SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013

Pers Tionghoa dan Dinamika Pergerakan Nasional di , 1900 – 1942

Ahmad Kosasih

Ikhtisar: Bisa dikatakan bahwa pers membentuk sejarah dan sejarah juga membentuk pers itu sendiri. Pers berperan dalam menyampaikan berbagai informasi tentang peristiwa di sebuah negara-bangsa. Ia sebagai alat komunikasi, penyampai ide, dan buah pikiran seseorang atau kelompok tertentu kepada orang atau kelompok lain. Pers, khususnya surat kabar, merupakan fenomena penting pada masa pergerakan nasional di Indonesia. Pers pergerakan terdiri dari pers Belanda, pers Tionghoa, dan pers Bumiputera. Khusus tentang pers Tionghoa, secara umum dipandang mampu memberi inspirasi bagi perkembangan kesadaran berbangsa di kalangan warga keturunan Tionghoa di Hindia Belanda (Indonesia sekarang). Pers Tionghoa pun berpotensi membangkitkan kesadaran kolektif, yang menjurus kepada upaya membangkitkan kesadaran kaum Tionghoa tentang arti pentingnya “nasionalisme”. Karenanya melalui pers, keterlibatan etnis Tionghoa kedalam dinamika pergerakan nasional Indonesia secara sadar telah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang terus bergerak dalam mencari dan menemukan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Kata kunci: Pers, surat kabar, etnik Tionghoa, nasionalisme Indonesia, dan sejarah pergerakan nasional.

Abstract: It can be said that press creates the history and, vice versa, history creates the press. Press has a role in delivering various informations about the events in a nation-state. It is as communication tool, the conveyor of one’s or particular group’s idea or thought to other. Press, especially newspaper, is an important phenomenon in the period of national movement in Indonesia. The press concerned with national movement in that era was that of Dutch, Chinese, and “Bumiputera” (Indonesian people). Specifically for Chinese press, it is generally assumed to be able to give inspiration for the development of national awareness among Chinese descendants in (Indonesia nowadays). The Chinese press is also potential in inspiring collective awareness that leads to the effort of generating Chinese people awareness about the importance meaning of “nationalism”. Therefore, by press, the involvement of Chinese ethnic in Indonesia national movement dynamic has consciously been a part of Indonesia society that continually moves in searching and finding its identity as Indonesia nation. Key word: Press, newspaper, Chinese ethnic, Indonesia nationalism, and the history of national movement.

Pendahuluan sejarah membentuk pers itu sendiri. Pers mempunyai pengaruh besar Pers berperan dalam menyampaikan dalam sejarah pergerakan nasional berbagai informasi tentang peristiwa di Indonesia. Bisa dikatakan bahwa yang terjadi di sebuah negara-bangsa. pers membentuk sejarah dan sekaligus Ia sebagai alat komunikasi, penyampai

Ahmad Kosasih, M.Pd. adalah Dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas IPPS (Ilmu Pendidikan Pengetahuan Sosial), Universitas Indraprasta PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), Jalan Nangka No.58C Tanjung Barat, Jagakarsa, Selatan 12530, Indonesia. Alamat e-mail: [email protected]

41 AHMAD KOSASIH, Pers Tionghoa dan Dinamika Pergerakan Nasional ide, dan buah pikiran seseorang atau 1910) mulai bermunculan. kelompok tertentu kepada orang atau Dalam hal ini, komunitas Tionghoa kelompok lain, baik dalam jumlah yang di Hindia Belanda dianggap paling terbatas maupun dalam jangkauan mampu dalam mengembangkan tidak terbatas. industri persuratkabaran. Ini dengan Karenanya, pers di masa pergerakan alasan bahwa kondisi keuangan nasional Indonesia tidak lepas mereka lebih baik ketimbang kondisi dari kondisi sosial-politik yang yang dihadapi orang-orang pribumi menempatkan pers pada sub-sistem Indonesia. Bahkan, beberapa surat masyarakat kolonial, yang berfungsi kabar terbitan orang China ini oplahnya memberikan penggambaran tentang melampaui oplah surat kabar Belanda. realitas kehidupan masyarakat dari Patut dicatat bahwa dalam struktur berbagai aspek kehidupan. Pers di masyarakat Hindia Belanda terdiri dari sini, dengan demikian, telah membuka orang-orang Belanda, orang-orang Indo, pikiran rakyat dan sekaligus sebagai China, dan Bumiputra (Suryadinata, alat propaganda dalam arus pergerakan 1986). Jadi, wajar jika surat kabar yang (Rahzen, 2007). Semuanya itu secara diterbitkan sesuai dengan pangsa pasar bersamaan mendukung gerakan rakyat dari kelompok ini jauh lebih luas. untuk berpartisipasi dalam pergerakan Dekade 1920-an, kalangan Tionghoa nasional (Surjomihardjo & Suryadinata, peranakan di Indonesia menerbitkan 1980). sejumlah surat kabar lagi, antara lain: Sejarah persuratkabaran di Bing Seng (Jakarta, 1922); Keng Po Hindia Belanda (sekarang Indonesia), (Jakarta, 1923); Sin Jit Po (, berdasarkan penerbitan dan 1924); Soeara Poebliek (Soerabaya, kepemilikannya, dibagi menjadi: (1) 1925); dan Sin Bin (, 1925). surat kabar Hindia Belanda, yang Pada dekade 1930-an, surat kabar umumnya berbahasa Belanda dan Tionghoa makin bertambah banyak diterbitkan serta dikelola oleh orang- akibat pengaruh perang anti Jepang. orang Belanda; (2) surat kabar Tionghoa Namun, surat kabar Tionghoa yang berbahasa Cina-Mandarin atau peranakan tidak semuanya anti-Jepang, Melayu-Tionghoa, yang dikelola orang- seperti yang ditunjukkan oleh surat orang China, baik peranakan maupun kabar Mata Hari di dan Hong totok; serta (3) surat kabar Bumiputra, Po di Jakarta (Suryadinata, 1986). termasuk surat kabar daerah, yang Berbeda dengan surat kabar Belanda, berbahasa Melayu, Arab, Daerah, kelahiran surat kabar Tionghoa dan belakangan berbahasa Indonesia yang dimotori oleh orang-orang (Soebagio, 1977; dan Taufik, 1977). China itu pada awal penerbitannya dilatarbelakangi oleh faktor-faktor sosial Mengenai Surat Kabar Tionghoa dan ekonomi (Budiharto, 2005). Secara Dengan mengikuti jejak orang-orang sosial, sebagaimana diketahui, bahwa Indo-Eropa, komunitas Tionghoa juga pemerintah Hindia Belanda mengatur menerbitkan beberapa surat kabar, masyarakatnya berdasarkan ras, yang diawali dengan diterbitkannya keturunan, dan status hukum Belanda. surat kabar Li Po di , Orang Eropa atau orang-orang yang Jawa Barat (Jusuf, 2000). Tak lama dipersamakan status hukumnya dengan kemudian, sejumlah surat kabar orang Eropa menduduki posisi sosial lainnya seperti Pewarta Soerabaia istimewa. Sedangkan ras Tionghoa (Surabaya, 1902); (China) pada mulanya dipersamakan (Semarang, 1902); Chabar kedudukannya dengan orang Pribumi (Jakarta, 1903); (Indonesia). Hak-hak dari tiap golongan (Semarang, 1909); dan (Jakarta, tersebut dibedakan berdasarkan

42 SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013 ketetapan undang-undang yang dibuat Jit Po (Soebagio, 1981). oleh pemerintah kolonial Belanda Namun, jika dilihat dari dimensi (Suryadinata, 1986). politis yang dipantulkan oleh surat Orang Tionghoa, dengan kabar Tionghoa, setidaknya bisa dibagi demikian, dianggap lebih rendah dalam tiga aliran, yakni: kelompok kedudukannya dari orang Eropa Sin Po, kelompok , dan mendapat perlakukan yang dan kelompok Indonesiers atau orang tidak adil, sehingga menyinggung Indonesia. Kelompok Sin Po menolak perasaan mereka. Kekecewaan orang kewarganegaraan Belanda dan Tionghoa itu diperkuat lagi oleh politik menghendaki tumbuhnya nasionalisme pendidikan kolonial Belanda yang Tiongkok. Sementara kelompok Chung tidak memberikan kesempatan bagi Hwa Hui cenderung pro-Belanda anak-anak Tionghoa untuk masuk tapi masih ingin mempertahankan sekolah Belanda. Hal ini mendorong identitas etnis Chinanya. Sedang golongan Tionghoa berupaya untuk kelompok Indonesiers tetap ingin mendirikan sekolah swasta untuk mempertahankan identitas etnik China, anak-anak mereka. Semangat ini tapi secara politik ingin berasimilasi terutama didorong oleh sebuah dengan masyarakat lokal dan bersedia perkumpulan Tiong Hoa Hwee Koan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia (THHK) di Batavia (sekarang Jakarta). (Thiam Tjing, 2008). Berdasarkan catatan, pendirian Berangkat dari penggambaran di organisasi ini memang bertujuan untuk atas, fenomena tentang sejarah pers mengenalkan kembali adat-istiadat Tionghoa, dalam konteks dinamika orang-orang Tionghoa sesuai dengan pergerakan nasional di Indonesia, ajaran Khonghucu, serta memperluas menimbulkan pertanyaan lebih pengenalan budaya, huruf, dan bahasa jauh tentang kedekatan hubungan Tionghoa di kalangan anak-anak pers Tionghoa dalam memberikan mereka (PPB, 1952; dan THHK, 1953). sumbangan bagi perkembangan dan Selain pengembangan dalam bidang kebangkitan nasionalisme dan dinamika pendidikan, orang-orang China di pergerakan yang domotori oleh para Hindia Belanda, sejak awal abad ke- jurnalis keturunan Tionghoa. Dalam 20 banyak memberikan perhatian tulisan ini, penulis bermaksud untuk pada perkembangan percetakan surat mengungkap kejelasan peran pers kabar, termasuk upaya mereka dalam Tionghoa itu sendiri di tengah arus mengedepankan semangat jurnalistik pergerakan nasional di Indonesia. di kalangan kaum terdidik China. Dari segi redaksional dan susunan staf Tinjauan Teoritis: Mengenai perusahaan, surat kabar Tionghoa Fungsi dan Kedudukan Pers dalam semula menggunakan tenaga dari Masyarakat orang-orang Indo-Eropa, seperti Menurut UU (Undang-Undang) Nomor yang dilakukan surat kabar Chabar 40 tahun 1999 mengenai “Ketentuan Perniagaan dan Sin Po pada awal tentang Pers”, terutama pada pasal terbitnya. Dalam perkembangannya, 1 huruf a, disebutkan bahwa “pers” surat kabar Tionghoa peranakan itu adalah lembaga sosial dan wahana tumbuh secara mandiri. Bahkan, ada komunikasi massa yang melaksanakan yang memberikan kesempatan kepada kegiatan jurnalistik meliputi mencari, orang-orang bumiputra (pribumi) memperoleh, memiliki, mengolah, dan sebagai jurnalis atau pengelola. Hal menyampaikan informasi, baik dalam itu ditunjukkan oleh pengelola dari bentuk tulisan, suara, gambar, suara surat kabar Keng Po, Siang Po, Sin Po, dan gambar, serta data dan grafik Pewarta Soerabaia, Mata Hari, dan Sin maupun dalam bentuk lainnya dengan

