Tinjauan Historis Tentang Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto Pada Masa Awal Orde Baru

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Tinjauan Historis Tentang Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto Pada Masa Awal Orde Baru TINJAUAN HISTORIS TENTANG KETERLIBATAN MILITER DALAM PEMERINTAHAN SOEHARTO PADA MASA AWAL ORDE BARU Prihatanti, Maskun dan Syaiful M. FKIP UnilaJalan. Prof. Dr. SoemantriBrojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Telepon (0721) 704 947, faximile (0721) 704 624 e-mail:[email protected] Hp. 085279214108 The purpose of this study was to figure out the military involvement during Soeharto’s presidential term in the early of the new order. This research applied historical method. The data collection techniques employed literary reviews and documentation;while qualitative data analysis was used to analyze the data. The result found out that in the early of the new order, several military members served in the post of governors and ministers during the development cabinet I and II. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya keterlibatan militer dalam pemerintahan Soeharto di bidang birokrasi pada masa awal orde baru. Metode yang digunakan adalah metode historis. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kepustakaan dan teknik dokumentasi, sedangkan untuk menganalisis data menggunakan analisis data kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa pada masa awal orde baru militer di bidang birokrasi terdapat beberapa anggota militer yang memangku jabatan gubernur, serta sebagai menteri pada kabinet pembangunan I dan II. Kata kunci : keterlibatan, militer, orde baru PENDAHULUAN Sejak permulaan Pemerintahan Orde Orde Baru lahir dari tekad untuk Baru tahun 1966, yang sejalan dengan melakukankoreksi total atas kekurangan pergeseran pusat perhatian dari masalah sistem politik yang telah dijalankan pembinaan bangsa ke masalah pembangunan sebelumnya.Dengan kebulatan tekad atau ekonomi, muncul perhatian yang serius untuk komitmen dari segala kekurangan pada masa menata kembali suatu sistem politik yang sebelumnya, Orde Baru merumuskan diharapkan akan dapat menunjang kegiatan tujuannya secara jelas yakni melaksanakan pembangunan ekonomi tersebut. Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan Proses ini semakin jelas ketika negara, konsekuen. karena prioritas pembangunan ekonominya Sebagaimana diungkapkan oleh yang berorientasi pada pertumbuhan, Soeharto dalam salah satu pidatonya“Koreksi mengintegrasikan diri ke dalam sistem secara mendasar terhadap kekeliruan masa ekonomi Internasional yang bercorak lampau itulah yang melahirkan Orde orientasi pada pertumbuhan dan keterikatan Baru.Ialah, tatanan kehidupan rakyat, bangsa internasional mempunyai signifikasi tertentu dan negara yang kita letakkan kembali pada dalam memahami karakteristik kepolitikan pelaksanaan kemurnian Pancasila dan UUD dan birokrasi di Indonesia (Manuel Kaisiepo, 1945. 1987: 14). Sejarah lahirnya Orde Baru ini harus Dalam membangun sistem potitik kita camkan sedalam-dalamnya dalam lubuk yang dapat menjamin stabilitas sebagai hati dan kesadaran kita semua tanpa kecuali” prasyarat pembangunan ekonomi yang (Departemen Pertanian, 1994:6). berorientasi pada pertumbuhan sebagaimana tercermin dalam pembangunan Nasional tindakan pembaharuan dan stabilisasi politik, Jangka Panjang Pertama mulai di lakukan dengan Supersemar itulah sebenarnya juga serangkaian usaha untuk menyehatkan kekuasaan Soekarno dengan sistem politik kembali birokrasi pemerintahan sebagai Demokrasi Terpimpin menjadi instrumen penting yang akan menopang dan lenyap.Lenyapnya kekuasaan Soekarno memperlancar usaha-usaha pembangunan kemudian diperkuat dengan ketetapan MPRS (ekonomi) tersebut.Ini berarti usaha yang melalui sidang istimewa pada tahun menciptakan suatu sistem birokrasi modern 1967 mengangkat Letjen Soeharto sebagai yang efisien dan efektif (Mohtar Mas’oed, Pejabat Presiden, sehingga sebagai simbol 1987:7). pun Soekarno tidak diakui sebagai pemegang Rezim Orde Baru dibangun dengan kekuasaan. dukungan penuh dari kelompok-kelompok Pada bulan Maret 1968 MPRS yang ingin terbebas dari kekacauan masa lalu, mengangkat dan melantik Letjen Soeharto baik kekacauan politik, ekonomi, maupun sebagai Presiden (Marwati Djoenet budaya pada masa Orde Lama dengan Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Soekarno sebagai presiden. 1984: 415). “Pembangunan pemerintah pada awal Pengertian, ciri-ciri dan hakekat Orde Orde Baru berorientasi pada usaha Baru sebagai yang dirumuskan oleh seminar penyelamatan ekonomi nasional terutama II Angkatan Darat pada bulan Agustus 1966 pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, adalah“Orde Baru menghendaki suatu tata penyelamatan keuangan negara dan fikir yang lebih realistis dan pragmatis, pengamanan kebutuhan pokok rakyat. walaupun tidak meninggalkan idealisme Tindakan pemerintah ini dilakukan perjuangan.Orde Baru menghendaki karena adanya kenaikan harga pada awal diutamakannya kepentingan nasional, tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi walaupun tidak meninggalkan idiologi kurang lebih 650% setahun.Hal itu menjadi perjuangan anti kolonialisme dan anti penyebab kurang lancarnya program imprealisme. pembangunan yang telah direncanakan Orde Baru menginginkan suatu tata pemerintah” (Ali Moertopo, 2004:48). susunan yang lebih stabil, berdasarkan Pemerintahan Orde Baru adalah suatu kelembagaan dan bukan tata susunan yang penataan kembali seluruh kehidupan bangsa dipengaruhi oleh oknum-oknum yang dan negara serta menjadi titik awal koreksi menegembangkan kultur individu. Akan terhadap penyelewengan pada masa yang lalu. tetapi, Orde Baru tidak menolak Orde Baru bisa diartikan sebagai orde yang kepemimpinan dan pemerintahan yang kuat, mempunyai sikap dan tekad mendalam untuk malahan menghendaki ciri-ciri demikian mengabdi kepada rakyat serta mengabdi dalam masa peralihan dan pembangunan. kepada kepentingan nasional yang didasari Orde Baru menghendaki pengutamaan oleh falsafah Pancasila dan menjunjung tinggi konsolidasi ekonomi dan sosial dalam asas serta sendi Undang-undang Dasar 1945. negeri.Orde Baru menghendaki pelaksanaan “Orde Baru juga bisa diartikan sebagai yang sungguh-sungguh dan cita-cita masyarakat yang tertib dan negara yang demokrasi ekonomi.Orde Baru adalah suatu berdasarkan hukum, dimana terdapat tata kehidupan baru disegala bidang yang keseimbangan antara kepentingan individu berlandaskan Pancasila dan UUD 1945” dan masyarakat serta warga negara (Nugroho Notosusanto, 1985: 31). mempunyai pemimpin atau penguasa yang Keterlibatan militer dalam penyusunan tunduk kepada ketentuan yang berlaku” agenda Orde Baru yang memang untuk (Jenderal Soeharto, 1967:7). menyiapkan militer memimpin rezim ini, “Surat Perinttah 11 Maret 1966 atau berimbas besar terhadap berbagai lini Supersemar itulah yg menjadi titik awal kehidupan masyarakat sepanjang masa Orde lahirnyya Orde Baru” sebab dengan Baru. Supersemar itulah kemudian Soeharto Militer dilibatkan dalam setiap membubarkan PKI dan mengambil tindakan- institusi yang dibangun Orde Baru untuk menunjang dan menjalankan kekuasaannya, resmi melalui pengangkatan-pengangkatan terutama dalam bidang politik dan ekonomi, dalam kabinet, parlemen dan administrasi. militer menjadi peran utama. (Eddy Budiarso, Semasa zaman Demokrasi Terpimpin, 2000:2-3). Angkatan Darat menjadi salah satu dari dua Untuk menyingkirkan sisa-sisa kekuatan politik penting yang terorganisasi, pengaruh Soekarno dan unsur PKI dalam dan bersama dengan Presiden Soekarno pemerintahan, maka usaha yang dilakukan menguasai politik dewasa itu.Akhirnya Orde Baru adalah mengamankan agenda pembersihan Angkatan Darat terhadap PKI Politik Pemilu yang direncanakan pada tahun tahun 1965 dan keberhasilannya dalam 1968 dari partai-partai lama yang