MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018

ANDI SUWIRTA Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru: Studi Kasus Pers Mingguan Mahasiswa Indonesia di Bandung, 1966-1974

ABSTRAKSI: Artikel ini, dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode historis, mengkaji tentang dinamika politik pada masa-masa awal Orde Baru (1966-1974) di Indonesia, dengan memfokuskan analisis mengenai pers dan kritik sosial. Studi difokuskan pada mingguan “Mahasiswa Indonesia” di Bandung, yang bersikap kritis terhadap masalah-masalah yang membelenggu pemerintah Orde Baru pada masa itu. Hasil kajian menunjukan bahwa fenomena KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) pada masa-masa awal pemerintah Orde Baru, seperti kedudukan SPRI (Staf Pribadi) Presiden; kasus BULOG (Badan Urusan Logistik); dan masalah pembangunan TMII (Taman Mini Indonesia Indah) di , menjadi “news and views” (berita dan pandangan) yang kritis dari mingguan “Mahasiswa Indonesia”. Namun, berbagai reaksi tersebut tidak menggoyahkan kedudukan pemerintah Orde Baru dalam rangka membangun konsolidasi kekuasaan dan legitimasi pemerintahan. Bahkan pers yang kritis, termasuk mingguan “Mahasiswa Indonesia” di Bandung, akhirnya dibungkam oleh pemerintah Orde Baru, dan sepertinya rejim ini tidak akan tergoyahkan untuk masa 20 tahunan ke depan. KATA KUNCI: Pers dan Kritik Sosial; Pemerintah Orde Baru; Mingguan “Mahasiswa Indonesia”; Masalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

ABSTRACT: “Press and Social Criticism in the Period: Case Study of Indonesian Student Weekly in Bandung, 1966-1974”. This article, using a qualitative approach and historical methods, examines the political dynamics in the early period of the New Order (1966-1974) in Indonesia, by focusing on analysis of the press and social criticism. The study focused on the weekly of “Indonesian Students” in Bandung, which were critical towards the problems that bound the New Order government at that time. The results of the study showed that the phenomena of KKN (Corruption, Collusion, and Nepotism) in the early period of the New Order government, such as the position of the SPRI (Personal Staff) of the President; BULOG (Logistics Affairs Agency) case; and the problem of developing of TMII (Beautiful Indonesian Miniature Garden) in Jakarta, becoming a critical news and views from the weekly of “Indonesian Students”. However, these various reactions did not destabilize the position of the New Order government in the context to build a consolidation of government power and legitimacy. Even the critical press, including the weekly of “Indonesian Students” in Bandung, was finally silenced by the New Order government, and it seems that this regime will not be deterred for the next 20 years. KEY WORD: Press and Social Criticism; New Order Government; “Indonesian Students” Weekly; Problems of Corruption, Collusion, and Nepotism.

About the Author: Andi Suwirta, M.Hum. adalah Dosen Senior di Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI (Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia) di Bandung, Jawa Barat, Indonesia; dan Sekretaris Jenderal ASPENSI (Asosiasi Sarjana Pendidikan Sejarah Indonesia) Periode 2018-2023. Untuk kepentingan akademik, penulis bisa dihubungi dengan alamat emel: [email protected] Suggested Citation: Suwirta, Andi. (2018). “Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru: Studi Kasus Pers Mingguan Mahasiswa Indonesia di Bandung, 1966-1974” in MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September, pp.113-136. Bandung, Indonesia: UPI [Indonesia University of Education] Press, ISSN 2527-3868 (print) and 2503-457X (online). Article Timeline: Accepted (December 27, 2017); Revised (May 20, 2018); and Published (September 30, 2018).

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 113 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru

PENDAHULUAN perbaikan instalasi-instalasi penting, Pemerintah Orde Baru, di bawah yang pada masa itu keadaannya kacau- kepemimpinan Jenderal Soeharto, lahir balau dan terabaikan. Dalam hal ini, Eep dalam suasana krisis ekonomi, kekalutan Saefullah Fatah (1999) menyatakan tentang politik, dan huru-hara sosial yang terjadi perlunya memahami fase pertama dalam sekitar pertengahan tahun 1960-an. Namun perjalanan kehidupan sebuah rezim Orde begitu, kehadiran pemerintah Orde Baru Baru ditegakkan. Fase pertama adalah pada awalnya disambut dengan suka-cita konsolidasi awal pemerintahan Orde Baru dan hangat oleh sebagian besar masyarakat (1967-1974). Dalam fase ini rezim Orde Indonesia. Tidak terkecuali para mahasiswa, Baru terbentuk dan sedang menata aliansi aktivis, dan pihak-pihak yang selama di dalam dirinya secara internal. Jenderal masa pemerintahan Orde Lama, di bawah Soeharto sendiri belum mempunyai kepemimpinan Presiden Soekarno, merasa kekuatan penuh, bahkan pada awalnya dikecewakan. Banyak sekali harapan ia kurang diperhitungkan banyak orang. masyarakat terhadap pemerintahan baru Jenderal Soeharto masih merupakan bagian ini. Mereka berharap agar pemerintah Orde dari kekuatan militer secara kolektif, belum Baru dapat membawa bangsa Indonesia menjadi kekuasaan politik yang mandiri. kepada kehidupan yang jauh lebih baik lagi Namun ketika melewati masa peristiwa (Poesponegoro & Notosusanto eds., 1991; MALARI (Malapetaka 15 Januari) tahun Vatikiotis, 1998; dan Affan, 2013). 1974, Jenderal Soeharto mulai menunjukan Orde Baru lahir secara dramatis pada otoritasnya lewat pemerintahan, terutama tahun 1966, ketika bangsa Indonesia dalam hal menyikapi berbagai masalah dan mengalami suatu perubahan orientasi yang berusaha semakin menunjukan usaha untuk luar biasa di segala bidang, baik dalam membangun Indonesia (cf McDonald, 1980; bidang politik, ideologi, dan ekonomi Liddle, 1992; Fatah, 1999; dan Elson, 2001). maupun sosial dan kebudayaan. Dalam Tahun 1966-1974 adalah juga masa konteks ini, kelompok TNI-AD (Tentara di mana pemerintah Orde Baru selain Nasional Indonesia – Angkatan Darat), di melakukan pembangunan, juga bersamaan bawah pimpinan Jenderal Soeharto, secara dengan itu melakukan berbagai upaya bertahap menerima pengalihan kekuasaan untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya. dari Presiden Soekarno dan mulai menata Berbagai strategi mulai diterapkan dan kembali masyarakat Indonesia. Masa berbagai pengaruh mulai ditanamkan konsolidasi kekuasaan pemerintah Orde dalam bidang kehidupan. Langkah- Baru (1966-1974) tersebut ditandai dengan langkah tersebut bukan berarti tanpa pencarian legitimasi dan rekonstruksi hambatan. Nilai-nilai modernisasi mulai di segala bidang. Tiga pilar utama yang dipropagandakan dan ideologi pembangunan diharapkan dapat menopang kekuatan juga mulai dikembangkan. Pada masa itu pemerintah Orde Baru, yaitu Birokrat, dikembangkan sebuah strategi pembagunan Teknokrat dan Tentara itu sendiri (Milne, nasional, yang terutama dilakukan oleh 1984; Mas’oed, 1989; Muhaimin, 1990; dan kaum intelektual di sekeliling Mayor Rajab, 2004). Jenderal Ali Moertopo, salah seorang yang Rentangan waktu antara 1966-1974 sangat dekat dengan pusat kekuasaan dan merupakan masa di mana bangsa Indonesia termasuk elite lingkaran dalam Presiden sedang menata kembali berbagai bidang Soeharto (Moertopo, 1974; Glassburner, kehidupan. Berakhirnya masa pemerintah 1988; Mas’oed, 1989; dan Jenkins, 2010). Orde Lama (1959-1966) dan lahirnya Strategi pembangunan nasional itu tidak pemerintah Orde Baru menuntut adanya hanya meliputi pembangunan ekonomi,

114 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018 pembuatan kebijakan secara rasional, perhitungan; serta juga proyek-proyek efisien, efektivitas, dan pragmatisme, tetapi yang dibuat hanya sekedar untuk prestise juga ditekankan masalah ketertiban dalam belaka dari pemerintah Orde Lama (Hill, versi pemerintah. Hal ini nampaknya sejalan 2002; Kuncoro, 2010; dan Pujoalwanto, dengan tujuan pembangunan ekonomi 2014). Namun kesukaran-kesukaran yang pemerintah Orde Baru, sebagaimana harus segera diatasi oleh pemerintah Orde dinyatakan oleh Mohtar Mas’oed (1989), Baru sebenarnya hanya merupakan lanjutan sebagai berikut: dari satu keadaan lain yang lebih penting, yaitu memperbaiki struktur ekonomi dan Pemerintah baru diarahkan untuk membuat sosial-politik dari dasar lagi. Memang kue nasional menjadi lebih besar, paling tidak bukanlah tugas yang mudah bagi rezim sebagai prioritas utama. Widjojo Nitisastro mengatakan bahwa pembangunan yang lebih Orde Baru untuk mengadakan stabilisasi merata membutuhkan pertumbuhan ekonomi dan rehabilitasi ekonomi, sosial, dan [...] mungkin hanya merupakan suatu tujuan politik bangsa pada masa-masa awal antara tetapi pernyataan para elite tentang pemerintahannya (Both & McCawley, 1983; pembangunan jelas menekankan sebagai Hill, 1997 dan 2002; Crouch, 1999; dan tujuan yang paling penting. [...] Soeharto menggambarkan stabilitas, ketertiban, dan Luiten & Marks, 2012). keamanan sebagai tujuan tersendiri yang dapat Orde Baru lahir dengan setumpuk menciptakan rasa aman secara fisik dan hati tugas berat, akibat sekian lama diabaikan pada masyarakat (Mas’oed, 1989:145). oleh pemerintahan sebelumnya, terutama dalam masalah pembangunan ekonomi. Sementara itu, prinsip dasar dari Sehingga akhirnya sebagai Presiden, pemerintah Orde Baru adalah keinginan Jenderal Soeharto, memutuskan untuk untuk menegakkan suatu rezim orde membawa sekelompok teknokrat dari UI pembaharu yang bukan hanya sekedar (Universitas Indonesia) di Jakarta ke pusat menggantikan rezim yang lama. Kata pemerintahannya dalam Presidium Kabinet. “modernisasi dan pembangunan” adalah Kelompok teknokrat dari UI, yang dipimpin slogan yang selalu digembar-gemborkan oleh Prof. Dr. Widjojo Nitisastro, dipercaya oleh pemerintah Orde Baru, sebagai tujuan untuk merancang dan melaksanakan utama yang hendak dicapai oleh Jenderal pembangunan ekonomi secara bertahap dan Soeharto. Ia menawarkan stabilisasi dan berkelanjutan (Both & McCawley, 1983; pembangunan. Dan berdasarkan penekanan Vatikiotis, 1998; Hill, 2002; dan Anwar, ideologis Orde Baru pula, maka kabinet Ananta & Kuncoro eds., 2007). yang dibentuk oleh Jenderal Soeharto Namun sejak awal, dalam pemerintahan pun dinamakan “Kabinet Pembangunan” Jenderal Soeharto, terjadi ada semacam (Raillon, 1985; Mas’oed, 1996; Affan, 2013; dualisme. Di samping wakil-wakil menteri dan Khoir, 2014). dalam kabinet yang membantu tugas- Dalam hal stabilisasi ekonomi, banyak tugas Presiden, ternyata Jenderal Soeharto yang harus segera diperbaharui oleh juga dikelilingi oleh power central pemerintah Orde Baru, sebagai warisan lainnya. Hal ini seringkali menyebabkan dari pemerintah Orde Lama (1959-1966), adanya perbenturan kepentingan antara seperti: hutang luar negeri yang begitu kaum intelektual yang sedang mencoba besar; nilai ekspor yang jatuh; rusaknya membuat terobosan-terobosan dalam sejumlah infrastuktur, karena tidak adanya hal pembangunan ekonomi dengan para perawatan; inflasi yang begitu hebat hingga perwira TNI-AD (Tentara Nasional mencapai 650% dan masalah-masalah lain Indonesia – Angkatan Darat), yang dekat sebagai akibat politik ekonomi yang tanpa dengan Presiden Soeharto (Mas’oed, 1996;

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 115 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru

Cahyono, 1998:18; Rajab, 2004; dan dan Nepotisme (cf Tjahjono, 1979; Crouch, Jenkins, 2010). 1999; dan Jenkins, 2010). Posisi para perwira TNI-AD dalam Berbagai kebijakan telah dipikirkan, pembentukan dan perkembangan kokohnya digodog, dan dibuat oleh suatu kelompok rezim Orde Baru, di bawah kepemimpinan perwira TNI-AD, yang telah dipilih dan Jenderal Soeharto, memang begitu dominan dipercaya oleh Presiden Soeharto. Deputi dalam pemerintahan setelah tahun 1966. Panglima TNI-AD, misalnya, dijabat oleh Bahwa para perwira TNI-AD tidak hanya Letnan Jenderal Maraden Panggabean, menganggap dirinya sebagai stabilisator, seorang perwira tinggi dari suku Batak dan namun juga sekaligus sebagai dinamisator, beragam Kristen, yang sangat loyal kepada serta mampu memberikan pembaharuan Jenderal Soeharto. Begitu juga dengan dan perbaikan ekonomi bangsa, nampaknya posisi Menteri Dalam Negeri, dijabat oleh bercermin dari pemerintahan sebelumnya Mayor Jenderal Basuki Rahmat, salah yang telah gagal akibat dominasi politik dari seorang perwira TNI-AD yang membawa pihak politisi sipil (Crouch, 1999; Elson, (Surat Perintah 11 Maret) 2001; dan Jenkins, 2010). tahun 1966, senjata utama Jenderal Soeharto Sebagai kekuatan nasional yang untuk menjatuhkan Presiden Soekarno pada mengidentifikasikan dirinya sebagai tahun 1966-1968. Posisi Menteri Dalam “Pejuang dan Prajurit”, yang selalu hirau Negeri ini jelas sangat strategis, karena dengan kepentingan masyarakat umum, memiliki pengaruh besar dalam bidang politik, para perwira TNI-AD berkeyakinan bahwa keamanan, dan ketertiban umum di Indonesia pemerintahan yang didominasi oleh tentara (Vatikiotis, 1998; Fatah, 1999; Crouch, 1999; akan menjamin terpeliharanya kestabilan Rajab, 2004; dan Jenkins, 2010). politik yang dibutuhkan untuk pembangunan Sementara itu, penguasaan minyak dan ekonomi, sebagaimana dicita-citakan oleh barang tambang lainnya dipercayakan pemerintah Orde Baru. Dalam pandangan kepada Mayor Jenderal Ibnu Sutowo, pihak TNI-AD bahwa stabilitas akan seorang perwira tinggi TNI-AD yang akan mendorong inventasi, baik dari dalam memimpin PERTAMINA (Perusahaan maupun luar negeri, untuk kepentingan Tambang Minyak Nasional) pada tahun pembangunan ekonomi secara berkelanjutan 1970-an. Manakala masalah BULOG dan dalam jangka panjang (Moertopo, (Badan Urusan Logistik) secara nasional 1974; Muhaimin, 1982; Sundhaussen, 1987; dikepalai oleh Brigadir Jenderal Achmad Notosusanto et al. eds., 1991; Crouch, 1999; Tirtosudiro, seorang perwira tinggi TNI- Istyaningrum, 2004; dan Jenkins, 2010). AD dan Muslim yang taat, yang menguasai Pada tahun-tahun permulaan Orde sepenuhnya perdagangan bahan-bahan Baru didirikan, Jenderal Soeharto banyak kebutuhan pokok, khususnya beras dan memberikan keleluasaan bergerak bagi para bahan pangan lainnya. Sedangkan Brigadir perwira TNI-AD, terutama mereka yang Jenderal Suhardiman menguasai perusahaan berasal dari Divisi Dipenegoro di Jawa dagang raksasa, seperti PT BERDIKARI Tengah, tempat Jenderal Soeharto berkarier (Perseroan Terbatas Berdiri Diatas Kaki dan menempa dirinya sebagai tentara. Dalam Sendiri), yang telah diambil-alih dari hal ini, Harold Crouch (1999) menyebut pemerintah Orde Lama, karena mengalami para perwira yang dekat dengan kekuasaan masalah salah-urus dan kerugian ekonomi Presiden Soeharto itu sebagai “Jenderal- lainnya (Shundaussen, 1987; Mas’oed, jenderal Politik dan Uang”, sebuah sebutan 1989; Muhaimin, 1990; Crouch, 1999; dan dengan konotasi yang buruk, karena dianggap Jenkins, 2010). sebagai sumber KKN atau Korupsi, Kolusi, Meskipun begitu, di dalam pemerintahan

116 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018

Orde Baru juga diikutsertakan berbagai pemerintah Orde Baru pada masa-masa tokoh dari kalangan sipil untuk awal membangun pemerintahannya. Dalam memanfaatkan keahlian dan pengalaman konteks ini menjadi menarik untuk mengkaji mereka. Hal ini dilakukan juga untuk tentang kelahiran mingguan Mahasiswa menciptakan suasana atau kesan di dalam Indonesia di Bandung; mengetahui sikap negeri yang positif terhadap Orde Baru, dan pandangan mingguan Mahasiswa sebagai pemerintahan yang bukan junta Indonesia dalam menyoroti masalah militer, dimana semua posisi-posisi penting KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam negara dikuasai sepenuhnya oleh pada masa-masa awal Orde Baru; serta tentara. Begitu juga bahwa pemerintah mengetahui reaksi dan tindakan Orde Baru Orde Baru ingin menciptakan gambaran terhadap sikap dan pandangan pers yang yang baik terhadap negara-negara Barat, bersifat kritis kepada pemerintah. yang turut memberi bantuan keuangan kepada pemerintah Orde Baru, sebagai HASIL DAN PEMBAHASAN pemerintahan yang demokratis dan Mengenai Kelahiran Mingguan menjamin hak-hak sipil kepada warga “Mahasiswa Indonesia” di Bandung. negaranya (Milne, 1984; Crouch, 1999:268- Mingguan Mahasiswa Indonesia lahir 269; Istyaningrum, 2004; dan Rajab, 2004). di tengah-tengah kondisi bangsa yang Memang, bukan suatu tugas yang mudah sedang mengalami gejolak. Pada tanggal bagi Jenderal Soeharto untuk memangku 19 Juni 1966 terbitlah nomor perdana jabatan sebagai Presiden Indonesia pada Mahasiswa Indonesia, edisi Jawa Barat. masa-masa awal Orde Baru. Banyak pihak, Mingguan Mahasiswa Indonesia ini terutama dari perwira-perwira tentara sendiri berbentuk tabloit, dengan ukuran 30 x yang tidak menyukai kemunculannya begitu 45 cm (centimeter), tebalnya 8 halaman, cepat dalam kekuasaan, dan akan menjadi ditambah 2 halaman untuk iklan. Mingguan penentangnya yang kuat. Begitu juga dengan Mahasiswa Indonesia menuliskan motto di para mahasiswa yang tidak puas dengan bawah namannya, yakni: “Pembina Insan gaya pemerintahan Jenderal Soeharto, Pantjasila”.1 yang mengesankan sikap alon-alon waton Pada nomor perdana, isi mingguan kelakon (pelan-pelan tetapi tercapai tujuan), Mahasiswa Indonesia masih agak sederhana, dalam merespons masalah-masalah politik yakni baru memuat 5 artikel dan sebuah dan pembangunan ekonomi di Indonesia. editorial tentang sidang MPRS (Majelis Proses konsolidasi kekuasaan dan mencari Permusyawaratan Rakyat Sementara) yang legitimasi politik yang kuat inilah yang akan datang, tahun 1967. Namun meskipun menjadi masa-masa kritis pemerintahan begitu, edisi ini mempunyai arti penting. Orde Baru pada akhir tahun 1960-an dan Dilihat dari keterangan yang redaksi awal tahun 1970-an (McDonald, 1980; cantumkan tentang pengurus (daftar nama Roeder, 1981; Soeharto, 1989; Crouch, anggota), pendukung lahirnya mingguan 1999; dan Elson, 2001). Mahasiswa Indonesia adalah dari berbagai Artikel ini, dengan menggunakan tokoh yang penting pada masa itu. Nama- pendekatan kualitatif dan metode historis nama itu menggambarkan seperti layaknya (Notosusanto, 1984; Kartodirdjo, 1992; sebuah seri artikel pendek, jika melihat Zed, 2004; Sjamsuddin, 2007; dan Denzin, panjangnya daftar pengurus dan anggota 2008), mengkaji tentang dinamika politik bangsa Indonesia pada masa-masa awal 1Mingguan Mahasiswa Indonesia (Bandung: 19 Juni 1966), hlm.1. Lihat juga, misalnya, studi yang dilakukan oleh Amir Orde Baru, dengan memfokuskan analisis Effendi Siregar (1983); Francois Raillon (1985); Akhmad mengenai pers dan kritik sosial terhadap Zaini Abar (1995); dan Satrio Arismunandar (2012).

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 117 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru pendukung mingguan Mahasiswa Indonesia Karmawan Burhan, dan Iwan Ramelan di Bandung (Siregar, 1983; Raillon, 1985; (Rachman Tolleng). Nama yang terakhir Abar, 1995; dan Arismunandar, 2012). inilah yang menjadi motor penggerak, Mingguan Mahasiwa Indonesia, yang sekaligus pekerja, dari mingguan terbit di Bandung ini, alamat redaksinya Mahasiswa Indonesia di Bandung. adalah menempati kantor di Jalan Tamblong Rachman Tolleng juga yang memegang No.1, Kota Bandung, Jawa Barat. Mingguan tampuk Pimpinan Redaksi sampai dengan ini memang tidak bertahan lama, dan mingguan ini ditutup pada tahun 1974. mungkin orang tidak mengenal lagi bahwa Sekurang-kurangnya sampai dengan tahun pernah hadir sebuah pers, berupa mingguan, 1972, Rachman Tolleng merupakan seorang yang penting di Bandung pada tahun Pemimpin Redasi, Pemimpin Umum, dan 1960-an hingga tahun 1970-an; atau hanya Penanggung Jawab mingguan Mahasiswa sebagian kecil kalangan saja yang masih Indonesia di Bandung, yang menggariskan mengenal keberadaan dan peran mingguan dan mengontrol haluan redaksi mingguan Mahasiswa Indonesia sampai sekarang ini. Ia juga sering menulis editorial; karena ini (Siregar, 1983; Raillon, 1985; Abar, itu, seringkali dikatakan bahwa mingguan 1995; Arismunandar, 2012; dan wawancara Mahasiswa Indonesia sebagai korannya dengan Rachman Tolleng, 12/3/2001). Rachman Tolleng (Siregar, 1983; Raillon, Namun pada masanya, dari mulai 1985; Abar, 1995; dan wawancara dengan penerbitan yang pertama, mingguan Rachman Tolleng, 12/3/2001). Lihat gambar 1. Mahasiswa Indonesia sudah mendapat Pada waktu mulai diterbitkan, tanggapan besar dari berbagai kalangan, mingguan Mahasiswa Indonesia di terutama dari kalangan intelektual yang Bandung mempunyai stuktur yang masih menyambut positif hadirnya pemerintahan sederhana sekali. Mingguan Mahasiswa Orde Baru. Karena memang lebih dari Indonesia memiliki susunan staf redaksi 57% isi mingguan Mahasiswa Indonesia dan administrasi yang tidak tetap. Di itu memuat berbagai berita politik dan sana memang tercantum banyak nama masalah sosial yang menarik perhatian. mahasiswa anggota KAMI (Kesatuan Bebagai berita, pandangan, dan analisisnya Aksi Mahasiswa Indonesia) dari Jakarta menjadi kosumsi tidak hanya bagi kalangan dan Bandung, seperti: Bonar Siagian, mahasiswa, namun juga bagi kalangan Alex Rumodor, Kusnaka Adimihardja, intelektual lainnya serta masyarakat umum Soe Hoek Gie, Yozar Anwar, Jahja Wullur, (Junaedhie, 1991; Abrar, 1992; Abar, 1995; M.T. Zein, dan Sudjoko. Mereka pada dan Muhdar, 2012). Dalam konteks ini, umumnya adalah para mahasiswa dari UI Amir Effendi Siregar (1983) menyatakan (Universitas Indonesia) di Jakarta, ITB bahwa mingguan Mahasiswa Indonesia (Institut Teknologi Bandung), dan UNPAD memang lebih banyak memuat berita politik (Universitas Padjadjaran) Bandung. Bahkan dibandingkan dengan dua koran mahasiswa Mohtar Lubis, seorang intelektual dengan lainnya, yaitu Harian KAMI di Jakarta dan reputasi nasional, juga ikut mewarnai Mimbar Demokrasi di Bandung, yang terbit halaman Mahasiswa Indonesia, meskipun dan berkembang pada masa yang sama hanya terdiri dari beberapa artikel saja. dengan mingguan Mahasiswa Indonesia di Ditambah lagi dengan belasan nama-nama Bandung (Siregar, 1983). mahasiswa lainnya yang kurang dikenal Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1966, namun pengalaman mingguan Mahasiswa Indonesia didirikan mereka di bidang pers banyak berkecimpung oleh 3 orang yang menjadi Pemimpin dalam penerbitan-penerbitan mahasiswa Umumnya, yaitu: S. Ryandi, Awan di kampus, seperti: Berita ITB, Campus,

