Bangunan Bersejarah Tionghoa di dan Bogor Dalam Upaya Konservasinya

Sri Rachmayantia, Amarena Nediaria, Nicholas Rafaelitob aJurusan Desain Interior, School of Design, Bina Nusantara University, Jakarta Barat 11480, Indonesia bKecapi Batara, Jakarta Barat -11470, Indonesia Corresponding email: [email protected]

Abstract: Chinese houses in Indonesia are already endangered, and it is one of our valuable heritages. China town in Jakarta and Bogor are supposed to be interesting place to visit and potential to become tourist destination. The architecture of these Chinese houses has the details that generally shown to public about the owner. This research was held by the Kecapi Batara and the Bina Nusantara University’s student from Interior Design Department whom joined as a junior researcher. One of its objectives is to conserve the heritage building in Indonesia. The purpose of this research is to collect all the available data of the remaining Chinese heritage building in Indonesia. The study started with literature study and followed by interviewing the family or the owner of these heritage buildings around Jakarta and Bogor. This research was conducted in three Chinese heritage buildings that have been previously studied with interesting story behind the buildings. Therefore being involved in this research, students will be able to experience the research methodology and gain more knowledge about the history of Chinese heritage buildings around Jakarta and Bogor.

Keywords: Chinese, Heritage, Architecture, History, Research

Abstrak: Bangunan bersejarah Tionghoa di Indonesia saat ini terancam punah, dan ini meru- pakan salah satu dari peninggalan yang berharga. Pecinan di wilayah Jakarta dan Bogor seharusnya menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi sekaligus potensial untuk menjadi tujuan bagi turis mancanegara. Arsitektur dari bangunan Cina memiliki detil yang umumnya menunjukan kepada masyarakat sekitar tentang status dari pemiliknya. Penelitian ini diseleng- garakan oleh Kecapi Batara – Komunitas Pecinta dan Pemerhati Bangunan Tua Nusantara dimana mahasiswa Bina Nusantara University dari jurusan Desain Interior sebagai peserta program magang terlibat sebagai peneliti junior. Salah satu misi Kecapi Batara adalah untuk melestarikan bangunan peninggalan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk men- gumpulkan data yang tersedia terkait dengan warisan bangunan Cina di Indonesia. Penelitian dimulai dengan menggunakan studi literatur dan wawancara kepada keluarga ataupun pemilik

65 aksen Volume 1 Nomor 2 April 2016

dari bangunan tua di wilayah Jakarta dan Bogor. Tulisan ini berisi data dari beberapa bangunan tua Cina yang telah selesai diteliti didukung oleh sejarah terkait dengan bangunan. Dengan terlibat dalam penelitian ini, mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam menerapkan metode penelitian, dan mendapatkan wawasan yang lebih, terkait dengan bangunan Cina bersejarah khususnya di wilayah Jakarta dan Bogor.

Kata kunci: Tionghoa, Warisan, Arsitektur, Sejarah, Penelitian

PENDAHULUAN abad ke-15, masyarakat Tiongkok mulai tinggal Latar Belakang secara berkelompok dan membentuk pecinan, Bangunan bersejarah Tionghoa di Indonesia hal ini kemudian diatur oleh pihak Pemerintah merupakan peninggalan dari pemukiman Cina Kolonial Belanda yang tidak mau terganggu den- (Pecinan) yang diperkirakan sudah ada di Pulau gan mengeluarkan peraturan pembatasan pemu- Jawa sejak zaman Kerajaan Majapahit (1294- kiman Wijkenstelsel. 1527 M). Masyarakat Tiongkok datang ke wilayah Asia Tenggara sampai ke Nusantara sekitar abad Istilah Tionghoa adalah istilah Indonesia untuk ke-5, dan baru setelah abad ke-10 mulai mem- menyebut imigran dari Tiongkok yang sudah ber- bangun pemukiman. Pada masa itulah masyara- mukim di Indonesia. Orang-orang Tiongkok yang kat ini mulai membuat bangunan menetap untuk pergi merantau disebut juga Tionghoa Perantau- rumah tinggal, rumah toko, dan juga tempat iba- an (Hoakiau). Selain itu, di pemerintahan kolonial dah untuk sembahyang (Nas, 2009). Belanda juga memiliki dua sebutan untuk orang- orang Tionghoa, yaitu Tionghoa Totok dan Tiong- Tujuan awal dari kedatangan masyarakat Tiong­ hoa Peranakan. Tionghoa Totok adalah sebutan kok ini adalah untuk mengembara dan berda- untuk orang Tionghoa yang berdarah murni, asli gang. Pada periode awal kedatangan imigran berdatang dari Tiongkok, atau ayah dan ibunya Tiongkok ini pemukiman yang dibangun tidak masih darah murni Tiongkok. Sedangkan Tiong- menggunakan material yang tahan lama, se- hoa Peranakan adalah istilah untuk menyebut ke- hingga jenis pemukiman di masa ini sudah tidak turunan imigran Tiongkok yang lahir sejak abad- dapat dijumpai lagi. Baru kemudian pada sekitar 15 dan sudah menetap di Nusantara. Biasanya

