Pandangan Ds Marga Singgih (Ketua Pengurus Pusat Majelis Tridharma

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Pandangan Ds Marga Singgih (Ketua Pengurus Pusat Majelis Tridharma TRIDHARMA INDONESIA: PANDANGAN D.S. MARGA SINGGIH (KETUA PENGURUS PUSAT MAJELIS TRIDHARMA 1999-2014) Skripsi Diajukan Untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) Oleh: Syamsul Bahri 109032100017 JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H./2014 M. ABSTRAK Syamsul Bahri “TRIDHARMA INDONESI: PANDANGAN D.S. MARGA SINGGIH (KETUA PENGURUS PUSAT MAJELIS TRIDHARMA 1999-2014)” Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kurangnya pengertian tentang suatu agama membuat buram dan memiliki persepsi miring akan agama tersebut. Sama halnya dengan Tridharma yang akan buramnya pengertian masyarakat. Tridharma seringkali dikatakan sebagai suatu agama campuran antara Buddhisme, Konfusianisme, dan Taoisme. Tridharma adalah agama yang penghayatannya menyatu dalam ajaran Buddha, Khong Hu Cu dan Lo Cu. Ketiga ajaran tersebut tidak dicampur adukkan hingga menghasilkan sesuatu yang baru akan tetapi masing-masing tetap bersumber pada kitab sucinya tersendiri begitu pula pada umat bahwa ajaran Tridharma sama sekali tidak bertentangan satu sama lain. Bahkan saling mendukung dengan keselarasan, keserasian, serta keseimbangan. Tridharma adalah sebuah organisasi keagamaan yang lahir sebelum Republik Indonesia ada. Tridharma mula-mula bernama Sam Kaw Hwee yang berdiri pada tahun 1934 di Jakarta dengan ketuanya adalah Kwee Tek Hoay ia sekaligus sebagai tokoh sentral dalam organisasi Tridharma. Gambaran Tridharma diambil dari bahasa Sangsekerta “tri” berarti “Tiga” dan “dharma” berarti “Kebenaran”. Secara harfiah bisa kita artikan sebagai “Tiga ajaran Kebenaran” yaitu Buddha, Khong Hu Cu an Tao. Umat Tridharma hampir 99% orang merupakan keturunan Tionghoa. Konsep penghayatan ini bukanlah suatu hal yang baru, bukan cuma ada di Indonesia tapi sudah ada jauh sebelum konsep keimanan Tridharma ini dibawa oleh para leluhur kaum Toinghoa, kaum Tionghoa perantau (Hoa Qiao) ke berbagai Negara lainya. Kwee Tek Hoay mengatakan bahwa ketiga agama itu akhirnya membawa orang pada keadaan kebahagiaan sempurna. Taoisme menunjukkan jalan kepada manusia untuk manunggal dengan sumber utama bernama Too (Tao atau Dao). Buddisme memberitakan bagaimana seseorang dapat manunggal dengan Wet (hukum) Kebenaran atau Dharma dan dengan demikian mencapai Nirwana. Konfusianisme menunjukkan bagaimana seseorang dapat hidup menurut watak asli dan dengan demikian mencapai Seng Djin (Manusia Sempurna). Kwee Tek Hoay akhirnya mengatakan bahwa walaupun metode yang berbeda akan tetapi tujuannya adalah sama. D.S Marga Singgih sebagai sumber utama yang merupakan Cucu dari Anak pertama Bapak Triharma Indonesia Kwee Tek Hoay yaitu Kwee Yat Nio. Sebagai orang paling dekat dengan pencetus/pelopor Tridharma ini, sekaligus mengambil pendapatnya sebagai salah satu Ketua Pengurus Pusat Majelis Tridharma Indonesia yang mengabdi dalam 3 priode sampai saat ini (1999-2004, 2004-2009, 2009-2014).Tridharma mempunyai majelis tertinggi yaitu Majelis Tridharma Indonesia, Terdaftar pada : Direktorat Jendral Sosial Politik, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, No. 61/D.1/V/2003 DEPDAGRI, Departemen Agama, Direktorat Jendral Bimas Buddha, No. 90/9/YAB/V/2003. v KATA PENGANTAR Puji serta syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan sepercik cahaya dan secercah ilmu kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah mengubah peradaban dunia dari jahiliah kepada islamiah. Kemudian dalam proses penulisan skripsi ini tentu banyak melibatkan banyak kalangan. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada Dekan Fakultas Ushuluddin Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., Ketua Jurusan Perbandingan Agama Bapak Dr. Media Zainul Bahri, MA. dan Sekretaris Jurusan Perbandingan Agama Ibu Dra. Halimah SM, M.Ag. Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Saiful Azmi, MA., selaku pembimbing penulis yang sangat teliti dan sabar memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Serta kepada para dosen Fakultas Ushuluddin yang memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi strata satu (S1) di Fakultas Ushuluddin Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian terima kasih juga kepada segenap akademia Fakultas Ushuluddin yang telah membantu kelancaran administrasi pada penulis. Selain itu terima kasih kepada pimpinan dan staf perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan Fakultas Ushuluddin yang telah menyediakan berbagai literatur berharga untuk penulisan skripsi ini. Begitu pula terima kasih kepada bapak Mahyuddin dan keluarga yang telah penulis anggap seperti orang tua beserta bapak Agus Maulana. Berkat dukungan moril maupun materil dari bapak dan keluarga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Juga yang terhormat terima kasih kepada bapak Ahmad Baidawi yang telah memberikan banyak pelajaran berharga tidak dapat penulis bayar dengan apapun. Terimakasih kepada Yayasan Sukma vi Bangsa dan Metro TV beserta staf yang telah memberikan dukungan dan semangat tiada taranya kepada penulis sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih serta penghormatan setinggi-tinggginya penulis ucapkan kepada keluarga besar bapak D.S Marga Singgih yang telah membantu dan memberikan dukungan serta kerjasama sepenuhnya atas penulisan skripsi ini yang penulis hanturkan beribu ribu terimakasih. Terima kasih pula kepada Tridharma Indonesia yang telah mengijinkan penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang inti dari Tridharma di kalangan masyarakat Indonesia. Kemudian ucapan terima kasih dan penghormatan kepada keluarga besar Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer dan keluarga serta bapak Nazri Adlani, ibu Aniarti dan ibu Mu’niati Aisah serta ibu Hadianti Adlani serta bapak Reza Pahlevi, yang telah memberikan dukungan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini. Kemudian ucapan terima kasih dan penghormatan saya kepada ayahanda Tengku Selamat Aman Imen dan ibunda tercinta Tawiriah yang penuh keikhlasan dan kasih sayang serta kesabaran yang tiada henti-hentinya memanjatkan do’a dan memberikan dorongan serta dukungan materil selama penulis menjalankan perkuliahan hingga selesai. Demikian pula kepada kakanda saya dan seluruh keponakan saya yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang tepat. Selanjutnya yang teristimewa kepada adinda tercinta Yuyun Wahyuni yang telah memberikan daya upaya, nasehat, masteril serta dukungan secara fokus kepada skripsi ini hingga selesai, banyak yang ingin penulis utarakan dalam lubuk hati yang terdalam kepada adinda yang tidak dapat terucap satu persatu. Terakhir paket istimewa yang akan terkenang dalam ingatan penulis dan ucapan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu vii saya dari PA Angkatan 2009, KKN GARUDA, organisasi IMAPA dan IMGL yang telah mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis Syamsul Bahri viii DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………………………... ii LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………….. iii LEMBAR PERNYATAAN..……………………………………………………………... iv ABSTRAK …………………………………………………………………………………. v KATA PENGANTAR……………………………………………………………………… vi DAFTAR ISI………………………………………………………………………………... ix BAB I PENDAHULUAN……………...