Pemikiran Hamka Dalam Tasawuf Moderen Dan Implementasinya Dalam Novel: Di Bawah Lindungan Ka’Bah (Dblk) Dan Tenggelamnya Kapal Van Derwijck (Tkvd)
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON ISLAM, DEVELOPMENT AND SOCIAL HARMONY IN SOUTHEAST ASIA 2017 Proceedings of the International Conference on Islam, Development and Social Harmony in Southeast Asia 2017 Editors: Mohd Nasran Mohamad, Muhamad Razak Idris, Farid Mat Zain, Cheloh Khaegphong, Anis Pattanaprichawong & Nik Abdul Rahim Nik Abdul Ghani © Faculty of Islamic Studies, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor Malaysia Academy of Islamic and Arabic Studies, Princess of Naradhiwas University, Thailand ISBN 978-983-9368-79-6 (2017), http://www.icdis2017.com PEMIKIRAN HAMKA DALAM TASAWUF MODEREN DAN IMPLEMENTASINYA DALAM NOVEL: DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH (DBLK) DAN TENGGELAMNYA KAPAL VAN DERWIJCK (TKVD) Mahmudah Fitriyah Z.A. Abstrak: Membaca karya-karya Hamka, pasti akan menguras air mata, tak dapat dielakkan perasaan kita akan terhanyut dalam jalannya cerita yang tak berujung, memainkan hati dan jiwa. Ini tentunya terkait dengan bentuk karya sastera lama yang kecenderungan mengangkat kisah-kisah sosial yang terdapat atau yang dialami oleh anak negeri. Hamka adalah sosok manusia yang produktif, beliau tidak hanya menulis nonfiksyen, akan tetapi beliau juga menghasilkan karya-karya kreatif (fiksyen), seperti novel. Karya monumental Hamka adalah Tasawuf Moderen yang diterbitkan sekitar tahun 30-an. Buku yang syarat dengan ajaran-ajaran akhlak dan akidah ini begitu terkenal dari dahulu sampai sekarang. Hamka seorang pengarang fiksyen dan nonfiksyen, hal ini yang menarik penulis untuk mengkaji bagaimana pikiran-pikiran Hamka di dalam Tasawuf Moderen, tercerminkah pikiran tersebut dalam penokohan yang terdapat di dalam karya fiksyennya (Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapan van Derwijck)? Penokohan yang sangat kental dengan kisah percintaan yang berakhir dengan kesedihan, ini adalah isi dari kedua novel tersebut. Tokoh yang tabah menjalani kegetiran hidupnya dengan kekuatan iman,begitu tergambar di dalam penokohan mereka. Semua perjalanan tokoh utama berakhir dengan kematian. Ternyata Hamka dengan karya sasteranya mengajak pembaca untuk mengasah hati dan juga pikirannya dengan tasawuf. Nilai-nilai mencari kebahgiaan sejati, kasih sayang, hormat kepada orang tua, menghargai adat istiadat, semua teramu indah di dalam karya Hamka ini. Kata kunci: Hamka, Tasawuf Moderen, penokohan, kebahagiaan, DBLK, TKVD Abstract: Reading the works of Hamka, people certainly will shed tears, our feeling will inevitably be lost in the endless story line, playing our heartand soul. This is certainly related to the construction of the old literary tendency, lifting social stories that were existed and experienced by local people. Hamka was a productive human figure, he did not just writen on fictions, but also produced creative works (fictions), like a novel. Hamka’s monumental work is “TasawufModeren”, which was published in the 30s. The book that is loaded with the teachings of moral it yand akidah is so well known from the past to the present. Hamka was an author offictions and non fictions, that is why it becomes very interesting to examine the thoughts of Hamka in his work“Tasawuf Moderen”. Are these thoughts reflected in the characterizations of his fictions (Di Bawah Lindungan Ka’bah and Tenggelamnya Kapal van Der Wijck)? Both novels which contents are strongly filled with a love story that ends with sadness. The story was always ended by the death of the person ages. Hamka with his literary works obviously wanted to invite readers to sharpen their heartsand minds. The values of compassion, respect for parents, respect for tradition, all beautifully formulated inside the works of Hamka. Keywords: Hamka, Tasawuf Moderen, characterization, happines, DLK, TKD PENGENALAN Karya sastera selalu hadir untuk dinikmati oleh para pembaca, khususnya penikmat sastera. Dengan harapan para pembaca dapat mengambil pelajaran atau nilai-nilai yang terkandung di dalam novel yang dibaca tersebut. Karya tulis fiksyen lahir dari sebuah fakta yang tentunya dalam penuangannya tercampur dengan pengalaman-pengalaman dan imaginasi seorang penulis. Ketika pembaca menikmati karya-karya tersebut bererti mereka sedang bergomol dengan para tokoh dan penokohan yang terdapat dalam cerita tersebut. Para tokoh rekaan ini menampilkan berbagai watak dan perilaku terkait dengan kejiwaan dan pengalaman atau konflik-konflik sebagaimana dialami oleh manusia dalam kehidupan nyata. 