TRIDHARMA INDONESIA: PANDANGAN D.S. MARGA SINGGIH (KETUA PENGURUS PUSAT MAJELIS TRIDHARMA 1999-2014) Skripsi

Diajukan Untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Syamsul Bahri 109032100017

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 1435 H./2014 M.

ABSTRAK

Syamsul Bahri “TRIDHARMA INDONESI: PANDANGAN D.S. MARGA SINGGIH (KETUA PENGURUS PUSAT MAJELIS TRIDHARMA 1999-2014)” Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kurangnya pengertian tentang suatu agama membuat buram dan memiliki persepsi miring akan agama tersebut. Sama halnya dengan Tridharma yang akan buramnya pengertian masyarakat. Tridharma seringkali dikatakan sebagai suatu agama campuran antara Buddhisme, Konfusianisme, dan Taoisme. Tridharma adalah agama yang penghayatannya menyatu dalam ajaran Buddha, Khong Hu Cu dan Lo Cu. Ketiga ajaran tersebut tidak dicampur adukkan hingga menghasilkan sesuatu yang baru akan tetapi masing-masing tetap bersumber pada kitab sucinya tersendiri begitu pula pada umat bahwa ajaran Tridharma sama sekali tidak bertentangan satu sama lain. Bahkan saling mendukung dengan keselarasan, keserasian, serta keseimbangan. Tridharma adalah sebuah organisasi keagamaan yang lahir sebelum Republik Indonesia ada. Tridharma mula-mula bernama Sam Kaw Hwee yang berdiri pada tahun 1934 di Jakarta dengan ketuanya adalah Kwee Tek Hoay ia sekaligus sebagai tokoh sentral dalam organisasi Tridharma. Gambaran Tridharma diambil dari bahasa Sangsekerta “tri” berarti “Tiga” dan “dharma” berarti “Kebenaran”. Secara harfiah bisa kita artikan sebagai “Tiga ajaran Kebenaran” yaitu Buddha, Khong Hu Cu an Tao. Umat Tridharma hampir 99% orang merupakan keturunan Tionghoa. Konsep penghayatan ini bukanlah suatu hal yang baru, bukan cuma ada di Indonesia tapi sudah ada jauh sebelum konsep keimanan Tridharma ini dibawa oleh para leluhur kaum Toinghoa, kaum Tionghoa perantau (Hoa Qiao) ke berbagai Negara lainya. Kwee Tek Hoay mengatakan bahwa ketiga agama itu akhirnya membawa orang pada keadaan kebahagiaan sempurna. Taoisme menunjukkan jalan kepada manusia untuk manunggal dengan sumber utama bernama Too (Tao atau Dao). Buddisme memberitakan bagaimana seseorang dapat manunggal dengan Wet (hukum) Kebenaran atau Dharma dan dengan demikian mencapai Nirwana. Konfusianisme menunjukkan bagaimana seseorang dapat hidup menurut watak asli dan dengan demikian mencapai Seng Djin (Manusia Sempurna). Kwee Tek Hoay akhirnya mengatakan bahwa walaupun metode yang berbeda akan tetapi tujuannya adalah sama. D.S Marga Singgih sebagai sumber utama yang merupakan Cucu dari Anak pertama Bapak Triharma Indonesia Kwee Tek Hoay yaitu Kwee Yat Nio. Sebagai orang paling dekat dengan pencetus/pelopor Tridharma ini, sekaligus mengambil pendapatnya sebagai salah satu Ketua Pengurus Pusat Majelis Tridharma Indonesia yang mengabdi dalam 3 priode sampai saat ini (1999-2004, 2004-2009, 2009-2014).Tridharma mempunyai majelis tertinggi yaitu Majelis Tridharma Indonesia, Terdaftar pada : Direktorat Jendral Sosial Politik, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, No. 61/D.1/V/2003 DEPDAGRI, Departemen Agama, Direktorat Jendral Bimas Buddha, No. 90/9/YAB/V/2003.

v

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan sepercik cahaya dan secercah ilmu kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah mengubah peradaban dunia dari jahiliah kepada islamiah.

Kemudian dalam proses penulisan skripsi ini tentu banyak melibatkan banyak kalangan. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada Dekan Fakultas Ushuluddin Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., Ketua Jurusan

Perbandingan Agama Bapak Dr. Media Zainul Bahri, MA. dan Sekretaris Jurusan

Perbandingan Agama Ibu Dra. Halimah SM, M.Ag. Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Saiful Azmi, MA., selaku pembimbing penulis yang sangat teliti dan sabar memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Serta kepada para dosen

Fakultas Ushuluddin yang memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi strata satu (S1) di Fakultas Ushuluddin Universitas Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta. Kemudian terima kasih juga kepada segenap akademia Fakultas

Ushuluddin yang telah membantu kelancaran administrasi pada penulis. Selain itu terima kasih kepada pimpinan dan staf perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta dan perpustakaan Fakultas Ushuluddin yang telah menyediakan berbagai literatur berharga untuk penulisan skripsi ini.

Begitu pula terima kasih kepada bapak Mahyuddin dan keluarga yang telah penulis anggap seperti orang tua beserta bapak Agus Maulana. Berkat dukungan moril maupun materil dari bapak dan keluarga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Juga yang terhormat terima kasih kepada bapak Ahmad Baidawi yang telah memberikan banyak pelajaran berharga tidak dapat penulis bayar dengan apapun. Terimakasih kepada Yayasan Sukma

vi

Bangsa dan Metro TV beserta staf yang telah memberikan dukungan dan semangat tiada taranya kepada penulis sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

Terimakasih serta penghormatan setinggi-tinggginya penulis ucapkan kepada keluarga besar bapak D.S Marga Singgih yang telah membantu dan memberikan dukungan serta kerjasama sepenuhnya atas penulisan skripsi ini yang penulis hanturkan beribu ribu terimakasih. Terima kasih pula kepada Tridharma Indonesia yang telah mengijinkan penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang inti dari Tridharma di kalangan masyarakat Indonesia.

Kemudian ucapan terima kasih dan penghormatan kepada keluarga besar Bapak Prof.

Dr. Masri Mansoer dan keluarga serta bapak Nazri Adlani, ibu Aniarti dan ibu Mu’niati

Aisah serta ibu Hadianti Adlani serta bapak Reza Pahlevi, yang telah memberikan dukungan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

Kemudian ucapan terima kasih dan penghormatan saya kepada ayahanda Tengku

Selamat Aman Imen dan ibunda tercinta Tawiriah yang penuh keikhlasan dan kasih sayang serta kesabaran yang tiada henti-hentinya memanjatkan do’a dan memberikan dorongan serta dukungan materil selama penulis menjalankan perkuliahan hingga selesai. Demikian pula kepada kakanda saya dan seluruh keponakan saya yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang tepat.

Selanjutnya yang teristimewa kepada adinda tercinta Yuyun Wahyuni yang telah memberikan daya upaya, nasehat, masteril serta dukungan secara fokus kepada skripsi ini hingga selesai, banyak yang ingin penulis utarakan dalam lubuk hati yang terdalam kepada adinda yang tidak dapat terucap satu persatu. Terakhir paket istimewa yang akan terkenang dalam ingatan penulis dan ucapan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu

vii saya dari PA Angkatan 2009, KKN GARUDA, organisasi IMAPA dan IMGL yang telah mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis

Syamsul Bahri

viii

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………………………... ii LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………….. iii LEMBAR PERNYATAAN..……………………………………………………………... iv ABSTRAK …………………………………………………………………………………. v KATA PENGANTAR……………………………………………………………………… vi DAFTAR ISI………………………………………………………………………………... ix

BAB I PENDAHULUAN……………...…………………………………………… 1

A. Latar Belakang…………………………………………………………. 1

B. Rumuan Masalah………………………………………………………... 4

C. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 4

D. Metode Penelitian………………………………………………………. 4

E. Sistematika Pembahasan…………….………………………………….. 6

BAB II PENGERTIAN……………………………………………………………… 7

A. Pengertian Tridharma…………….……………………………………... 7

B. Pokok Ajaran Tridharma……………………………………………….. 8

1. Buddha …………………………………………………………… 8

2. Kong Hu Cu ……………………………………………………….. 18

3. Tao …………………………………………………………………. 21

C. Titik Temu Ajaran Tridharma ………………………………………….. 24

BAB III SEJARAH DAN TOKOH……………………………………………...…... 29

A. Sejarah Tridharma Indonesia………………………………………….... 29

B. Tokoh Kwee Tek Hoay ………………………………………….…...... 34

1. Sebagai sastrawan dan seniman……………………………….. 36

2. Sebagai sosialis dan rohaniawan……………………….……… 40

ix

BAB IV KONSEP DAN PENGAKUAN TRIDHARMA PANDANGAN D.S

MARGA SINGIH…………………………………………………………… 47

A. D.S Marga Singgih…………………...……………………………. …… 47

B. Tridharma Sebagai Organisasi…………………………………………... 49

C. Tridharma Sebagai Agama……………………………………………... 51

D. Undang-Undang Agama serta Pengakuan Tridharma di Indonesia……... 52

E. Umat Tridharma………………………..………………………………... 56

BAB V PENUTUP……………………………………………………………………. 59

A. Kesimpulan ……………………………………………………………… 59

B. Pandangan……………………………………………………………….. 62

C. Saran……………………………………………………………………… 65

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….. 66

LAMPIRAN-LAMPIRAN

x

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama adalah prioritas hidup,1 sebab agama adalah kebutuhan. Seperti halnya air, udara, tanah, api, makanan yang makan, semua itu adalah kebutuhan pokok manusia.

Manusia tentu tidak akan bisa hidup bila air, tanah, api, udara, tidak ada apalagi tidak adanya makanan. Agamapun juga demikian, agama adalah kebutuhan. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa agama, karena agama adalah ruhani mereka sendiri, agama adalah hati sanubari manusia sendiri.

Namun jika penulis bertanya pada kebanyakan orang akan hal agama2 , penulis yakin tidak banyak orang tahu. Kebanyakan orang mengartikan tentang arti prioritas hidup atau tentang hal apa yang paling penting untuk dicari dalam hidup, maka pasti mereka akan menjawab pada hal- hal materi , seperti uang, jabatan,wanita, atau apa yang menurut mereka adalah kesuksesan dalam dunia materi.

Jawaban ini bukan masalah benar atau salah , tapi yang terjadi sebenarnya adalah negasi terhadap kebutuhan manusia. Hal-hal yang sifatnya materi bukanlah merupakan kebutuhan ruhani kita. Ruhani kita membutuhkan hal-hal yang sifatnya immateri (bukan

1Agama harus menjawab semua pertanyaan tentang bagaimana kita seharusnya hidup dan nalar membuat jawaban itu taat asas (konsisten) dan terjalin rapi (koheren). Di sisi lain manusia sesungguhnya sangat membutuhkan ontologis yang kokoh yang dapat memberikan keamanan bagi perjalanan sejarahnya ini dapat dicapai dengan perjuangan pada agama, dalam pengertian dan cakupan yang yang universal dan sumber-sumber dari realitas yang mutlak.Karena itu bersumber dari realitas yang mutlak maka agama itu sendiri adalah problem of ultimate concern suatu problem mengenai kepentingan mutlak. Lihat Endang Saifudin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama.Surabaya: Bina Ilmu. 1987. Hal. 117 (M. Ridwan Lubis Agama dalam Perbincangan Sosiologi. (Bandung: Citapustaka. 2010), hal. 2-6)

2Secara mendasar dan umum agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan sistem kehidupan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib khususnya tuhan hubungan sesama manusia dan hubungan dengan lingkungan. Komponen pada intinya adalah perintah tuhan yang menuju kepada kebaikan dan kebahagiaan hidup yang dilandasi oleh taat yaitu terbebas dari ketergantungan terhadap materi, hanya semata mata karena tuhan oleh karena itu agama tidak mengacu kepada penderita akan tetapi pada upaya membangun sikap optimis terhadap masa depan untuk pendekatkan diri kepada-Nya karena hanya dengan dekat dengan tuhan maka seseorang dapat merasakan makna yang sesungguhnya dari perjalanan hidupnya.

1 materi ) seperti kesabaran, nilai hidup, jiwa, makna, kebahagiaan, serta pemahaman atas kondisi ruhani itu sendiri.

Jadi beragama merupakan kebutuhan yang tak mungkin bisa kita ingkari, bahkan ini adalah kebutuhan prioritas utama kita. Kita tentu tidak akan bisa hidup bahagia dengan bergelimang harta, tahta dan wanita tanpa pemahaman atas kondisi jiwa kita. Sebaliknya , ketika jiwa kita stabil dan merasa bahagia maka apapun yang menjadi variable ( yang mempengaruhi ) kebahagiaan bahkan nyaris tidak kita butuhkan. Itu artinya kebutuhan materi adalah kebutuhan sekunder, namun yang menjadi kebutuhan primer kita adalah agama. Agama adalah kebutuhan kemanusiaan sepanjang zaman. Tanpa agama tidak ada lagi manusia dan tidak akan ada lagi kehidupan.

Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Disamping itu,

Indonesia juga dikenal sebagai Negara kepulauan, karena memiliki ± 17.508 pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke.3 Indonesia adalah Negara yang majemuk maka terjadi kebhinekaan yang cukup beragam baik secara ras, suku bangsa dan agama.

Ada enam agama yang dibina di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu,

Buddha dan Kong Hu Chu4. Maka banyak akulturasi di berbagai daerah yang menyingkirkan agama-agama lokal atau agama-agama minor. Sehingga terjadi diskriminasi dan ekspansi antar satu agama dengan agama lainnya.

3Lihat dalam Wanhamkamnas, “Konsep Benua Maritim Indonesia Untuk Mengaktualissassikan Wawasan Nusantara” Sekjen Wanhamkamnas dan BPPT, Lokakarya PMI 1996yang dikutip dari Dr RI. Wahono MA dalam tulianya yang berjudul “ Integrasi Nasional Memantapkan Pembangunan Dunia Maritim Indonesia” Majalah Bina Widia Edisi XXVIII, Desember 1997 Hlm. 1 Bandingkan Dengan Terling Seagrave , Lord Of The Rim : The Invisible Empire Of The Overseas Chinnese (London: Corgi Books, 1996) Hlm. 189 Jumlah pulau yang disebutkan oleh Seagrave dalam bukunya ini jauh berbeda dengan apa yang disebutkan oleh Wanhamkamnas diatas. Menurut Seagrave jumlah keseluruhan adalah 13.667 pulau dan luasnya 780.000 mil persegi. 12.000 dari pulau-pulau tersebut tidak berpenghuni dn juga tidak dikontrol. (Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia (Jakarta: Pelita Kebajikan 2005), hal. XII) 4Seusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa mulai mendapatkan kembali pengakuan atas identitas mereka sejak UU No 1/Pn.Ps/1965 yang menyatakan bahwa agama-agama yang banyak pemeluknya di Indonesia antara lain Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Penyebutan kata Kristen/Protestan dan Katolik ada dalam TAP PRES RI No. 7 Tahun 1966.

2

Di Indonesia persoalan yang masih dianggap rawan adalah masalah SARA ( Suku,

Ras, Agama, dan Antargolongan). Namun masalah yang paling banyak menonjol baru-baru ini adalah masalah Agama.5

Kurangnya pengertian kita tentang suatu agama yang membuat kita buram akan agama itu sendiri dan bias memiliki persepsi yang berbeda atas agama tersebut. Dalam kata bijak dikatakan bahwa “Bila engkau berenang jangan hanya berenang di atas permukaan saja tetapi rasakanlah dasar yang lebih dalam hingga kau dapat merasakan makna berenang yang sesungguhnya”. Sama halnya dengan Tridharma yang akan buramnya pengertian masyarakat.

Tridharma seringkali dikatakan sebagai suatu agama campuran antara Buddhisme,

Konfusianisme, dan Taoisme. Tridharma adalah agama yang penghayatannya menyatu dalam ajaran Buddha, Khong Hu Cu dan Lo Cu.6

Ketiga ajaran tersebut tidak dicampur adukkan hingga menghasilkan sesuatu yang baru akan tetapi masing-masing tetap bersumber pada kitab sucinya tersendiri begitu pula pada umat bahwa ajaran Tridharma sama sekali tidak bertentangan satu sama lain. Bahkan saling mendukung dengan keselarasan, keserasian, serta keseimbangan.

Maka dari itu penulis memunculkan beberapa pertanyaan yang menyangkut tentang pengertian serta pokok ajaran Tridharma, sejarah, tokoh, dan keselarasan Tridharma

(Buddha, Khong Hu Cu dan Tao).

Maka dari pertanyaan di atas maka penulis mengambil satu tokoh untuk berusaha mengungkap semua pertanyaan-pertanyaan itu sehingga muncullah judul Skripsi

5Biasanya disebut dengan agama samawi itu adalah agama yang termasuk dalam rumpun agama Ibrahim. Sementara pada agama ardi maka pengertian pembawa agama itu lebih tepat disebut dengan pembuatan agama atau kelompok agama. Agama itu adalah dari tuhan akan tetapi karena terjadi keterputusan generasi pelanjut agama, maka penganjur yang datang kemudian hanya melihat bahwa ajaran itu adalah buatan dari orang yang dipandang suci atau primus interpares.

