Eksplorasi Paradigma Negativitas Sebagai Akar Kekerasan Kultural

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Eksplorasi Paradigma Negativitas Sebagai Akar Kekerasan Kultural Perjanjian No: III/LPPM/2012-09/74-P Eksplorasi paradigma negativitas sebagai akar kekerasan kultural Pendekatan hermeneutik atas Kajian Kekerasan massal terhadap orang Tionghoa Indonesia Disusun Oleh: Dr. Stephanus Djunatan FX. Rudi Setiawan S.Ag., MM. Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2013 1 ABSTRAK Kekerasan tidak hanya digeluti dengan pendekatan sosiologis, politis, ekonomis atau anthropologis. Melengkapi pendekatan tersebut, kekerasan sebagai fenomena manusia didekati pula dari perspektif filosofis. Sebagai fenomena manusia, kekerasan tidak hanya berkaitan dengan sistem ekonomi, politik, budaya dan sosial; juga tidak hanya berkaitan dengan struktur sosial. Kekerasan terjadi juga pada wilayah kultural. Kekerasan kultural menuntun kita masuk pada wilayah internal manusia, yakni pada ranah kesadaran dan ketaksadaran. Karena itulah, kajian terhadap kekerasan kultural membutuhkan pula pendekatan filosofis: salah satunya pendekatan hermeneutika. Kajian hermeneutik akan menelusuri pola-pola berpikir yang mempengaruhi pemikiran dan kesadaran individual dan kolektif sedemikian rupa sehingga opsi yang dinyatakan ialah agenda dan praksis kekerasan. Pola berpikir yang dimaksud berkaitan dengan paradigma negatif. Paradigma negatif ini berkaitan dengan pola pikir yang terjajah (colonized mind). Pola pikir tersebut dapat dicermati melalui ungkapan verbal yang bersifat diametrikal seperti pribumi dan non-pribumi, asli dan pendatang. Preferensi pada paradgima negatif ini cenderung mendorong pilihan untuk melakukan kekerasan kultural, yang tampil baik dalam sistem dan struktur sosial. Dalam penelitian filosofis ini, kami memilih kasus kekerasan terhadap orang Tionghoa Indonesia sebagai konteks medan penelaahan epistemologis terhadap kekerasan kultural. Telaah epistemologi dalam rekaman sejarah kasus kekerasan terhadap orang Indonesia ini mencoba menyoroti preferensi pada negativitas sebagai salah satu akar fenomena kekerasan. Penelitian ini juga berupaya menawarkan paradigma afirmatif, sebagai wacana bagi preferensi opsi kepada pembentukan paradigma dan praksis yang mengutamakan pendekatan tanpa-kekerasan. Kata kunci: kekerasan kultural, Tionghoa Indonesia, hermeneutika kecurigaan, Paradigma negatif, pola pikir yang terjajah, paradigma afirmatif. 2 Table of Contents ABSTRAK ........................................................................................................................................ 2 BAB I. PENDAHULUAN: Siapa dan apa Peran Orang Tionghoa Indonesia ..................................... 5 1.1. Identitas Orang Tionghoa Indonesia ............................................................................. 7 1.1.a. Orang Tionghoa Indonesia memahami dirinya sendiri .................................................. 7 1.1.b. Perspektif komunitas Non-Tionghoa terhadap identitas orang Tionghoa Indonesia .. 14 1.2. Perumusan Masalah & Tujuan Penelitian ................................................................... 17 1.3. Sistematika Pelaporan ................................................................................................. 19 BAB II. Tinjauan Literatur atas Sejarah Kekerasan Terhadap Orang Tionghoa Indonesia........... 20 2.1. Politik Identitas Kaum Tionghoa Indonesia dalam babakan sejarah. .............................. 20 2.1.a. Migrasi Orang Tionghoa ke Nusantara sebelum masa kolonial ................................... 21 2.1.b. Migrasi Orang Tionghoa pada masa Kolonisasi Nusantara sampai akhir abad kesembilanbelas. .................................................................................................................... 23 2.1.c. Keberadaan dan Peran Orang Tionghoa di Nusantara pada abad keduapuluh sampai awal abad keduapuluh satu. .................................................................................................. 29 2.2. Alasan-alasan Mendasar Pemicu Kekerasan Terhadap Orang Tionghoa Indonesia ........ 45 2.2.a Alasan Ekonomi (Perdagangan monopolistik, konglomerasi bisnis) ............................. 45 2.2.b. Aliansi Politik Orang Tionghoa Indonesia ..................................................................... 47 2.2.c. Alasan sosial-Budaya .................................................................................................... 49 2.2.d. Persoalan identitas Sosial: Dilema dan problema inti politik identitas Orang Tionghoa Indonesia ................................................................................................................................ 53 2.3. Dilema Ganda dalam Persoalan Kekerasan terhadap Orang Tionghoa Indonesia........... 56 BAB III METODE HERMENEUTIKA KECURIGAAN .................................................................... 59 AKAR-AKAR KEKERASAN TERHADAP ORANG TIONGHOA DI INDONESIA .............................. 59 3.1. Metode Hermeneutika Kecurigaan ............................................................................. 59 3.2. Kekerasan dalam Sejarah Bersifat Intensional ............................................................ 64 3.3. Kekerasan Kultural: Kekerasan yang Paradigmatis ..................................................... 65 3.4. Teori Identitas Sosial: Kategorisasi ingroup- outgroup ............................................... 67 3.5. Negara sebagai Tempat Memproduksi Kekerasan ..................................................... 69 3.6. Bahasa sebagai Medan Kerja Kekerasan dalam Kehidupan Politis dan Sosial ............ 72 BAB V Pembahasan: ekspresi Paradigma Negatif melalui kata .................................................. 77 V.1. Pribumi (bumiputra) dan Non-pribumi ............................................................................ 77 V.2. Totok (Murni) dan Peranakan .......................................................................................... 80 V.3 Diskriminasi vs keseteraan ................................................................................................ 83 V.4 Paradigma yang terjajah? ................................................................................................. 85 3 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................. 89 VI.1. Pertanyaan esensial tentang preferensi opsi terhadap kekerasan kultural ................... 89 VI.2. Translasi dan paradigma afirmatif .................................................................................. 91 VI.3. Paradigma afirmatif dan kekerasan kultural ................................................................... 93 VI.4. Paradigma afirmatif dan interaktivitas antar-etnisitas di Nusantara ............................. 96 VI.5. Paradigma afirmatif dan turunan praksisnya ................................................................. 99 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 103 Lampiran 1 tabel Catatan Sejarah tentang Kekerasan terhadap Orang Tionghoa di Nusantara ................................................................................................................................................... 