PERAN ETNIS TIONGHOA PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL: KAJIAN PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN SEJARAH DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Hendra Kurniawan Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP, Universitas Sanata Dharma Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta Email: [email protected]

ABSTRACT

This research was aimed to describe the role of the Chinese community during the Indonesia’s national movement, to design the way of learning history in the senior high school, and to elaborate the importance of studying the role of the Chinese community during Indonesia’s national movement for the younger generation. This research uses historical and qualitative descriptive method using literature. The result shows that (1) Chinese community took importance roles in national struggling during Indonesia’s national movement; (2) The study of the Chinese community’s roles in the Indonesia’s national movement can be integrated into the way of learning history in senior high school; (3) Studying the roles of the Chinese community during the Indonesia’s national movement can develop the harmony in social life. Keywords: Tionghoa, pergerakan nasional, pembelajaran sejarah.

1. PENDAHULUAN Indonesiaan-nya rendah, dituduh memihak Belanda, dan hanya mementingkan keselamatan diri sendiri. Masyarakat Indonesia memiliki struktur yang Pemikiran seperti ini perlu diluruskan dengan unik. Nasikun (1984: 30) menyebutkan secara mengungkap berbagai peran dan keterlibatan etnis horizontal, masyarakat Indonesia memiliki kesatuan- Tionghoa dalam sejarah nasional Indonesia. kesatuan sosial atas dasar ikatan primordial, seperti Sejarah masyarakat Tionghoa jarang diangkat suku, agama, adat, daerah, hingga hubungan darah. atau hanya memiliki porsi kecil dalam konteks sejarah Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia nasional. Padahal orang Tionghoa tersebar dan dapat ditandai dengan adanya perbedaan antara lapisan atas ditemui di setiap kota dari Sabang sampai Merauke. dengan lapisan bawah. J.S. Furnivall dalam M.D. La Meskipun sama halnya dengan orang asing lain yang Ode (2012: 1) juga mengungkapkan bahwa datang ke Indonesia, seperti Arab, India, dan Eropa, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang namun orang Tionghoa jumlahnya yang paling banyak majemuk (plural societies). Keanekaragaman ini dan paling dulu datang. Tidak sedikit orang Tionghoa apabila tidak disikapi secara bijak akan melahirkan yang menikah dengan wanita pribumi dan memiliki perbedaan kepentingan yang berujung pada konflik keturunan sehingga menganggap Indonesia menjadi dan perpecahan. tanah tumpah darahnya. Salah satu keberagaman suku yang ada di Dalam penelitian ini dipaparkan mengenai peran Indonesia yaitu keberadaan etnis Tionghoa yang etnis Tionghoa pada masa pergerakan nasional di awal sudah berabad-abad menjadi bagian dari bangsa ini. abad 20. Selain itu dirumuskan pula rancangan Sayangnya Tionghoa seringkali dianggap sebagai pengintegrasiannya dalam pembelajaran sejarah di kelompok yang apolitik dan asosial. Selain akibat SMA mengacu pada Kurikulum 2013. Dengan kebijakan kolonial Belanda yang masih membekas, mempelajari materi ini, maka peserta didik dapat juga didorong oleh perlakuan diskriminatif pemerintah semakin menyadari kenyataan akan kemajemukan Orde Baru. Tionghoa dianggap tidak memiliki peran bangsa yang bermuara pada penanaman sikap menghargai dalam sejarah nasional, rasa nasionalisme ke- nilai-nilai multikultural dan menumbuhkembangkan

