Bab Rencana Tata Ruang Wilayah (Rtrw) Kabupaten Maluku Tengah

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bab Rencana Tata Ruang Wilayah (Rtrw) Kabupaten Maluku Tengah BAB RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN MALUKU TENGAH 3.1 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Maluku Tengah Secara harfiah struktur dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang kompleks yang dibentuk oleh unsur-unsur fungsional yang satu sama lain mempunyai sifat hubungan timbal balik. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten adalah gambaran susunan unsur – unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang digambarkan secara hirarkis dan berhubungan satu sama lain. Rencana Struktur Ruang diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan wilayah seperti sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan, pusat-pusat permukiman, hirarki sarana dan prasarana wilayah, seperti sistem jaringan transportasi. Rencana Pola Ruang menggambarkan letak, ukuran, fungsi dari kegiatan- kegiatan budidaya dan lindung. Isi Rencana Pola Ruang adalah delineasi (batas- batas) kawasan kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan-kawasan lainnya di dalam kawasan budidaya dan delineasi kawasan lindung. Untuk peta rencana struktur ruang Kabupaten Maluku Tengah dapat dilihat pada Gambar 3.1. 3.1.1 Rencana Sistem Pusat Pemukiman 1. Rencana Wilayah Pengembangan Sebagai dasar dalam penyusunan struktur ruang, wilayah Kabupaten Maluku Tengah akan dibagi dalam perwilayahan pembangunan yang didasarkan pada : a. Luasan wilayah Kabupaten Maluku Tengah, sehingga dalam pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang dapat efisien dan efektif. b. Karakteristik wilayah yang berbeda dan mempunyai ciri khas tertentu c. Perbedaan perkembangan wilayah, sehingga dibutuhkan penanganan dan perhatian yang berbeda antar setiap wilayah, sehingga tujuan pemerataan dan pembangunan wilayah dapat dicapai RTRW Kabupaten Maluku Tengah 2008 - 2028 III - 1 d. Tingkat aksesibilitas antar wilayah dikaitkan dengan wilayahnya yang merupakan kepulauan, sehingga terbentuk kesatuan wilayah dalam sistem perwilayahan pembangunan. e. Kabupaten Maluku Tengah yang merupakan wilayah rawan bencana, sehingga dalam perwilayah pembangunan harus memperhatikan kemungkinan terjadinya bencana tak terduga. Wilayah Kabupaten Maluku Tengah merupakan wilayah kepulauan, dimana terdiri dari 53 pulau, dimana yang dihuni sebanyak 17 buah sedangkan yang tidak dihuni sebanyak 36 buah. Dalam merencanakan wilayah pengembangannya, dikaitkan dengan wilayahnya yang merupakan kepulauan , maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan Clustering Pulau-pulau Kecil. Cluster adalah suatu pola penataan massa berkelompok dengan tipologi yang sama atau fungsi yang sama dan pencapaian dalam satu pintu. Dasar pendekatan ini yang kemudian coba diangkat ke dalam wilayah pengembangan di Kabupaten Maluku Tengah. Untuk mengelompokkan pulau-pulau kecil, Pulau-pulau Kecil dikelompokkan dalam kelompok-kelompok menurut kriteria : a. Homogenitas Fisik, b. Fungsionalitas, dan c. Sensitivitas. Dari pendekatan konsep Clustering Pulau-pulau Kecil diatas, maka Wilayah Kabupaten Maluku Tengah dibagi atas 5 (lima) Wilayah Pengembangan (WP) dengan pengelompokkan berdasarkan pendekatan konsep Clustering Pulau-pulau Kecil. Clustering Pulau-pulau Kecil ini memiliki hirarki pusat-pusat pelayanan, yang dianalisa menurut potensinya. a. WILAYAH PENGEMBANGAN (WP) – I, meliputi Kecamatan Masohi, Kecamatan Amahai, Kecamatan Tehoru, Kecamatan Elpaputih, Kecamatan Teon Nila Serua (TNS) yang ada di daratan Seram, dengan Pusat Pengembangan di Kota Masohi. Wilayah ini juga dijadikan pusat pengembangan primer atau pusat pelayanan utama, dengan skala pelayanan kabupaten dan regional yang akan ditempatkan pada wilayah yang strategis dan mempunyai aksesibilitas baik dan perkembangannya disesuaikan