Bab Ii Peran Serta Etnis Tionghoa Pada Masa

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bab Ii Peran Serta Etnis Tionghoa Pada Masa 25 BAB II PERAN SERTA ETNIS TIONGHOA PADA MASA REVOLUSI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA A. Masuknya Etnis Tionghoa di Indonesia Menurut Kong Yuanzhi, Etnis Tionghoa1 diketahui telah lama datang ke Indonesia sejak berabad-abad yang lalu.2 Kedatangan mereka mempunyai tujuan, yaitu untuk keperluan berdagang, membuka hubungan politik, mengembangkan 1 Dalam skripsi ini digunakan istilah Tionghoa bukan Cina atau China, dengan mengacu pada keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE- 06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967. Melalui keppres tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengganti istilah “China” dengan “Tionghoa”. Sementara itu sumber-sumber yang penulis gunakan dalam skripsi ini menggunakan istilah yang beragam diantaranya Cina, Chinese, Hoakiau dan Tionghoa. Agar konsisten dalam penulisan skripsi ini maka penulis menggunakan istilah Tionghoa. Termasuk penulisan Kampung Cina dirubah menjadi Kampung Tionghoa. 2 Kong Yuanzhi menyimpulkan bahwa suatu kemungkinan besar bagian utama bangsa Indonesia berasal dari selatan Asia, sedangkan bukan mustahil daerah sekitar Yunnan, Tiongkok Barat Daya, merupakan satu tempat bertolak bagi orang Melayu purba yang menyebar dalam jumlah besar ke selatan, sampai di Kepulauan Nusantara sehingga terjalinlah hubungan darah antara bangsa Tionghoa dengan bangsa Indonesia. Kong Yuanzhi, Silang Budaya Tiongkok Indonesia (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2005), pp.11- 12. 26 pengetahuan (penulisan karya sastra dan risalah-risalah perjalanan oleh para Biksu dan pelaut yang berkunjung ke Nusantara) dan menyebarkan agama Budha. Bukti-bukti sejarah yang berupa benda-benda dan catatan-catatan dari Tiongkok menerangkan bahwa adanya kontak atau hubungan antara kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok . Misalnya, pada masa Dinasti Han, pemerintahan Kaisar Wang Ming atau Wang Mang (1-6 SM) Tiongkok telah mengenal Nusantara dengan sebutan Huang-tse.3 Catatan pertama tentang Nusantara khususnya pulau Jawa ditemukan dalam catatan perjalanan seorang biksu bernama Faxian. Pada tahun 400 Masehi Faxian melakukan perjalanan darat dari Tiongkok menuju India. Dalam perjalanan pulangnya melalui lautan, Faxian mengunjungi Jawa pada tahun 414 M. Dalam catatannya, Faxian mencapai di sebuah negara yang disebut Ya-va-di (Yava Dwipa/Jawa). Di negara ini terdapat para 3 Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik (Jakarta: TransMedia, 2008), p.20. 27 heretic (penyembah berhala) dan brahman (penganut Hindu), tetapi sedikit sekali yang menganut Budha.4 Faxian adalah pendeta Budha Tiongkok yang pertama kali mengunjungi pulau Jawa pada abad ke-5 dan selama lima bulan dalam kunjungannya ia meneliti keadaan agama di Jawa. Selain meneliti dan mencatat tentang keadaan agama, Faxian juga mencatat tentang keadaan pada saat itu. Menurut Faxian pada abad ke-5 Masehi sudah ada kapal dagang besar yang dapat memuat 200 orang lebih berlalu lintas antara Tiongkok dan Nusantara. Pada zaman itu dinasti-dinasti yang di selatan, terutama Dinasti Liang dan Dinasti Liu Song lebih berminat dan berkepentingan untuk mengembangkan hubungannya dengan Nusantara.5 Pada zaman Dinasti Tang (618-907) mulai berlangsung interaksi budaya yang lebih intensif antara Dinasti Tang dan Kerajaan Sriwijaya. Perintisnya adalah seorang pendeta Budha 4 W.P. Groeneveldt, Nusantara Dalam Catatan Tionghoa (Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), pp.9-11. 5 Liang Liji, Dari Relasi Upeti ke Mitra Strategis: 2.000 Tahun Perjalanan Hubungan Tiongkok Indonesia (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2012), p.34. 