diduga menurunkan Presiden Soekarno dari masih tersimpan sisa-sisa pengaruh Soekarno. kedudukannya, menjadikan Angkatan Darat Dari sini muncullah konsep perombakan sebagai kekuatan dominan satu-satunya di struktur politik oleh Ali Moertopo yang atas panggung politik Indonesia (Harold dikenal dengan istilah “Strategi Politik Crouch, 1986 :389). Nasional”. Pada awal Orde Baru keterlibatan Dalam bukunya Strategi Politik militer secara aktif bertujuannya untuk Nasional, Ali Moertopo menulis“Bahwa memulihkan krisis nasional yang terjadi penataan kehidupan politik yang dirancang akibat pemberontakan G30-S/PKI karena pada awal Orde Baru diarahkan agar secepat pada saat itu kondisi atau situasi politik di mungkin dapat dicapai stabilisasi kehidupan Indonesia tidak menentu dan terjadi krisis politik dan penyederhanaan struktur ekonomi, sehingga militer turut serta dalam kepartaian, introduksi pengangkatan dalam usaha mempertahankan dan mengisi anggota DPR dan MPR, dan format Pemilu pembangunan bangsa. berikut 12 consensusitem tentang itu yang Keterlibatan militer ikut menentukan dicapai antara kekuatan-kekuatan politik sipil status kepengurusan dalam organisasi dari partai, kalangan ABRI (TNI-AD), dan kemasyarakatan maupun sosial politik pada pemerintah dibuat dalam rangka mendukung masa Orde Barutidak hanya mendominasi ide stabilisasi politik dan ekonomi tersebut” peran sosial politik saja juga dibidang (Ali Moertopo, 2004:22). ekonomi. Dengan tujuan agar dapat menjamin Angkatan Darat Indonesia berbeda mengalirannya danatetap ke kas Angkatan dengan kebanyakan angkatan darat pada Darat, sehingga banyak perwira AD yang umumnya yang telah merebut kekuasaan ditugaskan di berbagai sektor ekonomi, politik, karena tidak pernah sebelumnya seperti perusahaan minyak negara yaitu menganggap diri sebagai suatu organisasi Pertamina yang merupakan salah satu BUMN yang tidak berpolitik. Dari awal sejarahnya yang dipakai AD untuk mengisi kas mereka dalam tahun 1945 sebagai tentara gerilya yang dan perusahaan lainnya yaitu Bulog (Badan memerangi kembalinya
Recommended publications
  • Surrealist Painting in Yogyakarta Martinus Dwi Marianto University of Wollongong
    University of Wollongong Research Online University of Wollongong Thesis Collection University of Wollongong Thesis Collections 1995 Surrealist painting in Yogyakarta Martinus Dwi Marianto University of Wollongong Recommended Citation Marianto, Martinus Dwi, Surrealist painting in Yogyakarta, Doctor of Philosophy thesis, Faculty of Creative Arts, University of Wollongong, 1995. http://ro.uow.edu.au/theses/1757 Research Online is the open access institutional repository for the University of Wollongong. For further information contact the UOW Library: [email protected] SURREALIST PAINTING IN YOGYAKARTA A thesis submitted in fulfilment of the requirements for the award of the degree DOCTOR OF PHILOSOPHY from UNIVERSITY OF WOLLONGONG by MARTINUS DWI MARIANTO B.F.A (STSRI 'ASRT, Yogyakarta) M.F.A. (Rhode Island School of Design, USA) FACULTY OF CREATIVE ARTS 1995 CERTIFICATION I certify that this work has not been submitted for a degree to any other university or institution and, to the best of my knowledge and belief, contains no material previously published or written by any other person, except where due reference has been made in the text. Martinus Dwi Marianto July 1995 ABSTRACT Surrealist painting flourished in Yogyakarta around the middle of the 1980s to early 1990s. It became popular amongst art students in Yogyakarta, and formed a significant style of painting which generally is characterised by the use of casual juxtapositions of disparate ideas and subjects resulting in absurd, startling, and sometimes disturbing images. In this thesis, Yogyakartan Surrealism is seen as the expression in painting of various social, cultural, and economic developments taking place rapidly and simultaneously in Yogyakarta's urban landscape.