6Pengantar cetakan pertama buku D.S Marga Singgih, Tridharma Selayang Pandang, pada tahun 1987

3

“Tridharma Indonesia Pandangan D.S. Marga Singgih (Ketua Pengurus Pusat Majelis

Tridharma 1999-2014)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dirumuskan permasalahnya sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengertian Tridharma secara bahasa, istilah serta pokok ajaran

penyatuan Buddha, Khong Hu Cu dan Tao?

2. Bagaimana Sejarah dan perkembangan Tridharma pada saat ini?

3. Bagaimana peran Tokoh Kwee Tek Hoay (Bapak Tridharma Indonesia) dan

pengaruhnya bagi masyarakat Tionghoa?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang ada di atas dan pertanyaan yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui lebih jelas pengertian Tridharma baik secara bahasa maupun

istilah serta pokok ajaran penyatuan Buddha, Khong Hu Cu dan Tao.

2. Untuk mengetahui lebih jelas sejarah dan perkembangan Tridharma pada saat ini.

3. Untuk mengetahui lebih dalam peran Tokoh Kwee Tek Hoay (Bapak Tridharma

Indonesia) dan pengaruhnya bagi masyarakat Tionghoa.

D. Metode Penelitian

Kita menyadari bahwa agama sangat penting, begitu juga dengan para ilmuan dari berbagai disiplin ilmu yang telah berusaha melakukan penelitian study mereka terhadap agama. W. Richard Comstock7 dalam bukunya The Study Religion And Primitive Religions mengemukakan ada beberapa cara atau metode yang di gunakan untuk mengenal serta

7 Lihat Carmody and Carmody. Ways To The Central And Introduction Of Religion, Belmont. California: Wadsworth Publishing Company. Second Edition. 1984. Hal. 8-10 ( M. Ridwan lubis. Agama dalam Perbincangan Sosiologi. (Bandung; Citapustaka 2010), hal. 7-11)

4 menjelaskan tentang agama menurut para ahli. Dalam hal ini penulis mengambil pendekatan

Fenomenologis.

Metode Fenomenologis adalah metode yang menunjukkan apa yang nampak dalam kesadaran kita dengan membiarkannya termanifestasi apa adanya tanpa memasukkan kategori pikiran kita padanya atau menurut ungkapan Husserl: zuruck zu den sachen selbt

(kembalilah kepada realitas itu sendiri).8

Pendekatan Fenomenologis adalah disiplin ilmu yang berkembang pada 1880-an.

Pengaruh besar dan penting dalam mendirikan fenomenologi agama suatu disiplin ilmu adalah karya dengan tokoh utamanya Geradus van der Leeuw (1890-1950), khususnya buku

Religion In Essence And Manifestation (1938).

Melengkapi tokoh dalam metode fenomenologi ini selain Wach dan Leeuw tokoh lain yang dikenal adalah Rudolff Otto, W Brede Kristensen Freidrich Heiller , C Jouco Bleeker dan Mercia Eliade. Yang menarik di selidiki oleh study fenomenologis adalah pengalaman- pengalaman keberagamaan.

Dalam hal Tridharma ini penulis memilih kepada metode Fenomenologis sebagai metode yang lebih diunggulkan bagi penulis untuk menjawab semua rumusan masalah maka dari itu penulis menemui hingga berusaha membaca semua buku yang pernah ditulis oleh D.S Marga

Singgih sebagi sumber pertama.

Kajian metodologi penelitian keagamaan masih memerlukan pemikiran serius untuk dapat eksis sebagai metodologi baku, utamannya dengan tawaran pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif yang sudah dilakukan oleh para ahli dalam bidang keagamaan di antarannya: (1) Geertz (1960), dalam Religion of Java; (2) Dhofier (1982) tentang pandangan hidup Kyai; (3) Van Bruinesen (1983) tentang pendidikan pondok pesantren dan tarekat

Naqsyabandiyah; (4) Horikoshi (1985) tentang perubahan sosial keagamaan.

8 M. Ridwan lubis. Agama dalam Perbincangan Sosiologi. hal. 8

5

Dari itu maka penulis menggunakan penelitian lebih kepada metode Kualitatif. Dengan instrument observasi dan pertanyaan langsung kepada sumber pertama serta buku yang ditulisnya langsung hingga mengetahui isi semua apa tujuan dan rumusan masalah yang penulis inginkan untuk bisa diteliti dan lebih lanjutnya sebagai ilmu yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk berguna bagi semua umat manusia.

E. Sistematika Pembahasan

Penulisan ini terdiri dari lima bab secara keseluruhan. Pada BAB I memaparkan Latar

Belakang, Rumuan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika

Pembahasan. Pada BAB II memuat tentang pengertian Tridharma, Pokok Ajaran Tridharma serta titik temu Tridharma.

Pada pemaparan BAB III menjelaskan Sejarah Tridharma Indonesia, Tokoh Kwee Tek

Hoay. Kemudian BAB IV membahas D.S Marga Singgih serta Pandanganya terhadap

Tridharma meliputi Tridharma Sebagai Organisasi, Tridharma Sebagai Agama, serta

Undang-undang Agama serta Pengakuan Tridharma di Indonesia dan Umat Tridharma. Pada

BAB V merupakan kesimpulan, Saran dan Pandangan penulis.

6

BAB II PENGERTIAN DAN POKOK AJARAN

A. Pengertian Tridharma

Tridharma berasal dari bahasa Sangsekerta, dari kata Tri dan Dharma. Tri berarti tiga ,

Dharma berarti ajaran kebenaran9. Secara istilah Tridharma berarti tiga ajaran kebenaran.

Yang dimaksud di sini adalah tiga ajaran kebenaran ialah ajaran Sakyamuni Buddha, ajaran nabi Khong Hu Cu dan ajaran nabi Lo Cu. Tridharma merupakan agama yang penghayatanya menyatu dalam ajaran Buddha, Khong Hu Cu dan Lo Cu.10 Secara historis sebutan awal adalah Sam Kauw yaitu tiga ajaran, Three Teaching, tiga Agama, Three Religions of China, yang merupakan satu dasar atau satu doktrin (Sam Kauw It Li).11

Tridharma adalah sebuah kepercayaan yang sebenanya tidak bisa digolongkan ke dalam agama apapun. Tridharma disebut Sam Kauw dalam dialek Hokkian, berarti harfiah tiga ajaran. Tiga ajaran yang dimaksud adalah Taoisme, Buddhisme dan Konfusianisme.

Dalam bukunya Kwee Tek Hoay dia menamakan agama Tridharma sebagai sebutan

“agama Tionghoa” tiga agama yang di aku sah pada jaman Tjhingtiauw sebagai agama negeri oleh pemerintah Tiongkok yaitu Khong Kauw (Konfusianisme), Hoed Kauw

(Buddhisme), dan Tao Kauw (Taoisme).12

Sebetulnya kepercayaan orang Tionghoa kebanyakan adalah racikan atau gabungan dari tiga macam agama itu hingga tidak bisa terlepas dari Khong Hu Cu, Buddha atau Tao.

Dalam penjabaran Kwee Tek Hoay campur aduk ini bukanlah lantaran orang

Tionghoa tidak fanatik terhadap agama, hanya karena pelajaran dari tiga agama terebut tidak

9 Marga Singgih “ Tridharma Selayang Pandang” cet: ketujuh,( Jakarta: Yayasan BAKTI 2011), hal.2 10 M.P Sasanaputera Satyadharma, Edt. Jo Priastana, “Permata Tridharma” cet: Pertama, (Jakarta: Yayasan Yasodhara Puteri 2004), hal. 17 11 M.P Sasanaputera Satyadharma, Edt. Jo Priastana, “Permata Tridharma” cet: Pertama, hal. 17 12 Istilah ini ada dalam buku yang dilindungi oleh Auteurscrech menurut artikel 11 dari buku Wet. Stbl. 1912 No. 600. Lihat hasil cetakan petama buku Kwee Tek Hoay “Agama Tionghoa” (Tjitjoeroeg: Moestika . 1937), hal. 1

7 terlalu bertentangan satu sama lain.13 Pada ajaran agama Buddha dan Tao tidak melarang memuja abu leluhur, pemuka agama Khong Hu Cu pun tidak ada pantangan orang yang memuja machiok-majiok suci dalam klenteng-klenteng.

Konsep penghayatan ini bukanlah suatu hal yang baru, bukan cuma ada di Indonesia tapi sudah ada jauh sebelum konsep keimanan Tridharma ini dibawa oleh para leluhur kaum

Toinghoa, kaum Tionghoa perantau (Hoa Qiao) ke berbagai Negara lainya14.

Dalam sebuah pandangan, Tridharma adalah agama Buddha Mahayana yang selain

Buddha juga mempelajari Konfusianisme dan Taoime karena hanya Buddha Mahayana yang lebih mentolerir mempelajari ajaran Khong Hu Cu dan nabi Lo Cu15.

Buddha Dharma menurut alam pikiran India bercorak suatu pandangan hidup yang sewaktu-waktu tampak seperti manusia luhur. Sebaliknya Konfusianisme dapat disimpulan lebih mengutamakan akal , toleransi, dan manusiawi. Tao lebih jauh lagi bebasnya dengan meminjam kutipan dari Alan Watt dalam bukunya The Way Of End dikatakan sebagai berikut

“ let well enough alone “ atau “ biarkanlah menjadi dirinya sendiri”.

B. Pokok Ajaran Tridharma.

Dalam pokok ajaran Tridharma dalam hal ini hanya penulis cakup dalam hal

ketuhanan dan kitab suci sebagai sumber utama ajaran agama.

1. Buddha

a. Ketuhanan

Yang Maha Esa dalam bahasa pali dikatakan sebagai atthi ajatam abhutam akatam

asamkhatam yang artinya suatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak

13 Kwee Tek Hoay “Agama Tionghoa” hal. 1 14 Lihat Dalam Majalah HikmahTridharma edisi 06/XXXIV/November-Desember 2010 “Tridharma dalam Koridor Budaya dan Agama ditulis oleh Pdt. Ut Budiyono Tantrayoga dalam pengantanya. Hal. 6 15 Dalam majalah Hikmah Tridharma edisi 02/XXXVI/Juli-Agustus 2011 “Profil: Mengenal Lebih dekat M.P. Sasanputra Satyadharma” hal. 17

8

diciptakan dan yang mutlak.16 Yang Maha Esa di dalam agama Buddha adalah tampa

aku atau anatman atau istilah lain anatta. Sesuatu yang tidak berpribadi, sesuatu yang

tidak dapat dipersonalisasikan, dan suatu yang tidak dapat dipaparkan serta

digambarkan dalam berbagai bentuk apapun.

Pemikiran secara theistik di dalam filsafat Buddhis lebih diperjelas Maha Pari

Nirvana Sang Buddha Gautama, beberapa ratus tahun kemudian hal ini dapat kita lihat

pada konsep Trikaya dan Sunyata.

Trikaya berarti tiga tubuh Buddha atau kebuddhaan yaitu pertama Dharmakaya yaitu

kebetulan yang absolut, tubuh halus Buddha dan asal kebuddhaan. Secara filosofi

berarti sunyata sesuatu yang absolut. Dharmakaya identik dengan nirwana yang dicapai

setelah dimilikinya pengertian yang menembus terhadap Pratitya Samupada atau hukum

sebab musabab yang saling bergantungan serta hukum relativitas Buddhis dan yang

mengerti tentang Tathata berarti yang itu/what is as is it. Dharmakaya tidak terbentuk

dan merupakan suatu kesatuan yang mutlak. Setelah mencapai Samyak Sambodhi maka

Sang Buddha Gautama telah bersatu serta memiliki Darmakaya. Di dalamnya juga Sang

Buddha Gautama telah merealisasikan kesamaan yang absolut atau Dharmakaya atau

Sunyata dan persamaan kesatuan atau Samata dengan semua insan.

Kedua Sambhogakaya yaitu pengertian terhadap yang absolut, tubuh sinar, cahaya,

dan kekuatan Buddha/kebuddhaan. Sambokaya kaya adalah suatu hasil realisasi

terhadap kebenaran absolut atau Sunyata yang terwujud sebagai kekuatan atau cahaya

usahakan atau diupayakan oleh bodhisatwa atau calon Buddha yang di dalam usahanya

tersebut mencapai pembebasan dengan mengembangkan karunia atau belas kasih dan

upaya usaha yang benar. Sambogakaya dikatakan pula sebagai tubuh berkah atau sinar.

16 D.S. Marga Singgih “ Tridharma Selayang Pandang” cet: ketujuh, ( Jakarta: Yayasan BAKTI 2011), hal. 5

9

Ketiga Nirmanakaya adalah manifestasi dari kebenaran yang absolut, tubuh

perwujudan yang terbentuk dalam tubuh Sakyamuni Buddha dan Sang Buddha

Gautama. Di dalam Nirmanakaya tertampak dalam tubuh Sakyamuni Buddha, menjadi

tubuh perwujudan dari Buddha yang dapat dilihat oleh manusia pada tubuh Sang

Buddha Gautama. kemudian dengan tubuh ini ia menggambarkan dan menerangkan

Dharma serta menyelamatkan insan.

Sunyata adalah suatu yang absolut kebenaran, yang absolut adalah kebenaran yang

terbebas dari keadaan yang mendua kebenaran adalah kebenaran yang terbaik dari

keadaan kontradiktif dan paradoksial ini pemikiran.

b. Kitab suci

Sumber utama ajaran Buddha ialah kitab Tripitaka17 (tri=tiga,

Pitaka=keranjang). Sesungguhnya kitab ini berisi kumpulan ceramah keterangan

perumpamaan dan percakapan Buddha dengan muridnya dan pengikutnya.18 Jadi

kitab ini bukan saja memuat perkataan sang Buddha akan tetapi juga pendapat

daripada muridnya. Oleh para muridnya ajaran-ajaran keagamaan itu kemudian

dipilah menjadi 3 kelompok utama yang disebut dengan „Vinaya Pitaka‟, Sutra

Pitaka „, Abidharma Pitaka‟,yang masing-masing terbagi lagi dalam beberapa buah

kitab.19

b.1. Kitab Vinaya Pitaka

Vinayana berarti Peraturan, Disiplin atau Tatatertib.20 Kata Vinaya sendiri

berarti melenyapkan, manghapuskan, memusnahkan, menghilangkan dalam hal ini

17 Hilman Hadikusuma. Antropologi Agama (Bandung PT Citra Aditya Bakti 1993) hal.214 18 Herkulanus Entangai dkk. Pendidikan Agama Katolik( dewasa dalam komunikasi iman) (Jakarta Gramedia Widia Sarana Indonesia 2004) hal. 24 19 Hilman hadikusuma. Antropologi Agama. Hal 214 20 Bhikkhu Subalaratano. Pengantar Vinaya (Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Budha Nalanda 1988) hal. 1

10

segala tingkahlaku yang halangi kemajuan dalam jalan pelaksanaan. Dharma : atau

sesuatu yang membimbing keluar (dari Dukkha).

Dharma dan Vinaya ( gabungan kedua nya disebut dengan Budhasasana)

merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Dhamma tampa Vinayana akan

merupakan ajaran yang tidak menunjukan awal atau permulaan untuk dilaksanakan.

Sebaliknya Vinayana tampa Dhamma akan merupakan formalisme kosong, suatu

disiplin yang hanya menghasilkan sedikit buah atau kemajuan. Ada dua Jenis

Vinayana. Pertama Vinaya tidak hanya diartikan sebagai peraturan yang

berhubungan dengan kebikhuan saja memang Vinaya Pitaka berisikkan peraturan

latihan, larangan, yang diperbolehkan dan ketentuan yang mengatur kehidupan

Bhikkhu, namun dikenal juga Vinaya untuk umat beragama atau dikenal sebagai

upasaka-upasika. Kedua Vinayana untuk umat berkeluarga adalah Pancasila21 dan

pengertian lebih luas sigalovada sutta disebut pula “gihi vinaya “(vinaya untuk

umat berkeluarga).

Terdapat perbedaan antara sila umat berkeluarga dengan bhikkhu. Sila untuk

umat berkeluarga bersifat moral semata-mata dan digolongkan dengan patisila. Bagi

para bhikkhu selain sila bersifat sila moral juga ada sila khusus untuk cara hidupnya

dan sila ini digolongkan kedalam sila Pannati-sila. Para bhikkhu dan umat

berkeluarga harus menaati Vinaya atau sila secara murni dan tidak terjatuh dalam

pelanggaran.

Isi Kitab Vinayana

a. PitakaSuttavibangga

21 Uraian dari Pancasila a. Saya berjanji melatih diri untuk tidak menghilangkan nyawa makhluk kidup b. Saya berjanji melatih diri untuk tidak mengambil sesuatu yang tidak diberi c. Saya berjanji melatih diri untuk tidak berzina d. Saya berjanji untuk tidak berbicara salah e. Saja berjanji untuk tidak minum minuman yang disuling atau diragi yang menyebabkan menurunya kesadaran.