66 Rachmayanti, Nediari, Rafaelito : Bangunan Bersejarah Tionghoa di Jakarta dan Bogor Dalam Upaya Konservasinya

orang-orang Tionghoa peranakan sudah memiliki mentasian bangunan tersebut untuk diajukan ke- darah masyarakat setempat (Suryadinata, 2002). pada Pemerintah Indonesia dalam hal ini secara khusus Pemerintah Daerah agar dapat melaku- Salah satu peninggalan bersejarah dari masyarakat kan konservasi secara menyeluruh tidak hanya Tionghoa di Nusantara adalah di bidang arsitektur dalan bentuk bangunannya saja namun juga se- yang tampak pada bangunan rumah tinggal, rumah jarah yang mengiringinya. toko serta tempat ibadah. Sebagian besar masih bergaya Tiongkok Selatan, namun banyak yang Dengan dilakukannya konservasi terhadap ba­ sudah tampak adanya penggabungan dengan gaya ngunan bersejarah Tionghoa ini diharapkan lokal. Gaya yang sudah mulai berakulturasi ini dise- gene­rasi di masa mendatang masih dapat me- but juga dengan gaya peranakan. nikmati keindahan dari arsitektur bergaya pera­ nakan, yang merupakan identitas budaya ma- Walaupun daerah pecinan itu masih ditinggali syarakat Tionghoa di Indonesia bahkan dapat dengan orang-orang keturunan Tionghoa, na- menjadi destinasi wisatawan mancanegara yang mun identitas dengan wujud arsitektur Tionghoa layak untuk dikomersialkan. sudah hampir tidak terlihat di daerah tersebut. Saat ini hanya sedikit sekali orang-orang yang Rumusan Masalah masih peduli dengan sejarah dan berusaha un- Keberadaan bangunan bersejarah Tionghoa di tuk melestarikan. Hanya sebagian kecil orang Pecinan Jakarta dan Bogor saat ini sudah teran­ yang sadar akan pentingnya konservasi ban- cam punah. Kondisi sosial politik di Indonesia gunan lama, padahal jika budaya tidak dile- telah menyebabkan bangunan tua ini terabaikan, starikan akhirnya akan hilang seutuhnya dan padahal saat ini keberadaan masyarakat Tiong- digantikan dengan kebudayaan baru yang se- hoa telah menjadi bagian dari keragaman budaya benarnya bukan milik kita. Indonesia. Namun kondisi di atas membuat akar budaya masyarakat Tionghoa di Indonesia sema- Dalam hal ini, para pemerhati dan pecinta bangu- kin pudar dan salah satu peninggalan yang perlu nan bersejarah di Indonesia telah bergabung se- dipertahankan adalah bangunan tua dengan pe­ jak tahun 2012 dalam sebuah Komunitas Kecapi ngaruh arsitektur Tionghoa. Dalam penelitian ini Batara yang merupakan sebuah Komunitas Pe- ada beberapa permasalahan yang perlu didata cinta dan Pemerhati Bangunan Tua Nusantara. lebih lanjut yaitu: Komunitas ini memiliki perhatian khusus dalam 1. Adanya perubahan fungsi bangunan berseja- menggali potensi bangunan bersejarah Tionghoa rah Tionghoa saat ini di masyarakat dengan melakukan penyusuran kembali sejarah 2. Bagaimana upaya konservasi bangunan ber- pada bangunan bersejarah Tionghoa, pendoku- sejarah Tionghoa di Jakarta dan Bogor

67 aksen Volume 1 Nomor 2 April 2016

Tujuan dan Sasaran makaya di Bogor, Jawa Barat. Gereja Maria de Melakukan pendataan untuk bangunan tua Tion- Fatima dan bangunan Chandranaya di Jakarta, ghoa di wilayah Pecinan Jakarta yaitu Gereja telah masuk daftar bangunan yang dilindungi. Maria de Fatima dan bangunan Candranaya di Sementara untuk Vihara Dharmakaya di Bogor, wilayah Glodok, serta Vihara Dharmakaya di ja- belum terdata khusus sebagai bangunan cagar lan Siliwangi, Bogor – Jawa Barat. Sasaran dari budaya, namun wilayah Siliwangi sudah masuk penelitian yang dilakukan adalah menelusuri dalam wilayah yang memiliki bangunan berseja- kembali bangunan bersejarah Tionghoa di Ja- rah yang perlu dipertahankan. karta dan Bogor agar dapat dilakukan konservasi terhadap bangunan tersebut. Kajian Literatur Bangunan bersejarah Tionghoa di Indonesia me- Manfaat Penelitian miliki arsitektur yang unik. Hal ini terjadi karena 1. Bagi Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerin- adanya perpaduan budaya yang tampak pada tah Daerah Bogor, Jawa Barat penelitian ini bentuk arsitekturnya. Indonesia sudah menjadi menghasilkan pendataan bangunan Tionghoa negara yang memiliki beragam budaya dan akul- di Indonesia untuk melengkapi sejarah dari turasinya bahkan sebelum Nusantara menjadi bangunan dengan arsitektur Tionghoa seba­ sebuah negara Republik. Sejak abad ke-5, Nu- ­­ gai peninggalan bersejarah yang perlu diles- ­s­­a­ntara sudah didatangi oleh para pedagang dari tarikan keberadaannya sebagai bagian dari berbagai wilayah. Bahkan sejak saat itu Nusan- akar budaya masyarakat Indonesia. tara sudah terkenal dengan kekayaan alamnya 2. Bagi keilmuan, penelitian ini dapat memper- oleh wilayah-wilayah yang berdekatan. Salah luas wawasan dalam hal arsitektur bangunan satu pendatang yang bermigrasi ke nusantara Tionghoa yang berkembang di wilayah Jakarta adalah suku Cina dan suku Arab. dan Bogor yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar penelitian dengan objek sejenis. Arsitektur Cina diperkenalkan di Indonesia oleh para pedagang dan imigran Tiongkok. Antara Lingkup Penelitian abad ke-5 dan ke-10, orang-orang Tiongkok Ruang lingkup penelitian adalah berupa objek ar- singgah di pantai-pantai sepanjang wilayah Nu- sitektur bangunan Tionghoa yang didirikan pada santara dan setelah abad ke 10 mereka mem- era abad 17-19 dengan batasan wilayah Pecinan bangun pemukiman di pesisir pantai. Tetapi tidak di sekitar wilayah DKI Jakarta dan kota Bogor banyak lagi sisa-sisa pemukiman yang masih Jawa Barat. Bangunan yang diteliti adalah Gereja dapat dilihat, karena mereka kebanyakan mem- Maria de Fatima dan bangunan Chandranaya di pergunakan bahan bangunan yang tidak tahan wilayah Glodok, Jakarta Pusat serta Vihara Dhar- lama (Leshuis, 2014).