dengan daya dukung sektor jasa dan industri. Pengembangannya antara lain di sektor : pemerintahan, jasa dan industri, pusat pemasaran produk-produk unggulan kawasan, perikanan budidaya, sektor jasa kelautan (pelabuhan penumpang) dan pariwisata. RTRW Kabupaten Maluku Tengah 2008 - 2028 III - 2 RTRW Kabupaten Maluku Tengah 2008 - 2028 III - 3 b. WILAYAH PENGEMBANGAN (WP) – II, meliputi Kecamatan Seram Utara dan Kecamatan Seram Utara Barat, serta pulau-pulau kecil di sekitarnya, dengan pusat pengembangan di Kota Wahai. Wilayah ini dijadikan pusat pengembangan sekunder atau sub pusat pelayanan yang dialokasikan tersebar merata ke setiap pulau dengan skala pelayanan sekunder, yang pengembangannya disesuaikan dengan ketersediaan sarana dan prasarana perikanan dan daya dukung sumberdaya pesisir dan laut . Pengembangannya antara lain di sektor : perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri perikanan, pertanian dan perkebunan, sektor jasa kelautan (pelabuhan penumpang, pelabuhan pendaratan ikan). c. WILAYAH PENGEMBANGAN (WP) – III, yang meliputi Kecamatan Haruku, Kecamatan Saparua dan Kecamatan Nusa Laut serta pulau-pulau kecil di sekitarnya, dengan Pusat Pengembangan di Kota Pelauw. Wilayah ini dijadikan pusat pengembangan lokal atau sub pusat pelayanan lingkungan yaitu merupakan suatu pusat orientasi pelayanan kebutuhan penduduk yang berada di setiap pulau . Pengembangannya antara lain di sektor : perikanan tangkap, industri perikanan, pertanian dan perkebunan, sektor jasa kelautan (pelabuhan penumpang) dan wisata bahari. d. WILAYAH PENGEMBANGAN (WP) – IV, yang meliputi Kecamatan Leihitu, Kecamatan Leihitu Barat dan Kecamatan Salahutu serta pulau-pulau kecil di sekitarnya, dengan Pusat Pengembangan di Kota Tulehu. Wilayah ini dijadikan pusat pengembangan lokal atau sub pusat pelayanan lingkungan yaitu merupakan suatu pusat orientasi pelayanan kebutuhan penduduk yang berada di setiap pulau . Pengembangannya antara lain di sektor : perikanan tangkap, industri perikanan, pertanian dan perkebunan, sektor jasa kelautan (pelabuhan penumpang) dan pariwisata. e. WILAYAH PENGEMBANGAN (WP) – V, yang meliputi Kecamatan Banda, Pulau Teon, Pulau Nila dan Pulau Serua serta pulau-pulau kecil di sekitarnya, dengan Pusat Pengembangan di Kota Bandaneira. Wilayah ini dijadikan pusat pengembangan sekunder atau sub pusat pelayanan yang dialokasikan tersebar merata ke setiap pulau dengan skala pelayanan sekunder, yang pengembangannya disesuaikan dengan ketersediaan sarana dan prasarana perikanan dan daya dukung sumberdaya RTRW Kabupaten Maluku Tengah 2008 - 2028 III - 4 pesisir dan laut . Pengembangannya antara lain di sektor : perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri perikanan, perkebunan, pusat pemasaran produk-produk unggulan kawasan, sektor jasa kelautan (pelabuhan penumpang, pelabuhan pendaratan ikan) dan pariwisata. Clustering WP – I dengan pusat cluster di Kota Masohi, Kota Masohi tersebut tidak hanya sebagai pusat WP – I tetapi juga pusat di Wilayah Maluku Tengah, karena melihat kondisi geografis yang potensial menghubungkan wilayah diluar wilayah Kepulauan Maluku Tengah. Pusat Cluster WP – I di Kota Masohi memiliki aksesibilitas antar pusat cluster di WP – II, WP – III, WP – IV, dan WP – V. Untuk lebih jelasnya Wilayah Pengembangan yang direncanakan di Kabupaten Maluku Tengah dapat dilihat pada Gambar 3.2 Dengan penataan kawasan sedemikian rupa, setiap pulau memiliki akses yang dapat dicapai dari luar kawasan. Pusat-pusat cluster pengembangan akan mempermudah akses tersebut dan juga sebagai control kegiatan lalu lintas antar pulau. Selain itu, seperti yang dijelaskan diatas fungsi-fungsi pusat cluster dapat memenuhi kebutuhan dari seluruh pulau-pulau kecil dalam clusternya, sehingga permasalahan dan potensi yang ada dalam pulau-pulau kecil dapat dikelola dengan baik dan terkontrol. Dengan pendekatan Clustering Pulau-pulau Kecil di wilayah Kepulauan Maluku Tengah diharapkan sebagai dasar dalam menyusun strategi wilayah pengembangan Kabupaten Maluku Tengah, baik secara makro maupun mikro. RTRW Kabupaten Maluku Tengah 2008 - 2028 III - 5 2. Rencana Sistem Perkotaan sebagai Pusat-pusat Pengembangan Wilayah dan Perdesaan Sistem pusat-pusat permukiman atau sistem perkotaan di Kabupaten Maluku Tengah yang direncanakan tidak terlepas dari struktur kota di Ibukota kabupaten maupun kota Kecamatan, karena kota merupakan salah satu unsur penting dalam membentuk struktur ruang. Sistem Perkotaan diarahkan sesuai dengan hierarki jumlah penduduk, potensi dan kegiatan ekonominya. Pengembangan sistem kota-kota diarahkan sedemikian rupa agar selaras dengan arahan pengembangan wilayah, terutama berkaitan dengan kondisi fisik yang sebagian merupakan pulau-pulau dan bencana alam yang sering terjadi. Di pihak lain kawasan perkotaan itu sendiri memerlukan pengelolaan secara individual yang bertujuan meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi dalam rangka mendukung fungsi kotanya di wilayah yang lebih luas, serta mendukung pengembangan wilayah yang berkelanjutan. Untuk kurun waktu 20 (dua puluh) tahun yang akan datang sesuai dengan dimensi waktu RTRW Kabupaten, pengembangan Kecamatan-Kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah akan tetap mengacu pada hierarki fungsional dengan mengingat perkembangannya serta skala pelayanannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa hirarki pusat-pusat permukiman dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu : pusat primer yang merupakan PKW , pusat sekunder yang merupakan PKL dan pusat tersier yang merupakan PKSL. Sesuai pengelompokkan ini, maka kelompok pusat permukiman di Kabupaten Maluku Tengah dapat dibagi atas : a. Pusat Primer (PKW), yaitu pusat yang diperuntukkan bagi pelayanan wilayah secara berkelompok, terutama kaitannya dengan pelayanan jasa-jasa kota dan jasa-jasa publik lainnya. Berdasarkan rumusan ini, maka pusat permukiman yang dikategorikan sebagai pusat primer adalah Kota Masohi , Kota Wahai dan Kota Bandaneira sebagai pusat pelayanan
Recommended publications
  • The Development and Structural Change Of
    沿岸域学会誌,Vol.28 No.1, pp.35-47 (Journal of Coastal Zone Studies) 2015 年 6 月 論 文 THE DEVELOPMENT AND STRUCTURAL CHANGE OF MARINE SASI SYSTEM - A TRADITIONAL RESOURCES MANAGEMENT IN CENTRAL MALUKU VILLAGES, INDONESIA Awwaluddin*, Xiaobo LOU**, Fang CHEN* ABSTRACT: Marine Sasi plays an important role in coastal resource management as a traditional and informal system in Maluku villages, Indonesia. The existence and performance of Sasi system and other indigenous knowledge practices in Indonesia were widely affected by various policies issued by the government. The sustaina- bility and functionality of Sasi system were weakened significantly in the 1970s due to the changes of village gov- ernment system. Meanwhile, the Sasi system has been predicted to be recovered after the implementation of local government system reformation in 2004. This paper tries to clarify the actual condition of marine Sasi system in Maluku villages during three different regimes, i.e., traditional, Centralization and Decentralization regime; and also to analyze the impacts of the changes in village government system to the structure of marine Sasi. The number of marine Sasi system was declined during the Centralization Regime, but has been increasing in the Decentralization regime as it was predicted. Meanwhile the structure of marine Sasi system was weakened during the centralization regime, but starting to improve in the Decentralization regime. Marine Sasi system is important for the Maluku vil- lages’ community members, but it is fragile to the changes of village government system. KEYWORDS: Marine Sasi, coastal resource management, indigenous knowledge, Maluku villages-Indonesia 1. Introduction biological natural resources”3).