28 bernama Yi Jing (I-Tsing). Menurut Prof. Liang Liji, cikal bakal kedatangan etnis Tionghoa merantau ke Nusantara berkat hubungan yang erat antara Dinasti Tang dengan Kerajaan Sriwijaya. Hubungan yang erat dan mesra itu telah memacu lebih banyak orang Tionghoa merantau ke Nusantara dan mereka menjadi cikal bakal kelompok etnis Tionghoa di Nusantara. Oleh karena itu, perantau Tionghoa menyebut dirinya “Tang Ren” atau “ atau “Teng Lang” (Orang Tang) dan menyebut negerinya “Tan Shan” atau “Teng Shua” (Tanah Air Tang), sampai sekarang masih ada yang menggunakan sebutan itu. Jadi, sejarah kelompok etnis Tionghoa di Nusantara setidaknya sudah berlangsung lebih dari 1.300 tahun.6 Pada abad ke-7 Sriwijaya merupakan pusat perniagaan dan pusat kebudayaan terutama melalui agama Budha. Yi Jing pertama kali berkunjung ke Sriwijaya pada tahun 671. Awalnya pendeta Yi Jing berencana berkunjung ke India untuk menuntut ilmu agama Budha, akan tetapi di tengah pelayaran, kapalnya singgah terlebih dahulu di Kerajaan Sriwijaya. Di Sriwijaya Yi Jing menyaksikan kemajuan kebudayaan agama Budha. Bahkan ketika itu Yi Jing mengusulkan bagi para pendeta Tiongkok yang ingin mempelajari Buddhisme di India untuk belajar terlebih 6 Liji, Dari Relasi..., p.70. 29 dahulu di Sriwijaya. Yi Jing menulis bahwa pendeta-pendeta di Sriwijaya tekun belajar dan bermurah hati dan adat-istiadat setempat sama dengan di India.7 Selanjutnya, pada masa dinasti Ming orang-orang Tionghoa datang ke Nusantara bersamaan dengan ekspedisi Laksamana Cheng Ho. Cheng Ho atau Sam Po Kong adalah seorang Tokoh Maritim tangguh dan terkemuka dengan 7 kali pelayaran ke Asia Barat Daya dan Asia Tenggara, diantaranya ke bumi Nusantara. Laksamana Cheng Ho telah melakukan pelayaran muhibah ke berbagai Negara dengan memimpin kurang dari 208 armada yang terdiri dari kapal berukuran besar, menengah, dan kapal kecil yang disertai dengan 27.8000 awak kapal.8 Ekspedisi Laksamana Cheng Ho ke berbagai negara atas dasar perintah Kaisar Yung Lo (Yong Le) yang memimpin Dinasti Ming (1405-1433) pada waktu itu. Yung Lo percaya 7 Kong Yuanzhi, Silang Budaya..., p.17. 8 Hembing Wijayakusuma, “Muhibah dan Jejak Langkah Sam Po Kong Dalam Konteks Kebudayaan Indonesia,” dalam A. Dahana dan AM. Adhi Trisnanto, (eds.), Telapak Sejarah Sam Po Kong: Menelusuri Peran Tionghoa Dalam Penyebaran Islam Di Indonesia (Jakarta: DPP Partai GOLKAR Korbid Keagamaan, 2005), pp.123-124. 30 bahwa kejayaan suatu negara akan memiliki arti dengan kebijaksanaan pintu terbuka pada arena diplomasi internasional dan perdagangan, disamping menjaga keadilan, ketertiban, dan kemakmuran di dalam negeri. Yung Lo memutuskan untuk melancarkan ekspedisi pelayaran besar-besaran, dengan tujuan menyebarkan kabar kebesaran dan kekuasannya pada negara- negara di sekitar Tiongkok dan tetangganya,9 menyebarluaskan pengaruh politiknya di Asia-Afrika dan mendorong maju perniagaan antara Tiongkok dengan negara-negara yang berada di kawasan Asia-Afrika.10 Pada ekspedisi pertama tahun 1405, Sebelum tiba di Pulau Jawa Laksamana Cheng Ho terlebih dahulu singgah di Samudera Pasai. Laksamana Cheng Ho menemui Sultan Zainal Abidin Bahian Syah untuk membuka hubungan politik dan perdagangan. Pada tahun 1407 Laksamana Cheng Ho mampir di Palembang 9 R. Soenarto, “Laksamana Besar Cheng Ho dan Berdirinya Klenteng Sam Po Kong” dalam A. Dahana dan AM. Adhi Trisnanto, (eds.), Telapak Sejarah Sam Po Kong: Menelusuri Peran Tionghoa Dalam Penyebaran Islam Di Indonesia (Jakarta: DPP Partai GOLKAR Korbid Keagamaan, 2005), pp.150-151. 10 Kong Yuanzhi, Cheng Ho Muslim Tionghoa: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013), p.10. 