Perkembangan Pendidikan Anak-Anak Tionghoa Pada Abad 19 Hingga Akhir Orde Baru Di Indonesia

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Perkembangan Pendidikan Anak-Anak Tionghoa Pada Abad 19 Hingga Akhir Orde Baru Di Indonesia Perkembangan Pendidikan Anak-Anak Tionghoa Pada Abad 19 Hingga Akhir Orde Baru Di Indonesia Noor Isnaeni ABA BSI Jl. Salemba Tengah No.45 Jakarta Pusat [email protected] ABSTRACT - In the 19th century the Dutch East Indies government did not care about education for Chinese children. When the clothing, food and shelter were fulfilled, Chinese people began to think about their children's education. Finally, Chinese people made an association named THHK (Tiong Hoa Hwee Koan) on March 17, 1900. The purpose of this scientific writing is to find out how the development of the educational of Chinese children in the 19th century until the collapse of new era and what the Chinese people doing for the education of their children at that time. The research method used is the method of historical research, that is: heuristics, source criticism, interpretation and historiography. The main purpose of the establishment of schools THHK is to spread the religion of Confucius. By coming out Chinese schools established by the Chinese people, it caused that the Dutch East Indies government worried of the Chinese people and their offspring’s nationalism growing up. Therefore, the Dutch East Indies government found Holandsch Chineesche School (HCS) – it was built up for Chinese people with Dutch language as the main language. Key Words: development, education, childrens of chinese, in Indonesia. 1. PENDAHULUAN berusaha meningkatkan perdagangan antar Sejarah Indonesia mencatat bahwa sejak pulau dan mulailah terjadi perdagangan besar- abad ke-5 sudah ada orang Tionghoa yang besaran di Nusantara. Potensi dagang orang mengunjungi Nusantara. Salah satu orang Tionghoa sangat meresahkan pemerintah VOC Tionghoa yang mengunjungi Nusantara adalah yang pada saat itu mulai menjajah Nusantara. Fa Xian. Nusantara pada saat itu masih Jika orang-orang Tionghoa yang sangat dikuasai oleh raja-raja. Kemudian disusul oleh berbakat dagang itu bersatu dengan masyarakat para perantau yang kebanyakan datang dari pribumi, maka kedudukan pemerintah kolonial daerah Tiongkok Selatan. Para perantau itu VOC pasti terancam. Oleh karena itu sebagian besar menetap di daerah pesisir utara pemerintah kolonial VOC melakukan politik Pulau Jawa. Karena jumlahnya kecil mereka adu domba untuk menghadapi masyarakat membaur dengan masyarakat pribumi. pribumi. Semakin lama semakin banyak perantau Ketika para pendatang dari Tiongkok dari Tiongkok Selatan bermigrasi ke sudah mulai mapan, yaitu terpenuhinya Nusantara. Hal ini disebabkan karena di sandang, pangan dan papan, maka mereka Tiongkok susah sekali mendapat mata mulai memikirkan kebutuhan pendidikan untuk pencaharian demi kelangsungan hidup mereka, anak-anak mereka. Akan tetapi pada saat itu sedangkan di Nusantara sendiri banyak lahan masih belum ada sekolah sehingga hanya untuk mencari nafkah. Selain itu, perang dan orang-orang kaya saja yang menyekolahkan bencana alam yang sering terjadi di daerah anak-anak mereka dengan memanggil guru Tiongkok Selatan juga menjadi alasan para privat untuk datang ke rumah mereka. perantau Tiongkok bermigrasi ke Nusantara. Alasan lain para pendatang Tiongkok Para perantau tersebut kebanyakan adalah memikirkan pendidikan untuk anak-anak laki-laki, sehingga sering terjadi perkawinan di mereka adalah karena pada saat awal abad 19 antara mereka dengan masyarakat pribumi. pemerintah Hindia Belanda tidak memikirkan Kebanyakan profesi para imigran Tiongkok atau mempedulikan pendidikan untuk adalah berdagang. Hal itu terbukti dengan