118 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018

Gambar 1: “Mingguan Mahasiswa Indonesia di Bandung” (Sumber: http://koleksikemalaatmojo2.blogspot.com, 9/10/2017) dan lain-lain (Siregar, 1983; Raillon, 1985; yang berkuasa; dan tentu saja dengan para Junaedhie, 1991; Abar, 1995; Maxwell, 2001; mahasiswa Angkatan 1966, yang berhasil Supriyatna, 2007; dan Arismunandar, 2012). menumbangkan Presiden Soekarno dari Terbitnya mingguan Mahasiswa kekuasaan dan mengusung Jenderal Indonesia di Bandung ini mendapat Soeharto untuk memimpin pemerintah dukungan pula dari tokoh-tokoh utama Orde Baru, di mana mingguan Mahasiswa pemerintah Orde Baru. Dalam hal ini, Indonesia ini menjadi alat ekspresi dan Francois Raillon (1985) mengatakan bahwa artikulasi bagi mereka. Banyaknya tokoh selain didukung oleh para mahasiswa dan Orde Baru yang mendukung lahirnya kalangan intelektual lainnya, mingguan mingguan ini dan mengharapkan dukungan Mahasiswa Indonesia juga didukung dari mingguan Mahasiswa Indonesia tidak oleh pihak militer dan pemerintah yang lain adalah untuk ikut memperkenalkan mengajaknya untuk berjuang mencapai dan mengkonsolidasikan tujuan-tujuan dari tujuan Orde Baru (Raillon, 1985). pemerintah Orde Baru itu sendiri (Anwar, Dukungan terhadap lahirnya mingguan ini 1980; Wibisono, 1980; Raillon, 1985; ditunjukkan dengan menempatan Brigadir Gie, 1983 dan 1995; Maxwell, 2001; dan Jenderal H. Sugandhi sebagai Penasihat; Supriyatna, 2007). dan hal itu menunjukan – sekali lagi – Sementara itu, sosok Rachman Tolleng adanya hubungan yang sangat erat antara yang anti Soekarno dan idealismenya untuk Mahasiswa Indonesia dengan rezim baru melakukan pembaharuan ikut mewarnai

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 119 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru corak mingguan Mahasiswa Indonesia. oleh pemerintahan Soekarno. Mingguan Mingguan ini justru menjadi koran Mahasiswa Indonesia mengajukan mahasiswa yang dilahirkan oleh mahasiswa, beberapa argumen tentang perlunya tetapi terbit dan berkembang justru di luar menjatuhkan Soekarno. Bagi mingguan ini, kampus. Dalam hal ini, kembali lagi, Amir Soekarno merupakan sosok yang dianggap Effendi Siregar (1983) mengungkapkan sebagai lambang dan penanggung jawab bahwa mingguan Mahasiswa Indonesia dari suatu tirani yang korup dan sikap adalah salah satu dari koran mahasiswa pemerintahannya yang tidak kompeten. yang terbit di luar kampus, memerlukan Serangan terhadap Presiden Soekarno suatu Badan Hukum untuk status hukum, dan ini dilakukan oleh mingguan Mahasiswa memerlukan SIT (Surat Izin Terbit) seperti Indoensia melalui tulisan-tulisannya yang layaknya “pers umum” (cf Siregar, 1983; dapat dilihat dalam judul berita utama di Abrar, 1992; Harahap, 1996; dan Islam, 2006). halaman muka, seperti: “Siapa Dalang Rachman Tolleng, sebagai Pimpinan GESTAPU? Bung Karno Tidak Dipertjaja Redaksi mingguan Mahasiswa Indonesia, lagi sebagai Presiden, Situasi Bandung juga mengatakan bahwa kelahiran koran Setelah Pidato Presiden”;2 atau berita ini sebagai alat untuk meruntuhkan utama lain yang berbunyi: “Bung Karno pemerintahan Orde Lama (1959-1966). Harus ke MAHMILUB” [Mahkamah Bahwa para pengasuhnya adalah terdiri Militer Luar Biasa].3 dari orang-orang muda, yang pada masa Serangan-serangan terhadap Bung “Demokrasi Terpimpin”-nya Soekarno Karno juga dilakukan melalui aksi-aksi merasa tertekan aspirasi politiknya, dan Badan Kerjasama Pers dan Kesatuan Aksi. ketika peristiwa G-30-S (Gerakan 30 Mahasiswa yang berusaha meruntuhkan September) tahun 1965 meletus, serta PKI kewibawaan dan politik Presiden Soekarno (Partai Komunis Indoensia) mendapat dengan semangat menyerukan: “Tjabut tekanan, merupakan kenyataan yang tak Keputusan MPRS jang Bertentangan dengan terbantahkan. Orang-orang muda itu UUD 1945”.4 Bahkan sehari setelah Jenderal umumnya mendapat cap “anak ideologi PSI Soeharto terpilih sebagai Pejabat Presiden, dan MASYUMI” (Partai Sosialis Indonesia terpampang dalam halaman muka mingguan dan Majelis Syuro Muslimin Indonesia), Mahasiswa Indonesia, yang berbunyi: dan telah memanfaatkan momentum “Lantjarkan Pembaharuan di Segala ini untuk menyalurkan aspirasi politik Bidang”.5 Dalam konteks ini, menurut mereka dan terlibat aktif bersama TNI-AD Francois Raillon (1985), selama melakukan (Tentara Nasional Indonesia – Angkatan kampanye anti Soekarno, peranan mingguan Darat) untuk meruntuhkan sistem politik Mahasiswa Indonesia di Bandung sebagai Demokrasi Terpimpin-nya Soekarno (Feith, avant-garde Orde Baru semakin harum dan 1964; Ricklefs, 2008; Syafa’at, 2011; terkenal (Raillon, 1985). Arismunandar, 2012; dan wawancara Dalam masa-masa awal konsolidasi dengan Rachman Tolleng, 12/3/2001). pemerintahan Orde Baru, mingguan Mingguan Mahasiswa Indonesia Mahasiswa Indonesia selain memperhatikan menjadi koran yang berdiri paling depan dalam kampanye anti Soekarno dari bulan 2Berita utama mingguan Mahasiswa Indonesia, No.10. Bandung: Agustus 1966. Maret 1966 sampai dengan bulan Juni 3Berita utama mingguan Mahasiswa Indonesia, No.14. 1967. Dengan kerangka berfikirnya yang Bandung: September 1966. tajam, ilmiah, dan terus terang, mingguan 4Berita utama mingguan Mahasiswa Indonesia, No.2. Bandung: Djuni 1966. Mahasiswa Indonesia mengkritik berbagai 5Berita utama mingguan Mahasiswa Indonesia, No.41. bentuk penyelewengan yang dilakukan Bandung: Maret 1967.

120 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018 pembaharuan politik, juga terus kritik-kritik sosial yang tajam kepada menjalankan fungsinya untuk mengadakan pemerintah Orde Baru (Siregar, 1983; social control. Betapapun mingguan ini Raillon, 1985; dan Arismunandar, 2012). mendukung lahirnya pemerintahan Orde Dalam tahun 1971-1972, misalnya, Baru di satu sisi, dan berusaha meruntuhkan mingguan Mahasiswa Indonesia telah pemerintahan Orde Lama di sisi lain, namun berubah dari koran yang penuh emosi Mahasiswa Indonesia juga tetap melakukan kepada koran yang bijaksana; dan hal ini kontrol sosial, mengawasi elemen- seakan-akan mengesankan bahwa daya elemen yang menyalahgunakan posisi dan kritis mingguan Mahasiswa Indonesia kekuasaan mereka, bahkan terhadap mereka yang terkenal keras sudah mulai mati. yang dianggap tidak kompeten di bidangnya Hal ini terjadi setelah pemerintah Orde (Albach, 1988; Saidi, 1989; Magenda, 1991; Baru mendapatkan legitimasinya melalui Culla, 1999; dan Aly, 2004). kemenangan dalam PEMILU (Pemilihan Mingguan Mahasiswa Indonesia, Umum) tahun 1971. Namun pada tahun misalnya, menganggap bahwa parlemen, 1972-1974, mingguan Mahasiswa Indonesia dalam hal ini DPRS (Dewan Perwakilan mulai merasakan adanya ketidakcocokan Rakyat Sementara), tidak memainkan dengan kepentingan politik pemerintah peranan secara maksimal. Karena itu, Orde Baru. Mingguan ini melihat banyak mingguan Mahasiswa Indonesia, bersama- ketidakberesan dengan kinerja politik sama dengan Harian KAMI serta kesatuan pemerintah Orde Baru. Pada periode ini aksi lainnya, merasa terpanggil untuk justru merupakan era baru bagi mingguan menjadi penyeimbang dari kekuatan pihak Mahasiswa Indonesia untuk hadir kembali TNI-AD dalam pemerintahan. Bahkan dengan sifat kritisnya yang terkenal (Siregar, mingguan Mahasiswa Indonesia tidak 1983; Raillon, 1985; Arismunandar, 2012; segan-segan untuk mengkritik politik TNI- dan Novianto, 2016). AD; buruknya kinerja BULOG (Badan Sejalan dengan sejarah keberadaan Urusan Logistik); kelalaian dari para Mahasiswa Indonesia ini, Francois pejabat pemerintah; tender yang didapat Raillon (1985) membagi tiga tahapan perusahaan dengan cara-cara tidak benar; perkembangan, yaitu secara politik, dan sebagainya (Raillon, 1985; Azziz, 2006; ideologi, dan kritik. Secara politik, dan Anggraeni, Suwirta & Sarimaya, 2016). mingguan Mahasiswa Indonesia yang Perjalanan sejarah mingguan Mahasiswa membawa amanat dan semangat Angkatan Indonesia, dengan demikian, sangat 1966 telah menjadi salah satu pihak yang erat kaitannya dengan sejarah kelahiran ikut mengupayakan turunnya pemerintahan pemerintahan Orde Baru. Pada awalnya, Soekarno melalui perjuangan yang berat mingguan ini merupakan suara dari para dengan menyajikan slogan-slogan, berita- aktivis, dan bahkan ekstrimis, bagi Orde berita, dan opini-opini yang tertuang Baru yang menghendaki satu perubahan dalam goresan pena para mahasiswa dan yang cepat dan radikal. Beberapa tahun golongan intelektual, sehingga membawa kemudian, ternyata pemerintah Orde Baru pengaruh terhadap banyak kalangan di sendiri menjadi bagian dari establishment masyarakat. Secara ideologis, mingguan politik yang sering dikritik oleh mingguan Mahasiswa Indonesia banyak memberikan Mahasiswa Indonesia. Sejalan dengan itu, sumbangan terhadap tegaknya ideologi terjadi juga perubahan dari mingguan ini, Orde Baru. Hampir lebih dari 400 terbitan yakni dari memberikan dukungan penuh dan dalam jangka waktu hidupnya, mingguan tanpa syarat kepada pihak penguasa yang Mahasiswa Indonesia secara teratur baru menjadi dukungan dengan disertai mengemukakan gagasan-gagasan yang

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 121 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru pada intinya berkenaan dengan harapan- awal Orde Baru, seperti berikut ini: harapan akan datangnya modernisasi dan Pertama, Seputar Pembentukan pembangunan di Indonensia. Dengan Asisten Pribadi Presiden. Seperti yang demikian, baik secara langsung ataupun sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak langsung, mingguan Mahasiswa semenjak awal dalam pemerintah Orde Indonesia telah memudahkan usaha Baru terlihat adanya dualisme, yakni di pemerintah Orde Baru untuk menemukan satu sisi Presiden Soeharto mempercayakan keabsahan dari ideologinya dan upaya untuk kepada para pembantu resminya di kabinet, memasyarakatkannya. Dan secara kritik, sedangkan di sisi lain ia juga lebih bertumpu mingguan Mahasiswa Indonesia tetap pada SPRI (Staf Pribadi) yang terdiri dari menjalankan fungsi kontrol sosial terhadap para perwira TNI-AD (Tentara Nasional jalannya pemerintahan Orde Baru, terutama Indonesia – Angkatan Darat) yang dekat terhadap hambatan-hambatan yang dianggap dengan Presiden Soeharto. Dalam hal mengganggu pembangunan dan modernisasi menjalankan kepemimpinannya, Presiden di Indonesia (cf Siregar, 1983; Raillon, Soeharto memang sangat bergantung 1985; dan Arismunandar, 2012). kepada kelompok kecil para penasihat Kritik Sosial Mingguan “Mahasiswa pribadinya, yang diangkat dari kalangan Indonesia” terhadap Masalah KKN TNI-AD. Pada tahun 1966, misalnya, (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) pada Presiden Soeharto membentuk SPRI yang Masa Awal Orde Baru. Mingguan terdiri dari para perwira tinggi TNI-AD. Di Mahasiswa Indonesia lahir sejalan dengan bawah pimpinan Mayor Jenderal Alamsyah bangkitnya pemerintahan Orde Baru. Ratuperwiranegara, anggota SPRI ini Bahwa mingguan ini banyak berperan dibagi dalam urusan yang berbeda-beda, dalam upaya mengkonsolidasikan seperti: urusan keuangan; politik; intelejen pemerintahan Orde Baru, bahkan ikut dalam dan luar negeri; kesejahteraan sosial; membentuk ideologi pemerintahan baru, pemilihan umum; bahkan urusan umum dan jelas tak terbantahkan lagi (Siregar, 1983; khusus lainnya (Vatikiotis, 1998; Crouch, Raillon, 1985; Arismunandar, 2012; dan 1999; Ricklefs, 2008; Jenkins, 2010; dan Novianto, 2016). Namun seiring dengan Rahmat, 2011). perkembangan zaman, terutama semenjak Dalam hal ini mingguan Mahasiswa tahun 1972, mingguan Mahasiswa Indonesia Indonesia, bersama-sama dengan para kembali menjadi pers yang tajam dalam mahasiswa dan kalangan pers lainnya, mengungkap berbagai ketidakberesan dalam melakukan kritik-kritik sosial karena kesal tubuh pemerintahan Orde Baru. Berbagai terhadap keberadaan dan peranan SPRI. praktek KKN dari pihak-pihak yang dekat Lembaga SPRI ini, dalam pandangan dengan Presiden Soeharto telah menjadi mingguan Mahasiswa Indonesia, seperti sorotan utama dalam kritik-kritik sosial layaknya sebuah “kabinet bayangan” yang dilakukan oleh mingguan Mahasiswa yang lebih riil berkuasa daripada kabinet Indonesia dalam tahun-tahun terakhir pembangunan yang resmi. Akibat dari menjelang “kematiannya” pada tahun 1974 banyaknya kritik sosial yang dilontarkan (Siregar, 1983; Raillon, 1985; Junaedhie, kepada SPRI, maka lembaga ini sempat 1991; Hill, 2011; dan Arismunandar, 2012). dibubarkan bersamaan dengan pengangkatan Ada beberapa hal yang ingin jadikan kabinet baru pada tahun 1968. Namun, bahan kajian dalam mengungkap sorotan dalam perkembangan selanjutnya, pengaruh mingguan Mahasiswa Indonesia di Bandung dari kalangan orang-orang SPRI ini tetap dalam melontarkan kritik-kritik sosialnya ada. Hal itu terbukti bahwa pada bulan terhadap berbagai praktek KKN pada masa Februari 1968, Mayor Jenderal Alamsyah