    [Show full text]
  • Gerakan Mahasiswa Jakarta 1966: Melawan Rezim
    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI GERAKAN MAHASISWA JAKARTA 1966: MELAWAN REZIM PENGUASA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Disusun Oleh: Benidiktus Fatubun 141314002 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI GERAKAN MAHASISWA JAKARTA 1966: MELAWAN REZIM PENGUASA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Disusun Oleh: Benidiktus Fatubun 141314002 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Dengan segenap rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Skripsi ini saya persembahkan kepada: Kedua orang tua saya “ Bapak Yustus Fatubun dan Ibu Rosa Kasihiuw” dan kakak-kakak saya “ Hermina Fatubun, Fransiskus Fatubun” serta adik saya “Tania Fatubun” yang selalu mendukung dan mendoakan saya. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO Selama kamu benar, jangan takut. ( Yustus Fatubun) Hormati siapa saja, walaupun dia anak kecil. (Rosa Kasihiuw) Kewajiban manusia adalah menjadi manusia. ( Multatuli) Bukan di mana anda sekolah, tapi bagaimana anda belajar. (Soesilo Toer) v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK GERAKAN MAHASISWA JAKARTA 1966: MELAWAN REZIM PENGUASA Oleh: Benidiktus Fatubun Universitas Sanata Dharma 2019 Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis tiga masalah utama, yaitu: (1) latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa 1966, (2) proses gerakan mahasiswa 1966, (3) dampak dari gerakan mahasiswa 1966 dalam bidang ekonomi dan politik.
    [Show full text]
  • Kisah Tiga Jenderal Dalam Pusaran Peristiwa 11-Maret
    KISAH TIGA JENDERAL DALAM PUSARAN PERISTIWA 11‐MARET‐1966 Bagian (1) “Kenapa menghadap Soeharto lebih dulu dan bukan Soekarno ? “Saya pertama‐tama adalah seorang anggota TNI. Karena Men Pangad gugur, maka yang menjabat sebagai perwira paling senior tentu adalah Panglima Kostrad. Saya ikut standard operation procedure itu”, demikian alasan Jenderal M. Jusuf. Tapi terlepas dari itu, Jusuf memang dikenal sebagai seorang dengan ‘intuisi’ tajam. 2014 Dan tentunya, juga punya kemampuan yang tajam dalam analisa June dan pembacaan situasi, dan karenanya memiliki kemampuan 21 melakukan antisipasi yang akurat, sebagaimana yang telah dibuktikannya dalam berbagai pengalamannya. Kali ini, kembali ia Saturday, bertindak akurat”. saved: Last TIGA JENDERAL yang berperan dalam pusaran peristiwa lahirnya Surat Perintah 11 Maret Kb) 1966 –Super Semar– muncul dalam proses perubahan kekuasaan dari latar belakang situasi (89 yang khas dan dengan cara yang khas pula. Melalui celah peluang yang juga khas, dalam suatu wilayah yang abu‐abu. Mereka berasal dari latar belakang berbeda, jalan pikiran dan 1966.docx ‐ karakter yang berbeda pula. Jenderal yang pertama adalah Mayor Jenderal Basuki Rachmat, dari Divisi Brawijaya Jawa Timur dan menjadi panglimanya saat itu. Berikutnya, yang kedua, Maret ‐ 11 Brigadir Jenderal Muhammad Jusuf, dari Divisi Hasanuddin Sulawesi Selatan dan pernah menjadi Panglima Kodam daerah kelahirannya itu sebelum menjabat sebagai menteri Peristiwa Perindustrian Ringan. Terakhir, yang ketiga, Brigadir Jenderal Amirmahmud, kelahiran Jawa Barat dan ketika itu menjadi Panglima Kodam Jaya. Pusaran Mereka semua mempunyai posisi khusus, terkait dengan Soekarno, dan kerapkali Dalam digolongkan sebagai de beste zonen van Soekarno, karena kedekatan mereka dengan tokoh puncak kekuasaan itu. Dan adalah karena kedekatan itu, tak terlalu sulit bagi mereka untuk Jenderal bisa bertemu Soekarno di Istana Bogor pada tanggal 11 Maret 1966.