43 AHMAD KOSASIH, Pers Tionghoa dan Dinamika Pergerakan Nasional menggunakan media cetak, media masa Gubernur Jenderal van Imhoff; elektronik, dan segala jenis sarana yang (2) Pers Tionghoa yang diawali dengan tersedia (Deppen RI, 2000 dan 2003). terbitnya surat kabar Pemberitaan Pers, dalam hal ini, mempunyai dua Betawi tahun 1844; dan (3) Pers pengertian, yaitu: dalam arti luas dan Indonesia dengan bahasa Melayu dalam arti sempit. Jika yang pertama, sebagai bahasa pengantarnya yang dalam arti luas, pers dapat diartikan dipelopori oleh Raden Mas Tirto Adhi semua kegiatan yang mencakup Soerjo dengan menerbitkan surat kabar keseluruhan media komunikasi Medan Prijaji pada bulan Januari 1907 massa, seperti: radio, TV, dan surat (Saputra, 1991; dan Purnama, 2007). kabar yang berfungsi memancarkan Lebih lanjut tentang arti dan peranan dan menyebarkan informasi, berita, pers di masa pergerakan nasional gagasan, dan pikiran, baik gagasan/ Indonesia dapat dipahami lewat pikiran seseorang atau sekelompok pengetahuan tentang kedudukan dan orang kepada khalayak lain. Sedangkan fungsi pers masa itu. Pers secara garis yang terakhir, dalam arti sempit, pers besar mempunyai dua kedudukan lebih digolongkan kepada produk- penting di masyarakat, yaitu: (1) ia produk penerbitan yang melalui proses merupakan media komunikasi yang percetakan seperti koran atau surat tertua di dunia, yang telah membuat kabar, majalah, tabloid, dan sebagainya suatu terobosan revolusi komunikasi, yang juga dikenal dengan media cetak. antara lain mengubah pola komunikasi Sejalan dengan perkembangan ilmu tradisional terutama oral atau lisan pengetahuan dan teknologi, pengertian menjadi tertulis; (2) pers sebagai pers di atas pada kenyataannya institusi sosial menjadi bagian integral berkembang sesuai dengan kemajuan dari sistem lembaga masyarakat. dunia teknologi informasi. Pers dalam Hal ini terlihat pada proses kelahiran bentuk media on-line, misalnya, saat pers, di mana pers lahir untuk ini telah menjadi salah satu primadona memenuhi keperluan masyarakat penyebaran berita dan informasi yang akan informasi mengenai kejadian- dipandang lebih cepat. Lain halnya kejadian atau peristiwa-peristiwa besar bila pengertian pers itu dihubungkan dan kecil yang terjadi di masyarakat. dengan konteks periode pergerakan Juga pers menampilkan diri sebagai nasional di Indonesia, maka pengertian lembaga masyarakat yang membawa pers dalam artian sempitlah yang pesan tertentu. Di sinilah orang melihat lebih mencerminkan keberadaan tentang kehadiran dan manfaat pers teknologi informasi saat itu. Karenanya, itu dari nilai pesan atau informasi pengertian pers pada masa pergerakan yang diberikan, baik berupa berita dan nasional di Indonesia lebih tertuju pada ulasan maupun pandangan-pandangan produk-produk media cetak, yaitu surat (Rahmadi, 1990:12). kabar dan majalah (Rahmadi, 1990:10). Pers tidak hanya membuat terobosan Hal ini pula yang mendorong revolusi komunikasi, tetapi pers juga terbentuknya pola pandang peminat menciptakan suatu sistem komunikasi atau sejarawan Indonesia yang yang terbuka di mana informasi mengidentikan pengertian pers di dapat diperoleh oleh golongan sosial masa pergerakan nasional dengan manapun. Dengan adanya sirkulasi perkembangan surat kabar saat itu. informasi yang terbuka, mau tak Pada masa itu memang dikenal tiga mau, mengurangi keketatan hierarki bentuk pers, yaitu: (1) Pers Hindia komunikasi menurut usia dan Belanda yang dimulai tahun 1744 kedudukan serta posisi monopolistis ketika Erdmans Jorden menerbitkan golongan yang berstatus tinggi, yang surat kabar Bataviasche Novelles pada bila dibandingkan dengan masyarakat

44 SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013 pribumi pada saat itu umumnya mereka dunia mulai dipentaskan di tanah air, berada pada posisi yang amat lemah, dengan mengambil semangat serta dibandingkan dengan masyarakat inspirasi dari kejadian besar tersebut, Timur Asing (Cina, Arab, dan India), seperti: kemenangan Jepang atas Rusia apalagi dengan golongan masyarakat pada tahun 1905 dan Revolusi Tiongkok kulit putih. Di sinilah terlihat peran pada tahun 1911 yang merupakan dan fungsi pers di dalam masyarakat, tonggak gerakan nasional bagi bangsa- yaitu memperjuangkan kepentingan bangsa di Asia. masyarakat, aspirasi kelompok atau Pers juga berfungsi sebagai alat golongan, dan membantu meniadakan untuk mengintegrasikan masyarakat kondisi yang tidak adil (Soebagio, 1977; yang terdiri dari bermacam suku, adat- Surjomihardjo & Suryadinata, 1980; istiadat, agama, serta kepercayaan. dan Luwarso, 2000). Pers pun menciptakan suatu sirkulasi Pada umumnya, orang melihat sistem komunikasi yang terbuka, dalam arti pers dikaitkan dengan bentuk sistem jalur komunikasi yang sebelumnya sosial dan politik dari suatu masyarakat terbatas pada hubungan tatap muka. atau bangsa. Hubungan pers dengan Dengan pers maka komunikasi mampu masyarakat dan pemerintah merupakan melampaui batas golongan sosial, sub- hubungan dimana interaksi itu tidak kultural, dan kedaerahan sehingga bisa dihilangkan. Jadi, kehadiran pers dapat mengatasi hubungan segmentasi. tidak lepas dari pengaruh pemikiran Selain itu, pada umumnya pers di atau filsafat yang mendasari sistem masa pergerakan nasional Indonesia masyarakat dan pemerintahan. Dengan sudah memakai bahasa Melayu sebagai adanya pers, ia mendorong timbulnya bahasa pengantar seperti: Pemberitaan suatu pemikiran yang lebih kritis dan Betawi, Sinar Djawa, Oetoesan Hindia, menolak sikap skeptis terhadap banyak dan sebagainya, yang meskipun daerah aspek dari kehidupan tradisional serta peredarannya memakai bahasa Melayu mendorong kebebasan berpikir dan sebagai lingua franca tetapi hal ini berekspresi, sehingga menciptakan sangatlah besar pengaruhnya bagi forum yang cukup luas dan bebas perkembangan kesadaran nasional dalam mengajukan pendapat, pikiran, dan sekaligus Indonesianisasi dalam kritik sosial, dan lain sebagainya kehidupan berbahasa dan berbangsa. (Siebert et al., 1986; dan Rahmadi, Pers bagi kaum pergerakan, 1990). khususnya tokoh-tokoh yang banyak Pers juga berpotensi membangkitkan menggunakan surat kabar sebagai kesadaran kolektif, antara lain alat untuk menyuarakan pengalaman, mengenai kepentingan umum seperti pengetahuan maupun gagasan keamanan dan kesejahteraan; dan yang adalah media yang efektif dalam penting, pers juga turut membangkitkan membangun kesadaran baru. Surat kesadaran kaum pribumi tentang arti kabar dijadikan alat perjuangan pentingnya “nasionalisme”. Karena pers yang bersifat terbuka dalam memberi menciptakan suatu sistem komunikasi kebebasan kepada kaum pribumi atau yang terbuka, konsekuensinya pers kelompok masyarakat Hindia lain untuk turut membuka dan memperluas mengakui keberadaannya. Oleh kaum cakrawala dan pandangan masyarakat, pergerakan, pers diupayakan agar khususnya para kaum terpelajar dan tetap terbit guna menjadi forum bagi elite modern yang telah memahami pemimpin pergerakan, anggota, beserta arti penting sebuah media massa. Dari organisasinya agar dapat tumbuh dan surat kabarlah orang dapat mengetahui berkembang bersama-sama menjadi kejadian dan perkembangan dunia, besar dan dewasa dalam semangat serta apa yang terjadi di panggung perjuangan dan penderitaan yang sama