    [Show full text]
  • Lesser Sundas and Remote Moluccas
    ISLANDS OF THE LESSER SUNDAS AND REMOTE MOLUCCAS 12 August – 7 October 2009 and 27 October - 7 November 2009 George Wagner [email protected] ISLANDS VISITED: Bali, Sumba, Timor, Flores, Komoto, Ambon, Tanimbars, Kais, Seram and Buru INTRODUCTION Indonesia, being a nation of islands, contains over 350 endemic species of birds. Of those, over 100 are only found in the Lesser Sundas and remote Moluccas. Having visited Indonesia in past years, I knew it to be safe and cheap for independent birders like myself. I decided to dedicate some four months to the process of birding these remote destinations. Richard Hopf, whom I have joined on other trips, also expressed interest in such a venture, at least for the Lesser Sundas. We started planning a trip for July 2009. Much of the most recent information in the birding public domain was in the form of tour trip reports, which are self- serving and don’t impart much information about specific sites or logistics. There are a few exceptions and one outstanding one is the trip report by Henk Hendriks for the Lesser Sundas (2008). It has all the information that anyone might need when planning such a trip, including maps. We followed it religiously and I would encourage others to consult it before all others. My modest contribution in the form of this trip report is to simply offer an independent approach to visiting some of the most out of the ordinary birding sites in the world. It became clear from the beginning that the best approach was simply to go and make arrangements along the way.
    [Show full text]
  • Death Adders {Acanthophis Laevis Complex) from the Island of Ambon
    ZOBODAT - www.zobodat.at Zoologisch-Botanische Datenbank/Zoological-Botanical Database Digitale Literatur/Digital Literature Zeitschrift/Journal: Herpetozoa Jahr/Year: 2006 Band/Volume: 19_1_2 Autor(en)/Author(s): Kuch Ulrich, McGuire Jimmy A., Yuwono Frank Bambang Artikel/Article: Death adders (Acanthophis laevis complex) from the island of Ambon (Maluku, Indonesia) 81-82 ©Österreichische Gesellschaft für Herpetologie e.V., Wien, Austria, download unter www.biologiezentrum.at SHORT NOTE HERPETOZOA 19(1/2) Wien, 30. Juli 2006 SHORT NOTE 81 O. & PINTO, I. & BRUFORD, M. W. & JORDAN, W. C. & NICHOLS, R. A. (2002): The double origin of Iberian peninsular chameleons.- Biological Journal of the Linnean Society, London; 75: 1-7. PINHO, C. & FER- RAND, N. & HARRIS, D. J. (2006): Reexamination of the Iberian and North African Podarcis phylogeny indi- cates unusual relative rates of mitochondrial gene evo- lution in reptiles.- Molecular Phylogenetics and Evolu- tion, Chicago; 38: 266-273. POSADA, D. &. CRANDALL, K. A. (1998): Modeltest: testing the model of DNA substitution- Bioinformatics, Oxford; 14: 817-818. SWOFFORD, D. L. (2002): PAUP*. Phylogenetic analy- sis using parsimony (*and other methods). Version 4.0. Sinauer Associates, Uderland, Massachusetts. WADK, E. (2001): Review of the False Smooth snake genus Macroprotodon (Serpentes, Colubridae) in Algeria with a description of a new species.- Bulletin National Fig. 1 : Adult death adder (Acanthophis laevis com- History Museum London (Zoology), London; 67 (1): plex) from Negeri Lima, Ambon (Central Maluku 85-107. regency, Maluku province, Indonesia). Photograph by U. KUCH. KEYWORDS: mitochondrial DNA, cyto- chrome b, Macroprotodon, evolution, systematics, Iberian Peninsula, North Africa SUBMITTED: April 1,2005 and Bali by the live animal trade.
    [Show full text]
  • The Human Consequences of Deforestation in the Moluccas
    Civilisations Revue internationale d'anthropologie et de sciences humaines 44 | 1997 Les peuples des forêts tropicales The human consequences of deforestation in the Moluccas Roy Ellen Electronic version URL: http://journals.openedition.org/civilisations/1628 DOI: 10.4000/civilisations.1628 ISSN: 2032-0442 Publisher Institut de sociologie de l'Université Libre de Bruxelles Printed version Date of publication: 1 January 1997 Number of pages: 176-193 ISBN: 2-87263-122-4 ISSN: 0009-8140 Electronic reference Roy Ellen, « The human consequences of deforestation in the Moluccas », Civilisations [Online], 44 | 1997, Online since 29 June 2009, connection on 19 April 2019. URL : http:// journals.openedition.org/civilisations/1628 ; DOI : 10.4000/civilisations.1628 © Tous droits réservés THE HUMAN CONSEQUENCES OF DEFORESTATION IN THE MOLUCCAS Roy ELLEN INTRODUCTION posing a danger t o existin g fores t an d fores t Compared with other part s of island sou­ peoples: swidden cultivation, plantatio n crop ­ theast Asia, little is known of either the forests of ping, commercial loggin g and migratory lan d the Moluccas (map 1) , o f indigenous patterns of settlement. Usin g as an example the Nuaulu of forest use , or of the threats pose d to both forest Seram, I illustrate ho w these factors interact in a and people by increasing rates of deforestation. In particular instance , as well a s the various phases this paper 1 attemp t to describe the effects of defo­ which typify a peoples exposure and response to, restation o n th e live s of th e loca l population , first, denudation, and then widespread degrada ­ using the small number of reports which are avai­ tion of the forest environment.
    [Show full text]
  • Moluccas 15 July to 14 August 2013 Henk Hendriks
    Moluccas 15 July to 14 August 2013 Henk Hendriks INTRODUCTION It was my 7th trip to Indonesia. This time I decided to bird the remote eastern half of this country from 15 July to 14 August 2013. Actually it is not really a trip to the Moluccas only as Tanimbar is part of the Lesser Sunda subregion, while Ambon, Buru, Seram, Kai and Boano are part of the southern group of the Moluccan subregion. The itinerary I made would give us ample time to find most of the endemics/specialties of the islands of Ambon, Buru, Seram, Tanimbar, Kai islands and as an extension Boano. The first 3 weeks I was accompanied by my brother Frans, Jan Hein van Steenis and Wiel Poelmans. During these 3 weeks we birded Ambon, Buru, Seram and Tanimbar. We decided to use the services of Ceisar to organise these 3 weeks for us. Ceisar is living on Ambon and is the ground agent of several bird tour companies. After some negotiations we settled on the price and for this Ceisar and his staff organised the whole trip. This included all transportation (Car, ferry and flights), accommodation, food and assistance during the trip. On Seram and Ambon we were also accompanied by Vinno. You have to understand that both Ceisar and Vinno are not really bird guides. They know the sites and from there on you have to find the species yourselves. After these 3 weeks, Wiel Poelmans and I continued for another 9 days, independently, to the Kai islands, Ambon again and we made the trip to Boano.
    [Show full text]
  • 81 Nama Provinsi : MALUKU STATUS DESA BERDASARKAN INDEKS
    STATUS DESA BERDASARKAN INDEKS DESA MEMBANGUN Kode Provinsi : 81 Nama Provinsi : MALUKU KODEKAB KABUPATEN/KOTA KODEKEC KECAMATAN KODEDESA NAMA DESA IDM STATUS 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100140 TANIMBAR SELATAN 81001401 LERMATANG 0,527 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100140 TANIMBAR SELATAN 81001402 LATDALAM 0,565 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100140 TANIMBAR SELATAN 81001410 OLILIT 0,630 Berkembang 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100140 TANIMBAR SELATAN 81001411 SIFNANA 0,668 Berkembang 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100140 TANIMBAR SELATAN 81001412 LAURAN 0,610 Berkembang 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100140 TANIMBAR SELATAN 81001413 KABIARAT RAYA 0,552 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100140 TANIMBAR SELATAN 81001414 ILNGEI 0,505 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100140 TANIMBAR SELATAN 81001415 WOWONDA 0,547 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100140 TANIMBAR SELATAN 81001416 MATAKUS 0,463 Sangat Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100140 TANIMBAR SELATAN 81001417 BOMAKI 0,543 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100141 WER TAMRIAN 81001411 TUMBUR 0,591 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100141 WER TAMRIAN 81001412 LORULUN 0,596 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100141 WER TAMRIAN 81001415 AMDASA 0,582 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100141 WER TAMRIAN 81001416 SANGLIAT DOL 0,539 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100141 WER TAMRIAN 81001417 SANGLIAT KRAWAIN 0,529 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA BARAT 8100141 WER TAMRIAN 81001418 ARUI BAB 0,576 Tertinggal 81001 MALUKU TENGGARA
    [Show full text]
  • Workpapers in Indonesian Languages and Cultures
    ( J WORKPAPERS IN INDONESIAN LANGUAGES AND CULTURES VOLUME 6 - MALUKU ,. PATTIMURA UNIVERSITY and THE SUMMER INSTITUTE OP LINGUISTICS in cooperation with THE DEPARTMENT OF EDUCATION AND CULTURE WORKPAPERS IN INDONESIAN LANGUAGES AND CULTURES VOLUME 6 - MALUKU Nyn D. Laidig, Edi tor PAT'I'IMORA tJlflVERSITY and THE SUMMER IRSTlTUTK OP LIRGOISTICS in cooperation with 'l'BB DBPAR".l'MElI'1' 01' BDUCATIOII ARD CULTURE Workpapers in Indonesian Languages and cultures Volume 6 Maluku Wyn D. Laidig, Editor Printed 1989 Ambon, Maluku, Indonesia Copies of this publication may be obtained from Summer Institute of Linguistics Kotak Pos 51 Ambon, Maluku 97001 Indonesia Microfiche copies of this and other publications of the Summer Institute of Linguistics may be obtained from Academic Book Center Summer Institute of Linguistics 7500 West Camp Wisdom Road l Dallas, TX 75236 U.S.A. ii PRAKATA Dengan mengucap syukur kepada Tuhan yang Masa Esa, kami menyambut dengan gembira penerbitan buku Workpapers in Indonesian Languages , and Cultures. Penerbitan ini menunjukkan adanya suatu kerjasama yang baik antara Universitas Pattimura deng~n Summer Institute of Linguistics; Maluku . Buku ini merupakan wujud nyata peran serta para anggota SIL dalam membantu masyarakat umumnya dan masyarakat pedesaan khususnya Diharapkan dengan terbitnya buku ini akan dapat membantu masyarakat khususnya di pedesaan, dalam meningkatkan pengetahuan dan prestasi mereka sesuai dengan bidang mereka masing-masing. Dengan adanya penerbitan ini, kiranya dapat merangsang munculnya penulis-penulis yang lain yang dapat menyumbangkan pengetahuannya yang berguna bagi kita dan generasi-generasi yang akan datang. Kami ucapkan ' terima kasih kepada para anggota SIL yang telah berupaya sehingga bisa diterbitkannya buku ini Akhir kat a kami ucapkan selamat membaca kepada masyarakat yang mau memiliki buku ini.
    [Show full text]
  • Cave Use Variability in Central Maluku, Eastern Indonesia
    Cave Use Variability in Central Maluku, Eastern Indonesia D. KYLE LATINIS AND KEN STARK IT IS NOW INCREASINGLY CLEAR that humans systematically colonized both Wallacea and Sahul and neighboring islands from at least 40,000-50,000 years ago, their migrations probably entailing reconnoitered and planned movements and perhaps even prior resource stocking of flora and fauna that were unknown to the destinations prior to human translocation (Latinis 1999, 2000). Interest­ ingly, much of the supporting evidence derives from palaeobotanical remains found in caves. The number of late Pleistocene and Holocene sites that have been discovered in the greater region including Wallacea and Greater Near Ocea­ nia, most ofwhich are cave sites, has grown with increased research efforts partic­ ularly in the last few decades (Green 1991; Terrell pers. comm.). By the late Pleis­ tocene and early Holocene, human populations had already adapted to a number ofvery different ecosystems (Smith and Sharp 1993). The first key question considered in this chapter is, how did the human use of caves differ in these different ecosystems? We limit our discussion to the geo­ graphic region of central Maluku in eastern Indonesia (Fig. 1). Central Maluku is a mountainous group of moderately large and small equatorial islands dominated by limestone bedrock; there are also some smaller volcanic islands. The region is further characterized by predominantly wet, lush, tropical, and monsoon forests. Northeast Bum demonstrates some unique geology (Dickinson 2004) that is re­ sponsible for the distinctive clays and additives used in pottery production (dis­ cussed later in this paper). It is hoped that the modest contribution presented here will aid others working on addressing this question in larger and different geographic regions.
    [Show full text]
  • Crisis and Failure: War and Revolt in the Ambon Islands, 1636-1637
    CAKALELE, VOL. 3 (1992) © Gcrrit J. K.naap CRISIS AND FAILURE: WAR AND REVOLT IN THE AMBON ISLANDS, 1636-1637 GERRIT J. KNAAP ROYAL INSTITUTE OF LINGUISTICS AND ANTHROPOLOGY, LEIDEN On January 14, 1637, kimelaha Leliato, the govcmor of the Tematan dependencies in Central Maluku, returned to his headquarters in Lusicla on Hoamoal from an expedition to Sapama with his hongi of 30 kora­ kora. The reason for his sudden rctum was that he had just received a message from Bum informing him of the approach of a large Dutch fleet. That fleet was under the supreme command of Governor-General Anthonic van Diemcn, the hi ghest official in the hierarchy in Asia of the Verenigde Oost-Indischc Compagnie (VOC), the Dutch East India Company. The reason for Van Diemcn's arrival in the islands was the crisis confrdnting VOC mlc there. For many years, since the Dutch had taken over a portion of the islands from the Pottugucsc in 1605, there had been a state of war or, at best, of anned peace with the Tcmatan dependencies in the same area. However, for the past few years the VOC had seen itself also confronted with growing opposition from the territories located between the Tcmatan and Dutch realms. Finally, in 1636, rebellion broke out among the inhabitants of the VOC's own do­ main, who had hitherto mostly supported the Dutch cause with their kora-kora in the hongi (Knaap 1987a: 17-22; Enkhuizen 399:2-3, 16). One might say that the events of 1636-1637 were the severest crisis the Dutch had been confronted with until that time.
    [Show full text]
  • Dutch East Indies)
    .1" >. -. DS 6/5- GOiENELL' IJNIVERSIT> LIBRARIES riilACA, N. Y. 1483 M. Echols cm Soutbeast. Asia M. OLIN LIBRARY CORNELL UNIVERSITY LlflfiAfiY 3 1924 062 748 995 Cornell University Library The original of tiiis book is in tine Cornell University Library. There are no known copyright restrictions in the United States on the use of the text. http://www.archive.org/details/cu31924062748995 I.D. 1209 A MANUAL OF NETHERLANDS INDIA (DUTCH EAST INDIES) Compiled by the Geographical Section of the Naval Intelligence Division, Naval Staff, Admiralty LONDON : - PUBLISHED BY HIS MAJESTY'S STATIONERY OFFICE. To be purchased through any Bookseller or directly from H.M. STATIONERY OFFICE at the following addresses: Imperial House, Kinqswat, London, W.C. 2, and ,28 Abingdon Street, London, S.W.I; 37 Peter Street, Manchester; 1 St. Andrew's Crescent, Cardiff; 23 Forth Street, Edinburgh; or from E. PONSONBY, Ltd., 116 Grafton Street, Dublin. Price 10s. net Printed under the authority of His Majesty's Stationery Office By Frederick Hall at the University Press, Oxford. ill ^ — CONTENTS CHAP. PAGE I. Introduction and General Survey . 9 The Malay Archipelago and the Dutch possessions—Area Physical geography of the archipelago—Frontiers and adjacent territories—Lines of international communication—Dutch progress in Netherlands India (Relative importance of Java Summary of economic development—Administrative and economic problems—Comments on Dutch administration). II. Physical Geography and Geology . .21 Jaya—Islands adjacent to Java—Sumatra^^Islands adja- — cent to Sumatra—Borneo ^Islands —adjacent to Borneo CeLel3^—Islands adjacent to Celebes ^The Mpluoeas—^Dutoh_ QQ New Guinea—^Islands adjacent to New Guinea—Leaser Sunda Islands.