122 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018

Ratuperwiranegara diangkat sebagai pembangunan yang masih terpusat di pulau Sekertaris Negara, yang membawahi staf Jawa dengan mengabaikan kondisi pulau- Presiden. Sedangkan Yoga Sugama, yang pulau di luar Jawa; tekanan penduduk dulu menjabat sebagai perwira SPRI urusan pulau Jawa yang semakin meledak; dan intelejen dalam negeri, diangkat menjadi lain-lainnya menjadi sorotan mingguan Kepala BAKIN (Badan Koordinasi Intelejen Mahasiswa Indonesia. Mingguan Negara). Selanjutnya Jenderal Surjo, ini, misalnya, menyoroti masalah Sudjono Humardani, dan Ali Moertopo penyelundupan, seperti tergambar dalam diangkat menjadi (Asisten Pribadi) Mahasiswa Indonesia, No.52 (Juni) 1967, untuk diperbantukan kepada Presiden dengan menurunkan tulisan Naswil Idris Soeharto (Siregar, 1983; Raillon, 1985; yang berjudul, “Penjelundup dari Riau ke Ricklefs, 2008; Jenkins, 2010; Hill, 2011; Singapura: Jang Ketjil Tertangkap, jang Rahmat, 2011; dan Arismunandar, 2012). Besar ke Mana?” (Idris, 1967). Begitu juga Dengan adanya asisten-asisten pribadi dengan masalah transmigrasi, yang disorot Presiden seperti itu, maka semakin oleh mingguan Mahasiswa Indonesia, pada membuka lebar hubungan bisnis antara para tahun 1972, dengan menurunkan tulisan pejabat ASPRI dengan para pengusaha Cina yang berjudul, “Transmigrasi, Aduh Pelik”.6 dan orang-orang Jepang. Dan para “Jenderal Masalah utama yang juga disinggung Politik dan Uang” ini, tidak pelak lagi, oleh mingguan Mahasiswa Indonesia adalah menjadi bulan-bulanan kritik sosial yang di sekitar pendistribusian beras. Dalam hal tajam dari berbagai pihak, termasuk dari ini, mingguan Mahasiswa Indonesia banyak mingguan Mahasiswa Indonesia di Bandung menyoroti kinerja BULOG, badan yang (Raillon, 1985; Crouch, 1999; Ricklefs, ditunjuk oleh pemerintah Orde Baru untuk 2008; dan Rahmat, 2011). mengontrol jalannya perdagangan beras Kedua, Kegagalan Kinerja BULOG dan menjamin pengadaan pangan secara (Badan Urusan Logistik). Sekitar nasional. BULOG ini pertama kali dibentuk tahun 1970-an, hasil-hasil pembangunan oleh pemerintahan Orde Baru pada tahun ekonomi pertama pada masa awal Orde 1966. Badan ini mula-mula dibentuk dengan Baru menunjukan adanya pertumbuhan tugas utama untuk memberi beras kepada ekonomi yang semakin membaik, meskipun pegawai negeri, yang sebagian gajinya hal pokok yang ingin dicapai oleh para diberikan dalam bentuk bahan pangan pembaharu ekonomi pada masa Orde Baru (Raillon, 1985; Ali et al., 1986; Ashari, itu belum terwujud sepenuhnya. Dengan 2015; Anggraeni, Suwirta & Sarimaya, perkataan lain, adanya ketidakseimbangan 2016; Nasution, 2016; dan Saragih, 2016). pembangunan ekonomi yang terjadi pada Setelah keluar Keputusan Presiden No.11 masa Orde Lama, dan ingin diperbaharui tahun 1969, BULOG dijadikan alat untuk oleh pemerintah Orde Baru, justru belum menstabilkan harga bahan pangan serta dapat dicapai dengan baik (Raillon, 1985; bertanggung jawab dalam berbagai bidang Anggraeni, Suwirta & Sarimaya, 2016; usaha yang sangat menguntungkan – antara Nasution, 2016; dan Saragih, 2016). lain dalam pendistribusian beras, pengimpor Dalam hal ini, mingguan Mahasiswa tunggal gula, gandum, dan lain-lain. Indonesia banyak mengupas kritikan- BULOG akhirnya juga diberi wewenang kritikan di seputar kehidupan sosial dan untuk mengelola administrasi bantuan dana ekonomi masyarakat kepada pemerintah dari luar negeri. Dalam perkembangan Orde Baru, terutama di sekitar pertumbuhan ekonomi yang masih tidak seimbang 6Lihat mingguan Mahasiswa Indonesia, No.308. tersebut. Di samping itu, masalah Bandung: Mei 1972.

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 123 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru selanjutnya, BULOG memegang monopoli walaupun sebenarnya bahan pangan tersebut dalam dunia usaha yang berkaitan dengan tersedia di dalam negeri. Hal ini dikarenakan bahan pangan di Indonesia (Ali et al., 1986; adanya tawaran komisi yang disediakan oleh Mas’oed, 1989; Ashari, 2015; Nasution, para pengusaha Cina itu kepada para pejabat 2016; dan Saragih, 2016). BULOG memang sangat menggiurkan. Di Menurut Harold Crouch (1999), sinilah praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan pengamat politik tentara Indonesia dari Nepotisme) mulai menjadi sorotan pada Australia, BULOG dari segi politik bisa masa awal Orde Baru (Ali et al., 1986; digambarkan sebagai “Komando Logistik Crouch, 1999; Ashari, 2015; Nasution, Nasional”, yang dikuasai oleh perwira- 2016; dan Saragih, 2016). perwira TNI-AD (Tentara Nasional Mingguan Mahasiswa Indonesia di Indonesia – Angkatan Darat) untuk Bandung, dengan artikelnya yang berjudul: mengurusi masalah pembagian gaji dalam “BULOG: Peranannja Perlu Ditindjau”, bentuk beras bagi para pegawai negeri. mengkritik habis-habisan tentang BULOG BULOG lalu berkembang di bawah yang tidak melakukan peranannya dengan pimpinan Letnan Jenderal Achmad Tirto baik, malah menghambat laju perdagangan Sudiro, seorang perwira senior yang lama beras rakyat. Mingguan Mahasiswa berkarier di bidang keuangan dan logistik Indonesia ini, antara lain, menyatakan tentara (Crouch, 1999). sebagai berikut: BULOG juga menjadi salah satu badan penting bagi TNI-AD untuk mencari dana, BULOG membeli beras tanpa kenal waktu di samping masukan dana dari perusahaan dan tanpa melihat “angin”. Seringkali terdjadi ia memborong beras dari petani dan pasaran minyak milik negara, yaitu PERTAMINA di musim patjeklik, di saat beras kurang (Perusahaan Tambang Minyak Nasional). di pasaran. Tidak ajal lagi, harga beras Pencarian dana ini tidak lain dalam melondjak seperti misalnja pada tahun 1967 rangka menutupi kekurangan anggaran dan awal tahun 1968. Sebaliknja, di saat harga yang disediakan oleh pemerintah. Bahwa beras sangat rendah, BULOG tidak berhenti membagi-bagikan beras konsumsi kepada dengan adanya BULOG ini telah sangat pegawai negeri dan ABRI. Maka semakin berhasil membuka kesempatan-kesempatan merosotlah harga beras, membuat petani di meningkatkan dana bagi TNI-AD, baik mana-mana mendjerit. secara lembaga maupun bagi para perwira Tetapi alangkah tragisnja apa jang terdjadi tentara secara perseorangan (Ali et al., 1986; kala itu! Di tengah-tengah djeritan para produsen beras, karena tidak bisa mendjual Samego et al., 1998; Singh, 1999; Jenkins, kelebihan beras mereka (kuartal 1967- 2010; Permana, 2012; Basuki, 2014; dan 1968), BULOG malah tidak henti-hentinja Ashari, 2015). mendatangkan beras. Pada tanggal 14 April Dengan keleluasaan monopoli dalam 1969, misalnja, dari Korea tiba 113.000 x 80 dunia usaha di bidang bahan pangan, kg beras kelas menengah dengan harga tinggi. Padahal waktu itu di dalam negeri banjak BULOG telah berhasil mengembangkan kelebihan beras jang bisa dibeli dengan harga kerjasama dengan beberapa perusahaan murah dan dengan mutu jang baik pula.7 swasta yang bergerak tidak hanya dalam bidang perdagangan bahan pangan, tetapi Kritikan dari mingguan Mahasiswa juga di bidang usaha lainnya yang sangat Indonesia ini sangat tajam. Ia melihat bahwa menguntungkan. Dalam hal ini, hubungan dalam kenyataannya, BULOG (Badan antara para pejabat BULOG dengan para Urusan Logistik) tidak dapat melaksanakan pengusaha dari luar negeri, terutama dengan pengusaha Cina yang diberi peluang untuk 7Lihat mingguan Mahasiswa Indonesia, No.160. memasok bahan pangan ke dalam negeri, Bandung: Djuli 1969.

124 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018 tugasnya dengan baik, malah sebaliknya BERDIKARI (Perseroan Terbatas Berdiri BULOG banyak menghambat jalannya Diatas Kaki Sendiri), yang mendapatkan mekanisme perdangan beras yang sehat dan kucuran dana dari BULOG. Bahkan, merugikan para petani dan produsen beras dana dari BULOG juga disimpan di Bank lokal. Mingguan Mahasiswa Indonesia juga Sumatra, yang direkturnya adalah seorang melihat bahwa yang seringkali dilakukan perwira menengah TNI-AD. Akibatnya oleh BULOG adalah spekulasi pasar untuk adalah bahwa para pejabat BULOG enggan kepentingan para pejabat BULOG sendiri. untuk mengadakan pembelian beras di awal- Padahal, menurut mingguan Mahasiswa awal panen, dengan alasan akan jauh lebih Indonesia, dalam operasi-operasinya menguntungkan apabila dana-dana tersebut BULOG itu dibiayai dengan kredit oleh disimpan selama mungkin di sektor lain (Ali Bank Indonesia dan tidak masuk dalam et al., 1986; Samego et al., 1998; Crouch, APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja 1999; Singh, 1999; Jenkins, 2010; dan Negara) serta mendapat jaminan dari Ashari, 2015). Departemen Keuangan (cf Ali et al., 1986; Dalam hal ini, Harold Crouch (1999) Mas’oed, 1989; Ashari, 2015; dan ibidem menjelaskan lebih lanjut, sebagai berikut: dengan catatan kaki 7). Dalam operasi kerjanya, BULOG Pada tahun 1967, BULOG menangguhkan memang diberikan tugas untuk pembelian beras pada masa panen utama dalam setengah tahun pertama, dengan mengumpulkan persediaan bahan pangan maksud mengadakan pembelian besar-besaran secara nasional agar mampu menstabilkan pada masa panen kering di pertengahan harga-harga, baik dari produsen maupun tahun. Tetapi panen tengah tahun itu sangat konsumen. Namun dalam prakteknya, sedikit, sehingga sampai Oktober 1967, BULOG banyak sekali melakukan operasi- BULOG hanya bisa membeli 280.000 ton saja, dibanding dengan target pembelian yang operasi pasar yang justru membuat tidak 567.000 ton. Sehingga, akibatnya BULOG seimbang harga-harga bahan pangan tidak mempunyai persediaan yang cukup pada nasional di dalam negeri. Spekulasi yang waktu harga-harga bahan pangan itu naik pada dilakukan oleh BULOG, dengan mengambil akhir tahun 1967-1968 (Crouch, 1999:314). dana untuk pembelian beras dari luar negeri, kerap kali terjadi (Ali et al., 1986; Crouch, Dalam kritik-kritik sosialnya, mingguan 1999; Ashari, 2015; Nasution, 2016; dan Mahasiswa Indonesia di Bandung kemudian Saragih, 2016). mengingatkan kembali tentang fungsi Data-data dari para pengamat dan peranan BULOG (Badan Urusan menunjukan, misalnya, ketika BULOG Logistik). Mingguan ini memberikan dua mendapat kredit dari BI (Bank Indonesia) alternatif jalan keluar bagi situasi yang tahun 1968, dengan suku bunga 3%, dihadapi oleh BULOG, yaitu: (1) BULOG BULOG malah menyimpan sebagian dana harus melakukan tindakan yang bersifat dari pemerintah itu di bank-bank swasta konjungtural, yaitu supaya impor dan secara tidak sah dan menawarkan bunga distribusi beras dihentikan ketika harga antara 10-15% demi melakukan spekulasi sedang turun; dan (2) BULOG harus pasar; atau sebagian dana itu diinvestasikan melakukan tindakan yang bersifat struktural, pada proyek-proyek jangka pendek. Dalam yaitu menata kembali peranannya yang tidak hal ini BULOG memberikan pinjaman hanya sebagai menyalur beras bagi pegawai sebagian dana itu kepada Bank Dharma negeri tetapi juga sebagai pengatur beras Ekonomi, cabang perusahaan yang dikuasai atau buffer stock secara nasional. Mengenai oleh TNI-AD (Tentara Nasional Indonesia prinsip buffer stock yang harus dimainkan – Angkatan Darat). Begitu juga dengan PT oleh BULOG ini, mingguan Mahasiswa