45 AHMAD KOSASIH, Pers Tionghoa dan Dinamika Pergerakan Nasional

(Saputra, 1991:21). tokoh pergerakan pada masa tersebut. Tesis bahwa bangunan kebangsaan Dengan demikian dapat ditegaskan kita didirikan oleh tradisi pers bisa bahwa pers dijadikan salah satu alat dilihat dari fakta sejarah bahwa nyaris propaganda bagi kaum pergerakan, seluruh tokoh kunci pergerakan sehingga tak dapat disangkal lagi di kebangsaan dan nasionalisme di dalam perkembangan sejarah pers Indonesia adalah tokoh pers. Dan banyak dipengaruhi oleh aliran-aliran posisi mereka dalam struktur pers dan faham-faham baru yang menjadi umumnya adalah Pemimpin Redaksi wacana bagi kaum pergerakan. Bahkan (hoofdredakteur), atau paling rendah hampir setiap partai atau organisasi adalah redaktur. politik mempunyai surat kabar sendiri, Haji Oemar Said Tjokroaminoto, seperti: mempunyai surat yang kita kenal sebagai salah satu kabar Oetoesan Hindia; organisasi “guru pergerakan nasional”, misalnya, Indische Partij mempunyai surat kabar adalah Pemimpin Redaksi surat kabar Tjahaja Timoer dan Kaoem Moeda; Oetoesan Hindia dan Sinar Djawa. Perhimpunan Indonesia mempunyai Tokoh “tiga serangkai”, yakni Douwes majalah Indonesia Merdeka, dan Dekker, Ki Hadjar Dewantara, dan Dr. sebagainya. Tjipto Mangoenkoesoemo, adalah yang Berdasarkan laporan seorang menukangi surat kabar De Express. penasehat pemerintah kolonial Belanda Semaoen, di usianya yang masih 18 untuk urusan Boemi Poetra, dari 107 tahun, sudah memimpin surat kabar surat kabar dan majalah yang terbit Sinar Djawa yang kemudian berubah sekitar tahun 1920-an, berbagai corak menjadi Sinar Hindia. Maridjan surat kabar dapat digolongkan menjadi: Kartosoewirjo menjadi reporter dan nasionalis, liberal, radikal, dan komunis redaktur iklan di surat kabar Fadjar di satu sisi; kemudian ada juga yang Asia. Sebelum berkonsentrasi mengurus bercorak netral dalam politik dan hirau dasar pendidikan, Ki Hadjar Dewantara dengan urusan perdagangan di sisi lain adalah Pemimpin Redaksi surat kabar (Surjomihardjo & Suryadinata, 1980). Persatoean Hindia dan bahu-membahu Demikianlah bahwa peranan pers bersuara dalam majalah Pemimpin. dalam zaman pergerakan nasional di Adapun Soekarno menjadi Pemimpin Indonesia dapat ditelusuri berdasarkan Redaksi surat kabar Persatoean aspek kedudukan dan fungsi pers itu Indonesia dan Fikiran Ra’jat. Setelah sendiri di masyarakat selama periode pulang dari Belanda dan menjadi perjuangan pergerakan nasional. pemimpin redaksi majalah Indonesia Merdeka dalam organisasi PI Mengenai Pergerakan Nasional dan (Perhimpunan Indonesia), Mohamad Etnis Tionghoa di Indonesia Hatta dan dibantu oleh Sutan Sjahrir Nasionalisme adalah faham menakhodai surat kabar Daulat Ra’jat. kebangsaan yang tumbuh karena Bahkan Amir Sjarifuddin dari Partindo adanya persamaan nasib dan sejarah (Partai Indonesia) menjadi Pemimpin serta kepentingan untuk hidup Redaksi majalah Banteng, serta masih bersama sebagai suatu bangsa banyak lagi tokoh-tokoh yang lainnya yang merdeka (ENI, 1990:31-33). (Soebagio, 1977). Memang, terdapat banyak pengertian Yang paling menarik dari peranan mengenai “nasionalisme”, sebagaimana pers dalam pergerakan nasional dinyatakan oleh Anthony D. Smith di Indonesia adalah bahwa ianya (2003:6-10). Bahkan Lottroph Stoddard merupakan media tempat menyalurkan mengatakan bahwa nasionalisme aspirasi dan tujuan politik dari adalah suatu keadaan jiwa atau adanya organisasi serta cita-cita dari tokoh- rasa kebersamaan golongan sebagai

46 SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013 bangsa (dalam Nodia, 1998). Hans etnis (Kahin, 1995). Begitu juga halnya Kohn (1976:11) juga menyebutkan dengan agama. Agama bisa dijadikan bahwa nasionalisme sebagai suatu sebagai alat perekat yang menyatukan faham dimana kesetiaan tertinggi berbagai komunitas. Kedua bentuk individu harus diserahkan kepada nasionalisme – antara politik dan agama negara. Kemudian, Soekarno – dalam ini – seringkali berbenturan, karena bahasa yang sederhana – menyatakan keduanya mengklaim sebagai penjamin bahwa nasionalisme sebagai kecintaan keteraturan dalam masyarakat. Kondisi terhadap tanah air dan bangsa. ini juga pernah terjadi dalam sejarah Dengan demikian, melalui pergerakan kebangsaan di Indonesia beberapa pemahaman tersebut (Daeng Materu, 1985). maka nasionalisme diartikan sebagai Penduduk Hindia Belanda (Indonesia suatu sikap politik dan sosial dari sekarang) terdiri atas bermacam-macam kelompok-kelompok suatu bangsa yang suku bangsa, agama, dan ras. Itulah mempunyai kesamaan kebudayaan, yang menandakan adanya heterogenitas bahasa, dan wilayah, serta kesamaan di Indonesia. Di antara suku bangsa dalam cita-cita dan tujuan yang yang ada di Indonesia, salah satunya ditunjukkan dengan adanya kesetiaan adalah etnis Tionghoa. Masyarakat yang mendalam terhadap kelompok Tionghoa sudah ada sejak lama, tidak bangsa itu (Nodia, 1998). diketahui dengan pasti kedatangan Nasionalisme adalah salah satu dari mereka pertama kali. Indikasi kekuatan yang menentukan dalam kedatangan orang-orang Tionghoa ke sejarah modern, terutama bagi bangsa- Nusantara tentunya berkaitan dengan bangsa yang mengalami penjajahan. pertumbuhan jalur perdagangan melalui Nasionalisme, selain dijadikan sebagai laut antara Tiongkok dengan India dan alat pengikat dalam rangka persatuan, Persia. juga seringkali dimaknai oleh bangsa Di dalam konteks ini, Asia Tenggara – yang dijajah untuk melawan penjajah, termasuk Indonesia – memainkan peran atau paling tidak nasionalisme dijadikan yang sangat penting karena letaknya sebagai simbol perjuangan dalam yang sangat strategis dan menjadi titik menghadapi dominasi bangsa penjajah pertemuan perdagangan internasional, (Smith, 2003:143-145). Sebenarnya, ide sehingga wilayah Nusantara menjadi nasionalisme sendiri berasal dari Eropa tempat persinggahan bagi pedagang- Barat pada abad ke-18 dan selama abad pedagang asing, termasuk pedagang ke-19 tersebar ke seluruh Eropa dan Tionghoa. Bahkan banyak diantaranya sebagian wilayah Asia. Pada abad ke- yang kemudian tinggal menetap dan 20, nasionalisme dibumikan di masing- menikah dengan wanita setempat, yang masing wilayah sehingga melahirkan akhirnya pembauran dan asimilasi tak nasionalisme di Eropa dan Asia dalam dapat dihindari lagi. berbagai bentuk. Sumber-sumber dari abad ke-14 Nasionalisme difahami bagaikan dan 15 menyebutkan bahwa ditemukan dua sisi mata uang. Di satu sisi, bukti sejarah yang menyatakan adanya nasionalisme mempunyai aspek politik; perkampungan orang -orang Tionghoa dan di sisi lain, nasionalisme itu Islam di muara sungai Brantas Kiri juga bisa bersifat etnis dan mungkin (kali Porong) yang beraktivitas sebagai juga agama. Dalam kenyataannya, pedagang hasil bumi. Ini berarti bahwa nasionalisme mengandung aspek politik jauh sebelum kedatangan bangsa dan aspek etnis (Kohn, 1976:15). Ide Eropa, orang-orang Tionghoa telah kebangsaan adalah ide politik dan tidak singgah dan menetap di Nusantara. ada nasionalisme tanpa unsur politik, Kota-kota pantai menjadi pilihan meskipun substansinya sama dengan mereka untuk melakukan aktivitas

47 AHMAD KOSASIH, Pers Tionghoa dan Dinamika Pergerakan Nasional berdagang, baik dengan masyarakat yang baru. setempat maupun dengan suku-suku Dari tahun ke tahun, jumlah orang bangsa yang lain. Banyak diantara Tionghoa di Nusantara terus bertambah. mereka yang kemudian menetap dan Tujuan pertama kedatangan mereka menikah dengan wanita setempat, adalah pusat-pusat yang menawarkan bahkan tidak pernah kembali ke berbagai kesempatan pekerjaan. Tiongkok (KJTB, 2006b). Karena itu, hidup secara berkelompok Asal-usul istilah “Tionghoa” tidak dapat mereka hindarkan. Hal ini baru populer pada akhir abad ke- memberi kesan bahwa jumlah mereka 19. Istilah ini mengacu pada istilah jauh lebih besar dari keadaan yang yang digunakan oleh dunia Malayu sebenarnya. Secara kuantitas, mereka untuk merujuk pada Tiongkok dan sesungguhnya adalah minoritas; orang-orang Tionghoa di Malaya dan namun dalam rantai ekonomi, mereka Hindia Belanda (Su Kim, 2008:161- berhasil menduduki posisi dominan 170). Sebelumnya, istilah baku yang pada sektor perdagangan dan industri digunakan adalah “China” atau “Tjina di Hindia Belanda. Dalam waktu dan China” menurut ejaan Indonesia beberapa generasi, mereka berhasil dan Melayu lama. Dalam barang- mengubah nasib dan menaikkan tingkat barang cetakan, istilah “China” sudah kehidupan sosial mereka (Suryadinata, digunakan sejak abad ke-17. Pada 1978). waktu itu, kata “China” tidak dianggap Berdasarkan kebijakan pemerintahan sebagai istilah yang menghina dan tidak Hindia Belanda, orang-orang Tionghoa seorang pun yang mengusulkan agar atau China terbagi ke dalam 2 golongan, istilah itu diganti dengan “Tionghoa” yaitu golongan Tionghoa totok atau (Jusuf, 2000). singkeh dan peranakan (Joe Lan, Di Tiongkok sendiri, popularitas 1961:7; dan Suryadinata, 1978:90). istilah “Tionghoa” (lafal Hokkian, Jumlah golongan peranakan lebih Zhonghua dalam bahasa Mandarin) banyak jika dibandingkan dengan berhubungan dengan bangkitnya golongan totok. Hal itu disebabkan nasionlisme pada akhir abad ke-19. karena mereka sudah empat bahkan Zhonghua digunakan beberapa abad tujuh generasi menetap di Nusantara. sebelumnya sebagai sinonim Zhongguo Akibatnya, golongan peranakan banyak (Tiongkok dalam lafal Hokkian) untuk yang tidak mengenal budaya Tionghoa menyebut darat pusat Tiongkok. Istilah dan menimbulkan jurang pemisah Zhongguo bermakna Negeri Tengah antara golongan totok dengan golongan atau the Middle Kingdom. Nasionalis peranakan. Tionghoa pada zaman modern Hingga pertengahan abad ke-20, etnis mengambil istilah ini untuk menyebut Tionghoa – baik peranakan maupun negara-kebangsaan dan bangsa yang totok – tidak peduli dengan masalah baru (Suryadinata, 2002:100-102). politik dan identitas ke-Tionghoa-an Memasuki abad ke-20, jumlah mereka. Kesibukan mereka, baik di imigran Tionghoa menjadi semakin sektor ekonomi maupun status mereka beragam. Mereka tidak lagi didominasi sebagai warga asing, menyebabkan oleh pedagang kelas menengah atau mereka enggan untuk ikut campur saudagar kaya, namun dari berbagai dalam bidang politik. Menjelang akhir lapisan sosial seperti tukang-tukang, abad ke-20, baru muncul kesadaran pedagang kecil, buruh, dan kuli pasar. untuk meninjau kembali identitas Perubahan ini tentu saja berpengaruh mereka sebagai bangsa Tionghoa. terhadap proses penyesuaian mereka Kesadaran ini mendorong munculnya dalam membentuk sistem dan struktur perkumpulan-perkumpulan Tionghoa, sosial komunitas Tionghoa di tempat baik perkumpulan marga dan suku

