PENGELOLAAN ZAKAT SEBAGAI BENTUK PENEGAKAN HAM DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

Zaki ‘Ulya Fakultas Hukum, Universitas Samudra, NAD Jl. Meurandeh Langsa, 24416 E-mail: [email protected]

Abstract: Management of Zakat as a Form Human Right Enforcement in Improving People’s Welfare. Poverty, income inequality, poor health and education services as well as high unemployment rate are some indicators showing that there are many violations of people’s rights. Implementation of zakat management set out in the legislation is one of the government’s efforts in tackling economic inequalities in society so that the basic rights of the people in economics can be fulfilled. Obstacles encountered in the management of zakat in general are in the mechanism of distribution of zakat since the charity is based on some legislation that put zakat as regional income resulting in a very bureaucratic withdrawal prcess of funds from the charity accountant area. As the result, it hampers the distribution of zakat hence economic rights of the people cannot be optimally fulfilled. Keywords: zakat, human rights, social welfare

Abstrak: Pengelolaan Zakat Sebagai Bentuk Penegakan HAM dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Fenomena kemiskinan, distribusi pendapatan nasional yang kurang merata, buruknya layanan kesehatan dan pendidikan, serta masih tingginya angka pengangguran, dapatlah dipakai sebagai indikator masih banyaknya pelanggaran terhadap hak asasi rakyat. Pelaksanaan pengelolaan zakat yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan merupakan upaya pemerintah dalam menanggulangi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat, sehingga hak dasar manusia di bidang ekonomi menjadi tercukupi. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan zakat pada umumnya ada pada mekanisme pendistribusian zakat. Di mana zakat berdasarkan beberapa peraturan perundangan menempatkan sebagai PAD sehingga dalam penarikan dana zakat dari akuntan daerah sangat birokratis. Akibatnya pendistribusian zakat pun menjadi terhambat, dan hak ekonomi rakyat belum dapat terpenuhi secara optimal. Kata Kunci: zakat, HAM, kesejahteraan rakyat

Pendahuluan hal itu terjadi maka manusia kehilangan Hak asasi manusia dalam pengertian umum martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai 1 adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap kemanusiaan. pribadi manusia sebagai anugerah tuhan yang Walau demikian, bukan berarti bahwa dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa sebagai perwujudan hak asasi manusia dapat di- anugerah dari tuhan kepada makhluknya, hak laksanakan secara mutlak karena dapat asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan 1 Johanes Usfunan, Hak Asasi Manusia Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya, (Denpasar: Biro Hukum dan HAM Setda atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika Provinsi Bali, 2002), h. 2.

637 638| AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 3, Juni 2015 melanggar hak asasi orang lain. Memper- HAM di bidang Ekososbud, umumnya pe- juangkan hak sendiri sampai-sampai meng- langgaran itu terjadi di daerah-daerah di abaikan hak orang lain, ini merupakan mana aktivitas pembangunan banyak dilaku- tindakan yang tidak manusiawi. Hak asasi kan. Kurangnya perhatian ataupun ke mauan manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh untuk melaksanakan tugas peme rintahan setiap pribadi manusia secara kodrati sebagai yang memenuhi syarat-syarat tata kelola ke- anugerah dari tuhan, mencankup hak hidup, pemerintahan yang baik (good governance), yang hak kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki umumnya bersebab dari lebih di penting kannya sesuatu.2 keberhasilan pembangunan ekonomi yang Melanggar HAM seseorang bertentangan terkadang menampak jelas demi citra politis dengan hukum yang berlaku di . daripada lebih diutamakannya penghormatan Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi pada hak-hak rakyat yang lebih bermakna yang mengurus permasalahan seputar hak kemanusiaan, telah berakibat terjadinya banyak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggara hak, baik yang terjadi by commission pelanggaran HAM di Indonesia memang (dilakukan atas`perintah) maupun yang by masih banyak yang belum terselesaikan/ omission (sebagai akibat pembiaran).4 tuntas sehingga diharapkan perkembangan Fenomena kemiskinan, distribusi pen- dunia HAM di Indonesia dapat terwujud dapatan nasional yang kurang merata yang ke arah yang lebih baik. hanya menyebabkan kesenjangan-kesenjangan Adapun pengaturan HAM di Indonesia yang