…………………………………………… 1 A. Latar Belakang…………………………………………………………. 1 B. Rumuan Masalah………………………………………………………... 4 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 4 D. Metode Penelitian………………………………………………………. 4 E. Sistematika Pembahasan…………….………………………………….. 6 BAB II PENGERTIAN……………………………………………………………… 7 A. Pengertian Tridharma…………….……………………………………... 7 B. Pokok Ajaran Tridharma……………………………………………….. 8 1. Buddha …………………………………………………………… 8 2. Kong Hu Cu ……………………………………………………….. 18 3. Tao …………………………………………………………………. 21 C. Titik Temu Ajaran Tridharma ………………………………………….. 24 BAB III SEJARAH DAN TOKOH……………………………………………...…... 29 A. Sejarah Tridharma Indonesia………………………………………….... 29 B. Tokoh Kwee Tek Hoay ………………………………………….…...... 34 1. Sebagai sastrawan dan seniman……………………………….. 36 2. Sebagai sosialis dan rohaniawan……………………….……… 40 ix BAB IV KONSEP DAN PENGAKUAN TRIDHARMA PANDANGAN D.S MARGA SINGIH…………………………………………………………… 47 A. D.S Marga Singgih…………………...……………………………. …… 47 B. Tridharma Sebagai Organisasi…………………………………………... 49 C. Tridharma Sebagai Agama……………………………………………... 51 D. Undang-Undang Agama serta Pengakuan Tridharma di Indonesia……... 52 E. Umat Tridharma………………………..………………………………... 56 BAB V PENUTUP……………………………………………………………………. 59 A. Kesimpulan ……………………………………………………………… 59 B. Pandangan……………………………………………………………….. 62 C. Saran……………………………………………………………………… 65 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….. 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama adalah prioritas hidup,1 sebab agama adalah kebutuhan. Seperti halnya air, udara, tanah, api, makanan yang makan, semua itu adalah kebutuhan pokok manusia. Manusia tentu tidak akan bisa hidup bila air, tanah, api, udara, tidak ada apalagi tidak adanya makanan. Agamapun juga demikian, agama adalah kebutuhan. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa agama, karena agama adalah ruhani mereka sendiri, agama adalah hati sanubari manusia sendiri. Namun jika penulis bertanya pada kebanyakan orang akan hal agama2 , penulis yakin tidak banyak orang tahu. Kebanyakan orang mengartikan tentang arti prioritas hidup atau tentang hal apa yang paling penting untuk dicari dalam hidup, maka pasti mereka akan menjawab pada hal- hal materi , seperti uang, jabatan,wanita, atau apa yang menurut
Recommended publications
  • List of Entries
    List of Entries 1. Aik Htun 3 34. Chan Wai Chang, Rose 82 2. Aing Khun 5 35. Chao Tzee Cheng 83 3. Alim, Markus 7 36. Charoen Siriwatthanaphakdi 4. Amphon Bulaphakdi 9 85 5. Ang Kiukok 11 37. Châu Traàn Taïo 87 6. Ang Peng Siong 14 38. Châu Vaên Xöông 90 7. Ang, Samuel Dee 16 39. Cheah Fook Ling, Jeffrey 92 8. Ang-See, Teresita 18 40. Chee Soon Juan 95 9. Aquino, Corazon Cojuangco 21 41. Chee Swee Lee 97 10. Aung Twin 24 42. Chen Chong Swee 99 11. Aw Boon Haw 26 43. Chen, David 101 12. Bai Yao 28 44. Chen, Georgette 103 13. Bangayan, Teofilo Tan 30 45. Chen Huiming 105 14. Banharn Silpa-archa 33 46. Chen Lieh Fu 107 15. Benedicto, Francisco 35 47. Chen Su Lan 109 16. Botan 38 48. Chen Wen Hsi 111 17. Budianta, Melani 40 49. Cheng Ching Chuan, Johnny 18. Budiman, Arief 43 113 19. Bunchu Rotchanasathian 45 50. Cheng Heng Jem, William 116 20. Cabangon Chua, Antonio 49 51. Cheong Soo Pieng 119 21. Cao Hoàng Laõnh 51 52. Chia Boon Leong 121 22. Cao Trieàu Phát 54 53. Chiam See Tong 123 23. Cham Tao Soon 57 54. Chiang See Ngoh, Claire 126 24. Chamlong Srimuang 59 55. Chien Ho 128 25. Chan Ah Kow 62 56. Chiew Chee Phoong 130 26. Chan, Carlos 64 57. Chin Fung Kee 132 27. Chan Choy Siong 67 58. Chin Peng 135 28. Chan Heng Chee 69 59. Chin Poy Wu, Henry 138 29. Chan, Jose Mari 71 60.