31 dan menumpas para perompak Hokkian. Lalu Laksamana Cheng Ho membentuk masyarakat Tionghoa Islam yang pertama di Nusantara. Selanjutnya disusul dengan pembentukan masyarakat Tionghoa Islam di Sambas. Fakta ini membuktikan bahwa sebelum kedatangan ekspedisi Kaisar Yung Lo yang dipimpin Laksamana Cheng Ho, di Palembang dan Sambas telah ada komunitas Tionghoa.11 Untuk ekspedisi yang kedua dan ketiga, Laksamana Cheng Ho tinggal di Pulau Jawa, Aru, dan Lambri dengan didampingi oleh Wang Ching Hong dan Hou Shin. Kemudian di ekspedisi yang keempat dan keenam, Laksamana Cheng Ho didampingi oleh Ma Huan.12 Ma Huan adalah seorang juru mudi yang beragama Islam. Selain mendampingi Laksamana Cheng Ho dalam pelayaran, Ma Huan aktif menulis keadaan yang dikunjunginya. Salah satu risalah yang ditulis oleh Ma Huan adalah Ying Ya Sheng Lan (Pemandangan indah di sebuah 11 Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam..., p.45. 12 Wijayakusuma, “Muhibah dan Jejak Langkah Sam Po Kong Dalam Konteks Kebudayaan Indonesia,” dalam A. Dahana dan AM. Adhi Trisnanto, (eds.), Telapak Sejarah Sam Po Kong: Menelusuri Peran Tionghoa Dalam Penyebaran Islam Di Indonesia... p.126. 32 samudera) yang sekarang menjadi rujukan para sejarawan dan para peneliti. Dalam risalah ini berisi tentang perjalanan Laksamana Cheng Ho ke negara Asia-Afrika, diantaranya mengenai letak negara, iklim, sumber alam, hasil bumi, adat istiadat, kehidupan penduduk, tentang agama, masyarakat dan bahasanya.13 Selain itu juga dalam risalah ini terdapat gambaran kegiatan perdagangan antara Jawa dengan orang Tionghoa dan peranan orang Tionghoa dalam bidang perniagaan dan orang- orang Tionghoa yang memeluk Islam.14 Pada tahun 1644 Dinasti Ming berhasil digulingkan oleh penyerbuan dari utara yaitu bangsa Manchu yang mendirikan dinasti Ch’ing. Banyak orang Tionghoa dari sebelah selatan Tiongkok yang bermigrasi karena menghindari peperangan. Hal inilah yang menyebabkan jumlah orang-orang Tionghoa yang datang ke Nusantara semakin bertambah.15 Selain alasan tersebut, yang menjadi pendorong orang Tionghoa keluar dari negaranya 13 Yuanzhi, Cheng Ho Muslim..., p.37. 14 Sumanto Al Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah atas Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara (Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya
Recommended publications
  • Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History
    Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Emile Schwidder & Eef Vermeij (eds) Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Emile Schwidder Eef Vermeij (eds) Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Stichting beheer IISG Amsterdam 2012 2012 Stichting beheer IISG, Amsterdam. Creative Commons License: The texts in this guide are licensed under the terms of the Creative Commons Attribution-Noncommercial 3.0 license. This means, everyone is free to use, share, or remix the pages so licensed, under certain conditions. The conditions are: you must attribute the International Institute of Social History for the used material and mention the source url. You may not use it for commercial purposes. Exceptions: All audiovisual material. Use is subjected to copyright law. Typesetting: Eef Vermeij All photos & illustrations from the Collections of IISH. Photos on front/backcover, page 6, 20, 94, 120, 92, 139, 185 by Eef Vermeij. Coverphoto: Informal labour in the streets of Bangkok (2011). Contents Introduction 7 Survey of the Asian archives and collections at the IISH 1. Persons 19 2. Organizations 93 3. Documentation Collections 171 4. Image and Sound Section 177 Index 203 Office of the Socialist Party (Lahore, Pakistan) GUIDE TO THE ASIAN COLLECTIONS AT THE IISH / 7 Introduction Which Asian collections are at the International Institute of Social History (IISH) in Amsterdam? This guide offers a preliminary answer to that question. It presents a rough survey of all collections with a substantial Asian interest and aims to direct researchers toward historical material on Asia, both in ostensibly Asian collections and in many others.
