Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme Komunitas Tionghoa Di Surabaya Menjelang Perang Dunia Ii, 1930-An – 1940-An

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme Komunitas Tionghoa Di Surabaya Menjelang Perang Dunia Ii, 1930-An – 1940-An PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II, 1930-AN – 1940-AN SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah Oleh: Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Skripsi AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II, 1930-AN – 1940-AN Disusun Oleh Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 Telah disetujui oleh: Dr. Yerry Wirawan 9 September 2019 Pembimbing ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II 1930-AN – 1940-AN Oleh Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 Dipertahankan di depan panitia penguji Program Studi Ilmu Sejarah dan dinyatakan diterima pada tanggal 3 Oktober 2019 Ketua : Dr. Yerry Wirawan ………. Sekretaris : Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, M.Hum. ............ Anggota : Heri Priyatmoko, S.S., M.A. ………. Yogyakarta, 21 Oktober 2019 Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Dekan Dr. Tatang Iskarna iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian dari karya orang lain atau suatu lembaga, kecuali bagian-bagian tertetu yang dijadikan sumber. Yogyakarta, 9 September 2019 Penulis Martinus Danang Pratama Wicaksana iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Martinus Danang Pratama Wicaksana Nomor Mahasiswa : 154314004 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul: AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II, 1930-AN – 1940-AN Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada 9 September 2019 Yang menyatakan Martinus Danang Pratama Wicaksana v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI La Historia me Absolverá -Fidel Castro- Dengan melawan kita takkan sepenuhnya kalah -Pramoedya Ananta Toer- vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Skripsi ini saya persembahkan untuk mereka yang telah mengisi sejarah Indonesia namun kalah pertaruhan dengan para pemenang sejarah sehingga narasi mereka tidak pernah dituliskan oleh bangsa ini. vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Martinus Danang Pratama Wicaksana, Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme Komunitas Tionghoa di Surabaya Menjelang Perang Dunia II, 1930-an – 1940- an. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2019. Skripsi berjudul Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme Komunitas Tionghoa di Surabaya Menjelang Perang Dunia II, 1930-an – 1940-an bertujuan untuk mengetahui pengaruh nasionalisme yang berkembang di Tiongkok daratan akibat ekspansi Jepang sehingga bertumbuh kembang dalam komunitas Tionghoa di Surabaya dengan melakukan aksi boikot. Penelitian ini akan menjawab tiga pertanyaan. Pertama, apa yang melatarbelakangi terbentuknya identitas ganda komunitas Tionghoa. Kedua, instrumen apa saja yang digunakan untuk menyerukan aksi boikot. Ketigas, bagaimana dan mengapa aksi boikot Jepang di Surabaya berjalan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yakni pencarian topik, pengumpulan sumber, kritik sumber, intepretasi atau analisis data, dan penulisan atau historiografi. Sumber yang digunakan adalah dokumen atau arsip-arsip pemerintah Hindia Belanda; surat kabar Pewarta Soerabaia, Soeara Oemoem, dan Soerabaiasch Handelsblad dari tahun 1930-1941. Penelitian ini menggunakan teori nasionalisme jarak jauh yang dikemukakan oleh Benedict Anderson dan teori perdagangan Asia yang dikemukakan oleh Meilink Roelofsz. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh nasionalisme yang berkembang di Tiongkok setelah ekspansi oleh Jepang juga bertumbuh kembang pada komunitas Tionghoa perantauan di Hindia Belanda. Kebencian terhadap Jepang oleh komunitas Tionghoa berujung pada aksi boikot barang-barang Jepang. Organisasi Tionghoa perantauan yang memiliki hubungan dengan Kuo Min Tang dan surat kabar Pewarta Soerabaia memiliki pengaruh dalam melakukan aksi boikot di Surabaya. Kata kunci: Pewarta Soerabaia, Tionghoa, Jepang, Perdagangan, Nasionalisme, Surabaya. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT Martinus Danang Pratama Wicaksana, Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme Komunitas Tionghoa di Surabaya Menjelang Perang Dunia II, 1930-an – 1940- an. A Thesis. Yogyakarta: History Department, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, 2019. This thesis entitled Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme Komunitas Tionghoa di Surabaya Menjelang Perang Dunia II, 1930-an – 1940-an, aims to determine the influence of nationalism that developed in China which underlie the boycott action in Surabaya as the result of Japanese expansion. This research will answer three questions. First, what influences the dual identity formation of the Chinese community. Second, what instruments are used to propagate boycott actions. How and why the Japanese boycott in Surabaya happened. This research uses historical methods which are topic research, data collection, source criticism, data interpretation or analysis, and writing or historiography. Sources used were documents or archives of the Dutch East Indies government; Pewarta Soerabaia newspaper , Soeara Oemoem newspaper, and Soerabaiasch Handelsblad newspaper from 1930-1941. This study uses the theory of long-distance nationalism put forward by Benedict Anderson and Asian trade theory by Meilink Roelofsz. The results of this study indicate that the influence of nationalism that developed in China after Japanese expansion also grew and flourished in the immigrant Chinese community in the Dutch East Indies. Hatred of Japan by the Chinese community led to a boycott of Japanese goods. Immigrant Chinese organizations that have links to Kuo Min Tang and the Pewarta Soerabaia newspaper influence in carrying out boycotts in Surabaya. Key words: Pewarta Soerabaia, Chinese, Japan, Trade, Nationalism, Surabaya. ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Ucapan syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada: 1. Seluruh jajaran dosen Ilmu Sejarah, Drs. Heribertus Hery Santosa M.Hum., Dr. Lucia Juningsih M.Hum., Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno M.Hum., Dr. Hieronymus Purwanta M.A., Dr. FX. Baskara Tulus Wardaya, S.J., Heri Priyatmoko M.A., dan Heri Setyawan, S.J. S.S., M.A. 2. Pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik Dr. Yerry Wirawan. 3. Kedua orangtua saya, adik saya, Budhe dan Pakdhe yang telah memberikan saya tumpangan selama berkuliah di Yogyakarta, Whowik, Asri, Angga, dan Dewi yang telah membantu saya selama di Jakarta, dan seluruh keluarga saya yang selama ini terus membantu, mendukung, dan memotivasi saya supaya tetap semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Mas Doni sebagai sekretaris program studi sejarah yang selama ini membantu saya mengurus administrasi kuliah. 5. Teman-teman sejarah angkatan 2015, Mas Irawan, Laili, Sukma, Nita, Claudia, Pinto, Yohana, Herry, Eko, Lewi, Vagus, dan Aldy yang tidak pernah lelah menemani dan mendukung saya selama ini. 6. Teman-tema jurusan sejarah lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang selama ini telah menemani dan menghibur saya. 7. Teman-teman UKPM Natas angkatan tahun 2015, 2016, dan 2017 yang telah banyak membantu saya. 8. Teman-teman alumni SMA St. Albertus Malang (DEMPO) yang merantau di Yogyakarta yang selalu mengajak saya menongkrong sambil menyeruput kopi. 9. Semua staf mikrofilm Perpustakaan Nasional yang sudah saya repotkan dengan pemesanan scan surat kabar, Dr. Andi Achdian yang memberikan pencerahan dan sumber-sumber dalam skripsi selama saya di Jakarta, dan Perpustakaan Medayu Agung khususnya Pak Oei Hiem Hwie yang telah membantu saya dalam menemukan topik skripsi setelah diberi buku Lima x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Jaman Siauw Giok Tjhan dan Mas Didin beserta staf Perpustakaan Medayu Agung. 10. Saya juga berterimakasih kepada seorang perempuan spesial kekasih saya Dyas Putri Winayu yang telah membantu dan mendampingi saya dengan tanpa lelah selama penulisan skripsi ini. 11. Kepada teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu memberikan informasi dan mendukung saya selama mengerjakan skripsi ini. Saya sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Saya harap semoga skripsi ini dapat mendorong munculnya penelitian-penelitian lain yang akan melengkapi, ataupun menyanggah hasil dari penelitian ini. Yogyakarta, 21 Agustus 2019 Penulis xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL. ..............................................................................................
