Bab Ii Peran Serta Etnis Tionghoa Pada Masa
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
25 BAB II PERAN SERTA ETNIS TIONGHOA PADA MASA REVOLUSI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA A. Masuknya Etnis Tionghoa di Indonesia Menurut Kong Yuanzhi, Etnis Tionghoa1 diketahui telah lama datang ke Indonesia sejak berabad-abad yang lalu.2 Kedatangan mereka mempunyai tujuan, yaitu untuk keperluan berdagang, membuka hubungan politik, mengembangkan 1 Dalam skripsi ini digunakan istilah Tionghoa bukan Cina atau China, dengan mengacu pada keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE- 06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967. Melalui keppres tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengganti istilah “China” dengan “Tionghoa”. Sementara itu sumber-sumber yang penulis gunakan dalam skripsi ini menggunakan istilah yang beragam diantaranya Cina, Chinese, Hoakiau dan Tionghoa. Agar konsisten dalam penulisan skripsi ini maka penulis menggunakan istilah Tionghoa. Termasuk penulisan Kampung Cina dirubah menjadi Kampung Tionghoa. 2 Kong Yuanzhi menyimpulkan bahwa suatu kemungkinan besar bagian utama bangsa Indonesia berasal dari selatan Asia, sedangkan bukan mustahil daerah sekitar Yunnan, Tiongkok Barat Daya, merupakan satu tempat bertolak bagi orang Melayu purba yang menyebar dalam jumlah besar ke selatan, sampai di Kepulauan Nusantara sehingga terjalinlah hubungan darah antara bangsa Tionghoa dengan bangsa Indonesia. Kong Yuanzhi, Silang Budaya Tiongkok Indonesia (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2005), pp.11- 12. 26 pengetahuan (penulisan karya sastra dan risalah-risalah perjalanan oleh para Biksu dan pelaut yang berkunjung ke Nusantara) dan menyebarkan agama Budha. Bukti-bukti sejarah yang berupa benda-benda dan catatan-catatan dari Tiongkok menerangkan bahwa adanya kontak atau hubungan antara kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok . Misalnya, pada masa Dinasti Han, pemerintahan Kaisar Wang Ming atau Wang Mang (1-6 SM) Tiongkok telah mengenal Nusantara dengan sebutan Huang-tse.3 Catatan pertama tentang Nusantara khususnya pulau Jawa ditemukan dalam catatan perjalanan seorang biksu bernama Faxian. Pada tahun 400 Masehi Faxian melakukan perjalanan darat dari Tiongkok menuju India. Dalam perjalanan pulangnya melalui lautan, Faxian mengunjungi Jawa pada tahun 414 M. Dalam catatannya, Faxian mencapai di sebuah negara yang disebut Ya-va-di (Yava Dwipa/Jawa). Di negara ini terdapat para 3 Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik (Jakarta: TransMedia, 2008), p.20. 27 heretic (penyembah berhala) dan brahman (penganut Hindu), tetapi sedikit sekali yang menganut Budha.4 Faxian adalah pendeta Budha Tiongkok yang pertama kali mengunjungi pulau Jawa pada abad ke-5 dan selama lima bulan dalam kunjungannya ia meneliti keadaan agama di Jawa. Selain meneliti dan mencatat tentang keadaan agama, Faxian juga mencatat tentang keadaan pada saat itu. Menurut Faxian pada abad ke-5 Masehi sudah ada kapal dagang besar yang dapat memuat 200 orang lebih berlalu lintas antara Tiongkok dan Nusantara. Pada zaman itu dinasti-dinasti yang di selatan, terutama Dinasti Liang dan Dinasti Liu Song lebih berminat dan berkepentingan untuk mengembangkan hubungannya dengan Nusantara.5 Pada zaman Dinasti Tang (618-907) mulai berlangsung interaksi budaya yang lebih intensif antara Dinasti Tang dan Kerajaan Sriwijaya. Perintisnya adalah seorang pendeta Budha 4 W.P. Groeneveldt, Nusantara Dalam Catatan Tionghoa (Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), pp.9-11. 5 Liang Liji, Dari Relasi Upeti ke Mitra Strategis: 2.000 Tahun Perjalanan Hubungan Tiongkok Indonesia (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2012), p.34. 28 bernama Yi Jing (I-Tsing). Menurut Prof. Liang Liji, cikal bakal kedatangan etnis Tionghoa merantau ke Nusantara berkat hubungan yang erat antara Dinasti Tang dengan Kerajaan Sriwijaya. Hubungan yang erat dan mesra itu telah memacu lebih banyak orang Tionghoa merantau ke Nusantara dan mereka menjadi cikal bakal kelompok etnis Tionghoa di Nusantara. Oleh karena itu, perantau Tionghoa menyebut dirinya “Tang Ren” atau “ atau “Teng Lang” (Orang Tang) dan menyebut negerinya “Tan Shan” atau “Teng Shua” (Tanah Air Tang), sampai sekarang masih ada yang menggunakan sebutan itu. Jadi, sejarah kelompok etnis Tionghoa di Nusantara setidaknya sudah berlangsung lebih dari 1.300 tahun.6 Pada abad ke-7 Sriwijaya merupakan pusat perniagaan dan pusat kebudayaan terutama melalui agama Budha. Yi Jing pertama kali berkunjung ke Sriwijaya pada tahun 671. Awalnya pendeta Yi Jing berencana berkunjung ke India untuk menuntut ilmu agama Budha, akan tetapi di tengah pelayaran, kapalnya singgah terlebih dahulu di Kerajaan Sriwijaya. Di Sriwijaya Yi Jing menyaksikan kemajuan kebudayaan agama Budha. Bahkan ketika itu Yi Jing mengusulkan bagi para pendeta Tiongkok yang ingin mempelajari Buddhisme di India untuk belajar terlebih 6 Liji, Dari Relasi..., p.70. 29 dahulu di Sriwijaya. Yi Jing menulis bahwa pendeta-pendeta di Sriwijaya tekun belajar dan bermurah hati dan adat-istiadat setempat sama dengan di India.7 Selanjutnya, pada masa dinasti Ming orang-orang Tionghoa datang ke Nusantara bersamaan dengan ekspedisi Laksamana Cheng Ho. Cheng Ho atau Sam Po Kong adalah seorang Tokoh Maritim tangguh dan terkemuka dengan 7 kali pelayaran ke Asia Barat Daya dan Asia Tenggara, diantaranya ke bumi Nusantara. Laksamana Cheng Ho telah melakukan pelayaran muhibah ke berbagai Negara dengan memimpin kurang dari 208 armada yang terdiri dari kapal berukuran besar, menengah, dan kapal kecil yang disertai dengan 27.8000 awak kapal.8 Ekspedisi Laksamana Cheng Ho ke berbagai negara atas dasar perintah Kaisar Yung Lo (Yong Le) yang memimpin Dinasti Ming (1405-1433) pada waktu itu. Yung Lo percaya 7 Kong Yuanzhi, Silang Budaya..., p.17. 8 Hembing Wijayakusuma, “Muhibah dan Jejak Langkah Sam Po Kong Dalam Konteks Kebudayaan Indonesia,” dalam A. Dahana dan AM. Adhi Trisnanto, (eds.), Telapak Sejarah Sam Po Kong: Menelusuri Peran Tionghoa Dalam Penyebaran Islam Di Indonesia (Jakarta: DPP Partai GOLKAR Korbid Keagamaan, 2005), pp.123-124. 30 bahwa kejayaan suatu negara akan memiliki arti dengan kebijaksanaan pintu terbuka pada arena diplomasi internasional dan perdagangan, disamping menjaga keadilan, ketertiban, dan kemakmuran di dalam negeri. Yung Lo memutuskan untuk melancarkan ekspedisi pelayaran besar-besaran, dengan tujuan menyebarkan kabar kebesaran dan kekuasannya pada negara- negara di sekitar Tiongkok dan tetangganya,9 menyebarluaskan pengaruh politiknya di Asia-Afrika dan mendorong maju perniagaan antara Tiongkok dengan negara-negara yang berada di kawasan Asia-Afrika.10 Pada ekspedisi pertama tahun 1405, Sebelum tiba di Pulau Jawa Laksamana Cheng Ho terlebih dahulu singgah di Samudera Pasai. Laksamana Cheng Ho menemui Sultan Zainal Abidin Bahian Syah untuk membuka hubungan politik dan perdagangan. Pada tahun 1407 Laksamana Cheng Ho mampir di Palembang 9 R. Soenarto, “Laksamana Besar Cheng Ho dan Berdirinya Klenteng Sam Po Kong” dalam A. Dahana dan AM. Adhi Trisnanto, (eds.), Telapak Sejarah Sam Po Kong: Menelusuri Peran Tionghoa Dalam Penyebaran Islam Di Indonesia (Jakarta: DPP Partai GOLKAR Korbid Keagamaan, 2005), pp.150-151. 10 Kong Yuanzhi, Cheng Ho Muslim Tionghoa: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013), p.10. 31 dan menumpas para perompak Hokkian. Lalu Laksamana Cheng Ho membentuk masyarakat Tionghoa Islam yang pertama di Nusantara. Selanjutnya disusul dengan pembentukan masyarakat Tionghoa Islam di Sambas. Fakta ini membuktikan bahwa sebelum kedatangan ekspedisi Kaisar Yung Lo yang dipimpin Laksamana Cheng Ho, di Palembang dan Sambas telah ada komunitas Tionghoa.11 Untuk ekspedisi yang kedua dan ketiga, Laksamana Cheng Ho tinggal di Pulau Jawa, Aru, dan Lambri dengan didampingi oleh Wang Ching Hong dan Hou Shin. Kemudian di ekspedisi yang keempat dan keenam, Laksamana Cheng Ho didampingi oleh Ma Huan.12 Ma Huan adalah seorang juru mudi yang beragama Islam. Selain mendampingi Laksamana Cheng Ho dalam pelayaran, Ma Huan aktif menulis keadaan yang dikunjunginya. Salah satu risalah yang ditulis oleh Ma Huan adalah Ying Ya Sheng Lan (Pemandangan indah di sebuah 11 Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam..., p.45. 12 Wijayakusuma, “Muhibah dan Jejak Langkah Sam Po Kong Dalam Konteks Kebudayaan Indonesia,” dalam A. Dahana dan AM. Adhi Trisnanto, (eds.), Telapak Sejarah Sam Po Kong: Menelusuri Peran Tionghoa Dalam Penyebaran Islam Di Indonesia... p.126. 32 samudera) yang sekarang menjadi rujukan para sejarawan dan para peneliti. Dalam risalah ini berisi tentang perjalanan Laksamana Cheng Ho ke negara Asia-Afrika, diantaranya mengenai letak negara, iklim, sumber alam, hasil bumi, adat istiadat, kehidupan penduduk, tentang agama, masyarakat dan bahasanya.13 Selain itu juga dalam risalah ini terdapat gambaran kegiatan perdagangan antara Jawa dengan orang Tionghoa dan peranan orang Tionghoa dalam bidang perniagaan dan orang- orang Tionghoa yang memeluk Islam.14 Pada tahun 1644 Dinasti Ming berhasil digulingkan oleh penyerbuan dari utara yaitu bangsa Manchu yang mendirikan dinasti Ch’ing. Banyak orang Tionghoa dari sebelah selatan Tiongkok yang bermigrasi karena menghindari peperangan. Hal inilah yang menyebabkan jumlah orang-orang Tionghoa yang datang ke Nusantara semakin bertambah.15 Selain alasan tersebut, yang menjadi pendorong orang Tionghoa keluar dari negaranya 13 Yuanzhi, Cheng Ho Muslim..., p.37. 14 Sumanto Al Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah atas Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara (Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya