Sejarah Konflik Partai Persatuan Pembangunan Di Masa Orde Baru
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
ISSN: 2477-2771 Candrasangkala: Jurnal Pendidikan dan Sejarah E-ISSN: 2477-8214 Vol. 5, No. 1 (Mei 2019): 12-22 Sejarah Konflik Partai Persatuan Pembangunan di Masa Orde Baru Munawir Ariffin Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Al Asyariah Mandar, Polewali Mandar Penulis Korespondensi: [email protected] Abstract: Since its emerging, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) has often been hit by conflicts, either in the form of individuals or establishing to factions in the internal party. During the New Order period, the conflict and fragmentation of the PPP's elite led the differences opinion. Apart from the differences, the conflict still caused by the institutionalization of parties which tend to be formal in resolving conflict problems. It was including on how to resolve internal problems, thereby allowing external parties (the government) to intervene in the PPP's conflicts. Keywords: Partai Persatuan Pembangunan; Internal Conflict; New Order. Abstrak: Sejak kelahiran, Partai Persatuan Pembangunan sering dilanda konflik, baik berbentuk perorangan ataupun melahirkan faksi-faksi dalam konflik internal partai. Masa Orde Baru, konflik dan fragmentasi elit PPP dikarenakan perbedaan pendapat para elitnya. Selain dikarenakan perbedaan pendapat di pihak internal elit, konflik juga disebabkan oleh pelembagaan partai yang cenderung bersifat formal dalam menyelesaikan masalah konflik, termasuk juga ketika PPP seringkali sulit menyelesaikan masalah internal, sehingga memberi peluang pihak ekternal (pemerintah) melakukan campur tangan atau intervensi terhadap konflik PPP. Kata Kunci: Partai Persatuan Pembangunan; Konflik Internal; Orde Baru PENDAHULUAN Sastro Amidjojo, sementara Masyumi tampil Sejarah fragmentasi atau perpecahan kekuatan sebagai oposisi.Fragmentasi jadi kian parah di politik hingga menimbulkan konflik baik secara era Demokrasi Terpimpin, dimana Liga Muslim individual maupun kelompok yang membentuk (NU, Perti, PSII) mendukung penuh partai Islam, telah lama terjadi jauh sebelumnya. pemerintahan otoriter Soekarno.Sementara itu, Bahkan, dimasa era Orde Lama (Orla), Masyumi justru memilih politik martir yang kekuatan politik Islam mengalami keterbelahan, berujung pada bubarnya Masyumi pada tahun seperti dalam Partai Nahdlatul Ulama (PNU), 1960 (Syafi’i Ma’arif, 1996, hal.41). Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), Jika dicermati kasus diatas, sebenarnya dan kekuatan lain yang lebih kecil, semisal perpecahan dan konflik dalam kelompok umat Persatuan Tarbiah Islamiah (Perti) dan Partai Islam yang terjadi pada umumnya berakar dari Serikat Islam Indonesia (Duroruddin Mashad, persoalan kekuasaan.Menurut pengamatan 2008, hal.2). (Ahmad Syafi’i Ma’arif, 1993), hal tersebut Dalam sejarahnya, perpecahan antara mengakibatkan rusaknya hubungan komponen politik Islam telah terjadi, baik di era persaudaraan umat yang juga bermula dari pemerintahan sebelum kemerdekaan maupun masalah politik praktis.Di era Demokrasi pasca kemerdekaan. Pada awal kemerdekaan, Terpimpin, posisi umat ditentukan oleh corak sebenarnya semua komponen politik Islam sikap Soekarno dan sistem politiknya dapat bersatu dan membentuk suatu partai dibandingkan dengan ajaran Islam itu sendiri. bernama Masyumi (November 1945).Tetapi Dimasa pemerintahan Orde Baru, akibat daya tarik posisi-posisi politik formal perpecahan juga terjadi dimulai dari adanya dalam negara, Masyumi akhinya pecah. kebijakan paksa fusi partai-partai Islam dalam Dimulaidari keluarnya Syarikat Islam suatu wadah bernama Partai Persatuan (SI) pada Juli 1947 untuk bergabung dalam Pembangunan (PPP). Kebijakan Orde Baru kabinet aliran kiri pimpinan Amir Syarifuddin terkait fusi partai ini, dikarenakan Orde Baru (dalam wujud PSII), selanjutnya diikuti oleh melihat bahwa biang kekacauan yang NU pada Mei 1952. NU akhirnya bergabung mengganggu stabilitas politik, antara lain dalam kabinet kubu nasionalis pimpinan Ali adalah partai-partai. Partai-partai politik 12 ISSN: 2477-2771 Candrasangkala: Jurnal Pendidikan dan Sejarah E-ISSN: 2477-8214 Vol. 5, No. 1 (Mei 2019): 12-22 dianggap berperan mengganggu stabilitas.Hal memang memiliki latar belakang, prinsip dan ini berdasarkan pengalaman Demokrasi ideologi Islam yang berbeda terutama pada saat Parlementer dimana pemerintah selalu berganti- pemilu 1999. Dhoruroddin melihat bahwa ganti diakibatkan ulah partai-partai politik fenomena jelang pemilu 1999, dimana pada saat (Syafi’i Ma’arif, 1996, hal.99). itu NU telah membentuk partainya sendiri yaitu Setelah Pemilu 1971, tepatnya tahun Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), 1973, kedua kelompok tersebut harus mengharuskan elit NU dibeberapa daerah yang melakukan fusi.Kelompok pertama, yang terdiri pada awalnya