PERNIKAHAN SEMARGA DALAM KOMUNITAS TIONGHOA PERANAKAN DI PADA AWAL ABAD KE-20 (KASUS KELUARGA TAN SIM TJONG)

MARRIAGE WITHIN A CLAN IN CHINESE SOCIETY IN BANDUNG DURING THE EARLY 20TH CENTURY (CASE OF TAN SIM TJONG´S FAMILY)

Bambang Tjahjadi (Tan Siong Bouw) Freie Waldorfschule Pforzheim, Germany [email protected]

ABSTRAK Pernikahan semarga yang terjadi di kalangan masyarakat Tionghoa di Bandung pada awal abad ke-20 telah mengundang konflik budaya dan sekaligus membuka paradigma baru berupa kebebasan individu dalam memilih pasangannya tanpa batasan nama marga. Polarisasi pandangan dan tindakan terjadi dalam kedua keluarga bermarga Tan yang mencerminkan situasi masyarakat Bandung saat itu. Hal ini dibukukan dalam novel Rasia Bandoeng yang diterbitkan 1918. Novel ini merupakan cerita nyata keluarga Tan Sim Tjong yang antara lain membahas konflik yang terjadi akibat pelanggaran adat pernikahan Tionghoa saat itu. Masyarakat Bandung mengenal Tan Sim Tjong sebagai nama Gang Simtjong di kawasan Citepus Bandung. Melalui pendekatan historis deskriptif, sosok dan jejak Tan Sim Tjong serta dukungannya dalam konteks pernikahan semarga dibahas secara terperinci dalam tulisan ini, dengan harapan karya ini bisa menggambarkan kearifan lokal dan mengisi perkembangan sejarah Kota Bandung. Kata kunci: tan sim tjong, pernikahan semarga, hermine, tionghoa peranakan, rasia bandoeng

ABSTRACT Marriage within the same clan had taken place in Chinese society in Bandung during the early 20th Century, which has caused culture conflicts. However, at the same time it generated a new paradigm for individual freedom of people to choose theirs partner without considering their family name. The polarity of ideas and their translation into action was typified by the intermarriage between two Tan families. The story of this was published in 1918 in a novel entitled Rasia Bandoeng (“The Secret of Bandoeng”). This novel tells the real story of Tan Sim Tjong’s family and deals with the conflicts arising from marriage within the same surname group, which was forbidden in the Chinese culture of that period. The people in Bandung know Tan Sim Tjong as Simtjong Alley living in Citepus of Bandung. The paper takes a historical approach and gives detailed information about Tan Sim Tjong, his heritage and his support for the relationships and marriage within a clan, in order to maintain the local wisdom and the historical development in Bandung. Keywords: tan sim tjong, marriage within a clan, hermine, chinese of mixed race, the secret of Bandung (‘rasia bandoeng’)

PENDAHULUAN Jalan Jo Sun Bie, bekas pengusaha tekstil Fenomena pergantian nama jalan Bandung terkenal saat itu, menjadi Jalan di Kota Bandung sangat unik. Banyak Mayor Sunarya (Kustedja, 2012: 123- nama jalan diubah, namun nama lama 126). Di kawasan Citepus Bandung tetap dikenal dan digunakan sehingga ada juga nama Gang Sim Tjong yang timbul kesan bahwa kehidupan sehari- sudah diganti menjadi Gang Adibrata. hari masyarakat Bandung masih tetap Mengenai gang dan SD Simcong berpegang pada dasar sejarah lokal telah ditulis oleh Lina Nursanty dalam (Suganda, 2007: 370-382). Pergantian koran Pikiran Rakyat Bandung (2015). nama ini berlaku pula untuk gang Simcong berasal dari nama Tan Sim bernama Tionghoa, seperti gang Gwan Tjong, seorang Tionghoa peranakan An yang berasal dari nama developer yang pernah tinggal bersebelahan setempat Kok Gwan dan Kok An pada dengan gang Simtjong tersebut. awal abad ke-20. Gang itu diubah Bagaimanakah hubungan ia dengan namanya menjadi Jalan Kerta Laksana. pernikahan semarga di Bandung pada 267 268 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 15, No 2, Agustus 2016 awal abad ke-20 dan apakah peranannya Sim Tjong di satu pihak dan penolakan dalam konteks hubungan semarga Tan Djin Gie terhadap hubungan dan ini? Siapakah sosok Tan Sim Tjong pernikahan semarga di lain pihak. Selain sebenarnya dan jejak apakah yang dapat itu, diulas sosok dan jejak Tan Sim direkam di Bandung? Penelitian ini Tjong yang terekam di Bandung. Tulisan menjawab beberapa pertanyaan tersebut. ditutup dengan simpulan dan usulan.

METODE Pernikahan Semarga Masyarakat Tulisan ini mengkaji dalam Tionghoa dan Perkembangannya di bingkai historis deskriptif. Data-data Jawa sejarah dipaparkan sebagai dasar pem- Dalam bukuHukum Dinasti bahasan dan analisis. Pengumpulan Qing (1644-1911), pernikahan semarga data silsilah keluarga, pembicaraan dilarang keras. Pernikahan semarga di antara keluarga, dengan tetua yang (satu klan) tidak direstui keluarga masih hidup, serta kunjungan ke dan merupakan hal yang tabu. Klan lapangan telah dilakukan dan masih merupakan bagian sel awal masyarakat terus berlangsung sesuai dengan per- Tionghoa. Perasaan kebersamaan ang- tanyaan yang muncul serta kebutuhan gota klan garis ayah sangat erat. Mereka untuk mengisi kekosongan yang masih tidak dapat dipisahkan di mana pun ada. Variasi data dari berbagai sumber mereka berada. Anggota klan saling dianalisis keakuratannya. Dengan menolong sehingga dalam satu klan tidak demikian, sebagian tulisan ini masih ada seorang pun yang merasa lemah. merupakan potret sesaat dan terus Pada perayaan tahun baru, biasanya berkembang sesuai dengan data yang mereka berkumpul dan merayakan pesta diperoleh. Berbagai pihak menelusuri keluarga bersama. Untuk kebutuhan silsilah keluarga Tan mulai dari , kampung halamannya, mereka bederma, Belanda, sampai Jerman. penelusuran misalnya bederma untuk pembangunan silsilah terus berlanjut dengan pertukaran “rumah sembahyang leluhur”, atau untuk informasi yang menggunakan bantuan pendidikan anak sekolah. (Wilhem, teknologi informasi seperti media sosial, 1930: 16-18). Menurut adat masyarakat atau skype. Tionghoa pada masa dinasti Mancu (Qing), di Tiongkok, setiap HASIL DAN PEMBAHASAN pernikahan bertujuan untuk menjaga Bagian pertama tulisan ini mem- kesinambungan generasi penerus ke- bahas latar belakang adat pernikahan luarga patrilineal melalui keturunan anak orang Tionghoa menurut hukum yang lelaki serta untuk perluasan klan (Weggel, berlaku di Tiongkok saat itu, serta 1980: 185). Pelanggaran aturan ini tidak perkembangan dalam masyarakat hanya mengakibatkan hukuman melalui Tionghoa peranakan di Jawa/Indonesia. proses pengadilan, tetapi pernikahan Selanjutnya, tulisan ini membahas yang ada dianggap tidak sah atau tidak kasus hubungan semarga keluarga Tan pernah terjadi. Larangan ini berlaku pula di Bandung pada awal abad ke-20: untuk pernikahan sesama saudara sampai Tan Tjeng Hoe, putra Tan Sim Tjong kekeluargaan derajat keempat (Weggel, yang menikah dengan Tan Hermine, 1980: 186). putri Tan Djin Gie. Dibahas juga Bagaimana pengaruh adat beberapa momentum penting yang ini bagi masyarakat Tionghoa per- menggambarkan bentuk dukungan Tan anakan di Indonesia, terutama Bambang Tjahjadi (Tan Siong Bouw) | Pernikahan Semarga dalam..... 269 di Jawa? Dalam buku Riwayat dianggap sebagai informan politik. Tionghoa Peranakan di Jawa (2009), Sementara itu, orang Eropa sendiri Ong Hok Ham menyimpulkan, bahwa tidak dapat memberikan keamanan serta kehidupan kaum Tionghoa peranakan jaminan hukum berupa asimilasi ke di Jawa telah dipengaruhi oleh tiga dalam berbagai kelompok masyarakat kebudayaan yaitu Jawa, Tionghoa, dan yang ada (2008: 65-66). Barat (Belanda). Dengan demikian, masyarakat ini berbeda dengan kaum Pernikahan Semarga dalam Tionghoa “totok“ atau Tionghoa di Komunitas Tionghoa Peranakan di Tiongkok. Akan tetapi, mereka juga Bandung berbeda dengan masyarakat “pribumi” Pada awal abad ke-20 (1913), dan masyarakat Belanda setempat. telah terjadi hubungan semarga dalam Oleh sebab itu, tata cara kehidupan komunitas Tionghoa peranakan di masyarakat Tionghoa peranakan di Jawa Bandung dan berakhir dengan kawin mempunyai corak tersendiri (2009: 50). lari pada tahun 1917. Kejadian ini Sintesis tiga budaya ini di satu pihak dibukukan Chabanneau (1918) dalam dianggap sebagai suatu kekuatan dalam novel Rasia Bandoeng. Tokoh utamanya pembentukan individu serta penghayatan adalah Tan Tjeng Hoe, putra Tan Sim dunia yang berbeda dalam masyarakat Tjong, dan Tan Hermine, putri Tan Djin sekeliling (Kwartanada, 2008). Namun Gie. Nama penulis serta tokoh-tokoh di lain pihak, bagi kelompok masyarakat dalam novel ini disamarkan, misalnya yang memegang tradisi secara ketat, Tan Hermine (sebagai Tan Hilda), Tan sintesis budaya ini tidak diinginkan. Hal Tjeng Hoe (sebagai Tan Tjin Hiauw), ini dianggap berpotensi konflik keluarga Tan Djin Gie (sebagai Tan Djia Goan), atau masyarakat. Di sini terjadi benturan dan Tan Sim Tjong (sebagai Tan dan polarisasi budaya. Misalnya, orang Shio Tjhie). Novel tersebut mencoba Jawa memandang rendah orang yang merangkum sosok Hermine dan Tjeng hidup dalam dunia hibrid (blasteran). Hal Hoe. Selain itu, dibahas juga peran Tan ini diulas oleh Kwartanada (2008: xxiii) Sim Tjong dalam hubungan semarga dengan contoh Tan Jin Sing, yaitu seorang ini dan beberapa reaksi Tan Djin Gie peranakan Tionghoa yang telah memeluk terhadap pelanggaran adat. Yang menjadi agama Islam, ia menguasai bahasa dan pertanyaan adalah benturan kultural adat Jawa dengan amat baik, serta bergaul apakah yang terjadi dalam hubungan/ luas dengan elit pribumi dipandang tidak pernikahan ini dan apakah akibatnya? lebih sebagai “bunglon budaya“ atau “produk banci”. Menurut catatan, Tan Jin Hubungan Tan Hermine dan Tan Sing pernah menjadi kapten Tionghoa di Tjeng Hoe Yogyakarta (1803-1813) dan juga telah Hampir seabad setelah novel diangkat menjadi bupati (Desember Rasia Bandoeng merekam kejadian 1813) dengan gelar Raden Tumenggung hubungan cinta semarga antara Tan Setjadiningrat (Carey, 2008). Pada akhir Hermine dan Tan Tjeng Hoe, kehidupan hidupnya (wafat Mei 1831) Tan Jin Sing Tan Hermine kembali dibahas, hidup terasing. Di satu sisi, ia ditolak antara lain oleh Hellwig dalam bukunya oleh orang-orang senegerinya, akibat Women and Malay Voices (2012) dan penolakan Tan Jin Sing terhadap adat Nursanty melalui tulisannya di koran Tionghoa. Di sisi lain, ia dicurigai oleh Pikiran Rakyat (2015). Dalam buku kebanyakan orang elite Jawa karena tersebut dicertakan Hermine masih 270 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 15, No 2, Agustus 2016 remaja dan duduk di bangku Sekolah Henriette, kakaknya, mengecap Menengah Pertama MULO di Bandung sekolah dasar Belanda ELS (Europese saat berkenalan dengan Tjeng Hoe yang Lagere School) dengan bahasa pengantar sudah bekerja di bagian pembukuan di Belanda pula. Selain itu, mereka juga perusahaan Belanda De Waal & Co. di pernah dititipkan kepada seorang Jalan Bantjeuj Bandung. Sore harinya, misionaris Kristen Protestan bernama Hermine mendapat pelajaran tambahan Halma yang baru membuka sekolah melalui les privat (Chabanneau, 1918: misionaris di Bogor. Halma sudah 40). Menurut putri bungsunya, Julie, dikenal Tan Djin Gie sebagai guru agama yang tinggal di Amsterdam, Hermine Kristen yang baik. Akhirnya Hermine (Tan Giok Nio), putri kedua Tan Djin dan Henriete tinggal bersama keluarga Gie, dilahirkan 28 September 1899. misionaris Belanda tersebut di Bogor Adapun kelahiran Tjeng Hoe belum (Chabanneau, 1918: 33-35; Hellwig, diketahui pasti. Berdasarkan catatan 2012: 130). Hal ini karena keluarga Tan dalam Rasia Bandoeng, Tjeng Hoe Djin Gie sudah lama dikenal sebagai pada tahun 1913 berumur sekitar 21 penganut agama Kristen yang taat tahun (Chabanneau, 1918: 10). Oleh agama. Berdasarkan cerita, toko Tan sebab itu, dapat diperkirakan kelahiran Djin Gie setiap hari Minggu selalu tutup Tjeng Hoe berkisar pada tahun 1892. karena keluarga mereka pergi beribadat Sebelum masuk Sekolah Menengah ke gereja. Tan Djin Gie menginginkan Pertama MULO (Meer Uitgebreid agar anak-anaknya bisa mendapatkan Lager Onderwijs) di Bandung, Hermine pendidikan barat serta pendidikan agama pernah mengecap pendidikan sekolah Kristen agar dapat beradaptasi dengan elit Belanda HBS Hogereburgerschool( ) pola hidup Eropa. Hermine adalah di Batavia () selama satu tahun putri kesayangan ayahnya yang (Chabanneau, 1918: 37). Sementara diberi kepercayaan penuh (Hellwig, itu, menurut catatan Hellwig, Hermine 2012: 130). Adapun cerita tentang bersekolah di HBS selama tiga tahun pertemuan Hermine dengan Tjeng (Hellwig, 2012: 130). Kedua sekolah Hoe berlangsung secara tersembunyi. tersebut berbahasa pengantar Belanda. Pertemuan itu, biasanya dilakukan HBS hanya ada di kota-kota tertentu, setelah Hermine selesai les privat seperti Jakarta, Semarang, dan . pada sore hari saat Tjeng Hoe sudah Sebelumnya, Hermine dan kakaknya selesai bekerja. Bahkan surat-menyurat