68 Rachmayanti, Nediari, Rafaelito : Bangunan Bersejarah Tionghoa di Jakarta dan Bogor Dalam Upaya Konservasinya

Arsitektur sebagai sebuah artefak yang didomi- rah ini dapat dinikmati oleh generasi pada masa nasi dengan bentuk. Arsitektur lokal Cina memi- mendatang. liki ciri khas berdasarkan enam lokasi dan bahan bangunannya, yaitu rumah berhalaman bata Courtyard / chhimcne segi empat (courtyard house) di kawasan Cina Arsitektur dengan ciri utama memiliki courtyard ban- Utara, arsitektur bawah tanah di kawasan Loess, yak dijumpai di Cina Utara. Courtyard merupakan arsitektur kayu dan bata di kawasan Barat dan ruang terbuka/taman yang bersifat privat. Ciri khas Barat Daya Cina, bangunan kayu di kawasan dari bangunan rumah tinggal dengan tipe ini adalah Timur Cina, arsitektur tanah dan kayu di Hakka secara ukuran yang umumnya lebih sempit jika dan bangunan bata, kayu, batu di pesisir Selatan dibandingkan dengan courtyard pada rumah lokal di Cina (Nas, 2009). Selain dari yang telah tersebut wilayah Cina Utara (Swadarma, 2013). di atas, bangunan arsitektur Tionghoa yang di- jumpai di Indonesia memiliki karakteristik berupa pemisahan pemukiman Tionghoa/Pecinan yang jelas (karena hal ini diatur oleh Pemerintah Kolo- nial Belanda), pemukiman masih solid dan masif yaitu dihuni oleh orang Tionghoa, memiliki ling- kungan dengan pola jalan yang teratur, yaitu den- gan garis bangunan ruko dan rumah yang lurus dan masih menjalankan pola hidup masyarakat Tionghoa. Sementara untuk fisik bangunan Tion- ghoa di Indonesia biasanya memiliki taman dalam (courtyard) yang bersifat privat, penekanan pada Gambar 1. Arsitektur dan Layout Bangunan Cina yang bentuk konstruksi atap, elemen struktural yang Umum dijumpai di Indonesia Sumber: Knapp (1984) terbuka, serta aplikasi warna yang khas.

“The aim of conservation is to preserve heritage, Bangunan memiliki ciri khas yaitu memiliki area ko- seen as belonging to the past, from human prac- song di tengah ruangan keluarga, atau seringkali tices of the present there are considered to be juga disatukan dengan kebun/taman. Dalam ba- harmful and transmit it to the future generations” hasa Hokkian disebut juga chhimcne (dibaca (Poulios, 2014). Adanya konservasi bangunan cim-ce), yang berarti sumur dalam, atau dalam ba- bersejarah adalah untuk melestarikan peningga- hasa mandarin tianjing , yang berarti sumur lan dari kepunahan sehingga bangunan berseja- langit. Kegunaan chhimcne adalah sebagai ventilasi

69 aksen Volume 1 Nomor 2 April 2016

udara dan cahaya, selain itu beberapa orang juga cara, yaitu metode yang menekankan pada aspek memakai chhimcne untuk keperluan sembahyang. kualitas hasil penelitian dibandingkan dengan jum- lah hasil penelitian, sehingga penelitian biasanya Penekanan dalam Bentuk Atap dilakukan dalam waktu yang lama dan mendalam. Bentuk atap dalam arsitektur peninggalan Tiong- Metode ini merupakan metode penelitian yang bi- hoa memberikan ciri khas tersendiri yaitu menun- asa digunakan dalam penelitian sosial. jukkan status sosial dari penghuninya. Berikut adalah bentuk yang umum dijumpai pada arsitek- Peneliti menerapkan beberapa metode dalam tur bangunan peninggalan Tionghoa : pengumpulan data, yaitu: a. Bentuk atap Ekor Walet (yanwei ), biasa a. Studi Literatur digunakan oleh kalangan pejabat Pengumpulan data yang dipergunakan beru- b. Bentuk atap Pelana Kuda (mabei ), biasa pa acuan dari buku, internet, dan majalah digunakan oleh rakyat biasa. dalam bentuk tertulis maupun gambar. b. Observasi / Pengamatan Elemen Struktural yang Terbuka Pengamatan kondisi lingkungan dan bangu- Elemen struktur pada bangunan Tionghoa nan serta perilaku penghuni bangunan untuk seringkali tampak diekspos. Konstruksi tou-kung bangunan yang masih dihuni yaitu kuda-kuda kayu yang merupakan perte- c. Wawancara/Interview muan antara balok pada rangka atap dan tiang Mengumpulkan data dengan cara mewawan- penyangga. Kayu yang dibiarkan terbuka ini me- cara langsung kepada pemilik atau pengurus miliki ukiran dengan detail yang rumit. bangunan tua d. Pengumpulan Gambar Penggunaan Warna yang Khas Mengumpulkan data dokumentasi bangunan Warna pada bangunan arsitektur Tionghoa yang selama proses penelitian berlangsung umum dijumpai adalah merah dan kuning keema- e. Pengarsipan Data san. Warna ini mempunyai makna simbolik, war- Mengategorikan data yang sudah dikumpul- na merah melambangkan warna api dan darah kan berdasarkan tipologi bangunan. dan juga dikaitkan dengan arah Selatan sebagai sesuatu yang positif. Sementara warna kuning melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinjauan Lokasi Metode Penelitian Penelitian ini fokus kepada tiga bangunan berse- Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data jarah Tionghoa yang awalnya merupakan rumah di lapangan adalah metode kualitatif dan wawan- tinggal dari kalangan pejabat yang saat ini sudah

70 Rachmayanti, Nediari, Rafaelito : Bangunan Bersejarah Tionghoa di Jakarta dan Bogor Dalam Upaya Konservasinya

berubah fungsinya. Dua diantaranya berada di Dari lokasi di atas, dapat diketahui bahwa ban- wilayah Glodok – Jakarta Barat, sementara satu gunan bersejarah ini berada dalam lingkungan bangunan berlokasi di jalan Siliwangi, Bogor – Pecinan dengan penghuni yang umumnya adalah Jawa Barat. masyarakat Tionghoa baik di Jakarta maupun di Bogor. Perubahan fungsi dari rumah tinggal pe- jabat ini terjadi pada rumah kediaman keluarga Tjioe yang sekarang menjadi bangunan Gereja Santa Maria de Fatima, rumah kediaman kelu- arga Khouw yang sekarang menjadi bangunan , dan rumah tinggal seorang Nyo- nya yang saat ini menjadi Vihara Dharmakaya.

Rumah Kediaman Keluarga Tjioe Saat ini rumah kediaman Keluarga Tjioe telah beralih fungsi menjadi sebuah Gereja Katolik yang Gambar 2. Peta lokasi Gereja Santa de Fatima dan bernama Santa Maria de Fatima. Bangunan ini ber- Bangunan Candra Naya Sumber : https://www.google.com/maps/search/peta+ba gaya Hokkian yang dibangun pada awal abad ke ngunan+candranaya+jakarta 19, menghadap ke arah Barat. Gereja ini terletak di Jl. Kemenangan III (Toosebiostraat) No. 47, Kelura- han Glodok, Taman Sari, Jakarta Barat. Gereja ini telah masuk dalam daftar penetapan cagar budaya di Jakarta Barat, dengan SK Gubernur no. 475 Th. 1993, pada urutan ke-29. (Daftar Penetapan Cagar Budaya di Jakarta Barat , 2014).

Diperkirakan bangunan ini dibangun pada tahun 1850. Menurut Idris Sudartana, sekretariat dari Gereja Santa Maria de Fatima pada umumnya masyarakat menganggap bangunan berasal dari sebuah klenteng namun sebenarnya bangunan ini merupakan rumah seorang bangsawan Tiong­ Gambar 3. Peta lokasi Vihara Dharmakaya, di Bogor - kok bermarga Tjioe pada masa penjajahan Be- Jawa Barat landa. Keluarga Tjioe menempati rumah ini sela- Sumber: https://www.google.com/maps/place/ Vihara+Dharmakaya/ ma empat generasi. Menurut cerita, di sekeliling

71 aksen Volume 1 Nomor 2 April 2016

daerah bangunan ini sejak dahulu dihuni suku bersembahyang. (Sekarang bangunan depan Hoakiau yang tidak bisa berbahasa Indonesia. dan bangunan tengah sudah digabung menjadi Selanjutnya dilakukan kegiatan pelajaran mem- aula gereja). Kemudian disusun dengan taman baca dan menulis, serta kegiatan Misa Gereja lagi yang ditanami pohon dan bunga bunga. Ba- berbahasa Mandarin, yang dipimpin oleh Pater gian taman hingga kini masih ada. Bagian bangu- Joannes Tcheng Chao Min Sj. Setelah itu, rumah nan taman belakang adalah bangunan belakang penduduk di sekeliling bangunan dibeli sedikit yang memiliki sayap kiri-kanan, yaitu bangunan demi sedikit dibeli, lalu dijadikanlah bangunan yang membentuk huruf U, berfungsi sebagai tem- sekolah yg sekarang menjadi Sekolah Ricci. pat tinggal tuan rumah, serta di sebelah kiri dan kanannya merupakan kamar, ruang pertemuan serta dapur. Bangunan sayap kiri dan kanan memiliki ruangan yang simetris (Arifianto, 2009). Pada Gambar 4 tampak taman dalam yang me- miliki fungsi sebagai tempat berkumpulnya ke- luarga dengan pembagian ruangan-ruangan di sayap kiri dan kanannya.