19 Jurnal Penelitian. Volume 18, No. 1, November 2014, hlm. 19-28 rasa toleransi. Kajian ini juga dapat mendukung upaya Keppres Nomor 12 Tahun 2014 yang memulihkan penulisan sejarah nasional untuk menuju ke arah kembali sebutan Republik Rakyat Tiongkok untuk integrasi bangsa. menyebut negara Republik Rakyat Cina dan Tionghoa Tujuan penelitian ini yaitu (1) memaparkan untuk menyebut orang atau komunitas Cina di peran Tionghoa dalam pergerakan nasional Indonesia Indonesia. pada awal abad 20; (2) menghasilkan rancangan Menurut Benny G. Setiono (2008: 21), orang pembelajaran sejarah untuk tingkat SMA dengan Tionghoa mulai berdatangan ke Nusantara pada abad materi peran Tionghoa pada masa pergerakan ke-9, zaman Dinasti Tang. Mereka datang untuk nasional Indonesia; dan (3) mengetahui arti penting mencari penghidupan yang lebih baik dengan jalan mempelajari peran Tionghoa dalam sejarah berdagang atau bertani. Menurut banyak ahli, salah pergerakan nasional Indonesia. Manfaat penelitian ini satunya Prof. Kong Yuanzhi (2005: 1-12), sebagian antara lain (1) memberi masukan bagi guru dalam besar bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunnan di mengembangkan materi pembelajaran sejarah Tiongkok barat daya. Dari sinilah terjadi penyebaran khususnya mengenai Tionghoa; (2) setelah orang yang disebut Melayu Prasejarah yaitu Proto diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah, Melayu dan Deutro Melayu sehingga ada jalinan maka diharapkan dapat menumbuhkan sikap toleransi hubungan darah antara orang Tionghoa dengan dan saling menghargai; (3) mendorong sekolah lebih sebagian besar suku bangsa yang ada di Indonesia mengembangkan semangat penghargaan terhadap (Benny G. Setiono, 2008: 13). Masalah asli-tidak asli, keberagaman demi terciptanya masyarakat yang pribumi-nonpribumi sangat tidak relevan untuk harmonis dan cinta damai; dan (4) sebagai usulan bagi dipersoalkan dan menjadi sangat kabur. Secara pemerintah dalam pengembangan kurikulum sejarah. antropologis, semua penduduk Indonesia saat ini sebenarnya bukan asli dari Indonesia. Bedanya hanya soal waktu leluhurnya mulai berdatangan ke Nusantara. 2. KAJIAN TEORI (Benny G. Setiono, 2008: 16) Choirul Mahfud (2013: 50) mengemukakan 2.1 Etnis Tionghoa bahwa orang Tionghoa yang sudah menyatakan diri Istilah Tionghoa dan Tiongkok berasal dari menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) secara bahasa Kanton, salah satu bahasa yang digunakan oleh otomatis masuk ke dalam masyarakat Indonesia. Etnis orang Tionghoa di Indonesia. Tionghoa artinya orang Tionghoa setara dengan suku atau etnis lainnya yang Cina dan Tiongkok artinya negara Cina. Pada masa turut membentuk Negara Kesatuan Republik Orde Baru digunakan istilah Cina untuk menyebut Indonesia (NKRI). Benny G. Setiono (2008: 41) Tionghoa di Indonesia. Penggunaan istilah ini menyebut masyarakat Tionghoa telah menjadi produk diputuskan dalam pertemuan perwira-perwira tinggi sejarah. Jumlahnya puluhan juta orang, belum ABRI di Bandung pasca Peristiwa 1965 yang diduga termasuk kelompok peranakan yaitu hasil kawin melibatkan komunis Tiongkok. Istilah Cina dulu campur antara Tionghoa dengan pribumi. Menurut digunakan pada masa kolonial untuk merendahkan dan Leo Suryadinata (1986: 20), kaum peranakan telah menghina orang Tionghoa. Penggunaan istilah Cina berakulturasi ke dalam masyarakat setempat dan dimaksudkan untuk mengurangi atau menghapuskan hubungannya dengan Tiongkok sangat tipis. perasaan superior dan inferior antara Tionghoa dengan pribumi (Choirul Mahfud, 2013: 51). 2.2 Pergerakan Nasional Indonesia Penggunaan istilah Cina disahkan melalui Surat A.K. Pringgodigdo (1994: vi) menjelaskan istilah Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/ pergerakan nasional Indonesia meliputi segala macam Pres.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967. Kebijakan ini aksi yang dilakukan melalui organisasi modern ke arah menimbulkan dampak psikososial dan diskriminatif perbaikan hidup untuk bangsa Indonesia karena tidak dalam relasi sosial yang dialami masyarakat Tionghoa puas dengan keadaan masyarakat yang ada. selama puluhan tahun. Pandangan dan perlakuan Pergerakan nasional Indonesia dihitung dari mulai diskriminatif jelas melanggar prinsip hak asasi manusia berdirinya Boedi Oetomo tanggal 20 Mei 1908. dan bertentangan dengan UUD 1945. Pada masa Pergerakan bukan hanya pada soal aksi politik secara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono keluarlah menyeluruh, namun juga mengandung bagian-bagian

20 Hendra Kurniawan, Peran Etnis Tionghoa pada Masa Pergerakan Nasional: Kajian .... dari unsur ekonomi, kebudayaan, keagamaan, menjelaskan sejarah sebagai hasil dari usaha untuk pendidikan, wanita, dan pemuda. Dari segi merekam, melukiskan, dan menerangkan peristiwa kewilayahan, bukan saja untuk kepentingan bangsa masa lalu. seluruhnya, namun juga meliputi bagian-bagian dari Aman (2011: 31-32, 35) menjelaskan bahwa bangsa, seperti Jawa, Sumatera, Indonesia Timur, dan sejarah dapat menanamkan kesadaran persatuan, sebagainya. Pergerakan bukan hanya kelompok persaudaraan, dan solidaritas untuk menjadi perekat radikal, namun juga gerakan yang bersifat kooperatif. bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi Pergerakan tidak hanya golongan kebangsaan tetapi bangsa, sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang juga meliputi gerakan keagamaan, marxis, dan berguna mengatasi krisis multidimensional dalam komunitas lainnya. kehidupan sehari-hari. Pembelajaran sejarah tidak Menurut Benedict Anderson (2001: 8), bangsa semata-mata memberi pengetahuan, fakta, dan atau nasion adalah komunitas yang terbayang karena kronologi. Pembelajaran sejarah memiliki tugas utama para anggotanya tidak mengenal sebagian besar menanamkan semangat berbangsa dan bertanah air anggota lain, tidak bertatap muka, bahkan tidak dalam rangka character building peserta didik. Di mendengar tentang anggota yang lain itu, namun di samping itu, pembelajaran sejarah juga berguna untuk benak setiap anggota bangsa itu hidup sebuah membangkitkan kesadaran (emphatic awareness) bayangan tentang kebersamaan mereka. Sartono peserta didik, yakni sikap simpati dan toleransi yang Kartodirdjo (1995: 4) juga mengungkapkan konsep disertai kemampuan mental dan sosial untuk nasion sebagai komunitas politik berdasarkan kemauan mengembangkan imajinasi dan sikap kreatif, inovatif, politik kolektif dan solidaritas yang berakar pada serta partisipatif (Aman, 2011: 2). pengalaman bersama di masa lampau. Oleh sebab itu, Djoko Suryo dalam Aman (2011: 97-98) sejarah nasional merupakan suatu unit yang terdiri atas menjelaskan materi pembelajaran sejarah sebaiknya kompleksitas unsur-unsur etnis, linguistik, religius, bertolak pada beberapa wilayah kajian. Salah satunya kultural, yudisial, dan sebagainya yang melalui proses yaitu sejarah sosial atau sejarah masyarakat (history perkembangan sejarah akhirnya terwujud sebagai from bellow) yang berpusat pada golongan tertentu, suatu kesatuan. organisasi kemasyarakatan, dan orang kecil untuk Pergerakan nasional Indonesia muncul melengkapi gambaran dinamika dan proses karena berbagai faktor baik dari dalam maupun luar. perkembangan masyarakat secara luas, lengkap, dan M.C. Ricklefs (1991: 247) memaparkan kunci kontinue. Sejarah juga harus dapat menjadi landasan perkembangan masa pergerakan nasional Indonesia bagi pemahaman demokrasi dan pembentukan adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi masyarakat madani (civil society). Sartono Kartodirdjo dan dikenalnya definisi-definisi baru tentang identitas. dalam Agus Mulyana dan Darmiasti (2009: 5) juga Organisasi-organisasi modern ini didirikan oleh menjelaskan bahwa Sejarah Indonesia harus kalangan priyayi baru yang merupakan golongan merupakan “sejarah dari dalam”, yang mengungkapkan terpelajar akibat dari Politik Etis. Meskipun berbagai aktivitas berbagai golongan masyarakat, dan mengarah organisasi pergerakan bisa saja berangkat dari pada integrasi bangsa. Materi pembelajaran sejarah etnosentrisme, etnonasionalisme, komunalisme, harus memuat dinamika berbagai kelompok dan primordialisme lainnya namun perlahan cair masyarakat, bukan hanya kelompok tertentu yang digantikan oleh solidaritas nasional (Sartono mendominasi. Kartodirdjo, 1995: 8).