masyarakat Tionghoa sendiri. Mereka lebih banyaknya para pedagang Tionghoa Peranakan mempedulikan membangun sekolah-sekolah yang berada di wilayah Jakarta sekarang. untuk masyarakat pribumi dan untuk anak-anak Ketika bangsa Belanda yang tergabung Belanda sendiri. Adapun tujuan penelitian ini dalam VOC mulai masuk ke Nusantara, mereka guna mengkaji perkembangan pendidikan yang bermaksud menjajah wilayah ini. VOC diperoleh anak-anak Tionghoa pada masa abad 19 sampai berakhirnya orde baru di Indonesia anak-anak, mereka bisa membuat kontrak dan apa yang dilakukan masyarakat Tionghoa dengan guru yang lainnya. untuk pendidikan anak-anak mereka. Ong Hok Ham juga menyatakan bahwa di Batavia pada abad 19 para hartawan pernah 2. TINJAUAN PUSTAKA mendirikan sekolah Tionghoa untuk anak-anak 2.1. Sekolah-sekolah Untuk Anak-Anak yang kurang mampu. Sekolah tersebut bernama Tionghoa Pada Zaman Hindia Gie Oh (Yu Xue / 育 学) yaitu “sekolah gratis”. Belanda Sekolah Gie Oh ini terletak di belakang Pada zaman Hindia Belanda ketika Klenteng Kim Tek Ie (Jin de Yuan / 金 德 院) kebutuhan primer sudah terpenuhi, orang-orang di kawasan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Tionghoa mulai memperhatikan masalah Barat. Guru-guru yang mengajar di sekolah ini pendidikan untuk anak-anak mereka. digaji sebesar 1000 gulden setahun. Dana Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu sama tersebut diambil dari “dana penguburan sekali tidak mempedulikan atau terfikir untuk Tanjung” (Salah satu tanah pemakaman milik mendirikan sekolah bagi anak-anak masyarakat Kong Koan yang lokasinya di sekitar wilayah Tionghoa. Oleh karena itu, orang-orang Slipi Jaya, Mall Taman Anggrek, Jakarta Tionghoa mulai menangani sendiri masalah Barat). Sekolah ini hanya mempunyai enam pendidikan anak-anak mereka. puluh murid dan dua orang tenaga pengajar Dalam buku 100 Tahun Tiong Hoa Hwee saja. Koan (Zhong Hua Hui Guan / 中 华 会管) Sekolah Gie Oh terkenal dengan nama tertulis bahwa sebelum abad 20, masyarakat sekolah Hokkian, karena bahasa pengantar di Tionghoa pernah mendirikan satu sekolah yang sekolah tersebut menggunakan bahasa bernama Beng Seng Su Yuan (Min Sheng Xue Hokkian. Sistem mengajar di sekolah ini juga Yuan / 民 生 学 院), tapi tidak berhasil. Sebelum hanya menggunakan ajaran Konghuchu sebagai abad 20 anak-anak yang mendapatkan buku acuan mereka. Murid-muridnya hanya pendidikan hanya anak-anak dari keluarga kaya disuruh menghafal kitab klasik Si So (Si Shu / yaitu yang ayahnya menjabat sebagai perwira 四 书) dan Go Keng (Wu Jing / 五 经). Sekolah Tionghoa atau pengusaha besar yang ini tidak mengajarkan ilmu sejarah, berhitung mendapatkan pendidikan. Ketika belum ada dan lain-lain. Karena hanya diharuskan sekolah, orang-orang yang mampu memanggil membaca dan menghafal kitab klasik tersebut guru ke rumah untuk memberikan pelajaran saja dan tidak mengerti maknanya, maka kepada anak-anak mereka. puncak kepintaran tertinggi yang bisa dicapai Ong Hok Ham dalam bukunya yang adalah membaca buku-buku bahasa klasik. berjudul Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa Menurut Kwee Tek Hoay, murid-murid mengatakan bahwa “seorang hartawan akan sekolah lulusan itu tidak bisa menulis dan mengontrak seorang guru untuk mengajar berbicara di dalam bahasa Belanda yang anak-anaknya dengan ongkos sekitar 600-1000 sederhana. Oleh karena itu ketika sekolah- gulden setahun. Anak-anak yang lain bisa sekolah Belanda didirikan, anak-anak lulusan mendapatkan pelajaran asalkan dapat sekolah Gie Oh tidak dapat pindah atau membayar dengan ketentuan yang berlaku. meneruskan ke sekolah Belanda tersebut, Pelajaran bisa diberikan di rumah sang guru kecuali bagi anak-anak Tionghoa golongan atau di rumah salah satu dari murid-murid tertentu. Anak-anak tertentu inipun baru boleh tersebut” (Ong, 2009: 71). masuk ketika beberapa orang missionaris Biasanya guru-guru tersebut hanya Belanda, seperti C. Albers, S.Coolsma dan D.J. mengajarkan cara-cara membaca dan Van Der Linden mendirikan sekolah swasta menghafal karya-karya klasik Tionghoa (pada yang tidak hanya untuk anak-anak Belanda umumnya ajaran Kong Huchu / 孔 夫 子) akan saja. tetapi murid-murid sekolah itu tidak mengerti Sekolah Belanda yang pertama didirikan makna yang terkandung di dalam karya-karya pada tahun 1816. Anak-anak Tionghoa tertentu tersebut. Selain bentuk pengajaran privat yang diperbolehkan bersekolah di sekolah seperti itu, ada juga guru yang membuka Belanda adalah anak-anak perwira Tionghoa sekolah sendiri dengan memakai sistem atau yang orang tuanya kaya raya. Dengan kontrak, yaitu kontrak antara orangtua murid alasan yang bermacam-macam pemerintah dengan sang guru selama satu tahun. Jika satu Belanda mempersulit anak-anak Tionghoa dan tahun sudah lewat, para orang tua murid bisa anak-anak pribumi untuk masuk sekolah ini. mempertahankan guru tersebut dengan cara Pemerintah Belanda memberikan syarat memperpanjang kontrak. Tetapi jika para orang seperti: 1) anak-anak sudah harus menguasai tua murid merasa kurang puas atas bahasa Belanda di rumah; 2) biaya sekolah penyampaian materi yang diberikan untuk yang mahal sekali; 3) harus ada rekomendasi dari pejabat Belanda, seperti Residen atau mendirikan sebuah perkumpulan. Akhirnya asisten Residen. Jika tidak memenuhi terbentuklah suatu Perkumpulan Tionghoa atau persyaratan tersebut diatas, maka mereka tidak Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) pada tanggal bisa diterima. Oleh karena itu, banyak keluarga 17 Maret 1900. THHK didirikan oleh 20 orang, Tionghoa yang kaya ataupun yang setengah yaitu Phoa Keng Hek, Khoe A Fan, Ang Sioe kaya yang menitipkan anak-anak mereka di Tjiang, Kapitein Oey Giok Koen, Oey Koen Ie, keluarga Belanda agar mereka terbiasa dan Tan Kong Tiat, Lie Hin Liam, Nio Hoey Oen, membiasakan berbahasa Belanda di rumah. Phoa Lip Tjay, Khouw Kim An, Tan Tian Jadi pada intinya, pemerintah Belanda Seng, Ouw Tiauw Soey, Ouw Sian Tjeng, Oen sama sekali tidak mempedulikan pendidikan A Tjoeng, Lie Kim Hok, Khoe Siauw Eng, Tan atau mendirikan sekolah-sekolah untuk anak- Kim San, Khoe Hiong Pin, Khouw Lam Tjiang anak Tionghoa dan anak-anak pribumi. Sudah dan Tjoa Yoe Tek. berulang-ulang
Recommended publications
  • List of Entries
    List of Entries 1. Aik Htun 3 34. Chan Wai Chang, Rose 82 2. Aing Khun 5 35. Chao Tzee Cheng 83 3. Alim, Markus 7 36. Charoen Siriwatthanaphakdi 4. Amphon Bulaphakdi 9 85 5. Ang Kiukok 11 37. Châu Traàn Taïo 87 6. Ang Peng Siong 14 38. Châu Vaên Xöông 90 7. Ang, Samuel Dee 16 39. Cheah Fook Ling, Jeffrey 92 8. Ang-See, Teresita 18 40. Chee Soon Juan 95 9. Aquino, Corazon Cojuangco 21 41. Chee Swee Lee 97 10. Aung Twin 24 42. Chen Chong Swee 99 11. Aw Boon Haw 26 43. Chen, David 101 12. Bai Yao 28 44. Chen, Georgette 103 13. Bangayan, Teofilo Tan 30 45. Chen Huiming 105 14. Banharn Silpa-archa 33 46. Chen Lieh Fu 107 15. Benedicto, Francisco 35 47. Chen Su Lan 109 16. Botan 38 48. Chen Wen Hsi 111 17. Budianta, Melani 40 49. Cheng Ching Chuan, Johnny 18. Budiman, Arief 43 113 19. Bunchu Rotchanasathian 45 50. Cheng Heng Jem, William 116 20. Cabangon Chua, Antonio 49 51. Cheong Soo Pieng 119 21. Cao Hoàng Laõnh 51 52. Chia Boon Leong 121 22. Cao Trieàu Phát 54 53. Chiam See Tong 123 23. Cham Tao Soon 57 54. Chiang See Ngoh, Claire 126 24. Chamlong Srimuang 59 55. Chien Ho 128 25. Chan Ah Kow 62 56. Chiew Chee Phoong 130 26. Chan, Carlos 64 57. Chin Fung Kee 132 27. Chan Choy Siong 67 58. Chin Peng 135 28. Chan Heng Chee 69 59. Chin Poy Wu, Henry 138 29. Chan, Jose Mari 71 60.