    [Show full text]
  • Komunitas Tionghoa Di Solo: Dari Terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959)
    Komunitas Tionghoa di Solo: Dari terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah Disusun Oleh : CHANDRA HALIM 024314004 JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 2 3 4 MOTTO Keinginan tanpa disertai dengan tindakan adalah sia-sia. Sebaliknya ketekunan dan kerja keras akan mendatangkan keberhasilan yang melimpah. (Amsal 13:4) 5 HALAMAN PERSEMBAHAN Tiada kebahagiaan yang terindah selain mempersembahkan skripsi ini kepada : Thian Yang Maha Kuasa serta Para Buddha Boddhisattva dan dewa dewi semuanya yang berkenan membukakan jalan bagi kelancaran studiku. Papa dan Mama tercinta, serta adik-adikku tersayang yang selalu mendoakan aku untuk keberhasilanku. Om Frananto Hidayat dan keluarga yang berkenan memberikan doa restunya demi keberhasilan studi dan skripsiku. 6 ABSTRAK Komunitas Tionghoa di Solo: Dari terbentuknya Chuan Min Kung Hui hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959) Chandra Halim 024314004 Skripsi ini berjudul “Komunitas Tionghoa di Solo : Dari Terbentuknya Chuan Min Kung Hui Hingga Perkumpulan Masyarakat Surakarta (1932-1959)“. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan yang diungkapkan, yaitu sejarah masuknya Etnik Tionghoa di Solo, kehidupan berorganisasi Etnik Tionghoa di Solo dan pembentukan organisasi Chuan Min Kung Hui (CMKH) hingga berubah menjadi Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode sejarah yang mencakup heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan penulisan. Selain itu juga menggunakan metode wawancara sebagai sumber utama, dan studi pustaka sebagai sumber sekunder dengan mencari sumber yang berasal dari buku-buku, koran, dan majalah. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan Tionghoa di Solo sudah ada sejak 1740, tepatnya ketika Solo dalam kekuasaan Mataram Islam.
    [Show full text]
  • Perkembangan Pendidikan Anak-Anak Tionghoa Pada Abad 19 Hingga Akhir Orde Baru Di Indonesia
    Perkembangan Pendidikan Anak-Anak Tionghoa Pada Abad 19 Hingga Akhir Orde Baru Di Indonesia Noor Isnaeni ABA BSI Jl. Salemba Tengah No.45 Jakarta Pusat [email protected] ABSTRACT - In the 19th century the Dutch East Indies government did not care about education for Chinese children. When the clothing, food and shelter were fulfilled, Chinese people began to think about their children's education. Finally, Chinese people made an association named THHK (Tiong Hoa Hwee Koan) on March 17, 1900. The purpose of this scientific writing is to find out how the development of the educational of Chinese children in the 19th century until the collapse of new era and what the Chinese people doing for the education of their children at that time. The research method used is the method of historical research, that is: heuristics, source criticism, interpretation and historiography. The main purpose of the establishment of schools THHK is to spread the religion of Confucius. By coming out Chinese schools established by the Chinese people, it caused that the Dutch East Indies government worried of the Chinese people and their offspring’s nationalism growing up. Therefore, the Dutch East Indies government found Holandsch Chineesche School (HCS) – it was built up for Chinese people with Dutch language as the main language. Key Words: development, education, childrens of chinese, in Indonesia. 1. PENDAHULUAN berusaha meningkatkan perdagangan antar Sejarah Indonesia mencatat bahwa sejak pulau dan mulailah terjadi perdagangan besar- abad ke-5 sudah ada orang Tionghoa yang besaran di Nusantara. Potensi dagang orang mengunjungi Nusantara. Salah satu orang Tionghoa sangat meresahkan pemerintah VOC Tionghoa yang mengunjungi Nusantara adalah yang pada saat itu mulai menjajah Nusantara.