2.3 Pembelajaran Sejarah 3. METODE PENELITIAN Sidi Gazalba (1966:11) mengemukakan bahwa sejarah adalah gambaran masa lalu tentang manusia Untuk mengkaji peran etnis Tionghoa pada dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun masa pergerakan nasional digunakan metode historis secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa karena objek permasalahan berupa peristiwa masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan, yang lampau. Menurut Louis Gottschalk (1985: 32), metode memberi pemahaman tentang apa yang telah berlalu historis meliputi: (1) heuristik yaitu pengumpulan itu. Sementara itu Taufik Abdullah (2001: 98) sumber, (2) kritik atau analisis yaitu menilai sumber,

21 Jurnal Penelitian. Volume 18, No. 1, November 2014, hlm. 19-28

(3) interpretasi atau sintesis yaitu menafsirkan peran dalam sejarah bangsa Indonesia. Meskipun sumber, dan (4) historiografi yaitu penulisan. Untuk berawal dari nasionalisme negeri asalnya, namun menyusun rancangan pembelajaran sejarah mengenai lambat laun sikap nasionalisme terhadap negeri peran etnis Tionghoa pada masa pergerakan nasional tempatnya tinggal yaitu Indonesia juga semakin Indonesia dan arti pentingnya digunakan metode tumbuh. kualitatif deskriptif. Peneliti lebih menekankan catatan Tahun 1900 di Batavia, Bogor, Sukabumi, dan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan kota-kota lainnya muncul gerakan Jong Chineesche mendalam (H.B. Sutopo, 2006: 40). Beweging atau Gerakan Kaum Muda Tionghoa. Data yang dikumpulkan berasal dari berbagai Anggotanya terdiri dari orang-orang Tionghoa muda sumber pustaka berupa buku-buku seputar dan tua yang berpikiran maju, bercita-cita permasalahan yang dikaji dan dokumen Kurikulum menumbuhkan dan menanamkan rasa nasionalisme 2013. Pengumpulan data menggunakan teknik studi Tiongkok di kalangan Tionghoa di Hindia Belanda. pustaka, yaitu membaca dan menganalisis berbagai Mereka menuntut dihapuskannya pembatasan atas buku dan dokumen. Pada tahap kajian historis gerak komunitas Tionghoa, meminta kesamaan hak digunakan teknik analisis historis yang mengutamakan penuh secara hukum, dan meminta pendirian sekolah- ketajaman dalam melakukan interpretasi sejarah sekolah untuk anak-anak Tionghoa (Benny G. Setiono, dengan menggunakan berbagai kajian teori. Tahap 2008: 304; Iskandar Yusuf, 2013: 40). berikutnya digunakan teknik analisis induktif meliputi Perhimpunan Pan-Tionghoa yang didirikan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan Tionghoa Hwee Koan (THHK) pada tanggal 17 Maret kesimpulan. 1900 di Patekoan, Batavia. Presiden THHK yang pertama yaitu . Tujuan THHK dalam Anggaran Dasarnya disebutkan mengembangkan adat 4. HASIL DAN PEMBAHASAN istiadat dan tradisi Tionghoa sesuai ajaran Konghucu, mengembangkan ilmu pengetahuan, mendirikan 4.1 Peran Tionghoa pada Masa gedung perkumpulan untuk tempat pertemuan, dan Pergerakan Nasional mendirikan perpustakaan. THHK awalnya menjadi Stigma bahwa Tionghoa dekat dengan Belanda, suatu organisasi sosial biasa semacam study club. rasa nasionalisme ke-Indonesia-annya rendah, dan THHK juga berusaha menggalang persatuan Tionghoa mencari keselamatan bagi diri sendiri merupakan perantauan (Hoa Kiao) baik yang peranakan maupun sesuatu yang keliru. Tionghoa juga memiliki sense of totok. (Leo Suryadinata, 1984: 43; Leo Suryadinata, belonging terhadap negara tempat mereka lahir, 1986: 23; Benny G. Setiono, 2008: 306; Iskandar Yusuf, tinggal, dan mencari penghidupan. Justru karena pada 2013: 48-49). Tionghoa peranakan yaitu hasil kawin masa kolonialisme Belanda, Tionghoa berperan sebagai campur antara orang Tionghoa dengan pribumi (Benny pedagang perantara yang mendistribusikan barang dari G. Setiono, 2008: 41). Leo Suryadinata (1986: 20) kota ke penduduk di desa maka terjadilah praktik menambahkan bahwa kaum peranakan telah diskriminasi. Pemerintah kolonial Belanda membagi berakulturasi ke dalam masyarakat setempat dan masyarakat Hindia Belanda menjadi tiga golongan, hubungannya dengan negeri Tiongkok sangat tipis yaitu: (1) Eropa atau Belanda, (2) Timur Asing, berbeda dengan Tionghoa totok. termasuk Tionghoa, Arab, dan India, dan (3) Pribumi THHK berkembang pesat dan muncul gagasan (Onghokham, 2008: 2). untuk mendirikan sekolah Tionghoa. Pada tanggal 17 Adanya penetapan zona tinggal (wijkenstelsel) Maret 1901 berdirilah sekolah THHK yang pertama yaitu kampung Pecinan serta sistem surat jalan bernama Tionghoa Hak Tong berbahasa pengantar (passenstelsel) semakin mendorong bangkitnya Mandarin (Tjeng Im). Sekolah ini berlokasi di Jalan nasionalisme Tiongkok (Leo Suryadinata, 1986: 21- Patekoan Batavia sehingga disebut sekolah Pa Hoa. 22). Orang Tionghoa merasa tidak nyaman karena Sekitar tahun 1904, sekolah THHK ini semakin dipersempit ruang geraknya dalam berdagang berkembang hingga ke berbagai kota dengan ribuan sehingga timbul protes dan gerakan sosial. Tionghoa siswanya. (Benny G. Setiono, 2008: 308; Iskandar juga tak luput dari berbagai peristiwa sosial dan Yusuf, 2013: 52). THHK juga bergerak di bidang sosial kemanusiaan dari zaman ke zaman, maka sangat tidak ekonomi dan persuratkabaran. masuk akal apabila Tionghoa disebut tidak memiliki

22 Hendra Kurniawan, Peran Etnis Tionghoa pada Masa Pergerakan Nasional: Kajian ....

Perkembangan THHK telah menumbuhkan Belanda mulai diberlakukan agar tidak ada lagi rasa nasionalisme Tionghoa baik peranakan maupun kewarganegaraan ganda bagi kaum Tionghoa di Hindia totok di Hindia Belanda meskipun masih dalam koridor Belanda, memprakarsai pengumpulan tanda Gerakan Pan-Tionghoa (Gerakan Tiongkok Raya). Hal tangan untuk menolaknya. ini tak ubahnya seperti gerakan Pan-Islamisme yang Tjoe Bou San, tokoh terkemuka Sin Po, mendorong munculnya organisasi dan gerakan mengungkapkan alasan bahwa Tionghoa di Hindia nasionalis umat Islam di Hindia Belanda. Muncul Belanda merupakan bagian integral dari bangsa kekhawatiran dari pemerintah kolonial Belanda yang Tiongkok yang besar. Tionghoa di Hindia Belanda segera mendirikan Biro Urusan Tionghoa. Tugas dari tidak berarti apa-apa, namun menjadi kuat ketika biro ini ialah memberi masukan pada pemerintah dalam digabung dengan ratusan juta penduduk di negeri menjalankan politiknya terhadap orang Tionghoa di Tiongkok. Akan tetapi negeri Tiongkok sendiri Hindia Belanda (Leo Suryadinata, 1986: 25; Benny G. tetap menghormati persetujuan konsuler tahun 1911 Setiono, 2008: 311). yang menyebut bahwa Tionghoa di Hindia Belanda Biro Urusan Tionghoa yang dipegang oleh L. harus tunduk pada hukum Belanda (Leo Suryadinata, H. W. van Sandick dan P. H. Fromberg menganjurkan 1984: 47). agar pemerintah kolonial mengekang perkembangan Sementara itu elite Tionghoa yang menempuh nasionalisme Tionghoa. Untuk itu Belanda mulai pendidikan di Belanda mendirikan melonggarkan berbagai peraturan yang diskriminatif Nederland dengan pusat di Leiden pada tahun 1911. dan mendirikan Sekolah Cina Belanda (Hollandsche- Organisasi ini meskipun mempunyai rasa nasionalisme Chineesche School-HCS). Belanda juga menggagas UU Tiongkok, namun lebih memosisikan diri sebagai Kekawulaan Belanda (Wet op het Nederlandsch bagian dari Hindia Belanda yang mereka akui sebagai Onderdaanschap-WNO) yang di dalamnya mengakui tanah airnya. Mereka memperjuangkan persamaan Tionghoa peranakan sebagai kawula Belanda status antara orang Tionghoa dengan Eropa. Ketika (onderdanen). Strategi politik ini bertujuan untuk kembali ke Hindia Belanda, kelompok ini mendirikan menggalang Tionghoa peranakan agar lebih Chung Hwa Club pada bulan Agustus 1926. Sementara berorientasi ke Hindia Belanda (Leo Suryadinata, itu tokoh-tokoh Tionghoa yang berada dalam 1986: 26; Benny G. Setiono, 2008: 312-313). Volksraad seperti H. H. Kan dan Khouw Kim An Kelompok Tionghoa yang berorientasi ke merasa tidak dapat berbuat banyak karena tidak Hindia Belanda sangat antusias ketika pada tahun 1917 didukung oleh organisasi maupun partai politik dikeluarkan aturan yang menetapkan orang Tionghoa tertentu, berbeda dengan kaum Indo yang didukung boleh memiliki wakilnya di Volksraad (Dewan Rakyat). oleh Indo Europeesche Verbond. Gayung bersambut, H. H. Kan (Kan Hok Hoei), seorang tuan tanah, pada bulan April 1928, saat Chung Hwa berminat masuk dalam Volksraad. Sementara itu menyelenggarakan kongres kedua di Semarang kelompok surat kabar Sin Po dan Pewarta Soerabaia bersama tokoh-tokoh Tionghoa yang ada di Volksraad, menentangnya. Kebanyakan dari mereka masih diputuskan untuk membentuk Chung Hwa Hui (CHH) memegang teguh nasionalisme Tionghoa dan curiga yang diketuai oleh H. H. Kan (Benny G. Setiono, 2008: terhadap maksud-maksud Belanda (Leo Suryadinata, 486-488, 493-494). 1986: 26-32). Munculnya CHH menuai reaksi kelompok Sin Sejak awal kelompok Sin Po memang Po, Keng Po, dan Sin Jit Po. CHH dianggap sebagai menyokong keikutsertaan Tionghoa dalam antek Belanda dan memusuhi orang Indonesia. CHH perpolitikan di negeri Tiongkok. Mereka menolak dituduh memecah belah persatuan orang Tionghoa di untuk ambil bagian dalam masalah politik di Hindia Hindia Belanda dengan hanya menerima kaum Belanda. Tiongkok dianggap pelindung bagi kaum peranakan sebagai anggota. Sebelumnya juga terjadi Tionghoa di perantauan. Ketika Volksraad dibentuk perdebatan karena CHH lebih memilih menggunakan tahun 1918, ternyata H.H. Kan, Kapiten Liem A Pat, sebutan Hindia Belanda daripada Indonesia, padahal dan Mayor Khouw Kim An menerima pengangkatan saat itu sedang hangat-hangatnya semangat mereka sebagai anggota Volksraad (Benny G. Setiono, nasionalisme ke-Indonesia-an tumbuh seiring 2008: 486). Hal ini langsung menimbulkan protes dengan berdirinya Partai Nasional Indonesia (PNI) keras dari pihak Sin Po. Bahkan ketika UU Kekawulaan tahun 1927 (Leo Suryadinata, 1986: 69-70). Pada