86 PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON ISLAM, DEVELOPMENT AND SOCIAL HARMONY IN SOUTHEAST ASIA 2017 Tidak dapat dipungkiri bahawa karya sastera banyak terlahir dari peristiwa-peristiwa atau fakta-fakta yang terjadi di sekitar kita. Kecerdasan dan kejelian seorang sasterawanlah yang akhirnya dapat merangkai fakta-fakta tersebut menjadi sebuah karya yang indah yang enak dibaca oleh penikmat sastera. Karya sastera Indonesia pada masa-masa awal dikenal dengan angkatan’20 telah melahirkan nama-nama seperti: Marah Rusli, Hamka, Nur Sutan Iskandar. Merari Siregar dan lain-lain. Nyaris sebahagian besar sasterawan Indonesia banyak terlahir dari daerah Sumatera Barat. Hal ini tidak dapat dipungkiri, kita mengenal Abdul Muis, Asrul Sani, A.A. Navis, Adinegoro, Aman Dt. Madjoindo, Hamid Jabbar, Hamka, Idrus, Leon Agusta, Marah Rusli, Mochtar Lubis, Muhammad Yamin, Nursjamsu, Nur Sutan Iskandar, Remy Sylado, Rosihan Anwar, Rustam Effendi, Selasih, Taufiq Ismail, Usmar Ismail, dan tentunya masih banyak lagi, yang tidak peneliti sebutkan semua. Sumatera Barat yang kaya akan keindahan alamnya ternyata sangat mendukung para sasterawannya untuk melahirkan imaginasi mereka dalam bentuk tulisan. Keragaman budaya dan adat istiadat yang menjadi inspirasi para penulis untuk menuangkan semua itu dalam karya-karya mereka. Para sasterawan tersebut dengan lihainya melahap semua peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar mereka, dan dituangkan dengan bahasa yang indah. Ternyata kedatangan Belanda dengan segala intrik-intrik politik dan pola pendidikan di masyarakat menjadi bahan tulisan yang tak ada habisnya dituai para sasterawan. Tokoh-tokoh dalam kisah mereka terlihat sangat mencerminkan pendidikan Belanda, seperti tokoh Syamsul Bahri dalam Siti Nurbaya yang berpendidikan HIS, Hanafi dalam Salah Asuhan yang berpendidikan HBS, Rustam dalam Asmara Jaya berpendidikan Mulo, dan tentunya masih banyak lagi yang mengangkat tokoh utamanya berpendidikan Belanda dalam tulisan mereka. Menurut Marwan Saridjo, “Satu-satunya yang bukan hasil didikan sekolah Belanda yang turut melancarkan serangan tajam terhadap kebobrokan praktik-praktik adat yang telah menyimpang dari jiwa dan semangat ’adat bersendi syarak, dan syarak bersendi kitabullah’, ialah Hamka, singkatan dari H. Abdul Malik Karim Amrulloh. Tokoh-tokoh yang berperan dalam roman-romannya bukan tokoh-tokoh yang pernah mengecap pendidikan sekolah Belanda seperti komis, jaksa, guru, doktor, tapi semuanya berasal dari orang-orang yang berpendidikan sekolah agama dan rakyat biasa.” (Marwan Saridjo: 2006, 68) Hal inilah yang membuat kisah cerita yang ditulis oleh Hamka berbeza dengan kisah penulis lainnya. Hamka yang memang berlatar belakang pendidikan agama dan melanjutkan sekolah ke negeri Arab, membuat kisah-kisah yang ditulisnya sangat kental dengan nuansa keislamannya. Hal ini menjadi pembeza atau penciri Hamka dengan sasterawan-sasterawan lain semasanya. Dengan perkataan lain karya-karya Hamka mengandung nilai-nilai dakwah Islamiyah. Setelah membaca karya Hamka, pembaca akan mendapatkan penyegaran rohani Islam. Nilai-nilai Islam dimasukkan oleh Hamka ke dalam tokoh dan penokohan dan begitu pula dengan alur cerita yang menggugah pembaca. Tokoh Hamid dan Zainab dalam Di Bawah Lindungan Ka’bah, meskipun masuk sekolah Belanda, tapi pada akhirnya ia memperdalam pengetahuan agamanya pada sekolah agama. Zainuddin dan Hayati pun dalam Tenggelamnya Kapal van Der Wijck, berlatar pendidikan pada sekolah agama. Dari latar tokoh inilah tampak bahawa Hamka memasang tokohnya dengan berpendidikan agama. Hamka sosok pengarang yang memiliki kemampuan untuk menulis fiksyen dan nonfiksyen, sastera dan bukan sastera. Karya-karya fiksyen atau sastera beliau antara lain: Tenggelamnya Kapal van Derwijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Merantau ke Deli, Terusir, Keadilan Illahi, dan lain- lain. Sedangkan karya-karya nonfiksyen beliau di antaranya: Tasawuf Moderen, Falsafah Hidup, Lembaga Hidup, Lembaga Budi, Pedoman Muballigh Islam, Semangat Islam, Sejarah Islam di Sumatera, Revolusi Pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, Negara Islam, Sesudah Naskah Renville, dan lain-lain. Tak banyak penulis seperti sosok Hamka yang menulis di dalam dua ranah fiksyen dan non fiksyen, hal ini menjadi menarik bagi penulis untuk melihat bagaimanakah pemikiran beliau di dalam buku Tasawuf Moderen apakah berefek atau mengalir pada tokoh-tokoh di dalam karya- karya sastera beliau: Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal van Derwijck? Tulisan ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan agama Islam dan Bahasa Indonesia 87 PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON ISLAM, DEVELOPMENT AND SOCIAL HARMONY IN SOUTHEAST ASIA 2017 khususnya bidang sastera. Hal yang tak dapat dinafikan juga bahawa tulisan ini sangat diharapkan menjadi bahan ajar sastera di sekolah-sekolah menengah pertama dan atas di negeri ini.Dan juga penulis berharap penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan atau sebagai langkah awal untuk penelitian selanjutnya. Tentunya penelitian tentang karya-karya Hamka sudah cukup banyak kita temukan di dunia pendidikan, khususnya di kalangan mahasiswa