    [Show full text]
  • ME 3-7-2013 Met Illustraties
    Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/21954 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Erkelens, Monique Title: The decline of the Chinese Council of Batavia: the loss of prestige and authority of the traditional elite amongst the Chinese community from the end of the nineteenth century until 1942 Issue Date: 2013-10-15 THE DECLINE OF THE CHINESE COUNCIL OF BATAVIA Cover photo: Major Khouw Kim An and Captain Tio Tek Soen, 1908 Source: Private collection of L. N. Goei Cover design by Uji Nugroho THE DECLINE OF THE CHINESE COUNCIL OF BATAVIA: THE LOSS OF PRESTIGE AND AUTHORITY OF THE TRADITIONAL ELITE AMONGST THE CHINESE COMMUNITY FROM THE END OF THE NINETEENTH CENTURY UNTIL 1942 PROEFSCHRIFT ter verkrijging van de graad van Doctor aan de Universiteit Leiden, op gezag van Rector Magnificus prof. mr. dr. C.J.J.M. Stolker, volgens besluit van het College voor Promoties te verdedigen op dinsdag 15 oktober 2013 klokke 15.00 door Monique Erkelens geboren te Rotterdam in 1981 Promotiecommissie Promotor: Prof. dr. J. L. Blussé van Oud-Alblas Co-promotor: Dr. L. M. Douw Overige leden: Prof. dr. W.L. Idema Prof. dr. J. J. L. Gommans Prof. dr. K. J. P. F. M. Jeurgens Prof. dr. H. Schulte Nordholt Prof. dr. C. van Dijk Prof. dr. Nie Dening (Xiamen University, P. R. China) Dr. J. Th. Lindblad CONTENTS Acknowledgements 8 List of illustrations 11 List of abbreviations 13 Glossary 15 Introduction 23 Chapter 1: Batavia and Chinese settlement 48 1.1 Modern Chinese emigration to the Nanyang and early structures of ethnic
    [Show full text]
  • Sejarah Dan Fiksi Dalam Dua Novel Karya Kwee Tek Hoay: Sebuah Tinjauan Sastra Sejarah
    SEJARAH DAN FIKSI DALAM DUA NOVEL KARYA KWEE TEK HOAY: SEBUAH TINJAUAN SASTRA SEJARAH THE HISTORY AND FICTION IN TWO NOVELS BY KWEE TEK HOAY: A HISTORICAL LITERATURE STUDY Irna Gayatri D. Ardiansyah Gopher Indonesia Graha Induk KUD Lantai 2, Jalan Warung Buncit Raya No. 18--20, Jakarta Pos-el: [email protected] Abstract This research aims at analyzing the history and fiction in two novels by Kwee Tek Hoay. The researcher searches for some information from library and website resources to support this research. Specifically, the researcher searches for library resources containing information about the literature of Chinese Malay. The researcher analyzes Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa and Berkahnya Malaise by using qualitative method. Bassically, the two novels present the history, i.e. Malaise event on Berkahnya Malaise and the origin of Hwee Koan community movement on Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa. However, there is a fiction appeared from author’s idea on the two novels. The idea comes in the form of communication presented between literature and the readers. Keywords: history, fiction, Kwee Tek Hoay literature, Chinese Malay literature Abstrak Tulisan ini akan menguraikan sejarah dan fiksi dalam dua novel karya Kwee Tek Hoay. Penulis mencari berbagai informasi dari berbagai sumber pustaka dan sumber dalam jaringan untuk mendukung penelitian ini. Secara lebih khusus, penulis mencari sumber pustaka yang menyajikan informasi seputar kesusastraan Melayu Tionghoa. Penulis menganalisis Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa dan Berkahnya Malaise dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Kedua novel tersebut pada dasarnya memang menyajikan sejarah, yaitu peristiwa malaise dalam Berkahnya Malaise dan asal mula dibentuknya perkumpulan atau pergerakan Tionghoa Hwee Koan dalam Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa.