    [Show full text]
  • Resisting Dictatorship: Repression and Protest in Southeast Asia Vince Boudreau Index More Information
    Cambridge University Press 0521839890 - Resisting Dictatorship: Repression and Protest in Southeast Asia Vince Boudreau Index More information Index 1947 constitution (Burma), 84 Asian currency crisis of 1997–1998, 225, 30 Comrades, 43, 76 236, 240, 245 Abad-Santos, Pedro, 67 Aspinall, Edward, 113 ABRI see Indonesian military Ateneo de Manila, 143 ABSU, 202, 205 Aung Gyi, 190, 192, 194, 195, 198, 209, Aceh, 103, 110, 119–120, 165, 235, 237 212, 213, 244 AFL-CIO, 222 Aung San, 43, 44–45 Africa, 17, 19 Aung San Suu Kyi, 190, 209 agrarian reform campaign (Indonesia), 60 Austerity Movement, 113 Akhmadi, Heri, 116 Aveneri, Shlomo, 33 Aksi kaprihatinan, 230 Avila, Charles, 144 All-Burma Student Union, see ABSU Ayatollah Khomeini, 125 Alvarez, Heherson, 62 Ambon, 110 baden perjuangan, 57 American Society of Travel Agents, 145 Bali, 7, 9, 128 Amnesty International, 7 BANDILLA, 182 Amoy, 43 Bandung, 108, 113, 117, AMRSP (Philippines), 137 225, 229 Angkatan 66, 110, 157, 163 barangay, 134 Anglo-Burmese Wars, 40, 41 basic Christian communities, 177 anti-Chinese violence: in Burma, 88, 91, Bataan, 150 101, 155, 203; in Indonesia, 106, 113, Bataan nuclear power plant, 177 223–224, 225, 233 BAYAN, 182–183, 184 Anti-Fascist People’s Freedom League Beissinger, Mark, 24 (AFPFL), 45–49 Benjarmasin, 224, 234 Anti-Fascist Organization (Burma), Bicol, 138 44–45 Bloody Friday, 194, 195 Anti-Fascist Students League (Burma), 97 BMP, 140 anti-Japanese violence (Indonesia), Bogor, 116 114–115 Bratton, 31 April 6th Liberation Movement, 144, Britain, 20, 59 144–145,
    [Show full text]
  • Indonesia from Its Pre-Independence Origins to Contemporary Democracy
    EXPLAINING STATE DEVELOPMENT: INDONESIA FROM ITS PRE-INDEPENDENCE ORIGINS TO CONTEMPORARY DEMOCRACY A thesis submitted in partial fulfilment of the requirements for the Degree of Doctor of Philosophy in Political Science at the University of Canterbury By Dodik Ariyanto S.IP. (B.A.) Universitas Gadjah Mada, 1998 D.E.A. (Master) l‟Université Montesquieu, Bordeaux IV, 2004 Adviser: Professor Mark Francis, Ph.D. Associate Professor Alexander Tan, Ph.D. Department of Political Science 2010 LIST OF CONTENTS CHAPTER PAGE LIST OF CONTENTS ii LIST OF APPENDICES v ABBREVIATIONS vi DEDICATION x ACKNOWLEDGEMENT xi ABSTRACT xii INTRODUCTION 1 1 TOWARD A FRAMEWORK OF ANALYSIS 9 1.1. A debate on the idea of state: classic and modern 9 1.2. Developing the ‗modern‘ State: Complexity and 17 capability 1.3. Mechanically developing democratic and dictatorial 28 versions of the State: Indonesia‘s four versions, 1950-2010 1.4. The four versions‘ capabilities: Dealing with 37 Legitimacy, the Military and Political Disorder 2 PRE-INDEPENDENCE ORIGINS OF THE FIRST 39 VERSION OF THE STATE 2.1. Disunited nationalism versus the ―Unity in diversity‖ 40 2.2. Polarization of perspectives among elites 47 2.3. Two competing models of constitution: the shari‘a 51 versus secularism 2.4. Mixed constitution: The middle way 60 ii 3 SEEKING LEGAL LEGITIMACY 68 3.1. Version I : Post-colonial attempt of democratic 68 legal legitimacy 3.2. Version II : Sukarno‘s charismatic legitimacy 74 3.3. Version III : Suharto‘s claim to performance 80 legitimacy 3.4. Version IV : Democratic legal legitimacy 93 3.5. Conclusion 100 4 THE MILITARY AND THE STATE 104 4.1.
