Bab Ii Sejarah Partai Muslimin Indonesia (Parmusi)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bab Ii Sejarah Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) BAB II SEJARAH PARTAI MUSLIMIN INDONESIA (PARMUSI) A. Latar Belakang Berdirinya Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI) Sebelum melihat lebih dalam sejarah Partai Muslimin Indonesia dalam proses kelahiran dan perjuangannya pada masa Orde Baru. Perlu kiranya untuk menguraikan sekilas tentang pembubaran Partai Masyumi pada tahun 1960 M oleh pemerintah Soekarno. Karena, jika memahami jiwa dan semangat perjuangan yang terkandung di dalam piagam pembentukan Partai Muslimin Indonesia maupun isi dari mukadimah anggaran dasar partai, terlihatlah latar belakang politik dan sejarahnya. Oleh sebab itu, PARMUSI bukanlah partai ciptaan baru sebagai wadah. Memang benar, ia adalah wadah yang baru, akan tetapi, ide yang menjiwainya, cita-cita yang dikandungnya dan moral perjuangannya sama sekali tidak baru17. Dengan demikian pembubaran Masyumi yang dianggap merampas hak-hak warga negara dalam berkumpul dan berserikat menjadi cikal bakal lahirnya PARMUSI di masa kepemimpinan Soeharto Orde Baru.18 Jika melihat latar belakang sejarah untuk mencari penjelasan mengapa Masyumi mengalami nasib sial dan terpelanting dalam sejarah panggung modern Indonesia, kita dapat menelusuri ketegangan psiko-politik antara pemimpin- pemimpin Masyumi, khususnya Mohammad Natsir dengan Soekarno. Pada tahun 17Anwar Harjono, Indonesia Kita: Pemikiran Berwawasan Iman-Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 184 18Sholichin Salam, Sedjarah Partai Muslimin Indonesai, (Jakarta: Lembaga Penyelidikan Islam, 1970). h. 9 21 1950 M, adalah puncak bulan madu Presiden Soekarno dengan Mohammad Natsir. Kedekatan Soekarno dengan Mohammad Natsir ditunjukkan ketika Mohammad Natsir sering diundang untuk sarapan pagi di istana. Selain itu, selama ibukota di Yogyakarta (1946 M -1948 M), hampir seluruh pidato Soekarno tentang 17 Agustus dalam rentang tahun tersebut, diserahkan kepada Mohammad Natsir untuk menyusunnya. Sungguh terlihat sangat erat hubungan antar keduannya, bahkan apabila kondisi politik semakin menghangat dalam menghadapi Belanda, yang diajak keluar negeri adalah Mohammad Natsir. Mohammad Natsir semakin disukai oleh Soekarno, ketika berhasil dalam mempelopori pengajuan mosi dalam parlemen untuk membentuk suatu negara kesatuan dengan melebur semua negara bagian yang diciptakan oleh Belanda pada tahun 1950 yang kita kenal dengan sebutan Mosi Integral Mohammad Natsir.19 Bukti dari sikap suka ini kemudian Soekarno menunjuk Mohammad Natsir untuk menjadi formatur kabinet dan sekaligus menjadi Perdana Menteri pertama dari negara kesatuan, sekalipun Partai Nasionalis Indonesia (PNI) tidak masuk dalam kabinet. Suekarno bahkan berkata: teruskan sekalipun PNI tidak ikut serta.20 Itulah fakta sejarah lukisan manis tentang bulan madu antara Soekarno dengan Mohammad Natsir selama tahun-tahun berat yang sedang dihadapi Indonesia. Namun, sejarah dunia sering memberi tahu kepada kita, bahwa teman dalam 19Gungun Karya Adilaga, Simpul Sejarah: Mengikat Makna Perjuangan Umat Islam Bangsa Indonesia, (Argopuros Pena Aksara, 2017), h. 81 20Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Politik Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996) h. 70-71 22 perjuangan tidak selalu langgeng. Perbedaan situasi dapat mengubah suasana persaudaraan yang tadinya intim menjadi tegang dan panas. Apalagi bila perbedaan pandangan antara yang bersangkutan dalam menghadapi situasi yang sedang berubah telah mengalami gesekan-gesekan tajam. Demikianlah hubungan erat yang selama ini terjalin antara Soekarno dan Natsir, mengalami perubahan drastis sejak tahun 1951. Menurut Natsir, sebab pokok gesekan ini adalah sikap yang berbeda dalam menghadapi masalah Irian Barat. Suatu bisul politik antar Indonesia dan Belanda yang belum terselesaikan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) pada akhir 1949. Perbedaan sikap antara kabinet Natsir dan Soekarno dalam masalah Irian Barat inilah yang kemudian menjadi titik awal ketidakharmonisan antara kedua figur republik itu.21 Yang kemudian ketidakharmonisan tersebut meletus ketika Soekarno memimpin dengan Demokrasi Terpimpinnya. Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965 M), Presiden Soekarno mulai memerintah dengan sikap diktator (semaunnya). Karena itu, partai-partai yang tidak setuju dengan tindakan yang diambilnya, dianggap kontra revolusi dan dianggap menentang dirinya (Soekarno).22 Salah satu diantaranya adalah partai Masyumi, sebagai partai oposisi kerap sekali menentang kebijakan-kebijakan pemerintah Soekarno, sehingga menimbulkan perpecahan di antara keduanya. Sekurang- kurangnya pada saat ketidakpercayaan Masyumi terhadap Soekarno meningkat. Masyumi dilihat oleh presiden pada tahun 1958 bersimpati dengan pemberontakan 21Peter Kasenda, Bung Karno Panglima Revolusi, (Yogyakarta: Galang Pustaka, 2014), h. 189 22Nor Huda, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2015), h. 91 23 Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebaliknya, Soekarno dilihat Masyumi sebagai penguasa yang ingin menegakkan kediktatoran dan yang memberi angin kepada Partai Komunis Indonesia (PKI).23 Tokoh-tokoh senior Masyumi seperti Mohammad Natsir, Boerhanoedin Harahap dan Sjafruddin Prawiranegara bersama-sama dengan Sumitro Djojohadikusumo, Muhammad Rasyid dari PSI,24 Dewan Banteng dan panglima militer dari beberapa daerah, mereka membentuk dewan perjuangan dengan nama Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang diproklamasikan pada 15 Februari 1958 M. Sjafruddin Prawiranegara diamanahkan sebagai perdana menteri, Mohammad Natsir sebagai juru bicara dan Boerhanoedin Harahap sebagai Menteri Pertahana dan Kehakiman. Sementara itu, Sumitro Djojohadikusumo menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Keberadaan PRRI adalah koreksi atas penyelewengan yang sudah menyelinap di tubuh parlemen,25 dengan alasa pemerintah RI di bawah pimpinan Perdana Menteri Djuanda adalah pemerintah yang tidak sah, karena dibentuk oleh Soekarno dengan cara-cara yang menyimpang dari aturan-aturan konstitusi yang berlaku.26 Selain itu, masalah otonomi daerah dengan pembangunan yang tidak merata dan tidak terjadi kesinambungan pembangunan antara Jawa dan pulau di luar Jawa. Bagaimana tidak, kegiatan ekspor secara global terbesar adalah wilayah Sumatera dibandingkan Pulau Jawa. Sehingga, pemerintah pusat telah 23Deliar Noer, Partai Islam Di Pentas Nasional, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1987) h. 50 24Nama-nama tersebut ditulis oleh Deliar Noer dalam bukunya yang berjudul Partai Islam di Pentas Nasional, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1987) 25Abraham Ilyas, 45 Kisah PRRI di Rumah Bunda: Tuan Sekata Celaka Bersilang,(Lembaga Kekerabatan Datuk Soda, 2016), h. 70 26Tohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 52 24 melakukan eksploitasi secara besar-besaran terhadap daerah tanpa memperdulikan kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan daerah luar Jawa. Hal ini semakin kompleks dengan keharmonisan pemerintah Soekarno dengan Partai Komunis Indonesia. Pada tanggal 22 Februari 1958, pemberontakan PRRI dimulai. Pemerintah mengambil sikap untuk menggerakkan operasi militer gabungan secara terbuka. Keputusan ini diambil disebabkan setelah berakhirnya ultimatum pemerintah pusat kepada PRRI untuk menyerahkan diri. Tidak seimbangnya perlawanan yang diberikan oleh pasukan PRRI terhadap tentara pusat, maka perlawanan dilakukan dengan bergerilya. Pada akhirnya pada tanggal 28 Mei 1961 M, PRRI dapat ditaklukan.27 Atas dasar tersebut, Soekarno merujuk pada pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1959 yang menyebutkan salah satu kriteria pembubaran partai politik adalah sedang melakukan pemberontakan karena pemimpin-pemimpinnya turut serta dalam pemberontakan-pemberontakan atau jelas memberikan bantuan, sedangkan partai itu tidak dengan resmi menyalahkan perbuatan anggota-anggotanya. Hal tersebut kemudian dituduhkan kepada Masyumi. karena pada awalnya Masyumi di bawah genggaman Mohammad Natsir dan kelompoknya. Tampaknya, di mata Soekarno rumusannya adalah: Natsir=Masyumi dan Masyumi=Natsir. maka bila Natsir turut dalam pemberontakan daerah, berarti Masyumi juga terlibat. 