Komunitas Tionghoa Di Solo: Dari Terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Komunitas Tionghoa Di Solo: Dari Terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959) Komunitas Tionghoa di Solo: Dari terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah Disusun Oleh : CHANDRA HALIM 024314004 JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 2 3 4 MOTTO Keinginan tanpa disertai dengan tindakan adalah sia-sia. Sebaliknya ketekunan dan kerja keras akan mendatangkan keberhasilan yang melimpah. (Amsal 13:4) 5 HALAMAN PERSEMBAHAN Tiada kebahagiaan yang terindah selain mempersembahkan skripsi ini kepada : Thian Yang Maha Kuasa serta Para Buddha Boddhisattva dan dewa dewi semuanya yang berkenan membukakan jalan bagi kelancaran studiku. Papa dan Mama tercinta, serta adik-adikku tersayang yang selalu mendoakan aku untuk keberhasilanku. Om Frananto Hidayat dan keluarga yang berkenan memberikan doa restunya demi keberhasilan studi dan skripsiku. 6 ABSTRAK Komunitas Tionghoa di Solo: Dari terbentuknya Chuan Min Kung Hui hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959) Chandra Halim 024314004 Skripsi ini berjudul “Komunitas Tionghoa di Solo : Dari Terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959)“. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan yang diungkapkan, yaitu sejarah masuknya Etnik Tionghoa di Solo, kehidupan berorganisasi Etnik Tionghoa di Solo dan pembentukan organisasi Chuan Min Kung Hui (CMKH) hingga berubah menjadi Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode sejarah yang mencakup heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan penulisan. Selain itu juga menggunakan metode wawancara sebagai sumber utama, dan studi pustaka sebagai sumber sekunder dengan mencari sumber yang berasal dari buku-buku, koran, dan majalah. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan Tionghoa di Solo sudah ada sejak 1740, tepatnya ketika Solo dalam kekuasaan Mataram Islam. Keberadaan mereka membuat terbentuknya organisasi Tionghoa yang bermanfaat bagi kalangan intern Tionghoa dan juga masyarakat umum. Salah satu contoh adalah Organisasi CMKH yang merupakan sebuah wadah bagi Tionghoa di Solo untuk menyelesaikan permasalahan intern mereka. Latar belakang perbedaan yang ada dalam tubuh masyarakat Tionghoa, ternyata tidak mempengaruhi kehidupan berorganisasi mereka. Penelitian ini tentunya menjelaskan terlebih dahulu bagaimana keberadaan Tionghoa di Indonesia, termasuk didalamnya hasil kebudayaan Tionghoa yang mampu membentuk karakter berorganisasi mereka. Setelah mendapatkan gambaran mengenai hasil kebudayaan Tionghoa, penelitian ini mencoba menguraikan bagaimana kehidupan berorganisasi mereka. Pembentukan CMKH merupakan sebuah bukti bagaimana kehidupan berorganisasi orang Tionghoa di Solo. Meskipun harus merubah nama organisasi tersebut menjadi PMS, namun eksistensi organisasi tersebut masih terasa hingga saat ini dan sudah mengalami beberapa rejim pemerintahan. Perubahan dalam AD / ART organisasi CMKH, termasuk di dalamnya terdapat orang-orang dari Etnik Jawa, membawa suatu perubahan bagi CMKH. Untuk lebih menunjukkan rasa nasionalismenya, dan untuk tetap menjaga hubungan dengan etnik lain, orang- orang Tionghoa di Solo mengadakan rapat untuk merubah nama organisasi dan mengubah AD / ART mereka. Kata Kunci : Organisasi Sosial, Tionghoa. 