    [Show full text]
  • Sing Wis, Ya Wis: What Is Past Is Past. Forgetting What It Was to Remember the Indonesian Killings of 1965 Robert W
    University of Wollongong Research Online University of Wollongong Thesis Collection University of Wollongong Thesis Collections 2003 Sing Wis, Ya Wis: what is past is past. Forgetting what it was to remember the Indonesian killings of 1965 Robert W. Goodfellow University of Wollongong Recommended Citation Goodfellow, Robert W., Sing Wis, Ya Wis: what is past is past. Forgetting what it was to remember the Indonesian killings of 1965, Doctor of Philosophy thesis, Department of History, University of Wollongong, 2003. http://ro.uow.edu.au/theses/1425 Research Online is the open access institutional repository for the University of Wollongong. For further information contact the UOW Library: [email protected] Sing Wis^ Ya Wis: What is Past is Past. Forgetting what it was to Remember The Indonesian Killings of 1965 A thesis submitted in partial fulfilment of the requirements for the award of the degree DOCTOR OF PHILOSOPHY from UNIVERSITY OF WOLLONGONG Robert W. Goodfellow BA (hons) DEPARTMENT OF HISTORY 2003 Ul Synopsis The personal trauma associated with the intense violence that engulfed Indonesia between October and December 1965 is not enough to explain how an open and documented history of the killings was silenced for over 33 years. Likewise, the New Order government's political and military power to suppress competing historical accounts cannot fully elucidate this enduring silence. History is a story about who controls the means of historical consciousness as well as the production of narratives. Therefore, part of the answer of what enabled the forgetting of the Indonesian killings can be found in an examination of the Suharto regime's propaganda project.
    [Show full text]
  • 1 CHAPTER I INTRODUCTION This Chapter Includes the Background Of
    CHAPTER I INTRODUCTION This chapter includes the background of the study, limitation of the study, problem statement, objective of the study, benefit of the study, and thesis organization. A. Background of the Study The New Order is a term used to separate the power of Sukarno era (Old Order) with the Suharto era. As the period that marked a new era after the September 30 Movement uprising in 1965. The new order was born as an attempt to total correcting irregularities committed during the Old Order, the realignment of all aspects of the lives of the people, nation, and the state of Indonesia, Pancasila and the UUD 1945, a genuine and consistent and regain the strength of the nation to raise national stability in order to accelerate the process of development of the nation. The Indonesian killings of 1965–1966 were an anti-communist purge following a failed coup of the 30 September Movement in Indonesia. The most widely accepted estimates are that more than 500,000 people were killed. The purge was a pivotal event in the transition to the ‘New Order’; the Indonesian Communist Party (PKI) was eliminated as a political force, and the upheavals led to the downfall of president Sukarno and the commencement of Suharto's thirty-year presidency. It affects the people who 1 2 had participated in the Communist Partay (PKI), getting alienation from government. (Cribb, 1990: 5) The rationale of the slaughter following the 30th September movement was that the communists were thought to be deeply involved in the abduction and murder of the Generals, and therefore they were traitors.