27Bungaran Antonius Simanjuntak, Dipaksa Kalah: Penguasa dan Aparat Negara Milik Siapa?, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), h. 128 25 Pada kenyataannya Partai Masyumi dipaksa membubarkan diri karena dianggap oposisi dan menentang revolusi yang menurut Soekarno belum selesai. Soekarno juga menuduh bahwa Masyumi berada di belakang pemberontakan- pemberontakan yang terjadi di daerah, seperti: Sumatra Barat, Aceh, Sulawesi, dan Kalimantan. Apalagi daerah-daerah yang memberontak tersebut merupakan kantonng-kantonng Masyumi. Ditambah pula tokoh-tokoh ulung Masyumi seperti Mohammad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara dan Boerhanoeddin Harahap ikut dalam pemberontakan PRRI di Sumatera Barat. Masyumi juga dianggap sebagai duri di dalam daging yang mengganggu “jalannya revolusi” dan harus dibubarkan. Padahal Masyumi adalah ujung tombak penegak demokrasi di Indonesia. Namun, Masyumi hendak dikuburkan oleh Soekarno melalui demokrasi terpimpinnya.28 Dengan Keppres Nomor 200/1960, Soekarno mengambil sikap tegas untuk membungkam tokoh Masyumi. Banyak tokoh aktivis Masyumi, seperti Mohammad Natsir, Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah), Ghazali Sjahlan, Boerhanoeddin Harahap, Mohammad Yunan Nasution, Prawoto Mangkusasmito, Isa Anshari, Engkin Zaenal Muttaqien dan Sjafruddin Perwiranegara, mendekam di dalam penjara tanpa proses hukum yang wajar akibat perlawanan terhadap Soekarno. Sementara itu, kekuatan politik pada tahun 1965 didominasi oleh PKI dan ABRI. Kedua lembaga tersebut
Recommended publications
  • Political Orientation of Nahdatul Ulama After Muhtamar IX
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 226 1st International Conference on Social Sciences (ICSS 2018) Political Orientation of Nahdatul Ulama After Muhtamar IX 1st Eko Satriya Hermawan 2nd Rojil Nugroho Bayu Aji 3rd Riyadi History Education Department, History Education Department History Education Department, Universitas Negeri Surabaya Universitas Negeri Surabaya Universitas Negeri Surabaya Surabaya, Indonesia Surabaya, Indonesia Surabaya, Indonesia email: [email protected] email: [email protected] email: [email protected] Abstract–Nahdatul Ulama (NU) is currently the largest Muslim- traditionalist cleric, traders and landlords are the economic based community organization in Indonesia. Looking at the basis of (school) pesantren and cleric families, which can historical view, that NU used to be a political party, even winning threaten the coffers of the traditionalist cleric economy.[2] the election in Sidorajo, East Java. This study uses a The most obvious conflict, was when deciding on methodological approach of history to see the uniqueness of NU the representation of the Dutch East Indies in the Islamic in winning the election in 1955. Authentic documents and in- World Congress held in Mecca in 1926. The traditionalists, depth interviews were conducted to gain a past representation far beyond the discourse that developed in society. worried about not having the opportunity to become representatives in the activity. On that basis, Wahab Keywords— NU, Politics, and Islam Chasbullah, through the approval of Hasyim Asj'ari, invited the leading clerics from traditionalist circles to his home in Surabaya on January 31, 1926. The meeting had two aims: I. INTRODUCTION first, to ratify the creation of the Hijaz Committee which would send a delegation to the congress in Mecca .