    [Show full text]
  • Jejak Warisan Sejarah Agama Khonghucu Pada Masyarakat Cina Benteng Di Tangerang
    JEJAK WARISAN SEJARAH AGAMA KHONGHUCU PADA MASYARAKAT CINA BENTENG DI TANGERANG S u d e m i Kerjasama MATAKIN Penerbitan dengan Gerbang Kebajikan Ru Jakarta 2019 i JEJAK WARISAN SEJARAH AGAMA KHONGHUCU PADA MASYARAKAT CINA BENTENG DI TANGERANG Penulis/Hak Cipta @ S u d e m i Desain Sampul : Riano Layout : Sudemi ISBN No.978-602-52538-2-9 xv+240 hlm.; 14.8x21 cm Penerbit: Kerjasama MATAKIN Penerbitan dengan Gerbang Kebajikan Ru Redaksi: Komplek Royal Sunter D-6 Jakarta Utara 14350 Cetakan Pertama Juli 2019 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit Dicetak oleh: Oz print,Ciputat Isi di luar tanggung jawab percetakan ii JEJAK WARISAN SEJARAH AGAMA KHONGHUCU PADA MASYARAKAT CINA BENTENG DI TANGERANG Tesis Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag) Oleh S u d e m i NIM: 21150321000010 KONSENTRASI AGAMA KHONGHUCU PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA PROGRAM MAGISTER STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2570 K / 1440 H / 2019 M iii iv v ABSTRAK Berbicara tentang jejak warisan sejarah pada masyarakat Cina Benteng di Tangerang tidak dapat dilepaskan dari kehadiran Agama Khonghucu yang dibawa oleh para imigran Tionghoa sejak awal kedatangannya, yang menjadi bukti adanya peradaban Agama Khonghucu di Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Tionghoa Tangerang. Peninggalan peradaban Agama Khonghucu baik berupa fisik maupun non fisik terpelihara dengan baik,diwariskan secara turun temurun dari leluhur mereka menjadi identitas keberadaan Agama Khonghucu sebagai bagian dari budaya dan tradisi masyarakat Tionghoa Tangerang yang lebih dikenal dengan Cina Benteng.
    [Show full text]
  • Dr Oen Boen Ing Patriot Doctor, Social Activist, and Doctor of the Poor
    PB Wacana Vol. 18 No. 2 (2017) WacanaRavando Vol. Lie18 ,No. Dr Oen2 (2017): Boen 455-484 Ing 455 Dr Oen Boen Ing Patriot doctor, social activist, and doctor of the poor Ravando Lie ABSTRACT This article examines the efforts and achievements of Oen Boen Ing, a Tionghoa doctor, to improve the quality of health of the poorer inhabitants of Surakarta. Dr Oen played an important role in five different periods: Dutch colonialism, the Japanese occupation, the Indonesian revolution, Soekarno’s regime, and Suharto’s New Order. Known for being a benevolent doctor, activist, and patriot of the revolution during his life-time, Dr Oen also gave medical assistance to the needy, which famously earned him the accolade of “doctor of the poor”. During the Indonesian revolution, Dr Oen assisted the Student Soldiers (Tentara Pelajar) and afterwards was appointed the member of Supreme Advisory Council (Dewan Pertimbangan Agung/DPA) by Soekarno in 1949. As a benevolent doctor and activist, Dr Oen is remembered for founding the Panti Kosala Hospital which was renamed to perpetuate his name on 30 October 1983, exactly a year after his passing. When he died, thousands of peoples gathered to pay their final respects to the doctor. He was honoured with a ceremony conducted in the Mangkunegaran Palace. Dr Oen’s name will be eternally respected, especially in Surakarta. KEYWORDS Oen Boen Ing; social doctor; Tionghoa; Mangkunegaran; Panti Kosala. INTRODUCTION1 Thousands of people flocked towards the Panti Kosala Hospital at Kandangsapi, Surakarta on 31 October 1982. Jalan Brigjend Katamso was already crammed with a sea of people.