48 SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013 maupun perkumpulan-perkumpulan perkumpulan tersebut, hingga saat ini yang bertujuan untuk menyelesaikan belum diketahui. masalah yang dihadapi oleh etnis Latar belakang berdirinya Tionghoa. Sedangkan perkumpulan perkumpulan Hok Kian Kong Tik Soe yang bersifat politik dan bertujuan adalah disebabkan banyak orang- untuk menyelesaikan persoalan- orang Tionghoa, terutama yang persoalan yang menyangkut posisi merupakan golongan peranakan, mulai masyarakat Tionghoa muncul pada awal meninggalkan tradisi leluhur dan abad ke-20 (Suryadinata, 2002). mulai terpengaruh oleh budaya dan Perkumpulan-perkumpulan Tionghoa kepercayaan yang dianut oleh orang dapat dibedakan ke dalam dua pribumi. Lunturnya budaya Tionghoa di golongan, yaitu: (1) perkumpulan yang lingkungan golongan peranakan, bagi murni bersifat sosial dan tidak turut para pendiri perkumpulan Hok Kian campur dalam bidang politik; serta (2) Kong Tik Soe, menunjukkan lunturnya perkumpulan yang bersifat sosial dan identitas ke-Tionghoa-an golongan bertujuan untuk memperjuangkan peranakan (Devi, 2006). Lunturnya posisi etnis Tionghoa di Hindia Belanda. budaya Tionghoa di kalangan Perkumpulan yang dikategorikan peranakan juga disebabkan oleh golongan kedua tersebut turut campur kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam bidang politik dan selalu yang menekan orang-orang Tionghoa mendapat pengawasan, baik gerakan- yang tidak beragama Kristen. gerakan perkumpulan Tionghoa yang Tekanan terhadap orang-orang mengarah pada nasionlisme di Tiongkok Tionghoa yang tidak beragama Kristen maupun yang mendukung perjuangan adalah berupa pembedaan golongan- Bumi Putera di Indonesia (Suryadinata, golongan rakyat yang ditetapkan dalam 2002). pasal 6-10 dari Algemene Bepalingen Untuk menyebut organisasi atau van Wetgeving pada tahun 1848. perkumpulan orang-orang Tionghoa Peraturan tersebut membedakan rakyat yang mempelopori kesatuan etnis Hindia Belanda ke dalam dua golongan, Tionghoa di Surabaya menjelang yaitu Eropa dan Bumiputera. Untuk akhir abad ke-19, misalnya, sebuah menentukan golongan tersebut, agama perkumpulan Tionghoa peranakan digunakan sebagai ukuran. Mereka dari suku Hok Kian yang diberi yang beragama Kristen dimasukkan nama perkumpulan Hok Kian Kong ke dalam golongan Eropa, termasuk Tik Soe, yang artinya perkumpulan orang Indonesia yang beragama Kristen orang-orang Tionghoa dari Hok Kian. dimasukkan dalam golongan yang Perkumpulan tersebut bertujuan untuk “dipersamakan” dengan orang Eropa; mengembangkan nasionalisme Tiongkok serta semua orang yang tidak beragama dengan cara melestarikan adat-istiadat Kristen “dipersamakan” dengan orang Tionghoa. Perkumpulan tersebut Bumiputera. Hal itu mengakibatkan diresmikan secara sah oleh pemerintah jumlah orang-orang Tionghoa yang Hindia Belanda pada tanggal 9 Januari meninggalkan agama Tionghoa menjadi 1864, berdasarkan akte notaris dengan semakin meningkat demi mendapatkan perantara notaris Meester Thomas status Eropa (Su Kim, 2008). Amre Klinkhamer (THHK, 1953). Pada awalnya, untuk melestarikan Perkumpulan tersebut diketuai oleh budaya Tionghoa ini maka The Boen Hie, yang bergelar Yang Thay perkumpulan Hok Kian Kong Tik Kong; dengan wakil The Boen Keh, Soe membangun rumah ibadah bagi yang bergelar Tik Thay Kong dan Tjoa masyarakat Tionghoa. Rumah ibadah Djien Sing, yang bergelar Tjee Tjhwan yang dinamakan Klenteng Hok An Kiong Kong. Tetapi siapa sebenarnya pendiri tersebut dibangun di Topekong Straat,

49 AHMAD KOSASIH, Pers Tionghoa dan Dinamika Pergerakan Nasional atau sekarang menjadi Jalan Coklat, organisasi ini sebagai simbol kilas pada tahun 1830 dan merupakan balik kejadian di Tiongkok pada akhir klenteng tertua di Surabaya. Selain 1890-an, menyusul kekalahan Cina membangun klenteng, perkumpulan oleh Jepang dalam perang Tiongkok- Hok Kian Kong Tik Soe juga menyusun Jepang pada tahun 1894-1895, yang peraturan-peraturan tentang perilaku nampaknya diikuti dengan cermat oleh sopan-santun untuk orang-orang kaum Tionghoa di Hindia Belanda atau Tionghoa yang tinggal di Surabaya. Indonesia sekarang (Adam, 2003:126). Tujuan lain dari perkumpulan ini Pendirian organisasi THHK ini adalah memberikan bantuan untuk sebenarnya terinspirasi oleh suatu biaya pernikahan, kematian untuk gerakan Khonghucu di Singapura yang umum, memenuhi keperluan ibadah berusaha untuk menyebarkan pengaruh agama, dan perayaan-perayaan agama agama Khonghucu di kalangan (Suryadinata, 2002; dan Su Kim, 2008). perantauan Tionghoa di Singapura. Gerakan dari perkumpulan Hok Orang Tionghoa di Hindia Belanda Kian Kong Tik Soe untuk melestarikan juga kerapkali memandang Singapura adat-istiadat Tionghoa tersebut sebagai jendela ke dunia luar. Ketika mendapat dukungan, baik dari Singapura menjadi basis gerakan golongan peranakan maupun totok, Khonghucu, yang banyak dianjurkan sehingga dalam kurun waktu yang tidak oleh para pejuang nasionalis Tiongkok, lama perkumpulan itu berkembang komunitas Tionghoa peranakan di menjadi perkumpulan terbesar dan Hindia Belanda juga tertarik untuk terkaya di Surabaya. Perkumpulan membesarkannya. Pada 1897, jurnalis tersebut tidak hanya berjasa dalam Lie Kim Hok memperkenalkan ajaran melestarikan adapt-istiadat Tionghoa, Khonghucu di Hindia Belanda melalui namun juga merangsang muncul dan sebuah buku yang diterbitkan di berkembangnya berbagai perkumpulan Batavia, yakni Hikayat Khonghoetjoe Tionghoa di Surabaya. Pada awalnya, (dalam Adam, 2003:127). baik perkumpulan Hok Kian Kong Sejak organisasi THHK itu didirikan, Tik Soe maupun perkumpulan- sambutan orang Tionghoa di Jawa perkumpulan yang lain hanya bersifat luar biasa. Pers, baik yang dikelola sosial dan tidak turut campur dalam orang Tionghoa maupun orang Indo- masalah politik di Hindia Belanda. Belanda, memberi publisitas yang luas Namun, kebijakan politik pemerintah terhadap kehadiran organisasi ini. Hindia Belanda yang bersifat Pada 3 Juni 1900, melalui Ketetapan diskriminatif serta pengaruh situasi di Gubernur Jenderal No.15, pemerintah Tiongkok akhirnya mendorong mereka kolonial Belanda mengakui organisasi untuk meninjau kembali identitas THHK ini secara hukum. Keberhasilan mereka sebagai orang Tionghoa serta organisasi ini, khususnya dalam bidang turut aktif dalam gerakan nasionalisme pendidikan, memberikan dampak baru Tiongkok (Suryadinata, 1986). tentang cara pandang orang-orang Pada 17 Maret 1900, oleh sekolompok Tionghoa peranakan yang mulai terbuka pedagang dan jurnalis Tionghoa di terhadap modernisasi, yang sebagian Batavia (Jakarta sekarang), dalam besar dari mereka berarti menyerap upayanya memperjuangkan hak-hak karakter budaya Barat (PPB, 1952; dan minoritas dalam masyarakat kolonial, THHK, 1953). didirikanlah organisasi Tiong Hoa Hwee Dalam perjalanan waktu, politik Koan (THHK). Pendiri organisasi ini kolonial Belanda untuk menggalang adalah , , golongan peranakan Tionghoa agar Khouw Lam Tjiang, Tan Kim San, Lie berorientasi ke Hindia Belanda semakin Kim Hok, dan Lie Hin Liam. Pendirian terlihat dengan jelas. Sekolah-sekolah