Gambar 1 Tan Sim Tjong Bambang Tjahjadi (Tan Siong Bouw) | Pernikahan Semarga dalam..... 271 di antara mereka dilakukan secara Hoan), dan The Soen Huang (sebagai tersembunyi dengan menggunakan nama The Soa Hoan, sekitar 50 tahun). Mereka inisial dan dikirimkan oleh perantara. berkumpul untuk memperjelas hubungan Dibandingkan dengan Hermine, kedua sejoli tersebut sehingga keduanya pendidikan Tjeng Hoe jauh lebih tidak perlu berhubungan secara tersem- sederhana. Tjeng Hoe hanya mengecap bunyi. Dalam pertemuan itu, terlihat pendidikan di sekolah dasar (Sekolah keterbukaan pihak keluarga Tan Sim Melajoe). Ia kemudian mengikuti Tjong tentang hubungan/pernikahan kursus pembukuan perusahaan dan semarga. Beberapa pertimbangan yang mendapatkan sertifikat. Namun, terungkap dalam rembukan itu adalah Tjeng Hoe pandai berbahasa Belanda umur Hermine masih remaja, mereka serta mengambil les privat untuk belajar satu marga, adanya harapan keterbukaan bahasa Inggris, Perancis, dan Jerman karena keluarga Tan Djin Gie menganut (Chabanneau, 1918: 72). agama Kristen. Selain itu, ada perbedaan kekayaan atau status sosial. Pada Benturan Budaya: Dukungan dan saat itu, Tan Sim Tjong sudah jatuh Penolakan terhadap Hubungan Se- miskin, sedangkan Djin Gie merupakan marga hartawan terkemuka. Pada pertemuan Polarisasi pendapat dan tindakan itu mereka sepakat jika Hermine telah dari keluarga Tan Sim Tjong dan Tan berhenti sekolah, Sim Tjong mengajukan Djin Gie terhadap hubungan semarga lamaran kepada pihak keluarga Djin Gie menggambarkan situasi masyarakat (Chabanneau, 1918: 21-29; 45-46). Tionghoa di Bandung saat itu. Kedua, penerimaan Sim Tjong terhadap kaburnya Hermine. Pada Dukungan Tan Sim Tjong bulan Januari 1916 Hermine kabur. Ibunda Berdasarkan novel Rasia Hermine tidak tinggal diam, ia berusaha Bandoeng dapat dirangkum beberapa menjemput anaknya di Cibadak. momentum penting yang jelas meng- Akan tetapi, Hermine menolak ia gambarkan dukungan Tan Sim mengajukan tuntutan akan kembali bila Tjong (Gambar 1) dalam proses keinginannya untuk menikah dengan yang berlangsung untuk hubungan Tjeng Hoe dikabulkan. Ibunda Hermine Hermine dan Tjeng Hoe. Pertama, pun pulang ke Kebonjati untuk berunding keluarga Tan Sim Tjong mengadakan dengan Tan Djin Gie, kemudian ibunda pertemuan keluarga pada Oktober 1913. Hermine kembali mendatangi rumah Rembukan tersebut dilaksanakan di keluarga Tan Sim Tjong untuk membantu serambi rumah Cibadak (Gambar Hermine pulang. Upaya kedua yang 2). Rembukan keluarga ini diadakan dilakukan ibunda Hermine berhasil. untuk membicarakan hubungan semarga Ada sedikit konflik antara Nyonya Tan Hermine (sebagai Hilda) dan Tjeng Djin Gie dengan Tan Sim Tjong yang Hoe (sebagai Tjin Hiauw). Orang yang dianggap sebagai orang tua yang tidak hadir dalam pertemuan itu adalah Tjeng bisa mengajar anaknya dan tidak tahu Hoe dan Sim Tjong (sebagai Shio Tjhie, malu (Chabanneau, 1918: 181-188). lebih tua dari 70 tahun), dua anak Sim Ketiga, menyembunyikan Tjong lainnya yaitu Tjeng Pok (sebagai Hermine dalam pelarian. Tanggal 1 Tjin Pian, sekitar 40 tahun) dan Tjeng April 1917 dini hari (sekitar jam 3 pagi), Jang (sebagai Tjin Jam, sekitar 34 tahun), Hermine keluar rumah Kebonjati dengan Biet Nio (sebagai nyonya The Soa membawa tas kecil yang berisikan 272 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 15, No 2, Agustus 2016

Gambar 2 Rumah Cibadak sekitar 1970 barang perhiasannya. Di luar, dia memindahkan Hermine ke daerah dijemput oleh seseorang dan dibawa naik Kopo ke tempat tinggal salah seorang mobil langsung ke rumah Tan Sim Tjong keluarga Sim Tjong bernama samaran di Cibadak. Saat itu Tjeng Hoe sudah Gan En Ko (Chabanneau, 1918: 216- bekerja di Tegal setelah berhenti kerja 221). Sim Tjong mengirim telegram ke dari perusahaan Belanda De Waal & Co. Tegal dan keesokan harinya Tjeng Hoe di Bandung. Hampir seluruh anggota tiba di Bandung. Dia langsung datang keluarga Sim Tjong terbangun. Hermine ke tempat persembunyian Hermine tampak gugup serta kebingungan di Kopo. Didampingi oleh seseorang dan terjadilah pembicaraan dengan bernama samaran Nio Toa Tauw, Sim Tjong. Kemudian, mereka berdua pada tanggal 3 April 1917, mereka berjalan kaki menuju rumah sahabat Sim melanjutkan pelariannya ke Cirebon Tjong yang terletak sekitar 80 meter dari dengan naik kereta api cepat dari stasiun rumahnya (bernama samaran Harlot), Tjimahi. Mereka menginap di Hotel orang Eropa yang biasa mengurus Wilhelmina sekitar 10 hari. Nio Toa perkara di pengadilan. Di sanalah Tauw keesokan harinya kembali lagi pertama kali tempat persembunyian ke Bandung. Dari Cirebon, Hermine Hermine (Chabanneau, 1918: 208-215). dan Tjeng Hoe berangkat ke Tegal untuk Kejadian ini baru diketahui pamit dari perusahaan tempat Tjeng Hoe keluarga Tan Djin Gie pagi hari dan bekerja. Pelarian kemudian dilanjutkan dilaporkan kepada pihak yang berwajib. ke Semarang untuk menyelesaikan Beberapa saat kemudian rombongan formalitas perjalanan (paspor) dan polisi pun datang ke Jalan Cibadak. kemudian berangkat ke Makassar dengan Mereka menggeledah rumah Sim Tjong kapal api (Chabanneau, 1918: 228-229). dan dilanjutkan dengan menggeledah Keempat, menjemput keluarga rumah Oey Tjeng Poen (bernama Tjeng Hoe di Batavia. Tanggal 23 samaran Oeij Tjoan Peng) yang dikenal Desember 1917 malam, Tan Sim Tjong sebagai keponakan Tan Sim Tjong (ayah bertemu kembali dengan putranya Tjeng dari Oey Tjeng Poen beristrikan adik Hoe bersama menantunya Hermine di perempuan Sim Tjong bernama Tan salah satu hotel Eropa di Batavia. Sim Sim Hwa Nio, lihat Bagan 1). Keduanya Tjong mendapat telegram dari Tjeng tanpa hasil. Malam harinya Sim Tjong Hoe yang memberitakan kedatangan Bambang Tjahjadi (Tan Siong Bouw) | Pernikahan Semarga dalam..... 