107 4 BAB I. PENDAHULUAN: Siapa dan apa Peran Orang Tionghoa Indonesia Jika pengalaman akan perbedaan dalam masyarakat Indonesia modern menguatkan rasa persatuan Indonesia, identitas sebagai orang Indonesia justru mempersatukan keragaman tersebut1. Idealisme persatuan yang damai dan harmonis sudah diproyeksikan oleh sesanti “Bhinneka Tunggal Ika”. Tentu saja, kenyataan sejarah menunjukkan hal yang berbeda. Sejarah tidak hanya mencatat berbagai peristiwa kekerasan terjadi karena kepentingan membentuk identitas yang seragam. Sejarah juga mencatat bahwa penyeragaman tersebut disertai dengan kepentingan ‘balas dendam’ terhadap kaum penindas atau penjajah beserta ‘sekutunya’. Dalam konteks ‘beban sejarah’ itu, identitas yang berbeda, apalagi perbedaan itu desertai dengan stigmatisasi ‘sekutu’ penjajah, menjadi ‘sesuatu’ yang tidak diinginkan. Mengingat betapa pentingnya membangun homogenitas identitas nasional, identitas yang berbeda, apalagi yang dicap musuh, akan ‘disesuaikan’ demi berkembangnya identitas imajinal bersama. Dalam konteks itulah, kekerasan massal yang menargetkan sebuah identitas etnik berpotensi terjadi dan tak dapat dihindari lagi. Kekerasan menjadi, seolah-olah, cara yang sah untuk menyeragamkan identitas dan menghukum identitas etnik yang dianggap ‘berseberangan’ karena pernah ‘memihak’ musuh. Padahal, dalam realita sosial sehari-hari, identitas etnik yang dianggap musuh ini tidak seragam. Mereka pun merupakan kelompok yang kompleks dan mencerminkan keberagaman, sama seperti isi dari identitas yang nasional yang beragam. Afiliasi ekonomi, politik, dan sosial sebuah tidak bisa dipukul rata atau direduksi dalam labelisasi tunggal atau satu set stereotipisasi identitas. Berkaitan dengan eksplorasi akar-akar kekerasan dalam konteks keberagaman identitas-diri itulah, penelitian ini kami lakukan. Konteks identitas yang kami pilih menggali kembali peristiwa kekerasan karena perbedaan identitas yang terjadi pada orang Tionghoa Indonesia. Seperti pernah direkam dalam laporan jurnalistik milik ‘Tjamboek Berdoeri” (nama samaran) selama masa revolusi kemerdekaan, terutama periode 1946 – 1947 (melawan NICA), telah terjadi tindakan kekerasan terhadap orang Tionghoa Indonesia, di hampir seluruh Jawa dan Sumatra.2 Ribuan orang Tionghoa Indonesia mengalami pemerasan, teror mental dan kekerasan
Recommended publications
  • Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History
    Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Emile Schwidder & Eef Vermeij (eds) Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Emile Schwidder Eef Vermeij (eds) Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Stichting beheer IISG Amsterdam 2012 2012 Stichting beheer IISG, Amsterdam. Creative Commons License: The texts in this guide are licensed under the terms of the Creative Commons Attribution-Noncommercial 3.0 license. This means, everyone is free to use, share, or remix the pages so licensed, under certain conditions. The conditions are: you must attribute the International Institute of Social History for the used material and mention the source url. You may not use it for commercial purposes. Exceptions: All audiovisual material. Use is subjected to copyright law. Typesetting: Eef Vermeij All photos & illustrations from the Collections of IISH. Photos on front/backcover, page 6, 20, 94, 120, 92, 139, 185 by Eef Vermeij. Coverphoto: Informal labour in the streets of Bangkok (2011). Contents Introduction 7 Survey of the Asian archives and collections at the IISH 1. Persons 19 2. Organizations 93 3. Documentation Collections 171 4. Image and Sound Section 177 Index 203 Office of the Socialist Party (Lahore, Pakistan) GUIDE TO THE ASIAN COLLECTIONS AT THE IISH / 7 Introduction Which Asian collections are at the International Institute of Social History (IISH) in Amsterdam? This guide offers a preliminary answer to that question. It presents a rough survey of all collections with a substantial Asian interest and aims to direct researchers toward historical material on Asia, both in ostensibly Asian collections and in many others.