50 SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013

Hollandsch Chineesche School (HCS) mencerca dalam perseteruan pribadi, untuk anak-anak Tionghoa merupakan bahkan sesama anggota komunitas alat pertama pemerintah kolonial Tionghoa sendiri (Adam, 2003:106). Belanda untuk menghapus identitas Lebih lanjut Ahmat Adam (2003) ke-Tionghoa-an golongan peranakan menyimpulkan bahwa masuknya Tionghoa. Maka menjelang tahun 1920, orang Tionghoa peranakan ke bisnis muncul generasi muda peranakan surat kabar membuka sebuah era Tionghoa yang berorientasi pada baru dalam pers berbahasa anak pemerintah Hindia Belanda. negeri. Orang Tionghoa tidak hanya Meskipun sekolah THHK masih melihat surat kabar sebagai bisnis yang tetap ada dan gerakan nasionalisme menguntungkan, mereka juga menjadi Tiongkok yang didukung oleh surat lebih sadar akan peran yang bisa kabar Sin Po tetap menyala, munculnya dimainkan oleh pers dalam membentuk generasi muda yang berorientasi pada opini publik. Ketidakpuasan umum pemerintah Hindia Belanda ini berhasil dari apa yang mereka alami sebagai memecah golongan peranakan ke perlakuan tidak adil oleh pemerintah dalam dua kelompok, yaitu kelompok kolonial Belanda terhadap kalangan pendukung nasionalisme Tiongkok Tionghoa di sektor bisnis dan secara dan kelompok yang berorientasi sosial, misalnya, disuarakan secara pada pemerintah Hindia Belanda kuat di dalam pers yang akhirnya (Suryadinata, 1986). melahirkan sebuah kesadaran baru Tionghoa modern dalam bentuk Pers Tionghoa dalam Konteks gerakan nasionalisme Tionghoa (Adam, Pergerakan Nasional di Indonesia 2003:301-304). Studi tentang sejarah pers Berdasarkan kajian yang dilakukan Tionghoa dalam konteks pergerakan bahwa rintisan telah dibuat oleh surat- nasional Indonesia pada hakekatnya surat kabar berbahasa Melayu yang didasarkan pada hasil-hasil penelitian lebih dahulu terbit, seperti Medan dan penulisan tentang Sejarah Prijaji. Bahasa Melayu sebagai lingua Pers di Indonesia secara umum, franca di kepulauan Nusantara telah sejak kemunculan sampai dengan mendapatkan peran barunya melalui perkembangannya di awal abad 20. tradisi keberaksaraan (literacy) Latin, Studi yang dilakukan oleh Ahmat Adam yaitu huruf Rumi, yang diperkenalkan (2003) memberikan gambaran tentang oleh koran-koran pribumi tersebut. pers Tionghoa sebagai bagian dari Inilah era baru dimana perasaan sistim pers Hindia Belanda (Indonesia kebersamaan sebagai bangsa pribumi sekarang). Menurutnya, partisipasi (natives) diserap melalui pembacaan orang Tionghoa peranakan di dunia pers atas tulisan di halaman kertas lebar dimulai sejak 1869. menggunakan aksara Latin yang Pada awalnya, minat orang Tionghoa disebut surat kabar (Joe Lan, 1961 dan di dunia jurnalistik baru sebatas 1968). menulis surat serta menyumbangkan Surat kabar atau koran itu berita dan artikel kepada editor surat tersebar melintasi batas-batas suku kabar yang dikelola oleh orang Indo- bangsa (etnik) sehingga melahirkan Belanda. Surat kabar tidak hanya kesadaran bersama dan rasa senasib menyediakan orang Tionghoa sebuah di antara pembaca yang berlain-lainan forum untuk membeberkan pandangan suku bangsa itu. Dalam konteks ini mereka dan menguji kebolehan penting sekali untuk mengetahui dan mereka menulis syair dalam ragam memahami bagaimana peranan pers bahasa Melayu rendah. Bagi mereka, dalam menumbuhkan kesadaran surat kabar merupakan media untuk nasional di kalangan penduduk

51 AHMAD KOSASIH, Pers Tionghoa dan Dinamika Pergerakan Nasional keturunan. Sejarah berkembangnya kabar Tionghoa yang baru. Pada 1 Juli pers di Hindia Belanda dimulai dari 1906, di kota Batavia (Jakarta sekarang) diterbitkannya surat kabar berbahasa beredar mingguan Seng Kie Po, yang Belanda, kemudian masyarakat Indo- disusul dengan mingguan seperti Tiong Belanda, dan Cina juga menerbitkan Hoa Wie Sin Po di (Adam, 2003). surat kabar yang berbahasa Belanda Bila melihat keadaan yang memacu, dan Cina, juga diterbitkan surat kabar baik pesatnya pertumbuhan surat berbahasa Melayu, bahasa daerah, kabar Tionghoa maupun bermunculan dan terakhir surat kabar berbahasa perusahaan percetakan milik orang Indonesia (Soebagio, 1977; dan Said, Tionghoa, tampaklah bukti yang 1988). Saat itu, orang Indonesia belum meyakinkan bahwa bangkitnya mendapatkan pendidikan dan tingkat kesadaran sosial-ekonomi dalam dua ekonomi yang memadai, sehingga dasawarsa terakhir abad ke-19 sangat mustahil untuk membuat surat kabar membantu perkembangan pers yang yang independen. berorientasi Tionghoa dan menyebabkan Menurut Ahmat Adam (2003), kalangan Tionghoa peranakan banyak kedekatan pers Tionghoa dengan yang menggeluti bidang jurnalistik kebangkitan nasionlisme di kalangan dengan sungguh-sungguh. Tekanan Tionghoa peranakan dimulai sejak ekonomi dan tumbuhnya sentimen anti- berdirinya perkumpulan THHK (Tiong Tionghoa telah menjadi katalisator yang Hoa Hwee Koan). Organisasi ini menyadarkan orang Tionghoa akan menandai bangkitnya nasionalisme peranan dan fungsi penting pers. Tionghoa di Hindia Belanda, di Mengentalnya nasionalisme Tionghoa, mana hal itu pun mempercepat yang ditunjukkan dengan banyaknya perkembangan orgaan atau corong penerbitan surat kabar milik orang bagi organisasi itu yang sangat berbau Tionghoa, tidak berarti menyebabkan Tionghoa dalam watak dan orientasinya. penduduk pribumi merasa terasing Satu hal yang penting dari sejumlah dari angin politik baru yang bertiup di pers Tionghoa yang dimotori oleh Hindia Belanda. Keberhasilan orang organisasi THHK adalah kebanyakan Tionghoa menembus industri pers dari penerbitan mereka menggunakan dipuji oleh orang Indonesia, bukan bahasa Melayu rendah, tapi dengan karena keuntungan ekonomi yang judul beraksara Tionghoa. Untuk bisa mereka peroleh, tatapi pengaruh pertama kalinya, setahun setelah pers itu terhadap komunitas Tionghoa pembentukan THHK, maka diterbitkan khususnya dan penduduk pribumi pada surat kabar Li Po yang dipimpin oleh umumnya. dua orang peranakan, Tan Ging Tiong Sebuah ungkapan yang datang dari dan Ijoe Tjai Siang, serta dicetak di Raden Mas Tirto Adhi Soerjo dalam Sukabumi dengan menggunakan pertemuan saudagar dan pedagang bahasa Melayu rendah. Penerbitan Li Po pribumi yang berasal dari Bandung, ini kemudian diikuti oleh penerbitan- Batavia, Yogyakarta, Solo, dan penerbitan surat kabar lain yang Semarang adalah sebagai berikut: mengusung nasionalisme Tionghoa di Hindia Belanda (Adam, 2003). Karena pengaroehnja soerat2 chabar ini, Munculnya surat kabar dengan maka bangsa Tiong Hoa djadi bangoen dari tidoernja, dan masing2 soedah bergerak nama Tionghoa berlanjut hingga akan membantoe tiap2 tanda kemadjoean periode ketika kebangkitan masyarakat dan ichtiar akan dapat kemadjoean. Inilah pribumi mulai muncul, seperti lahirnya sebab bangoennja beberapa perhimpoenan organisasi-organisasi Sarekat Islam, dan berdirinya beberapa sekolah dan tegoehnya perniagaan yang dilakukan oleh Indische Partij, dan Boedi Oetomo. mereka itoe (dalam Adam, 2003:134). Hampir setiap tahun bisa muncul surat

52 SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013

Pengakuan tokoh lain tentang Seruan Abdul Rivai kepada kaum keberhasilan pers Tionghoa, yang intelektual Indonesia untuk menyamai membawa pengaruh baru terhadap kaum Tionghoa dan Arab segera perkembangan nasionalisme pribumi, diikuti dengan upaya serius dari datang dari tokoh Abdul Rivai, seorang kalangan jurnalis pribumi yang banyak editor surat kabar Bintang Hindia yang mendirikan surat kabar dan organisasi terkenal dengan salah satu tulisannya baru. Pertumbuhan pers milik mengenai “Bangsawan Pikiran”, di bangsa sendiri ini, dengan demikian, mana dalam tulisannya itu Abdul Rivai menunjukkan kebangkitan kaum memberikan penggolongan atas kaum pribumi. intelektual sebagai bangsawan “pikiran” Melihat kenyataan itu maka yang ditujukan kepada kaum terpelajar pemerintah Hindia Belanda tidak tinggal Indonesia dalam posisi yang sangat diam, dengan segala cara ditempuh penting dalam memimpin bangsanya untuk menghambat perkembangan menuju kemajuan. pers nasional, antara lain tidak hanya Dalam salah satu komentarnya dengan mengancam akan menggunakan tentang kegiatan warga Tionghoa Undang-Undang yang terdapat dalam bahwa kemajuan mereka sudah cukup KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum “progresif” dan pencapaian itu harus Pidana) yang berlaku di Hindia Belanda, diikuti oleh kaum cendekia Indonesia, tetapi ditambah dengan Pers Breidel ia lebih lanjut menyatakan sebagai Ordonantie, yaitu kebijakan yang berikut: memberi hak kepada pemerintah kolonial Belanda untuk menghentikan [...] bahwa pikiran dan pendapatan penerbitan yang dianggap bangsa Tjina di Tanah Hindia sekarang berpandangan progresif mendukung telah terbagi doea: Kaoem Koeno dan Kaoem Moeda. Dalam doea tiga gerakan nasionalisme pribumi dan tahoen kemoedian, kita melihat betapa dapat membahayakan kedudukan kedoea kaoem itoe berichtiar hendak pemerintah kolonial Belanda. mengembangkan pikiran dan pandapatan Karenanya, baik pers nasional seseorang (dalam Adam, 2003:178). maupun pers Tionghoa banyak menghadapi kesulitan dan hambatan Dalam sebuah tulisan bersambung untuk berkembang. Serentetan mengenai “kebangkitan” bangsa kasus di Pengadilan Hindia Belanda Tiongkok, Abdul Rivai menekankan sering diajukan sebagai terdakwa bahwa kaum mudalah yang memimpin adalah para wartawan dan surat Tionghoa peranakan. Kekagumannya kabar yang dianggap melanggar pada gerakan modernis bangsa peraturan perundang-undangan yang Tionghoa menyebabkan Abdul Rivai berlaku. Diajukannya para wartawan berulang kali mendesak kawan- Indonesia ke sidang pengadilan kawannya dan pemuda bumiputera di kolonial menjadi fenomena rutin Hindia Belanda (Indonesia sekarang) dalam perkembangan pers pergerakan. untuk menyamai orang-orang Tionghoa Nama-nama seperti H.O.S. (Hadji yang berpikiran modern. Istilah “bangsa Oemar Said) Tjokroaminoto, Dr. Tjipto Hindia” atau “anak Hindia” selanjutnya Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker, dipopulerkan oleh surat kabar Bintang Dr. Soetomo, Soekarno, Mohamad Hindia. Sekalipun istilah itu menunjuk Hatta, Hadji Agoes Salim, dan lain- kepada golongan lain di Hindia Belanda, lain merupakan tokoh-tokoh yang seperti Tionghoa dan Arab, namun masuk dalam daftar orang-orang yang dalam konteks ini adalah jelas ditujukan tersangkut dalam kasus pengadilan kepada orang-orang Indonesia (Soebagio, dan dijatuhi hukuman karena tulisan- 1977; dan Said, 1988). tulisan mereka yang dianggap sebagai