23 Jurnal Penelitian. Volume 18, No. 1, November 2014, hlm. 19-28 perkembangannya terbukti bahwa H.H. Kan semakin Indonesia merdeka. Soetomo berpandangan bahwa menggiring CHH menjadi pro-Belanda. CHH orang Tionghoa masih memiliki ikatan emosional menentang usulan mengenai mayoritas bumiputera dengan Tiongkok. Sebaliknya Hoesni Thamrin, dalam Volksraad, padahal pers Tionghoa kebanyakan seorang tokoh Parindra, mengembangkan konsep mendukung usulan tersebut (Benny G. Setiono, 2008: kebangsaan dengan mengikutsertakan orang Tionghoa 496). Kendati demikian CHH tetap menjadi bagian dari di dalamnya. Akan tetapi Hoesni Thamrin pergerakan nasional. Ini dikarenakan istilah pergerakan menyarankan agar golongan peranakan apapun untuk bermakna luas, salah satunya pergerakan bukan hanya sementara tidak diterima sebagai anggota partai. kelompok yang ingin lepas dari Belanda, namun juga (Benny G. Setiono, 2008: 506) gerakan yang bersifat kooperatif (A. K. Pringgodigdo, Saat itu konsep nation atau kebangsaan 1994: vi). Indonesia masih bersifat rasis. Benedict Anderson Dalam Kongres Pemuda Indonesia II di Batavia (2001: 8) menegaskan konsep kebangsaan sebagai diikrarkan Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. sesuatu yang terbayang karena para anggotanya tidak Ikrar itu menyatakan berbangsa satu yaitu bangsa saling mengenal sebagian besar anggota lain, namun Indonesia, bertanah satu yaitu Tanah Indonesia, dan di benaknya masing-masing hidup sebuah bayangan menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. tentang kebersamaan mereka. Sartono Kartodirdjo Beberapa orang Tionghoa hadir dalam ikrar tersebut (1995: 4) juga mengungkapkan konsep kebangsaan meskipun tidak mewakili organisasi-organisasi sebagai komunitas politik yang terbentuk berdasarkan Tionghoa. Mereka ialah Kwee Thiam Hong (Daud kemauan politik kolektif dan solidaritas. Dengan Budiman), Ong Khai Siang, Jong Liauw Tjoan Hok, demikian konsep kebangsaan Indonesia saat itu dapat Tjio Jin Kwee, dan Muhammad Chai (Benny G. dikatakan masih belum dewasa. Para pemimpin partai Setiono, 2008: 504). politik masih menganggap Tionghoa sebagai orang Bangkitnya semangat kebangsaan Indonesia asing yang memiliki ikatan kuat dengan negeri juga membawa pengaruh bagi orang Tionghoa. Saat leluhurnya. Sekalipun ada orang Tionghoa yang sudah PNI berdiri, beberapa orang Tionghoa tertarik menganggap Indonesia sebagai tanah tumpah bergabung di dalamnya, sayangnya menurut Anggaran darahnya dan memiliki keinginan untuk turut berjuang Dasar PNI, orang-orang bangsa Asia lain hanya boleh bagi kemerdekaan Indonesia tetap tidak beroleh menjadi anggota luar biasa. Ada satu kasus yang kesempatan masuk dalam partai. Akhirnya orang- terjadi, Kwee Tjing Hong, seorang Tionghoa dari orang Tionghoa yang berjiwa nasionalis Indonesia Palembang menggagas pendirian cabang PNI di berpendapat bahwa mereka harus membentuk partai daerahnya. Rapat pembentukan diselenggarakan di politik sendiri. rumahnya, namun Tjing Hong jangankan menjadi Pada tanggal 23 Agustus 1932, Liem Koen pengurus, dia hanya diperkenankan menjadi anggota Hian, seorang Tionghoa yang juga wartawan Soeara luar biasa. Tjing Hong tetap aktif di PNI, namun Publiek menyampaikan gagasannya di Surabaya dan akhirnya mengundurkan diri karena teman-teman diterbitkan dalam surat kabar Sin Tit Po tanggal 24, separtai terus memandangnya sebagai orang Tionghoa 25, dan 26 Agustus 1932. Beliau menegaskan bahwa yang berarti orang asing, sekalipun ia sudah berusaha Indonesia adalah tanah air dan negara dari golongan keras menjadi orang Indonesia (Benny G. Setiono, Tionghoa. Untuk itu orang Tionghoa di Hindia 2008: 501). Belanda harus menjadi Indonesia (Indonesierschap). Ternyata tidak hanya PNI, Soetomo salah Koen Hian tidak sependapat dengan kelompok Sin Po seorang tokoh Parindra pernah memuji peranakan yang menganjurkan nasionalisme Tiongkok dan Tionghoa sebagai putra Indonesia yang mencintai menolak CHH yang pro-Belanda (Leo Suryadinata, tanah airnya, Indonesia. Soetomo mendukung gagasan Ed., 2005: 88-94). Indonesierschap yang digagas oleh Liem Koen Hian Pemikiran Koen Hian ini dapat digunakan untuk yaitu bahwa orang Indonesia baik asli maupun mengelompokkon golongan Tionghoa di Indonesia ke peranakan adalah anggota dari bangsa Indonesia dan dalam tiga aliran politik, yaitu (1) kelompok yang tetap bekerja untuk kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, ingin mempertahankan statusnya sebagai orang asing Soetomo tidak pernah mengembangkan konsep dengan berorientasi pada negeri Tiongkok (Sin Po), kebangsaan yang menempatkan Tionghoa dalam (2) kelompok yang pro-Belanda dengan menerima