273 perjalanan pulang dari Makassar berhenti bekerja dari perusahaan De ke Jawa, Hermine dan Tjeng Hoe Waal & Co. Dalam iklan surat kabar lokal telah menikah di Singapura di hadapan tertanggal 13 Juni 1916, telah diumumkan konsul Belanda beberapa hari sebelum bahwa Tjeng Hoe berhenti bekerja atas mereka berangkat ke Batavia. Keputusan permintaannya sendiri. Kemudian, untuk kembali ke Jawa berhubungan muncul iklan kedua tanggal 24 Juni 1916 erat dengan keadaan Hermine yang yang berisikan bahwa seorang Tionghoa sedang mengandung. Sebenarnya, mencari pekerjaan dalam bidang urusan di Makassar mereka berdua telah pembukuan perusahaan. Beberapa bulan mempunyai pekerjaan baik. Keesokan kemudian, dikabarkan bahwa Tjeng harinya, Sim Tjong bersama putra Hoe mendapat pekerjaan di Kota Tegal, dan mantunya berangkat ke Bandung Jawa Tengah (Chabanneau, 1918: 194; (Chabannaeu, 1918: 231-234). 198; 203-206). Pada bulan Februari 1916, Tan Djin Gie telah berusaha Penolakan Tan Djin Gie memengaruhi gereja Kristen Protestan Dukungan Tan Sim Tjong untuk tidak merestui hubungan semarga terhadap hubungan/pernikahan semarga Hermine dan Tjeng Hoe. Namun, hal ini bertentangan dengan reaksi Tan telah ditolak oleh penatua gereja. Usaha Djin Gie terhadap pelanggaran adat pemisahan hubungan Hermine dan Tjeng pernikahan Tionghoa saat itu. Oleh Hoe dilanjutkan dengan pengajuan sebab itu, Hermine dan Tjeng Hoe harus permohonan yang didukung oleh kamar menanggung akibatnya. Berikut ini dagang Tionghoa kepada Gubernur rangkuman penolakan Tan Djin Gie: Jenderal Belanda di Bogor. Permohonan Pertama, Hermine diberhentikan ini pun ditolak (Chabanneau, 1918: dari sekolah menengah MULO secara 190 dan 230-231). Menurut kabar, Tan mendadak. Sejak saat itu, Hermine Djin Gie akhirnya memutuskan untuk hanya mendapat pelajaran les privat di membaliknamakan segala barang tetap rumahnya. Hal ini terjadi setelah Tan Djin kepada cucunya Edwin Tjia (bernama Gie menemukan surat cinta rahasia pada samaran Eduard Tjia, putra Henriette bulan November 1914. Hermine juga tertua). Sementara itu, segala hartanya mendapat hukuman pukulan kemoceng termasuk uang akan diberikan kepada (Chabanneau, 1918: 76-82; 96). Henriette dengan perjanjian bahwa Kedua, Tan Djin Gie membakar Henriette harus bersumpah untuk tidak seluruh pakaian dan sepatu Hermine membantu adiknya Hermine. Diduga karena telah kabur ke rumah Tjeng Hoe. putusan ini diubah, setelah suami Kemudian Hermine langsung dititipkan Henriette (Philip Tjia) meninggal pada di rumah guru agama Kristen (Padri) 1918 akibat pandemi flu spanyol dan di Jalan Pasirkaliki (Chabanneau, William (adik Edwin) telah diangkat 1918: 188). Selanjutnya, Hermine anak oleh Tan Djin Gie pada tahun 1933 dipindahkan ke rumah perkebunan (McLean, 1988: 8; 26). ayahnya di Tjinanggerang pada akhir Keempat, setelah mengetahui Maret 1916. Namun, hubungan surat- pernikahan Hermine dengan Tjeng Hoe menyurat rahasia antara Hermine dan pada bulan Desember 1917, Tan Djin Tjeng Hoe tetap berjalan. Gie di hadapan notaris tidak mengakui Ketiga, pada akhir Mei 1916 Tan Hermine sebagai anaknya lagi dengan Djin Gie berhasil memengaruhi kamar memberikan adopsi Hermine kepada Tan dagang Tionghoa sehingga Tjeng Hoe Ho Soen di Bandung (Kweepang). Iklan 274 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 15, No 2, Agustus 2016 ini dimuat di surat kabar Sin Po tanggal ini masih berlanjut sampai akhir 2 Januari 1918 (Chabanneau, 1918: 239; hayatnya pada November 1957. Ia Hellwig, 2012: 131). dimakamkan di Haarlem, Belanda. Setelah Tjeng Hoe meninggal, Hermine Perjuangan Tan Tjeng Hoe dan dikucilkan ayahnya dan tidak boleh Hermine Setelah Pernikahan berhubungan dengan ibu dan kakaknya. Perjuangan Hermine dan Tjeng Dengan pertolongan misionaris Belanda, Hoe masih berlanjut. Pada tahun 1918, Hermine mendapat pekerjaan di suatu telah terbit novel Rasia Bandoeng institusi orang buta. Di sanalah Hermine yang membeberkan kehidupan mereka. berkenalan dengan blasteran Eurosia Setahun setelah novel ini terbit, Tan Emil Verduyn Lunel dan mereka Tjeng Hoe meninggal dunia pada menikah pada tahun 1921. Namun, bulan Mei 1919. Ia dikebumikan di pernikahan ini pun tidak mendapat TPU Kebon Jahe Jalan Pajajaran dan restu dari Tan Djin Gie, bahkan dinilai kemudian dipindahkan ke TPU Cikutra, jauh lebih memalukan dibandingkan tetapi jejak makamnya belum tertelusuri. dengan pernikahan dengan orang Pada Mei 1919, telah lahir putri kedua Tionghoa semarga. Karena pengaruh keluarga Tjeng Hoe (Maud Tan), Tan Djin Gie, Emil kehilangan sedangkan putri pertamanya Constance pekerjaannya di Bank Escompto Victorine Tan (Vicky) lahir di Cirebon dan Emil kesulitan untuk mendapat pada 27 Januari 1918 (Hellwig, 2012: pekerjaan yang sepadan (McLean, 1988: 131). Sebelum Tjeng Hoe meninggal 24; Hellwig, 2012: 130-131). Sampai dunia, mereka tinggal di Batavia. Tjeng ayahnya wafat (Februari 1942), Hermine Hoe bekerja pada perusahaan Perancis masih menjalin hubungan dengan ibunya Peek dan pernah terpilih menjadi anggota secara tersembunyi dengan bantuan Dewan-Kota Batavia untuk masa jabatan pembantu rumah tangga orangtuanya lima tahun (Bataviaasch Nieuwsblad, (bernama Djinem) yang sudah mengenal 14 September 1918). Hermine sejak kecil. Jika bertemu, Bagi Hermine, perjuangan Djinem biasanya membawa uang titipan