53 AHMAD KOSASIH, Pers Tionghoa dan Dinamika Pergerakan Nasional menghina dan dapat membahayakan hari dilakoeken. kedudukan pemerintah kolonial Hoofdredacteur kita lantas menginget itoe bitjara dari toean Wienecke, minta Belanda (Poesponegoro & Notosusanto pada Assistent-Resident boeat, soepaia eds., 1984; dan KJTB, 2005). toean Kwee tidak diborgol. Sebab terlaloe Kasus peradilan hukum, berkaitan repot sama laen² oeroesan (dalam http:// dengan pemberitaan pers, tidak saja tjamboek28.multiply.com/journal/ dialami oleh para jurnalis nasional item/178, 15/12/2012). Indonesia tetapi kasus-kasus itu Lebih lanjut mengenai delik pers pun menimpa jurnalis-jurnalis Kwee Thiam Thing berkaitan dengan berdarah Tionghoa (China) yang komentarnya tentang seseorang gencar menyuarakan kebebasan melakukan piutang karena terdorong dan perjuangan persamaan dalam untuk melakukan pembayaran cicilan masyarakat kolonial. Untuk pinjaman yang memberatkannya. menyebutkan salah satu tokoh Secara lengkap tentang isi delik pers wartawan keturunan China yang cukup diberitakan pada surat kabar Soeara dikenal kegarangannya dalam tulisan- Publiek, tanggal 12 Januari 1926, tulisan di surat kabar adalah Kwee sebagai berikut: Thiam Tjing (lahir 9 Februari 1900 di , Jawa Timur, dan meninggal Tadi pagi, Landraad di kepalai oleh pada 28 Mei 1974 di Jakarta). Mr. Wienecke sebagi Voorzitter, preksa Kwee Thiam Tjing adalah seorang perkaranja toean Kwee Thiam Tjing jang minggoe laloe dimoendoerken lantaran jurnalis Tionghoa. Ia menempuh ia poenja pembela Mr. Jaarsma sakit. pendidikannya di ELS (Europeesch Delict pertama, jang ditoentoet, adalah Lagere School) di kota , Jawa commentaar, jang toean Kwee Thiam Timur, dan kemudian terjun ke dunia Tjing boeboehi atas satoe toelisan dalem jurnalistik. Ia menguasai bahasa Ind. Crnt. W.J.E, tentang toekang mindring, dimoeat dalem Soeara Publiek, Belanda, Jawa, Madura, dan Hokkian. 19 September 1925. Commentaar itoe Bahan-bahan tulisannya mencakup berboenji begini: segala lapisan masyarakat: kawan- “Kita moefakat, djika ada seorang Arab, lawan, lelaki-perempuan, tua-muda, Tionghoa, Blanda, atawa Boemipoetra jang lepas oewang panas, berlakoe begitoe dan lain-lain (KJTB, 2005; dan Lie, koerang adjar boeat, oempama, masoek 2005). dalem kamar tidoer boeat tjari apa² Pada tahun 1926, Kwee Thiam Tjing jang mereka rasa ada berharga boeat di dikenai sembilan delik pers, sehingga djadiken pentjitjilan dari pindjeman. Itoe ia terpaksa mendekam selama sepuluh orang jang sematjem begitoe tidak oesah goenaken banjak omong, hanja lebih bulan di penjara Kalisosok, Surabaya, doeloe kemplang sadja kepalanja, lebih dan penjara Cipinang, Jakarta. Kejadian keras lebih baek. ini dicatat dalam artikel “Tanggal Paling Perkara oetang tinggal oetang, tapi Tjilaka” di Soeara Publiek, Surabaya, djika lantaran satoe pindjeman lantas si pioetang kira bahwa ia djoega boleh pada 5 Januari 1926. Isi beritanya pindjem orang poenja antero milik, ini dapat dikutif sebagai berikut: kira’an moesti lantas dikasih laloe dengan djalan palang pintoe naek di kepala. “Tanggal Paling Tjilaka!!”, 5 Djanoeari Perkara tinggal belakangan” (dalam 1926. Ini hari, satoe redacteur kita, http://tjamboek28.multiply.com/journal/ jaitoe toean Kwee Thiam Tjing, ditangkep item/178, 15/12/2013). atas prentah Voorzitter Landraad kerna persdelict, jang besok bakal dipreksa. Prentah boeat tangkep soedah dikeloearken lebih dari satoe minggoe, Arus Balik dan Kemunduran Pers tapi lantaran toean Kwee baroe semalem Tionghoa di Indonesia kombali dari verlof dan tadi pagi baroe bisa Meminjam istilah Pramoedya Ananta dateng serahken dirinja di Hoofbureau van Toer (1990), dalam bukunya Arus Balik, Politie, maka penangkepan itoe baroe ini

54 SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013 kata “arus balik” terhadap pandangan Keluhan-keluhan di atas diilustrasikan dan orientasi pers Tionghoa terjadi melalui sepucuk surat panjang seorang pada periode ketiga gelombang gerakan Tionghoa dari Kupang dalam Hindia- nasional di Hindia Belanda (Indonesia Nederland edisi 8 dan 12 Januari 1881, sekarang). Separuh, bahkan sepanjang dan kemudian dikutip oleh surat kabar penerbitan pers Tionghoa, sebelumnya Bintang Timoer pada 22 Januari 1881, tidak banyak yang mempunyai yang menunjukkan “ketidakbahagiaan” perhatian pada kemajuan pergerakan orang Tionghoa atas kebijakan kaum Bumiputera (Lie, 2005). pemerintah kolonial Belanda terhadap Pengalaman hidup sebagai kelompok komunitas mereka pada umumnya. yang dipisahkan oleh sekat-sekat Kutipannya adalah sebagai berikut: rasialis yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda, hal itu berdampak Kita orang, bangsa Tjina, jang berdoedoek pada sikap saling mencurigai di antara di antero tana India-Nederland di seboet orang menoempang, sebabnja negri penduduk pribumi dan etnis Tionghoa. Tjina belon talok di bawah prentah Sentimen anti Tionghoa, yang Gouvenement Olanda. Tegal itoe kita orang pertama kali menemukan ekpresinya tiada bole berboeat barang perkara dengen dalam pers pada era 1870-an, terus kesoesahan salakoe anak-anak tanah sendiri, soeaktoe kepala Tjina di India menggema dalam sejumlah koran yang Nederland haroes ia bermoehoen pada lebih populer di Batavia, Semarang, dan Gouvernement kaloe-kaloe ia boleh tinggal Surabaya sampai menjelang akhir abad di sana pada mentjari kehidoepannja ke-19. Namun, sebenarnya kebencian (dalam Adam, 2003:104-106). golongan etnis Tionghoa terhadap sikap kalangan pribumi tersebut tidak sebesar Keluhan-keluhan yang terlontar kekecewaan mereka atas perlakuan di permukaan itu berkaitan dengan pemerintah kolonial Belanda terhadap masalah-masalah pengaturan komunitas Tionghoa di Hindia Blanda penduduk Tionghoa. Hal ini membekas pada umumnya. Khususnya, mereka di kehidupan etnis Tionghoa sampai tidak senang pada peraturan wijken peridoe awal abad ke-20. Ini juga berarti stelsel (sistem zona pemukiman) yang bahwa sejak periode awal penerbitan membatasi domisili mereka pada apa pers Tionghoa, yang dimulai dengan yang disebut Pecinan (ANRI, 1975). dwi-mingguan Matahari sampai dengan Mereka juga mengeluh karena tidak periode kebangkitan, ditandai dengan bisa masuk ke kampung-kampung bangkitnya gerakan Pan-Tionghoa. pribumi di Jawa dan karenanya Ditambah lagi dengan kampanye ruang gerak mereka terhalang oleh dan keluhan yang dirasakan oleh sistem surat pas (passenstelsel), yang orang-orang Tionghoa sepanjang tiga diperkenalkan pemerintah kolonial dasawarsa terakhir abad ke-19, maka Belanda sejak 21 April 1863 (Adam, tak heran bila sejak 1900 menjadi 2003:103). penanda penting bagi kesadaran Pemberlakuan pajak dan nasional Tionghoa di negeri Hindia. penyelesaian perkara kriminal pun Kesadaran akan status mereka dipandang sebagai kebijakan yang sebagai kelompok minoritas dalam tidak adil buat orang-orang Tionghoa. masyarakat kolonial Belanda Kecemburuan terhadap warga pribumi diekspresikan dengan sungguh-sungguh mengemuka dalam peradilan. Mereka sepanjang tahun-tahun awal abad ke-20 tidak senang karena orang pribumi dalam pers Tionghoa peranakan, yang duduk di dewan yang memutuskan menyatakan diri sebagai suara atau masalah hak waris di antara orang- orgaan gerakan Pan-Tionghoa, yakni orang Tionghoa, dan menuntut orang THHK (Tiong Hoa Hwee Koan). Dalam Tionghoa juga bisa duduk di dewan itu. hal ini, kekuatan Sin Po yang didukung