    [Show full text]
  • Long Way Home
    24 WacanaWacana Vol. Vol. 18 No.18 No. 1 (2017): 1 (2017) 24-37 Long way home The life history of Chinese-Indonesian migrants in the Netherlands1 YUMI KITAMURA ABSTRACT The purpose of this paper is to trace the modern history of Indonesia through the experience of two Chinese Indonesians who migrated to the Netherlands at different periods of time. These life stories represent both postcolonial experiences and the Cold War politics in Indonesia. The migration of Chinese Indonesians since the beginning of the twentieth century has had long history, however, most of the previous literature has focused on the experiences of the “Peranakan” group who are not representative of various other groups of Chinese Indonesian migrants who have had different experiences in making their journey to the Netherlands. This paper will present two stories as a parallel to the more commonly known narratives of the “Peranakan” experience. KEYWORDS September 30th Movement; migration; Chinese Indonesians; cultural revolution; China; Curacao; the Netherlands. 1. INTRODUCTION The purpose of this paper is to trace the modern history of Indonesia through the experience of Chinese Indonesians who migrated to the Netherlands after World War II. The study of overseas Chinese tends to challenge the boundaries of the nation-state by exploring the ideas of transnational identities 1 Some parts of this article are based on the rewriting of a Japanese article: Kitamura, Yumi. 2014. “Passage to the West; The life history of Chinese Indonesians in the Netherlands“ (in Japanese), Chiiki Kenkyu 14(2): 219-239. Yumi Kitamura is an associate professor at the Kyoto University Library.
    [Show full text]
  • Aktivitas Sosial Politik Yap Tjwan Bing Tahun 1932 - 1963
    AKTIVITAS SOSIAL POLITIK YAP TJWAN BING TAHUN 1932 - 1963 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sejarah Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Disusun Oleh YULITA FONDA C.0508054 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 i AKTIVITAS SOSIAL POLITIK YAP TJWAN BING TAHUN 1932 - 1963 Disusun Oleh YULITA FONDA C. 0508054 Telah Disetujui Oleh Dosen Pembimbing Pembimbing Umi Yuliati, S.S., M.Hum. NIP. 19770716 200312 2 002 Mengetahui, Kepala Program Studi Ilmu Sejarah Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S., M.Hum. NIP. 19730613 200003 2 002 ii AKTIVITAS SOSIAL POLITIK YAP TJWAN BING TAHUN 1932 - 1963 Disusun Oleh: YULITA FONDA C.0508054 Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Pada tanggal…................. Jabatan Nama Tanda Tangan Ketua Penguji Prof. Dr. Warto, M.Hum (…………………….) NIP. 19610925 198603 1 001 Sekretaris Penguji Tiwuk Kusuma H, S.S, M.Hum (…………………….) NIP. 19730613 200003 2 002 Umi Yuliati, S.S, M.Hum Penguji I NIP. 19770716 200312 2 002 (…………………….) Penguji II Drs. Tundjung Wahadi S, M.Si (…………………….) NIP. 19611225 198703 1 003 Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Prof. Drs. Riyadi Santoso, M.Ed. Ph.D. NIP. 19600328 198601 1 001 iii PERNYATAAN Nama : YULITA FONDA NIM : C.0508054 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul: “AKTIVITAS SOSIAL POLITIK YAP TJWAN BING TAHUN 1932 - 1963” adalah betul- betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
    [Show full text]
  • Dari Nasionalisme Cina Hingga Indonesierschap: Pemikiran Liem Koen Hian Tentang Kedudukan Orang Tionghoa Di Indonesia (1919 – 1951)
    UNIVERSITAS INDONESIA DARI NASIONALISME CINA HINGGA INDONESIERSCHAP: PEMIKIRAN LIEM KOEN HIAN TENTANG KEDUDUKAN ORANG TIONGHOA DI INDONESIA (1919 – 1951) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana MICHAEL AGUSTINUS 0706279875 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH DEPOK JULI 2012 i Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 ii Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 iii Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 iv Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat kasih sayangnya, penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang sarjana di Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang begitu dalam kep ada keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materil demi rampungnya masa studi penulis. Rasa terima kasih ini khususnya kepada kedua kakak penulis, Aileen, dan Aime, yang dengan penuh kasih sayang terus memberi semangat penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Dari sisi akademis, penulis banyak ucapkan terima kasih kepada para dosen Program Studi Ilmu Sejarah yang telah membimbing hingga rampungnya skripsi ini. Kepada Tri Wahyuning Mudaryanti, M.Si. sebagai dosen pembimbing, penulis banyak mengucapkan terima kasih atas kesediaan waktu dan juga arahannya selama pengerjaan tugas akhir ini, mulai dari kelas Bimbingan Bacaan hingga skripsi. Dosen-dosen lain juga sangat berjasa melalui perkuliahan dan diskusi yang mereka berikan selama sepuluh semester ini. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen di Program Studi Ilmu Sejarah. Dalam menjalankan penelitian lapangan, penulis sangat berterima kasih kepada para pengurus Perpustakaan FIB UI dan Perpustakaan Nasional atas pelayanannya yang sangat baik. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian lapangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan banyak terima kasih.
    [Show full text]
  • 6 X 10.Long New.P65
    Cambridge University Press 978-0-521-12108-8 - The Idea of Indonesia: A History R. E. Elson Index More information Index Abduh, Muhammad 9, 156 air force 231 Abdulgani, Ruslan xvi, 176, 219 army (Dutch colonial – KNIL) 32, 126, Abdulkadir Besar 244, 249, 257 152, 153 Abdullah, Baginda Dahlan 23 army (Indonesian TKR, TNI, APRIS) Abendanon, J. H. 8, 22, 26, 29, 42 (see also Peta) xviii, xix, xxii, 126–8, Abikusno Cokrosuyoso 105 135, 136, 141, 147, 149, 150, 151, Aceh(nese) xvi, 5, 7, 9, 82, 99, 117, 124, 152, 153, 160, 163, 164, 167, 168, 132, 137, 143, 144, 147, 163, 164, 169, 170, 175, 179–80, 183–5, 186, 166, 206, 240, 266–9, 282, 284–6, 191, 196, 197, 199, 201, 203–4, 210, 287, 292, 304, 312, 319 211, 213, 215, 216, 217, 219, 220, Act of Free Choice 269, 287 223, 225, 226, 231, 232, 235, 239, Afghanistan 293 240, 244, 245, 251, 257–9, 260, 263, Afro-Asian conference 159 268, 269, 272, 274, 275, 282, 284, Agung, Anak Agung Gde 146 285, 286, 287, 288, 289, 292, 295, Aidit, D. N. xvi, 159, 166, 202, 223, 232, 234 301, 303, 304, 305, 312, 317, 320 Ajie, Ibrahim 236 dual function 220, 236, 237, 258, 304 Al-Azhar University 9, 44, 46 middle way 171, 203 al-Imam 10 Staff and Command College (SSKAD/ al-Islam Congress 80 Seskoad) 204, 236 Alisyahbana, Takdir 72 Assaat 65, 122, 175 Allies 102, 103, 110, 117–18, 122, 123, associationism xvii, xix, 10, 22, 27, 42, 129, 131 59, 77 All-Indies Congress 39, 44, 68 Attamimi, A.
    [Show full text]
  • Chinese and Indigenous Indonesians on Their Way to Peace? a Peace and Conflict Analysis According to the Transcend Method
    Conflict Formation and Transformation in Indonesia: Chinese and Indigenous Indonesians on Their Way to Peace? A Peace and Conflict Analysis According to the Transcend Method Dissertation zur Erlangung des Doktorgrades Dr. rer. soc. des Fachbereichs Sozial- und Kulturwissenschaften der Justus-Liebig-Universität Giessen. vorgelegt von Yvonne Eifert Memelstr. 37 45259 Essen Gutachten durch Prof. Dr. Hanne-Margret Birckenbach Prof. Dr. Dieter Eißel Oktober 2012 Content Glossary and Abbreviations ......................................................................................................... 1 List of Figures, Tables and Pictures ............................................................................................. 5 1. Introduction .............................................................................................................................. 7 1.1 Conflict Case Study ............................................................................................................ 7 1.2 Subjects and Focus ............................................................................................................. 8 1.3 Theoretical Background of the Research ......................................................................... 26 1.4 Research Method .............................................................................................................. 32 1.5 Thesis Outline .................................................................................................................. 34 2. Analysis of the
    [Show full text]
  • Title Long Way Home: the Life History of Chinese-Indonesian Migrants in the Netherlands Author(S) Kitamura, Yumi Citation Wacana
    Long way home: The life history of Chinese-Indonesian Title migrants in the Netherlands Author(s) Kitamura, Yumi Wacana: Journal of the Humanities of Indonesia (2017), 18(1): Citation 24-37 Issue Date 2017 URL http://hdl.handle.net/2433/227397 © 2017 Faculty of Humanities, Universitas Indonesia; This Right work is licensed under a Creative Commons Attribution- NonCommercial 4.0 International License. Type Journal Article Textversion publisher Kyoto University 24 WacanaWacana Vol. Vol. 18 No.18 No. 1 (2017): 1 (2017) 24-37 YUMI KITAMURA, Long way home 25 Long way home The life history of Chinese-Indonesian migrants in the Netherlands1 YUMI KITAMURA ABSTRACT The purpose of this paper is to trace the modern history of Indonesia through the experience of two Chinese Indonesians who migrated to the Netherlands at different periods of time. These life stories represent both postcolonial experiences and the Cold War politics in Indonesia. The migration of Chinese Indonesians since the beginning of the twentieth century has had long history, however, most of the previous literature has focused on the experiences of the “Peranakan” group who are not representative of various other groups of Chinese Indonesian migrants who have had different experiences in making their journey to the Netherlands. This paper will present two stories as a parallel to the more commonly known narratives of the “Peranakan” experience. KEYWORDS September 30th Movement; migration; Chinese Indonesians; cultural revolution; China; Curacao; the Netherlands. 1. INTRODUCTION The purpose of this paper is to trace the modern history of Indonesia through the experience of Chinese Indonesians who migrated to the Netherlands after World War II.
    [Show full text]
  • CANDRA NAYA ANTARA KEJAYAAN MASA LALU DAN KENYATAAN SEKARANG (Hasil Penelitian Tahun 1994- 1998)
    DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 31, No. 2, Desember 2003: 88-101 CANDRA NAYA ANTARA KEJAYAAN MASA LALU DAN KENYATAAN SEKARANG (Hasil Penelitian tahun 1994- 1998) Naniek Widayati Staf Pengajar Jurusan Arsitektur – Universitas Tarumanagara Jakarta ABSTRAK Kedamaian bangunan kuno Candra Naya akhir-akhir ini terusik oleh adanya polemik, baik dari media cetak maupun elektronik. Hal ini terjadi karena adanya sebuah pernyataan yang dibuat oleh pemiliknya, yaitu PT Bumi Perkasa Permai kepada sebuah paguyuban Indonesia-Cina. Masalahnya adalah bahwa paguyuban tersebut berniat mendirikan sebuah museum Indonesia-Cina di TMII (Taman Mini Indonesia Indah) dan ingin mengajukan permohonan untuk memindahkan bangunan Candra Naya tersebut ke TMII, yang nantinya direncanakan untuk menjadi bagian dari bangunan museum tersebut. Tulisan ini berisi informasi, melalui proses pengamatan lapangan yang dibuat pada tahun-tahun yang lalu. Sifat dari tulisan ini adalah netral dan tidak memihak pada siapapun. Terima kasih pada PT Bumi Perkasa Permai yang telah memberikan kepada saya kesempatan untuk meneliti bangunan konservasi tersebut. Isi dari tulisan ini meliputi sejarah serta data proses perjalanan gedung tersebut. Juga usaha konservasi yang sudah dibuat, sampai krisis tahun 1998. Sesudah itu usaha tersebut terhenti. Kata kunci: Candra Naya, Bangunan Kuno, Arsitektur Cina di Indonesia. ABSTRACT The peacefulness of Candra Naya ancient building has lately begun to be disturbed again because of many kinds of polemics on printed and electronic media as well as on millis. This happens because there is a present decision made by the owner, namely PT Bumi Perkasa Permai to Indonesian Chinese Fund. It happens that at present this Fund wants to build Indonesian Chinese Museum at TMII (Mini Beautiful Indonesian Park) and that Fund makes a request that it is allowed to move the Candra Naya building to TMII so that it can be a part of the Museum building.