Gambar 3 Pertemuan kekeluargaan di Amsterdam, Agustus 2015. Dari kiri ke kanan: Julie van Buren-Verduyn Lunel, Suzanne van Norden, Bambang Tjahjadi, Charles Subrata, Maarten Hans van Norden dan Steve Haryono. Bambang Tjahjadi (Tan Siong Bouw) | Pernikahan Semarga dalam..... 275 ibunda Hermine (Gan Sim Nio) Setelah ayahnya meninggal, Hermine dan mereka berbicara dalam bahasa bisa kembali berhubungan secara Jawa yang tidak bisa dimengerti normal dengan ibu dan kakaknya. oleh anak-anaknya. Pertemuan antara Sejak Agustus 1945, Hermine kembali Hermine dan ibunya terjadi juga pada tinggal bersama anak-anaknya di rumah saat berziarah ke makam Tjeng Hoe dan orangtuanya. Emil meninggal dalam Philip Tjia (suami Henriette) secara tahanan Jepang sembilan hari sebelum terpisah. Pada pertemuan itu, Hermine Jepang menyerah. Sebagai janda diperkenalkan kepada William (putra perang, Hermine kemudian mening- kedua Henriette) yang ikut berziarah galkan Indonesia tahun 1946 dan tinggal sebagai seorang sahabat (McLean, 1988: di Belanda. Banyak penderitaan yang 24). dialaminya, baik karena kesulitan Dari pernikahannya yang kedua, penyesuaian diri dengan lingkungan Hermine dikaruniai lima anak (Margot, sosial baru di Belanda maupun karena Lydia, Marius, Hugo, dan Julie). Semasa sakit akibat penderitaan batin yang anak-anaknya masih kecil, tidak pernah dialaminya. Putri pertamanya Vicky ada pembicaraan mengenai Tan Tjeng tinggal di Belanda sejak 1938, sedangkan Hoe. Anaknya yang tertua, Vicky baru putri keduanya, Maud, menetap di mengetahui bahwa ayahnya bermarga Indonesia (Hellwig, 2012: 135-136). Tan pada usia 19 tahun saat mengurus Vicky memiliki dua anak (Suzanne dan paspor untuk perjalanan ke Belanda Marteen). Ia meninggal tahun 1977 di tahun 1937 (Hellwig, 2012: 131-133). Amsterdam. 276 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 15, No 2, Agustus 2016

Hubungan antara Hermine Fujian (Tanuwihardja, 2012). Catatan dan mertua (Tan Sim Tjong) serta Tan Tjin Lian menunjukan pula bahwa keturunannya terputus. Hal ini diduga anak lelaki Tan Hwie Tjeng yang terjadi sejak Tjeng Hoe meninggal pertama Tan Kiem Tie lahir di Jakarta (1919). Baru pada awal Agustus 2015 (Batavia), sedangkan yang kedua Tan (Gambar 3), untuk pertama kalinya Kiem Siong lahir di Batang. Dengan penulis (Bambang Tjahjadi/Tan Siong demikian, diduga bahwa Tan Hwie Tjeng Bouw) bertemu secara kekeluargaan pertama kali berlabuh di Batavia sekitar dengan cucu Tjeng Hoe/Hermine awal abad ke-18 dan kemudian pindah (Suzanne dan Maarten van Norden) dan serta menetap di Batang. Catatan silsilah putri bungsu Hermine/Emil (Julie van keluarga Tan Hwie Tjeng sedang dalam Buren-Verduyn Lunel ) di Amsterdam. proses pengeditan menjadi buku oleh Selain itu, ada juga Charles Subrata/Tan Steve Haryono (2016) yang berasal dari Giok Houw (cucu Sim Tjong, salah satu garis Tan Tjoen Seng. putra Tjeng Hay, adik Tjeng Hoe) dan Mata rantai penelusuran silsilah Steve Haryono/Yeo Tjong Hian (salah leluhur masih terputus karena desa asal satu saudara dari garis keturunan Tan Tan Hwie Tjeng sampai saat ini belum Tjoen Seng, kakak Tan Hok Seng/kakek diketahui karena kecamatan Nanjing Tan Sim Tjong). terdiri atas banyak desa. Selain itu, nama leluhur Tan Sim Tjong ini baru Sosok dan Jejak Tan Sim Tjong diketahui kembali jejaknya pada tahun Bagian tulisan ini menelusuri 2015. Rumah abu yang ditemukan di silsilah, kegiatan dan makam Tan Sim Desa Shang Dian yang mencatat adanya Tjong. 21 keturunan Tan (Tanuwihardja, 2012; Tan Soey Beng, 2015) belum jelas Silsilah Tan Sim Tjong hubungannya dengan Tan Hwie Tjeng. Garis utama leluhur dan keturunan Karena Tan Hwie Tjeng adalah orang Tan Sim Tjong (Bagan 1) disusun Hokkian, rumah bundar khas Hakka berdasarkan tiga catatan keluarga: Tan yang telah dijelaskan dalam tulisan Keng Nio (1897-1994, putri bungsu Tan Tan Soey Beng (2015: 332-333) perlu Sim Tjong), Tan Tjin Lian (1923-2009, dipertimbangkan kembali. Mata rantai cicit Tan Sim Tjeng, kakak Tan Sim ini masih perlu diteliti. Catatan keluarga Tjong) dan Gan Po Hie Nio (istri Oey Tie merekam bahwa Tan Sim Tjong (Gambar Eng dari garis Tan Tjoen Seng, kakak Tan 1) adalah putra keempat dari Tan Lin Hok Seng atau kakek Tan Sim Tjong). Siong (Tan Liok) dan mempunyai tiga Tan Sim Tjong lahir di Batang dan kakak lelaki bernama Tan Sim An, Tan merupakan generasi kelima yang sudah Sim Tjeng, dan Tan Sim Sioe, serta satu tinggal di Jawa. Menurut catatan Tan Tjin adik perempuan Tan Sim Hwa Nio. Tan Lian, leluhur pertama Tan Sim Tjong Sim Tjong beristrikan tiga orang. Dari adalah Tan Hwie Tjeng asal Lam Tjeng di istri pertama, ia dikaruniai seorang putri Provinsi Hok Kian (dalam lafal mandarin (Tan Tjeng Ek Nio). Dari istri kedua, ia berarti Nanjing di Provinsi Fujian), memiliki dua putra dan dua putri. Salah Tiongkok Selatan. Data ini sesuai dengan satu putranya (Tan Tjeng Jang) dicatat data yang tertera pada batu-nisan Tan lahir di Cirebon (1878) dan wafat di Sim Sioe (kakak Tan Sim Tjong, wafat Bandung (1941). Penulis berasal dari 1909) bahwa asal daerah kedatangannya garis ini, salah satu putra Tan Seng Tjioe adalah Nanjing, Zhangzhou, Provinsi (1918-1980). Dari istri ketiga (Tjoe Kok Bambang Tjahjadi (Tan Siong Bouw) | Pernikahan Semarga dalam..... 277