11

Kitab ini berisi peraturan-peraturan mencakup delapan jenis pelanggaran diantaranta ada empat hal pelanggaran yang menyebabkan bhikkhu dan bhikkhuni dikelurkan dari Sangha.22 Pelanggaran ini meliputi pelanggaran seks, pencurian, pembunuhan, dan pembujukan untuk bunuh diri, kesombongan palsu akan kemampuan ghaib diri sendiri. Aturan-aturan ini berjumlah 227.23 Seluruhnya sama dengan pati mokkha yang di bacakan pada pertemuan Uphosata dari Sangha. Bagian ini dilanjutkan dengan Bhikkhuni-suttavibangga, suatu rangkaian aturan untuk para bhikhuni.

b. Khandaka-khandaka yang disusun dalam dua seri24

Kitab ini berisi berisi peraturan dan uraian tentang upacara panahbisan bhikkhu dan bhikkhuni antara lain penerimaan bhikkhu dan pelanggaranya.Pembagian seri tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mahavangga 1. Aturan untuk memasuki Sangha 2. Pertemuan Uposatha dan pengucapan pattimokkha 3. Tempat tinggal selama musim hujan(vassa) 4. Upacara penutupan musim hujan(pavarana) 5. Aturan untuk menggunakan pakaian dan perabot hidup 6. Obat-obatan dan makanan 7. Upacara khathina, pembagian jubah tahunan 8. Bahan jubah, aturan tidur atau aturan bikhu yang sedang sakit 9. Cara menjalankan keputusan oleh Sangha. 10. Cara menyelesaikan perselisihan dalam Sangha b. Cullavangga25 1. Aturan aturan-aturan untuk menangani pelangaran-pelangaran yang dihadapkan pada Sangha (bagian I)

22 Hilman Hadikusuma. Antropologi Agama. hal 214 23 Bhikkhu Subalaratano. Pengantar Vinaya, hal. 3 24 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, hal. 3 25 Bhikkhu Subalaratano . Pengantar Vinaya, hal. 4

12

2. Aturan aturan-aturan untuk menangani pelangaran-pelangaran yang dihadapkan pada Sangha (bagian II) 3. Penerimaan kembali seorang bhikkhu 4. Aturan-aturan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul. 5. Berbagai aturan untuk mandi, berpakaian, dan hal yang sama dengan hal tersebut 6. Tempat tinggal, perabot, penginapan 7. Perpecahan 8. Perlakuan terhadap berbagai golongan bhikkhu dan kewajiban terhadap guru samanera 9. Pengucilan dari patti mokkha 10. Pentahbisan dan petunjuk bagi para bhikkhuni 11. Sejarah Sidang Agung pertama di Rajagaha. 12. Sejarah Sidang Agung kedua di Vesali

c. Parivara

Kitab ini berisi ringkasan dan pengelompokan peratuaran Vinaya yang disusun dalam Tanya jawab untuk dipakai dalam pengajaran dan pelaksanaan ujian.26 Aturan dalam suttavibangga dan khandakha-khandakha disertai cerita-cerita mengenai terjadinya aturan itu.

Beberapa diantaranya benar-benar formal, yang semata-mata menunjukan bahwa sekelompok bhikkhu telah melakukan pelanggaran atau mengikuti kebiasaan tertentu yang karenanya Sang Buddha menetapkan suatu keputusan.

Aturan-aturan penerimaan dalam Sangha didahului oleh cerita mengenai kejadian setelah mencapai penerangan, awal pembabaran Dhamma dan penerimaan siswa-siswa pertama. Cerita mengenai Rahula diberikan sehubungan dengan syarat-syarat yang diperlukan untuk penerimaan, dan aturan-aturan mengenai perpecahan adalah cerita komplotan Devedatta.

b.2 Kitab Sutra Pitaka

26 Hilman Hadikusumo, Antropologi Agama, hal 214-215

13

Kitab ini memuat uraian-uraian tentang cara hidup yang berguna,baik untuk para bhikkhu, bhikkhuni maupun umat Buddha lainya. Ia sendiri terdiri dari 5 kumpulan kitab yaitu: Dighanikaya,Majjhimanikaya, Angutaranikaya, Samyutanukaya dan Khuddakanikaya.27 a. Dighanikaya Kitab ini terdiri dari 34 sutra yang panjang uraianya yang memuat sebagi berikut: 1. Ada 62 pandangan yang salah yang harus dihindari 2. Kehidupan seorang petapa 3. Pedoman-pedoman penting bagi umat Buddha untuk kehidupan sehari-hari 4. Tuntunan lengkap untuk meditasi 5. Kisah tentang hari-hari terakhir sang Buddha. b. Majjhimanikaya Kitab ini berisi tentang khotbah-khotbah Buddha yang terurai dalam 152 sutra. c. Angutaranukaya Kitab ini terdiri dari 9557 sutra. d. Samyuttanikaya Kitab ini terdiri dari 7762 sutra. e. Khuddanikaya Kitab ini terdiri dari 15 kitab, yang tidak hanya memuat perkataan Buddha melainkan juga ucapan dari para Thera.28 Diantara kitab ini adalah kitab dhamma yang menguraikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan Buddha. Buku ini ada 423 Syair yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Beberapa Syair berisi riwayat hidup para Thera atas pembebasan yang telah mereka capai.

b.3 Abidharma Pitaka

Kitab ini adalah bagian ketiga dari Tripitaka yang memuat tentang filsafat Buddha Dharma yang disusun secara analitis yang mencakup beberapa bidang ilmu seperti ilmu jiwa, logika, etika, dan meta fisik. Kitab ini terdiri dari tujuh kitab yaitu

27 Hilman hadi kudsumo Antropologi Agama, hal 25-215 28 Hilman hadikusumo, Antropologi Agama, hal 215

14 a. Dhama Shangani (menguraikan mengenai etika dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa) b. Vibangga (menguraikan apa yang terdapat dalam buku Dhammasangani dengan metode yang berbeda. Buku ini dapat dibagi lagi dalam delapan bab dan masing-masing bab memiliki tiga bagian yaitu Suttantabhajaniya, Abhidhammabhajaniya dan Pannapucchaka atau daftar pertanyaan- pertanyaan.) c. Dathukata (menguraikan mengenai unsur-unsur batin yang terbagi atas empat belas bagian.) d. Punggalapanatti ( menguraikan berbagai watak manusia yang terkelompok dalam sepuluh urutan kelompok.) e. Kathapathu ( terdiri dari dua puluh tiga bab yang merupakan kumpulan percakapan dan sanggahan terhadap pandangan salah yang dikemukan oleh berbagai sekte tentang hal-hal yang berhubungan dengan theologi dan metafisika.) f. Yamaka ( terdiri dari sepuluh bab yaitu Mula, Khanda, Ayatana, Dhatu, Sacca, Sankhara, Anusaya, Citta, Dhamma dan Indriya. ) g. Pattana (menerangkan mengenai sebab-sebab yang berkenaan dengan dua puluh empat hubungan antara batin dan jasmani.)

Tidak seperti kitab Vinaya Pitaka dan Sutta Pitaka gaya bahasa dalam kitab Abhidharma Pitaka sifatnya sangat teknis dan analitis,tidak mudah dimengerti.

Dalam kutipan dari sebuah ajaran Buddha harus mengenal Buddha dan Dharma. Buddha yang diartikan yang menemukan Kesunyataan, memiliki kesucian, cahaya, dan kedamaian dalam batinnya. Sedangkan Dharma sebagai aspek batin tentang kesucian, cahaya, dan kedamaian yang bangkit dari kebijakanaan luhur. Maka dalam hal ini kita mengenal istilah Catur Arya Satyani sebagai jalan mencapai ke-Buddhaan.

Catur Arya Satyani dalam bahasa sangsekerta catur berarti empat, arya berarti kesunyatan, dan satyani adalah mulia. Jadi makna dari Catur Arya Satyani adalah empat kesunyatan manusia yang mulia.

15

Empat Kesunyatan Mulia a. Kesunyataan Mulia tentang Dukkha (dukkha ariya satya) Hidup dalam bentuk dan kondisi apapun adalah Dukkha (penderitaan), - Lahir, sakit, tua dan mati adalah Dukkha - Berhubungan dengan yang tidak kita sukai adalah Dukkha - Ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi adalah Dukkha - Tidak mendapatkan yang kita inginkan juga merupakan Dukkha - Masih memiliki Lima khanda adalah Dukkha.

Dalam catur arya satyani dukkha ada tiga macam yaitu29 - Dukkha sebagai dukkha-dukkha yaitu penderitaan biasa yang di alami misalnya perisiwa lahir, usia tua, berpisah dengan sesuatu yang diintai dan sebagainya. - Dukkha sebagai vivarmamadukkha yaitu akibat terjadinya perubahan- perubahan(fisik, mental dan lain-lan). - Dukkha sebagai sankharadukkha yaitu akibat kebergantungan yang satu dan yang lain.

b. Asal Mula Dukkha (dukkha samudaya ariya satya) Sumber dari penderitaan adalah tanhä, yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya. Semakin diumbar semakin keras ia mencengkeram. Orang yang pasrah kepada tanhä sama saja dengan orang minum air asin untuk menghilangkan rasa hausnya.Rasa haus itu bukannya hilang, bahkan menjadi bertambah, karena air asin itu yang mengandung garam. Demikianlah, semakin orang pasrah kepada tanhä semakin keras tanhä itu mencengkeramnya. Dikenal tiga macam tanhä, yaitu 1. Kämatanhä : kehausan akan kesenangan indriya, ialah kehausan akan : a. bentuk-bentuk (indah) b. suara-suara merdu c. wangi-wangian d. rasa-rasa e. sentuhan-sentuhan

29 Hilman Hadikusmo. Antropologi Agama, hal 229-230

16

f. bentuk-bentuk pikiran

2. Bhavatanhä : kehausan untuk lahir kembali sebagai manusia berdasarkan kepercayaan tentang adanya "atma (roh) yang kekal dan terpisah" (attavada)

3. Vibhavatanhä: kehausan untuk memusnahkan diri, berdasarkan kepercayaan, bahwa setelah mati tamatlah riwayat tiap-tiap manusia (ucchedaväda).

c. Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha (dukkha nirodha gamini patipada) Jalan-nya adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga) Disebut „Mulia‟ karena bila dilaksanakan, maka akan menuntun seseorang ke kehidupan yang mulia; Disebut „Berunsur Delapan‟, karena terdiri dari Delapan Unsur, Disebut „Jalan‟, karena seperti jalan pada umumnya, akan menuntun seseorang dari satu tempat ke tempat lain, dengan hal ini dari Samsara ke Nibbana. Delapan Jalan Utama (Jalan Mulia Berunsur Delapan)30 yang akan membawa kita ke Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha, yaitu : Wisdom (Paññā) 1. Pengertian Benar (sammä-ditthi) Right view 2. Pikiran Benar (sammä-sankappa) Right intention Sila 3. Ucapan Benar (sammä-väcä) Right speech 4. Perbuatan Benar (sammä-kammanta) Right action 5. Pencaharian Benar (sammä-ajiva) Right livelihood Samädhi 6. Daya-upaya Benar (sammä-väyäma) Right effort 7. Perhatian Benar (sammä-sati) Right mindfulness 8. Konsentrasi Benar (sammä-samädhi) Right concentration

d. Lenyapnya Dukkha (dukkha nirodha ariya satya) Kalau tanhä dapat disingkirkan, maka kita akan berada dalam keadaan yang bahagia sekali, Sang Buddha dengan jelas dan tegas mengajar kita, bahwa kita

30 Narada Mahatera. Buddha dan Ajarannya (terjemahan)(Kuala Lumpur Misionary society ed. Ke-3 1977)hal. 342

17

dapat bebas dari penderitaan dan mencapai kebebasan dan kebahagiaan Nibbana. Istilah Nibbana secara harfiah berarti „padam‟, serta mengacu ke pemadaman api keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin.

2. Khong Hu Cu

1. Ketuhanan

Tuhan Yang Maha Esa dalam dikenal dengan sebutan Thian.31 Dalam kitab suci

Tiong Yong/ Cung Yung (Tengah Sempurna), Bab Utama, pasal 1 terdapat konsep iman terhadap Tuhan Yang Maha Esa yaitu “ Thian Beng Ci Wi Seng, Sut Seng Ci

Wi Too, Siu Too Ci Wi Kauw.” yang artinya “Firman Thian itulah yang dimaksud dan dinamakan dengan Watak Sejati, Berbuat mengikuti Watak Sejati itu dinamakan

Jalan Suci, Bimbingan untuk menempuh Jalan Suci itu dinamakan Agama.”

Di antara syair-syair Si Keng (Kitab Sanjak) terdapat pemujaan serta definisi yang jelas mengenai hal Ketuhanan Yang Maha Esa dan hal itu cukup membuktikan bahwa Konfusianisme adalah Filsafat agama yang Theistik.

Beberapa istilah Thian, Tuhan Yang Maha Esa dari Kitab Hikayat dan Kitab

Sanjak disebut berulang kali di dalam kedua kitab tersebut istilah Thian yang dijumpai 85 kali dan istilah Shang Ti dapat dijumpai 336 kali.

Berikut ini dia dapat dilihat dari ucapan nabi Khong Hu Cu dalam Lun Gi pasal 8

(Kitab Sabda Suci) “Seseorang yang budiman yang berwatak luhur memuliakan tiga hal yaitu Firman Thian, memuliakan orang-orang besar yang berbudi luhur dan memuliakan kata-kata yang diucapan orang-orang berbudi luhur”

Istilah Thian dijumpai dalam kitab suci. Ada dua istilah yang sering dijumpai yaitu istilah Thian Li dan Thian Ming.32 Pertama Tian Li adalah sesuatu yang absolut, yang mutlak yang tidak jadikan makan segala sesuatu yang berada di dalam semesta

31 Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok “ Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia” Hal. 43 32 Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok “ Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia” Hal. 48

18 ini berjalan menurut hukum-hukumNya. Pengaturan hukum tersebut disebut dengan

Thian Li atau kebenaran yang berasal dari Thian. Setiap manusia harus berusaha untuk mengolah batinnya dan memperbaiki sifat-sifat buruknya agar berjalan selaras dengan Thian Li.

Kedua Thian Ming dapat diartikan sebagai suatu yang telah dijadikan ada sesuatu yang telah terjadi. Alam semesta bergerak hukumnya hukum hukumnya dan tian yang absolut sebagai sumber. Demikianlah manusia di dalam kehidupannya menghadapi penderitaan, kematian, kesenangan, kekayaan dan kemiskinan yang semuanya itu datang dari Yang Maha Esa atau Tuhan.

Ini bukan berati bahwa manusia harus menerimanya sebagai sesuatu hal yang fatal atau memarahi Yang Maha Esa tapi sebaliknya setiap manusia harus berusaha untuk mengolah batin nya dan berusaha untuk melaksanakan tugas tugasnya yaitu seperti setiap manusia harus mengolah batin nya memperbaiki sifat buruk-buruk nya serta berusaha menjadi diri menuju sifat budi luhur dan berakhlak baik yang disebut dengan seorang Kong Cu atau Cu Ce yaitu manusia budiman yang berbudi luhur,

Kemudian harus meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan cara belajar agar dapat menguasai suatu ilmu atau kepandaian guna meningkatkan taraf hidupnya sehingga pendidikan dan reputasi di tengah-tengah masyarakat memainkan peranan yang penting dalam kehidupan seseorang serta setiap manusia juga harus menyadari tugas dan tanggung jawabnya di tengah-tengah masyarakat biasa hidup dengan keharmonisan hukum alam.

2. Kitab suci

19

Kitab-kitab suci konfusianisme adalah Su Si Ngo Keng (Se Shu Wu Cing/

Empat Buku dan Lima Kitab) yang terdiri atas Su Si ( Se Shu/ Empat

Buku), yaitu33 :

- Ta Sie ( Ta Hak/ The Great Learning/ Buku Tentang Pelajaran Besar)

- Cung Yung ( Tiong Yong/ The Doctrine Of The Mean/ Buku Tentang Jalan

Tengah)

- Luen Yu ( Lun Gi/ Confusion Analects/ Ujar-Ujar Kong Hu Cu Dan Siswa-

Siswanya)

- Meng Che (Beng Cu/ The World Of Mencius / Pokok Pokok Pelajaran Beng Cu)

Dan Wu Cing ( Ngo Keng / Lima Kitab) yang meliputi:

- She Cing ( The Book Of Odes/ Kitab Tentang Puisi).

Terdiri dari 305 syair dan diantaranya ada yang terbentuk sebelum kelahiran Kong

Hu Cu. Isi syair-syair tersebut merupakan pujian kepada Yang Maha Esa serta

tradisi dan kehidupan rakyat.

- Su Cing ( The Book Of History/ Kitab Tentang Sejarah Moral).

Kitab ini juga disebut Sang Su; berisikan peraturan kebijaksanaan dan sendi-

sendi dasar yang berhubungan dengan Theisme ( Ketuhanan Yang Maha Esa )).

- I Cing / Ya Keng ( The Book Of Change/ Kitab Tentang Filsafat)

Ini adalah sebuah kitab tentang filsafat yang amat sulit dipahami kitab ini tersusun

sebelum guru Konghucu lahir.

- Li Ci /Le Ki ( The Book Of Rites/ Kitab Tentang Upacara Dan Tata Krama)

Kitab ini mencatat tata cara upacara dan tata krama yang berlaku di istana dan

pada masyarakat pada masa sebelum guru Konghucu sampai pada masa beliau

hidup.