    [Show full text]
  • Komunitas Tionghoa Di Solo: Dari Terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959)
    Komunitas Tionghoa di Solo: Dari terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah Disusun Oleh : CHANDRA HALIM 024314004 JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 2 3 4 MOTTO Keinginan tanpa disertai dengan tindakan adalah sia-sia. Sebaliknya ketekunan dan kerja keras akan mendatangkan keberhasilan yang melimpah. (Amsal 13:4) 5 HALAMAN PERSEMBAHAN Tiada kebahagiaan yang terindah selain mempersembahkan skripsi ini kepada : Thian Yang Maha Kuasa serta Para Buddha Boddhisattva dan dewa dewi semuanya yang berkenan membukakan jalan bagi kelancaran studiku. Papa dan Mama tercinta, serta adik-adikku tersayang yang selalu mendoakan aku untuk keberhasilanku. Om Frananto Hidayat dan keluarga yang berkenan memberikan doa restunya demi keberhasilan studi dan skripsiku. 6 ABSTRAK Komunitas Tionghoa di Solo: Dari terbentuknya Chuan Min Kung Hui hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959) Chandra Halim 024314004 Skripsi ini berjudul “Komunitas Tionghoa di Solo : Dari Terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959)“. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan yang diungkapkan, yaitu sejarah masuknya Etnik Tionghoa di Solo, kehidupan berorganisasi Etnik Tionghoa di Solo dan pembentukan organisasi Chuan Min Kung Hui (CMKH) hingga berubah menjadi Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode sejarah yang mencakup heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan penulisan. Selain itu juga menggunakan metode wawancara sebagai sumber utama, dan studi pustaka sebagai sumber sekunder dengan mencari sumber yang berasal dari buku-buku, koran, dan majalah. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan Tionghoa di Solo sudah ada sejak 1740, tepatnya ketika Solo dalam kekuasaan Mataram Islam.
    [Show full text]
  • Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java Verhandelingen Van Het Koninklijk Instituut Voor Taal-, Land- En Volkenkunde
    Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde Edited by Rosemarijn Hoefte KITLV, Leiden Henk Schulte Nordholt KITLV, Leiden Editorial Board Michael Laffan Princeton University Adrian Vickers Sydney University Anna Tsing University of California Santa Cruz VOLUME 291 The titles published in this series are listed at brill.com/vki Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800–1942 By Alexander Claver LEIDEN • BOSTON 2014 This is an open access title distributed under the terms of the Creative Commons Attribution‐ Noncommercial‐NonDerivative 3.0 Unported (CC‐BY‐NC‐ND 3.0) License, which permits any noncommercial use, and distribution, provided no alterations are made and the original author(s) and source are credited. The realization of this publication was made possible by the support of KITLV (Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies). Front cover illustration: Sugar godown of the sugar enterprise ‘Assem Bagoes’ in Sitoebondo, East Java, ca. 1900. Collection Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV), Leiden (image code: 6017). Back cover illustration: Five guilder banknote of De Javasche Bank, 1934. Front side showing a male dancer of the Wayang Wong theatre of Central Java. Back side showing batik motives and a text in Dutch, Chinese, Arabic and Javanese script warning against counterfeiting. Design by the Dutch artist C.A. Lion Cachet. Printed by Joh. Enschedé en Zonen. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data Claver, Alexander. Dutch commerce and Chinese merchants in Java : colonial relationships in trade and finance, 1800-1942 / by Alexander Claver.