    [Show full text]
  • Long Way Home
    24 WacanaWacana Vol. Vol. 18 No.18 No. 1 (2017): 1 (2017) 24-37 Long way home The life history of Chinese-Indonesian migrants in the Netherlands1 YUMI KITAMURA ABSTRACT The purpose of this paper is to trace the modern history of Indonesia through the experience of two Chinese Indonesians who migrated to the Netherlands at different periods of time. These life stories represent both postcolonial experiences and the Cold War politics in Indonesia. The migration of Chinese Indonesians since the beginning of the twentieth century has had long history, however, most of the previous literature has focused on the experiences of the “Peranakan” group who are not representative of various other groups of Chinese Indonesian migrants who have had different experiences in making their journey to the Netherlands. This paper will present two stories as a parallel to the more commonly known narratives of the “Peranakan” experience. KEYWORDS September 30th Movement; migration; Chinese Indonesians; cultural revolution; China; Curacao; the Netherlands. 1. INTRODUCTION The purpose of this paper is to trace the modern history of Indonesia through the experience of Chinese Indonesians who migrated to the Netherlands after World War II. The study of overseas Chinese tends to challenge the boundaries of the nation-state by exploring the ideas of transnational identities 1 Some parts of this article are based on the rewriting of a Japanese article: Kitamura, Yumi. 2014. “Passage to the West; The life history of Chinese Indonesians in the Netherlands“ (in Japanese), Chiiki Kenkyu 14(2): 219-239. Yumi Kitamura is an associate professor at the Kyoto University Library.
    [Show full text]
  • Aktivitas Sosial Politik Yap Tjwan Bing Tahun 1932 - 1963
    AKTIVITAS SOSIAL POLITIK YAP TJWAN BING TAHUN 1932 - 1963 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sejarah Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Disusun Oleh YULITA FONDA C.0508054 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 i AKTIVITAS SOSIAL POLITIK YAP TJWAN BING TAHUN 1932 - 1963 Disusun Oleh YULITA FONDA C. 0508054 Telah Disetujui Oleh Dosen Pembimbing Pembimbing Umi Yuliati, S.S., M.Hum. NIP. 19770716 200312 2 002 Mengetahui, Kepala Program Studi Ilmu Sejarah Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S., M.Hum. NIP. 19730613 200003 2 002 ii AKTIVITAS SOSIAL POLITIK YAP TJWAN BING TAHUN 1932 - 1963 Disusun Oleh: YULITA FONDA C.0508054 Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Pada tanggal…................. Jabatan Nama Tanda Tangan Ketua Penguji Prof. Dr. Warto, M.Hum (…………………….) NIP. 19610925 198603 1 001 Sekretaris Penguji Tiwuk Kusuma H, S.S, M.Hum (…………………….) NIP. 19730613 200003 2 002 Umi Yuliati, S.S, M.Hum Penguji I NIP. 19770716 200312 2 002 (…………………….) Penguji II Drs. Tundjung Wahadi S, M.Si (…………………….) NIP. 19611225 198703 1 003 Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Prof. Drs. Riyadi Santoso, M.Ed. Ph.D. NIP. 19600328 198601 1 001 iii PERNYATAAN Nama : YULITA FONDA NIM : C.0508054 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul: “AKTIVITAS SOSIAL POLITIK YAP TJWAN BING TAHUN 1932 - 1963” adalah betul- betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
    [Show full text]
  • Dari Nasionalisme Cina Hingga Indonesierschap: Pemikiran Liem Koen Hian Tentang Kedudukan Orang Tionghoa Di Indonesia (1919 – 1951)
    UNIVERSITAS INDONESIA DARI NASIONALISME CINA HINGGA INDONESIERSCHAP: PEMIKIRAN LIEM KOEN HIAN TENTANG KEDUDUKAN ORANG TIONGHOA DI INDONESIA (1919 – 1951) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana MICHAEL AGUSTINUS 0706279875 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH DEPOK JULI 2012 i Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 ii Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 iii Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 iv Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat kasih sayangnya, penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang sarjana di Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang begitu dalam kep ada keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materil demi rampungnya masa studi penulis. Rasa terima kasih ini khususnya kepada kedua kakak penulis, Aileen, dan Aime, yang dengan penuh kasih sayang terus memberi semangat penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Dari sisi akademis, penulis banyak ucapkan terima kasih kepada para dosen Program Studi Ilmu Sejarah yang telah membimbing hingga rampungnya skripsi ini. Kepada Tri Wahyuning Mudaryanti, M.Si. sebagai dosen pembimbing, penulis banyak mengucapkan terima kasih atas kesediaan waktu dan juga arahannya selama pengerjaan tugas akhir ini, mulai dari kelas Bimbingan Bacaan hingga skripsi. Dosen-dosen lain juga sangat berjasa melalui perkuliahan dan diskusi yang mereka berikan selama sepuluh semester ini. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen di Program Studi Ilmu Sejarah. Dalam menjalankan penelitian lapangan, penulis sangat berterima kasih kepada para pengurus Perpustakaan FIB UI dan Perpustakaan Nasional atas pelayanannya yang sangat baik. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian lapangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan banyak terima kasih.
