Eksplorasi Paradigma Negativitas Sebagai Akar Kekerasan Kultural
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Perjanjian No: III/LPPM/2012-09/74-P Eksplorasi paradigma negativitas sebagai akar kekerasan kultural Pendekatan hermeneutik atas Kajian Kekerasan massal terhadap orang Tionghoa Indonesia Disusun Oleh: Dr. Stephanus Djunatan FX. Rudi Setiawan S.Ag., MM. Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2013 1 ABSTRAK Kekerasan tidak hanya digeluti dengan pendekatan sosiologis, politis, ekonomis atau anthropologis. Melengkapi pendekatan tersebut, kekerasan sebagai fenomena manusia didekati pula dari perspektif filosofis. Sebagai fenomena manusia, kekerasan tidak hanya berkaitan dengan sistem ekonomi, politik, budaya dan sosial; juga tidak hanya berkaitan dengan struktur sosial. Kekerasan terjadi juga pada wilayah kultural. Kekerasan kultural menuntun kita masuk pada wilayah internal manusia, yakni pada ranah kesadaran dan ketaksadaran. Karena itulah, kajian terhadap kekerasan kultural membutuhkan pula pendekatan filosofis: salah satunya pendekatan hermeneutika. Kajian hermeneutik akan menelusuri pola-pola berpikir yang mempengaruhi pemikiran dan kesadaran individual dan kolektif sedemikian rupa sehingga opsi yang dinyatakan ialah agenda dan praksis kekerasan. Pola berpikir yang dimaksud berkaitan dengan paradigma negatif. Paradigma negatif ini berkaitan dengan pola pikir yang terjajah (colonized mind). Pola pikir tersebut dapat dicermati melalui ungkapan verbal yang bersifat diametrikal seperti pribumi dan non-pribumi, asli dan pendatang. Preferensi pada paradgima negatif ini cenderung mendorong pilihan untuk melakukan kekerasan kultural, yang tampil baik dalam sistem dan struktur sosial. Dalam penelitian filosofis ini, kami memilih kasus kekerasan terhadap orang Tionghoa Indonesia sebagai konteks medan penelaahan epistemologis terhadap kekerasan kultural. Telaah epistemologi dalam rekaman sejarah kasus kekerasan terhadap orang Indonesia ini mencoba menyoroti preferensi pada negativitas sebagai salah satu akar fenomena kekerasan. Penelitian ini juga berupaya menawarkan paradigma afirmatif, sebagai wacana bagi preferensi opsi kepada pembentukan paradigma dan praksis yang mengutamakan pendekatan tanpa-kekerasan. Kata kunci: kekerasan kultural, Tionghoa Indonesia, hermeneutika kecurigaan, Paradigma negatif, pola pikir yang terjajah, paradigma afirmatif. 2 Table of Contents ABSTRAK ........................................................................................................................................ 2 BAB I. PENDAHULUAN: Siapa dan apa Peran Orang Tionghoa Indonesia ..................................... 5 1.1. Identitas Orang Tionghoa Indonesia ............................................................................. 7 1.1.a. Orang Tionghoa Indonesia memahami dirinya sendiri .................................................. 7 1.1.b. Perspektif komunitas Non-Tionghoa terhadap identitas orang Tionghoa Indonesia .. 14 1.2. Perumusan Masalah & Tujuan Penelitian ................................................................... 17 1.3. Sistematika Pelaporan ................................................................................................. 19 BAB II. Tinjauan Literatur atas Sejarah Kekerasan Terhadap Orang Tionghoa Indonesia........... 20 2.1. Politik Identitas Kaum Tionghoa Indonesia dalam babakan sejarah. .............................. 20 2.1.a. Migrasi Orang Tionghoa ke Nusantara sebelum masa kolonial ................................... 21 2.1.b. Migrasi Orang Tionghoa pada masa Kolonisasi Nusantara sampai akhir abad kesembilanbelas. .................................................................................................................... 23 2.1.c. Keberadaan dan Peran Orang Tionghoa di Nusantara pada abad keduapuluh sampai awal abad keduapuluh satu. .................................................................................................. 29 2.2. Alasan-alasan Mendasar Pemicu Kekerasan Terhadap Orang Tionghoa Indonesia ........ 45 2.2.a Alasan Ekonomi (Perdagangan monopolistik, konglomerasi bisnis) ............................. 45 2.2.b. Aliansi Politik Orang Tionghoa Indonesia ..................................................................... 47 2.2.c. Alasan sosial-Budaya .................................................................................................... 49 2.2.d. Persoalan identitas Sosial: Dilema dan problema inti politik identitas Orang Tionghoa Indonesia ................................................................................................................................ 53 2.3. Dilema Ganda dalam Persoalan Kekerasan terhadap Orang Tionghoa Indonesia........... 