    [Show full text]
  • Kwee Iam Tjing
    2/27/2021 Bahasa Pasar(an) Kwee Thiam Tjing – Nalarasa Cari … Esai Teori Ulasan Buku Film Musik Lain-lain Wawancara NLRSpedia Rerasan Beranda Esai Bahasa Pasar(an) Kwee Thiam Tjing ESAI Bahasa Pasar(an) Kwee iam Tjing oleh A. Harimurti diperbarui pada 9 September 2020 Tinggalkan Komentar Kwee Thiam Tjing (1900-1974) alias Tjamboek Berdoeri adalah seorang wartawan nasionalis dan kosmopolitan anti-kolonial. Kwee juga seorang sastrawan yang dengan “bahasa indah tanpa nama” (Anderson, 2009) menulis novel jurnalistik kondang Indonesia dalem Api dan Bara (1947/2004). Bahasa yang digunakan Kwee kurang lebih adalah bahasa Melayu-Indonesia sebelum EYD, “bahasa pasar(an)” yang “pas” untuk dibaca dan memberi rasa jeli, mendalam, sekaligus jenaka. Meminjam istilah Roland Barthes, kalimat-kalimat “liar” dalam novel jurnalistik Kwee (yang dominan menggunakan ejaan Soewandi) membuat pembaca layaknya menonton orang yang sedang menari; bukan sekadar orang yang baris-berbaris. Terlebih, bahasanya sama sekali bukan bahasa yang hari ini diagung-agungkan sebagai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengapa perkara bahasa Indonesia yang “baik” dan “benar” menjadi perdebatan panjang dalam kebahasaan? Apakah ini menjadi gejala ketidakberanian kalau-kalau bahasa Indonesia akan menjadi bahasa pasar(an) yang liar dan sekadar comot sana-sini? Apabila “liar” yang dimaksud adalah butuh dijinakkan lewat kamus, maka agaknya orang mudah melupa bahwa bahasa Indonesia terlahir dari pasar — dengan semacam ke-liaran-nya yang indah. Alih-alih ketakutan terhadap liarnya bahasa Indonesia, justru mereka yang masih merasa diri orang Indonesia https://nalarasa.com/2020/09/08/bahasa-pasaran-kwee-thiam-tjing/ 1/8 2/27/2021 Bahasa Pasar(an) Kwee Thiam Tjing – Nalarasa boleh saja menikmati bahasa Indonesia sebagai bahasa pasar yang egaliter dan bukan milik kelompok bahasa ibu manapun (Anderson, 2016).
    [Show full text]
  • Indonesian Identities Abroad International Engagement of Colonial Students in the Netherlands, 1908-19311
    bmgn - Low Countries Historical Review | Volume 128-1 (2013) | pp. 151-172 Indonesian Identities Abroad International Engagement of Colonial Students in the Netherlands, 1908-19311 klaas stutje 151­ This article describes the forging of networks and the articulation of solidarities by Indonesians in the Netherlands with various other colonial organisations and movements in European countries in the 1910s and 1920s. Living in the centre of the Dutch empire multiple factions of Indonesians, each in their own words and actions, interacted with the world beyond the confines of the Kingdom of the Netherlands. Foreign news reports in Dutch-Indonesian journals and concrete journeys of Indonesians abroad will be examined to describe the variety of worldviews within the Indonesian migrant community. The article also demonstrates that the Indonesians in the Netherlands serve as a telling example in the Dutch imperial context of Alan Lester’s remark that ‘colonised subjects themselves could and did forge new, anti-colonial networks of resistance, which similarly spanned imperial space’ (Alan Lester, ‘Imperial Circuits and Networks: Geographies of the British Empire’, History Compass 4:1 (2006) 134). On 30 August 1945, less than two weeks after the Indonesian Proklamasi of independence from the Netherlands, Mohammed Hatta, brother-in-arms of Sukarno, called upon his ‘old comrades wherever they may be’ to revive the spirit of unity among the colonised peoples of the world. In a public message he referred back to the days when he was a student in the
    [Show full text]
  • Eksplorasi Paradigma Negativitas Sebagai Akar Kekerasan Kultural
    Perjanjian No: III/LPPM/2012-09/74-P Eksplorasi paradigma negativitas sebagai akar kekerasan kultural Pendekatan hermeneutik atas Kajian Kekerasan massal terhadap orang Tionghoa Indonesia Disusun Oleh: Dr. Stephanus Djunatan FX. Rudi Setiawan S.Ag., MM. Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2013 1 ABSTRAK Kekerasan tidak hanya digeluti dengan pendekatan sosiologis, politis, ekonomis atau anthropologis. Melengkapi pendekatan tersebut, kekerasan sebagai fenomena manusia didekati pula dari perspektif filosofis. Sebagai fenomena manusia, kekerasan tidak hanya berkaitan dengan sistem ekonomi, politik, budaya dan sosial; juga tidak hanya berkaitan dengan struktur sosial. Kekerasan terjadi juga pada wilayah kultural. Kekerasan kultural menuntun kita masuk pada wilayah internal manusia, yakni pada ranah kesadaran dan ketaksadaran. Karena itulah, kajian terhadap kekerasan kultural membutuhkan pula pendekatan filosofis: salah satunya pendekatan hermeneutika. Kajian hermeneutik akan menelusuri pola-pola berpikir yang mempengaruhi pemikiran dan kesadaran individual dan kolektif sedemikian rupa sehingga opsi yang dinyatakan ialah agenda dan praksis kekerasan. Pola berpikir yang dimaksud berkaitan dengan paradigma negatif. Paradigma negatif ini berkaitan dengan pola pikir yang terjajah (colonized mind). Pola pikir tersebut dapat dicermati melalui ungkapan verbal yang bersifat diametrikal seperti pribumi dan non-pribumi, asli dan pendatang. Preferensi pada
    [Show full text]
  • Kobe University Repository : Kernel
    Kobe University Repository : Kernel 1930年代ジャワ華人社会のリーダー像 : タン・ホン・ブンの『名士録 タイトル 』スマランの項より(前篇)(Profiles of Chinese Social Leaders in 1930’s Title Java : Semarang’s case seen in Who’s Who by Tan Hong Boen(Part 1)) 著者 貞好, 康志 Author(s) 掲載誌・巻号・ページ 国際文化学研究 : 神戸大学大学院国際文化学研究科紀要,48:129*-145* Citation 刊行日 2017-07 Issue date 資源タイプ Departmental Bulletin Paper / 紀要論文 Resource Type 版区分 publisher Resource Version 権利 Rights DOI JaLCDOI 10.24546/81009889 URL http://www.lib.kobe-u.ac.jp/handle_kernel/81009889 PDF issue: 2021-09-30 神戸大学 大学院国際文化学研究科『国際文化学研究』48 号 (2017) 129 1930年代ジャワ華人社会のリーダー像 ―タン・ホン・ブンの『名士録』 スマランの項より(前篇)― 貞 好 康 志 はじめに 本稿は、オランダ植民地期のインドネシア(当時の呼称はオランダ領東イ ンド。以下、単に東インドと呼ぶこともある)で、1935年に出版された華人 (orang Tionghoa、中国系移民と子孫の総称)の名士録を元に、当時の華人 コミュニティの諸相を「指導者層がどのような人々であったか」という側面か ら探ろうとするものである。 中部ジャワのソロ(Solo)で出版されたこの名士録(原題はOrang-orang Ti onghoa jang Terkemuka di Java,『ジャワにおける著名な華人たち』)は、編 纂の中心人物タン・ホン・ブン(Tan Hong Boen, 漢字表記は陳豊文,1905年 生まれ~1983年没)の名と共に、インドネシア初の本格的な華人名士録とし て研究者の間では広く知られてきた。また、当時の華人などの間でも実用的に 用いられたと推測される。しかし、特定の人物の参照に使われることがあって も、この名士録を全体として考察の対象とする研究はこれまでなかった。 タン・ホン・ブンの名士録は、東インド植民地の政治や経済の中心であっ たジャワに限定されるとはいえ、収録された人物の数は、86都市872名にのぼ る。これら全てを分析対象とすることは膨大な作業になるので、今回は手始め に、中部ジャワ州都スマラン(Semarang)の項に挙げられた30名に絞って考 察したい。スマランに絞るのは次の理由による。 ジャワの代表的な地方都市の一つであるスマランについては、タン・ホン・ ブンの名士録にやや先立つ1933年に地元の華人ジャーナリスト、リム・チア ン・ユ(Liem Thian Joe)が刊行した同時代までの史書『スマランの歴史』 [Liem 1933]や、インドネシア独立後の1950年代半ばにカナダの研究者ウィ 130 神戸大学 大学院国際文化学研究科『国際文化学研究』48 号 (2017) ルモットが行った社会学的調査の成果『スマランの華人』[Willmott 1960] をはじめ少なからぬ史資料が存在する。また1990年代以降は、筆者自身が2 度の長期滞在(1990~1991年、1996~1998年)と10回ほどの短期訪問調査を 行って文献・口述資料を収集してきた。これらをうまく組み合わせれば、やが
    [Show full text]