    [Show full text]
  • Heritage, Conversion, and Identity of Chinese-Indonesian Muslims
    In Search of New Social and Spiritual Space: Heritage, Conversion, and Identity of Chinese-Indonesian Muslims (Op Zoek naar Nieuwe Plek, Maatschappelijk en Geestelijk: Erfgoed, Bekering en Identiteit van Chinese Moslims in Indonesië) (met een samenvatting in het Nederlands) PROEFSCHRIFT ter verkrijging van de graad van doctor aan de Universiteit Utrecht op gezag van de rector magnificus, prof.dr. G.J. van der Zwaan, ingevolge het besluit van het college voor promoties in het openbaar te verdedigen op vrijdag 24 februari 2012 des ochtends te 12.45 uur door Syuan-Yuan Chiou geboren op 24 september 1967 te Pingtung, Taiwan Promotor: Prof.dr. M.M. van Bruinessen This thesis was accomplished with financial support from the International Institute for the Study of Islam in the Modern World (ISIM), the Netherlands, the Chiang Ching-kuo Foundation for International Scholarly Exchange (CCKF), Taiwan, and the Center for Asia-Pacific Area Studies (CAPAS), RCHSS, Academia Sinica, Taiwan. About the author: CHIOU Syuan-yuan (邱炫元) is a sociologist, who is interested in exploring contemporary Indonesian Muslim society and Chinese-Indonesians. He obtains his PhD degree in Utrecht University, the Netherlands. He was involved in the International Institute for the Study of Islam in the Modern World at Leiden, the Netherlands, where he joined interdisciplinary projects, working on various issues of contemporary Islam in Africa, Middle East, Southeast Asia, and West Europe during 2001-2007. He has published several works about Chinese-Indonesian Muslims.
    [Show full text]
  • ME 3-7-2013 Met Illustraties
    Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/21954 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Erkelens, Monique Title: The decline of the Chinese Council of Batavia: the loss of prestige and authority of the traditional elite amongst the Chinese community from the end of the nineteenth century until 1942 Issue Date: 2013-10-15 THE DECLINE OF THE CHINESE COUNCIL OF BATAVIA Cover photo: Major Khouw Kim An and Captain Tio Tek Soen, 1908 Source: Private collection of L. N. Goei Cover design by Uji Nugroho THE DECLINE OF THE CHINESE COUNCIL OF BATAVIA: THE LOSS OF PRESTIGE AND AUTHORITY OF THE TRADITIONAL ELITE AMONGST THE CHINESE COMMUNITY FROM THE END OF THE NINETEENTH CENTURY UNTIL 1942 PROEFSCHRIFT ter verkrijging van de graad van Doctor aan de Universiteit Leiden, op gezag van Rector Magnificus prof. mr. dr. C.J.J.M. Stolker, volgens besluit van het College voor Promoties te verdedigen op dinsdag 15 oktober 2013 klokke 15.00 door Monique Erkelens geboren te Rotterdam in 1981 Promotiecommissie Promotor: Prof. dr. J. L. Blussé van Oud-Alblas Co-promotor: Dr. L. M. Douw Overige leden: Prof. dr. W.L. Idema Prof. dr. J. J. L. Gommans Prof. dr. K. J. P. F. M. Jeurgens Prof. dr. H. Schulte Nordholt Prof. dr. C. van Dijk Prof. dr. Nie Dening (Xiamen University, P. R. China) Dr. J. Th. Lindblad CONTENTS Acknowledgements 8 List of illustrations 11 List of abbreviations 13 Glossary 15 Introduction 23 Chapter 1: Batavia and Chinese settlement 48 1.1 Modern Chinese emigration to the Nanyang and early structures of ethnic
    [Show full text]
  • Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java Verhandelingen Van Het Koninklijk Instituut Voor Taal-, Land- En Volkenkunde
    Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde Edited by Rosemarijn Hoefte KITLV, Leiden Henk Schulte Nordholt KITLV, Leiden Editorial Board Michael Laffan Princeton University Adrian Vickers Sydney University Anna Tsing University of California Santa Cruz VOLUME 291 The titles published in this series are listed at brill.com/vki Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800–1942 By Alexander Claver LEIDEN • BOSTON 2014 This is an open access title distributed under the terms of the Creative Commons Attribution‐ Noncommercial‐NonDerivative 3.0 Unported (CC‐BY‐NC‐ND 3.0) License, which permits any noncommercial use, and distribution, provided no alterations are made and the original author(s) and source are credited. The realization of this publication was made possible by the support of KITLV (Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies). Front cover illustration: Sugar godown of the sugar enterprise ‘Assem Bagoes’ in Sitoebondo, East Java, ca. 1900. Collection Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV), Leiden (image code: 6017). Back cover illustration: Five guilder banknote of De Javasche Bank, 1934. Front side showing a male dancer of the Wayang Wong theatre of Central Java. Back side showing batik motives and a text in Dutch, Chinese, Arabic and Javanese script warning against counterfeiting. Design by the Dutch artist C.A. Lion Cachet. Printed by Joh. Enschedé en Zonen. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data Claver, Alexander. Dutch commerce and Chinese merchants in Java : colonial relationships in trade and finance, 1800-1942 / by Alexander Claver.
