Plagiat Merupakan Tindakan Tidak Terpuji

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Plagiat Merupakan Tindakan Tidak Terpuji PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI WACANA KEBUDAYAAN INDONESIA PADA MASA PERGERAKAN KEMERDEKAAN: POLEMIK KEBUDAYAAN (1935 – 1939) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah Oleh: Flavianus Setyawan Anggoro NIM: 054314005 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI ii PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI iii PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI MOTTO “Selalu Memandang Ke Depan adalah Sebuah Pilihan Hidup” (NN) iv PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini Aku Persembahkan untuk: Yang Maha Penyayang Kedua Orangtua Ku Adik Ku Teodosia Marwanti Ety dan Gabriel Aprisriwanto Serta semua orang yang menyayangiku v PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI vi PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI ABSTRAK (Indonesia) Skripsi berjudul “Wacana Kebudayaan Indonesia Pada Masa Pergerakan Kemerdekaan: Polemik Kebudayaan (1935 – 1939)” ini merupakan suatu telaah Ilmu Sejarah terhadap pewacanaan kebudayaan yang pernah terjadi di Indonesia. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis:1) latar belakang munculnya peristiwa Polemik Kebudayaan, 2) dinamika wacana kebudayaan yang tersaji dalam peristiwa Polemik Kebudayaan, dan 3) wacana kebudayaan Indonesia yang muncul setelah Polemik Kebudayaan hingga tahun 1945. Landasan teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori dialektika dari G. W. F. Hegel dan teori ruang publik yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas. Sedangkan metode penelitiannya adalah Studi Pustaka, Analisis Data, dan Historiografi. Langkah terakhir dari penelitian ini, yakni historiografi, akan disajikan dengan metode historis kronologis, peristiwa-peristiwa sejarah yang dibahas akan disusun sesuai dengan urutan waktu terjadinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) munculnya peristiwa Polemik Kebudayaan dilatarbelakangi oleh munculnya “Cita-cita ke-Indonesiaan”, 2) Polemik Kebudayaan merupakan perdebatan tentang cara merealisasikan “Cita-cita ke- Indonesiaan”, dan 3) wacana kebudayaan Indonesia yang muncul setelah Polemik Kebudayaan adalah konsensus tentang Kebudayaan Nasional Indonesia dalam rangka pembentukan Undang-Undang Dasar tahun 1945. vii PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Abstract (Inggris) Thesis titled "Cultural Discourse Indonesia At The Independence Movement: Polemic Culture (1935 - 1939)" This is a study of Science History of pewacanaan culture that has ever happened in Indonesia. Writing this thesis aims to describe and analyze: 1) background of the emergence of the Cultural Polemics events, 2) the dynamics of cultural discourse presented in the Cultural Polemics events, and 3) the discourse of Indonesian culture that emerged after the Cultural Polemics until 1945. Theoretical basis used in this paper is a dialectical theory G. W. F. Hegel and the “Public Sphere” theory propounded by Jurgen Habermas. While the research is to study methods References, Analisis Data, and Historiography. The final step of this research will be presented with a chronological historical method, historical events discussed will be arranged in order of time occurrence. The results showed that: 1) the emergence of background events in the emergence of the Cultural Polemics Goals The Indonesiaan, 2) Polemic of Culture is a debate about how to realize the Goals The Indonesiaan, and 3) the discourse of Indonesian culture that emerged after the Cultural Polemics is a consensus about Indonesia's National Culture in order formation of the Constitution of 1945. viii PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kasih atas berkat dan bimbingan tangannya kasih-Nya yang penulis alami selama penulisan dan penyelesaian skripsi berjudul “Wacana Kebudayaan Indonesia Pada Masa Pergerakan Kemerdekaan: Polemik Kebudayaan (1935 – 1939)”. Tersusunya skripsi ini tidak terlepas dari campuran tangan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Atas semua bantuannya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Pada kesempatan ini penulis dengan penuh ketulusan hati mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno M. Hum., selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah. 2. Bapak Drs. Ign. Sandiwan Suharso, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan perhatian dan meluangkan waktunya, serta dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. 