    [Show full text]
  • Dr Oen Boen Ing Patriot Doctor, Social Activist, and Doctor of the Poor
    WacanaRavando Vol. Lie18 ,No. Dr Oen2 (2017): Boen 455-484 Ing 455 Dr Oen Boen Ing Patriot doctor, social activist, and doctor of the poor Ravando Lie ABSTRACT This article examines the efforts and achievements of Oen Boen Ing, a Tionghoa doctor, to improve the quality of health of the poorer inhabitants of Surakarta. Dr Oen played an important role in five different periods: Dutch colonialism, the Japanese occupation, the Indonesian revolution, Soekarno’s regime, and Suharto’s New Order. Known for being a benevolent doctor, activist, and patriot of the revolution during his life-time, Dr Oen also gave medical assistance to the needy, which famously earned him the accolade of “doctor of the poor”. During the Indonesian revolution, Dr Oen assisted the Student Soldiers (Tentara Pelajar) and afterwards was appointed the member of Supreme Advisory Council (Dewan Pertimbangan Agung/DPA) by Soekarno in 1949. As a benevolent doctor and activist, Dr Oen is remembered for founding the Panti Kosala Hospital which was renamed to perpetuate his name on 30 October 1983, exactly a year after his passing. When he died, thousands of peoples gathered to pay their final respects to the doctor. He was honoured with a ceremony conducted in the Mangkunegaran Palace. Dr Oen’s name will be eternally respected, especially in Surakarta. KEYWORDS Oen Boen Ing; social doctor; Tionghoa; Mangkunegaran; Panti Kosala. INTRODUCTION1 Thousands of people flocked towards the Panti Kosala Hospital at Kandangsapi, Surakarta on 31 October 1982. Jalan Brigjend Katamso was already crammed with a sea of people. They had been gathering since early 1 The biography of Dr Oen (Ravando Lie 2017) will be launched by Penerbit Buku Kompas in Solo on 3 March 2017.
    [Show full text]
  • Aksi Boikot Jepang: Nasionalisme Komunitas Tionghoa Di Surabaya Menjelang Perang Dunia Ii, 1930-An – 1940-An
    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II, 1930-AN – 1940-AN SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah Oleh: Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Skripsi AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II, 1930-AN – 1940-AN Disusun Oleh Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 Telah disetujui oleh: Dr. Yerry Wirawan 9 September 2019 Pembimbing ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI AKSI BOIKOT JEPANG: NASIONALISME KOMUNITAS TIONGHOA DI SURABAYA MENJELANG PERANG DUNIA II 1930-AN – 1940-AN Oleh Martinus Danang Pratama Wicaksana NIM 154314004 Dipertahankan di depan panitia penguji Program Studi Ilmu Sejarah dan dinyatakan diterima pada tanggal 3 Oktober 2019 Ketua : Dr. Yerry Wirawan ………. Sekretaris : Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, M.Hum. ............ Anggota : Heri Priyatmoko, S.S., M.A. ………. Yogyakarta, 21 Oktober 2019 Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Dekan Dr. Tatang Iskarna iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian dari karya
    [Show full text]
  • The Kapitan Cina of Batavia 1837
    THE KAPITAN CINA OF BATAVIA 1837 - 1942 MONA LOHANDA Presented to the School of Oriental and African Studies University of London for the Degree of Master of Philosophy January 1994 ProQuest Number: 11010540 All rights reserved INFORMATION TO ALL USERS The quality of this reproduction is dependent upon the quality of the copy submitted. In the unlikely event that the author did not send a com plete manuscript and there are missing pages, these will be noted. Also, if material had to be removed, a note will indicate the deletion. uest ProQuest 11010540 Published by ProQuest LLC(2018). Copyright of the Dissertation is held by the Author. All rights reserved. This work is protected against unauthorized copying under Title 17, United States C ode Microform Edition © ProQuest LLC. ProQuest LLC. 789 East Eisenhower Parkway P.O. Box 1346 Ann Arbor, Ml 48106- 1346 2 ABSTRACT This study examines the kapitan Cina institution in Batavia, its place in the Dutch East Indies administration, and the role played by the Chinese officers in their own community. The Chinese inhabitants of Batavia and the Dutch practice of segregation are considered in chapter 1, devoted to describing the plurality of Batavia’s population under the VOC. Chapter 2 traces the original concept of the kapitan system, dating back to the pre-colonial indigenous kingdoms of the archipelago. It indicates that the kapitan institution was an indigenous arrangement, later adopted by western colonists to rule the non-indigenous inhabitants of the colony. The main focus of this study is in the last five chapters. Chapter 3 examines the establishment of the kapitan Cina, or Chinese officers, its nature, structure and relationships with the local authority of Batavia.