7 ABSTRACT Chinese Community in Solo: From the Formed of Chuan Min Kung Hui until Organization of Surakarta Society (1932-1959) Chandra Halim 024314004 The title of this thesis is “Komunitas Tionghoa di Solo: Dari Terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959)” (Chinese Comunity in Solo: From the Formed of Chuan Min Kung Hui until Organization of Surakarta Society 1932-1959). This research purposed to describe and analyze three revealed problems; these are a history of Tionghoa in Solo; how about the system organisation of Tionghoa in Solo; and the establishment of Chuan Min Kung Hui (CMKH) until to reform into Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). Method was used in this thesis writing was historical method of which included heuristic, critics, interpretation, and historiography. Beside it also used interview method as the main source and the literature study as the secondary source by finding any sources which produced from literary books, daily news, and magazine. This research revealed that the existence of the Tionghoa in Solo is since 1740, exactly when The Mataram Islam has the authority in Solo. With their existence make a forming of Tionghoa organization that useful not for intern of Tionghoa but also the other community. For example is CMKH that using as a coordinating institution for Tionghoa in Solo to finishing their intern problem. The difference back ground that show on their, isn’t influence their system organisation. CMKH is an instrument for overseas Chinese in Solo to solve their problem. For The First, this research is certainly to explain how about existence of Tionghoa in Indonesia, include them is a result of their culture that makes their organization Character. After get an illustration about their culture, these researches try to analyze how about their system organisation. Establishment CMKH is an evidence of their system organisastion. Although the name of their organisation change into PMS, but the existence of that organisation can be feeling as yet and experienced some government. The change of AD/ ART CMKH, included of inside them is contains the people from Javanese ethnic, that make a change for CMKH. To show their nationalism, and to keep in touch with the other ethnic, the Tionghoa in Solo make a board meeting to change the name of organisation and change their AD / ART too. Keyword: Social Organization, Tionghoa. 8 9 KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Thian Yang Maha Pemurah karena atas segala kebaikan-Nya, Penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Komunitas Tionghoa di Solo : Dari terbentuknya Chuan Min Kung Hui hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959)“. Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai sejarah komunitas Tionghoa di Indonesia dan Komunitas Tionghoa yang ada di Solo. Selain itu, diharapkan dengan adanya tulisan ini masyarakat umum dapat mengenal Kehidupan masyarakat Tionghoa khususnya Tionghoa di Solo dan kehidupan berorganisasi mereka. Skripsi ini juga bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sejauh ini, penulis mengakui bahwa tanpa adanya bantuan dari pihak lain maka penulisan skripsi ini tidak akan selesai. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta beserta staf kerja yang sudah memberikan kesempatan serta ijin kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih tak lupa juga saya tujukan kepada Bapak Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra Univeritas Sanata Dharma dan selaku dosen akademik yang telah memberikan nasehat dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada para dosen pembimbing akademik, antara lain : Rm. Dr. F.X. Baskara T Wardoyo 10 SJ., Rm. Dr. G. Budi Subanar SJ., Dr. ST. Sunardi, Prof. Dr. PJ. Suwarno S.H., Drs. H Purwanta, M.A., Drs. Ign. Sandiwan Suharso; Drs. Anton Haryono, M.Hum., Dra. Lucia Juningsih, M.Hum, yang berkenan menjadi pengajar bagi kami dan menularkan ilmunya selama kami menjadi mahasiswa di kampus ini. Sebagai hasil penelitian pemula, dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari Bapak Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, M.Hum. yang telah berkenan dengan sabar meluangkan waktu untuk membimbing dan mengoreksi skripsi ini dari awal hingga akhir sekaligus menjadi teman diskusi dengan pemikiran-pemikirannya yang aktual. Pada masa-masa penelitian saya mendapat bantuan dari staf sekretariat Fakultas Sastra, Perpustakaan Sanata Dharma Yogyakarta seperti : Bu Wiwiek, Mas Drajat dan Mbak Tina yang dengan sabar berkenan memberikan pelayanan terbaiknya selama pencarian bahan sebagai sumber dari skripsi ini. Oleh sebab itu, sudah selayaknyalah penulis mengucapkan terimakasih. Dikota Solo, penulis juga banyak mendapatkan bantuan dan dukungan baik itu berupa bahan-bahan tertulis, maupun bahan dari diskusi. Dukungan muncul dari berbagai pihak antara lain Keluarga besar Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) yang di wakili oleh Bapak Martono, Kelurga besar Khong Kauw Hwee yang didalamnya ada Haksu Tjhie Tjay Ing, Bapak Adjie Candra, Bapak Tan Gik Hin, serta Bapak Joko Prananto dari Hoo Hap Hwee Solo dan Bapak Iswahyudia; kepada mereka penulis mengucapkan terimakasih buat segala masukan dan dukungannya. Kepada teman-teman di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma angkatan 2002, antara 11 lain Feni, Nana Bul-bul, Ida, Gusti, Yosi, Daniel, Markus, Hananto, Devi, dan Eva, dengan tulus penulis mengucapkan terimakasih karena telah berkenan memberikan dorongan semangat untuk didalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih yang tulus juga penulis berikan kepada Sahabat-sahabat tersayang, antara lain : Koh Han, Koh Jiang, Koh Tiong Ping, Koh San-san, Koh Candra, Koh Willy, Koh Agus Swijono, Koh Roby, Erwin, Richie, Henry Kupang, Andre Kis, Andre Agung, Yesaya, Teguh, Kevin, Grace, Wulan, Dini, Lusi, Nurrita Ling-ling, Nana, Agustina, Hana,
Recommended publications
  • List of Entries
    List of Entries 1. Aik Htun 3 34. Chan Wai Chang, Rose 82 2. Aing Khun 5 35. Chao Tzee Cheng 83 3. Alim, Markus 7 36. Charoen Siriwatthanaphakdi 4. Amphon Bulaphakdi 9 85 5. Ang Kiukok 11 37. Châu Traàn Taïo 87 6. Ang Peng Siong 14 38. Châu Vaên Xöông 90 7. Ang, Samuel Dee 16 39. Cheah Fook Ling, Jeffrey 92 8. Ang-See, Teresita 18 40. Chee Soon Juan 95 9. Aquino, Corazon Cojuangco 21 41. Chee Swee Lee 97 10. Aung Twin 24 42. Chen Chong Swee 99 11. Aw Boon Haw 26 43. Chen, David 101 12. Bai Yao 28 44. Chen, Georgette 103 13. Bangayan, Teofilo Tan 30 45. Chen Huiming 105 14. Banharn Silpa-archa 33 46. Chen Lieh Fu 107 15. Benedicto, Francisco 35 47. Chen Su Lan 109 16. Botan 38 48. Chen Wen Hsi 111 17. Budianta, Melani 40 49. Cheng Ching Chuan, Johnny 18. Budiman, Arief 43 113 19. Bunchu Rotchanasathian 45 50. Cheng Heng Jem, William 116 20. Cabangon Chua, Antonio 49 51. Cheong Soo Pieng 119 21. Cao Hoàng Laõnh 51 52. Chia Boon Leong 121 22. Cao Trieàu Phát 54 53. Chiam See Tong 123 23. Cham Tao Soon 57 54. Chiang See Ngoh, Claire 126 24. Chamlong Srimuang 59 55. Chien Ho 128 25. Chan Ah Kow 62 56. Chiew Chee Phoong 130 26. Chan, Carlos 64 57. Chin Fung Kee 132 27. Chan Choy Siong 67 58. Chin Peng 135 28. Chan Heng Chee 69 59. Chin Poy Wu, Henry 138 29. Chan, Jose Mari 71 60.