55 AHMAD KOSASIH, Pers Tionghoa dan Dinamika Pergerakan Nasional oleh perkumpulan Tionghoa peranakan dan bisa dimengerti. Jang orang Olanda di seluruh Hindia Belanda memberikan oemoemnja tida bisa setoedjoe dengan itoe pergerakan, ini barang tentoe, sebab pengaruh yang luas kepada rakyat siapa djoega nanti tida ingin keilangan pribumi. Sebagaimana digambarkan djajahannja. Tapi bisa dipertjaja jang dalam salah satu artikel di bawah ini, dalem hati’nja sesoeatoe orang Olanda yang menyatakan sebagai berikut: jang djoedjoer pasti tida bisa tida moesti poedji tindakannja toean Ir. Soekarno (dalam KJTB, 2006a). Pengaroehnja ini bagian dari pers soedah sering diakoei oleh banjak pihak dan baroe ini dalem weekblad Sin Po (30 Sampai pada masanya, rasa tidak November 1935), baroe oentoek pertama suka etnis Tionghoa kepada langkah kali sastrawan Boemipoetra, jakni toean penolakan kaum pergerakan pribumi Armyn Pane, oendjoek bagaimana penting ada’nja bahasa Tionghoa-Melajoe jang ini pun akhirnya berubah menjadi rasa digoenakan oleh pers terseboet dan simpati dan keinginan untuk membantu bagaimana oempama verslag voetbal dalem perjuangan kaum pribumi. Adalah pers Tionghoa-Melajoe enak dibatja sebab surat kabar Sin Tit Po, sebagai wakil idoep bahasa’nja (dalam KTB, 2007). pers Tionghoa peranakan, yang bersedia menerima penuh ideologi nasionalisme Meskipun surat kabar Sin Po Indonesia. Pengelola surat kabar ini, berhaluan nasionalisme Tiongkok yang menjadi corong setengah resmi dan menyuarakan pandangan orang- dari PTI (Partai Tionghoa Indonesia), orang Tionghoa, bukan berarti surat menganggap bahwa Indonesia sebagai kabar ini mengabaikan perjuangan tanah airnya dan bersedia berjuang nasional orang-orang Indonesia. Apalagi untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. kelompok Tionghoa yang mengelola Mereka juga merasa bahwa nasibnya surat kabar Sin Po ini juga menolak telah terikat dengan nasib orang kewarganegaraan Belanda. Dengan Indonesia pribumi. Maka, tak aneh jika demikian, mereka tetap menjalin Sin Tit Po ikut menyebarkan ide-ide hubungan dengan tokoh-tokoh nasionalisme Indonesia (Suryadinata, pergerakan nasional di Indonesia. 1986). Dalam beberapa periode, Sin Po banyak Sin Tit Po semula bernama Sin Jit Po memakai wartawan Bumiputera dan dan merupakan surat kabar pengganti banyak pula memuat berita tentang dari surat kabar Sin Po edisi Jawa kelompok pergerakan Indonesia. Timur yang mengalami kegagalan dan Melalui Sin Po juga lagu “Indonesia diambil-alih oleh tuan Lim Bok Sioe dan Raya” gubahan W.R. Supratman – yang ditukar namanya menjadi Sin Jit Po dan menjadi lagu kebangsaan Indonesia – akhirnya menjadi besar dengan nama untuk pertama kalinya dipublikasikan. Sin Tit Po. Surat kabar ini menjadi koran Sementara itu, Ir. Soekarno juga ternama di Jawa Timur pada zaman dikenal dekat dengan beberapa surat pergerakan nasional Indonesia. Adalah kabar Tionghoa, termasuk dengan menarik untuk mengutip perkembangan Sin Po. Keberhasilan Soekarno dalam surat kabar ini pada zaman pergerakan mengangkat popularitas PNI (Partai nasional di Indonesia, sebagai berikut: Nasional Indonesia) mendapat sorotan dari beberapa surat kabar Tionghoa. […] oleh kerna masjarakat Tionghoa di Harian Soeara Publiek tahun 1928, Djawa Wetan merasa perloe mempoenjai misalnya, memberikan seruan penting soerat kabar harian jang sedikit-dikitnya tentang diri Soekarno sebagai berikut: mirip Sin Po di Djakarta, maka sebagian pemimpin Tionghoa di sana (Djawa Timoer) mengandjoerkan pada pemimpin Toean Ir. Soekarno c.s. oendjoek boekan Sin Po di Djakarta agar di Soerabaia, Sin sadja mendjadi poetra Indonesia sedjati, Po mengadakan edisi Djawa Timoer. Hal tapi djoega mendjadi pemimpin dalem ini diloeloeskan, maka pada bulan Djoeli artian toelen dari pergerakan jang moelia

56 SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013

dari taon 1922, “Sin Po mempoenjai edisi tersebut terjadi dalam konstelasi Djawa Timoer dengan berkedoedoekan hubungan orang-orang Tionghoa di Soerabaia. […] oleh toean Lim Bok Sioe ditoeker namanja menjadi Sin Jit dengan penguasa baru di Asia, yaitu Po, dan berkat djasanya toean Lim Koen Jepang. Pengaruh Jepang di Cina Hian diperkokoh mendjadi Sin Tit Po, dan Utara sudah menimbulkan kebencian hingga dewasa mendjadi koran ternama di yang mendalam pada masyarakat Djawa Timoer (dalam KTB, 2008). Tiongkok (China Selatan). Sejak tahun 1932, Mancuria diduduki oleh tentara Dinamisasi politik di daratan Guan Dong dari Kekaisaran Jepang Tiongkok (China), khususnya dengan dan kemudian didirikan “negara perkembangan perpecahan sikap boneka Manchu” atau Manchuguo. antara Pemerintah Nasionalis Cina Selain Guan Dong, beriktunya wilayah dan Front Persatuan Nasionalis Mongolia berhasil dikuasai oleh yang digalang oleh Partai Komunis Jepang. Sengketa China – Jepang itu Cina, berdampak langsung pada menghasilkan kebencian rakyat China jiwa dan semangat penerbitan pers yang memuncak ketika terjadi peristiwa Tionghoa di Hindia Belanda (Indonesia “penculikan” terhadap Jenderal Jiang sekarang). Perpecahan itu bermula Kai Shek di Xi An yang bertujuan untuk ketika Pemerintah Nasionalis Cina memaksanya menghimpun kekuatan berpihak kepada negara-negara nasional melawan Jepang (Sukisman, Sekutu dalam Perang Dunia II (1939- 1983). 1945). Bantuan perang dari negera- Pada bulan April 1936, pemerintah negara Sekutu, yang diterima oleh Jepang mengajukan tuntutan Pemerintah Nasionalis China, telah kepada pemerintah China agar: (1) menempatkan pasukan Tentara Merah menghentikan permusuhan terhadap dibawah kendali Partai Komunis Cina Jepang dan bersedia bersama- pada kedudukan yang terpinggirkan. sama menentang Komunisme; (2) Hal ini sangat berpengaruh terhadap menempatkan penasehat Jepang jiwa Front Persatuan Nasionalis yang pada segenap cabang pemerintah sesungguhnya segenap Angkatan China; serta (3) mengakui kedudukan Bersenjata China (termasuk Tentara khusus dari Jepang di China Utara. Merah) berada dalam satu komando Tuntutan tersebut tentu saja ditolak (Sukisman, 1983:29). oleh pemerintah China. Bahkan rakyat Gejala keretakan antara Pemerintah China menanggapinya dengan aksi Nasionalis Cina dan Front Persatuan boikot terhadap barag-barang produksi Nasionalis terutama terjadi ketika Jepang sehingga impor dari negara Jenderal Jiang Kai Shek memerintahkan tersebut menurun sampai dengan 30% satuan Tentara ke-4 dari Tentara Merah (Sukisman, 1983:29). untuk berpindah dari kedudukannya Sikap penolakan dan kebencian di daerah Shang Dong dan Kiang Su. terhadap agresi Jepang di China juga Perintah itu tidak dipatuhi, sehingga dilakukan oleh orang-orang Tionghoa Jenderal Jiang Kai Shek mengirim di Hindia Belanda (Indonesia sekarang). pasukan nasionalis untuk menangkap Sampai kedatangan delegasi Jepang panglima dari Tentara ke-4 Tentara pada 12 September 1940, dibawah Merah pada tanggal 17 Januari 1941. pimpinan I. Kobayashi, di Batavia Sejak saat itu, ketegangan dan suasana memberikan kesempatan kepada curiga-mencurigai di antara kedua para pemimpin nasional Indonesia golongan angkatan bersenjata tersebut untuk membicarakan berbagai soal makin menjadi-jadi (Sukisman, 1983; politik dan ekonomi. Tersiar desas- dan Suryadinata, 2002). desus bahwa telah terjadi pertukaran Dampak tidak langsung dari rencana antara delegasi itu dengan perpecahan politik di negeri Tiongkok

57 AHMAD KOSASIH, Pers Tionghoa dan Dinamika Pergerakan Nasional para pemimpin nasional mengenai Jepang. Sebagaimana digambarkan bentuk pemerintahan Hinda Belanda oleh Tjamboek Berdoeri tentang suasana didalam kerangka “susunan baru” pada masa itu, sebagai berikut: Jepang. Kedatangan mereka juga disertai tindakan bantuan konkrit [...] waktoe berdjalan teroes hingga tibalah berupa keuangan kepada pers Indonesia saat’nja Djepang doedoeki ini kepoelaoean, seperti djoega soerat2 kabar Tionghoa- dalam bentuk pemasangan iklan di Melajoe laennja, seperti Thian Sung, Jit surat kabar Indonesia (Poesponegoro & Pao, Tja Pao, Siang Po, Keng Po, Kong Hwa Notosusanto eds., 1984:315). Po [...] Sin Po djoega di-beslag Djepang. Pada masa pendudukan Jepang Seantero redactie’nja soerat-kabar itoe diinternir, tjoema boleh di-bilang sanget (1942-1945), dunia pers di Indonesia beroentoeng toean jang dikendalikan berdasarkan Undang- ditjari Djepang tida ketangkep (dalam KTB, Undang Penguasa, atau Osamu Seirei, 2009). No.16 tentang pengawasan badan- badan pengumuman dan pemilikan Demikianlah dapat digambarkan pengumuman serta penerangan. Pada bahwa kekuasaan militer Jepang pasal 3 Undang-Undang tersebut akhirnya menutup sebagian besar dinyatakan sebagai berikut: aktivitas pers Tionghoa di Hindia Belanda (Indonesia sekarang). Terlarang menerbitkan barang tjetakan Kenyataan ini mendorong pers Tionghoa yang berhoeboeng dengan pengoemoeman digantikan kedudukan dan peranannya ataoe penerangan, baik beroepa penerbitan setiap hari, setiap minggoe, setiap boelan, oleh pers pemerintah pendudukan maoepoen penerbitan dengan tidak Jepang dan pers bumiputera Indonesia. tertentoe waktoenja, kecoeali oleh badan- Pada zaman Jepang (1942-1945), badan jang soedah mendapat izin (Said, dengan demikian, telah terjadi “arus 1988:48). balik” dalam sejarah pers Tionghoa di Indonesia. Berdasarkan ketentuan penguasa Jepang tersebut, semua surat Kesimpulan kabar Belanda dan Cina dilarang Pers sebagai bagian dari sistem sosial terbit. Panglima militer Jepang masyarakat akhirnya dijadikan sebagai kemudian menerbitkan nama-nama alat perjuangan yang efektif dalam sejumlah surat kabar pribumi sesuai menyebarluaskan kesadaran nasional. keinginannya. Sensor dilakukan atas Berdasarkan fungsi dan kedudukannya, segala cetakan, bahkan berita-berita pers sebagai media informasi, sekaligus dan karangan-karangan juga disaring menjadi perpanjangan tangan kaum dahulu oleh petugas sensor. pergerakan dalam menuangkan Akhirnya, usai sudah sebagian gagasan, ide, serta aspirasi perlawanan besar surat-surat kabar Tionghoa di terhadap kekuasaan kolonial. Pers yang Indonesia, kecuali yang dapat bertahan dimaksud saat itu berbentuk surat dengan diam-diam dan itupun selalu kabar, majalah, atau sekedar pamflet mendapat pengawasan yang ketat yang disebarluaskan di kalangan dari pemerintah pendudukan Jepang. nasionalis. Umumnya, koran-koran besar seperti Arti penting peranan pers di Thian Sung, Sin Po, Sin Jit Pao, Siang masa pergerakan nasional dapat Po, Keng Po, dan Kong Ha Po mengalami difahami lewat pengetahuan tentang nasib yang sama, yakni penerbitannya kedudukan dan fungsi pers selama diberhentikan dan para pemimpin masa pergerakan nasional di Redaksinya ada yang ditangkap oleh Indonesia. Pers pergerakan nasional pihak militer Jepang kalau mereka tidak hanya membuat terobosan tidak mau mengakui propaganda revolusi komunikasi, tetapi pers juga