    [Show full text]
  • The Rise of Islamic Religious-Political
    Hamid Fahmy Zarkasyi THE RISE OF ISLAMIC RELIGIOUS-POLITICAL MOVEMENTS IN INDONESIA The Background, Present Situation and Future1 Hamid Fahmy Zarkasyi The Institute for Islamic Studies of Darussalam, Gontor Ponorogo, Indonesia Abstract: This paper traces the roots of the emergence of Islamic religious and political movements in Indonesia especially during and after their depoliticization during the New Order regime. There were two important impacts of the depoliticization, first, the emergence of various study groups and student organizations in university campuses. Second, the emergence of Islamic political parties after the fall of Suharto. In addition, political freedom after long oppression also helped create religious groups both radical on the one hand and liberal on the other. These radical and liberal groups were not only intellectual movements but also social and political in nature. Although the present confrontation between liberal and moderate Muslims could lead to serious conflict in the future, and would put the democratic atmosphere at risk, the role of the majority of the moderates remains decisive in determining the course of Islam and politics in Indonesia. Keywords: Islamic religious-political movement, liberal Islam, non-liberal Indonesian Muslims. Introduction The rise of Islamic political parties and Islamic religious movements after the fall of Suharto was not abrupt in manner. The process was gradual, involving numbers of national and global factors. 1 The earlier version of this paper was presented at the conference “Islam and Asia: Revisiting the Socio-Political Dimension of Islam,” jointly organized by Japan Institute of International Affairs (JIIA) and Institute of Islamic Understanding Malaysia (IKIM), 15-16 October, Tokyo.
    [Show full text]
  • Studia Islamika
    Volume 24, Number 2, 2017 ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﺮﺍﺑﻌﺔ ﻭﺍﻟﻌﺸﺮﻭﻥ، ﺍﻟﻌﺪﺩ ٢، ٢٠١٧ T R K S S O S S: E L, E G Achmad Ubaedillah ‘R’ N -S: A B B D Mehmet Özay E I S L C S T C اﻟﺤﺮﻛﺎت اﻟﻤﻨﺎﻫﻀﺔ ﻟﻠﻤﺸﺎﻳﺦ Raihani واﻟﻌﻠﻤﺎء اﻟﺤﻤﺮ ﻓﻲ Priangan: P E C D ( I I U P (PSII اﻻﺗﺤﺎد اﻷﺧﻀﺮ ١٩٤٢-١٩٢٠ ﻧﻤﻮذﺟﺎ Valina Singka Subekti ﳏﻤﺪ ﺇﺳﻜﻨﺪﺭ E-ISSN: 2355-6145 STUDIA ISLAMIKA STUDIA ISLAMIKA Indonesian Journal for Islamic Studies Vol. 24, no. 2, 2017 EDITOR-IN-CHIEF Azyumardi Azra MANAGING EDITOR Oman Fathurahman EDITORS Saiful Mujani Jamhari Didin Syafruddin Jajat Burhanudin Fuad Jabali Ali Munhanif Saiful Umam Ismatu Ropi Dadi Darmadi Jajang Jahroni Din Wahid INTERNATIONAL EDITORIAL BOARD M. Quraish Shihab (Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta, INDONESIA) Tauk Abdullah (Indonesian Institute of Sciences (LIPI), INDONESIA) M.C. Ricklefs (Australian National University, AUSTRALIA) Martin van Bruinessen (Utrecht University, NETHERLANDS) John R. Bowen (Washington University, USA) M. Kamal Hasan (International Islamic University, MALAYSIA) Virginia M. Hooker (Australian National University, AUSTRALIA) Edwin P. Wieringa (Universität zu Köln, GERMANY) Robert W. Hefner (Boston University, USA) Rémy Madinier (Centre national de la recherche scientique (CNRS), FRANCE) R. Michael Feener (National University of Singapore, SINGAPORE) Michael F. Laffan (Princeton University, USA) ASSISTANT TO THE EDITORS Testriono Muhammad Nida' Fadlan Endi Aulia Garadian ENGLISH LANGUAGE ADVISOR Dick van der Meij Daniel Peterson ARABIC LANGUAGE ADVISOR Tb. Ade Asnawi COVER DESIGNER S. Prinka STUDIA ISLAMIKA (ISSN 0215-0492; E-ISSN: 2355-6145) is an international journal published by the Center for the Study of Islam and Society (PPIM) Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta, INDONESIA.
    [Show full text]
  • Political Parties and Voter Mobilisation in Local Government Elections in Indonesia: the Case of Manado City
    Thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy in Government of the University of Canberra Stefanus Sampe Political Parties and Voter Mobilisation in Local Government Elections in Indonesia: the case of Manado City January 2015 Abstract Democratisation and decentralisation in Indonesia have brought significant changes in local politics, especially concerning elections. Since the enactment of Law 32/2004 on Local Government, the local executive elections in Indonesia, which were previously done by the local councils, have been carried out directly by the people. People have been given the opportunity to exercise their right to determine their leaders at the local level. Likewise, political parties have seized the opportunity to participate in local elections by recruiting candidates and mobilising voters. The direct local government election has become a central element in Indonesia’s decentralisation policy. Through the election, the local people are encouraged to participate in choosing their leaders and passing judgment on government’s performance. However, there is far less research and writing on local elections than on national elections, both in Indonesia and in developing countries more generally. This thesis aims to make a contribution to filling this gap in the literature on local election by in-depth case study research on electoral mobilisation undertaken by political parties in the local government elections in Indonesia. The research examines in detail the ways in which political parties in an Indonesian city, Manado, go about mobilising citizens to vote for their candidate and seeks different actors’ views on the effectiveness on the various mobilisation techniques. This research uses a combination of qualitative and quantitative approaches to examine the 2010 local government election in Manado City.
    [Show full text]
  • How Islamic Parties Organize at the Local Level in Post-Suharto Indonesia
    HOW ISLAMIC PARTIES ORGANIZE AT THE LOCAL LEVEL IN POST-SUHARTO INDONESIA An Empirical Study of Six Major Islamic Parties In The Tasikmalaya District, West Java Province Inauguraldissertation zur Erlangung des akademischen Grades Dr. rer. pol. im Fach Politischewissenschaft vorgelegt von MADA SUKMAJATI Eingereicht an der Fakultät für Wirtschafts- und Sozialwissenschaften der Ruprecht-Karls-Universität Heidelberg im Wintersemester 2010/11 Erster Gutachter: Prof. Dr. Aurel Croissant. Zweiter Gutachter: Prof. Subrata K. Mitra, Ph.D. Erklärung zur Vorlage bei der Fakultät für Wirtschafts- und Sozialwissenschaften Hiermit erkläre ich, dass meine Dissertation über das Thema: How Islamic Parties Organize at the Local Level in Post-Suharto Indonesia An Empirical Study of Six Major Islamic Parties In the Tasikmalaya District, West Java Province 1. selbständig angefertigt und andere Quellen und Hilfsmittel als die angegebenen nicht benutzt wurden, 2. in dieser oder einer anderen Form noch an keiner anderen Fakultät vorgelegt worden ist, 3. als Ganzes oder Teile daraus noch nicht anderweitig als Prüfungsarbeit bei einer akademischen oder Staatsprüfung verwendet worden ist. Name und Adresse des Promovenden: Frau / Herrn: Mada Sukmajati Anschrift: Hauptstraße 241, 69117 Heidelberg Tel./E-mail: [email protected] Geburtsdatum: 25 April 1976 Geburtsort: Madiun, Ost-Java, Indonesia Heidelberg, den 31. Januar 2011 Unterschrift: _____________________ Fakultät für Wirtschafts- und Sozialwissenschaften Voßstr. 2, D-69115 Heidelberg Telefon: (+49)06221/54-3445, Fax: -3496 www.uni-heidelberg.de/institute/fak18 Abstract Many studies have explored the phenomena of Islamic parties in Indonesia, the largest predominantly Muslim country in the world. However, little effort has been made to explore the organizational structures of Islamic parties in post-Suharto Indonesia.