Nio), ia memiliki satu putri (Tan Keng Mereka kemudian tinggal di Ampel, Nio) yang mencatat silsilah keturunan dekat Kota Solo. Dalam bukuOrang- Tan Sim Tjong dan tiga putra. Salah satu orang Tionghoa yang Terkemuka karya putranya bernama Tan Tjeng Hoe yang Tan Boen Hong (1935: 180), tercatat menjadi salah satu tokoh utama dalam Hayteng sebagai asal desa Tan Djin Gie. novel Rasia Bandoeng dan merupakan Desa ini kemudian bergabung dengan generasi keenam yang tinggal di Jawa. Desa Liongxi menjadi kecamatan Longhay, sebuah kecamatan di Kegiatan Tan Sim Tjong dan Tan Djin Kabupaten Zhangzhou, Provinsi Fujian. Gie Tahun 1892, Tan Djin Gie menikah Selain sebagai saudagar (lihat dengan Gan Sim Nio, putri tertua dari juga tulisan Lina Nursanty dalam Pikiran Gan Song Liang yang tinggal di Jawa Rakyat, 21 April), Tan Sim Tjong dikenal sebagai generasi kedua. Dari pernikahan juga sebagai penduduk lama di Bandung. ini, mereka dikaruniai dua putri, Menurut statistik, ia mungkin termasuk yaitu Henriette dan Hermine. Dengan salah satu dari enam keluarga yang demikian, Tan Hermine merupakan sudah bermukim di Bandung pada tahun generasi kedua dari garis ayah yang 1874 (Kustedja, 2012: 115; bersumber tinggal di Jawa. Pada awal abad ke-20, dari karya Raffles, T.S.,History of , mereka pindah ke Bandung dan mulai 1817). Di samping itu, berdasarkan berdagang. Dari kesuksesan usaha peta permukiman tertua Bandung tahun istrinya dalam bidang batik, Tan Djin 1882, dapat ditelusuri keberadaan rumah Gie mulai membuka usaha baru dalam gedong Tan Sim Tjong di atas tanah bidang perkebunan teh. Dalam bidang permukiman di Grotte Postweg (lihat ini, Tan Djin Gie meraih kesuksesan peta pemukiman dalam Tunas, 2009: besar dan memperluas usahanya dengan 45 dan 66). Di sini dapat diasumsikan perkebunan karet dan kapuk. Pada 1928, bahwa pembuatan peta permukiman ini ia sempat membeli hak tanam sebidang terjadi setelah atau bersamaan dengan hutan yang luas dan diberi nama penamaan jalan. Dengan demikian, dapat Negara Kanaan. Hutan ini memiliki disimpulkan bahwa Gang Simtjong sudah lokasi yang baik untuk perkebunan teh ada pada sekitar tahun 1882. Pada saat itu, dataran tinggi. Usahanya berkembang usaha Tan Sim Tjong seharusnya masih terus merambahke bidang penggergajian jaya. Penulis berpendapat, sedikitnya kayu dan pengolahan teh. Ia bahkan dua kriteria yang dapat disimpulkan dari sempat juga berinvestasi dalam bidang penamaan Gang Simtjong: ketenaran pembuatan jalan kereta api di Tiongkok Tan Sim Tjong sebagai saudagar yang dengan berlatar belakang bayangan memiliki rumah gedong bertanah luas di ideal bagi setiap Tionghoa perantauan sebelah timur gang itu dan keberadaan (overseas chinese ) untuk mentransfer ia di Bandung sebagai pendatang yang uang hasil usahanya ke negara leluhur. sudah bermukim lama. Kesuksesan Tan Djin Gie begitu hebat Berbeda dengan Tan Djin Gie. sehingga diakui oleh banyak kalangan, Menurut putra angkatnya (William), termasuk kalangan pemerintahan dan ia lahir 1870 di sebuah kota kecil di pengelola bank Belanda (lihat McLean, Provinsi Fujian (McLean, 1988: 10 1988: 10-15). Tan Djin Gie meninggal dan 26). Sewaktu berumur 14 tahun, ia dunia pada bulan Februari 1942. berlabuh di Semarang (Jawa Tengah) Pada saat Tan Djin Gie mendapat bersama keluarganya (Tan Tjioe Soen). kesuksesan besar mulai awal abad ke- 278 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 15, No 2, Agustus 2016

20, usaha Tan Sim Tjong saat itu sudah penelusuran para buyutnya. bangkrut. Penyebab kebangkrutannya Dalam Riwajat 40 taon THHK- belum diketahui. Selain itu, belum Batavia (1900-1939) dikabarkan bah- diketahui pula bidang usaha yang wa pada tanggal 10 Juli 1904 telah digelutinya. Yang pasti, Tam Sim Tjong berkumpul 19 orang Tionghoa di memiliki beberapa bidang tanah dan Bandung untuk mendirikan THHK- rumah pada tahun 1887. Pada tahun itu, Bandoeng (Tiong Hoa Hwee Kwan) dipasang iklan dalam beberapa surat di bawah naungan Luitenant Tan Joen kabar tentang penjualan tiga bidang Liong. Dalam proses pendirian ini, tidak tanah/rumah milik Tan Sim Tjong. tercantum nama Tan Sim Tjong. Namun, Dalam novel Rasia Bandoeng dituliskan ada tiga orang komisaris yang dikenal bahwa Tan Sim Tjong (sebagai Tan Shio mempunyai hubungan keluarga dengan Tjhie) bukan penduduk asli Bandung. Tan Sim Tjong, yaitu Tan Djin Gie (ayah Namun, dalam usia muda, ia sudah Hermine yang menikah dengan Tjeng datang ke Bandung bersama saudaranya Hoe, putra Tan Sim Tjong), The Soen (Tan Sim Sioe; sebagai Tan Shio Soet) Huang yang menikah dengan Tan Biet untuk berniaga. Usaha Tan Sim Tjong Nio (salah satu putri Tan Sim Tjong), dan yang sudah besar, tiba-tiba jatuh dan Tan Njim Tjoij (putrinya, Tan Metta Nio bangkrut. Menurut kabar, saat usahanya menikah dengan The Gwan Tjoan, putra hampir jatuh, Tan Sim Tjong menitipkan The Soen Huang/cucu Tan Sim Tjong). hartanya kepada saudaranya Tan Sim Tan Njim Tjoij dikenal juga sebagai Sioe. Selain itu, beberapa bidang tanah/ wijkmeester kawasan pecinan Tjitepus rumah telah dibaliknamakan kepada Tan pada tahun 1914. Namun diberitakan Sim Sioe dengan harapan ketika urusan oleh Tan De Seng (73 tahun) bahwa selesai, harta itu dikembalikan kepada Tan Sim Tjong diketahui pernah aktif Tan Sim Tjong. Namun, harapan ini tidak dalam perkumpulan THHK (Nursanty, dipenuhi oleh Tan Sim Sioe. Oleh karena 2015). Menurut Nursanty, di belakang itu, terjadilah percekcokan keluarga sekolah BPK Penabur yang terletak sehingga keduanya bermusuhan. Hal ini bersebelahan dengan Gang Simtjong, berlanjut hingga anak-anaknya. Akibat pernah ada Sekolah Rakyat (SR) Sim kejadian ini, Tan Sim Tjong pindah Tjong yang kemudian dipindahkan ke rumah dari rumah gedong di Jalan Jalan Cibadak. Banyak orang Tionghoa Jenderal Sudirman (Groote Postweg) ke yang kurang mampu bersekolah di rumah bilik (Gambar 2) di Jalan Cibadak sana. Namun, Tan Sim Tjong bukan (Tjibadakweg) (lihat Chabanneau, 1918: pula pendiri. Sebagai perkumpulan, 22-23). Rumah gedong bekas milik THHK mempunyai banyak sekolah Tan Sim Tjong memiliki luas tanah yang tersebar di Jawa. Perkumpulan ini sekitar satu hektar. Letak rumah ini cepat dipengaruhi oleh nasionalisme bersebelahan dengan Gang Simtjong Tiongkok saat itu. Menurut Ong Hok (Adibrata) dan berbatasan dengan Ham (2009: 76), hanya orang yang Kali Citepus di sebelah timur, dengan memiliki keberanian besar saja yang Gang Kebon Tangkil di sebelah utara, mempunyai pendapat lain karena semua dan dengan Jalan Jendral Sudirman di propaganda berada di tangan nasionalis sebelah selatan. Atas hubungan keluarga Tiongkok. Pemerintah Hindia Belanda yang lama terputus ini, baru diadakan mulai memperhatikan pendidikan un- pendekatan kembali oleh pihak cicit tuk orang Tionghoa dan mendirikan masing-masing sehubungan dengan HCS (Hollandsch-Chineesche School) Bambang Tjahjadi (Tan Siong Bouw) | Pernikahan Semarga dalam..... 