Gambar 4. Tampak depan bangunan rumah bangsawan keluarga Tjioe yang beralih fungsi menjadi Gereja Santa Maria de Fatima yang memiliki bentuk atap yanwei Sumber: Nicholas, 2015

Bangunan memiliki atap yanwei yang merupakan ciri khas dari atap bangunan yang digunakan di kalangan pejabat Tionghoa, selain itu bangunan Gambar 5. Kondisi inner courtyard bangunan berseja- ini jugan memiliki courtyard berbentuk segi empat rah Tionghoa dari keluarga Tjioe yang sudah berubah fungsi menjadi Gereja yang bersifat privat. Secara keseluruhan interior Sumber: Nicholas, 2016 bangunan tidak dapat langsung terlihat dari luar. Pada awalnya, bangunan ini memiliki 3 bagian Dari hasil wawancara dengan pengurus Gereja, utama. Bagian bangunan depan (outer court- diperoleh informasi bahwa misa pertama di Ge- yard) dulu merupakan tempat menerima tamu, reja dilakukan pada tahun 1954 yang diikuti oleh kemudian diteruskan dengan taman. Bagian ban- empat orang imam dan 16 umat. Misa dilakukan gunan tengah (inner courtyard) berfungsi tempat di ruang penerima tamu keluarga Tjioe. Pada berkumpulnya keluarga, juga ada tempat untuk saat itu, aula gereja masih berupa taman/court-

72 Rachmayanti, Nediari, Rafaelito : Bangunan Bersejarah Tionghoa di Jakarta dan Bogor Dalam Upaya Konservasinya

yard. Setahun pertama, umat bertambah menjadi ber tahun 1999. Salah satu perubahan besar 200 umat, dan seiring perkembangan jumlah pada bangunan ini adalah lantainya. Perubahan umatnya, pihak gereja membangun courtyard yang cukup signifikan adalah pada ketinggian menjadi area panti umat yang kini mampu me- lantai seluruh bangunan yang sudah ditinggikan nampung lebih dari 600 umat (Sudartana, 2015) kurang lebih 40 cm untuk menghindari bencana banjir, selain itu semua material penutup lantai juga telah diganti dengan keramik.

Penggunaan warna merah dan kuning terlihat pada tiang-tiang pada tampak bangunan depan, hal serupa masih terlihat di area dalam yang berfungsi sebagai aula gereja. Namun di taman dalam bangunan warna yang digunakan sudah lebih netral yaitu putih, abu dan kuning keema- san. Dalam hal ini detil pada jendela yang ber- Gambar 6. Interior Rumah Tionghoa yang Beralih Fungsi Menjadi Gereja pola repetisi geometris sangat menarik dan dan Sumber: Nicholas, 2016 kental dengan nuansa motif lokal Cina. Secara keseluruhan interior serta bentuk dari bangunan Gambar 5 merupakan outer courtyard yang ber- ini tidak mengalami perubahan apapun dari sejak fungsi untuk menerima tamu dan tempat berkum- awal dibangun, hanya fungsi bangunanlah yang pulnya keluarga dan saat ini berfungsi menjadi sudah berubah menjadi Gereja. aula Gereja. Tiang-tiang merah terbuka dengan garis tepi berwarna emas sudah ada sejak dulu, Rumah Kediaman Keluarga Khouw namun ukiran Yesus dan patung-patung baru dit- Bangunan Candra Naya merupakan rumah ambah dari Italia. Bentuk dan material di bangu- tinggal kediaman Babah Bangsawan Keluarga nan ini masih asli, termasuk dinding, langit-langit Khouw, yang dikenal sebagai rumah tinggal man- dan pintu dan tentu sudah dilakukan beberapa tan Mayor Cina terakhir di Batavia kali renovasi serta cat ulang. Perlengkapan pada jaman kolonial Belanda. Bangunan terletak Gereja seperti meja, salib, tabernakel, patung, di Jl. Gajah Mada no 188, Jakarta Barat di dalam mimbar berusia cukup tua, dan dibuat mengikuti bangunan bertingkat Green Central City. Saat desain gereja. Dua buah moon gate yang men- ini bangunan Candra Naya telah diresmikan se- jadi tempat patung Yesus dan Bunda Maria pun bagai cagar budaya bangunan bersejarah yang dibuat untuk mengikuti desain gereja. Renovasi diresmikan melalui SK Gubernur No.475 Th. lantai dilakukan pada bulan April sampai Desem- 1993, 29 Maret 1993 (Daftar Penetapan Cagar

73 aksen Volume 1 Nomor 2 April 2016

Budaya di Jakarta Barat , 2014). Belum dapat 4000m2. Bangunan Candra Naya memiliki satu dipastikan untuk tahun berdirinya bangunan ini, bangunan utama, bangunan dua lantai dibagian namun diperkirakan dibangun pada tahun 1807 belakang dengan gazebo, dan bangunan sayap atau tahun 1867, karena terdapat catatan yang kiri-kanan. Bangunan ini memiliki beberapa ba- bertuliskan bahwa bangunan ini dibangun pada gian, yaitu ruang publik, ruang semi privat dan ruang tahun Kelinci Api, yang datang 60 tahun sekali. sembahyang, ruang privat untuk hunian keluarga (dua lantai), ruang servis untuk dapur, ruang untuk Diperkirakan dibangun oleh Khouw Tian Sek selir dan anak-anak, serta halaman (courtyard). (1807) untuk menyambut kelahiran anaknya, Saat ini bangunan Candra Naya sudah dikonserva- Khouw Tjeng Tjoan yang lahir pada tahun 1808, si oleh Ibu Naniek Widayati. Menurut Naniek, ban- atau dibangun oleh Khouw Tjeng Tjoan sendiri gunan utama yang berada di tengah keadaannya (1867) yang saat itu merupakan tuan tanah dan masih asli, gazebo di taman dibangun kembali den- diberikan untuk ketiga anak lelakinya. Kepemi- gan material asli, bangunan sayap kiri-kanan telah likan terakhir jatuh pada Khouw Kim An, putra dilakukan rekonstruksi, bangunan dua lantai sudah dari Khouw Tjeng Tjoan yang menurut cerita se- hilang. Bangunan gazebo dan sayap kiri-kanan per- benarnya baru menempati rumah ini pada tahun nah dibongkar untuk pengangkutan alat-alat berat 1934, dan sebelumnya tinggal di Bogor. untuk pembangunan tower hotel Novotel di bagian belakang (Priyomarsono, 2015)

Gambar 7. Tampak depan rumah keluarga Khouw yang dikenal dengan bangunan Candra Naya memiliki atap Gambar 8. Bagian inner courtyard pada bangunan yanwei melambangkan status penghuni Candra Naya yang tertutup, berfungsi untuk ventilasi rumah adalah pejabat masuknya pencahayaan alami ke dalam bangunan Sumber : Nicholas, 2016 Sumber : Nicholas, 2016

Bangunan memiliki bentuk atap yanwei yang Di tengah bangunan bagian utama terdapat ta- biasa digunakan untuk menandakan rumah pe- man dalam/chhimcne yang tertutup, digunakan jabat di masa itu, keseluruhan bangunan rumah untuk sumber ventilasi cahaya. Bangunan utama kediaman Keluarga Khouw memiliki luas sekitar yang masih berdiri hingga saat ini adalah kondisi

74 Rachmayanti, Nediari, Rafaelito : Bangunan Bersejarah Tionghoa di Jakarta dan Bogor Dalam Upaya Konservasinya

asli. Memiliki material lantai dari marmer putih lah (Sekolah Candra Naya, SD, SMP, SMA, dan keabu-abuan berukuran 56,7 x 56,7 cm, dan plint melahirkan Universitas Tarumanegara). lantai 20 cm terlihat pada sepanjang ruangan. Di tahun 1993, bangunan dua lantai di bagian be- Konstruksi kuda-kuda yang terbuka dengan berb- lakang dijarah habis oleh massa dalam satu malam, agai detail ukiran kayu finishing warna emas. Warna yang menyebabkan kusen pintu, jendela, railing, hitam pada tiang yang cukup dominan diberikan balustrade hingga lantai papan semua hilang. Ke- aksen berupa outline garis emas. Diatas pintu tam- mudian kepemilikan dibeli oleh Grand Central City, pak ventilasi udara dengan motif Cina, sementara Keluarga Honoris, Novotel Group. Bangunan Can- tinggi jendela umumnya sama dengan ketinggian dra Naya kini telah menjadi satu dari sedikit rumah pintu ditambah dengan ventilasi. Dinding memakai tinggal peninggalan Tionghoa yang beratap ekor material kapur, material ini digunakan untuk hampir walet (yanwei), selain Rumah Kediaman Keluarga semua bangunan Tionghoa pada masa itu. Tjioe yang kini menjadi Gereja Katolik Maria De Fatima. Rumah Kediaman Oei Djie San yang be- Aplikasi warna pada bangunan Candra Naya me- rada di Tangerang, kini sudah hilang dan berubah miliki ciri khas warna gelap dan keemasan dan bentuk menjadi gedung modern makanan cepat bukan warna merah dan kuning. Hal ini dapat saji. Walaupun sudah tidak utuh lagi, sisa bangunan ditelusuri lebih lanjut dalam penelitian berikutnya, Candra Naya patut dipertahankan. sehingga dapat diketahui asal usul dari warna yang menjadi ciri khas dari bangunan bersejarah ini. Vihara Dharmakaya Vihara Dharmakaya terletak di Jl. Siliwangi yang Pada tahun 1945 setelah Khouw Kim An menin- merupakan wilayah Pecinan di kota Bogor, Jawa ggal, seluruh isi bangunan dijarah oleh massa, Barat. Bangunan ini termasuk dalam daftar cagar sehingga ketika berubah fungsi menjadi ge- budaya kota Bogor, namun hasil wawancara dung Perkumpulan Sin Ming Hui, seisi bangu- dengan pengurus Vihara menyampaikan bahwa nan sudah kosong. Tahun 1962 karena kondisi renovasi yang terkait dengan bangunan, bahkan politik saat itu, Perkumpulan Sin Ming Hui ber- sampai dengan kusen jendela perlu dilaporkan ganti nama menjadi Perhimpunan Sosial Tjandra ke Pemerintah Daerah setempat sebagai per- Naja, yang hingga saat ini dikenal dengan nama setujuan (Jabrik, 2015). Candra Naya. Fungsi bangunan Candra Naya berubah menjadi kantor perhimpunan, poliklinik Bangunan bersejarah Tionghoa ini didirikan (yang berkembang menjadi Rumah Sakit Sumber pada abad ke-19 sebagai rumah tinggal, ada Waras), tempat berlatih olah raga (bulu tangkis, juga yang menyampaikan bangunan merupak- angkat besi, billyard, dan kuntao), hingga seko- an rumah peristirahatan milik pejabat Tionghoa

75 aksen Volume 1 Nomor 2 April 2016

dari Jakarta. Dalam perkembangannya di tahun Serupa dengan bangunan bersejarah Tionghoa 1914, bangunan beralih fungsi menjadi tempat lainnya bangunan ini memiliki taman dalam yang ibadah. Awalnya rumah ini didirikan oleh seorang bersifat privat dengan bangunan berbentuk U ibu, yang dipanggil Nyonya (sebutan pada masa yang terbagi atas sayap kanan dan kiri secara Belanda). Kemudian dihibahkan kepada Ma Su simetris. Ruangan berfungsi sebagai tempat per- Hu. Ma Su Hu terkenal dengan kepandaiannya temuan dan kamar-kamar. Ornamen dekoratif dan kemampuan meramalnya. Karena tidak punya pada rumah ini bergaya Art Deco yang tampak anak, maka bangunan diberikan kepada anak ang- pada detail jendela, pintu dan ventilasi. Gaya Art kat Ma Su Hu, yang dipanggil Mpek, namun karena Deco ini mulai berkembang di Indonesia pada ta- tidak ada penerusnya maka kepengurusan Vihara hun 1920-an (Sachari, 2007). diberikan kepada Yayasan Dharmakaya. Seluruh bagian bangunan di Vihara masih asli, Arsitektur bangunan vihara memiliki bentuk yang termasuk lantai, pintu, jendela dan konstruksi. khas yaitu tampaknya perpaduan dari bangunan Berdasarkan wawancara dengan penjaga Vihara, bergaya Tionghoa dan Eropa. Bentuk atap yan- beberapa bagian jendela yang membutuhkan per- wei yang mencirikan bangunan pejabat Tionghoa baikan, harus diperbaiki dengan hasil yang sama di masa tersebut dipadukan dengan gaya Eropa dengan desain awal. Material lantai belum diganti berupa menara di samping Vihara yang meny- yaitu berupa tegel dengan motif batik Jogja. erupai menara kastil Eropa, ciri khas bangunan Eropa lainnya juga tampak pada bentuk jen- Dalam pemeliharaannya, dinding Vihara secara dela, pintu dan balustrade (dinding rendah yang rutin dilakukan pengecatan ulang, terutama mengelilingi tangga pada sebuah bangunan). menjelang tahun baru imlek Pada bagian dalam rumah terdapat tangga menuju menara yang me- nyerupai kastil gaya Eropa. Kastil ini berfungsi sebagai tempat penyembahan Dewa Langit Sam Thian Ong dan tempat bersemedi dimana jendela kastil ini menghadap langsung ke Gunung Salak. Di bagian dalam bangunan juga terdapat meja al- tar untuk para pemilik sebelumnya. Vihara ini me- miliki Kong Co Dewi Kwan Im. Berbeda dengan vihara-vihara tua yang lain, Vihara Dharmakaya Gambar 9. Tampak Depan dari Vihara Dharmakaya di tidak memiliki nama asli dengan sebutan Bio, Bogor yang Memadukan Arsitektur Cina dan Eropa Sumber : Nicholas, 2016 karena pada awalnya Vihara ini bukan klenteng,

76 Rachmayanti, Nediari, Rafaelito : Bangunan Bersejarah Tionghoa di Jakarta dan Bogor Dalam Upaya Konservasinya

melainkan rumah tinggal. Menurut Jabrik, pen- rumah dan inner courtyard. Pola geometris ber- jaga Vihara Dharmakaya, ada cerita bahwa ban- gaya Art Deco tampak diaplikasikan pada daun gunan ini pernah disebut sebagai Gereja Tan Eng pintu yang dicat warna kuning dan merah. Nio, namun papan nama gereja sudah dilepas oleh pengurusnya yang sekarang (Kwa, 2015).

Warna merah dan kuning tampak mendominasi finishingpada pintu dan jendela dan pola geome- tri art deco tampak diaplikasikan pada lubang ventilasi udara yang berada di atas pintu. Material lantai berwarna coklat muda mengimbangi warna finishing furnitur yang masih menggunakan per- Gambar 11. Inner Courtyard yang Terbuka dan Memiliki paduan warna kayu solid dan keemasan. Meja Altar Sumber: Nicholas, 2015

KESIMPULAN Bangunan bersejarah Tionghoa di wilayah Pecinan Jakarta dan Bogor yang mengalami pe- rubahan fungsi dari rumah tinggal menjadi rumah ibadah umumnya adalah rumah para pejabat Tionghoa. Hal ini diketahui dari bentuk atap yan- wei yang menunjukkan status penghuni rumah Gambar 10. Altar pada bangunan inti, pengaruh sebagai pejabat serta didukung oleh ciri-ciri arsi- gayaArt Deco tampak pada pola geometris ventilasi udara pada pintu yang dicat warna kuning dan merah tektur bangunan Cina seperti bangunan memiliki Sumber : Nicholas, 2015 taman dalam bersifat privat (courtyard), peng- gunaan elemen struktural yang terbuka, serta warna finishing yang khas. Pada gambar di bawah ini terlihat tiang penyang- ga yang mengelilingi baik pada bagian bangunan Adanya perubahan fungsi bangunan bersejarah inti mapun area taman dalam. Peralihan fungsi Tionghoa yang terjadi pada rumah pejabat Tiong­ rumah tinggal menjadi Vihara mengalami peruba- hoa secara tidak langsung menjadi upaya kon- han dalam hal peletakan furnitur, hal ini tampak servasi dalam mempertahankan serta menjaga pada peletakan meja altar pada bagian dalam peninggalan sejarah bagi masyarakat Tionghoa

77 aksen Volume 1 Nomor 2 April 2016

di Indonesia, namun tidak dipungkiri kondisi so- Straits Continents and Western Malaya. New sial, ekonomi dan politik Indonesia juga memiliki York, USA: Heinemann. peran yang besar dalam kepunahan bangunan Kemendikbud (2010). Undang-Undang Republik bersejarah Tionghoa di Indonesia. Oleh karenan- Indonesia no.11 tahun 2010 tentang Cagar ya, Pemerintah Indonesia perlu melakukan kon- Budaya. Kementrian Pendidikan dan Kebu- servasi terhadap bangunan bersejarah Tionghoa dayaan, Pendidikan dan Kebudayaan: Jakar- karena masyarakat Tionghoa juga merupakan ta. Retreived from: http://kebudayaan.kem- bagian dari akar budaya bangsa Indonesia. dikbud.go.id/bpcbserang/2014/03/26/daftar- penetapan-cagar-budaya-di-jakarta-barat/ Kwa, D. (2015, Desember). Wawancara Jalan REFERENSI Suryakencana, Bogor. Wawancara dengan Arifianto, F. (2009). Skripsi Penerapan Nilai Bu- David Kwa. (K. Batara, Interviewer) Bogor, daya TIonghoa pada Interior Gereja Katolik Jawa Barat , Indonesia Santa Maria de Fatima. skripsi Leshuis, E. (2014). Panduan Jelajah Kota-kota Daftar Penetapan Cagar Budaya di Jakarta Barat Pusaka di Indonesia . Yogyakarta , DI Yogya- . (2014, 3 26). (B. P. Serang, Producer) Re- karta , Indonesia : Ombak . trieved 3 22, 2016, from Balai Pelestarian Lim, M. (2015, Desember ). Wawancara Jalan Cagar Budaya Serang Surya Kencana. Wawancara bersama Mardi Dinas Museum dan Pemugaran. (2000). Bangu- Lim . (Kecapi Batara, Interviewer) Bogor , nan Cagar Budaya Di Propinsi DKI Jakarta. Jawa Barat, Indonesia . Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia: Dinas Nas, P. J. (2009). Masa Lalu dalam Masa Kini : Museum dan Pemugaran . Arsitektur di Indonesia. Jakarta Pusat, DKI Doni Swadarma, Y. A. (2013). Rumah Etnik Be- Jakarta , Indonesia : Gramedia Pustaka Uta- tawi (Vol. I). Depok , Jawa Barat, Indonesia : ma Griya Kreasi, Penebar Swadaya Grup. Pemugaran, J. R. (2000). Bangunan Cagar Bu- Handinoto. (2008). Perkembangan Arsitektur daya di Propinsi DKI Jakarta. Jakarta Pusat , Tionghoa di Indonesia . Jakarta , DKI Jakarta DKI Jakarta, Indonesia : Dinas Museum dan , Indonesia Pemugaran, Propinsi Daerah Khsus Ibukota Jabrik. (2015, Desember ). Wawancara Vihara Jakarta . Dharmakaya . Wawancara dengan Jabrik. Priyomarsono, N. W. (2015, November). Wawa- (K. Batara, Interviewer) Bogor, Jawa Barat , ncara Konservasi Candra Naya. Wawancara Indonesia . Naniek W. Priyomarsono . (K. Batara, Inter- Kohl, D. (1984). Chinese Architecture in the viewer)

78 Rachmayanti, Nediari, Rafaelito : Bangunan Bersejarah Tionghoa di Jakarta dan Bogor Dalam Upaya Konservasinya

PT. Intisari Mediatama Komunitas - Lintas Bu- daya Indonesia. Sachari, A. (2007). Budaya Visual Indonesia: Membaca Makna Perkembangan Gaya Vi- sual Karya Desain (Vol. 10). Jakarta Timur , DKI Jakarta , Indonesia : Erlangga Sudartana, I. (2015, November ). Wawancara Gereja Katolik Santa Maria de Fatima. (K. Batara, Interviewer. Suryadinata, L. (2002). Negara dan Etnis Tiong- hoa . Jakarta, Jakarta, Indonesia: LP3ES. Yusuf, T. (2000). Sekilas Budaya Tionghoa di In- donesia . Bhuana Ilmu Populer. DKI Jakarta

79