    [Show full text]
  • Peranan Soe Hok Gie Dalam Gerakan Mahasiswa Indonesia Tahun 1960-1968
    PERANAN SOE HOK GIE DALAM GERAKAN MAHASISWA INDONESIA TAHUN 1960-1968 Skripsi Oleh : SUPRIYATNA NIM : K 44 020 45 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2007 PERANAN SOE HOK GIE DALAM GERAKAN MAHASISWA INDONESIA TAHUN 1960-1968 Oleh : SUPRIYATNA NIM : K 44 020 45 Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2007 Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Persetujuan Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Drs. Djono, M.Pd Drs.Tri Yunianto, M.Hum NIP. 131 918 508 NIP. 131 884 432 PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Pada hari : Tanggal : Tim Penguji Skripsi : Nama Terang Tanda Tangan Ketua : Drs. Leo Agung S, M.Pd (………………….) Sekretaris : Drs. Daliman, M.Pd (………………….) Penguji I : Drs. Djono, M.Pd (…………………) Penguji II : Drs. Tri Yuniyanto, M.Hum (…………………) Disahkan oleh, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dr. Trisno Martono NIP : 130 539 720 ABSTRAK Supriyatna. K4402045. PERANAN SOE HOK GIE DALAM GERAKAN MAHASISWA INDONESIA TAHUN 1960-1968. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Februari 2007. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Latar belakang yang mepengaruhi Soe Hok Gie dalam gerakan mahasiswa tahun 1960-1968, (2) Peran Soe Hok Gie dalam gerakan mahasiswa tahun 1960-1968, (3) perubahan yang terjadi setelah jatuhnya Orde Lama terhadap kondisi politik dan gerakan mahasiswa.
    [Show full text]
  • Indonesian Political Economy of Development and Lessons for Nigeria
    International Journal of Management Studies and Social Science Research INDONESIAN POLITICAL ECONOMY OF DEVELOPMENT AND LESSONS FOR NIGERIA. 1. SUSAN DOOFAN ALBERT-MAKYUR (PhD Candidate) Department of Political Science & International Relations and Diplomacy, Nile University of Nigeria, Abuja, Nigeria. 2. PROF. SADEEQUE ABUBAKAR ABBA Department of Political Science & International Relations and Diplomacy, Nile University of Nigeria, Abuja, Nigeria. IJMSSSR 2020 VOLUME 2 ISSUE 5 SEPTEMBER – OCTOBER ISSN: 2582 - 0265 Abstract: The growth of any country is measured by the vibrant nature of its political economy. Indonesia is known to be among the largest and fastest growing economy in the world, both in economics, natural resources, geography, and demography. Indonesia has lived in different scenarios since its independence in 1949. From an authoritarian regime to its present state of free market and democratic system. Based on these variables, this paper examines, in brief, the most significant stages of the country’s post-colonial development, taking into cognisance the major events that transformed the economy of Indonesia, to comprehending the strength and weaknesses that led to its growth. Using the Economic Nationalism theory that, a country protects its own economy by reducing the number of imports and investments from other countries, the paper reveals that Indonesia have used her political and economic resources/initiatives to achieve development. Through secondary data such as journals, books and the internet, the paper will analyse Indonesia’s post-colonial challenges, such as the Asian financial crisis, and the Covid-19 pandemic. It will conclude on how Indonesia managed its political and economic crisis to attain tremendous growth and recommend that Nigeria should use her political and natural economic resources to modernize and pull her citizens out of poverty and reposition as a political and economical giant within Africa and the globe.
    [Show full text]
  • THE JAVANIZATION of INDONESIAN POLITICS by DAVID LEONARD
    CI THE JAVANIZATION OF INDONESIAN POLITICS by DAVID LEONARD THORNTON B.Sc, Virginia Polytechnic Institute, 19&9 A THESIS SUBMITTED IN PARTIAL FULFILMENT OF THE REQUIREMENTS FOR THE DEGREE OF MASTER OF ARTS in the Department of Political Science We accept this thesis as conforming to the required standard THE UNIVERSITY OF BRITISH COLUMBIA September, 1972 In presenting this thesis in partial fulfilment of the requirements for an advanced degree at the University of British Columbia, I agree that the Library shall make it freely available for reference and study. I further agree that permission for extensive copying of this thesis for scholarly purposes may be granted by the Head of my Department or by his representatives. It is understood that copying or publication of this thesis for financial gain shall not be allowed without my written permission. Department The University of British Columbia Vancouver 8, Canada i ABSTRACT This thesis applies the analytical concept of political culture to politics in the Indonesian context. The term "Javanization" is used to describe the process whereby ethnic Javanese and Javanized individuals gradually became the overwhelming and disproportionate majority of the governing elite in the post-independence era. It is further argued that the dominance in terms of numbers has led to the Javanization of Indonesian conceptions of state and limits of political behavior. The first chapter surveys other theories of Indonesian politics and makes a proposal for a cultural theory. The cultural cleavages in Indonesian society in the horizontal plane are described and a description of the government of Mataram operating in a totally Javanese environment is given.
