidak hanya beredar di kalangan mahasiswa dan pemerintah, melainkan dimuat juga dalam surat kabar. Bertolak dari usul di muka,

Menteri PTIP pada tanggal 25 Oktober 1965 mengadakan pertemuan dengan seluruh organisasi mahasiswa, kecuali Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia

(CGMI), Perhimi dan Germindo. Pertemuan tersebut diadakan di rumah Menteri

103 ibid, hal 355-356.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

PTIP di Jalan Imam Bonjol, Jakarta. Pertemuan dipimpin langsung oleh Menteri

PTIP Syarif Thayeb.104

Dalam pertemuan tersebut, terjadi perdebatan terkait perlu tidaknya membentuk wadah baru pengganti PPMI. Organisasi Mahasiwa seperti HMI dan

SOMAL mengusulkan sebuah wadah baru serta menghimbau agar PPMI dibubarkan. Sedangkan, Organisasi Mahasiswa GMNI dan kawan-kawannya menghendaki agar PPMI tetap dipertahankan, serta dilakukan pembenahan seperlunya. Awalnya forum tersebut berakhir dengan kesepakatan PPMI tetap ada. Namun, karena desakan-desakan dari organisasi mahasiswa dan Menteri

PTIP memandang perlunya sebuah organisasi yang baru dalam mewadahi gerakan tersebut, maka dia mengusulkan agar organisasi mahasiswa menggunakan nama

“Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia” (KAMI).

Nama tersebut diterima secara aklamasi oleh seluruh peserta sidang.

KAMI yang baru berdiri jelasnya belum mempunyai Anggaran Dasar/Anggaran

Rumah Tangga (AD/ART) sebagai pedoman organisasi. Sebagai gantinya, KAMI merumuskan tiga landasan utama sebagai pedoman untuk bergerak. Ketiga landasan tersebut adalah:

1. Mengamankan dan mengamalkan Pancasila.

2. Anti kepada nekolim serta segala bentuk penjajahan.

3. Membantu ABRI mengganyang G-30-S/PKI.

KAMI yang adalah sebuah organisasi baru, jelas belum memiliki pemimpin. Bertolak dari itu, Menteri PTIP mengusulkan agar yang menjadi

104 Cristianto Wibisono, Aksi-aksi Tritura; Kisah Sebuah Partnership 10 Djanuari-11 Maret 1966,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

pemimpin adalah organisasi yang berafisiliasi dengan partai politik. Alasan yang melatar belakangi pernyataan tersebut tidak lain dari pertimbangan kekuatan politik pada waktu itu. Bertolak dari pertimbangan tersebut, maka Menteri PTIP mengusulkan yang menjadi pemimpin KAMI adalah dari PMKRI, GMNI, PMII, dan Mahasiswa Pancasila (Mapancas). GMNI yang diusulkan untuk menjadi salah satu pemimpin KAMI menolak tawaran tersebut. Penolakan tersebut dapat dipahami sebagai ketidakberdayaan GMNI dalam menentang Sukarno.

Setelah GMNI mengundurkan diri, maka dibentuklah pimpinan Presidium

KAMI Pusat sebagai berikut:

1. Ketua : Zamroni Ba (PMII)

2. Ketua : Cosmas Batubara (PMKRI)

3. Ketua : Elyas (SOMAL)

4. Ketua : David Napitupulu (Mapancas)

5. Sekretaris : Nazar Nasution (HMI)

6. Sekretaris : Djoni Hardjasumantri (IMADA)

Setelah terbentuk struktur kepengurusan organisasi KAMI, masih ada persoalan yang perlu dihadapi oleh mahasiswa. Adanya dualisme badan organisasi mahasiswa seperti PPMI dan KAMI, menjadi bom waktu yang dapat menghancurkan gerakan-gerakan mahasiswa kedepannya. Rupanya, hal tersebut disadari oleh sekretaris KAMI Djoni Sunarja Hardjasumantri. Ketika

Departemen pertahanan-keamanan, Jakarta, 1970, hal 1-2.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

diwawancarai oleh Harian KAMI, Djoni menyampaikan kekhawatirannya tersebut. Berikut pernyataan Djoni dalam buku Pemuda Indonesia:105

KAMI lahir dari kepompong PPMI yang belum bisa memecahkan persoalan abadi dunia mahasiswa, yaitu dualisme intra dan ekstra universitas. “Musuh bersama” yang dipunyai sebagai objek dari aksi-aksi KAMI belum menjamin adanya “kepentingan bersama” dari anggota-anggota KAMI sendiri.

Menanggapi masalah yang di muka, presidium KAMI bersikap cepat dengan mengadakan musyawarah kerja KAMI. Musyawarah kerja tersebut dilaksanakan pada tanggal 11-14 Desember 1965 bertempat di Marga Siswa Jalan

Mangga Besar VIII No. 15, Jakarta. Dalam musyawarah tersebut, mereka merancang AD/ART guna dijadikan pedoman dalam dinamika organisasi ke depannya. Selain merancang AD/ART, dibentuk juga garis-garis konsolidasi

KAMI dan keputusan mengenai pembentukan “National Union of Students of

Indonesia” atau “Persatuan Nasional Mahasiswa Indonesia”.

Dalam musyawarah tersebut, dibahas juga eksistensi PPMI. Apakah PPMI masih layak dipertahankan atau dibubarkan, menjadi polemik tersendiri dalam musyawarah tersebut. Hingga musyawarah tersebut berakhir, belum ada keputusan resmi terkait eksistensi PPMI. Sebagian anggota KAMI yang juga termasuk dalam keanggotaan PPMI, mendesak agar segera diadakan sidang

Dewan Pimpinan Pusat PPMI, guna membahas terkait status PPMI. Pada tanggal

23 Desember 1965, bertempat di Gedung Ikatan Dokter Indonesia, diadakan forum terkait tuntutan di atas. Sidang tersebut dihadiri oleh sepuluh organisasi mahasiswa ekstra dan menghasilkan keputusan sebagai berikut:

105 Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 357-358.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

1. Kongres PPMI yang diadakan oleh Presidium sementara PPMI tidak disetujui.

2. Seluruh peserta sidang menyetujui dibubarkannya PPMI.

3. Pembubaran tersebut akan disahkan dengan cara tunggal.

4. Kongres selanjutnya akan diadakan di Jakarta pada tanggal 29 Desember

1965, pukul 09:00 WIB.

5. PMII, PMKRI, dan IMADA diberikan tugas sebagai penanggung jawab acara.

Terkait kongres di atas, Ketua Presidium sementara PPMI Bambang

Kusnohadi (GMNI) berusaha keras merehabilitasi kedudukan PPMI. Hal tersebut dilakukan dengan cara melakukan konsultasi dengan pejabat pemerintahan.

Konsultasi tersebut dilakukan pada tanggal 25 Desember 1965. Delegasi

Presidium sementara PPMI selanjutnya menyampaikan “progress report” terkait penyelenggaran Kongres ke VI PPMI kepada Menteri PTIP Syarif Thayeb.

Pernyataan tersebut disetujui oleh menteri dan selanjutnya diusulkan agar kongres diadakan di Jakarta setelah lebaran (1-7 Februari 1966). Masih terkait pernyataan di atas, menteri mengusulkan agar seluruh pemimpin organisasi mahasiswa pusat dan daerah diundang dalam kongres tersebut.

Terkait sikap yang ditunjukkan oleh Presidium sementara PPMI, sebagian besar anggota PPMI mendesak agar diadakan kongres PPMI luar biasa guna menanggapi sikap tersebut. Kongres PPMI luar biasa akhirnya dilaksanakan pada tanggal 29 Desember 1965. Kongres tersebut berjalan dengan pembahasan terkait pembubaran PPMI sebagai wadah organisasi mahasiswa ekstra kampus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

Organisasi yang mendukung pembubaran tersebut adalah PMII, PMKRI, HMI,

IMADA, IMABA, MMB, CSB, PMB, GMS dan GMRI.106

B. Massa Bergerak

1. KAP-Gestapu hingga KAMI

Ketika berbicara tentang angkatan 66, organisasi mahasiswa yang paling akrab kita kenal adalah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Namun, fakta menunjukkan bahwa, tidak hanya KAMI yang bergerak pada bulan-bulan krisis (ekonomi, politik, dan moral) tersebut. Banyak pula organisasi mahasiswa/pemuda lain yang memiliki adil dalam demonstrasi tersebut.

Organisasi pemuda/mahasiswa yang dimaksud adalah; KAP-Gestapu (Front

Pancasila), Front Pemuda, KAPPI, KAPI, KASI, KAWI dan Resimen Arif

Rakhman Hakim.

Pada tanggal 3 November 1965, KAMI telah melakukan aksi guna merespon situasi negara. Selain itu, jauh sebelum KAMI terbentuk, KAP-Gestapu

(pada akhirnya berubah nama menjadi Front Pancasila karena alasan politis) hadir sebagai wadah mahasiswa dan pemuda berbagi keresahan atas situasi politik dan ekonomi saat itu. Memasuki tanggal 8 Januari 1966, Front Pemuda juga bergerak guna merespon kondisi ekonomi dan politik pada saat itu.107 Harus diakui bahwa, dari bulan Januari – Maret 1966, mahasiswa dan pemuda kembali menjadi kelompok yang merubah jalannya situasi politik Indonesia.

106 ibid., hal 361-364. 107 Yozar Anwar, op.cit., hal 2.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

Terang bahwa, KAMI adalah organisasi mahasiswa yang dapat dikatakan cukup berhasil dalam mengorganisir mahasiswa saat itu.108 Kebijakan-kebijakan pemerintahan Sukarno pada tahun 1966 semakin memperkuat alasan KAMI untuk bergerak. Pada tanggal 10 Januari 1966, KAMI merumuskan Tiga Tuntutan

Rakyat (Tritura)109 sebagai landasan perjuangan mereka. Aksi-aksi tersebut ternyata mendapat respon positif dari masyarakat. Berbagai aksi digelar selama 60 hari guna mendesak pemerintah menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Aksi-aksi mahasiswa dan pemuda yang dilakukan secara intens selama kurang lebih 60 hari, terbukti melahirkan pemerintahan baru. Keluarnya Surat

Perintah 11 Maret 1966 adalah bukti dari adanya pengaruh mahasiswa. Surat tersebut dikeluarkan karena (salah satu faktor) sering terjadi perkelahian antara organisasi mahasiswa yang pro Sukarno melawan KAMI. Selain itu, propaganda- propaganda untuk mengganti para menteri dan pembubaran Partai Komunis

Indonesia (PKI), adalah indikasi lain dari hadirnya keributan di masyarakat. Aksi-

108 Untuk pernyataan ini, baca Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, LP3IS, Jakarta, 2015; baca juga Yozar Anwar, Angkatan 66, Sinar Harapan, Jakarta, 1980. Tapi tak bisa kita lupakan juga bahwa, KAMI adalah kelompok pendobrak milik (Suharto) AD. Suharto menyadari bahwa dia tak mungkin menentang Sukarno secara terbuka. Untuk itu, digunakanlah mahasiswa sebagai alatnya. Terkait pernyataan di muka, baca Francois Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia; Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974, LP3IS, Jakarta, 1985, hal 12-13. Baca juga Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru; Memoar Politik Indonesia 1965-1998, Kompas, Jakarta, hal 59-65. 109 Belakangan diketahui bahwa konsep Tritura tidak sepenuhnya lahir dari keresahan-keresahan mahasiswa, melainkan dari saran Kasdam Jaya Kol. Witono. Pernyataan tersebut dapat dilihat ketika KAMI hendak melakukan demonstrasi, Kasdam Jaya Kol. Witono mengatakan, KAMI boleh melakukan aksi, asalkan masalah pembubaran PKI dan pergantian kabinet dimasukan dalam tritura. Lebih lanjut baca Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, Kompas, Jakarta, hal 131, footnote nomor 25; Secara implisit, Kasdam Jaya Kol. Witono berkeberatan dengan konsep (hanya tuntutan soal ekonomi) KAMI dan menyarankan menambah poin-poin seperti telah dipaparkan di muka. Baca Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, LP3ES, Jakarta, 2005, hal 123-124.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

aksi yang dilakukan oleh mahasiswa selama 60 hari, dibayar mahal dengan terbunuhnya beberapa mahasiswa.110

2. Kebangkitan Mahasiswa 66: Sebuah Paradoks

Pada tanggal 10 Januari 1966 bertempat di halaman Universitas Indonesia, mahasiswa (KAMI) memperkenalkan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) sebagai respon atas berbagai pergolakan yang muncul. Bersamaan dengan keluarnya

Tritura tersebut, maka hari itu ditetapkan sebagai “hari kebangkitan mahasiswa”.

Hari di mana mahasiswa kembali melakukan tindakan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat. Namun, dalam gerakan yang disebut “kebangkitan mahasiswa”, justru mahasiswa menunjukkan sikap yang sangat kontradiktif dengan gerakan-gerakan mahasiswa pada umumnya. Gerakan mahasiswa dikenal sebagai gerakan yang hadir karena kegelisahan atas situasi di sekitarnya. Situasi yang seharusnya ditanggapi dengan sikap rasional dan penuh analitis layaknya kaum terpelajar, justru tercoreng dengan aksi mahasiswa tahun

1966. Aksi pencoretan, penempelan selebaran, pengempesan ban mobil hingga aksi memaki-maki para menteri menjadi sebuah gerakan yang tidak sesuai dengan gelar yang digunakan.

Selanjutnya, aksi-aksi tersebut dijalankan berdasarkan sentimen antar kelompok. Mengapa disebut demikian? Jika melihat organisasi-organisasi yang berhimpun dalam KAMI, jelas terlihat bahwa massa terbesar dalam KAMI berasal dari Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI). Telah diketahui bersama, HMI memiliki relasi sejarah yang kurang baik dengan kaum kiri, khususnya

110 Nama-nama yang terbunuh ialah; Hasanuddin Noer, Arief Rachman Hakim, Zubaedah, Aris

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI). Berikutnya, ada juga PMKRI yang telah memposisikan diri sebagai musuh kaum komunis. Selain ke dua organisasi mahasiswa, ada pula simpatisan PSI dan Masyumi yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia (KAPPI) dan Kesatuan Aksi

Sarjana Indonesia (KASI). Kedua organisasi di atas dibentuk pada awal tahun

1966.111 Sangat terang bahwa, simpatisan PSI dan Masyumi memilik dendam dengan Sukarno karena telah membubarkan partai tersebut. Melihat cara-cara demonstrasi yang ditunjukkan oleh mahasiswa angkatan 66, mungkin pendapat

Julie Southwood dan Patrick Flanagan ada benarnya:

…tidak ada gerakan mahasiswa sejak 1966… „gerakan mahasiswa‟ kebanyakan ditunggangi Angkatan Bersenjata, bahkan nyaris mustahil berbicara tentang „gerakan mahasiswa‟ independen.112

Bertolak dari pernyataan di atas, mungkin ada benarnya apa yang dituliskan Onghokham dalam Prisma pada bulan Desember 1977. Onghokham mengatakan bahwa idealisme yang dimiliki oleh pemuda adalah salah satu faktor pemicu mereka bergerak. Dia melanjutkan, idealisme juga menjadi pisau bermata dua. Mengapa demikian? Karena idealisme, mahasiswa yang mudah terbawa oleh emosi, akan dengan mudah digunakan oleh kelompok lain sebagai umpan peluru dalam suatu gerakan. Tak berhenti sampai di situ, Onghokham juga mengatakan bahwa jika idealisme yang dimiliki mahasiswa tidak diimbangi dengan ilmu pengetahuan yang luas dan hanya berfokus pada aksi tanpa ada upaya untuk menjelaskan posisi dan fungsi mereka, serta tak mampu membaca perkembangan

Munandar terbunuh di Jakarta. Aris Munandar dan Margono terbunuh di Yogyakarta sebelum 11 Maret 1966. Sjerif Alkadri di Makasar. Cristianto Wibisono, op.cit., hal 88. 111 M.C. Ricklefs, op.cit., hal 594.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

sejarah negara ini, mereka akan menjadi kelompok yang hanya percaya tanpa argumentasi fakta dan pada dasarnya adalah psyche totaliter dan fasis113.

Setelah membaca kedua pernyataan di atas dan melakukan komparasi dengan gerakan-gerakan mahasiswa 66, serta ditinjau dari latar belakang politik dan pengetahuan mahasiswa pada saat itu, rasanya kedua pernyataan di muka ada benarnya. Mulai dari cikal-bakal organisasi KAMI, perumusan tritura, hingga aksi-aksi di lapangan, terang tak lepas dari intervensi militer. Mahasiswa yang cepat terpengaruh oleh pemberitaan yang dikeluarkan oleh RRI dan surat kabar milik militer terkait pelaku penculikan dan pembunuhan para jenderal, semakin menegaskan bagaimana mereka lebih mengedepankan sisi sentimen antar kelompok dibandingkan melakukan pengecekan melalui cara-cara yang sepatutnya dilakukan seorang akademisi. Jika kita bertolak dari fenomena- fenomena di atas, maka pendapat Onghokham tentang pentingnya keseimbangan antara idealisme dan ilmu pengetahuan, tak tercermin pada sebagian besar angkatan 66.