24 Hendra Kurniawan, Peran Etnis Tionghoa pada Masa Pergerakan Nasional: Kajian .... status setara dengan kawula Belanda (CHH), dan militer Jepang, dibentuklah Gabungan Politik Indonesia (3) kelompok nasionalis Indonesia yang digagas (GAPI). GAPI terdiri dari Gerindo, Parindra, oleh Koen Hian. Untuk menguatkan yang ketiga ini, Pasoendan, Persatoean Minahasa, Partai Katolik maka pada September 1932 di Surabaya, Liem Koen Indonesia, Partai Sarekat Islam Indonesia, dan Partai Hian mendeklarasikan berdirinya Partai Tionghoa Arab Indonesia. CHH tidak berusaha menggabungkan Indonesia (PTI) yang berkiblat ke Indonesia. Tujuan diri karena memiliki kepentingan yang berbeda dengan dari PTI yaitu membantu rakyat Indonesia untuk kelompok nasionalis. Sementara itu PTI berusaha membangun ekonomi, sosial, dan politik menuju keras bergabung ke dalam GAPI, namun berbeda Indonesia yang berdaulat penuh dan rakyatnya dengan Partai Arab Indonesia yang menerima posisi mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Dalam sebagai anggota luar biasa, PTI menolak jika harus Anggaran Dasarnya, PTI dengan tegas menyatakan menjadi anggota luar biasa (Leo Suryadinata, 1986: ikut aktif memperjuangkan tercapainya Indonesia 152). PTI kemudian dikritik sebagai oportunis, namun merdeka (Benny G. Setiono, 2008: 509). PTI memiliki jawaban bahwa “PTI bersedia menerima Liem Koen Hian banyak bergaul dengan para tanggung jawab dan konsekuensi sebagai anggota pemimpin perjuangan Indonesia. Menurutnya demi penuh dari GAPI, akan tetapi tidak mau menjadi kepentingan Tionghoa, mereka harus bergabung dan anggota luar biasa … karena PTI tidak ingin menjadi berpihak dengan kaum nasionalis dan bukan dengan anak tiri dari seorang ibu Indonesia” (Benny G. Setiono, Belanda. Koen Hian banyak terpengaruh oleh 2008: 518). pemikiran dr. Tjipto Mangoenkoesoemo tentang Kenyataan ini patut disayangkan karena perkembangan bangsa Indonesia yang terdiri dari meskipun sudah bertahun-tahun PTI yang berbagai macam suku dan etnis. Ia mengajak orang merepresentasikan golongan Tionghoa nasionalis dan Tionghoa untuk menyadari bahwa mereka harus turut memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini menjadi bangsa Indonesia karena dilahirkan, namun masih dibedakan, dianggap asing, dan belum dibesarkan, dan akan mati dikubur di bumi Indonesia sepenuhnya diterima sebagai bagian dari bangsa bukan di Tiongkok atau negeri Belanda. Tokoh-tokoh Indonesia. Padahal masalah asli-tidak asli, pribumi- PTI semakin bertambah, seperti Ong Liang Kok, Kwee nonpribumi sangat tidak relevan untuk dipersoalkan. Thiam Tjing, dr. Tjoa Sik Ien, dan Tan Ling Djie yang Secara antropologis, semua penduduk Indonesia bukan mengelola surat kabar Sin Tit Po (Benny G. Setiono, asli dari Indonesia, perbedaannya hanya soal waktu 2008: 512). leluhurnya mulai berdatangan menghuni Nusantara. PTI semakin mendapat simpati dari kalangan (Benny G. Setiono, 2008: 16) Tionghoa. Keberadaan PTI bersaing ketat dengan CHH termasuk di dalam Volksraad. H. H. Kan sebagai 4.2 Rancangan Pembelajarannya wakil CHH sangat pro-Belanda dan bersikap mendua Materi sejarah merupakan bahan pendidikan terhadap usulan Petisi Soetardjo. Sementara Ko Kwat yang mendasar bagi proses pembentukan dan Tiong sebagai wakil dari PTI sangat bersemangat dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan. tegas mendukung Petisi Soetardjo. Sikap Kwat Tiong Materi tersebut hendaknya dapat menanamkan ini mendapat simpati dari kelompok-kelompok kesadaran persatuan dan persaudaraan serta nasionalis Indonesia lainnya. Sementara itu nasib solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam kelompok Sin Po mulai meredup. Sekolah-sekolah menghadapi ancaman disintegrasi bangsa, sarat milik THHK mulai berkurang peminat sejak dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam pemerintah kolonial Belanda mendirikan HCS. Surat mengatasi krisis multidimensional dalam kehidupan kabar berbahasa Cina tidak populer di kalangan sehari-hari (Aman, 2011: 35). Keberagaman etnis di Tionghoa peranakan yang jumlahnya jauh lebih Indonesia, termasuk Tionghoa, merupakan suatu banyak daripada totok. Kegiatan Sin Po juga kemudian kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Sebagai bagian lebih fokus membantu Tiongkok berperang melawan dari bangsa Indonesia selama berabad-abad, etnis Jepang pada akhir dasawarsa 1930-an (Leo Tionghoa turut terlibat dalam pembentukan peradaban Suryadinata, 1986: 107-108). dan sejarah bangsa. Untuk itulah peran dan Pada bulan Mei 1939, sesuai dengan garis politik keterlibatan Tionghoa dalam perjalanan sejarah bangsa front persatuan nasional untuk menghadapi agresi ini perlu mendapat tempat dalam pembelajaran sejarah

