Membayangkan Indonesia Dari Novel-Novel Antaretnis Dan Antaragama Periode 1920-An Hingga 1970-An
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
MEMBAYANGKAN INDONESIA DARI NOVEL-NOVEL ANTARETNIS DAN ANTARAGAMA PERIODE 1920-AN HINGGA 1970-AN IMAGINE INDONESIA FROM INTERETHNIC AND INTERRELIGIOUS NOVELS PERIOD 1920’S TO 1970’S Dwi Rahariyoso Jalan Cipto Mangun Kusumo 59, Ponorogo, Jawa Timur Pos-el: [email protected] Telepon 085643728390 Abstrak Penelitian ini menguraikan persoalan perkawinan antaretnis dan antaragama yang terdapat dalam novel Indonesia periode 1920-an hingga 1970-an. Pengelompokan kategori novel berdasarkan genre yang terdapat dalam novel-novel yang mempunyai kapasitas dalam membahas tema perkawinan antaretnis dan antaragama. Melalui genre yang dimunculkan dalam novel, pola dan bentuk struktur penceritaan bisa dicermati secara saksama. Kategori antaretnis dan antaragama dalam novel periode 1920-an hingga 1970-an mengindikasikan bahwa kesadaran tentang multikulturalisme, pluralitas, dan kebangsaan sebagai sebuah gagasan penting bagi jati diri bangsa Indonesia. Semangat kebangsaan yang penuh kebhinekaan telah menjadi isu sentral yang dikembangkan oleh pengarang pada periode tersebut melalui kisah-kisah percintaan (roman) kaum muda dalam novel Indonesia modern. Kata kunci: antaretnis, antaragama, genre, pola, roman, kebangsaan, pluralitas, multikulturalisme, toleransi, Indonesia Abstract Husband research outlines the issue of inter-ethnic and inter-religious marriages are hearts novel Indonesia the 1920’s period until 1970's. Novel category grouping by genre what are hearts novel-novel that had the capacity hearts discuss the theme of interethnic and inter-religious marriages. The hearts raised through a new genre, patterns and The narrative structure can be observed carefully. Category interethnic and interreligious new hearts 1920’s period until 1970's indicated that awareness about multiculturalism, pluralism, and nationality AS an idea essentials personal identity of the Indonesian nation. The full diversity of the national spirit already a central issues in developed posted author that period through the storys of romance (romance) youth hearts modern Indonesian novel. Keywords: interethnic, interreligious, genre, pattern, romance, nationality, pluralism, multiculturalism, tolerance, Indonesia 1. Pendahuluan kesadaran dan wacana kesatuan didukung Kesusastraan Indonesia modern dimulai dengan penggunaan bahasa yang menjadi satu dengan adanya kesadaran dari para pengarang simbol kebangsaan, yaitu pada masa itu terhadap konsep kebangsaan. Semangat dengan menggunakan bahasa Melayu. Bahasa kebangsaan yang hadir pada periode tahun Melayu menjadi satu aspek yang penting 1930-an menjadi satu pemantik dalam melihat dalam menyadari perbedaan antara pribumi keberlangsungan komunitas masyarakat dan penjajah. Hingga pada akhirnya bahasa Indonesia awal. Nasionalisme sebagai 100 Indonesia lahir dari bahasa Melayu dan diakui yang mempunyai keterkaitan dengan isu secara utuh sebagai bahasa pemersatu. antaretnis dan antaragama. Relasi antaretnis Jika ditinjau lebih detail, bahasa tersebut, misalnya terdapat pada novel Darah menjadi satu aspek penting yang turut Muda (1927) dan Asmara Jaya (1928) melahirkan kesadaran komunikasi dan juga karangan Adinegoro, Merantau ke Deli (1940) kecenderungan pola pikir masyarakat dan juga novel Tenggelamnya Kapal van Der pemakainya. Termasuk di dalam konteks Wijck (1938) karangan Hamka. Relasi tersebut adalah bahasa yang digunakan dalam antaragama dalam karya novel Indonesia lebih ranah karya sastra Indonesia, terutama sastra sedikit dibandingkan dengan novel antaretnis. Indonesia modern. Konsep tersebut menjadi Kondisi tersebut merupakan sebuah fenomena satu penghubung secara lebih umum dalam yang sebenarnya menarik untuk dikaji. rangka mengetahui lebih banyak tentang Namun, penelitian ini tidak akan mengarah masyarakat Indonesia, pluralitas, dan berbagai pada aspek tersebut. Novel antaragama yang permasalahan di dalamnya. Asumsi tersebut ada dan sangat populer adalah Keluarga menjadi penting jika melihat keterkaitan Permana karangan Ramadhan K.H. (1978) antara kondisi sosial masyarakat secara dan satu lagi adalah novel Orang Buangan fenomena dan perjalanan kesusastraan karya Hariyadi S. Hartowardoyo (1971). Indonesia dari waktu ke waktu. Sejak Novel-novel tersebut akan dianalisis dalam kemunculan angkatan Pujangga Baru yang rangka melihat formula yang dominan dan dijiwai oleh Sutan Takdir Alisjahbana hingga juga jenis genre yang muncul di dalamnya. karya-karya sastrawan mutakhir Analisis sederhana dari struktur (konstruksi) pascareformasi, novel Indonesia diwarnai formula tersebut diharapkan mampu berbagai bentuk pola, tema, karakter, isu dan digunakan untuk menemukan komposisi dan juga genre kesastraan yang dinamis. perubahan bentuk yang terjadi