Tanggal sepuluh dikenang sebagai hari “kebangkitan mahasiswa”. Mulai dari tanggal sepuluh Januari 1966, aksi-aksi mahasiswa di bawah payung KAMI mulai bergerak. Selama aksi-aksi yang diadakan kurang lebih 60 hari (10 Januari-

11 Maret 1966), aksi-aksi tersebut diwarnai dengan berbagai yel-yel dan lagu-lagu yang mengkritik kebijakan pemerintahan Sukarno. Yel-yel seperti; turunkan harga beras! turunkan harga bensin! Singkirkan menteri-menteri yang tidak becus!

112 Julie Southwood dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru: Penyelewengan Hukum dan Propaganda 1965-1981, Komunitas bambu, Jakarta, 2013, hal 236. 113 Seri Prisma, Analisa Kekuatan Politik di Indonesia:Pilihan Artikel Prisma, LP3ES, Jakarta, 1985, hal 125-126.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

Ganyang menteri goblok! Ganyang Subandrio! Bubarkan PKI! Stop import isteri!

Chaerul Saleh menteri goblok! Ganyang ASU! Usir wartawan RRC!” Hidup Bung

Karno! Hidup Pancasila! Jangan tembak rakyat, tapi tembak Nekolim!

Cakrabirawa anjing! Cakrabirawa menembak dengan peluru yang dibeli rakyat!

Kabinet Gestapu! Bu jangan kawinkan anaknya dengan Cakrabirawa! Gantung

Subandrio!”114 berkumandang bersama gerakan mahasiswa. Yel-yel tersebut dikumandangkan ketika mahasiswa mendatangi berbagai titik yang dituju guna menyampaikan aspirasinya. Selain itu, ada juga yel-yel yang ditujukan kepada

Cakrabirawa yang telah menembak mahasiswa. Pendek katanya, yel-yel tersebut lebih bersifat kondisional.

Selama demonstrasi, mahasiswa cenderung menjadi hakim non yudikatif.

Mengapa dikatakan demikian? Sebagai contoh kasus, dapat diamati bagaimana mahasiswa menjadi hakim non yudikatif ketika mendatangi kantor Bank

Indonesia untuk bertemu Menteri Jusuf Muda Dalam. Ketika Menteri Jusuf Muda

Dalam keluar, dia disambut dengan teriakan “ganyang menteri gestapu” oleh mahasiswa.115 Selain itu, hal yang sama dilakukan ketika mahasiswa mendatangi kediaman Subandrio di Jalan Merdeka Selatan guna memprotes pertanyaan

Subandrio terkait aksi mahasiswa. Berikut pertanyaan yang dimaksud:

Menanggapi aksi-aksi mahasiswa, Subandrio mengajukan pertanyaan; Apakah demonstrasi mahasiswa ini murni dari mereka sendiri? Atau kah mahasiswa telah

114 Baca Yozar Anwar, Angkatan 66, Sinar Harapan, Jakarta, 1980; Baca juga Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, LP3ES, Jakarta 2005, hal 123-162. 115 Soe Hok Gie, op.cit., hal 144-145.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

ditunggangi oleh musuh-musuh revolusi, baik Nekolim dari luar, maupun kontra revolusi dari dalam yang menyelewengkan niat baik mahasiswa?116

Ketika Subandrio keluar untuk menjelaskan maksud dari pertanyaannya, dia justru disambut dengan teriak “ganyang haji peking”, “jangan asal nuduh”,

“jangan plin-plan” dari massa aksi.117 Yel-yel dengan menyebut nama menteri atau institusi tertentu, sejatinya merupakan salah satu bentuk dari upaya penghakiman yang dilakukan oleh mahasiswa. Selain upaya mahasiswa untuk menghakimi para menteri yang dianggap tidak cakap dalam bekerja, mahasiswa juga melakukan aksi pembohongan terhadap publik. Aksi pembohongan seperti apa? Ketika Arif Rachman Hakim tertembak dalam aksi demonstrasi pada tanggal

24 Februari 1966, mahasiswa memanfaatkan momen tersebut untuk menggalang solidaritas yang lebih besar dari masyarakat dan pemuda lainnya. Massa aksi yang membawa jaket kuning (almamater Univeritas Indonesia) berlumuran darah sebenarnya bukanlah darah Arif. Berdasarkan pengakuan kawan-kawannya dari

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), darah pada jaket kuning adalah darah ayam.118 Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menggalang dukungan yang lebih besar terhadap aksi-aksi mahasiswa.

Akan menjadi sebuah kerancuan jika gerakan mahasiswa justru menggangu kenyaman masyarakat sekitar. Aksi angkatan 66 adalah sebuah gerakan yang justru menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat pengguna jalan. Aki-aksi seperti duduk di jalan justru membuat mobilitas masyarakat terganggu karena memunculkan kemacetan. Selain itu, aksi pengempesan ban

116 Yozar Anwar, op.cit., hal 39.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

mobil dalam rangka membatalkan pelantikan kabinet trikora justru secara tidak langsung berdampak pada aktivitas masyarakat di sekitarnya.

3. Kelompok Vandalis

Tan Malaka berkata bahwa yang istimewa dari pemuda adalah idealisme.

Namun akan menjadi sebuah kekacauan jika idealisme tersebut tidak diimbangi oleh apa yang disebut Onghokham sebagai ilmu pengetahuan. Gerakan mahasiswa

66 jika diamati secara lebih cermat, justru melakukan beberapa gerakan yang justru berdampak pada pengeluaran biaya yang lebih untuk menanggulangi gerakan-gerakan yang diciptakan. Maksudnya, munculnya gerakan 66 dipengaruhi oleh kondisi perekonomian yang buruk. Bertolak dari itu, jika gerakan mahasiswa seperti mencoret-coret tembok, bangunan-bangunan, menghancurkan fasilitas publik dan menempel berbagai selebaran di berbagai sudut kota yang berdampak pada kotornya kota Jakarta, jelasnya jika diperbaiki justru memerlukan biaya. Logikanya, jika mahasiswa bergerak karena dorongan agar perekonomian dapat membaik, mengapa justru melakukan tindakan yang justru berdampak pada pengeluaran uang negara untuk memperbaiki segala fasilitas yang rusak akibat gerakan mahasiswa? Tindakan-tindakan vandalisme tersebut jelasnya tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun.

Sebagai contoh kasus pernyataan di atas, pada tanggal 12 Januari 1966, sebanyak sepuluh ribu mahasiswa mengadakan demonstrasi di sepanjang jalan di

Jakarta Raya. Gedung DPRGR di Senayan adalah tujuan mereka. Selama berjalannya demonstrasi, mahasiswa melakukan aksi coret-coret terhadap mobil-

117 ibid, hal 43.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

mobil yang lewat. Isi dari coretan-coretan ialah mengkritisi tindakan pemerintah yang menaikkan harga kebutuhan pokok. Ketika sampai di gedung DPRGR,

Menko/Ketua DPRGR Arudji Kartawinata dan menteri-menteri/Wakil Ketua

DPRGR Subamia bersama Laksamana Muda Mursalim menerima Cosmas

Batubara, Zamroni, Firdaus Wadjdi, Abdul Gafur dan pemimpin KAMI yang lain untuk berdialog. Sembari menunggu delegasi bertemu dengan Ketua DPRGR, mahasiswa masuk ke dalam gedung DPRGR dan mencoret-coret dinding dengan tulisan seperti; “rakyat melarat”, “menteri-menteri foya-foya di HI”, “bubarkan

PKI”.

Aksi coret-coretan dan penempelan selebaran juga dilakukan pada mobil yang lewat ketika mahasiswa sedang mengadakan aksi di Departemen Gas dan

Minyak Bumi. Dalam kasus, mahasiswa memang bertanggung jawab membersihkan aksi-aksi vandalisme yang dilakukannya. Hal tersebut terlihat Pada tanggal 19 Januari 1966. Ketika itu, delegasi KAMI (dipimpin Cosmas Batubara) menemui Mayor Jenderal Dr. Sumarno selaku Menteri Dalam Negeri. Dalam pertemuan tersebut, Sumarno mengatakan agar mahasiswa membersihkan coretan-coretan, plakat-plakat, dan pamflet yang memenuhi kota Jakarta. Namun jika diamati, upaya membersihkan kekacauan yang disebabkan oleh mahasiswa hadir berkat usulan dari seorang menteri. Bukan inisiatif dari mahasiswa itu sendiri. Selanjutnya, berdasarkan sumber yang didapat, jelas mengatakan bahwa aksi pembersihan tersebut tidak dijalankan hingga selesai. Hal tersebut terjadi

118 Firman Lubis, op.cit., hal 252.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

karena mahasiswa harus hadir di depan Istana guna mendengar amanat presiden terkait tritura.

Pada tanggal 23 Februari 1966, setelah mengikuti rapat kesetiaan kepada

Bung Karno yang diadakan di lapangan Banteng, mahasiswa melanjutkan demonstrasi di Kantor Sekretariat Negara terkait pergantian Kabinet Dwikora.

Sesampainya di kantor Sekneg, Firdaus Wadjid bersama anggota Presidium

KAMI bertemu dengan Kolonel Saelan, Kas Men Cakrabirawa. Setelah mendengar resolusi mahasiswa, Kolonel Saelan berjanji akan menyampaikan tuntutan mahasiswa ke presiden. Setelah tiga jam menunggu Kolonel Saelan yang tak kunjung kembali, massa aksi menjadi marah. Kemarahan tersebut dilampiaskan dengan merusak barang-barang yang ada di dalam kantor Sekneg.

Pada tanggal 2 Maret 1966, massa aksi yang menggunakan puluhan truk menuju ke Gedung PLN kembali melakukan aksi dan coret-coret gedung serta diikuti dengan menurunkan papan merek. Pada tanggal 5 Maret, massa aksi kembali melakukan aksi coret-coret di sepanjang jalan yang dilalui. Aksi coret- coret dan penghancuran fasilitas negara kembali dilakukan pada tanggal 8 Maret.

Aksi vandalisme tersebut dilakukan di Gedung Departemen Luar Negeri

(Deparlu) di Jalan Pejambon. Massa aksi (KAMI dan KAPPI) kembali melakukan demonstrasi di Kantor Berita Hsin Hua di Jalan Tanah Abang pada tanggal 9

Maret. Aksi tersebut berakhir dengan tindakan perusakan sebagian kantor oleh mahasiswa. Tanggal 10 Maret kembali terjadi aksi perusakan dan pembakaran mobil oleh aksi massa. Kejadian tersebut terjadi di Gedung Republik Rakyat Cina

(RRC) dan Gedung Perwakilan Dagang RRC di Jalan Cilosari. Tanggal 11 Maret

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

situasi Jakarta makin mencekam. Terjadi aksi pembakaran mobil dan aksi perang pamflet antar kelompok pendukung Sukarno dengan aksi KAMI dan KAPPI.119

Pada sore harinya, rumah Oei Tjoe Tat120 dihancurkan oleh massa aksi.

4. Aksi Kolaboratif

Aksi demonstrasi tahun 1966 adalah sebuah gerakan kolaboratif antara mahasiswa, pelajar, dan militer. Hal tersebut tak dapat dipungkiri jika melihat secara cermat latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa dengan KAMI sebagai wadah pergerakan. Dalam konteks ini, Suharto sebagai orang yang paling diuntungkan dari gerakan tersebut, jelas sangat jeli melihat dinamika gejolak politik di kalangan gerakan mahasiswa. Bertolak dari itu, dia memanfaatkan organisasi mahasiswa yang masih bersimpati terhadap PSI dan Masyumi yang telah dibubarkan untuk menyerang Sukarno. Selain itu, Suharto juga memanfaatkan kalangan Katolik dan Muslim yang sebelumnya telah bersikap bersebrangan dengan kelompok kiri.

Suharto sangat sadar bahwa dia sendiri tak mampu melawan Sukarno.

Untuk itu dia membutuhkan mahasiswa yang anti komunis dan berbeda pandangan politik dengan pemerintahan saat itu untuk menyerang Sukarno.121

Aksi kolaboratif tersebut semakin nampak ketika KAMI lahir sebagai wadah baru dalam pergerakan mahasiswa 1966. Lahirnya KAMI adalah sebuah upaya campur tanggan oleh militer agar semakin meyakinkan masyarakat bahwa, mahasiswa

119 Yozar Anwar, op.cit.,; Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demosntran, LP3ES, Jakarta 2005, halaman 123-162. 120 Namanya termasuk dalam daftar menteri-menteri Gestapu dan simpatisannya. Oei Tjoe Tat adalah salah satu pentolan Baperki. Selengkapnya lihat Soe Hok Gie, Zaman Peralihan, Gagasmedia, Jakarta, 2005, hal 12. 121 Francois Raillon, op.cit., hal 12-13.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

sudah dongkol dengan berbagai kebijakan negara. Menteri PTIP Brigjen dr. Syarif

Thayeb adalah otak dari lahirnya KAMI.

Aksi kolaboratif antara militer dan mahasiswa semakin nyata pada tanggal

15 Januari 1966, Kasdam Jaya Kol Witono dan Kepala Staf Kostrad Kemal Idris menyediakan truk-truk untuk digunakan mahasiswa menghadiri sidang Kabinet di

Bogor.122 Selanjutnya, Ali Moertopo juga melindungi para mahasiswa ketika mereka dikejar-kejar oleh intel Cakrabirawa. Para mahasiswa disembunyikan di kantornya, markas Komando Tempur II Kostrad, Jalan Kebon Sirih, Jakarta. Para mahasiswa yang membawa senjata api pada saat demonstrasi, diperoleh dari usaha Ali Moertopo.123 Selanjutnya, ketika KAMI dibubarkan, Kemal Idris selaku pemegang komando atas semua pasukan tempur di Jakarta melindungi para pemimpin KAMI dari bahaya mahasiswa-mahasiswa GMNI.124

Selanjutnya perwira angkatan darat tetap memberi lampu hijau kepada para demonstran untuk melakukan aksi-aksi walaupun ada larangan dari Amir

Machmud125. Didorong oleh Kemal Idris, Sarwo Edhie dan Ali Murtopo demonstrasi anti Sukarno pecah lagi. Setelah KAMI dilarang, dua front baru muncul sebagai upaya melanjutkan aksi-aksi KAMI. Kesatuan Aksi Pemuda

Pelajar Indonesia (KAPPI) dibentuk pada tanggal 9 Februari 1966 guna mengorganisir para siswa SLA dan para pemuda di balik demonstrasi KAMI.

Ketuanya adalah Husni Thamrin, Sekjen Pelajar Indonesia Islam Indonesia.

122 Peter Kasenda, op.cit., hal 133. 123 Seri Buku Saku Tempo; Tokoh Militer, Rahasia-Rahasia Ali Moertopo, Kepustakaan popular Gramedia bekerja sama dengan Tempo Publishing, Jakarta, 2014, hal 17. 124 Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES, Jakarta, 1986, hal 404-405. Lihat juga, Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1999, Hal 204.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

Sebuah organisasi yang berorientasi pada Masyumi. Front lainnya adalah Resimen

Arif Rahman Hakim. Aksi koloboratif juga nampak ketika Soe Hok Gie menyuruh Sindhunata menghubungi Witono selaku KAS KODAM untuk melakukan tindakan-tindakan preventif dan juga menghubungi Kodim Jakarta

Utara agar mengawasi aksi demonstrasi mahasiswa.126

Setelah terbentuk, massa KAPPI melancarkan aksi demonstrasi ke menteri

P dan K baru. Aksi tersebut dilakukan karena disinyalir Sumardjo selaku menteri

P dan K yang baru pro-PKI dan seorang atheis. Selain itu, Priyono selaku menteri koordinator P dan K adalah pendukung Partai Murba. Ditambah lagi, kebijakannya di bidang pendidikan banyak menimbulkan kemarahan bagi pihak

Islam. Pada tanggal 2 Maret, diadakan pula rapat umum di Universitas Indonesia dan diikuti dengan pawai yang mengarak sebuah boneka mirip Subandrio.127

5. Aksi Pemboikotan

Demonstrasi mahasiswa yang berjalan selama kurang lebih 60 hari, diwarnai berbagai aksi. Tak ketinggalan aksi boikot yang dilakukan mahasiswa guna menghambat berbagai kebijakan pemerintah. Aksi-aksi pemboikotan tersebut sangat beragam. Ada aksi pendudukan pom bensin dengan tujuan menghimbau masyarakat agar harga bensin tetap dibayar dengan harga normal

(tidak mengikuti kebijakan kenaikan bensin yang diberlakukan pemerintah) dan mengontrol adanya tindakan pengisian bensin secara mendominasi oleh beberapa kelompok tertentu. Selain itu, ada juga aksi pengempesan ban mobil dengan

125 Harold Crouch, op.cit., hal 202. 126 Soe Hok Gie, op.cit., hal 143. 127 Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1999, Hal 200-206.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

tujuan menghambat para kabinet yang hendak dilantik presiden di Istana

Merdeka.

Pada tanggal 14 Januari 1966, massa aksi menggunakan puluhan truk menuju tanjung priok. Tujuannya untuk memprotes kenaikan harga bensin di kantor Pertamina. Harga bensin yang awalnya RP 250,00 dinaikan menjadi Rp

1.000,00 uang lama. Hal tersebut membuat mahasiswa menuntut agar diturunkan kembali menjadi Rp 250,00. Setelah mendengar surat pernyataan yang dibacakan oleh Cosmas Batubara, Sumarno selaku Kepala Bagian Penjualan Jawa Barat dan

Jakarta menyetujui untuk menandatangani instruksi penurunan harga. Setelah mendengar pernyataan tersebut, massa aksi kemudian bergerak ke semua pompa bensin dan memerintahkan agar bensin dijual dengan harga Rp 250,00.