    [Show full text]
  • 6 X 10.Long New.P65
    Cambridge University Press 978-0-521-12108-8 - The Idea of Indonesia: A History R. E. Elson Index More information Index Abduh, Muhammad 9, 156 air force 231 Abdulgani, Ruslan xvi, 176, 219 army (Dutch colonial – KNIL) 32, 126, Abdulkadir Besar 244, 249, 257 152, 153 Abdullah, Baginda Dahlan 23 army (Indonesian TKR, TNI, APRIS) Abendanon, J. H. 8, 22, 26, 29, 42 (see also Peta) xviii, xix, xxii, 126–8, Abikusno Cokrosuyoso 105 135, 136, 141, 147, 149, 150, 151, Aceh(nese) xvi, 5, 7, 9, 82, 99, 117, 124, 152, 153, 160, 163, 164, 167, 168, 132, 137, 143, 144, 147, 163, 164, 169, 170, 175, 179–80, 183–5, 186, 166, 206, 240, 266–9, 282, 284–6, 191, 196, 197, 199, 201, 203–4, 210, 287, 292, 304, 312, 319 211, 213, 215, 216, 217, 219, 220, Act of Free Choice 269, 287 223, 225, 226, 231, 232, 235, 239, Afghanistan 293 240, 244, 245, 251, 257–9, 260, 263, Afro-Asian conference 159 268, 269, 272, 274, 275, 282, 284, Agung, Anak Agung Gde 146 285, 286, 287, 288, 289, 292, 295, Aidit, D. N. xvi, 159, 166, 202, 223, 232, 234 301, 303, 304, 305, 312, 317, 320 Ajie, Ibrahim 236 dual function 220, 236, 237, 258, 304 Al-Azhar University 9, 44, 46 middle way 171, 203 al-Imam 10 Staff and Command College (SSKAD/ al-Islam Congress 80 Seskoad) 204, 236 Alisyahbana, Takdir 72 Assaat 65, 122, 175 Allies 102, 103, 110, 117–18, 122, 123, associationism xvii, xix, 10, 22, 27, 42, 129, 131 59, 77 All-Indies Congress 39, 44, 68 Attamimi, A.
    [Show full text]
  • Bab Ii Peran Serta Etnis Tionghoa Pada Masa
    25 BAB II PERAN SERTA ETNIS TIONGHOA PADA MASA REVOLUSI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA A. Masuknya Etnis Tionghoa di Indonesia Menurut Kong Yuanzhi, Etnis Tionghoa1 diketahui telah lama datang ke Indonesia sejak berabad-abad yang lalu.2 Kedatangan mereka mempunyai tujuan, yaitu untuk keperluan berdagang, membuka hubungan politik, mengembangkan 1 Dalam skripsi ini digunakan istilah Tionghoa bukan Cina atau China, dengan mengacu pada keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE- 06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967. Melalui keppres tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengganti istilah “China” dengan “Tionghoa”. Sementara itu sumber-sumber yang penulis gunakan dalam skripsi ini menggunakan istilah yang beragam diantaranya Cina, Chinese, Hoakiau dan Tionghoa. Agar konsisten dalam penulisan skripsi ini maka penulis menggunakan istilah Tionghoa. Termasuk penulisan Kampung Cina dirubah menjadi Kampung Tionghoa. 2 Kong Yuanzhi menyimpulkan bahwa suatu kemungkinan besar bagian utama bangsa Indonesia berasal dari selatan Asia, sedangkan bukan mustahil daerah sekitar Yunnan, Tiongkok Barat Daya, merupakan satu tempat bertolak bagi orang Melayu purba yang menyebar dalam jumlah besar ke selatan, sampai di Kepulauan Nusantara sehingga terjalinlah hubungan darah antara bangsa Tionghoa dengan bangsa Indonesia. Kong Yuanzhi, Silang Budaya Tiongkok Indonesia (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2005), pp.11- 12. 26 pengetahuan (penulisan karya sastra dan risalah-risalah perjalanan oleh para Biksu dan pelaut yang berkunjung ke Nusantara) dan menyebarkan agama Budha. Bukti-bukti sejarah yang berupa benda-benda dan catatan-catatan dari Tiongkok menerangkan bahwa adanya kontak atau hubungan antara kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok .
    [Show full text]
  • Chinese and Indigenous Indonesians on Their Way to Peace? a Peace and Conflict Analysis According to the Transcend Method
    Conflict Formation and Transformation in Indonesia: Chinese and Indigenous Indonesians on Their Way to Peace? A Peace and Conflict Analysis According to the Transcend Method Dissertation zur Erlangung des Doktorgrades Dr. rer. soc. des Fachbereichs Sozial- und Kulturwissenschaften der Justus-Liebig-Universität Giessen. vorgelegt von Yvonne Eifert Memelstr. 37 45259 Essen Gutachten durch Prof. Dr. Hanne-Margret Birckenbach Prof. Dr. Dieter Eißel Oktober 2012 Content Glossary and Abbreviations ......................................................................................................... 1 List of Figures, Tables and Pictures ............................................................................................. 5 1. Introduction .............................................................................................................................. 7 1.1 Conflict Case Study ............................................................................................................ 7 1.2 Subjects and Focus ............................................................................................................. 8 1.3 Theoretical Background of the Research ......................................................................... 26 1.4 Research Method .............................................................................................................. 32 1.5 Thesis Outline .................................................................................................................. 34 2. Analysis of the
    [Show full text]
  • Title Long Way Home: the Life History of Chinese-Indonesian Migrants in the Netherlands Author(S) Kitamura, Yumi Citation Wacana
    Long way home: The life history of Chinese-Indonesian Title migrants in the Netherlands Author(s) Kitamura, Yumi Wacana: Journal of the Humanities of Indonesia (2017), 18(1): Citation 24-37 Issue Date 2017 URL http://hdl.handle.net/2433/227397 © 2017 Faculty of Humanities, Universitas Indonesia; This Right work is licensed under a Creative Commons Attribution- NonCommercial 4.0 International License. Type Journal Article Textversion publisher Kyoto University 24 WacanaWacana Vol. Vol. 18 No.18 No. 1 (2017): 1 (2017) 24-37 YUMI KITAMURA, Long way home 25 Long way home The life history of Chinese-Indonesian migrants in the Netherlands1 YUMI KITAMURA ABSTRACT The purpose of this paper is to trace the modern history of Indonesia through the experience of two Chinese Indonesians who migrated to the Netherlands at different periods of time. These life stories represent both postcolonial experiences and the Cold War politics in Indonesia. The migration of Chinese Indonesians since the beginning of the twentieth century has had long history, however, most of the previous literature has focused on the experiences of the “Peranakan” group who are not representative of various other groups of Chinese Indonesian migrants who have had different experiences in making their journey to the Netherlands. This paper will present two stories as a parallel to the more commonly known narratives of the “Peranakan” experience. KEYWORDS September 30th Movement; migration; Chinese Indonesians; cultural revolution; China; Curacao; the Netherlands. 1. INTRODUCTION The purpose of this paper is to trace the modern history of Indonesia through the experience of Chinese Indonesians who migrated to the Netherlands after World War II.
