TESIS STRATEGI RELASI MEDIA DALAM MANAJEMEN KRISIS DUALISME KEPEMIMPINAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN

Oleh: Iskandar, S,Ag NIM: 2114050000004

PROGRAM MAGISTER KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH 2017 LEⅣIBAR PENGESAHAN

Tesis yang bc」 udul STRATEGI RELASI MEDIA DALAⅣ I ⅣIANAJEMEN

KRISIS DUALISⅣ IE KEPEⅣIIⅣIPINAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN telah dittikan dalam sidang rnunaqasall Fakultas 1lmu

Dakwah dan 1lmu Komunikasi Universitas lslam Negeri Sya五 f Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 10 JanuaH 2017.Tesis ini telah dite五 rna sёbagai salah satu syarat untuk memperolch gelar Magister Sosial(M.SoS)pada PrOgraln Studi

Magister Komunikasi dan Penゾ aran ISlaln(KPI)Fakultas IImu Dakwah dan 1lmu

Kolnullllkasl.

Jakalta,10 JanuaH 2017

Sidang Munaqasah

Penguji I Pengu」 l II

Pro■ ]Dro ⅣIurodi,卜IA srullah NIP,19640705199203 1003 NIP。 1975031 Pembimbing

Dr.Gun Gun IIewanto.MoSi NIP.19760812200501 1005 Ketua Sidang

abudin N。 。r,PIA NIP.19690221… 1997031001 ・ 1)111ミfく ゝfヽ 1` rヽ .ヽ iヾ Bl・_13.ヽ Si)lン A(IIASl

/al〕 ヽ g bclla11(la tを 11lgaln_li ba、val]ilni

Nama :Iskandar,S,ノ ヘg NIM :21140510000004

Program StLrdi :卜/1agistcr Iく olllu1likasi dall Pcnyiarall lslam

Fakuitas i lllllu Dak、 ′a1l dan 1llnu Konlunikasi

menyatakan bahwa naskah tesis yang be」 udul``STRATEGI RELASI ⅣIEDIA DALAⅣI ■71ANAJEⅣIEN KRISIS DUALISⅣ IE KEPEⅣIIIv/1PINAN PARTAI PERSATUAN PEⅣIBANGUNAN''ini secara keselumhall benarbenar bebas dari plagiasi.Jika di keFnudian

han terbukti melakukan plagiasiラ maka saya siap ditindak sOsllni ketentuan hukum yang bcnalal

Jakalta,4」 anuari 2017

Saya yang men

Iskandar,S,Ag 21140510000004 ABSTRAK

Judul : Strategi Relasi Media dalam Manajemen Krisis Dualisme Kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan Konflik kepengurusan dalam pengesahan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah terjadi sejak akhir tahun 2014. Konflik ini menempatkan kubu Romahurmuziy dan Djan Faridz dalam manajemen krisis tidak hanya soal pengesahan siapa yang sah dalam struktur kepemimpinan saja, melainkan juga terkait citra partai di mata khalayak maupun konstituen. Di tengah konflik dualisme kepemimpinan tersebut kedua kubu juga melakukan strategi relasi media untuk menjalankan agenda publik sehingga mendapatkan liputan media. Dalam Penelitian ini difokuskan pada relasi media dalam manajemen krisis partai Islam, yakni studi kasus dualisme kepemimpinan. Adapun masalah penelitian ini adalah 1) Bagaimana strategi penguatan (reinforcement strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014? 2) Bagaimana strategi rasionalisasi (rationalization strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014? 3) Bagaimana strategi bujukan (inducement strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014? Dan 4)Bagaimana strategi konfirmasi (comfirmation strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014? Teori yang digunakan adalah Teori Agenda Setting yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa. Juga, teori strategi relasi media, setidaknya peneliti memakai konsep dalam komunikasi politik lebih tepatnya dalam positioning sebuah partai politik yang dipopulerkan oleh Newman dan Shet, yakni strategi penguatan (reinforcement strategy), strategi rasionalisasi (rationalization strategy), strategi bujukan (inducement strategy), maupun strategi konfirmasi (comfirmation strategy) Penelitian ini menggunakan teknik atau jenis penelitian studi kasus yang merupakan penelitian dengan teknik analisis data untuk melihat bagaimana sebuah kasus itu terjadi dan juga kasus tersebut disarikan menjadi sebuah perspektif tersendiri menurut peneliti Hasil penelitian menunjukkan strategi relasi media dalam manajemen krisis menjadi sebuah upaya yang harus dimiliki partai politik dalam menyelesaikan setiap masalah. Strategi tersebut terkait dengan bagaimana cara membangun pesan-pesan persuasif agar citra partai yang diharapkan sampai kepada konstituen atau khalayak melalui media. Selain dari peforma komunikasi terkait kinerja atau tokoh politik yang ada di dalam tubuh partai, penggunaan relasi media juga menjadi penting tidak sekadar sebagai saluran media, melainkan juga menjadi salah satu faktor untuk penyebaran informasi sampai pada propaganda kepada khalayak yang lebih luas. Kata Kunci : Relasi media, partai politik, peforma komunikasi, agenda setting

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahiim Puja dan puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul, “Strategi Relasi Media dalam Manajemen Krisis Dualisme Kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan”. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya. Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan Tesis ini, baik berupa dorongan moril maupun materiil. Karena penulis yakin tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan Tesis ini. Disamping itu, izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) Bapak Dr. Arief Subhan, MA, serta para pembantu Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ketua Prodi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Bapak Dr. Sihabudin Noor, MA dan Sekretaris Prodi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Bapak Dr. Rulli Nasrullah, M.Si beserta seluruh staffnya. 3. Bapak Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Tesis ini. 4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat dikemudian hari. 5. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua penulis yang tercinta, Ayahanda H. Said Mansyur dan Ibunda Hj. Dahlia beserta kakak dan

v

adik-adik penulis yang dengan segala pengorbanannya tak akan pernah penulis lupakan atas jasa-jasa mereka. Doa restu, nasihat dan petunjuk dari mereka kiranya merupakan dorongan moril yang paling efektif bagi kelanjutan studi penulis hingga saat ini. 6. Isteri tercinta Hj. Rita Puspita, S.Pd dan ananda Najwa Nailah karimah puteriku yang telah mendukung penyelesaian Tesis ini. 7. Bapak Drs. H.Irgan Chairul Mahfidz, M.Si dan Ibu Dra. E. Hafazhah, M.Si yang telah berkenan dan meluangkan waktunya menjadi nara sumber dalam penelitian ini. 8. Kawan-kawan Magister Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), khususnya Jurusan KPI UIN Jakarta angkatan pertama; Agus, Aris, Mumu, Fatoni, Keri, Indra, Azima, Dewi, Taqi, Aan, Edi, Priyan, yang selalu memberikan support kepada penulis. 9. Rekan-rekan DPW PPP Provinsi Banten dan Rekan-rekan DPC PPP se-Banten yang telah menyemangati penulis untuk dapat segera menyelesaikan Tesis ini. 10. Rekan-rekan Anggota Komisi 3 DPRD Provinsi Banten yang telah memberi motivasi dan dukungan kepada penulis 11. Sahabat dan kerabat saya di Wilayah Kota Tangerang dan Provinsi Banten, khususnya Laskar Ababil dan LODAYA (Kelompok Pemuda Swadaya) yang selalu membantu penulis dan memberi semangat sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan Tesis ini..

Tangerang, 23 Desember 2016

vi

DAFTAR ISI

PRAKATA v DAFTAR ISI vii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ix ABSTRAK x BAB I PENDAHULUAN 1 A. LatarBelakang 1 B. Masalah Penelitian 6 C. Ruang Lingkup Penelitian 8 D. Studi Pustaka 9 E. Kerangka Konseptual 12 F. Metodologi Penelitian 13

BAB II KERANGKA TEORI 19 A. Agenda Publik Dalam Teori Agenda Setting 19 B. Performa Komunikasi (Communication Performance) 27 C. Relasi Media dan Strategi Manajemen Krisis 41 1. Relasi Media sebagai Public Relations dalam 41 Komunikasi Politik 50 2. Strategi Manajemen Krisis BAB III PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DAN DUALISME 63 KEPEMIMPINAN

A. Deskripsi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 63 1. Partai Politik Islam di 69 B. Konflik dan dualisme kepemimpinan di PPP 71 1. Konteks Konflik PPP 71 BAB IV ANALISIS RELASI MEDIA DALAM MANAJEMEN KRISIS 102 DI PARTAI ISLAM A. Temuan Penelitian 102

v

1. Strategi Relasi Media 102

2. Manajemen Krisis 122 BAB V PENUTUP 138 A. Kesimpulan 138 B. Saran 139 DAFTAR PUSTAKA 140 LAMPIRAN 144

vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Hubungan pers (pers relations atau media relations) merupakan suatu kegiatan untuk mencapai publikasi atau penyiaran berita semaksimal mungkin untuk menciptakan pengenalan dan pengertian.1 Relasi ini dalam komunikasi politik dianggap penting karena kontestan, baik partai politik itu sendiri maupun tokoh politik, bisa membentuk citra sesuai dengan agenda yang diinginkan. Kasus dualisme kepemimpinan di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP)2 pada dasarnya merupakan krisis komunikasi yang terjadi. Krisis ini selain melibatkan hukum juga melibatkan kepercayaan khalayak karena citra yang muncul. Relasi media dalam konteks penelitian ini menjadi penting untuk melihat bagaimana dualisme kepemimpinan itu diselesaikan baik secara internal maupun bagaimana citra itu dimunculkan secara eksternal oleh kalangan media. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dilanda konflik internal berkepanjangan. Dua kubu di tubuh partai berlambang kakbah saling berseteru. Satu kubu dipimpin oleh (SDA) dan satunya di bawah komando Romahurmuziy (Romy). Keduanya merupakan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) partai hasil Muktamar VII tahun 2011. Pemimpin yang dilahirkan dari forum tertinggi partai.3 Menjelang pemilihan legislatif, muncul riak-riak perpecahan. Pemicunya, SDA hadir dalam kampanye Partai Gerindra pada 23 Maret 2014. Sikap ini dinilai melanggar peraturan partai. Penilaian terhadap pelanggaran tersebut karena belum ada keputusan resmi dari isntansi

1 Ruslan, Rosady. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi (Konsepsi dan Aplikasi). (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014). Hal. 168. 2 PPP sebagai salah satu partai politik yang lahir dari fusi partai-partai politik Islam peserta pemilu 1971 (Partai NU, , PSII dan patai PERTI). Bersama-sama dengan para pelaku politik dan masyarakat di Indonesia, para aktivis politik PPP selain turut menentukan perkembangan pergerakan Islam, dan dinamika perjalanan sejarah partai politik di Indonesia, juga mempunyai kontribusi di dalam mewujudkan pola-pola pandangan dunia (weltanschauung) tertentu di dalam perkembangan kebudayaan Indonesia. Tujuan PPP lihat dalam Ketetapan- ketetapan Muktamar V Partai Persatuan Pembangunan dan Surat Pimpinan Harian Pusat Partai Persatuan Pembangunan, Jakarta: DPP PPP 2003, PPP dan Cita-cita Politik. (Jakarta: DPP PPP, 2003). 3 Republika. co.id. Jakarta, dalam tajuk partai politik

1

2

partai untuk mendukung atau menyatakan dukungan terhadap calon presiden manapun. Pendapat tersebut dibantah oleh SDA pada kemudian hari. Manuver politik SDA ini kemudian mendapat perlawanan dari kubu Romahurmuziy atau Romy. Romy menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dan mengagendakan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) untuk mengevaluasi kepemimpinan SDA. Aksi “pecat-pecatan” pun terjadi. Beruntung, konflik itu bisa ditengahi oleh Ketua Majelis Syariah PPP KH. Maimoen Zubair (Mbah Moen). Namun, perbedaan terjadi lagi di antara keduanya. Mereka saling klaim sebagai pihak yang paling benar. Konflik pun semakin runyam. Perseteruan akhirnya menemui momentumnya. Kedua kubu menggelar Muktamar sesuai tafsir masing-masing. Romi dkk. menggelar Muktamar di Surabaya yang kemudian menjadikannya sebagai Ketua Umum. Sementara SDA menggelar Muktamar di Jakarta yang diklaim telah sesuai aturan yang direstui Majelis Syariah dan Mahkamah Partai. Pada Muktamar yang diadakan di Hotel Sahid tersebut, Djan Faridz terpilih sebagai Ketua Umum. Di sisi lain, konflik internal partai semakin meruncing dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM RI. Surat bernomor M. HH.AH.11.01 Tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014 itu mengesahkan perubahan susunan kepengurusan DPP PPP sesuai hasil muktamar Surabaya yang berlangsung 15-17 Oktober 2016. SDA pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas SK Menkumham melalui kuasa hukumnya. Pada tanggal 6 November, PTUN mengabulkan gugatan provisi SDA dengan Nomor 217/G/2014/PTUN-JKT dan babak baru konflik PPP pun dimulai. Dalam penetapan tersebut butir ke-2 menyatakan, memerintahkan kepada tergugat (Menkumham) untuk menunda pelaksanaan SK Menkumham RI Nomor M. HH.AH.11.01 Tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP PPP selama proses pemeriksaan perkara berlangsung sampai dengan putusan dalam perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap. Sementara pada butir ke-3 disebutkan, memerintahkan kepada tergugat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan Pejabat Tata Usaha Negara lainnya 3

yang berhubungan dengan keputusan Tata Usaha Negara (objek sengketa), termasuk dalam hal ini penerbitan Surat-Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang baru mengenai hal yang sama, sampai dengan adanya islah antara elite PPP yang bersengketa. Kedua kubu, baik kubu SDA maupun Romy memiliki interpretasi berbeda mengenai SK di atas. Menurut Romy, SK Menhunkam tetap berlaku dan memiliki kekuatan hokum yang mengikat. Sementara kubu lain, dalam hal ini Ahmad , yang ditunjuk sebagai sekjen oleh Djan Farid pada muktamar Jakarta mengatakan, adanya penetapan PTUN berarti kembali ke pengurus awal. Krisis Manajemen yang terjadi di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berdampak luas, baik dari sisi internal maupun eksternal. Hal tersebut terlihat jelas dengan merosotnya suara dalam Pileg (Pemilihan Legislatif) tahun 2014 lalu. Konflik ini menjadikan PPP dengan basis Islamnya terpecah. Konflik bermula dari sikap SDA yang menyatakan bahwa PPP berkoalisi dengan partai Gerindra, sedangkan belum ada persetujuan dari seluruh anggota partai yang biasanya dilakukan dalam bentuk muktamar. Pernyataan ini mengundang konflik dan kisruh internal antar pimpinan serta elite partai politik. Sekretaris Jendral DPP PPP, Ainur Rofiq menyatakan, kisruh dan konflik internal PPP murni disebabkan tindakan dan sikap politik Ketum PPP, yakni SDA yang dianggap oleh jajaran pimpinan elite PPP lainnya telah melanggar AD/ART PPP.4 Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Partai Persatuan Pembangunan menjadi berita yang sangat mengejutkan bagi para pengurus, kader, simpatisan di beberapa daerah. Kekalahan partai berlambang kakbah pada Pemilu 2014 menjadi salah satu pemicu lahirnya konflik internal pengurus pusat (DPP). Oleh karena itu, muncullah dua kubu yang sama-sama melahirkan konflik atas dasar ketidakpuasan akan pemimpin yang selama ini menakhodai partai berbasis Islam di Indonesia.

4http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/05/05/n53rme-mengapa-ppp- dilandakonflik-internal-antar-elite diakses pada tanggal 30 September 2014. 4

PPP sudah mengikuti pemilu sebanyak sembilan kali sejak tahun 1977 sampai pemilu tahun 2014 dengan hasil yang fluktuatif, turun naik.5 No Tahun Perolehan Suara Jumlah Kursi yang diperebutkan Pemilu 1. 1977 18.745.565 99 kursi/27,12% dari 360 kursi 2. 1982 20.871.800 94 kursi/26,11% dari 364 kursi 3. 1987 13.701.428 61 kursi/15,25% dari 400 kursi 4. 1992 16.624.647 62 kursi/15,50% dari 400 kursi 5. 1997 25.340.018 89 kursi/20,94% dari 425 kursi 6. 1999 11.329.905 58 kursi/12,55% dari 462 kursi 7. 2004 9.248.764 58 kursi 10,54% dari 550 kursi 8. 2009 5.500.000 38 kursi 6,90 % dari 550 kursi. 9. 2014 8.157.488 39 kursi 6,53 % dari 560 kursi

PPP merupakan partai politik yang dilahirkan dari fusi empat partai politik Islam peserta pemilu 1971 (partai NU, Parmusi, PSII, partai Islam PERTI). Tujuan didirikannya partai ini ialah untuk menjaga kepentingan penyaluran aspirasi politik konstituen Islam, yang kemudian berperan menjadi penghubung bagi kepentingan politik konstituen Islam yang diwakilinya. Politik merupakan arena untuk mencapai kekuasaan, sehingga diperlukan alat kendaraan. Dalam hal ini, partai politik merupakan wasilah/perantara untuk mencapai itu. Dalam praktiknya, kekuasaan merupakan ujung dari semua yang dicita-citakan oleh partai apa pun dan di mana pun juga. Kehadiran Partai politik merupakan bagian dari negara dalam mewujudkan bernegara yang demokratis. Sejak lama para pemimpin Islam di Indonesia berusaha menemukan jalan keluar dari persoalan yang membelit sebagian besar umatnya, yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. Setelah sekian lama terkungkung oleh kebijakan diskriminatif penjajah, kemerdekaan memang memberi peluang umat Islam untuk mengembangkan diri. Namun, hingga lebih dari enam puluh tahun sesudah

5 Posted by kompasiana: Admin Tanggal Posting : 16 Juli 2013 Kategori : | Dibaca : 17954

5

proklamasi kemerdekaan, citra tentang kemiskinan dan keterbelakangan masih juga belum terhapus. Sebagian besar umat Islam Indonesia jauh tertinggal dari peradaban barat dalam berbagai hal: pendidikan yang rendah, bidang pekerjaan yang secara materil kurang menguntungkan, skor kualitas hidup fisik yang rendah, dan status sosial ekonomi yang juga rendah. Sejak awal, para pemimpin dan aktivis Muslim sadar bahwa perbaikan kondisi yang memprihatinkan itu memerlukan perjuangan politik, yaitu berurusan dengan upaya memperoleh kekuasaan. Sebagai salah satu cara untuk memengaruhi tindakan dan pikiran orang lain serta memengaruhi proses pembuatan kebijakan publik, kekuasaan dinilai sangat penting. Apapun tujuan akhir yang hendak diperjuangkan, setiap aktivis harus mencapai tujuan antara memperoleh kemampuan memengaruhi orang dan proses kebijakan. Dengan kata lain, harus memiliki otoritas dan legalitas. Cita-cita seperti mengurangi kemiskinan rakyat pasti memerlukan kemampuan memengaruhi proses kebijakan publik. Partai politik merupakan cerminan negara yang demokratis yang diyakini sebagai prasyarat bagi kehidupan negara modern. Tanpa menunjuk kepentingan yang mana dan oleh siapa, jelas bahwa partai politik merupakan lembaga penyalur kepentingan, yang menyalurkan kepentingan rakyat dan kepentingan penguasa. Sebagai lembaga penyalur kepentingan, partai politik dijadikan komunikasi yang berfungsi dua arah, yaitu dari atas ke bawah dan juga dari bawah ke atas. Jika hal itu dapat terlaksana dengan baik, maka fungsi partai politik sebagai sosialisasi politik, partisipasi politik, komunikasi politik, artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, serta pembuatan kebijakan dapat berjalan dengan baik sehingga pembangunan politik yang diharapkan dapat terwujud. Setiap organisasi memungkinkan mengalami sebuah krisis dalam operasional sehari-hari tidak terlepas pada partai politik. Krisis tersebut harus dikelola dengan baik jika organisasi berkeinginan untuk dapat bertahan dalam pertarungan yang ketat pada era globalisasi saat ini. Setiap krisis mempunyai potensi memengaruhi citra organisasi, khususnya jika krisis tersebut berkembang menjadi bencana yang mempunyai dampak luas bagi masyarakat. Dalam hal ini, reputasi organisasi/parpol dapat menurun drastis dan membuat organisasi/parpol 6

menjadi objek kritikan dan cemoohan masyarakat. Akibatnya, organisasi/parpol tersebut akan mengalami kerugian besar, seperti menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat, keuntungan, bahkan memengaruhi psikologi dari semua yang berada dalam organisasi/parpol tersebut.6 Pemilihan peneliti terkait dengan relasi media karena melihat pentingnya menggunakan media dalam perkembangan kehidupan saat ini dalam mewujudkan cita-cita dan keinginan dalam hal ini lebih spesifik adalah kekuasaan dalam berpolitik. Tujuan pokok diadakannya hubungan pers adalah menciptakan pengetahuan dan pemahaman, bukan semata-mata untuk menyebarkan suatu pesan sesuai dengan keinginan perusahaan induk atau klien demi mendapatkan “suatu citra” semata. Relasi media juga akan menjadi dokumentasi atau bisa disebut bukti bagaimana konteks performa komunikasi itu ada di dalam tubuh partai politik. Konteks relasi media ini, juga sejalan dengan manajemen krisis, khususnya di dalam partai Islam (Partai Persatuan Pembangunan) disebabkan pemberitaan media yang masif dan sistematis terkait konflik di tubuh partai berlambang Kakbah. Tentu saja, sebagai Partai yang telah mengalami banyak permasalahan/konflik internal maupun eksternal memiliki upaya untuk meredam setiap permasalahan yang ada. sehingga Peneliti berupaya untuk memadankan kedua topik ini dalam rangka mencari benang merah atau satu kesimpulan dari penelitian. Adapun objek penelitian yang dikaji adalah bagaimana strategi dalam relasi media Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam manajemen krisis. Krisis yang dimaksud di sini adalah dualisme kepemimpinan. Dari penjabaran latar belakang di atas, Peneliti ingin meneliti tentang penelitian yang berjudul “Strategi Relasi Media dalam Manajemen Krisis Dualisme Kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan.”

B. Masalah Penelitian 1. Batasan Masalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan partai yang sejak berdiri sering mengalami konflik, baik konflik internal maupun eksternal. Adapun

6 Rachmat Kriyantono. Public Relation & Crisis Management, pendekatan critical public relations, etnografi kritis dan kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada, 2012) hal. 171 7

perbedaan yang mendasar dari konflik yang ada di tubuh Partai Persatuan Pembangunan pada tahun 2014 dengan konfilk-konflik terdahulu adalah masing- masing kubu memanfaatkan media sebagai relasinya dalam upaya memberikan informasinya kepada publik dalam rangka mengatasi krisis guna memperbaiki citra dan kepercayaan masyarakat. Setiap partai/organisasi tidak akan lepas dari krisis, baik yang berdampak luas maupun krisis yang hanya dirasakan oleh elite partai/organisasi. Hal tersebut membuat partai/organisasi harus mempunyai Standar Operasional Prosedural (SOP) mengantisipasi krisis. Strategi relasi media dalam penanganan manajemen krisis harus dimiliki dan menjadi sebuah upaya tambahan selain penyelesaian internal partai. Sehingga apabila terjadi konflik, maka konstituen mendapatkan informasi yang berimbang dan citra yang dimunculkan juga tidak merugikan partai politik yang bersangkutan. Krisis yang menjadi sorotan Peneliti adalah terkait dualisme kepemimpinan di Partai Persatuan Pembangunan. Dualisme ini terjadi karena adanya dua kubu saling mengklaim dirinya lebih berhak menjadi nakhoda partai sehingga timbullah persaingan dan membuat kegaduhan di kalangan elit dan di bawahnya. Dalam Penelitian ini difokuskan pada relasi media dalam manajemen krisis partai Islam, yakni studi kasus dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Juga, selain melakukan wawancara dengan kedua belah pihak, meneliti dokumen berupa foto maupun media digital, peneliti juga menggunakan Harian Kompas untuk menunjukkan bagaimana liputan media sebagai agenda media yang memuat agenda publik dalam hal ini agenda partai politik. 2. Masalah Adapun masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan? 3. Rumusan Masalah a. Bagaimana strategi penguatan (reinforcement strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014? 8

b. Bagaimana strategi rasionalisasi (rationalization strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014? c. Bagaimana strategi bujukan (inducement strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014? d. Bagaimana strategi konfirmasi (comfirmation strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014? C. Ruang Lingkup Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana strategi penguatan (reinforcement strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014. b. Untuk mengetahui bagaimana strategi rasionalisasi (rationalization strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014. c. Untuk mengetahui bagaimana strategi bujukan (inducement strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014. d. Untuk mengetahui bagaimana strategi konfirmasi (comfirmation strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kajian komunikasi politik dan kajian media sehingga menjadi referensi penelitian terkait relasi media dalam manajemen krisis terutama pada kaitan dengan partai Islam. Juga, sebagai salah satu referensi untuk melihat bagaimana strategi penguatan (reinforcement strategy), strategi rasionalisasi (rationalization strategy), strategi rujukan (inducement strategy), maupun strategi konfirmasi (comfirmation 9

strategy) dalam relasi media terkait manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi organisasi atau partai dalam menghadapi krisis internal maupun eksternal agar dapat mengambil langkah-langkah strategis dalam membuat manajemen krisis. Dan memberikan pencerahan kepada semua yang memerlukan penelitian ini. D. Studi Pustaka Beberapa penelitian telah mengangkat PPP dari berbagai objek penelitian. Salah satunya adalah disertasi Dr. Sihabudin Noor, MA di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2007. Penelitian ini mencoba untuk mencari tinjauan pustaka yang sejenis atau mirip dengan penelitian yang peneliti ambil. Oleh karena itu, ada beberapa penelitian yang serupa namun berbeda dari sisi penjelasan secara detail yang diteliti. Penelitian yang berjudul “Politik Islam, Studi Tentang Artikulasi Politik PPP 1973 – 2004” ini menjabarkan profil dan artikulasi politik Islam PPP kurun waktu 1973- 2004. Metode yang digunakan adalah pendekatan sejarah politik sehingga kajian tentang pola-pola distribusi kekuasaan, hakikat dan tujuan sistem politik, hubungan struktural, pola-pola dari perilaku individu dan kelompok, perkembangan hukum dan kebijakan-kebijakan sosial-politik menjadi bagian dari pendekatannya. Dalam menganalisa data menggunakan analisa isi (content analysis), dengan menganalisis makna yang terkandung di dalam seluruh gagasan/artikulasi politik PPP berdasarkan konsep-konsep dalam ilmu politik, sosiologi politik, maupun sejarah politik. Sementara corak penelitian ini adalah studi pustaka (library research) yang bersumber dari kertas kerja dan dokumen PPP, kliping koran dan majalah, jurnal politik dan bahan-bahan lain yang tidak diterbitkan, kecuali untuk konfirmasi, maka dilakukan cross check data kepada beberapa narasumber. Data-data itu kemudian dianalisa sesuai dengan urutan peristiwa untuk kemudian diuji keterkaitannya dengan tema penelitian. Umumnya studi tentang PPP hanya dilihat dari sisi hubungan antara Islam dan negara pada masa Orde Baru. Beberapa penelitian dan tulisan berkaitan dengan ini antara lain dilakukan oleh Syamsuddin Haris yang memfokuskan 10

kajiannya tentang sistem kepartaian pada masa Orde Baru dengan mengambil kasus hubungan “PPP dan Politik Orde baru.”7 Namun, salah satu poin penting di dalam penelitian ini menyangkut kajian tentang ketidakpopuleran PPP di kalangan massa Islam, dan berakibat menurunnya dukungan dan partispasi politiknya yang disebabkan tiga hal. Pertama, adanya perubahan persepsi pemilih Islam sebagai akibat berlakunya asas tunggal Pancasila di dalam sistem kepartaian PPP. Kedua, berpalingnya sebagai pemilih tradisional PPP yang berasal dari NU ke dan PDI. Hal ini berkaitan dengan adanya upaya “penggembosan” PPP dari para tokoh NU yang kecewa akibat kurang diperhatikannya aspirasi politik mereka di PPP. Ketiga, adanya konflik di dalam tubuh PPP akibat perebutan kursi kekuasaan di tingkat elite PPP yang kemudian menyebabkan berkurangnya dukungan pemilih di perkotaan. Kemudian, penelitian lain berjudul “The Partai Persatuan Pembangunan: The Political Journey of Islam Under Indonesia’s New Order (1973-1987)8” yang melihat bahwa untuk mencapai stabilitas politik, Orde Baru mengeliminasi berbagai kekuatan politik, sejak awal pemerintahnya lewat upaya restrukrisasi politik yang secara sistematik, dan upaya de-ideologisasi lewat asas tunggal Pancasila. Sebagai salah satu korbannya adalah partai-partai Islam yang berfusi ke dalam PPP, maupun PPP sendiri kemudian terkena kebijakan de- ideologisasi, dan berakibat dijauhkannya PPP dari konstituennya tradisionalnya, pemilih Islam. Sementara ulasan lain terkait dengan problema dan prospek PPP dilakukan oleh Muhammad Rodja, “PPP Problema dan Prospek”.9 Karya ini memaparkan berbagai problem PPP, di pentas politik nasional. Pemikiran yang terpenting dari karya ini selain dari rumusan evaluasi bagi konsepsi PPP ke depan adalah pemaham yuridis terhadap makna yang dikandung slogan NU pada dekade 1990- an “Kembali ke Khittah 1926” sebagai counter terhadap upaya penggembosan kalangan elite NU terhadap perolehan suara PPP ketika itu. Karya ini tidak lepas

7 Syamsuddin Haris. PPP dan Politik Orde baru. (Jakarta: Gramedia, 1991) dalam disertasi Dr, Sihabudin Noor, MA 8 Sudarnoto Abdul Hakim. Te Political Journey of Islam under Indoenesia’s New Order (1973-1987), Montreal, Institute of islamic Studies Mc Gill University Montreak, 1993 (lihat disertasi Dr. Sihabudin Noor, MA 9 Muhammad Rodja. PPP Problem dan Prospek. (Jakarta: Lembaga Pengembangan Produktivitas, 1994) 11

dari subyektivitas Penelitinya, yang juga sekaligus merupakan kekuatannya, mengingat Peneliti merupakan salah seorang aktivis PPP.Selain itu karya Agus Miftach, “Di Balik Gejolak Politik PPP, Persaingan NU dan MI: Refleksi Menjelang Suksesi”10, Karya ini berupaya untuk mengungkapkan latar belakang sejumlah peristiwa politik yang penting di dalam PPP sampai kurun waktu 1994. Di samping beberapa karya tersebut, beberapa tulisan yang merupakan hasil pengamatan tentang PPP antara lain adalah kumpulan tulisan yang disunting oleh Burhan Magenda, “Sikap Politik Tiga Kontestan” pemilu pada zaman Orde Baru, PPP, Golkar dan PDI”11. Kumpulan tulisan ini tidak secara khusus mengkaji PPP, namun berkisar pada isu-isu pembangunan politik, persiapan pemilu di kalangan partai politik dan Golkar, kampanye politik, sampai pada isu-isu di sekitar pembentukan kabinet baru. Karya lain yang berkaitan dengan PPP dilakukam oleh Nasir Tamara “Sejarah Politik Islam Orde Baru”.12 Tamara ini tidak secara tidak khusus membahas mengenai PPP, namun berupa pengamatan mengenai kompleksitas peranan Islam di dalam pendewasaan Orde Baru. Mengingat Islam di Indonesia, termasuk di dalamnya PPP sebagai representasi partai Islam, sedang dalam proses pencarian jati dirinya. Kajian tentang PPP juga terdapat dalam kumpulan tulisan yanng dilakukan oleh Musa Kazhim dan Alfan Hamzah, “5 Partai dalam Timbangan”. Dan Sahar L. Hassan “Memilih Partai Islam”.13 Kumpulan tulisan ini hanya berkisar pada prediksi akan adanya lima besar partai politik, termasuk PPP di dalamnya, yang mendapat suara terbanyak sesudah fase “liberalisasi politik akibat meledaknya partisipasi politik masyarakat sesudah runtuhnya rezim Orde Baru 1998. Selain itu adalah tulisan sahar.L Hasssan tidak secara khusus membahas tentang PPP, tetapi hanya merupakan buku panduan untuk memilih partai-partai Islam pada pemilu Mei 1999.

10 Agus Miftach. Di Balik Gejolah Politik PPP, Persaingan NU dan MI: Refleksi Mejelang Suksesi. (Jakarta: Forum Kajian Masalah Sosial Politik, 1994) 11 Burhan Megenda. Sikap Politik Tiga Kontestan. (Jakarta: Penerbit Sinar Harapann, 1992) 12 Nasir Tamara. Sejarah Politik Islam Orde Baru (Prisma, NO. 5, 1988) 13 Musa Kazhim dan alfan Hamzah. 5 Partai dalam Timbanga (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999). Sahar.L.Hassan 12

Pengamatan yang secara khusus berbicara tentang PPP adalah suntingan Moch. Lukman Fathullah Rais, “Menuju Masa Depan: Pemikiran dan Gagasan tentang PPP. Karya ini merupakan kumpulan tulisan tentang PPP dari berbagai kalangan pengamat dan praktisi politik. Karya lainnya adalah berbagai kumpulan pidato maupun profil Islmail Hasan Metareum sebagai Ketua Umum DPP PPP 1989-1998, “Mendayung di Sela-sela Karang (Pokok-pokok Pikiran Ketua Umum DPP PPP H. Ismail Hasan Metareum, SH)”, dan “Akhlakul Karimah dalam Berpolitik, Rasyif Ridla Soleiman, “Catatan Kecil Jejak Putera (Profil Ismail Hasan Metareum, SH, Ketua Umum DPP PPP) dan Wall Paragoan, “Tumbangnya Jago Rembang, Paparan Informatif seputar Muktamar III PPP”.14 Juga ada penelitian yang berjudul “Partai Politik dan Pembangunan Politik” oleh Ellya Rosana Jurnal TAPIs Vol.8 No.1 Januari-Juni 2012. Penelitian ini menjelaskan mengenai partai politik di Indonesia dan strategi untuk membangun politik yang demokratis. Metode yang digunakan adalah library research studi kepustakaan dengan mengambil referensi buku yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Adapun perbedaan yang mendasar dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan diteliti oleh Peneliti adalah sisi penjelasan dari manajemen krisis dan relasi media partai Islam (dualisme yang terjadi di Partai Islam yakni Partai Persatuan Pembangunan). E. Kerangka Konseptual Dalam melakukan penelitian ini kerangka konseptual yang digunakan sebagai berikut:

14 Ismail Hasan Metareum. Mendayaung di Sela-sela Karang. (Jakarta: DPP PPP, 1994). Ismail Hasan Metareum, Akhlakul Karima dalam berpolitik, Jakarta, Panjimas, 1995, Rasyif Ridla Soleiman, “Catatan Kecil Jejak Putera Pesantren (Profil Ismail Hasan Metareum, SH, Ketua Umum DPP PPP) dan Wall Paragoan, “Tumbangnya Jago Rembang, Paparan Informastif seputar Muktamar III PPP” 13

Gambar 1 Peta KonsepPenelitian Secara sederhana peta konsep ini menjelaskan bahwa realitas subyektif yang muncul adalah adanya dua kubu dalam kepengurusan PPP. Kubu versi Romahurmuzy maupun versi DjanFarid dalam (kasus) praktiknya tidak hanya sekadar melakukan upaya hukum untuk menegaskan pengesahan kepengurusan di tingkat pusat semata. Kedua kubu juga pada dasarnya memerlukan dukungan media untuk meraih agenda publik dan tentu dalam konteks komunikasi politik menjadi kekuatan dalam melakukan kampanye baik dalam pemilihan kepala daerah maupun menjelang Pemilihan Umum tahun 2019. Untuk mendapatkan dukungan agenda media, kedua kubu dilihat melalui peforma komunikasi yang menunjukkan bagaimana proses simbolik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Performa komunikasi ini kemudian dilihat melalui strategi relasi media dalam konteks komunikasi politik, yakni melalui strategi penguatan, strategi rasionalisasi, strategi bujukan, dan strategi konfirmasi.

F. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian ini adalah paradigma positivisme. Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern. Secara umum boleh dikatakan bahwa akar sejarah pemikiran positivisme dapat dikembalikan kepada masa Hume (1711- 1776) dan Kant (1724-1804). Hume berpendapat bahwa permasalahan- permasalahan ilmiah haruslah diuji melalui percobaan (aliran Empirisme). 14

Sementara Kant adalah orang yang melaksanakan pendapat Hume dengan menyusun Critique of pure reason (Kritik terhadap pikiran murni / aliran Kritisisme). Selain itu, Kant juga membuat batasan-batasan wilayah pengetahuan manusia dan aturan-aturan untuk menghukumi pengetahuan tersebut dengan menjadikan pengalaman sebagai porosnya. Paradigma positivisme dicetuskan oleh Henry Sain Simon sebagai penggagas dan murid utama Auguste Comte. Selain penggagas ia juga salah satu pemikir dari Prancis yang meneruskan dan mengembangkan gagasannya15. Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang muncul paling awal dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar yang menjadi akar pemahaman tersebut, yaitu realitas ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai hukum alam (natural laws) yang mengakar pada paham ontologi realisme. Dengan paham tersebut, dapat disebutkan bahwa positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang selalu didasarkan pada data empiris dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Dalam bukunya yang berjudul The Course of Positive Philosophy (1830-1842), August Comte mengembangkan positivisme menjadi tiga, yaitu positivisme sosial, positivisme evolusioner, dan positivisme kritis. Dalam hal ini, positivisme sosial menjadi penjabaran utama dari kebutuhan masyarakat dan sejarah. Positivisme sosial yang dikembangkan oleh Comte meyakini kehidupan sosial hanya dapat dicapai melalui penarapan ilmu-ilmu positif. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Jenis ini merupakan metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang-oleh sejumlah individu atau sekelompok orang- dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan akhir untuk

15 Positivisme menurut Gunter (2000:4-5) pendekatan positivisme ini didasarkan pada abad ke-19 dari pemikiran Auguste Comte yang kemudian dikembangkan oleh Emile Durkheim. Positivisme bisa didefinisikan sebagai ilmu sosial sebagai metode terorganisir untuk menggabungkan logika deduktif dengan pengamatan empiris yang tepat dari perilaku individu dalam rangka untuk menemukan dan mengkonfirmasi serangkaian hukum kausal probabilistik yang dapat digunakan untuk memprediksi pola umum kegiatan manusia lihat Gunter, Barrie. (2000). Media Research Methods. Thousand Oaks, CA: SAGE Publications. 15

penelitian ini memiliki struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapa pun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan.16 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan adalah studi kasus eksternal dan Intrinsik. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan antar variabel, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.17 Peneliti menemukan adanya manfaat untuk mengenali tiga jenis studi kasus. Peneliti menyebut sebuah penelitian dengan studi kasus intrinsik apabila penelitiannya dilakukan karena, yang pertama dan terutama kita ingin memahami kasus partikuler tersebut dengan lebih baik. Penelitian pada prinsipnya tidak dilakukan karena kasusnya mewakili kasus-kasus lain atau karena kasus tersebut menjelaskan ciri atau permasalahan tertentu, namun justru karena dengan segenap kekhususan dan kelazimannya, kasus itu sendiri memang menarik minat. Peneliti sekurang-kurangnya untuk sementara mengesampingkan keingintahuan lainnya sehingga kisah orang-orang “yang menjalani kasusnya” bisa dipetik. Tujuannya bukanlah untuk memahami konstruk abstrak atau fenomena umum tertentu, semisal literasi atau penggunaan obat-obatan remaja atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang meskipun pada waktu-waktu lain sang peneliti mungkin melakukan hal tersebut. Studi kasus dilakukan karena minat intrinsik, misalnya pada anak, klinik, koferensi, atau kurikulum khusus ini.18 3. Objek Penelitian Objek penelitian dalam tesis ini adalah strategi relasi media dalam manajemen krisis di partai Islam yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 4. Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini terbagi atas data primer. Data primer merupakan data utama untuk melihat bagaimana strategi relasi media dalam

16 Creswell, Research Design. Pendekatan Kualtitaif, Kuantitatf dan Mixed. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). 17Jalaluddin Rakhmat. Metode Penelitian Komunikasi “dilengkapi contoh analisis statistik”. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002). 18 Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln. The Sage Handbook of Qualitative Research. 1 edisi ketiga. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). hal, 481 16

manajemen krisis di PPP. Data ini diperoleh dengan mengoleksi dokumen- dokumen terkait pelaksanaan strategi relasi media, hasil wawancara dengan informan penelitian yang terlibat langsung dalam pelaksanaan relasi media di setiap kubu yang berseberangan, dan juga catatan-catatan atau dokumentasi. Informan dalam hal ini adalah Drs. H. Irgan Chairul Mahfidz, M.Si. selaku Ketua DPP PPP Bidang Politik, Pemerintah, dan Otonomi Daerah PPP Romahurmuziy, dan Dra. E. Hafazhah, M.Si. selaku Sekretaris Mahkamah Partai DPP PPP kubu Djan Faridz. Kemudian ada data sekunder, yakni data-data yang diperoleh dari literatur atau pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini, seperti buku-buku pengetahuan, dokumen-dokumen dan sebagainya. Data sekunder ini terutama sangat penting untuk membangun kerangka pembahasan bagaimana sejarah PPP sampai pada krisis organisasi dengan dualisme kepemimpinan yang terjadi. 5. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik atau jenis penelitian studi kasus. Dalam pandangan Robert E. Stake studi kasus merupakan penelitian dengan teknik analisis data untuk melihat bagaimana sebuah kasus itu terjadi dan juga kasus tersebut disarikan menjadi sebuah perspektif tersendiri menurut peneliti.19. Studi kasus yang dalam konteks ini adalah studi kasus instrumental pada dasarnya tidak menempatkan kasus sebagai satu-satunya fokus melainkan menjadikan kasus sebagai perantara untuk melihat isu atau fenomena yang unik20. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi fokus pada penelitian ini bukan pada manajemen krisis yang terjadi di tubuh PPP semata melainkan menjadikan dualisme kepemimpinan tersebut sebagai perantara untuk melihat

19 Denzin dan Lincoln. The Sage Handbook of Qualitative Research 1 edisi ketiga. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). hal.301-313 20 Studi kasus merupakan satu cara lazim untuk melakukan penelitian kualitatif. Penelitian studi kasus bukanlah barang baru, dan pada dasarnya juga tidak berciri kualitatif. Studi kasus bukanlah sebuah pilihan metodologis, namun pilihan subjek yang akan dipelajari atau diteliti. Jikalau penelitian studi kasus lebih manusiawi atau ditilik dari beberapa segi berciri transendental, maka hal ini karena penelitinya, bukan metodenya. Apa pun metodenya, kita memilih untuk mempelajari kasus. Kita bisa mempelajari kasus tersebut secara analitis atau holistik, sepenuhnya dengan pengukuran yang berulang-ulang atau secara hermeneutis secara organis atau kultural dan dengan metode campuran–namun kita memusatkan kajian, sekurang- kurangnya untuk sementara waktu, pada kasusnya. Lihat Denzindan Lincoln, The Sage Handbook, hal,479lihatjugaAbdul Aziz, S.R, “Memahami Fenomena Sosial Melalui Studi Kasus, dalam Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003). cet. II hal. 20 17

bagaimana strategirelasi media yang digunakan. Lewat penelitian dalam studi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran komprehensif, intens, rinci dan mendalam dalam menelaah fenomena yang bersifat kontemporer yakni berupa strategi relasi media dalam manajemen krisis di tubuhpartai.21 Dalam penelitian ini, prosedur studi kasus yang digunakan sebagai prosedur pengumpulan data sampai pada analisis data adalah: 1) Peneliti membangun kerangka kerja konseptual untuk mengkaji kasus awal atau terhadap objek penelitian. Dalam konteks penelitian ini, konsep relasi media melalui strategi penguatan, strategi rasionalisasi, strategi bujukan, dan strategi konfirmasi 2) Berbagai gejala dari kasus tersebut dikelompokkan berdasarkan prinsip fenomenologis untuk mendapatkan komponen penting atau isu-isu yang sesuai dengan masalah penelitian dan dikelompokkan berdasarkan jenisstrategidalamrelasi media yang peneliti gunakan. Untuk tahap ini, peneliti melihat konten apa (what) saja yang diproduksi oleh pengurus PPP dari kedua belah pihak dalam rangka relasi media. 3) Melakukan pelacakan pola-pola data untuk memperkaya isu-isu pemanfaatan media oleh pengurus PPP di kedua belah pihak. Pola ini pada dasarnya sudah tertera dalam strategi relasi media hanya saja pelacakan terhadap aspek bagaimana (how). 4) Menggunakan teknik triangulasi untuk mempertegas data penelitian dan landasan interpretasi. Hasil data yang diperoleh kemudian dikonfirmasi dan dikuatkan dengan wawancara atau catatan observasi untuk memberikan penguatan (validitas) terhadap data yang diperoleh. 5) Membangun beberapa alternatif penafsiran untuk merumuskan jawaban-jawaban sesuai dengan masalah dalam penelitian ini. Sebelum sampai kepada simpulan akhir, peneliti terlebih dahulu akan membangun beberapa konsep dari strategi relasi media setiap kepengurusan PPP dari kedua belah pihak. Kemudian konsep-konsep

21 Abdul Aziz, S.R. “Memahami Fenomena Sosial Melalui Studi Kasus, dalam Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003). cet. II hal. 20 18

ini akan disaring kembali untuk memberikan simpulan akhir terhadap realitas yang sedang diteliti guna menjawab pertanyaan penelitian.