    [Show full text]
  • Sejarah Dan Fiksi Dalam Dua Novel Karya Kwee Tek Hoay: Sebuah Tinjauan Sastra Sejarah
    SEJARAH DAN FIKSI DALAM DUA NOVEL KARYA KWEE TEK HOAY: SEBUAH TINJAUAN SASTRA SEJARAH THE HISTORY AND FICTION IN TWO NOVELS BY KWEE TEK HOAY: A HISTORICAL LITERATURE STUDY Irna Gayatri D. Ardiansyah Gopher Indonesia Graha Induk KUD Lantai 2, Jalan Warung Buncit Raya No. 18--20, Jakarta Pos-el: [email protected] Abstract This research aims at analyzing the history and fiction in two novels by Kwee Tek Hoay. The researcher searches for some information from library and website resources to support this research. Specifically, the researcher searches for library resources containing information about the literature of Chinese Malay. The researcher analyzes Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa and Berkahnya Malaise by using qualitative method. Bassically, the two novels present the history, i.e. Malaise event on Berkahnya Malaise and the origin of Hwee Koan community movement on Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa. However, there is a fiction appeared from author’s idea on the two novels. The idea comes in the form of communication presented between literature and the readers. Keywords: history, fiction, Kwee Tek Hoay literature, Chinese Malay literature Abstrak Tulisan ini akan menguraikan sejarah dan fiksi dalam dua novel karya Kwee Tek Hoay. Penulis mencari berbagai informasi dari berbagai sumber pustaka dan sumber dalam jaringan untuk mendukung penelitian ini. Secara lebih khusus, penulis mencari sumber pustaka yang menyajikan informasi seputar kesusastraan Melayu Tionghoa. Penulis menganalisis Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa dan Berkahnya Malaise dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Kedua novel tersebut pada dasarnya memang menyajikan sejarah, yaitu peristiwa malaise dalam Berkahnya Malaise dan asal mula dibentuknya perkumpulan atau pergerakan Tionghoa Hwee Koan dalam Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa.