    [Show full text]
  • CANDRA NAYA ANTARA KEJAYAAN MASA LALU DAN KENYATAAN SEKARANG (Hasil Penelitian Tahun 1994- 1998)
    DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 31, No. 2, Desember 2003: 88-101 CANDRA NAYA ANTARA KEJAYAAN MASA LALU DAN KENYATAAN SEKARANG (Hasil Penelitian tahun 1994- 1998) Naniek Widayati Staf Pengajar Jurusan Arsitektur – Universitas Tarumanagara Jakarta ABSTRAK Kedamaian bangunan kuno Candra Naya akhir-akhir ini terusik oleh adanya polemik, baik dari media cetak maupun elektronik. Hal ini terjadi karena adanya sebuah pernyataan yang dibuat oleh pemiliknya, yaitu PT Bumi Perkasa Permai kepada sebuah paguyuban Indonesia-Cina. Masalahnya adalah bahwa paguyuban tersebut berniat mendirikan sebuah museum Indonesia-Cina di TMII (Taman Mini Indonesia Indah) dan ingin mengajukan permohonan untuk memindahkan bangunan Candra Naya tersebut ke TMII, yang nantinya direncanakan untuk menjadi bagian dari bangunan museum tersebut. Tulisan ini berisi informasi, melalui proses pengamatan lapangan yang dibuat pada tahun-tahun yang lalu. Sifat dari tulisan ini adalah netral dan tidak memihak pada siapapun. Terima kasih pada PT Bumi Perkasa Permai yang telah memberikan kepada saya kesempatan untuk meneliti bangunan konservasi tersebut. Isi dari tulisan ini meliputi sejarah serta data proses perjalanan gedung tersebut. Juga usaha konservasi yang sudah dibuat, sampai krisis tahun 1998. Sesudah itu usaha tersebut terhenti. Kata kunci: Candra Naya, Bangunan Kuno, Arsitektur Cina di Indonesia. ABSTRACT The peacefulness of Candra Naya ancient building has lately begun to be disturbed again because of many kinds of polemics on printed and electronic media as well as on millis. This happens because there is a present decision made by the owner, namely PT Bumi Perkasa Permai to Indonesian Chinese Fund. It happens that at present this Fund wants to build Indonesian Chinese Museum at TMII (Mini Beautiful Indonesian Park) and that Fund makes a request that it is allowed to move the Candra Naya building to TMII so that it can be a part of the Museum building.
    [Show full text]
  • Indonesian Identities Abroad International Engagement of Colonial Students in the Netherlands, 1908-19311
    bmgn - Low Countries Historical Review | Volume 128-1 (2013) | pp. 151-172 Indonesian Identities Abroad International Engagement of Colonial Students in the Netherlands, 1908-19311 klaas stutje 151­ This article describes the forging of networks and the articulation of solidarities by Indonesians in the Netherlands with various other colonial organisations and movements in European countries in the 1910s and 1920s. Living in the centre of the Dutch empire multiple factions of Indonesians, each in their own words and actions, interacted with the world beyond the confines of the Kingdom of the Netherlands. Foreign news reports in Dutch-Indonesian journals and concrete journeys of Indonesians abroad will be examined to describe the variety of worldviews within the Indonesian migrant community. The article also demonstrates that the Indonesians in the Netherlands serve as a telling example in the Dutch imperial context of Alan Lester’s remark that ‘colonised subjects themselves could and did forge new, anti-colonial networks of resistance, which similarly spanned imperial space’ (Alan Lester, ‘Imperial Circuits and Networks: Geographies of the British Empire’, History Compass 4:1 (2006) 134). On 30 August 1945, less than two weeks after the Indonesian Proklamasi of independence from the Netherlands, Mohammed Hatta, brother-in-arms of Sukarno, called upon his ‘old comrades wherever they may be’ to revive the spirit of unity among the colonised peoples of the world. In a public message he referred back to the days when he was a student in the
    [Show full text]