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 125 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru

Indonesia menjelaskan secara sederhana, semakin membulatkan tekad mingguan sebagai berikut: Mahasiswa Indonesia untuk meminta supaya Letan Jenderal Achmad Tirto Sudiro Bila harga terlalu tinggi, BULOG harus segera mundur dari jabatannya (Raillon, mendrop beras dalam djumlah jang tepat 1985; Ali et al., 1986; dan Ashari, 2015). untuk mempertahankan tingkat harga jang dianggap lajak (misalnja pada masa Bersamaan dengan itu, mingguan Mahasiswa patjeklik); dan sebaliknja, BULOG harus Indonesia malah memuji usaha Menteri memberikan semua kelebihan jang di pasaran Widjojo Nitisastro, seorang teknokrat dari pada saat harga beras terlalu rendah demi UI (Universitas Indonesia) Jakarta, dalam 8 mempertahankan harga jang lajak tadi. mengatasi masalah kekurangan beras. Bahkan ketika B.M. (Burhanuddin Muhammad) Apabila pada tahun 1969, kegagalan Diah, pemimpin harian Merdeka di Jakarta BULOG (Badan Urusan Logistik) dalam dan dipandang sebagai salah seorang pengadaan beras itu dapat dikompensasikan pendukung Ali Moertopo, menyebarkan dengan keberhasilannya dalam peningkatan berita bahwa Widjojo Nitisastro sebagai dana tersebut, namun pada tahun 1970- dalang demonstrasi anti TMII (Taman Mini an, dengan adanya pengembangan dari Indonesia Indah), mingguan Mahasiswa sumber-sumber dana alternatif bagi Indonesia, No.339, edisi Desember 1972, TNI-AD (Tentara Nasional Indonesia – segera mengangkat Widjojo Nitisastro Angkatan Darat), pemerintah Orde Baru sebagai Man of the Year 1972.9 semakin memperlihatkan keprihatinan Pada tahun 1972, ketika BULOG terhadap ketidakberhasilan BULOG dalam tidak memiliki cukup persediaan bahan menstabilkan harga-harga kebutuhan pangan dan harga-harga bahan pokok pokok (Ali et al., 1986; Crouch, 1999; membumbung tinggi, maka mengakibatkan Ashari, 2015; Nasution, 2016; dan inflasi melonjak dan timbul ketidakpuasan Saragih, 2016). Hal ini, secara politis, mahasiswa di beberapa kota besar di jelas merupakan masalah yang sensitif. Indonesia. Pemerintah Orde Baru merasa Dalam hal ini, Letnan Jenderal Achmad khawatir dengan fenomena ini, yang Tirto Sudiro, sebagai Kepala BULOG, dinilai akan melemahkan keberhasilan sering mendapatkan kritikan dari mingguan pembangunan ekonomi secara nasional. Mahasiswa Indonesia di Bandung, karena Akhirnya, keinginan mingguan Mahasiswa ketidaksanggupannya dalam menyediakan Indonesia di Bandung agar Letnan beras yang cukup di pasaran. Mingguan Jenderal Achmad Tirto Sudiro mundur dari Mahasiswa Indonesia juga melihat adanya jabatannya tercapai, seiring dengan krisis penjualan paksa dari para petani, dan ekonomi pada tahun 1972-1973. Letnan BULOG gagal dalam memperhitungkan kebutuhan beras impor (Ali et al., 1986; 9Lihat “Widjojo Nitisastro: Man of the Year 1972” Mas’oed, 1989; Ashari, 2015; dan ibidem dalam mingguan Mahasiswa Indonesia, No.339. Bandung: Desember 1972. Lihat juga, misalnya, studi yang dengan catatan kaki 8). dilakukan oleh Nindarsari (1984); Francois Raillon (1985); Berbagai tuduhan yang tidak Anwar Nasution (1985); Kurniawan Junaedhie (1991); mengenakan dari mingguan Mahasiswa Akhmad Zaini Abar (1995); David T. Hill (2011); dan Muhdar (2012) dalam konteks persaingan elite politik Indonesia terhadap Kepala BULOG, pada masa-masa awal Orde Baru antara kelompok yang serta dukungan mingguan ini terhadap pro Widjojo Nitisastro dengan yang pro Letnan Jenderal “Gerakan Anti Lapar” dari para mahasiswa, Ali Moertopo dalam strategi pembangunan ekonomi di Indonesia; atau antara kelompok yang pro PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pimpinan B.M. Diah yang didukung 8Lihat kembali, misalnya, berita utama “BULOG: oleh pemerintah Orde Baru dengan PWI pimpinan Rosihan Peranannja Perlu Ditindjau” dalam mingguan Mahasiswa Anwar, yang dinilai penganut ideologi Sosialis dan Indonesia, No.160. Bandung: Djuli 1969. bersikap kritis kepada pemerintah Orde Baru.

126 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018

Jenderal Achmad Tirto Sudiro kemudian Rakyat” (Magenda, 1991; Siregar, 1994; diberhentikan dari jabatannya sebagai Culla, 1999; Elson, 2001; Aly, 2004; dan Kepala BULOG; dan ia diangkat menjadi Anto & Sirait, 2011). Duta Besar Indonesia untuk Jerman Barat Dalam hal ini, mingguan Mahasiswa dengan pertimbangan jasa-jasanya di masa Indonesia di Bandung juga ikut bergabung lalu (Ali et al., 1986; Soeharto, 1989; Elson, dan mendukung gerakan-gerakan yang 2001; Ashari, 2015; Nasution, 2016; dan dilakukan oleh para mahasiswa tersebut. Saragih, 2016). Dalam editorialnya yang berjudul Ketiga, Pembangunan TMII (Taman “Keprihatinan dalam Pembangunan”, Mini Indonesia Indah) pada Tahun mingguan Mahasiswa Indonesia, No.290 1972. Rencana pembangunan TMII, yang (Djanuari) 1972, melakukan kritik yang diprakarsai oleh Ibu Negara, Tien Soeharto, tajam sebagai berikut: pada tahun 1972, ternyata mengundang banyak kontroversi, terutama dari kalangan Akibat dari terbatasnja kekajaan masjarakat pers dan mahasiswa yang peduli terhadap itu adalah bahwa kita diharuskan menghemat setiap dana jang ada. Setiap kekajaan itu masalah sosial-ekonomi masyarakat. dibuat seproduktif mungkin sehingga dapat Pembangunan TMII, yang merupakan diambil manfaat jang sebesar-besarnja kompleks hiburan dan kebudayaan, bagi kepentingan masjarakat luas. Prinsip membutuhkan biaya yang sangat besar ini berlaku bagi setiap dana dari manapun dan berusaha mencari dana dari kalangan sumbernja, apakah itu milik negara, bantuan atau investasi asing, tak terketjuali modal instansi-instansi penting untuk memberikan domestik maupun milik pribadi. sumbangan dana secara sukarela. Sedangkan [...] kalau kepada rakjat kita mengandjurkan di sisi lain, Presiden Soeharto sendiri, untuk menekan kosumsinja – jang sudah sebagai pimpinan nasional, baru saja di bawah ukuran jang lajak itu – untuk mengeluarkan kebijakan untuk hidup ditabungkan, maka tidak sepantasnja apabila masih ada projek pembangunan jang bersifat sederhana; mengurangi pengeluaran dana mertjusuar, dengan biaja non-budgetair yang tidak perlu; dan agar mencurahkan sekalipun.10 perhatian pada usaha pembangunan nasional yang konstruktif (Soeharto, 1989; Walaupun mingguan Mahasiswa Poesponegoro & Notosusanto eds., 1991; Indonesia di Bandung, dalam editorialnya Siregar, 1994; Elson, 2001; Ricklefs, 2008; itu, tidak mencantumkan dengan jelas dan dan Novianto, 2016). menunjuk pada proyek pembangunan TMII Tentu saja, inisiatif pembangunan TMII (Taman Mini Indonesia Indah) di Jakarta, dari Ibu Tien Soeharto dianggap tidak tepat namun setidaknya pada saat itu pembaca untuk diwujudkan pada masa itu, mengingat akan dengan sangat jelas menebak kepada proyek tersebut belum begitu dibutuhkan siapa mingguan ini melontarkan kritikannya. oleh masyarakat Indonesia. Apalagi pada Berbagai sindiran juga dilontarkan terhadap sekitar tahun 1972 itu perekonomian rencana pembangunan TMII ini. Bahkan Indonesia sedang jatuh, akibat kekacauan dalam pandangan Jenderal Soemitro distribusi beras yang dilakukan oleh BULOG sendiri, sebagai PANGKOPSKAMTIB (Badan Urusan Logistik). Dari kalangan (Panglima Komando Operasi Keamanan mahasiswa sendiri muncul berbagai gerakan dan Ketertiban) yang nampaknya sedang untuk memprotes proyek pembangunan TMII berseteru dengan orang-orang SPRI ini. Gerakan-gerakan yang dimunculkan oleh (Staf Pribadi)-nya Presiden Soeharto, para mahasiswa itu menamakan dirinya: 10Lihat tajuk rencana “Keprihatinan dalam “Gerakan Penghematan”; “Gerakan Akal Pembangunan” dalam mingguan Mahasiswa Indonesia, Sehat”; dan “Gerakan Penyelamat Uang No.290. Bandung: Djanuari 1972.

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 127 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru proyek TMII ini dianggap tidak tepat dan mahasiswa. Dan mingguan Mahasiswa bertentangan dengan kepentingan negara Indonesia di Bandung menjadi salah satu mengingat biayanya yang terlampau mahal media yang memberi semangat dalam dan tidak jelas cara memperoleh dananya melakukan kritik-kritik sosial dan aksi (Soeharto, 1989; Magenda, 1991; Siregar, protes mahasiswa kepada pemerintah Orde 1994; Cahyono, 1998; Culla, 1999; Elson, Baru (Raillon, 1985). Aksi-aksi protes ini, 2001; dan Aly, 2004). bersamaan dengan akumulasi kekecewaan Disebut-sebut, misalnya, bahwa biaya lainnya, akan menjadi pemicu bagi lahirnya proyek pembangunan TMII itu mencapai gerakan mahasiswa yang lebih massif Rp. 10,5 milyar. Proyek TMII ini, dengan dan radikal, yaitu peristiwa MALARI demikian, dianggap terlalu dini dicanangkan (Malapetaka 15 Januari) tahun 1974, dimana sehingga tidak ada bedanya, meminjam mingguan Mahasiswa Indonesia di Bandung istilah dari para aktivis mahasiswa, dengan terkena imbasnya, yakni ditutup dan mati “proyek mercusuar zaman NASAKOM untuk selama-lamanya (Siregar, 1983; (Nasional, Agama dan Komunis)-nya Raillon, 1985; Cahyono, 1998; Aly, 2004; Presiden Soekarno dahulu” (dalam Anwar, dan Yogaswara, 2009). 1980; Raillon, 1985; dan Gie, 1995). Ada Reaksi Pemerintah Orde Baru terhadap juga informasi bahwa ibu Tien Soeharto Mingguan “Mahasiswa Indonesia” di memungut fee sebesar 10% dari tender- Bandung. Pada tahun-tahun awal berdirinya tender proyek pembangunan yang disetujui Orde Baru, mingguan Mahasiswa Indonesia oleh pemerintah; atau dari sumbangan- tampil menjadi salah satu penegak bagi sumbangan dana pengusaha, umumnya dari munculnya pemerintah yang baru ini. para pengusaha China, untuk pembangunan Mingguan Mahasiswa Indonesia juga, TMII di Jakarta. Apa yang dilakukan oleh sebagaimana dinyatakan oleh Francois ibu Tien Soeharto, sebagai Madam Tien Raillon (1985), menjadi “propagandis yang President, disindir oleh para mahasiswa dan paling giat dalam membela kepentingan pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah politik dan ideologi Orde Baru di Indoensia” Orde Baru sebagai Madam Ten Procent (Raillon, 1985). Pada masa itu, kehidupan (Aly, 2004; Abdulgani-Knapp, 2007; pers memang mengalami perkembangan Jenkins, 2010; dan Taufik, 2014). yang pesat setelah sekian lama, terutama pada Memang, proyek pembangunan TMII masa Orde Lama (1959-1965), terpasung dan mempunyai tiga aspek penting, yaitu: tidak memiliki kebebasan yang berarti (Lee, (1) isu proyek TMII telah mengundang 1971; Smith, 1986; Surjomihardjo et al., sikap kritis dan populis serta keberanian 2002; dan Suwirta, 2008). pers dalam mengemukakan suara-suara Mingguan Mahasiswa Indonesia, yang keprihatinan dari masyarakat; (2) proyek muncul beberapa bulan setelah tahun TMII telah melahirkan kembali aksi-aksi 1965 dan dilahirkan oleh mereka yang protes mahasiswa setelah isu korupsi tahun menamakan dirinya Angkatan 1966, 1970-an terhenti untuk sementara; dan (3) isu menjadi koran satu-satunya di Jawa Barat proyek TMII juga telah memancing konflik yang berani mendobrak pemerintah Orde antara negara dan masyarakat, di mana reaksi Lama di bawah kepemimpinan Presiden negara semakin keras dan represif terhadap Soekarno. Padahal pada masa itu koran- para pemrotesnya (Aly, 2004; Abdulgani- koran lainnya di Jawa Barat lebih senang Knapp, 2007; dan Raditya, 2018). bersikap berdiam diri. Mingguan Mahasiswa Bahkan menurut Francois Raillon (1985), Indonesia, sekali lagi, giat dalam ikut aksi protes dalam isu proyek TMII ini sudah menjatuhkan Presiden Soekarno di satu sisi, mengarah kepada gerakan radikalisme dan di sisi lain turut membantu TNI-AD