Mahasiswa yang berjaga di pom bensin memberi kebijakan setiap mobil hanya mendapat jatah 10 liter. Mahasiswa menduduki pom-pom bensin di Jakarta hingga malam hari.128

Pada tanggal 24 Februari 1966, mahasiswa melakukan aksi pengempesan ban mobil. Hal ini dilakukan agar para menteri tidak dapat hadir dalam pelantikan kabinet. Pada pukul 04:15, beberapa anggota KAMI mulai menjalankan aksi pengempesan ban mobil dan mobil-mobil tersebut diterlentangkan di tengah jalan.

Konsekuensi logis dari tindakan di muka berdampak pada macetnya kendaraan di sepanjang Jalan Salemba, Jalan Raden Saleh, Jalan Cikini, Jalan Menteng Raya, depan Hotel Indonesia, Lapangan Banteng, Jalan Nusantara, dan Jalan

128 Yozar Anwar, op.cit., hal 26-28.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Harmoni.129 Menanggapi situasi yang ditimbulkan mahasiswa, Sukarno mengutus helikopter untuk menjemput para menteri. Hal tersebut harus dilakukan. Jika tidak, besar kemungkinan para menteri akan sulit datang ke Istana Negara karena terjebak kemacetan parah. Belum lagi aksi massa yang berada di sekitar istana sangat besar jumlahnya. Hal tersebut dapat menyulitkan pada menteri untuk masuk ke Istana Negara.

Pada tanggal 11 Maret 1966, mahasiswa kembali turun ke jalan dan mengempeskan ban-ban mobil di sekitar istana. Tujuannya masih tetap sama, yaitu agar para menteri tak dapat hadir. Namun, usaha mahasiswa tidak sesuai harapan, semua menteri berhasil menghadiri sidang kabinet. Hanya Suharto yang tidak hadir dengan alasan sakit tenggorokan ringan.130

C. Mahasiswa VS Mahasiswa

1. Mahasiswa (tak) Ada Idealisme

Tan Malaka berkata bahwa, idealisme adalah keistimewaan terakhir yang dimiliki pemuda. Idealisme yang membuat pemuda tergerak atas apa yang dipandangnya merugikan masyarakat. Sebuah gerakan yang hanya berpatokan pada salah benar, bukan kuat lemah. Selain itu, idealisme dibutuhkan agar individu tertentu mempunyai pijakan atau prinsip dalam hidup. Jika melihat angkatan 66, “idealisme” adalah ungkapan yang jauh panggang dari api. Angkatan

66 adalah kelompok mahasiswa (pemuda) yang bergerak karena dorongan politik partai dan kelompok tertentu.

129 ibid, hal 134-140. 130 Harold Crouch, op.cit., hal 208.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

Pernyataan di muka bukanlah tanpa bukti. Pada bab sebelumnya terlihat bahwa, organisasi mahasiswa telah terpecah dalam dua kelompok. Organisasi- organisasi mahasiswa yang berafisiliasi dengan kelompok keagamaan cenderung tak menyukai organisasi-organisasi mahasiswa “kiri” dan yang cenderung ke

“kiri”. Konfrontasi tersebut semakin nampak ketika Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI) diganyang oleh Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dalam

Kongres Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) tanggal 5-10

Juni 1961 di Jakarta.131 Selain itu, GMNI yang adalah “anak” dari PNI juga sering membantu CGMI ketika diserang oleh HMI dan kawan-kawannya.132 Semua peristiwa tersebut jelas menjadi dendam yang terpatri dalam ingatan mahasiswa

HMI.

Setelah melihat pemaparan di muka, agak sedikit sulit jika harus mengatakan gerakan mahasiswa 66 adalah sebuah gerakan yang didasarkan sepenuhnya pada idealisme mahasiswa. Pada dasarnya, gerakan tersebut hadir dari latar belakang sentimen antar organisasi mahasiswa (terpengaruh oleh garis politik partainya) yang telah terpupuk begitu lama. Bersamaan dengan semakin membesarnya sentimen tersebut, terjadi pula peristiwa berdarah pada oktober dini hari. Peristiwa tersebut memberi alasan bagi mahasiswa (khususnya yang kontra

PKI dan kebijakan Sukarno) untuk bangkit dan melawan. Pada saat yang bersamaan, Suharto memanfaatkan sentimen antar kelompok mahasiswa untuk memuluskan jalannya menjadi penguasa nantinya.

131 Sulastomo, op.cit., hal 1. 132 M. Alfan Alfian, op.cit., hal 170.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

Permusuhan antar kelompok mahasiswa tersebut sangat nyata ketika terjadi penculikan dan pembunuhan para jenderal. Pasca kejadian tersebut, Jusuf

Wanandi bersama mahasiswa-mahasiswa dari HMI membentuk organisai KAP-

Gestapu yang nantinya berganti nama menjadi Front Pancasila.133 Seperti telah dikatakan di atas, gerakan ini adalah upaya “jemput bola” yang dilakukan oleh organisasi mahasiswa yang jauh-jauh hari telah bersitegang dengan CGMI,

GMNI dan kelompok “kiri”. Bagi mereka, peristiwa tersebut dapat digunakan sebagai momen yang sangat baik untuk menghancurkan lawan-lawan politiknya.

Jelas, gerakan-gerakan tersebut muncul bukan karena sikap idealis mahasiswa, melainkan sikap ideologi partai yang telah diyakini sebagai “kebenaran”.

2. Fanatisme Membabi-buta

Gerakan mahasiswa tahun 1966 adalah gerakan yang muncul karena (salah satunya) begitu tingginya sikap fanatisme antar kelompok. Mengapa dikatakan demikian? Jika diamati dengan serius, lahirnya demonstrasi mahasiswa (salah satunya) karena latar belakang organisasi mahasiswa yang saling bermusuhan.

Sikap bermusuhan tersebut terang terpengaruh dari partai-partai politik di atasnya.

Terkait sikap mahasiswa tentang kebijakan pemerintah di sektor ekonomi, hanyalah sebuah pelengkap untuk melegalkan dan memperkuat alasan mahasiswa untuk melakukan demonstrasi. Lahirnya KAMI adalah bentuk representatif dari para kelompok mahasiswa yang memposisikan diri sebagai kelompok anti komunis. KAMI terdiri dari organisasi mahasiswa yang tergabung dengan Partai

Islam, PSI, Partai Katolik, dan IPKI. HMI memiliki massa yang banyak dalam

133 Yusuf Wanandi, op.cit., hal 223. Lebih lengkap terkait susunan pengurus KAP-Gestapu baca

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

KAMI. Sementara organisasi-organisasi yang berada di bawah pengaruhi aktivis

PSI menduduki posisi pimpinan dalam jumlah yang melampaui proporsi.134

Bertolak dari pernyataan di muka, maka tidak mengherankan jika pada tahun 1966, sering sekali terjadi perkelahian antar sesama mahasiswa. Sering terjadinya perkelahian antar mahasiswa salah satunya disebabkan karena sikap fanatisme yang tumbuh di dalam benak mahasiswa. Sehingga akan menjadi logis jika pernyataan yang dikeluarkan oleh partai tertentu diterima sebagai dogma kebenaran oleh mahasiswa. Sebagai contoh, ketika terjadi demonstrasi besar- besaran yang dilakukan oleh KAMI selama kurang lebih 60 hari, mahasiswa dari

ASU-Germindo (Ali Suratman - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) menemui Sukarno dan berjanji akan membela Bung Karno sampai mati.

Selanjutnya, Bung Karno menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk berdiri di belakangnya. Melanjutkan pernyataan Sukarno, Subandrio mengajurkan didirikannya Barisan Sukarno. Menanggapi pernyataan Subandrio, GMNI ASU,

UBK, dan Germindo bergerak merobek semua poster yang ditempel oleh

KAMI.135 Selanjutnya, kelompok mahasiswa yang menjadi simpatisan Sukarno merasa tersinggung dengan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh KAMI Bandung terhadap Sukarno. Ketidaksukaan tersebut diwujudkan dengan cara menyerang kampus ITB oleh GMNI.136

juga M. Alfan alfian, HMI 1963-1966; Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara, Kompas, Jakarta, 2013, hal 178. 134 Ulf Sundhaussen, op.cit., hal 396. 135 Soe Hok Gie, op.cit., hal 150-151.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

3. Kelompok Terkontrol

Jika mahasiswa identik dengan kelompok yang mengontrol kebijakan pemerintah, maka hal tersebut tidak berlaku pada gerakan mahasiswa 1966.

Gerakan mahasiswa 66 adalah sebuah kontradiksi dari apa yang disebut

“kelompok pengontrol”. Gerakan mahasiswa 66 adalah gerakan yang dikontrol oleh kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan.137

Sebelum KAMI terbentuk, ada organisasi mahasiswa ekstra yang bernama

PPMI. Namun setelah peristiwa berdarah pada oktober dini hari, PPMI selaku organisasi ekstra universitas tak mampu bersikap atas situasi tersebut. Hal itu dikarenakan PPMI dikuasai oleh mahasiswa GMNI yang adalah “anak” dari PNI.

Sikap GMNI jelas, menunggu keputusan dari Sukarno. Menanggapi hal tersebut, dengan bantuan militer para mahasiswa yang anti komunis membentuk KAMI sebagai pengganti PPMI. Tak berhenti sampai disitu, dalam hal perumusan tuntutan mahasiswa (tritura), mahasiswa pun diintervensi oleh militer. Hal tersebut sangat nampak ketika KAS KODAM Kol Witono menghimbau agar dimasukkan juga pembubaran PKI dan pergantian kabinet dalam tuntutan-tuntutan mahasiswa. Hal tersebut pada kenyataannya tidak ditentang oleh mahasiswa.

Mereka malah mengikuti kemauan KAS KODAM Kol Witono.

Di kubu mahasiswa yang pro Sukarno, nampak jelas mereka diarahkan untuk menghancurkan lawan-lawan politik Sukarno. Hal tersebut tercermin ketika

Subandrio menghimbau kepada mahasiswa untuk membentuk Barisan Sukarno.

136 Ibid, hal 156-159. 137 Untuk gerakan mahasiswa yang kontra-PKI (KAMI), Angkatan Darat adalah dalang yang mengontrol dan mengarahkan bagaimana gerakan mahasiswa tersebut bergerak. Sedangkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Himbau tersebut langsung diterima sebagai sabda tanpa ada upaya menanyakan kebijakan tersebut. Jika diamati, himbauan Subandrio untuk membentuk Barisan

Sukarno adalah indikasi adanya sebuah harapan terjadi konfrontasi yang lebih serius antar sesama mahasiswa. Pernyataan tersebut semakin jelas ketika

Subandrio mengatakan bahwa para mahasiswa hendaknya siap berkelahi secara fisik. Dia juga menegaskan bahwa, sebuah teror haruslah dibalas dengan kontra teror.138

Orasi-orasi yang dilakukan oleh Subandrio memiliki dampak yang sangat nyata pada hari-hari menuju keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966. Hal tersebut terjadi karena, KAMI sebagai kelompok yang kontra pemerintahan saat itu telah bersiaga guna menerima serangan dari mahasiswa yang pro Sukarno. Bertolak dari pernyataan di muka, jelasnya sikap saling memusuhi semakin besar di kedua kelompok mahasiswa. Hal tersebut nampak ketika KAMI meneriakkan yel-yel ganyang ASU. Dalam catatan hariannya, Yozar Anwar mencatat:

Begitu selesai upacara di lapangan Banteng, begitu barisan KAMI maju dan meneriakan ganyang plintat-plintut, ganyang ASU139

Hari Rabu tanggal 2 Februari 1966, ketika mengadakan upacara dwi- windu di halaman Fakultas Kedokteran UI, terjadi lagi perkelahian antara anggota

KAMI dengan GMNI-ASU. Pada hari Senin tanggal 7 Februari, kembali terjadi penusukan yang dilakukan oleh anggota GMNI-ASU terhadap Ketua Senat

Mahasiswa Tingkat III Fakultas Kedokteran UI. Selasa 8 Maret, setelah

kelompok mahasiswa seperti GMNI adalah kelompok yang dikontrol oleh Subandrio dan Sukarno. 138 Yozar Anwar, op.cit., hal 156-159. 139 ibid, hal 54.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

menghadiri rapat umum di Istora dalam rangka peringatan “Hari Internasional

Wanita”, massa ASU terlibat perkelahian dengan massa KAPPI dan KAMI.

Kedua kelompok tersebut saling serang menggunakan batu dan juga saling pukul- pukulan.140 Kejadian di muka semakin menegaskan bagaimana mahasiswa kala itu menjadi “mainan” para kelompok yang memiliki kepentingan.

D. Akhir KAMI dan Lahirnya Resimen Arif Rahman Hakim

1. Kesakralan (KAMI) Yang Tak Sakral

KAMI tidaklah sakral. Hal tersebut diucapkan Suharto ketika para pentolan KAMI menemui dia di kediamannya di Jalan Agus Salim. Latar belakang yang mendorong kedatangan pentolan KAMI tersebut karena KAMI dilarang oleh Sukarno. Hal yang lebih penting adalah, ketika keputusan pembubaran KAMI dikeluarkan oleh Sukarno, Suharto yang hadir dalam sidang tersebut justru menyepakati keputusan tersebut. Para pentolan KAMI menemui

Suharto guna mempertanyakan sikapnya. Hal tersebut dilakukan karena harus diakui, KAMI adalah kelompok pendobrak militer Suharto. Melalui KAMI inilah

Suharto menjalankan rencananya. Sebuah konfrontasi menggunakan tangan orang lain dengan harapan lawan tersebut akan kalang kabut dan pada akhirnya dapat dihancurkan.

Berbagai aksi yang dilakukan mahasiswa nyatanya tidak membuat

Sukarno melunak. Dia justru menjadi muak atas berbagai gerakan kaum demonstran yang berdampak pada terbunuhnya beberapa mahasiswa akibat tembakan dari Cakrabirawa. Akumulasi kemarahan tersebut diwujudkan dengan

140 ibid, hal 83, 187-188.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

mengeluarkan suatu perintah untuk membubarkan KAMI. Ketika keputusan tersebut dikeluarkan, Suharto selaku orang yang menginisiasi agar mahasiswa menjadi partnership bagi militer dalam menumbangkan Sukarno, justru menyepakati pembubaran tersebut.

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden tertanggal 26 Februari 1966 No

41/Kogam/1966, maka KAMI dinyatakan bubar. Berikut isi keputusan tersebut:

Melarang demonstrasi maupun berkumpul lebih dari lima orang. Pelarangan ini khususnya ditujukan kepada mahasiswa. Mereka yang membantu dalam memungkinkan adanya pelanggaran terhadap larangan di atas juga akan diambil tindakan setimpal…141

Berdasarkan catatan Jusuf Wanandi, ketika mereka (Yusuf Wanandi,

Mashuri, Harry Tjan, dan beberapa pentolan KAMI) mendengar adanya perintah untuk membubarkan KAMI, mereka mengunjungi Soeharto di kediamannya yang berada di Jalan Agus Salim. Suharto menerima mereka di rumahnya. Tanpa basa- basi, mereka langsung menanyakan kepada Suharto kenapa dia membiarkan

Sukarno membubarkan KAMI. Suharto merespon pertanyaan mereka dengan jawaban yang sangat tegas dan menikam. Suharto mengatakan bahwa, jika mereka ingin dipimpin oleh Suharto, maka mereka harus mengikuti cara “main” Suharto.

Jika mahasiswa tidak berkenan, mereka dipersilakan Suharto untuk “jalan sendiri”.142

Diskusi terkait kondisi di muka dan antisipasi terkait berbagai kemungkinan yang akan terjadi, telah dibicarakan lebih duluan. Suharto mengatakan, jika mereka ingin Suharto memimpin, mereka harus mengikuti

141 Ibid, hal 147. 142 Jusuf Wanandi, op.cit., hal 63.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

caranya dia. Suharto berkata, jika mereka (Sukarno) membubarkan kalian

(KAMI), kalian masih bisa membentuk sebuah organisasi yang baru. Memangnya

KAMI sakral? Demikian pertanyaan yang diajukan kepada mahasiswa.143 Jika bertolak dari pernyataan Suharto, akan semakin terang korelasi antara lahirnya

Resimen Arif Rahman Hakim sebagai respon atas pembubaran KAMI. Seperti dikatakan di muka, “jika mereka (Sukarno) membubarkan kalian (KAMI), bentuklah organisasi baru”. Pernyataan tersebut semakin memperkuat argumen selama ini bahwa Resimen Arif Rahman Hakim adalah kamuflase dari KAMI sendiri.

2. Lahirnya Resimen Arif Rahman Hakim

Memandang situasi yang makin keruh, pentolan mahasiswa merasa perlu membangun sebuah organisasi baru yang berlandaskan disiplin ketat dan semangat militer. Alasan tersebut yang mendorong penggunaan istilah “resimen” dalam rangka membentuk wadah pergerakan baru pengganti KAMI. Keputusan

Sukarno untuk mengangkat menteri-menteri yang diindikasikan berafisiliasi dengan PKI semakin membuat mahasiswa geram. Berbagai aksi dilakukan mahasiswa guna menghambat jalannya pelantikan para menteri baru. Aksi-aksi mahasiswa pada titik kulminasi tertentu semakin memanas ketika Arif Rahman

Hakim ditembak oleh Cakrabirawa. Tertembaknya Arif Rahman Hakim dalam aksi tertanggal 24 Februari 1966, semakin membakar amarah massa aksi. Bertolak dari berbagai peristiwa tersebut, Sukarno mengeluarkan Keputusan Presiden tertanggal 26 Februari 1966 No 41/Kogam/1966 yang isinya membubarkan

143 Ibid, hal 64.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

KAMI. Lahirnya Resimen Arif Rahman Hakim adalah konsekuensi logis dari dibubarkannya KAMI.

Tanggal 24 Februari 1966, mahasiswa melakukan aksi guna mencegah para menteri mengikuti pelantikan kabinet di Istana Negara. Dalam aksi yang semakin panas, Cakrabirawa mengeluarkan tembakan yang membunuh Arif

Rahman Hakim. Pelarangan KAMI ditanggapi dengan cepat oleh KAMI Jaya.

Tak menunggu waktu lama, Presidium KAMI Jaya melalui biro pengerahan massa dengan Fahmi Idris sebagai ketuanya, mengambil alih pola perjuangan yang bersifat operasional. Memandang situasi yang makin keruh, pentolan mahasiswa merasa perlu membangun sebuah organisasi baru yang berlandaskan disiplin ketat dan semangat militer.144

Pemikiran tersebut ialah dengan membentuk badan khusus perjuangan dalam KAMI Jaya. Situasi yang mendesak mendorong para pentolan KAMI untuk membentuk tim pemikir dalam rangka menjalankan taktik-taktik perjuangan.

Untuk alasan demikian, dibentuklah tim pemikir yang terdiri dari tiga orang;

Ketua Firdaus Wadjid, deputi I Marsillam Simanjuntak bertugas memikirkan dan menganalisa situasi perjuangan, deputi II Hakim Sorimuda dengan tugas operasional. Hasil pemikiran tim di atas, maka terbentuklah sebuah organisasi baru pengganti KAMI. Untuk itu dibentuklah Laskar Ampera dengan sebutan

Resimen Arif Rahman Hakim yang terdiri dari tujuh batalion. Tujuh batalion tersebut terdiri dari enam jenderal dan satu perwira tinggi yang dibunuh. Resimen

Arif Rahman Hakim berasal dari 24 universitas, perguruan tinggi dan akademi

144 Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 332.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

yang berada di Jakarta. Resimen tersebut diresmikan pada tanggal 4 Maret

1966.145 Sehari setelah peresmian Laskar Ampera, dibentuklah tujuh batalion dengan nama; Yon Yani, Yon Parman, Yon Sutoyo, Yon Panjaitan, Yon Tendean,

Yon Haryono dan Yon Suprapto. Kegiatan batalyon tersebut di bawah koordinasi

Laskar Ampera/Resimen Arif Rahman Hakim.146

3. Penegasan Partnersip

Memasuki bulan Maret 1966, gelombang demonstrasi makin meningkat.

Hal tersebut berbanding lurus dengan gelombang konfrontasi antara mahasiswa yang makin besar. Di sisi lain, militer semakin menegaskan keberpihaknya pada mahasiswa. Berbagai cara dilakukan oleh Kemal Idris, Sarwo Edhie dan Ali

Moertopo agar para mahasiswa tidak berhenti melakukan demonstrasi. Di lain sisi, penegasan partnership antara militer (Angkatan Darat) dengan mahasiswa semakin jelas. Hal tersebut sangat nampak ketika para pemimpin KAMI dilindungi oleh militer ketika dikeluarkannya keputusan Kogam tentang pelarangan KAMI. Tak berhenti sampai di situ, militer melangkah lebih jauh dengan tidak mengindahkan perintah Pejabat Menteri P dan K Leimena yang menginstruksikan agar Universitas Indonesia ditutup. Hal tersebut dilakukan karena mahasiswa tidak mengindahkan hasil keputusan Kogam.

Pada tanggal 15 Januari 1966, Kasdam Jaya Kol Witono dan Kepala Staf

Kostrad Kemal Idris menyediakan truk-truk untuk digunakan mahasiswa guna menghadiri sidang Kabinet di Bogor.147 Selanjutnya, Ali Moertopo juga

145 Ibid, hal 333 146 Yozar Anwar, op.cit., hal 182. Lihat juga keterangan tersebut pada catatan kaki no 26 dalam bukunya Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 333. 147 Peter Kasenda, op.cit., hal 133.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

melindungi para mahasiswa ketika mereka dikejar-kejar oleh intel Cakrabirawa.

Para mahasiswa yang dikejar disembunyikan di kantornya, markas Komando

Tempur II Kostrad, Jalan Kebon Sirih, Jakarta. Selain itu, Ali Moertopo juga memberikan senjata api pada massa KAMI ketika melakukan demonstrasi.148

Selanjutnya, ketika KAMI dibubarkan, Kemal Idris selaku pemegang komando atas semua pasukan tempur di Jakarta melindungi para pemimpin KAMI dari bahaya mahasiswa-mahasiswa GMNI.149

Keluarnya larangan berkumpul lebih dari lima orang jelas tidak dihiraukan mahasiswa. Pada tanggal 2 Maret 1966 di Universitas Indonesia, diadakan rapat umum KAPPI. Setelah itu, massa aksi melakukan pawai di jalan raya sembari membawa boneka (dinaikkan ke mobil) mirip Subandrio yang digantungkan di tiang. Melihat aksi tersebut, pemerintah melalui Pejabat Menteri P dan K Leimena mengeluarkan perintah untuk menutup UI. Namun, perintahnya diabaikan oleh tentara yang berjaga di kampus tersebut.150

Penegasan partnership yang sangat terang adalah lahirnya sebuah wadah perjuangan baru yang secara susunan dan penyebutan nama organisasi, tak dapat dipisahkan dari militer. Penggunaan nama resimen jika merujuk pada Kamus

Besar Bahasa Indonesia adalah pasukan tentara yang terdiri atas beberapa batalion yang biasanya dikepalai oleh seorang perwira menegah.151 Resimen Arif Rahman

Hakim sebagai wadah perjuangan baru mengganti KAMI, pada dasarnya sama

148 Seri Buku Saku Tempo, op.cit., hal 17. 149 Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES, Jakarta, 1986, hal 404-405. Lihat juga, Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1999, Hal 204. 150 Harold Crouch, op.cit., hal 206.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

dengan definisi di muka. Jika diamati, dalam organisasi tersebut dibentuk juga batalion-batalion sehari setelah peresmian Laskar Ampera. Batalion-batalion tersebut ialah; Yon Yani, Yon Parman, Yon Sutoyo, Yon Panjaitan, Yon Tendean,

Yon Haryono dan Yon Suprapto. Kegiatan batalyon tersebut di bawah koordinasi

Laskar Ampera/Resimen Arif Rahman Hakim.152

151 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2008 edisi IV. 152 Yozar Anwar, op.cit., hal 182. Lihat juga keterangan tersebut pada catatan kaki no 26 dalam bukunya Ahmaddani G-Martha, dkk, op.cit., hal 333.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

DAMPAK GERAKAN MAHASISWA 1966

A. Supersemar: Konsolidasi Pemerintahan Baru

1. Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret

Demonstrasi mahasiswa di sekitar istana mewarnai sidang penyempurnaan

Kabinet Dwikora yang berlangsung di Istana Merdeka Jakarta. Ketika Sukarno sedang memimpin rapat, dia dikagetkan dengan adanya kabar yang disampaikan oleh Brigadir Jenderal M Sabur (Komandan Resimen Cakrabirawa) terkait adanya pasukan-pasukan tidak beridentitas153 yang berkeliaran di sekitaran monas.

Mendengar kabar tersebut, Sukarno bersama Subandrio dan Chairul Saleh langsung berangkat ke Istana Bogor menggunakan helikopter. Sebelum berangkat,

Sukarno memberikan tanggung jawab kepada Dr. J. Leimena untuk memimpin rapat. Setelah rapat selesai, Dr. J. Leimena menyusul Sukarno ke Istana Bogor.

Pada hari yang sama, tiga perwira peserta rapat juga menyusul Presiden Sukarno ke Istana Bogor.

Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen M Yusuf, dan Brigjen Amir Macmud adalah ketiga perwira tinggi yang menyusul Sukarno ke Istana Bogor. Kedatangan mereka tak dapat dipisahkan dari Suharto sebagai pengutus. Hal itu dapat dilihat ketika ketiga perwira tersebut sebelum menyusul Sukarno ke Istana Bogor, mereka menyempatkan waktu untuk mampir ke rumah Suharto di Jalan Agus

153 Terkait pasukan yang tidak beridentitas, Julie dan Patrick menulis bahwa; pasukan-pasukan tersebut adalah satuan RPKAD di bawah pimpinan Sarwo Edhie. Lebih lanjut baca Julie Southwood dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru:Penyelewengan Hukum & Propaganda 1965-1981, Komunitas Bambu, Jakarta, 2013, hal 163

89

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

Salim no 98 Jakarta. Setelah dari rumah Suharto, barulah ketiga perwira tinggi tersebut menyusul Sukarno.154

Kedatangan ketiga perwira tersebut pada awalnya ditanggapi dengan emosional oleh Sukarno. Namun melalui dialog yang panjang, akhirnya emosi

Sukarno berangsur-angsur reda. Dalam pertemuan itu, ketiga perwira mampu meyakinkan Presiden Sukarno untuk membuat sebuah surat perintah yang dapat diberikan kepada Suharto guna memulihkan situasi politik. Surat Perintah yang dibuat oleh Sukarno pada akhirnya digunakan oleh Suharto untuk menjatuhkannya.

Surat Perintah yang dibuat oleh Sukarno dicurigai hadir karena berbagai tekanan yang dilakukan oleh ketiga perwira utusan Suharto.155 Apa pun argumen yang dikemukakan, faktanya Surat Perintah itu telah menjadikan Suharto berkuasa secara de facto. Setelah mendapat Surat Perintah, ketiga utusan Suharto langsung kembali ke Jakarta guna menyerakkannya kepada Suharto. Ketika Surat Perintah tersebut sampai pada Suharto, ia langsung bekerja keras untuk melahirkan sebuah

Surat Keputusan Presiden No. 1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966 yang ia tandatangani. Keesokan harinya, ia langsung mengumumkan pembubaran PKI berdasarkan surat yang dibuatnya.156

Bertolak dari Surat Perintah yang dikeluarkan Sukarno, Suharto melangkah lebih jauh dengan membuat Surat Keputusan Presiden yang

154 Baskara T. Wardaya, SJ, Membongkar Supersemar!: Dari CIA Hingga Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno, Galang Press, Yogyakarta, 2009, hal 119-120. 155 Asvi Warman Adam, Pelurusan Sejarah Indonesia, Tride, Yogyakarta, 2004, hal 230-231. 156 Baskara T. Wardaya, SJ, op.cit., hal 120-121.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

ditandantanganinya sendiri. Isi Surat Keputusan berkaitan dengan pembubaran

PKI tersebut disiarkan melalui RRI, antara lain sebagai berikut:

…Letnan Jenderal Suharto berdasarkan Surat Perintah 11 Maret, dengan Keputusan No. 1/3/1966 membubarkan PKI dan segala ormasnya.157

Mendengar kabar dari RRI, mahasiswa sebagai salah satu kelompok yang secara intens menuntut agar PKI dibubarkan, sangat senang. Masyarakat yang telah terpengaruh oleh aksi-aksi mahasiswa dan pemberitaan yang dikeluarkan oleh RRI dan Surat Kabar Angkatan Darat, turut larut dalam kegembiraan.

Mereka menganggap bahwa, KAMI, KAPPI, RPKAD, Kostrad dan (terkhusus)

Suharto sebagai pahlawan atas keluarnya keputusan tersebut.158

Pada hari yang sama, diadakan pawai kemenangan keliling Kota Jakarta.

Nampak massa KAMI dan KAPPI tertawa ria bersama para pasukan RPKAD dan

Kostrad. Pawai ini dilakukan sebagai salah satu bentuk kepuasan terhadap berbagai tuntutan yang telah dilakukan oleh mahasiswa selama kurang lebih enam puluh hari.159 Namun, pawai itu semakin memperkuat relasi perkoncoan antara

Angkatan Darat dan mahasiswa.

2. Kabinet Ampera

Setelah menerima Surat Perintah 11 Maret 1966, Suharto bergerak cepat dengan membubarkan PKI dan Kabinet 100 menteri bentukan Sukarno. Menteri- menteri yang diindikasikan terlibat dengan PKI dicopot. Bersama kroni-kroninya,

Suharto membentuk sebuah kabinet baru dengan nama “Kabinet Ampera (Amanat

Penderitaan Rakyat)”. Kabinet ini secara jelas menggambarkan relasi kekuasaan

157 Ahmaddani G-Martha dkk, op,cit., hal 397.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

antara para pemimpin KAMI dan Suharto. Pemimpin-pemimpin KAMI dimasukkan ke jajaran kabinet 100 menteri guna mengisi kekosongan jabatan akibat dikeluarkannya menteri-menteri yang diindikasikan terlibat dengan PKI.

Kabinet 100 menteri yang ditolak oleh Angkatan Darat pada tanggal 16

Maret, akhirnya dapat terwujud pada tanggal 18 Maret 1966. Upaya penangkapan para menteri yang tidak disukai oleh Angkatan Darat, disokong oleh barisan pendobraknya. Setelah berkonsultasi dengan Kemal Idris dan Sarwo Edhie, anggota-anggota KAPPI dan anggota laskar mulai menculik beberapa menteri antara lain Menteri Kehakiman Astrawinata, Menteri Negara Sudibjo, Menteri

Koordinator Pendidikan dan Kebudayaan Prijono. Dalam aksi tanggal 16 Maret, mereka juga menculik Ketua DPRGR I Gusti Gede Subamia. Sementara Oei Tjoe

Tat dan Jusuf Muda Dalam berhasil meloloskan diri. Para menteri yang ditangkap selanjutnya dibawa ke markas besar Kostrad.

Pada tanggal 18, upaya untuk menangkap para menteri semakin serius.

Pasukan-pasukan serta beberapa tank dijajarkan di jalan guna menangkap para menteri yang masuk dalam daftar penangkapan. Beberapa menteri yang berhasil meloloskan diri, berlindung di istana. Sarwo Edhie dan pasukan RPKAD yang diutus untuk menangkap para menteri, telah mengepung istana dengan perintah tak boleh seorang pun meloloskan diri. Sementara itu, Amir Mahmud diberi tugas meminta kepada Sukarno untuk merelakan Subandrio ditangkap. Ketika

Subandrio dibawa pergi, Sukarno memohon agar Amir tidak membunuhnya.

Menteri-menteri yang lain sebagian ditangkap di istana dan ada yang ditangkap di

158 Yozar Anwar, op.cit., hal 198-201.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

tempat lain kecuali Achadi dan Surachman yang berhasil meloloskan diri. Semua menteri yang ditangkap adalah orang-orang yang membantu presiden untuk mengembalikan tentara di bawah kontrol presiden.160

Setelah para menteri ditangkap, terjadi kekosongan pada beberapa posisi dalam DPRGR. Kekosongan tersebut diisi oleh beberapa pentolan (KAMI) mahasiswa pada saat itu. Soe Hok Gie sebagai salah satu aktivis 66 menentang keras masuknya pentolan-pentolan mahasiswa yang duduk dalam kursi-kursi

DPRGR. Sebagai bentuk protes terhadap keputusan teman-temannya, Soe Hok

Gie membeli berbagai perlengkapan perempuan (gincu, bedak, kutang dan lipstik) untuk diberikan kepada mereka. Marsillam selaku temannya Gie juga sangat kecewa dengan keputusan kawan-kawan mereka. Ada 13 mahasiswa yang menjadi anggota dewan setelah Sukarno lengser pada 1967. Beberapa di antaranya adalah Fahmi Idris, Firdaus Wadjdi, Yosar Anwar, Sofjan Wanandi dan

Cosmas Batubara.161

3. Dualisme Kepemimpinan

Keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966162 serta diikuti dengan pelembagaan Supersemar melalui TAP MPRS nomor IX/MPRS/1996 dan juga pembentukan presidium yang diketuai oleh Suharto, menjadi momen awal lahirnya pandangan adanya dualisme kepemimpinan dalam satu negara. Surat

Perintah 11 Maret yang diberikan oleh Sukarno kepada Suharto, (sengaja) disalah tafsirkan oleh Suharto. Suharto dengan berpegang pada Surat Perintah tersebut,

159 Ahmaddani G-Martha dkk, op.cit., hal 397. 160 Harold crouch, op.cit., hal 215-216. 161 Seri Buku Tempo, op.cit., hal 89-91.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

bertindak jauh melewati batas kewenangannya. Surat Perintah 11 Maret dijadikan alat legitimasi atas semua tindakannya. Tindakan-tindakan yang diambil oleh

Suharto terang membuat senang hati mahasiswa dan masyarakat yang aspirasinya termuat dalam Tritura. Tindakan-tindakan Suharto pada akhirnya menggiring opini publik seakan-akan Surat Perintah 11 Maret adalah surat pengalihan kekuasaan.

Sukarno sangat marah ketika terjadi apel besar Supersemar pada tanggal

12 Maret 1966. Hal itu dikarenakan terjadi salah penafsiran terkait intruksi tentang eksistensi PKI. Sukarno dalam Surat Keputusan tersebut tidak pernah menyuruh untuk membubarkan PKI. Menanggapi masalah di atas, Sukarno pada tanggal 14 Maret 1966, mengumpulkan semua panglima di Istana untuk dimarahi.

Suharto sebagai orang yang paling paham tentang latar belakang kemarahan

Sukarno, tetap tenang dan berpura-pura tidak tahu.163 Bergerak lebih jauh, kekuatan anti PKI mendorong Suharto untuk mengundang Sidang MPRS guna mendapatkan dukungan konstitusional terhadap Surat Perintah 11 Maret. Bertolak dari itu, pada tanggal 21 Juni - 5 Juli 1966 diadakan sidang istimewa MPRS guna mengukuhkan kekuatan Supersemar. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan jika sewaktu-waktu Sukarno menarik kembali surat perintah tersebut.164

Penegasan terkait dualisme kepemimpinan semakin nyata ketika dibentuk presidium kabinet yang terdiri dari enam orang. Leimena, Ruslan Abdulgani, dan pemimpin Nahdatul Ulama Idham Chalid adalah orang-orang yang dekat dengan

162 Terkait isi Surat Perintah 11 Maret 1966 silakan baca bukunya Peter Kasenda, Sarwo Edhie dan Tragedi 1965, Kompas, Jakarta, 2015, hal 142. 163 Yusuf Wanandi, op.cit., hal 69. 164 Harold Crouch, op.cit., hal 225.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

Sukarno. Walaupun terdiri dari enam orang, hanya tiga orang yang memainkan peran penting dalam presidium kabinet tersebut. Mereka adalah Suharto, Adam

Malik dan Sultan Hamengkubuwono IX.165 Setelah sidang MPRS, Suharto memimpin presidium yang terdiri dari tiga anggota,166 yakni Suharto sebagai ketua dan anggota merangkap Menteri Pertahanan dan Keamanan, Sri Sultan

Hamengku Buwono IX sebagai anggota dan Menteri Perekonomian, serta Adam

Malik sebagai anggota dan Menteri Luar Negeri. Pada titik ini, Sukarno tetap presiden yang sah, tetapi yang menjalankan pemerintahan sehari-hari adalah presidium.167

Berakhirnya dualisme kepemimpinan ditandai dengan adanya Sidang

Istimewa yang diadakan pada tanggal 7-12 Maret 1967. Sidang tersebut berhasil mencabut kekuasaan eksekutif Presiden Sukarno dan mengukuhkan Jenderal

Suharto sebagai pejabat presiden. Terkait dualisme kepemimpinan, John D. Legge mengatakan, MPRS telah menarik fungsi kepresidenan dari Sukarno, tetapi bukan titelnya.168 Maksudnya, pada posisi seperti ini, Sukarno hanya menjadi sebuah simbol dari pemimpin negara. Tugas-tugas pemimpin negara justru dijalankan oleh Suharto yang menjabat sebagai Pejabat Presiden.

4. Suharto Menjadi Presiden

Secara de facto, Suharto menjadi presiden pasca lahirnya Surat Perintah yang penuh kontrovesial. Pada tahun 1968, melalui sidang MPRS Suharto secara de jure diangkat menjadi Presiden Indonesia yang ke dua. Surat Perintah 11 Maret

165 Ibid, hal 224. 166 Tiga kabinet lainnya hanya sebagai simbol. Upaya-upaya tersebut dapat dipandang sebagai sikap kehati-hatian Suharto dalam menghadapi Sukarno. 167 Yusuf Wanandi, op.cit., hal 71.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

1966 menjadi awal lahirnya penguasa baru di Indonesia. Surat Perintah itu dikeluarkan oleh Sukarno di bawah tekanan akan ancaman perang saudara di dalam negeri. Ancaman tersebut tidak dapat dilepaskan dari ulah “orang-orang”

Suharto seperti Subchan Zainul Echsan, Sarwo Edhie dan Wanandi Bersaudara.

Mereka adalah otak dari munculnya berbagai demonstrasi pasca pembunuhan para jenderal.169 Suharto yang diberi amanat oleh Sukarno melalui Surat Perintah 11

Maret, justru mengambil kesempatan untuk menggusur Sukarno dari jabatannya.

Supersemar selanjutnya menjadi alat legitimasi bagi Suharto untuk melegalkan berbagai tindakan atas pembantaian kaum komunis maupun simpatisan dan yang diindikasikan terlibat PKI.

Setelah Surat Perintah 11 Maret keluar, serta dilanjutkan dengan pembubaran PKI dan penangkapan para menteri yang diindikasikan dekat dengan kelompok PKI, mahasiswa masih merasa khawatir jika sewaktu-waktu Sukarno menjadi murka dan menarik kembali surat perintah yang telah dikeluarkan.

Kemungkinan yang lebih parah yang ditakutkan mahasiswa adalah, Sukarno menjadi murka dan mengadakan konfrontasi dengan Suharto serta kembali mengambil kekuasaan dari Suharto.170 Bertolak dari rasa takut tersebut, mahasiswa mengusulkan sidang Istimewa MPRS guna meminta pertanggungjawaban Sukarno selama masa kepemimpinannya terutama terkait

168 John D. Legge, Sukarno: Sebuah Biografi Politik, Sinar Harapan, Jakarta, 1985, hal 466. 169 Julie Southwood dan Patrick Flanagan, Teror Orde Baru:Penyelewengan Hukum & Propaganda 1965-1981, Komunitas Bambu, Jakarta, 2013, hal 162-163. 170 Rasa ketakutan tersebut kenyataannya tidak terjadi. Sukarno sangat menyadari berbagai konsekuensi yang akan terjadi jika dia mengerakan simpatisannya untuk mendukungnya melawan Suharto. Sukarno tak mau negara yang telah dia persatukan dari sabang hingga Merauke menjadi pecah-bela dan memberikan kesempatan kepada negara-negara kapitalis untuk memanfaatkan kekacauan tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

masalah ekonomi politik pada tahun 60-an. Mahasiswa tetap bersikeras agar

Sukarno diganti. Mereka melakukan berbagai aksi guna tercapai tujuan yang diinginkan.

Perwakilan mahasiswa Mashuri (Ketua Persahi) bersama Harry Tjan mempersiapkan rencana sebuah nota kepada DPR untuk memakzulkan Sukarno.

DPR setuju dan menuntut diadakannya Sidang Istimewa MPRS untuk menentukan apakah pemakzulan bisa dilakukan atau tidak. Dalam sidang tersebut

Sukarno diminta untuk memberikan pidato pertanggungjawaban. Pidato pertanggungjawabannya yang berjudul “Nawaksara” ditolak oleh MPRS karena dinilai tidak memadai. Selanjutnya Sukarno membuat tambahan pidato dengan judul “Pelengkap Nawaksara” yang pada akhirnya ditolak juga.171 Pidato Sukarno yang berjudul “Pelengkap Nawaksara” berisi tentang laporan pertanggungjawaban kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, khususnya terkait sebab- sebab peristiwa Gerakan 30 September dan epilognya. Selain itu Sukarno juga diminta pertanggungjawaban terkait kondisi ekonomi bangsa pada saat itu.172

Ditolaknya laporan pertanggungjawaban Sukarno oleh MPRS semakin memuluskan jalan Suharto untuk menjadi presiden. Setelah itu, Suharto bersama kroni-kroninya memikirkan cara yang lebih halus untuk melakukan pemecatan secara permanen terhadap presiden. Setelah memikirkan secara serius, akhirnya mereka memutuskan menggunakan dalil “ketidakmampuan” untuk mengakhiri masa jabatan Presiden Sukarno. Pada tanggal 12 Maret, MPRS mencapai

171 Yusuf Wanandi, op.cit., hal 79-80. Penjelasan lebih lengkap terkait alasan ditolaknya pertanggungjawaban Sukarno oleh MPRS silakan baca; Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES, Jakarta, 1986, hal 435. 172 Harold Crouch, op.cit., hal 225-226.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

kesimpulan bahwa Sukarno “tidak mampu menunaikan tugas-tugasnya berdasarkan UUD maupun instruksi-instruksi dan ketetapan-ketetapan MPRS”.

Oleh sebab itu MPRS mencabut kembali mandatnya sebagai presiden dan melarangnya melakukan kegiatan politik sampai dilangsungkannya pemilihan umum. MPRS menunjuk Suharto sebagai Pejabat Presiden dengan masa jabatan sampai MPR hasil pemilihan umum dapat mengangkat presiden baru secara formal dan menyerahkan kepada Pejabat Presiden soal “penyelesaian masalah hukum” yang menyangkut Dr. Ir. Sukarno.173

Setelah keputusan MPRS di muka, Sukarno tetap tinggal di istananya.

Namun lama kelamaan semakin terang bahwa ia menjadi tahanan rumah. Ia tidak lagi diperbolehkan menggunakan sebutan presiden, Panglima Tertinggi Angkatan

Bersenjata dan Mandataris MPRS pada Mei 1967 dan tidak diperbolehkan menggunakan bendera kepresidenan. Walaupun Sukarno telah kehilangan segala sebutan kepresidenan, Suharto tetap memegang jabatan sebagai pejabat presiden sampai Maret 1968 ketika Sidang Umum V MPRS mengangkatnya menjadi

Presiden Indonesia yang ke-2.174 Sukarno tetap berstatus tahanan rumah sampai wafatnya pada tanggal 21 Juni 1970.175

Strategi pengambilan kekuasaan negara di balik bungkus prosedur hukum oleh Suharto sangat berhasil. Ia menyembunyikan kudeta merangkaknya sebagai tindakan murni konstitusional dengan restu Sukarno untuk menggagalkan kup

PKI. Di atas kertas Suharto tetap mempertahankan Sukarno sebagai presiden

173 Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, LP3ES, Jakarta, 1986, hal 439. 174 Tertuang dalam TAP MPRS No. XLIV 1968, selebihnya baca, Kuncoro Hadi, Dkk, op.cit., hal 779.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

sampai Maret 1967. Satu setengah tahun setelah Sukarno kehilangan kekuasaan efektifnya.176

B. Penghancuran Kelompok Oposisi

1. Pembantaian Simpatisan PKI

Pembantaian kelompok komunis sejatinya telah terjadi sebelum Sukarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966. Ketika terjadi peristiwa pada tanggal

1 Oktober 1965, kelompok-kelompok anti komunis, terkhusus kelompok agamawan menjadikan peristiwa tersebut sebagai ajang balas dendam terhadap

PKI. Sejarah perjalanan kedua kelompok tersebut memang cukup kelam. Kaum agamawan sangat membenci kelompok komunis karena berbagai peristiwa yang mendahuluinya. Namun, terlepas dari konteks di atas, mahasiswa (KAMI) yang melakukan berbagai aksi selama tahun 1965 akhir hingga tahun 1966 memiliki implikasi yang kuat atas tertanamnya bibit kebencian terhadap kelompok komunis di masyarakat.

Demonstrasi mahasiswa selama kurang lebih 60 hari dengan mengusung salah satu tuntutan bubarkan PKI, adalah implikasi atas keterlibatan mereka dalam menghasut masyarakat untuk membenci PKI. Tuntutan-tuntutan yang diteriakkan secara terus-menerus adalah sebuah hasutan yang secara perlahan tapi pasti merasuk ke pikiran masyarakat. Sebagai contoh kasus, Soe Hok Gie bersama mahasiswa lain pernah mengejar kereta yang menuju Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Tujuan mereka mengejar kereta tersebut adalah untuk melakukan aksi penempelan selebaran yang berisi tiga tuntutan rakyat pada gerbong-gerbong

175 Harold Crouch, op.cit., hal 243-244.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

kereta. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya agar masyarakat dapat mengetahui apa yang diperjuangkan mahasiswa.177

Seperti telah dikatakan, sejarah relasi antara PKI dan kelompok agamawan cukup suram. Jika mahasiswa melakukan aksi protes dengan tuntutan pembubaran

PKI, maka masyarakat awam yang berada di kampung-kampung yang membaca selebaran tersebut, akan semakin percaya bahwa penculikan dan pembunuhan para jenderal murni dilakukan oleh PKI. Hal tersebut justru semakin mengkristalkan dendam yang terpatri dalam diri sebagian masyarakat Jawa kepada kaum komunis. Akumulasi dari dendam-dendam tersebut bermuara pada pembantaian kelompok kiri.

Max Lane dalam bukunya yang berjudul Unifinished Nation semakin memperkuat argumen di muka. Ia mengatakan bahwa gerakan mahasiswa pada tahun 1966 adalah kelompok mahasiswa yang anti terhadap kiri. KAMI adalah representasi dari kelompok mahasiswa yang anti kiri tersebut. Berikut kutipannya:

“Gerakan mahasiswa” sekarang didefinisi ulang sebagai gerakan yang hanya terdiri dari kelompok mahasiswa anti-kiri yang dipimpin oleh KAMI…178

Gerakan yang muncul karena setimen antar kelompok jelas tidak terlalu memikirkan dampak-dampak yang dihasilkan dari tindakan-tindakan setiap kelompok. Walaupun demikian, terang bahwa beberapa dari barisan angkatan 66 juga mengutuk tindakan-tindakan pembunuhan dan penangkapan terhadap

176 John Rossa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, Hasta Mitra, Jakarta, 2008, hal 40. 177 Seri Buku Tempo, op.cit., hal 15-16. 178 Max Lane, Unifinished Nation, Djaman baroe, Yogyakarta, 2014, hal 105.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

kelompok komunis.179 Namun, harus diakui bahwa angkatan 66 memiliki kontribusi pada hancurnya kelompok komunis. Mahasiswa sebagai bagian masyarakat sipil yang dipandang oleh masyarakat cukup netral dalam perpolitikan saat itu, dimanfaatkan oleh Suharto guna semakin meyakinkan masyarakat bahwa protes yang muncul adalah sebuah keresahan bersama. Hadirnya mahasiswa dalam mendukung militer adalah upaya pengadaan wajah sipil dalam perjuang tersebut.180

2. Penghancuran Gerakan Mahasiswa

Konfrontasi antar kelompok yang pro PKI dan kontra PKI secara jelas selesai pada saat Suharto menerima Surat Perintah 11 Maret 1966. Kelompok yang dimaksud di sini adalah KAMI melawan GMNI dan CGMI. Sebagai penegas, penghancuran gerakan mahasiswa diarahkan pada kelompok-kelompok yang tidak saja dekat dengan PKI, melainkan juga yang loyal terhadap Sukarno.

Setelah Surat Perintah 11 Maret 1966 dikeluarkan, dengan cepat dilakukan penghancuran terhadap kelompok-kelompok tersebut. Keadaan ini, jelas membawa angin segar tersendiri untuk KAMI. Mengapa bisa demikian, karena

KAMI yang anti kiri (PKI) merasa puas akan hancurnya gerakan oposisi.

Suharto menyadari bahwa pendukung Sukarno masih banyak di kalangan pemerintahan, angkatan bersenjata, partai politik dan organisasi masyarakat (baca: gerakan mahasiswa), maupun di kalangan masyarakat secara luas. Kenyataan ini menjadi hambatan tersendiri bagi Suharto untuk memegang kekuasaan. Bertolak

179 Soe Hok Gie adalah salah satu individu yang mengkritis pembunuhan dan penangkapan kelompok dan simpatisan komunis secara keras. Selengkapnya baca Soe Hok Gie, Zaman Peralihan, GagasMedia, Tangerang, 2005. 180 Max Lane, op.cit., hal 104-105.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

dari itu, langkah awal yang dilakukan Suharto adalah “pembersihan” terhadap pendukung-pendukung Sukarno. Sejalan dengan pembubaran kaum kiri dan nasionalis radikal, GMNI sebagai ormas PNI mengalami nasib yang sama dengan partai afiliasinya. Tekanan-tekanan tersebut hadir dari dalam organisasi. Memecah belah organisasi dari dalam adalah salah satu upaya Suharto. Hal tersebut terlihat dari adanya GMNI Osap-Usep dan GMNI Ali-Surachman.181

Pertentangan internal semakin nyata ketika GMNI Ali-Surachman berhasil dihancurkan oleh Suharto. Sebagai gantinya, GMNI Osap-Usep diangkat oleh

Suharto guna mengganti Ali-Surachman. Hal senada terjadi pula pada PKI dan ormasnya. Ketika PKI diburu dan dihancurkan, otomatis ormas pendukungnya pun ikut dihancurkan. CGMI sebagai anderbouwn PKI tak mampu berbuat banyak ketika terjadi penghancuran secara sistematik oleh Suharto setelah menerima Surat Perintah. Dapat dikatakan bahwa demonstrasi KAMI selama kurang lebih 60 hari berdampak juga pada pembubaran gerakan mahasiswa yang ditempatkan sebagai oposisinya. Sejarah terbentuknya KAMI merepresentatifkan bagaimana organisasi tersebut terbentuk dari berbagai kekecewaan.

PPMI tidak bersikap atas kacaunya situasi politik saat itu. Sebagai jalan keluar, mahasiswa yang anti kiri dibantu oleh militer menciptakan KAMI. KAMI seperti telah dipaparkan di muka, memiliki anggota terbanyak dari HMI. Jika dirunut dari sejarahnya, HMI dan kelompok kiri khususnya CGMI memiliki sejarah pertentangan yang serius. Ketika KAMI terbentuk, tercetuslah beberapa tuntuntan yang keluar berkat hasil pemikiran dari mahasiswa (anti-kiri) dan

181 Ichwan Ar, op.cit., hal 34.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

militer. Salah satu tuntutannya jelas; bubarkan PKI. Mengapa harus PKI yang dibubarkan? Pertama, tuntutan tersebut dikeluarkan (salah satunya) berdasarkan peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober 1965. Kedua, PKI harus dibubarkan agar ada alasan yang lebih besar untuk menghancurkan setiap orang, kelompok, dan organisasi tertentu yang berpaham “kiri”. Lebih parahnya, individu-individu yang hanya tergabung sebagai anggota (atau simpatisan) dengan tingkat pemahaman yang rendah tentang apa itu sosialisme/komunisme, ditangkap pula.

3. Penghancuran Gerakan Perempuan

Penghancuran gerakan perempuan adalah konsekuensi logis dari aksi-aksi yang dilakukan oleh angkatan 66. Mengapa demikian? Pembenaran atas pemberitaan yang dikeluarkan surat kabar militer yang dilakukan mahasiswa pada akhirnya memiliki dampak yang serius pada proses penghancuran gerakan perempuan. Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) diberitakan oleh surat kabar militer sebagai kelompok yang melakukan kegiatan tari-tarian bertelanjang dada sebelum akhirnya menyileti dan memotong kemaluan para jenderal.182

Selanjutnya, pembenaran yang dilakukan oleh angkatan 66 terkait pemberitaan tersebut dicerminkan melalui tuntutan agar PKI dan semua simpatisannya dibubarkan.

Lahirnya KAMI sebagai kelompok mahasiswa yang anti-kiri, jelas menuntut pembubaran terhadap setiap kelompok yang berideologi kiri. Gerwani yang merupakan gerakan perempuan terbesar pada saat itu, jelas menjadi (salah

182 Walaupun kita ketahui bahwa setelah melalui tahap otopsi mayat, diketahui bahwa semua luka yang ditemukan dalam tubuh para jenderal dan seorang letnan berupa luka tembak. Ditemukan juga bahwa alat kelamin mereka dalam keadaan utuh. Selengkapnya baca Saskia E. Wieringan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

satu) objek untuk dihancurkan karena berafisiliasi dengan PKI pada tahun

1965.183 Selain itu, alasan lain yang menjadi dasar penghancuran Gerwani adalah berita (surat kabar militer) terkait keterlibatannya dalam pembunuhan para jenderal di Lubang Buaya. Saskia mengatakan bahwa, sejak surat kabar milik militer menulis tentang Gerwani, slogan mahasiswa (para demonstran) menjadi

“Gerwani Cabo”, “Gantung Gerwani”, dan “Ganyang Gerwani”. Hal tersebut semakin diperkuat jika kita melihat ormas yang mendominasi dalam KAMI, yakni

HMI dan PMKRI. Pada titik ini, Cosmas Batubara salah satu Ketua KAMI yang telah mendapat pendidikan anti-komunis184 pasti terpengaruh secara ideologi untuk menghancurkan simpatisan PKI. Pada titik tersebut menjadi jelas bahwa, angkatan 66 mempunyai andil dalam penghancuran gerakan perempuan.

Gerwani sejatinya muncul sebagai salah satu bentuk protes atas pembatasan peran terhadap perempuan. Bagi mereka, peran perempuan tidak hanya di tataran sosial, melainkan mampu naik ke tataran politik. Pasca peristiwa di Lubang Buaya, PKI lalu dikaitkan dengan kekacauan yang dilambangkan dengan perilaku seksual buruk perempuan komunis. Bertolak dari kekacauan tersebut, pemerintah (Baca: Suharto) berdalil bahwa, masyarakat hanya dapat diselamatkan dengan cara melakukan pembersihan terhadap komunis dan menempatkan kembali perempuan pada posisi yang lebih rendah.185 Artinya

Penghancuran Gerakan Perempuan: Politik Seksual di Indonesia Pascakejatuhan PKI, Galangpress, Yogyakarta, 2010, hal 443-444. 183 Dari 1954 sampai 1965, Gerwani menyatakan diri sebagai organisasi yang tidak berpihak pada partai tertentu. Baru pada tanggal 1965 mereka bergabung secara paksa dengan PKI dalam kerangka Nasakom. Lebih lanjut baca, Saskia E. Wieringan, Penghancuran Gerakan Perempuan: Politik Seksual di Indonesia Pascakejatuhan PKI, Galangpress, Yogyakarta, 2010, hal 2281-282. 184 Ibid, hal 442. 185 Ibid, hal 409.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

bahwa, peran perempuan direduksi dari peran dalam bidang politik menjadi hanya pada bidang sosial.

Hal tersebut semakin nyata ketika pemerintahan Suharto mengeluarkan berbagai kebijakan yang semakin membatasi peran perempuan dalam bidang politik. Jenderal Suharto di depan 30.000 perempuan mengatakan bahwa kaum wanita tidak boleh meniru perbuatan orang-orang Gerwani. Berikut ucapanya:

Mereka telah meninggalkan kepribadian kita, karena mereka telah merusak kepribadian kaum wanita Indonesia… dan karena wanita sebagai ibu memiliki peran khusus dalam mendidik anak-anak, generasi muda kita harus diselamatkan agar tidak terjerumus ke dalam kerusakan moral kaum kontra-revolusioner; mereka harus dididik untuk menjadi patriot bangsa yang tunduk pada Tuhan.186

Suharto dengan sangat jelas menunjukkan bahwa para anggota Gerwani mengacaukan fondasi negara dengan tidak bersikap seperti perempuan seharusnya. Ia menghimbau agar perempuan menjadi “ibu yang baik”. Pada titik ini, menjadi jelas bahwa Suharto berusaha dengan tegas agar peran perempuan dalam bidang politik dihilangkan. Perempuan hanya berfokus pada kegiatan- kegiatan sosial seperti (salah satunya) menjadi ibu yang baik buat anak-anak mereka.

4. Pengembangan Ideologi Anti-Komunis

Fobia komunisme yang melanda (sebagian) masyarakat negeri ini adalah dampak dari konstruksi ideologi anti-Komunis yang dilakukan pemerintahan

Suharto dengan bantuan Amerika Serikat. Selama 32 tahun berkuasa, Suharto memanfaatkan berbagai media untuk menanamkan doktrin tentang kejahatan yang dilakukan oleh PKI. Berbagai historiografi, novel, monumen, dan film digunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

sebagai media untuk menebar ideologi anti komunis. Semua upaya yang dilakukan oleh Suharto terbukti berhasil mengkonstruksi ideologi anti-

Komunisme di masyarakat kita hingga saat ini.

Pembentukan ideologi anti-Komunis di arena kebudayaan adalah hasil dari proses panjang pertarungan politik dan ideologi dalam rangka mencari indentitas kebudayaan nasional Indonesia. Proses pencarian identitas ini mengambil bentuk pertarungan politik pada aktivitas kebudayaan dalam konteks Perang Dingin. Pada masa puncak ketegangan Perang Dingin 1950an-1960an, kekuatan-kekuatan politik dan kebudayaan pro-barat, dengan dukungan pemerintah AS, berupaya menciptakan medan pertempuran ideologis untuk menantang laju Komunisme di

Indonesia. Selain menyediakan bantuan militer dan ekonomi untuk Indonesia, pemerintah AS juga memperluas pengaruhnya dengan membantu aktivitas pendidikan dan kebudayaan melalui institusi-institusi filantropi187 dan kebudayaannya untuk membangun aliansi anti-komunis di kalangan intelektual

Indonesia. Kebudayaan digunakan sebagai alat propaganda dan merupakan salah satu bagian dari kebijakan politik luar negeri AS untuk melawan komunisme di seluruh dunia. Strategi kebudayaan di atas, awalnya difokuskan di negara-negara

Eropa dan AS. Namun kemudian diperluas ke negara-negara Afrika, Amerika

Latin, dan Asia termasuk Indonesia.188

Terkait upaya AS membendung laju Komunisme, terdapat beberapa aspek dari ideologi kebudayaan AS, khususnya ide tentang “kebebasan intelektual” dan

186 Ibid, hal 451. 187 Cinta kasih (kedermawanan dsb) kepada sesama, lihat Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2008 edisi IV.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

“kebebasan berekspresi” yang digulirkan di kalangan komunitas intelektual di seluruh dunia. Melalui gagasan “kebebasan berekspresi” inilah maka agenda CCF

(congress for cultural freedom) dimanfaatkan oleh CIA untuk memanipulasi kaum intelektual, tidak saja di Eropa dan AS, tapi juga di Asia termasuk

Indonesia. Pendek kata, CCF berusaha menciptakan dasar filosofis bagi para intelektual untuk mempromosikan kapitalisme dan anti-komunis. Terkait hal itu, direktur program internasional Ford Foundation, Shepard Stone mengatakan bahwa CCF ditujukan sebagai upaya “memerangi komunisme” di kalangan kaum intelektual Eropa dan Asia.189

Dalam gerakan mahasiswa 66, kelompok mahasiswa yang bergaris politik

Masyumi, PSI (dengan GEMSOS sebagai anderbouwnya) dan mahasiswa yang anti-kiri terlibat dalam berbagai aksi. Secara logika, kelompok-kelompok tertentu jelas memiliki dendam dengan Sukarno dan terlebih terhadap komunis. Bertolak dari itu, akan menjadi logis jika kampanye-kampanye pembubaran hingga menjurus pada upaya pendoktrinan melalui aksi-aksi guna meyakinkan masyarakat bahwa komunisme sangat berbahaya terang dilakukan. Hal ini jelas ada hubungannya dengan upaya AS membentuk pengaruh guna melawan komunisme di Indonesia melalui sayap kanan, terutama faksi sayap kanan militer,

PSI, Partai Masyumi dan yang paling penting; para seniman dan intelektual anti- komunisme.

Seperti upaya AS memberikan doktrin anti komunisme melalui (salah satunya) buku-buku. Hal senada juga dilakukan oleh Suharto guna menanamkan

188 Wijaya Herlambang, Kekerasan Budaya Pasca 1965; Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film, Marjin Kiri, Tangerang, 2013, hal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

ideologi anti komunisme di masyarakat. Melalui buku-buku, film dan monumen- monumen bersejarah Suharto membangun ideologi tersebut. Upaya pelegitimasian atas kejahatan PKI dicatat secara “lengkap” oleh sejarawan militer Nugroho

Notosusanto. Buku putih G 30 S/PKI adalah bentuk riil dari awal mula pembentukan stigma terhadap kelompok komunis. Bertolak dari buku tersebut, dilakukan transformasi yang lebih luas ke dalam berbagai produk budaya seperti film, novel, diorama yang dipamerkan di museum, monumen, relief, dan buku pegangan siswa.190

Pelegitimasian atas kejahatan yang dilakukan oleh PKI dan upaya membangun ideologi anti komunis di masyarakat Indonesia, pada titik ini berhasil menuai kesuksesan. Ditransformasikannya historiografi peristiwa 65 oleh

Nugroho Notosusanto ke dalam bentuk bahan pembelajaran, terkhusus buku-buku paket pegangan siswa, menjadi sasaran yang tepat untuk membangun ideologi tersebut. Kalau dalam bahasa Pramoedya, “sejak dalam pikiran” anak-anak telah dikonstruk untuk anti terhadap PKI.

C. Era Baru Kebijakan Ekonomi

1. Kebijakan Pintu Terbuka

Pada tahun 1960-an Sukarno telah memutus hubungan kerjasama dengan dunia Eropa. Ketika Suharto memegang kekuasaan, dia menerapkan kebijakan pintu terbuka. Hal tersebut dilakukan dalam upaya menstabilkan perekonomiaan dalam negeri. Kebijakan pintu terbuka harus dilakukan sebagai salah satu solusi guna membenahi perekonomian Indonesia yang kacau.

189 Ibid, hal 58-101.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

Langkah pertama yang diambil Suharto adalah melakukan serangkaian perundingan mengenai penundaan pembayaran hutang sampai jangka waktu 20 tahun bagi utang-utang yang dibuat sebelum tahun 1966. Selain itu, pada tahun yang sama mulai timbul berbagai tawaran bantuan baru dari beberapa negara kreditor. Selanjutnya, kekuasaan pengendalian pengeluaran pemerintah dikembalikan ke tangan Menteri Keuangan. Guna melakukan stabilisasi ekonomi, diambilah beberapa kebijakan dasar sebagai berikut: Pertama, anggaran belanja negara akan diseimbangkan. Pengeluaran pemerintah hanya akan dilaksanakan apabila diperoleh dana dari penerimaan rutin dan bantuan luar negeri, sedangkan sumber biaya yang berasal dari pinjaman bank sentral tidak dilakukan lagi.

Kedua, kurs devisa akan diambangkan dengan tujuan akhir untuk menghapuskan sistem kurs devisa ganda. Ketiga, Pemerintah mengumumkan politik pintu terbuka bagi modal swasta asing untuk membuka usahanya di Indonesia.191

Kebijakan-kebijakan Suharto pada akhirnya melahirkan Undang-undang

Penanaman Modal Asing yang baru dikeluarkan pada tahun 1967 dan Undang- undang Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968. Kedua undang-undang itu memberi peluang sekaligus keringanan yang cukup besar bagi penanaman modal asing. Kebijakan yang dikeluarkan terbukti berhasil dengan adanya peningkatan pada penerimaan pemerintah pada tahun 1966/1967. Bantuan program pada tahun 1967 mencakup 29 persen penerimaan anggaran total dan dalam tahun 1968 mencakup 90 persen. Pos tersebut terdiri dari dana rupiah imbangan yang berasal dari hasil penjualan bantuan pangan dan barang-barang

190 Ibid, hal 138.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

pokok lain. Selain itu, ada juga hasil penjualan devisa luar negeri kepada para importer.

Dana imbangan yang berasal dari sumber pertama tidak besar karena barang-barang tersebut dijual pemerintah dengan harga subsidi sebagai konsekuensi politik menuju stabilitas harga beras. Dengan dihilangkannya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang, laju pertumbuhan uang beredar menurun dari 763 persen dalam tahun 1966 menjadi hanya 61 persen dalam tahun 1969, dan merupakan penyebab utama menurunnya laju inflasi sehingga menjadi kurang dari 20 persen dalam tahun 1969. Bantuan luar negeri juga merupakan sarana penting di dalam program penyederhanaan sistem devisa.192

2. Forum Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI)

Forum Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) adalah pertemuan yang diadakan oleh para kreditur di Amsterdam, lalu di Den Haag dan selanjutnya di Scheveningen. Pertemuan tersebut menghasilkan tiga bentuk pinjaman.

Pinjaman ini digunakan untuk menolong neraca pembayaran tahun 1967 serta sejumlah pinjaman untuk membiayai pembangunan proyek dan bantuan dalam bentuk barang.

Guna menyelamatkan situasi pada 1966 diperlukan langkah-langkah yang bisa meringankan ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan devisa. Maka dari itu, jalur yang ditempuh adalah melakukan diplomasi intensif guna memperoleh penjadwalan kembali utang. Selain itu, upaya tersebut dilakukan

191 Anne Booth dan Peter McCawley (penyunting), Ekonomi Orde Baru, LP3ES, Jakarta, 1985. hal 217.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

guna mendapatkan pinjaman darurat/baru agar impor untuk memenuhi kebutuhan produksi dan komsumsi dalam negeri dapat segera terpenuhi. Langkah ini sebenarnya sudah dimulai sejak Mei 1966. Walaupun beberapa kali telah diadakan pertemuan dengan para kreditor, kemajuan yang berarti baru berhasil setelah Indonesia merumuskan strategi stabilitas ekonomi yang komprehensif dengan bantuan teknis dari IMF. Bantuan tersebut adalah Paket Stabilisasi

Oktober 1966. Setelah beberapa kali pertemuan awal, akhirnya usulan Indonesia dibawa ke Paris Club193 pada bulan Desember 1966 yang menyetujui penundaan pembayaran pokok dan bunga sampai 1971 dan jumlah yang ditunda ini akan dibayar dalam delapan kali cicilan tahunan.

Dengan tercapainya kesepakatan Paris Club itu, pintu terbuka bagi

Indonesia untuk memperoleh pinjaman baru dengan bunga yang lebih lunak.

Dalam pertemuan dengan para kreditur di Amsterdam (Februari 1967), kemudian di Den Haag (April 1967), dan selanjutnya di Scheveningen (Juni 1967), para kreditor sepakat untuk memberikan tiga bentuk pinjaman: pinjaman tunai baru

(pinjaman program) sebesar $187,5 Juta untuk menolong neraca pembayaran tahun 1967 serta sejumlah pinjaman untuk membiayai pembangunan proyek

(pinjaman proyek) dan bantuan dalam bentuk barang, seperti pangan, kapas, dan sejumlah komoditi lain (pinjaman komoditas).194

Pertemuan ini adalah awal dari lahirnya forum yang disebut Inter-

Governmental Group on Indonesia (IGGI) yang berlangsung setiap tahunnya

192 Ibid, hal 217-219. 193 Adalah forum yang memfasilitasi penjadwalan kembali utang-utang pemerintah dengan pemerintah-pemerintah lain. 194 Boediono, op.cit., hal 117-118.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

untuk dasarwarsa kemudian. Sebagai catatan, pada tahun 1990 IGGI dihentikan dan dilanjutkan dengan forum serupa yang disebut Consultative Group for

Indonesia (CGI) dengan tugas yang kurang lebih sama. Pendek kata, diplomasi ekonomi Indonesia berhasil dilaksanakan di dua forum utama; melalui Paris Club, beban pembayaran utang dapat diringankan; dan melalui IGGI, pinjaman lunak baru dapat diperoleh. Keberhasilan diplomasi tersebut akhirnya dapat mengatasi masalah pembiayaan program stabilitas dan selanjutnya digunakan juga untuk program pembangunan ekonominya.195

3. Upaya Stabilisasi Perekonomian Dalam Negeri

Setelah menjabat presiden, Suharto berusaha menstabilkan ekonomi dalam negeri dengan mengeluarkan berbagai peraturan. Hal tersebut harus dilakukan karena selama masa pemerintahan Sukarno, politik ditempatkan sebagai panglima sehingga timbul berbagai masalah dalam bidang ekonomi. Semboyan politik sebagai panglima (pada masa Sukarno) digantikan dengan semboyan Ekonomi sebagai panglima pada masa pemerintahan Suharto.

Upaya stabilisasi ekonomi dalam negeri dilakukan dengan mengeluarkan berbagai kebijakan/peraturan. Kebijakan fiskal bertujuan untuk mengembalikan disiplin anggaran dan menyeimbangkan APBN sehingga ia (APBN) tidak lagi menjadi sumber utama kenaikan uang beredar yang merupakan penyebab utama inflasi. Disiplin anggaran dikukuhkan dengan menetapkan “anggaran belanja berimbang”196 sebagai prinsip dasar pengelolaan APBN mulai 1967. Langkah-

195 Ibid, hal 118. 196 Maksudnya adalah APBN disebut berimbang apabila seluruh pemasukan yang biasa diterima pemerintah dapa menutup seluruh pengeluaran pemerintah pada tahun itu. Baca Boediono, Ekonomi Indonesia: Dalam Lintas Sejarah, Mizan, Bandung, 2016, hal 113.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

langkah operasionalnya mencakup intensifikasi pajak, penghematan pengeluaran oleh departemen-departemen, pengurangan subsidi yang sangat besar untuk

BUMN dan berbagai subsidi untuk masyarakat. Setelah hal itu dilakukan, barulah prinsip anggaran belanja berimbang dilaksanakan secara konsisten setiap tahunnya selama masa pemerintahan Suharto.197

Kebijakan lain guna menstabilkan perekonomiaan dalam negeri adalah; kebijakan moneter. Kebijakan ini berfungsi untuk mengendalikan kredit perbankan dan uang beredar. Dengan diterapkannya prinsip anggaran belanja berimbang, kebijakan moneter tidak lagi sekadar sebagai pendukung kebijakan fiskal. Dalam paket stabilisasi ekonomi pada tahun bulan Oktober 1966, kebijakan ekonomi diberi peran yang sangat penting dalam pengendalian hiperinflasi dengan ditetapkannya kebijakan meningkatkan suku bunga kredit bank-bank pemerintah menjadi 6-9% per bulan dan suku bunga simpanan sampai 5% per bulan. Yang perlu dicatat adalah, instrumen suku bunga mempunyai peranan penting untuk menghancurkan psikologi hiperinflasi, dengan membatasi kredit yang dipakai untuk kegiatan spekulasi dan memberi insentif yang menarik bagi masyarakat untuk memegang rupiah. Dampak dari perubahan psikologi masyarakat adalah dengan adanya penurunan kecepatan uang beredar, yang menjadi penyebab utama harga-harga meningkat secara liar dalam hiperinflasi.198

197 Ibid, hal 111-112. 198 Ibid, hal 112.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN

Setelah membahas panjang lebar terkait gerakan mahasiswa di Jakarta tahun 1966 melawan penguasa, akhirnya pembahasan sampai pada kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, Gerakan mahasiswa tahun 1966 lahir dari berbagai pergolakan dalam bidang ekonomi dan politik. Dalam bidang ekonomi, terjadi krisis yang berkepanjangan sebagai dampak dari kebijakan-kebijakan politik Sukarno. Selain itu, gerakan mahasiswa tahun 1966 bukan hanya sebuah aksi yang hadir dari krisis ekonomi dan politik. Melainkan, gerakan tersebut hadir dari berbagai konfrontasi antar mahasiswa itu sendiri. Konfrontasi tersebut adalah akumulasi logis dari pertentangan yang telah muncul sejak 1950-an.

Kedua, dinamika gerakan mahasiswa melawan Sukarno dan PKI tidak sepenuhnya independen. Mulai dari KAP-Gestapu hingga Rezim Arif Rahman

Hakim dapat dilihat relasi antara militer dan mahasiswa. Relasi perkoncoan tersebut nampak juga ketika para pemimpin KAMI dilindungi oleh militer ketika dikeluarkannya keputusan Kogam tentang pelarangan KAMI. Selanjutnya, militer punya andil dalam berbagai aksi yang berujung pada bentrok antar sesama mahasiswa. Bentrok antar sesama mahasiswa mampu memaksa Sukarno mengeluarkan Supersemar. Jika Sukarno tidak cepat mengambil keputusan, kemungkinan jatuhnya korban yang lebih besar tidak dapat dihindarkan. Selain itu, demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa semakin memperburuk

114

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

perekonomian dalam negeri. Belum lagi, perkelahian antara para demonstrasi jika dibiarkan berlarut-larut, dapat membahayakan stabilitas dalam negeri.

Ketiga, aksi mahasiswa berdampak pada dikeluarkannya Surat Perintah 11

Maret 1966 yang sekaligus menjadi awal (de facto) Suharto berkuasa. Selanjutnya

Perekonomian Indonesia pasca keluarnya Supersemar berangsur-angsur membaik.

Untuk memperbaiki perekonomian tersebut, diterbitkanlah undang-undang penanaman modal asing dan dilakukan pula pinjaman luar negeri. Aksi-aksi mahasiswa pada tahun 1966 dengan KAMI sebagai payungnya, turut bertanggung jawab atas terbunuhnya para simpatisan PKI maupun mereka yang dekat dengan

Sukarno. Aksi mahasiswa dengan yel-yel yang sangat subjektif menunjuk PKI sebagai pelaku (tunggal) penculikan dan pembunuhan para jenderal, sangat mempengaruhi pandangan masyarakat saat itu. Respon yang ditunjukkan mahasiswa terkait berbagai polemik bangsa ini dapat kita simpulkan sebagai tindakan yang minim pengetahuan. Tindakan-tindakan mahasiswa pada tahun

1966 sangat jelas mengedepankan sisi sentimen antar kelompok, dibandingkan kejadiaan yang sebenarnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Daftar Pustaka

Sumber Buku

Abdullah, Taufik. dkk (ed). 2012. Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis Nasional: Bagian I Rekonstruksi Dalam Perdebatan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Adam, Asvi Warman. 2007. Seabad Kontroversi Sejarah.Yogyakarta: Ombak.

Adam, Asvi Warman. 2004. Pelurusan Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Tride.

Ahmaddani G-Martha, dkk. 1985. Pemuda Indonesia Dalam Dimensi Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta: Kurnia Esa.

Alfian, M. Alfan. 2013. HMI 1963-1966; Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara. Jakarta: Buku Kompas.

Ali, Fachry. 1985. Mahasiswa, Sistem Politik di Indonesia dan Negara. Jakarta: Inti Sarana Aksara.

Al-Rahab, Amiruddin. 2014. Ekonomi Berdikari Sukarno. Depok: Komunitas Bambu.

Anwar, Yozar. 1980. Angkatan 66. Jakarta: Sinar Harapan.

Anderson, Benedict. 1990. Kuasa – Kata; Jelajah Budaya – budaya Politik di Indonesia. Yogyakarta: Mata Bangsa.

Anderson, Ben. 1988. Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946. Jakarta: Sinar Harapan.

Anderson RO‟G, Benedict dan Ruth T Mcvey. 2017. Kudeta 1 Oktober 1966; Sebuah Analisa Awal. Yogyakarta: Gading.

Anwar, Rosihan. 2006. Sukarno, Tentara, PKI; Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Blackburn, Susan. 2011. Jakarta; Sejarah 400 Tahun. Jakarta: Masup.

Booth Anne, dan Peter McCawley (ed). 1985. Ekonomi Orde Baru. Jakarta: LP3ES.

Boediono. 2016. Ekonomi Indonesia: Dalam Lintas Sejarah. Bandung: Mizan.

116

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

Budiman, Arief. 2006. Kebebasan, Negara, Pembangunan; Kumpulan Tulisan 1965-2005. Jakarta: Freedom Institute dan Pustaka Alvabet.

Buku Saku Hubungan Dosen Mahasiswa. 1979. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus.

Crouch, Harold. 1999. Militer dan Politik di Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.

Deklarasi Ekonomi: Peraturan-peraturan Pelaksanaan Beserta Pendjelasan- pendjelasannja. 1963. Bandung: Madjelis perniagaan dan perusahaan serta C.V. Dua.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008 edisi IV. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Djojowadono, Soempono. 1960. Mahasiswa Indonesia dengan Kepribadian Indonesia. Jogjakarta: Jajasan Badan Penerbit Gadjah Mada.

Feith, Herbert. 1995. Sukarno-Militer Dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Fic M, Victor. 2005. Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi Tentang konspirasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Foucault, Michel. 2017. Power and Knowledge. Yogyakarta: Narasi dan Pustaka Promethea.

Gie, Soe Hok. 2005. Zaman Peralihan. Jakarta: Gagasmedia.

Gie, Soe Hok. 2015. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta: LP3ES.

Gie, Soe Hok. 2005. Catatan Seorang Demosntran. Jakarta: LP3ES.

Hadi, Kuncoro, dkk. 2017. Kronik 65:Catatan Hari per Hari Peristiwa G30S Sebelum Hingga Setelahnya. Yogyakarta: Media Pressindo.

Hamid Rahman, ABD dan Muhammad Saleh Madjid. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: ombak.

Herlambang, Wijaya. 2013. Kekerasan Budaya Pasca 1965; Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film. Tangerang: Marjin Kiri.

Ichwan Ar. 2006. Sketsa Pergolakan GMNI. Semarang: Universitas Diponegoro.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

Ingleson, John. 1993. Perhimpunan Indonesia dan Pergerakan Kebangsaan. Jakarta: Grafiti.

Kasenda, Peter. 2015. Sarwo Edhie dan Tragedi 1965. Jakarta: Kompas.

Kurasawa, Aiko. 2015. Peristiwa 1965: Persepsi dan Sikap Jepang. Jakarta: Kompas.

Hendra Kurniawan, (modul). 2013. Sejarah Ketatanegaraan Indonsia: Kajian Tiga Undang-Undang Dasar. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Lane, Max. 2014. Unifinished Nation. Yogyakarta: Djaman baroe.

Legge D, John. 1985. Sukarno: Sebuah Biografi Politik. Jakarta: Sinar Harapan.

Luhulima, James. 2007. Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965: Melihat Peristiwa G30S dari Perspektif Lain. Jakarta: Penerbit buku Kompas.

Lubis, Firman. 2008. Jakarta 1960-an; Kenangan Semasa Mahasiswa. Jakarta: Masup.

Martono, Nanang. 2016. Sosiologi Perubahan Sosial; Prespektif Klasik, Modern, Potsmodern dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Press.

Miftahuddin. 2014. Radikalisasi Pemuda PRD Melawan Tirani. Depok: Desantara.

Miert Van, Hanz. 2003. Dengan Semangat Berkobar; Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia, 1918-1930. Jakarta: Hasta Mitra, KITLV dan Pustaka Utan Kayu.

Pambudi, A. 2011. Fakta dan Rekayasa G30S:Menurut Kesaksian Para Pelaku. Yogyakarta: Media Pressindo.

Poeze, Harry. 2011. Madiun 1948: PKI Bergerak. Jakarta: KITLV dan Yayasan Obor Indonesia.

Pranoto W, Suhartono. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ranuwihardjo, A. Dahlan. 2002. Bung Karno dan HMI Dalam Pergulatan Sejarah; Mengapa Bung Karno Tidak Membubarkan HMI?. Jakarta: Intrans.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

Raillon, Francois. 1989. Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi.

Robison, Richard. 2012. Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia. Depok: Komunitas Bambu.

Rossa, John. 2008. Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto. Jakarta: Hasta Mitra.

Sagimun MD. 1989. Peranan Pemuda: Dari Sumpah Pemuda Sampai Proklamasi. Jakarta: Bina Aksara.

Said Haji, Salim. 2015. Gestapu 65; PKI, Aidit, Sukarno, dan Soeharto. Bandung: Mizan.

Saidi, Ridwan. 1989. Mahasiswa dan Lingkaran Politik. Jakarta Selatan: PT. Mapindo Mulathama.

Seri Prisma. 1985. Analisa Kekuatan Politik di Indonesia:Pilihan Artikel Prisma. Jakarta: LP3ES.

Seri Buku Tempo. 2016. Gie dan Surat-Surat Yang Tersembunyi. Jakarta: Kompas.

Seri Buku Saku Tempo; Tokoh Militer. 2017. Sarwo Edhie dan Misteri 1965. Jakarta: Kepustakaan popular Gramedia bekerja sama dengan Tempo Publishing.

Seri Buku Saku Tempo; Tokoh Militer. 2014. Rahasia-Rahasia Ali Moertopo. Jakarta: Kepustakaan popular Gramedia bekerja sama dengan Tempo Publishing.

Simpson R, Bradley. 2010. Economists With Guns: Amerika Serikat, CIA dan Munculnya Pembangunan Otoriter Rezim Orde Baru. Jakarta: Gramedia.

Soekarno. 1965. Di Bawah Bendera Revolusi Djilid II. Djakarta: Tjetakan Kedua.

Southwood, Julie dan Patrick Flanagan. 2013. Teror Orde Baru: Penyelewengan Hukum dan Propaganda 1965-1981. Jakarta: Komunitas bambu.

Soesastro, Hadi dkk (ed). 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia Dalam Setengah Abad Terakhir II (1959-1966): Ekonomi Terpimpin. Yogyakarta: ISEI dan Penerbit Kanisius.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

Sulastomo. 1990. Hari-Hari Yang Panjang 1963-1966. Jakarta: Haji Masagung.

Suhawi, Achmad. 2009. Gymnastik Politik Nasionalis Radikal: Fluktuasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Sulistyo, Herman (ed). 1988. Politik dan Mahasiswa; Perspektif dan Kecenderungan Masa Kini. Jakarta: Yayasan API dan PT Gramedia.

Sukmana, Oman. 2016. Konsep dan Gerakan Sosial. Malang: Intrans Publishing.

Surajadi. 1964. Sistem Ekonomi Terpimpin di Bidang Moneter; Untuk Pelaksanaan Dekon. Djakarta: Pembaruan.

Sundhaussen, Ulf. 1986. Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI. Jakarta: LP3ES.

Toer, Koesalah Soebagyo. 2016. Kronik Abad Demokrasi Terpimpin. Jakarta: JAKER.

Wanandi, Jusuf. 2014. Menyibak Tabir Orde Baru; Memoar Politik Indonesia 1965-1998. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Wardaya T, Baskara. 2006. Bung Karno Menggugat!:Dari Marhaen, CIA, Pembantaian Massal ’65 Hingga G30S. Yogyakarta: Galang Press.

Wardaya T.SJ, Baskara. 2009. Membongkar Supersemar!: Dari CIA Hingga Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno. Yogyakarta: Galang Press.

Wahib, Ahmad. 2003. Pergolakan Pemikiran Islam; Catatan Harian Wahib. Jakarta: LP3ES dan Freedom institute.

Wibisono, Cristianto. 1970. Aksi-aksi Tritura; Kisah Sebuah Partnership 10 Djanuari-11 Maret 1966. Jakarta: Departemen pertahanan-keamanan.

Wieringan E, Saskia. 2010. Penghancuran Gerakan Perempuan: Politik Seksual di Indonesia Pascakejatuhan PKI. Yogyakarta: Galangpress.

Sumber Majalah dan Koran Emil Salim. 1966-1967. Masalah Stabilitas Ekonomi. Majalah Basis. vol. XVI. hal 179.