279 pertama kali 1908 di Batavia serta HCK sudah tidak diizinkan lagi penguburan (Hollandsch-Chineesche Kweekschool) di tanah pribadi Cijerah. Batu nisannya tahun 1918 untuk mendidik para dibuat sangat sederhana dalam bahasa guru HCS. Dengan demikian situasi Indonesia. pendidikan di Jawa untuk orang Tionghoa Kelahiran Tan Sim Tjong untuk pun membaik. sementara ini disimpulkan tahun 1837(?). Hal ini berdasarkan satu pembicaraan Makam Sentiong antara cicit Sim Tjong (Siong Hwie) dan Tan Sim Tjong wafat di Bandung Ayub Parnata (84 tahun). Ayub Parnata pada 1929 dan dikebumikan di Cijerah, adalah salah satu cucu Yap Loen (salah Bandung. Makam pribadi ini dikenal satu orang terkenal di Bandung) yang penduduk sebagai makam Sentiong mengenal beberapa keturunan Tan Sim (makam orang Tionghoa). Makam Tjong. Tahun ini secara garis besar bisa ini baru ditemukan kembali di antara dianggap sesuai dengan tulisan dalam rumah penduduk Kampung Elang/ novel Rasia Bandoeng (1918: 22) yang Sentiong pada bulan Juni 2014 oleh Tan menyebutkan bahwa pada tahun 1913 Siong Hwie (cicit Tan Sim Tjong). Batu umur Tan Sim Tjong sudah lebih dari 70 nisannya sudah dirusak. Sebagian aksara tahun. Tionghoa yang tertera rusak parah bahkan Dalam pembicaraan antara cucu nama Tan Sim Tjong dan istrinya sendiri dan cicit Tan Sim Tjong (Siong Hwie, sudah ”dihapuskan”. Untunglah masih Siong Djie dan Giok Houw) dengan tertinggal beberapa aksara Tionghoa sesepuh kampung Sentiong (Pak yang bisa membuktikan kebenaran Soemarsono) pada bulan Maret 2015 makam Tan Sim Tjong, misalnya masih terungkap bahwa sekitar tahun 1990 terbaca nama salah satu putranya Tjeng pada rembukan penduduk setempat Pok, nama putrinya Biet Nio, serta empat bersama ketua RT memutuskan untuk nama cucunya yang tertulis pada bagian membongkar makam Sim Tjong untuk bawah kiri batu nisan: Seng Tjioe, kepentingan umum, seperti posyandu, Seng Kwie, Seng Tjay, dan Seng Bie kantor RW, MCK, serta pelataran untuk (penulisan tidak sesuai dengan urutan Agustusan. Pembongkaran makam ini umur). Menurut cucu dan cicitnya (Tan dilakukan tanpa sepengetahuan pihak Giok Houw dan Tan Siong Djie), Tan keluarga besar Tan Sim Tjong yang masih Sim Tjong dikebumikan dalam satu memiliki tanah tersebut. Pihak keluarga lubang bersama istri keduanya dan sah sebagai pemilik walaupun pada tahun liang lahatnya berpasangan (makam 1960 para ahli waris tanah Cijerah telah siangkong). Hal ini tampak pada batu menjual sekitar 5/6 bagian dari tanah nisan tersebut tertera nama anak dan yang ada kepada penduduk setempat. cucu dari istri yang kedua. Istri pertama Menurut cerita ketua RT, makam Sim dikebumikan di sebelah kanan makam Tjong merupakan tempat yang angker siangkong tersebut, tetapi makam itu karena sering ada penampakan roh sekarang sudah tertutup tanah. Dari istri halus. Pada awal April 2015 makam pertama, Sim Tiong mendapatkan satu ini dikunjungi oleh beberapa keturunan anak perempuan. Istrinya yang ketiga Tan Sim Tjong bersama Dr. Sugiri (Tjoe Kiok Nio) meninggal pada bulan Kustedja dari CCDS Centre( for Chinese Maret 1938 (65 tahun) dan dikebumikan Diasporas Study) yang didampingi di TPU Cikadut. Menurut cucu Tan dengan seorang ahli aksara Tionghoa. Sim Tjong (Tan Giok Houw), saat itu Kunjungan ke makam dilakukan juga 280 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 15, No 2, Agustus 2016 oleh rombongan Komunitas Aleut eurosia Emil Verduyn Lunel dianggap Bandung pada bulan Agustus 2015 lalu. lebih hina daripada pernikahan semarga. Apakah jejak Tan Sim Tjong memiliki Usaha Tan Djin Gie untuk memisahkan nilai sejarah bagi masyarakat Bandung hubungan Hermine dengan Tjeng Hoe sehingga dapat dikategorikan se- begitu kuat. Ia tega untuk memisahkan bagai “Heritage Bandung“? hubungan putri kesayangannya Hermine dengan Tjeng Hoe. Ia mengasingkan SIMPULAN sampai memberikan adopsi dan Polarisasi sikap serta tindakan mengucilkan Hermine. Ia juga menutup Tan Sim Tjong dan Tan Djin Gie yang kesempatan berkembang pihak lain bertolak belakang dapat diasumsikan yang dianggapnya bertentangan dengan sebagai gambaran masyarakat Tionghoa pendapatnya, seperti Tjeng Hoe dan di Bandung pada awal abad ke-20 Emil. Amarahnya telah membakar sifat terhadap hubungan/pernikahan semarga kasih yang dianutnya dari ajaran Kristen. dalam komunitas Tionghoa. Tan Sim Pengorbanan Hermine dan Tjeng Hoe Tjong telah berusaha mempersatukan melawan adat pernikahan Tionghoa hubungan Hermine dan Tjeng Hoe. Ia tidaklah sia-sia. Hal ini justru merupakan lebih terbuka terhadap perkembangan pembuka jalan bagi pasangan semarga. zaman walaupun umurnya satu generasi Dalam hal ini, diduga perkembangan di atas Tan Djin Gie dan masih menganut zaman serta faktor pendidikan telah kepercayaan leluhur (ajaran Konghucu). membentuk Hermine dan Tjeng Hoe Namun, sebagai Tionghoa peranakan untuk berani mempertanyakan dan yang sudah lima generasi tinggal di menentang adat pernikahan yang Jawa, Tan Sim Tjong dianggap lebih berlaku saat itu. Bagi keturunan Tan Sim fleksibel dalam mengadaptasi budaya- Tjong, pernikahan semarga bukanlah budaya yang ada. Hal ini membuat Sim hal tabu dan telah dilakukan oleh Tiong lebih dapat membentuk dirinya beberapa keturunannya. Hal ini berlaku dalam konsep sintesis tiga budaya seperti bagi masyarakat Tionghoa peranakan diulas oleh sejarawan Didi Kwartanada, umumnya di Jawa atau Indonesia. Peter Carey, dan Ong Hok Ham. Hal Andil Tan Sim Tjong dengan inilah yang membuat keterbukaan mendukung perjuangan melawan Tan Sim Tjong akan tuntutan zaman. adat pernikahan semarga perlu dicatat Di pihak lain, Tan Djin Gie sebagai sebagai andil historis untuk masyarakat generasi pertama yang tinggal di Jawa Bandung/Indonesia keturunan Tionghoa masih terperangkap adat pernikahan dalam memilih pasangan hidupnya Tionghoa. Ia menolak tegas pernikahan tanpa batasan nama marga. Sesuai semarga. Ia masih tetap berkiblat kuat perkembangan zaman, kebebasan pada negara leluhurnya (Tiongkok). Hal individu ini merupakan bagian dari hak ini terjadi walaupun ia sudah menjadi azasi manusia dan perlu mendapat tempat penganut agama Kristen yang taat serta dalam masyarakat masa kini. Dengan menjunjung tinggi pola hidup Barat dinyatakannya etnis Tionghoa sebagai sehingga kedua putrinya mendapat bagian integral Indonesia, keberadaan pendidikan Belanda serta pelajaran nama Tionghoa dalam perkembangan agama Kristen. Selain pernikahan Indonesia perlu mendapat tempat yang semarga, pribadi Tan Djin Gie menolak sesuai. Dengan demikian, dalam era pula budaya blasteran. Pernikahan reformasi ini, koreksi terhadap politik Hermine yang kedua dengan blasteran masa orde baru bukanlah hal tabu. Akan Bambang Tjahjadi (Tan Siong Bouw) | Pernikahan Semarga dalam..... 