    [Show full text]
  • Jejak Warisan Sejarah Agama Khonghucu Pada Masyarakat Cina Benteng Di Tangerang
    JEJAK WARISAN SEJARAH AGAMA KHONGHUCU PADA MASYARAKAT CINA BENTENG DI TANGERANG S u d e m i Kerjasama MATAKIN Penerbitan dengan Gerbang Kebajikan Ru Jakarta 2019 i JEJAK WARISAN SEJARAH AGAMA KHONGHUCU PADA MASYARAKAT CINA BENTENG DI TANGERANG Penulis/Hak Cipta @ S u d e m i Desain Sampul : Riano Layout : Sudemi ISBN No.978-602-52538-2-9 xv+240 hlm.; 14.8x21 cm Penerbit: Kerjasama MATAKIN Penerbitan dengan Gerbang Kebajikan Ru Redaksi: Komplek Royal Sunter D-6 Jakarta Utara 14350 Cetakan Pertama Juli 2019 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit Dicetak oleh: Oz print,Ciputat Isi di luar tanggung jawab percetakan ii JEJAK WARISAN SEJARAH AGAMA KHONGHUCU PADA MASYARAKAT CINA BENTENG DI TANGERANG Tesis Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag) Oleh S u d e m i NIM: 21150321000010 KONSENTRASI AGAMA KHONGHUCU PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA PROGRAM MAGISTER STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2570 K / 1440 H / 2019 M iii iv v ABSTRAK Berbicara tentang jejak warisan sejarah pada masyarakat Cina Benteng di Tangerang tidak dapat dilepaskan dari kehadiran Agama Khonghucu yang dibawa oleh para imigran Tionghoa sejak awal kedatangannya, yang menjadi bukti adanya peradaban Agama Khonghucu di Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Tionghoa Tangerang. Peninggalan peradaban Agama Khonghucu baik berupa fisik maupun non fisik terpelihara dengan baik,diwariskan secara turun temurun dari leluhur mereka menjadi identitas keberadaan Agama Khonghucu sebagai bagian dari budaya dan tradisi masyarakat Tionghoa Tangerang yang lebih dikenal dengan Cina Benteng.
    [Show full text]
  • Dr Oen Boen Ing Patriot Doctor, Social Activist, and Doctor of the Poor
    PB Wacana Vol. 18 No. 2 (2017) WacanaRavando Vol. Lie18 ,No. Dr Oen2 (2017): Boen 455-484 Ing 455 Dr Oen Boen Ing Patriot doctor, social activist, and doctor of the poor Ravando Lie ABSTRACT This article examines the efforts and achievements of Oen Boen Ing, a Tionghoa doctor, to improve the quality of health of the poorer inhabitants of Surakarta. Dr Oen played an important role in five different periods: Dutch colonialism, the Japanese occupation, the Indonesian revolution, Soekarno’s regime, and Suharto’s New Order. Known for being a benevolent doctor, activist, and patriot of the revolution during his life-time, Dr Oen also gave medical assistance to the needy, which famously earned him the accolade of “doctor of the poor”. During the Indonesian revolution, Dr Oen assisted the Student Soldiers (Tentara Pelajar) and afterwards was appointed the member of Supreme Advisory Council (Dewan Pertimbangan Agung/DPA) by Soekarno in 1949. As a benevolent doctor and activist, Dr Oen is remembered for founding the Panti Kosala Hospital which was renamed to perpetuate his name on 30 October 1983, exactly a year after his passing. When he died, thousands of peoples gathered to pay their final respects to the doctor. He was honoured with a ceremony conducted in the Mangkunegaran Palace. Dr Oen’s name will be eternally respected, especially in Surakarta. KEYWORDS Oen Boen Ing; social doctor; Tionghoa; Mangkunegaran; Panti Kosala. INTRODUCTION1 Thousands of people flocked towards the Panti Kosala Hospital at Kandangsapi, Surakarta on 31 October 1982. Jalan Brigjend Katamso was already crammed with a sea of people.
    [Show full text]
  • Dr Oen Boen Ing Patriot Doctor, Social Activist, and Doctor of the Poor
    WacanaRavando Vol. Lie18 ,No. Dr Oen2 (2017): Boen 455-484 Ing 455 Dr Oen Boen Ing Patriot doctor, social activist, and doctor of the poor Ravando Lie ABSTRACT This article examines the efforts and achievements of Oen Boen Ing, a Tionghoa doctor, to improve the quality of health of the poorer inhabitants of Surakarta. Dr Oen played an important role in five different periods: Dutch colonialism, the Japanese occupation, the Indonesian revolution, Soekarno’s regime, and Suharto’s New Order. Known for being a benevolent doctor, activist, and patriot of the revolution during his life-time, Dr Oen also gave medical assistance to the needy, which famously earned him the accolade of “doctor of the poor”. During the Indonesian revolution, Dr Oen assisted the Student Soldiers (Tentara Pelajar) and afterwards was appointed the member of Supreme Advisory Council (Dewan Pertimbangan Agung/DPA) by Soekarno in 1949. As a benevolent doctor and activist, Dr Oen is remembered for founding the Panti Kosala Hospital which was renamed to perpetuate his name on 30 October 1983, exactly a year after his passing. When he died, thousands of peoples gathered to pay their final respects to the doctor. He was honoured with a ceremony conducted in the Mangkunegaran Palace. Dr Oen’s name will be eternally respected, especially in Surakarta. KEYWORDS Oen Boen Ing; social doctor; Tionghoa; Mangkunegaran; Panti Kosala. INTRODUCTION1 Thousands of people flocked towards the Panti Kosala Hospital at Kandangsapi, Surakarta on 31 October 1982. Jalan Brigjend Katamso was already crammed with a sea of people. They had been gathering since early 1 The biography of Dr Oen (Ravando Lie 2017) will be launched by Penerbit Buku Kompas in Solo on 3 March 2017.