33 Chen Chau Ming, Mengenal beberapa aspek filsafat Konfusianisme Taoisme dan Buddhisme, Jakarta: Akademi Buddhis Nalanda , 1986. Hal 5-6

20

- Ch'uen Ch'iu ( Spring And Autumn Annals/ Kitab Catatan Sejarah)

Kitab ini mencatat kejadian kejadian dalam sejarah negara lu dimana guru

konghucu berdiam serta berhubungan dengan negara lain di provinsi Shantung

Tiongkok Timur.

3. Tao

1. Ketuhanan

Tao disini diartikan sebagai sesuatu yang absolut, yang tidak dijadikan dan

mempunyai nilai-nilai theistik sebagai kata-kata untuk Ketuhanan Yang Maha Esa

dalam Taoisme.34

Lao tze/ Lo Cu dalam kitab Tao Te Cing/ To Tek Keng pasal 1 mengatakan,

"Tao yang dapat dikatakan sebagai Tao, bukan lagi Tao. Dapat dikatakan

nama, bukan lagi nama." Kemudian di dalam Tao te cing pasal XXXII Lao Tze

bersabda " Tao yang sebenarnya tidak mempunyai nama."

Tao tak dapat didengar tak dapat dilihat atau dipegang. Tao tidak berbentuk

tetapi berada dimana-mana. Semua yang ada di dunia ini tergantung kepada Tao

untuk hidup. Tao lebih kecil dari yang terkecil dan lebih besar dari yang terbesar.

Menurut Taoisme, Tao adalah pangkal dari segala sesuatu di dalam dunia ini.

Tao melahirkan satu (hukum dasar / Li), satu melahirkan dua (daya negative dan

daya positive/ Ying dan Yang), Dua melahirkan tiga (langit, bumi,

makhluk, te, jin), Tiga melahirkan semua bentuk kehidupan (ban but).

Demikianlah sabda Lao Tze dalam Tao Te Cing pasal XIII.35

34 D.S. Marga Singgih “ Tridharma Selayang Pandang” cet: ketujuh, Jakarta: Yayasan BAKTI 2011 hal. 29 35D.S. Marga Singgih “ Tridharma Selayang Pandang” cet: ketujuh, Jakarta: Yayasan BAKTI 2011 hal. 29

21

Kita belum dapat mengetahui Tao jika kita belum menghayati arti kehidupan.

Mereka yang tahu tidak berbicara, yang berbicara adalah tidak tahu demikian lah tulisannya Lao Tze.Taoisme beranggapan bahwa individu jangan bergulat melawan

Tao melainkan harus tunduk, menghambakan diri dan selaras dengan Tao.

Untuk seorang pribadi manusia kesederhanaan dan kewajaran adalah hal utama. Kekerasan harus dijauhi seperti pergulatan untuk uang dan prestise. Orang tidak boleh bernafsu merubah dunia tetapi harus menghormatinya.

Filsafatnya di kenal dengan Wu Wei. Secara harfiah kita kenal dengan Wu

Wei. Wu berarti tidak atau non. Wei berarti melakukan atau action. Jadi Wu Wei berarti tidak melakukan atau no action. Banyak orang salah mengerti mengenai filsafat ini sehingga mereka menganggapnya filsafat yang pasif atau tidak aktif.

Wu Wei tidak memaksa atau mendesak hanya menurut wataknya sendiri menurut kodrat alam seperti juga seluruh alam yang berkembang tanpa bertindak, tanpa mendorong dan tanpa menoleh apapun ini tidak bersifat aktif dan juga tidak bersifat pasif. Hidup selaras dengan Tao berarti hidup selaras dengan alam agar terjadi keharmonisan hidup.

Bagaimana pandangan Taoisme terhadap kehidupan ini lebih-lebih pada jaman sekarang dan modern serta materialistic? menurut pandangan Taoisme manusia hendaknya memperhatikan keadaan dirinya sendiri sambil menjaga dirinya sendiri agar tidak terjadi keselarasan dengan alam semesta tidak menjauhi alam dari kehidupan tetapi mereka juga tidak mendapatkan bahwa alam ini harus dilawan atau dimusuhi, semuanya berjalan secara alamiah dan harmonis.

22

Setelah dapat mengerti dan menghayati kebenaran Tao, makan sampai kita

pada keadaan demikian: “Dia yang mengetahui tidak berbicara dia yang berbicara

tidak tahu." Tao Te Cing pasal LVI.36

Tao adalah sesuatu yang absolut, namun mempunyai sifat yang lembut,

memiliki sifat kebenaran Tao selamanya memiliki kelembutan, keramahan,

keindahan dan rasa tidak sombong. Kelembutan di dalam sifat kebenaran bukan

merupakan sifat kelemahan, justru merupakan kekuatan. Adakalanya sifat-sifat

tersebut diumpamakan sebagai air. “Bagai sungai dan lautan dapat menjadi tempat

berkumpulnya air karena mereka berada di tempat yang rendah oleh karena itu bila

ingin menjadi seorang pemimpin di antara orang banyak, seseorang harus berbicara

merendah, tidak sombong. Bila ingin menjadi terkenal di antara orang banyak maka

seseorang harus berjalan di belakang orang banyak.” Tao Te Cing pasal LXVI.37

2. Kitab

Ajaran Lao Tze bersumber pada kitab Tao Te Cing / To Tek

Keng yang berarti jalan ketuhanan. Ini ditulis dan terdiri dari 81 bab dan 5000

huruf kanji dalam bentuk puisi.38 Tao te cing merupakan kitab kecil yang padat

isinya penuh kenyataan. Tao te cing ditulis dalam gaya bahasa khas yang luar

biasa dan mampu menyuguhkan berbagai rupa penafsiran ide sentralnya

berkaitan dengan masalah To/ Tao.

Tao Te Cing itu merupakan suatu kesaksian dari keserasian manusia

dengan alam semesta. Ini dapat dibaca selesai dalam waktu setengah jam

ataupun sepanjang hidup kita. Dan sampai hari ini Tao Te Cing merupakan teks

dasar bagi keseluruhan pemikiran To/ Tao.

36 D.S. Marga Singgih “ Tridharma Selayang Pandang” hal. 32 37 D.S. Marga Singgih “ Tridharma Selayang Pandang” hal. 33 38 Marga Singgih “ Tridharma The Way of Life “hal. 15

23

Dalam prawacana kitab Tao Te Cing dijelaskan bahwa Tao Te Cing

merupakan salah satu karya besar filsafat China. Asalnya buku ini ditulis untuk

kalangan elit bahkan sangat elit yakni raja-raja dan bangsawan, karena jaman

dulu hanya mereka yang dapat akses baca dan tulis. Ini kemajuan jaman telah

membuka peluang untuk dibaca oleh nyaris semua orang awam tidak harus elite

atau pakar, asal mau.39

C. Titik Temu Ajaran Tridharma

Dalam penjelasan D.S Marga Singgih titik temu ajaran Tridharma adalah pada akhirnya menjai manusia yang sempurna. Menurut Kwee Tek Hoay yang mencoba mencari aspek-aspek yang sama dari ketiga agama ini untuk membuktikan bahwa tujuan ketiga agama itu adalah serupa Misalnya ia mengatakan bahwa ketiga agama itu akhirnya membawa orang pada keadaan kebahagiaan sempurna. Taoime menunjukkan jalan kepada manusia untuk manunggal dengan sumber utama bernama Too (Tao atau Dao). Buddisme memberitakan bagaimana seseorang dapat manunggal dengan Wet (hukum) Kebenaran atau

Dharma dan dengan demikian mencapai Nirwana. Konfusianisme menunjukkan bagaimana seseorang dapat hidup menurut watak asli dan dengan demikian mencapai Seng Djin

(Manusia Sempurna). Kwee Tek Hoay akhirnya mengatakan bahwa walaupun metode yang berbeda akan tetapi tujuannya adalah sama.40

Selain itu berikut cara atau langkah mencapai kebahagiaan sejati, yaitu:

a. Dalam Agama Buddha

Untuk mencapai tingkat tertinggi dalam hal ini kita sebut Nirwana. Ada beberapa langkah yang harus diterapkan yaitu dengan menjalankan Delapan

39 HT. Djuntak (Alih Bahasa), Kitab-kitab Suci Tri Dharma, Semarang: Litbang Matrisia Jateng, 2010. Hal. 1 40 Marga Singgih “ Tridharma The Way of Life “hal. 35

24

Jalan Utama (Jalan Mulia Berunsur Delapan)41 yang akan membawa kita ke Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha, yaitu : Wisdom (Paññā) 1. Pengertian Benar (sammä-ditthi) Right view 2. Pikiran Benar (sammä-sankappa) Right intention Sila 3. Ucapan Benar (sammä-väcä) Right speech 4. Perbuatan Benar (sammä-kammanta) Right action 5. Pencaharian Benar (sammä-ajiva) Right livelihood Samädhi 6. Daya-upaya Benar (sammä-väyäma) Right effort 7. Perhatian Benar (sammä-sati) Right mindfulness 8. Konsentrasi Benar (sammä-samädhi) Right concentration

b. Dalam Agama Kong Hu Cu

Dalam pembahasan mengenai Kitab Pelajaran Agung ( Tay Hak) adalah

sebagai pelajaran untuk manusia menjadi manusia agung dan ada 3 utas tali yang

diperlukan42 untuk itu yakni:

1. Mengembangkan atau menggemilangkan kebajikan yang bercahaya.

Kebajikan yang bercahaya tidak mengenal perbedaan yang hanya berdasarkan

bentuk bentuk dalam dunia ini. Kebajikan yang bercahaya adalah satu dengan

langit, bumi dan manusia. Manusia agung merupakan kebajikan yang

bercahaya dalam dirinya selalu bersinar dan manunggal dengan Thian-Te -Jin

(Langit-Bumi-Manusia).

2. Mencintai sesama mengembangkan kebajikan yang bercahaya adalah

perwujudan dari penunggalan dengan langit, bumi dan manusia. Mencintai

sesama adalah fungsi yang diperlukan dalam mengamalkan penunggalan

41 Narada Mahatera. Buddha dan Ajarannya (terjemahan)(Kuala Lumpur Misionary society ed. Ke-3 1977)hal. 342 42M.P Sasanaputera Satyadharma, Edt. Jo Priastana, “Permata Tridharma” cet: Pertama, hal.112-113

25

tersebut di mulai mencintai orang tua sendiri maka ia pun akan mencintai

orang tua orang lain, ia akan mencintai semua makhluk. Hal ini berarti ia telah

merealisasikan manunggal pada semua.

3. Berdiam dalam puncak kebaikan, yaitu membabarkan dari berkembangnya

kebajikan yang bercahaya dan perwujudan dari mencintai sesamanya. Orang

yang telah berada dalam puncak kebaikan, baginya yang benar adalah benar

dan yang salah adalah salah. Ia yang mengikuti perubahan dan keadaan

kewajaran seimbang (natural mean).

Ketiga utas tali tersebut pada singkatnya adalah Cay beng beng tek,

Cay cin bin, dan Cay ci it ci sian. Serta tingkatan pencapaian manusia dalam

konfusianisme ada dua. Pertama Kuncu yaitu manusia berakhlaq tinggi

manusia bijaksana manusia susila dan manusia berbudi luhur. Kedua Seng Jin

adalah Nabi.43

c. Dalam Agama Tao

Tek adalah sumber dari mana timbulnya atau adanya benda-benda. Apabila

watak dasar benda-benda di kembangkan mereka berarti kembali kepada Tek.

apabila Tek menjadi sempurna dapatlah Tek disamakan dengan asal dari semua

benda-benda.44

Bagaimana mengembangkan kebajikan (Tek) dalam mencapai kesadaran Tao?

dalam hal ini dijelaskan bahwa ada 3 cara untuk mengembangkan kebajikan (Tek)

1. Gejala hidup yang kehilangan watak sejati nya. Dalam Tao Te Ching pasal

12: “lima warna membuat mata buta, lima nada suara membuat telinga

menjadi tuli, lima macam rasa membuat mulut buta rasa.” Pasal 18

43 M.P Sasanaputera Satyadharma, Edt. Jo Priastana, “Permata Tridharma” cet: Pertama, hal. 113 44 M.P Sasanaputera Satyadharma, Edt. Jo Priastana, “Permata Tridharma” cet: Pertama, hal. 186

26

“apabila kebenaran agung terbengkalai begitu kebijaksanaan luhur

dikumandangkan tumbuhlah kepalsuan-kepalsuan; setelah keluarga-

keluarga timbul keadaan tidak selaras tentu akan disusun dengan adanya

anak bakti dan orang tua yang penuh kasih; Negara-negara morat marit

akan dikenalah menteri-menteri yang jujur; apabila tidak ada kemerosotan

watak kebajikan sejati tentu akan tidak diperlukan adanya atau munculnya

itu dan ini.

2. Yang kedua adalah sikap dan langkah pasif atau statis. Dalam Tao Te

Ching pasal 29 ada dua hal, pertama jauhkan sifat yang melampaui batas

atau ekstrim dan yang kedua hindari watak atau sifat agung-agungan.

Dalam pasal 46 “tidak merasa puas selalu adalah lebih berbahaya daripada

malapetaka. Keinginan-keinginan untuk memiliki bahayanya lebih besar

daripada pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hidup. Dalam

pasal 19 “kembangkan kesederhanaan dan berkokok sifat-sifat yang wajar

ciutkan keakuan dan kurangnya keinginan-keinginan. Dalam Chuang Tze

halaman 139 “hanya orang yang berbakti luhur bisa terjadi dalam dunia

modern tanpa dirinya menjadi pusat perhatian khalayak ramai. Beliau

menerima jalan dan cara hidup manusia lainnya tanpa kehilangan dirinya.

3. Yang ketiga langkah-langkah atau usaha yang aktif. Dalam Tao Te Ching

pasal 49 “terhadap orang baik bersifat baik, terhadap orang yang tidak baik

akupun bersikap baik; demikianlah kebajikan dari kebaikan. Terhadap

orang yang jujur bersikap jujur, terhadap orang yang tidak jujur akupun

bersikap jujur; demikianlah adanya kebajikan dari kejujuran

Puncak kemanusiaan dalam agama Tao dalam Kitab Kemudian Dan

Ketenangan Batin (Ceng-Ceng Keng) “Demikian murni tentang batinnya, perlahan-

27

lahan memasuki Tao sejati. Setelah masuk kedalam Tao sejati dapatlah dikatakan ia

memperoleh Tao. Sebenarnya tiada sesuatu yang diperolehnya, hanya dengan maksud

agar bermanfaat bagi semua manusia, maka digunakanlah kata-kata “memperoleh Tao

(Tek Too). Bagi orang yang menyadari hal ini, ia boleh menyiarkan Tao para nabi.45

Pertemuan dari ketiga ajaran telah menghasilkan suatu pandangan hidup yang

memupuk pikiran Tridharma yang toleran, penuh bakti,sederhana dan bebas dalam

sikap hidupnya serta praktis cara berpikir.

Dalam kehidupan sehari-hari penulis melihat pemakaian atribut atau symbol

agama seperti kelahiran mengadakan upacara kepada trinabi lebih pada nabi yang

tertua yaitu Lo Cu, dalam upacara perkawinan lebih cenderung kepada Kong Hu Cu

dan biasanya kematian telihat jelas dalam upacara cenderung kepada Buddha.46

Ritus kelahiran tradisional Cina bervariasi dalam bentuk dan ekspresi

berdasarkan perbedaan. Namun demikian, sebagian besar orang akan merayakannya

termasuk lima ritus utama untuk perayaan anak yaitu, saat lahir, ketika berusia tiga

hari, seratus hari,satu bulan dan satu tahun. Rinciannya sebagian besar identik kecuali

untuk beberapa perbedaan kecil sesuai dalam tradisi Tao.

Khong Hu Chu tidak mempersoalkan keagamaan dalam perkawinan, baik

untuk Pria maupun wanitanya, meskipun beda kepercayaan atau keyakinannya

diserahkan pada penganutnya masing-masing tapi lebih ke dalam tradisi Kong Hu

Chu. Dalam tradisi Tionghoa memang tidak bisa dipisahkan dengan aliran agama

Buddha Tridharma. Banyak keturunan Tionghoa sudah tidak mengerti apa makna

yang tersirat dari upacara kematian dalam tradisi Tionghoa. Upacara kematian dalam

Agama Buddha tentu saja tidak persis sama seperti upacara kematian dalam tradisi

Tionghoa tetapi mereka lebih mengambil tradisi tersebut.

45M.P Sasanaputera Satyadharma, Edt. Jo Priastana, “Permata Tridharma” cet: Pertama, hal. 189 46 Lihat kematian Kwee Tek Hoay dihubungkan dengan hari Asada 6 juli 1952 dalam tradisi agama Buddha, D.S Marga Singih, Tridharma Selayang Pandang, hal. 41

28

BAB III SEJARAH DAN TOKOH

A. Sejarah Tridharma Indonesia

Untuk lebih mudah mengenai sejarah sebaiknya kita telusuri melalui 1 abad terakhir.