memprihatinkan, atau fakta masih diatur dalam UUD 1945, khususnya dalam buruknya layanan kesehatan dan pendidikan, Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J UUD serta masih tingginya angka pengangguran, 1945, yang kemudian dilanjutkan dalam dapatlah dipakai sebagai indikator betapa peraturan perundang-undangan seperti UU masih banyaknya pelanggaran terhadap hak No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi asasi rakyat, khususnya yang terbilang ke Manusia dan UU No. 21 Tahun 2001 dalam kategori hak-hak ekososbud, kalaupun tentang Pengadilan HAM.3 tidak terjadi by commission tetaplah dapat disimak bahwa semua itu terjadi by omission. Dewasa ini, di banyak negeri yang sedang berkembang dan tengah melaksanakan Berdasarkan sudut tata kelola peme rintahan program-program pembangunan nasional telah yang mestinya bisa dilaksanakan dengan baik terjadi banyak pelanggaran terhadap hak-hak (good governance) dapatlah dikatakan bahwa asasi manusia warga Negara. Pelanggaran di sini tidak hanya telah terjadi tata kelola tidak hanya terjadi dalam persoalan hak-hak pemerintahan yang buruk, akan tetapi juga sipil dan politik (Hak Sipol) tetapi tidak telah terjadi pengingkaran hak warga untuk kurang-kurangnya juga dalam persoalan memperoleh layanan pemerintah yang baik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Hak yang apabila berterusan dalam suatu rentang Ekososbud). Pelanggaran bisa terjadi karena waktu yang panjang layanan masyarakat “memang diperintahkan” (by commission) dan yang terus menerus kurang bagus itu akan juga bisa terjadi karena “memang dibiarkan” segera saja terkualifikasi sebagai pembiaran (by omission) oleh para pejabat pemegang dan dengan demikian juga harus dilaporkan kekuasaan di pusat ataupun di daerah yang sebagai pelanggaran hak asasi manusia. bertanggungjawab. Sebagaimana disebutkan juga dalam Dalam persoalan pelanggaran terhadap alinia keempat pembukaan UUD 1945, yaitu “Kemudian daripada itu untuk mem- bentuk suatu pemerintah negara Indonesia 2 Johanes Usfunan, Hak Asasi Manusia Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya, h. 3. 3 Johanes Usfunan, Hak Asasi Manusia Bidang Ekonomi, 4 Yudana Sumanang, Hak-hak Asasi Manusia, (: PT Sosial dan Budaya, h. 3. Gunung Agung, 1970), h. 12. Zaki ‘Ulya: Pengelolaan Zakat sebagai Bentuk Penegakan HAM |639 yang melindungi segenap bangsa Indonesia Pasal 1 Angka 1 dan 2 UU No. 38 dan seluruh tumpah darah Indonesia dan Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat “untuk memajukan kesejahteraan umum ...”, menyebutkan bahwa: serta didukung dengan bunyi sila kelima 1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh perencanaan, pelaksanaan dan pe ng- rakyat Indonesia. Bermakna bahwa salah awasan terhadap pengumpulan dan pen- satu cita-cita negara Indonesia adalah upaya distribusian serta pendayagunaan zakat. mengentaskan kemiskinan dan menyelaraskan 2. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan nilai keadilan sosial dari sudut pandang oleh seorang muslim atau badan yang ekonomi bagi rakyatnya. dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan Salah satu upaya negara, dalam hal ini ketentuan agama untuk diberikan kepada pemerintah, menyelenggarakan pemerataan yang berhak menerimanya. dalam bidang ekonomi rakyat adalah pe- Sebagai instrumen hukum pelaksana ke- ngelolaan zakat. Dasar alasan pemberlakuan tentuan pengelolaan zakat di , maka UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Pemerintah Aceh mengesahkan aturan hukum Zakat adalah negara menjamin kemerdekaan daerah yaitu Qanun Provinsi Nanggroe Aceh bagi seluruh warga negaranya untuk men- Darussalam No. 7 Tahun 2004 tentang jalankan agama sesuai dengan agama dan Pengelolaan Zakat.6 Qanun tersebut me- kepercayaan yang dianut. Karena zakat me- nyatakan bahwa Pengelolaan zakat adalah rupakan salah satu dari rukun Islam yang serangkaian kegiatan perencanaan, peng- wajib dijalankan oleh pemeluk Islam dan organisasian, pelaksanaan dan pengawasan dapat dijadikan sebagai lokomotif me- terhadap pengumpulan, pendistribusian dan ningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pendayagunaan zakat oleh Badan Baitul pemerintah perlu memberikan pembinaan, 7 5 Mal. Adapun tujuan dari pengelolaan zakat pelayanan, dan perlindungan atasnya. yaitu: Dalam rangka melaksanakan pengelolaan 1. Mengangkat harkat dan martabat fakir zakat sesuai dengan amanat UU No. 38 miskin dan membantunya keluar dari Tahun 1999, pemerintah pada tahun 2001 kesulitan dan penderitaan. membentuk Badan Amil Zakat Nasional 2. Membantu pemecahan masalah yang (BAZNAS) dengan Keputusan Presiden dihadapi oleh para mustahik No.8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional. Di setiap daerah juga ditetapkan 3. Menjembatani antara yang kaya dan pembentukan Badan Amil Zakat Provinsi, yang miskin dalam suatu masyarakat. Badan Amil Zakat Kabupaten/Kota hingga 4. Meningkatkan syiar Islam Badan Amil Zakat Kecamatan. Pemerintah 5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa juga mengukuhkan keberadaan Lembaga Amil dan negara. Zakat (LAZ) yang didirikan oleh masyarakat. 6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan Dalam UU No. 38 Tahun 1999 dijelaskan sosial dalam masyarakat.8 prinsip pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Pemerintah 6 Keberadaan Qanun tersebut adalah sebagai representasi dalam hal ini berkewajiban memberikan per- aturan pelaksana dari UU No. 38 Tahun 1999, UU No. 44 Tahun lindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada 1999 dan UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus muzakki, mustahiq, dan pengelola zakat. bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lihat dalam konsideran menimbang huruf b Qanun No. 7 Tahun 2004. 7 Lihat dalam Pasal 1 angka 12 Qanun No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat. 5 Nuruddin Ali Mhd, Zakat Sebagai Instrumen dalam 8 Yûsuf al-Qaradhâwî, Hukum Zakat, (Bogor: Litera Kebijakan Fiskal, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 22. AntarNusa, 1997), h. 12. 640| AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 3, Juni 2015

Sebagaimana disebutkan juga dalam seorang manusia selalu menjadi produk dari Pasal 5 UU No. 38 Tahun 1999 tentang beberapa lingkungan sosial budaya.9 pengelolaan zakat, yaitu: Implementasi teori HAM itu di Indonesia Pengelolaan zakat bertujuan: meningkat- dapat dilihat dari beberapa produk hukum kan pelayanan bagi masyarakat dalam yang dihasilkan dalam era transisi demokrasi menunaikan zakat sesuai dengan tuntun- seperti yang dikemukakan Moh. Mahfud MD an agama; meningkatkan fungsi dan bahwa politik hukum nasional tidak hanya peranan pranata keagamaan dalam upaya dilihat dari perspektif formal yang memandang mewujudkan kesejahteraan masyarakat kebijaksanaan hukum dari rumusan-rumusan dan keadilan sosial; meningkatkan hasil resmi sebagai produk saja, melainkan dapat dari guna dan daya guna zakat. latar belakang dan proses keluarnya rumusan- Namun, keberadaan zakat dirasakan rumusan resmi tersebut antara lain: hingga kini belum mampu mengangkat nilai a. Hasil Amandemen UUD 1945, pada ekonomi masyarakat ekonomi rendah menjadi Pasal 28 huruf A sampai dengan huruf lebih baik. Pengelolaan zakat masih dirasakan J. Sesungguhnya sebelum momentum belum mampu mengakomodir permasalahan amandemen UUD 45 itu, apresiasi kemiskinan. Berbanding terbalik dengan bangsa Indonesia tentang HAM telah penjelasan dalam UU No. 38 Tahun 1999 dimulai oleh para the founding fathers tentang Pengelolaan Zakat yang menyebutkan ketika proses penyusunan UUD. Pada “agar sumber dana yang dapat dimanfaatkan saat itu terjadi perdebatan tentang perlu bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk tidaknya dimasukkan pasal-pasal HAM mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dalam konstitusi. Soekarno dan Hatta dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu sebagai tokoh sentral bangsa pada saat adanya pengelolaan zakat secara profesional itu berbeda pendapat. Soekarno secara dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh implisit menolak paham individualisme masyarakat bersama pemerintah. Dalam hal dan menerima paham kekeluargaan, ini pemerintah berkewajiban memberikan sementara Hatta meskipun juga menolak perlindungan, pembinaan, dan pelayanan individualisme tetapi menyarankan di- kepada muzzaki, mustahiq, dan pengelola masukkan pasal-pasal HAM dalam zakat. Untuk maksud tersebut, perlu adanya konstitusi untuk menghindari tindakan undang-undang tentang pengelolaan zakat represif penguasa. Dan hasilnya hanya yang berasaskan keimanan dan takwa beberapa pasal saja yang disetujui yang dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, kemudian pasal-pasal dalam UUD 1945. kemaslahatan, keterbukaan, dan kepastian Dalam kaitan itu, menarik dicermati hukum sebagai pengamalan Pancasila dan pernyataan Moh. Mahfud MD yang Undang-Undang Dasar 1945”. menganggap bahwa formulasi atau politik hukum yang digariskan oleh UUD 1945 Landasan HAM Berdasarkan Teori tentang HAM cenderung partikularistik Konstitusi dan membuka peluang bagi terjadinya Menurut Satya Arinanto dalam perspektif dominasi (dan reduksi oleh) negara umum, menurut teori universal bahwa dalam pelaksanaannya dapat dipahami dari sejarah rumusan UUD 1945 oleh HAM dapat diperlakukan secara universal 10 kepada setiap orang tanpa memadang lokasi pendiri negara. lebih jauh Moh. Mahfud geografis nya. Sementara kalangan relatifisme budaya berpendapat tidak ada suatu HAM 9 Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik yang bersifat universal dan teori hukum di Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h. 92. alam mengabaikan dasar masyarakat dari 10 Mohd. Mahfud MD., Politik Hukum di Indonesia, identitas individu sebagai manusia, karena (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1999), h. 48. Zaki ‘Ulya: Pengelolaan Zakat sebagai Bentuk Penegakan HAM |641

MD mengemukakan bahwa pewadahan dunia patut menghormati hak asasi konstitusi Indonesia UUD 1945, ternyata manusia yang termaktub dalam Deklarasi pelanggaran HAM itu dilakukan melalui Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan politik hukum yang digariskan oleh UUD Bangsa-Bangsa serta berbagai instrumen 1945 tentang HAM yang merupakan internasional lainnya mengenai HAM. hasil kompromi antara yang menerima Formulasi politik hukum HAM dalam dan yang menolak masuknya konsepsi TAP MPR ini dapat dilihat dalam Pasal HAM.11 Hal ini berakibat pada terbuka- 2 yang berbunyi “Menugaskan kepada nya peluang berbagai masalah HAM Presiden-RI dan DPR-RI untuk meratifikasi dengan undang-undang (UU), terutama berbagai instrumen Perserikatan Bangsa- yang berkaitan dengan Pasal 28 UUD Bangsa tentang HAM, sepanjang tidak 1945 (Sebelum diamandemen). Karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD dalam kenyataannya pemerintah justru 1945”. membuat UU yang berisi pembenaran c. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak bagi pemerintah untuk melakukan Asasi Manusia. Pada prinsipnya lahir- pelanggaran-pelanggaran atas HAM itu nya UU ini merupakan respon terhadap sendiri, seperti UU yang berkaitan dengan TAP MPR NO.XVII tahun 1998. pers, keormasan, kepartaian, pemilu dan Selain itu, dengan UU ini jelas sekali lembaga perwakilan. Pemerintah selalu komitmen negara dalam menghormati beralasan bahwa semua UU itu telah dan menjunjung tinggi HAM. Dalam UU dibuat secara benar dan konstitusional ini juga terdapat pengakuan negara atas sebab pembuatannya didasarkan pada keberadaan hukum adat (Pasal 6). Pada atribusi kewenangan yang diberikan oleh sisi ini sesungguhnya kelihatan substansi UUD 1945. Dan dari sudut formalitas politik hukum pemerintah dalam me- prosedural yang juga ditentukan oleh ngawal penegakan HAM seperti yang konstitusi pembuatan berbagai UU itu sah, dinyatakan dalam Penjelasan Umum bahwa tetapi esensinya yang ternyata bertentangan “… materi undang-undang ini disesuaikan dengan ajaran konstitusionalisme. Namun juga dengan kebutuhan hukum masyarakat sejak Sidang Tahunan MPR (7-18 Agustus dan pembangunan hukum nasional yang 2000) penghormatan dan perlindungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. HAM dalam UUD 1945 semakin jelas d. UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang ketika amandemen kedua UUD 1945 Pengadilan HAM. Secara hukum, UU menetapkan bab khusus tentang HAM ini lahir berdasarkan ketentuan Pasal dalam Pasal 28 yaitu Pasal 28A sampai 104 ayat (1) UU Nomor 39 tahun 1999 Pasal 28J. Penambahan sejumlah pasal yang menyatakan bahwa yang berhak (10 pasal) dalam UUD 1945 merupakan mengadili pelanggaran HAM yang berat langkah maju dalam perlindungan HAM sesuai dengan ketentuan tersebut adalah baik dari segi kuantitas (jumlah) pasal Pengadilan HAM. Selain itu lahirnya yang mengatur HAM maupun dari segi UU ini sebagai jawaban atas desakan kualitas materi HAM, karena hampir dan keraguan dunia internasional dalam seluruh substansi HAM dalam segala proses penegakan HAM di Indonesia dimensi di atur dalam amandemen ini. pasca jajak pendapat Timor-Timur, yang b. TAP MPR Nomor XVII Tahun 1998 oleh masyarakat internasional dianggap tentang HAM. Lahirnya Tap MPR telah terjadi pelanggaran HAM berat. ini didasari oleh realitas bahwa negara Terlepas dari motivasi lahirnya UU ini, Indonesia merupakan bagian masyarakat negara kita telah menunjukkan politik hukumnya untuk menghormati dan