berada di PPP sengaja dari partai-partai Islam, tergabung dalam wadah menggembosi PPP agar Nahdliyin (warga NU) Partai Persatuan Pembangunan memilih PKB. Memang konflik yang terjadi (PPP).Kelompok kedua, yang terdiri dari partai antara elit dalam PPP maupun antara PPP dan Nasionalis dan Kristen, membentuk Partai PKB lebih teraktualisasi dalam wujud konflik Demokrasi Indonesia (PDI).Dengan adanya fusi retorika, dan tidak sampai pada perpecahan fisik. ini partai-partai politik yang ada menjadi tiga, Bahkan simpatisan PKB baik di tingkat yaitu PPP, PDI, dan Golkar. nasional maupun lokal umumnya sempalan PPP, Fusi dimasa Orde Baru sesungguhnya beberapa diantaranya dari Golkar.Mereka yang menguntungkan partai Golkar, sebagai partai dari PPP ditingkat nasional ada Mathori Abdul pemerintah, karena Golkar tidak tergabung Djalil atau Khofifah Indar Parawansa.Politik dalam fusi yang ada. Sehingga bagi golongan loncat pagar seperti ini menyebabkan PPP Islam, adanya fusi tersebut sebenarnya dapat merasa dikhianati, sehingga menumbuhkan menguntungkan juga karena partai-partai Islam benih perseteruan.Sebaliknya sebagian tokoh yang tadinya terpecah-pecah sekarang sekarang NU yang memilih tetap dalam PPP, oleh kaum terintegrasi dalam satu wadah partai, tetapi Nahdliyin PKB dinilai tak memiliki solidaritas secara substansial friksi justru muncul kembali, akibat mendukung partai yang telah yang puncaknya tercermin dari langkah NU memarginalkan NU dan penyokong Orde menggembosi PPP. Baru.Pertentangan internal ini akhirnya kian Argumentasi yang dimunculkan NU terkondisikan oleh sikap politik kyai yang adalah kembali ke Khittah 1926 dengan terkotak-kotak dalam berbagai kepentingan menampilkan wajah Jam’iyyah. Namun dibalik politik yang berbeda itu (Duroruddin, hal. 200- retorika politik tadi, sebenarnya terdapat alasan 201). mendasar, NU kecewa dengan dominasi unsur Hal tersebut diatas memperlihatkan Muslimin Indonesia (MI) dalam PPP, sehingga bahwa, betapa konflik kepentingan yang terjadi unsur NU merasa dimarjinalkan, termasuk jelang pemilu senantiasa menyebabkan PPP penjatahan kursi legislatif. Menyusul dirundung masalah internal.Terutama konflik fragmentasi itu, akhirnya sebagian “Kyai PPP” antar elit dan terbentuknya faksi baru yang beramai-ramai menjadi “Kyai Golkar”. membentuk partai diluar PPP yang sering Dalam konteks PPP, fenomena terjadi seperti jelang pemilihan umum 1999 fragmentasi politik Islam muncul lagi.Antara untuk memperebutkan suara dan kekuasaan komponen Islam seolah tumbuh crisis of mutual terutama kursi di parlemen. trust, sehingga hanya memiliki sedikit perbedaan visi, tokoh-tokoh Islam membuat METODE PENELITIAN partai sendiri, bahkan meski tak memiliki basis Penelitian ini menggunakan dua metode memadai (Duroruddin, 2003 hal.16.Beberapa pengumpulan data.Pertama, kajian literatur. partai Islam tak memiliki kursi dalam pemilu Penelitian ini akan menggunakan studi tahun 1999 lalu adalah contohnya. Bahkan, kepustakaan (literature review) atau analisis suasana menjelang, dan setelah pemilu 1999 dokumen, yakni mengumpulkan data yang telah menunjukkan banyak bukti betapa politik bersifat sekunder yang diperoleh melalui Islam memperlihatkan keterbelahan yang telah sejumlah literatur kepustakaan seperti buku, mengarah pada konflik dan perpecahan elit majalah, artikel, jurnal maupun berita koran partai, semisal konflik elit dalam tubuh PPP melalui media elektronik maupun non karena memperebutkan jabatan pucuk pimpinan elektronik atau jenis-jenis tulisan lainnya yang partai. memiliki relevansi dengan permasalahan Selain itu, pemilihan umum yang penelitian menuntut partai-partai Islam untuk mendulang suara dan mendudukkan wakilnya di parlemen HASIL DAN PEMBAHASAN mengharuskan elit partai PPP yang didalamnya 13 ISSN: 2477-2771 Candrasangkala: Jurnal Pendidikan dan Sejarah E-ISSN: 2477-8214 Vol. 5, No. 1 (Mei 2019): 12-22 Kelahiran Partai Persatuan Pembangunan Partai Tarbiyah Indonesia (Perti), dan Partai (PPP) Muslimin Indonesia (Parmusi). Pasca jatuhnya rezim Orde Lama, maka kelahiran Orde Baru disambut dengan penuh Fusi dan Deideologisasi PPP harapan oleh kalangan Islam. Dengan jatuhnya Dalam perspektif politik historis, fusi keempat Orde Lama dan munculnya Orde Baru, umat partai Islam dalam PPP dapat dinilai sebagai Islam berharap kekuatan Islam kembali ke awal persatuan parpol Islam dalam sejarah panggung politik nasional. Dalam konteks ini Indonesia.Sebab, ketika Masyumi terbentuk kalangan, kalangan Islam modernis ada diawal kemerdekaan, masih ada Perti yang tidak keinginan untuk merehabilitasi Masyumi, yang mau bergabung didalamnya.Sehingga upaya pada demokrasi terpimpin dibubarkan oleh fusi terhadap parpol Islam dalam PPP sebagai Soekarno. Dalam rangka itu, kemudian pada unsur pemaksaan oleh rezim Orba. Menurut tanggal 16 Desermber 1965 dibentuk Badan (Syamsuddin Haris, 1991, hal. 48), kelahiran