    [Show full text]
  • The Role of Islam in the Construction of the Foreign Economic Relations of the Republic of Indonesia
    Ph.D. Thesis — M.S. Williams McMaster University — Political Science ISLAM AND THE FOREIGN ECONOMIC RELATIONS OF INDONESIA 1 THE ROLE OF ISLAM IN THE CONSTRUCTION OF THE FOREIGN ECONOMIC RELATIONS OF THE REPUBLIC OF INDONESIA By MARK S. WILLIAMS, B.A.H, M.A. A Thesis Submitted to the School of Graduate Studies in Partial Fulfilment of the Requirements for the Degree Doctor of Philosophy McMaster University © Copyright by Mark S. Williams, November 2012 Ph.D. Thesis — M.S. Williams McMaster University — Political Science DOCTORATE OF PHILOSOPHY (2012) McMaster University (Political Science) Hamilton, Ontario TITLE: The Role of Islam in the Construction of the Foreign Economic Relations of the Republic of Indonesia AUTHOR: Mark S. Williams, B.A., M.A. SUPERVISOR: Professor Richard Stubbs NUMBER OF PAGES: viii, 280 ii Ph.D. Thesis — M.S. Williams McMaster University — Political Science Abstract American IPE has traditionally marginalized the role that social forces, and particularly religion, have played in the construction of the international political economy. This dissertation is an examination into the foreign economic relations of the Republic of Indonesia from the perspective of the British school of International Political Economy (IPE). British IPE is used to critically assess what role, if any, the religion of Islam has had in the construction of Indonesia’s foreign economic relations. This research demonstrates that Islamic social forces have influenced the political debates that construct Indonesia’s foreign economic relationships. Mainstream Islamic organizations pushed the state to engage with international institutions of trade and finance throughout the pre‐independence period when Indonesian national identity was being forged, as well as during the parliamentary democracy that followed independence, and into Sukarno’s “Guided Democracy.” The trend from the Suharto era to the early twenty‐first has been the appropriation of Islamic discourse by the state to legitimize its economic policies of engagement with the international political economy.
    [Show full text]
  • Persatuan Pembangunan Party in Nanggroe Aceh Darussalam Province 1973-1998
    Persatuan Pembangunan Party in Nanggroe Aceh Darussalam Province 1973-1998 Alfian1, Suprayitno1, Warjio1 1Universitas Sumatera Utara (USU), Medan [email protected] Abstract : After the establishment of PPP in the provincial area which is explained in the previous section, it was immediately based on instructions from the center to establish DPC- DPC in Daerah Istimewa Aceh Province. The establishment of the Branch Board (DPC) began in 1974. This article uses a theoretical and approach approach in pilitik science. For research methods, this study uses historical methods. This article explains how PPP can exist or survive in the face of government party hegemony namely Golkar. In this research, the campaign system, election results, PPP vision and party goals are also described. Keyword : PPP (Persatuan Pembangunan Party); Aceh; Election I. Introduction During the New Order government, it was known as the era of national development which sought to improve the condition of the Indonesian people. By putting forward the development mission, the New Order government made improvements to the system of implementing the government which during the Old Order government did not work with it. As a development order, the New Order had three characteristics in implementing a development strategy policy consisting of development, agriculture and industrialization, and Indonesian political integration.1 From the policy of the development strategy, one of them is development in the political field where the government makes policies by combining various socio-political forces into three groups. Based on this, the government made a policy by simplifying the party or social political organization in Indonesia (orsospol). Simplification of political organizations is considered as a way out to achieve the political stability that the New Order government wants to achieve.2 On this policy, the government then merged the political organizations into three major groups namely the Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), and Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
    [Show full text]
  • RISALAH RESMI B. Anggota DPR
    RISALAH RESMI Rapat Paripuma Ke-38 Masa Persidangan : III Tahun Sidang 1998-1999 Si fat Terbuka Hari, tanggal Senin, 22 Pebruari 1999 Waktu/Pukul 09.55 WIB sampai dengan 10.10 WIB Tempat Ruang Rapat Paripuma II Gedung Nusantara V Ketua Rapat H. Ismail Hasan Metareum, S.H. (Wakil Ketua DPR Rl/Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan). Sekretaris Rapat Drs. S.F. Rehatta (Kepala Biro Persidangan) Acara Pembicaraan Tingkat 11/J awaban Pansus terhadap Tanggapan Pemerintah atas Rancangan Undang­ Undang tentang Perlindungan Konsumen. Hadir A. Pemerintah : 1. Prof. Drs. Malik Fajar, M.Sc. (Menteri Agama RI); 2. Prof. Dr. Ir. Rahardi Ramelan, M.Sc. (Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI); 3. Dr. Ir. Bambang Subianto (Menteri Keuangan RI). B. Anggota DPR RI: 350 dari 497 orang Anggota dengan rincian : I. FABRI 66 dari 75 orang Anggota; 2. FKP 226 dari 323 orang Anggota; 3. FPP 52 dari 89 orang Anggota; 4. FPDI 6 dari I 0 orang Anggota. 205 I Fraksi ABRI : l. Deddy Sudarmadji 2. Hari Sabarno, S.IP., M.B.A, M.M 3. Mansyur 4. F.X. Ferry Tinggogoy 5. Sangiang M. Siregar, S.IP. 6. Drs. Ngatmin Nanto, M.B.A. 7. Slamet Sugijardjo 8. Sedaryanto 9. H. Namuri Anoem S. 10. Drs. H. Rudy Supriyatna, M.M. 11. H. Abdul Rivai, S.IP. 12. Suparwantoro 13. Djatmikanto Danumartono, S.IP. 14. Sudiyotomo 15. Slamet, ST. 16. Sri Dono 17. Hadi Sutrisno, S.IP. 18. Ign. Mulyono 19. Suwadji M., S.IP. 20. Sri Hardjendro 21. A.P. Siregar, S.IP. 22. Soeyanto Suryokusumo, M.B.A.
    [Show full text]
  • Strategi Komunikasi Politik Partai Persatuan Pembangunan Dalam Mendiseminasi Nilai-Nilai Islam Di Kabupaten Banjarnegara
    STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DALAM MENDISEMINASI NILAI-NILAI ISLAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA TESIS Disusun dan Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Purwokerto Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Sosial MUKHAMMAD WAKHIDDIN NIM. 1617641008 PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO 2021 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO PASCASARJANA Alamat : Jl. Jend. A. Yani No. 40 A Purwokerto 53126 Telp : 0281-635624, 628250, Fax : 0281-636553 Website : www.pps.iainpurwokerto.ac.id Email : [email protected] \ PENGESAHAN Nomor: 070/In.17/D.Ps/PP.009/2/2021 Direktur Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Purwokerto mengesahkan Tesis mahasiswa: Nama : Mukhammad Wakhidin NIM : 1617641008 Program Studi : Komunikasi dan Penyiaran Islam Judul : Strategi Komunikasi Politik Partai Persatuan Pembangunan dalam Mendiseminasi Nilai-Nilai Islam di Kabupaten Banjarnegara Telah disidangkan pada tanggal 12 Januari 2021 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Magister Sosial (M.Sos.) oleh Sidang Dewan Penguji Tesis. Purwokerto, 26 Februari 2021 Direktur, Prof. Dr. H. Sunhaji, M.Ag. NIP. 19681008 199403 1 001 STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DALAM MENDISEMINASI NILAI-NILAI ISLAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA Mukhammad Wakhiddin NIM. 1617641008 ABSTRAK Di Kabupaten Banjarnegara peredaran minuman beralkohol dinilai cukup tinggi dan oleh sebagian masyarakat menganggap hal tersebut dikhawatirkan akan dapat memicu tindak kejahatan. Sedangkan dalam Peraturan Daerah Banjarnegara Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Khamr atau Minuman Beralkohol, sanksi untuk pengedar masih dianggap ringan dan tidak membuat efek jera. Untuk itu, diperlukan adanya perubahan dalam regulasi tersebut melalui sistem politik yang di dalamnya terdapat infrastruktur politik dan suprastruktur politik.
    [Show full text]
  • 1708-06Detik-Detik-Indonesia
    Bacharuddin Jusuf Habibie Detik-Detik yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi THC Mandiri Detik-Detik yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi Penulis: Bacharuddin Jusuf Habibie Desain Kulit: Anom Hamzah Layout: M. Ilyas Thaha Foto kulit: Harian Umum Republika/Sekneg Cetakan Pertama September 2006 Cetakan Kedua September 2006 Diterbitkan oleh: THC Mandiri Jl Kemang Selatan No. 98 Jakarta 12560 - Indonesia Tel: 6221 7817211, Fax: 6221 7817212 www.habibiecenter.or.id, E-mail: [email protected] Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi / Bacharuddin Jusuf Habibie. -- Jakarta, THC Mandiri, 2006. 549 hlm. ; 15 x 21 cm ISBN: 979-99386-6-X 1. Demokrasi. 321.8 Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit. Daftar Isi Pengantar i Prolog 1 Menjelang bab 1 Pengunduran Diri Pak Harto 31 bab 2 100 Hari Pertama Menghadapi Masalah Multikompleks dan Multidimensi 69 bab 3 Antara 100 Hari Pertama dan 100 Hari Terakhir, Sebelum Pemilihan Presiden ke-4 RI 159 bab 4 Seratus Hari Sebelum Pemilihan Presiden ke-4 RI 301 Epilog 447 Lampiran 510 Akronim 523 Glosari 529 Indeks 536 Biodata 546 Pengantar Sejumlah buku sudah terbit dan mengungkapkan sejarah politik kontemporer Indonesia, khusus masa lahirnya reformasi yang ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto dari gelanggang politik di Indonesia. Buku-buku tersebut —beberapa di antaranya ditulis oleh pelaku sejarah— telah membantu kita menelaah sejarah perpolitikan di Indonesia, dalam sebuah kurun waktu tertentu.
    [Show full text]
  • Bab Iii Deskripsi Partai Persatuan Pembangunan
    BAB III DESKRIPSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN A. Partai Persatuan Pembangunan Partai Persatuan Pembangunan atau biasa dikenal dengan PPP merupakan salah satu partai politik di Indonesia dan memproklamirkan diri sebagai “Rumah Besar Umat Islam.” 1. Latar belakang berdirinya PPP Partai Persatuan Pembagunan (PPP) didirikan tanggal 5 Januari 1973, sebagai hasil fusi politik empat partai Islam, yaitu Partai Nadhlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (SI), dan Partai Islam Perti. Fusi ini menjadi simbol kekuatan PPP, yaitu partai yang mampu mempersatukan berbagai faksi dan kelompok dalam Islam. Untuk itulah wajar jika PPP kini memproklamirkan diri sebagai “Rumah Besar Umat Islam”. PPP yang berasaskan Islam berketetapan hati dan bertekad dengan segenap kemampuannya untuk berusaha mewujudkan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945, yakni terwujudnya masyarakat adil dan makmur, rohaniah dan jasmaniah yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 41 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 42 PPP didirikan oleh lima deklarator yang merupakan pimpinan empat Partai Islam peserta Pemilu 1971 dan seorang ketua kelompok persatuan pembangunan, semacam fraksi empat partai Islam di DPR. Para deklarator itu adalah: * KH Idham Chalid, Ketua Umum PB Nadhlatul Ulama; * H.Mohammad Syafaat Mintaredja, SH, Ketua Umum Partai Muslimin Indonesia (Parmusi); * Haji Anwar Tjokroaminoto, Ketua Umum PSII; * Haji Rusli Halil, Ketua Umum Partai Islam Perti; dan * Haji Mayskur, Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di Fraksi DPR. PPP berasaskan Islam dan berlambangkan Ka'bah. Akan tetapi dalam perjalanannya, akibat tekanan politik kekuasaan Orde Baru, PPP pernah menanggalkan asas Islam dan menggunakan asas Negara Pancasila sesuai dengan sistem politik dan peratururan perundangan yang berlaku sejak tahun 1984.
    [Show full text]
  • Pengelolaan Zakat Sebagai Bentuk Penegakan Ham Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
    PENGELOLAAN ZAKAT SEBAGAI BENTUK PENEGAKAN HAM DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Zaki ‘Ulya Fakultas Hukum, Universitas Samudra, NAD Jl. Meurandeh Langsa, 24416 E-mail: [email protected] Abstract: Management of Zakat as a Form Human Right Enforcement in Improving People’s Welfare. Poverty, income inequality, poor health and education services as well as high unemployment rate are some indicators showing that there are many violations of people’s rights. Implementation of zakat management set out in the legislation is one of the government’s efforts in tackling economic inequalities in society so that the basic rights of the people in economics can be fulfilled. Obstacles encountered in the management of zakat in general are in the mechanism of distribution of zakat since the charity is based on some legislation that put zakat as regional income resulting in a very bureaucratic withdrawal prcess of funds from the charity accountant area. As the result, it hampers the distribution of zakat hence economic rights of the people cannot be optimally fulfilled. Keywords: zakat, human rights, social welfare Abstrak: Pengelolaan Zakat Sebagai Bentuk Penegakan HAM dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Fenomena kemiskinan, distribusi pendapatan nasional yang kurang merata, buruk nya layanan kesehatan dan pendidikan, serta masih tingginya angka pengangguran, dapatlah dipakai sebagai indikator masih banyaknya pelanggaran terhadap hak asasi rakyat. Pelaksanaan pengelolaan zakat yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan merupakan upaya pemerintah dalam menanggulangi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat, sehingga hak dasar manusia di bidang ekonomi menjadi tercukupi. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan zakat pada umumnya ada pada mekanisme pendistribusian zakat. Di mana zakat berdasarkan beberapa peraturan perundangan menempatkan sebagai PAD sehingga dalam penarikan dana zakat dari akuntan daerah sangat birokratis.
    [Show full text]