Pada tahun 1900 berdirinya Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Batavia dengan tokohnya

antara lain Lie Kim Hok, Phoa Keng Hek (presiden pertama) dan Yoe Tjai Siang (redaktur

mingguan Konfusianis - Li Po)47. THHK mengajarkan Bahasa Tionghoa dan Agama

Khong Hu Cu sebagai respons atas gencarnya misionaris Kristen. THHK mengkhususkan

diri pada aktivitas pendidikan.

Pada tahun 1900 berdiri pula Perhimpunan Theosofi. Banyak tokoh-tokoh Agama

Buddha yang belajar atau mengenal Ajaran Buddha dari Theosofi antara lain M.S.

Mangunkawatja, The Boan An, Drs. Khoe Soe Kiam, Ny. Tjoa Hin Hoey, dan lain-lain.

Dan pada tahun 1918 Berdirinya Khong Kauw Hwee (KKH) di Solo.

Pada tahun 1923 – 1926 berdirinya Khong Kauw Tjong Hwee sebagai badan pusat yang

kemudian perjuangannya diteruskan sebagai badan federasi kedua antara tahun 1923 -

1926.

Pada tahun 1931 Kwee Tek Hoay (31 Juli 1886 - 4 Juli 1952) mendirikan percetakan

dan penerbitan Moestika di Batavia - yang kemudian dipindahkan ke Cicurug, Bogor -

serta menjabat sebagai direktur dan redaktur kepala Majalah Mingguan Moestika Dharma

(1932 - 1934). Setelah itu menyusul diterbitkannya Majalah Sam Kauw Gwat Po.48

47 Tanggal 3 juni 1900 tepatnya, Gubernur General Hindia Belanda menyetujui berdirinya THHK di Jakarta dan pada tanggal 8 juni terjadi pemberontakan juga di Cina. Pertama kali didirikanya THHK di Batavia kemudian muncullah juga di beberapa daerah lainya di beberapa kota di Indonesia. Lihat dalam buku Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok “ Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia” (Jakarta: Pelita Kebajikan 2005), h. 89-91. 48M.P Sasanaputera Satyadharma, Edt. Jo Priastana, “Permata Tridharma” cet: Pertama, hal. 3

29

Akhir abad ke 19 berdirinya Java Buddhist Association di bawah kepemimpinan E.

Power dan Josias Van Dienst. Organisasi ini merupakan anggota International Buddhist

Mission yang berpusat di Thaton Burma (beraliran Buddha Theravada). International

Buddhist Mission Java Section berdiri di Batavia tahun 1932 dengan Deputy Director

Generalnya adalah Josias van Dienst.

Pada tanggal 4 Maret 1934, Bhikkhu Narada Mahathera (1899 - 2 Oktober 1983) dari

Ceylon (Srilangka) datang ke Indonesia atas undangan Kwee Tek Hoay, Ir. Mengelaar

Meertens (Ketua Perhimpunan Theosofie cabang Indonesia) dan Pandita Yosias van

Dienst (Deputy Director General International Buddhist Mission Java Section).49 Beliau menanam pohon Bodhi di pelataran Candi Borobudur dan kemudian memberikan ceramah-ceramah di klenteng-klenteng antara lain Kwan Im Tong Jakarta. Sebagai catatan,

Bhikkhu Narada juga menyebarkan dharma ke Inggris dan Amerika.

Pada bulan Maret 1934 Berdirinya Batavia Buddhist Association (BBA) dengan ketua kehormatannya adalah Lim Feng Fei dan ketuanya adalah Kwee Tek Hoay. BBA lebih banyak mengembangkan Ajaran Buddha Mahayana.

Pada bulan Mei 1934 berdirinya Sam Kauw Hwee (disingkat SKH) di Jakarta dengan ketuanya adalah Kwee Tek Hoay. Publikasi utamanya melalui majalah Sam Kauw Gwat

Po (1934 - 1947). Cabang-cabang SKH antara lain di Kediri, Teluk Betung, Palembang,

Samarinda, Makasar, Manado, Gresik, Tempeh, Bogor, dan lain lain.

Dan pada tanggal 21 Desember 1934 berdirilah Sam Kauw Hwee di Kediri oleh Tan

Koen Swie yang juga menerbitkan Majalah Soeara Sam Kauw Hwee. Dilanjutkan pada tahun 1935 berdirinya Sam Kauw Hwee di Manado oleh Kapten Oey Pek Yong.

20 Februari 1952 berdirinya GSKI (Gabungan Sam Kauw Indonesia). Sebagai hasil pengorganisiran kembali Sam Kauw Hwee dengan bergabungnya Cin Tik Hwui

49M.P Sasanaputera Satyadharma, Edt. Jo Priastana, “Permata Tridharma” cet: Pertama, hal. 9

30

(Muntilan,Jawa Tengah), Sin Ming Hwee bagian kebatinan (Candra Naya, Jakarta), Thian

Li Hwee, Buddhis Tengger (Jawa Timur) dan lain-lain, dengan ketua umumnya adalah

The Boan An.

Dan tanggal 20 Pebruari 1953 pukul 12.00 WIB berdirilah Gabungan Sam Kauw

Indonesia (GSKI) di Jakarta. Ditetapkan sebagai badan hukum dengan Penetapan Menteri

Kehakiman RI No. JA5/31/13 tanggal 9 April 1953, dan termuat dalam Tambahan Berita

Negara RI No. 33 tanggal 24 April 1953 urutan no. 3. Ketua umum pertama : The Boan

An.

GSKI melengkapi organisasinya dengan komisaris ceramah yang mengatur tugas para

penceramah yang terdiri dari :

1. Sam Kauw Hwee

2. Khong Kauw Hwee

3. Thian Lie Hwee, dan

4. Tokoh-tokoh Theosofi dan kebatinan.

Komisaris ini kemudian berubah menjadi Seksi Penceramah50. Kemudian 22 Mei 1953 diadakannya Perayaan Hari Raya Tri Suci Waisak 2497 untuk pertama kalinya di Candi

Borobudur.

Dilanjutkan pada tanggal 23 Januari 1954 ditahbiskannya The Boan An (ketua umum pertama GSKI) menjadi bhikkhu di Burma dengan nama ASHIN JINARAKKHITA oleh

Ven. Mahasi Sayadaw. GSKI (atau pribadi-pribadi pimpinan GSKI) mengutus/menyokong

The Boan An untuk belajar agama Buddha di Burma antara tahun 1953 - 1954.

Selanjutnya tahun 1961 - 1963 berdirinya Gabungan Tridharma Indonesia (GTI). Nama

GTI dikukuhkan/ditetapkan dalam Rapat Umum Anggota yang diadakan tanggal 16 - 18

50 Sejak tahun 1976, Seksi Penceramah ini dilepaskan oleh GTI menjadi badan otonomi dengan nama Majelis Rohaniwan Tridharma Indonesia dan tanggal 18 April 1976 ditetapkan sebagai hari jadinya Majelis Tridharma Jakarta setelah perubahan Anggaran Dasar GTI yang diputuskan di Rapat Umum Anggota tanggal 17 April 1976 di Cisarua.

31

April 1976 di Cisarua, Akte Perobahan No. 1 tanggal 1 Juni 1976 dan ditetapkan oleh

Pengadilan Negeri Jakarta Barat - Selatan dengan Surat Keputusan Perkara Perdata No.

298/1976 tanggal 9 Juni 1976. Ketua umum kedua : Drs. Sasanasurya (Khoe Soe Khiam).,

Majalah bulanan Tri Budaya (terbit hingga 145 nomor, Pebruari 1966) Ketua umum ketiga :

Drs. Aggie Tjetje, SH., SS.,Ketua umum keempat : Bhagyadewa Sidharta., Ketua umum kelima : Drs. Aggie Tjetje, SH., SS., Ketua umum sekarang : Dr. Danny Wiradharma, SH.

Tanggal 14 Mei 1967 berdirinya PTITD (Perhimpunan Tempat Ibadat Tri Dharma) se-

Jawa Timur di Lawang dengan ketuanya adalah Ong Kie Tjay. Kemudian tahun 1969 berdirinya PTITD se-Indonesia dengan ketua pertamanya adalah Ong Kie Tjay sedangkan ketuanya yang sekarang adalah Ongkoprawiro. GTI membentuk Majelis Rohaniwan

Tridharma Indonesia di Jakarta dengan ketuanya adalah Sasanaputera Satyadharma. PTITD membentuk Majelis Rohaniawan Tri Dharma se-Indonesia51 di Surabaya dengan ketuanya adalah Ong Kie Tjay.

Tanggal 17 Desember 1977 Berdirinya Majelis Rohaniwan Tridharma Seluruh Indonesia

(Majelis Tridharma Federasi) di Lawang, Jawa Timur, yang merupakan federasi dari 2 (dua)

Majelis Tridharma dari Jakarta dan Surabaya. Utusan Jakarta diwakili oleh Sasanaputera

Satyadharma (ketua delegasi) dan 2 orang anggota yaitu Kittinanda dan Toto Muryanto.

Sedangkan utusan Surabaya diwakili oleh S.W. Tenggara (ketua delegasi) dan 10 orang anggota. Ketua umumnya adalah Ong Kie Tjay (1977 - 1979). Organisasi ini kemudian dibubarkan pada tanggal 5 Agustus 1979.

Tanggal 31 Desember 1978 disahkannya Anggaran Dasar Majelis Rohaniwan Tridharma

Seluruh Indonesia (Martrisia) di Lawang dan ditandatangani oleh :

S.W. Tenggara (Surabaya)

S. Wibisana (Surabaya)

51M.P Sasanaputera Satyadharma, Edt. Jo Priastana, “Permata Tridharma” cet: Pertama, hal. 11

32

Sasanaputera Satyadharma (Jakarta)

Prajnadhassa Supardjo (Jakarta)

Tanggal 22 September 1979 berdirinya MARTRISIA (Majelis Rohaniwan

Tridharma Seluruh Indonesia) di Lawang, Jawa Timur,52 yang merupakan peleburan

(fusi) 2 (dua) Majelis Tridharma dari Jakarta dan Surabaya untuk menyesuaikan diri dengan terbentuknya WALUBI sebagai Wadah Tunggal. Ketua umum pertamanya adalah Ong Kie Tjay (1979 - 1980) dan ketua umum keduanya adalah Ongko Prawiro

(1980 - sekarang)

Tahun 1983 Hari Raya Waisak ditetapkan sebagai hari libur nasonal (Tahun Buddhis

2527) dengan Surat Keputusan Presiden RI No. 3/1983.

Tanggal 31 Juli 1997 Martrisia Komda DKI dan Jawa Barat memisahkan diri dari

Martrisia Pusat.

Tanggal 3 Januari 1999 berdirinya Majelis Agama Buddha Tridharma Indonesia di

Cipanas dengan susunan pengurus (periode 1999 - 2004) :

- Ketua Dewan Pandita adalah Maha Pandita Sasanaputera Satyadharma.

- Ketua Dewan Pertimbangan adalah Maha Pandita Kittinanda.

- Pengurus Pusat Ketua umum adalah Maha Pandita Bhagyadewa Sidharta dan

Sekretaris jenderal adalah Pandita Utama Gunananda Djajaputera, BA.

Tahun 1999 berdirinya Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI) di Jakarta dengan Sekjen Bhiksu Prajnavira. KASI merupakan badan federasi Sangha-Sangha dan beranggotakan : Sangha Agung Indonesia (SAGIN), Sangha Theravada Indonesia dan

Sangha Mahayana Indonesia.

52M.P Sasanaputera Satyadharma, Edt. Jo Priastana, “Permata Tridharma” cet: Pertama, hal. 13

33

Tahun 2000 Pencabutan atas Inpres yang membatasi Adat Istiadat, Tradisi dan

Kebudayaan Cina. Dilanjutkan tahun 2001 Imlek ditetapkan sebagai hari libur fakultatif.

Dan tahun 2002 Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Tridharma sebagai satu organ kesatuan hanya ada di Indonesia. Tridharma tidak pernah mempunyai hubungan ke negara lain. Tridharma lahir karena dahsyatnya misi- misi Agama Nasrani yang berorientasi menyedot Umat Buddha keturunan Tionghoa pada akhir abad 19.

Kwee Tek Hoay mendirikan Sam Kauw Hwee setelah Tiong Hoa Hwee Koan gagal memelihara dan mengembangkan ajaran Khong Hu Cu dan Beliau menganggap Khong

Kauw Hwee yang didirikan di Solo pada tahun 1918 dan di kota-kota lain kurang memasyarakat atau kurang memberikan harapan.

Ong Kie Tjay membentuk Tempat Ibadat Tri Dharma karena klenteng-klenteng di

Jawa Timur terancam punah sebagai akibat dari persepsi yang kurang lengkap dari

Penguasa Perang Daerah terhadap klenteng yang dianggapnya sebagai Lembaga

Kecinaan yang non agama pasca G30S/PKI tahun 1965.

B. Tokoh Kwee Tek Hoay

Kwee Tek hoay lahir di Bogor pada tanggal 31 juli 1886 dan meninggal pada

tanggal 4 juli 1952 dalam usia 66 tahun di Desa Warung Ceuri, Cicurug, Priangan,

Jawa Barat. Jenazah-nya diperabukan di Muara Karang, Jakarta pada tanggal 6 juli

1952 bertepatan dengan Hari Asada.53

Kwee Tek Hoay (singkat KTH) menikah pada bulan Februari tahun 1906 ( 12 hari

sebelum hari Sin Cia) dengan Oey Hiang Nio dan dikaruniai tiga anak.

53 D.S. Marga Singgih “ Tridharma Selayang Pandang” . hal. 39

34

Seperti sebagian besar anak Tionghoa pada jaman itu, KTH mendapat pendidikan

Sekolah Tionghoa dengan pengantar Bahasa Hokkian. Namun demikian Kwee Tek

Hoay dapat menguasai bahasa Inggris dengan baik berkat belajar secara privat kepada seorang kebangsaan India S. Maharaja yang menjadi guru di Tiong Hoa Hwee Koan di Bogor. Sedangkan bahasa Belanda dipelajarinya dari Lebberton dan Wotman pengurus Loge Theosophie di Bogor.

KTH senang mengarang sejak ia masih sekolah, tampa sepengetahuan orang tuanya. Ia menulis dan mengembangkan bakatnya di bidang jurnalistik sejak masih remaja dan tulisan-tulisanya dimuat di berbagai surat kabar pada saat itu seperti Li Po,

Sin Po, Ho Po, dan Bintang Betawi. Sebagai penulis, ia kerap kali hanya menggunakan inisial KTH. Dalam sehari-hari KTH adalah seorang pedagang yang membuka toko tekstil (Toko KTH) dan juga percetakan Moestika.

Menurut Prof. R. Clauine Lombard-Salmon dari perancis alam bukunya ang berjudul Literatur in Malay by the Chinese of Indonesia, sejak tahun 1902 KTH telah banyak menyumbangkan banyak karya tulis di banyak surat kabar pada saat itu.

Bakatnya dalam bidang jurnalistik semakin menonjol sekitar masa Perang Dunia I

(1914-1918) saat ia sering mengirimkan tulisan mengenai Perang Dunia I itu. Pada tahun 1952 Kwee Tek Hoay menjadi Pemimpin Redaksi Harian Sin Bin di Bandung, ia juga menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Mingguan Panorama sejak tahun 1926-

1932 dan juga Majalah Bulanan Moestika Romans tahun 1930-1932. Pada tahun

1932-1934 Kwee Tek Hoay mendirikan Majalah Mingguan Mustika Darma dan

Majalah Bulanan Sam Kauw Gwat Po (1934-1947).

Majalah ini kemudian menjadi sumber dan media komunikasi bagi perkumpulan

Sam Kauw Hwee yang diprakarsai oleh Kwee Tek Hoay pada tahun 1935.

35

Sam Kauw Hwee yang telah diganti nama menjadi Gabungan Sam Kauw Indonesia

(GSKI) berubah menjadi Gabungan Tridarma Indonesia (GTI) yang resmi berdiri

tanggal 20 Februari 1952 pukul 12:00 WIB yang berbentuk Badan

Hukum/Rechtperson/Legal Body berdasarkan Penetapan Menteri Kehakiman RI No.

JA5/31/13 tanggal 9 April 1953 dan termuat dalam tambahan Berita Negara RI No.33

tanggal 24 April 1953 urutan Nomor 3.

1. Sebagai sastrawan dan seniman

Kwee Tek Hoay juga ternyata seorang pecinta musik ia juga mempunyai

seperangkat alat musik tradisional seperti kecapi, gambang, suling, dan piano. Dalam

waktu senggangnya ia mengarang lagu yang mengaransir lagu tersebut dengan piano

yang terdapat di rumahnya di Cicurug. Kegemarannya menyanyi membuat banyak

teman datang berkumpul. Tidak sedikit lagu yang dikarangnya, salah satu diantaranya

yang sekarang masih dinyanyikan oleh umat Buddha Tridharma setiap kebaktian

adalah lagu Tridharma Gita.

Pada masa mudanya Kwee Tek Hoay juga gemar bermain sandiwara. Pada tahun

1926 hingga 1930 ia memimpin kelompok sandiwara Miss Intan yang cukup terkenal

pada masa itu. Perkumpulan sandiwara ini sering berkeliling di kota-kota di Jawa

Tengah dan Jawa Barat. Kebanyakan judul diambil dari novel Kwee Tek Hoay seperti

Drama Gunung Merapi, Drama Dari Krakatau, Drama Di Boven Digoel Dan Boenga

Roos Dari Tjikembang. Novel-novel tersebut juga sering dimainkan oleh Opera

Dardanella Mr. Pedro dengan artis/aktor seperti Miss Dja, Tan Tjeng Bok dan Andjas

Asmara.