    [Show full text]
  • Perkembangan Pendidikan Anak-Anak Tionghoa Pada Abad 19 Hingga Akhir Orde Baru Di Indonesia
    Perkembangan Pendidikan Anak-Anak Tionghoa Pada Abad 19 Hingga Akhir Orde Baru Di Indonesia Noor Isnaeni ABA BSI Jl. Salemba Tengah No.45 Jakarta Pusat [email protected] ABSTRACT - In the 19th century the Dutch East Indies government did not care about education for Chinese children. When the clothing, food and shelter were fulfilled, Chinese people began to think about their children's education. Finally, Chinese people made an association named THHK (Tiong Hoa Hwee Koan) on March 17, 1900. The purpose of this scientific writing is to find out how the development of the educational of Chinese children in the 19th century until the collapse of new era and what the Chinese people doing for the education of their children at that time. The research method used is the method of historical research, that is: heuristics, source criticism, interpretation and historiography. The main purpose of the establishment of schools THHK is to spread the religion of Confucius. By coming out Chinese schools established by the Chinese people, it caused that the Dutch East Indies government worried of the Chinese people and their offspring’s nationalism growing up. Therefore, the Dutch East Indies government found Holandsch Chineesche School (HCS) – it was built up for Chinese people with Dutch language as the main language. Key Words: development, education, childrens of chinese, in Indonesia. 1. PENDAHULUAN berusaha meningkatkan perdagangan antar Sejarah Indonesia mencatat bahwa sejak pulau dan mulailah terjadi perdagangan besar- abad ke-5 sudah ada orang Tionghoa yang besaran di Nusantara. Potensi dagang orang mengunjungi Nusantara. Salah satu orang Tionghoa sangat meresahkan pemerintah VOC Tionghoa yang mengunjungi Nusantara adalah yang pada saat itu mulai menjajah Nusantara.
    [Show full text]
  • ME 3-7-2013 Met Illustraties
    Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/21954 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Erkelens, Monique Title: The decline of the Chinese Council of Batavia: the loss of prestige and authority of the traditional elite amongst the Chinese community from the end of the nineteenth century until 1942 Issue Date: 2013-10-15 THE DECLINE OF THE CHINESE COUNCIL OF BATAVIA Cover photo: Major Khouw Kim An and Captain Tio Tek Soen, 1908 Source: Private collection of L. N. Goei Cover design by Uji Nugroho THE DECLINE OF THE CHINESE COUNCIL OF BATAVIA: THE LOSS OF PRESTIGE AND AUTHORITY OF THE TRADITIONAL ELITE AMONGST THE CHINESE COMMUNITY FROM THE END OF THE NINETEENTH CENTURY UNTIL 1942 PROEFSCHRIFT ter verkrijging van de graad van Doctor aan de Universiteit Leiden, op gezag van Rector Magnificus prof. mr. dr. C.J.J.M. Stolker, volgens besluit van het College voor Promoties te verdedigen op dinsdag 15 oktober 2013 klokke 15.00 door Monique Erkelens geboren te Rotterdam in 1981 Promotiecommissie Promotor: Prof. dr. J. L. Blussé van Oud-Alblas Co-promotor: Dr. L. M. Douw Overige leden: Prof. dr. W.L. Idema Prof. dr. J. J. L. Gommans Prof. dr. K. J. P. F. M. Jeurgens Prof. dr. H. Schulte Nordholt Prof. dr. C. van Dijk Prof. dr. Nie Dening (Xiamen University, P. R. China) Dr. J. Th. Lindblad CONTENTS Acknowledgements 8 List of illustrations 11 List of abbreviations 13 Glossary 15 Introduction 23 Chapter 1: Batavia and Chinese settlement 48 1.1 Modern Chinese emigration to the Nanyang and early structures of ethnic
    [Show full text]
  • Sejarah Dan Fiksi Dalam Dua Novel Karya Kwee Tek Hoay: Sebuah Tinjauan Sastra Sejarah