    [Show full text]
  • Peristiwa Sejarah Indonesia Dalam Narasi Wartop
    i PRAKATA Buku ajar Sejarah Indonesia Kontemporer Peristiwa Sejarah dalam Narasi WARTOP ini diterbitkan untuk menyediakan bahan bacaan akademik dalam materi perkuliahan Sejarah Indonesia Kontemporer. Buku ajar sejarah Indonesia dilengkapi dengan narasi wayang tokoh pahlawan (WARTOP), dimana WARTOP merupakan media pembelajaran yang diteliti oleh penulis dalam pembelajaran matakuliah sejarah Indonesia kontemporer untuk meningkatkan rasa nasionalisme mahasiswa. Narasi WARTOP dalam buku ajar ini diharapkan dapat diterapkan dan menjadi media pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan. Buku ajar Sejarah Indonesia Kontemporer Indonesia ini berisikan kisah-kisah sejarah Indonesia yang menjadi kisah kontemporer yang masih dibicarakan sepanjang masa. Buku ajar sejarah Indonesia Kontemporer Peristiwa Sejarah Indonesia dalam Narasi Wayang menyuguhkan materi sejarah Indonesia Kontemporer yang terdiri dari peristiwa-peristiwa sejarah Indonesia dari tahun 1945 sampai orde baru, yakni peristiwa rengasdengklok (1945), detik-detik proklamasi (1945), serangan umum 1 Maret 1949, G 30 S/PKI (1965) dan SUPERSEMAR (1966) yang dilengkapi dalam narasi Wayang Tokoh Pahlawan Indonesia (WARTOP). WARTOP merupakan media pembelajaran inovasi yang dapat digunakan dalam menceritakan peristiwa-peristiwa sejarah Indonesia kontemporer. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan buku ajar Sejarah Indonesia Kontemporer Indonesia Peristiwa Sejarah dalam Narasi WARTOP, semoga bermanfaat dalam perkembangan media dan bahan
    [Show full text]
  • The Representations of Indonesianness in Post-New Order Indonesia (1998-2016)
    THE REPRESENTATIONS OF INDONESIANNESS IN POST-NEW ORDER INDONESIA (1998-2016) by Suzanna Eddyono BA, Universitas Gadjah Mada, 1995 MSc, Universitas Gadjah Mada, 1999 MA, University of Kent, 2007 Submitted to the Graduate Faculty of The Kenneth P. Dietrich School of Arts and Sciences in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy University of Pittsburgh 2018 UNIVERSITY OF PITTSBURGH THE KENNETH P. DIETRICH SCHOOL OF ARTS AND SCIENCES This dissertation was presented by Suzanna Eddyono It was defended on January 29, 2018 and approved by Kathleen Blee, Distinguished Professor of Sociology and Dean of Dietrich School and College of General Studies, Department of Sociology Andrew N. Weintraub, Professor, Department of Music Tarun Banerjee, Assistant Professor, Department of Sociology Dissertation Advisor: Mohammed Bamyeh, Professor, Department of Sociology ii Copyright © by Suzanna Eddyono 2018 iii THE REPRESENTATIONS OF INDONESIANNESS IN POST-NEW ORDER INDONESIA (1998-2016) Suzanna Eddyono, PhD University of Pittsburgh, 2018 This study’s central question is how is nationalism defined and reproduced after the collapse of Suharto’s New Order in 1998? This study focuses specifically on the contested official narratives in post-Suharto Indonesia during its transition and consolidation to democracy. I argue that there are more than one narrative of the nation emerging in the post-New Order official narratives. Using narrative analysis in selected citizenship education textbooks published between 1998 and 2016 in Indonesian higher education, I found three narratives of the nation: 1. state-centered, 2. citizens-centered, and 3. ummah-centered narratives. The three narratives revise, counter, and offer a different insight from that of the New Order militaristic narrative.
    [Show full text]