11 Mohd. Mahfud MD., Politik Hukum di Indonesia, h. 48. menjunjung tinggi HAM. 642| AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 3, Juni 2015 e. Ratifikasi konvensi internasional tentang peristiwa baru bagi bangsa Indonesia; kedua, HAM. Ratifikasi ini menunjukkan bahwa suatu pelanggaran HAM tidak identik dengan bangsa Indonesia sebagai bagian ma- kejahatan biasa; ketiga, lembaga yang sudah syarakat internasional memberi perhatian ada belum terbiasa menangani pelanggaran pada upaya penegakan HAM. Ratifikasi HAM dan yurisprudensi hukum internasional itu antara lain : 1) Convention against dalam kasus pelanggaran HAM belum banyak Torture and Other Cruek, Inhuman or dari Mahkamah Ad Hoc, keempat, larangan Degrading or Punisment, melalui UU pemakaian penafsiran analogi dalam sistem Nomor 5 Tahun 1998 2) International hukum pidana, kelima, tuntutan masyarakat on the Eleimenation of All From of Racial internasional melalui PBB agar serius me- Discrimination, melalui UU Nomor 29 nangani kasus pelanggaran HAM.13 tahun 1999; 3) International Convention Against Apartheid in Sport dengan Pengertian Zakat Keppres Nomor 48 Tahun 1993’; 4) Zakat merupakan salah satu rukun Islam Convention on the Rights of the Child yang memiliki dua dimensi yang berbeda dengan Keppres Nomor 36 Tahun namun saling berkaitan, yaitu dimensi 1990; 5) Convention No.87 on Freedom vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi of Association and Protection of The Rights vertikal bermakna bahwa hubungan dengan to Organize,melalui Keppres Nomor 83 Allah Swt., dan dimensi horizontal bermakna tahun 1998.6) ILO Convention No.105 hubungan dengan manusia.14 on the Abolition of Forced Labour, melalui UU Nomor 19 Tahun 1999.7) Zakat ditinjau dari segi bahasa memiliki ILO Convention No.111 on Discrimination beberapa arti diantaranya, al-Barakatu (ke- in Respect of Employment and Occuption, berkahan), al-Nama’ (pertumbuhan dan perkembangan), al-Thaharatu (kesucian), melalui UU Nomor 21 Tahun 1999. 8) 15 ILO Convention No.138 on Minimum Age al-Shalahu (keberesan). Sedangkan zakat of Admission to Employment, melalui UU ditinjau dari segi istilah adalah bagian dari Nomor 20 Tahun 1999. harta dengan persyaratan tertentu yang Allah Swt. wajibkan kepada pemiliknya untuk f. Keppres Nomor 129 Tahun 1998 diserahkan kepada yang berhak menerimanya tentang Rencana Aksi Nasional HAM. dengan persyaratan tertentu. Salah satu formulasi politik hukum HAM pemerintah terlihat dari substansi Hubungan antara pengertian zakat me- RAN-HAM ini adalah maksud dan nurut bahasa dan pengertian menurut istilah tujuannya yaitu untuk memberikan sangat erat hubungannya, yaitu harta yang jamin an bagi peningkatan, pemajuan di keluarkan zakatnya akan menjadi berkah, dan perlindungan HAM di Indonesia tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan dengan mempertimbangkan nilai-nilai sukses, sebagaimana disebutkan dalam Alquran adat istiadat, budaya dan agama bangsa Q.s. al-Taubah [9]: 103, yang berbunyi: Indonesia. Pelaksanaan RAN HAM ini selama lima tahun dari 1998-2003.12 Sementara menurut Romli Atmasasmita me wujudkan suatu pengadilan HAM tidak- lah semudah menuliskannya atau meng- ucapkannya karena lima hal yaitu: pertama, 13 Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, HAM dan masalah pelanggaran HAM merupakan Penegakan Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2001), h. 139. 14 M. Jamil Ibrahim, Urgensi Ijtihad dalam Penggalian Sumber-sumber Zakat, Tesis, Program Pascasarjana, (: Universitas Syiah Kuala, Darussalam, 2010), h. Ii. 12 Mohd. Mahfud MD,. Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, 15 Majma Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasîth, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), h. 9. (Mishr: Dâr al-Ma’ârif, 1972), h. 396 Zaki ‘Ulya: Pengelolaan Zakat sebagai Bentuk Penegakan HAM |643

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka 3. meningkatnya hasil guna dan daya guna dengan zakat itu kamu membersihkan dan zakat. menyucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu Keterbukaan dalam program legislasi itu menjadi ketentraman jiwa mereka. Dan dengan tujuan mewujudkan transparansi, Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. menjadikan pelaksanaan pengelolaan zakat Bila dilihat dari segi ekonomi, zakat juga tidak hanya diatur dalam aturan nasional, merupakan ibadah mâliyah ijtimâ’iyyah yang namun daerah juga mengatur hal yang sama. memiliki posisi sangat penting, strategis dan Salah satunya adalah Aceh, dengan dasar menentukan dalam rangka membangun UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penye- tatanan ekonomi umat. Kewajiban zakat lenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa sebagai rukun Islam ketiga berfungsi bukan Aceh. Pelaksanaan pengelolaan zakat yang saja sebagai ibadah pokok untuk mewujudkan berlandaskan syariat Islam, diatur lebih lanjut pribadi yang taat atau keshalihan pribadi dalam Qanun No. 7 Tahun 2004 tentang tapi juga diharapkan dapat ikut serta dalam Pengelolaan Zakat, yang kemudian digantikan penanganan sosial atau pilar amal bersama.16 dengan Qanun No. 10 Tahun 2007 tentang Harta yang akan dikeluarkan zakatnya Baitul Mal. harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: Pasal 1 angka 14 Qanun No. 10 Tahun a. Harta yang Halal dan Thayyib; 2007 tentang Baitul Mal menyebutkan bahwa b. Harta Produktif dan Berpotensi Produktif; “Zakat adalah bagian dari harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan c. Milik Penuh dan Berkuasa Mengguna- (koorporasi) sesuai dengan ketentuan Syariat kannya; Islam untuk disalurkan kepada yang berhak d. Mencapai Nishab (Standar Minimal me nerima nya dibawah pengelolaan Baitul Mal”. Harta yang dikenakan zakat); e. Surplus dari Kebutuhan Primer dan Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Terbebas dari Hutang; Terkait Pemenuhan Hak Warga dalam f. Haul (Sudah Berlalu Setahun).17 Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Menurut UU No. 38 Tahun 1999, yang Potensi zakat semakin besar dengan lahir- menjadi wajib zakat adalah setiap warga nya UU No. 11 Tahun 2006 tentang negara Indonesia yang beragama Islam Pemerintah Aceh, karena dalam undang- dan mampu atau badan yang dimiliki oleh undang tersebut terbuka beberapa peluang orang Muslim. Dari ketentuan ini jelas dalam rangka mengembangkan sumber zakat yang menjadi wajib zakat bukan hanya diri karena di samping dasar hukumnya sudah pribadi seorang Muslim, tetapi juga Badan kuat juga wewenang yang diberikan sangat hukum milik seorang Muslim. Sementara memungkinkan zakat di Aceh men jadi sumber pengelolaan zakat bertujuan: dana yang penting dalam pe ngembangan 1. meningkatnya pelayanan bagi masyarakat ekonomi. dalam menunaikan zakat sesuai dengan Berdasarkan penetapan zakat dalam nash tuntunan agama; sehingga menjadikan zakat tersebut menjadi 2. meningkatnya fungsi dan peranan pranata salah satu rukun Islam, dan menjadi salah keagamaan dalam upaya mewujudkan satu unsur pokok bagi tegaknya syari’at kesejahteraan masyarakat dan keadilan islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah sosial. wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.18 Zakat

16 Didin Hafidhuddin,Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 14. 17 Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi. Fiqih Islam Lengkap, 18 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, Jil. I, cet II., (Jakarta: (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h. 108. Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 12. 644| AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 3, Juni 2015 termasuk dalam kategori ibadah (seperti merupakan doktrin ibadah mahdhah bersifat salat, haji dan puasa) yang telah diatur secara wajib, mengandung doktrin sosial ekonomi rinci dan paten berdasarkan Alqur’an dan Islam yang merupakan antitesa terhadap al-Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial sistem ekonomi riba.21 kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat Seperti diakui oleh para cendekiawan berkembang sesuai dengan perkembangan Muslim, baik berskala nasional, dan inter- umat manusia.19 nasional, bahwa selain ketentuan ibadah Konsep zakat mempunyai relevansi murni, zakat juga merupakan kewajiban sosial dengan sistem ekonomi kerakyatan yang me- berbentuk tolong menolong antara orang nguntungkan umat Islam dan dapat mem- kaya dan orang miskin, untuk menciptakan berdayakan perekonomiannya. Sebagai suatu keseimbangan sosial dan keseimbangan peningkatan kesadaran dan pengamalan tentang ekonomi. Sekaligus ditujukan untuk me- zakat bagi masyarakat muslim dan pemerintah wujud kan kesejahteraan, menciptakan ke- Indonesia, muncullah Undang-Undang Nomor amanan dan ketentraman.22 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam Islam, zakat diwajibkan untuk Untuk mewujudkan demokrasi ekonomi seperti menghindari akumulasi modal (kekayaan) yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945, oleh seseorang atau sekelompok orang adalah dengan mengutamakan kemakmuran ter tentu. Islam tidak melarang umatnya masyarakat dari kemakmuran perorangan atau menjadi kaya, namun tidak menghendaki kelompok tertentu. Sebab, jika kemakmuran ketidakadilan atas kepemilikan modal dalam perorangan yang justru diutamakan, maka umatnya, sehingga dikeluarkanlah sebuah tampuk produksi akan jatuh ke tangan mekanisme zakat untuk mencegah hal ter- individu dan elite tertentu yang memiliki sebut. Ketidakadilan menunjukkan adanya kekuasaan, kekuataan, dan jika kondisi ini kesenjangan antara yang kaya dan miskin. benar-benar terjadi, maka rakyatlah yang Kondisi ini merupakan ketimpangan yang menanggung kesengsaraan dan penindasan dapat menyebabkan kemunduran umat, baik di bidang ekonomi. secara ekonomis, sosial, maupun spiritual. Keberadaan zakat dalam sistem hukum Sementara Islam, merupakan agama yang Indonesia ditentukan dalam UU No. 38 mensyariatkan tanggungjawab sosial kepada Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. umatnya, karena dengan hal tersebut, se- Salah satu tujuan dari zakat adalah untuk seorang akan menemukan basis ketakwaan mengurangi angka kemiskinan di Indonesia dalam bentuk solidaritas kemanusiaan. serta memakmurkan kehidupan masyarakat Agama pada dasarnya tidak hanya me- dengan sistem ekonomi yang bernilai ke- nuntut kesalehan individual-transendensial adilan. Zakat merupakan wujud pilar per- saja, yang tergugurkan dengan hanya me- ekonomian Islam dalam menjalankan fungsi- laksanakan kewajiban berdasarkan ayat- nya untuk mengelola dan menyalurkan dana ayat Alquran tetapi lebih pada proses me- umat kepada orang-orang yang berhak. numbuhkan kepedulian dan kesalehan sosial, Nilai ekonomi yang dianut dalam Negara membumikan proses humanisasi yang berspirit Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan, transendensial. Dikotomi agama dan ajaran nya di mana ekonomi kerakyatan adalah sistem dengan realitas sosial di mana umat berada ekonomi Pancasila (demokrasi ekonomi) sudah harus ditanggalkan dan kita beralih seperti yang tercantum secara eksplisit dalam pada upaya kontekstualisasi agama yang secara pasal 33 UUD 1945.20 selain itu, zakat Ekonomi Indonesia, (Yogyakarta: Aditya Media, 1997), h. 23. 21 Ismail Hasan Metareum, et.al., Perubahan Demi Keadilan 19 Wahbah al-Zuhaylî, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Untuk Kepentingan Rakyat, (Jakarta: DPP PPP, 1998), h. 102. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), h. 225. 22 Ismail Hasan Metareum, et.al., Perubahan Demi Keadilan 20 Mubiwito, Ekonomi Rakyat, Program IDT dan Demokrasi Untuk Kepentingan Rakyat, h. 103. Zaki ‘Ulya: Pengelolaan Zakat sebagai Bentuk Penegakan HAM |645

fungsional dapat menjadi “rahmat” bagi setiap 2. Aspek a. Pengetahuan dan Pemahaman yang masih umatnya. Tidak terkecuali zakat sebagai salah Sosiologis rendah dari masyarakat terkait dengan ibadah zakat. satu ketentuan syariah atau ajaran agama. b. Pengelolaan zakat di masyarakat masih dilaku kan secara sederhana dan tradisional. c. Rendahnya tingkat kepercayaan (trust) Kendala dalam Pelaksanaan Pengelolaan masyarakat kepada lembaga amil zakat.

Zakat Terkait dengan Upaya Peningkatan 3. Aspek a. Adanya dualisme institusi pengelola zakat Kesejahteraan Rakyat Institusi (antara BAZ dan LAZ), khusus untuk Zakat Aceh telah ditetapak Baitul Mal sebagai Berdasarkan aspek yuridis terdapat ke- satu-satunya yang mengelola zakat. lemahan di dalam pelaksanaan UU No 38 b. lemahnya penerapan prinsip manajemen organisasi. Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat c. Rendahnya penguasaan teknologi oleh yaitu Pertama, UU No. 38 Tahun 1999 institusi zakat. Tentang Pengelolaan Zakat dinilai berpotensi Berdasarkan problematika mengenai ke- menghambat perkembangan zakat. Salah lemahan-kelemahan yang dihadapi di dalam satunya adalah tidak adanya pemisahan yang pelaksanaan pengelolaan zakat, maka, negara jelas antara fungsi regulasi, pengawasan, dan memiliki peran strategis dalam merevitalisasi pelaksanaan dalam mengelola zakat.23 pengelolaan zakat. Oleh karena itu, negara Berdasarkan dari aspek sosiologis ke- diharuskan berperan aktif dalam hal pe- lemahan yang terdapat pada pengelolaan ngelolaan dan pendistribusian zakat kepada zakat yaitu: Pertama, terbatasnya pengetahu an pihak yang berhak menerima dengan asas masyarakat yang berkaitan dengan ibadah transparansi dan responsibilitas. zakat. Pengetahuan masyarakat tentang ibadah Berdasarkan keterangan di atas, dapat hanya salat, puasa, dan haji. Kedua, konsepsi dipahami bahwa ketentuan dalam pen- zakat, yang masih dirasa terlalu sederhana dan distribusian dana zakat antara ketentuan tradisional. Sehingga di dalam pelaksanaan- yang termuat dalam Qanun No. 10 Tahun nya hanya cukup di bagikan langsung sendiri 2007 tentang Baitul Mal berikut dengan lingkungannya atau kepada kyai yang di- aturan pelaksanaannya, bila dikaitkan dengan senangi. Ketiga, kepercayaan muzakki kepada ketentuan dalam hukum Islam mempunyai lembaga amil zakat masih rendah yang mana banyak perbedaan. Di mana ketentuan dalam terdapat indikasi kekhawatiran dari masyarakat hukum Islam jelas bahwa dana zakat yang bahwa zakat yang diserahkan tidak sampai telah terkumpul dapat langsung dibagikan kepada yang berhak menerimanya.24 kepada asnaf yang berhak menerima nya. Bila diakumulasikan maka dapat digambar- Berbanding terbalik dengan ketentuan yang kan kelemahan dalam pengelolaan yaitu: diatur dalam Qanun dan juga aturan pe- No. Kelemahan Bentuk kelemahan laksanaanya yang menetapkan zakat sebagai bagian dari PAD sehingga dalam hal pen- 1. Aspek a. UU No 38 Tahun 1999 Tentang Yuridis Pengelolaan Zakat berpotensi meng - distribusiannya terdapat kendala teknis yang hambat pengembangan zakat me ngingat substansinya tidak tegas dalam mengatur sifatnya birokratis. fungsi regulator, pengawasan dan operator. b. Aturan organik teknis pelaksanaan Pengelolaan zakat masih dalam bentuk Penutup keputusan dan Instruksi Menteri. c. Zakat didalam UU No 38 Tahun Sistem perekonomian Indonesia pada dasarnya 1999 Tentang Pengelolaan Zakat hanya digunakan sebagai pengurang dari laba/ adalah sistem ekonomi kerakyatan, dengan pendapatan sisa kena pajak. tujuan utama memeratakan kesejahteraan rakyat dari sudut perekonomian. Pelaksanaan pengelolaan zakat yang telah diatur dalam 23 Jazuni, Legislasi Hukum Islam di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005), h. 31. peraturan perundang-undangan merupakan 24 Muhammad Sahri, Mekanisme Zakat dan Permodalan upaya pemerintah dalam menanggulangi Masyarakat Miskin (Pengantar Untuk Rekonstruksi Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi), (Malang: Bahtera Press, 2006), h. 56. kesenjangan ekonomi yang ada dalam 646| AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 3, Juni 2015 masyarakat, sehingga hak dasar manusia Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh, Jil. I, cet. II., di bidang ekonomi menjadi tercukupi. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan Hasan Metareum, Ismail, et.al., Perubahan zakat yang merata dan diterima kepada yang Demi Keadilan Untuk Kepentingan berhak menerimanya pada umumnya ada Rakyat, Jakarta: DPP PPP, 1998. pada mekanisme pendistribusian zakat. Di Idris, Abdul Fatah dan Abu Ahmadi, Fiqih mana zakat berdasarkan beberapa peraturan Islam Lengkap, Jakarta: PT Rineka Cipta, perundangan menempatkan sebagai PAD 2004. daerah sehingga dalam penarikan dana Jazuni, Legislasi Hukum Islam di Indonesia, zakat dari akuntan daerah sangat birokratis. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005. Akibatnya pendistribusian zakat pun menjadi Jamil Ibrahim, M., Urgensi Ijtihad dalam terhambat, dan hak ekonomi rakyat belum Penggalian Sumber-sumber Zakat, Tesis, dapat terpenuhi secara optimal. Program Pascasarjana, Universitas Syiah Karenanya kepada pemerintah agar Kuala, Darussalam-Banda Aceh, 2010. dapat menyalurkan zakat sebagaimana di- Lughah al-‘Arabiyyah, Majma, al-Mu’jam amanahkan oleh syari’at Islam maupun al-Wasîth, Mishr: Dâr al-Ma’ârif, 1972. peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mahfud MD., Mohd., Hendaknya pemenuhan hak warga di Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Pustaka LP3ES bidang ekonomi dapat terealisasi. Selain itu, Indonesia, 1999. pemerintah dalam hal pendistribusian zakat agar dapat mempermudah akses pengambilan _____, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, dana zakat hingga ke pendistribusian, Yogyakarta: Gama Media, 1999. sehingga dana zakat dapat disalurkan Mubiwito, Ekonomi Rakyat, Program IDT sebagaimana mestinya tanpa harus melalui dan Demokrasi Ekonomi Indonesia, proses birokrasi yang lama. Yogyakarta: Aditya Media, 1997. Muhammad, Sahri, Mekanisme Zakat dan Pustaka Acuan Permodalan Masyarakat Miskin (Pengantar Ali Mhd, Nuruddin, Zakat Sebagai Instrumen Untuk Rekonstruksi Kebijakan Pertumbuhan Malang: Bahtera Press, 2006. dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT. Ekonomi), Raja Grafindo Persada, 2006. Qanun Aceh No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat. Qaradhâwi, al-, Yûsuf, Hukum Zakat, Edisi terjemahan, Bogor: Litera AntarNusa, Qanun Aceh No. 10 Tahun 2007 tentang 1997. Baitul Mal. Zuhaylî, al-, Wahbah, Zakat Kajian Sumanang, Yudana, Hak-hak Asasi Manusia, Berbagai Mazhab, Bandung: PT Remaja Jakarta: PT Gunung Agung, 1970. Rosdakarya, 1997. Usfunan, Johanes, Hak Asasi Manusia Bidang Arinanto, Satya, Hak Asasi Manusia dalam Ekonomi, Sosial dan Budaya, Denpasar: Transisi Politik di Indonesia, Jakarta: Pusat Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Bali, 2002. Hukum Universitas Indonesia, 2003. Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Atmasasmita, Romli, Reformasi Hukum, Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang HAM dan Penegakan Hukum, Bandung: Pengelolaan Zakat. Mandar Maju, 2001. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Hak Asasi Manusia. Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Insani, 2002. Pemerintahan Aceh.