    SEJARAH DAN FIKSI DALAM DUA NOVEL KARYA KWEE TEK HOAY: SEBUAH TINJAUAN SASTRA SEJARAH THE HISTORY AND FICTION IN TWO NOVELS BY KWEE TEK HOAY: A HISTORICAL LITERATURE STUDY Irna Gayatri D. Ardiansyah Gopher Indonesia Graha Induk KUD Lantai 2, Jalan Warung Buncit Raya No. 18--20, Jakarta Pos-el: [email protected] Abstract This research aims at analyzing the history and fiction in two novels by Kwee Tek Hoay. The researcher searches for some information from library and website resources to support this research. Specifically, the researcher searches for library resources containing information about the literature of Chinese Malay. The researcher analyzes Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa and Berkahnya Malaise by using qualitative method. Bassically, the two novels present the history, i.e. Malaise event on Berkahnya Malaise and the origin of Hwee Koan community movement on Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa. However, there is a fiction appeared from author’s idea on the two novels. The idea comes in the form of communication presented between literature and the readers. Keywords: history, fiction, Kwee Tek Hoay literature, Chinese Malay literature Abstrak Tulisan ini akan menguraikan sejarah dan fiksi dalam dua novel karya Kwee Tek Hoay. Penulis mencari berbagai informasi dari berbagai sumber pustaka dan sumber dalam jaringan untuk mendukung penelitian ini. Secara lebih khusus, penulis mencari sumber pustaka yang menyajikan informasi seputar kesusastraan Melayu Tionghoa. Penulis menganalisis Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa dan Berkahnya Malaise dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Kedua novel tersebut pada dasarnya memang menyajikan sejarah, yaitu peristiwa malaise dalam Berkahnya Malaise dan asal mula dibentuknya perkumpulan atau pergerakan Tionghoa Hwee Koan dalam Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa.
    [Show full text]
  • Jejak Warisan Sejarah Agama Khonghucu Pada Masyarakat Cina Benteng Di Tangerang
    JEJAK WARISAN SEJARAH AGAMA KHONGHUCU PADA MASYARAKAT CINA BENTENG DI TANGERANG S u d e m i Kerjasama MATAKIN Penerbitan dengan Gerbang Kebajikan Ru Jakarta 2019 i JEJAK WARISAN SEJARAH AGAMA KHONGHUCU PADA MASYARAKAT CINA BENTENG DI TANGERANG Penulis/Hak Cipta @ S u d e m i Desain Sampul : Riano Layout : Sudemi ISBN No.978-602-52538-2-9 xv+240 hlm.; 14.8x21 cm Penerbit: Kerjasama MATAKIN Penerbitan dengan Gerbang Kebajikan Ru Redaksi: Komplek Royal Sunter D-6 Jakarta Utara 14350 Cetakan Pertama Juli 2019 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit Dicetak oleh: Oz print,Ciputat Isi di luar tanggung jawab percetakan ii JEJAK WARISAN SEJARAH AGAMA KHONGHUCU PADA MASYARAKAT CINA BENTENG DI TANGERANG Tesis Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag) Oleh S u d e m i NIM: 21150321000010 KONSENTRASI AGAMA KHONGHUCU PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA PROGRAM MAGISTER STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2570 K / 1440 H / 2019 M iii iv v ABSTRAK Berbicara tentang jejak warisan sejarah pada masyarakat Cina Benteng di Tangerang tidak dapat dilepaskan dari kehadiran Agama Khonghucu yang dibawa oleh para imigran Tionghoa sejak awal kedatangannya, yang menjadi bukti adanya peradaban Agama Khonghucu di Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Tionghoa Tangerang. Peninggalan peradaban Agama Khonghucu baik berupa fisik maupun non fisik terpelihara dengan baik,diwariskan secara turun temurun dari leluhur mereka menjadi identitas keberadaan Agama Khonghucu sebagai bagian dari budaya dan tradisi masyarakat Tionghoa Tangerang yang lebih dikenal dengan Cina Benteng.