Disamping itu Kwee Tek Hoay juga produktif dalam membuat syair-syair dan

puisi. Banyak dimuat dalam majalah Panorama. Pernah pula Kwee Tek Hoay

36 menerbitkan buku kumpulan syair Melayu yang disuntingnya sendiri yang berjudul

Bouquet Panorama. Di dalamnya terdapat syair para pengarang ternama yang ia terjemahkan dalam bahasa Melayu.

Selama lebih dari 20 tahun, hasil karya sendiri maupun terjemahan atau saduran yang dihasilkan mencapai lebih 100 judul yang berbeda tema mulai dari agama

(Buddhisme, Konfusianisme, Taoisme, Hinduisme, Brahmaisme, Kristen, Islam dan

Theosofie), Filsafat (Omar Khayam, Rabidranat Tagore, Bhagawat Gita), Drama,

Hikayat Kuno( Yunani, India, Cina), Ilmu Gaib dan mistik, Puisi, Sajak, Syair, Novel,

Roman Cerita Jenaka, Musik, Sosial Budaya. Hingga tak heran bila Kwee Tek Hoay dijuluki Pengarang Serba Bisa (All Round Writer).

Artikelnya dalam Moestika Romans diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh

Prof. Lea S. William, Chairman Dept. Of Asian History, Brown University, Rhode

Island yang diterbitkan sebagai buku dengan judul The Origins Of The Modem

Chinese Movement In Indonesia oleh Cornell University, South East Asia Program,

Modern Indonesia Project Translation Series, Ithaka New York.

Pada tanggal 7 November 2011, sesuai dengan KEPPRES R.I. NO. 115

/TK/TAHUN 2011 Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono memberikan apresiasi tinggi kepada Kwee Tek Hoay dengan memberikan Piagam

Penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma atau Pahlawan Sastrawan Melayu atas karya-karyanya yang sangat berguna untuk bangsa Indonesia. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Presiden SBY kepada salah satu keturunan Kwee Tek Hoay di Istana Negara dalam rangka menyambut Hari Pahlawan (10 November)54

54“Pengharagaan Budaya tertinggi,” Kompas, 8 November 2011, h. 1

37

Dalam usia senja, Kwee Tek Hoay mengidap penyakit diabetes melitus (gula), ia mencoba mengatasinya dengan banyak berolahraga jalan kaki setiap pagi dan sering memakan tumbuh-tumbuhan obat yang ditanam di halaman rumahnya.

Pada masa-masa setelah Perang Dunia II, keadaan dan situasi masih kacau sehingga tidak cukup aman bagi kebanyakan orang. Kwee Tek Hoay tetap ingin tinggal di Cicurug karena mengkhawatirkan buku-buku hasil karyanya, percetakan dan perpustakaan akan dihancurkan oleh perampok/perusuh.

Namun ia membiarkan istrinya Oey Hiang Nio hijrah ke Jakarta sebagai tempat yang lebih aman pada saat itu. Jepang sudah kalah namun masih terjadi pemberontakan fisik dimana-mana. Para pemberontak bergerilya masuk ke hutan dan menteror penduduk setempat dengan merampok. Kejadian ini juga menimpa rumah tinggal Kwee Tek Hoay di Cicurug. Ia yang tinggal bersama seorang pembantu laki- laki dan seorang pembantu wanita sebagai tukang masak, ikut dalam ronda kampung bersama dengan penduduk setempat. Kerapkali ia tidak beristirahat dan mengabaikan kesehatannya.

Pada suatu pagi ketika orang-orang desa seperti biasanya mengambil air dari sungai dan melewati rumah Kwee Tek Hoay, seseorang menemukan Kwee Tek Hoay sedang tergeletak di halaman rumah. Pada saat itu ia masih hidup namun seluruh tubuhnya dingin. Diusahakan mencari dokter di Cicurug namun tidak berhasil, akhirnya datang seorang dokter dari Bogor namun nyawa Kwee Tek Hoay tidak tertolong lagi. Kwee Tek Hoay meninggal pada tanggal 4 Juli 1952. Tiada pesan terakhir yang sempat diucapkannya, yang ada hanya sepucuk surat berisi pesan terakhir untuk putri sulung-nya Kwee Yat Nio. Sebagian besar buku-buku yang ditinggalkannya dapat diselamatkan dan dibawa ke Jakarta.

38

Kwee Tek Hoay diremasi secara tradisional dengan menggunakan kayu bakar di

Krematorium Pluit / Muara Karang, Jakarta, krematorium yang didirikan berdasarkan gagasannya sendiri dengan mendirikan Yayasan Sham San Bumi. Hari itu tanggal 6

Juli 1952 bertepatan dengan hari raya Asadha (Buddhisme), abu jenazahnya dibuang ke laut pada keesokan harinya.

Pandangan Kwee Tek Hoay tentang Tridharma sebagai aktivis / umat Tridharma, sudah sepatutnya mengetahui buat pemikiran dan cita-cita Kwee Tek Hoay tentang

Tridharma. Dalam karya-karyanya, Kwee Tek Hoay begitu banyak berbicara tentang

Tridharma / Sam Kauw. Berikut beberapa kutipan dari Kwee Tek Hoay tentang Sam

Kauw.

Kwee Tek Hoay (Sam Kauw Gwat Po Edisi Februari 1939) :

"Itoe Sam Kauw akan mendjadi satoe philosofie agama jang paling lengkep dan memberi faedah besar bagi manoesia, teroetama bagi orang Tionghoea jang leloehornja soedah kenal itoetiga peladjaran sadari riboen taon laloe"

Kwee Tek Hoay (Sam Kauw Gwat Po Edisi Agustus 1936) : Apatah betoel Sam Kauw Hwe satoe pakoempoelan "Gado gado"? "Bahoea sabagian besar dari orang jang masih pegang tetep Agama Tionghoa dalam praktijk ada memelok Sam Kauw, kerna ini Tiga Agama sadari banjak abad yang laloe soedah tergaboeng mendjadi satoe dalembatin dan panghidoepan orang Tionghoa. Kita sendiri anggep tidak djelek kalo satoe Hoed Kauw Hwe meloeloe perhatiken agama Buddha dan satoe Khong Kauw Hwe tida bitjaraken laen dari agama Khong Tjoe...begitu juga satoe To Kauw Hwe perhatiken agama Too saja....

Kwee Tek Hoay (Sam Kauw Gwat Po Edisi Februari 1939) :

Tapi ia orang tida haroes mentjelah pada Sam Kauw Hwe tjoemah lantaran ini perkoempoelan soedah perhatiken sari dari Tiga Agama jang soedah tergabung dalem batin dan panghidoepan Tionghoa. Sam Kauw Hwe ada pandang seperti soedara dan ingin bekerdja sama sama dengan sasoeatoe pakoempoelan atawa pergerakan jang perhatikan sadja sotoe satoe dari itu Tiga Agama sendirian. Djoega kita tidak ingin bermoesoehan pada laen laen agama jang bukan Sam Kauw kaloe di laen fihak tida ada disiarken apa apa jang bersifat menjerang atawa merendahkan pada Khong Kauw, Hoed Kauw dan Too Kauw, Dunia ada tjoekoep lebar aken masing masing agama bekerdja dalem kalangannja sendiri"

39

2. Sebagai Sosialis dan rohaniawan

Di bidang sosial, Kwee Tek Hoay aktif menjadi Ketua dan pengurus beberapa

perkumpulan sosial, seperti Perkumpulan Penolong Kematian yang kemudian

merintis pendirian krematorium di Pluit / Muara Karang, Jakarta. Ia juga merupakan

salah seorang pendiri dari organisasi Tiong Hoa Hwee Koan – Bogor pada tahun

1912.

Banyak orang yang tidak tahu bahwa jasa Kwee Tek Hoay dalam kebangkitan

agama Buddha di Indonesia setelah mengalami masa tenggelamnya sangatlah besar.

Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, agama Buddha di bumi nusantara ini bisa

dikatakan sunyi senyap. Kwee Tek Hoay lah orang Indonesia pertama yang menjadi

pelopor kebangkitan Agama Buddha yang pertama di Indonesia, khususnya

Tridharma (Buddhisme, Confucianisme dan Taoisme). Terbukti dari karya-karya

buku dan majalah yang diterbitkan Kwee Tek Hoay sejak tahun 1920, serta

mendirikan organisasi Sam Kauw Hwee di tahun 1930an. Maka dari itu selain dikenal

sebagai pelopor kebangkitan Agama Buddha yang pertama di Indonesia, beliau juga

dikenal sebagai Bapak Tridharma Indonesia.

Pada tanggal 24 Maret 1934, Kwee Tek Hoay bersama Yosias Van Dienst

(Director General International Buddhist Mission Bagian Java) mengundang Bikkhu

Narada dari Sri Langka. Bikkhu Narada memberikan ceramah-ceramah di berbagai

tempat di Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan dikoordinir oleh Sam Kauw

Hwee di masing-masing daerah yang bersangkutan.

Itu semua tidak lepas dari jasa Kwee Tek Hoay yang mempelopori dan memotori

Sam Kauw Hwee di Indonesia. Bahkan organisasi Sam Kauw Hwee pun menjadi

tempat berlabuh The Boan An (Sukong Asinjinarakita) untuk berkarya sebelum

ditahbiskan menjadi Biksu. The Boan An sempat menjadi Ketua Gabungan Sam

40

Kauw Indonesia. Maka dari itu peran Sam Kauw Hwee dan Kwee Tek Hoay tidak bisa dilupakan dari kebangkitan Agama Buddha di Indonesia.

Pada tanggal 5 Agustus 2012 Kwee Tek Hoay mendapatkan piagam penghargaan dari Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Jendral Bimbingan

Masyarakat Buddha sebagai Pelopor / Pengembang Agama Buddha di Indonesia dan sebagai Bapak Tridharma Indonesia.

Atas jasa yang sangat besar di bidang sastra, sosial dan agama, pada tanggal 16

September 2012, nama Kwee Tek Hoay diresmikan menjadi nama salah satu kawasan terkenal di Jakarta yaitu kawasan Pecinan / Glodok dan sekitarnya. Sekarang nama kawasan tersebut telah resmi menjadi kawasan China Town Kwee Tek Hoay yang diresmikan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta pada saat itu yaitu Fauzi Bowo.

Kwee Tek Hoay yang hidup dalam masyarakat peranakan Tionghoa sejak kecil telah dipengaruhi oleh kebudayaan campuran yaitu kebudayaan Pribumi, Tionghoa dan Barat. Pada awalnya karena pasangnya pergerakan Tionghoa di Hindia Belanda,

Kwee Tek Hoay rupanya lebih terpengaruh oleh Khong Hu Cu tidaklah mengherankan ketika orang ramai memperdebatkan baik buruknya ajaran Khong Hu

Cu yang disalahartikan. Yang diutamakan hanya konsep dari Hauw55 padahal menurut Kwee Tek Hoay itu bukanlah inti ajaran Khong Hu Cu. Kwee Tek Hoay berpendapat bahwa para pemimpin Khong Kauw Hwee56 kurang memiliki pengetahuan tentang Khong Hu Cu dan cara Khong Kauw Hwee menyebarkan ajaran

Khong Hu Cu juga sudah ketinggalan jaman.

Akan tetapi lama kelamaan Kwee Tek Hoay yang banyak membaca dan menulis, mulai lebih memperluas horisonnya. Kwee Tek Hoay tertarik pada Buddhisme dan

Taoisme. Bahkan Hinduisme pun telah meninggalkan jejak dalam pikiran Kwee Tek

55 Hauw adalah konsep bakti kepada orang tua 56 Pada masa itu sebutan ini adalah sebutan untuk perkumpulan agama Khong Hu Cu

41

Hoay. Dalam karya sastranya seperti novelnya yang terkenal Kembang Rooss Dari

Tjikembang (yang ditulis pada tahun 1927) dan novelnya yang terbaik Drama Dari

Boven Digoel (yang ditulis sejak 1928 dan kemudian diterbitkan dalam bentuk buku pada 1930an), unsur kebatinan dan reinkarnasi sangat menonjol.

Karena pengaruh kebudayaan yang beragam, ditambah dengan kegagalan Khong

Kauw Hwee akhirnya Kwee Tek Hoay mencoba menyebarkan Sam Kauw atau tiga agama dengan sekaligus yaitu Khong Hu Cu, Buddhisme dan Taoisme menurut Kwee

Tek Hoay ketiga agama itu adalah agama Tionghoa57 tidaklah mungkin jikalau orang hanya menganut satu saja karena dalam kepercayaan orang Tionghoa telah termasuk unsur-unsur dari ketiga agama itu.

Dari kata Kwee Tek Hoay sendiri:58

Sebetulnya kepercayaan orang Tionghua kebanyakan adalah racikan atau gabungan dari tiga agama itu hingga tiada banyak terdapat konfusianisme taoisme dan buddhisme yang cuma pegang 1 agama saja.

Kwee Tek Hoay juga mencoba menjelaskan asal usus pencampuran ini.59

Ini sifat campur aduk bukan lantaran Tionghua tidak fanatik hanya karena pelajaran dari 3 agama itu tidak terlalu bertentangan satu sama lain sedangkan pendiri Buddha atau Tao tidak melarang penganutnya memuja abu leluhur dan pemuka Khong Hu Cu tidak ada pantangan untuk memuja makhluk makhluk suci dalam kelenteng kelenteng

Campuran tiga agama ini barangkali dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan latar belakang budaya orang orang Tionghoa di Asia Tenggara. Para leluhur mereka datang dari Tiongkok Selatan dimana ketiga agama itu diterima sebagai satu. Dr. C.K Yang, berargumentasi bahwa hal ini disebabkan oleh sifat kepercayaan keagamaan Tionghoa yang politeistik dan eklektik.

Keeksklusifan menyembah yang ditekankan disini adalah sifat antar iman politeisme di Tiongkok yang cenderung mengaburkan batas tiap agama. Akan tetapi

57 Kwee Tek Hoay “Agama Tionghoa” (TjiTjoeroeg: Mustika 1937), hal. 1 58 Kwee Tek Hoay “Agama Tionghoa” hal.1 59 Marga Singgih “ Tridharma The Way of Life “ (Jakarta: Yayasan Bakti. 2010) hal. 34

42 tetap cara doktrin ketiga agama yang ini sukar dipadukan. Oleh karena itu ketika ia mendirikan Sam Kau Hwee, dalam majalah yang berjudul Sam Kauw Gwat Po, ia menulis bahwa mereka tidak bermaksud menggambungkan tiga agama menjadi satu tetapi setiap agamanya akan mempertahankan identitasnya masing masing60.

Walaupun demikian karena mayoritas orang Tionghua di indonesia menganggap ketiga agama itu telah tercampur jadilah logis kalau ketiga agama itu di jadikan satu.

Sam Kauw dirikan oleh Kwee Tek Hoay bersama kawan kawannya pada tahun

1934 bersamaan dengan terbitnya sebuah majalah bulanan Tiga Agama yang bernama

Sam Kauw Gwat Po. Ia menjadi pendiri sekaligus merangkap ketua Batavia

Buddissme Asociation.

Walaupun demikian Sam Kauw yang dianjurkan oleh Kelompok Kwee Tek Hoay akhirnya mencoba menyatupadukan ketiga agama. Kwee Tek Hoay mencoba mencari aspek-aspek yang sama dari ketiga agama ini untuk membuktikan bahwa tujuan ketiga agama itu adalah serupa “Misalnya ia mengatakan bahwa ketiga agama itu akhirnya membawa orang pada keadaan kebahagiaan sempurna. Taoime menunjukkan jalan kepada manusia untuk manunggal dengan sumber utama bernama

Too (Tao atau Dao). Buddisme memberitakan bagaimana seseorang dapat manunggal dengan Wet (hukum) Kebenaran atau Dharma dan dengan demikian mencapai

Nirwana. Konfusianisme menunjukkan bagaimana seseorang dapat hidup menurut watak asli dan dengan demikian mencapai Seng Djin (Manusia Sempurna). Kwee Tek

Hoay akhirnya mengatakan bahwa walaupun metode yang berbeda akan tetapi tujuannya adalah sama.61

Untuk menarik lebih banyak pengikut Kwee Tek Hoay mencoba menggabungkan adat istiadat orang Tionghua di Indonesia ke dalam Sam Kauw itu. Menurut Kwee

60 Marga Singgih “ Tridharma The Way of Life “hal. 35 61 Marga Singgih “ Tridharma The Way of Life “hal. 35

43

Tek Hoay, Sam Kauw adalah agama Tionghoa mempunyai banyak titik persamaan dengan agama lain. Kwee Tek Hoay berpendapat bahwa Sam Kauw mengakui adanya

Tuhan yang sering disebut dengan Thian atau Thie Kong. Menurut Kwee Tek Hoay seorang Tionghua setiap bulan 7 tanggal 9 senantiasa melakukan sembahyang kepada

Tuhan. Yang disembahnya adalah langit yang besar dan luas tidak terbatas. “Karena cuma langit sendiri yang bisa melukiskan atau wakilkan kebesaran Tuhan”.

