FORMULA KLAPPERTAART TEPUNG GARUT (Maranta Arundinacea) SEBAGAI PRODUK GFCF (GLUTEN FREE CASEIN FREE) ALTERNATIF BAGI PENDERITA AUTIS
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
FORMULA KLAPPERTAART TEPUNG GARUT (Maranta arundinacea) SEBAGAI PRODUK GFCF (GLUTEN FREE CASEIN FREE) ALTERNATIF BAGI PENDERITA AUTIS Chintya Yulian Triningrum1, Budi Wibowotomo2, Laili Hidayati3 1Pendidikan Tata Boga, Universitas Negeri Malang; 2,3 Staf Pengajar Teknologi Industri, Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] ABSTRACT Klappertaart merupakan kue khas Manado, Sulawesi Utara. Bahan baku klappertaart yang berupa terigu dan susu merupakan pantangan bagi penderita autis karena mengandung gluten dan kasein. Garut adalah sumber karbohidrat yang dapat dijadikan subtitusi terigu karena tidak mengandung gluten. Penelitian klappertaart GFCF ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen. Rancangan yang digunakan ialah rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan klappertaart GFCF dengan rasio maizena dan tepung garut 4:3 dan 1:1. Setiap perlakuan dilakukan dengan 2 kali ulangan. Pengujian yang dilakukan ialah uji fisik (tekstur dan warna), analisis profil protein, dan uji daya terima. Data yang didapat dilanjutkan dengan uji-t untuk mengetahui perbedaan dari segi statistik. Hasil uji-t membuktikan tidak ada perbedaan nyata terhadap sifat fisik tekstur maupun warna. Hasil analisis profil protein menggunakan metode SDS-PAGE menunjukkan klappertaart GFCF tidak mengandung gluten maupun kasein. Hasil uji daya terima menggunakan weighing method menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap daya terima. Kedua formula klappertaart memiliki kriteria disukai. Keywords: Autis, Gluten Free Casein Free, Klappertaart, Tepung Garut PENDAHULUAN pada kesehatan, perilaku, dan perhatian bagi individu tertentu [4]. Penelitian yang dilakukan Klappertaart adalah kue khas Manado, di Pontianak membuktikan bahwa setelah Sulawesi Utara. Klappertaart menjadi dessert melakukan diet GFCF, terdapat perbaikan favorit karena memiliki rasa yang manis dan perilaku terhadap anak autis [5]. Penelitian gurih [1]. Bahan klappertaart yang berupa yang dilakukan di Semarang juga menunjukkan terigu dan susu merupakan pantangan bagi 67,7% informan menyatakan adanya perubahan penderita autis. tingkah laku anak autis selama menerapkan diet Kandungan gluten pada terigu dapat GFCF [6]. Akan tetapi, jajanan yang beredar di membentuk gluteomorfin, sedangkan pasaran sebagian besar mengandung gluten. kandungan kasein pada susu dapat membentuk Tidak sedikit pula jajanan yang mengandung kaseomorfin yang dapat mengakibatkan susu sehingga diet GFCF sulit dilakukan. terjadinya gangguan perilaku seperti hiperaktif Pilihan makanan untuk penderita autis pun [2]. Prevalensi autisme kian meningkat, yakni menjadi sangat terbatas. mencapai 1 dari 59 anak berusia 8 tahun di Garut (Maranta arundinacea) Amerika Serikat pada tahun 2014 [3]. merupakan sumber karbohidrat yang berpotensi Tingginya prevalensi autisme memunculkan sebagai subtitusi terigu karena tidak banyak penelitian mengenai bidang ini, salah mengandung gluten. Selain dimanfaatkan satunya ialah mengenai pola konsumsi yang secara langsung, umbi garut dapat cocok bagi penderita autis, yaitu diet Gluten dimanfaatkan dengan lebih luas, salah satunya Free Casein Free (GFCF). dengan diolah menjadi tepung. Produk ini GFCF merupakan diet tanpa gluten dan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut kasein yang biasa diberikan kepada anak autis. sebagai sumber bahan pangan, salah satunya Penerapan diet ini dapat memberikan perbedaan sebagai bahan baku pembuatan klappertaart. Kandungannya yang bebas gluten dapat Prosedur pembuatan tepung garut yang dimanfaatkan untuk membuat produk GFCF. pertama ialah pemilihan umbi garut yang Penelitian klappertaart GFCF ini kualitasnya baik yaitu yang teksturnya tidak bertujuan untuk mengetahui perbedaan sifat lembek, dan aromanya tidak berbau busuk. fisik (tekstur dan warna), profil protein, dan Selanjutnya ialah pembersihan kulit ari dan daya terima klappertaart GFCF dengan rasio pencucian. Kemudian dilakukan pemotongan maizena dan tepung garut 4:3 dan 1:1. dengan tebal kurang lebih 5 mm dan dikeringkan dengan suhu 60 °C selama 10 jam. Setelah itu, penghalusan menggunakan blender METODE dan disaring dengan ayakan 80 mesh. Umbi Rancangan Penelitian garut dengan berat 1.000 gram dapat diolah Penelitian klappertaart GFCF ini menjadi 200 gram tepung garut [8]. termasuk dalam jenis penelitian eksperimen. Proses pembuatan klappertaart GFCF Rancangan yang digunakan ialah rancangan dapat dilihat pada Gambar 1 acak lengkap (RAL). Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan klappertaart GFCF dengan rasio maizena dan tepung garut 4:3 dan 1:1. Setiap perlakuan dilakukan dengan 2 kali ulangan. Pengujian yang dilakukan ialah uji fisik (tekstur dan warna), analisis profil protein, dan uji daya terima. Prosedur Penelitian Formulasi yang digunakan dalam eksperimen klappertaart GFCF ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Formula Klappertaart GFCF Bahan Resep Formula1 Formula2 Standar (Maizena (Maizena 4:3 tepung 1:1 tepung garut) garut) Susu Cair 1000 ml - - Santan - 1000 ml 1000 ml Gula Jagung 200 g 200 g 200 g Maizena 100 g 100 g 100 g Terigu 50 g - - Tepung - 75 g 100 g Garut Margarin 200 g 200 g 200 g Kayu manis 10 g 10 g 10 g Kuning 120 g 120 g 120 g Telur Vanilla 15 g 15 g 15 g Gula halus 100 g 100 g 100 g Daging 150 g 150 g 150 g kelapa muda Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Klappertaart GFCF Sumber: Tim Patiseri, 2014 (modifikasi peneliti) Sumber : Tim Patiseri (2014), Modifikasi Peneliti Pengumpulan Data Analisis Data Data uji fisik warna diperoleh dengan Data uji fisik dan data hasil uji daya terima melakukan pengujian menggunakan color ditabulasikan pada tabel dan dianalisis secara reader. Data uji fisik tekstur diperoleh dengan statistik menggunakan SPSS. Teknik analisis yang melakukan pengujian menggunakan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Independent Sample T Test. Independent Sample T penetrometer. Data profil protein diperoleh dari Test atau uji beda dua rata-rata digunakan untuk analisis profil protein menggunakan metode menguji perbedaan dua rata-rata pada dua kelompok SDS-PAGE. data yang independen. Data yang dianalisis harus Panelis yang digunakan dalam penelitian homogen dan berdistribusi normal. Taraf ini melibatkan anak autis sebanyak 35 anak signifikansi yang digunakan 5%, artinya peluang dengan dua kali pengulangan. Panelis anak untuk kesalahan adalah 5%. digunakan untuk menguji daya terima terhadap produk klappertaart GFCF dengan rasio HASIL DAN PEMBAHASAN maizena dan tepung garut yang berbeda. Sifat Fisik Panelis anak yang digunakan ialah siswa Warna Sekolah Luar Biasa (SLB) Autis Laboratorium Hasil analisis tingkat kecerahan Universitas Negeri Malang. klappertaart GFCF dengan rasio maizena dan Uji daya terima untuk panelis anak yang tepung garut yang berbeda ditunjukkan pada digunakan dalam penelitian ini menggunakan Tabel 3. metode penimbangan (weighing method). Panelis anak akan diberi sampel yang telah Tabel 3. Hasil Analisis Warna Tingkat Kecerahan (L) Klappertaart GFCF dengan Rasio Maizena dan Tepung dihitung berat awalnya dan telah diberi label. Garut yang Berbeda Setelah uji daya terima selesai, sisa produk yang tidak dimakan ditimbang kembali dan Rasio Ulangan Tingkat Rerata Maizena : Kecerahan dihitung berapa persentase makanan yang Tepung (L) dimakan. Persentase produk yang dimakan Garut 4:3 1 56,39 dapat dihitung menggunakan rumus sebagai 2 59,51 57,95 berikut. 1:1 1 58,45 2 55,53 56,99 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui Persentase makanan yang dimakan bahwa klappertaart yang memiliki titik cerah dikonversikan ke dalam 5 skala, yaitu 1 = tidak (L) lebih tinggi sebesar 57,95 yaitu suka, 2 = agak tidak suka, 3 = biasa, 4 = agak suka, klappertaart GFCF dengan rasio maizena dan tepung garut 4:3. Analisis statistik 5 = suka. Ketentuan skor uji daya terima menggunakan uji-t menunjukkan nilai Sig. 2 ditunjukkan pada Tabel 2. tailed > α (0,697 > 0,05). Kesimpulan dari hasil tersebut ialah Ho diterima. Hal tersebut berarti Tabel 2. Skor Uji Daya Terima Umum tidak terdapat perbedaan yang nyata pada Skor Kategori Persentase makanan yang tingkat kecerahan klappertaart GFCF dengan dimakan rasio maizena dan tepung garut yang berbeda. 5 Suka 81-100% 4 Agak Suka 61-80% Tepung garut yang dihasilkan memiliki 3 Biasa 41-60% warna kecokelatan sesuai dengan hasil 2 Agak Tidak Suka 21-40% penelitian Ilmannafian, dkk (2018). Maizena 1 Tidak Suka 0-20% memiliki warna putih. Proporsi tepung garut yang lebih banyak dapat menghasilkan produk klappertaart yang lebih gelap. Hasil analisis sifat fisik warna tingkat tersebut ialah Ho diterima. Hal tersebut berarti kemerahan/ a (+) klappertaart GFCF dengan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada rasio maizena dan tepung garut yang berbeda tingkat kekuningan klappertaart GFCF dengan ditunjukkan pada Tabel 4. rasio maizena dan tepung garut yang berbeda. Reaksi Maillard merupakan reaksi kimia Tabel 4 Hasil Analisis Warna Tingkat Kemerahan/ a (+) berupa pencokelatan pada saat proses Klappertaart GFCF dengan Rasio Maizena dan Tepung Garut yang Berbeda pemanggangan bahan pangan. Proses ini merupakan akibat reaksi hidrat arang dengan Rasio Ulangan Tingkat Rerata NH₂ dari protein yang menghasilkan senyawa Maizena : Kemerahan/ Tepung a (+) hidroksi metal furfural. Senyawa tersebut Garut berlanjut menjadi furfural. Furfural berpolimer 4:3 1 1,70 2 1,90 1,80 membentuk senyawa melanoidin yang memiliki 1:1 1 1,41 warna cokelat. Adanya melanoidin 2 2,00 1,71 mengakibatkan produk klappertaart memiliki warna kecokelatan [9]. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa klappertaart yang memiliki