Recommended publications
  • List of Entries
    List of Entries 1. Aik Htun 3 34. Chan Wai Chang, Rose 82 2. Aing Khun 5 35. Chao Tzee Cheng 83 3. Alim, Markus 7 36. Charoen Siriwatthanaphakdi 4. Amphon Bulaphakdi 9 85 5. Ang Kiukok 11 37. Châu Traàn Taïo 87 6. Ang Peng Siong 14 38. Châu Vaên Xöông 90 7. Ang, Samuel Dee 16 39. Cheah Fook Ling, Jeffrey 92 8. Ang-See, Teresita 18 40. Chee Soon Juan 95 9. Aquino, Corazon Cojuangco 21 41. Chee Swee Lee 97 10. Aung Twin 24 42. Chen Chong Swee 99 11. Aw Boon Haw 26 43. Chen, David 101 12. Bai Yao 28 44. Chen, Georgette 103 13. Bangayan, Teofilo Tan 30 45. Chen Huiming 105 14. Banharn Silpa-archa 33 46. Chen Lieh Fu 107 15. Benedicto, Francisco 35 47. Chen Su Lan 109 16. Botan 38 48. Chen Wen Hsi 111 17. Budianta, Melani 40 49. Cheng Ching Chuan, Johnny 18. Budiman, Arief 43 113 19. Bunchu Rotchanasathian 45 50. Cheng Heng Jem, William 116 20. Cabangon Chua, Antonio 49 51. Cheong Soo Pieng 119 21. Cao Hoàng Laõnh 51 52. Chia Boon Leong 121 22. Cao Trieàu Phát 54 53. Chiam See Tong 123 23. Cham Tao Soon 57 54. Chiang See Ngoh, Claire 126 24. Chamlong Srimuang 59 55. Chien Ho 128 25. Chan Ah Kow 62 56. Chiew Chee Phoong 130 26. Chan, Carlos 64 57. Chin Fung Kee 132 27. Chan Choy Siong 67 58. Chin Peng 135 28. Chan Heng Chee 69 59. Chin Poy Wu, Henry 138 29. Chan, Jose Mari 71 60.
    [Show full text]
  • Pernikahan Semarga Dalam Komunitas Tionghoa Peranakan Di Bandung Pada Awal Abad Ke-20 (Kasus Keluarga Tan Sim Tjong)
    PERNIKAHAN SEMARGA DALAM KOMUNITAS TIONGHOA PERANAKAN DI BANDUNG PADA AWAL ABAD KE-20 (KASUS KELUARGA TAN SIM TJONG) MARRIAGE WITHIN A CLAN IN CHINESE SOCIETY IN BANDUNG DURING THE EARLY 20TH CENTURY (CASE OF TAN SIM TJONG´S FAMILY) Bambang Tjahjadi (Tan Siong Bouw) Freie Waldorfschule Pforzheim, Germany [email protected] ABSTRAK Pernikahan semarga yang terjadi di kalangan masyarakat Tionghoa di Bandung pada awal abad ke-20 telah mengundang konflik budaya dan sekaligus membuka paradigma baru berupa kebebasan individu dalam memilih pasangannya tanpa batasan nama marga. Polarisasi pandangan dan tindakan terjadi dalam kedua keluarga bermarga Tan yang mencerminkan situasi masyarakat Bandung saat itu. Hal ini dibukukan dalam novel Rasia Bandoeng yang diterbitkan 1918. Novel ini merupakan cerita nyata keluarga Tan Sim Tjong yang antara lain membahas konflik yang terjadi akibat pelanggaran adat pernikahan Tionghoa saat itu. Masyarakat Bandung mengenal Tan Sim Tjong sebagai nama Gang Simtjong di kawasan Citepus Bandung. Melalui pendekatan historis deskriptif, sosok dan jejak Tan Sim Tjong serta dukungannya dalam konteks pernikahan semarga dibahas secara terperinci dalam tulisan ini, dengan harapan karya ini bisa menggambarkan kearifan lokal dan mengisi perkembangan sejarah Kota Bandung. Kata kunci: tan sim tjong, pernikahan semarga, hermine, tionghoa peranakan, rasia bandoeng ABSTRACT Marriage within the same clan had taken place in Chinese society in Bandung during the early 20th Century, which has caused culture conflicts. However, at the same time it generated a new paradigm for individual freedom of people to choose theirs partner without considering their family name. The polarity of ideas and their translation into action was typified by the intermarriage between two Tan families.
    [Show full text]
  • Komunitas Tionghoa Di Solo: Dari Terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959)
    Komunitas Tionghoa di Solo: Dari terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah Disusun Oleh : CHANDRA HALIM 024314004 JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 2 3 4 MOTTO Keinginan tanpa disertai dengan tindakan adalah sia-sia. Sebaliknya ketekunan dan kerja keras akan mendatangkan keberhasilan yang melimpah. (Amsal 13:4) 5 HALAMAN PERSEMBAHAN Tiada kebahagiaan yang terindah selain mempersembahkan skripsi ini kepada : Thian Yang Maha Kuasa serta Para Buddha Boddhisattva dan dewa dewi semuanya yang berkenan membukakan jalan bagi kelancaran studiku. Papa dan Mama tercinta, serta adik-adikku tersayang yang selalu mendoakan aku untuk keberhasilanku. Om Frananto Hidayat dan keluarga yang berkenan memberikan doa restunya demi keberhasilan studi dan skripsiku. 6 ABSTRAK Komunitas Tionghoa di Solo: Dari terbentuknya Chuan Min Kung Hui hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959) Chandra Halim 024314004 Skripsi ini berjudul “Komunitas Tionghoa di Solo : Dari Terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959)“. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan yang diungkapkan, yaitu sejarah masuknya Etnik Tionghoa di Solo, kehidupan berorganisasi Etnik Tionghoa di Solo dan pembentukan organisasi Chuan Min Kung Hui (CMKH) hingga berubah menjadi Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode sejarah yang mencakup heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan penulisan. Selain itu juga menggunakan metode wawancara sebagai sumber utama, dan studi pustaka sebagai sumber sekunder dengan mencari sumber yang berasal dari buku-buku, koran, dan majalah. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan Tionghoa di Solo sudah ada sejak 1740, tepatnya ketika Solo dalam kekuasaan Mataram Islam.
    [Show full text]
  • Perkembangan Pendidikan Anak-Anak Tionghoa Pada Abad 19 Hingga Akhir Orde Baru Di Indonesia
    Perkembangan Pendidikan Anak-Anak Tionghoa Pada Abad 19 Hingga Akhir Orde Baru Di Indonesia Noor Isnaeni ABA BSI Jl. Salemba Tengah No.45 Jakarta Pusat [email protected] ABSTRACT - In the 19th century the Dutch East Indies government did not care about education for Chinese children. When the clothing, food and shelter were fulfilled, Chinese people began to think about their children's education. Finally, Chinese people made an association named THHK (Tiong Hoa Hwee Koan) on March 17, 1900. The purpose of this scientific writing is to find out how the development of the educational of Chinese children in the 19th century until the collapse of new era and what the Chinese people doing for the education of their children at that time. The research method used is the method of historical research, that is: heuristics, source criticism, interpretation and historiography. The main purpose of the establishment of schools THHK is to spread the religion of Confucius. By coming out Chinese schools established by the Chinese people, it caused that the Dutch East Indies government worried of the Chinese people and their offspring’s nationalism growing up. Therefore, the Dutch East Indies government found Holandsch Chineesche School (HCS) – it was built up for Chinese people with Dutch language as the main language. Key Words: development, education, childrens of chinese, in Indonesia. 1. PENDAHULUAN berusaha meningkatkan perdagangan antar Sejarah Indonesia mencatat bahwa sejak pulau dan mulailah terjadi perdagangan besar- abad ke-5 sudah ada orang Tionghoa yang besaran di Nusantara. Potensi dagang orang mengunjungi Nusantara. Salah satu orang Tionghoa sangat meresahkan pemerintah VOC Tionghoa yang mengunjungi Nusantara adalah yang pada saat itu mulai menjajah Nusantara.
    [Show full text]
  • Cina Di Ujung Timur Jawa: Dari Pemegang Kontrak Sampai Bupati Pada Akhir Abad XVIII Hingga Awal Abad XIX
    LITERASI Volume 1 No. 2, Desember 2011 Halaman 141 - 154 CINA DI UJUNG TIMUR JAWA: DARI PEMEGANG KONTRAK SAMPAI BUPATI PADA AKHIR ABAD XVIII HINGGA AWAL ABAD XIX CHINESE IN THE EAST FRONTIER OF JAVA: FROM CONTRACT HANDLERS TO REGENT IN THE LATE OF XVIII CENTURY UNTIL THE EARLY OF XIX CENTURY Retno Winarni, Bambang Samsu Badriyanto, dan Edy Burhan Arifin Fakultas Sastra Universitas Jember Pos-el: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Orang Cina dianggap sebagai orang asing di Karesidenan Besuki, terlepas bahwa mereka telah bermukim di pesisir utara Jawa, bahkan beberapa dari mereka menjadi penguasa di lahan swasta di wilayah ini. Artikel ini mengidentifikasi dan mendeskripsikan mengapa mereka mampu menjadi penguasa di wilayah ini dari akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19. Masalah yang dibahas adalah hubungan antara penguasa Cina dan pemerintah pribumi serta hubungan mereka dengan masyarakat. Kajian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan antara pemegang kontrak Cina (tuan tanah) dan penguasa Cina. Mereka dibedakan oleh cara memperoleh lahan luas dan memperoleh kekuasaan. Tuan tanah memiliki hak untuk mengelola lahan luas dengan menyewa atau membeli dari pemerintah kolonial. Sementara, penguasa Cina dipromosikan sebagai kepala wilayah karena jasa mereka kepada pemerintah kolonial. Namun, dalam mengelola distrik sewaan, keduanya memiliki kecenderungan yang sama; memerintah dengan perilaku feodal. Kata kunci: Cina, penguasa, pemerintah, tuan tanah, kolonial. Abstract The Chinese was considered the foreign people in Besuki Residency, despite of they had settled in Java northeast coast, even some had become administrators in the private land of the area. This article identifies and describes why they were able to be the administrators in the area from the end of 18th to the beginning of 19th century.
    [Show full text]
  • The Issue of Changing Identity
    PERSONAL RECOLLECTIONS OF INDONESIA’S FIRST TWO DECADES OF INDEPENDENCE: THE ISSUE OF CHANGING IDENTITY THEE Kian Wie Economic Research Centre Indonesian Institute of Sciences (P2E-LIPI), Jakarta Early youth in the Netherlands Indies • Family background: typical Chinese Peranakan family, i.e. ethnic Chinese born in Indonesia for generations, and generally not speaking Chinese anymore • Father’s education at Hollands-Chinese Kweekschool (HCK) to become a teacher at a Dutch-Chinese primary school (HCS); Mother’s initial education at a Chinese school: Her father was co-founder of a Chinese primary and secondary school for girls (Tiong Hoa Li Hak Hau); my mother later switched to a Dutch high school (Drie-jarige HBS), and later went to the Netherlands to study as a teacher • Pre-school at a Catholic Froebel school at Jalan Batutulis (1940-41) • First year at European Primary School (Europese Lagere School, ELS, basically only open to European students)) of the Carpentier Alting Stichting (CAS), 1941-February 1942 because my father was a principal (schoolhoofd) at a HCS (Dutch –Chinese primary school) in Jakarta • Awareness of looming Japanese threat at school among the pupils of our first class at the above ELS and at home (overhearing father’s talks with Mr. Parijs, an Eurasian (in the Netherlands referred to as ‘Indische Nederlander’) married to a German woman • Construction of ‘phony’ houses which fascinated me on Waterlooplein (Lapangan Banteng) to lure Japanese bomb attacks? Was it a kind of Potemkin village? • Establishment of Luchtbeschermingsdienst (LBD, Air Defense Service) which my father had to join • After Japanese attack temporary flight with my mother, younger sister and younger brother to Bintang estate, owned by relatives near Cibadak, West Java.
    [Show full text]
  • Dari Nasionalisme Cina Hingga Indonesierschap: Pemikiran Liem Koen Hian Tentang Kedudukan Orang Tionghoa Di Indonesia (1919 – 1951)
    UNIVERSITAS INDONESIA DARI NASIONALISME CINA HINGGA INDONESIERSCHAP: PEMIKIRAN LIEM KOEN HIAN TENTANG KEDUDUKAN ORANG TIONGHOA DI INDONESIA (1919 – 1951) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana MICHAEL AGUSTINUS 0706279875 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH DEPOK JULI 2012 i Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 ii Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 iii Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 iv Dari nasionalisme..., Michael Agustinus, FIB UI, 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat kasih sayangnya, penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang sarjana di Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang begitu dalam kep ada keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materil demi rampungnya masa studi penulis. Rasa terima kasih ini khususnya kepada kedua kakak penulis, Aileen, dan Aime, yang dengan penuh kasih sayang terus memberi semangat penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Dari sisi akademis, penulis banyak ucapkan terima kasih kepada para dosen Program Studi Ilmu Sejarah yang telah membimbing hingga rampungnya skripsi ini. Kepada Tri Wahyuning Mudaryanti, M.Si. sebagai dosen pembimbing, penulis banyak mengucapkan terima kasih atas kesediaan waktu dan juga arahannya selama pengerjaan tugas akhir ini, mulai dari kelas Bimbingan Bacaan hingga skripsi. Dosen-dosen lain juga sangat berjasa melalui perkuliahan dan diskusi yang mereka berikan selama sepuluh semester ini. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen di Program Studi Ilmu Sejarah. Dalam menjalankan penelitian lapangan, penulis sangat berterima kasih kepada para pengurus Perpustakaan FIB UI dan Perpustakaan Nasional atas pelayanannya yang sangat baik. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian lapangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan banyak terima kasih.
    [Show full text]
  • Bab Iv Kiprah Abdul Rahman Baswedan Dalam Memperjuangan Kemerdekaan Indonesia Tahun 1934- 1947
    BAB IV KIPRAH ABDUL RAHMAN BASWEDAN DALAM MEMPERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA TAHUN 1934- 1947 A. Peran Abdul Rahman Baswedan Pada Masa Kolonial Belanda Tahun 19341942 Abdul Rahman Baswedan lahir ditengah-tengah masyarakat yang diisolasi oleh pemerintah kolonial, namun pergaulan yang ia rintis jauh melampaui batas-batas etnisnya, Ia bergaul erat dengan kawan-kawan dari golongan Tionghoa, terutama dengan sesama aktifis. Abdul Rahman Baswedan berkawan baik dengan Liem Koen Hian pendiri Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang kemudian menginspirasinya untuk mendirikan Partai Arab Indonesia (PAI) suatu saat nanti. Sejak muda A.R. Baswedan kerap berkomunikasi dengan siapapun dari kalangan manapun karena ia tidak pernah membeda-bedakan seseorangan untuk diajak berteman dan 91 92 bertukar pikiran.1Abdul Rahman Baswedan banyak belajar tentang keindonesiaan semenjak berkenalan dengan tokoh nasionals yaitu Dr. Sutomo. Di tambah lagi dengan mondoknya dalam keluarga tokoh Partai Syarikat Islam (PSI) Soerowijono.2 Sebelum abad ke-20, lingkungan kehidupan untuk masing-masing etnis dibedakan satu dengan yang lainnya oleh pemerintah kolonial Belanda yang menerapkan kebijakan politik segregasi yaitu membagi penduduk menjadi tiga golongan berdasarkan rasnya, kelas paling rendah adalah Inheemschen (atau Inlender), golongan bumi putra (pribumi) ; diatasnya adalah Vreemede Oosterlingen (Timur Asing ) yang meliputi suku Arab ,Tionghoa, India, dan yang paling tinggi adalah golongan warga kulit putih yaitu Eropa, Amerika, Jepang. Dimasukanya orang-orang Arab ke dalam golongan Timur Asing Vreemde Oosterlingen, mereka sering mendapat perlakuan yang diskriminatif dari penguasa Eropa.3Setatus 1 Didi Kwartanada, “Dari Timur Asing ke orang Indonesia :Pemuda Tionghoa dan Arab dalam Pergerakan Nasional (1900-1942).” Perisma: Jurnal ,Vol. 30. 2 (Agustus 2011),p. 31 2Muhamamad Husnil, Melunasi Janji Kemerdekaan Indonesia Biografi Anis Rasyid Baswedan,( Jakarta: Zaman, 2014), p.
    [Show full text]
  • The Strategic Adaptation of Chinese-Manadonese in the Reform Era
    Adrianus L.G. WaworuntuWacana et al. Vol., The 18 strategic No. 1 (2017): adaptation 131-147 of Chinese-Manadonese 131 The strategic adaptation of Chinese-Manadonese in the Reform Era Adrianus L.G. Waworuntu, Zeffry Alkatiri, and Fuad Gani ABSTRACT This article is a further discussion of previous research which is a pilot project to observe patterns of cultural interaction within the Chinese community in Indonesia as a part of a project to understand the phenomenon of the multicultural society during the New Order Era. The specific target of this research is to study the socio-cultural interactions within the Chinese community in Manado during the Reform Era (2000-2014). This research aims to study the strategic adaptation of the Chinese in Manado, by analysing the obstacles and opportunities in their socio-cultural interaction with the locals. Using data from field research and literature studies, this qualitative research applies an ethnographic approach by observing various actions in their socio-cultural interactions. KEYWORDS Strategic adaptation; Chinese-Manado; integration; Reform Era; socio-cultural interactions. INTRODUCTION1 In a multicultural society like Indonesia, integration is a complex and crucial problem and it has become the key focus in the process of unifying multicultural Indonesia. Since the country’s Independence, some problems related to the integration are still yet to be resolved. One problem is that of minority groups, particularly the Chinese community, which in terms of 1 The research team would like to express its deep appreciation to the Directorate of Research and Community Engagement University of Indonesia (DRPM UI) which has provided the research funding for this research to go according to plan and work well.
    [Show full text]
  • ORANG TIONGHOA DALAM NEGARA INDONESIA YANG DIBAYANGKAN: Analisis Percakapan Para Pendiri Bangsa Dalam Sidang-Sidang BPUPKI Dan PPKI
    VERITAS 10/2 (Oktober 2009) 259-284 ORANG TIONGHOA DALAM NEGARA INDONESIA YANG DIBAYANGKAN: ANALISIS PERCakapan Para PENDIRI BANGSA dalam Sidang-sidang BPUPKI dan PPKI MARKUS D. L. DAWA PENDAHULUAN Pada 1995, Institut DIAN/Interfidei menerbitkan sebuah buku yang sebagian besar berisi makalah yang didiskusikan dalam seminar bertajuk “Konfusianisme di Indonesia,” yang diadakan pada tahun sebelumnya oleh Institut DIAN/Interfidei juga. Judul buku itu adalah Konfusianisme di Indonesia: Pergulatan Mencari Jati Diri.1 Buku ini memang khusus bicara soal Konfusianisme di Indonesia. Namun, percakapan tentang Konfusianisme tidak bisa dilepaskan dari percakapan tentang orang-orang Tionghoa, yang sebagian besar memeluk keyakinan ini. Karena itu, bicara tentang pergulatan Konfusianisme yang mencari jati dirinya di bumi Indonesia tidak bisa tidak juga menyentuh para pemeluknya, orang-orang Tionghoa. Buku itu hanya salah satu dari sekian banyak buku yang pernah ditulis tentang orang-orang Tionghoa. Sejak terbitnya buku itu, persoalan siapa dan di mana orang Tionghoa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia pun tidak pernah selesai dibicarakan. Tiga tahun setelah buku itu diterbitkan, menyusul jatuhnya rezim Orde Baru pada 1998, terjadi kerusuhan hebat di beberapa kota di Indonesia, yang mana salah satu korbannya adalah orang-orang Tionghoa. Terlepas dari pahit-getirnya peristiwa itu, bagi orang-orang Tionghoa, kerusuhan itu hanyalah sekadar letupan di permukaaan dari isu yang sebenarnya belum pernah tuntas diselesaikan, yaitu soal tempat atau
    [Show full text]
  • Bab Ii Riwayat Hidup Abdul Rahman Baswedan
    BAB II RIWAYAT HIDUP ABDUL RAHMAN BASWEDAN A. Asal –Usul Hidup Abdul Rahman Baswedan Abdul Rahman Baswedan lahir di Surabaya tanggal 11 September 1908 dari pasangan Awad Baswedan dan Aliyah Binti Abdullah Jahrum anak ke tiga dari 7 tujuh bersudara. Nama lengkap Abdul Rahman Baswedan adalah Abdul Rahman Awad Baswedan. Nama Awad adalah nama ayahnya, sedangkan Baswedan adalah nama keluarga. Baswedan merupakan salah satu nama keluarga atau marga di masyarakat Arab.1Sebutan Baswedan sebagai nama suku diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia oleh kakek Abdul Rahman Baswedan yang bernama Umar bin Abubakar bin Mohammad bin Abdullah Baswedan bersama kakaknya Ali Baswedan. Umar Baswedan dan kakaknya adalah seorang saudagar berasal dari Hadramaut Yaman. Kakek Abdul Rahman Baswedan seorang pedagang dan ulama yang luas hubunganya. Mereka 1 Suratmin dan Didi Kwartanada, Biografi A.R.Baswedan Membangun Bangsa Merajut Keindonesiaan, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2014), p.20 24 25 datang di Indonesia dengan tujuan ekonomi dan juga menyiarkan agama Islam.2 Beberapa orang yang menyandang nama Baswedan merupakan pribadi-pribadi yang cukup dikenal di kota Surabaya. Berdasarkan geneologi, marga Baswedan bukan termasuk golongan sayid, atau bukan keturunan langsung dari Nabi Muhammad, sehingga status sosial mereka lebih rendah didalam komunitas Arab karena pelapisan sosial dikalangan Arab terbagi menjadi empat golongan, yang pertama yaitu golongan Sayid (Keturunan langsung dari Nabi Muhamad SAW), golongan Gabli (bersenjata), golongan Syekh (Ulama), golongan Petani dan Buruh.3 Keluarga Abdul Rahman Baswedan termasuk keluarga yang berada dalam hal materi karena kakek Abdul Rahman Baswedan seorang pedagang atau Saudagar kaya di Surabaya. Ayahnya dan Abdul Rahman Baswedan mendapatkan warisan dari kakeknya.
    [Show full text]
  • The House That SEAP Built
    by Kaja M. McGowan, associate professor, The House history of art that SEAP Built Dancers wearing masks often speak of how limited vision establishes a way to sepa- rate from vision’s crucial role and to move towards an understanding of what essential “seeing” really is: the innate ability of the body to know of nearby objects without actu- ally seeing them distinctly, what Merleau-Ponty calls the body-subject. Most important to notice from the “inner face” of this Bapang On the eve of the 70th anniversary of the Southeast Asia mask from East Java (Fig. 1) is that it is carved to be worn low Program, I would like to meditate on the house that SEAP built on the face, so that for the dancer to be able to see in a limited by focusing on two “deeply nested” carved wooden masks capacity through the narrowly carved and down-turned eye- from a collection gifted to the Herbert F. Johnson Museum slits, he or she must tilt the head back while harnessing all the in 1998 by the late Benedict R. O’G. Anderson (1936- 2015), other senses in the process. Any dancer wearing a mask must political scientist and historian, perhaps best known for his be willing to forgo this visual limitation for an enhanced em- 1983 book Imagined Communities, which explores the origins of bodied experience. Key to this kinesthetic grasping of the sur- nationalism. Anderson was the Aaron L. Binenkorb Professor rounding performance space in Indonesia are makeshift built Emeritus of International Studies, Government & Asian Stud- forms, temporary bamboo constructions that not only “house” ies at Cornell University, and a former director of the South- the performative event, but that cue the visually constrained east Asia Program.
    [Show full text]