BAB II KERANGKA TEORI

A. Agenda Publik dalam Teori Agenda Setting Menurut Bernard Cohen adalah bahwa “Pers mungkin tidak selalu berhasil dalam mendorong orang untuk memikirkan sesuatu, tetapi sangat berhasil sekali dalam mendorong orang untuk menentukan apa yang perlu dipikirkan, pernyataan Cohen didasarkan pada ide awal Walter Lippmann (1920) tentang “dunia luar” dan “gambar kepala kita”. Diktum Cohen menyatakan bahwa media memiliki efek tidak langsung bersama dengan, dalam kasus tertentu efek langsung.1 Teori Agenda Setting diperkenalkan oleh Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw dalam tulisan mereka yang berjudul “The Agenda Setting Function of Mass Media” yang telah diterbitkan dalam Public Opinion Quarterly pada tahun 1972. Menurut kedua pakar ini jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan memengaruhi khalayak untuk menganggap penting.2 Teori Penentuan Agenda (Agenda Setting Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.3 Teori Agenda Setting pertama dikemukakan oleh Walter Lippman (1965) pada konsep “The World Outside and the Picture in our head”, penelitian empiris teori ini dilakukan Mc Combs dan Shaw ketika mereka meneliti pemilihan presiden tahun 1972. Mereka mengatakan antara lain walaupun para ilmuwan yang meneliti perilaku manusia belum menemukan kekuatan media seperti yang disinyalir oleh pandangan masyarakat yang konvensional, belakangan ini mereka menemukan cukup bukti bahwa para penyunting dan penyiar memainkan peranan

1 Bernard Cohen (1963) sebagaimana dikutip Lynda Lee Kid, Handbook Penelitian Komunikasi Politik, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2015), hal. 12 2 Gun Hun Heryanto, Komunikasi Politik Di Era Industri Citra, (Jakarta: Lasswell, 2010). Hal. 19 3 Little John, Foss, Teori Komunikasi, edisi ke-9. (Jakarta: Salemba Humanika, 2009)

19

20

yang penting dalam membentuk realitas sosial, ketika mereka melaksanakan tugas keseharian mereka dalam menyampaikan berita. Agenda Setting menggambarkan pengaruh yang kuat dari media, terutama kemampuannya untuk mengatakan isu apa yang penting dan tidak. McComb dan Shaw menyelidiki kampanye presiden pada tahun 1968, 1972 dan 1976. Dalam risetnya tahun 1968, mereka fokus pada dua elemen pokok yakni: kesadaran dan informasi. Dalam riset empiris di sebuah wilayah di Chapel Hill North Caroline. Saat itu riset mensurvey 100 orang pemilih yang belum memutuskan pilihan tentang apa yang mereka pikirkan di tengah berita aktual yang dipublikasikan media. Studi tersebut menemukan bukti bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat, (0,975) antara urutan prioritas pentingnya 5 isu yang dilansir oleh media di Chapel Hill dengan urutan prioritas pada responden. Hasil yang hampir identik dan cocok dengan hipotesis mereka bahwa media massa memosisikan agenda opini publik dengan penekanan topik-topik tertentu yang khusus. Alexis S. Tan menyimpulkan bahwa dalam Teori Agenda Setting, meningkatnya nilai penting suatu topik pada media massa menyebabkan meningkatnya nilai penting topik tersebut pada khalayak (S.Tan Alexis, 1981:277) yang diberikan media kepada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak kepada persoalan itu. Singkatnya, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Begitu juga sebaliknya apa yang dilupakan media, akan luput juga dari perhatian masyarakat.4 Sementara Menhein sebagaimana dikutip oleh Effendy mengatakan bahwa terdapat konseptualisasi agenda yang potensial untuk memahami proses agenda setting yakni agenda media, agenda khalayak dan agenda kebijakan. Masing- masing agenda tersebut mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut (Effendy, Onong Uchjana, 2003: 288-289)5. Pertama, untuk agenda media dimensi- dimensinya: a. Visibility ( Visibilitas) yakni jumlah dan tingkat perioritas penampakan berita. b. Audience salience (tingkat penampakan berita bagi khalayak) yakni relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak.

4 Little John, Teori Komunikasi 5 Gun Gun, Komunikasi Politik, hal. 20 21

c. Valence (Valensi) yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peritiwa. Kedua, agenda khalayak, adapun dimensi-dimensi yang biasanya ada dalam agenda khalayak adalah: a. Familiarity (keakraban) yakni derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu. b. Personal Salience (penonjolan pribadi) yakni relevensi kepentingan dengan ciri pribadi. c. Favorability (Kesenangan) yakni pertimbangan senang atau tidak senang akan topik berita. Ketiga, agenda kebijakan, adapun dimensi-dimensi yang biasanya ada dalam agenda kebijakan adalah: a. Support (dukungan) yakni kegiatan menyenangkan bagi yang suatu berita tertentu. b. Likelihood of action (kemungkinan kegiatan) kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan. c. Freedom of action (kebebasan bertindak) yakni nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah. Marketing politik di media massa tentunya tidak lepas dari pembicaraan soal efek, karena ini merupakan entry point bahasan agenda setting. Komunikator politik yang hendak menggunakan media massa sebagai medium penyampaian pesan politik sudah seharusnya memahami masalah efek ini. Efek terdiri dari efek langsung dan efek lanjutan (subsequent effects). Efek langsung ini berkaitan dengan isu, apakah isu itu ada atau tidak ada dalam agenda khalayak (pengenalan): dari semua isu, mana yang dianggap paling penting menurut khalayak (salience): bagaimana isu itu dirangking oleh responden dan apakah rangkingan itu sesuai dengan rangking media. Efek lanjutan berupa persepsi (pengetahuan tentang peristiwa tertentu) atau tindakan (seperti memilih kontestan atau kandidat dalam Pemilu). Pada kenyataannya menurut perspektif teori agenda setting, media massa menyaring artikel, berita atau acara yang disiarkannya. Secara selektif, “gatekeepers” seperti 22

penyunting, redaksi bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang harus disembunyikan.6 Khalayak bukan saja belajar tentang isu-isu masyarakat dan hal-hal lain melalui media, meraka juga belajar sejauh mana pentingnya suatu isu atau topik dari penegasan yang diberikan oleh media massa. Misalnya, dalam merenungkan apa yang diucapkan kandidat selama kampanye, media massa tampaknya menentukan isu-isu yang penting. Dengan kata lain, media menentukan “acara” (agenda) kampanye. Dampak media massa, kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif di antara individu-individu, telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa. Disinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur dunia. Tapi yang jelas agenda setting telah membangkitkan kembali minat peneliti pada efek komunikasi massa. Audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan kepada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut. Misalnya, dalam merefleksikan apa yang dikatakan para kandidat dalam suatu kempanye pemilu, media massa terlihat menentukan mana topik yang penting. Dengan kata lain, media massa menetapkan 'agenda' kampanye tersebut. Kemampuan untuk memengaruhi perubahan kognitif individu ini merupakan aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa. Dalam hal kampanye, teori ini mengasumsikan bahwa jika para calon pemilih dapat diyakinkan akan pentingnya suatu isu maka mereka akan memilih kandidat atau partai yang diproyeksikan paling berkompeten dalam menangani isu tersebut. McCombs dan Shaw pertama-tama melihat agenda media. Agenda media dapat terlihat dari aspek apa saja yang coba ditonjolkan oleh pemberitaan media terebut. Mereka melihat posisi pemberitaan dan panjangnya berita sebagai faktor yang ditonjolkan oleh redaksi. Untuk surat kabar, headline pada halaman depan, tiga kolom pada berita halaman dalam, serta editorial, dilihat sebagai bukti yang cukup kuat bahwa hal tersebut menjadi fokus utama surat kabar tersebut. Dalam majalah, fokus utama terlihat dari bahasan utama majalah tersebut. Sementara

6 Gun Gun, Komunikasi Politik, hal. 21 23

dalam berita televisi dapat dilihat dari tayangan spot berita pertama hingga berita ketiga, dan biasanya disertai dengan sesi tanya jawab atau dialog setelah sesi pemberitaan. Sedangkan dalam mengukur agenda publik, McCombs dan Shaw melihat dari isu apa yang didapatkan dari kampanye tersebut. Temuannya adalah, ternyata ada kesamaan antara isu yang dibicarakan atau dianggap penting oleh publik atau pemilih tadi, dengan isu yang ditonjolkan oleh pemberitaan media massa. McCombs dan Shaw percaya bahwa fungsi agenda-setting media massa bertanggung jawab terhadap hampir semua apa-apa yang dianggap penting oleh publik. Karena apa-apa yang dianggap prioritas oleh media menjadi prioritas juga bagi publik atau masyarakat. Akan tetapi, kritik juga dapat dilontarkan kepada teori ini, bahwa korelasi belum tentu juga kausalitas. Mungkin saja pemberitaan media massa hanyalah sebagai cerminan terhadap apa-apa yang memang sudah dianggap penting oleh masyarakat. Meskipun demikian, kritikan ini dapat dipatahkan dengan asumsi bahwa pekerja media biasanya memang lebih dahulu mengetahui suatu isu dibandingkan dengan masyarakat umum. Berita tidak bisa memilih dirinya sendiri untuk menjadi berita. Artinya ada pihak pihak tertentu yang menentukan mana yang menjadi berita dan mana yang bukan berita. Setelah tahun 1990-an, banyak penelitian yang menggunakan teori agenda-setting semakin menegaskan kekuatan media massa dalam memengaruhi benak khalayaknya. Media massa mampu membuat beberapa isu menjadi lebih penting dari yang lainnya. Media mampu memengaruhi tentang apa saja yang perlu dipikirkan. Lebih dari itu, kini media massa juga dipercaya mampu memengaruhi bagaimana cara berpikir. Para ilmuwan menyebutnya sebagai framing. McCombs dan Shaw kembali menegaskan kembali tentang teori agenda setting, bahwa “the media may not only tell us what to think about, they also may tell us how and what to think about it, and perhaps even what to do about it”. 7 Teori agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw dalam “Public Opinion Quarterly”. Teori Agenda Setting (Agenda

7McCombs , M. dan Shaw, The Agenda setting Fungsi Massa Media, Public Opinion Quarterly 1972.

24

Setting Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa. Dua asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda adalah: 1. masyarakat pers dan media massa tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan membentuk isu. 2. konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih penting daripada isu-isu lain. Salah satu aspek yang paling penting dalam konsep penentuan agenda adalah peran fenomena komunikasi massa, berbagai media massa memiliki penentuan agenda yang potensial berbeda termasuk intervensi dari pemodal. Media massa berfungsi menyusun agenda untuk diskusi, kebutuhan- kebutuhan dan kehidupan orang-orang. penting atau tidaknya diskusi tersebut ditentukan dan diperluas oleh media massa. Menurut teori ini media massa mempunyai fungsi yang berbeda sesuai dengan jenis mediannya. Misalnya, televisi mempunyai agenda settingnya berlaku dalam waktu pendek yang memprioritaskan pada agenda setting sebagai lampu sorot. Adapun pada surat kabar sangat memperhatikan agenda setting tentang masalah publik, politik, atau masalah-masalah yang sedang aktual di masyarakat. Teori Agenda Setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif, seperti penyunting, redaksi, bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitkan dan mana yang harus disembunyikan. Setiap kejadian atau isu diberi bobot tertentu dengan panjang penyajian (ruang dalam surat kabar, waktu pada televisi dan radio) dan cara penonjolan (ukuran judul, letak pada suratkabar, frekuensi penayangan, posisi dalam suratkabar, posisi dalam jam tayang). Karena pembaca, pemirsa, dan pendengar memperoleh kebanyakan informasi melalui media massa, maka agenda media tentu berkaitan dengan agenda masyarakat (public agenda). Agenda masyarakat diketahui dengan menanyakan kepada 25

anggota-anggota masyarakat apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka bicarakan dengan orang lain. Asumsi dasar dari teori ini mengatakan bahwa agenda media merupakan pengejawantahan dari agenda publik itu sendiri. Meski dalam pandangan kritis ada yang menganggap bahwa agenda publik sebenarnya dibentuk oleh media melalui konten yang dipublikasikan, namun pada konteks penelitian ini konsepsi publik diletakkan tidak sebagai khalayak pasif semata. Lalu, pertanyaannya adalah apa itu khalayak? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) khalayak adalah: Segala yang diciptakan oleh Tuhan (makhluk) atau kelompok tertentu dalam masyarakat yang menjadi sasaran komunikasi masyarakat ramai, publik, masyarakat banyak, umum. Khalayak dalam ilmu komunikasi biasa disebut dengan istilah penerima, sasaran, pembicara, pendengar, pemirsa, audience, decoder atau komunikan. Ketika mendengarkan pidato, menonton drama, berpartisipasi dalam sebuah percakapan, atau mengonsumsi media, penonton merupakan anggota dari khalayak. Khalayak adalah publik yang secara berkesinambungan bertindak sebagai pengirim maupun penerima pesan. Khalayak sebagai sekelompok orang yang memiliki motivasi, keputusan, dan pilihan. Tipe khalayak dibedakan menjadi dua, yaitu: khalayak aktif dan khalayak pasif. Meski beberapa ahli ilmu komunikasi membagi khalayak atas khalayak pasif dan aktif, akan tetapi yang dimaksud khalayak aktif adalah khalayak yang tetap berstatus sebagai konsumen dan tidak sebagai produsen isi media atau berita. Dalam pembagian posisi khalayak pasif, Biocca menegaskan bahwa media berkuasa penuh dan memberikan pengaruh yang diterima apa adanya oleh khalayak8. Kajian yang dilakukan oleh Frank Biocca dalam artikel “Opposing conceptions of the audience.” Menyimpulkan beberapa tipologi dari khalayak aktif di antaranya: 1. audience activity as “selectivity”. Khalayak aktif dianggap selektif dalam proses konsumsi media yang mereka pilih untuk digunakan. Mereka tidak asal-asalan dalam mengkonsumsi media, namun didasari alasan dan tujuan tertentu.

8 Rulli Nasrullah, Komunikasi Budaya di Era Budaya Siber, (Jakarta: Prenada, 2012). 26

2. audience activity as “utuilitarianism”. Khalayak aktif dikatakan mengkonsumsi media dalam rangka suatu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan tertentu yang mereka miliki. 3. audience activity as “involvement”. Penggunaan secara sengaja dari isi media. 4. audience activity as “imperviousness to influence”. Khalayak secara akktif berfikir mengenai alasan mereka dalam mengkonsumsi media. berkenaan dengan pelapisan khalayak komunikasi politik, membedakan politik sebagai berikut: a) publik umum (general public) b) publik yang penuh perhatian (the attentive public) c) elit opini dan kebijakan (The Leadership Public) Elit opini dan kebijakan merupakan kalangan yang paling aktif minatnya dalam masalah kepemerintahan dan seringkali sebagai pelaku politik. Sedangkan publik attentive merupakan khalayak yang menaruh perhatian terhadap diskusi- diskusi antar elit politik dan seringkali termobilisasi untuk bertindak dalam kaitan suatu permasalahan politik. Publik umum terdiri dari hampir separuh penduduk, dalam kenyataannya jarang berkomunikasi dengan para pembuat kebijakan. Publik attentive merupakan khalayak utama (key audience) dalam komunikasi politik, karena lapisan publik inilah yang berperan sebagai saluran komunikasi antar pribadi dalam arus pesan timbal balik antara pemimpin politik dengan publik umum. Para politisi biasanya memersepsikan gelombang arus opini di kalangan publik attentive sebagai representasi dari apa yang diyakini, dinilai, dan diharapkan oleh publik umum (yang kurang berperhatian kepada politik semasa periode di antara dua pemilu). Dengan kata lain, khalayak yang mempunyai perhatian itu merupakan lapisan masyarakat yang berkemauan untuk mengikuti dalam perkembangan politik yang berlangsung. Khalayak yang memiliki perhatian terhadap perkembangan yang berlangsung yang menyangkut kepemerintahan dan politik, merupakan suatu faktor yang amat diperlukan bagi terlaksananya sistem politik yang sehat.9

9Fitri. (2013, September). seberkas catatan fitri. makalah khalayak komunikasi politik , hal 3. 27

Khalayak dalam hal ini juga memiliki agenda tersendiri; yang dalam fokus penelitian ini adalah partai politik PPP dari dua kubu sebenarnya juga sedang bertarung dalam memilih dan mengkonstruksi agenda publik. Tentu harapan selanjutnya adalah agenda publik yang dibentuk menjadi perhatian dan selanjutnya menjadi agenda media.

B. Peforma Komunikasi (Communication Performance) Salah satu teori yang bisa mendekati agenda khalayak atau publik dalam komunikasi politik adalah performa komunikasi dari pelaku-pelaku itu sendiri. Menurut Pacanowsky dan O”Donnel Trujillo (1982) performa komunikasi (Communication Performance) adalah metafora yang menggambarkan proses simbolik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Performa organisasi sering kali memiliki unsur teatrikal, baik supervisor maupun karyawan memilih untuk mengambil peranan atau bagian tertentu dalam organisasi mereka.10 Walaupun sistem kategori tidak selamanya eksklusif, publik akan mendapatkan gambaran sejauh mana organisasi bervariasi dalam hal bagaimana perilaku manusia dapat dipahami. Para teoretikus menjabarkan ilmu performa sebagai: pertama, semua performa komunikasi yang terjadi secara teratur dan berulang disebut performa ritual (ritual performance). Ritual terdiri dari ata empat jenis personal, tugas, sosial dan organisasi. Ritual personal (personal ritual) mencakup semua hal yang anda lakukan secara rutin, ditempat kerja. Misalnya, banyak anggota organisasi secara teratur megecek pesen suara atau email mereka ketika mereka bekerja tiap hari. Ritual tugas (task ritual) adalah perilaku rutin yang dikaitkan dengan pekerjaan seseorang. Ritual tugas membantu menyelesaikan pekerjaan. Misalnya, ritual tugas seorang karyawan di Departemen Kendaraan Bermotor termasuk mengeluarkan ujian mata atau tertulis, mengambil foto dari calon pengemudi, melaksanakan ujian mengemudi, memverifikasi asuransi mobil dan menerima pembayaran. Ritual sosial (social ritual) adalah rutinitas verbal dan nonverbal yang biasanya mempertimbangkan interkasi dengan orang lain. Misalnya beberapa anggota organisasi berkumpul bersama untuk

10 Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analsisi dan Aplikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2008) hal. 325 28

menghabiskan waktu bersama di sebuah tempat pada akhir pekan untuk merayakan akhir pekan. Ritual sosial juga dapat mencakup perilaku nonverbal di dalam organisasi di dalam organisasi termasuk Jumat kasual dan penghargaan karyawan terbaik bulan ini. Yang terakhir, yaitu ritual organisasi (organizational ritual) adalah kegiatan perusahaan yang sering dilakukan seperti rapat divisi, rapat fakultas dan piknik perusahaan seperti yang diikuti oleh Fran Callahan. Kedua, performa sosial (social performance) merupakan perpanjangan sikap santun dan kesopanan untuk mendorong kerja sama antara anggota organisasi. Pepatah mengatakan: “hal kecil memulai hal yang besar” berhubungan langsung dengan performa ini baik dengan senyum atau sapaan selamat pagi, menciptakan suatu rasa kekeluargaan sering kali merupakan bagian dari budaya organisasi. Akan tetapi, sering kali sangat sulit untuk bersikap sopan, ketika suasana sedang tegang, sungguh merupakan hal yang sulit dan terkadang menjadi tidak tulus untuk tersenyum dan mengucapkan ”selamat pagi” pada orang lain. Kebanyakan organisasi menginginkan untuk mempertahankan perilaku yang profesional, bahkan pada masa sulit dan performa sosial membantu tercapainya hal itu.11 Ketiga, performa politis yakni ketika budaya organisasi mengkomunikasikan performa politis (political performance), budaya ini sedang menjalankan kekusasaan atau kontrol. Mendapatkan dan mempertahankan kekusasan dan kontrol merupakan ciri dari kehidupan korporat di Amerika Serikat. Walaupun demikian, karena banyak organisasi bersifat hierarki, harus ada seseorang dengan kekuasaan untuk mencapai segala sesuatu dan memiliki cukup kontrol untuk mempertahankan dasar-dasar yang ada. Ketika anggota organisasi terlibat dalam performa politik, mereka mengkomunikasikan keinginan untuk memengaruhi orang lain. Hal ini bukanlah selalu merupakan hal yang buruk. Misalanya, pengalaman sekelompok perawat di Rumah Sakit Spring Valley, selama bertahun-tahun para perawat cukup puas dengan status kelas dua mereka bila dibandingkan dengan para dokter. Baru-baru ini, para perawat memutuskan untuk menyalurkan perlakuan ini. Mereka berbicara pada para dokter, kepala staff

11 Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analsisi dan Aplikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2008) hal. 325

29

medis lainnya dan kepada pasien. Dalam hal ini, mereka sedang menjalankan lebih banyak kekuasaan terhadap pekerjaan mereka. Performa politis budaya mereka berpusat pada pengakuan akan kompetensi mereka sebagai tenaga medis profesional dan untuk komitmen mereka terhadap misi dari rumah sakit tersebut. Tujuan mereka adalah untuk dilegitimasi di rumah sakit oleh para dokter, rekan kerja dan para pasien. Performa mereka tak diragukanlagi sangat penting dalam membangun budaya organisasi yang berbeda. Keempat, performa enkultrasi (enculturation performance) merujuk pada bagaimana anggota mendapatkan pengetahuan dan keahlian untuk dapat menjadi anggota organisasi yang mampu berkontribusi. Performa-performa ini dapat berupa sesuatu yang perannya mendemonstrasikan kompetisi seseorang anggota dalam sebuah organisasi. Misalnya, beberapa performance akan dilakukan untuk mengenkulturasi Fran ke dalam posisinya yang baru. Ia akan mengamati dan mendengarkan kolega-koleganya, menampilkan pemikiran dan perasaan mereka terhadap beberapa isu, di antaranya jam kerja, diskon karyawan dan newsletter perusahaan. Fran saja memulai untuk mengetahui budaya organisasi tersebut. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, performa-performa ini dapat saling tumpang tindih. Mungkin karenanya, untuk menganggap performa sosial sebagai performa ritual. Tindakan kesopanan dianggap personal (dan bahkan tugas) ritual. Oleh karenanya, performa tersebut dapat menjadi sosial maupun ritual. Selain itu, performa dapat muncul dari keputusan yang dibuat secara sadar untuk melakukan apa yang dipikirkan atau dirasakan mengenai suatu isu, seperti dalam contoh mengenai para perawat di Rumah Sakit Spring Valley atau performa ini dapat menjadi lebih intuitif, seperti dalam contoh ini mengenai Frans Callahn. Jelas bahwa Pacanowsky dan O’Donnell Trujillo yakin bahwa performa komunikatif sangat penting bagi budaya secara organisasi. Terkait dengan performa komunikasi, perlu kiranya untuk melihat dampak dari proses komunikasi politik itu sendiri. Komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintahan. Atau komunikasi yang terjadi antara pemegang kekuasaan (pemerintah/partai pemerintah) dengan masyarakat/rakyat/yang diperintah. 30

Komunikasi politik tentu saja berdampak pada khalayaknya. Bagaimana khalayak merespon atau menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator politik. Dampak komunikasi politik ada 3 (tiga) yakni: Pertama, dampak komunikasi politik yang pertama adalah dampak kognitif. Dampak kognitif berhubungan dengan perubahana perilaku berkaitan dengan pengetahuan khalayak terhadap pesan yang di sampaikan. Dampak ini dapat merubah atau memengaruhi pengetahuan khalayak terhadap informasi atau pesan politik yang disampaikan oleh komunikator politik. Dampak yang timbul adalah memecahkan ambiguitas dalam pikiran orang, menyajikan bahan mentah bagi interpretasi personal, memperluas realitas sosial dan politik, menyusun agenda dan media juga bermain di atas sistem kepercayaan orang. Paragraf tersebut memiliki arti, komunikasi politik misalkan yang dilakukan oleh media- media elektronik, contohnya antv dan tvone yang gencar-gencarnya mengiklankan partai Golkar dan . Dengan berbagai iklan pencitraan yang dibuat oleh Bakrie dengan tagline-tagline yang menarik seperti misalnya “ARB presidenku”, “Golkar sahabat petani”. Dengan retorika-retorika semacam itu otomatis telah tertanam dalam pikiran masyarakat bahwa partai golkar adalah sahabat para rakyat, partai ini benar-benar memperhatikan rakyat, rakyat adalah hal yang paling diutamakan oleh partai ini. Kemudian, dengan berbagai macam iklan yang menyentuh jiwa sosial, anak muda, dan lain-lain, maka komunikasi yang dilakukan oleh partai golkar dan ARB berusaha untuk menanamkan pikiran dalam masyarakat bahwa Golkar pantas untuk dipilih saat pemilu nanti. Dampak kedua dari komunikasi politik adalah dampak afektif. Dampak ini berhubungan dengan perubahan sikap. Perubahan sikap yang dimaksud adalah bagaimana khalayak menyikapi atau mengambil sikap dari retorika-retorika yang disampaikan oleh para aktor politik (komunikator politik). Apakah mereka akan mengikuti setiap yang disampaikan ataukah mereka memiliki pemikiran sendiri untuk menentukan. Perubahan afektif ini efeknya adalah pemahaman khalayak terhadap pesan yang disampaikan. Dampak tersebut antara lain: a. Seseorang dapat menjernihkan/mengkristalkan nilai politik melalui komunikasi politik. b. Komunikasi bisa memperkuat komunikasi politik. 31

c. Komunikasi politik bisa memperkecil nilai yang dianut. Dampak yang ketiga adalah dampak konatif. Dampak konatif berhubungan dengan perubahan perilaku. Perilaku yang dimaksud adalah perilaku dalam melaksanakan pesan komunikasi politik yang diterima dari komunikator politik. Dampak konatif ini contohnya antara lain: 1) Partisipasi politik: nyata memberikan suara dalam pemilu. Maksudnya, saat kampanye, seluruh aktor politik mengkomunikasikan pesannya yang bertujuan untuk mengajak atau mempersuaisi memilih partai politiknya. Atau 2) Bersedia melaksanakan kebijakan serta keputusan politik yang dikomunikasikan oleh komunikator politik. Performa komunikasi juga memunculkan apa yang disebut dengan citra. Citra merupakan salah satu aset terpenting dalam suatu perusahaan atau organisasi. Menurut Bill Canton dalam Sukatendel (1990) mengatakan bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi). Sukatendel menambahkan citra itu dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai positif.12 Citra adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu komite, atau suatu aktivitas. Frank Jefkins, dalam bukunya Public Relations Technique, menyimpulkan bahwa secara umum, citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya. Dalam buku Essential of public Relation, Jefkins menyebut bahwa citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta-fakta atau kenyataan. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya, Psikologi Komunikasi menyebutkan bahwa citra adalah penggambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah dunia menurut persepsi.13 Prosese konstruksi citra melalui media, dilihat dari perspektif kerangka teori Berger dan Luckman (1990), berlangsung melalui suatu interaksi sosial. Proses dialektis yang menampilkan tiga bentuk realitas yakni subjective reality,

12Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto. Dasar-Dasar Public Relation. (Bandung, Remaja Rosdakarya). 2012. cet. Ke-VIII. h. 112 13 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto. Dasar-Dasar Public Relation. (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012), hal. 114 32

symbolic reality, objective reality. Ketika seorang tokoh tampil sebagai fakta yang berada di luar diri publik, dan tampil seperti apa adanya itulah objective reality. Sementara itu, semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai “objective reality” termasuk di dalamnya isi medi (media content), dikategorikan sebagai simbolic reality. Pada realitas simbolik inilah sebenarnya terletak kekuatan media. Karena secara nyata, konstruksi definisi tentang realitas yang dimiliki individu- individu (subjective reality) ini sangat dipengaruhi oleh ekspresi simbolik yang diberikan media. Realitas simbolik di televisi, majalah, koran, radio dan lain- lainnya inilah yang kemudian memengaruhi opini warga masyarakat.14 Dari beberapa pengertian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa bahwa, citra adalah upaya untuk memengaruhi persepsi orang lain agar menimbulkan kesan positif maupun upaya untuk mencapai popularitas. Dalam politik, semakin dapat menampilkan citra yang baik, semakin besar peluangnya untuk berkuasa. Citra adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk mengetahui citra seseorang terhadap suatu obyek dapat diketahui dari sikapnya terhadap obyek tersebut. Solomon, seperti dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat menyatakan, semua sikap bersumber pada organisasi kognitif –pada informasi dan pengetahuan yang dimiliki. Tidak akan ada teori sikap atau aksi sosial yang tidak didasarkan pada penyelidikan tentang dasar-dasar kognitif. Efek kognitif dari komunikasi sangat memengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung memengaruhi cara kita tentang lingkungan.15 Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian sistem komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoeno, dalam laporan penelitian tentang tingkah laku konsumen, seperti yang dikutip Danasaputra, sebagai berikut: Public Relations digambarkan sebagai input-output, proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang

14 Gun Gun. Komunikasi Politik, hal. 91 15 Soemirat dan Ardianto. Dasar-Dasar Public Relation, hal 114 33

diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi-sikap. Keempat komponen itu diartikan sebagai mental representation (citra) dari stimulus. Model pembentukan citra ini menunjukkan bagaimana stimulus yang berasal dari luar diorganisasikan dan memengaruhi respons. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika rangsang ditolak proses selanjutnya tidak akan berjalan, hal ini menunjukkan bahwa rangsang tersebut tidak efektif dalam memengaruhi individu karena tidak ada perhatian dari individu tersebut. Sebaliknya, jika rangsang itu diterima oleh individu, berarti terdapat komunikasi dan terdapat perhatian dari organisme, dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan.16 Empat komponen persepsi-kognisi-motivasi-sikap diartikan sebagai citra individu terhadap rangsang. Ini disebut sebagai “picture in our head” oleh Walter Lipman. Jika stimulus mendapat perhatian, individu akan berusaha untuk mengerti tentang rangsang tersebut. Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain, individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan pengalamannnya mengenai rangsang. Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi atau pandangan individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsang dapat memenuhi kognisi individu. Kognisi, yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat memengaruhi pembagian kognisinya. Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti yang diinginkan oleh pemberi rangsang. Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara

16 Soemirat dan Ardianto. Dasar-Dasar Public Relation, hal 115 34

tertentu. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap ini juga dapat diperteguh atau diubah. Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan atau perilaku tertentu.17 Untuk mengetahui bagaimana citra suatu perusahaan atau lembaga di benak publiknya dibutuhkan adanya suatu penelitian. Melalui penelitian, perusahaan dapat mengetahui secara pasti sikap publik terhadap lembaganya, mengetahui apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh publiknya. Dengan melakukan penelitian citra, perusahaan atau lembaga dapat mengetahui secara pasti sikap publik terhadap organisasi maupun terhadap produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dari penelitian citra ini, perusahaan juga dapat mengetahui apa-apa yang disukai dan tidak disukai publik tentang perusahaan, dengan demikian perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat bagi kebijaksanaan perusahaan selanjutnya. Frank Jefkins dalam, bukunya Public Relations (1984) dan buku lainnya Essential of Public Relation (1998) mengemukakan jenis-jenis citra18 antara lain: 1. The mirror image (cerminan citra), yaitu bagaimana dugaan (citra) manajemen terhadap publik eksternal dalam melihat perusahaannya. 2. The current image (citra masih hangat), yaitu citra yang terdapat pada publik eksternal, yang berdasarkan pengalaman atau menyangkut miskinnya informasi dan pemahaman publik eksternal. Citra ini bisa saja bertentangan dengan mirror image. 3. The wish image (citra yang diinginkan), yaitu menajemen menginginkan pencapaian prestasi tertentu. Citra ini diaplikasikan untuk sesuatu yang baru sebelum publik eksternal memeroleh informasi secara lengkap.

17 Soemirat dan Ardianto. Dasar-Dasar Public Relation, hal 114 18 Jefkins, Frank. Public Relations (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003) 35

4. The multiple image (citra yang berlapis), yaitu sejumlah individu, kantor cabang atau perwakilan perusahaan lainnya dapat membentuk citra tertentu yang belum tentu sesuai dengan keseragaman citra seluruh organisasi atau perusahaan.19 Pada saat teknologi media massa mengalami kemajuan yang sangat pesat, utamanya media elektronik (televisi, internet) dan media cetak (surat kabar dan penerbitan majalah), maka apa yang disiarkan atau dipublikasikan oleh media seakan-akan sudah menjadi pembenaran di kalangan masyarakat. Artinya, apa yang dipikirkan media, maka itu juga yang menjadi pikiran masyarakat. Media menggiring dan sekaligus menggiring pikiran (mindset) masyarakat. Dalam kaitan ini, media menjadi ruang publik (public sphere) yang sangat terbuka untuk siapa saja yang ingin mencari popularitas. Upaya ini biasa disebut membangun citra (image building). Kalangan selebriti, politisi, pejabat publik, usahawan, dan pengamat (akademisi) banyak menggunakan upaya ini. Bagi artis, pencitraan sangat penting karena mereka akan dijadikan idola oleh para penggemarnya. Begitu pun bagi seorang politisi dan pejabat publik pencitraan sangatlah penting. Mereka ingin agar hasil-hasil karya yang dibuat selama menjabat bisa diekspos oleh media, agar masyarakat bisa mengetahui dan memberi dukungan.20 Jadi citra diri bagi seorang artis maupun pejabat publik adalah penting, karena pencitraan selain dimaksudkan untuk memberi pertanggungjawaban pada atasan juga sebagai sarana untuk memeroleh popularitas atau dukungan. Realits politik yang terjadi saat ini, menuntut para politisi perseorangan atau pun partai untuk memiliki akses yang seluas-luasnya terhadap mekanisme industri citra. Hampir tak ada satu pun komponen- komponen sistem politik yang dapat meniadakan hubungan saling menguntungkan antara politisi dengan industri citra politik. Komponen seperto sosialisasi politik, rekruitmen politik, artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, pembuatan aturan dan pelaksanaan aturan dibentuk dan dilaksanakan melalui akses terhadap industri citra. Di antara industri citra

19 Soemirat dan Ardianto. Dasar-Dasar Public Relation, hal. 113-115 20 Hafied Cangara. Perencanaan dan Strategi Komunikasi. (Depok, Raja Grafindo Persada, 2013). h, 178-179 36

yang sangat tanpak dewasa ini adalah industri media massa.21 Kekuatan utama media yang tidak bisa dinafikan pada era reformasi seperti sekarang ini ialah kekuatan dalam mengkonstruksi realitas atau kemampuan dalam mengemas berbagai isu yang ada menjadi sesuatu yang diperbincangkan oleh publik sebagai sesuatu yang menarik. Media massa yang bekerja untuk menyampaikan informasi dapat membentuk mempertahankan atau mendefinisikan citra. Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi atau seringkali orang mengatakannya sebagai realitas tangan kedua (secondhand reality). TV maupun surat kabar memilih tokoh atau berita tertentu dengan mengesampingkan tokoh dan berita lainnya. Seringkali khalayak cenderung memperoleh informasi itu semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Akhirnya membentuk citra tentang lingkungan sosial berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa. Lee Loevinger seperti dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat mengemukakan teori komunikasi yang disebut „reflektive-projektive theory‟. Teori ini berangapan bahwa media massa menceminkan suatau citra yang ambigu (menimbulkan tafsiran bermacam-macam) sehingga pada media massa setiap orang memproyeksikan atau melihat citranya pada penyajian media massa. Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi karena pada masyarakat modern orang memeroleh banyak informasi tentang dunia dari media massa.22 Media merupakan “sebab” terjadinya pendistribusian informasi dengan memilih konsumen yang visible dan terukur. Saat media memberi publik suatu item berita, dengan sendirinya mereka memberikan legitimasi publik. Media massa membawa persoalan citra ini ke dalam forum publik, hal ini dapat didiskusikan oleh khalayak secara umum. Citra yang dibangun tentu saja bukan sesuatu yang alami, melainkan hasil penyeleksian media melalui political framing (politik pengemasan). Propaganda politik melalui media massa sebenarnya merupakan upaya mengemas isu, tujuan, pengaruh, dan kekuasaan politik dengan memanipulasi

21 Gun Gun Heryanto. Komunikasi Politik di Era Industri Citra. h. 85 22Gun Gun Heryanto. Komunikasi Politik di Era Industri Citra. h. 251 37

psikologi khalayak. Dalam pelaksanaannya, propaganda di media massa juga tidak bisa mengeyampingkan beberapa hal yang dikenal dalam rumusan Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese sebagai model “hierarchy of influence”. Dalam hierarchy of inflence, Gun Gun Heryanto dalam bukunya Komunikasi Politik pada Era Industri Citra menjelaskan bahwa ada lima hal yang memengaruhi berita media termasuk di dalamnya isi propaganda, yaitu: 1. Pengaruh individu-individu pekerja media seperti karakteristik pekerja media, latar belakang personal dan profesional wartawan. 2. Pengaruh rutinitas media seperti tenggat waktu (deadline), keterbatasan tempat (space), dan lain-lain. 3. Pengaruh organisasional antara lain kepemilikan modal (ownership), orientasi perusahaan, visi dan misi, budayaorganisasi dn lain-lain. 4. Pengaruh dari luar organisasi media seperti dari partai politik atau pemerintah yang melakukan propaganda. 5. Pengaruh ideologi yang merupakan sebuah pengaruh paling menyeluruh dari semua pengaruh yang ada. Di sini ideologi dimaknai sebagai suatu kekuatan yang mampu membentuk kohesivitas kelompok.23 Dalam pengaruh dari kelima faktor tersebut, propaganda bisa efektif namun juga bisa tidak efektif bergantung dari bagaimana cara memanfaatkan media tersebut secara optimal. a) Konstruksi Citra Represetentatif Citra melekat tertinggal di dalam pikiran manusia setelah kesan-kesan indrawi diproses tersimpan di dalam imaji. Imaji mampu menciptakan secara total realitas makhluk-makhluk dan objek-objek dan sekaligus mendistorsinya dari realitas sesungguhnya. Hal ini karena imajinasi atau pencitraan merupkan suatu proses penggambaran dengan mempergunakan daya atau kekuatan mental manusia. Gambaran imajinatif didasarkan pada objek yang ada atau mungkin tidak ada, dan tidak bersifat membabi buta. Samuel Taylor Coleridge memilah imajinasi ke dalam imajinasi primer dan imajinasi sekunder. Imajinasi primer merupakan sebuah kemampuan superior yang

23 Gun Gun Heryanto. Komunikasi Politik di Era Industri Citra. h.252 38

memungkinkan memahami realitas dengan mempertemukan sifat-sifat yang berlawanan, dan imajinasi sekunder yang melenyapkan bentuk-bentuk yang akrab untuk membentuk kembali dunia dalam sebuah mode yang diidamkan.24 Citra atau imaji menurut pandangan filsafat juga merupakan produk dari kemampuan manusia untuk menciptakan dunia nilai yang orisinal. Citra atau imaji dalam dunia kontemporer bahkan telah secara perlahan menggantikan media cetak sebagai medium primer bagi wacana. Manusia dengan imajinasinya –misalnya– mampu menggambarkan secara intuitif bahwa penggunaan perkakas yang makin canggih menyebabkan berkurangnya peran kekuatan manusia dalam konteks sosial. Citra merupakan gambaran atau konsep-konsep mental tentang suatu dunia yang dihasilkan oleh daya imajinasi manusia. Sebuah lukisan merupakan produk imajinasi pelukisnya, namun lukisan yang dilihat dan (mungkin) diraba tidak sama dengan imajinasi yang muncul ketika sang pelukis berimajinasi. Lukisan itu adalah apa yang dihasilkan oleh proses imajinasi yang sudah tertuang dalam kombinasi tertentu goresan cat minyak pada kanvas. Dunia wujud seperti lukisan cat minyak, bumi dan sejenisnya, hanyalah sebagian dari dunia yang ada. Dunia kategori ini dapat diredusir oleh ketiadaan wujud yang hadir dan dapat diindrai oleh manusia. Dunia lainnya, bahkan tidak memerlukan kerja pancaindra. Dunia kategori terakhir ini misalnya dapat berupa dunia konseptual ideasional. Dunia yang digunakan sebagai ekuivalen dari masyarakat ini sepenuhnya merupakan dunia ciptaan manusia sebagai makhluk sosiokultural. Manusia menciptakannya melalui sebuah proses konstruktif imajinatif sehingga citra yang dihasilkannya pun meskipun ada tidak dapat diraba dengan pengindraan sebagaimana lukisan atau dunia dalam arti bumi. Penciptaan dunia oleh makhluk sosiokultural ini, berimplikasi pada

24 Solatun Dulah Sayuti. Komunikasi Pemasaran Politik. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2014). h. 254 39

keniscayaan bahwa citra representatif yang dihasilkannya memuat dimensi- dimensi imajinatif, kognitif, filosofis, dan politis-ideologis sekaligus.25 b) Konstruksi Citra Imajinatif Imajinasi sebagai sebuah proses melekatkan konsep-konsep konstruktif yang tercipta dari hasil pengindraan maupun dari proses-proses intuitif, telah membangun dunia yang kemudian dianggap ada dan nyata adanya. Hal paling krusial dari tampilnya citra imajinatif yang dianggap dan dipandang sebagai yang nyata adanya adalah bahwa citra imajinatif oleh para filsuf modern telah dianggap sebagai suatu nilai dan kebenaran yang orisinal. Hal ini terutama didasarkan bagi manusia. Hal yang juga kemudian lebih krusial adalah ketika otonomisasi representasi kebenaran dari eksistensi yang ada dan mitos yang telah menjadi bagian dari politik media massa yang hegemonik. Asumsi dasar dugaan ini adalah bahwa media disadari atau tidak telah menjadikan dirinya bagian dari kekuatan hegemoni politik yang mencerminkan hubungan kekuasaan di antara kelas-kelas di dalam suatu lingkaran sosial. Hegemoni media massa dalam arti lebih luas misalnya dikemukakan oleh Antonio Gramsci bahw; Dominasi kekuasaan diperjuangkan, di samping lewat kekuatan senjata, juga lewat penerimaan publik (public consent), yaitu diterimanya ide kelas berkuasa oleh masyarakat luas yang diekspresikan melalui apa yang disebut sebagai mekanisme opini publik (public opinion), khususnya lewat media massa (koran, televisi, dan sebagainya) (Gramsci dalam Piliang, 2004b: 136)26

Media massa, untuk suatu tujuan hegemoni politik tertentu, bahkan tidak jarang berbohong atas data dan fakta yang sangat jelas secara tekstual dan visual. Kasus peledakan gedung Pentagon 11 September 2001 diberitakan hampir seluruh media massa cetak dan elektronik Amerika Serikat sebagai peristiwa ditabrakkannya pesawat Boeing 767 yang telah terlebih dahulu tersungkur menggerus rumput di halaman yang merupakan salah contohnya. Konstruksi imajinatif dalam konteks kebohongan publik sebagai pranata pembangun opini publik seperti ini, dapat digolongkan ke dalam

25 Solatun Dulah Sayuti. Komunikasi Pemasaran Politik. h. 256 26 Solatun Dulah Sayuti. Komunikasi Pemasaran Politik. h. 257 40

kategori praktik konstruksi citra representatif yang bersifat imajineristik dan menghasilkan bukan saja citra representatif yang bersifat imajinantif, tetapi juga termasuk ke dalam kategori hiperimajinatif (melampaui batas-batas imaji yang sewajarnya). c) Konstruksi Citra Kognitif Para ahli sosiologi kebahasaan dan sosiolinguistik bersepakat pendapat bahwa, kelompok manusia mengembangkan aturan-aturan linguistik pada level semantik dan pragmatik yang mendukung pembentukan dan pengorganisasian hubungan-hubungan sosial. Aturan-aturan tersebut mengemuka dan terorganisasikan di dalam kode-kode sosiolinguistik yang menjadi ciri dari pengujar bahasa tertentu. Ciri ini juga sekaligus menandakan bahwa manusia dan lingkungannya memperoleh makna dari keterpautannya dengan konstruksi-konstruksi simbolis. Konstruksi citra kognitif yang dimaksudkan untuk menunjuk gambaran mental yang dikonstruksi secara sosiokultural dan melibatkan proses-proses kognitif sebagai organ instrumental ini, apa pun latar lingkungan fisik, psikologis, politis, ideologis,seksual, dan rasialnya, sangat ditentukan oleh kondisi kognitif dan subjek. Subjek dalam keterpautannya dengan situasi inter subjektivitas sosiokultural dan invironmental, hanya akan mampu mengkonstruksi, memaknai, memaknakan, atau sebaliknya menerima makna suatu konstruksi citra berdasarkan kondisi kognitif atau nalarnya. Persoalannya kemudian adalah bahwa, dalam pandangan kritik, memandang nalar dari sudut pandang instrumental semata masih belum akan mendatangkan manfaat bagi manusia dan kemanusiaannya. Peramalan dan perumusan manipulasi terhadap berbagai kompleksitas nalar hendaknya ditindaklanjuti dengan pembebasan dan pencerahan terhadap dan untuk serta nama nalar itu sendiri yang diorientasikan pada pembentukan kesadaran agen-agen terhadap paksaan tersembunyi. Tahapan ini diperlukan agar agen yang adalah sang subjek dapat meletakkan posisi untuk meletakkan kebenaran dan menariknya dari kebohongan. Konstruksi citra dan realitas sosiokultural dengan demikian baru akan memperoleh penerimaannya jika 41

telah mampu menyelamatkan lebih banyak proses evaluasi yang lengkap, yang menunjukkan bahwa konstruksi tersebut dapat diterima secara kognitif. d) Konstruksi Citra Ideologis-Politis Penolakan terhadap determinisme (terutama ekonomis), dan penekanan pentingnya kesadaran kelas proletariat sebagai subjek sejarah anjuran Lukas dan Korsch yang didukung dan dihidupkan kembali oleh Antonio Gramsci telah melahirkan keyakinan kemungkinan masyarakat mengarah diri pada fenomena superstruktur, yaitu pengetahuan ideologi. Ideologi menjadi sangat sentral posisi dan peranannya di dalam suatu diskursus, terlebih secara khusus dalam kaitan dengan konstruksi citra dan pemaknaan suatu realitas. Hal ini karena sekurang-kurangnya berkenaan dengan apa yang dikemukakan oleh Fairclough bahwa setiap praktik atau tindakan dikskursif adalah bermuatan ideologi. Fairclough menggambarkan bahwa, Praktik diskursif secara ideologis selalu disertai dengan signifikasi- signifikasi yang memberikan sumbangan bagi pemeliharaan dan penstrukturan kembali relasi kekuasaan. Relasi kekuasaan pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh berbagai bentuk praktik diskursif bahkan diskursus ilmiah dan teoretik. Hal inilah yang membedakan ideologi dari sains atau teori. Meskipun demikian bukan berarti setiap diskursus tidak dapat dianggap ideologis. Ideologi muncul di dalam masyarakat yang dicirikan oleh adanya relasi yang didasarkan pada kelas, gender, kelompok kultural, dan sebagainya.27

C. Relasi Media dan Strategi Manajemen Krisis 1. Relasi Media sebagai Public Relations dalam Komunikasi Politik Sering dikatakan bahwa PR merupakan suatu bidang baru yang muncul beberapa tahun lalu, katakanlah sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua, atau pada permulaan abad ke-20. Kesan seperti ini, terutama terdapat di negara-negara yang baru meraih kemerdekaan selama tiga puluh tahun terkahir.28 Sedangkan di negara-negara yang sudah ada sejak lama merdeka dan bahkan telah mencapai status negara industri, pendapat umum yang ada mengatakan bahwa, PR

27Solatun Dulah Sayuti. Komunikasi Pemasaran, hal. 260 28 Jefkins, Public Relations, 2003 42

merupakan hasil penemuan Amerika Serikat. PR sudah ada jauh sebelum Amerika ada. Orang Amerika memang menciptakan banyak hal yang hebat seperti Mickey Mouse, Coca –Cola dan Hollywood. Tetapi bukan orang Amerika yang menemukan PR. Dinamika politik modern senantiasa menuntut proses demokrasi diterapkan dalam segala bidang. Dalam praktiknya, proses memperoleh kekuasaan yang menjadi ciri dominan politik pada era demokrasi pun membutuhkan banyak faktor. Tidak semata-mata kemampuan personal atau kapasitas organisasional dari para pelaku politik, tetapi juga sangat ditentukan oleh dukungan dan jaringan dari pihak lain. Terlebih, saat ini hampir seluruh negara di dunia, fragmentasi kekuatan politik lebih tersebar dan terhubung dengan banyak pihak, baik di dalam maupun di luar negeri. Konstelasi antarkekuasaan politik kian tajam, seiring dengan eksplorasi dan ekploitasi berbagai sumber daya politik masing-masing pihak. Artinya, lingkungan politik menjadi makin kompetitif dan harus ditangani secara lebih terorganisir dan sistemik. Terlebih, kini berbagai industri pencitraan mulai dari televisi, radio, surat kabar, majalah, industri periklanan, sampai industri konsultan politik tumbuh dan berkembang sangat pesat. Dalam konteks itulah Public Relations (PR) poltik menjadi sangat penting dibahas dan dipahami.29 PR politik merupakan bauran (Mix) bidang keilmuan dari keilmuan Public Relations (PR) yang berada di ranah keilmuan komunikasi dan politik yang berada di ranah kajian Ilmu Politik. Mata kuliah PR politik sesungguhnya merupakan pengembangan dari keberadaan mata kuliah Komunikasi Politik. Public Relations sesungguhnya merupakan aktivitas yang dibutuhkan oleh seluruh organisasi, baik komersial maupun nonkomersial. PR sejatinya merupakan aktivitas komunikasi untuk membangun good will (niat baik)30. Selanjutnya, public relations mempunyai dua pengertian, pertama, teknik komunikasi atau technique of communication dan kedua, metode komunikasi atau method of communication. Public Relations mengenai bentuk komunikasi yang berlaju untuk semua organsasi/partai berhadapan dengan fakta yang mendorong

29 Heryanto dan Zarkasy, Public Relations, 2012 30 Heryanto dan Zarkasy, Public Relations, 2012 43

persaingan yang ketat. Oleh karena itu, hubungan masayarakat memerlukan pengelolaan yang baik, efisien, dan efektif.31 Sesuai dengan fungsinya, kegiatan riset merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh public relations. Urgensi riset dalam aktivitas public relations ini sebenarnya tampak dalam definisi-definisi public relations. Beberapa di antaranya: James E. Grunig dan Todd Hunt (1984: 173) mengatakan bahwa, public relations adalah “Bagian dari manajemen komunikasi antara organisasi dan publiknya. Public relations dalam organisasi/perusahaan merupakan ujung tombak sehingga perannya menjadi sangat penting dan strategis. Selain untuk meciptakan citra positif bagi sebuah institusi atau perusahaan, peran public relations juga dilibatkan dalam banyak hal, seperti pembuatan strategi ataupun program-program menarik untuk mampu bersaing dan tetap eksis, baik dalam sebuah lembaga yang berorientasi profit maupun pelayanan pada masyarakat atau nonprofit. Keberhasilan seorang public relations akan menentukan sukses atau tidaknya visi dan misi dalam sebuah PR. Praktik komunikasi politik banyak memanfaatkan pendekatan mass marketing of politic.32 Menampilkan citra baik, melalui berbagai teknik persuasi politik, antara lain melalui iklan politik, retorika politik dan propaganda. Satu fenomena yang menarik dari perhelatan Pilkada yang saat ini berlangsung di berbagai daerah di tanah air adalah peranan penting itulah yang kini banyak dipraktikkan para calon kepala daerah. Hal ini sangat wajar, terlebih jika menyadari makna penting persuasi itu sendiri. Menurut Erwin P Bettinghaus (1973), persuasi merupakan usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau perilaku orang melalui transmisi pesan. Tentunya gradasi intensitas komunikasinya tak hanya menyampaikan fakta seperti halnya pada level pemberitahuan dan penjelasan, melainkan juga memperkuat unsur bujukan.33 Fenomena pemanfaatan media untuk mendongkrak popularitas sebenarnya telah mulai marak sejak Pemilu 1999 dan semakin menguat pada Pemilu 2004. Bahkan, bisa dikatakan kemenangan SBY dalam Pemilu Presiden secara langsung

31 Zainal Mukarom & Muhibudin Wijaya, Manajemen Public Relations “Panduan efektif pengelolaan hubingan masyarakat, Pustaka Setia, Bandung 2015, hal. 7 32 Heryanto, Komunikasi Politik, hal. 89 33 Heryanto, Komunikasi Politik, hal. 89 44

tahun lalu, merupakan keberhasilan publisitas melalui media. Pemilih seolah terbius dengan sosok SBY yang berhasil dikonstruksi secara apik melalui tampilan media. Tentunya kesuksesan inilah yang mengilhami para kontestan di daerah untuk memanfaatkan media. Media di manapun memiliki kekuatan yang signifikan dalam melakukan produksi dan reproduksi citra politik. Asumsi seperti relevan dengan pendapat Tuchman, yang mengatakan seluruh isi media sebagai realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality). Media pada dasarnya menyusun realitas hingga membentuk sebuah media sebagai realitas yang telah dikonstruksikan (contructed reality). Media pada dasarnya menyusun realitas hingga membentuk sebuah “cerita” (Tuchman, 1991). Wajar jika kemudian muncul rumusan: “siapa yang menguasai media maka akan menguasai dunia”. Dalam konteks Pilkada tentu saja, siapa yang menguasai opini publik melalui media massa maka biasanya berpotensi besar untuk ditasbihkan sebagai pemenang.34 Proses konstruksi citra melalui media, dilihat dari perspektif kerangka teori Berger dan Luckman (1990), berlangsung melalui suatu interaksi sosial. Proses dialektis yang menampilkan tiga bentuk realitas yakni subjective reality, symbolic reality, objective reality.35 Ketika seorang tokoh tampil sebagai fakta yang berada di luar publik, dan tampil seperti apa adanya itulah objective reality. Sementara itu, semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai “objective reality” termasuk di dalamnya isi media (media content), dikategorikan sebagai symbolic reality. Salah satu kegiatan public relations dalam memberikan informasi kepada publik/masyarakat untuk memperoleh dukungan dan kepercayaan publik adalah kegiatan media relations (hubungan media). Istilah press relations or media relations (hubungan pers atau hubungan media), yakni membina hubungan baik dengan kalangan media yang mengelola media cetak (surat kabar dan majalah), media elektronik (radio dan televisi), dan media massa online (news paper online, magazine online, radio digital, televisi digital).36

34 Heryanto, Komunikasi Politik, hal. 91 35 Heryanto, Komunikasi Politik, hal. 91 36 Ardianto. Hand Book of Public Relation, hal. 264. 45

Definisi hubungan pers atau hubungan media adalah salah satu usaha untuk mencapai pemuatan atau penyiaran yang maksimal atas suatu pesan atau informasi (dari PR) dalam membentuk pengetahuan dan pemahaman khalayak organisasi atau perusahaan yang bersangkutan.37 Definisi hubungan pers (pers relations) menurut Frank Jepkins, suatu kegiatan untuk mencapai publikasi atau penyiaran berita semaksimal mungkin, sedangkan informasi yang disebarkan melalui Hubungan Masyarakat adalah untuk menciptakan pengenalan dan pengertian.38 Hubungan media tidak hanya terkait dengan kalangan pers media cetak saja, tetapi juga media elektronik, seperti radio dan televisi. Istilah-istilah dari dunia media cetak memang cenderung lebih populer, sedangkan istilah yang secara harfiah lebih tepat justru kurang diterima seacara luas, misalnya saja istilah hubungan media (media relations). Meskipun kurang populer bila dibandingkan dengan siaran berita atau paparan berita (news release), istilah siaran pers (press release) masih cukup banyak yang menggunakan. Tujuan pokok diadakannya hubungan pers adalah menciptakan pengetahuan dan pemahaman, bukan semata-mata untuk menyebarkan suatu pesan sesuai dengan keinginan perusahaan induk atau klien demi mendapatkan “suatu citra atau sosok yang berhak mendikte apa yang harus diterbitkan atau disiarkan oleh media massa, setidak-tidaknya di suatu masyarakat yang demokratis. Seperti pernah dikemukakan Ivy Ledbetter Lee, dalam bukunya yang berjudul Declaration of Principles (1906)39 bahwa semua jenis materi pers harus bebas dari nilai-nilai dan kepentingan sepihak. Kejujuran dan kenetralan harus dipegang oleh kalangan humas. Setiap pesan atau berita yang mereka sampaikan kepada masyarakat melalui pers haruslah sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Baik buruknya PR diukur berdasarkan kejujuran dan sikap netralnya. Kepentingan masyarakat, dalam hal ini pembaca, pendengar atau pemirsa, harus senantiasa diutamakan. Jika hal ini benar-benar diperhatikan, dengan sendirinya sambutan khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa, akan

37 Ardianto. Hand Book of Public Relation, hal. 264. 38 Ruslan, Rosady. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi (Konsepsi dan Aplikasi). (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 168. 39 Ardianto. Hand Book of Public Relation, hal. 265. 46

positif sehingga perusahaan induk atau klien PR pasti akan memperoleh suatu publisitas yang baik seperti yang diinginkannya. Pada saat itulah kepentingan- kepentingannya sendiri akan dapat dipenuhi. Selain memasok berbagai materi yang layak diterbitkan atau disiarkan, pejabat PR perlu memahami media, seperti bagaimana surat kabar dan majalah itu diterbitkan, serta bagaimana pula cara memproduksi prigram-program siaran radio dan televisi, termasuk media massa online (newspaper online, magazine online, radio digital, televisi digital). Sebagian pengetahuan tentang media dapat dipelajari dengan hanya mengamatinya. Oleh karena itu, adakanlah kunjungan ke sejumlah penerbitan, stasiun radio dan televisi (atau rumah produksi yang memasok program-programnya). Seorang pejabat PR harus mengetahui segala sesuatunya tentang media itu selengkap mungkin.40 Terkait dengan prinsip-prinsip dalam hubungan media, berikut ini dipaparkan bagaimana hubungan yang baik tersebut. Pertama, memahami dan melayani media. Seorang PR harus mampu menjalin kerja sama dengan pihak media. Ia juga dapat menciptakan suatu hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Kedua, membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya. Para pejabat PR harus senantiasa siap menyediakan waktu atau memasok materi-materi yang akurat di mana saja dan kapan saja dibutuhkan. Hanya dengan cara ini ia akan dinilai sebagai suatu sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya oleh pers. Ketiga, menyediakan salinan naskah yang baik. Misalnya saja menyediakan reproduksi foto-foto yang baik, menarik, dan jelas. Dengan adanya teknologi input langsung melalui komputer, akan sangat mudah mengoreksi dan menyusun ulang siaran berita atau press release. Penyediaan salinan naskah dan foto-foto yang baik secara cepat semakin penting. Keempat, bekerja sama dalam penyediaan materi. Sebagai contoh, pejabat humas dan wartawan dapat bekerja sama dalam mempersiapkan sebuah acara wawancara atau temu pers dengan tokoh-tokoh tertentu. Kelima, menyediakan fasilitas verifikasi. Para pejabat humas juga perlu memberi kesempatan kepada para

40 Hal-hal pokok yang perlu diketahui oleh seorang PR mengenai pers adalah: (1) kebijakan redaksi; (2) frekuensi penerbitan; (3) tanggal terbit; (4) proses percetakan; (5) daerah sirkulasi; (6) jangkauan pembaca; (7) metode distribusi lihat dalamArdianto, Elvinaro. Hand Book of Public Relation, Pengantar Komprehensif. (Bandung, Remaja Rosdakarya. 2014). Hal. 266.

47

wartawan untuk melakukan verifikasi (membuktikan kebenaran) setiap materi yang mereka terima. Contoh konkretnya, para wartawan itu diizinkan melihat fasilitas atau kondisi-kondisi organisasi yang hendak diberitakan. Keenam, membangun hubungan personal yang kokoh. Suatu hubungan personal yang kokoh dan positif hanya akan tercipta serta terpelihara apabila dilandasi oleh keterbukaan, kejujuran, kerja sama dan sikap saling menghormati profesi masing- masing.41 Hubungan media (media relations) yang semula merupakan hubungan kerja yang sederhana antara humas dan pers, akan menjadi semakin komplek karena meningkatnya jumlah media, semakin terspesialisasinya media, semakin tajamnya persaingan media, dan pentingnya publisitas melalui media dalam kegiatan humas. Kendati pejabat PR semakin profesional dalam melakukan publisitas, media tetap bersikap kritis terhadap perusahaan untuk membedakan pengiriman berita yang tidak relevan atau berkualitas buruk, yang publisitasnya agak berbau promosi. Pengelola media seperti redaktur menyadari bahwa humas merupakan sumber berita asli dan sumber informasi teknis, yang dapat mengembangkan kisah berita, gambar, artikel, dan bahan penunjang lainnya. Dalam upaya membina hubungan media (media relations), PR melakukan berbagai kegiatan yang bersentuhan dengan media, antara lain: 1. Press conference (konfrensi pers, temu media atau jumpa media) diberikan secara simultan/berbarengan oleh seorang pejabat pemerintah atau swasta kepada sekelompok wartawan, bahkan bisa ratusan wartawan sekaligus. Presiden, raja, menteri, gubernur, bupati, atau pengusaha ternama, tokoh

41Hubungan baik dengan pers itu sendiri dapat dibina dengan mengamati beberapa prinsip yang diajukan oleh humas Tidewater Oil Company sebagai berikut: (1) keterbukaan dan kejujuran harus menjadi asas utama, jangan berdalih; (2) selalu siap menerima pers; (3) jangan mencampurbaurkan siaran berita dengan pesanan untuk iklan, (4) jangan melebih-lebihkan perusahaan atau mewarnai fakta; (5) selalu siapkan diri untuk dikutip dalam berita dan berhati-hati serta seksama jika membuat pernyataan; (6) hindari pertanyaan off the record. Namun, jika perlu, perjelaslah sebagai pernyataan “tidak untuk publikasi”; (7) jangan mendiskriminasikan atau menganakemaskan salah satu media; (8) jangan mengeluh karena kesalahan kecil dalam percetakan; (9) jangan membingungkan wartawan. Jika Anda tidak dapat berbicara, katakana saja demikian; (10) jangan menyalahkan redaktur jika berita tidak dimuat surat kabar; (11) jangan melangkahi wartawan dengan langsung mengadu ke atasannya; (12) ketahuilah dulu minat seorang wartawan dan siapkan dulu faktanya; (13) bantulah dengan berita, baik yang buruk maupun yang baik. Lihat dalam Ardianto. Hand Book of Public Relation, hal. 266. 48

olahraga, tokoh kebudayaan, bisa saja memberikan konferensi pers. (Amar, dalam Soemirat dan Ardianto. 2008). 2. Press breafing (perbincangan dengan media), diselenggarakan secara reguler oleh seorang pejabat PR. 3. Press tour (wisata media), diselenggarakan oleh suatu perusahaan atau lembaga untuk mengunjungi daerah tertentu dan media pun diajak menikmati objek-objek tertentu. 4. News release (siaran pers, press release, broadcast release) sebagai publisitas, yaitu media yang banyak digunakan dalam kegiatan kehumasan karena dapat menyebarkan berita. 5. Special events, yaitu peristiwa khusus sebagai suatu kegiatan PR yang penting dan memuaskan banyak orang untuk ikut serta dalam suatu kesempatan, mampu meningkatkan pengetahuan dan memenuhi selera publik, seperti peresmian gedung, dan lainnya. 6. Press luncheon, yaitu pejabat PR mengadakan jamuan makan siang bagi para wakil media massa (wartawan atau reporter) sehingga pada kesempatan seperti wartawan dapat berinteraksi dengan berbagai pihak. 7. Press interview (wawancara media), sifatnya lebih pribadi, lebih individu. Pejabat PR atau manajemen puncak yang diwawancarai secara indivdu dan berhadapan langsung dengan wartawan atau reporter.42 Berkenaan dengan hubungan publik (public relations) dan hubungan pers (pers relations) yang keduanya sama-sama menggunakan inisial “PR”, Frank Jefkins dalam bukunya Hubungan Masyarakat (1992)43 menyatakan kedua hubungan tersebut dinyatakan sebagai sesuatu yang sama. Padahal keduanya memiliki perbedaan mendasar baik dari segi fungsi utama maupun perannya. Hubungan media dan pers (media & pers relations) merupakan sebagai alat, pendukung atau media kerja sama untuk kepentingan proses publikasi dan publisitas berbagai kegiatan program kerja atau untuk kelancaran aktivitas komunikasi humas dengan pihak public. Karena peranan hubungan media dan pers dalam kehumasan tersebut dapat sebagai saluran (channel) dalam penyampaian pesan maka upaya peningkatan pengenalan (awareness) dan

42 Ardianto. Hand Book of Public Relation, hal. 267-268. 43 Ruslan. Manajemen Public Relations, hal. 167. 49

informasi atau pemberitaan dari pihak publikasi humas merupakan prioritas utama. Hal tersebut disebebkan salah satu fungsi pers adalah kekuatan membentuk opini (power of opinion) yang sangat efektif melalui media massa. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa hubungan antara pejabat humas dengan media dan pers dapat berbentuk hubungan fungsional maupun pendekatan personal. Ada beberapa bentuk hubungan pers menurut Jefkisn sebagai berikut: a. Kontak pribadi (Personal contact) Keberhasilan suatu hubungan antar media dan pers bergantung dengan cara yang ditempuhnya. Dalam hal ini hubungan personal yang dimaksud adalah melului proses keterbukaan dan kujujuran antar pihak sehingga melahirkan sebuah hubungan personal. b. Pelayanan informasi atau berita (News service) Pelayanan yang baik adalah cara paling sederhana yang dapat dilakukan oleh pihak public relations kepada pihak pers dalam bentuk pemberian infomasi. c. Mengantisipasi kemungkinan hal darurat (Contingency plan) Demi menjaga hubungan baik antar pihak public relations dengan pers, maka mengantisipasi kemungkinan permintaan yang bersifat mendadak dari pihak pers mengenai wawancara, konfirmasi dan sebagainya, maka pihak Humas harus siap melayaninya.44 Secara umum pers berfungsi sebagai memberikan informasi, penyebaran pengetahuan, unsur mendidik dan menghibur bagi para pembacanya. Selain itu, fungsi pers adalah memengaruhi (influence) opini masyarakat, melakukan sistem pengawasan sosial (social control), dan memiliki kekuatan (power of pers). Jadi, dimensi dari fungsi-fungsi khusus pers tersebut di Negara maju sering disebut the fourth estate, atau merupakan kekuatan keempat.45 Hubungan media (media relations) perlu menjadi bagian dari program yang terstruktur. Hal tersebut untuk menjaga hubungan berbagai pihak di luar public relations sendiri. Oleh karena hubungan media menjadi salah satu komponen yang dapat merangkul berbagai peristiwa di dalam maupun di luar. Jadi, public relations juga berfungsi dalam upaya menyebarkan pesan, informasi, publikasi hingga mengeluarkan berita, yang dapat bekerja sama dengan pihak pers

44 Ruslan. Manajemen Public Relations, hal. 170-171. 45 Ruslan. Manajemen Public Relations, hal. 173. 50

atau wartawan menggunakan formula Avoid publicities and withdrawal news negative (hindari publisitas dan berita negatif). 2. Strategi Manajemen Krisis Krisis merupakan istilah yang sering kali terdengar dalam ruang publik. Krisis dikaitkan dengan suasana yang mencekam dan bahkan mengkhawatirkan. Dalam percakapan sehari-hari, juga menemukan bahwa krisis kerap kali muncul secara tiba-tiba. Seperti halnya, ketika terjadi Teror Bom Jakata, 14 Januari 2016, nama Sarinah Department Store dan Starbucks menjadi nama-nama yang mencuat ke dalam ruang publik dan menyergap ketakutan publik. Selama kurun waktu beberapa hari selanjutnya, kedua nama tersebut menimbulkan perepsi yang asosiastif pada peristiwa bom. 46 Krisis/konflik didefinisikan sebagai suatu “perjuangan yang diekspresikan antara sekurang-kurangnya dua pihak yang saling bergantung, yang mempersepsi tujuan-tujuan yang tidak sepadan, imbalan yang langka dan gangguan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka.47 Dalam pandangan ini “perjuangan” tersebut menggambarkan perbedaan di antara pihak-pihak tersebut yang dinyatakan, dikenali dan dialami. Konflik baru terjadi ketika atau setelah perbedaan tersebut dikomunikasikan48. Konflik mungkin dinyatakan dengan cara-cara berbeda dari gerakan nonverbal yang halus hingga pertengkaran habis-habisan, dari sarkasme

46Tidak semua krisis terjadi karena faktor kesengajaan yang dilakukan oleh individu di dalam maupun di luar organisasi atau karena adanya motif yang dapat dipertanyakan alasannya. Bahkan, beberapa krisis dapat muncul karena tidak dihindarkan atau tidak terelakkan, seperti bencana alam, wabah penyakit, hal (peralatan) teknis, kegagalan produk, atau kecenderungan pelemahan ekonomi lihat dalam Puspitasari, Komunikasi Krisis “Strategi Mengelola dan Memenangkan Citra di Mata Publik”, Libri, Jakarta 2016 47 R. Wayne Pace dan Don F. Faules, Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Rinerja Perusahaan, (Bandung: Rosdakarya, 2010) 48 Penyebab konflik di antaranya: 1) Perbedaaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur. 2) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi- pribadi yang berbeda seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik. 3) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Lihat Puspitasari, Komunikasi Krisis, 2016 51

yang halus hingga kecaman verbal yang terbuka. Pada umumnya, krisis dilihat sebagai suatu situasi atau kejadian yang lebih banyak mempunyai implikasi negatif pada organisasi daripada sebaliknya. K. Fearn-Banks mendefinisikan krisis sebagai “Suatu kejadian penting dengan hasil akhir cenderung negatif yang berdampak baik terhadap sebuah organisasi, perusahaan atau industri, maupun terhadap publik, produk, servis atau reputasinya”. Biasanya sebuah krisis mengganggu transaksi normal dan kadang mengancam kelangsungan hidup atau keberadaan organisasi/partai. Krisis pada dasarnya adalah sebuah situasi yang tak terduga, artinya organisasi/partai umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul situasi yang dapat mengancam keberadaannya. Sebagai ancaman, harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat berjalan normal kembali. Untuk itu, Holsti melihat krisis sebagai “situasi yang dikarakterisasikan oleh kejutan, ancaman besar terhadap nilai-nilai penting, serta waktu memutuskan yang sangat singkat”. Krisis membawa keterkejutan dan sekaligus mengancam nilai-nilai penting organisasi serta hanya ada waktu yang singkat untuk mengambil keputusan. Shrivastava & Mitroff mendefinisikan krisis perusahaan/organisasi sebagai “peristiwa yang mengancam tujuan terpenting untuk bertahan dan mendapatkan keuntungan”. Krisis, menurut mereka diasosiasikan dengan kerusakan yang berskala luas terhadap kehidupan manusia, lingkungan alam dan institusi sosial dan politik. Pauchant & Mitroff mengatakan bahwa krisis merupakan “sebuah gangguan yang secara fisik memberikan dampak pada suatu sistem sebagai suatu kesatuan serta mengancam asumsi dasarnya, kesadaran subjektif akan dirinya serta pusat keberadaannya”. Menurut mereka, krisis biasanya memiliki tiga dampak, yaitu ancaman terhadap legitimasi organisasi, adanya perlawanan terhadap misi organisasi serta terganggunya cara orang melihat dan menilai organisasi. Bagi Laurence Barton (1993:2), sebuah krisis adalah peristiwa besar yang tak terduga yang secara potensial berdampak negatif terhadap perusahaan maupun 52

publik. Peristiwa ini mungkin berarti merusak organisasi, karyawan, produk dan jasa yang dihasilkan organisasi, kondisi keuangan dan reputasi perusahaan.49 Dalam kamus Webster, krisis didefinisikan sebagai “suatu titik balik untuk menuju keadaan lebih baik atau lebih buruk”. Jadi, dari suatu situasi ini, perusahaan dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk. Contoh perusahaan yang menjadi lebih baik setelah krisis adalah Johnson & Johnson yang berhasil mengatasi kasus racun sianida dalam Tylenol, salah satu produk obat sakit kepala unggulannya sehingga reputasi perusahaannya justru terangkat. Apakah sebuah krisis akan menjadikan organisasi menjadi lebih baik atau lebih buruk sangat bergantung pada bagaimana pihak manajemen mempersepsi dan kemudian merespon situasi tersebut atau sangat bergantung pada pandangan, sikap dan tindakan yang diambil terhadap krisis tersebut. Sebuah krisis mungkin dapat ditangani dengan segera dengan melibatkan sedikit orang, tetapi krisis lain mungkin harus ditangani dengan mengerahkan sebagian besar sumber daya yang dimiliki organisasi. Dalam bukunya, Ulmer dan kawan-kawan menjelaskan, bahwa krisis dapat dibedakan secara luas ke dalam dua tipe. Tipe pertama adalah Intentional Crisis, atau krisis yang terjadi karena faktor kesengajaan. Tipe kedua adalah Untentional Crisis, atau krisis yang terjadinya adalah karena faktor yang tidak disengaja, baik karena faktor alamiah yang terjadi pada alam maupun dalam prsoses produksi. Bagian berikut ini akan memaparkan bagaiamana krisis yang terjadi, baik yang bersifat disengaja maupun tidak disengaja, sesungguhnya sama- sama berpotensi menimbulkan krisis yang dapat mengancam keberlangsungan dan reputasi organisasi/partai. Intentional crisis, adalah krisis ini adalah tipe krisis yang terjadi karena faktor kesengajaan. Artinya, krisis tersebut terjadi karena didesain atau disengaja dilakukan untuk mengganggu kelangsungan organisasi/partai. Krisis pada tipe ini terdiri dari beberapa kategori, seperti terorisme, Isu terorisme sejak peristiwa 11 September 2001 menjadi momok yang menakutkan bagi banyak organisasi di seluruh dunia. Aksi terorisme yang dilakukan seorang pemuda simpatisan ISIS di Tunisia pada 26 Juni 2015, yang menewaskan 37 turis di Hotel Riu Imperial

49. Laurence, Barton Crisis in Organizations: Managing and Comunicating in the Heat of Chaos. (Cincinnati: South-Western Publishing, 1993). 53

Marhaba di Port El Kantaoui, menjadi krisis yang menghantam beberapa organisasi terkait-bukan hanya otoritas setempat melainkan juga beberapa perusahaan. Peristiwa penembakan ini mengakibatkan sejumlah biro perjalanan mengalami kerugian akibat pembatalan ribuan turis yang berencana mengunjungi Tunisia untuk berlibur. Tidak hanya itu, ribuan turis dikabarkan pulang ke negaranya pascaterorisme tersebut dan mengakibatkan terjadinya krisis bagi hotel, tempat wisata serta biro perjalanan dan transportasi di Tunisia. Lalu, sabotase, Perusahaan, organisasi publik maupun nirlaba juga rawan pada sabotase, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan baik pada produk maupun kapasitas kerja organisasi, yang dilakukan oleh karyawan atau anggota dalam organisasi tersebut. Juga ada tipe krisi Kekerasan dalam dunia kerja. Kekerasan dalam dunia kerja juga kerap terjadi, di mana pemilik usaha ataupihak manajemen melakukan tindakan kekerasan yang mengakibatkan terjadinya luka- luka ada sekujur tubuh, atau bahkan hingga terjadi kematian. Salah satu contoh kasus ini di Indonesia adalah kasus penyiksaan buruh pada perusahaan panci aluminium di Desa Lebakwangi, Sepatan, Tangerang yang baru diketahui pada Mei 2013. Dalam kasus ini, buruh tidak hanya mengalami siksaan, tetapi gaji mereka pun tidak dibayarkan selama berbulan-bulan. Karena mengalami penyekapan dalam pabrik, para buruh sulit untuk membebaskan diri dari siksaan. Kadang kala, tindakan kekerasan juga dilakukan oleh pihak menajemen perusahaan dengan memanfaatkan pemangku kepentingan di luar organisasi melalui pengerahan/mobilisasi masa dari suatu organisasi. Hubungan kerja yang buruk dengan karyawan termasuk dalam krisis dalam skala yang luas kerap kali juga terjadi akibat minimnya atau buruknya hubungan kerja antara manajemen dengan karyawan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Umer dan kawan-kawan bahwa jika organisasi tidak dapat mengembangkan hubungan yang positif antara manajemen dengan para karyawannya, masalah dapat timbul. (2007:10)50 Terkait dengan organisasi, ada tipe krisis 1) Manajemen Risiko yang buruk. Manajemen risiko yang buruk diakibatkan oleh buruknya manajemen atauu pengelolaan risiko, seperti terjadi dalam kasus pabrik pengolahan daging

50 Puspitasari, Komunikasi Krisis, 2016 54

sapi di Midwestern City yang gagal melakukan pemeliharaan pada sistem pembuangan limbah sehingga membahayakan kesehatan masyarakat. Manajemen risiko yang buruk ini membuat perusahan dikenakan denda yang sangat berat dan kemudian mengakibatkan ditutupnya pabrik tersebut. 2) Pengambilalihan yang didasari sikap bermusuhan. Pengambilalihan yang dapat mengancam kelangsungan organisasi misalnya terjadi ketika saham perusahaan dibeli oleh perusahaan lawan atau kompetitornya. Dalam hal ini, ratusan dan bahkan ribuan karyawan bisa dirasionalisasi alias dipecat selama aksi pengambilalihan. 3) Kepemimpinan yang tidak menjunjung tinggi prinsip etika. Merujuk pada laporan yang dikeluarkan setiap tahunnya oleh Institute for Crisis Management, disebutkan bahwa ada lebih dari 6.000 peristiwa krisis organisasional yang memiliki nilai berita, sebagian di antaranya disebabkan oleh manajemen. Bahkan disebutkan oleh Millar dan Irvine bahwa banyak krisis disebabkan oleh tindakan kriminal yang dilakukan oleh para manajernya. Terkait dengan Intentional Crisis, satu kasus yang dapat menjadi contoh adalah kasus pengelabuan produksi yang terjadi pada perusahaan otomotif mancanegara, yaitu VW. Pada bulan September 2015, dunia dibuat gempar dengan terjadinya skandal emsis pada mobil-mobil yang diproduksi oleh VW (tempo.co). krisis tersebut mengakibatkan VW me- recall 8,5 juta mobilnya di seluruh dunia, dan bahkan mendorong pimpinannya, Martin Winterkorn, untuk mengundurkan diri. Dengan bertitik tolak dari data mengenai pengunduran diri yang dilakukan oleh Winterkorn dapat menduga bahwa kasus ini merupakan representasi kepemimpinan yang tidak menjunjung etika. Manajemen risiko dalam komunikasi berupaya mengelola, mengetahui early warning signs, yaitu deteksi dini tanda-tanda kemungkinan bisa terjadinya suatu krisis, sehingga komunikasi dapat dikelola secara efektif dan efisien.51 Kelanjutan korporasi/institusi bisa terhambat bahkan reputasi korporasi/institusi bisa rusak jika komunikasi tidak dirancang dan dikerjakan secara profesional. Dalam konteks komunikasi politik, strategi (komunikasi politik) merupakan panduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen

51 Ludwig Suparmo, Crisis Management & Public Relations “mengatasi krisis, memulihkan citra”, (Jakarta: PT. Indeks, 2011) 55

komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan52. Michael Regester dan Judy Larkin dalam bukunya Risk Issue and Crisis Management (2000), menyatakan bahwa mengidentifikasi pola baru kecemasan politik dan publik. Konflik ini diangkat oleh kombinasi di antaranya perubahan sosial yang berkelanjutan dan ketidakpastian, juga oleh inovasi teknologi industri. Dapat dipahami bahwa konflik sosial dan kepentingan politik serta kemajuan teknologi industri menjadi tantangan perusahaan yang harus dicermati.53 Konflik merupakan suatu bentuk interaksi yang tempat, waktu dan intensitas tunduk pada perubahan. Sosiolog Lewis A. Coser menyebutkan bahwa konflik merupakan proses instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat secara posistif fungsional sejauh ia bergerak memperkuat disfungsional melawan struktur.54 Selain itu, konflik dapat pula menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok.55 Menurut Soerjono Soekanto, konflik merupakan suatu proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentng pihak yang disertai ancaman atau kekerasan. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang saling menentang dengan ancaman kekerasan. Dalam bentuk ekstrimnya, konflik dilangsungkan tidak hanya sekadar untuk mempertahankan hidup atau eksistensi. Konflik juga bertujuan sampai tahap pembinasaan eksistensi orang atau kelompok lain yang dipandang sebagai lawan atau saingannya. Teori konflik merupakan perubahan sosial yang tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.56 Teori ini berdasarkan pada pemilikan sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Teori ini merupakan antitesis dari teori

52Onnong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi (Teori dan Preaktik). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006. hal.32 53 Onnong, Ilmu Komunikasi, hal.32 54 Tumengkol, hal. 19 55 Lewis Coser, The Function of Socila Conflict (New York: Free Press, 1956), h. 151 56 Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern. (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), hal. 54 56

struktural fungsional, dalam hal ini teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat sedangkan teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik menegaskan bahwa masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan.57 Jika Regerter dan Larkin merumuskan bawah krisis adalah situasi yang menempatkan perusahaan sebagai subjek pembicaraan kalangan luas yang memiliki potensi untuk tidak disukai, maka dari rumusan tersebut dapat semakin menyadari bahwa krisis pada umumnya dilihat sebagai suatu situasi atau kejadian yang negatif, sehingga memiliki implikasi negatif pada organisasi.58 Sementara Kathleen Fearn-Bank secara lebih rinci menjelaskan bahwa dampak yang diakibatkan oleh krisis bagi organisasi adalah terutama pada nama baik organisasi selain juga akan memengaruhi penilaian masyarakat pada produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi tersebut. Ulmer dan kawan-kawan mendefinisikan krisis sebagai momen unik dalam sejarah organisasi. Dengan merujuk pada pandangan Hermann, krisis menjelaskan dengan mengacu pada tiga karakteristik yang melekat pada krisis, yaitu sebagai berikut: a. Adanya unsur kejutan b. Ancaman terhadap organisasi/partai c. Waktu respons yang singkat Berdasarkan ketiga karakteristik ini, Hermann menegaskan bahwa peristiwa apa pun yang menyulitkan suatu organisasi belum dapat disebut sebagai krisis jika belum memenuhi ketiga unsur tersebut di atas. 1. Unsur kejutan

57 Ketika Steven Fink merumuskan krisis sebagai hal yang tiak terhindarkan karenanya krisis dapat terjadi kapanpun dan kadangkala tanpa didahului peringatan apapun sesungguhnya ia menegaskan bahwa krisis merupakan peristiwa yang selalu mungkin dihadapi oleh organisasi mana pun. Merujuk pada rumusan yang dibuat oleh Michael Regester dan Judy Larkin untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan krisis, disebutkan bahwa krisis merupakan suatu situasi yang membuat perusahaan menjadi subjek pembicaraan kalangan luas, yang memiliki potensi untuk tidak disukai, mendapat perhatian dari berbagai media-baik nasional maupun internasional- dan berbagai kelompok lain (seperti konsumen, pemegang saham, karyawan beerta keluarganya, politisi, serikat perdagangan, dan kelompok lingkungan hidup yang karena satu alasan tertentu memiliki ketertarikan terhadap segala kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Lihat Puspitasari, Komunikasi Krisis “Strategi Mengelola dan Memenangkan Citra di Mata Publik”, Libri, Jakarta 2016, hal. 21 58 Puspitasari, Komunikasi Krisis, hal. 21

57

Menjelaskan dalam kegiatan dengan unsur kejutan. Ulmer dan kawan- kawan menegaskan bahwa peristiwa -peristiwa alam- seperti banjir, gempa, dan kebakaran hutan- belum dapat dieskalasikan dalam level krisis, kecuali jika datang secara tiba-tiba dan di luar batas kesanggupan pemerintah dalam mengantisipasi risiko yang muncul. Jadi, dalam kasus yang dialami sejumlah negara berkembang, faktor risiko sudah diantisipasi dalam skema perencanaan untuk mengatasi munculnya akibat dari bencana tersebut. Ketika peristiwa bencana alam terebut terjadi, hal itu tidak dirumuskan sebagai krisis. Apalagi jika dalam skema perencanaan tadi melibatkan sejumlah pemangku kepentingan yang berperan dalam proses penyelamatan, baik pihak pemadam kebakaran, tenaga media maupun tenaga psikiatri-psikolog. 2. Ancaman terhadap organisasi Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa yang terjadi secara mendadak dapat berakibat pada keamanan finansial dari organisasi, konsumennya maupun masyarakat yang tinggal di sekitar fasilitas produksi, dan sebagainya.59 Sementara itu, untuk menjelaskan mengenai unsur ancaman, Ulmer dan kawan-kawan mengutip kasus Wxxon-Valdez. Dalam kasus tersebut dijelaskan mengenai peristiwa di mana kapal tanker Exxon-Valdez menabrak karang pada tahun 1989 dan mengakibatkan tumpahnya ribuan galon minyak ke dalam lautan wilayah dari Prince William Sound. Ancaman krisis meluas karena minyak yang tumpah berkilo-kilometer jauhnya dari lokasi tersebut mengganggu industri perikanan di kawasan tersebut. Bukan hanya industri perikanan yang terganggu, bahkan burung-burung dan aneka satwa laut lainnya musnah akibat tumpahan tersebut sehingga dapat dipastikan seluruh ekosistem di wilayah tersebut terganggu. Akibat meluasnya gangguan pada ekosistem di wilayah Prince William Sound, akhirnya Wxxon-Valdez harus menghabiskan triliunan dolar untuk membersihkan lokasi dari tumpahan, yang membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya. Tidak semua tumpahan minyak yang terjadi di luar dapat mengakibatkan munculnya krisis, tetapi pada kausu Exxon, jumlah tumpahan

59 Puspitasari, Komunikasi Krisis, hal. 23 58

minyak yang besar dan efeknya yang menganggu pada kerusakan lingkungan pada wilayah tersebut menciptakan level ancaman yang ekstrem.60 3. Waktu respon yang singkat Saat organisasi/partai mengalami krisis, hal tersebut harus segera dikomunikasikan pada seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan organisaasi/partai. Proses ini menurut Ulmer dan kawan-kawan secara inheren memuat kemungkinan adanya ketidakpastian dalam organisasi karena umumnya ketika krisis terjadi, organisasi sulit untuk memperoleh informasi yang memadai mengenai krisis itu sendiri dan poin apa yang perlu disajikan kepada pemangku kepentingan. Ketidakpastian yang dialami organisasi memengaruhi komunikasi krisis yang dilkaukan. Karena itu penting bagi organisasi untuk menyiapkan skema perencanaan guna mengantisipasi beberapa kemungkinan terjadinya krisis, baik yang disebabkan oleh pemangku kepentingan dan masalah intenal terkait dengan peralatan maupun pemangku kepentingan serta masalah-masalah yang ditimbulkan oleh faktor eksternal orgaisasi61. Terkait dengan strategi dalam rilis media, akan dijelaskan terlebih dahulu tentang apa itu strategi. Secara etimologi kata strategi berasal dari bahasa Yunani Klasik, yakni strator (tentara) dan agein (memimpin)62. Menurut Mintberg bahwa strategi sekurang-kurangnya mencakup lima arti yang saling terkait, strategi adalah suatu: (1) perencanaan untuk semakin memperjelas arah yang ditempuh organisasi secara rasional dalam mewujudkan tujuan-tujuan jangka panjang; (2) acuan yang berkenaan dengan penilaian konsistensi ataupun inkonsistensi perilaku serta tindakan yang dilakukan organisasi; (3) sudut yang dimunculkan

60 Puspitasari, Komunikasi, hal.24

61Setiap organisasi/partai dimungkinkan mengalami sebuah krisis dalam operasional sehari-hati tidak terlepas pada partai politik. Krisis tersebut harus di-manage dengan baik jika organisasi berkeinginan untuk dapat bertahan dalam pertarungan yang ketat di era globalisasi saat ini. setiap krisis mempunyai potensi memengaruhi citra organisasi, khususnya jika krisis tersebut berkembang menjadi bencana yang mempunyai dampak luas bagi masyarakat. Dalam hal ini, reputasi organisasi/parpol dapat menurun drastis dan membuat organisasi/parpol menjadi objek kritikan dan cemoohan masyarakat. Akibatnya, organisasi/parpol tersebut akan mengalami kerugian besar, seperti menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat, keuntungan, bahkan memengaruhi psikologi dari semua yang berada dalam organisasi/parpol tersebut.Lihat dalam Rachmat Kriyantono. Public Relation & Crisis Management, pendekatan critical public relations, etnografi kritis dan kualitatif, Kencana Prenada, Jakarta, hal. 171 62 Cangara, Perencanaan & Strategi, hal 64 59

organisasi saat memunculkan aktivitas; (4) suatu prospektif yang menyangkut visi yang terintegrasi antara organisasi dengan lingkungan yang menjadi batas aktivitas; dan (5) rincian langkah taktis organisasi yang berisi informasi untuk mengelabuhi para pesaing. Secara terminologi, bahwa strategi merupakan serangkaian keputusan dan tindakan yang mendasar yang dibuat oleh menejemen puncak dan diterapkan seluruh jajaran dalam suatu organisasi demi pencapaian tujuan organisasi tersebut63. Ada juga yang menjelaskan bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus- menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi selalu dimulai dari “apa yang terjadi” dan bukan dimulai “dengan apa yang terjadi”. Dalam menangani masalah komunikasi, para perencana dihadapkan pada persoalan terkait dengan strategi penggunaan sumber daya komunikasi yang tersedia untuk mencapai tujuan yang diinginkan64. Sementara, Menurut Hafidz Cangara bahwa strategi politik merupakan proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Jadi, strategi politik adalah proses pengambilan keputusan. Pengimplementasian keputusan tersebut merupakan strategi organisasi untuk mencapai tujuan yang dilakukan oleh seluruh jajaran organisasi.65 Terkait dengan strategi relasi media, konsep yang digunakan dalam konteks ini meminjam kajian komunikasi politik. Dalam komunikasi politik proses kampanye terkait dengan hubungan calon dengan pemilihan. Terkait dengan strategi relasi media, setidaknya peneliti memakai konsep dalam komunikasi politik lebih tepatnya dalam positioning sebuah partai politik yang dipopulerkan oleh Newman dan Shet, yakni strategi penguatan (reinforcement strategy), strategi rasionalisasi (rationalization strategy), strategi bujukan (inducement strategy), maupun strategi konfirmasi (comfirmation strategy)66.

63 Siagian P, Sondang, Manajemen Stratejik, (Jakarta: Bumi Aksara), 2010, hal.15 64 Cangara, Perencanaan, Hal 64 65 Cangara. Komunikasi Politik, hal.10 66Toni Andrianus Pito. Mengenal Teori-teori Politik (Bandung: Penerbit Nuansa Indah), 2013, hal.210-13 60

Pertama, Strategi penguatan (reinforcement strategy), merupakan strategi yang digunakan untuk kontestan dalam konteks ini adalah partai politik yang ada dengan memperhatikan pada citra tertentu yang dibuktikan oleh kinerja politik. Strategi ini menegaskan bahwa keberadaan partai politik yang selama ini ada dan menjadi pilihan konstituen dalam pemilihan. Ini menjadi penting karena (1) citra sebuah partai politik ditentukan dari apa yang telah diperbuat oleh institusi maupun tokoh-tokoh politik di dalamnya. Juga, (2) kinerja partai politik memberikan informasi kepada khalayak, baik itu pemilih lama maupun calon pemilih, untuk tetap mendukung partai politik dalam kontestasi pemilihan seperti pemilihan kepala daerah maupun dalam pemilihan umum lainnya. Salah satu cara yang bisa dilakukan dalam strategi penguatan ini adalah teknik penyampaian pesan (konten) yang bersifat informatif.67 Teknik ini terbagi menjadi dua jenis, yakni informasi yang bersifat aktual dan informasi yang bersifat umum. Informasi aktual terkait dengan hal-hal yang baru atas sebuah kejadian atau adanya kebaruan dalam informasi tersebut. Informasi yang bersifat umum biasanya terkait dengan publikasi. Misalnya, publikasi dari kegiatan yang dilakukan oleh partai politik. Citra yang diproduksi dalam strategi ini adalah dengan merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan68. Artinya, ketokohan dalam partai politik memberikan pengaruh tersendiri dalam rangka komunikasi politik dalam relasi media. Dukungan dari lembaga atau institusi dalam hal ini struktur yang ada dalam partai politik juga menjadi daya tarik maupun kredibilitas sendiri di mata media. Dalam konteks ini, Cangara menegaskan bahwa dalam komunikasi politik informasi diperlukan pelaku politik untuk mengambil keputusan. Bagi seorang politisi yang cerdas maka informasi menjadi sumber inspirasi untuk membuat pernyataan-pernyataan yang bisa menarik perhatian orang banyak, sekaligus untuk memelihara citra di depan publik. Seorang politisi harus mampu memelihari informasi yang disebarkan itu secara berkelanjutan sehingga tidak hilang dalam peredaran masa.69

67Cangara, Komunikasi Politik, hal 266-267 68Anwar Arifin, Komunikasi Politik , Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi dan Komunikasi Politik.(Jakarta: PT Balai Pustaka), 2011, hal 46 69Cangara, Komunikasi Politik, hal 266 61

Kedua, strategi rasionalisasi (rationalization strategy), merupakan strategi yang dilakukan untuk membujuk khalayak untuk memberikan perhatian kepada partai politik atau tokoh-tokoh politik. Salah satu keuntungan dalam strategi ini adalah partai politik bisa merekrut pemilih yang sebelumnya telah menentukan pilihan terhadap kontestan lainnya. Dalam penelitian ini, strategi rasionalisasi menjadi salah satu komponen dalam produksi konten terkain relasi media yang memberikan alasan atau bukti agar pemilih melihat citra yang diinginkan oleh partai politik terkait dualisme kepemimpinan. Pesan yang diproduksi oleh pelaku politik dalam konteks ini lebih cenderung kepada pesan yang bersifat persuasif. Penyusunan pesan yang persuasif memiliki sebuah proposisi. Maknanya, adanya hasil yang diperoleh sumber dari penerima atas pesan yang disampaikan olehnya. Pesan yang bersifat persuasif ini mengharapkan adanya perubahan terutama kepada khalayak70. Ketiga, strategi bujukan (inducement strategy), merupakan strategi yang digunakan dalam mempersepsikan sebuah citra dari partai politik yang beragam. Strategi ini menempatkan bahwa banyak alasan yang bisa dilihat oleh konstituen atau calon pemilih terhadap partai politik ataupun tokoh politik dengan kinerja/aktivitas yang diharapkan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menciptakan kebersamaan dengan memahami khalayak, menyusun pesan persuasif, maupun dalam pemilihan media. Dengan demikan, khalayak mendapatkan sumber konten pencitraan yang banyak dan beragam71. Strategi ini juga bisa menggunakan teknik pesan yang juga bersifat persuasif. Dalam konteks konflik di tubuh PPP, konsep penyampaian pesan dengan pendekatan emosional pada akhirnya menjadi salah satu strategi untuk mendekatkan (salah satu kubu) PPP dengan konstituen, baik itu bersifat struktural seperti pengurus organiasi maupun kepada pemilih.72 Pesan yang penuh dengan emosi atau emotional appeal menunjukkan cara penyusunan pesan yang berusaha menggugah emosi khalayak. Keempat, strategi konfirmasi (comfirmation strategy), merupakan strategi citra kontestan yang diluar harapan konstituennya. Strategi ini bisa dilakukan

70Cangara, Komunikasi Politik, hal 267 71Arifin, Komunikasi Politik, hal 46 72Cangara, Komunikasi Politik, hal 267 62

untuk menunjukkan bahwa partai politik atau tokoh politik memiliki kinerja dan dapat memenuhi kebutuhan dari khalayak. Dalam relasi media, strategi ini diterapkan untuk menunjukkan bagaimana partai politik memiliki citra (positif) yang lainnya dibanding dengan citra (negatif) yang sudah terbentuk. Strategi ini bisa menggunakan pesan persuasif dengan teknik propaganda. Teknik ini menunjukkan bagaimana kegiatan komunikasi secara persuasi atau bisa didekati dengan terminologi agitasi di mana pesan atau informasi yang disampaikan bertujuan untuk membakar emosi (blow-up) orang banyak.

BAB III PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DAN DUALISME KEPEMIMPINAN

A. Deskripsi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Partai Persatuan Pembangunan bertikai, itu biasa. Namun, bila yang bersengkarut kali ini justru faksi NU (Suryadharma Ali) dengan NU (Romahurmuziy) juga, itu yang membuatnya luar biasa. Sebab, biasanya sengketa di tubuh parpol yang mengklaim diri rumah besar umat Islam itu selalu antara faksi (NU) dengan faksi Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), dua faksi terbesar yang membangun PPP pada 5 Januari 1973. Sebagaimana diketahui, PPP terbentuk sebagai fusi dari empat partai Islam, yaitu Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Islam Perti. Sementara Parmusi sendiri terbangun dari 160 organisasi Islam, yakni Muhammadiyah, Jamiatul Washliyah, Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia (GASBINDO), Persatuan Islam (Persis), Nahdatul Wathan, Mathlaul Anwar, Serikat Nelayan Islam Indonesia (SNII), Kongres Buruh Islam Merdeka (KBIM), Persatuan Umat Indonesia (PUI), Al-Ittihadiyah, Persatuan Organisasi Buruh Islam se-Indoonesia (PORBISI), Persatuan Guru Agama Islam Republik Indonesia (PGAIRI), Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI), Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Al-Irsyad Al Islamiyah dan Wanita Islam. Dengan gabungan tersebut, praktis dua fusi terkuat di PPP adalah faksi NU dan Parmusi. PPP di dalam sejarah perkembangan partai politik di Indonesia setidaknya mewakili kelompok politik Islam yang sebelumnya diwakili oleh partai-partai politik Islam peserta pemilu 1971 sampai dengan berakhirnya rezim Orde Baru, 1998. Sementara itu, PPP pada masa Orde Baru, selain dianggap sebagai kompetitor potensial partai berkuasa, artikulasi politiknya selama hampir 10 tahun berdirinya partai ini dianggap mengganggu dan merongrong kewibawaan rezim Orde baru. Oleh karena itu, rezim berupaya menaklukan PPP dengan berbagai cara, dan mencapai puncaknya ketika diberlakukan UU nomor 3 Tahun 1985 yang

63

64

mewajibkan semua organisasi sosial politik memakai asas tunggal Pancasila. Oleh karena itu, fluktuasi perolehan suara PPP pada setiap pemilihan umum, termasuk pada era Reformasi, seringkali mencerminkan rekaman peristiwa yang terjadi tidak hanya di kalangan umat Islam, namun juga pergolakan politik bangsa.1 Mengawali pembahasan mengenai PPP, untuk itu perlu diketahui latar belakang sejarah kelahiran, asas dan tujuan, serta pola dan karakteristik PPP. Atas yang demikian itu, bab ini diharapkan mampu menggambarkan apa dan bagaimana PPP di dalam sejarah perkembangan partai politik di Indonesia. Pada awalnya ABRI yang menjadi tulang punggung Orde Baru menginginkan penataan infrstruktur politik yang pertama kali dilakukan adalah mengeliminasi pengaruh Sukarnoisme, dan kekuatan sosial-politik umat Islam.2 Namun, terlepas dari persoalan mana yang perlu didahulukan, tujuan restrukrisasi politik adalah untuk membebaskan masyarakat Indonesia dari konflik ideologi. Sehingga yang menjadi dasar pijakan untuk hal itu adalah pragmatisme, rasionalisme, ketertiban dan keahlian praktis. Oleh karena itu, rezim tidak lagi mempercayakan pembangunan bangsa kepada para politisi. Mereka dianggapnya menjadi penyebab munculnya pertarungan ideologis pada masa lalu yang kemudian menyebabkan kemerosotan politik dan pembanguna ekonomi. Oleh karena itu, hidupnya ideologi-ideologi yang ada di dalam partai-partai poltik kemudian dianggap menjadi penyebab sumber konflik berkepanjangan antara kubu-kubu ideologis.3 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan Partai Politik yang terdiri dari ragam komponen organisasi ke-Islam-an. Di dalamnya terdapat empat partai peserta Pemilu 1971 yang tergabung sebagai respon kebijakan politik

1 Dr. Sihabudin Noor, MA, Disertasi “Politik Islam Artikulasi Politik PPP 1973-2004” 2 Terkait dengan rehabilitasi Masyumi yang diperjuangkan kekuatan sosial-politik Islam, pemerintah tidak mengabulkan keinginan mereka, bahkan melarang setiap eks pimpinan Masyumi menduduki jabatan kepemimpinan di Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Lihat Muhammad Roem, 2500 ex Masjumi/PSI kehilangan Hak pilih? Surabaya: Documenta, 1970” Lukman Hakiem, Berjalan Mencari Keadilan dan Persatuan, Biografi Dr. Anwar Haryono, SH, Jakata: Medan Dakwah, 1993, K.E Ward, Foundation of Partai Muslimim Indonesia, Ithaca: Modern Indonesian Project Cornell University Ithaca, 1970 3Karena secara niscaya, mereka akan selalu terus berupaya mempertahankan dan menggolkan ideologinya, disertai saling berebut status melalui partai politiknya untuk merebut kekuasaaan (birokrasi). Sehingga yang demikian merupakan penghambat utama pembangunan ekonomi, yang berarti juga menjadi penyebab keterbelakangan bangsa. Laode Ida, Anatomi Konflik NU, Elit Islam dan Negara, Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 1996, hal. 33 65

Pemerintah Orde Baru untuk menyederhanakan sistem perpolitikan nasional. Keempat partai tersebut adalah Partai Nahdlatul Ulama (Partai NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), serta Partai Persatuan Tarbiyah Islamiyah Indonesia (PERTI).4 PPP dideklarasikan pada tanggal 5 Januari 1973 oleh lima deklarator yang merupakan pimpinan empat Partai Islam peserta Pemilu 1971 dan seorang Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan atau gabungan fraksi-fraksi dari empat Partai Islam di DPR. Para deklarator itu adalah; 1. K.H. Idham Chalid, Ketua Umum PB Nadhlatul Ulama. 2. H. M. Syafaat Mintaredja, SH, Ketua Umum Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). 3. H. Anwar Tjokroaminoto, Ketua Umum PSII. 4. H. Rusli Halil, Ketua Umum Partai Islam PERTI. 5. H. Masjkur, Ketua Kelompok Fraksi Persatuan Pembangunan di DPR-RI5 Fusi merupakan istilah kimiawi yang merupakan penggabungan beberapa unsur untuk membentuk zat baru, tanpa melupakan unsur-unsur yang membentuknya. Jadi, meskipun Partai NU, parmusi, PSII, dan PERTI berfusi dan membentuk zat baru yang bernama PPP, tapi mereka tetap berdiri dan menjalankan tugas-tugas keumatan sesuai dengan kekhususan masing-masing organisasi. Jadi, fusi tidak mematikan unsur yang ada sebelumnya, meskipun fusi itu melahirkan lembaga baru yang bernama PPP. Istilah fusi tentu saja lebih mendalam dibandingkan Sekretariat Bersama dalam pembentukan Golongan Karya (Golkar) dan pengelompokan dalam pembentukan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Patut diapresiasi para ulama dan tokoh-tokoh Islam saat itu yang menggunakan istilah kimiawi yang pas untuk menggambarkan proses agreagasi politik umat Islam ke dalam satu wadah yang bernama PPP. Dari manakah para ulama dan tokoh Islam menemukan istilah fusi tadi, mengingat sebagai mereka berasal dari pesantren/madrasah yang waktu itu kurang akrab dengan istilah kimiawi. Wallahu’alamu bijawabihi.

4 Tim Penulis, Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Penerbit DPPP PPP, 2016 5 “PPP dalam lintas Sejarah “ www. PPP.or.id (tertera dalam buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016 66

Sebagai wadah baru hasil fusi dari berbagai fraksi partai-partai Islam, PPP merupakan representasi umat Islam di Indonesia. Semangat kebersamaan dalam Ukhuwah Islamiyyah sangat kental di tubuh partai ini. di samping itu juga situasi politik melatar belakangi lahirnya PPP penuh dengan tekanan-tekanan politik, menjadi semangat pemersatu umat Islam pada saat itu. Sebelumnya pemerintah memang sudah merencanakan penyederhanaan kepartaian. Usulan itu berawal dari seminar Angkatan Darat di Bandung pada tahun 1966. Penyederhanaan partai diyakini merupakan solusi untuk menciptakan stabilitas keamanan, sebagau pijakan bagi pembangunan ekonomi. Sebagaimana kita maklumi bersama, setelah Pemerintah Orde Baru menggantikan Pemerintah Orde Lama, ada keinginan kuat agar pertumbuhan ekonomi dapat digalakkan. Pertumbuhan ekonomi itu sangat tergantung pada investasi asing. Nah, investasi asing itu akan masuk jika stabilitas keamanan dan stabilitas politik terjamin. Untuk itu, pemerintah Orde Baru berkeyakinan bahwa penyederhanaan partai Politik menjadi sebuah keharusan. Banyak kalangan yang melihat PPP lahir karena paksaan dari Pemerintah, sebagai bagian dari design besar untuk memudahkan kooptasi perpolitikan nasional. Namun, tak banyak yang menyadari bahwa sebelum PPP berfusi, fraksi- fraksi partai Islam di DPR RI yang mewakili Partai NU, Parmusi, PSII dan PERTI sudah membentuk satu wadah di DPR RI dengan nama Fraksi Persatuan Pembangunan dengan K.H. Masjkur sebagai Ketua Fraksi. Ini menunjukkan bahwa sebelum ada penyederhanaan Partai Politik, partai-partai Islam sudah mempunyai kesadaran yang bersumber dari semangat Ukhuwah Islamiyyah untuk bersatu padu merapatkan barisan. Dilihat dari sisi ini, maka fusi partai-partai Islam menjadi PPP merupakan keinginan sendiri dan sesuai dengan aspirasi umat Islam, bukan karena paksaan dari Pemerintah. Sebelum penyederhanaan partai selesai, Pemerintah Orde Baru melakukan penundaan Pemilihan Umum. Keputusan MPRS tahun 1966 yang menyatakan bahwa Pemilu diselenggarakan tahun 1968, tetapi oleh Pemerintah Orde Baru dengan alasanan Undang-Undang Politik (UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD; UU Pemilu dan UU Partai Politik) belum selesai, maka pemilu itu harus di tunda. 67

Menurut Zein Badjeber,6 Partai NU tadinya menentang penundaan pelaksanaan Pemilu tersebut. Penundaan Pemilu itu oleh NU dicurigai sebagai upaya ABRI mempersiapkan tunggangan politiknya, karena Golkar belum tersusun. Akhinrya Pemilu diselenggarakan pada tahun 1971 dan menjadi Pemilu pertama pada zaman Orde Baru. Kampanye partai dilarang di mana-mana, dihambat. “Saya masih kampanye NU sebagai calon legislator dari Sulawesi Utara,” kenang Badjeber. Setelah 4 partai berfusi, langkah selanjutya adalah membentuk kepengurusan PPP dari tingkat pusat sampai tingkat desa. Karena terjadi tarik menarik dalam soal kepemimpinan, maka PPP memberikan solusi yang cerdas, dengan adanya Presidium partai dan Ketua Umum. Presidium PPP dipimpin oleh Presiden Partai yaitu KH. Idham Chalid, dibantu 4 wakil Presiden yaitu KH. Masykur (NU), Tjokroaminoto, yang kemudian diganti oleh Muhammad Gobek, dan KH. Rusli Halil dari Perti. Sedangkan Ketua Umum PPP dijabat H.S. Mintareja dari PARMUSI yang juga menjabat sebagai wakil Presiden di Presidium Partai. NU dan Parmusi adalah dua fusi terbesar yang membentuk PPP pada 5 Januari 1973. Pembagian dua jabatan kepemimpinan PPP tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi gesekan di internal partai. Presiden partai bertugas untuk urusan eksternal sedangkan Ketua Umum PPP untuk urusan internal. NU mempunyai dukungan kuat dari Pesantren, Madrasah, dan Kaum santri yang berjumlah puluhan juta orang. Sementara Parmusi sendiri dibentuk oleh 16 organisasi Islam, yaitu Muhammadiyah, Jam’iatul Washliyah, Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia (GASBINDO), Persatuan Islam (Persis), Nahdlatul Wathan, Mathlaul Anwar, Serikat Nelayan Islam Indonesia (SNII), Kongres Buruh Islam Merdeka (KBIM), Persatuan Umat Islam (PUI), Al Ittihadiyah, Persatuan Organisasi Buruh Islam se-Indonesia (PORBISI), Persatuan Guru Agama Islam Republik Indonesia (PGAIRI), Himpunan seni Budaya Islam (HSBI), Persatuan Islam Tionghoa (PITI), Al-Irsyad Al-Islamiyyah dan Wanita Islam.

6 Wawancara dengan Zein Badjeber di gedung GBHN tanggal 20 Maret 2016 (dalam buku Sejarah dan Dinamika PPP, oleh tim penulis DPP PPP 2016 68

Tahun 1974 dilakukan pembentukan PPP di daerah-daerah seluruh Indonesia. Di setiap daerah ada kordinator yang memimpin team pembentukan partai. Kordinatornya ditunjuk sesuai dengan kekuatan masing-masing partai yang berfusi ke PPP. Misalnya di suatu daerah, NU yang kuat, maka kordinatornya dari NU. Di Bali parmusi yang kuat, maka kordinatornya Parmusi. Pada tahun 1975, diadakan sidang dewan partai di wisma Depsos, Cawang, Jakarta, yang berhasil menyusun Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga yang baru untuk mempertegas perbedaan tugas dan kewenangan Presiden Partai dan Ketua Umum Partai. Dalam perjalanan selanjutnya, PPP beberapa kali mengalami perbenturan dengan Pemerintah Dalam sidang di DPR. Salah seorang tokoh yang vokal dan menentukan dalam partai adalah KH. Bisri Syamsuri yang menjabat sebagai Presiden Majelis Syuro dan berasal dari NU. Pertentangan terjadi misalnya saat RUU perkawinan dibawa ke sidang DPR pada tahun 1973, PPP menolak RUU tersebut karena berisi aturan-aturan yang bertentangan dengann hukum Islam. Pada Pemilu 1977, PPP berhasil menguasai beberapa provinsi mengalahkan Golkar. Suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan di mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Adapun PDI perolehan kursinya menurun dibandingkan gabungan kursi partai-partai yang bergabung sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi dibanding gabungan suara PNI, Parkindo dan partai katolik.7 Orde Baru lahir sebagai bentuk koreksi terhadap penyimpangan yang dilakukan rezim Orde Lama. Orde Baru kemudian melakukan berbagai upaya perencanaan perubahan masyarakat kuat pembangunan ekonomi sebagai tujuan utama, dan penataan infrastruktur politik untuk menjaga stabilitas politik.8

7“Pemilihan Umum di Indonesia, https//wikipedia.org/wiki pemilihan umum di Indonesia (lihat buku Sejarah dan dinamika PPP 8Dr. Sihabudin Noor, MA, Disertasi “ Politik Islam Artikulasi Politik PPP 1973-2004”, hal. 49 69

Sebagai upaya penataan infrastruktur politik, rezim kemudian melakukan upaya penyederhanaan partai-partai politik yang ada saat itu, dan selanjutnya berupaya menghapus adanya pertentangan ideologi sosial-politik yang ada dimasyarakat dengan menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya alat penyelesaian konflik.9 Salah satu program politik pertama pemerintah saat itu adalah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (selanjutnya RUU) tentang Pemilu.10 1. Partai Politik Islam di Indonesia Keberadaan partai politik Islam di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari adanya tiga aspek yang meruanglingkupinya, teologi, historis, dan sosiologis. Atas ketiga hal tersebut meminjam teori Berger dan Lucman, telah memberikan suatu “struktur keniscayaan” (plausibility structure) dalam perjuangan politiknya, dan menurut Taufik Abdullah bahwa yang demikian itu adalah riil sehingga terpantul di dalamnya realitas sosial sebagaimana semestinya.11 Secara teologis, Islam sebagaimana diyakini oleh sebagian pemeluknya adalah suatu konsep keutuhan yang tidak memisahkan antara agama dan negara sebagai sebuah kenyataan konkrit.12 Meskipun keduanya dapat dibedakan seperti kemudian muncul pertanyaan apakah kesatuan keduanya terbukti benar-benar terjalin,13 Islam kemudian membimbing pemeluknya hidup sesuai dengan panduan moral kehendak (petunjuk) Illahi.14 Seperti di dalam perkembangan hubungan antara Islam dan negara, maka keberadaan negara (dan masyarakat)

9 Dr. Sihabudin Noor, MA. Keislaman dan Keindonesiaan, Format Intelektualisme Islam Baru 1970-1990, Medan Tesis PPS IAIN SU Medan, 1997, hal, 37-38 10 Dhaniel Dhakidae. “Pemilihan Umum di Indonesia: Saksi Pasang Naik dan Surut Partai Politik” dalam Prisma, No. 9 September 19821, ha. 27-29 11 Taufik Abdullah. Islam dan masyarakat: panutana Sejarah Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1987, hal. 39 (lihatDr. Sihabudin Noor, MA, Disertasi “ Politik Islam Artikulasi Politik PPP 1973- 2004”) 12 Nazih Ayubi. Political Islam: Religion and Politics in the Arab World. London and New York: Routledge, 1991, hal. 63-64 (lihatDr. Sihabudin Noor, MA, Disertasi “ Politik Islam Artikulasi Politik PPP 1973-2004”) 13 Leonard Binder. The Ideological Revolution in The Middle East. (New York: 1984). hal. 50 (lihatDr. Sihabudin Noor, MA, Disertasi “ Politik Islam Artikulasi Politik PPP 1973- 2004”) 14 Fazlur Rahman. Islam, New York, Chicago (San Francisco: Holt, Reinhart, Winston, 1966). h. 241(lihat Dr. Sihabudin Noor, MA, Disertasi “ Politik Islam Artikulasi Politik PPP 1973- 2004”) 70

telah menjadi wadah bagi terbinanya Islam sebagaimana sejak abad pertamanya Islam telah terkait dengan politik (negara).15 Secara historis, Islam datang kemudian membentuk kekuatan. Di dalam realitasnya, menurut Muhammad Arkoun, Islam yang berkembang kemudian terpenjara oleh citra kedaerahan dan etnografis maupun pendapat ulama klasik.16 Seperti di Indonesia, walaupun pengalaman sejarah Islam di negeri ini bersifat fragmentaris, namun yang demikian itu terintegrasi dalam sebuah kesadaran sejarah yang utuh dengan menampilkan wajah Islam sebagai penantang kolonialisme dam imperialisme yang paling awal dan konsisten. Dengan menyatunya antara Islam, masyarakat dan negara seperti tersebarnya sejumlah kesultanan di kepulauan Nusantara, pada akhirnya menjadi simbol perlawanan terhadap gerak laju kolonialisme Barat. Begitu juga pada masa awal pergerakan maupun era kemerdekaan Indonesia. Islam menjelma menjadi simbol perlawanan kaum pribumi dan simbol kemerdekaan terhadap penjajahan asing.17 Keberadaan partai politik Islam di Indonesia hingga saat ini dipengaruhi oleh kenyataan sejarah tersebut. Ia tumbuh serta berkembang sejalan dengan munculnya kesadaran berpolitik di kalangan oleh umat Islam Indonesia. Sementara ragam bentuk artikulasi poltiknya dipengaruhi oleh kemampuan interkasi mereka dengan rezim yang ada. Sedangkan secara sosiologis, seperti pada masa kolonialisme Belanda, akibat ketertindasan umat Islam di bidang ekonomi, sosial, budaya, poltik dan pendidikan, pada awal ke-20 muncul perlawanan kelompok Islam yang bersifat institusional group yang berbentuk formal dan mempunyai fungsi sosial-politik tertentu. Munculnya organisasi Jami’at Al-Khair (1905) di Jakarta, Al-Munir dan Sekolah Adabiah (1911) di Padang yang kemudian dilanjutkan dengan berdirinya Thwalib, Diniyah, dan Persatuan Muslimin Indonesia (Permi, 1930) yang

15 Bernard Lewis The Return of Islam dalam Michael Curtis, Religion adn Politics in Middle East. (Boulder, 1981). hal. 12 (lihat Dr. Sihabudin Noor, MA, Disertasi “ Politik Islam Artikulasi Politik PPP 1973-2004” 16 Muhammad Arkoun. The Concept of Outhority in Islamic Throuht, dalam Klaus Ferdinand dan Mehdi Muzaffari, Islam, State and Society. (London: Curzon Press, 1988). hal. 72- 75 (lihatDr. Sihabudin Noor, MA, Disertasi “ Politik Islam Artikulasi Politik PPP 1973-2004”) 17 Goerge Mcturnan Kahin. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. (Jakarta-Surakarta, Sebelas Maret University Press dan Pustaka Sinar Harapan, 1995). 71

berpusat di Sumatera Barat, Muhammadiyah (1912), Syarikat Dagang Islam (Bogor 1908, Solo 1911), Syarekat Islam (1912), Al-Irsyad (1914), Persyarikatan Ulama (1917) sebagai kelanjutan Hayatul Qulub di Majalengka (1911), dan Nahdlatul Ulama (1926) menunjukkan artikulasi politik semakin terarah dan telah terbentuk institusional group. Oleh karena itu, untuk pertama kalinya di dalam sejarah Indonesia artikulasi politik Islam Indonesia mewujudkan diri ke dalam bentuk organisasi partai politik. PSI sebagai kelompok kepentingan, di dalam konteks artikulasi politik kemudian memainkan peran sebagai kelompok penekan (pressure group) di dalam memengaruhi kebijakan politik pemerintah kolonial Belanda, dan kemudian menjadi inspirasi bagi lahirnya pergerakan politik yang lebih besar di Indonesia.18 Walaupun PSI pada awalnya tidak resmi berpolitik akibat adanya artikel 111 Regeringsreglement yang melarang adanya organisasi politik di masyarakat, tetapi sejak awal berdirinya organisasi ini, maupun paham dan aksi politiknya telah mencerminkan sebuah partai politik. Partai ini kemudian berubah nama dengan penambahan kata Indonesia sebagai bentuk komitmen kebangsaan menjadi partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) yang kemudian menjadi partai tertua di Indonesia yang lahir jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 1945.19

B. Konflik dan Dualisme Kepemimpinan di PPP 1. Konteks Konflik PPP Pertikaian dan kekisruhan yang terjadi di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bermula dari keinginan dari Ketua Umum DPP PPP H. Suryadharma Ali untuk ikut kontestasi dalam pemilihan Umum Presiden/Wakil Presiden. Ketika Ketua Umum DPP PPP Masa Bakti 2011-2016, Suryadharma Ali mengupayakan dukungan penuh dari seluruh pengurus PPP, sebagai besar Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) menolaknya. Alasannya, persiapan yang singkat dan kesiapan sumberdaya yang minim. Selain itu, popularitas Suryadharma Ali masih sangat rendah dibandingkan dengan Ketua Umum partai lainnya.

18 Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional. (Jakarta: Grafiti Press, 1997). 19 Muhammad Hatta. Kumpulan Karangan. (Jakarta: Bulan Bintang, 1976). hal. 45 72

DPW PPP merupakan satu struktur pengurus di PPP tingkat provinsi yang menjadi penghubung antar DPP PPP dengan DPC PPP, sehingga menjembatani antara kepemimpinan di tingkat pusat dengan kepemimpinan di tingkat cabang (kabupaten), bahkan anak cabang (kecamatan). Posisi DPW sangat strategis untuk mengalirkan kebijakan dari pusat agar sampai ke tingkat akar rumput. Penolakan DPW PPP terhadap keinginan Ketua Umum DPP PPP Suryadhrma Ali untuk menjadi satu-satunya calon Presiden/Wakil Presiden terlihat jelas secara eksplisit dari hasil Musyawah Kerja Nasional (Mukernas) II PPP 7-8 Februari 2014, di Bandung, yang menetapkan tujuh nama untuk diajukan sebagai bakal capres PPP yakni, H. Suryadharma Ali, (Gubernur DKI Jakarta), M. Jusuf Kalla (Ketua PMI), Din Syamsuddin (Ketua PP Muhammadiyah), Khofifah Indar Parawansa (Ketua Muslimat NU), Jimly As- Shaddiqie (Ketua DKPP mewakili golongan intelektual), dan Isran Noor (Ketua APKASI mewakili tokoh daerah). Selain itu juga Mukernas II memberikann mandat kepada Majelis Musyawarah Partai DPP PPP untuk melakukan lobi-lobi politik yang harus dilakukan dengan tokoh eksternal PPP. Majelis Musyawarah beranggotakan Ketua Umum, 4 Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Ketua Majelis Syariah, Ketua Majelis Pertimbangan, Ketua Majelis Pakar dan Ketua Makhamah Partai. Total Anggota Majelis Musyawah 10 orang.20 Keputusan tersebut memupus harapan Ketua Umum untuk menjadi calon tunggal dari partai yang dikomandoinya. Padahal saat itu, sebuah kepanitiaan telah menyiapkan acara besar-besaran di Gedung Sasana Budaya (SABUGA) ITB Bandung dalam rangka pendeklarasian dirinya sebagai calon Presiden/Wakil Presiden dari PPP, pada 9 Februari 2014. Acara itu kemudian diubah menjadi perayaan peringatan Hari Lahir ke-41 PPP. Pasca Mukernas, Majelis Musyawarah mulai melakukan rapat secara maraton di Jakarta melakukan lobi-lobi politik dengan enam tokoh eksternal PPP yang disebutkan dalam Mukernas. Wakil Ketua Umum DPP PPP, Lukman Hakim

20 Pasal 56 ayat (1) anggaran Rumah tangga PPP menjelaskan: “Rapat Mejelis Musayaeah Partai DPP adalah rapat yang dihadir oleh Ketua Umum, 4 Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Ketua Majelis Syariah, Ketua Majelis Pertimbangan, Ketua Majelis Pakar dan Ketua Makhamah Partai 73

Saefudin yang saat itu juga menjabat Sebagai Wakil ketua MPR melakukan lobi dengan PDI Perjuangan untuk menjajaki kemungkinan duet Joko Widodo dengan Suryadharma Ali. Namun, tampaknya PDI Perjuangan kurang meminati kemungkinan itu. Gesekan internal PPP kembali terjadi ketika calon Presiden mengerucut menjadi dua nama yakni Prabowo Subianto dan Joko Widodo. PPP diharuskan memilih salah satunya. Lalu terjadilah peristiwa, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali bersama H. Djan Faridz menghadiri kampanye Gerindra yang mencalonkan Prabowo sebagai calon Presiden. Pada tanggal 23 Maret 2014, kehadiran tokoh- tokoh PPP pada kampanye akbar Partai Gerindra dengan menggunakan atribut Partai menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan internal PPP. Ketua Majelis Pakar Dr. Barlianta Harahap menyatakan “tidak ada sejarahnya sejak zaman Orde Lama, maupun di belahan dunia manapun, Ketua Umum sebuah Partai Politik hadir di arena Partai Politik lainnya.”21 Hal ini menimbulkan reaksi berantai dari elit PPP yang dimulai oleh Wakil Ketua Umum Emron Pangkapi yang diikuti oleh 26 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP dari 33 Wilayah yang mengeluarkan penyataan mosi tidak percaya terhadap Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum. Mosi tidak percaya itu disikapi oleh Ketua Umum DPP PPP dengan mengumumkan pemecatan terhadap Wakil Ketua Umum dan menggantinya dengan Djan Faridz, lalu diikuti juga dengan pemecatan sejumlah Ketua DPW PPP Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sekretaris DPW Kalimantan Tengah tanpa melalui prosedur resmi, seperti Rapat Pengurus Harian DPP PPP seperti diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah tangga PPP. H. Wasekjen DPP PPP Saifullah Tamliha mengatakan “Mereka diberhentikan dari jabatannya dan dipecat sebagai kader PPP. Pemecatan Suharso dan keempat Ketua DPW PPP disetujui oleh Wakil ketua Umum PPP lainnya.22 Padahal pasal 10 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga (PPP) menentukan: “Pemberhentian anggota DPP dilakukan oleh Pengurus Harian DPP berdasarkan

21Hasil wawancara dengan Romahurmuziy di Kediamannya di Condet pada tanggal 7 Februari 2014 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Penerbit DPP PPP, 2016 22Muhammad Sholeh, Suryadharma Ali Pecat Suharso Monoarfa dan 4 Ketua DPW PPP, diakses pada 3 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Penerbit DPP PPP, 2016) 74

Rapat Pengurus Harian DPP yang ditetapkan secara sah.” Sementara itu, pasal 10 ayat (3) Anggaran Rumah Tangga PPP menentukan: “Pemberhentian anggota DPW yang terdiri atas Pengurus Harian DPW dan Pimpinan Majelis DPW dilakukan oleh Pengurus Harian DPPP atas usul pengurus Harian DPW berdasarkan keputusan rapat Pengurus Harian DPW yang ditetapkan secara sah. Pemecatan Suharso Monoarfa tersebut tidak disepakati semua elite PPP, dan mendapat reaksi keras dari Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PPP, bahkan Sekretaris MPP PPP Lukman Hakim Hasibuan dikantor DPP PPP di Jl. Ponogoro Menteng mengatakan “ SK bodong itu yang keluar”23 Suharso Monoarfa menanggapi hal itu dengan kepala dingin dan menganggap itu semua tidak ada dan hanya isu belaka, posisinya tetap sebagai Wakil Ketua Umum, dia mengatakan: “itu ilegal karena tidak ditandatangani Sekjen. Untuk tanda tangan keputusan partai bukan kewenangan wakil Sekjen.”24 Esok harinya pada Kamis malam, Emron Pangkapi menanggapi surat pemecatan terhadap Suharso Monoarfa, Dia mengatakan “sampai kamis (17/4) sore saya di ruang kerja DPP partai, tidak ada surat tentang pemecatan itu, dan filenya juga tidak ada, maka itu surat bodong. Kalau pun ada suratnya, itu menyalahi prosedur, di DPP itu ada protapnya, harus ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekjen.25 Setelah melakukan pemecatan terhadap Suharso Monoarfa, pada 18 April 2014, tanpa melalui rapat Pengurus Harian DPP Suryadharma Ali kembali melalukan pemecatan terhadap Romahurmuziy sebagai Sekretaris Jenderal DPP PPP dan menggantinya dengan Isa Muchsin. Hal ini semakin menambah runcing perpecahan dalam tubuh PPP. Romahurmuziy menanggapi surat pemecatan itu tidak sah karena tidak sesuai dengan AD/ART. Partai Persatuan Pembangunan, Beliau mengatakan: Surat itu tidak sah menurut kacamata AD dan ART partai, karena memang proses pengambilan keputusan, tidak didasarkan atas sebuah

23Elza Astari Retaduari, MPP PPP: SK pemecatan Suharso Cs Bodong, diakses pada 3 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Penerbit DPP PPP, 2016) 24Elvan Dani Sutrisno, Drama SK Bodong Pemecatan Suharso Monoarfa diakses pada 3 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Penerbit DPP PPP, 2016) 25Emron Pangkapi Sebut Surat Pemecatan Suharso Monoarfa diakses pada 3 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Penerbit DPP PPP, 2016)

75

permusyawaratan yang sah menurut AD/ART sehingga sebagai Sekjen saya berpatokan pada AD/ART.” Pada 18 April 2014 pukul 19.30 WIB, Pengurus Harian DPP PPP menggelar rapat yang kuorom di kantor DPP PPP yang dipimpin oleh Wakil Ketua Umum Nasional (Rapimnas) I pada 19-20 April 2014. Dalam Rapimnas itulah, keluar keputusan pemberhentian sementara terhadap Ketua Umum H. Suryadharma Ali dan mengangkat Wakil Ketua Umum Emron Pangkapi sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum. Pemberhentian sementara Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum dengan alasan Suryadharma Ali telah melakukan 4 pelanggaran yaitu: - Suryadharma Ali menghadiri kampanye terbuka Partai Gerindra pada akhir bulan Maret 2014 lalu yang dianggap merendahkan martabat PPP sebagai partai yang besar dan mapan. - Suryadharma Ali dianggap melanggar keputusan Mukernas II PPP di Bandung Jawa Barat. Mukernaas II itu menetapkan tujuh nama bakal capres yang akan didukung PPP, tanpa ada nama Prabowo di dalam daftar tersebut. - Deklarasi Suryadharma Ali dengan Partai Gerindra atas nama partai melanggar mekanisme proses pengambilan keputusan partai yang harusnya dilakukan secara musyawarah. - Ketua Umum Suryadharma Ali dinilai tidak memiliki niat baik untuk melakukan rekonsiliasi. Hal ini terlihat pada keputusan Suryadharma Ali untuk tidak menghadiri Rapimnas.26 Pada saat Rapimnas berlangsung beredar SMS atas nama H. Suryadharma Ali yang mengambil alih seluruh tugas, fungsi dan tanggung jawab kepartaian yang berbunyi: “Ass ww. Diserukan kepada Yth: PH DPP PPP, Majelis2 DPP PPP dan Mahkamah Partai DPP PPP, Para Ketua DPW PPP, Mantan Wakil Ketua Umum DPP PPP, Mantan Ketua DPW PPP, bahwa PPP pada saat ini dalam kondisi yang tidak biasa, karena itu Saya Suryadharma Ali Ketua Umum DPP PPP untuk sementara mengambil alih seluruh tugas, fungsi dan tanggung jawab kepartaian dalam rangka menormalkan kembali kondisi partai dari kekacauan.