dalam pola- Roman atau novel Indonesia banyak pola yang digunakan pengarang pada novel bersinggungan dengan berbagai fakta dan dengan isu antaretnis dan antaragama. latar belakang sosial masyarakat yang menjadi bagian tematis dalam melihat aspek 2. Teori Genre kebangsaan. Pembinaan rasa kebangsaan dari Kata genre berasal dari bahasa Perancis yang berbagai perspektif secara umum sangat berarti jenis atau kelas (Adi, 2011:195). kompleks, misalnya saja relasi antaretnis dan Sesuai dengan pernyataan tersebut genre antaragama. Kedua aspek “tema” tersebut bisa sudah digunakan sebagai konsep dalam dilihat sebagai sebuah isu yang selama ini menentukan tipe atau jenis karya sastra. jarang diulas atau muncul dalam khazanah Dalam kesusastraan, Aristoteles sudah kesastraan Indonesia. Pemilihan kedua aspek mengategorikan puisi ke dalam berbagai tersebut dalam penelitian sederhana ini lebih kategori, yaitu epik, lirik, tragedi, dan kepada ketertarikan penulis melihat sebagainya. Asumsi umum genre dipahami kecenderungan fenonema disintegrasi, sebagai klasifikasi terhadap berbagai bentuk permusuhan, maupun persinggungan sosial- yang lahir dalam sebuah karya sastra, kultural yang sering terjadi di masyarakat misalnya puisi, prosa, dan drama sehingga apa sebagai wilayah yang sensitif. Asumsi yang dipahami tentang genre dalam karya tersebut menjadi langkah awal untuk meneliti sastra masih sebatas kepada pemahaman berbagai relasi dalam novel atau roman umum dalam tiga jenis tersebut. Perumusan Indonesia untuk menemukan bentuk dalam genre berpijak pada konsep strukturalisme pola-pola genre yang ada, serta melihat isu ke- yang melihat teks sebagai sebuah relasi atau Indonesiaan secara lebih luas. hubungan-hubungan struktur antara satu Dalam penelitian sederhana ini akan elemen dan elemen lain sehingga teks tersebut dibahas genre yang muncul dalam novel- membentuk kesatuan yang padu, otonom, dan novel Indonesia modern. Fokus kajian hanya bisa diterima sebagai sebuah konstruksi karya. dibatasi pada novel periode Balai Pustaka 101 Dalam perkembangannya, genre sudah genre yang eksplisit (Adi, 2011:196). Istilah mengalami bermacam perluasan, baik variasi genre lebih sering muncul dalam kritik fiksi maupun penentuan genre. Kondisi tersebut populer daripada fiksi serius. Meskipun diakibatkan oleh berbagai macam faktor yang banyak dibicarakan dan diteliti, kesepakatan ada dalam sebuah struktur teks sastra. tentang arti genre lebih sedikit dibandingkan Pertimbangan penentuan genre bisa dilihat dengan pertentangannya, karena sifat genre dari faktor tema, tokoh, metode penceritaan, sering berubah. dan lain sebagainya. Wellek dan Werren Genre sangat tergantung dengan mengatakan genre adalah pengelompokan berbagai aspek yang melekat pada narasi dan karya-karya sastra secara teoretis berdasarkan struktur yang ada dalam teks. Kondisi tersebut pada bentuk luar (majas atau struktur khusus) juga dipengaruhi oleh audiens (pembaca) dan bentuk dalam (sikap, nada, tujuan, yang berinteraksi langsung dengan teks sastra. subyek, dan audiens) (dalam Adi, 2011:196). Dalam fiksi populer genre ditentukan Semua studi kritik sastra dan penilaian karya berdasarkan kefleksibelan penonton atau sastra pasti menyangkut pembahasan tentang pembaca, seperti yang dikatakan Tudor struktur-struktur semacam itu. (dalam Adi, 2011:197), bahwa genre adalah Pengelompokan genre dibedakan antara genre apa yang secara kolektif dipercayai orang puisi dan genre prosa (novel) karena secara (audiens). Jadi, genre dalam fiksi populer bentuk strukturnya berlainan. Prosa tidak sepenuhnya sama dengan fiksi serius dikelompokkan lagi menjadi prosa fiksi dan karena penentuan genre dalam karya sastra prosa nyata. Meskipun dalam asumsi ini sangat tergantung pada narasinya. terjadi ambiguitas, yaitu dalam prosa nyata Cawellti (dalam Adi, 2011:198) pun sering terkandung unsur yang fiktif. Prosa mengategorikan fiksi populer menurut tema fiksi atau naratif dibagi lagi menjadi fiksi dan formulanya, misalnya genre adventure kanon dan fiksi populer (Adi, 2011:196). (petualangan), romance (kisah percintaan), Fiksi kanon biasa disebut juga dengan fiksi alien being (makhluk asing), misteri, dan serius, sedangkan fiksi populer disebut melodrama sehingga tampak sebagai genre dengan fiksi hiburan. yang sudah mapan. Dalam konsep tersebut Aristoteles dan Horace memberikan dasar Cawellti merumuskan bahwa genre adalah klasik untuk perkembangan genre menjadi klasifikasi yang muncul berdasarkan dengan dua jenis utama sastra, yakni tragedi dan epik isi cerita (narasi) di dalam teks karya. Selain (Wellek dan Werren, 1995:300). Namun, Cawellti yang mendeskripsikan konsep genre, dalam perkembangannya, teori modern Stam (dalam Adi, 2011:198) mengategorikan cederung mengesampingkan perbedaan prosa- cerita dalam teks sastra dengan genre yang puisi, lalu membagi sastra-rekaan menjadi bermacam.