<<

BAB II TEORI TENTANG ILMU DAN TARTIL MEMBACA AL-QUR’AN

A. Pengertian Ilmu Tajwid 1. Ilmu Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk merangkaikan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahun; (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998: 747). Pengertian ilmu menurut penulis disini merupakan suatu pengetahuan dalam bidang tertentu yang sistematis menjelaskan tentang suatu bidang pengetahuan. 2. Tajwid secara harfiah bermakna melakukan sesuatu dengan elok (تجويد) Tajwīd dan indah atau bagus dan membaguskan, tajwid berasal dari kata Jawwada dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qira‟ah, tajwid berarti (تجويدا-يجوّد-جوّد) mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya (Lim Abdurrohim Acep, 2007: 28). Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara membunyikan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur‟an maupun bukan.

Sebagian besar ulama mengatakan, bahwa tajwid itu adalah suatu cabang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari sebelum mempelajari ilmu Qira‟at Al-Qur‟an. Ilmu tajwid adalah pelajaran untuk memperbaiki bacaan Al-Qur‟an. Ilmu tajwid itu diajarkan sesudah pandai membaca huruf Arab dan telah dapat membaca Al-Qur‟an sekedarnya. (Tombak Alam, 1994: 15)

Adapun masalah-masalah yang dikemukakan dalam ilmu ini adalah makharijul huruf (tempat keluar-masuk huruf), shifatul huruf (cara pengucapan huruf), ahkamul huruf (hubungan antar huruf), ahkamul maddi wal qasr (panjang dan pendek ucapan), ahkamul waqaf wal ibtida‟ (memulai

14

15

dan menghentikan bacaan) dan al-Khat al-Utsmani. (Al-Mahmud, 2004: 56- 65).

Pengertian lain dari ilmu tajwid ialah menyampaikan dengan sebaik- baiknya dan sempurna dari tiap-tiap bacaan ayat Al-Qur‟an. Para ulama menyatakan bahwa hukum bagi mempelajari tajwid itu adalah fardhu kifayah tetapi mengamalkan tajwid ketika membaca Al-Qur‟an adalah fardhu ain atau wajib kepada lelaki dan perempuan yang mukallaf atau dewasa. (Abdurohim, 2007: 46)

Untuk menghindari kesalahpahaman antara tajwid dan Qira‟at, maka perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tajwid, pendapat sebagaian ulama memberikan pengertian tajwid sedikit berbeda namun pada intinya sama sebagaimana yang dikutip (Hasanudin, 2009: 44)

Secara bahasa, tajwid berarti al-tahsin atau membaguskan. Sedangkan menurut istilah yaitu, mengucapkan setiap huruf sesuai dengan makhrajnya menurut sifat-sifat huruf yang mesti diucapkan, baik berdasarkan sifat asalnya maupun berdasarkan sifat-sifatnya yang baru. Sebagian ulama yang lain mendefinisikan tajwid sebagai berikut :

“Tajwid ialah mengucapkan huruf (Al-Qur‟an) dengan tertib menurut yang semestinya, sesuai dengan makhraj serta bunyi asalnya, serta melembutkan bacaannya sesempurna mungkin tanpa berlebihan ataupun dibuat-buat”. Rasulullah bersabda: "Bacalah olehmu Al-Qur'an, maka sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat/pertolongan ahli-ahli Al-Qur'an (yang membaca dan mengamalkannya)." (HR. Muslim).

Tajwid adalah membaguskan bacaan, huruf-huruf, kalimat-kalimat Al- Qur‟an satu persatu dengan teratur perlahan dan tidak terburu-buru sesuai dengan hukum-hukum tajwid. (Fahrurrosi, 2012: 25)

Jadi yang dimaksud dengan tajwid disini adalah rangakaian aturan yang mengatur tentang cara membaca huruf, kalimat supaya bacaan menjadi teratur dan sesuai menurut kaidah yang telah ditentukan.

16

B. Pengertian Tartil Membaca Al-Qur’an 1. Tartil Tartil secara etimologi (bahasa) adalah tamahhul yang memiliki arti pelan. Maka tartil adalah membaca Al-Qur‟an dengan tempo yang pelan dan tidak terburu-buru.

Tartil secara terminologi (istilah) adalah membaca Al-Qur‟an dengan mengikuti prosedur dan aturan serta sesuai dengan kaidah yang berlaku baik dalam segi makhraj (tempat keluar dan sifat huruf) dan mengetahui tempat- tempat berhenti (waqaf) dengan tempo yang pelan serta meresapi ma‟nanya dan tidak bertujuan mengajar. (Nurul Jadid, 2003: 14)

Imam Abdul Chamid Al-Maki Al-Syarwani dan Imam Ahmad Ibnu Qasim Al „Ubbadi didalam Kitabnya Chawasy Al-Syarwani Wal „Ubbadi menyatakan bahwa hukum membaca Al-Qur‟an dengan tartil dengan meresapi ma‟nanya adalah sunnah. Sedang membaca Al-Qur‟an dengan tempo yang cepat adalah makruh. Wallahu a‟lam bis shawab. 2. Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis (Tarigan, 1984: 7). Pengertian lain dari membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.

Membaca adalah suatu kegiatan atau cara dalam mengupayakan pembinaan daya nalar (Tampubolon,1987: 6). Dengan membaca, seseorang secara tidak langsung sudah mengumpulkan kata demi kata dalam mengaitkan maksud dan arah bacaannya yang pada akhirnya pembaca dapat menyimpulkan suatu hal dengan nalar yang dimilikinya.

Dari segi linguistik membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembahasan sandi, berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian. Sebuah aspek pembacaan sandi adalah

17

menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna. (Tarigan, 1984: 8)

(Harjasujana, 1996: 4) mengemukakan bahwa membaca merupakan proses. Membaca bukanlah proses yang tunggal melainkan sintesis dari berbagai proses yang kemudian berakumulasi pada suatu perbuatan tunggal. Membaca diartikan sebagai pengucapan kata-kata, mengidentifikasi kata dan mencari arti dari sebuah teks.

Membaca diawali dari struktur luar bahasa yang terlihat oleh kemampuan visual untuk mendapatkan makna yang terdapat dalam struktur dalam bahasa. Dengan kata lain, membaca berarti menggunakan struktur untuk menginterpretasikan struktur luar yang terdiri dari kata-kata dalam sebuah teks.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan sebuah proses yang melibatkan kemampuan visual dan kemampuan kognisi. Kedua kemampuan ini diperlukan untuk memberikan lambang-lambang huruf agar dapat dipahami dan menjadi bermakna bagi pembaca.

Hakikat Membaca (Kridalaksana, 1982: 105) mengemukakan bahwa dalam kegiatan membaca melibatkan dua hal, yaitu (1) pembaca yang berimplikasi adanya pemahaman dan (2) teks yang berimplikasi adanya penulis.

(Syafi‟ie, 1994: 6-7) menyebutkan hakikat membaca adalah Pengembangan keterampilan, mulai dari keterampilan memahami kata-kata, kalimat-kalimat, paragraf-paragraf dalam bacaan sampai dengan memahami secara kritis dan evaluatif keseluruhan isi bacaan. Kegiatan visual, berupa serangkaian gerakan mata dalam mengikuti baris-baris tulisan, pemusatan penglihatan pada kata dan kelompok kata, melihat ulang kata dan kelompok kata untuk memperoleh pemahaman terhadap bacaan. Kegiatan mengamati dan memahami kata-kata yang tertulis dan memberikan makna terhadap kata- kata tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah

18

dipunyai. Suatu proses berpikir yang terjadi melalui proses mempersepsi dan memahami informasi serta memberikan makna terhadap bacaan. Proses mengolah informasi oleh pembaca dengan menggunakan informasi dalam bacaan dan pengetahuan serta pengalaman yang telah dipunyai sebelumnya yang relevan dengan informasi tersebut. Proses menghubungkan tulisan dengan bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. (Abduh Zulfika akaha, 2003: 44)

Kemampuan mengantisipasi makna terhadap baris-baris dalam tulisan. Kegiatan membaca bukan hanya kegiatan mekanis saja, melainkan merupakan kegiatan menangkap maksud dari kelompok-kelompok kata yang membawa makna. Dari beberapa butir hakikat membaca tersebut, dapat dikemukakan bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang berupa fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual dan merupakan proses mekanis dalam membaca. Proses mekanis tersebut berlanjut dengan proses psikologis yang berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Proses psikologis itu dimulai ketika indera visual mengirimkan hasil pengamatan terhadap tulisan ke pusat kesadaran melalui sistem syaraf. Melalui proses decoding gambar-gambar bunyi dan kombinasinya itu kemudian diidentifikasi, diuraikan, dan diberi makna. (Anwar Desi, 2001: 425)

”Melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis yang dilakukan dengan melisankan atau dalam hati” (Harjasujana, 2003: 46).

Jadi yang dimaksud dengan keterampilan membaca adalah kecakapan untuk menyelesaikan atau melakukan pemahaman terhadap isi dari sesuatu yang tertulis yang dilakukan dengan cara melafalkan secara lisan atau dalam hati.

3. Al-Qur‟an Al-Qur‟an adalah bentuk masdhar dari kata kerja Qara‟a, berarti “bacaan” kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Saw. (Said Agil Husin Al Munawwar, 2003: 4)

19

a. Makna Secara Bahasa (Etimologi) (قرأ) Kata Al-Qur‟an adalah isim mashdar (kata benda) dari kata dengan makna isim Maf‟ul, sehingga berarti “bacaan”. (Muhaimin Zen, 2012: 49) (Lihat, http://himitsuqalbu.wordpress.com/2012/03/01/al-qu‟ran-dab hadits-makalah/ diakses pada tanggal 28 Februari 2017) Al-Qur‟an yang bermakna (قرأ) Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro‟a keduanya bererti: membaca, atau bermakna Jama‟a (تال) Talaa (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro‟a Qor‟an Wa sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa (قرأ قرءا وقرآنا) Qur‟aanan (Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa .(غفر غفرا وغفرانا ) Qhufroonan maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf‟uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama‟a) maka ia adalah mashdar dari Isim Faa‟il, artinya Jaami‟ (Pengumpul, Pengoleksi) kerana ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum- hukum. b. Makna Secara Syari‟at (Terminologi) Al-Qur‟an yang mulia adalah firman Allah Swt. Al-Qur‟an diturunkan kepada Rasulullah, Muhammad Saw, melalui wahyu yang dibawa oleh jibril, baik lafazh maupun maknanya; membacanya merupakan ibadah, sekaligus merupakan mukjizat yang sampai kepada kita secara mutawatir (Hizbut Tahrir, 2004: 31). Adalah Kalam Allah Ta‟ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu „alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat an-Naas. Al-Qur‟an adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan kepada para rasul melalui perantara jibril. Syaikh Abu Utsman berkata: ”Ashhabul Hadits bersaksi dan berkeyakinan bahwa Al-Qur‟an adalah kalamullah (ucapan Allah), Kitab-Nya dan wahyu yang diturunkan, bukan makhluk. Barangsiapa yang menyatakan dan

20

berkeyakinan bahwa ia makhluk maka kafir menurut pandangan mereka. (Departemen Agama RI, 2006: 277). Al-Qur‟an merupakan wahyu dan kalamullah yang diturunkan melalui Jibril kepada Rasulullah dengan bahasa Arab untuk orang-orang yang berilmu sebagai peringatan dan kabar gembira, sebagaimana firman Allah: dalam (Q.S. Asy-Syu‟ara: 192-195) Al-Imam Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata: “Al-Qur‟an adalah kalamullah, bukan makhluk. Barangsiapa yang mengatakan Al-Qur‟an adalah makhluk, maka dia telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung, tidak diterima persaksiannya, tidak dijenguk jika sakit, tidak dishalati jika mati, dan tidak boleh dikuburkan di pekuburan kaum muslimin. Ia diminta taubat, kalau tidak mau maka dipenggal lehernya.” Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur‟an berasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al- Qur‟an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja Qara‟a yang artinya membaca. (Pendidikan Agama , 2012: 13) Al-Qur‟an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nass. c. Fungsi Al-Qur'an 1) Petunjuk bagi Manusia Allah swt menurunkan Al-Qur‟an sebagai petujuk umat manusia, seperti yang dijelaskan dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185) Terjemahnya: Beberapa hari yang ditentukan itu ialah: bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di Negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka

21

hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Departemen Agama RI, 28) dan (QS Al-Baqarah 2:2) dan (Q.S Al-Fusilat 41:44). 2) Sumber pokok ajaran islam Fungsi Al-Qur‟an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap hukum islam. Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti hukum, ibadah, ekonomi, politik, social, budaya, pendidikan ,ilmu pengethuan dan seni. (Probolinggo, 2012: 14) 3) Peringatan dan pelajaran bagi manusia Dalam Al-Qur‟an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu, baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran Nya. Bagi kita, umat yang akan datang kemudian tentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur‟an. 4) Sebagai mukjizat Nabi Muhammad Saw Turunnya Al-Qur‟an merupakan -satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw. (Muhaimin Zen, 2012: 49). d. Tujuan Pokok Al-Qur‟an Adapun Pokok Ajaran dalam isi kandungan Al-Qur‟an sebagai berikut: 1) Akidah Akidah adalah keyakinan atau kepercayaan. Akidah islam adalah keyakinan atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya dengan sepenuh hati oleh setiap muslim. Dalam islam, akidah bukan hanya sebagai konsep dasar yang ideal untuk diyakini dalam hati seorang muslim. Akan tetapi, akidah tau kepercayaan yang diyakini dalam hati seorang muslim itu harus

22

mewujudkan dalam amal perbuatan dan tingkah laku sebagai seorang yang beriman. (Fahrurrosi, 2012: 15) 2) Ibadah dan Muamalah Kandungan penting dalam Al-Qur‟an adalah ibadah dengan muamallah. Menurut Al-Qur‟an tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah agar mereka beribadah kepada Allah. Seperti yang dijelaskan dalam (Q.S Az,zariyat 51:56) Manusia selain sebagai makhluk pribadi juga sebagai makhluk sosial. Manusia memerlukan berbagai kegiatan dan hubungan alat komunikasi. Komunikasi dengan Allah atau hablum minallah, seperti shalat, membayar zakat dan lainnya. Hubungan manusia dengan manusia atau hablum minannas, seperti silahturahmi, jual beli, transaksi dagang, dan kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan seperti itu disebut kegiatan Muamallah, tata cara bermuamallah di jelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 82. 3) Hukum Secara garis besar Al-Qur‟an mengatur beberapa ketentuan tentang hukum seperti hukum perkawinan, hukum waris, hukum perjanjian, hukum pidana, hukum musyawarah, hukum perang, hukum antar bangsa. 4) Akhlak Dalam bahasa Indonesia akhlak dikenal dengan istilah moral. Akhlak, di samping memiliki kedudukan penting bagi kehidupan manusia, juga menjadi barometer kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Nabi Muhammad saw berhasil menjalankan tugasnya menyampaikan risalah islamiyah, anhtara lain di sebabkan memiliki komitmen yang tinggi terhadap akhlak. Ketinggian akhlak Beliau itu dinyatakan Allah dalam Al-Qur‟an surat Al-Qalam ayat 4. 5) Kisah-kisah umat terdahulu Kisah merupakan kandungan lain dalam Al-Qur‟an. Al-Qur‟an menaruh perhatian penting terhadap keberadaan kisah di dalamnya. Bahkan, didalamnya terdapat satu surat yang di namakan al-Qasas. Bukti lain adalah hampir semua surat dalam Al-Qur‟an memuat tentang kisah.

23

Kisah para nabi dan umat terdahulu yang diterangkan dalam Al-Qur‟an antara lain di jelaskan dalam surat al-Furqan ayat 37-39. 6) Isyarat pengemban ilmu pengetahuan dan teknologi (Hizbut Tahrir, 2004: 31) Al-Qur‟an banyak mengimbau manusia untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti dalam surat ar- Rad ayat 19 dan al zumar ayat: 9. Selain kedua surat tersebut masih banyak lagi dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi seperti dalam kedokteran, farmasi, pertanian, dan astronomi yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan umat manusia. e. Struktur Pembagian Al-Qur‟an 1) , ayat dan ‟ Al-Qur‟an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surah akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surah terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al- „Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku‟ yang membahas tema atau topik tertentu. 2) Juz dan Dalam skema pembagian lain, Al-Qur‟an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur‟an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al- Qur‟an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu. Alqur‟an memiliki beberapa struktur dan bagian-bagian mulai dari nama surah, tempat dimana diturukannya dan ukuran-ukuran surah mulai dari awal mula diturunkannya sampai dengan akhir diturunkannya. Yang kesemuanya ini apabila dikaji secara mendalam maka akan memberikan pemahaman kearah sang Pencipta, yaitu, ”Allah SWT”. Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa Al-Qur‟an diturunkan untuk dibaca sebagai sarana

24

mendekatkan diri kepada Allah untuk diresapi artinya agar lebih mengerti akan “hakikat”. Namun begitu, Al-Qur‟an juga bisa digunakan untuk mendapatkan berkah, agar mendapatkan kesembuhan dari segala penyakit atau demi tujuan-tujuan lain yang dibenarkan oleh agama. Banyak riwayat-riwayat mengenai penggunaan Al-Qur‟an atau doa-doa lainnya sebagai “suwuk” atau mantra. (Departemen Agama RI, 2006: 35). “Kitab Suci Umat Islam dan merupakan firman-firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui perantara Malaikat Jibril untuk dipahami dan diamalkan sebagi petujuk atau pedoman hidup umat manusia”. C. Urgensi Ilmu Tajwid dalam Membina Tartil Membaca Al-Qur’an 1. Pentingnya Ilmu Tajwid Mempelajari ilmu tajwid itu merupakan hal yang penting. Bagaimana bacaan Al-Qur'an kita akan baik jika kita tidak memahami ilmu tersebut. Allah SWT telah memberikan pernyatan yang tegas dalam Al-Qur'an: "Dan bacalah Al-Qur‟an itu dengan perlahan-lahan." (QS. al Muzammil: 4) Al Imam Ibnul jazari rahimahullah berkata: Membaca Al-Qur'an dengan tajwid hukumnya wajib, barangsiapa yang tidak memperbaiki bacaan Al-Qur'an ia berdosa, karena dengan tajwidlah Allah menurunkan, dan demikian pula Al-Qur'an itu sampai kepada kita. Di dalam ilmu tajwid dibahas mengenai hal-hal penting di antaranya mengenai pengucapan huruf Hija'i yang berjumlah 29 huruf dari Itu dikenal dengan Makharijul Huruf (tempat .(ي) sampai dengan (ا) huruf keluarnya huruf). Satu huruf dengan huruf lainnya memiliki karakter sendiri- sendiri. Berbeda makhraj dan sifatnya. 2. Pentingnya Tingkat Tartil Membaca Al-Qur‟an Ketartilan membaca Al-Qur‟an bahwa pentingnya ketartilanan adalah membaca dengan benar sesuai tajwid dan makhrojnya. Belajar Al-Qur‟an dan mempelajari huruf Al-Qur‟an sangat penting sebab itu mereka harus bisa membaca lancar, cepat, tepat dan benar sesuai dengan makhrajnya dan kaidah tajwidnya, untuk dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik, tentu harus dapat memahami dan menguasai beberapa kriteria

25

yaitu fashoh, tartil dan menguasai ilmu tajwid. Bahwa ketiga kriteria tersebut sangat penting untuk siswa bisa fashoh dalam membaca Al-Qur‟an. (Moh. Al- Amiri Mannan Romzi, 2012: 14) Maka bahwa ketidakpahaman terhadap ilmu tajwid akan menyebabkan kesalahan salah satunya makhraj. Kesalahan makhraj akan menyebabkan kesalahan makna. Kesalahan makna akan menyebabkan penyimpangan terhadap Al-Qur`an yaitu: Ketidak pahaman ilmu tajwid akan menyebabkan beberapa hal diantaranya bahasa Al-Qur‟an menjadi seperti bahasa sehari-hari, sehingga tidak memiliki keistimewaan sebagai kitab suci. Disamping itu ketidak pahaman ilmu tajwid akan menyebabkan baca Al-Qur'an akan menjadi datar dan tidak beriram. dan yang paling penting bisa menyebabkan salah kesalahan makhraj. Kesalahan makhraj akan menyebabkan kesalahan makna di dalam ilmu tajwid dibahas mengenai hal-hal penting di antaranya mengenai pengucapan Itu .(ي) sampai dengan (ا) huruf Hija'i yang berjumlah 29 huruf dari huruf dikenal dengan Makharijul Huruf (tempat keluarnya huruf). Satu huruf dengan huruf lainnya memiliki karakter sendiri-sendiri, Berbeda makhraj dan sifatnya. Ketika kita mengucapkan satu kata atau huruf dalam Al-Qur'an, maka artinya memiliki makna beberapa )علمين( pun akan berbeda. Sebagai contoh lain, kata alam (seperti alam manusia, malaikat, jin dan sebagainya), jika huruf yang artinya segala) المين menjadi ء diganti dengan huruf (ع pertama (huruf penyakit). Kesalahan makna akan menyebabkan makna yang kabur bahkan menyimpang dari tujuan yang utama diturunkannya Al-qur'an atau penyimpangan dari ruh spirit islam yang original.