Kwee Tek Hoay mengatakan yang dipuja orang Thionghoa adalah Thian yang

Maha Besar dan Maha Kuasa. Dan Thian ini merupakan hukum alam, sama dengan

Dharma dalam Buddhisme, Wet kebenaran dalam Tao dan Thian Too dalam Khong

Hu Cu. Sedangkan pemujaan pada tepekong atau dewa-dewi menurutnya tidak bertentangan dengan pemujaan terhadap Tuhan yang Maha Besar. Ini disebabkan taopekong atau dewa-dewi adalah pembantu Tuhan yang berkuasa pada bidangnya masing-masing. Mereka itu adalah makhluk suci yang mengabdi juga kepada Tuhan.

Kwee Tek Hoay mengungkap mengumpamakan taopekong-taopekong di kelenteng itu sebagai ambtenar-ambtenar raja. Menghormati para ambtenaar tidak berarti bahwa rakyat tidak menghormati raja. Menurut Kwee Tek Hoay, taopekong-taopekong atau malaikat-malaikat itu adalah wakil tuhan yang Maha Besar. 62

Selanjutnya Kwee Tek Hoay ingin memberikan arti yang rasional bagi berbagai kebiasaan orang Tionghoa di Indonesia. Ia berpendapat bahwa dengan penyebaran ajaran Sam Kauw orang Tionghoa di Indonesia akan memperoleh kemajuan batin ketentraman hidup. Akan tetapi yang juga penting bagi Kwee Tek Hoay adalah supaya orang Tionghoa bisa mengenal lebih baik pada agama dari leluhur sendiri.

Dengan kata lain Kwee Tek Hoay ingin peranakan Tionghoa mempertahankan identitas Tionghoa di Hindia Belanda.

62Marga Singgih “ Tridharma The Way of Life “hal. 35

44

Pada saat itu Sam Kauw Hwee bukan saja menerbitkan majalah dan buku untuk menyebarkan ajarannya, tetapi ia juga mengadakan ceramah-ceramah dan perayaan.

Ceramah-ceramah itu diadakan pada waktu tertentu setiap bulannya. Tempatnya ialah di kelenteng Kwan Im di Mangga Besar, Jakarta. Sedangkan perayaan-perayaan tahunan yang diadakan adalah Waisak atau Asadha. Kedua perayaan itu sebetulnya adalah perayaan Agama Buddha.

Para pengikut Sam Kauw umumnya adalah para peranakan Tionghoa banyak artis peranakan pada jaman sebelum Perang Dunia II juga turut aktif dalam perkumpulan tersebut. Sam Kauw terus berkembang mula-mula di Jawa kemudian ke luar Jawa.

Sam Kauw Hwee berkembang dan maju mengalahkan Kong Kauw Hwee. Pada tahun 1955, ada lebih dari 30 Sam Kauw Hwee di seluruh Indonesia tujuan organisasi ini adalah mempersatukan, menyebarkan dan mempraktikan Tridharma.

Meskipun demikian ajaran keagamaan yang diajarkan di berbagai ceramah, Sam

Kauw tidak dapat dikatakan membentuk satu iman atau pandangan keagamaan tunggal. Dr. D.E. Willmott berargumen bahwa “ajaran reinkarnasi tidak diselaraskan dengan pemujaan leluhur dan cara-cara hidup yang agak berbeda yang disiratkan dalam Kesalehan Khong Hu Cu, Peninggalan Keduniawian Buddhisme dan

Kepasifan Taoisme, dianjurkan secara terpisah atau bersama. Banyak anggota dari penceramah terutama merupakan penganut salah satu dari ketiga agama itu sambil meminjam gagasan yang sesuai dari dua agama lainnya.

Kwee Tek Hoay sebagai pelopor Sam Kauw itu telah aktif sampai akhir hayatnya ia tidak pernah absen dalam pertemuan-pertemuan Sam Kauw. Juga pada waktu tidak aman Kwee Tek Hoay yang tinggal di Cicurug dan berusia lanjut tetap menghadiri pertemuan-pertemuan tersebut di Jakarta. Ketika perayaan Waisak pada 1951 yaitu beberapa waktu sebelum Kwee Tek Hoay meninggal, ia masih hadir dan

45 menerjemahan pidato E. Power dalam bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dan untuk perayaan hari Ashada ia juga sudah mempersiapkan ceramahnya akan tetapi nasib

Kwee Tek Hoay kurang baik rumahnya di Cicurug digarong berkali-kali dan akhirnya dia sendiri juga ditemukan meninggal di halaman rumahnya. Itu terjadi pada tanggal

15 juli 1951. Jenasahnya kemudian dibakar menurut keinginannya sendiri. Konon penganjur Tridharma ini adalah orang Tionghoa yang mempelopori pembakaran jenazah di Jakarta.63

Meskipun Kwee Tek Hoay sudah tiada lagi tetapi perkumpulan Sam Kauw yang kemudian di Indonesia menjadi Tridharma pada tahun 1960an tetap bertahan sampai masa kini.

63 Marga Singgih “ Tridharma The Way of Life “hal. 38

46

BAB IV

KONSEP DAN PENGAKUAN TRIDHARMA PANDANGAN D.S MARGA SINGGIH

A. D.S Marga Singgih

Lahir di Jakarta pada tanggal 21 januari 1962 dari keluarga Konfucius. Kendati cuma

berbekal ijazah SMA ia pernah mengajar Agama Buddha di TK Tri Ratna (Jakarta Pusat),

TK-SD Tunas Karya Kelapa Gading (Jakarta Utara), SMP Buddhis Silaparamita (Jakarta

Timur) TK-SD-SMP-SMA Budidaya (Jakarta Utara) dan Akademisi Akutansi

STIE/UPI/YAI (Jakarta Pusat) selama 10 tahun sejak tahun 1981 hingga 1991.

Salah satu hal yang membuatnya punya kepercayaan diri untuk terjun di dunia

pendidikan kala itu ialah latar belakangnya sebagai pengasuh Sekolah Minggu dan

Remaja Tridarma dan juga aktivis Pemuda Tridharma di Jakarta Selatan (Bio Hok Tek

Ceng Sing, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan) yang juga kemudian mengantarkannya

menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Tridharma Indonesia selama dua periode

berturut-turut (1985-1988 dan 1988-1991).

Sampai saat ini ia masih aktif sebagai Ketua Yayasan Bakti Balai Kitab Tridarma

Indonesia dan juga Pemimpin Umum Majalah Hikmah Tridarma yang diembannya sejak

tahun 1991 dan juga sebagai Dharmaduta sejak tahun 1980 hingga kini.

Dia sering membantu membagikan pengalaman dan ceramahnya di berbagai kota

mulai Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatera Selatan.

Materi dan topik yang disampaikannya selalu dalam bahasa sehari-hari mudah dicerna

serta tidak heran bila kehadirannya banyak ditunggu oleh umat Tridharma mulai dari

anak-anak, remaja, pemuda bahkan orang tua. Disamping itu ia juga menjabat sebagai

47

salah satu ketua di Pengurus Pusat Majelis Tridarma Indonesia (periode 1999-2004, 2004-

2009, 2009-2014).64

Pada 2 Mei 2007 bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional Indonesia bersama

beberapa rekan, ia mendirikan Yayasan Sutra Bakti suatu lembaga swadaya masyarakat

yang nirlaba (non profit) yang bergerak dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial

kemasyarakatan serta mempunyai visi Developing Smart And Green Community untuk

lebih memberdayakan insan Indonesia dengan mendirikan Rumah Baca untuk semua,

umum dan gratis di Desa Babelan Kota, Kecamatan Babelan, , Jawa Barat dan

Desa Kedaung Barat, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang, Banten serta di Kampung

Cibogo, Desa Cilaku, Tenjo, Bogor, Jawa Barat.

Setelah pensiun dari dunia pendidikan suami dari Wanti Sumarta ini bekerja sebagai

Salesman di PT Terus Jaya Mandiri yang bergerak dalam bidang elektronik dan home

appliances (1991-1994). Kemudian bergabung dengan PT Saga Machie (1994-2000)

sebagai Sales Manager ELLE Paris Shoes, kemudian dilanjutkan ke Transmarco Concept

Private Ltd. Singapore sebagai Country Manager Hush Puppies Shoes USA (2000-2002)

di Indonesia.

Dan sejak tahun 2002 sampai sekarang penggemar ia bekerja di PT Cipta Sumber

Sejahtera sebagai General Manager Andre Valentino Shoes/ Andre Comfort Shoes/

Studio Nine Shoess/ Gunze Japan (Underwear) yang mempunyai jaringan distribusi di

pusat perbelanjaan dan departemen store papan atas di berbagai daerah.

Ayah tiga putra (Prajna, Viria, Yasa) ini juga sebagai Ketua Tim Kecil Sport Shoes

(peningkatan perdagangan dalam negeri), Dewan Pengurus Nasional APRISINDO

(Asosiasi Persepatuan Indonesia) dan di dalam Munas VII APRISINDO di Jakarta pada

64 Marga Singgih, Tridharma The Way of Life hal. 47 tulisan ini juga ada di buku Marga Singgih Kematian Bukan Akhir Kehidupan (Jakarta: Yayasan Bakti 2009) hal. 177 dan buku-buku lainya.

48

tanggal 1 Mei 2009 lalu ia juga dipercaya sebagai Ketua Pengembangan Usaha Dalam

Negeri DPN APRISINDO masa bakti 2009-2012.

Marga singgih banyak menulis artikel tentang Ketridharmaan dan Buddha di berbagai

majalah komunitas wihara/cetiya maupun di Majalah Tridharma, beberapa karya tulis

dan juga buku yang telah disusun dan bahkan telah diterbitkan dengan berulang kali cetak

ulang karena kebutuhan dan permintaan para pembaca diantaranya ialah65

- Sejarah Singkat Tahun Saka Versi Jawa Kuno, 1981

- Sang Buddha, 1982

- Belajar Mewarnai, 1983

- Tridharma 1983, 2006, 2009

- Kebudayaan Orang Tionghua Di Indonesia Suatu Catatan Kecil 1986

- Tridarma Selayang Pandang 1987,1993,1995, 1998, 1999, 2006, 2011

- Pokok-pokok Ajaran Dasar Agama Buddha 1987, 1989, 1993

- Avalokitesvara 1988, 1992, 1995

- Tridarma Dari Masa Ke Masa 1989, 1993, 1995, 1996,1999

- Kematian Bukan Akhir Kehidupan 2009

- Tridharma The Way of Life 2010

- Perkawinan Dan Keluarga Terbaru Tridarma 2011

B. Tridharma Sebagai Organisasi

Tridharma mempunyai majelis tertinggi yaitu Majelis Tridharma Indonesia.66 Dalam

Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) bahwa majelis tertingginya

bernama Majelis Tridharma Indonesia disingkat menjadi MTI. MTI mempunyai struktur

65 Marga Singgih, Tridharma The Way of Life, hal. 49 dan Marga Singgih, Kematian Bukan Akhir Kehidupan, (Jakarta: Yayasan Bakti 2009) hal. 177 66 Terdaftar pada : Direktorat Jendral Sosial Politik, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, No. 61/D.1/V/2003 DEPDAGRI, Departemen Agama, Direktorat Jendral Bimas Buddha, No. 90/9/YAB/V/2003 lihat Website Resmi Tridharma www.tridharma.org

49 yang mulai dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan umat.

Dijelaskan juga organisasi itu berdiri sejak tanggal 30 Maret 2003 yang bersifat atau yang berazaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Organisasi ini tidak mengambil untung atau laba untuk kepentingan pribadi atau golongan juga tidak masuk dalam golongan organisasi politik tetapi ini lebih kepada organisasi keagamaan, sama halnya dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam agama Islam Indonesia maka sama halnya MTI dalam istilah Tridharma.

Kita mulai dari awal bahwa Tridharma yang dihadirkan oleh KTH adalah sebagai pelindung bagi orang-orang Tionghoa untuk tetap dalam garis leluhur mereka. Karena telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa organisasi ini berfungsi untuk mencegah kristenisasi dan penyempitan umat bagi Tridharma sendiri.

Dilihat dari awal cikal bakal dari pada Tridharma di Indonesia adalah dari Sam Kauw

Hwee yang berdiri terus kemudian berubah nama GSKI (Gabungan Sam Kauw

Indonesia) dan Gabungan Triharma Indonesia (GTI), berubah lagi Majelis Tridharma,

PTITD (Perhimpunan Tempat Ibadat Tri Dharma) dan MARTRISIA (Majelis Rohaniwan

Tridharma Seluruh Indonesia) secara organisatoris & administratif berada dibawah pembinaan Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu &

Buddha yang kemudian menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha.

Hingga Akhirnya pada tanggal 1-3 Januari 1999 berubah nama dari Majelis Agama

Buddha Tridharma Indonesia menjadi Majelis Tridharma.

Adapun tujuan daripada majelis tinggi yaitu mempererat tali persaudaraan, memelihara dan melaksanakan ajaran Tridharma, serta membangun dan mengembangkan kerukunan, turut serta meningkatkan kualitas manusia serta mencerdaskan bangsa.

Banyak yang telah di lakukan organisasi tertinggi ini baik itu pembinaan mental, spiritual

50

serta kualitasnya dan kemudian pelaksanaan kebaktian upacara-upacara kemudian

menerjemahkan kitab-kitab suci ajaran Tridarma menerjemahkan majalah-majalah serta

mendirikan dan menyelenggarakan lembaga pendidikan hingga menciptakan kemandirian

tersendiri.

C. Tridharma Sebagai Agama

Sebetulnya kepercayaan dan agama orang Tionghoa kebanyakan adalah gabungan

dari tiga macam agama yaitu Khong Hu Cu, Buddha atau Tao. Untuk menjadikan

ketiganya menjadi satu bukan berarti mengabungkan menjadi satu tapi penghayatanyalah

yang menjadi satu.67

Dalam wawancara saya, Marga Singgih mengibarat seperti kita minum secangkir kopi

susu. Bahannya adalah air, gula, susu, dan kopi. Ketika diaduk seluruhnya dalam satu

cangkir maka jadilah kopi susu. Kalau kita kaitkan dengan Tridharma, air ibaratkan umat

karena universal, gula sebagai Khong Hu Cu, susu sebagai Buddha, dan kopi sebagai Tao.

Kalau dicampur bersamaan tidak kelihatan mana itu gula, susu dan kopi karena telah

melebur jadi satu tapi ketika dirasakan kita mengetahui ada rasa gula, susu dan kopi. Itu

yang dimaksud penghayatan Tridharma. Itu juga karena ketiga bahan itu bisa dicampur.

Kalau dengan agama lain itu tidak bisa.

Kalau istilah Kwee Tek Hoay mengatakan dari ketiga agama ini untuk membuktikan

bahwa tujuan ketiga agama itu adalah serupa “Misalnya ia mengatakan bahwa ketiga

agama itu akhirnya membawa orang pada keadaan kebahagiaan sempurna. Taoisme

menunjukkan jalan kepada manusia untuk manunggal dengan sumber utama bernama Too

(Tao atau Dao). Buddisme memberitakan bagaimana seseorang dapat manunggal dengan

Wet (hukum) Kebenaran atau Dharma dan dengan demikian mencapai Nirwana.

67 Ketiga ajaran tersebut tidak dicampur adukkan hingga menghasilkan sesuatu yang baru akan tetapi masing-masing tetap bersumber pada kitab sucinya tersendiri begitu pula pada umat bahwa ajaran Tridharma sama sekali tidak bertentangan satu sama lain. Bahkan saling mendukung dengan keselarasan, keserasian, serta keseimbangan.

51

Konfusianisme menunjukkan bagaimana seseorang dapat hidup menurut watak asli dan

dengan demikian mencapai Seng Djin (Manusia Sempurna). Kwee Tek Hoay akhirnya

mengatakan bahwa walaupun metode yang berbeda akan tetapi tujuannya adalah sama.68

D. Undang-undang Agama serta Pengakuan Tridharma di Indonesia

a. Undang-undang Agama di Indonsia

Dalam sila Pancasila yang pertama tertulis Ketuhanan Yang Maha Esa serta Undang-

Undang Dasar (UUD) 1945 Negara Republik Indonesia pasal 29 diterangkan bahwa ( ayat 1)

Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (ayat 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.

Pasal 1 UU Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau

Penodaaan Agama. Pada Pasal 1 UU disebutkan: ”Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia .”

Pada Pasal tersebut terdapat klausula ”agama yang dianut di Indonesia”. Pada penjelasan ayat tersebut dijelaskan bahwa penjelasan klausala ”agama yang dianut di Indonesia” ialah ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khong Hu Cu (Confusius).

Jadi dari aturan tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Indonesia ternyata mengakui, melindungi, dan menjamin keberadaan agama tertentu, dalam hal ini keenam agama di atas. Adapun alasan pengakuan tersebut didasarkan pada sejarah perkembangan agama-agama di Indonesia. Keenam macam agama itu merupakan agama-agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia.

68 Marga Singgih “ Tridharma The Way of Life “hal. 35

52

Landasan yang dijadikan pijakan bagi perumus aturan tersebut bukanlah landasan yuridis melainkan lebih kepada landasan historis agama yang berkembang di Indonesia. Setidaknya itulah yang penulis tangkap dari penjelasan klausala “agama yang dianut di Indonesia”.