25 Jurnal Penelitian. Volume 18, No. 1, November 2014, hlm. 19-28 di sekolah guna semakin mempererat persatuan dan perkembangan masyarakat secara luas, lengkap, dan persaudaraan. kontinue. Sartono Kartodirdjo dalam Agus Mulyana dan Dalam Kurikulum 2013 di SMA, mata pelajaran Darmiasti (2009: 5) menjelaskan bahwa sejarah Sejarah Indonesia wajib diberikan pada setiap haruslah objektif dan mampu menampung berbagai jenjang dan peminatan, sedangkan mata pelajaran kekuatan yang mempengaruhi perkembangan Sejarah hanya diberikan pada peminatan Ilmu Sosial masyarakat. Sejarah nasional perlu mengungkapkan saja. Sejarah mengenai peran Tionghoa pada masa aktivitas dari berbagai golongan masyarakat, bukan pergerakan nasional merupakan bagian yang tak hanya dari kaum elite dan kelompok tertentu saja yang terpisahkan dari Sejarah Indonesia, selain itu materi jumlahnya mayoritas. Pemikiran ini semakin ini penting dan strategis dalam kehidupan menguatkan bahwa sejarah mengenai peran Tionghoa bermasyarakat maka hendaknya dapat diberikan pada masa pergerakan nasional Indonesia dapat pada seluruh peserta didik di SMA. Untuk itu menjadi salah satu pokok bahasan dalam pengembangan materi ini dilakukan untuk mata pengembangan materi pembelajaran sejarah di pelajaran Sejarah Indonesia (wajib) kelas XI. sekolah. Materi mengenai peran Tionghoa pada masa Pembelajaran sejarah di sekolah tentu tidak pergerakan nasional dapat diintegrasikan pada KD 3.4. dapat dilepaskan dari kurikulum yang berlaku. Dalam yaitu menganalisis persamaan dan perbedaan Kurikulum 2013, materi ajar sejarah tidak jauh pendekatan dan strategi pergerakan nasional di berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Indonesia pada masa awal kebangkitan nasional, pada Seperti diketahui bahwa pada masa Orde Baru telah masa Sumpah Pemuda, masa sesudahnya sampai terjadi perlakuan diskriminasi yang masif terhadap dengan Proklamasi Kemerdekaan. Kompetensi ini golongan Tionghoa maka pokok bahasan mengenai bergayut dengan KD 4.4. yaitu mengolah informasi Tionghoa dapat dipastikan tidak disinggung. Dengan tentang persaman dan perbedaan pendekatan dan demikian pokok bahasan mengenai Tionghoa ini dapat strategi pergerakan nasional di Indonesia pada masa dianggap sebagai bentuk pengembangan materi ajar. awal kebangkitan nasional, pada masa Sumpah Pengembangan materi ajar dalam Kurikulum Pemuda, masa sesudahnya sampai dengan Proklamasi 2013 perlu disesuaikan dengan Permendikbud Nomor Kemerdekaan dan menyajikannya dalam bentuk cerita 64 Tahun 2013 tentang standar isi pendidikan dasar sejarah. dan menengah. Standar isi mengatur kriteria Materi mengenai peran Tionghoa pada masa mengenai ruang lingkup materi dan tingkat pergerakan nasional dapat dijadikan sub materi pokok kompetensi peserta didik. Materi ajar mengenai peran dalam KD 3.4. sehingga dapat ditambahkan indikator Tionghoa pada masa pergerakan nasional sesuai sebagai berikut: dengan tingkat kompetensi 5 (kelas X-XI SMA). Pada 1) Mendeskripsikan latar belakang kehidupan tingkat ini disebutkan bahwa kompetensi pengetahuan warga Tionghoa hingga bangkitnya salah satunya harus mencakup wawasan kemanusiaan, nasionalisme Tionghoa pada awal abad 20. kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban. Sedangkan 2) Mengidentifikasi aliran-aliran politik Tionghoa pada sikap sosial diharapkan peserta didik juga pada masa pergerakan nasional dan strategi memiliki sikap toleran, damai, dan pro-aktif mendukung perjuangannya. solusi atas berbagai permasalahan dalam interaksi di 3) Menjelaskan perkembangan gerakan Tionghoa lingkungan sosial. menjelang masuknya Jepang ke Indonesia. Djoko Suryo dalam Aman (2011: 97-98) juga Sedangkan dalam KD 4.4. dapat dimasukan rumusan menjelaskan bahwa kajian materi pembelajaran sejarah indikator menganalisis dan menyajikan informasi sebaiknya bertolak pada beberapa wilayah kajian. mengenai aliran-aliran politik dalam pers Tionghoa dan Sejarah mengenai peran Tionghoa pada masa peranannya pada masa pergerakan nasional dalam pergerakan nasional ini masuk ke dalam wilayah kajian bentuk tulisan. sejarah sosial atau sejarah masyarakat (history from bellow) yang berpusat pada golongan tertentu, 4.3 Arti Penting Mempelajarinya organisasi kemasyarakatan, dan orang kecil untuk Peran Tionghoa pada masa pergerakan nasional melengkapi gambaran dinamika dan proses merupakan kajian sejarah sosial. Etnis Tionghoa

