KEMASAN CENDERAMATA KULINER: KAJIAN KLAPPERTAART MANADO

Shinta Teviningrum . . .

Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

[email protected]

. . .

Abstrak

Penelitian atas kemasan untuk klappertaar merupakan aspek sangat penting mengingat bentuknya berupa custard dengan tekstur lembut dan memiliki titik kritis untuk dibawa bepergian. Penelitian ini melalui beberapa tahap pengumpulan data. Tahap awal adalah dengan melakukan observasi lapangan, dilanjutkan dengan mengadakan survei di Manado dan Jakarta pada sejumlah panelis yang mengenal klappertaart, selanjutnya diadakan penelitian percobaan kemasan produk yang ada. Hasilnya adalah saat ini kemasan klappertaart masih memerlukan perbaikan untuk menjadi cenderamata kuliner. Klappertaart memerlukan kemasan yang aman dari guncangan dan tekanan untuk mempertahankan bentuknya, sekaligus tahan terhadap pengaruh suhu dan bau untuk menjaga ctarasanya. Wadah dengan kriteria tersebut berbiaya mahal, yang kurang sesuai untuk cenderamata.Klappertaart disarankan sebagai makanan khas bagi wisatawan untuk dinikmati di tempat. Kata Kunci : kemasan, klappertaart

Abstract Research on packaging for klappertaart is very important considering its form of custard with soft texture and tipping points for travel. This research went through several stages of data collection. The initial stage is to counduct field observations, followed by counducting surveys in Manado and Jakarta on a number panelists who are familiar with klappertaart, ten a trial research of product packaging is held. The result is that currently klappertaart packaging is still needs improvement to become a culinary souvenir. Klappertaar requires packaging that is safe from shocks and pressures to maintain its shape, while at the same time reseistant to the effects of temperature and other substance like odor to maintain its flavor. Container with these criterias are expensive, which are not suitable for souvenirs. Klappertaart is recommended as a special food for tourists tobe enjoyed on the spot.

1 Keywords: Packaging, klappertaart

PENDAHULUAN

Klappertaart merupakan akulturasi dengan kuliner Belanda. Kuliner akulturasi Belanda berarti penggunaan bahan-bahan Belanda dengan bahan makanan lokal yang banyak tersedia Manado, yakni kelapa. Tanaman kelapa sudah ada pada abad XIX di Minahasa (Graafland, 1874). Catatan ekspedisi di Manado pada Juni-September 1859 menyebutkan bahwa kelapa sesekali disebut sebagai tanaman di pantai (Wallace, 2009). Di Manado klappertaart selalu disajikan dalam berbagai acara khusus. Bahkan setiap keluarga di Manado memiliki resep klappertaart warisan orang tuanya. Itu sebabnya klappertaart menjadi kuliner khas Manado. Hak tersebut menjadikan klappertaart sebagai salah satu penganan yang dibawa sebagai buah tangan. Selanjutnya, klappertaart pun dinilai layak dijadikan cenderamata kuliner dari Manado. `Daging kelapa muda menjadi ciri utama klappertaart Manado. Menurut pengalaman Sumangkut (2014), daging buah kelapa muda di Manado memiliki keistimewaan yakni lebih tebal dibandingkan dengan kelapa muda dari taerah lain di , meskipun kelapa tersebut memiliki usia yang sama. Pembeda lainnya, selain ketebalan juga bahwa daging kelapa muda di Manado lebih kenyal dan gurih.

Adapun tebal-tipisnya daging buah kelapa ditentukan oleh varietas, sedangkan keras-empuknya daging kelapa berkaitan dengan umur buah kelapa (Karouw, 2014). Perkebunan kelapa di Manado mengenal 2 varietas kelapa, yakni kelapa genjah dan kelapa dalam. Kelapa dalam unggulan lokal antara lain Kelapa dalam Tenga, Kelapa Dalam Bali, dan Kelapa Dalam Mapanget.

Buah kelapa dalam memiliki daging yang tebal dan keras dengan kadar minyak yang lebih tinggi sehingga dimanfaatkan untuk produksi minyak kelapa. Berbeda dengan buah kelapa genjah yang memerlukan lebih banyak kelapa untuk menghasilkan minyak dengan jumlah yang sama.

Menurut Karouw, daging buah kelapa genjah lebih tepat untuk diolah menjadi klappertaart, karena karakternya lebih kenyal berkat tingginya kadar galaktomanan dan fosfolipid. Klappertaart yang memerlukan daging kelapa dengan tingkat kekenyalan dan ketebalan tertentu lebih tepat menggunakan kelapa genjah dengan usia buah 8 bulan,

Katuuk (2014), budayawan Manado, melihat ada kesamaan dan ciri khas klappertaart Manado, yakni daging kelapa muda segar diserut besar-besar, sehingga benar-benar menunjukkan keaslian kelapa tersebut. Serutan-serutan besar kelapa muda dalam klappertaart juga menunjukkan selera makan masyarakat Manado yang menyukai makanan dari bahan segar, masih terlihat “utuh”, masih terasa tekstur

2 dan citarasa aslinya, serta tidak dimasak terlalu matang (overcooked). Setiap bahan yang dimasak memang harus dapat dikenali keasliannya, hal itu serupa dengan umumnya masakan Manado yang memanfaatkan berbagai bahan terutama dedaunan segar. Aneka daun segar tersebut dalam pengolahan lebih sering dimasukkan secara utuh atau dipotong kasar.

Secara tradisional klappertaart disajikan dalam wadah besar, biasanya berupa loyang enamel, karena akan dinikmati bersama-sama. Di Manado hidangan lain pun disajikan serupa, yakni dalam wadah- wadah besar. Hal tersebut menunjukkan kebersamaan yang kuat, atau sifat komunal masyarakat Minahasa, yang terkenal dengan karakter senang bergotong royong atau mapalus (Katuuk, 2014).

Menurut pemilik salah satu bakery legendaris di Manado yakni Kartini & Bakery dirintis pada tahun 1960 klappertaart terbuat dari bahan baku kelapa muda. Kelapa muda tersebut diperoleh dari pemasok khusus yang telah terjamin kendali mutunya, Kelapa dengan tekstur dan ketebalan yang tidak memenuhi syarat akan disingkirkan (Ratulangi, 2014). Dalam satu butir kelapa biasanya terdapat 3 jenis atau bagian daging kelapa, yakni bagian yang tipis dan berlendir serupa jeli, bagian kedua agak tebal dan kenyal, dan yang terakhir adalah bagian yang tebal dan keras. Kondisi ini umum terjadi pada kelapa yang sedang mengalami proses menjadi tua. Adapun bagian yang digunakan untuk adalah bagian kedua yang memiliki karakter tebal dan kenyal. Maka dari 1 butir kelapa, tidak semua dagingnya dapat dipergunakan. Untuk membuat satu loyang klappertaart berkualitas baik umumnya diperlukan sekitar 3 butir kelapa.

Resep paling tua tentang “Tart Kelapa Muda” menyebutkan pemakaian bahan-bahan berupa susu, telur, kelapa muda, kenari, kerenten, maizena, tepung terigu, kayumanis (Turang, 1997). Hasilnya, klappertaart dinilai serupa dengan custard dengan tekstur yang lembut dan basah. Winarno et al (2013) Dalam pembuatan klappertaart dilakukan 2 proses pemasakan yang serupa dengan tahap membuat custard yakni: perebusan dalam susu dan pemanggangan. (Rombauer, 1997) Klappertaart termasuk makanan berprotein tinggi karena menggunakan susu dan telur. Jenis makanan ini lebih cepat rusak, misalnya susu mudah basi dibandingkan dengan air mineral. (Murdiati et al, 2013) Dengan penyimpanan yang tidak tepat dapat menyebabkan penyakit bagi konsumen. Penyakit ini disebut foodborne disease, yaitu penyakit karena mengonsumsi makanan yang mengandung bahan beracun atau organisme patogen. Pada daging, unggas, cangkang telur, dan susu yang terkontaminasi kotoran dapat ditemukan bakteri salmonella. Adapun gejala teracuni salmonella di antaranya adalah diare, kram perut, demam, sakit kepala. Tipus merupakan salah salah satu penyakit akibat salmonella. Untuk mencegah terkontaminasi salmonella,

3 maka klappertaar perlu mendapat penanganan tepat pada saat persiapan, pengolahan, maupun penyimpanan. (Murdiati et al, 2013)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah eksploratif yaitu penelitian untuk menelusuri kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antara dua variabel yang belum pernah pernah diketahui (Suparyanto, 2010). Penelitian eksploratif bersifat kreatif, fleksibel, terbuka, dan semua sumber dianggap penting sebagai sumber informasi. Untuk teknik pengumpulan data, penelitian ini menggunakan teknik eksperimen dan survei.

Dalam uji kemasan dilakukan beberapa tahap. Tahap pertama adalah melakukan observasi lapangan di Manado. Penelitian mengambil sampel klappertaart. Selanjutnya sampel-sampel tersebut diujikan dengan dibawa ke Jakarta sebagai cenderamata dengan perlakuan standar dalam pesawat terbang. Penggunaan transportasi udara tersebut mempertimbangkan jarak tempuh yang hanya sekitar 3 jam sehingga tidak melampaui batas usia simpan di suhu ruang.Selama melakukan observasi dilakukan pula wawancara mendalam dengan narasumber di antaranya produsen klappertaart, peneliti di Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado . Tahap selanjutnya adalah mengadakan survei pada 20 panelis yang mengetahui dan pernah membeli klappertaart dari Manado. Survei bertujuan untuk mengetahui syarat kemasan yang memenuhi keinginan panelis, mengetahui apakah lebih menyukai satu kemasan berisi satu wadah volume besar atau beberapa cup personal. Pada panelis yang sama dilakukan pula Uji Dukungan Konsumen. Uji ini bermaksud untuk mengetahu seberapa besar dukungan masyarakat terhadap klappertaar sebagai cenderamata kuliner khas Manado.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Sutomo (2006), emasan dan label merupakan salah satu cara berkomunikasi antara produsen dan konsumen dengan tujuan akhir terjadi transaksi. Untuk itu kemasan dan label harus memenuhi sejumlah kriteria. Adapun kriteria tersebut adalah menarik perhatian, membuat calon pelanggan tertarik dan merangsang keinginan atau hasrat dan akhirnya memutuskan untuk membeli. membeli. Kriteria tersebut dapat diringkas menjadi AIDA yakni Attention, Interest, Desire, dan Action (Sutomo, 2006).

Secara tradisional klappertaart umumnya disajikan dalam piring atau Loyang enamel besar. Loyang enamel tersebut sama dengan yang sering dugunakan dalam membuat kue balapis Manado. Bahkan pada saat klappertaart mulai dikenal wisatawan dan menjadi cenderamata kuliner, klappertaart pun dijual dalam

4 loyang enamel besar. Seandainya ada yang ukuran cup kecil itu karena mengikuti permintaan pasar (Katuuk, 2014). Adapun penggunaan Klappertaart dalam piring enamel besar dengan mempertimbangkan beberapa hal. Yang pertama adalah karena praktis dalam proses pembuatan. Hal itu mengingat klappertaart akan mengalami dua (2) kali pemanggangan. Piring enamel juga mampu mempertahankan bentuk klappertaart yang lunak tetap stabil, dibandingkan bila klappertaart dalam volume yang sama dalam wadah aluminium foil (Ratulangi, 2014). Pertimbangan didukung pendapat Wirya (1999) bahwa fungsi kemasan adalah sebagai pelindung produk Wirya. Sebagai pelindung maka kemasan diharapkan dapat menjaga kualitas produk pangan sampai batas usia simpan. Kemasan harus mampu melindungi produk pangan dari beberapa unsur. Adapun unsur perusak produk pangan dalam kemasan adalah: 1. Dari mikroba: yakni misalnya bakteri, ragi atau kapang, jamur. 2. Dari produk itu sendiri 3. Dari alam, misalnya sinar matahari, panas suhu udara atau panas buatan, gas udara, kelembapan udara, tekanan udara, debu, atau air 4. Binatang, misalnya lalat, semut, 5. Gaya mekanis, misalnya tekanan desakan, hempasan, bantingan, gesekan, getaran, puntiran. Kemasan semaksimal mungkin dalam berfungsi mencegah produk pangan menjadi rusak oleh sejumlah unsur tersebut. Perlindungan itu makin penting, terutama apabila produk pangan akan dijadikan cenderamata. Sebagai cenderamata produk tersebut akan mengalami tahap perjalanan yang mungkin cukup lama dengan beragam tantangan. Dalam menjalani proses transportasi dapat muncul kerusakan akibat gaya mekanis. Kehadiran gaya mekanis terkadang kurang disadari, tetapi sesungguhnya memberikan dapat sangat besar dan menonjol. Contoh dari gaya mekanis di antaranya adalah getaran dan gerakan ayunan. Gaya mekanis dapat terjadi pada semua kejadian dan alat transportasi, dengan kadar yang berbeda-beda tergantung pada situasi medan yang sedang ditempuh. Kadar gaya mekanis tersebut dapat sangat beargam, dari yang berskala ringan hingga besar. Getaran yang lebih keras dapat berupa gaya hempasan berkali-kali dan berulang sehingga menjadi beberapa kali lebih besar dari gaya aslinya. (Utami, 2007) Dalam memilih bahan kemasan terdapat beberapa hal harus dipertimbangkan. Menurut Wirya (1999), desain kemasan harus memenuhi berbagai faktor penentu: 1. Faktor keamanan yang dapat melindungi produk dari berbagai hal yang menyebabkan kerusakan fisik (cuaca, jatuh, serangga). Menurut Rahmawati, bukan hanya keamanan untuk produk di dalam kemasan, tetapi juga keamanan bahan kemasan atau tidak toksik terhadap produk, serta keamanan kemasan bagi lingkungan.

5 2. Faktor ekonomi, meliputi pemilihan bahan kemasan sehingga biaya pengemasan tidak melebihi nilai manfaat produknya. Misalnya, mengurangi berat kemasan karena akan mengurangi juga biaya transportasi sehingga akan menurunkan harga jual produk. Hal ini akan menjadi faktor yang menarik bagi konsumen. Penurunan biaya pengemasan tetap harus mempertimbangkan bahwa kemasan masih dapat berfungsi dengan baik 3. Faktor pendistribusian meliputi kemudahan pendistribusian dari produsen ke distributor atau pengecer hingga ke konsumen. Kemasan akan menjaga produk pada saat penyimpanan dan saat transportasi. Ada produk yang akan dipasarkan biasanya tidak langsung dibawa dari tempat produksi ke konsumen, tetapi melalui saluran pemasaran yang agak panjang. 4. Faktor ergonomi yakni perhitungan agar kemasan mudah dibuka, ditutup, dipegang, dibawa, dan disimpan. Ada produk yang harus disimpan dulu sebelum dijual untuk kendali mutu, sehingga kemasan harus efisien dalam penggunaan ruangan penyimpanan. Efisien adalah perbandingan maksimum antara berat atau jumlah produk yang disimpan dengan satuan luas ruangan penyimpanan. Semakin banyak produk dapat dibawa, akan makin tinggi tingkat efisiensi. Kemasan harus mengikuti perkembang teknologi dan transportasi, bentuk dan ukurannya harus sesuai dengan alat-alat tersebut. Misalnya produk akan dibawa ke dalam bagasi kabin pesawat terbang, maka ukuran dan bentuk kemasan harus sesuai dengan ukuran kabin. 5. Faktor estetika atau keindahan visual, meliputi pertimbangan penggunaan warna, bentuk, merk, ilustrasi, dan tipografi. Ini berkaitan dengan peran sebagai alat mengatasi persaingan dalam pemasaran. Faktor ini dapat menjadi karakter produk dan mengembangkannya sebagai pembeda (diferensiasi) antara satu produk dengan yang lain. Sutomo (2006) 6. Faktor komunikasi dan promosi yang memungkinkan konsumen mengerti dengan baik isi produk. 7. Faktor identitas yang harus mewakili isi produk, dan produk mudah dikenali. Misalnya produk yang seharusnya dikemas dengan kemasan transparan, namun dikemas dengan bahan kemas yang tidak transparan sehingga bila konsumen ingin mengetahui isinya akan merusak segel dan hal tersebut sangat merugikan produsen. Dalam pengemasan wajib diperhatikan beberapa faktor penting yaitu sifat bahan pangan, keadaan lingkungan, dan sifat bahan kemasan. Gangguan paling sering terjadi pada bahan pangan adalah perubahan kadar air, pengaruh gas, dan cahaya. Perubahan kadar air akan menimbulkan jamur dan bakteri (Syarief et al., 1989). Selanjutnya dalam mengemas produk makanan, setiap alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh, terutama tangan dan bibir, tujuannya mencegah pencemaran dari tubuh terpapar bakteri yang ada . memberi penampilan yang sopan, baik, dan rapi. (Murdiati et al, 2013)

6 Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun cukup kuat dalam mempertahankan bentuk klappertaar, tetapi piring enamel dinilai tidak praktis. Pertimbangan pertama adalah piring enamel memiliki bobot yang cukup besar. Satu buah piring enamel memiliki berat 150 gram. Selainberat, diameter piring sebesar 25 cm memakan ruang yang cukup besar. Fisik piring enamel tidak memenuhi kriteria ke-2. Apabila hendak menggunakan piring enamel untuk mempertahankan ciri dan kesan tradisonal, maka perlu dibuat tutup khusus yang sangat kedap untuk melindungai klappertaart juga mudah untuk dibawa.

Sebagai pengganti piring atau loyang enamel untuk klappertaart, maka aluminium menjadi pilihan. Hal itu mempertimbangkan proses pemasakan klappertaart yang pada tahap akhir menjalani proses pemanggangan. Aluminium foil dapat dimanfaatkan sebagai kemasan inti, karena wadah alumunium tahan terhadap temperatur tinggi sampai di atas 290° C. Aluminium foil juga mempunya sifat kedap air yang baik, tidak terpengaruh oleh sinar , tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun dan higienis. Dengan demikian aluminium foil selain memberikan perlindungan juga tidak mempengaruhi citarasa klappertaart. Permukaannya yang mengkilap licin, dan memantulkan cahaya menjadikan penampilan menarik dan terkesan bersih. (Rahmawati, 2012) Setelah wadah aluminium, klappertaart perlu mendapat perlindungan lebih karena memiliki tekstur yang semipadat dan lembut. Kemasan sekunder harus mampu memberikan topangan atau mampu menahan agar klappertaart tidak mengalami kerusakan dari gaya mekanis, misalnya goyangan, guncangan, dan hempasan. Untuk itu kemasan sekunder klappertaart harus memiliki penopang atau standar yang mencegahnya untuk bergeser atau bergerak. Penopang tersebut dapat berupang lubang atau ceruk yang dapat dimasuki bagian bawah piring atau Loyang klappertaart. Ceruk semacam ini dapat diterapkan untuk loyang berukuran besar maupun yang berukuran kecil. Namun, loyang dengan volume lebih kecil dengan luas permukaan lebih sempit juga akan mengurangi risiko kerusakan akibat unsur perusak berupa gaya mekanis.

Untuk memenuhi keperluan tersebut, dibuatlah rancang desain kemasan untuk klappertart.

7

Gambar 1. Usulan Kemasan Personal Cup dengan Lubang Penopang

Kemasan sekunder bukan hanya mampu melindungi dari gaya mekanis, tetapi juga harus mampu melindungi dari tekanan dan tumpukan. Untuk itu kemasa sekunder harus dibuat dari karton yang cukup keras. Karton yang cukup keras akan melindungi klappertaart bila harus ditumpuk, atau ditaruh dalam bagasi yang isinya berdesak-desakan. Karton kemasan sekunder harus dirancang sedemikian rupa agar harus tetap menarik, mampu menampilkan bentuk klappertaart yang sesungguhnya. Keberadaan pegangan untuk jinjingan pada karton kemasan sekunder juga akan membantu konsumen dalam membawa klappertaart.

Gambar 2. Usulan Kemasan Sekunder dengan kotak kardus yang keras dan kuat

Penelitian dengan percobaan membuat klappertaart dalam wadah aluminium bertutup plastic produk pabrkan menunjukkan hasil yang tidak memuaskan. Tutup plastik yang diujicobakan tersebut tidak cukup kuat dan rapat untuk melinduni klapertaart. Untuk klappertaart kemasan cup personal diperlukan tutup yang sangat rapat yang menggunakan perekat. Dengan demikian klappertaart berada dalam kemasan yang aseptik, yakni kemasan yang steril yang tidak mengandung pathogen.

8 Kemasan yang rapat juga harus berada dalam temperatur yang tepat dan konstan, yang tidak kondusif untuk berkembangnya bakteri. Untuk mempertahankan tempeatur yang tepat tersebut dapat dipergunakan bahan pendingin pengganti es khusus untuk makanan (ice replacer). Penggunaan ice replacer menjaga temperature yang konstan tanpa harus mengakibatkan munculnya air yang akan disebabkan bila menggunakan es batu. Bahkan apabila es batu diletakkan dalam kantung plastik, manfaat yang diberikan tidak sebanding dengan kerepotan yang disebabkan. Es batu juga akan menyebabkan bertambahnya berat jinjingan, sangat jauh berbeda apabila dibandingkan dengan ice replacer yang ringkas. Contoh ice replacer dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Ice Replacer, pendingin produk

Penelitian ini mengadakan survei terhadap panelis tentang harapan pada kemasan klappertaart . Hasilnya adalah sebagian besar panelis memilih kemasan yang mampu melindungi agar klappertaart tidak mudah rusak, diikuti dengan mudah dibawa, dan terakhir kedap bau. Klappertaart sebagai cenderamata perlu tampil dengan bentuk yang utuh, termasuk di dalamnya adalah kemasan yang tidak mudah rusak. Adapun harapan bahwa kemasan mudah dininjing berkaitan dengan keinginan konsumen bahwa cenderamata tidak merepotkan saat harus dibawa dalam perjalanan. Harapan selanjutnya bahwa kemasan kedap bau menunjukkan bahwa selayaknya produk makanan tidak terkontaminasi dengan bau lainnya. Kemasan yang kedap bau mampu menjaga klappertaart dapat dinikmati dengan citarasa otentiknya. Klappertaart dapat dicicipi tanpa kehadiran bau-bau lain yang mengganggu, yang menurunkan kenikmatan. Hasil survei kemasan yang disukai dapat dilihat pada Gambar 4.

9 0%

25% 35% Mudah dibawa

Tidak mudah rusak 40% Kedap bau

Gambar 4. Harapan terhadap Kemasan Klappertaart

Mengenai wadah klappertaart, terdapat perbedaan yang tidak mencolok antara panelis yang memilih pinggan besar dengan wadah personal. Namun, klappertaart dengan wadah personal mendapat pilihan yang lebih besar.Tabulasi mengenai Uji Kesukaan Wadah Piring Besar dengan Cup personal dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Uji Kesukaan Wadah piring Besar dan Cup Pesonal

Praktis (%) Tidak Mudah Tumpah Hemat Ruang (%) Menarik(%) (%) Piring besar 40 35 40 45 Cup personal 60 65 60 55 Total: 100 100 100 100

70 60 50 45 40 40 40 35 Piring Besar

30 Cup Personal 20 10

0

Praktis Hemat Ruang Hemat

Gambar 5. Uji kesukaan wadah Piring Besar dengan Cup personal

10

Label Selain kemasan, unsur penting lain dalam produk makanan adalah label kemasan. Label kemasan menurut UU RI Pangan No.7/1996 adalah keteranga n tentang makanan yang dikemas berbentuk gambar, tulisan, atau kombinasi keduanya. Atau, bentuk lain yang dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau bagian dari kemasan. Menurut Sutomo (2006), label harus mengungkapkan kejujuran, karena pada label terdapat ekspektasi dan persepsi konsumen terhadap suatu produk. Dalam label kemasan untuk makanan dan minuman harus tercantum: 1. Nama produk : nama makanan dan nama merk dagang. 2. Penjelasan produk yakni produk secara spesifik meliputi ragam, fitur, rasa, atau manfaat produk. 3. Daftar bahan yang digunakan untuk menyusun produk, termasuk bahan tambahan makanan. 4. Berat bersih dalam satuan metrik misalnya gram atau liter. 5. Nama dan alamat produsen termasuk nomor kontak. 6. Keterangan halal. 7. Tanggal kadaluarsa, misalnya best before (produk dapat dikonsumsi walau telah lewat tanggal kadaluarsa) atau use by date (produk tidak bisa dikonsumsi setelah tanggal kadaluarsa). 8. Nomor pendaftaran merk dagang, kode produksi, petunjuk konsumsi, petunjuk penyimpanan, atau keterangan lain. 9. Informasi gizi yang meliputi energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral atau komponen lain. 10. Klaim berupa petunjuk mengenai informasi gizi, tidak termasuk petunjuk berapa porsi yang harus digunakan. Kemasan dan label pada produk ibarat pigura bagi lukisan. Lukisan yang biasa dapat tampak luar biasa karena pigura yang bagus, sebaliknya lukisan bagus dapat terpuruk bila menggunakan pigura yang buruk. Maka label pun harus dirancang sedemikian rupa di antaranya sesuai dengan target market yang dituju (Sutomo, 2006). Label perlu menyesuaikan target market. Untuk konsumen anak-anak dan remaja lebih tepat apabila label dan kemasan menggunakan warna-warna yang cerah misalnya merah, kuning, oranye. Dari riset perilaku disimpulkan bahwa warna kuning-oranye-merah membuat orang ingin bergerak, dinamis. Sedangkan untuk usia matang lebih tepat menggunakan warna putih atau biru muda. (Sutomo, 2006)

11 Dari survei untuk mengetahui dukungan masyarakat pada klappertaart sebagai cenderamata kuliner, diperoleh hasil penilaian dari panelis sebagai berikut. 2. Seluruh panelis mengenal klappertaart. Klappertaart diperkenalkan oleh keluarga sebagai makanan yang sering dihadirkan dalam acara berkumpul bersama, misalnya pesta, perayaan ibadah (75%). Sedangkan 25 % panelis mengenal klappertaart dari informasi lain di luar keluarga, misalnya berita di media, promosi. 3. Banyaknya panelis yang akan menyajikan klappertaart dalam acara-acara berkumpul adalah 65 %, sedangkan yang tidak 35%. 4. Panelis yang sering membawa klappertaart sebagai oleh-oleh adalah 75%, yang tidak adalah 25% 5. Panelis yang memperkenalkan klappertaart sebagai makanan khas tradisional Manado pada tamu dari luar kota adalah sebesar 75%. 6. Panelis yang akan membawakan klappertaart sebagai oleh-oleh pada tamu besarnya adalah 70%. 7. Panelis yang setuju dengan inovasi klappertaart dengan berbagai rasa: cokelat, , blueberry besarnya adalah 60%, sedangkan yang lebih setuju mempertahankan rasa orisinil adalah 40%. 8. Panelis yang setuju bahwa klappertaart dapat menjadi wakil kuliner yang mendukung wisata Manado, misalnya untuk sajian wisatawan, 75%.

12

Uji konsumen juga menunjukkan bahwa pilihan panelis untuk cenderamata kuliner dari Manado tampak pada Gambar 6.

klappertaart

Manisan pala klappertaart 21% 21% Halua kenari

Kacang goyang Kacang goyang Manisan 18% pala 23% Cakalang fufu Halua kenari 17%

Gambar 6. Pilihan Cenderamata Kuliner SIMPULAN

Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa:

1. Klappertaart belum dapat dijadikan cenderamata pariwisata kuliner dari manado. 2. Klappertaart Manado memerlukan kemasan yang kuat dan aseptik.

SARAN

Diperlukan penelitian lanjutan tentang kemasan yang tepat untuk klappertaart Manado agar dapat menjadi cendermata kuliner Khas Manado.

13 DAFTAR PUSTAKA

Gardjito, Murdijati. 2013, , Penyedap, dan Penyerta Masakan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gardjito, Murdijati et all. 2013, Pangan Nusantara, karakteristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi Pangan. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Graffland, N. 1874. Minahasa, M. WAJT dan anak-anak. Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia, Jakarta.

Hine, D.J. 1987. Modern Processing, Packaging, and distribution System for Food. Backie, London.

Hough, Guillermo.2010.Sensory Shelf Lifes estimation of Food Products. CRC Press, New York.

McWilliams, Margaret. 2008, Foods experimental Perspectives. Pearson Prentice Hall, New Jersey

Monograf, Pascapanen Kelapa, 2004, Potensi dan Pengolahan Buah Kelapa Muda, Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado

Murdiati, Agnes et all. 2013, Panduan Penyiapan Pangan Sehat untuk Semua. Kencana Prenadamedia Group, Jakarta.

Rombauer, Irma S. Et all, 1997, The Joy of Cooking. Scribner, New York.

Soenardi, Tuti. et all, 2013, Teori Dasar Kuliner. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Soleman, Montori Drs. 2000, Budaya daerah Sulawesi Utara Upacara Adat. PT Pabelan, Manado

Sulawesi Utara dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara.

Sutomo, Djati. 2006. Cara Jitu Menembus Pasar. Republika Publishing, Jakarta

Turang, J. 1997. Profil kebudayaan Minahasa. Majelis Kebudayaan Minahasa, Tomohon

Wallace, Alfred Russel. 2009. Kepulauan Nusantara. Komunitas Bambu, Jakarta

14