Sumber Internet www.berdikarionline.com “Maaf, Sarwo Edhie Bukan Pahlawan Bangsa!” https://Historia.id “Asal-Usul Istilah Orde Baru” Laporan Bank Indonesia, 1959-1966. Pdf

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

Sumber Skripsi

Abyoso, Akbar Tanjung. 2010 Bentuk-Bentuk Gerakan Mahasiswa Pada Tahun 1966 Sampai Dengan 1998. Universitas Lampung: Program Studi Pendidikan Sejarah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Bastian, Andri. 2008. Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa. Universitas Sumatera Utara (Medan): Program Studi Pendidikan Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Supriyatna. 2007. Peranan Soe Hok Gie Dalam Gerakan Mahasiswa Indonesia Tahun 1960-1968. Universitas Sebelas Maret: Program Studi Pendidikan Sejarah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN I: Kumpulan Foto Aksi Mahasiswa 1966

Liem Bian Khoen, kini bernama Sofyam Wanandi, Ketua Presidium KAMI Jaya (Sumber:Yozar Anwar; Angkatan 66)

Cosmas Batubara dan Mar‟ie Muhammad, keduanya Ketua Presidium KAMI Pusat tatkala selesai memberikan pidato di depan massa KAMI di halaman FK- UI. (Sumber: Yozar Anwar; Angkatan 66)

122

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

Husni Thamrin, Ketua Presidium KAPPI (Sumber: Yozar Anwar; Angkatan 66)

Kolonel Sarwo Edhie berpidato di depan massa KAMI tanggal 10 Januari 1966 bertempata di halaman FK-UI. (Sumber: Yozar Anwar)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

Mahasiswa mencegah mobil Menteri yang hendak masuk ke Istana Merdeka pada tanggal 15 Januari 15 Januari 1966. Mereka menempelkan pamflet bertuliskan”menteri tukang ngobyek”, “rakyat lapar, mana beras?”, Stop impor bini muda” (Sumber: Yozar Anwar; Angkatan 66)

Suasana pada saat demonstrasi yang dilakukan pada awal Bulan Oktober 1966. Nampak salah satu mahasiswa berangkulan dengan salah satu pasukan ABRI. (Sumber: Yozar Anwar, Angkatan 66)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

Aksi yang dilakukan oleh Laskar Ampera guna menuntut Sukarno diadili dan diperiksa. Aksi ini dilakukan setelah dikeluarkannya Supersemar. (Sumber: Yozar Anwar; Angkatan 66)

Pawai kemenangan Orde Baru tanggal 12 Maret 1966. KAPI, KAPPI, KAMI, Laskar Ampera bersama ABRI menunjukkan pawai kekuatan atas kemenangan dibubarkannya PKI. (Yozar Anwar; Angkatan 66)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

Jenazah Arif Rachman Hakim dibaringkan di aula FK-UI sebelum ditanam di semayamkan Blok P, Kebayoran Baru. Kini kuburannya dipindahkan ke pemakaman Tanah Kusir. (Sumber: Yozar Anwar; Angkatan 66)

Wakil-wakil KAMI setelah selesai pelantikan sebagai anggota DPRGR tanggal 1 Februari 1967. Dari kanan ke kiri, Slamet Sukirnanto, Cosmas Batubara, Yozar Anwar, Nono Anwar Makarim, Liem Bian Khoen, Mar‟ie Muhammad, David Johnny Simandjutntak, Fahmi Idris. Sumber: (Yozar Anwar; Angkatan 66)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN II: Kumpulan Foto Surat Perintah Sebelas Maret 1966

Naskah Supersemar versi A (Sumber: Baskara T. Wardaya, SJ: Membongkar Supersemar! Dari CIA Hingga Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno)

127

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

Naskah Supersemar Versi B (Sumber: Baskara T. Wardaya, SJ: Membongkar Supersemar! Dari CIA Hingga Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

Salinan naskah asli Supersemar versi M. Jusuf halaman pertama (Sumber: Baskara T. Wardaya, SJ: Membongkar Supersemar! Dari CIA Hingga Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

Salinan naskah asli Supersemar versi M. Jusuf halaman kedua (Sumber: Baskara T. Wardaya, SJ: Membongkar Supersemar! Dari CIA Hingga Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

LAMPIRAN III: SILABUS Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia (Wajib) Kelas : XII Kompetensi Inti : 3. Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

Kompetensi Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi Sumber Belajar Dasar Waktu 3.3 Mengevaluasi Indonesia pada Mengamati: Tugas: 6 mg x 2 jp  Buku Paket Sejarah perkembangan masa Demokrasi  Dengan menyimak penjelasan guru, menilai tugas Indonesia kelas XII kehidupan Terpimpin membaca buku, melihat foto-foto, individu  Soe Hok Gie, politik, sosial  latar belakang film dokumenter, browsing di internet (mengamati, Catatan Seorang dan ekonomi lahirnya gerakan (jika tersedia) tentang latar belakang menanya, Demonstran, bangsa mahasiswa 1966 hadirnya gerakan mahasiswa 1966 pengumpulan LP3ES, Jakarta, Indonesia di Jakarta. hingga dampak-dampak yang data, asosiasi, pada masa  Proses jalannya dihasilkan dari gerakan tersebut. komunikasi). 2015. Demokrasi gerakan  Boediono, Ekonomi Terpimpin. mahasiswa 1966 Menanya: Observasi, Indonesia Dalam di Jakarta.  berdiskusi untuk mendapatkan mengamati Lintas Sejarah, 4.3 Melakukan Dampak dari klarifikasi tentang perubahan dan kegiatan peserta Mizan, Bandung, penelitian gerakan perkembangan politik, sosial dan didik dalam 2016, hal 96-97. sederhana mahasiswa 1966 ekonomi masa Demokrasi proses tentang dalam bidang Terpimpin. Selanjutnya pelajaran mengumpulkan  M.C. Ricklefs, kehidupan ekonomi dan dilanjutkan dengan latar belakang data, analisis Sejarah Indonesia politik dan politik di hadirnya gerakan mahasiswa 1966 data dan modern 1200-2008, ekonomi Indonesia. hingga dampak-dampak yang pembuatan Serambi, Jakarta,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132 bangsa dihasilkan dari gerakan tersebut. laporan 2008. Indonesia mengenai latar  Buku-buku lainnya. pada masa Mengeksplorasikan: belakang Demokrasi  mengumpulkan informasi yang terkait hadirnya  https://www.youtub Terpimpin dengan materi tentang perubahan dan gerakan e.com/watch?v=eU dan perkembangan politik, sosial dan mahasiswa nP4WEPTdk menyajikanny ekonomi masa Demokrasi Terpimpin 1966 hingga  Internet (jika a dalam melalui bacaan, pengamatan terhadap dampak- tersedia). bentuk sumber sejarah, buku, foto-foto, film dampak yang  Gambar-gambar laporan dokumenter, dan internet (jika dihasilkan dari tentang demo tertulis. tersedia). Selanjutnya pelajaran gerakan mahasiswa 1966 di dilanjutkan dengan latar belakang tersebut. Jakarta. hadirnya gerakan mahasiswa 1966 hingga dampak-dampak yang Portofolio: dihasilkan dari gerakan tersebut. menilai laporan yang dibuat Mengasosiasikan: peserta didik  mengevaluasi data-data hasil terkait latar wawancara, membaca buku, melihat belakang foto-foto, menonton film dokumenter hadirnya dan browsing di internet tentang gerakan perubahan dan perkembangan politik, mahasiswa sosial dan ekonomi masa Demokrasi 1966 hingga Terpimpin. Selanjutnya pelajaran dampak- dilanjutkan dengan latar belakang dampak yang hadirnya gerakan mahasiswa 1966 dihasilkan dari hingga dampak-dampak yang gerakan dihasilkan dari gerakan tersebut. tersebut. Mengkomunikasikan:  Menyajikan hasil penelitiaan Tes tertulis: sederhana dalam bentuk laporan dan Guru menilai dipersentasikan di depan kelas. kemampuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

Penelitian tersebut berisi tentang peserta didik perubahan dan perkembangan politik dalam dan ekonomi masa Demokrasi Penguasaan Terpimpin. Selanjutnya pelajaran materi terkait dilanjutkan dengan latar belakang latar belakang hadirnya gerakan mahasiswa 1966 hadirnya hingga dampak-dampak yang gerakan dihasilkan dari gerakan tersebut. mahasiswa 1966 hingga dampak- dampak yang dihasilkan dari gerakan tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

Lampiran IV: RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah : SMA Negeri 10 Yogyakarta Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia (wajib) Kelas / Semester : XII IPS 2 / 1 Materi Pokok : Indonesia pada Demokrasi Terpimpin Alokasi Waktu : 2 X 45 (90 Menit) A. Kompetensi Inti

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif, dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara: efektif, kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan solutif, dalam ranah konkret dan abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah, serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan.

B. Kompetensi Dasar dan Indikator

Kompetensi Dasar Indikator 3.1 Mengevaluasi perkembangan kehidupan 3.1.1 Menjelaskan latar belakang politik, sosial dan ekonomi Bangsa lahirnya gerakan mahasiswa pada Indonesia pada masa Demokrasi tahun 1966 di Jakarta. Terpimpin. 3.1.2 Menjelaskan proses jalannya demonstrasi mahasiswa tahun 1966 di Jakarta. 3.1.3 Menganalisis dampak dari gerakan mahasiswa 1966 di Jakarta bagi kehidupan politik, sosial dan ekonomi Indonesia.

4.4 Melakukan penelitian sederhana tentang 4.4.1 Menyajikan hasil penelitian terkait kehidupan politik dan ekonomi bangsa gerakan mahasiswa 1966 di Jakarta Indonesia pada masa Demokrasi dalam bentuk laporan dan Terpimpin dan menyajikannya dalam presentasi. bentuk laporan tertulis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

C. Tujuan Pembelajaran

Melalui model pembelajaran Problem Basic Learning (PBL), siswa dapat menjelaskan dan mengevaluasi perkembangan kehidupan politik, sosial dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin. Selain itu, diharapkan siswa dapat membuat sebuah laporan dan mempresentasikannya di depan kelas. Siswa juga diharapkan dapat menemukan nila-nilai dari materi yang diberikan guna jadi bekal dalam kehidupan yang lebih baik. D. Materi Pembelajaran

 Latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa pada tahun 1966 di Jakarta.

 Dinamika demonstrasi mahasiswa pada tahun 1966 di Jakarta.

 Dampak dari demonstrasi mahasiswa pada tahun 1966 di Jakarta bagi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial.

E. Metode Pembelajaran

1. Pendekatan Pembelajaran : Scientific Learning

2. Metode Pembelajaran : Ceramah, diskusi kelompok, dan presentasi

3. Model Pembelajaran : Problem Bassic Learning (PBL)

F. Media Pembelajaran

Alat : LCD, Laptop, Speaker, spidol Bahan : PPT, Video demonstrasi mahasiswa tahun 1966 di Jakarta.

G. Sumber Belajar

 Buku paket sejarah Indonesia kelas XII

 Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, LP3ES, Jakarta, 2015

 Boediono, Ekonomi Indonesia Dalam Lintas Sejarah, Mizan, Bandung, 2016, hal 96-97.  M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia modern 1200-2008, Serambi, Jakarta, 2008

 https://www.youtube.com/watch?v=eUnP4WEPTdk

H. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Uraian Kegiatan Alokasi Waktu Pendahuluan  Guru memberikan salam 10 menit  Menanyakan kabar peserta didik terkait dengan kenyamanan dan kesiapan peserta didik dalam belajar  Menanyakan kehadiran peserta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

didik  Mengadakan Tanya jawab mengenai materi sebelumnya  Menyampaikan tujuan pembelajaran melalui power point. Inti kegiatan MENGAMATI 70 menit  Guru menampilkan dan menjelaskan setiap materi yang dipaparkan dalam PPT.

 Peserta didik mengamati dan mendengarkan materi yang dijelaskan oleh guru, melalui PPT.

MENANYA  Guru memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menanyakan sesuatu terkait materi yang dipaparkan.

 Guru memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya, terkait materi yang dijelaskan.

MENGUMPULKAN INFORMASI  Guru membagi peserta didik menjadi enam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 orang.

 Guru menampilkan video tentang gerakan mahasiswa 1966 di Jakarta.

 Peserta didik mampu menemukan nilai-nilai yang dapat diambil guna diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.

MENGASOSIASI  Setiap kelompok mencoba menghubungkan dan mengasosiasikan informasi- informasi yang ditemukan dan dipaparkan dalam laporan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

MENGKOMUNIKASIKAN  Setiap kelompok ditunjuk untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas.

 Peserta didik yang lain menyimak dan mencatat informasi dari kelompok yang sedang menerangkan.

 Kelompok lain mengajukan pertanyaan terkait kepada kelompok yang sedang presentasi.

Penutup  Peserta didik diberikan ulasan 10 menit singkat tentang kegiatan pembelajaran dan hasil belajarnya.

 Peserta didik dapat ditanyakan apakah sudah memahami materi tersebut.

 Sebagai refleksi, guru memfasilitasi peserta didik untuk mengambil nilai-nilai yang di dapat dari pembahasan kali ini.

I. Instrumen Penilaian Hasil Pembelajaran

Teknik Penilaian 1. Penilaian Sikap : Observasi

2. Penilaian Pengetahuan : Tes tertulis

3. Penilaian Psikomotorik : Penugasan Laporan

Bentuk Penilaian 1. Penilaian Sikap : Lembar Observasi (terlampir)

2. Penilaian Pengetahuan : Soal Essai (terlampir)

3. Penilaian Psikomotorik : Rubrik Penilaian laporan (terlampir)

Yogyakarta, 23 Mei 2019 Guru Mata Pelajaran

Benidiktus Fatubun

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

Lampiran-Lampiran

1. Instrumen Penilaian Sikap

No Nama Siswa Aspek Perilaku yang Dinilai Jumlah Skor Nilai

BS JJ TJ DS

1 2 3 Dst

Keterangan:  BS : Bekerja Sama  JJ : Jujur  TJ : Tanggung Jawab  DS : Disiplin

Skor Aspek perilaku Baik Sekali : 4 Baik : 3 Cukup : 2 Kurang : 1

Catatan: 1. Skor Maksimal = Jumlah sikap yang dinilai X jumlah kriteria 2. Nilai: Nilai = x 100

2. Instrumen Penilaian Pengetahuan

No Nama Soal Essai 1 2 3

1 2 3 Dst

1. Pedoman Penilaian:  Setiap skor memiliki bobot yang sama = 20

 Skor maksimal = 60

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

2. Kriteria Nilai:

 75,01 – 100,00 = Sangat Baik (A)

 50,01 – 75,00 = Baik (B)

 25,01 – 50,00 = Cukup (C)

 00,00 – 25,00 = Kurang (D)

Nilai = x 100

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

UJI KOMPETENSI

Mata Pelajaran : Sejarah Peminatan Kelas : XII Hari/tanggal : Kamis, 23 Mei 2019 Waktu : 90 Menit

Jawablah Pertanyaan di bawah ini dengan jelas, tepat dan benar! 1. Jelaskan latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa tahun 1966 di Jakarta… 2. Jelaskan proses gerakan mahasiswa tahun 1966 di Jakarta dalam menentang Sukarno dan PKI … 3. Analisislah dampak dari gerakan mahasiswa tahun 1966 di Jakarta …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

KUNCI JAWABAN 1. Lantar belakang lahirnya demonstrasi mahasiswa tahun 1966 di Jakarta dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan politik negara pada saat itu. Selain itu, demonstrasi mahasiswa tahun 1966 di Jakarta hadir pula dari akumulasi logis terkait pertentangan antara sesama organisasi mahasiswa itu sendiri. Pertentangan yang dimaksud adalah antara kelompok mahasiswa yang anti kiri dan mahasiswa yang dicap kiri. 2. Proses gerakan mahasiswa selama kurang lebih 60 hari, berjalan dengan kerjasama yang sempurna antara mahasiswa dan militer. Setelah kejadian penculikan dan pembunuhan para jenderal, militer dan mahasiswa membentuk sebuah kerjasama untuk menghancurkan kelompok kiri dan juga Sukarno. Gerakan tersebut mulai dengan membentuk gerakan penekan bagi pemerintah kala itu. Berbagai aksi dijalankan agar tercipta tuntutan mereka. Pada tanggal 10 Januari 1966, lahirlah Tritura. Bubarkan PKI, Ganti kabinet dan Turunkan harga adalah isi dari tiga tuntutan tersebut. 3. Berubahnya wajah perpolitikan Indonesia dan ekonomi dalam negeri, adalah dampak yang ditimbulkan dari gerakan mahasiswa tahun 1966 di Jakarta. Tak hanya itu, terbunuhnya simpatisan maupun mereka yang dicap terlibat dengan komunis sedikit banyak adalah dampak dari gerakan mahasiswa tersebut. Selain itu keluarnya Supersemar adalah konsekuensi logis dari berbagai gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

4. Instrumen Penilaian Psikomotorik

Tugas Buatlah makalah secara berkelompok dengan topik pembahasan seperti di bawah ini dan kemudian dipresentasikan.  Latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa 1966 di Jakarta.  Tuntutan-tuntutan yang disuarakan oleh gerakan mahasiswa tersebut.  Pola-pola gerakan yang dilakukan selama melakukan demonstrasi tahun 1966 di Jakarta.  Dampak yang dihasilkan dari gerakan mahasiswa 1966 di Jakarta.

Rubrik Penilaian

No Aspek yang dinilai Kriteria Skor 1 Sistematika Materi presentasi disajikan secara runtut dan 4 presentasi sistematis Materi presentasi disajikan secara runtut tetapi 3 kurang sistematis Materi presentasi disajikan secara kurang 2 runtut dan tidak sistematis Materi presentasi disajikan secara tidak runtut 1 dan tidak sistematis

2 Penggunaan bahasa Bahasa yang digunakan sangat mudah 4 dipahami Bahasa yang digunakan cukup mudah 3 dipahami Bahasa yang digunakan aga sulit dipahami 2

Bahasa yang digunakan sangat sulit dipahami 1 3 Penyampaian materi Penyampaian materi dilakukan dengan 4 artikulasi kata yang jelas Penyampaian materi dilakukan dengan 3 artikulasi kata yang agak jelas Penyampaian materi dilakukan dengan 2 artikulasi kata yang kurang jelas Penyampaian materi dilakukan dengan 1 artikulasi kata yang tidak jelas 4 Menanggapi Mampu menanggapi pertanyaan dengan logis 4 pertanyaan dan rasional, serta diikuti dengan pemberian bukti/fakta seperlunya Mampu menanggapi pertanyaan dengan cukup 3 logis dan rasional, serta diikuti dengan pemberian bukti/fakta seperlunya Kurang mampu menanggapi pertanyaan 2 dengan logis dan rasional, serta diikuti dengan pemberian bukti/fakta seperlunya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

Tidak mampu menanggapi pertanyaan dengan 1 logis dan rasional, serta tidak diikuti dengan pemberian bukti/fakta seperlunya.

Kriteria Nilai

80 – 90 = Baik sekali (A) 70 – 79 = Baik (B) 60 – 69 = Cukup (C) 50 – 59 = Kurang (D)

Nilai= x 100

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144