    [Show full text]
  • Indonesian Chinese Education: Past and Present
    INDONESIAN CHINESE EDUCATION: PAST AND PRESENT Leo Suryadinata Students of the Indonesian Chinese usually recognize the existence of two Chinese communities: the peranakan (composed of Chinese already partly assimilated into Indonesian society) and totok (composed of Chinese still culturally Chinese). This essay attempts to examine briefly the historical development of education for both types of Indonesian Chinese in order to show: first, historical variations in their educational patterns; second, the conflict between them in terms of their educational aspirations and emphases; and third, the "totokiza- tion" of some peranakan Chinese children and the "peranakanization" of some totok children. Education for the Chinese Before World War II The Peranakan Chinese and Traditional Chinese Schools ’ Long before the arrival of the Dutch, the Chinese had come to Indonesia. Their numbers, however, were very small. Transportation difficulties and Imperial Decrees which established severe penalties for any Chinese leaving the Middle Kingdom discouraged any mass immigration to the Indies prior to the nineteenth century.1 The Chinese who did reach the Indies were predominantly Hokkien. Typically they did not bring their families with them but married native women, usually non- or nominally Muslim, and settled down.2 In the course of time, they formed a relatively stable, identifiable community which became known as the peranakan Chinese community. During the first half of the nineteenth century this community tended to become self- contained; as the ratio of males and females within it grew more equal, inter-marriage with native women declined.3 Skinner has argued in 1. H. B. Morse, The International Relations of the Chinese Empire (London, New York: Longmans, Green § Co., 1910), Vol.
    [Show full text]
  • ME 3-7-2013 Met Illustraties
    Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/21954 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Erkelens, Monique Title: The decline of the Chinese Council of Batavia: the loss of prestige and authority of the traditional elite amongst the Chinese community from the end of the nineteenth century until 1942 Issue Date: 2013-10-15 273 CHAPTER 6 LIFE AFTER “DEATH’: THE CHINESE RESPONSE TO THE PROPOSED REFORMS AND RESTORATION OF THE CHINESE COUNCIL OF BATAVIA While ethnic divisions were an obstacle to implementation of the government’s plan to introduce an equal and unmediated administrative system for all the different races of the population, an even bigger one was the Chinese community’s scepticism. As a consequence, the proposed reforms were not carried through and in Batavia the same old system was revived. On 10 December 1927 a conference was held in the building of the Chinese Council of Batavia to discuss the reorganisation of the Chinese officers and neighbourhood chiefs in the residency. The conference was attended by the Chinese officers, the secretary of the Chinese Council, the assistant-resident of Batavia, the inspector of finances and the regent of Batavia. During the conference chairman Khouw Kim An announced to which districts the Chinese officers would be reassigned and the neighbourhood chiefs they would supervise.680 This chapter will analyse the Chinese response to the proposed reforms in Chinese administration. Chinese public opinion was for an important part manifested through the Chinese- Malay press as we have seen in chapter 4. But Chinese public opinion was also formed in gatherings that were set up by Chinese cultural associations and political societies.
    [Show full text]