58 SUSURGALUR: Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013 menciptakan suatu sistem jalinan Bibliografi komunikasi yang terbuka dimana informasi dapat diperoleh oleh berbagai Adam, Ahmat. (2003). Sejarah Awal Pers dan golongan sosial dalam masyarkat Hindia Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan. Belanda (Indonesia sekarang). Pers di Jakarta: Penerbit Hasta Mitra, Terjemahan. ANRI [Arsip Nasional Republik Indonesia]. (1975). masa pergerakan ikut memperjuangkan Staatsblad 1886 No.57 dan 1871 No.145. kepentingan masyarakat, menjadi pusat Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia. informasi, dan media aspirasi dalam Budiharto, Sutrisno. (2005). “Menengok mengangkat isu-isu kesejahteraan Kiprah Suku Tionghoa dalam Sejarah Pers di Indonesia” dalam surat kabar Radar pribumi dan kehidupan sosial-politik Solo. Surakarta: 15 Februari. Tersedia juga masyarakat Bumiputera. di: http://budiharto.blog.com [dilayari di Pers pada zaman pergerakan, Jakarta: 13 Juni 2012]. terlebih lagi pers Tionghoa, pada Daeng Materu, Mohamad Sidky. (1985). Sejarah akhirnya dipandang mampu memberi Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia. Jakarta: Gunung Agung. inspirasi bagi perkembangan kesadaran Deppen RI [Departemen Penerangan Republik berbangsa di kalangan warga Indonesia]. (2000). Undang-Undang Nomor 40 keturunan China di Hindia Belanda. Tahun 1999 tentang Ketentuan Pers. Jakarta: Penerbitan pers Tionghoa yang mampu Deppen RI. Deppen RI [Departemen Penerangan Republik menjangkau pembacanya secara luas Indonesia]. (2003). Undang-Undang No.23 berdampak pada pengetahuan dunia Tahun 2002 tentang Ketentuan Pers. Jakarta: luar yang diberitakan oleh surat-surat Deppen RI. kabar Tionghoa-Melayu. Bahasa Melayu Devi, Shinta. (2006). “Gerakan Nasionalisme yang digunakan, umumnya pers yang Tiongkok Etnis Tionghoa di Surabaya pada Awal Abad 20” dalam http://www.google. diterbitkan oleh golongan Tiongoa co.id/search?hl=id&q=sejarah+nasionalisme peranakan, mampu menjangkau +tionghoa&btnG=Telusuri&meta [diakses di pembaca di tingkat lokal. Meskipun Jakarta: 26 Mei 2012]. sebagian besar warga pribumi buta ENI (Ensiklopedi Nasional Indonesia). Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 1990. huruf, namun di kalangan kaum http://tjamboek28.multiply.com/journal/ terpelajar lokal, kehadiran pers item/178 [diakses di Jakarta, Indonesia: 15 Tionghoa menjadi sangat berarti. Desember 2012]. Pers Tionghoa juga berpotensi Joe Lan, Nio. (1961). Peradaban Tionghoa membangkitkan kesadaran kolektif Selajang Pandang. Djakarta: Penerbit Keng Po. yang menjurus kepada upaya Joe Lan, Nio. (1968). Sastera Indonesia-Tionghoa. membangkitkan kesadaran kaum Djakarta: Gunung Agung. Tionghoa tentang arti pentingnya Jusuf, Tedy. (2000). Sekilas Budaya Tionghoa di “nasionalisme”. Karenanya, pers Indonesia. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Kahin, George McTurnan. (1995). Nasionalisme Tionghoa menciptakan suatu sistem dan Revolusi di Indonesia. Jakarta: Penerbit komunikasi yang terbuka, khususnya Sinar Harapan, Terjemahan oleh Nin Bakdi bagi para kaum muda dan elite modern Soemanto, cetakan kedua. China yang telah memahami arti KJTB [Kenangan Journalist Tjamboek Berdoeri]. penting sebuah media massa bagi (2005). “Pers Delict Kwee Thiam Tjing” dalam Soeara Publiek, 12 Djanoeari 1926. Diambil keberlangsungan kelompok mereka. Itu 09 Agustus 2008 dari http://tjamboek28. artinya bahwa peranan pers Tionghoa multiply.com/journal/item/181 [diakses di dalam hubungannya dengan dinamika Jakarta, Indonesia: 2 Desember 2012]. pergerakan nasional di Indonesia adalah KJTB [Kenangan Journalist Tjamboek Berdoeri]. (2006a). ”Berachirnja ... di Depan Bangkenja pers yang dapat menyalurkan aspirasi Swara Publiek” dalam http://tjamboek28. dan tujuan perkumpulan-perkumpulan multiply.com/journal/item/179 [diakses di atau partai politik, serta tokoh-tokoh Jakarta, Indonesia: 15 Desember 2012]. pergerakan Tionghoa yang dapat KJTB [Kenangan Journalist Tjamboek Berdoeri]. bekerjasama dengan kaum pergerakan (2006b). ”Berachirnja ... Satoe Peladjaran dalem Pengidoepan” dalam http:// Bumiputera di Indonesia. tjamboek28.multiply.com/journal/item/180

59 AHMAD KOSASIH, Pers Tionghoa dan Dinamika Pergerakan Nasional

[diakses di Jakarta, Indonesia: 8 Desember Said, Tribuana. (1988). Sejarah Pers Nasional 2012]. dan Pembangunan Pers Pancasila. Jakarta: Kohn, Hans. (1976). Nasionalisme: Arti dan Haji Masagung, edisi kedua, cetakan pertama. Sejarahnya. Jakarta: Penerbit Pembangunan, Saputra, Yahya Andi. (1991). “Pers Pergerakan: Terjemahan. Pers Pembela Rakyat” dalam surat kabar KTB [Kenangan Tjamboek Berdoeri]. (2007). Berita Buana. Jakarta: 9 Februari. “Pengaruhnya Pers Tionghoa” dalam http:// Siebert, P.S. et al. (1986). Empat Teori Pers. tjamboek28.multiply.com/journal/item/199 Jakarta: PT Intermasa, Terjemahan oleh Putu [diakses di Jakarta, Indonesia: 14 Agustus Laxman Sanjaya Pendit. 2012]. Smith, Anthony D. (2003). Nasionalisme: Teori- KTB [Kenangan Tjamboek Berdoeri]. (2008). Ideologi-Sejarah. Jakarta: Penerbit Erlangga, “Riwayat Sin Po dan Perkembangannja” dalam Terjemahan. http://tjamboek28.multiply.com/journal/ Soebagio, I.N. (1977). Sejarah Pers Indonesia. item/199 [diakses di Jakarta, Indonesia: 14 Jakarta: Penerbit Dewan Pers. Agustus 2012]. Soebagio, I.N. (1981). Jagat Wartawan Indonesia. KTB [Kenangan Tjamboek Berdoeri]. (2009). Jakarta: Gunung Agung. “Riwajat Sin Po: Achir dan Maksoed Toelisan” Su Kim, Lee. (2008). “The Peranakan dalam http://tjamboek28.multiply.com/ Baba Nyonya Culture: Resurgence or journal/item/199 [diakses di Jakarta, Disappearance?” dalam Jurnal Sari, No.26. Indonesia: 14 Agustus 2012]. Sukisman, W.D. (1983). Sejarah Cina Lie, Hendy. (2005). “Menengok Kiprah Suku Kontemporer: Dari Revolusi Nasional, Melalui Tionghoa dalam Sejarah Pers di Indonesia” Revolusi Kebudayaan, Sampai Modernisasi dalam http://www.geocities.com/tile32puisi/ Sosialis. Jakarta: PT Pradnya Paramita, artikel.html [diakses di Jakarta, Indonesia: 11 cetakan pertama. Augustus 2012]. Surjomihardjo, Abdurahman & Leo Suryadinata. Luwarso, Lukas. (2000). “Pers Indonesia: (1980). Beberapa Segi Perkembangan Pergulatan untuk Kebebasan” dalam http:// Sejarah Pers Indonesia. Jakarta: Deppen RI www.IndoNews.com/ [diakses di Jakarta: 28 [Departemen Penerangan Republik Indonesia] Agustus 2012]. dan Leknas LIPI [Lembaga Kebudayaan Nodia, Ghia. (1998). “Nasionalisme dan Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Demokrasi” dalam Larry Diamond & Marc F. Indonesia]. Platner [eds]. Nasionalisme, Konflik Etnik, dan Suryadinata, Leo. (1978). Pribumi : Demokrasi. Bandung: Penerbit ITB [Institut The Chinese Minority and China. : Teknologi Bandung], Terjemahan. Hainemann Asia. Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Suryadinata, Leo. (1986). Politik Tionghoa Notosusanto [eds]. (1984). Sejarah Nasional Peranakan di Jawa, 1917-1942. Jakarta: Indonesia, Jilid V. Jakarta: Departemen Pustaka Sinar Harapan. Pendidikan dan Kebudayaan dan Penerbit Suryadinata, Leo. (2002). Negara dan Etnis Balai Pustaka. Tionghoa: Kasus Indonesia. Jakarta: Pustaka PPB [Panitya Penerbitan Buku]. (1952). Buku LP3ES Indonesia. Peringatan Hari Ulang Tahun ke-40 Tiong Hoa Taufik, I. (1977). Sejarah Perkembangan Pers di Hak Hauw Bandjaran (Tegal). Tegal, Djawa Indonesia. Jakarta: PT Triyinco. Tengah: Panitya THHK. THHK [Tiong Hoa Hwee Koan]. (1953). Buku Purnama, Feri. (2007). “Salam Hormat ‘Bapak Peringatan Hari Ulang Tahun ke-50 T.H.H.K. Pers’ Indonesia” dalam www.jurnalistikuinsgd. Surabaja, 1903- 1953. Surabaja: Penerbit com [diakses di Jakarta: 8 Februari 2011]. THHK. Rahmadi, F. (1990). Perbandingan Sistem Pers. Thiam Tjing, Kwee. (2008). “Tokoh Pers Jakarta: Penerbit Gramedia. Indonesia” dalam http://id.wikipedia.org/ Rahzen, Taufik. (2007), “Seabad Pers wiki/Kwee_Thiam_Tjing [diakses di Jakarta, Kebangsaan, 1907-2007” dalam http:// Indonesia: 11 Augustus 2012]. pencintabuku.multiply.com/journal/item/67/ Toer, Pramoedya Ananta. (1990). Arus Balik. Seabad_Pers_Kebangsaan_1907-2007.htm Jakarta: Penerbit Hasta Mitra. [diakses di Jakarta, Indonesia: 15 Desember 2012].

60