    [Show full text]
  • Countering Purism: Confronting the Emergence of New Varieties in a Training Program for Community Language Workers
    Language Documentation and Description ISSN 1740-6234 ___________________________________________ This article appears in: Language Documentation and Description, vol 2. Editor: Peter K. Austin Countering purism: confronting the emergence of new varieties in a training program for community language workers MARGARET FLOREY Cite this article: Margaret Florey (2004). Countering purism: confronting the emergence of new varieties in a training program for community language workers. In Peter K. Austin (ed.) Language Documentation and Description, vol 2. London: SOAS. pp. 9-27 Link to this article: http://www.elpublishing.org/PID/017 This electronic version first published: July 2014 __________________________________________________ This article is published under a Creative Commons License CC-BY-NC (Attribution-NonCommercial). The licence permits users to use, reproduce, disseminate or display the article provided that the author is attributed as the original creator and that the reuse is restricted to non-commercial purposes i.e. research or educational use. See http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/ ______________________________________________________ EL Publishing For more EL Publishing articles and services: Website: http://www.elpublishing.org Terms of use: http://www.elpublishing.org/terms Submissions: http://www.elpublishing.org/submissions Countering purism: confronting the emergence of new varieties in a training program for community language workers Margaret Florey 1. Introduction Studies of language shift and language silence have reported extensive grammatical restructuring and the emergence of new varieties as knowledge and use of a language weakens among younger members of an language community. The ensuing high levels of variation between speakers can lead to a ‘language shift cycle’. The starting point for the cycle is the extensive variation which flourishes during rapid language shift.
    [Show full text]
  • Workpapers in Indonesian Languages and Cultures
    ( J WORKPAPERS IN INDONESIAN LANGUAGES AND CULTURES VOLUME 6 - MALUKU ,. PATTIMURA UNIVERSITY and THE SUMMER INSTITUTE OP LINGUISTICS in cooperation with THE DEPARTMENT OF EDUCATION AND CULTURE WORKPAPERS IN INDONESIAN LANGUAGES AND CULTURES VOLUME 6 - MALUKU Nyn D. Laidig, Edi tor PAT'I'IMORA tJlflVERSITY and THE SUMMER IRSTlTUTK OP LIRGOISTICS in cooperation with 'l'BB DBPAR".l'MElI'1' 01' BDUCATIOII ARD CULTURE Workpapers in Indonesian Languages and cultures Volume 6 Maluku Wyn D. Laidig, Editor Printed 1989 Ambon, Maluku, Indonesia Copies of this publication may be obtained from Summer Institute of Linguistics Kotak Pos 51 Ambon, Maluku 97001 Indonesia Microfiche copies of this and other publications of the Summer Institute of Linguistics may be obtained from Academic Book Center Summer Institute of Linguistics 7500 West Camp Wisdom Road l Dallas, TX 75236 U.S.A. ii PRAKATA Dengan mengucap syukur kepada Tuhan yang Masa Esa, kami menyambut dengan gembira penerbitan buku Workpapers in Indonesian Languages , and Cultures. Penerbitan ini menunjukkan adanya suatu kerjasama yang baik antara Universitas Pattimura deng~n Summer Institute of Linguistics; Maluku . Buku ini merupakan wujud nyata peran serta para anggota SIL dalam membantu masyarakat umumnya dan masyarakat pedesaan khususnya Diharapkan dengan terbitnya buku ini akan dapat membantu masyarakat khususnya di pedesaan, dalam meningkatkan pengetahuan dan prestasi mereka sesuai dengan bidang mereka masing-masing. Dengan adanya penerbitan ini, kiranya dapat merangsang munculnya penulis-penulis yang lain yang dapat menyumbangkan pengetahuannya yang berguna bagi kita dan generasi-generasi yang akan datang. Kami ucapkan ' terima kasih kepada para anggota SIL yang telah berupaya sehingga bisa diterbitkannya buku ini Akhir kat a kami ucapkan selamat membaca kepada masyarakat yang mau memiliki buku ini.
    [Show full text]