128 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018

(Tentara Nasional Indonesia – Angkatan 1985; Sundhaussen, 1987; Crouch, Darat) dalam membersihkan sisa-sisa PKI 1999; Singh, 1999; dan Novianto, 2016). (Partai Komunis Indonesia) dengan berbagai Gagasan-gagasan seperti “modernisasi dan tulisannya yang kritis, tajam, dinamis, dan pembangunan” menjadi menu utama dari segar (cf Wibisono, 1980; Siregar, 1983; mingguan Mahasiswa Indonesia, yang Raillon, 1985; Abar, 1995; dan Hill, 2011). disajikan setiap saat kepada masyarakat luas. Hal tersebut tentu saja sangat membantu Sejalan dengan bergulirnya waktu, pada konsolidasi kekuasaan pemerintah Orde akhir tahun 1967, mingguan Mahasiswa Baru, terutama mengenai kinerja dan citra Indonesia menemukan ada yang salah dalam tentara yang sedang mencari kekuasaan. elemen birokrasi dan pemerintahan Orde Maka tidaklah heran kalau mingguan Baru. Praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Mahasiswa Indonesia pun sangat dekat Nepotisme) kerap kali terjadi dalam tubuh dan didukung oleh tentara di Jawa Barat pemerintah Orde Baru. Hal itu menjadikan (Divisi Siliwangi) dan oleh beberapa elite mingguan Mahasiswa Indonesia berada politik Orde Baru lainnya. Hal itu terlihat dalam posisi yang serba salah. Namun, hal dari bantuan-bantuan yang diberikan oleh ini tidak membuat mingguan Mahasiswa tentara Siliwangi, terutama PANGDAM Indonesia kehilangan daya kritisnya. (Panglima Daerah Militer) H.R. (Hartono Tulisan-tulisan dalam mingguan Mahasiswa Rekso) Dharsono, dengan menyedian kertas Indonesia yang bersifat kreatif, dinamis, misalnya. Kedekatan yang terbina baik dan segar tetap saja dilontarkan (Siregar, antara tentara Siliwangi dengan mingguan 1983; Raillon, 1985; Junaedhie, 1991; Mahasiswa Indonesia juga nampak bahwa Surjomihardjo et al., 2002; dan Aly, 2004). kantor redaksi Mahasiswa Indonesia yang Bahkan tidak segan-segan, mingguan di Jalan Tamblong No.1 Bandung selalu ini melontarkan tuduhan tentang adanya kedatangan tamu-tamu tentara, khususnya korupsi yang dilakukan oleh para perwira dari Siliwangi. Tidak hanya itu, para elite TNI-AD yang dekat dengan Presiden politik Orde Baru, ataupun para intelektual Soeharto, seperti: Ibnu Sutowo, Alamsyah dari Bandung dan Jakarta, juga sering Ratuperwiranegara, Suryo, Achmad Tirto mengunjungi kantor redaksi mingguan Sudiro, Sudjono Humardani, Ali Moertopo, Mahasiswa Indonesia di Bandung (Siregar, dan sebagainya (Siregar, 1983; Raillon, 1983; Raillon, 1985; dan wawancara dengan 1985; Sundhaussen, 1987; Soeharto, 1989; Rachman Tolleng, 12/3/2001). Cahyono, 1998; Crouch, 1999; Elson, 2001; Prinsip partnership antara pemerintah dan Jenkins, 2010). Orde Baru, TNI-AD, dan mingguan Pemerintah Orde Baru, dalam hal ini Mahasiswa Indonesia, untuk sementara Presiden Soeharto, pada mulanya menyikapi waktu, dapat terbina dengan baik. berbagai tuduhan korupsi dari para perwira Pemerintah Orde Baru sangat diuntungkan TNI-AD, terutama perwira dalam elite oleh kehadiran mingguan Mahasiswa lingkaran dalam, dengan cara berupaya Indonesia, karena turut membantu untuk menahan diri dan tidak melakukan tidak hanya dalam menjatuhkan dan tindakan yang keras terhadap pers (Abar, “membersihkan” sisa-sisa kekuatan politik 1995; Elson, 2001; Jenkins, 2010; dan Hill, Orde Lama dan upaya mempropagandakan 2011). Pemerintah Orde Baru, misalnya, pemerintahan Orde Baru, tetapi juga masih memberikan suasana yang kondusif karena turut membantu pemerintah yang bagi kehidupan pers yang bersikap kritis baru dalam mengarahkan pembentukan sekalipun. Dalam salah satu edisi surat kabar ideologinya yang “pembangunan sentris” di Jakarta, pada tanggal 16 Oktober (Wibisono, 1980; Siregar, 1983; Raillon, 1970, misalnya, bahkan diberitakan bahwa

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 129 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru dalam suatu kesempatan, Presiden Soeharto mengarah kepada gerakan radikalisme; dan, masih memuji tentang pers Indonesia yang yang lebih fatal lagi, dinilai telah menghina sudah melangkah jauh lebih dewasa dan bisa marwah Ibu Negara dan Istri Presiden, mewujudkan peranannya sebagai kekuatan Tien Soeharto, dari Madam Tien President demokrasi keempat, selain Eksekutif, menjadi Madam Ten Procent (Raillon, 1985; Legislatif, dan Yudikatif (Abar, 1995; Sen & Aly, 2004; Abdulgani-Knapp, 2007; Jenkins, Hill, 2001; dan Sularto ed., 2007). 2010; dan Taufik, 2014). Sikap Presiden Soeharto tersebut, Sepanjang tahun 1973, dengan demikian, menurut analisa Akhmad Zaini Abar (1995), adalah tahun panas dalam hubungan antara harus dimaknai karena pemerintah Orde pemerintah Orde Baru dengan pers dan Baru masih memiliki banyak pertimbangan, mahasiswa, termasuk dengan mingguan di antaranya adalah bahwa rezim yang Mahasiswa Indonesia di Bandung. Kini, baru ini masih membutuhkan legitimasi periode “bulan madu” yang manis antara politik dari masyarakat; di samping untuk pemerintah dengan pers mununjukan menganggap bahwa pemerintah Orde Baru tanda-tanda akan berakhir. Dan janji-janji adalah penguasa yang demokratis, sesuai pemerintah Orde Baru untuk memberikan dengan amanat yang diembannya yaitu: kekebasan dan tanggung jawab kepada “melaksanakan UUD (Undang-Undang pers, nampaknya akan dicabut kembali oleh Dasar) 1945 dan secara murni dan pemerintah yang berkuasa. Kebebasan pers, konsekuen” (Abar, 1995:69). Selain itu juga dalam pandangan pemerintah Orde Baru, mengingat konsolidasi kekuatan negara, harus disertai dengan tanggung jawab; dan terutama dalam tubuh TNI-AD, masih dalam tanggung jawab itu harus ditujukan kepada proses penyelesaian yang rumit sehingga pemerintah, bukan kepada masyarakat masih merasa belum siap dalam menghadapi (Abar, 1995; Sen & Hill, 2001; Sularto ed., secara frontal untuk mengatasi protes-protes 2007; Hill, 2011; dan wawancara dengan dan kritik-kritik sosial dari masyarakat Rachman Tolleng, 12/3/2001). yang sedang dilanda demam demokrasi. Pemerintah Orde Baru, sejak tahun 1973, Lagi pula, di balik kritik-kritik sosial mulai melakukan tindakan yang lebih keras yang disampaikan oleh pers itu masih bisa terhadap pers. Hal itu terbukti dengan adanya ditolelir dan dianggap cukup bermanfaat pencabutan untuk sementara SIT (Surat Ijin sebagai alat introspeksi diri (Sundhaussen, Terbit) bagi harian Sinar Harapan di Jakarta, 1987; Abar, 1995; Crouch, 1999; Jenkins, karena dianggap telah membocorkan rahasisa 2010; dan Hill, 2011). negara, yaitu isi RAPBN (Rancangan Tetapi setelah tahun 1972, dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) merebaknya isu pembangunan proyek tahun 1973-1974, yang belum diumumkan TMII (Taman Mini Indonesia Indah), oleh pemerintah Orde Baru secara resmi. seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Surat kabar Sinar Harapan adalah milik sikap pemerintah Orde Baru terhadap pers orang-orang Kristen Protestan, berbeda menjadi lain. Isu proyek TMII memang dengan surat kabar Kompas yang milik telah menumbuhkan sikap kritis dan populis, orang-orang Katholik, sehingga istilah serta keberanian pers dalam mengungkapkan KOMPAS sering diplesetkan artinya suara-suara ketidakpuasan dari masyarakat sebagai “Komando Pastur” (Malarangeng, (Abar, 1995; Surjomihardjo et al., 2002; 1992; Abar, 1995; Surjomihardjo et al., Aly, 2004; dan Hill, 2011). Di samping itu, 2002; dan Sularto ed., 2007). proyek TMII juga telah mengundang aksi- Dalam pada itu, munculnya peristiwa aksi protes dari mahasiswa yang, dalam kerusuhan anti Cina di Bandung, pada pandangan pemerintah Orde Baru, semakin tanggal 5 Agustus 1973, juga telah

130 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018 diberitakan secara kronologis oleh mingguan (Universitas Padjadjaran) Bandung; dan Mahasiswa Indonesia. Peristiwa itu disorot Hariman Siregar, Ketua Dewan Mahasiswa oleh mingguan Mahasiswa Indonesia, UI (Universitas Indonesia) Jakarta, yang karena tidak hanya menggegerkan sepakat dan menyatakan, sebagai berikut: masyarakat di Bandung dan sekitarnya, tetapi juga sempat meresahkan masyarakat […] kita harus bergerak, para pedjabat tinggi, di kota-kota lainnya (Raillon, 1985; dan orang Tjina adalah pihak jang harus bertanggung-djawab dari situasi negara jang Sjamsuddin, 2002; dan wawancara dengan katjau ini.12 Rachman Tolleng, 12/3/2001). Dalam hal ini, mingguan Mahasiswa Indonesia, Pemerintah Orde Baru, kemudian, No.371 (Agustus) tahun 1973, menurunkan menganggap bahwa mingguan Mahasiswa berita dan analisis yang berjudul “Anatomi Indonesia di Bandung – beserta dengan Peristiwa 5 Agustus 1973”; serta editorial koran-koran yang lain, juga stasiun yang berjudul “Peristiwa 5 Agustus radio – telah menyebarkan isu-isu yang 1973” untuk menunjukan ketidakpuasan mengkibatkan terjadinya peristiwa masyarakat luas kepada pemerintah Orde MALARI tahun 1974. Pemerintah Orde 11 Baru. Dan peristiwa kerusuhan anti Baru, akhirnya, mengambil tindakan Cina di Bandung itu merupakan peristiwa represif dengan membreidel 10 surat kabar pendahuluan bagi munculnya peristiwa harian, 8 majalah dan tabloid mingguan, MALARI (Malapetaka 15 Januari) tahun serta 3 buah stasiun radio. Baik SIT 1974 di Jakarta yang lebih dahsyat lagi (Surat Ijin Terbit) ataupun SIS (Surat Ijin (Raillon, 1985; Sjamsuddin, 2002; dan Siaran), yang merupakan legalisasi untuk Padiatra, 2015). berkomunikasi dengan masyarakat, untuk Akibat dari peristiwa MALARI tahun sementara atau selamanya terpaksa dicabut 1974 telah mendorong pemerintah Orde oleh pemerintah Orde Baru. Setelah Harian Baru untuk bersikap keras dan represif Nusantara di Jakarta, baru mingguan terhadap pers. Setelah peristiwa itu, Mahasiwa Indonesia di Bandung, mulai hari mingguan Mahasiswa Indonesia di Minggu tanggal 20 Januari 1974, SIT-nya Bandung, bersama-sama dengan media dicabut oleh PANGKOPSKAMTIBDA massa lainnya, dibreidel oleh pemerintah (Panglima Komando Operasi Keamanan dan Orde Baru (Siregar, 1983; Raillon, 1985; Ketertiban Daerah) Jawa Barat, Mayor Drs. Abar, 1995; Surjomihardjo et al., 2002; dan A.D. Salam, dengan alasan bahwa mingguan Hill, 2011). Memang, sebelum peristiwa ini masih terus melakukan penghasutan- MALARI 1974 itu terjadi, mingguan penghasutan yang mengganggu keamanan Mahasiswa Indonesia, No.392 (Djanuari) dan ketertiban umum (Siregar, 1983; 1974, menurunkan tulisan yang berjudul Raillon, 1985; Junaedhie, 1991; Abar, 1995; “Dari Malam Tirakat di Kampus UI: Surjomihardjo et al., 2002; dan Hill, 2011). Kita Harus Berbuat”. Dalam tulisan itu Berdasarkan Surat Keputusan dikutip tentang adanya percakapan dalam LAKSUS (Pelaksana Khusus) suatu acara tirakatan (tradisi Jawa untuk PANGKOPSKAMTIBDA Jawa Barat itulah, berpuasa dan tidak tidur sepanjang malam), yang salah satunya dihadiri oleh Hatta 12Lihat “Dari Malam Tirakat di Kampus UI: Kita Harus Albanik, Ketua Dewan Mahasiswa UNPAD Berbuat” dalam mingguan Mahasiswa Indonesia, No.392. Bandung: Djanuari 1974. Lihat juga, misalnya, kajian yang 11Lihat, misalnya, berita “Anatomi Peristiwa 5 Agustus dilakukan oleh Hariman Siregar (1994); A. Yogaswara 1973”; dan tajuk rencana “Peristiwa 5 Agustus 1973” (2009); J. Lasut (2011); Ipong Jazimah (2013); dan Aditia dalam mingguan Mahasiswa Indonesia, No.371. Bandung: Muara Padiatra (2015) dalam menyoroti masalah MALARI Agustus 1973. (Malapetaka 15 Januari) pada tahun 1974 tersebut.

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 131 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru dan sesuai dengan keputusan Pemerintah pemerintah Orde Baru, tetap bersikap kritis Orde Baru dalam sidang kabinet terbatas dalam menyoroti masalah-masalah yang pada hari Kamis tanggal 18 Januari 1974, membelenggu pemerintah pada masa itu, langkah-langkah preventif dan represif terutama adanya fenomena KKN (Korupsi, pemerintah terhadap pers diambil dalam Kolusi, dan Nepotisme), dengan mencuatnya rangka untuk menjamin keamanan dan kasus yang menyangkut kedudukan SPRI ketertiban umum, menurut versi dan (Staf Pribadi) Presiden, kasus BULOG kepentingan politik pemerintah Orde Baru (Badan Urusan Logistik), dan masalah (Harahap, 1996; Vatikiotis, 1998; Crouch, pembangunan TMII (Taman Mini Indonesia 1999; Fatah, 1999; Istyaningrum, 2004; Indah) di Jakarta. Mingguan Mahasiswa McGlynn et al., 2007; McGregor, 2008; dan Indonesia mampu memberikan news and Jenkins, 2010). views (berita dan pandangan) yang kritis dalam menyoroti masalah-masalah tersebut; KESIMPULAN 13 dan tidak sedikit menimbulkan dorongan Tahun 1966-1974 merupakan periode semangat untuk bertindak dan bereaksi bagi yang penuh dengan gejolak dan dinamika sebagian masyarakat dan mahasiswa yang dalam sejarah pers di Indonesia. Pers juga tidak puas terhadap pemerintah Orde Baru. masih memiliki kebebasan, setelah pada Namun, berbagai reaksi dari sebagian periode sebelumnya, pers dikekang dan masyarakat dan mahasiswa yang kritis, serta dibungkam kebebasannya oleh pemerintah didukung oleh pers – termasuk mingguan Orde Lama (1959-1966). Pers Indonesia Mahasiswa Indonesia di Bandung – tidak berharap agar pemerintah Orde Baru bisa menggoyahkan kedudukan pemerintah mengatasi masalah-masalah ekonomi, Orde Baru, bahkan menjadi cambuk sosial, dan politik yang telah diwarisi oleh untuk tumbuh lebih kuat dalam rangka pemerintah Orde Lama. Karena itu, hal- membangun konsolidasi kekuasaan dan hal yang dinilai menjadi masalah bagi legitimasi pemerintahan. Hal itu terbukti pemerintah Orde Baru pada masa-masa awal bahwa pada pasca peristiwa MALARI (1966-1974), menjadi sorotan dan kritik (Malapetaka 15 Januari) tahun 1974, sosial bagi pers Indonesia. pemerintah Orde Baru semakin tumbuh Dalam konteks ini, mingguan besar dan memperkuat kedudukannya Mahasiswa Indonesia di Bandung, sebagai rezim yang sepertinya tidak akan pers yang kelahirannya didukung oleh tergoyahkan untuk 20 tahunan ke depan.14

13Sebuah Pengakuan: Artikel ini, sebelum diterbitkan dan diubah-suai dalam bentuknya sekarang, merupakan ringkasan hasil penelitian untuk tujuan memperkaya bahan Referensi perkuliahan Sejarah Orde Baru dan Reformasi (1966- 1998) di Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Abar, Akhmad Zaini. (1995). Kisah Pers Indonesia, (Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas 1966-1974. Yogyakarta: Penerbit LKiS. Pendidikan Indonesia) di Bandung. Saya mengucapkan Abdulgani-Knapp, Retnowati. (2007). Soeharto: terima kasih kepada Haji Moch Eryk Kamsori, S.Pd. dan Iing Yulianti, M.Pd., dua orang Asisten Dosen saya, yang The Life and Legacy of Indonesia’s Second sudah banyak membantu proses perkuliahan dengan baik Presindent. Singapore: Marshall Cavendish dan lancar. Saya juga memberikan apresiasi yang tinggi kepada para Mahasiswa yang mengontrak matakuliah 14Pernyataan: Saya menyatakan, dengan ini, bahwa tersebut, dimana banyak pertanyaan dan komentar artikel dengan seluruh isi dan interpretasinya ini adalah mereka untuk memperbaiki dan mempertajam analisis karya saya sendiri. Artikel ini bukan hasil plagiat, sebab dalam artikel ini. Walau bagaimanapun, seluruh isi dan semua sumber yang saya kutip dalam analisis, tercantum interpretasi dalam tulisan ini berada dibawah tanggung secara jelas dalam Referensi atau Daftar Pustaka. Artikel jawab akademik saya secara pribadi, dan tidak ada hubung- ini juga belum pernah dikirim, direviu, apalagi diterbitkan kaitnya dengan mereka. oleh jurnal ilmiah lainnya.

132 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018

International (Asia) Private Limited. Azziz, Arif Abdul. (2006). “Analisis Impor Beras Abrar, Ana Nadhya. (1992). Pers Mahasiswa dan serta Pengaruhnya terhadap Harga Beras dalam Permasalahan Operasionalisasinya. Yogyakarta: Negeri”. Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan. Penerbit Liberty. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis, Affan, Heyder. (2013). “Orde Baru Dibenci, Orde Fakultas Pertanian IPB [Institut Pertanian Bogor]. Baru Dirindukan” dalam BBC News Indonesia, Tersedia secara online juga di: https://repository. tanggal 25 November. Tersedia secara online ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/44569/1/ juga di: https://www.bbc.com/indonesia/ A06aaa.pdf [diakses di Bandung, Jawa Barat, laporan_khusus/2013/11/131125_lapsus_suharto_ Indonesia: 2 Maret 2018]. stabiltas_dulu_sekarang [diakses di Bandung, Basuki, Ahmad Yani. (2014). “Reformasi TNI: Pola, Jawa Barat, Indonesia: 9 Oktober 2017]. Profesionalitas, dan Refungsionalisasi Militer Albach, Philip G. (1988). Politik dan Mahasiswa: dalam Masyarakat” dalam MASYARAKAT: Jurnal Perspektif dan Kecenderungan Masa Kini. Sosiologi, Vol.19, No.2 [Juli], hlm.135-166. Jakarta: PT Gramedia. Both, Anne & Peter McCawley. (1983). Ekonomi Ali, Fachry et al. (1986). Beras, Koperasi, dan Politik Orde Baru. Jakarta: Penerbit LP3ES, Terjemahan. Orde Baru. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. “BULOG: Peranannja Perlu Ditindjau” dalam Aly, Rum. (2004). Menyilang Jalan Kekuasaan mingguan Mahasiswa Indonesia, No.160. Militer Otoriter: Gerakan Kritis Mahasiswa Bandung: Djuli 1969. Bandung di Panggung Politik Indonesia, 1970- Cahyono, Heru. (1998). Pangkopkamtib Jenderal 1974. Jakarta: Penerbit Kompas. Soemitro dan Peristiwa 15 Januari ’74. Jakarta: “Anatomi Peristiwa 5 Agustus 1973” dalam Pustaka Sinar Harapan. mingguan Mahasiswa Indonesia, No.371. Crouch, Harold. (1999). Militer dan Politik di Bandung: Agustus 1973. Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Anggraeni, D.F., A. Suwirta & F. Sarimaya. (2016). Terjemahan. “Badan Urusan Logistik (BULOG): Dari Culla, Adi Suryadi. (1999). Patah Tumbuh Hilang Monopoli hingga Mekanisme Pasar, Tahun Berganti: Sketsa Pegolakan Mahasiswa dalam 1998-2006” dalam FACTUM, Vol.5, No.1 [April]. Politik dan Sejarah Indonesia, 1908-1998. Tersedia secara online juga di: http://jurnal. Jakarta: Raja Grafindo Persada. upi.edu/file/JURNAL_DEGIA_FITRA_A.pdf “Dari Malam Tirakat di Kampus UI: Kita Harus [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: Berbuat” dalam mingguan Mahasiswa Indonesia, 2 Maret 2018]. No.392. Bandung: Januari 1974. Anto, J. & P. Hasudungan Sirait. (2011). Asmara Denzin, Norman K. (2008). “Evolution of Qualitative Nababan: Oase bagi Setiap Kegelisahan. Research” in Lisa M. Given [ed]. The SAGE Jakarta: Perkumpulan Demos. Tersedia secara Encyclopedia of Qualitative Research Methods, online juga di: https://media.neliti.com/media/ Volumes 1 & 2. Los Angeles, London, New Delhi, publications/399-ID-asmara-nababan [diakses di and Singapore: A Sage Reference Publication. Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 2 Maret 2018]. Elson, Robert E. (2001). : A Political Anwar, Moh Arsjad, Aris Ananta & Ari Kuncoro Biography. Cambridge, United Kingdom: [eds]. (2007). Kesan para Sahabat tentang Cambridge University Press. Widjojo Nitisastro. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Fatah, Eep Saefullah. (1999). Negara Orde Baru dan Anwar, Yozar. (1980). : Sebuah Catatan Pengendalian Konflik Politik, 1967-1988: Studi Harian Mahasiswa. Jakarta: Sinar Harapan. tentang Peristiwa Malari, Petisi 50, dan Tanjung Arismunandar, Satrio. (2012). “Sejarah dan Priok. Jakarta: Rosdakarya Bandung. Fenomena Pers Mahasiswa”. Tersedia secara Feith, Herbert. (1964). “President Soekarno, the online di: http://www.academia.edu/4979961/ Army, and the Communists: The Triangle Sejarah_dan_Fenomena_Pers_Mahasiswa Changes Shape” in Asian Survey, Volume 4(8), [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: pp.969-980. 9 Oktober 2017]. Gie, Soe Hok. (1983). Catatan seorang Demonstran. Ashari, Fauzan Adi. (2015). “Pasang-Surut Sejarah Jakarta: Penerbit LP3ES. BULOG di Indonesia pada Tahun 1967-1998”. Gie, Soe Hok. (1995). Zaman Peralihan. Yogyakarta: Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan. Jember: Yayasan Bentang Budaya. Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastera UNEJ Glassburner, Bruce. (1988). “Politik Ekonomi dan [Universitas Negeri Jember]. Tersedia secara Pembangunan Orde Baru” dalam H.W. Arnandt online juga di: http://repository.unej.ac.id/ [ed]. Pembangunan dan Pemerataan: Indonesia bitstream/handle/123456789 [diakses di Bandung, di Masa Orde Baru. Jakarta: Penerbit LP3S, Jawa Barat, Indonesia: 2 Maret 2018]. Terjemahan.