3. Dr. I. Praptomo Bayardi, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Sastra. 4. Dosen-dosen pembimbing akademik seperti: Bapak (almarhum) Prof. P.J. Soewarno, S.H., Bapak Drs. Hb. Hery Santosa M. Hum., Bapak Dr. St. Sunardi, Romo Dr. FX. Baskara T. Wardaya, SJ., Romo Dr. G. Budi Subanar SJ., Bapak Dr. Anton Haryono M. Hum., Drs. H. Purwanta M. A., Ibu Dra. Lucia Juningsih M. Hum., dan yang berkenan menjadi pengajar dan ix PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI membimbing kami dan menularkan ilmunya selama kami menjadi mahasiswa di Universitas Sanata Dharma. 5. Karyawan dan karyawati Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, atas kerja sama yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Kepada semua keluargaku 7. Rekan-rekan angkatan 2005: Dominikus Bondan Pamungkas, Agung Eko Ariestiya, Sr. Magdalena Nimat, Yohana, Hafen Hafidzulah, dan Tom. 8. Rekan-rekan mahasiswa di Jurusan Ilmu Sejarah (Wilhelmus Ruperno, dkk). 9. Teman-teman kos: Yus, Lipen, Lazarus, Valentinus Ola Beding, Triantoro, Aci, Iber, Budi, Odon, Siweng (Boss), Hanu, Somat, I’ut, Ino (Cen), dan Jack. 10. Teman-teman di Forum Ikatan Pelajar Mahasiswa Kabupaten Sekadau dan masih banyak lagi teman yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu namanya di sini (ma’af ya..?). Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna karena terbatasanya data-data yang diperoleh. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati dan penuh keterbukaan, mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan dan pengembangan skripsi ini lebih lanjut. x PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI xi PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………………. i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………………………………………….. iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………………… vi ABSTRAK…………………………………………………………………………. vii ABSTRACY…………………… …………………………………………………………….. viii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………... iv KATA PENGANTAR…………………………………….. ……………………... ix PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………………………………………...... xi DAFTAR ISI……… ……………………………………………………………... xii PENDAHULUAN…………………………………………………………………. 1 A. Latar Belakang Masalah………………………………………………….... 1 B. Identifikasi Masalah………………………………………………………... 5 C. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 6 D. Hipotesa……. ……………………………………………………………... 7 E. Tujuan Penelitian………………………………………………………….. 7 F. Manfaat Penelitian ………………………………………………………... 7 G. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………... 8 H. Landasan Teori ……………………………………………………………..10 I. Metodologi Penelitian…….. …………………………………………….. 14 J. Sistematika Penulisan ……………………………………………………... 15 BAB II: DINAMIKA MUNCULNYA CITA-CITA KE-INDONESIAAN……. .. 16 A. Masyarakat Intelektual Indonesia…………………………………………. 16 B. Munculnya Cita-cita ke-Indonesiaan ……………………………………… 23 B.1. Organisasi Budi Utomo ……………………………………………… 23 B.2. Perguruan Taman Siswa……………………………………………… 29 B.3. Sumpah Pemuda ……………………………………………………... 33 BAB II: DINAMIKA PERDEBATAN KEBUDAYAAN INDONESIA TAHUN 1935 – 1939……………………………………………………………… 37 A. Ruang Perdebatan Kebudayaan …………………………………………... 37 A.1. Majalah Pujangga Baru ………………………………………………. 37 A.2. Surat Kabar Pewarta Deli ……………………………………………. 42 A.3. Harian Suara Umum …………..……………………………………... 44 A.4. Majalah Wasita ………………………………………………………. 45 B. Aktor-aktor dibalik Perdebatan Kebudayaan Tahun 1935 – 1939……….. 47 B.1. Sutan Takdir Alisjahbana …………………………………………….. 47 B.2. Sanusi Pane …………………………………………………………... 49 xii PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI B.3. Dr. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka ……………………………… 51 B.4. dr. Soetomo ………………………………………………………….. 54 B.5. Tjindarboemi …………………………………………………………. 55 B.6. Djamaluddin Adinegoro ……………………………………………... 56 B.7. Ki Hadjar Dewantara …………. ……………………………………... 58 B.8. dr. Mohammad Amir ………………………………………………… 61 C. Perdebatan Kebudayaan Indonesia Tahun 1935 – 1939 …………………... 63 C.1. Perdebatan Tahap Pertama….. ……………………………………... 63 C.2. Perdebatan Tahap Kedua……………………………………………… 70 C.3. Perdebatan Tahap Ketiga …………………………………………….. 82 D. Memaknai Polemik Kebudayaan ………………………………………….. 85 D.1. Pilihan Kebudayaan Barat dan Kebudayaan Timur ………………….. 85 D.2. Kebudayaan, Pendidikan, dan Kebangsaan ………………………….. 88 BAB IV: DINAMIKA PERUMUSAN KEBUDAYAAN NASIONAL INDONESIA …………………………………………………………... 91 A. Wacana Baru Tentang Kebudayaan Indonesia ………………………… 91 B. Perumusan Kebudayaan Nasional ……………………………………… 93 C. Kebudayaan
Recommended publications
  • Conserving the Past, Mobilizing the Indonesian Future Archaeological Sites, Regime Change and Heritage Politics in Indonesia in the 1950S
    Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde Vol. 167, no. 4 (2011), pp. 405-436 URL: http://www.kitlv-journals.nl/index.php/btlv URN:NBN:NL:UI:10-1-101399 Copyright: content is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 License ISSN: 0006-2294 MARIEKE BLOEMBERGEN AND MARTIJN EICKHOFF Conserving the past, mobilizing the Indonesian future Archaeological sites, regime change and heritage politics in Indonesia in the 1950s Sites were not my problem1 On 20 December 1953, during a festive ceremony with more than a thousand spectators, and with hundreds of children waving their red and white flags, President Soekarno officially inaugurated the temple of Śiwa, the largest tem- ple of the immense Loro Jonggrang complex at Prambanan, near Yogyakarta. This ninth-century Hindu temple complex, which since 1991 has been listed as a world heritage site, was a professional archaeological reconstruction. The method employed for the reconstruction was anastylosis,2 however, when it came to the roof top, a bit of fantasy was also employed. For a long time the site had been not much more than a pile of stones. But now, to a new 1 The historian Sunario, a former Indonesian ambassador to England, in an interview with Jacques Leclerc on 23-10-1974, quoted in Leclerc 2000:43. 2 Anastylosis, first developed in Greece, proceeds on the principle that reconstruction is only possible with the use of original elements, which by three-dimensional deduction on the site have to be replaced in their original position. The Dutch East Indies’ Archaeological Service – which never employed the term – developed this method in an Asian setting by trial and error (for the first time systematically at Candi Panataran in 1917-1918).
    [Show full text]
  • Pramoedya's Developing Literary Concepts- by Martina Heinschke
    Between G elanggang and Lekra: Pramoedya's Developing Literary Concepts- by Martina Heinschke Introduction During the first decade of the New Order, the idea of the autonomy of art was the unchallenged basis for all art production considered legitimate. The term encompasses two significant assumptions. First, it includes the idea that art and/or its individual categories are recognized within society as independent sub-systems that make their own rules, i.e. that art is not subject to influences exerted by other social sub-systems (politics and religion, for example). Secondly, it entails a complex of aesthetic notions that basically tend to exclude all non-artistic considerations from the aesthetic field and to define art as an activity detached from everyday life. An aesthetics of autonomy can create problems for its adherents, as a review of recent occidental art and literary history makes clear. Artists have attempted to overcome these problems by reasserting social ideals (e.g. as in naturalism) or through revolt, as in the avant-garde movements of the twentieth century which challenged the aesthetic norms of the autonomous work of art in order to relocate aesthetic experience at a pivotal point in relation to individual and social life.* 1 * This article is based on parts of my doctoral thesis, Angkatan 45. Literaturkonzeptionen im gesellschafipolitischen Kontext (Berlin: Reimer, 1993). I thank the editors of Indonesia, especially Benedict Anderson, for helpful comments and suggestions. 1 In German studies of literature, the institutionalization of art as an autonomous field and its aesthetic consequences is discussed mainly by Christa Burger and Peter Burger.
    [Show full text]
  • Figurative Language in Amir Hamzah's Poems
    Novia Khairunnisa, I Wy Dirgeyasa, Citra Anggia Putri Linguistica Vol. 09, No. 01, March 2020, (258-266) FIGURATIVE LANGUAGE IN AMIR HAMZAH’S POEMS 1 2 3 NOVIA KHAIRUNISA . I WY DIRGEYASA , CITRA ANGGIA PUTRI 123 UNIVERSITAS NEGERI MEDAN Abstract This study dealt with figurative language in Amir Hamzah’s selected poems. The objective of this study were to investigate the types of figurative language found in Amir Hamzah’s selected poems and to find out the literal meaning of figurative language found. This study was conducted by using qualitative method to solve the problems. The data of this study were phrases and sentences contained figurative language in the poems. The sources of data were six poems poems which had multiple series taken from Amir Hamzah’s Poetry Anthology of Buah Rindu. The data were selected by using random sampling technique. For collecting the data, this study used documentary technique, and the instruments of data were documentary sheets. The data were analyzed by using descriptive qualitative method. The findings of this study are there twenty two figurative languages found as follows, three figurative language of metaphor (13.63%), seven figurative language of hyperbole (31.81%), five figurative language of personification (22.72%) and seven figurative language of simile (31.83%). The literal meaning of figurative language found in Amir Hamzah’s poems were basically was about the love story of Amir himself and also talking about his longing to his mother. Keywords : Figurative Language, Figure of Speech, Poem INTRODUCTION Poem is a literary work in patterned language. It can also be said as the art of rhythmical composition.
    [Show full text]
  • 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerajaan Koto Besar
    BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerajaan Koto Besar diperkirakan telah ada sejak akhir abad ke-17 Masehi.1 Koto Besar tumbuh dan berkembang bersama daerah-daerah lain yang berada di bekas wilayah Kerajaan Melayu Dharmasraya (Swarnabumhi).2 Daerah-daerah ini merupakan kerajaan kecil yang bercorak Islam dan berafiliasi dengan Kerajaan Pagaruyung, seperti Pulau Punjung yang dikenal sebagai camin taruih (perpanjangan tangan) Pagaruyung untuk daerah Hiliran Batanghari, serta penguasa lokal di ranah cati nan tigo, yaitu Siguntur, Sitiung dan Padang Laweh.3 Koto Besar menjadi satu-satunya kerajaan di wilayah ini yang tidak berpusat di pinggiran Sungai Batanghari.4 Lokasi berdirinya kerajaan-kerajaan tersebut merupakan daerah rantau dalam konsep alam Minangkabau.5 Pepatah adat Minangkabau mengatakan, 1 Merujuk pada tulisan yang tercantum pada stempel peninggalan Kerajaan Koto Besar yang berangkakan tahun 1697 Masehi. 2 Kerajaan Melayu Dharmasraya (Swarnabumhi) adalah sebuah kerajaan yang bercorak Hindu Buddha dan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Melayu Jambi yang bermigrasi dari muara Sungai Batanghari. Kerajaan Melayu Dharmasraya hanya bertahan sekitar dua abad (1183 – 1347), setelah dipindahkan oleh Raja Adityawarman ke pedalaman Minangkabau di Saruaso. Bambang Budi Utomo dan Budhi Istiawan, Menguak Tabir Dharmasraya, (Batusangkar : BPPP Sumatera Barat, 2011), hlm. 8-12. 3 Efrianto dan Ajisman, Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Dharmasraya, (Padang: BPSNT Press, 2010), hlm. 84. 4 Menurut Tambo Kerajaan Koto Besar dijelaskan bahwa Kerajaan Koto Besar berpusat di tepi Sungai Baye. Hal ini juga dikuatkan oleh catatan Kontroler Belanda Palmer van den Broek tanggal 15 Juni 1905. Lihat, Tambo Kerajaan Koto Besar, “Sejarah Anak Nagari Koto Besar yang Datang dari Pagaruyung Minangkabau”. Lihat juga, “Nota over Kota Basar en Onderhoorige Landschappen Met Uitzondering van Soengei Koenit en Talao”, dalam Tijdschrift voor Indische, “Taal, Land en Volkenkunde”, (Batavia: Kerjasama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen dan Batavia Albrecht & Co., 1907), hlm.
    [Show full text]
  • Bab V Penutup 5.1
    23 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan 1. Keberadaan kesusasteraan Indonesia sebelum berkaryanya Sutan Takdir adalah dimulai dengan kesusasteraan Melayu klasik yang berisikan hikayat, syair dan pantun yang pada umumnya masih bannyak dipengaruhi oleh penulisan yang sangat tradisional yang belum membedakan antara legenda ataupun mitos 2. Sebelumya masa Pujangga Baru ekspresi isi karya-karya sastra adalah lebih berisikan tentang keadaan yang kolot dimana bertemakan; pernikahan paksa, paksaan adat, kekangan orangtua dan kehidupan desa, namun dengan kemunculan Pujangga Baru kebebasan dan kehidupan urban sudah mulai menjadi tema-tema dalam karya sastra yang dihasilkan 3. Penerbitan Poedjangga Baroe merupakan realisasi dari hasrat untuk menyatukan tenaga cerai berai pengarang Indonesia yang sebelumnya telah kelihatan hasilnya dalam berbagai majalah . Umumnya kelahiran Pujangga Baru disambut gembira oleh penyair dan pengarang muda, para pelajar dan golongan intelektual yang sedikit jumlahnya . Namun selanjutnya reaksi hebat terhadap pujangga baru datang dari pihak guru-guru bahasa Melayu. Pujangga Baru dituduh merusak bahasa Melayu karena memasukkan kata- kata yang tidak lazim dalam bahasa melayu (sekolah). misalnya mereka keberatan terhadap pengambilan kata-kata daerah dan kata-kata asing yang tambah banyak dipergunakan dan sadar oleh pembaharu bahasa golongan 24 Pujangga Baru. Juga mengenai persajakan Pujangga Baru dikritik karena memasukkan bentuk-bentuk puisi yang menyalahi pantun dan syair. 4. Selain dalam bidang kesusasteraan Sutan takdir juga menaruh perhatian terhadap filsafat. Lebih tepatnya filsafat kebudayaan. Pemikiran dia tentang pemisahan antara zaman Prae-Indonesia dengan zaman Indonesia merupakan awal tinjuan dia terhadap kebudayaan Indonesia. Menurut dia kedua masa itu harus dipisahkan dan bahkan harus ditinggalkan karena dia menganggap bahwa itu layaknya zaman jahiliah Indonesia dimana Indonesia terkekang oleh kebudayaan lama.
    [Show full text]
  • Periodisasi Sastra Indonesia
    PERIODISASI SASTRA INDONESIA 1. Zaman Peralihan Zaman ini dikenal tokoh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Karyanya dianggap bercorak baru karena tidak lagi berisi tentang istana danraja-raja, tetapi tentang kehidupan manusia dan masyarakat yang nyata, misalnya Hikayat Abdullah (otobiografi), Syair Perihal Singapura Dimakan Api, Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jedah. Pembaharuan yang ia lakukan tidak hanya dalam segi isi, tetapi juga bahasa. Ia tidak lagi menggunakan bahasa Melayu yang kearab-araban. Ciri-ciri : a. individualis dan tidak anonym lagi b. progresif, tetapi masih tradisional dal;am bentuk dan bahasanya c. menulis apa yang dilihat dan dirasakan d. sudah mulai masyarakat sentris e. temanya tentang kisah perjalanan, biografi, adat- istiadat, dan didaktis Hasil karya sastra pada zaman ini antara lain: . Kisah Abdullah ke Malaka Utara . Perjalanan Abdullah ke Kelantan dan Tenggano . dan Hikayat Abdullah . Hikayat Puspa Wiraja . Hikayat Parang Punting . Hikayat Langlang Buana . Hikayat Si Miskin . Hikayat Berma Syahdan . Hikayat Indera Putera . Hikayat Syah Kobat . Hikayat Koraisy Mengindera . Hikayat Indera Bangsawan . Hikayat Jaya Langkara . Hikayat Nakhoda Muda . Hikayat Ahmad Muhammad . Hikayat Syah Mardan . Hikayat Isma Yatim . Hikayat Puspa Wiraja . ANGKATAN BALAI PUSTAKA Angkatan Balai Pustaka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit “Bali Pustaka”. Prosa (roman, novel,cerpen, dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam, hikayat, dan kazhanah sastra di Indonesia pada masa ini Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan sastra melayu rendah yang tidak menyoroti pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam 3 bahasa yaitu bahasa Melayu tinggi, bahasa Jawa, dan bahasa Sunda, dan dalam jumlah yang terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
    [Show full text]
  • Novel ATHEIS-Dewikz
    Tiraikasih website http://kangzusi.com/ Karya : Achdijat Karta Mihardja Atheis Sumber DJVU : BBSC Ebook oleh : Dewi KZ Tiraikasih website http://kangzusi.com/ http://kang-zusi.info/ http://dewikz.byethost22.com/ http://ebook-dewikz.com/ http://tiraikasih.co.cc/ http://cerita-silat.co.cc/ Tiraikasih website http://kangzusi.com/ Riwayat Hidup Achdiat Karta MIhardja lahir di Cibatu, Garut, 6 Maret 1911. Tahun 1932 tamat dari Algemene Middelbare School "bagian Al di Solo. Ia juga mempelajari mistik (tarikat) aliran Kadariyah Naksabandiah dari Kiyai Abdullah Mubarak yang terkenal juga dengan nama Ajengan Gedebag. Kecuali itu belajar filsafat pada pater Dr. Jacobs S.J., dosen pada Universitas Indonesia, dalam Filsafat Thomisme. Tahun 1943 ia menjadi anggota redaksi Bintang Timur merangkap redaktur mingguan Peninjauan (bersama Sanusi Pane, Armin Pane, PF Dahler, Dr. Amir dan Dr. Ratulangi). Tahun 1937 pembantu harian Indie Bode dan Mingguan Tijdbeeld dan Zaterdag, juga sebentar bekerja di Aneta. Tahun 1938 jadi pimpinan redaksi tengah-bulanan Penuntun Kemajuan. Tahun 1941 jadi redaksi Balai Pustaka, sejak saat itu tumbuh minatnya kepada kesusastraan. Tahun 1943 menjadi redaksi dan penyalin di kantor pekabaran radio, Jakarta. Tahun 1946 jadi pimpinan umum mingguan Gelombang Zaman dan setengah mingguan berbahasa Sunda Kemajuan Rakyat. Tahun 1948 kembali jadi redaksi di Balai Pustaka. Pada tahun 1949 terbitlah roman Atheis-nya ini. Tahun 1951 bersama-sama Sutan Takdir Alisjahbana dan Dr. Ir. Sam Udin mewakili PEN Club Indonesia menghadiri Konperensi PEN Club International di Lausanne, Switserland. Saat itu ia juga mengunjungi Negeri Belanda, Inggris, Prancis, Jerman Barat, dan Roma. Tahun 1952 berkunjung ke Amerika dan Eropa Barat dengan tugas dari Dep.
    [Show full text]
  • Perbandingan Gaya Bahasa Dalam Novel Atheis Karya Achdiat Karta Mihardja Dan Novel Telegram Karya Putu Wijaya: Tinjauan Stilistika
    1 PERBANDINGAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL ATHEIS KARYA ACHDIAT KARTA MIHARDJA DAN NOVEL TELEGRAM KARYA PUTU WIJAYA: TINJAUAN STILISTIKA TESIS Disusun oleh A. ARYANA P1200215002 PROGRAM STUDI BAHASA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018 2 PERBANDINGAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL ATHEIS KARYA ACHDIAT KARTA MIHARDJA DAN NOVEL TELEGRAM KARYA PUTU WIJAYA: TINJAUAN STILISTIKA TESIS Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister Pada Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Program Studi Bahasa Indonesia Disusun dan diajukan oleh A. ARYANA P1200215002 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018 3 PERBANDINGAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL ATHEIS KARYA ACHDIAT KARTA MIHARDJA DAN NOVEL TELEGRAM KARYA PUTU WIJAYA: TINJAUAN STILISTIKA THE COMPARISON OF LANGUAGE STYLE IN NOVEL ATHEIS BY ACHDIAT KARTA MIHARDJA AND NOVEL TELEGRAM BY PUTU WIJAYA: A STYLISTIC APPROACH TESIS A. ARYANA P1200215002 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018 4 5 PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : A. Aryana Nomor Pokok : P1200215002 Program Studi : Bahasa Indonesia Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang saya tulis ini merupakan hasil karya sendiri, bukan pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut. Makassar, 4 Januari 2018 Yang menyatakan, A. Aryana 6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Akhirnya tesis ini dapat dirampungkan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan akademis guna memeroleh gelar Magister Humaniora (M.Hum.) pada Program Studi Bahasa Indonesia, Pascasarjana, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin.
    [Show full text]
  • Melahirkan Sastra Indonesia …………
    POTRET SASTRA INDONESIA Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) POTRET SASTRA INDONESIA Penulis : Drs. Harjito, M.Hum Editor : Dra. Sri Suciati, M.Hum. IKIP PGRI Semarang Press, 2007 vi, 102 / 16 X 24,5 cm ISBN: 978 – 602 – 8047 – 01 - 2 Hak cipta, 2007 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku dengan cara apa pun termasuk menggunakan mesin fotokopi tanpa seizin penerbit. 2007 POTRET SASTRA INDONESIA IKIP PGRI Semarang Press Prakata Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Bijaksana. Akhirnya, penulis dapat menyelesaikan dan menerbitkan buku ini. Buku ini berisi tentang sejarah sastra Indonesia. Terbagi atas sebelas bab, buku ini diawali dengan pembahasan tentang sastra lama dan foklor. Bab berikutnya berisi tentang sastra Indonesia dan sastra daerah. Bab-bab berikutnya membahas tentang periode Balai Pustaka hingga Periode Pasca 66. Sejarah adalah sesuatu yang bergerak dan selalu akan terus bergerak. Menulis sejarah sastra Indonesia adalah menuliskan sesuatu yang terus bergerak. Yang patut disadari adalah pada saat menuliskan sejarah, selalu dibutuhkan jarak waktu antara peristiwa dan penulisannya. Hal ini dilakukan agar terdapat jarak pandang dan objektivitas dalam memandang sebuah peristiwa, termasuk perisiwa dalam kesastraan. Tidak mudah menulis tentang sejarah sastra, terutama sejarah sastra Indonesia. Selalu ada keberpihakan atas satu peristiwa dan mengabaikan sudut pandang yang lain. Dalam satu sisi, itulah kelemahan penulis. Di sisi lain, di situlah secara sadar atau tidak penulis berdiri
    [Show full text]
  • INDO 23 0 1107118712 39 58.Pdf (950.7Kb)
    PERCEPTIONS OF MODERNITY AND THE SENSE OF THE PAST: INDONESIAN POETRY IN THE 1920s Keith Foulcher Nontraditional Malay poetry in Indonesia, the forerunner of "modern Indonesian poetry," is generally said to have begun in the decade be­ tween 1921 and 1931 in the publications of three young Dutch-educated Sumatrans, Muhammad Yamin (born in Sawahlunto, Minangkabau, 1903), Rustam Effendi (born in Padang, 1903), and Sanusi Parid (born in Muara Sipongi, Tapanuli, 1905). Through their writing of Western-influenced poetry in Malay or Bahasa Indonesia, all three saw themselves as con­ tributing to the birth of a modern Sumatran (later Indonesian) culture, the basis of a new Sumatran (later Indonesian) nation. As such, they were among those who laid the foundation of the cultural nationalism which in the repressive conditions of the 1930s came to represent an alternative to the overtly political expression of Indonesian national­ ism . In the following pages, I wish to suggest (1) that through their writing Yamin, Rustam, and Sanusi all articulated a cultural stance which involved both a response to what they knew of European culture and their sense of an indigenous cultural heritage; (2) that there were important differences between the stances of Yamin and Rustam in this regard; and (3) that the poetry of Sanusi Pan6, evolving out of Yarnin's, established an approach to modernity which became the conventional stan­ dard for the burgeoning "Indonesian" poets of the 1930s. * * * CINTA Galiblah aku duduk bermenung Melihatkan langit penuh cahaya Taram-temaram bersuka raya Melenyapkan segala, fikiran nan renung. Apa dikata hendak ditenung Hatiku lemah tiada bergaya Melihatkan bintang berseri mulia Jauh di Sana di puncak gunung.