26Sekjen PPP Beber Kesalaha SDA Hingga Akhirnya Diberhentikan Sementara, diakses pada 12 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai) 76

Oleh karena itu, segala macam surat2 termasuk surat undangan dari DPP PPP untuk keperluan apapun, bila dalam bentuk surat HARUS ditandatangani oleh Saya Ketua Umum, yang sah yang dipilih oleh Muktamar. Apabila dalam bentuk SMS, maka nomor telepon ini 08118772xxx dan 08111333xxx adalah nomor telepon yang merepresentasikan Ketua Umum DPP PPP, di luar itu, maka surat apapun yang dikeluarkan atau sms apapun yang dikirim atas nama DPP PPP, ADALAH LIAR.!!!27

Dari SMS itu terlihat jelas bahwa secara tidak langsung Suryadharma Ali telah menempatkan dirinya di atas konstitusi Partai. Hal ini tentu tidak sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PPP. Kekisruhan yang terjadi di dalam tubuh PPP menimbulkan kehebohan dalam dunia politik nasional dan mengundang perhatian Publik Indonesia. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Hasyim Muzadi meminta sesepuh (tokoh tua) PPP seperti KH Maimoen Zubair atau mendorong Islah (rujuk) untuk mengakhiri kekisruhan di dalam tubuh PPP. Beliau mengatakan: Menjelang pelaksanan Pilpres saat ini sepertinya memang membuat suhu politik semakin panas. Salah satunya adalah faktor fasilitas, kemudian faktor dari luar partai maupun dalam partai itu sendiri yang menginginkan perpecahan di partai ini. apapun penyebabnya, PPP harus Islah kembali, Saya mohon Kyai Maimoen Zubair dan Pak Hamzah Haz, serta tokoh-tokoh lain untuk turun tangan mengislahkan, sebagai orang yang pernah aktif di PPP tahun 1973-1986, saya sangat prihatin dan menyesalkan kemelut pertikaian di PPP, itu bisa menghancurkan PPP sendiri dalam jangka panjang, sekalipun pengurusnya bergantian. Saya tidak semata-mata membela Suryadharma. Tapi saya bela keselamatan PPP.

KH. Maimoen Zubair akhirnya turun gunung dalam rangka menyelesaikan konflik yang terjadi dalam tubuh Partai Perasatuan Pembangunan, sebagai Ketua Majelis Syariah. Mbah Moen (sapaan arab KH. Maimoen Zubair) berusaha memediasi ketegangan antara Suryadharma Ali dengan Mayoritas Pengurus harian dengan menggelar pertemuan di Jakarta yang dihadiri oleh H. Zakasih Nur sebagai Ketua Majelis Pertimbangan, A. Chozin Chumaidy sebagai Ketua Mahkamah Partai, H. Suryadharma Ali dan M. Romahurmuziy sebagai Sekjen.

27Ferdinand Waskita, Konflik Memanas, Suryadharma Ali Ambil Alih PPP? Diakses ada 12 Maret 2016 77

Pada pertemuan ini disepakati akan diadakan media lanjutan dengan DPW pada acara Mukernas III. Pada tanggal 23-24 April 2014 diadakan Mukernas III yang diselenggarakan di Bogor. Sebelum pembukaan, diadakan pertemuan antara SDA dengan seluruh DPW se-Indonesia yang dimediasi oleh Ketua Majelis Syariah KH. Maimoen Zubair karena tidak tercapai kata sepakat. SDA meninggalkan area Mukernas III. Pada sesi pandangan Umum DPW, sejumlah DPW mengusulkan agar dilakukan mediasi dengan SDA dengan syarat SDA membatalkan seluruh pemecatan dan meminta maaf atas tindakan otoriternya, dan disepakati pula pada Mukernas III mengutus KH. Zarkasih Nur, Lukman Hakim Saefudin dan M. Romahurmuzy. Setelah dilakukan berbagai macam bujuk rayu, akhirnya SDA menghadiri penutupan Mukernas III dan meminta maaf kepada seluruh peserta yang diwarnai dengan tangis haru peserta karena islah akhirnya terwujud. Mukernas III membuat lima keputusan yaitu: 1. Semua bersama-sama sepakat menerima fatwa islah dari Ketua Majelis Syariah DPP KH. Maimoen Zubair. 2. Merehabilitasi kedudukan SDA sebagai Ketua Umum dan mengembalikan Emron Pangkapi sebagai Wakil Ketua Umum. 3. Mengamanatkan kepada DPP PPP, Majelis Musyawarah DPP untuk melanjutkan lobi politik kepada partai politik lain dan bakal calon presiden yang berkembang. 4. Menyelenggarakan Rapimnas II di Jakarta untuk menentukan bakal Capres dan mitra partai koalisi paling lambat pekan pertama Mei 2014. 5. Membentuk tim evaluasi hasil pemilu Legislatif 6. Menggelar Muktamar VIII selambat-lambatnya satu bulan Pasca Pelaksanaan Pemilihan Presiden. Rapimnas II digelar pada tanggal 12 Mei 2014 di Jakarta. Ketegangan kembali terjadi antara SDA yang mendukung Prabowo Subianto dan 26 DPW dan sejumlah fungsionaris DPP yang cenderung tetap ingin mendukung Joko Widodo. Setelah tertunda 24 jam, keputusan Rapimnas saat itu akhirnya mendukung Prabowo Subianto sebagai Capres. Ada sebagian fungsionaris PPP yang menerima keputusan ini, namun banyak juga yang menolaknya karena 78

menganggap keputusan ini telah melanggar hasil keputusan dari Mukernas II Bandung yang tidak menyebutkan nama Prabowo Subianto. Mukernas adalah Forum tertinggi partai dibawah Muktamar. Secara tidak langsung keputusan Rapimnas telah melanggar Keputusan Mukernas. Ketegangan kembali memanas ketika SDA ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 22 Mei 2014 dalam kapasitasnya sebagai Menteri Agama. Mayoritas kader serta KH. Maimoen Zubair selaku Ketua Majelis Syariah meminta SDA agar legowo dan melepaskan jabatannya sebagai Ketua Umum DPP PPP. Namun hal ini diabaikan oleh SDA, sehingga menambah ketegangan di internal PPP. M. Romahurmuziy selaku Sekjen pada selasa, 2 September 2014 14:45 menyampaikan: “Secara personal karena kita menganggapnya sebagai musibah, pendekatan-pendekatan personal yang dilakukan. Sudah beberapa senior sampaikan ke SDA saran tersebut. Tapi sampai sekarang ya berpulang ke Pak SDA, kan sikap beliau belum mau, Ketika para senior kumpul mereka minta SDA mundur itu lebih berbasis etika. Bukan soal menghakimi, tapi etika. Mereka pandang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di AD/ART, memang SDA bisa menyatakan mundur tanpa melalui Muktamar, jadi kalimat pergantian ketum hanya di Muktamar betul, tapi berhentinya ketum tidak harus Muktamar.”

Politisi senior PPP, sekaligus Anggota Majelis Syariah Muhammad Rodja menyatakan sangat prihatin terhadap apa yang dialami PPP. Sebab Ketua Umum SDA sudah tidak bisa menjalankan fungsi organisasi kepartaiannya pasca ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Dia menyatakan: “kami sebagai senior prihatin kepada PPP yang tidak bisa melaksanakan organisasi, kami mendorong segera Muktamar secepatnya sesuai kesepakatan Mukernas. Jadi kalau ada orang yang tidak menghendaki Muktamar, itu tidak bener. Disiplin organisasi inilah yang harus ditegakkan.28 Setelah tiada kegiatan selama hampir empat bulan, DPP menggelar rapat pengurus harian yang dihadiri oleh 47 pengurus dari 54 pengurus harian, serta dihadiri oleh KH. Zarkasih Nur selaku Ketua Mejelis Pertimbangan Partai, Berlianta Harahap selaku Ketua Majelis Pakar, KH. Fahrurrozi selaku Wakil

28Sekjen PPP Beber Kesalaha SDA Hingga Akhirnya Diberhentikan Sementara, diakses pada 12 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai)

79

Sekretaris Majelis Syariah dan Chozin Chumaidi selaku Ketua Mahkamah Partai, pada 9 September 2014 dengan beberapa agenda yaitu: - Pembentukan Panitia Muktamar - Evaluasi hasil Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden/Wakil Presiden - Pematangan rencana orientasi bersama DPR dai Koalisi Merah Putih - Agenda lain-lain Pada kesempatan tersebut, 36 Pengurus Harian yang hadir meminta secara resmi agar H. Suryadharma Ali mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum, dengan dua opsi yaitu mundur atau dimundurkan, namun, SDA menolak dan keluar dari ruang rapat Pengurus Harian, pada dini hari atau pada tanggal 10 September 2014, pukul 01.30 WIB. Rapat Pengurus Harian tersebut juga memutuskan untuk memberhentikan SDA dan mengangkat Emron Pangkapi sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum untuk kedua kalinya. Pada kesempatan terrsebut juga dibentuk panitia Muktamar VII yang terdiri dari atas Ketua SC, Suharso Monoarfa, Sekretaris SC M. Romahurmuziy, Ketua OC Ahmad Farial, Sekretaris OC Ainur Rofiq dan Bendahara Mahmud Yunus. Pada 12 September 2014, SDA kembali memecat 15 anggota dari 54 Pengurus Harian DPP PPP, yaitu Suharso Monoarfa, Lukman Hakim Saefudin, Emron Pangkapi, Sekjen M. Romahurmuziy serta sejumlah Ketua dan Wasekjen DPP, SDA juga mengangkat 15 loyalisnya untuk menggantikan Pengurus Harian yang telah dipecat. Tidak mempedulikan pemecatan yang dilakukan oleh SDA, H. Emron Pangkapi selaku Plt. Ketum bersama M. Romahurmuziy selaku Sekjen mendaftarkan kepengurusan baru DPP PPP ke Kementrian Hukum dan HAM RI ada 15 September 2014. Esok harinya pada 16 September 2014, Emron Pangkapi dan M. Romahurmuziy mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Partai atas keabsahan Pemberhentian SDA karena menyadari bahwa pemberhentian SDA adalah perselisihan internal partai terkait kepengurusan. Pada hari yang sama, SDA juga mendaftarkan Kepengurusan yang baru ke Kementerian Hukum dan HAM yang disertai dengan nama-nama baru sebagai pengganti PH yang telah dipecat. 80

Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Partai sebanyak 5 kali, Emron Pangkapi dan M. Romahurmuziy memohon secara lisan kepada Mahkamah agar SDA menghentikan rencana Muktamar yang dibentuknya sendiri. Lalu, pada 25 September 2014, Mahkamah Partai menerbitkan Putusan Sela dan meminta semua pihak untuk islah dan menahan diri dari seluruh kegiatan kepartaian. Namun, keputusan itu diabaikan oleh SDA dan tetap mengirim SMS kepada seluruh DPW dan DPC se-Indonesia tentang Muktamar VIII yang akan dilaksanakan pada 26 Oktober 2014. Sementara Emron Pangkapi dan M. Romahurmuziy demi melaksanakan islah sesuai putusan Mahkamah Partai, mengadakan rapat Pleno DPP PPP di Balai Kartini Jakarta, dengan agenda mengumumkan Emron Pangkapi kembali menjadi Wakil Ketua Umum dan SDA menjadi Ketua Umum. Namun, SDA menolak hadir dan islah, sehingga hubungan di antara fungsionaris PPP masih tidak bisa harmonis. Pasca Pemilihan Presiden/Wakil Presiden, kekisruhan di Internal PPP menghangat lagi karena pilihan apakah tetap berada pada Koalisi Merah Putih (KMP) sebagai oposisi atau berpindah haluan bergabung dengan koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang berarti mendukung pemerintah. Salah satu tokoh senior PPP, Muhammad Rodja di kantor DPP PPP, Jakarta mengatakan: “PPP dari dulu selalu bekerja sama dengan partai-partai, karena kita sebagai warga negara, kita membangun negara ini jadi sejahtera. Nah bagaimana membangun negara jadi sejahtera? Ya lewat kekuasaan artinya presiden”.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh H. Hamzah Haz, mantan Ketua Umum DPP PPP Periode 1998-2007. Hamzah Haz mengatakan: ”Kita sudah capai diluar pemerintahan. PPP masuk pemerintahan sejaka masa BJ. Habibie dan saya sampai sekarang. Mau apa lagi di luar pemerintah? Saya melihat yang menang ini Jokowi-JK, mereka didukung oleh hasil pileg yang sesuai dengan hasil Pemilu Presiden, beda dengan pileg-pileg lalu. Jadi artinnya masyarakat meilih presiden sendiri”.29

Hal serupa juga disampaikan oleh Suharso Monoarfa sebagai Wakil Ketua Umum DPP PPP, sesuai arahan dari Ketua Majelis Syariah Maimoen Zubair,

29Yulistyo Pratomo, Politisi Senior PPP ini desak Gabung Jokowi, diakses pad 12 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai) 81

beliau mengatakan: “Kemarin kami sowan ke KH. Maimoen Zubair, beliau meminta PPP menerima hasil KPU dan mendukung pemerintah ke depan”.30 Ketika terjadi pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan MPR pada 7 Oktober 2014, Fraksi PPP yang saat itu meraih 39 kursi ditinggalkan oleh Koalisi Merah Putih dan memilih Partai Demokrat karena memiliki 61 kursi dan lebih besar dari Fraksi PPP. Saat Koalisi Merah Putih menang mutlak dalam pemilihan Pimpinan DPR-RI, Fraksi PPP dijanjikan mendapatkan kompensasi dalam formasi Pimpinan MPR, namun hasilnya juga nihil. Anggota Fraksi PPP mempertanyakan dedikasi SDA ke Koalisi Merah Putih yang dianggap sebagai pionir, namun tidak sepadan dengan formasi yang diperolah dari hasil Pimpinan DPR-RI. Menjelang detik-detik akhir pemilihan Pimpinan MPR-RI, masih juga tidak ada kepastian bahwa Fraksi PPP akan mendapatkan formasi pimipinan MPR-RI. Dengan pertimbangan rapat pleno Fraksi PPP dan sejalan dengan konsultasi yang dilakukan oleh Suharso Monoarfa dan M. Romahurmuziy dengan jajaran Pimpinan Parpol Koalisi Merah Indonesia hebat (KIH), akhirnya diputuskan PPP berpindah ke KIH dalam rencana pemilihan Pimpinan MPR-RI pada alam hari 7 Oktober 2014. Pada sore hari menjelang maghrib 7 Oktober 2014, SDA mendapat kepastian akan adanya formasi Pimpinan MPR-RI dari Koalisi Merah Putih (KMP), dan PPP masuk di dalamnya. Menjelang maghrib SDA hadi ke rapat Fraksi PPP di ruang rapat Fraksi di Gedung Nusantara I lantai 15 dalam rangka menyampaikan kabar gembira tersebut. Namun hal tersebut disikapi pesimis oleh mayoritas anggota Fraksi PPP, karena telah melebihi tenggat waktu yang telah dijanjikan sehari sebelumnya. Pada saat yang bersamaan di ruangan pimpinan Fraksi PPP, Hazrul Azwar sudah menandatangi nota kesepahaman bersama Ahmad Basarah (PDIP) dan Abdul Kadir Karding (PKB) untuk bergabung denga KIH. Hazrul Azwar selanjutnya bergabung ke ruang rapat menjelaskan kepda SDA tentang keputusan yang sudah diambil, yakni, PPP bersama KIH. Hal ini semakin membuat SDA merasa terpukulnya karena mayoritass anggota Fraksi

30Suharso Manoarfa, PPP siap gabung dengan Jokowi-JK diakses pada 12 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai) 82

PPP meninggalkannya, yang masih setia kepadanya hanyalah 5 orang anggota Fraksi PPP saja. Kekisruhan yang terjadi dalam PPP menurut politisi senior PPP yang merangkap sebagai Mahkamah Partai Zain Badjenger, disebabkan oleh beberapa gelintir orang yang mengambil keuntungan dari PPP, tanpa tau bagaimana susahnya membangun PPP, sehingga mereka bisa seenaknya berbuat sesuatu di dalam PPP tanpa memikirkan efek negatifnya terhadap PPP. Beliau mengatakan: “Perpecahan ini terjadi disebabkan oleh para muallaf partai, mereka tidak tahu pahitnya menjadi kader PPP. Mereka mau enaknya saja.”31 Pada tanggal 11 Oktober 2014, Mahkamah Partai DPP PPP membuat keputusan membatalkan semua keputusan pemecatan yang sudah dilakukan dan ditandatangani baik oleh Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum H. Emron Pangkapi dan Sekjen M. Romahurmuziy, maupun keputusan yang sudah diambil Ketua Umum H. Suryadharma Ali dan Wakil Sekjen Gojali Harahap. Walau begitu, Mahkamah Partai DPP melalui amar putusannya tidak membatalkan Kepanitiaan Muktamar VIII yang sudah dibentuk pada tanggal 9 September 2014, melainkan tetap memerintahkan DPP PPP untuk: - Bahwa, tetap melakukan Rapat Pengurus Harian (PH) DPP PPP dalam rangka untuk menentukan tempat dan waktu Muktamar. - Bahwa, Menyatakan Undangan Muktamar VIII, hanya sah apabila ditandatangani oleh Ketua Umum SDA dan Sekjen M. Romahurmuziy. Dalam putusan yang sama, Amar putusan Kelima putusan Mahkamah Partai dinilai Ultra Petita karena jika Muktamar VIII tidak bisa diselenggarakan bersama dalam waktu 7 hari pasca Putusan Mahkamah Partai oleh SDA dan M. Romahurmuziy, maka Mahkamah Partai, memerintahkan Majelis Syariah mengambil alih tugas dan tanggung jawab Pengurus Harian DPP PPP. Amar putusan ini sangat jelas bertentangan dengan Ketentuan Anggaran Dasar PPP, Pasal 17 yang menyatakan bahwa Majelis Syariah bertugas memberikan Fatwa Keagamaan dan tidak bisa mengambil alih tugas dan kewenangan Pengurus Harian DPP PPP.

31(lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai) hal. 33 83

Pada tanggal 12 Oktober 2014, menindaklanjuti Putusan Mahkamah Partai untuk menggelar Muktmar VIII dalam tempo 7 hari, maka DPP PPP menggelar rapat Pengurus Harian yang memutuskan untuk melanjutkan pelaksanaan Muktamar VIII pada tanggal 15-17 Oktober 2014 di Surabaya dengan kepanitiaan yang dibentuk pada tanggal 9 September 2014. Sementara SDA tidak menghadiri Rapat Undangan Pengurus Harian tersebut. Dengan alasan tidak sah. Rapat Pengurus Harian DPP PPP ditetapkan sah berdasarkan surat undangan yang ditandatangani oleh Sekjen DPP PPP, M. Romahurmuziy sebagaimana ketentuan Anggaran Rumah Tangga (ART) pasal 8 ayat 4. Sementara itu tanggal 15 Oktober 2014, KH. Maimoen Zubai sepulang dari menunaikan Ibadah Haji menerbitkan surat atas nama Majelis Syariah DPP PPP, yang ditandatangani bersama Sekretaris Majelis Syariah Anas Tohir. Majelis Syariah menyarankan agar Muktamar VIII PPP digelar sebelum pelantikan Presiden tanggal 20 Oktober 2014. Surat ini menguatkan terselenggaranya Muktamar VIII tanggal 15-17 Oktober 2014 di Surabaya. Surat tersebut diantarkan oleh sejumlah Pengurus Harian DPP ke Surabaya, seirirng ketidaksediaan KH. Maimoen Zubair menghadiri pelaksanaan Muktamar VIII di Surabaya. Melalui salah satu Ketua DPP PPP, Arwani Thomafi, KH. Maimoen Zubair menyampaikan keinginannya agar Muktamar VIII Surabaya dapat diperpanjang sampai tanggal 19 Oktober 2014 dengan dialihkan tempat pelaksanaannya di kediamannya yaitu Pondok Pesantren Al-Anwar, Serang, Rembang, Jawa Tengah. Sementara itu Muktamar VIII DPP PPP tetap dilaksanakan di Surabaya tanggak 15-17 Oktober 2014. Menurut Anggaran Rumah Tangga (ART) PPP, Pasal 22 ayat 1 bahwa sudah memenuhi kourum. Muktamar ini diniatkan untuk islah dengan SDA dan kelompoknya, sehingga setiap atribut partai dipasang gambar SDA sebagai Ketua Umum DPP PPP. Namun, SDA tidak hadir sampai acara Muktamar selesai. Muktamar VIII di Surabaya juga memenuhi ketentuan Pasal 25 UU No. 2 tahun 2011 tentang Partai Politik karena peserta yang hadir disahkan oleh notaris melampaui 2/3 peserta, karena peserta yang hadir mencapai 844 peserta dari sekitar 1.200 peserta yang berhak mengikuti Muktamar. Dalam 84

Muktamar VIII PPP di Surabaya tahun 2014 secara aklamasi memilih M. Romahurmuziy sebagai Ketua Umum DPP PPP masa bakti 2014-2019. Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPP sendiri diatur mengenai persyaratan minimal kehadiran peserta, yaitu harus lebih ½ dari jumlah utusan DPW dan harus lebih ½ dari jumlah utusan DPC, sesuai dengan pasal 22 ayat 1 Anggaran Rumah Tangga PPP. Selain itu, sidang-sidang dalam Muktamar VIII Surabaya dipimpin oleh Pengurus Harian DPP PPP hasil Muktamar VII Bandung sesuai dengan Pasar 23 ayat 2 Anggaran Rumah Tangga PPP. Pada 17 Oktober 2014 Ketua Umum terpilih bersama 10 orang Formatur secara maraton mulai dini hari sampai siang menyusun kepengurusan lengkap DPP PPP, dengan memilih Aunur Rofiq sebagai Sekjen DPP PPP. Sore itu juga, setelah kepengurusan DPP PPP diaktanotariskan, Aunur Rofiq sebagai Sekjen DPP PPP berangkat ke Jakarta untuk mendaftarkan pergantian kepengurusan kepada Kementrian Hukum dan Ham. Dan malam harinya Ketua Umum terpilih M. Romahurmuziy didampingi 10 orang Formatur Muktamar VIII Surabaya melaporkan hasil-hasil Muktamar VIII PPP kepada KH. Maimoen Zubair di kediamannya Serang, Rembang, Jawa Tengah. Hasil yang dilaporkan antara lain: Muktamar VIII Surabaya memutuskan PPP untuk bergabung kepada Koalisi Indonesia Hebat. Adapun pendapat KH. Maimoen Zubair atas laporan tersebut adalah: a) Soal dukungan kepada Pemerintah, hal itu dibenarkan oleh KH. Maimoen Zubair dengan mengutip Al-Qur’an, Surat An-Nisa: 59 “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri (Penguasa) di antara kamu”. b) Soal Muktamar VIII di Surabaya, KH. Maimoen Zubair berkomentar bahwa, tugas manusia mengamankan takdir Allah SWT. Oleh karenanya, jika betul Muktamar VIII di Surabaya kuorum dan sejalan dengan AD/ART partai PPP, maka segeralah upayakan legitimisinya dari pemerintah. c) Saat dikonfirmasi mengenai Muktamar VIII di Jakarta, versi SDA dan kelompoknya, KH. Maimoen Zubair, menyampaikan bahwa rencana itu belum tentu terselenggara karena semuanya tergantung kepada takdir 85

Allah SWT. Seraya dikatakannya, jika Muktamar VIII di Surabaya mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Kementrian Hukum dan HAM, maka KH. Maimoen Zubair akan mengurungkan Muktamar Jakarta. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP hasil Muktamar VIII di Surabaya, bersama Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP se-Indonesia, mengadakan audiensi kepada Presiden Indonesia terpilih, H. Joko Widodo di rumah dinas Gubernur DKI Jakarta, Kawasan Taman Suropati, Jakarta Pusat, pada tanggal 18 Oktober 2014, pukul 19.00-21.00 WIB. Pada kesempatan itu, dilaporkan terselenggaranya Muktamar PPP ke-VIII di Surabaya yang meski penuh dinamika Internal Partai. Muktamar VIII secara konstitusi sah, karena kourum menurut AD/ART PPP maupun menurut kourum berdasarkan ketentuan pasal 32, UU No. 2 tahun 2011 tentang partai Politik. Selanjutnya pada hari yang sama, pukul 21.30 – 23.00 WIB, DPP PPP hasil Muktamar VIII Surabaya juga audiensi kepada Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Indonesia terpilih, di kediaman pribadinya kawasan Brawijaya, Kebayoran baru, Jakarta. Agendanya sama, yakni melaporkan hasil Muktamar VIII di Surabaya. Pasal 23, ayat (3) UU No. 2 tahun 2011, tentang Partai Politik yang berbunyi: “Susunan kepengurusan baru Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Menteri paling lama (7) hari terhitung sejak diterimanya persyaratan. Untuk itu, Menteri Hukum dan HAM memiliki batas waktu 7 hari untuk menerima atau menolak Permohonan Perubahan Kepengurusan DPP PPP. Sehingga pada tanggal 28 Oktober, Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM Nomor M. HH.07.AH.11.01 tahun 2014 tentang pengesahan perubahan susunan Kepengurusan DPP PPP, yang diktumnya antara lain: a) Diktum Pertama: Mengesahkan Permohonan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP PPP dengan kedudukan kantor tetap di Jalan Diponogoro No. 60, Jakarta. Yang dinyatakan dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 38 tanggal 17 Oktober 2014 yang dibuat dihadapan Notaris Maria Barorah, S.H berkedudukan di Kota Surabaya. b) Diktum Kedua: Susunan Kepengurusan tingkat Pusat Partai Politik. c) Diktum Ketiga: Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan. 86

d) Diktum Keempat: Setelah berlakunya keputusan ini, maka susunan kepengurusan sebagaimana tercantum pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M. HH. 20.AH.11.01 tahun 2012, tentang Pengesahan Perubahan Susunan Personalia Partai Persatuan pembangunan tidak berlaku lagi. e) Diktum Kelima: Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Sebelumnya, pada tanggal 21 Oktober 2014, DPP PPP hasil Muktamar VIII Surabaya melengkapi persyaratan untuk pendaftaran perubahan kepengurusan Partai Politik berupa: Daftar Absensi peserta yang telah diaktanotariskan. Notulen Persidangan Muktamar VIII, dan Dokumentasi Muktamar. Pada saat itu belum ada Menteri Hukum dan HAM definitif karena baru ditunjuk setelah pelantikan Presiden RI pada tanggal 20 Oktober 2014. Tanggal 27 Oktober 2014, Pelantikan Kabinet Kerja Joko Widodo-M. Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dan malam harinya diilakukan serah terima jabatan antara Menteri Hukum dan HAM yang baru,Yasonna H. Laoly dengan Menteri Hukum dan HAM yang lama, Amir Syamsuddin. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM DPP PPP Muktamar VIII Surabaya pada tanggal 28 Oktober 2011. Dalam Rapat Paripurna DPR-RI 28 Oktober 2014, Hasrul Azwar Ketua Fraksi PPP DPR-RI yang diputusan berdasarkan hasil rapat harian DPP PPP hasil Muktamar VIII, Surabaya, Melakukan interupsi yang mempertanyakan legitimasi penetapan anggota Komisi dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang disahkan, namun Pimpinan DPR-RI mengabaikan interupsi ini. Pada saat berlangsung persidangan, usulan keanggotaan Komisi dari Fraksi PPP DPR-RI disampaikan oleh Epyardi Asda yang notabenya diusulkan SDA sebagai Ketua Fraksi PPP DPR-RI tanpa melalui rapat Pengurus Harian DPP PPP dengan cara menggunakan kedekatan terhadap Pimpinan Partai Politik Koalisi Merah Putih (KMP). Muktamar ke-VIII di Surabaya sudah dilaksanakan sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PPP dan UU No. 2 tahun 2011 tentang 87

Partai Politik sehingga mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Kementrian Hukum dan HAM. Untuk itu, maka satu-satunya DPP PPP yang sah adalah DPP PPP dengan Ketua Umum M. Romahurmuziy dan Aunur Rofiq sebagai Sekjen. Pada malam hari tanggal 28 Oktober 2014, M. Romahurmuziy selaku Ketum terpilih di Muktamar ke- VIII di Surabaya menyampaikan laporan awal melalui telepon kepada KH. Maimoen Zubair, bahwa DPP PPP hasil Muktamar VIII Surabaya sudah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM, mendapatkan laporan tersebut, KH, Maimoen Zubair berjanji bahwa pertemuan di Jakarta tidak menjadi Muktamar, melainkan Forum Silaturahmi Nasional (Silatnas) DPP PPP. Namun sangat disayangkan amanah dari KH. Maimoen Zubair tidak pernah disampaikan oleh utusan Kyai Maimoen di Forum tersebut. Muktamar ke-VIII di Jakarta tetap digelar di Hotel Sahid Jakarta pada 30 Oktober 2014. Muktamar ini hanya dihadiri 7 (tujuh) dari 33 DPW se-Indonesia. Hal ini judah terlihat, karena saat bersamaan Ketua dan Sekretaris DPW PPP berkumpul di Surabaya untuk konsolidasi. Karena itu, Muktamar VIII Jakarta tidak memenuhi pasal 22 ayat 1 Anggaran Rumah Tangga PPP bahwa: “Muktamar apabila dihadiri oleh lebih dari ½ (seperdua) jumlah utusan DPW dan lebih dari ½ (seperdua) jumlah utusan DPC.” Pada malam hari tanggal 31 Oktober 2014, Ketua Majelis Pakar DPP PPP hasil Muktamar ke-VIII Surabaya, Lukman Hakim Saifuddin sekaligus Menteri Agama RI, bersama Ketua Umum M. Romahurmuziy bersilaturahmi ke kediaman KH. Maimoen Zubair untuk memyampaikan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM tertanggal 28 Oktober 2014. Hal ini juga sekaligus menegaskan KH. Maimoen Zubair tidak perlu menghadiri Muktamar Jakarta yang digelar pada saat yang sama. Dalam pertemuan itu, KH. Maimoen Zubair menegaskan bahwa dirinya tidak akan menghadiri Mukatamar Jakarta seraya berharap agar kedua belah pihak mengupayakan islah. Perbandingan Muktamar Surabaya dan Muktamar Jakarta NO Ketentuan AD/ART PPP Muktamar Surabaya Muktamar Jakarta 88

01 Utusan DPW harus lebih ½ Dihadiri 26 DPW dan Dihadiri kurang dari 7 dari Ketua & Sekretaris keabsahannya sebagai utusan DPW dan DPW (Pasal 22 ayat 1 Ketua dan Sekretaris keabsahannya sebagai ART PPP) oleh Notaris Ketua dan Sekretaris DPW tidak disahkan oleh Notaris.

02 Utusan DPC harus lebih Dihadiri lebih dari 800 Ketua/Sekretaris DPC dari ½ dari Ketua dan Ketua/Sekretaris DPC dan Keabsahannya Sekretaris DPC (Pasal 22 dan Keabsahannya sebagai Ketua dan ayat 1 ART PPP) sebagai Ketua dan Sekretaris DPC Sekretaris DPC disahkan oleh Notaris disahkan oleh Notaris 03 Sidang-sidang Muktamar Sidang-sidang dipimpin Sidang-sidang dipimpin dipimpin oleh Pengurus oleh Pengurus Harian bukan oleh Pengurus Harian DPP (Pasal 23 ayat DPP PPP Harian DPP PPP 2 ART PPP 04 Calon Ketua Umum dan Memilih seara aklmasi Memilih Djan Faridz Sekretaris Jenderal DPP M. Romahurmuziy yang yang tidak pernah harus pernah menjadi sudah 2 masa bakti menjadi Pengurus Pengurus DPP atau menjadi 2 Pengurus Harian DPP PPP atau kepengurusan 1 tingkat DPP PPP, dengan Pengurus Harian DPW dibawahnya selama 1 masa jabatan terakhir sebagai PPP bakti/5 tahun (pasal 5 huruf Sekretaris Jenderal DPP d AD PPP PPP

05 Pengurus Harian di setiap DPP PPP hasil DPP PPP hasil tingkatan harus bekerja Muktamar Surabaya Muktamar Jakarta secara kolektif (pasal 9 selalu mengambil kurang bekerja secara ayat 1 ART PPP) keputusan secara kolektif, sehingga sering kolektif melalui rapat terjadi konflik internal Pengurus Harian, dikalangan mereka Rapimnas dan sendiri. Mukernas. 06 Pengurus hasil Muktamar Mendapatkan SK Tidak pernah harus mendapatkan SK Pengesahan dari Menteri mendapatkan SK Pengesahan dari Hukum dan HAM Pengesahan dari Menteri Kementerian Hukum dan Hukum dan HAM. HAM (UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik)

Pada tanggal 29 Oktober 2014, SDA dan Gojali Harahap yang masing- masing mengatasnamakan Ketua Umum dan Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP Masa Bakti 2011-2015 mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terhadap Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM tertanggal 28 Oktober 2014. Tanpa ada konfirmasi kepda para pihak, pada tanggal 6 November 2014, PTUN Jakarta, membuat penetapan putusan sela yang memerintahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM RI untuk menunda 89

pelaksanaan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM tertanggal 28 Oktober 2014. Selanjutnya, diputuskan sidang PTUN digelar hari Senin setiap pekan. Berselang tanggal 17 – 24 November 2014, sidang-sidang PTUN menetapkan masing-masing DPP PPP, Fraksi DPR – RI dan 26 DPW sebagai tergugat intervensi. Tanggal 24 November 2014, Menteri Hukum dan HAM RI melalui Eksespsi dan jawabannya dalam sidang PTUN menyatakan penolakannya atas Penetapan Penundaan yang menunda pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor M. HH – 07.AH.11.01 tahun 2014, tentang pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP PPP tertanggal 28 Oktober 2014. Di sela-sela upaya hukum, tanggal 28 November 2014, A. Dimyati Natakusumah selaku Sekjen dan Humphery Djemat selaku Wakil Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar VIII di Jakarta, mendaftarkan kepengurusan DPP versi Muktamar Jakarta ke Kementerian Hukum dan HAM RI, namun tanggal 8 Desember 2014, terbit Surat Dirjen Administrasi Umum (AHU) yang ditandatangani Harkristuti Harkrisnowo, menolak mendaftarkan Kepengurusan DPP PPP hasil musyawarah VIII di Jakarta. Kembali ke persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara yang memasuki persidangan ke-1, untuk menghadirkan Emron Pangkapi, Suharso Monoarfa sebagai Wakil Ketua Umum masa bakti 2011-2014 dan Sunaryo Abu Ma’in, sebagai Wakil Ketua DPW Jawa Timur. Saksi Sunaryo Abu Ma’in memberi keterangan yang mengatakan bahwa dirinya hadir pada saat silaturahmi pada tanggal 31 Oktober 2014 di kediaman KH. Maimoen Zubair, antara M. Romahurmuziy, Lukman Hakim Saefudin dan Musyafak Noer (Ketua DPW Jawa Timur) yang menjelaskan bahwa KH. Maimoen Zubair sudah dan dapat menerima hasil Keputusan Muktamar VIII PPP di Surabaya. Pada tanggal 25 Februari 2015, Majelsi Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara mengabulkan gugatan SDA dan Gojali Harahap. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim PTUN yang diketuai Teguh Satya Bhakti menyatakan, pengesahan kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar VIII Surabaya oleh Kementeriaan Hukum dan HAM tidak sah. Putusan Majelis Hakim Yang dibacakan oleh hakim Teguh Satya Bhakti (sambil menangis) di ruang sidang PTUN Jakarta Timur pada 90

hari rabu 25 Februari 2015, berbunyi “Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Kemudian membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M. HH. 07. AH.11.01 Tahun 2014.32 Masih soal Hukum, pada tanggal 22 Desember 2014, Ahmad Wakil Kamak, Ketua Departemen HAM DPP PPP masa bakti 2011-2014, mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, berdasarkan pasal 33 UU No. 2 tahun 2011 tentang partai Politik. Gugatan terebut ditujukan kepada Kementerian Hukum dan HAM, SDA, Djan Faridz, M. Romahurmuziy dan para Sekjennya untuk membatalkan hasil Muktamar VIII di Surabaya maupun hasil Muktamar di Jakarta. Untuk diketahui bahwa, Wakil Kamal tidak memiliki hubungan hukum (Legal Standing) dengan para pihak tersebut dan bukan merupakan pihak yang turut berperkara dalam gugatan Mahkamah Partai diputusan tanggal 11 Oktober 2014. Padahal pasal 33, UU NO. 2 tahun 2011 menyatakan, prosedur penyelesaian di Pengadilan Negeri ditempuh apabila Pengadilan Mahkamah Partai oleh para pihak dianggap tidak bisa menjadi mekanisme penyelesaian sengketa. Selanjutnya, diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, bahwa sidang Perdata digelar 2 kali sepekan yaitu hari Selasa dan Jumat. Dalam perkara ini, masuk sebagai penggugat intervensi KH. Madjid Kamil (Ketua DPC PPP Rembang). Pada tanggal 2 November 2015, keluar Putusan Kasasi Perdata yang mengabulkan gugatan Penggugat intervensi (Madjid Kamil) untuk sebagian (tidak mengabulkan secara keseluruhan). Dalam amar putusannya, Pengadilan Kasasi hanya menyatakan keabsahan Kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar VIII di Jakarta, namun tidak menilai keabsahan Muktamar VIII baik Muktamar yang dilaksanakan di Surabaya maupun Jakarta. Konflik Partai Persatuan Pembangunan semakin lama semakin berimbas sampai kepada kader Partai di daerah. Tidak hanya berkonflik di pusat (DPP), namun juga berkonflik di daerah (DPW). Sebanyak 33 dari 34 DPW PPP hasil Muktamar Surabaya, menyatakan penolakan menyeluruh dan perlawanan hukumnya atas Putusan Majelis Kasasi Mahkamah Agung (MA). Putusan MA

32Oscar Feri, Dualisme PPP, PTUN Kabulkan Gugatan Suryadharma Ali, diakses tangga 12 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai) hal. 44 91

Nomor 601 K/pdt.Sus-Parpol/2015, tanggal 2 November 2015, yang dinilai jauh dari nilai keadilan. Pengesahan Majelis Kasasi Mahkamah Agung didasarkan kepada indikasi kebohongan atau tipu muslihat yang dilakukan penggugat III Kasasi. Penggugat III atau penggugat Intervensi hanyalah satu Ketua DPC dari 507 DPC, di seluruh Indonesia. Ada keraguan Majelis Kasasi Mahkamah Agung dalam mendeklarasi Amar putusan. Pada satu sisi, Majelis mengabulkan Gugatab untuk sebagian, yaitu menyatakan sah susunan kepengurusan hasil Muktamar Jakarta. Namun di sisi lain, Majelis Kasasi Mahkamah Agung menolak gugatan untuk menyatakan Muktamar VIII PPP pada tanggal 30 Oktober – 2 November 2104 di Jakarta adalah Muktamar yang sah. Untuk itu, DPW PPP meminta Menteri Hukum dan HAM untuk tidak menerbitkan surat keputusan yang mengesahkan kepengurusan DPP PPP Mukatamar VIII di Jakarta. Selain itu, Menteri Hukum dan HAM diminta segera memberikan kepastian hukum dengan menjalankan Putusan Kasasi TUN tanggal 20 Oktober 2015 menerbitkan SK Menteri Hukum dan HAM tentang susunan kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar ke-VII, Bandung 2011. Kepada para pemangku kepentingan lainnya, DPW PPP meminta untuk tidak memproses dan menanggapi surat-menyurat baik berupa usulan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota, agar tidak memperkeruh dinamika yang berlangsung di tubuh PPP. Pemangku kepentingan yang dimaksud yakni Presiden RI, Menkopolhukam, Mendagri, Pimpinan DPR/DPRD Provinsi/ DPRD kabupaten/kota, Gubernur, Bupati/Walikota, dan KPU/KPUD, DPW PPP se-Indonesia akan melakukan advokasi hukum kepada seluruh anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota yang mendapatkan ancaman PAW dari pihak-pihak yang mengaku sebagai pengurus PPP di semua tingkatan. Tanggal 1 Desember 2014, Majelis Hakim Pengadilan Tata usaha Negara Jakarta mengabulkan gugatan intervensi yang diajukan 22 DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP), “memutuskan menerima permohonan gugatan intervensi ketiga yang diajukan DPW PPP Aceh dan seterusnya sampai DPW PPP Papua, 92

karena mereka memiliki kepentingan hukum terhadap objek sengketa.”33 Kata Ketua Majelis Hakim Teguh Satya Bhakti dalam persidangan terbuka di PTUN Jakarta Timur. Dalam persidangan tersebut, Majelis Hakim juga memutuskan persidangan dijadwalkan seminggu sekali. Gugatan intervensi DPW PPP tersebut dikuasakan kepada LBH DPP PPP. “Putusan ini berdasarkan kepada pasal 88 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN,” Wakil Ketua LBH DPP PPP Hadrawi Ilham mengatakan, keterlibatan DPW-DPW sebagai pihak tergugat intervensi menunjukkan bahwa objek sengketa TUN sangat penting. Menurut Hadrawi, dengan dikabulkannya gugatan intervensi ketiga ini maka kekuatan untuk berargumentasi di pengadilan semakin bertambah. Hadrawi mengungkapkan: “Para tergugat intervensi memiliki kepentingan hukum terhadap objek sengketa. Kami menyambut positif.” Pada tanggal 2 November 2015 Mahkamah Agung menerbitkan putusan Perdata Nomor 601 K/ Pdt.Sus-Parpol/2015. Putusan itu berbeda dengan Putusan Kasasi atas Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang dijatuhkan MA pada 20 Oktober 2015 lalu. Adapun yang menjadi perbedaan adalah pokok perkara pada Putusan terakhir, yaitu terkait hasil pelaksanaan Muktamar Jakarta. Sedangkan pokok perkara pada putusan sebelumnya menyangkut administrasi pasca keluarnya Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM yang mengesahkan hasil Muktamar Surabaya. Dengan adanya putusan terakhir tersebut, MA membatalkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya dan mengesahkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta. Atas dasar Keputusan Kasasi Tata Usaha Negara tersebut, pada tanggal 31 Desember 2015, ada dua hal yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM. Yang pertama, Menteri Hukum dan HAM mengirimkan surat kepada Djan Faridz dan A. Dimyati Natakusumah untuk melengkapi persyaratan pendaftaran Partai Politik, berdasarkan Permenkumhan No. 37 tahun 2015 tentang tatacara pendaftaran Parpol yang di antaranya mengenai kelengkapan dokumen Asli terkait Absensi Peserta Muktamar, Berita Acara Persidangan Muktamar, dan lain- lainnya. Serta surat keterangan dari Mahkamah Partai (yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM) yang menyatakan tidak ada sengketa internal

33Fakhrizal Fakhri, PTUN Kabulkan Gugatan Intervensi DPW PPP, diakses pada 12 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai) 93

Parpol di DPP PPP. Namun, hingga 45 hari waktu yang telah diberikan ternyata Djan Faridz dan A. Dimyati Natakusumah, tidak mampu melengkapi persyaratan yang dimaksud. Sehingga Menteri Hukum dan HAM tidak dapat menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM mengenai DPP PPP yang diajukan Djan Faridz dan A. Dimyati Natakusumah. Sementara yang kedua, sesuai UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 51 Tahun 2009 tentang PTUN, Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 7 Januari 2015, mencabut SK Nomor M. HH. 07. AH. 11.01 tahun 2014 tentang Pengesahan Susunan Kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar ke-VIII di Surabaya, surat keputusan pencabutan tersebut di terima pada hari yang sama oleh Lukman Hakim Saefudin dan M. Romahurmuziy selaku Wakil Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP PPP hasil Muktamar VII Bandung di kantor Kementerian Hukum dan HAM RI di kawasan Kuningan. Konflik Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berdanpak terhadap kondisi di Fraksi PPP DPR RI sebagai perpanjangan PPP untuk menyalurkan aspirasi umat Islam dan memperjuangkan visi-misi PPP. Agenda di DPR RI berawal dari pelantikan anggota DPR RI periode 2014 – 2019, pada tanggal 01/10/2014, di mana PPP memiliki 39 kursi. Kemudian dilanjutkan dengan pemilihan Pimpinan DPR RI Fraksi PPP ditinggalkan oleh Koalisi Merah Putih dengan pertimbangan pragmatis dibutuhkan suara Fraksi Partai Demokrat yang memiliki 61 kursi yang lebih besar. Sebelumnya DPR RI melakukan Rapat paripurna, di gedung Nusantara II, Senayan, Selasa (28/10/2014), pukul 15.55 WIB, yang membahas Alat Kelengkapa Dewan. Dalam rapat Paripurna ini terjadi kericuhan saat anggota membahas keabsahan susunan anggota komisi yang diajukan 2 (dua) DPP PPP. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang duduk di Kursi Pimpinan menyatakan bahwa Susunan Anggota Komisi yang sah adalah yang diajukan Epyardi Asda dari kubu SDA. Ucapan Fahri ini kemudian disanggah oleh politisi PPP yakni Hasrul Azwar. Dia menyebut bahwa Ketua Umum PPP yang sah saat ini adalah M. Romahurmuziy. Kementerian Hukum dan HAM sudah mengesahkan kepengurusan Romahurmuziy. Akan tetapi, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengumumkan bahwa Pimpinan hanya mengakui Susunan Anggota Komisi yang 94

diajukan kubu Suryadharma Ali. Agus pun kemudian menskors Rapat Paripurna, terlihat suara meja dibanting dari tempat duduk anggota DPR RI. Ketua Fraksi PPP Hasrul Azwar yang berada di kubu Romahurmuziy menuding Pimpinan DPR RI berpihak ke salah satu kubu. Karena “Yang ditayangkan di Rapat Paripurna itu Susunan Alat Kelengkapan Dewan versi Epyardi (loyalis Suryadharma Ali). Sementara itu kubu Romahurmuziy juga memasukkan nama-nama Susunan Alat Kelengkapan Dewan pada Senin, 27 Oktober 2014. Tapi tidak ditayangkan. Seharusnya Pimpinan DPR mengundang kami terlebih dahulu. “Pimpinan cenderung ke satu pihak, itu tidak boleh, tidak etik,” kata hasrul di Ruang Fraksi PPP, lantai 15 Gedung Nusantara I DPR RI. Hasrul menuturkan bahwa Pimpinan DPR RI yang terdiri dari Setya Novanto, Fadli Zon, Taufik Kurniawan, Agus Hermanto dan Fahri Hamzah seharusnya menunda pembahasan Alat Kelengkapan Dewan untuk Fraksi PPP. “ Pimpinan Dewan 5 (lima) orang itu tahu bahwa ada dualisme konflik, kenapa tidak ditunda dulu. Kenapa dia ikut campur terhadap internal. Seharusnya pimpinan dewan itu lebih arif bijaksana menyelesaikan masalah fraksinya, bukan justru mengakui satu pihak.

Hasrul juga mengkritik gaya Wakil Ketua DPR Agus Hermanto saat memimpin sidang. Dia menyebut Agus tidak memperhatikan anggota DPR yang ingin interupsi, sebelum mengesahkan Alat Kelengkapan Dewan dari Fraksi PPP, “Agus itu tidak capable Pimpin Sidang, Dia bilang, setuju (ke arah peserta rapat) ketika dia menanyakan itu, dia tidak perhatikan yang ingin Interupsi, matanya ke bawah. Harusnya matanya ke PPP dong. Ini nggak. Matanya malah ke bawah. Agus tidak layak Pimpin Sidang”, ungkapnya.

Pada saat Koalisi Merah Putih (KMP) menang mutlak dalam Pemilihan Pimpinan Sidang DPR RI, Koalisi Merah Putih menjanjikan kepada PPP untuk mendapatkan kompensasi pada formasi Pimpinan MPR RI. Anggota Fraksi PPP mempertanyakan hasil komunikasi politik yang dilakukan SDA selama ini bergabung dengan gerbong KMP sebagai pioner, mengapa sampai tidak sepada dan formasi yang diperoleh dari hasil pemilihan Pimpinan DPR RI. Sampai detik- detik menjelang Pimpinan MPR RI pada tanggal 7-8 Oktober 204, tidak ada kepastian bahwa PPP akan mendapatkan formasi Pimpinan MPR RI. Rapat-rapat Pimpinan Partai Politik yang bergabung dengan KMP yang selalu dihadiri SDA, 95

bahkan sampai tiga hari berturut-turut hingga malam hari tanggal 6 Oktober 2014, tetap tidak menyisakan formasi KMP untuk PPP. Karena di KMP PPP hanya dizalimi, pada tanggal 7 Oktober 2014 akhirnya PPP memutuskan berpindah ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dalam rencana Pemilihan Pimpinan MPR RI. Pada waktu yang bersamaan sore harinya, SDA barulah mendapatkan kepastian akan adanya formasi Pimpinan MPR RI untuk PPP dari Koalisi Merah Putih. Menjelang waktu maghrib, SDA hadir ke rapat Pleno Fraksi PPP di ruang rapat Gedung Nusantara I lantai 15, yang sudah ditunggu-tunggu untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, akan tetapi anggota Fraksi PPP sudah pesimis mengingat apa yang telah dijanjikan sehari sebelumnya tidak menghasilkan apa-apa. Konflik KMP dan KIH semaki memuncak ketika fraksi-fraksi yang bergabung dalam KIH membacakan pernyataan mosi tidak percaya terhadap Pimpinan DPR RI yang dipimpin oleh Fadli Zon, Fahri hamzah, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan. Pada tanggal 31 Oktober 2014. Ada 4 hal yang melandasi mosi tersebut, antara lain: 1. Demi menyelenggarakan kehidupan berbangsa yang Demokratis dan Konstitusional. 2. Menurut pasal 31 ayat 1 peraturan DPR RI tentang Tata Tertib Pimpinan DPR bertugas menindaklanjuti Aspirasi Anggota DPR RI dalam Paripurna. Namun hal ini tidak dilaksanakan. 3. Pimpinan DPR RI, dianggap tidak melaksanakan amanah dalam pasal 29 ayat 2 peraturan DPR RI tentang Tata Tertib Yang mana Pimpinan DPR RI dianggap tidak adil dalam memutuskan sebuah kebijakan. 4. Situasi terkini di DPR RI sangat tidak kondusif, secara sepihak Pimpinan DPR RI mengabaikan aspirasi anggota DPR sehingga tidak menghormati prinsip dasar musyawarah dan mufakat sebagai yang diamanatkan oleh Pancasila. Mosi itu kemudian dilanjutkan dengan prosesi penunjukkan Pimpinan DPR RI sementara. Mereka adalah Ida Fauziah (Fraksi PKB), Effendi Simbolon 96

(Fraksi PDI Perjuangan), Dossy Iskandar (Fraksi Hanura), Syaifullah Tamliha (Fraksi PPP) dan Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries (Fraksi Nasdem).34 Pada saat Rapat Pleno Fraksi PPP, tanggal 7 Oktober 2014, SDA hadir sembari menunggu kepastian apakah Epyiardi Asda bisa diakomodasi menjadi salah satu Pimpinan MPR RI dari KMP. KMP tetap tidak memberikan posisi kepada PPP dalam formasi Pimpinan MPR RI, sehingga wajar jika PPP pindah ke KIH. Sejak 2014 sampai 2016, sudah ada 3 (tiga) Ketua Fraksi PPP, yaitu, Hasrul Azwar, Epyardi Asda dan A. Dimyati Natakusumah. Penunjukkan Hasrul Azwar sebagi Ketua Fraksi PPP berdasarkan SK DPP PPP Nomor: 1399- A/KPTS/DPP/x/2014 tentang Penetapan Susunan Personalia Pimpinan Fraksi PPP DPR RI, masa bakti 2014-2019, dengan Ketua Fraksi Drs. H. Hasrul Azwar, MM dan Sekretaris Jenderal H. M. Arwani Thomafi, SK DPP PPP tersebut ditandatngani oleh H. Emron Pangkapi sebagai Wakil Ketua Umum dan H. M. Romahurmuziy sebagai Sekretaris Jenderal DPP PPP. Surat itu disampaikan kepada Pimpinan DPR RI, tertanggal 24 Oktober 2014. Akan tetapi Surat DPP PPP tidak ditanggapi Pimpinan DPR RI karena mereka sudah mengeluarkan SK Pimpinan DPR RI, Nomor: 83/PIMP/III/2014-2015 tentang Perubahan Susunan Pimpinan Fraksi PPP DPR RI Masa Keanggotaan Tahun 2014-2019 yang mengesahkan Ketua Fraksi H. Epyardi Asda dan Sekretaris Jenderal H. Mustafa Assegaf. Ketua Fraksi PPP DPR RI H. Hasrul Azwar mengirim surat kepada Pimpinan DPR RI Nomor: 286/HM/VIII/ 2015 tentang Pencabutan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor: 83/PIMP/III/2015-2019 tentang Perubahan Susunan Pimpinan Fraksi PPP DPR RI. Tertanggal surat 18 Agustus 2015. Surat itu ditandatangani 24 anggota Fraksi PPP DPR RI, dari 38 anggota Fraksi PPP yang ada. Akan tetapi lagi-lagi surat protes tersebut tidak ditanggapi oleh Pimpinan DPR RI.

34Wawancara dengan H. Muhammad Soleh, Jabatan Kepala Sekretariatan Fraksi PPP DPR RI, lantai 15, Gedung Nusantara 1, diakses 14 Maret 2016 ((lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai)

97

Penunjukan Epyardi Asda sebagai Ketua Fraksi PPP didasarkan pada Surat Keputusan (SK) DPP PPP Nomor: 1328/KPTS/DPP/X/2014 tentang Pimpinan Fraksi PPP DPR RI, masa bakti 2014-2019, dengan Ketua Fraksi H. Epyardi Asda dan Sekjen Fraksi H. Mustafa Assegaf. Seiring berjalannya waktu H. Mustafa Assegaf mengundurkan diri dari jabatan Sekjen Fraksi PPP, SK DPP PPP tersebtu ditandatangani oleh SDA sebagai Ketua Umum dan Gojali Harahap sebagai Wakil Sekjen DPP PPP. Surat tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR RI pada tanggal 23 Oktober 2014. Pimpinan DPR RI menindaklanjutinya dengan mengeluarkan SK Nomor: 83/PIMP/III/2014-2015 tentang Perubahan Susunan Pimpinan Fraksi PPP DPR RI masa keanggotaan tahun 2014-2019 tahun sidang 2014-2015, ditandatangani Ketua DPR RI Setya Novanto. Pengangkatan A. Dimyati Natakusumah sebagai Ketua Fraksi PPP DPR RI dan Kartika Yudhisti sebagai Sekretaris Jenderal Fraksi PPP berdasarkan DK DPP PPP versi Muktamar Jakarta, namun sampai sekarang belum ada Keputusan Pimpinan DPR RI mengenai Perubahan Susunan Pimpinan Fraksi PPP DPR RI. Seiring berjalannya waktu Kartika Yudhisti mengundurkan diri dari jabatan sebagai Sekjen Fraksi PPP DPR RI. Dualisme kepimpinan di Fraksi PPP menimbulkan kesulitan administratif, terutama dalam hal pengajuan anggota dan pimpinan Alat Kelengkapan Dewan, penentuan juru bicara Fraksi PPP, penentuan Tenaga Ahli Fraksi dan pengiriman undangan untuk Rapat Konsultasi. Akan tetapi kerja-kerja Fraksi PPP DPR RI sejauh ini bisa berjalan efektif meskipun tidak maksimal. Partai Persatuan Pembangunan terancam tidak bisa mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan digelar secara serentak pada akhir tahun 2015. Pasalnya Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang menjadi bukti legalitas kepengurusan Partai Politik sedang dalam kondisi sengketa. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budhiati menegaskan KPU tidak dalam kapasitas untuk menentukan keabsahan kepengurusan Partai Politik. Menurut dia, KPU akan mengikuti ketentuan norma yang diatur dalam undang-undang sebagai sebuah patokan untuk memberikan sebuah kepastian. Berdasarkan Undang- undang Parpol, kata dia, keabsahan ditentukan oleh SK Menteri Hukum dan HAM. Sayangnya saat ini SK Menteri Hukum dan HAM terkait dua parpol itu 98

menjadi objek sengketa. Padahal sudah jelas dalam UU Parpol no. 2 tahun 2011 yang berhak mengesahkan sebuah kepengurusan sebuah partai adalah Kementerian Hukum dan HAM. Akhirnya KPU menerbitkan Peraturan KPU Nomor 12 tahun 2015 yang mencoba untuk membuat jalan tengah, namun justru menambah perpecahan di PPP hingga ke tingkat DPW dan DPC. Hal ini karena Peraturan KPU mengharuskan Calon Kepala Daerah dari partai yang bersengketa mendapatkan rekomendasi dari dua pihak yang bersengketa itu. Pada mulanya, konflik di PPP dilokalisasi di tingkat pusat saja. Namun dengan adanya Peraturan KPU itu, maka DPW dan DPC PPP tandingan bermunculan di seluruh pelosok tanah air. Hasan Husaeri, Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Pemenangan Daerah Sumatera Utara hasil Muktamar VII Bandung mengatakan: “KPU terlalu dalam ikut campur dalam memecah belah Partai Persatuan Pembangunan, karena hakikatnya yang berhak ikut pilkada adalah ayng memiliki SK Menteri Hukum dan HAM.”

KPU telah memaksa setiap pasangan calon yang didukung oleh PPP untuk mendapat persetujuan dua kubu, baik dari DPP, DPW maupun DPC. Munculnya kesepakatan untuk dua partai yang berseteru harus mendukung calon yang sama adalah hasil rapat bersama seluruh pimpinan partai politik yang terjadi di rumah Wapres Jusuf Kalla pada tanggal 13 Juli 2015. Keputusan itu disepakati oleh kedua kubu di Golkar. Sementara itu, PPP tidak menyepakatinya, karena pengurus PPP di berbagai daerah menolak. Ketidaksepakatan PPP tidak bisa mengubah hal yang telah terjadi, karena Peraturan KPU No. 12 tahun 2105 tetap berjalan dan PPP harus menerima hal tersebut. Akibatnya terjadilah kepengurusan ganda di tiap wilayah dan cabang pengurus PPP. Ketua DPC PPP Surakarta Arif Sahudi telah mengajukan somasi ke KPU terkait Peraturan KPU No. 12 Tahun 2015, karena sesuai dengan pasal 23 UU Nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik disebutkan susunan kepengurusan baru partai politik ditetapkan oleh keputusan Menteri Hukum dan HAM. Begitu juga dengan pasal 115 UU Tata Usaha Negara yang berbunyi hanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan. 99

Masih menurut Ketua DPC PPP Surakarta Arif Sahudi, PKPU Nomor 12 Tahun 2015 sangat merugikan pihaknya. “Terbitnya PKPU Nomor 12 Tahun 2015 telah merugikan kami sebagai partai yang sudah menerima pengesahan dari menteri Hukum dan HAM, namun harus bekerja sama dengan kelompok lain yang tidak punya basis legal standing (kedudukan hukum) sebagai subjek hukum dalam urusan pilkada.”35

PPP kubu Muktamar Surabaya sudah mengajukan uji Materi ke MA terkait Peraturan KPU tersebut, namun Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik tidak berminat mengubahnya. Husni Kamil Malik mengatakan: “Rule of the Gamenya kan sudah harus selesai sebelum pertandingan, kalau tidak maka tidak ada pilihan lain Pilkadanya ditunda sampai 2017.”36 Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Mutaqin Pratama mengatakan: “Keputusan mengakomodasi pengajuan pasangan calon kepala daerah dari Partai Politik yang tengah berkonflik dengan syarat telah disetujui oleh dua kepengurusan, jelas menimbulkan persepsi publik bahwa KPU tidak mandiri lagi dalam membuat keputusan, karena meskipun memiliki pengurusan ganda, sesuatu yang dilarang oleh Undang-undang, kedua kepengurusan tersebut tetap diperkenankan mengajukan pasangan calon. Ini sama saja satu Partai Politik mengajukan dua pasangan calon. Menurut UU No 2 Tahun 2011 keabsahan kepengurusan Partai Politik ditentukan oleh SK Menteri Hukum dan HAM. Tentu saja SK Menteri tersebut diterbitkan hanya untuk satu kepengurusan yang dianggap sah menurut AD/ART masing-masing Partai Politik, SK Menteri itulah yang harus dilampirkan pada saat Partai Politik atau gabungan Partai Politik di daerah mengajukan pasangan calon kepala daerah.37 KPU juga terlihat sangat tidak adil karena memerintahkan kepada PPO untuk menyerahkan kelengkapan administrasi berupa SK Pengurus paling lambat pada hari Jumat, 24 Juli 2015 pukul 19.00 WIB, namun KPU menundanya hingga 26 Juli 2015. DPP PPP hasil Muktamar Surabaya telah menyerahkan SK

35Rico Alfrido Simajuntak, Protes Aturan Pilkada, PPP Kubu Romy somasi KPU diakses pada 12 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai) 36Rico Alfrido Simanjuntak, KPU Tidak Akan Ubah PKPU Nomor 12 Tahun 2015, diakses 13 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai)

37Yustinus Paat, Revisi PKPU, Perludem: KPU Mendegradasi Diri dan Labrak UU, diakses 14 Maret 2016 (lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai)

100

Kepengurusan 9 Provinsi dan 260 Kabupaten/Kota yang mengikuti Pilkada serentak 2015 sebelum hari Jumat, 24 Juli 2015. Sedangkan DPP PPP hasil Muktamar Jakarta baru menyerahkan pda hari Minggu, 26 Juli 2015. Salah satu Komisioner KPU Hadar Nafiz Gumay menjelaskan bahwa Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015 lahir hanya berdasarkan ketakutan digugat oleh pihak yang tidak disenangkan oleh keputusan yang dilakukan KPU. Hadar Nafiz Gumay menyatakan hanya ingin mengakomodasi semua pihak saja, padahal sikap yang dilakukan oleh KPU berpotensi melanggar UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015 memaksa setiap calon dari PPP, juga Golkar harus memiliki surat rekomendari dari dua kubu. Hal ini sangat merugikan PPP karena lebih dari 50 persen calon yang diusung oleh PPP tidak disetujui oleh KPUD karena tidak adanya kesepakatan dua kubu. Hanya 90 dari 260 DPW/DPC yang bisa menjadi pengusung pada Pilkada, sisanya hanya menjadi pendukung saja. Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Surabaya M. Romahurmuziy mengatakan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015 telah berhasil memecah PPP secara struktural hingga tingkat kabupaten/kota. Padahal, menurutnya PPP kubu Djan Faridz tidak memilik struktural apa pun di daerah. Alumnus ITB itu mengatakan: “Saya mengucapkan terimakasih kepada KPU yang telah berhasil memecah PPP secara struktural hingga tingkat kabupaten/kota dengan adanya PKPU Nomor 12 Tahun 2015. Padahal sudah sejak awal saya jelaskna bahwa di sebelah (kubu Djan Faridz) tidak memiliki struktrual apa-apa. Dengan adanya PKPU ini kita justru terpecah belah gak karuan sampai tingkat kabupaten/kota. Itulah saya ucapkan terimakasih kepada KPU dan DKPP yang menghancurkan PPP. Kami yakin atas dasar Undang-undang mana pun yang kami lakukan ini benar dan PKPU Nomor 12 Tahun 2015 itu lah yang salah. Salah berpikir, salah konsep dan sesat menyesatkan.38 Keputusan KPU itu sangat berbeda dengan apa yang terjadi pada masa perpecahan PKB antara Kubu Muhaimin Iskandar dan Kubu Abdurrahman

38Indah Wulandari, Terimakasih KPU Sudah memecah belah PPP, diakses 15 Maret 2015(lihat buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Sebuah otobiografi Partai)

101

Wahid. KPU saat itu memberikan kesempatan hanya kepada PKB Kubu Muhaimin Iskandar karena memiliki SK Menteri Hukum dan HAM RI.

BAB IV ANALISIS RELASI MEDIA DALAM MANAJEMEN KRISIS DI PARTAI ISLAM

A. Temuan Penelitian 1. Strategi Relasi Media Partai Persatuan Pembangunan memiliki sejarah panjang dalam perpolitikan Indonesia dan merupakan partai yang menegaskan diri secara eksplisit dalam AD/ART, sebagai partai yang berasaskan Islam. Selama puluhan tahun PPP sudah banyak merasakan getirnya dinamika perpolitikan nasional. Mulai pemberlakuan ideologi tunggal dengan diterbitkannya UU No. 3 Tahun 1985 tentang ideologi Parpol. Dengan pemberlakuan asas tunggal yaitu Pancasila hingga diperbolehkannya pemberlakuan asas terbuka pada saat reformasi dengan diberlakukannya UU Nomor 2 tahun 1999. Pada dekade ini ideologi partai tidak lagi hanya berdasarkan Pancasila, setelah lahirnya UU Nomor 2 Tahun 1999, semua ideologi diperbolehkan dijadikan dasar sekaligus minhajul fikr suatu partai selama tidak bertentangan dengan Pancasila. Seiring berjalannya waktu, saat semua partai menggunakan Pancasila sebagai dasar ideologinya, PPP tetap mantap mendeklarasikan dirinya sebagai partai yang berasaskan Islam. Konsistensi PPP dalam mempertahankan Islam sebagai asasnya tentunya tidaklah mudah. Pasti ada tantangan dalam dialektika perjalanan partai, konflik setiap periode juga mengiringi langkah partai ini. tak terkecuali perbedaan pandangan dan sikap kepengurusan juga seringkali terjadi sebagai bagian dari khazanah berorganisasi. Terlepas dari problematika internal atau eksternal yang menimpa partai PPP saat ini. tentunya akan lahir rumusan yang cukup progresif sebagai yurisprudensi dalam melihat tantangan dan konflik yang terjadi di masa- masa yang akan datang. Termasuk konflik dualism kepengurusan yang terjadi sejak akhir tahun 2014. Terkait dengan konflik tersebut, beberapa upaya yang telah dilakukan, baik oleh senior PPP, Pengurus Harian PPP sebagai organisasi, Mejelis Syari’ah

102

103

Partai, Mahkamah Partai bahkan melibatkan pemerintah, secara akumulatif seyogyanya menjadi i’tibar dalam menjalankan roda organisasi besar seperti PPP dari tinjauan lintas sektor dan pemikiran ke depan. Beberapa langkah praktis yang telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk meredam konflik internal dapat dirumuskan dalam tiga bagian, antara lain (1) upaya administratif, (2) upaya politik dan (3) upaya organisatoris. Dimana upaya-upaya strategis ini selalu ada dalam manajerial konflik Parpol sebagaimana telah disebutkan dengan tegas dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Lalu, bagaimana peforma komunikasi di media dan relasi media yang dilakukan oleh kedua belah pihak terkait dualisme kepemimpinan di PPP? Kedua kubu memandang bahwa sangat penting melibatkan media. Pelibatan ini terkait dengan upaya penyebaran informasi yang tidak hanya terbatas pada struktur kepengurusan semata, simpatisan maupun konstituen melainkan juga kepada masyarakat luas. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila semua keputusan pengadilan baik di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negera maupun Mahkamah Agung dipublikasikan baik dalam bentuk informasi pemberitaan yang dalam konteks ini adanya pernyataan dari kedua belah pihak maupun melalui publikasi berbayar seperti iklan atau advertising. Bagi Drs. H. Irgan Chairul Mahfidz, M.Si. selaku Ketua DPP PPP Bidang Politik, Pemerintah, dan Otonomi Daerah PPP Romahurmuziy1, penggunaan media dilakukan karena media merupakan saluran penyampai pesan. Karena media sebagai sarana penyampai kebijakan pemerintah dan penyampai putusan peradilan. Media perlu menyampaikan ini yang pertama adalah untuk menginformasikan kebijakan PPP yang lahir dari keputusan formal dari berbagai tingkatan. Kedua, media menyampaikan itu guna menjalankan perannya sebagai penyampai informasi seluas- luasnya kepada masyarakat. Kemudian yang ketiga, media juga memperoleh benefit (keuntungan) secara materi dari berita yang dihasilkan berupa perhatian dari khalayak (pelanggan, pembaca, penonton, dan pendengar) yang mengonsumsi berita tersebut. Menurut Dra. E. Hafazhah, M.Si. selaku Sekretaris Mahkamah Partai DPP PPP kubu Djan Faridz mengatakan bahwa publikasi menjadi penting dari sisi

1 Wawancara dilakukan peneliti pada 20 Desember 2016 melalui hubungan telepon genggam di Jakarta. 104

politik, bahwa ―Publikasi bagi politik merupakan etalase yang terang untuk menampilkan produk politik yang sedang diperjuangkan‖. Terkait adanya kerjasama atau upaya menjalin hubungan dengan pihak media, baik PPP Romahurmuziy maupun PPP Djan Faridz menyatakan bahwa sejak dari penyelenggaraan muktamar pihak panitia penyelenggara mengundang pihak media bahkan memberikan waktu khusus untuk pertemuan media atau konferensi pers. Bagi Irgan Chairul penggunaan media bisa langsung menyampaikan informasi kepada masyarakat, menurutnya: Ya jelas ada. Karena masing-masing pihak ingin memberikan informasi yang jelas terhadap apa yang terjadi pada sikap masing-masing kepemimpinan (baik dari kubu muktamar Surabaya maupun muktamar Jakarta) untuk memberikan penjelasan langsung kepada masyarakat bahwa pihaknya lah yang secara prosedur melakukan hal-hal yang sesuai dengan mekanisme rotasi.

Menurut Hafazhah dari PPP Djan Faridz: Kerjasama dengan media tentu ada. Masing-masing dari kami membutuhkan media mssa sebagai penyampai pandangan politik, ide dan gagasan dari masing-masing pihak (baik itu pihak muktamar Jakarta maupun Surabaya). Akan tetapi menyatupadukan misi politik selalu gagal tiap kali digagas. Alhasil, sepertinya masing-masing pihak hanya berkomunikasi B to B (bussines to bussines) dengan media massa.

Penggunaan awak media maupun publikasi di media itu sendiri terlihat sangat memberikan dampak kepada partai politik. Kedua kubu mengakui bahwa basis massa maupun konstituen yang tersebar di seluruh Indonesia tidak bisa dijangkau hanya dengan menyebarkan surat resmi yang muncul dari kepengurusan massa semata. Hal ini dikarenakan 1) surat resmi biasanya hanya ditujukan kepada tingkatan struktural organisasi semata sehingga mereka yang tidak ada dalam struktural dipastikan tidak akan mendapatkan pemberitahuan tersebut. Juga, 2) bahwa hasil pemilu pada tahun 2014 jumlah pemilih yang memilih PPP sejumlah 8.157.4882 suara berdasarkan Keputusan KPU 411/KPTS/KPU/2014 tentang Penetapan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

2 Data diambil dari http://pontianak.tribunnews.com/2014/05/15/inilah-hasil-perolehan- suara-partai-politik-pemilu-2014 105

(DPRD) secara umum dalam pemilihan umum. Jumlah ini menunjukkan begitu besarnya konstituen PPP sehingga dengan bantuan media pesan yang merupakan agenda partai politik dari kedua belah kubu dapat tersebar. Menurut Irgan Chairul ada efek pemberitaan media yang bisa memberikan dampak kepada pencitraan partai politik: Dampaknya media memberikan pengaruh yang besar terhadap pembacanya, pendengar, juga terhadap pemerhati (pengamat). Bahwa dampak berita di media ini bisa berakibat negatif kepada partai dan bisa menggerus nilai kepercayaan konstituen, bahwa ada konflik dan pertikaian yang seharusnya bisa diselesaikan secara musyawarah dan demokratis. Tetapi justeru yang terjadi adalah sebaliknya. Lalu, media memberikan image yang buruk melalui pemberitaannya sehingga mengakibatkan penggerusan nilai kepercayaan konstituen kepada partai. Sementara menurut Hafazhah dari PPP Djan Faridz: Elemen paling penting bagi partai politik adalah konstituen. Masing- masing pihak memiliki basis massa yang khas dan membutuhkan bahasa politik yang khas pula. Korespondensi antarjaringan butuh waktu relatif banyak dibandingkan dengan coverage atau jangkaun publikasi yang bahkan bisa dilakukan secara live untuk menyampaikan pesan politik bagi konstituen yang tiap saat menunggu penjelasan atas permasalahan yang sedang terjadi. Dengan pemberitaan media massa yang live dan on the spot, maka energi yang harus dikeluarkan oleh elite politik untuk berkomunikasi politik mendapat solusi cepat dan tepat.

Terkait dengan kepentingan media dan diselaraskan dengan kepentingan partai politik itu sendiri, menunjukkan bahwa segala macam bentuk informasi atau peristiwa yang melibatkan partai politik maupun tokoh-tokoh di dalamnya merupakan isu yang menjadi sasaran media. Konflik kepemimpinan PPP antara Romahurmuziy dengan Djan Faridz pada dasarnya adalah isu menarik dalam ranah komunikasi politik. Isu yang tentunya menjadi sasaran pihak media untuk terpublikasikan di media masing- masing. Meskipun dalam beberapa kasus pihak yang bertikai juga menggunakan konten berbayar dalam bentuk iklan atau pembelian kolom di media cetak untuk menyebarkan informasi. Menurut Irgan Chairul apapun agenda yang dimiliki media tetap harus isu tersebut dikreasikan oleh pihak partai yang bersangkutam dalam hal ini PPP. Ada kekhawatiran bahwa media memberitakan atau membuat konstruksi dari isu yang tengah berkembang, oleh karena itu partai politik tetap membutuhkan media dan 106

isu atau informasi yang dilempar setidaknya harus sejalan dengan kepentingan partai. PPP mengalami posisi ambigu. Di satu sisi PPP mengharapkan media menyampaikan klarifikasi atau penjelasan yang sebenar-benarnya, tetapi juga terkadang media mem-blow-up sesuatu yang tidak proporsional sehingga memberikan pandangan negatif terhadap partai. PPP dalam hal ini antara butuh tidak butuh dengan media.

Bagi Hafazhah dari PPP Djan Faridz, apa yang terjadi dalam konflik dualisme kepemimpinan ini disadari menjadi isu yang menarik media. Konflik ini terjadi demikian panjang dan pasti telah menguras semua tenaga masing-masing pihak. Opening episodenya dimulai bahkan saat Pemilu 2014 dimulai. Penajaman konfliknya berlangsung dari muktamar ke muktamar yang diselenggarakan. Dan sayangnya hingga saat ini ending episodenya belum nampak juga. Bagi kita, media massa pastilah hal ini menjadi sajian yang dapat mereka olah menjadi produk berita yang menarik untuk terus ditampilkan.

Dalam temuan penelitian, strategi tersebut kemudian dikategorikan sesuai dengan strategi yang dikembangkan oleh Newman dan Shet3. Strategi tersebut terbagi menjadi strategi penguatan (reinforcement strategy), strategi rasionalisasi (rationalization strategy), strategi bujukan (inducement strategy), maupun strategi konfirmasi (comfirmation strategy). Strategi di atas akan dijelaskan tidak hanya menjabarkan bagaimana (1) konten atau pesan persuasif itu dibangun, melainkan juga memberikan gambaran atau contoh seperti (2) liputan media, (3) iklan atau konten berbayar, (4) penyelenggaraan konferensi pers atau rilis media, dan juga (5) penggunaan media internal yang bisa diakses oleh media maupun publik seperti situs partai. yang akan dijelaskan berikut ini: a) Strategi penguatan (reinforcement strategy) Dari pemberitaan terkait dengan konflik di tubuh PPP yang peneliti gunakan sebagai penegas dokumentasi, tampak bahwa isu tentang isu ini menjadi perhatian atau agenda dari media. Artinya, ada semacam penguatan citra dari kedua belah pihak; meskipun dalam kenyataannya baik PPP Kubu Djan Faridz

3 Sebagaimana dijelaskan oleh Toni Andrianus Pito. Mengenal Teori-teori Politik (Bandung: Penerbit Nuansa Indah), 2013, hal.210-13 107

maupun PPP Kubu Romahurmuziy pada kenyataanya saling memperebutkan citra sebagai pengurus yang sah dalam partai politik yang bersangkutan. Dalam pemberitaan Harian Kompas sejak Oktober 2014 sampai November 2016 didapat jumlah berita yang khusus mengangkat isu tentang perpecahan di PPP sebanyak 67 berita4. Jumlah tersebut di antaranya memuat narasumber atau asal informasi baik hanya dari salah satu kubu dalam satu berita maupun kedua pihak dimasukkan sebagai narasumber yang berimbang dalam pemberitaan. Tabel 4.1 Persentase Pemberitaan PPP di Harian Kompas Berdasarkan Narasumber Kedua Kubu PPP5

Sumber dari PPP Romahurmuziy 13%

Sumber dari PPPDjan Faridz 8%

Sumber dari kedua kubu 79%

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa ada sekitar 9 pemberitaan atau 13 persen di mana berita yang dipublikasikan di Harian Kompas memuat atau mengambil sumber dari tokoh atau pengurus struktural politik dari PPP Romahurmuziy dan hanya 5 berita atau sekitar 7 persen dari PPP Djan Faridz. Kemudian ada sekitar 53 berita atau sekitar 79 persen pemberitaan yang menggunakan narasumber dari kedua belah pihak.

4 Penggunaan Harian Kompas dalam penelitian ini hanya untuk menunjukkan bagaimana agenda publik dalam konteks ini partai politik PPP sejalan dengan agenda media. Harian Kompas digunakan untuk melakukan konfirmasi bagaimana isu-isu yang muncul kepermukaan dari kedua belah pihak mendapat perhatian atau diberitakan oleh media. Harian Kompas juga patut dijelaskan di sini bukan menjadi data primer atau pusat dari riset tesis ini. Berita-berita yang digunakan peneliti dalam bab hasil penelitian ini sebagai data penguat dan juga sebagai trianggulasi atau konfirmasi dari fokus penelitian dan penguat jawaban yang didapat terkait dengan media. 5 Data diolah oleh peneliti dari pemberitaan Harian Kompas sejak Oktober 2014 sampai November 2016. Diperoleh bahwa Harian Kompas mempublikasikan 69 berita terkait konflik PPP. 108

Pemberitaan tersebut terkait strategi penguatan muncul karena menurut Hafazhah dari PPP Djan Faridz dualisme kepemimpinan di tubuh PPP merupakan isu yang mendapat perhatian dari pelaku media. Tiap angle momen atau apapun yang terjadi pada masing-masing pihak bisa menempati slot-slot prime time dan headline yang mereka miliki sesuai dengan keingintahuan publik akan ending dari babak politik kedua belah pihak.

Meskipun harus diakui, pemberitaan yang muncul terkait dualisme kepemimpinan bisa jadi berakhir atau diasumsikan sebagai citra yang negatif, namun bagi Irgan Chairul dari PPP Romahurmuziy penggunaan media dianggap sebagai sebuah kebutuhan tersendiri. Kalau media tidak dimanfaatkan, dinamika yang terjadi tidak pernah tersampaikan, tetapi sebaliknya, jika pun tersampaikan, media kadangkala hanya mencari nilai berita yang sesuai dengan kepentingannya masing- masing sehingga bisa saja menimbulkan efek yang kurang baik kepada partai.

Terkait jumlah berita yang dipublikasikan di Harian Kompas, berikut ini data berita yang cenderung mengkhususkan diri pada satu sumber kubu PPP. Tabel 4.2 Berita media dengan narasumber PPP Romahurmuziy No Edisi Judul Hal 1 Kamis, Dinamika PPP 04 23-10-2014 Pelibatan KH Maimoen Disesalkan 2 Selasa, Kisruh PPP 04 01-11-2014 Pengurus Daerah Terancam Dipecat 3 Selasa, Konsolidasi PPP Diperkuat 04 11-11-2014 Romahurmuziy: Solidaritas Fraksi di Parlemen Tidak Ada 4 Senin, Ghalib Mediator PPP 02 15-12-2014 Kubu Romahurmuziy Terbuka terhadap Islah 5 Senin, Mukernas Kubu Romahurmuziy 04 05-01-2015 Agendakan Islah 6 Selasa, Konflik Internal 02 27-01-2015 PPP Kubu Romy Klaim Solid Hadapi Pilkada 7 Senin, Di Mukernas I, PPP Kubu Romy Buka 04 16-02-2015 Peluang Islah 8 Senin, PPP Melangkah ke Depan 06 03-14-2016 9 Senin, Romahurmuzy Terus Galang 02 109

16-05-2016 Rekonsiliasi PPP Minggu, Islah untuk Membesarkan PPP 02 10-04-2016 Romahurmuzy Terpilih secara Aklamasi di Muktamar VIII

Sementara pemberitaan untuk PPP Djan Faridz sebagaimana berikut ini: Tabel 4.3 Berita media dengan narasumber PPP Djan Faridz No Edisi Judul Hal 1 Senin, PTUN Tentukan PPP 04 03-11-2014 Djan Faridz Ditawari Pimpin Organisasi Baru, Majelis Kesepuhan 2 Sabtu, Dinamika PPP 02 13-12-2014 Djan Faridz Bentuk Tim untuk Berkomunikasi 3 Selasa, Djan Faridz Minta Disahkan 02 17-03-2015 Menkumhan 4 Sabtu, Kubu Djan Faridz Merapat ke 02 30-01-2016 Pemerintah Muktamar Islah PPP Terus Diupayakan 5 Senin, Kubu Djan Faridz Menolak Muktamar 04 04-04-2016

Jika mengambil contoh bagaimana penggunaan strategi penguatan terkait dengan agenda partai politik, dari segi konten atau informasi yang diproduksi atau diberikan kepada media terlihat bahwa adanya upaya membangun citra bahwa hanya kubu Romahurmuziy inilah yang merupakan kepengurusan yang sah. Dalam praktiknya kubu PPP Romahurmuziy menggunakan atau menggelar konferensi pers untuk menanggapi pelaksanaan Muktamar PPP yang akan diselenggarakan oleh Surayadharma Ali atau yang kemudian menjadi kubu Djan Faridz. Pelaksanaan konferensi pers ini juga merupakan tandingan dari konferensi pers yang dilakukan oleh kubu PPP Romahurmuziy. Berikut adalah petikan keterangan pers atau rilis media yang dipublikasikan oleh Harian Kompas dengan judul Dinamika PPP, Pelibatan KH Maimoen Disesalkan yang terbit pada halaman 4 edisi Kamis, 23 Oktober 2016. ―Perlu kami tegaskan, Muktamar VIII PPP di Surabaya adalah muktamar islah. Dengan demikian, tidak ada lagi muktamar apa pun,‖ ujar Wakil Ketua Umum PPP Emron Pangkapi dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (22/10). 110

Emron juga mengingatkan, sesuai konstitusi PPP, kedudukan Majelis Syariah di PPP tidak sama dengan ketua dewan syuro di partai lain. Di PPP, eksekutif partai adalah dewan pimpinan pusat, bukan majelis syariah. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PPP Pasal 17 menyebutkan, hak, fungsi, dan kewenangan majelis syariah, antara lain, memberikan fatwa keagamaan, nasihat/arahan tentang persoalan kebangsaan dan kenegaraan berdasarkan ajaran agama kepada pengurus harian DPP PPP. ―Dengan demikian, ketua majelis syariah bukan ketua dewan syuro. Hanya saja, beberapa oknum pengurus PPP membawa-bawa, menarik, kiai karismatik ini. Kami sungguh menyayangkan. Mereka bukan hanya membuat partai ini tercabik-cabik, tetapi juga bisa merendahkan keulamaan Mbah Moen,‖ ujar Emron. Keterangan pers ini disampaikan Emron menanggapi keterangan pers, Selasa (21/10), yang digelar kubu Suryadharma Ali. Saat itu, Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimoen Zubair menetapkan adanya penyelenggaraan Muktamar PPP kembali pada 30 Oktober 2014. Keputusan ini merupakan perubahan yang kedua kali setelah sebelumnya Majelis Syariah menetapkan muktamar digelar paling lambat 20 Oktober dan diubah lagi menjadi 24 Oktober.

Pemberitaan dari rilis media ini pun dikuatkan dengan tampilan pengurus partai berupa foto. Sebagaimana di bawah ini:

Gambar 4.1 Foto pelaksanaan konferensi pers tentang penyelenggaraan Muktamar PPP setelah di Surabaya

Ini menandakan bahwa adanya upaya penegasan kepada khalayak pembaca media tentang kepengurusan partai yang sah. Upaya penggunaan media dengan melakukan konferensi dari kedua belah pihak menunjukkan adanyanya 111

upaya untuk seolah-olah memakai saluran media untuk menyampaikan agenda partai kepada khalayak. b) Strategi rasionalisasi (rationalization strategy) Konteks rasionaliasi ini digunakan untuk memberikan citra sesuai dengan alasan-alasan yang diberikan kepada khalayak. Sebagai contoh misalnya pada berita ―Kisruh PPP, Pengurus Daerah Terancam Dipecat‖ yang dipublikasikan di Harian Kompas pada 4 November 2014. Contoh atau kutipan berita sebagaimana berikut ini: AMBON, KOMPAS - Sejumlah pengurus Partai Persatuan Pembangunan di daerah terancam dipecat karena mengikuti Muktamar PPP di Jakarta yang digelar Suryadharma Ali pada 30 Oktober lalu. Selain terancam dicabut keanggotaannya, mereka juga akan diberhentikan dari pengurus partai. Ancaman itu disampaikan beberapa pengurus daerah, seperti Dewan Pimpinan Wilayah PPP Maluku dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Jember. ―Rapat pimpinan wilayah hari ini memberikan mandat kepada kami untuk memberikan tindakan tegas dan sanksi keras terhadap mereka yang mengikuti muktamar di Jakarta. Jika terbukti, mereka akan dipecat dari jabatan di struktur partai,‖ kata Ketua DPW PPP Maluku Syarif Hadler, Senin (3/11) di Ambon.

Kutipan berita di atas menunjukkan adanya rasionalisasi dari adanya dualisme kepemimpinan yang pada akhirnya tidak hanya berhenti pada struktur kepengurusan di pusat semata, melainkan juga sampai ke daerah. Penggunaan kalimat di paragraf awal seperti ―Selain terancam dicabut keanggotaannya, mereka juga akan diberhentikan dari pengurus partai‖ merupakan salah satu strategi rasionaliasi untuk mencitrakan bahwa ada pihak yang dinyatakan sah sebagai pengurus partai dan ada pihak yang tidak sah atau ilegal. Strategi rasionalisasi ini juga ditunjukkan oleh pemberitaan yang mengakomodir kubu Djan Faridz. Misalnya dengan contoh berita berjudul ―Kubu Djan Faridz Merapat ke Pemerintah‖ yang terbit di Harian Kompas pada 30 Januari 2016 sebagaimana kutipan di bawah ini: Selain bergabung dengan KP3, PPP hasil Muktamar Jakarta tahun 2014 juga akan membangun koalisi permanen dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di daerah. Koalisi permanen itu dibangun untuk menghadapi pemilihan kepala daerah serentak tahun 2017. Dengan terbangunnya koalisi permanen PPP dan PDI-P, kata Dimyati, PPP akan mengusung atau mendukung pasangan calon yang 112

sama dalam pilkada di semua daerah di Indonesia. ‖Jadi kalau punya kader bagus, maka PPP akan menawarkan ke PDI-P. Namun kalau tidak ada, PPP akan mendukung calon yang diusung PDI-P di semua daerah,‖ kata Dimyati.

Menilik dari pengunaan kata-kata dan menyandingkan PPP dengan partai lainnya seperti PDI-P dalam berita di atas menunjukkan bahwa secara rasional PPP Djan Faridz merupakan pengurus partai yang sah dan juga setara dengan partai lainnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengurus partai berhak menentukan atau mengambil kebijakan/keputusan yang ketika kondisi ini dipublikasikan di media akan menegaskan citra yang diharapkan. Selain itu, juga patut dijadikan contoh bahwa setelah rapimnas, PPP pimpinan Djan Faridz akan menggelar musyawarah kerja nasional (mukernas) pada awal Februari 2015. Selain membahas hasil rapimnas, mukernas juga bisa memutuskan pelaksanaan muktamar luar biasa. Meski secara konteks kepartaian sudah ada mekanisme maupun aturan yang bisa dipegang dalam berbagai kasus, namun dalam konteks relasi media sesuai dengan penelitian ini menunjukkan bahwa setidaknya diperlukan legitimasi atau setidaknya terbagun opini dari masyarakat atau khalayak terhadap keabsahan kepengurusan. Dalam strategi rasionaliasi ditemukan bahwa kedua kubu PPP terlihat sangat intens menggunakan media sebagai sarana untuk memberikan penguatan citra terhadap keabsahan kubu partai tertentu. Penggunaan ini berupa iklan (advertorial) seperti salah satu contoh di bawah ini: 113

Gambar 4.2 Pengumuman Ketua Tim Penasihat Hukum tentang Keputusan PTUN terkait pembatalan SK Menkumham

Pengumuman yang dipublikasikan pada Harian Kompas edisi 2 Maret 2015 tersebut dalam bentuk advertorial atau iklan menegaskan bahwa iklan yang dimuat diharian Harian Kompas tersebut pada dasarnya memuat keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada tanggal 25 Februari 2015 yang pada intinya mengabulkan gugatan para penggugat dalam hal ini Suryadharma Ali, M.Si dan juga 2) menyatakan batal Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manuasia Nomor: M.HH-07.AH.11.01. Tahun 2014 tertanggal 28 Oktober tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan dan 3) menyatakan bahwa kepengurusan Romahurmuzy, MT batal demi hukum. 114

Strategi penguatan yang sama juga muncul pada saat keluarnya Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601K/PDT.SUS- Parpol/2015 pada tanggal 2 November 2015 sebagaimana tertera di bawah ini:

Gambar 4.3 Publikasi Putusan Mahkamah Agung Publikasi yang muncul di Harian Kompas Edisi 22 November 2015 itu juga menunjukkan bagaimana penguatan terhadap kepengurusan yang dianggap sah adalah sesuai dengan hasil Muktamar VII di Jakarta dengan Djan Faridz sebagai ketua umum. Penggunaan publikasi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara maupun Mahkamah Agung di atas menunjukkan adanya upaya dari PPP versi Djan Faridz 115

untuk menguatkan aspek legalitas partai politik yang dipimpin olehnya. Penyebaran melalui media massa dalam hal ini media cetak Harian Kompas dalam pandangan peneliti setidaknya memberikan kesimpulan bahwa media merupakan saluran yang bisa menyampaikan informasi kepada masyarakat luas. Tentu saja harapan akhirnya memunculkan apa yang disebut dengan penguatan kesan dan atau opini tentang siapa atau kubu mana yang dianggap sah di tengah konflik kepengurusan partai tersebut. Menurut hasil wawancara peneliti kepada Hafazhah dari PPP Djan Faridz bahwa nisa dikatakan strategi rasionalisasi terkait dengan produk administrasi dan produk hukum yang mesti disampaikan kepada khalayak agar diketahui. Ia menyatakan: Bahwa di sisi yang lain, politik bersinggungan dengan produk administrasi dan produk hukum. Publikasi (media) lah yang akan menampilkan seluruh pesan politik yang ingin disampaikan kepada semua elemen yang disasarnya.

Sedangkan menurut Irgan Chairul dari PPP Romahurmuziy menyatakan bahwa penggunaan media merupakan alat untuk menjangkau publik. Pendapatnya menyatakan bahwa: Media sebagai alat penyampai informasi yang tidak hanya kepada konstituen PPP tetapi juga kepada publik tentang keputusan yang diambil oleh partai.

c) Strategi bujukan (inducement strategy) Strategi bujukan juga terlihat, hanya sebagai misal, pada saat PPP versi Djan Faridz mempublikasikan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601K/PDT.SUS-Parpol/2015 pada tanggal 2 November 2015 (lihat gambar). Pemunculan foto Djan Faridz selaku Ketua Umum dan R.A. Dimyati N selaku Sekretaris Jenderal yang disandingkan oleh foto KH Maimoen Zuber selalu Ketua Majelis Syariah menunjukkan bahwa adanya semacam ―restu‖ dari majelis syariah. 116

Gambar 4.4 Tampilan bagian atas iklan publikasi putusan kasasi MA Sementara strategi bujukan juga terlihat dari PPP Romahurmuziy. Strategi ini terlihat terkait dengan upaya perekrutan dalam rangka pemilihan kepala daerah. Dalam iklan yang ditayangkan di Harian Kompas tersebut tampak sosok Ketua Umum PPP yakni Romahurmuziy sebagai penegas bahwa kepengurusan PPP yang sah dalam iklan tersebut. Pesan bujukan juga nampak pada penggunaan kalimat ―PPP Mengundang, Putra-putri Terbaik Daerah Sebagai Bakal Calon Kepala Daerah Tahun 2015‖

Gambar 4.5 Tampilan iklan pendaftaran pencalonan kepala daerah PPP Romahurmuziy 117

Pesan persuasif yang bersifat bujukan juga terlihat pada bagian bawah iklan. Di iklan pendaftaran pencalonan kepada daerah tersebut juga dimuat pernyataan dari UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada Pasal 42 pada Ayat 4 bahwa Pendaftaran Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur oleh Partai Politik ditandatangani oleh Ketua Partai Politik dan Sekretaris Partai Politik tingkat Provinsi disertai Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi. Juga, Ayat 5 Pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat kabupaten/kota disertai Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi. Khusus untuk kalimat ―Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat‖ di iklan tersebut diberikan cetak tebal atau bold. Secara visual, pemberian cetakan tebal tersebut menunjukkan adanya upaya bujukan untuk menegaskan terkait pengurus partai politik yang sah. Terkait pemberitaan, publikasi di media seperti Harian Kompas, hanya sebagai contoh, menunjukkan bahwa ada citra yang sengaja dihasilkan berupa pernyataan bahwa tidak ada yang bermasalah dengan PPP dan bahkan sebaliknya partai politik ini menjadi kuat. Dalam berita yang muncul pada edisi 15 November 2014 dengan judul ―Kubu Romahurmuziy Terbuka terhadap Islah‖ menunjukkan bagaimana pengolahan pesan atau pesan persuasif untuk membujuk pihak lain melalui media, sebagaimana contoh kutipan berita di bawah ini: Secara terpisah, Romy menanyakan ikhwal wacana perundingan menuju islah. ―Saya baru dengar. Prinsipnya, segala langkah menuju islah tetap kami terima. Pak Andi adalah ketua mahkamah partai dalam SK Menkumham pada 28 Oktober 2014. Artinya, penunjukan (Ghalib) itu, jika benar, adalah langkah maju,‖ ujarnya. Romy menjelaskan, dia sejak awal sudah mengajak islah. Bahkan, dia mengirim utusan untuk bertemu Djan Faridz. ―Pedomannya sederhana. Mereka yang sedikit (elite pendukung) bergabung ke kami yang lebih banyak. Itu sama dengan yang tidak sah bergabung dengan yang sah. Kami terbuka untuk berdiskusi,‖ kata Romy.

118

Dalam konteks ini menunjukkan bahwa penggunaan pesan persuasif yang membujuk dari kubu PPP Romahurmuziy untuk Djan Faridz sebagai pimpinan PPP versi Mukatamar Jakarta. d) Strategi konfirmasi (comfirmation strategy) Strategi konfirmasi ini pada dasarnya telah digunakan oleh kedua kubu pada saat konflik kepengurusan ini muncul di permukaan. Setidaknya hal ini bisa ditunjukkan dari adanya pernyataan atau keterangan tambahan dari publikasi hasil keputusan baik di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara mupun di Mahkamah Agung seperti salah satu contoh di bawah ini:

Gambar 4.6 Pengumuman Keputusan PTUN Pengumuman yang dipublikasikan pada Harian Kompas edisi 2 Maret 2015 tersebut memberikan penegasan bahwa Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manuasia Nomor: M.HH-07.AH.11.01. Tahun 2014 tertanggal 28 Oktober tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan yang menetapkan kubu Romahurmuzy sebagai pengurus atau Ketua Umum PPP yang sah menjadi tidak berlaku. Penggunaan kata ―BATAL DEMI HUMUM (nietig)‖, ―TIDAK PERNAH ADA (ex tunc)‖ maupun ―WAJIB MENCABUT‖ yang ditulis dengan huruf tebal (bold) merupakan upaya agitasi untuk menanamkan kesan di tengah khalayak. Strategi ini juga terlihat pada saat PPP versi Djan Faridz mempublikasikan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601K/PDT.SUS- Parpol/2015 pada tanggal 2 November 2015 seperti gambar di bawah ini: 119

Gambar 4.7 Tampilan bagian atas iklan publikasi putusan kasasi MA yang memuat foto dan kutipan ayat

Pemunculan foto Djan Faridz selaku Ketua Umum dan R.A. Dimyati N selaku Sekretaris Jenderal yang disandingkan oleh foto KH Maimoen Zuber ditambah dengan di awali pengutipan ayat Al Quran Surat Ali Imran ayat 103 merupakan upaya yang dilakukan oleh kubu PPP Djan Faridz untuk mengajak adanya persatuan. Secara semantik peneliti menyimpulkan penggunaan ayat ini pada dasarnya merujuk pada dualisme kepengurusan yang setidaknya diingatkan untuk tidak bercerai-berai. Meski secara kritis, bisa juga dimaknai dengan upaya mengajak PPP Romahurmuziy untuk ―mengakui‖ dan ―bergabung‖ dalam kepengurusan PPP Djan Faridz. Aspek kedua yang terlihat dari penyampaian pengumuman Putusan Mahkamah Agung juga terdapat pada adanya penjelasan tambahan dari kuasa hukum atau interpretasi.

Gambar 4.7 Peringatan Publikasi Putusan Mahkamah Agung Publikasi yang muncul di Harian Kompas Edisi 22 November 2015 di atas pada bagian bawah memberikan peringatan yang bagi peneliti terkesan sangat tegas. Selain ajakan untuk mengakui kepengurusan yang sah juga adanya peringatan kepada para pihak untuk tidak menggunakan atribut PPP semacam bendera, logo, stempel, kops surat maupun atribut lainnya. Ditambah lagi dengan adanya kalimat ―tanpa ada persetujuan atau izin dari Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan yang Sah sebagaimana yang telah diputuskan dalam Putusan Kasasi ini‖ menunjukkan bahwa ada penegasan terhadap struktur 120

yang secara agitasi harus dianggap sah. Selain itu, penggunaan kalimat ―perbuatan tersebut dapat kami tuntut baik secara Perdata maupun secara Pidana‖ memberikan semacam ancaman kepada semua pihak untuk tidak menggunakan atribut. Terkait strategi konfirmasi, salah satu langkah yang dilakukan oleh Pengurus Pusat PPP Romahurmuziy adalah melakukan kunjungan media. Sebagaimana tabel di bawah ini: No Nama Media Tanggal/bulan/tahun 1 Radar 15 Januari 2015 2 Tribunnews (Makassar) 2 Oktober 2015 3 Detikcom 18 Januari 2015 4 SCTV 13 Februari 2015 5 Media Indonesia 22 Januari 2015 6 Republika 13 Januari 2015 7 Tempo 18 Desember 2014 8 Bali 22 Mei 2015 9 BE TV 24 Maret 2015 10 Pontianak Post 29 April 2015 11 Tribun Pontianak 29 April 2015 12 Lampng Post 14 April 2015 13 Tribun Lampung 14 April 2015 14 Victory News, NTT 25 Mei 2015 15 Cendrawasih Post 17-18 April 2015 16 Tribun Pekanbaru 11 April 2015 17 Riau Pos 11 April 2015 18 Rtv (Riau Tv) 11 April 2015 19 Tribun Medan 25 April 2015 20 Radar Banten 16-17 Maret 2015 Tabel 4.4 Data Kunjungan Media PPP Romahurmuziy Selama Tahun 2015

Melakukan kunjungan media atau media visit ini bisa dilihat dalam upaya untuk memberikan bahkan memberikan pernyataan langsung kepada pihak media dan yang pada akhirnya juga kepada khalayak media itu sendiri. Strategi ini dianggap penting karena selain beberapa kunjungan dilakukan saat ada kegiatan musyawarah daerah atau wilayah dari PPP di daerah tersebut merupakan kegiatan sosialisasi sekaligus strategi penggiringan opini publik terhadap kepengurusan partai yang sah. 121

Selain itu, di kubu PPP Romahurmuziy terlihat bagaimana saluran internal partai seperti situs resmi yang beralamat di www.ppp.or.id digunakan untuk sarana komunikasi tidak hanya secara struktural maupun ke konstituen semata, melainkan juga bisa diakses oleh media.

Gambar 4.8 Situs PPP yang dikelola oleh Pengurus Pusat PPP Romahurmuziy

Penggunaan media internal yang resmi ini dan bisa dikatakan satu-satunya saluran resmi situs partai PPP dan hanya dikelola oleh pengurus partai di bawah Romahurmuziy tersebut menunjukkan bagaimana strategi penguasaan saluran informasi di internet ke pihak eksternal. Strategi ini terlihat dari segi tampilan situs, rubrikasi, maupun konten yang diunggah. 122

Dari segi tampilan, baik grafis maupun foto yang ditampilkan sebagian besar merujuk pada kepengurusan atau sosok dari ketua partai yakni Romahurmuziy. Misalnya di halaman pertama (frontpage) dari situ tersebut menunjukkan sebagian besar berisi aktivitas atau kegiatan yang melibatkan ketua umum. Rubrikasi yang ada di situs www.ppp.or.id ini juga semakin menegaskan bahwa situs ini adalah situs resmi partai. Publikasi terkait aktivitas pengurus pusat sampai di tingkat daerah juga menjadi rubrikasi yang bisa dijumpai oleh pengunjung situs. Bahkan di bagian bawah situs, ditampilkan mulai dari pelantikan pegurus di tingkat daerah atau wilayah, musyawarah kerja wilayah, maupun berita tentang Rapat Pimpinan Nasional I DPP yang diselenggarakan pada 28-29 Oktober 2014. Secara konten, tentu ada upaya untuk menegaskan kembali bahwa Romahurmuziy adalah pengurus yang sah. Terlihat bagimana berita baik itu kutipan teks atau berupa video dari Romahurmuziy yang tampil di media massa ditampilkan di situ sebagai konten utama. Secara sederhana bisa disimpulkan bahwa pengelolaan situs baik dari segi tampilan, rubrikasi, maupun konten digunakan untuk menyampaikan pesan persuasif dalam strategi konfirmasi ini. Seolah-olah pengunjung situs di arahkan pada satu kesimpulan akhir bahwa kepengurusan yang sah hanyalah di bawah Ketua Umum Romahurmuziy. Untuk memahami konteks penggunaan media darn relasi media yang dilakukan oleh kedua belah kubu kepengurusan, maka perlu dipahami bagaimana peristiwa atau pertarungan yang ada akan diuraikan bagaimana manajemen krisis sebagaimana sub bab hasil penelitian berikut ini: 2. Manajemen Krisis Secara makro, munculnya konflik PPP dalam periode ini menciptakan dua kutub berkekuatan besar yang melibatkan tokoh dan elit partai yang sudah memiliki banyak pengalaman dan jam terbang dalam kancah perpolitikan nasional. Satu sisi dinahkodai oleh M. Romahurmuziy yang sukses menyelenggarakan Muktamar Surabaya pada akhir tahun 2014 yang dalam periode sebelumnya diamanahkan sebagai Sekjen PPP periode 2011-2016. Di sisi 123

lain dimotori oleh SDA - Djan Faridz yang menyelenggarakan Muktamar Jakarta pada akhir 2014 dimana banyak pihak berdasarkan struktur pengurus Muktamar Jakarta yang diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM tidak termasuk dalam struktur kepengurusan harian DPP PPP Muktamar Bandung. Dalam konteks strategi penguatan, citra yang dibangun oleh kedua kubu juga bisa dilihat bagaimana dukungan terhadap keduanya yang terbukti dengan munculnya kepengurusan baik di tingkat Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Wilayah, Dewan Pimpinan Cabang, Pimpinan Anak Cabang sampai pada Pimpinan Ranting. Ini membuktikan bahwa ketokohan dan kelembagaan masing-masing kubu sangat kuat dan bisa dikatakan tersebar dihampir di seluruh tingkatan mulai dari pusat atau nasional sampai pada tingkat kelurahan. Realitas lainnya kemudian ditunjukkan dengan masing-masing lembaga memiliki kekuatan yang terlihat dalam penyelesaian konflik. Konflik yang terjadi dengan adanya dua kubu kepemimpinan ini sudah melalui beberapa fase upaya penyelesaian melalui mekanisme penyelesaian konflik secara internal yakni melalui Mahkamah Partai hingga akhirnya dikeluarkannya SK Menteri Hukum dan HAM untuk kembali ke Muktamar Bandung. Langkah administratif dilakukan kedua belah pihak melalui pengiriman surat dengan cara mengirimkan nama kepengurusan ke Menteri Hukum dan HAM. Tanggal 15 September 2014 pihak M. Romahurmuziy mengirimkan struktur kepengurusan yang baru kepada Menteri Hukum dan HAM yang didasarkan pada rapat yang dihadiri 47 orang PH DPP PPP dan atas dukungan 26 DPW PPP yang dilaksanakan pada tanggal 9 September 2014 yang didalamnya memutuskan Pembentukan Panitia Muktamar, evaluasi hasil Pileg dan Pilpres, serta pematangan orientasi bersama DPR dari Koalisi Merah Putih. Dualisme kepengurusan DPP PPP antara M. Romahurmuziy dan Djan Faridz seharusnya sudah selesai setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah parati PPP (senior) 11 januari 2015, yang kemudian dikukuhkan oleh Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Pengesahan kepengurusan DPP PPP 2014- 2019 dibawah kepemimpinan M. Romahurmuziy-Aunur Rofiq. Namun, kubu Djan Faridz – Dimyati Natakusumah melawan dengan cara menggugat surat keputusan Menteri Hukum dan HAM ke PTUN. Putusan MA dalam konteks 124

konflik dualisme kepemimpinan ini dianggap bertentangan dengan dinamika politik mayoritas kader PPP Selain tidak terpenuhinya syarat yang diminta, Menteri Hukum dan HAM oleh Muktamar Jakarta juga melihat fakta politik mayoritas internal PPP notabene tidak menghendaki Muktamar Jakarta. Dimana dalam teori hukum dimungkinkannya untuk melawan hal yang sifatnya dogmatik, artificial dan menganggap benar secara absolut. Karena pada hakikatnya partai politik identik dengan studi empiris yang didasarkan atas penyelidikan dimana kemungkinan- kemungkinan bisa terjadi. Kondisi dan konsep ini juga dijalankan oleh SDA, pasca putusan Sela Mahkamah Partai yang berkekuatan hukum secara organisatoris, dimana memutuskan untuk islah dan menghentikan saling pemecatan, SDA tetap melaksanakan kegiatan politik dengan terus mengirimkan SMS atau pesan singkat keseluruh DPW dan DPC PPP se-Indonesia untuk penyelenggaraan Muktamar VIII di Jakarta. Sikap inkonsistensi SDA ini mendapat respon yang beragam dari para penggugat, namun demi menjaga stabilitas partai PPP para penggugat hanya tetap menjalankan putusan Mahkamah Partai. Langkah SDA yang menyalahi putusan sela tersebut tetap dibiarkan hingga pada akhirnya pada tanggal 11 Oktober 2014, Mahkamah Partai memutuskan untuk membatalkan semua pemecatan yang telah dilakukan kedua belah pihak. Baik pemecatan yang dilakukan oleh SDA bersama Gojali Harahap yang bertindak sebagai Ketum bersama Wasekjen ataupun pemecatan yang dilakukan Emron Pangkapi bersama M. Romahurmuziy yang bertindak sebagai Plt. Ketua Umum bersama Sekjen. Selain terkait pemecatan, Mahkamah Partai dalam amar putusannya juga memerintahkan untuk melakukan rapat Pengurus Harian dalam rangka penentuan waktu dan tempat penyelenggaraan Muktamar dan menyatakan undangan Muktamar VIII yang sah secara hukum hanya bila ditandatangani oleh Ketua Umum SDA bersama Sekejen M. Romahurmuziy. Untuk menjalankan amanah dari Mahkamah Partai yang memberikan waktu selama 7 hari untuk menyelenggarakan Muktamar VIII dari tanggal ditetapkan Keputusan Mahkamah Partai, maka pada tanggal 12 Oktober 2014 diselenggarakanlah rapat PH DPP PPP yang dihadiri secara kuorom oleh 125

Pengurus Harian sehingga pada tanggal 15 Okotber 2014 diselenggarakanlah Muktamar VIII di Surabaya yang memilih M. Romahurmuziy sebagai Ketua Umum secara aklamasi. Muktamar adalah Pemegang Kedaulatan Tertinggi anggota untuk memutus Dualisme Kepemimpinan. Pada Pasal 8 Anggaran Dasar PPP yang disahkan Muktamar VII Bandung 2011 menegaskan bahwa ―Kedaulatan PPP berada di tangan anggota serta dilaksanakan sepenuhnya menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.6 Bunyi pasal 8 Anggaran Dasar PPP yang disahkan Muktamar VI PPP Tahun 2007 di Ancol, Jakarta berbunyi: ―Kedaulatan PPP berada di tangan anggota serta dilaksanakan sepenuhnya melalui Muktamar. Muktamar merupakan sarana untuk menyelesaikan berbagai persoalan kepartaian, baik dalam rangka menyelesaikan persoalan internal maupun untuk memutuskan hal-hal yang terkait dengan hubungan PPP dengan pihak eksternal7. Terkait dengan dinamika internal PPP yang sanagat dinamis sehingga memicu konflik internal PPP yang berkepanjangan, maka Muktamar merupakan forum permusyawaratan yang paling tinggi dan paling tepat serta dengan keputusan yang bersifat final dan mengikat memutus pihak mana yang paling berhak mengatasnamakan diri sebagai pengurus PPP. Salah satu hal yang menjadi pemicu konflik PPP sekarang ini adalah Pengurus Harian DPP (termasuk di dalamnya Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal) yang mana yang paling berhak mengatasnamakan diri sebagai Pengurus Harian DPP PPP yang paling sah: Apakah Pengurus Harian DPP PPP hasil Muktamar Surabaya (2014) atau hasil Muktamar Jakarta (2014)? Salah satu dari kewenangan Muktamar adalah ―Memilih dan/atau menetapkan Pengurus Harian DPP, Pimpinan Majelis Syari’ah DPP, Pimpinan Majelis Pertimbangan DPP, Pimpinan Majelis Pakar DPP, serta Pimpinan Mahkamah Partai DPP. Hal ini

6 Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga yang dikutip dalam tulisan ini merujuk pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga 7 Pasal 52 ayat 3 Anggaran Dasar PPP yang disahkan Muktamar VII Bandung Tahun 2011 memberikan wewenang yang besar kepada Muktamar untuk: (a). Menetapkan dan/atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, (b) Menilai laporan pertanggungjawaban DPP yang disampaikan oleh Pengurus Harian DPP, (c) Menetapkan Program Perjuangan Partai, dan (d) Memilih dan/atau menetapkan Pengurus Harian DPP, Pimpinan Majelis Syariah DPP, Pimpinan Majelis Pertimbangan DPP, Pimpinan Majelis Pakar DPP, serta Pimpinan Mahkamah Partai DPP.

126

merupakan kesengajaan bahwa jika di kemudian hari ada kepengurusan kembar, maka forum permusyawaratan yang paling berhak memutuskan adalah Muktamar. Pasal 20 Anggaran Rumah Tangga hasil Muktamar VII PPP Tahun 2011 di Bandung menyatakan bahwa peserta Muktamar terdiri atas 1) Utusan dan 2) Peninjau. Peserta Muktamar yang masuk dalam kategori utusan adalah Pengurus Harian serta Pimpinan Majelis dan Pimpinan Mahkamah Partai DPP PPP, ketua dan Sekretaris DPW/DPC yang jika berhalangan dapat digantikan oleh Wakil Ketua/Wakil Sekretaris DPW/DPC , hasil perimbangan jumlah Anggota DPRD Provinsi /Kabupaten/Kota, serta Ketua Umum Badan Otonom atau sebutan lainnya. Sedangkan peninjau Muktamar, masih menurut pasal 20 Anggaran Rumah Tangga hasil Muktamar VII PPP Tahun 2011 di Bandung adalah: Anggota Majelis DPP, Anggota Mahkamah Partai DPP, Pimpinan dan Anggota Departemen/Lembaga DPP, serta perwakilan Badan Otonom di tingkat pusat. Selain itu, peninjau Muktamar adalah anggota PPP di DPR RI/MPR RI serta anggota PPP yang menjadi pejabat di lembaga negara/pemerintahan tingkat pusat. Selanjutnya pasal 21 Anggaran Rumah Tangga hasil Muktamar VII PPP di Bandung menegaskan bahwa utusan Muktamar mempunyai hak bicara dan hal suara. Sedangkan peninjau Muktamar hanya mempunyai hak bicara saja. Dari sisi kepesertaan, Muktamar mempunyai legitimasi yang kuat untuk menyatakan diri telah mewakili semua elemen yang ada di partai, terutama dari tingkat pusat sampai tingkat kabupaten/kota. Jika sebelum berangkat ke arena Muktamar membekali diri dengan keputusan Musyawarah Ranting, Musyawarah Anak Cabang, serta Musyawarah Cabang, maka sempurnalah legitimasi peserta Muktamar sebagai perwakilan pengurus PPP dari seluruh Indonesia. Selain itu, Anggaran Rumah Tangga PPP juga memberikan ketentuan tentang kehadiran peserta Muktamar dalam persidangan pasal 22 Anggaran Rumah Tangga hasil Muktamar VII PPP Tahun 2011 di Bandung menegaskan bahwa: (1) Muktamar sah apabila dihadiri oleh lebih dari ½ (seperdua) jumlah utusan DPW dan lebih dari ½ (seperdua) jumlah utusan DPC. (2) sidang-sidang Muktamar sah apabila dihadiri oleh lebih dari ½ (seperdua) jumlah utusan yang hadir. (3) Keputusan Muktamar sah apabila disetujui oleh lebh dari ½ (seperdua) 127

jumlah utusan yang hadir dalam sidang. (4) Keputusan Muktamar tentang perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah utusan yang hadir dalam sidang. (5) Pengambilan keputusan mengenai orang dilakukan secara bebas dan rahasia. Dengan begitu, legitimasi Muktamar tidak hanya terlihat dari sisi kepesertaan Muktamar, melainkan juga harus tercermin dari kehadiran mereka dalam berbagai persidangan di dalam Muktamar. Dengan legitimasi dari sisi kepesertaan, maka Muktamar mempunyai legitimasi yang kuat untuk menyelesaikan masalah-masalah besar yang muncul di PPP, termasuk masalah dualisme kepemimpinan. Dengan kepesertaan yang mencakup seluruh elemen kepengurusan PPP dari tingkat pusat sampai tingkat kabupaten/kota. Muktamar adalah forum yang paling mencerminkan keinginan dan aspirasi seluruh anggota PPP dari seluruh pelosok tanah air, termasuk untuk menyelesaikan masalah terkait dualisme kepemimpinan. Selain manajemen krisis yang diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, secara regulasi juga bisa dilihat bahwa ada peraturan atau undang- undang yang menyebutkan tentang bagaimana perselisihan partai. Dalam Undang- Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik8 mengamanatkan agar perselisihan di internal Partai Politik diselesaikan secara internal oleh Mahkamah Partai atau sebutan lainnya. Pasal 32 ayat 2 UU Partai Politik menyatakan: ―Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh suatu Mahkamah partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik.‖ Merespon perintah UU itu, maka Muktamar VII PPP Tahun 2011 di Bandung menginiasi pembentukan Mahkamah Partai DPP PPP. Pada Pasal 20 ayat 1 Anggaran Dasar hasil Muktamar VII PPP Tahun 2011 di Bandung menegaskan bahwa: ―Mahkamah Partai DPP adalah institusi yang terdiri atas tokoh-tokoh PPP yang bekerja secara kolektif, bertugas dan berwenang menyelesaikan perselisihan kepengurusan internal PPP.‖ Ketentuan itu diperjelas lagi dalam pasal ayat 20 ayat 4 bahwa: ―Mahkamah Partai DPP bertugas dan

8 UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik merujuk pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 No. 8 128

berwenang (a) Memutus perkara perselisihan kepengurusan internal PPP, (b) Memutus perkara pemecatan dan pemberhentian Anggota PPP, (c) Memutus perkara dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh Dewan Pimpinan dan (d) memutus perkara dugaan penyalahgunaan keuangan. Dengan ketentuan ―berwenang menyelesaikan perselisihan kepengurusan internal‖ serta‖ memutus perkara perselisihan internal PPP, apakah Muktamar Partai PPP dapat memutuskan perkara dualisme kepemimpinan PPP di tingkat pusat? Jawabannya adalah ―tidak‖. Hal ini karena Mahkamah Partai hanya berwenang menyelesaikan perselisihan internal PPP yang mengandalkan bahwa kepengurusan PPP ada satu, namun satu atau beberapa pengurus berselisih dengan keputusan/kebijakan pengurus yang hanya berjumlah satu itu9. Hal ini juga sesuai dengan latar belakang munculnya UU Partai Politik yang memerintahkan setiap Partai Politik membentuk Mahkamah Partai atau sebutan lainnya, di mana waktu itu banyak anggota/pengurus partai yang dipecat itu lalu mengadukan perkara ke Pengadilan Negeri. Melihat kecenderungan perselisihan internal partai yang semakin banyak, sementara Pengadilan Negeri masih memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar serta karena alasan Partai Politik lebih mengetahui persoalan internal masing-masing, maka UU Partai Politik memerintahkan pembentukan Mahkamah Partai atau sebutan lainnya. Sekali lagi, latar belakang itu semakin memperkuat alasan kenapa Mahkamah Partai DPP PPP hanya mempunyai kewenangan terbatas, yaitu memutus perselisihan internal PPP, dalam pengertian antara anggota/pengurus PPP dengan kepengurusan PPP yang masih utuh atau hanya satu kepengurusan. Dalam mendorong pelaksanaan Muktamar, Mahkamah Partai DPP PPP mengeluarkan beberapa pertimbangan penting melalui Pendapat Hukum Mahkamah Partai DPP PPP Nomor: 002/PH/MP DPP PPP/I/2016, Tanggal 11

9 Pasal 19 Anggaran Rumah Tangga hasil Muktamar VII PPP Tahun 2011 di Bandung memperkuat argumen itu. pasal 19 menyatakan: ―Mahkamah Partai DPP bertugas dan berwenang: a. Menerima pengaduan perkara perselisihan kepengurusan internal PPP dan memberikan putusan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, b. Menerima dan memutus peninjauan kembali Keputusan Pengurus Harian tentang pemecatan, pemberhentian sementara dan pemberhentian sebagai Anggota PPP, c. Menerima dan memutus peninjauan kembali Keputusan Pengurus Harian tentang pemecatan, pemberhentian sementara dan pemberhentian sebagai Anggota Dewan Pimpinan, d. Menerima dan memutus pengaduan perkara dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh Anggota Dewan Pimpinan, e. Menerima dan memutus pengaduan dugaan penyalahgunaan keuangan.‖

129

Januari 2016, yaitu: pertama Mahkamah Partai berpendapat realits politik yang menunjukkan terus berlangsung dua kepengurusan PPP dari tingkat pusat sampai cabang (kabupaten/kota), bahkan anak cabang (kecamatan) hampir di seluruh Indonesia, sehingga diperlukan segera dilaksanakan Muktamar untuk islah. Kedua, Mahkamah Partai berpendapat bahwa pengurus PPP hasil Muktamar VIII PPP Tahun 2014 di Surabaya, sudah dicabut melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH.01.HH.11.01 Tahun 2016 tanggal 7 Januari 2016. Ini membuat pengurus PPP hasil Muktamar VIII PPP Tahun 2014 di Surabaya tidak mempunyai kekuatan hukum untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam kepengurusan PPP. Ketiga, Mahkamah Partai berpendapat Muktamar VIII PPP Tahun 2014 di Jakarta masih dipertanyakan tentang keabsahan kehadiran para utusan maupun pimpinan sidang-sidang dalam Muktamar tersebut yang tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PPP yang telah mengaturnya dengan rinci. Keempat, Mahkamah Partai berpendapat bahwa Muktamar VIII PPP Tahun 2014 di Jakarta telah menimbulkan perselisihan terus menerus, baik di luar pengadilan maupun di pengadilan, yang memicu ketidakpastian hukum terkait keabsahan kepengurusan PPP. Dengan beberapa pertimbangan di atas, Mahkamah Partai DPP PPP mendorong agar segera dilaksanakan Muktamar untuk islah paling lambat 7 Juli 2016. Untuk melaksanakan agenda ini, Mahkamah Partai berpendapat bahwa kepengurusan yang paling berhak melaksanakan Muktamar untuk islah adalah Pengurus Harian DPP PPP Muktamar VII di Bandung dengan membentuk Panitia Pelaksana Muktamar (Organizing Comitte/OC) yang anggotanya terdiri atas para pihak yang berbeda tetapi sama-sama berada dalam kepengurusan DPP PPP Muktamar VII di Bandung, dengan komposisi dan personalia secara berimbang. Sedangkan Panitia Pengarah Muktamar (Steering Comitte (SC) menurut Mahkamah Partai dibentuk melalui rapat Pengurus Harian DPP PPP hasil Muktamar VII Bandung dan pengesahannya dilakukan oleh Wakil Ketua Umum yang melaksanakan tugas-tugas Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Pengurus 130

Harian DPP PPP hasil Muktamar VII Bandung yanng sebelumnya dikonsultasikan kepada Mahkamah Partai dan Senior Partai yang mengikuti perkembangan partai. Muktamar untuk islah juga dinyatakan sah apabila utusan Muktmar di tingkat DPW adalah DPW PPP yang pengesahannya telah dilakukan oleh DPP PPP dengan Ketua Umum Drs. Suryadharma Ali, M.Si dan Sekretaris Jenderal Drs. Irgan Chairul Mahfiz atau oleh Ketua Umum Drs. Suryadharma Ali, M.Si dan Sekretaris Jenderal M. Romahurmuziy, MT atau DPW PPP yang telah diputuskan oleh Mahkamah Partai. Dalam keadaan tertentu karena tidak memungkinkan pemenuhan syarat di atas, maka ditetapkan oleh Panitia Pelaksana Muktamar dengan berkonsultasi kepada Mahkamah Partai dan Senior Partai yang aktif mengikuti perkembangan partai. Untuk utusan tingkat DPC, ketentuannya menurut Mahkamah Partai sama dengan ketentuan terkait dengan utusan DPW. Musyawarah Kerja Nasional di Ancol Jakarta 24-25 Februari 2016, secara hierarki berada di bawah Muktamar semakin memperjelas ketentuan tentang peserta Muktamar VIII PPP yaitu DPW/DPC yang pengesahannya dilakukan oleh DPP PPP periode 2007-2011 yang ditandatangani oleh Ketua Umum Drs. H. Suryadharma Ali, MS,i dan Sekretaris Jenderal Drs. H. Irgan Chairul Mahfiz atau DPP PPP Periode 2011-2016 yang ditandatangani oleh Ketua Umum Drs. Suryadharma Ali, M.Si dan Sekretaris Jenderal M. Romahurmuziy, MT atau Wakil Ketua Umum yang melaksanakan tugas Ketua Umum Emron Pangkapi dan Sekretaris Jenderal H, Romahurmuziy, MT. Karena Mahkamah Partai merupakan peserta Mukernas PPP di Ancol Jakarta, 24-25 Februrari 2016 dan mereka menyetujui sedikit perubahan tentang kepesertaan Muktamar, maka keputusan Mukernas berarti juga pendapat Hukum Mahkamah Partai. Mahkamah Partai juga berpendapat bahwa persidangan dalam Muktamar harus dipimpin oleh Pengurus Harian DPP PPP yang ditetapkan melalui Rapat Pengurus Harian DPP PPP sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga PPP. Muktamar Partai juga mengharuskan agar seluruh proses persidangan Muktamar dibuat berita acara oleh notaris yang khusus disediakan, di samping berita acara oleh (notula) sidang yang dibuat oleh sekretaris persidangan. Terakhir Muktamar Partai berharap agar proses sampai dengan hari pelaksanaan Muktamar untuk islah dikonsultasikan oleh Pengurus Harian DPP 131

PPP hasil Muktamar VII Bandung Tahun 2011 kepada Mahkamah Partai dan Senior Partai yang aktif mengikuti perkembangan partai. Selanjutnya, Mahkamah Partai DPP PPP menyarankan agar Pantia Pengarah Muktamar VIII segera mengupayakan: a. Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPP yang dilakukan secara terbatas berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPP Hasil Muktamar VII Bandung Tahun 2011 yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM RI sepanjang diperlukan dalam rangka menyesuaikan dengan kepengurusan yanng disepakati Panitia Pelaksana Muktamar dengan Pengurus Harian DPP PPP hasil Muktamar VII Bandung Tahun 2011 setelah dikonsultasikan kepada Mahkamah Partai dan Senior parrtai yang aktif mengikuti perkembangan Partai. b. Menetapkan rancangan susunan kepengurusan DPP PPP hasul Muktamar untuk islah. Apabila untuk tercapainya kesepakatan susunan kepengurusan tersebut memerlukan penyesuaian terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPP, maka perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPP itu harus segera dilakukan. c. Perubahan dalam pasal 73 ayat (1) Aturan Peralihan Anggaran Dasar PPP yang menentukan Muktamar VIII PPP diselenggarakan Tahun 2015 diubah menjadi: ―Masa Bakti Kepengurusan DPP PPP (Muktamar untuk Islah) berakhir pada Muktamar IX yang harus diselenggarakan pada tahun 2020,‖ untuk menyesuaikan dengan Ketentuan dalam pasal 14 ayat (2) dan pasal 51 ayat (1) Anggaran Dasar PPP agar kalender Muktamar PPP tersusun kembali pada satu tahun setelah Pemilihan Umum, sehungga pengurus PPP memunyai waktu yang memadai dan panjang untuk mempersiapkan Pemilu berikutnya. d. Jika dianggap perlu menyusun program PPP yang sederhana dan mungkin dilaksanakan dalam waktu yang akan datang dengan tetap mengarahkan perjuangan PPP dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dengan ikut sebagai dan menjadi bagian dari ulil amri agara program perjuangan di 132

bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain-lain lebih cepat diwujudkan demi kemaslahatan umat. e. Merancang susunan acara sidang-sidang Muktamar untuk islah sesuai dengan pasal 51 ayat (3), yaitu: (a) Menetapkan dan/atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (b) Menilai laporan pertanggungjawaban DPP yang disampaikan oleh Pengurus Harian DPP (c) Menetapkan Program Perjuangan Partai (d) Memilih dan/atau menetapkan Pengurus Harian DPP Pimpinan Majelis Syari’ah DPP, Pimpinan Majelis Pertimbangan DPP, Pimpinan Majelis Pakar DPP, serta Pimpinan Mahkamah Partai DPP. Pentingnya konsolidasi demokrasi sebagai dasar, arah, dan tujuan parpol terlihat jelas dalam UU No. 2/2011 tentang Partai Politik pasal 10 UU No. 2/2011 menyatakan bahwa parpol bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila serta membangun budaya dan etika politik. Ketentuan ini diperkuat dalam pasal 27 yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan parpol di setiap tingkatan dilakukan secara demokratis dan pasal 28, yakni pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pasal 27 sesuai AD/ART parpol. Spirit yang ada dalam UU partai politik dikejawantahkan dalam Bab IX pasal 66 ayat 1 Anggaran Dasar PPP menyebutkan, ―pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat‖ dan dalam ayat 2 disebutkan apabila pengambilan keputusan sebagaiman dimaksud ayat 1 tidak dapat dicapai, maka pengambilan keputusan berdsarkan suara terbanyak melalui pemungutan suara.10 Merujuk pada ketentuan-ketentuan tersebut, keabsahan suksesi internal partai hanya dapat dipertanggungjawabkan sejauh dipenuhinya asas-asas demokrasi dimaksud. Praktik-praktik otoriterisme dalam suksesi internal partai, seperti pemaksaan kehendak, intimidasi, tidak netralnya panitia, hingga memecat kader harus dihindari karena berpotensi mematikan demokrasi yang justru menjadi tanggung jawab partai untuk mengembannya.

10 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Persatuan Pembangunan dapat dilihat dari buku Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Penerbit DPP PPP, 2016

133

Sebagai komparatif approach, penyelesaian sengketa melalui pengadilan justru membuat sebagian partai tidak lolos parliamentery treshold pasca persidangan di pengadilan. Contoh kasus sengketa PKNU yang meggunakan jalur peradilan membuat partainya tahun 2014 harus tereliminasi karena tidak bisa memenuhi batas parliamentary treshold atau ambang batas parlemen. Pada esensinya sengketa partai poltik bukan hanya persoalan tuntutan hak dan kewajiban atau hanya sebatas persoalan menang kalah saja sebagaimana yang terjadi dalam dunia peradilan. Namun lebih dari itu, dalam sengketa partai ada banyak varian yang perlu disamakan persepsinya dalam satu dimensi. Jika penyelesaian konflik internal partai menggunakan pendekatan peradilan maka yang terjadi bukanlah rekonsiliasi partai, tapi justru tuntutan hak dan kewajiban yang justru akan memperpanjang konflik partai dan mengancam tidak terpenuhinya batas ambang treshold dalam Pemilu 2019 mendatang. Terkait konflik yang terjadi dalam partai politik maka Mahkamah Partai atau sebutan lainnya memiliki peran yang cukup strategis untuk mewadahi, menilai dan memutuskan perselisihan internal PPP. Sebagaimana disebutkan dalam ayat 5 pasal ini secara tegas dikatakan akan bahwa keputusan Mahkamah Partai, terutama menyangkut perselisihan kenpengurusan bersifat final dan mengikat. Dari pasal tersebut secara garis besar ada dua pesan penting, antara lain: Pertama, Mahkamah Partai atau sebutan lainnya, menjadi satu-satunya badan peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan internal PPP. Karena itu, Majelis Hakim PTUN hendaknya satu suara dengan PN untuk menyerahkan kepada mekanisme internal PPP. Artinya segala sesuatu yang sudah ditetapkan oleh pejabat administrasi negara dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM sebagai wakil dari pemerintah harusnya ditaati demi soliditas partai. Kedua, perselisihan internal hanya efektif diselesaikan oleh kader partai sendiri. Asumsinya, kader-kader partai lebih memahami akar persoalan dan dinamika yang terus berkembang di internal partai, sehingga tawaran solusinya lebih cepat dan tepat. Bukan justru melibatkan lembaga lain di luar partai politik yang menambah panjangnya penyelesaian partai.

134

B. Interpretasi Peneliti Konflik yang terjadi di tubuh partai PPP menunjukkan bagaimana manajemen krisis sebuah partai politik yang dalam penelitian ini dilihat dalam perspektif komunikasi politik. Jika merujuk dari peforma komunikasi11, bahwa konteks konflik, maka kedua belah pihak mencoba memainkan perannya untuk mendapat dukungan sampai pada simpati baik secara struktur kepengurusan maupun terhadap konstituen yang merupakan pemilih partai politik tersebut. Menelusuri dari penyelesaian konflik di PPP, peneliti melihat bahwa berbagai upaya telah dilakukan baik secara internal maupun secara eksternal. Secara internal keabsahan kepengurusan partai dilakukan dengan jalur regulasi dan hukum. Regulasi dalam konteks ini merujuk pada keputusan yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Sebab, sesuai dengan peraturan yang berlaku bahwa setiap partai politik harus mendapat persetujuan dan pengesahan dari Kemenkumham RI untuk selanjutnya dapat mengikuti seluruh rangkaian politik mulai dari pemilihan kepala daerah, pemilihan umum, pencalonan dan pemilihan DPR dan MPR, Presiden, sampai pada pemilihan bupati/walikota. Melihat begitu strategisnya pengesahan struktur kepengurusan yang sah di secara regulasi, maka jalur hukum yang ditempuh oleh kedua belah pihak menjadi salah satu manajemen krisis yang dilakukan. Gugatan ke pengadilan baik Pengadilan Tata Usaha Negara maupun sampai pada Mahkamah Agung menunjukkan bahwa adanya upaya internal yang dilakukan oleh partai politik baik dari kubu Romahurmuziy maupun kubu Djan Faridz. Dari hasil penelusuran peneliti, berikut ini regulasi terkait dualisme kepemimpinan di tubuh PPP, antara lain: 1. Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manuasia Nomor: M.HH-07.AH.11.01. Tahun 2014 tertanggal 28 Oktober tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan;

11 Telah dijelaskan bahwa menurut Pacanowsky dan O‖Donnel Trujillo (1982) performa komunikasi (Communication Performance) adalah metafora yang menggambarkan proses simbolik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Performa organisasi sering kali memiliki unsur teatrikal, di mana setiap tokoh politik, dalam konteks ini, yang terlibat di dalamnya memilih untuk mengambil peranan atau bagian tertentu dalam organisasi mereka. 135

2. Mahkamah Partai DPP PPP Nomor: 002/PH/MP DPP PPP/I/2016, Tanggal 11 Januari 2016 tentang Muktamar untuk Islah; 3. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601K/PDT.SUS-Parpol/2015 pada tanggal 2 November 2015; 4. Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH.01.HH.11.01 Tahun 2016 tanggal 7 Januari 2016; Regulasi yang keluar sebagaimana disebutkan di atas menunjukkan bahwa telah dilakukan manajemen krisis yang terjadi di tubuh partai politik PPP. Dalam penelitian ini peneliti tidak sampai atau membatasi diri untuk tidak menyimpulkan pihak mana yang sah atau tidak sah, namun hanya untuk melihat bahwa ada upaya penyelesaian kasus dualisme kepemimpinan secara internal partai maupun dalam regulasi. Upaya internal yang dilakukan ternyata juga dibarengi oleh upaya eksternal dengan salah satunya memanfaatkan hubungan media atau media relations. Beragam peforma komunikasi dalam bentuk pencitraan dilakukan oleh kedua belah pihak untuk mendapatkan perhatian media dan menjadi agenda media dan dalam konteks yang sama pula untuk mendapatkan perhatian publik (agenda publik) yang tidak hanya dari konstituen atau pemilih partai pada Pemilu 2014 lalu, melainkan juga bisa dilihat sebagai upaya untuk penegasan citra partai menghadapi rangkaian pilkada sampai pada pemilihan umum mendatang. Dari berbagai hasil penelitian yang didapat, ada beberapa aktivitas relasi media yang dilakukan oleh PPP dari kedua belah kubu dalam rangka penguatan citra partai atau kepengurusan partai di media, yakni (1) membangun pesan atau konten persuasif, (2) mempublikasikan iklan atau konten berbayar, (3) menyelenggarakan konferensi pers, (4) melakukan media visit atau kunjungan media sampai pada (5) memaksimalkan situs resmi milik partai. Dari hasil olah data penelitian, didapat fakta atau pola berikut ini: Tabel 4.4 Relasi Media dalam Manajemen Krisis Konflik Partai PPP PPP Romahurmuziy PPP Djan Faridz . Menggunakan iklan untuk . Menggunakan iklan untuk mempublikasikan perekrutan mempublikasikan keputusan pencalonan kepala daerah PTUN maupun MA . Penggunaan situs resmi partai politik di www.ppp.or.id . Mendapat liputan media yang 136

lebih banyak secara jumlah 5 . Mendapat liputan media yang berita dari 67 liputan/berita di lebih banyak secara jumlah 9 media berita dari 67 liputan/berita di media . Melakukan konferensi pers atau melibatkan (mengundang) media . Melakukan kunjungan media setiap melakukan kegiatan sejak tahun 2014 sampai 2016

. Melakukan konferensi pers atau melibatkan (mengundang) media setiap melakukan kegiatan

Dari tabel di atas, terlihat bahwa masing-masing kepengurusan partai memiliki agenda terkait konflik kepengurusan dan bagaimana pelibatan media di dalam manajemen krisis. Ada kelebihan atau perbedaan yang mencolok dari pelaksanaan relasi media di antara kedua kubu, bahwa penggunaan situs partai yang resmi dengan alamat www.ppp.or.id merupakan salah satu langkah strategis dari partai. Mengapa dikatakan demikian? Karena situs tersebut adalah (1) situs resmi yang menjadi saluran partai, (2) pengelola situs dalam konteks ini merupakan bagian dari struktur kepengurusan partai dapat mempublikasikan beragam konten ke publik termasuk konten yang bersifat persuasif terkait citra partai, dan karena sifatnya yang resmi, (3) memungkinkan pihak media untuk mengakses dan mengambil konten untuk dipublikasikan. Latar belakang penyelesaian dengan jalur internal partai maupun hukum inilah yang kemudian dijadikan sandaran untuk melihat bagaimana peforma komunikasi terkait agenda media dalam relasi media yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Secara sederhana patut diakui bahwa (1) publikasi atau liputan yang ada atau menjadi berita di media tidaklah berdampak langsung untuk menyelesaikan masalah dari dualisme kepemimpinan di tubuh partai. (2) liputan media juga mesti diakui memiliki ruang (space) yang terbatas untuk memuat pesan yang disampaikan oleh pengurus baik dari pihak PPP Romahurmuziy maupun PPP Djan Faridz. (3) media memiliki agenda atau kebijakan tersendiri untuk menampilkan isu-isu yang ada di tengah masyarakat. Kebijakan ini juga pada dasarnya terkait keterbatasan pihak media sebagai pihak luar (outsider) dari kepengurusan PPP. 137

Namun, dari hasil penelitian setidaknya didapat dalam pandangan peneliti bahwa penggunaan media atau relasi yang terjalin dengan media dilakukan memiliki alasan: Pertama, memberikan pencitraan terhadap partai politik maupun tokoh- tokoh politik yang terlibat di dalamnya. Hal tersebut terkait dengan peforma komunikasi yang harus dibangun karena dalam system demokrasi yang dijalankan dengan multi partai di Indonesia, setiap partai tergatung dari seberapa popular partai dan tokoh politik tersebut di tengah masyarakat. Masyarakat tentu adalah konstituen dari partai politik itu sendiri dan jumlah suara yang didapat setiap partai politik dalam pemilihan umum tentu akan mempengaruhi seberapa banyak pula wakil-wakil partai atau yang mewakili partai dalam kedudukannya baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Kedua, membangun aktivitas dengan media maupun produksi pesan yang persuasif baik itu untuk strategi penguatan (reinforcement strategy), strategi rasionalisasi (rationalization strategy), strategi bujukan (inducement strategy), maupun strategi konfirmasi (comfirmation strategy) pada dasarnya merupakan upaya untuk menyelaraskan agenda media dan agenda publik—dalam konteks ini yang dimaksud dengan agenda publik adalah agenda pengurus partai politik. Penyediaan bahan informasi baik berupa rilis media, mengundang media (konferensi pers), maupun kunjungan media merupakan strategi untuk memberikan informasi yang utuh dari partai politik (sender) kepada media (receiver) sesuai dengan target-target yang akan dicapai.

BAB V PENUTUP

A. Simpulan Berdasarkan data dan hasil analisis penelitian ini, studi ini menyimpulkan bahwa strategi relasi media dalam manajemen krisis menjadi sebuah upaya yang harus dimiliki partai politik dalam menyelesaikan setiap masalah. Strategi tersebut terkait dengan bagaimana cara membangun pesan-pesan persuasif agar citra partai yang diharapkan sampai kepada konstituen atau khalayak melalui media. Selain dari peforma komunikasi terkait kinerja atau tokoh politik yang ada di dalam tubuh partai, penggunaan relasi media juga menjadi penting tidak sekadar sebagai saluran media, melainkan juga menjadi salah satu faktor untuk penyebaran informasi sampai pada propaganda kepada khalayak yang lebih luas. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa: a. Strategi penguatan (reinforcement strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan telah ditunjukkan dengan jumlah pemberitaan yang muncul di media, dalam hal ini menggunakan Harian Kompas hanya sebagai contoh. Citra yang muncul di berita meskipun secara teks sangat menunjukkan adanya perbedaan kepemimpinan, namun masing-masing menanamkan penguatan citra sebagai pengurus yang sah. Juga, adanya penggunaan awak media dalam bentuk konferensi pers untuk memastikan adanya sumber informasi langsung dari kepengurusan. b. Strategi rasionalisasi (rationalization strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan ditunjukkan bagaimana pesan perssuasif itu dibuat dengan menyampaikan alasan-alasan atau bukti penguat yang secara rasional dikonstruk untuk diterima oleh khalayak. c. Strategi bujukan (inducement strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan lebih kepada bagaimana para tokoh-tokoh partai dari kedua kubu

138

139

menggunakan kata-kata atau kalimat yang bisa membujuk khalayak terutama konstituen untuk secara sadar maupun tidak memahami kepengurusan partai yang dianggap sah. d. Strategi konfirmasi (comfirmation strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan lebih kepada agitasi terhadap pihak lain. Penggunaan kata-kata yang tegas dan langsung menunjukkan posisi memberikan upaya pencitraan terhadap khalayak. Dari konteks di atas, maka penelitian ini menunjukkan adanya pola dalam peforma komunikasi partai atau kepengurusan yang menganggap dirinya sah dengan cara metode (1) penggunaan atau kerjasama dengan media dalam bentuk konferensi pers, (2) membangun pesan persuasif dengan pemilihan kata atau pembentukan kalimat yang disesuaikan dengan kebutuhan atau agenda partai, maupun (3) pesan yang disampaikan dalam bentuk iklan atau advertisement.

2. Saran Dari hasil kajian ini, rekomendasi penelitiannya sebagai berikut: Kepada pelaku atau tokoh politik, Partai politik diharapkan dapat memberikan perubahan yang berarti bagi negara yaitu parubahan yang bersifat positif. Dengan adanya partai politik, maka negara yang demokratis yang selama ini diharapkan dapat terwujud. Walaupun sampai sekarang tidak satu keharusan di muka bumi ini yang mewajibkan setiap negara harus mempunyai partai politik, tetapi untuk menghilangkan partai politik dari kehidupan bernegara rasanya seperti mundur beberapa abad. Dengan kata lain, seburuk apa pun citra partai politik terlebih lagi partai politik dengan asas Islam partai politik itu harus hadir sebagai atribut modernitas cara berbangsa dan bernegara. Walaupun ada beberapa negara kaya tanpa partai politik, namun sistem demokrasi di Indonesia mewajibkan atau menganut sistem adanya partai politik yang merupakan salah satu pencerminan dari negara demokrasi. Kepada pengelola media, bahwa agenda media tentu menjadi pertimbangan tertentu dalam menentukan kebijakan konten. Namun, dalam konteks penelitian ini, agenda khalayak atau publik juga menjadi salah satu 140

variabel yang menentukan konten itu sendiri. Jika selama ini ada asumsi yang menyatakan media hanya sebagai sumber utama dalam pententuan agenda terhadap isu-isu di tengah masyarakat, penelitian ini juga memberikan kenyataan bahwa publik (dalam penelitian ini adalah PPP) memiliki kepentingan juga untuk membentuk agenda media. Dengan demikian, ada semacam kontestasi dari kepentingan antara media maupun publik dalam penentuan agenda.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim, Sudarnoto. The Political Journey of Islam under Indoenesia’s New Order (1973-1987), Montreal, Institute of Islamic Studies Mc Gill University Montreal. 1993 Abdullah, Taufik. Islam dan Masyarakat: Panutan Sejarah Indonesia. Jakarta: LP3ES. 1987. Agus Miftach. Di Balik Gejolah Politik PPP, Persaingan NU dan MI: Refleksi Mejelang Suksesi. Jakarta: Forum Kajian Masalah Sosial Politik. 1994. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga DPP PPP yang dikutip dalam tulisan ini merujuk pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Anwar, Arifin. Komunikasi Politik, Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi dan Komunikasi Politik. Jakarta: PT Balai Pustaka, 2011 Aritonang, D. R. (2013, oktober 28). Nasional. Tingginya Angka Golput Dipicu Perilaku Buruk Politikus. Ayubi, Nazih. Political Islam: Religion and Politics in the Arab World. London and New York: Routledge, 1991. Aziz, Abdul S.R. “Memahami Fenomena Sosial Melalui Studi Kasus, dalam Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, cet. II Barton. Laurence. Crisis in Organizations : Managing and Communicating in the Heat of Chaos. Cincinnati: South-Western Publishing. 1993. Binder, Leonard. The Ideological Revolution in The Middle East. New York: 1984. Biocca, F. A. (2011). Opposing Conceptions of the Audience:The Active and Passive Hemispheres of Mass Communication Theory. THE MASS MEDIA AUDIENCE , 53. Branston & Stafford. The Media Student’s Book. third edition, Routledge: 2003. Cangara, Hafied. Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Depok: Raja Grafindo Persada, 2013. Coser, Lewis. The Function of Socila Conflict. New York: Free Press, 1956. Creswell, John W. Research Design, Pendekatan Kualtitaif, Kuantitatif dan Mixed, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Denzin K. Norman and Yvonna S. Lincoln, The Sage Handbook of Qualitative Research 1 edisi ketiga, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011. Denzin, Norman K., dan Lincoln, Yvonna S. Handbook of Qualitative Research. California: Sage Publication Inc. 1994. Effendi, Onnong Uchjana. Ilmu Komunikasi (Teori dan Preaktik). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006.

140

141

Efron, L. (t.thn.). SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK. Dipetik Januari 16, 2014, dari Akademia.edu: Erfandi, Parlementhary. Treshold dan HAM dalam Hukum Tata Negara Indonesia, Setara Press Malang, 2014, Firmanzah. (2008). Mengelola Partai Politik Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Fitri. (2013, September thursday). seberkas catatan fitri. makalah khalayak komunikasi politik. Haris, Syamsuddin. PPP dan Politik Orde baru, Jakarta, Gramedia, 1991 dalam disertasi Dr, Sihabudin Noor, MA. Hatta, Muhammad. Kumpulan Karangan. Jakarta: Bulan Bintang, 1976. Heryanto, Gun gun dan Irwa Zarkasy. Public Relations Politik. Ghalia Indonesia: Bogor 2012. Heryanto, Gun gun. Komunikasi Politik Di Era Industri Citra. Lasswell: 2010. Jefkins, Frank. Public Relations. disempurnakan oleh Daniel Yadin, edisi ke-5, Penerbit Erlangga: Jakarta. 2003. Jenkin, P. Thomas. The Study of Political Theory. New York: Random House, 1967. Kazhim Musa dan Alfan Hamzah. 5 Partai dalam Timbangan, Bandung, Pustaka Hidayah, 1999), Sahar.L.Hassan Laurence, Barton. Crisis in Organizations : Managing and Comunicating in the Heat of Chaos. Cincinnati: South-Western Publishing. 1993. Lewis, Bernard. The Return of Islam dalam Michael Curtis, Religion adn Politics in Middle East. Boulder: 1981. Mardiono, Ketua DPW Banten disampaikan dalam acara Silatnas PPP 5-6 Februari 2016. McCombs, M. dan Shaw. The Agenda setting Fungsi Massa Media. Public Opinion Quarterly: 1972. Megenda, Burhan. Sikap Politik Tiga Kontestan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan. 1992. Metareum Hasan, Ismail. Mendayaung di Sela-sela Karang. Jakarta: DPP PPP. 1994. Metareum, Ismail Hasan. Akhlakul Karimah dalam berpolitik. Jakarta: Panjimas. 1995. Miftach, Agus. Di Balik Gejolak Politik PPP, Persaingan NU dan MI: Refleksi Mejelang Suksesi. Jakarta: Forum Kajian Masalah Sosial Politik. 1994. Miriam, Budiarjo Dasar-dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2000. Moh. Nazir. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Bogor. 2005. 142

Muhammad Arkoun. The Concept of Outhority in Islamic Throuht. dalam Klaus Ferdinand dan Mehdi Muzaffari, Islam, State and Society, London : Curzon Press, 1988. Noer, Deliar. Partai Islam di Pentas Nasional. Jakarta: Grafiti Press, 1997. Noor, Sihabudin. Politik Islam: Studi Tentang Artikulasi Politik PPP 1973- disertasi pada program doktor kajian Islam sekolah pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2004. Pace, R. Wayne dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Rinerja Perusahaan. Bandung: Rosdakarya. 2010. Pito, Toni Andrianus. Mengenal Teori-teori Politik. Bandung: Penerbit Nuansa Indah. 2013. Puspitasari, Komunikasi Krisis. “Strategi Mengelola dan Memenangkan Citra di Mata Publik”. Libri: Jakarta. 2016. Rachmat Kriyantono. Public Relation & Crisis Management, pendekatan critical public relations, etnografi kritis dan kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada. 2012. Rahman, Fazlur. Islam, New York, Chicago. San Francisco: Holt, Reinhart, Winston. 1966. Raho, Bernard. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007. Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi “dilengkapi contoh analisis statistik. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung. 2002. Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. Teori Sosiologi, Dari Teori sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008. Rodja, Muhammad. PPP Problem dan Prospek, Jakarta: Lembaga Pengembangan Produktivitas, 1994 Ruslan, Rosady. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi (Konsepsi dan Aplikasi). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014. Sayuti, Solatun Dulah. Komunikasi Pemasaran Politik. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2014. Siagian P, Sondang. Manajemen Stratejik. Jakarta: Bumi Aksara. 2010. Soemirat, Soleh dan Elvinaro Ardianto. Dasar-Dasar Public Relation. Bandung: Simbiosa Rekatama Medi. 2012. Soleiman, Rasyif Ridla. “Catatan Kecil Jejak Putera Pesantren (Profil Ismail Hasan Metareum, SH, Ketua Umum DPP PPP) dan Wall Paragoan, “Tumbangnya Jago Rembang, Paparan Informastif seputar Muktamar III PPP” Suparmo, Ludwig. Crisis Management & Public Relations “mengatasi krisis, memulihkan citra”. Jakarta: PT. Indeks. 2011. Tamara, Nasir. Sejarah Politik Islam Orde Baru, Prisma. NO. 5. 1988. 143

Tim Penulis. Sejarah dan Dinamika PPP 1973-2016, Jakarta: Penerbit DPP PPP, 2016. Tujuan PPP lihat dalam Ketetapan-ketetapan Muktamar V Partai Persatuan Pembangunan dan Surat Pimpinan Harian Pusat Partai Persatuan Pembangunan, Jakarta: DPP PPP 2003, PPP dan Cita-cita Politik, Jakarta: DPP PPP, 2003. UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik merujuk pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 No. 8. Warsito, Tulus. Pembangunan Poltik Refleksi Kritis atas Krisis. Yogyakarta: BIGRAF Publishing. 1999. Wawancara dengan Zein Badjeber di gedung GBHN tanggal 20 Maret 2016 (dalam buku Sejarah dan Dinamika PPP, oleh tim penulis DPP PPP 2016. Wawancara Wakil Sekjen DPP PPP hasil Muktamar VII Drs. Isa Muchsin di Jalan Tebet Barat IX no. 17 Jakarta Selatan, 23 Agustus 2015. West, Richard & Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika. 2008. Wongsonagoro, Maria. Crisis Management & Issues Management (The Basics of Public Relations). Jakarta: IPM Public Relations. 1995.

Website: http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php?keyword=khalayak http://www.academia.edu/4767084/SOSIALISASI_PENGEMBANGAN_BUDA YA_POLITIK_1._Pengertian_Umum http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/05/05/n53rme-mengapa- ppp-dilandakonflik-internal-antar-elite diakses pada tanggal 30 September 2014. Republika. co.id. Jakarta, dalam tajuk partai politik Indonesia, f. i. (2008). KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA. Retrieved January wednesday, 2014, from

Hasil Wawancara dengan narasumber Drs. H. Irgan Chairul Mahfidz, M.Si (Ketua DPP PPP Bidang Politik, Pemerintah, dan Otonomi Daerah) Tempat dan Waktu : Tangerang, 20 Desember 2016 Pukul 17.00 WIB

1. SK Kemenkumham untuk Romahurmuziy sudah diperoleh dan Keputusan MA untuk memenangkan Djan Faridz sudah ada, mengapa perlu dipublikasikan di media? Jawab: Karena media sebagai sarana penyampai kebijakan pemerintah dan penyampai putusan peradilan. Media perlu menyampaikan ini yang pertama adalah untuk menginformasikan kebijakan PPP yang lahir dari keputusan formal dari berbagai tingkatan. Kedua, media menyampaikan itu guna menjalankan perannya sebagai penyampai informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Kemudian yang ketiga, media juga memperoleh benefit (keuntungan) secara materi dari berita yang dihasilkan berupa perhatian dari khalayak (pelanggan, pembaca, penonton, dan pendengar) yang mengonsumsi berita tersebut. 2. Adakah kerjasama PPP hasil Muktamar Surabaya dan Muktamar Jakarta dengan media masa terkait dengan Press release dan konferensi pers? Jawab: ya jelas ada. Karena masing-masing pihak ingin memberikan informasi yang jelas terhadap apa yang terjadi pada sikap masing-masing kepemimpinan (baik dari kubu muktamar Surabaya maupun muktamar jakarta) untuk memberikan penjelasan langsung kepada masyarakat bahwa pihaknya lah yang secara prosedur melakukan hal-hal yang sesuai dengan mekanisme rotasi. Media sebagai alat penyampai informasi yang tidak hanya kepada konstituen PPP tetapi juga kepada publik tentang keputusan yang diambil oleh partai. 3. Bagaimana dampak Pemberitaan media terhadap PPP Surabaya dan PPP Jakarta? Jawab: dampaknya media memberikan pengaruh yang besar terhadap pembacanya, pendengar, juga terhadap pemerhati (pengamat). Bahwa dampak berita di media ini bisa berakibat negatif kepada partai dan bisa menggerus nilai kepercayaan konstituen, bahwa ada konflik dan pertikaian yang seharusnya bisa diselesaikan secara musyawarah dan demokratis. Tetapi justeru yang terjadi adalah sebaliknya. Lalu media memberikan image yang buruk melalui pemberitaannya sehingga mengakibatkan penggerusan nilai kepercayaan konstituen kepada partai. 4. Bagaimana pendapat PPP terhadap media atas terjadinya komplik PPP Surabaya dan PPP Jakarta? Jawab: PPP mengalami posisi ambigu. Di satu sisi PPP mengharapkan media menyampaikan klarifikasi atau penjelasan yang sebenar-benarnya, tetapi juga terkadang media memblow-up sesuatu yang tidak proporsional sehingga memberikan pandangan negatif terhadap partai. PPP dalam hal ini antara butuh tidak butuh dengan media, tetapi kalau media tidak dimanfaatkan, dinamika yang terjadi tidak pernah tersampaikan, tetapi sebaliknya, jika pun tersampaikan, media kadangkala hanya mencari nilai berita yang sesuai dengan kepentingannya masing-masing sehingga bisa saja menimbulkan efek yang kurang baik kepada partai. Hasil Wawancara dengan narasumber Drs. H. Irgan Chairul Mahfidz, M.Si (Ketua DPP PPP Bidang Politik, Pemerintah, dan Otonomi Daerah) Tempat dan Waktu : Tangerang, 20 Desember 2016 Pukul 17.00 WIB

1. SK Kemenkumham untuk Romahurmuziy sudah diperoleh dan Keputusan MA untuk memenangkan Djan Faridz sudah ada, mengapa perlu dipublikasikan di media? Jawab: Karena media sebagai sarana penyampai kebijakan pemerintah dan penyampai putusan peradilan. Media perlu menyampaikan ini yang pertama adalah untuk menginformasikan kebijakan PPP yang lahir dari keputusan formal dari berbagai tingkatan. Kedua, media menyampaikan itu guna menjalankan perannya sebagai penyampai informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Kemudian yang ketiga, media juga memperoleh benefit (keuntungan) secara materi dari berita yang dihasilkan berupa perhatian dari khalayak (pelanggan, pembaca, penonton, dan pendengar) yang mengonsumsi berita tersebut. 2. Adakah kerjasama PPP hasil Muktamar Surabaya dan Muktamar Jakarta dengan media masa terkait dengan Press release dan konferensi pers? Jawab: ya jelas ada. Karena masing-masing pihak ingin memberikan informasi yang jelas terhadap apa yang terjadi pada sikap masing-masing kepemimpinan (baik dari kubu muktamar Surabaya maupun muktamar jakarta) untuk memberikan penjelasan langsung kepada masyarakat bahwa pihaknya lah yang secara prosedur melakukan hal-hal yang sesuai dengan mekanisme rotasi. Media sebagai alat penyampai informasi yang tidak hanya kepada konstituen PPP tetapi juga kepada publik tentang keputusan yang diambil oleh partai. 3. Bagaimana dampak Pemberitaan media terhadap PPP Surabaya dan PPP Jakarta? Jawab: dampaknya media memberikan pengaruh yang besar terhadap pembacanya, pendengar, juga terhadap pemerhati (pengamat). Bahwa dampak berita di media ini bisa berakibat negatif kepada partai dan bisa menggerus nilai kepercayaan konstituen, bahwa ada konflik dan pertikaian yang seharusnya bisa diselesaikan secara musyawarah dan demokratis. Tetapi justeru yang terjadi adalah sebaliknya. Lalu media memberikan image yang buruk melalui pemberitaannya sehingga mengakibatkan penggerusan nilai kepercayaan konstituen kepada partai. 4. Bagaimana pendapat PPP terhadap media atas terjadinya komplik PPP Surabaya dan PPP Jakarta? Jawab: PPP mengalami posisi ambigu. Di satu sisi PPP mengharapkan media menyampaikan klarifikasi atau penjelasan yang sebenar-benarnya, tetapi juga terkadang media memblow-up sesuatu yang tidak proporsional sehingga memberikan pandangan negatif terhadap partai. PPP dalam hal ini antara butuh tidak butuh dengan media, tetapi kalau media tidak dimanfaatkan, dinamika yang terjadi tidak pernah tersampaikan, tetapi sebaliknya, jika pun tersampaikan, media kadangkala hanya mencari nilai berita yang sesuai dengan kepentingannya masing-masing sehingga bisa saja menimbulkan efek yang kurang baik kepada partai. User Name I User Swalayan 2 Job ID : 22169'l

PUSAT INFORMASI KOMPAS Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270 Telp. 5347710, 5341120, 5347130, 5302200 Fax. 5347'l 43 ======:======ヽ KOMPAS Kamis, 23-L0-2A14. Halaman: 04 Dinamika PPP Pelibatan KH Maimoen Disesalkan Dinamika PPP Pelibatan KH Maimoen Disesalkan Jakarta, Kompas - Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan hasii Muktamar VIII di Surabaya menyesalkan kubu Suryadharma AIi yang melibatkan iokoh karismatik KH Maimoen Zubair, yang juga Ketua Majelis Syariah, dalam penyelenggaraan MukEamar PPP yang direncanakan digelar 30 OkEober 201{. ”Perlu kami tggaskan, Muktamar VIII PPP di Surabaya adalah muktamar islah. Dengan demikian, tidak ada lagi rnuki.amar apa pun,erdquo; ujar Wakil Ketua Umum PPP Emron Pangkapi dalam jumpa pers di Jakarta, Rabt'. (z2ilol .

Emron juga mengingatkarr, sesuai konstitusi PPP, kedudukan Majelis- Syiridh di PPP tidak samd dengan ketua dewan svuro di partai fain. Di PPP, eksekutif partai adalah dewan pimpinan pusat, bukan majelis syariah. I Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PPP Pasal 17 menyebutkan, hak, fungsi, dan kewenangan majeJ-is syariah, anEara Iain, memberikau faEwa keagamaan- uasihat/arahan tentang persoalan kebangsaan dan kenegaraan berdasarkan alaran agama kepada pengurus harian DPP PPP. Grciquo;Dengan demikian, ketua majelis syariah bukan ketua dewan syuro. Hanya saja, beberapa oknum pengurus PPP membawa-bawa, menarik, kiai karismatik ini. Kami sungguh menyaliangkan. Mereka bukan hanya mernbuat partai ini tercabik-cabik, tetapi juga bisa merendahkan keulamaan Mbah Moen, &rdquoi ujar Emron. Keterangan pers ini drsampaikan Emron menanggapi keterangan pers, Selasa (21-/LO), yang digelar kubu Suryadharma AIi. Saat itsu, Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimoen Zubair menetapkan adanya penyelenggaraan Muktarrrar PPP kembali pada 30 Oktober 20L4. Keputusan ini merupakan perubahan yang kedua kali setelah sebelumnya MajeJ-is Syariah menetapkan' muktamar digelar paiing lambat 20 oktober dan Ciubah lagi menjadi 24 Oktober.

Emron menegaskan, rencana muktamar pada 30 Oktober 2OL4 di Jakarta itu hanya tausiah dan bukan keputusan resmi penyelenggaraan muktamar .

”Ketua Llmum PPP Romahurmuziy dan Sekjen PPP Ainur Rafiq menegaskan, tidak ada Iagi muktamar apa pun karena mandat telah diberikan oleh m.uktamjrin pada Muktamar VIII PPP di Surabaya (15-18 Oktober),” kata Emron.

Secara terpisah, Ketua Majelis Pertimbangan PPP Suharso Monoarfa juga mengingatkan, keabsahan muktamar Surabaya sangat kuat karena penyelenggaraannya sudah sesuai AD/ART, khususnya dalam hal keikutsertaan para muktamirin yang mencapai dua pertiga dari seluruh peserta yang memiliki hak memilih. Pesertanya juga sah karena dj-hadiri 24 dari 33 Dewan Pimpinan Wilayah se-Indonesia, juga dihadiri 420 Dewan Perwakilan Cabang (DPC) dari 49? DPC se-Indonesia.

Suharso mengingatkan, pelibatan Mbah Moen dalam rencana 30 Oktober justru bisa merendahkan kehormatan Mbah Moen. (OSA)

cnbsp; Foto: KO!4PAS /WI SNU WI DIANTORO Pengurus DPP PPP versi Muktamar di Surabaya, I,IakiI Sekretari.s JenCeral. Rusnain Bayfanani (kjrr), isa Nluchsin, dan.Hasan Husairi (kanan), mendampingi Wakil- Ketue PPP Emron Pangkapi (kedua dari kanan) saat menggelar konferensi pers di sebuah restolan di Jakarta, Rabu 122/LO). Da1am ke.serripatan itu,, mereka menyatakan bahwa tidak ada muktamar setelah Muktamar PPP yang oigelar pertengahan Oktober ini di Surabaya. User Name : User swalayan 2 」ob ID : 221692

PUSAT INFORMASI KOMPAS Pa■merah Se■ atan 26 - 28 」akarta′ 10270 Te■ p. 5347710′ 5347720′ 5347730′ 5302200 Fax. 5347743

KOMPAS Senln′ 03-11-2014. Halaman: 04 PTUN Tentukan PPP Djan Faridz Ditawartt Pimpin Organisasi Baru′ Majelis Kasepuhan PTUN Tentukan PPP Djan Faridz Ditawari Pimpin Organisasi Baru′ Majelis Kasepuhan

」akarta′ Kompas ― Pengadi■ an Tata Usaha Negara lkhirnya akan menentukan nas■b dari polem■ k Parta■ Persatuan Pembangunan. Pengurus has■ l Muktamar 」akarta berencana menggugat keputusan Menteri Hukun dan HAM yang mengesahkan has■ l Muktamar Surabayat sebaliknya′ pengurus has■ ■ Muktamar Surabaya iuStru meni■ a■ mereka tidak sah. Kepastian pengajuan gugatan ke PTUN itu disampaikan Ketua Pan■ tia Pengarah Muktamar VIII 」akarta Fern■ ta Darw■ sr ‐ Minggu (2/1■ )。 こrdquo′ Tugas pertama pengurus hasil Muktamar Sahid (」 akarta)ada■ ah membuat gugatan ke PTUN. Menggugat SK (Surat Keputusan)Menteri Hukun dan HAM ゝ'ang mengesahkan いaSll Muktamar surabaya′ こrdquO, katanya. ′ Sejauh ini′ pengesahan kepengurusan DPP PPP 2014-2019 hasi■ Muktamar Surabaya dituangkan da■ aln sK Menkumham Nomor M.HH-07.AH。 ■■.0■ Tahun 2014 tertangga1 28 0ktober 2014。 Aeputusan ■tu■ ah yang akan Qigu9at kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar 」akartar yang memilih Djan Faridz sebagai ketua umum. ´

Fernita mengatakan′ sK Menkumham itu ter■ a■ u po■ itis karena tidak mempertttmbangkan Anggaran Dasar/Anggaran Rurnah Tangga PPP. Keputusan ■tu juga mengabaikan upaya― upaya partai′ khususnya terkait putusan Mahkamah Parta■ .

こrdquo′ Keputusan yang diambi■ jangan karena kepentingan po■ itik atau karena ada intervcns■ politik′ &rdquoF u]ar . Fern■ ta. Bentuk tekanan yang akan diber■ kan mas■ h akan dttrumuskan tim hukum PPP pimpinan Djan Faridz。 ′

Sebelumnya′ sabtu (1/■ 1)ma■ am′ mantan Menteri Perumahan Rakyat di era Presiden Susi■ o Bambang Yudhoyono itu terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP periode 2014-2019. Cacat prosedur Namun, Ahmad Yani′ politisi PPP yang 」uga berencana maju sebagai ca■ on ketua umum′ menilai′ penetapan Djan sebagai ketua umum cacat prosedur.

Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP demisioner itu meni■ ai′ proses penetapan ketua umum melanggar Pasa■ 23 Ayat (2) AD/ART PPP. Ayat itu mengatur′ seluruh persttdangan da■ am muktamar dipimpin Pengurus Harian DPP PPP. Namun′ faktanya′ sidang penetapan Djan dipimpttn Habi■ Marati yang menjabat sebaga■ Ketua Lembaga Kew■ rausahaan PPP′ bukan Pengurus Har■ an DPP。 . selain itu′ tambah Yani′ julnlah peserta yang hadir juga tak bisa dipastikan memenuhi kuorum atau tidak. &rdquO′ Peserta yang hadir saat penetapan Djan tidak diverifikasi sehingga tak bisa dipestikan mereka peserta asli atau ■iar′ Grdquo′ uぅ ar Yani。 Penetapan Djan yang didasarkan pada aspirasi regional juga dianggap bertentangan dengan pr■ nsip― pF■ nSip demokras■ . Ha■ ■tu berarti nengaba■ kan aspiras■ atau suara dar■ dewan pi_Inpinan cabang yang masing― masing memiliki dua h3k Suara.

Fara pengurus DPP PPP hasi■ Muktamar Surabaya juga mellganggap Mukttamar Jakarta cacat hukum. Da■ am jutntpa pers′ Ketlua DPP PPP hasi■ Muktamar Surabaya Hasan Husaini Lubis mengatakan′ Muktamar 」akarta tidak merltenuhi kuorum karena hanya dihadiri ketua dan sckretaris dari 6 Dewan Pimpinan Wi■ ayah (DPW〕 ′ yakni DPW Lampung′ DIY′ 」awa Tengah′ llTT′ Bali′ dan Sulawes■ Tengah.

Selain itu′ Muktamar Jakarta 〕uga hanya dihadiri‐ 1l dari 54 pengurus DPP 2011-2014. Anggota DPR dari PPP yang hadir うuga hanya 4 dari 39 anggota.

Hasan menambahkan′ undangan untuk mukthmirin ]uga tidak sah karena ditandatangan■ Ahmad Far■ al dan Za■ nut Tauhid yang menyatakan mundur. Bahkan′ Ketua Ma]elis Syariah Maimoen Zubair pun tidak hadir.

Buka pe■ uang is■ ah Meski meriganggap Muktamar 」akarta i■ ega■ た DPP PPP hasi■ Muktamar Surabaya masih membuka peluang is■ aho Mereka menawarkan Djan Faridz memimpin orgarlisasi ba.‐ u′ yakni Majelis Kasepuhano Maje■ is Kasepuhan ini diteta「 kan da■ am ′ Muktamar 」akarta sebaga■ wadah bagi kader― kader berus■ a di` atas 60 tahun。 こrdquo,Da■ am rangka islah′ kami mengaぅ ak Saudara Djan Faridz untuk memimpin organisasi sayap baru yang muncul dalam Muktamar Sahid′ yakni Majel■ s Kasepuhan′ Grdquo′ u]ar Wakil Sekjen DPP PPP hasil Muktamar Surabaya Amirul- Tamim. sementara Pernita mengatakan, Muktamar Jakarta seharusnya dijadikan sebagai forum isIah. Kenyat,aannya, islah jusiiu tidak tercapai. oreh karena itu, peserta Muktamar Jakarta sepakat untuk memberikan sanksi kepada tokoh-tokoh intelektual yang memecah-beIah ppp. (NTA) cnbsp; Foto:

KOMPAS/HERU SRI KU}6ORO Ket.ua Umum PPP hasil Muktamar VIfI Jakarta Djan Faridz (kiri) berbincang dengan mantan Ketua umum ppp suryadharma Ali di Kantor DPP Ppp, Jakarta, Minggu (2/Lt\ . Djan Earidz terpirih secara akramasi pada mukt.amar yang berrangsung pada 30 Oktober hingga 2 November 2Ol4 di Jakarta. anbsp;