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 133 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru

Harahap, Krisna. (1996). Kebebasan Pers di University of Hull. Indonesia: Kaitannya dengan Surat Izin. Jakarta: Liddle, William. (1992). Partisipasi dan Partai PT Grafiti Budi Utami. Politik: Indonesia pada Masa Awal Orde Baru. Hill, Hal. (1997). Indonesia’s Industrial Jakarta: Grafiti Press, Terjemahan. Transformation. Singapore: ISEAS [Institute of Luiten, Jan van Zanden & Daan Marks. (2012). South East Asian Studies]. Ekonomi Indonesia, 1800-2010: Antara Drama Hill, Hal. (2002). The Indonesian Economy. dan Keajaiban Pertumbuhan. Jakarta: PT Cambridge: Cambridge University Press. Kompas Media Nusantara dan KITLV Jakarta, Hill, David T. (2011). Pers di Masa Orde Baru. terjemahan Abdul Wahid. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor. Magenda, Burhan D. (1991). Gerakan Mahasiswa Idris, Naswil. (1967). “Penjelundup dari Riau ke dan Hubungannya dengan Sistem Politik: Suatu Singapura: Jang Ketjil Tertangkap, jang Besar ke Tinjauan. Jakarta: Penerbit LP3ES. Mana?” dalam mingguan Mahasiswa Indonesia, Mahasiswa Indonesia [Mingguan]. Bandung: 19 Juni 1966. No.52. Bandung: Djuni. Mahasiswa Indonesia [Mingguan], No.2. Bandung: Islam, Roumeen. (2006). The Right To Tell: The Djuni 1966. Role of Mass Media in Economic Development. Mahasiswa Indonesia [Mingguan], No.10. Bandung: Jakarta: The World Bank Institute. Agustus 1966. Istyaningrum, Febrinita Dwi. (2004). “Peran ABRI Mahasiswa Indonesia [Mingguan], No.14. Bandung: sebagai Kekuatan Sosial-Politik pada Masa September 1966. Orde Baru, 1966-1997”. Skripsi Sarjana Tidak Mahasiswa Indonesia [Mingguan], No.41. Bandung: Diterbitkan. Semarang: Jurusan Sejarah FIS Maret 1967. UNNES [Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Mahasiswa Indonesia [Mingguan], No.308. Negeri Semarang]. Tersedia secara online juga Bandung: Mei 1972. di: [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 9 Malarangeng, Rizal. (1992). Pers Orde Baru: Oktober 2017]. Tinjauan Isi Harian Kompas dan Suara Karya. Jazimah, Ipong. (2013). “MALARI: Studi Gerakan Jakarta: Penerbit Rajawali Pers. Mahasiswa Masa Orde Baru” dalam Jurnal Mas’oed, Mohtar. (1989). Ekonomi dan Struktur AGASTYA, Vol.03, No.01 [Januari]. Tersedia Politik Orde Baru, 1966-1971. Jakarta: Penerbit secara online juga di: file:///C:/Users/acer/ LP3ES, Terjemahan. Downloads/902-1668-1-SM.pdf [diakses di Mas’oed, Mohtar. (1996). “Lembaga Kepresidenan Bandung, Indonesia: 9 Oktober 2017]. dan Resep Pengendalian Politik di Indonesia” Jenkins, David. (2010). Soeharto & Barisan Jenderal dalam Risa Noer Arfani [ed]. Demokrasi Indonesia ORBA: Rezim Militer Indonesia, 1975-1983. Kontemporer. Jakarta: Grafindo Persada. Depok: Komunitas Bambu, Terjemahan. Maxwell, John. (2001). Soe Hok Gie: Pergulatan Junaedhie, Kurniawan. (1991). Ensiklopedia Pers Intelektual Melawan Tirani. Jakarta: Pustaka Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Utama Grafiti, Terjemahan. Kartodirdjo, Sartono. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial McDonald, H. (1980). Suharto’s Indonesia. dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Blackburn, Australia: Fontana Books. Pustaka Utama. McGlynn, John H. et al. (2007). Indonesia in the “Keprihatinan dalam Pembangunan” dalam Soeharto Years: Issue, Incidents, and Images. mingguan Mahasiswa Indonesia, No.290. Jakarta: KITLV Press. Bandung: Djanuari 1972. McGregor, Katharine E. (2008). Ketika Sejarah Khoir, Anan Bahrul. (2014). “Pembangunan di Berseragam. Yogyakarta: Penerbit Syarikat, Indonesia pada Masa Orde Baru”. Tersedia secara Terjemahan. online di: http://www.academia.edu/10123954/ Milne, R.S. (1984). “Teknokrat dan Politik di Pembangunan_di_Indonesia_pada_masa_Orde_ Negara-negara Asia Tenggara” dalam Prisma, Baru [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: No.3 [Maret]. Jakarta: Penerbit LP3ES. 9 Oktober 2017]. “Mingguan Mahasiswa Indonesia di Kuncoro, Mudrajad. (2010). Masalah Kebijakan Bandung”. Tersedia secara online di: http:// dan Politik Ekonomika Pembangunan. Jakarta: koleksikemalaatmojo2.blogspot.com [diakses Penerbit Erlangga. di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 9 Oktober Lasut, J. (2011). MALARI: Melawan Soeharto 2017]. dan Barisan Jenderal ORBA. Depok: Yayasan Moertopo, Ali. (1974). Strategi Politik Nasional. Penghayat Keadilan. Jakarta: Penerbit CSIS. Lee, Oey Hong. (1971). Indonesian Goverment Muhaimin, Yahya. (1982). Perkembangan Militer and Press During Guided Democracy. London: dalam Politik di Indonesia, 1945-1966.

134 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September 2018

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rahmat, M. Aref. (2011). Ali Moertopo dan Dunia Muhaimin, Yahya. (1990). Bisnis dan Politik: Intelijen Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Narasi. Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia, 1950-1980. Raillon, Francois. (1985). Politik dan Ideologi Jakarta: Penerbit LP3ES, Terjemahan. Mahasiswa Indonesia: Pembentukan dan Muhdar. (2012). Peran Pers Mahasiswa dalam Konsolidasi Orde Baru, 1966–1974. Jakarta: Kancah Pers Indonesia. Yogyakarta: Mata Media. Penerbit LP3ES, Terjemahan. Nasution, Anwar (1985). Peluang dan Tantangan Rajab, Budi. (2004). “Negara Orde Baru: Berdiri di Pembangunan sampai 1989. Jakarta: Penerbit Atas Sistem Ekonomi dan Politik yang Rapuh” Sinar Harapan. dalam Jurnal Sosiohumaniora, Vol.6, No.3 Nasution, Lokot Zein. (2016). “Reposisi Peran dan [November], hlm.182-202. Fungsi BULOG dalam Tata-Niaga Pangan” dalam Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern, Jurnal Kajian Pangan, Vol.21, No.1 [Maret], 1200-2008. Jakarta: Penerbit Serambi, Terjemahan. hlm.68-69. Roeder, O.G. (1981). Anak Desa: Biografi Presiden Nindarsari. (1984). Implikasi Politik Penanaman Soeharto. Jakarta: Haji Masagung, terjemahan A. Modal Jepang di Indonesia, 1970-1979. Jakarta: Bar Salim & Hadi Noor. Penerbit FISIP UI [Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Saidi, Ridwan. (1989). Mahasiswa dan Lingkaran Politik, Universitas Indonesia]. Politik. Jakarta: Lembaga Pers Mahasiswa Notosusanto, Nugroho. (1984). Masalah Penelitian Mapussy Indonesia. Sejarah Kontemporer. Jakarta: Inti Indayu. Samego, Indria et al. (1998). Bila ABRI Berbisnis. Notosusanto, Nugroho et al. [eds]. (1991). Pejuang Bandung: Penerbit Mizan. dan Prajurit: Konsepsi dan Implementasi Saragih, Juli Panglima. (2016). “Kelembagaan ABRI. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Urusan Pangan dari Masa ke Masa dan Kebijakan Novianto, Arif. (2016). “Pergulatan Gerakan Ketahanan Pangan” dalam Jurnal Ekonomi & Mahasiswa & Kritik terhadap Gerakan Moral: Studi Pembangunan, Vol.17, No.2 [Oktober], Buku Indonesia Bergerak II”. Tersedia secara hlm.168-192. online di: : https://www.researchgate.net/ Sen, Krishna & David T. Hill. (2001). Media, publication/311737347 [diakses di Bandung, Budaya, dan Politik di Indonesia. Jakarta: Institut Jawa Barat, Indonesia: 2 Maret 2018]. Studi Arus Informasi bekerjasama dengan Media Padiatra, Aditia Muara. (2015). “Introduction to Lintas Inti Nusantara, Terjemahan. MALARI: Dari Situasi, Aksi, hingga Rusuh pada Singh, Bilveer. (1999). Dwifungsi ABRI: Asal-usul, Awal Orde Baru, 1970 – 1974” dalam Jurnal Aktualisasi, dan Implikasinya bagi Stabilitas dan Criksetra, Vol.4, No.8 [Agustus]. Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. “Peristiwa 5 Agustus 1973” dalam mingguan Siregar, Amir Effendi. (1983).Pers Mahasiswa Indonesia, No.371. Bandung: Mahasiswa Indonesia: Patah Tumbuh, Hilang Agustus) 1973. Berganti. Jakarta: PT Karya Unipress. Permana, Satria. (2012). “Badai di Tengah Oil Boom: Siregar, Hariman. (1994). Hati Nurani seorang Krisis Manajemen Keuangan PERTAMINA Demonstran. Jakarta: Mantika Media Utama. Tahun 1974-1975”. Skripsi Sarjana Tidak Sjamsuddin, Helius. (2002). “Rusuh di Bandung: Diterbitkan. Depok: Program Studi Ilmu Sejarah Peristiwa 5 Agustus 1973 dalam Liputan Media FIPB UI [Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Massa” dalam HISTORIA: Jurnal Kajian Sejarah Universitas Indonesia]. Tersedia secara online dan Pendidikan Sejarah, Vol.III, No.6. Bandung: di: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308917- Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI [Fakultas S42719-Badai [diakses di Bandung, Jawa Barat, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Indonesia: 2 Maret 2018]. Pendidikan Indonesia]. Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Sjamsuddin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Notosusanto [eds]. (1991). Sejarah Nasional Yogyakarta: Penerbit Ombak. Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka. Smith, Edward C. (1986). Pembreidelan Pers di Pujoalwanto, Basuki. (2014). Perekonomian Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Grafitipers, Indonesia: Tinjauan Historis, Teoritis, dan Terjemahan. Empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu. Soeharto. (1989). Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Raditya, Iswara N. (2018). “Ambisi Tien Saya: Otobiografi seperti Dipaparkan kepada G. Soeharto dan Polemik Proyek TMII: 22 Tahun Dwipayana dan Ramadhan K.H. Jakarta: Citra Meninggalnya Ibu Tien”. Tersedia secara online Lamtorogung Persada. di: https://tirto.id/ambisi-tien-soeharto-dan- Sularto, St. [ed]. (2007). Kompas: Dari Belakang ke polemik-proyek-tmii-cJwh [diakses di Bandung, Depan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Jawa Barat, Indonesia: 20 Mei 2018]. Sundhaussen, Ulf. (1987). Politik Militer Indonesia,

© 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 135 ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik ANDI SUWIRTA, Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru

1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI. Jakarta: Tjahjono, Sukmadji Indro. (1979). “Indonesia Penerbit LP3ES, terjemahan Hasan Basri. di Bawah Sepatu Lars: Pembelaan di Muka Supriyatna. (2007). “Peranan Soe Hok Gie dalam Pengadilan Mahasiswa Bandung”. Tersedia secara Gerakan Mahasiswa Indonesia Tahun 1960- online di: http://www.academia.edu/6462625/ 1968”. Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan. Di_Bawah_Sepatu_Lars [diakses di Bandung, Surakarta: FKIP UNS [Fakultas Keguruan dan Jawa Barat, Indonesia: 9 Oktober 2017]. Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret]. Vatikiotis, Michael R.J. (1998). Indonesian Politics Surjomihardjo, Abdurrachman et al. (2002). Under Soeharto: The Rise and Fall of the New Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Order. London: Routledge. Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Wawancara dengan Rachman Tolleng, mantan Suwirta, Andi. (2008). “Dinamika Kehidupan Pers Pendiri dan Pimpinan Redaksi Mingguan di Indonesia pada Tahun 1950–1965: Antara Mahasiswa Indonesia di Bandung. Wawancara Kebebasan dan Tanggung Jawab Nasional” dalam dilakukan oleh seorang Mahasiswa Jurusan SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Pendidikan Sejarah FPIPS UPI (Fakultas Sosial dan Kemanusiaan, Vol.1(2), November. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Syafa’at, M. Ali. (2011). Pembubaran Partai Politik: Pendidikan Indonesia), di Kota Bandung, pada Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai tanggal 12 Maret 2001. Politik dalam Pergulatan Republik. Jakarta: Wibisono, Christianto. (1980). Aksi-aksi TRITURA: Rajagrafindo Persada. Kisah sebuah Partnership 10 Januari – 11 Maret Taufik, Mohamad. (2014). “Ibu Tien Bikin Taman 1966. Jakarta: Yayasan Manajemen Informasi. Mini, Pak Harto Menindak para Penentangnya” “Widjojo Nitisastro: Man of the Year 1972” dalam dalam Merdeka.Com. Jakarta: 25 Januari. mingguan Mahasiswa Indonesia, No.339. Tersedia secara online juga di: https://www. Bandung: Desember 1972. merdeka.com/peristiwa/ibu-tien-bikin-taman- Yogaswara, A. (2009). Dalang Peristiwa 15 Januari mini-pak-harto-menindak-para-penentangnya. 1974 (MALARI). Yogyakarta: Media Pressindo. html [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: Zed, Mestika. (2004). Metode Penelitian 2 Maret 2018]. Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

136 © 2018 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik