Novel ATHEIS-Dewikz
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Tiraikasih website http://kangzusi.com/ Karya : Achdijat Karta Mihardja Atheis Sumber DJVU : BBSC Ebook oleh : Dewi KZ Tiraikasih website http://kangzusi.com/ http://kang-zusi.info/ http://dewikz.byethost22.com/ http://ebook-dewikz.com/ http://tiraikasih.co.cc/ http://cerita-silat.co.cc/ Tiraikasih website http://kangzusi.com/ Riwayat Hidup Achdiat Karta MIhardja lahir di Cibatu, Garut, 6 Maret 1911. Tahun 1932 tamat dari Algemene Middelbare School "bagian Al di Solo. Ia juga mempelajari mistik (tarikat) aliran Kadariyah Naksabandiah dari Kiyai Abdullah Mubarak yang terkenal juga dengan nama Ajengan Gedebag. Kecuali itu belajar filsafat pada pater Dr. Jacobs S.J., dosen pada Universitas Indonesia, dalam Filsafat Thomisme. Tahun 1943 ia menjadi anggota redaksi Bintang Timur merangkap redaktur mingguan Peninjauan (bersama Sanusi Pane, Armin Pane, PF Dahler, Dr. Amir dan Dr. Ratulangi). Tahun 1937 pembantu harian Indie Bode dan Mingguan Tijdbeeld dan Zaterdag, juga sebentar bekerja di Aneta. Tahun 1938 jadi pimpinan redaksi tengah-bulanan Penuntun Kemajuan. Tahun 1941 jadi redaksi Balai Pustaka, sejak saat itu tumbuh minatnya kepada kesusastraan. Tahun 1943 menjadi redaksi dan penyalin di kantor pekabaran radio, Jakarta. Tahun 1946 jadi pimpinan umum mingguan Gelombang Zaman dan setengah mingguan berbahasa Sunda Kemajuan Rakyat. Tahun 1948 kembali jadi redaksi di Balai Pustaka. Pada tahun 1949 terbitlah roman Atheis-nya ini. Tahun 1951 bersama-sama Sutan Takdir Alisjahbana dan Dr. Ir. Sam Udin mewakili PEN Club Indonesia menghadiri Konperensi PEN Club International di Lausanne, Switserland. Saat itu ia juga mengunjungi Negeri Belanda, Inggris, Prancis, Jerman Barat, dan Roma. Tahun 1952 berkunjung ke Amerika dan Eropa Barat dengan tugas dari Dep. PP&K untuk mempelajari soal-soal pendidikan orang dewasa (termasuk penerbitan bacaan-bacaannya) dan 'university extension courses'. Kesempatan ini digunakan juga untuk mempelajari seni drama di Amerika Serikat. Tahun 1956 selama setahun Tiraikasih website http://kangzusi.com/ memperdalam bahasa Inggris serta sastranya di Sydney University dalam rangka Colombo Plan. Tahun 1960 menjabat Kepala Inspeksi Kebudayaan Djakarta Raya dan memberi kuliah pada FS-UI tentang Kesusastraan Indonesia Modern. Tahun 1961 menjabat sebagai Lektor Kepala pada Australian National University di Canberra, mengajar sastra Indonesia Modern dan bahasa Sunda. Sampai sekarang ia masih tinggal di Australia. Roman Atheis ini salah satu karya terpenting yang lahir dari tangan Achdiat K. Mihardja. Pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat kita yang terus berubah menjadi tema sentral roman ini. Masalah-masalah itu sampai sekarang masih relevan, walaupun roman ini telah berusia lebih 30 tahun dan telah mengalami cetakan yang ketujuh. BP—1.0021—90 ISBN 979 — 407 — 185 — 4 ATHEIS ATHEIS Roman oleh ACHDIAT K. MIHARDJA BALAI PUSTAKA Jakarta 1990 Perum Penerbitan dan Percetakan BALAI PUSTAKA BP No. 1725 Hal pengarang dilindungi undang-undang Cetakan kesatu — 1949 Tiraikasih website http://kangzusi.com/ Cetakan kedua — 1953 Cetakan ketiga — 1957 Cetakan keempat — 1960 Cetakan kelima — 1969 Cetakan keenam — 1976 Cetakan ketujuh — 1981 Cetakan kedelapan — 1983 Cetakan kesembilan — 1986 Cetakan kesepuluh — 1989 Cetakan kesebelas — 1990 808.83 Mih Mihardja, Achdial K. a Atheis : Roman / oleh Achdiat K Mihardja - cct -- Jakarta : Balai Pustaka, 1990 232 hal. : ilus. ; 21 cm. -- (Seri BP no. 1725) 1. Ceritera Roman. 1. Judul. II. Seri. ISBN 979 — 407 — 185 — 4 Perancang kulit: Supriyono Gambar dalam oleh S. Sutikho Kata Pengantar Tiraikasih website http://kangzusi.com/ Roman Atheis mengetengahkan perkembangan yang tipikal bagi masyarakat Indonesia sejak permulaan abad kedua puluh, yakni pergeseran gaya hidup yang tradisional ke gaya hidup yang modern. Pergeseran itu membawa serta perselisihan dan bentrokan antara paham-paham yang lama dengan yang baru, terjadi khususnya di lapangan sosial budaya dan politik. Perkembangan di dalam masyarakat itu tidak luput meninggalkan pengaruhnya kepada pengalaman batin manusia. Keresahan batin di tengah-tengah bergeloranya pertentangan paham di zaman penjajahan Belanda dan Jepang menjadi pokok perhatian roman ini. Atheis kini mengalami cetakan yang kesembilan. Hal itu menandakan betapa besar sambutan masyarakat pembaca kita terhadap karangan penulis terkenal Achdiat K. Mihardja. Kecuali itu, kita boleh berkesimpulan, bahwa penyajian tema dan struktur roman itu telah memenuhi harapan orang banyak akan hasil sastra yang bermutu. Balai Pustaka merasa gembira dapat menerbitkan kembali roman ini. Balai Pustaka Scanned book (sbook) dan pembuatan EBOOK ini hanya untuk pelestarian buku dari kemusnahan. DILARANG MENGKOMERSILKAN atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan dan ketidakberuntungan Bagian I Apa artinya sesal, kalau harapan telah tak ada lagi untuk memperbaiki segala kesalahan? Untuk menebus segala dosa? Tiraikasih website http://kangzusi.com/ Akan tetapi hilangkah pula sesal, karena harapan untuk menebus dosa itu telah hilang? Ah, bila demikian halnya, barangkali takkan seberat itu segala dosa menekan jiwa Kartini. Tapi tidakkah malah sebaliknya? Bahwa semakin hilang harapan, semakin berat pula sesal menekan? Sempoyongan Kartini keluar dari sebuah kamar dalam kantor Ken Peitai. *) Matanya kabur terpancang dalam muka yang pucat. Selopnya terseret-seret di atas lantai gedung yang seram itu. Tangan kirinya berpegang lemah pada pundak Rusli yang membimbingnya, sedang saya memegang lengan kanannya. Perempuan malang itu amat lemah dan lesu nampaknya, seolah-olah hanya seonggok daging layaknya yang tak berhayat diseret-seret di atas lantai. Serdadu-serdadu dan opsir-opsir Kenpei Jepang berkerumun-kerumun di gang-gang dan di ruangan-ruangan yang kami lalui. Semuanya kelihatannya sangat lesu juga. Serupa onggokan-ong-gokan daging juga yang tak berdaya apa-apa pula. Ada juga yang masih tertawa-tawa, seakan- akan tidak mau dipandang sebagai onggbkan daging yang tak berdaya. Akan tetapi terdengar tertawanya itu dibikin-bikin. Dua minggu yang lalu mereka itu masih merasa dirinya singa yang suka makan daging. Kini telah menjadi daging yang hendak dimakan singa. Mereka telah hancur kekuasaannya oleh tentara Sekutu dan Rusia. Ya, sic transit glofia mundi! Di dunia tiada yang tetap, tiada yang kekal, tiada yang abadi. Segala-gala serba berubah, serba bergerak, serba tumbuh dan mati. Yang abadi hanya yang Abadi, yang tetap hanya yang Tetap, yang kekal hanya yang Kekal. Tapi apakah yang demikian itu manusia tidak Tiraikasih website http://kangzusi.com/ mengetahuinya, sebab abadi, tetap, kekal itu adalah pengertian waktu, sedang waktu *) Polisi Militer Jepang Hidung terbenam dalam saputangannya yang basah.. adalah pengertian ukuran. Dan ukuran ditetapkan oleh manusia jua. Padahal manusia beranggapan, bahwa manusia ditetapkan oleh yang Abadi. ... Berpikir-pikir seperti saya jugakah singa-singa yang sekarang sudah menjadi onggok-onggok daging itu? Selop Kartini terseret-seret terus di atas lantai. Kami bertiga tidak berkata apa-apa. Terlalu terpukau rasanya oleh berita yang baru terdengar dua-tiga menit yang lalu itu. Terutama Kartini. Alon-alon Rusli membimbing perempuan yang lemah itu. Terseok-seok Kartini berjalan. Kepalanya tunduk. Hidung terbenam dalam saputangan yang basah karena air mata. Bahwasanya manusia hidup di tengah-tengah sesama mahluk-nya. Berbuat jasa atau dosa terhadap sesama hidupnya. Merasa bahagia, bila ia telah berjasa. Menebus dosa terhadap siapa ia berbuat dosa. Akan tetapi kepada siapakah ia harus menebus dosanya, harus menyatakan sesalnya, pabila orang terhadap siapa ia berbuat dosa itu sudah tidak lagi, sudah meninggal dunia? Kepada Tuhan? Karena Tuhan adalah sumber segala cinta, yang melarang manusia berbuat dosa terhadap sesama mahkluk-nya? Tapi bagaimana caranya? Tiraikasih website http://kangzusi.com/ Kepada manusia-manusia lain? Karena manusia-manusia itu sama sependirian, bahwa berbuat dosa itu adalah suatu perbuatan yang dilarang? Tapi bagaimana pula caranya? Sesungguhnya, semua itu meminta cara. Meminta cara oleh karena hidup di dunia ini berarti menyelenggarakan segala perhubungan lahir-batin antara kita sebagai manusia dengan sesama mahluk kita, dengan Alam beserta Pencintanya. Dan penyelenggaraan semua perhubungan itu meminta cara. Cara yang sebaik-baiknya, seadil-adilnya, seindah-indahnya, setepat-tepatnya, tapi pun sepraktis-praktisnya dan semanfaat-manfaatnya bagi kehidupan segenapnya. Demikian saya berpikir sambil menopang Kartini yang lemas terseok-seok itu. Satu jam yang lalu,.......tidak! Bahkan lima menit yang lalu masih ada api harapan bernyala dalam hati Kartini, sekalipun hanya berkedip-kedip kecil seperti lilin tengah malam yang sedang tercekik lambat-lambat oleh gelita. Kini harapan itu sudah mati sama sekali. Sejak lima menit yang lalu. Tak ada lagi pegangan baginya. Kami meninggalkan gedung yang seram itu. Hampir terjatuh-jatuh Kartini ketika ia turun dari tangga gedung itu, jika kami berdua tidak menopangnya. Kami menginjak halaman. Terhuyung-huyung masih Kartini. Tergores-gores tanah bekas selop yang diseret-seret. Harapannya telah hilang sama sekali. Hilang menipis seperti uap. Habis tak berbekas. Hasan ternyata telah meninggal dunia. Beberapa menit yang lalu hal itu baru diketahui oleh Kartini. Rupanya badan Tiraikasih website http://kangzusi.com/ Hasan yang lemah berpenyakit tbc itu tidak sanggup mengatasi segala siksaan algojo-algojo Kenpei yang kejam itu. Di mana ia dikubur? Entahlah. Kapan tewasnya? Entahlah. Selaku orang sakit oleh seorang juru rawat,