    [Show full text]
  • Pengembangan Wisata Sastra Siti Nurbaya
    B U K U P A N D U A N PENGEMBANGAN WISATA SASTRA SITI NURBAYA Ferdinal, Donny Eros, Gindho Rizano L P T I K U N I E R S I T A S A N D A L A S BUKU PANDUAN PENGEMBANGAN WISATA SASTRA SITI NURBAYA Drs. Ferdinal, MA, PhD Donny Eros, SS, MA Gindho Rizano, SS, MHum Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas BUKU PANDUAN PENGEMBANGAN WISATA SASTRA SITI NURBAYA Penyusun Drs. Ferdinal, MA, PhD Donny Eros, SS, MA Gindho Rizano, SS, MHum Layout Multimedia LPTIK Unand Ilustrasi Cover Sampul Novel Siti Nurbaya Terbitan Balai Pustaka (Dihimpun dari berbagai sumber) Penerbit Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas Alamat: Gedung Perpustakaan Lantai Dasar, Kampus Universitas Andalas Limau Manis, Padang, Sumatera Barat. Email: [email protected] Web: lptik.unand.ac.id ISBN 978-602-5539-45-9 Cetakan Pertama, 2019 Hak cipta pada penulis Isi diluar tanggung jawab penerbit KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, buku saku Model Pengembangan Wisata Sastra Siti Nurbaya Kota Padang ini dapat diterbitkan. Publikasi Buku Panduan Pengembangan Wisata Sastra Siti Nurbaya ini merupakan hasil dari penelitian dengan judul Model Pengembangan Wisata Sastra Siti Nurbaya di Padang Sumatra Barat. Publikasi ini memuat data yang menggambarkan kondisi wisata Siti Nurbaya Padang tahun 2018. Publikasi ini menyajikan informasi mengenai wisata sastra Siti Nurbaya, atraksi wisata Siti Nurbaya, dan model pengembangan wisasta Sastra Siti Nurbaya. Secara lebih detil, buku saku pengembangan wisata sastra Siti Nurbaya ini memberikan gambaran tentang potensi dan model pengembangan wisata Siti Nurbaya menuju wisata sastra.
    [Show full text]
  • An Example of Popular Indonesian Fiction in the First Quarter of the Century
    SAIR NONA FIENTJE DE FENIKS An Example of Popular Indonesian Fiction in the First Quarter of the Century CYRIL WILLIAM WATSON If one reads any of · the standard accounts of the development o{ modern Indonesian literature, whether those written by foreign scholars or by Indonesians themselves/ one is liable to get an exceptionally distorted picture of what reading material was available and what the readership of this material was, particularly for the period before the Second World War. The reason for this is that standard accoupts have concentrated almost exclusively on works published by the official colonial publisher Balai Pustaka or produced by B. P. staff and, at least as far as prose is concerned, have ignored other' publications. There are various reasons far this, but perhaps the most important is the influence exerted by Professor A. Teeuw, the pioneer2 in the field of modern Indonesian literary studies. Since his early work V ooltooid V oorspel ( 1950) which was the outcome of a course of lectures on modern Indonesian literature duri:qg which, as he himself admits, he was reading the literature for the first time and simply keeping himself a little way in front of his students, Professor Teeuw has delimited the field of research and his example has been followed without much questioning by subsequent writers such as H. B. J assin and Professor A. Johns. Professor Teeuw can hardly be blamed for what has occurred since he painstakingly dealt with all the ma- terial that was at hand to him. I don't think he himself realised when he came to write what is often taken to be the.
    [Show full text]