281 tetapi, hal ini merupakan angin segar Benar Terdjadi di Kota Bandoeng bagi keterbukaan dan kebersamaan untuk dan Berachir pada Tahon 1917. menjunjung tinggi NKRI. Oleh karena Cetakan Kedua. Batavia: Drukkerij itu, pergantian nama jalan/gang bernama Kho Tjeng Bie & Co. Tionghoa perlu dipertimbangkan Haryono, Steve. (2016). Silsilah Tan kembali. Diusulkan untuk mencantuman Hwie Tjeng. (Dokumentasi pribadi, kedua nama jalan berdampingan disertai Maret 2016) dengan rangkuman historis tentang Hellwig, Tineke. (2012). Hermine Tan: nama-jalan tersebut. Khususnya untuk “A Western-Educated Chinese Gang Simtjong, perlu diteliti sosok dan Woman“. dalam Women and Malay peranan Adibrata di Bandung/Indonesia. Voices (pp 127-150). New York: Pelaksanaan usulan itu memerlukan Peter Lang. kerja sama berbagai pihak yang ber- Kustedja, Sugiri. (2012). Jejak Komunitas sangkutan dengan perkembangan tata Tionghoa dan Perkembangan Kota kota dan pariwisata Bandung mengingat Bandung. Jurnal Sosioteknologi adanya nilai tambah dari keterangan Institut Teknologi Bandung. 11 sejarah setempat. Dinamika ini dapat (26), 105-128. diartikan sebagai salah satu kembangan Kwartanada, Didi. (2008). “Perang Jawa dari pelopor pengembalian nama- (1825-1830) dan Implikasinya jalan yang terjadi pada tahun 2001, yaitu pada Hubungan Cina-Jawa” dalam Jalan Kopo menjadi Jalan K.H. Wahid Peter Carey.Orang Cina, Bandar Hasyim seperti tertera dalam Jendela Tol, Candu dan Perang Jawa – Bandung (Suganda, 2007: 378). Perubahan Persepsi Tentang Cina Suganda membahas permasalahan serta 1755 – 1825 (ix –xxxii). Jakarta: kesenjangan yang ada dalam pemakaian Komunitas Bambu. nama jalan lama dan baru di Bandung McLean, John. (1988). Crumbled sehingga timbul kesan perlunya evaluasi Memories and Scattered Kisses. dan penataan kembali (Suganda, 370- (Unpublished typescript). 382). Seperti pepatah “tidak kenal maka Nursanty, Lina. (2015). “Gang Simcong tidak sayang“, diharapkan pengenalan dan SD Simcong”. Pikiran Rakyat, kearifan lokal dan sejarah setempat 21 April 2015. dapat mengajak masyarakat untuk mau Nursanty, Lina. (2015). “Romeo dan mengingat dan ikut merawat peninggalan Juliet dari Citepus”. Pikiran Rakyat, yang ada. Dengan demikian, masyarakat 05 Mei 2015. setempat dapat mengenal daerahnya Nursanty, Lina. (2015). “Penelusuran lebih baik. Belum Usai”. Pikiran Rakyat, 12 Mei 2015 DAFTAR PUSTAKA Nursanty, Lina. (2015). “Wijkmeester Carey, Peter. (2008). Orang Cina, Bandar Citepus”. Pikiran Rakyat, 16 Juni Tol, Candu dan Perang Jawa – Pe- 2015. rubahan Persepsi Tentang Cina Nursanty, Lina. (2015). “Berakhirnya 1755 – 1825 . Jakarta: Komunitas Sistem Opsir Tionghoa”. Pikiran Bambu. Rakyat, 23 Oktober 2015. Chabanneau. (1918). Rasia Bandoeng Nursanty, Lina. (2015). Kesaksian Anak atawa Satoe Pertjintaan yang Wijkmeester Citepus. Pikiran Melanggar Peradatan Bangsa Rakyat, 24 Oktober 2015. Tionghoa. – Satu Tjerita jang Ong, Hok Ham. (2009). Riwayat 282 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 15, No 2, Agustus 2016

Tionghoa Peranakan di Jawa. Diasporas Study), Universitas Kristen Cetakan kedua. Depok: Komunitas Maranatha, Bandung atas inisiatifnya Bambu. untuk mempertemukan keturunan Tan Suganda, Her. (2007). Jendela Bandung. Sim Tjong dengan Lina Nursanty dari Jakarta: Kompas Media Nusantara. Pikiran Rakyat, Bandung. Ucapan terima Tanuwihardja, Benjamin. (2012). “Ber- kasih pula kepada cucu dan cicit Tan Sim buru Jejak Leluhur di Xia Men, Fu Tjong yang turut andil dalam penelitian Jian. http://web.budaya-tionghoa. ini (misalnya Tan Siong Djie, Tan Siong net/index.php/item/2595-berburu- Hwie, Tan Giok Houw, Tan Giok Lian, jejak-leluhur-di-xiamenfujian. Suzanne van Norden, Julie van Buren- Tan, Soey Beng. (2015). “JejakVerduyn Lunel) serta kepada para Leluhur dari Fu Jian Sampai saudara ke dari garis keturunan Tan Sim Tanah Parahyangan“. Jurnal Tjeng (Grace/Tan Tjoan Nio), keturunan Sosioteknologi Institut Teknologi Tan Sim Sioe (Benjamin Tanuwihardja/ Bandung. 14 (3), 326-342. Tan Soey Beng) dan keturunan Tan Tjoen Tjahjadi, Bambang. (2015). Tan Sim Seng (Steve Haryono/Yeo Tjong Hian). Tjong–Pendukung Pernikahan Se- Juga kepada istri penulis (Ute Braun) marga. Pikiran Rakyat, 23 Juni yang telah mendampingi penulis dengan 2015. diskusi dan pertanyaan kritis selama Tjahjadi, Bambang. (2016). penelusuran Tan Sim Tjong ini. “Melawan Adat Pernikahan Tionghoa Tradisional–Kasus Keluarga Tan Sim Tjong dalam Komunitas Tionghoa Peranakan di Bandung Pada Awal Abad Ke-20 dalam Proceeding of the Third International Conference on Chinese Indonesien Studies (ICCIS), 16-17 March 2016, Universitas Tarumanegara, pp 253- 262. Jakarta. Tunas, Devisanthi. (2009). The Chinese Settlement of Bandung at the Turn of the 20th Century. Rijswijk: Papiroz. Weggel, Oskar. (1980). Chinesische Rechtsgeschichte. Leiden-Köln: E.J. Brill. Wilhelm, Richard. (1930). Chinesische Wirtschaftspsychologie. Leipzig: Deutsche Wissenschaftliche Buch- handlung.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Sugiri Kustedja dari CCDS (Centre for Chinese