    [Show full text]
  • Dr Oen Boen Ing Patriot Doctor, Social Activist, and Doctor of the Poor
    PB Wacana Vol. 18 No. 2 (2017) WacanaRavando Vol. Lie18 ,No. Dr Oen2 (2017): Boen 455-484 Ing 455 Dr Oen Boen Ing Patriot doctor, social activist, and doctor of the poor Ravando Lie ABSTRACT This article examines the efforts and achievements of Oen Boen Ing, a Tionghoa doctor, to improve the quality of health of the poorer inhabitants of Surakarta. Dr Oen played an important role in five different periods: Dutch colonialism, the Japanese occupation, the Indonesian revolution, Soekarno’s regime, and Suharto’s New Order. Known for being a benevolent doctor, activist, and patriot of the revolution during his life-time, Dr Oen also gave medical assistance to the needy, which famously earned him the accolade of “doctor of the poor”. During the Indonesian revolution, Dr Oen assisted the Student Soldiers (Tentara Pelajar) and afterwards was appointed the member of Supreme Advisory Council (Dewan Pertimbangan Agung/DPA) by Soekarno in 1949. As a benevolent doctor and activist, Dr Oen is remembered for founding the Panti Kosala Hospital which was renamed to perpetuate his name on 30 October 1983, exactly a year after his passing. When he died, thousands of peoples gathered to pay their final respects to the doctor. He was honoured with a ceremony conducted in the Mangkunegaran Palace. Dr Oen’s name will be eternally respected, especially in Surakarta. KEYWORDS Oen Boen Ing; social doctor; Tionghoa; Mangkunegaran; Panti Kosala. INTRODUCTION1 Thousands of people flocked towards the Panti Kosala Hospital at Kandangsapi, Surakarta on 31 October 1982. Jalan Brigjend Katamso was already crammed with a sea of people.
    [Show full text]
  • Dr Oen Boen Ing Patriot Doctor, Social Activist, and Doctor of the Poor
    WacanaRavando Vol. Lie18 ,No. Dr Oen2 (2017): Boen 455-484 Ing 455 Dr Oen Boen Ing Patriot doctor, social activist, and doctor of the poor Ravando Lie ABSTRACT This article examines the efforts and achievements of Oen Boen Ing, a Tionghoa doctor, to improve the quality of health of the poorer inhabitants of Surakarta. Dr Oen played an important role in five different periods: Dutch colonialism, the Japanese occupation, the Indonesian revolution, Soekarno’s regime, and Suharto’s New Order. Known for being a benevolent doctor, activist, and patriot of the revolution during his life-time, Dr Oen also gave medical assistance to the needy, which famously earned him the accolade of “doctor of the poor”. During the Indonesian revolution, Dr Oen assisted the Student Soldiers (Tentara Pelajar) and afterwards was appointed the member of Supreme Advisory Council (Dewan Pertimbangan Agung/DPA) by Soekarno in 1949. As a benevolent doctor and activist, Dr Oen is remembered for founding the Panti Kosala Hospital which was renamed to perpetuate his name on 30 October 1983, exactly a year after his passing. When he died, thousands of peoples gathered to pay their final respects to the doctor. He was honoured with a ceremony conducted in the Mangkunegaran Palace. Dr Oen’s name will be eternally respected, especially in Surakarta. KEYWORDS Oen Boen Ing; social doctor; Tionghoa; Mangkunegaran; Panti Kosala. INTRODUCTION1 Thousands of people flocked towards the Panti Kosala Hospital at Kandangsapi, Surakarta on 31 October 1982. Jalan Brigjend Katamso was already crammed with a sea of people. They had been gathering since early 1 The biography of Dr Oen (Ravando Lie 2017) will be launched by Penerbit Buku Kompas in Solo on 3 March 2017.