    [Show full text]
  • Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme Komunitas Tionghoa Di Surabaya Menjelang Perang Dunia Ii, 1930-An – 1940-An
    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II, 1930-AN – 1940-AN SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah Oleh: Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Skripsi AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II, 1930-AN – 1940-AN Disusun Oleh Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 Telah disetujui oleh: Dr. Yerry Wirawan 9 September 2019 Pembimbing ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II 1930-AN – 1940-AN Oleh Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 Dipertahankan di depan panitia penguji Program Studi Ilmu Sejarah dan dinyatakan diterima pada tanggal 3 Oktober 2019 Ketua : Dr. Yerry Wirawan ………. Sekretaris : Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, M.Hum. ............ Anggota : Heri Priyatmoko, S.S., M.A. ………. Yogyakarta, 21 Oktober 2019 Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Dekan Dr. Tatang Iskarna iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian dari karya
    [Show full text]
  • ME 3-7-2013 Met Illustraties
    Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/21954 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Erkelens, Monique Title: The decline of the Chinese Council of Batavia: the loss of prestige and authority of the traditional elite amongst the Chinese community from the end of the nineteenth century until 1942 Issue Date: 2013-10-15 384 APPENDIX I THE CHINESE OFFICERS OF BATAVIA, 1900–42963 1. Chinese majors and chairmen of the Chinese Council of Batavia Name Period of office Tio Tek Ho 1896–1908 Khouw Kim An 1910–19, 1927–42 2. Chinese captains and members of the Chinese Council of Batavia Name Period of office The Tjoen Sek 1887–1908 Lauw Tjeng Siang 1891–1903 Lim Tiang Hoei 1896–1905 Nie Hok Tjoan 1896–1910 Tjung Boen Tek 1903–12 Tio Tek Soen 1907–15 Khouw Kim An 1908–10 Nio Hoei Oen 1913–16 Lie Tjian Tjoen 1917–19, 1929–52 Yo Kim Thay 1927–29 Yo Heng Kam 1927–32 963 Some names appear twice or even three times in this chart because some members of the Council were promoted from lieutenant to captain or even, as in Khouw Kim An’s case, to major of the Chinese Council. 385 Remarks: Acting captains: Lie Tjian Tjoen, 1915–17 Khouw Keng Liong, 1915–17 3. Chinese lieutenants and members of the Chinese Council of Batavia Name Period of office Khoe Tjoen Tjiang 1891–1903 Tjung Boen Tek 1899–1903 Oey Keng Hin 1899–1903 Khouw Oen Hoewi 1899–1905 Tio Tek Soen 1899–1907 Tjoeng Hap Soen 1901–1903 Lie Hin Liam 1905–1906 Khouw Kim An 1905–1908 Khoe A Fan 1905–13 Nio Hoei Oen 1905–13 Oey Boen Hoey 1906–12 Oey Boen Soey 1906–12 Liauw A Joeng 1910–12, 1913–22 Khouw Keng Liong 1910–17 Lie Tjian Tjoen 1913–17 Nio/Liong A Tjan 1913–25 Oey Kim Liong 1913–25 Oh Sian Tjeng 1913–25 Tan Tjin Bok 1917–19 Lie Sin Leng 1917–23 Lay Soen Hie 1917–27 Yo Kim Thay 1922–27 Yo Heng Kam 1925–27 Tan Yam Hok 1925–32 Na Tjioe Kim 1927–29 Tan In Hok 1927–32 Lie Boen Sin 1927–42 386 Remarks: Acting lieutenants: Lie Sin Leng, 1915–17 Tan Tjin Bok, 1916–17 Lie Boen Sin, 1924–27 4.
    [Show full text]