  • PEMETAAN SOSIAL-POLITIK KELOMPOK ETNIK CINA DI INDONESIA Amri Marzali Akademi Pengajian Melayu-Universiti Malaya
    PEMETAAN SOSIAL-POLITIK KELOMPOK ETNIK CINA DI INDONESIA Amri Marzali Akademi Pengajian Melayu-Universiti Malaya ABSTRACT This article presents a brief and comprehensive picture of the sociocultural life of the Indonesian Chinese society in Indonesia. The paper covers historical, demographic, legal, economic, political, and cultural aspects. It aims to update the data and information given by Mackie and Coppel (1976). Some observations are derived based on field research on Chinese-Pribumi relations in several cities in Indonesia, such as Jakarta, Solo and Tangerang. The paper compiles several dispersed sources of information to give a brief comprehension of the sociocultural life of the Indonesian Chinese society in Indonesia. PENGANTAR Makalah ini memberikan satu gambaran umum tentang beberapa aspek penting dalam kehidupan kelompok etnik Cina di Indonesia. Pusat pembahasan adalah aspek sejarah, kependudukan, kedudukan legal, ekonomi, politik, dan kultural, yang sebagian besar merupakan hasil kajian kepustakaan, yang didukung oleh pengalaman kajian lapangan yang pernah dilakukan oleh penulis di Jakarta, Solo, dan Tangerang, dengan topik umum hubungan sosial Cina-Pribumi. Selama ini data dan informasi dasar mengenai masyarakat etnik Cina di Indonesia, yang ditulis oleh sarjana-sarjana Barat dan orang-orang Cina Indonesia, berserak di berbagai sumber. Maka tulisan ini merupakan kompilasi dari berbagai-bagai sumber tersebut, sehingga dengan sekali baca peneliti akan mendapatkan data dasar tersebut. Tulisan ini perlu bagi peneliti dan mahasiswa perguruan tinggi yang berada pada peringkat awal dalam kajian tentang keanekaragaman sosiokultural di Indonesia. Makalah ini, dalam kapasitas tertentu, merupakan pemutakhiran (updating) dari Bab “A Preliminary Survey” tulisan Mackie dan Coppel dalam buku The Chinese in Indonesia (1976). EDISI XXXVII / NO.2 / 2011 | 47 SIAPAKAH ORANG CINA INDONESIA? Secara rasial, orang Cina dan mayoritas Pribumi Indonesia (“Deutero- Melayu”) adalah sama-sama Mongoloid.
    [Show full text]
  • Indonesian Identities Abroad International Engagement of Colonial Students in the Netherlands, 1908-19311
    bmgn - Low Countries Historical Review | Volume 128-1 (2013) | pp. 151-172 Indonesian Identities Abroad International Engagement of Colonial Students in the Netherlands, 1908-19311 klaas stutje 151­ This article describes the forging of networks and the articulation of solidarities by Indonesians in the Netherlands with various other colonial organisations and movements in European countries in the 1910s and 1920s. Living in the centre of the Dutch empire multiple factions of Indonesians, each in their own words and actions, interacted with the world beyond the confines of the Kingdom of the Netherlands. Foreign news reports in Dutch-Indonesian journals and concrete journeys of Indonesians abroad will be examined to describe the variety of worldviews within the Indonesian migrant community. The article also demonstrates that the Indonesians in the Netherlands serve as a telling example in the Dutch imperial context of Alan Lester’s remark that ‘colonised subjects themselves could and did forge new, anti-colonial networks of resistance, which similarly spanned imperial space’ (Alan Lester, ‘Imperial Circuits and Networks: Geographies of the British Empire’, History Compass 4:1 (2006) 134). On 30 August 1945, less than two weeks after the Indonesian Proklamasi of independence from the Netherlands, Mohammed Hatta, brother-in-arms of Sukarno, called upon his ‘old comrades wherever they may be’ to revive the spirit of unity among the colonised peoples of the world. In a public message he referred back to the days when he was a student in the
    [Show full text]