    [Show full text]
  • Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme Komunitas Tionghoa Di Surabaya Menjelang Perang Dunia Ii, 1930-An – 1940-An
    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II, 1930-AN – 1940-AN SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah Oleh: Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Skripsi AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II, 1930-AN – 1940-AN Disusun Oleh Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 Telah disetujui oleh: Dr. Yerry Wirawan 9 September 2019 Pembimbing ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II 1930-AN – 1940-AN Oleh Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 Dipertahankan di depan panitia penguji Program Studi Ilmu Sejarah dan dinyatakan diterima pada tanggal 3 Oktober 2019 Ketua : Dr. Yerry Wirawan ………. Sekretaris : Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, M.Hum. ............ Anggota : Heri Priyatmoko, S.S., M.A. ………. Yogyakarta, 21 Oktober 2019 Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Dekan Dr. Tatang Iskarna iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian dari karya
    [Show full text]
  • The Kapitan Cina of Batavia 1837
    THE KAPITAN CINA OF BATAVIA 1837 - 1942 MONA LOHANDA Presented to the School of Oriental and African Studies University of London for the Degree of Master of Philosophy January 1994 ProQuest Number: 11010540 All rights reserved INFORMATION TO ALL USERS The quality of this reproduction is dependent upon the quality of the copy submitted. In the unlikely event that the author did not send a com plete manuscript and there are missing pages, these will be noted. Also, if material had to be removed, a note will indicate the deletion. uest ProQuest 11010540 Published by ProQuest LLC(2018). Copyright of the Dissertation is held by the Author. All rights reserved. This work is protected against unauthorized copying under Title 17, United States C ode Microform Edition © ProQuest LLC. ProQuest LLC. 789 East Eisenhower Parkway P.O. Box 1346 Ann Arbor, Ml 48106- 1346 2 ABSTRACT This study examines the kapitan Cina institution in Batavia, its place in the Dutch East Indies administration, and the role played by the Chinese officers in their own community. The Chinese inhabitants of Batavia and the Dutch practice of segregation are considered in chapter 1, devoted to describing the plurality of Batavia’s population under the VOC. Chapter 2 traces the original concept of the kapitan system, dating back to the pre-colonial indigenous kingdoms of the archipelago. It indicates that the kapitan institution was an indigenous arrangement, later adopted by western colonists to rule the non-indigenous inhabitants of the colony. The main focus of this study is in the last five chapters. Chapter 3 examines the establishment of the kapitan Cina, or Chinese officers, its nature, structure and relationships with the local authority of Batavia.
    [Show full text]
  • Pandangan Ds Marga Singgih (Ketua Pengurus Pusat Majelis Tridharma
    TRIDHARMA INDONESIA: PANDANGAN D.S. MARGA SINGGIH (KETUA PENGURUS PUSAT MAJELIS TRIDHARMA 1999-2014) Skripsi Diajukan Untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) Oleh: Syamsul Bahri 109032100017 JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H./2014 M. ABSTRAK Syamsul Bahri “TRIDHARMA INDONESI: PANDANGAN D.S. MARGA SINGGIH (KETUA PENGURUS PUSAT MAJELIS TRIDHARMA 1999-2014)” Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kurangnya pengertian tentang suatu agama membuat buram dan memiliki persepsi miring akan agama tersebut. Sama halnya dengan Tridharma yang akan buramnya pengertian masyarakat. Tridharma seringkali dikatakan sebagai suatu agama campuran antara Buddhisme, Konfusianisme, dan Taoisme. Tridharma adalah agama yang penghayatannya menyatu dalam ajaran Buddha, Khong Hu Cu dan Lo Cu. Ketiga ajaran tersebut tidak dicampur adukkan hingga menghasilkan sesuatu yang baru akan tetapi masing-masing tetap bersumber pada kitab sucinya tersendiri begitu pula pada umat bahwa ajaran Tridharma sama sekali tidak bertentangan satu sama lain. Bahkan saling mendukung dengan keselarasan, keserasian, serta keseimbangan. Tridharma adalah sebuah organisasi keagamaan yang lahir sebelum Republik Indonesia ada. Tridharma mula-mula bernama Sam Kaw Hwee yang berdiri pada tahun 1934 di Jakarta dengan ketuanya adalah Kwee Tek Hoay ia sekaligus sebagai tokoh sentral dalam organisasi Tridharma. Gambaran Tridharma diambil dari bahasa Sangsekerta “tri” berarti “Tiga” dan “dharma” berarti “Kebenaran”. Secara harfiah bisa kita artikan sebagai “Tiga ajaran Kebenaran” yaitu Buddha, Khong Hu Cu an Tao. Umat Tridharma hampir 99% orang merupakan keturunan Tionghoa. Konsep penghayatan ini bukanlah suatu hal yang baru, bukan cuma ada di Indonesia tapi sudah ada jauh sebelum konsep keimanan Tridharma ini dibawa oleh para leluhur kaum Toinghoa, kaum Tionghoa perantau (Hoa Qiao) ke berbagai Negara lainya.