26 Hendra Kurniawan, Peran Etnis Tionghoa pada Masa Pergerakan Nasional: Kajian .... sudah menjadi bagian dari bangsa Indonesia selama 5. PENUTUP berabad-abad sehingga materi ini penting untuk dipelajari guna melengkapi gambaran dinamika dan Masyarakat Tionghoa memiliki peran dalam proses perkembangan masyarakat secara luas, perjuangan pergerakan nasional awal abad 20. lengkap, dan kontinue. Materi ini mengandung nilai- Kesadaran itu semakin tumbuh dengan berdirinya PTI nilai hidup yang dapat menanamkan kesadaran yang bertekad memperjuangkan nasib rakyat bersama- persatuan dan kesatuan serta solidaritas dengan sama dengan organisasi nasionalis lainnya dan menghargai keragamanan guna menghadapi ancaman memperjuangkan tercapainya Indonesia merdeka. disintegrasi bangsa. Materi ini dapat membuka Kajian ini dapat dijadikan sebagai pengembangan wawasan peserta didik terhadap peran dan materi pada mata pelajaran Sejarah Indonesia (wajib) sumbangsih Tionghoa yang selama ini dianggap apolitis kelas XI. Materi ini dapat diintegrasikan dalam KD 3.4. dan asosial. yang bergayut dengan KD 4.4. Mempelajari materi ini Seiring dengan Reformasi, Tionghoa mulai penting untuk menanamkan kesadaran persatuan dan diterima secara lebih positif oleh masyarakat. Saat ini kesatuan serta solidaritas dalam diri peserta didik guna cukup banyak orang Tionghoa yang duduk di menghargai keragamanan yang ada. pemerintahan dan terjun dalam berbagai profesi. Penelitian ini membutuhkan penelitian lanjutan Situasi ini harus didukung dengan pemahaman yang terkait dengan uji coba materi ajar berdasarkan baik terhadap peran dan dinamika kehidupan rancangan pembelajaran yang direkomendasikan. masyarakat Tionghoa dalam perjalanan sejarah bangsa Setelah itu dilakukan evaluasi untuk mengetahui ini. Ini penting dalam meningkatkan rasa toleransi, tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi ini. saling menghargai dan menghormati guna Tujuannya untuk mengetahui respon dari guru dan menghindari konflik rasial sekaligus menyokong peserta didik sekaligus mengkritisi pengembangan upaya integrasi bangsa. Penanaman nilai-nilai ini bagi materi dan perencanaan pembelajaran ini. Pada tahap generasi muda dapat ditempuh melalui pembelajaran selanjutnya dapat menjadi bahan rekomendasi bagi sejarah di sekolah. Dengan demikian dapat tercipta pemerintah guna menyusun kurikulum mata pelajaran kehidupan masyarakat madani yang harmonis. sejarah yang di dalamnya memuat peran dan kontribusi Tionghoa dalam perjalanan sejarah bangsa ini.

DAFTAR PUSTAKA Leo Suryadinata. 1984. Dilema Minoritas Tionghoa. : PT Grafiti Pers. Agus Mulyana dan Darmiasti. 2009. Historiografi di ––––––––––. 1986. Politik Tionghoa Peranakan di Indonesia: Dari Magis-Religius Hingga Jawa 1917-1942. Jakarta: Pustaka Sinar Strukturis. Bandung: PT Refika Aditama. Harapan. Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. ––––––––––. (Ed.). 2005. Pemikiran Politik Etnis Yogyakarta: Penerbit Ombak. Tionghoa Indonesia 1900-2002. Jakarta: Anderson, Benedict. 2001. Imagined Communities: Pustaka LP3ES. Komunitas-komunitas Terbayang. Nasikun. 1984. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Yogyakarta: INSIST. Rajawali. Benny G. Setiono. 2008. Tionghoa dalam Pusaran Onghokham. 2008. Anti Cina, Kapitalisme Cina, Politik. Jakarta: TransMedia. dan Gerakan Cina: Sejarah Etnis Cina di Choirul Mahfud. 2013. Manifesto Politik Tionghoa Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu. di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Permendikbud Nomor 64. 2013. “Standar Isi Gottschalk, Louis. 1985. Mengerti Sejarah. Jakarta: Pendidikan Dasar dan Menengah”. Penerbit Universitas Indonesia. Permendikbud Nomor 69. 2013. “Kerangka Dasar La Ode, M.D. 2012. Etnis Cina Indonesia dalam dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Politik: Politik Etnis Cina Pontianak dan Atas/Madrasah Aliyah”. Singkawang di Era Reformasi 1998-2008. Pringgodigdo, A.K. 1994. Sejarah Pergerakan Rakyat Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

27 Jurnal Penelitian. Volume 18, No. 1, November 2014, hlm. 19-28

Ricklefs, M.C. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dasar Teori dan Terapannya dalam Sartono Kartodirdjo. 1995. Kebangsaan, Sejarah Penelitian Edisi Kedua. Surakarta: UNS Nasional, dan Proses Integrasi. Dalam Press. P.J.Suwarno (Ed.), Seri Proklamasi: Negara Taufik Abdullah. 2001. Sejarah Lokal di Indonesia: dan Nasionalisme Indonesia (hlm. 4-10). Kumpulan Tulisan. Yogyakarta: Gadjah Jakarta: PT Grasindo. Mada University Press. Sidi Gazalba. 1966. Sedjarah sebagai Ilmu. Djakarta: Yuanzhi, Kong. 2005. Silang Budaya Tiongkok Bhratara. Indonesia. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

28