56 BAB III METODE HERMENEUTIKA KECURIGAAN .................................................................... 59 AKAR-AKAR KEKERASAN TERHADAP ORANG TIONGHOA DI INDONESIA .............................. 59 3.1. Metode Hermeneutika Kecurigaan ............................................................................. 59 3.2. Kekerasan dalam Sejarah Bersifat Intensional ............................................................ 64 3.3. Kekerasan Kultural: Kekerasan yang Paradigmatis ..................................................... 65 3.4. Teori Identitas Sosial: Kategorisasi ingroup- outgroup ............................................... 67 3.5. Negara sebagai Tempat Memproduksi Kekerasan ..................................................... 69 3.6. Bahasa sebagai Medan Kerja Kekerasan dalam Kehidupan Politis dan Sosial ............ 72 BAB V Pembahasan: ekspresi Paradigma Negatif melalui kata .................................................. 77 V.1. Pribumi (bumiputra) dan Non-pribumi ............................................................................ 77 V.2. Totok (Murni) dan Peranakan .......................................................................................... 80 V.3 Diskriminasi vs keseteraan ................................................................................................ 83 V.4 Paradigma yang terjajah? ................................................................................................. 85 3 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................. 89 VI.1. Pertanyaan esensial tentang preferensi opsi terhadap kekerasan kultural ................... 89 VI.2. Translasi dan paradigma afirmatif .................................................................................. 91 VI.3. Paradigma afirmatif dan kekerasan kultural ................................................................... 93 VI.4. Paradigma afirmatif dan interaktivitas antar-etnisitas di Nusantara ............................. 96 VI.5. Paradigma afirmatif dan turunan praksisnya ................................................................. 99 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 103 Lampiran 1 tabel Catatan Sejarah tentang Kekerasan terhadap Orang Tionghoa di Nusantara ................................................................................................................................................... 107 4 BAB I. PENDAHULUAN: Siapa dan apa Peran Orang Tionghoa Indonesia Jika pengalaman akan perbedaan dalam masyarakat Indonesia modern menguatkan rasa persatuan Indonesia, identitas sebagai orang Indonesia justru mempersatukan keragaman tersebut1. Idealisme persatuan yang damai dan harmonis sudah diproyeksikan oleh sesanti “Bhinneka Tunggal Ika”. Tentu saja, kenyataan sejarah menunjukkan hal yang berbeda. Sejarah tidak hanya mencatat berbagai peristiwa kekerasan terjadi karena kepentingan membentuk identitas yang seragam. Sejarah juga mencatat bahwa penyeragaman tersebut disertai dengan kepentingan ‘balas dendam’ terhadap kaum penindas atau penjajah beserta ‘sekutunya’. Dalam konteks ‘beban sejarah’ itu, identitas yang berbeda, apalagi perbedaan itu desertai dengan stigmatisasi ‘sekutu’ penjajah, menjadi ‘sesuatu’ yang tidak diinginkan. Mengingat betapa pentingnya membangun homogenitas identitas nasional, identitas yang berbeda, apalagi yang dicap musuh, akan ‘disesuaikan’ demi berkembangnya identitas imajinal bersama. Dalam konteks itulah, kekerasan massal yang menargetkan sebuah identitas etnik berpotensi terjadi dan tak dapat dihindari lagi. Kekerasan menjadi, seolah-olah, cara yang sah untuk menyeragamkan identitas dan menghukum identitas etnik yang dianggap ‘berseberangan’ karena pernah ‘memihak’ musuh. Padahal, dalam realita sosial sehari-hari, identitas etnik yang dianggap musuh ini tidak seragam. Mereka pun merupakan kelompok yang kompleks dan mencerminkan keberagaman, sama seperti isi dari identitas yang nasional yang beragam. Afiliasi ekonomi, politik, dan sosial sebuah tidak bisa dipukul rata atau direduksi dalam labelisasi tunggal atau satu set stereotipisasi identitas. Berkaitan dengan eksplorasi akar-akar kekerasan dalam konteks keberagaman identitas-diri itulah, penelitian ini kami lakukan. Konteks identitas yang kami pilih menggali kembali peristiwa kekerasan karena perbedaan identitas yang terjadi pada orang Tionghoa Indonesia. Seperti pernah direkam dalam laporan jurnalistik milik ‘Tjamboek Berdoeri” (nama samaran) selama masa revolusi kemerdekaan, terutama periode 1946 – 1947 (melawan NICA), telah terjadi tindakan kekerasan terhadap orang Tionghoa Indonesia, di hampir seluruh Jawa dan Sumatra.2 Ribuan orang Tionghoa Indonesia mengalami pemerasan, teror mental dan kekerasan