    [Show full text]
  • Indonesian Chinese Education: Past and Present
    INDONESIAN CHINESE EDUCATION: PAST AND PRESENT Leo Suryadinata Students of the Indonesian Chinese usually recognize the existence of two Chinese communities: the peranakan (composed of Chinese already partly assimilated into Indonesian society) and totok (composed of Chinese still culturally Chinese). This essay attempts to examine briefly the historical development of education for both types of Indonesian Chinese in order to show: first, historical variations in their educational patterns; second, the conflict between them in terms of their educational aspirations and emphases; and third, the "totokiza- tion" of some peranakan Chinese children and the "peranakanization" of some totok children. Education for the Chinese Before World War II The Peranakan Chinese and Traditional Chinese Schools ’ Long before the arrival of the Dutch, the Chinese had come to Indonesia. Their numbers, however, were very small. Transportation difficulties and Imperial Decrees which established severe penalties for any Chinese leaving the Middle Kingdom discouraged any mass immigration to the Indies prior to the nineteenth century.1 The Chinese who did reach the Indies were predominantly Hokkien. Typically they did not bring their families with them but married native women, usually non- or nominally Muslim, and settled down.2 In the course of time, they formed a relatively stable, identifiable community which became known as the peranakan Chinese community. During the first half of the nineteenth century this community tended to become self- contained; as the ratio of males and females within it grew more equal, inter-marriage with native women declined.3 Skinner has argued in 1. H. B. Morse, The International Relations of the Chinese Empire (London, New York: Longmans, Green § Co., 1910), Vol.
    [Show full text]
  • ME 3-7-2013 Met Illustraties
    Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/21954 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Erkelens, Monique Title: The decline of the Chinese Council of Batavia: the loss of prestige and authority of the traditional elite amongst the Chinese community from the end of the nineteenth century until 1942 Issue Date: 2013-10-15 273 CHAPTER 6 LIFE AFTER “DEATH’: THE CHINESE RESPONSE TO THE PROPOSED REFORMS AND RESTORATION OF THE CHINESE COUNCIL OF BATAVIA While ethnic divisions were an obstacle to implementation of the government’s plan to introduce an equal and unmediated administrative system for all the different races of the population, an even bigger one was the Chinese community’s scepticism. As a consequence, the proposed reforms were not carried through and in Batavia the same old system was revived. On 10 December 1927 a conference was held in the building of the Chinese Council of Batavia to discuss the reorganisation of the Chinese officers and neighbourhood chiefs in the residency. The conference was attended by the Chinese officers, the secretary of the Chinese Council, the assistant-resident of Batavia, the inspector of finances and the regent of Batavia. During the conference chairman Khouw Kim An announced to which districts the Chinese officers would be reassigned and the neighbourhood chiefs they would supervise.680 This chapter will analyse the Chinese response to the proposed reforms in Chinese administration. Chinese public opinion was for an important part manifested through the Chinese- Malay press as we have seen in chapter 4. But Chinese public opinion was also formed in gatherings that were set up by Chinese cultural associations and political societies.
    [Show full text]