Perlakuan khusus terhadap keenam agama yang diakui secara yuridis oleh negara memberikan konsekuensi mereka mendapat jaminan seperti yang diberikan oleh Pasal 29 ayat 2 UUD 1945, keenam agama tersebut mendapat bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan oleh Pasal 1 UU No. 1/PNPS/Tahun 1965.

Sebaliknya, agama-agama selain keenam agama dimaksud mendapat pengecualian

(exclusion), pembedaan (distinction), serta pembatasan (restriction) dengan berlakunya ketentuan Pasal 1 UU , hal mana dapat dilihat dari penjelasan “agama-agama tersebut dibiarkan adanya, asal tidak mengganggu ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain”.

Menurut Marga Singgih pengakuan enam agama adalah sebagai admistrasi bukan sebagai hal yang sakral namun di sini tokoh Marga Singgih lebih mengatakan hanya 6 agama yang dibina bukan diakui di Indonesia tapi bahasanya dibina dan dapat pelayanan serta dapat

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Republik Indonesia.

Agama Tridharma memang tidak termasuk agama besar tapi sudah dibawah Kementrian

Agama Bimas Buddha Indonesia, namun walaupun demikian Tridharma merupakan suatu kepercayaan sendiri yang berbeda dengan yang lain dan memiliki ruang lingkup tersendiri walaupun tidak dapat admistrasi Negara yang besar seperti agama-agama besar lainya.

b. Pengakuan Tridarma di Indonessia

Tridharma sebelumnya bernama Sam Kauw Hwee (perkumpulan Tridharma) sudah ada sejak tahun 1920 di Hindia Belanda sebelum adanya Repulik Indonesia (RI). Setelah muncul

RI tanggal 17 agustus 1945 Sam Kauw secara otomatis sudah ada di Departemen Agama.

53

Pengakuan datang dari umat sendiri bukan dari Negara karena Negara hanya membina organisasinya saja asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila.

Berdirinya GSKI (Gabungan Sam Kauw Indonesia ) pada tanggal 20 Februari 195269.

Sebagai hasil pengorganisiran kembali Sam Kauw Hwee dengan bergabungnya Cin Tik Hwui

(Muntilan,Jawa Tengah), Sin Ming Hwee bagian kebatinan (Candra Naya, Jakarta), Thian Li

Hwee, Buddhis Tengger (Jawa Timur) dan lain-lain, dengan Ketua Umumnya adalah The

Boan An. Pada tanggal 20 Pebruari 1952 pukul 12.00 WIB maka berdirilah Gabungan Sam

Kauw Indonesia (GSKI) di Jakarta. Ditetapkan sebagai badan hukum dengan Penetapan

Menteri Kehakiman RI No. JA5/31/13 tanggal 9 April 1953, dan termuat dalam Tambahan

Berita Negara RI No. 33 tanggal 24 April 1953 urutan no. 3.

Dalam hal menjalankan kegiatan organisasi terutama dalam pembinaan kerohanian

Gabungan Tridharma Indoneia (GTI) membentuk seksi-seksi penceramah /dharmaduta dan yang dikemudian hari seksi penceramah ini dilepaskan untuk mandiri sebagai organisasi dengan nama Majelis Rohaniawan Tridharma Indonesia atau Majelis Tridharma.

Majelis Rohaniwan Tridharma Indonesia (Jakarta & Jawa Barat) inilah yang kemudian bersama sama dengan Majelis Rohaniawan Tridharma Se-Indonesia (Surabaya, Jawa Timur) sepakat untuk membentuk wadah baru di Lawang, Jawa Timur pada 17 Desember 1977 dengan nama MARTRISIA (Majelis Rohaniwan Tridharma Seluruh Indonesia) dan 20 tahun kemudian pada 31 Juli 1997, MARTRISIA Komda DKI Jakarta dan Jawa Barat (termasuk

Banten & kemudian Sumatera Selatan) memisahkan diri untuk membentuk Majelis Agama

Buddha Tridharma Indonesia (disingkat Majelis Tridharma).

Sejak awal berkiprah, Gabungan Tridharma Indonesia (GTI) yang kemudian menjadi

Majelis Tridharma, PTITD (Perhimpunan Tempat Ibadat Tri Dharma) dan MARTRISIA

69 Kutipan ini banyak diambil dari berbagai buku dan majalah seperti D.S. Marga Singgih “Tridharma The way Of life” (Jakarta: Yayasan BAKTI 2010) hal. 2, D.S. Marga Singgih “Kematian Bukan Akir Kehidupan” (Jakarta: Yayasan BAKTI 2009), hal. 174, D.S. Marga Singgih “ Tridharma Selayang Pandang” cet: ketujuh, (Jakarta: Yayasan BAKTI 20111), hal. 2

54

(Majelis Rohaniwan Tridharma Seluruh Indonesia) secara organisatoris & administratif berada dibawah pembinaan Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan

Masyarakat Hindu & Buddha yang kemudian menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan

Masyarakat Buddha. Dan selama perjalanan MARTRISIA hanya melaksanakan 3 kali kongres yaitu pada tahun 1980, 1983 dan 2010.

Kevakuman yang cukup lama akhirnya membuat pimpinan Tridharma Jakarta dan Jawa

Barat menyatakan keluar dari MATRISIA yang bepusat di Surabaya pada masa itu sejak tanggal 31 juli 1997. Sejak itulah kegiatan Tridharma di Jakarta dan Jawa Barat diorganisir kembali oleh Majelis Rohaniawan Tridharma Indonesia atau Majelis Tridharma yang dipimpin oleh Maha Pandita Sasanaputera Satyadharma.

Pada tanggal 1-3 januari 1999 Majelis Agama Buddha Tridharma Indonesia (disingkat

Majelis Tridharma) melaksanakan Musyawarah Umat Buddha Tridharma Indonesia di

Pesanggrahan Bumi Tridharma Gn. Putri-Pacet, Cianjur, Jawa Barat yang akhirnya menetapkan perubahan nama organisasi menjadi Majelis Agama Buddha Tridharma

Indonesia disingkat menjadi Majelis Tridharma dengan dipimpin oleh Maha Pandita

Bhagadewa Sidarta sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat ( massa bakti 1999-2004) dan

Pandita Utama Gunananda Djajaputra. BA sebagai Sekretaris Jenderal. Sedangkan Ketua

Dewan Pandita adalah Maha Pandita Sasanaputera Satyadharma.

Munas pertama majelis Tridharma diselenggaakan pada tanggal 10-12 Sepember 2004 di

Pusdiklat Sespim Polri Lembang, Bandung, Jawa Barat. Dalam MUNAS pertama ini telah terpilih pengurus pusat masa bakti 2004-2009 dengan ketua umum Pandita Utama Budiyono

Tantrayoga Dan Seketariss Jendral Pandita Utama Pramana Winardi. Sedangkan ketua dewan pandita adalah Pandita Utama Padmanadi Viriya Dharma dan ketua dewan pertimbangan adalah Maha Pandita Kittinanda.

55

Pada tanggal 2-3 September 2006 Majelis Tridharma melaksanakan Musyawarah Nasional

Luar Biasa (Munaslub) di Wisma Karwika Cisarua, Bogor, Jawa Barat yang bertujuan untuk meninjau ulang Pembukaan Anggaran Dasar dan beberapa pasal Anggaran Dasar dalam yang berkenaan dengan sejarah kelahiran Majelis Tridharma.

Munas kedua Majelis Tridharma berlangsung pada tanggal 27-29 November 2009 di

Cipanas, Cianjur, Jawa Barat. Dalam munas tersebut Pandita Utama Gunananda Djajaputra,

BA terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat sedangkan Pandita Utama Jayasena Asoka terpilih sebagai Ketua Dewan Pandita untuk masa bakti 2009-2014. Sedangkan jabatan

Seketaris Jenderal dipercayaan kepada pandita utama Drs. Padmadani Viriya Dharma M. Ak.

Dan pembukaan langsung munas kedua dibuka oleh Dirjen Bimas Buddha Irjen (Pol) Drs

Setiawan M.Sc.

E. Umat Tridharma

Umat Tridharma Indonesia yang hampir 99 % merupakan keturunan Toinghoa adalah masyarakat patrinial yang terdiri atas marga / suku yang tidak terikat secara geografis dan teritorial yang selanjutnya telah menjadi satu dengan suku-suku di Indonesia70. Keturunan masyarakat Tionghoa kebanyakan masih membawa tradisi mereka kemanapun mereka pergi baik itu kepercayaan-kepercayaan terhadap ideologi maupun yang lain termasuk kepada roh leluhur mereka.

Umumnya orang-orang Tionghoa bermigrasi ke Indonesia membawa adat istiadat mereka serta membawa pula kebiasaan kebiasaan yang pernah mereka lalui sebelumnya.

Salah satu hal yang mereka harus taati dimanapun mereka berada adalah keluarga yang satu marga (shee) dilarang menikah, karena mereka dianggap masih satu keturunan atau satu darah atau yang masih mempunyai hubungan keluaga. Contohnya marga Lauw dilarang

70 D.S. Marga Singgih “Perkawinan dan Keluarga Tridharma” (Jakarta: Yayasan BAKTI 2011), hal. 1

56 menikah dengan marga Lauw dari keluaga lain, sekalipun tidak saling kenal. Akan tetapi pernikahan dalam satu keluarga juga sangat diharapkan agar supaya harta tidak jatuh ketangan orang lain.

Konsep Tridharma/SamKauw/Sanjiao/Tiga Agama bukan hanya ada di Indonesia, tetapi sudah berakar mulai abad ke-12 di Tiongkok71. Ditambah dengan sifat bangsa Tionghoa yang suka mencampur adukkan ajaran agama (sinkretisme) yang ada. Banyak bagian kebudayaan

Tionghoa yang sudah tercampur-baur dengan unsur dari ketiga agama ini.

Tridharma lebih tepat disebut sebagai salah satu bentuk kepercayaan tradisional masyarakat Tionghoa sebagai hasil dari sinkretisme ketiga filsafat yang mempengaruhi kebudayaan Tionghoa dan sejarah Tiongkok sejak 2500 tahun lalu. Karena agama resmi yang dibina oleh pemerintah Indonesia hanya enam, maka umat Tridharma di Indonesia dikelompokkan dalam lingkup agama Buddha, namun hal ini sebenarnya keliru.

Tridharma sendiri sudah sangat mendarah daging bagi kaum Tionghoa. Hasilnya, tiga agama terbaur menjadi satu. Meski agama Tao (pemuja dewa-dewi) lebih mendominasi, tapi banyak juga yang sudah tercampur ke dalam pemahaman Budhisme, seperti kitab suci, keng

(nyanyian), dsb. Padahal, sangatlah tidak etis jika harus mencampur ke tiga ajaran yang mulia tersebut. Hasilnya, banyak anak muda sekarang yang terluntang-lantung tidak mengetahui apa agama mereka yang sebenarnya. Misalnya jika ditanyai teman sebaya mereka, kebanyakan tidak tahu harus menjawab apa, karena jika di jawab “saya beragama Buddha” sedangkan mereka menyembah dewa/i (kelenteng).

Pada umumnya generasi muda sekarang ini sudah sangat terdokrinisasi dengan ajaran

Tridharma ini. Mereka menganggap bahwa Tridharma memang benar adalah suatu agama.

Dalam perkembangannya, Tridharma sendiri lebih banyak eksis di kelenteng, tetapi sudah

71 Bahkan ada kajian ilmiah terbaru dewasa ini yang menyimpulkan bahwa pola keagamaan masyarakat Tionghoa di negeri leluhur sebenarnya sudah ada dan berkembang sejak 7000 tahun yang lalu. Lihat Dalam Majalah HikmahTridharma edisi 06/XXXIV/November-Desember 2010 “Tridharma dalam Koridor Budaya dan Agama ditulis oleh Pdt. Ut Budiyono Tantrayoga dalam pengantanya. Hal. 10

57 agak keluar lintasan, seperti adanya pengajaran membaca “dhamapada” atau kitab suci umat

Buddha Theravada. Sebaiknya jika ingin memang benar-benar ingin belajar agama Buddha, pergilah ke Vihara. Disana anda akan lebih mendalami ajarannya. Paling tidak fungsi kelenteng adalah sebagai pengarah saja, dengan memberi gambaran umum seputar tiga agama dan tetap berpegang pada prinsip Tao, yakni menyembah dewa/i.

58

BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Tridharma berasal dari bahasa Sangsekerta, dari kata Tri dan Dharma. Tri

berarti tiga , Dharma berarti ajaran kebenaran. Secara istilah Tridharma berarti tiga

ajaran kebenaran. Yang dimaksud di sini adalah tiga ajaran kebenaran ialah ajaran

Sakyamuni Buddha, ajaran nabi Khong Hu Cu dan ajaran nabi lo Cu. Tridharma

merupakan agama yang penghayatanya menyatu dalam ajaran Buddha, Khong Hu Cu

dan Lo Cu. Secara historis sebutan awal adalah Sam Kauw yaitu tiga ajaran, Three

Teaching, tiga Agama, Three Religions of China, yang merupakan satu dasar atau satu

doktrin (Sam Kauw It Li).

Campur aduk ini bukanlah lantaran orang Tionghoa tidak fanatic terhadap

agama, hanya karena pelajaran dari tiga agama terebut tidak terlalu bertentangan satu

sama lain. Pada ajaran agama Buddha dan Tao tidak melarang memuja abu leluhur,

pemuka agama Khong Hu Cu pun tidak ada pantangan orang yang memuja machiok-

majiok suci dalam klenteng-klenteng.

Kwee Tek Hoay mencoba menyatupadukan ketiga agama. Kwee Tek Hoay

mencoba mencari aspek-aspek yang sama dari ketiga agama ini untuk membuktikan

bahwa tujuan ketiga agama itu adalah serupa misalnya ia mengatakan bahwa ketiga

agama itu akhirnya membawa orang pada keadaan kebahagiaan sempurna. Taoime

menunjukkan jalan kepada manusia untuk manunggal dengan sumber utama bernama

Too (Tao atau Dao). Buddisme memberitakan bagaimana seseorang dapat manunggal

dengan Wet (hukum) Kebenaran atau Dharmad dengan Delapan Jalan Tengah dan

dengan demikian mencapai Nirwana. Konfusianisme menunjukkan bagaimana

seseorang dapat hidup menurut watak asli dan dengan demikian mencapai Seng Djin

59

(Manusia Sempurna). Kwee Tek Hoay akhirnya mengatakan bahwa walaupun metode yang berbeda akan tetapi tujuannya adalah sama.

Marga Singgih mengibarat seperti kita minum secangkir kopi susu. Bahannya adalah air, gula, susu, dan kopi. Ketika diaduk seluruhnya dalam satu cangkir maka jadilah kopi susu. Kalau kita kaitkan dengan Tridharma, air ibaratkan umat karena universal, gula sebagai Khong Hu Cu, susu sebagai Buddha, dan kopi sebagai Tao.

Kalau dicampur bersamaan tidak kelihatan mana itu gula, susu dan kopi karena telah melebur jadi satu tapi ketika dirasakan kita mengetahui ada rasa gula, susu dan kopi.

Itu yang dimaksud penghayatan Tridharma. Itu juga karena ketiga bahan itu bisa dicampur. Kalau dengan agama lain itu tidak bisa.

Pada tahun 1931 Kwee Tek Hoay (31 Juli 1886 - 4 Juli 1952) mendirikan percetakan dan penerbitan Moestika di Batavia - yang kemudian dipindahkan ke

Cicurug, Bogor - serta menjabat sebagai direktur dan redaktur kepala Majalah

Mingguan Moestika Dharma (1932 - 1934). Setelah itu menyusul diterbitkannya

Majalah Sam Kauw Gwat Po. Pada bulan Maret 1934 Berdirinya Batavia Buddhist

Association (BBA) dengan ketua kehormatannya adalah Lim Feng Fei dan ketuanya adalah Kwee Tek Hoay. BBA lebih banyak mengembangkan Ajaran Buddha

Mahayana. Pada bulan Mei 1934 berdirinya Sam Kauw Hwee (disingkat SKH) di

Jakarta dengan ketuanya adalah Kwee Tek Hoay. Publikasi utamanya melalui majalah

Sam Kauw Gwat Po (1934 - 1947). Cabang-cabang SKH antara lain di Kediri, Teluk

Betung, Palembang, Samarinda, Makasar, Manado, Gresik, Tempeh, Bogor, dan lain lain. Dan tanggal 20 Pebruari 1953 berdirilah Gabungan Sam Kauw Indonesia (GSKI) di Jakarta. Ditetapkan sebagai badan hukum dengan Penetapan Menteri Kehakiman

RI No. JA5/31/13 tanggal 9 April 1953, dan termuat dalam Tambahan Berita Negara

RI No. 33 tanggal 24 April 1953 urutan no. 3. Selanjutnya tahun 1961 - 1963

60 berdirinya Gabungan Tridharma Indonesia (GTI). Nama GTI dikukuhkan/ditetapkan dalam Rapat Umum Anggota yang diadakan tanggal 16 - 18 April 1976 di Cisarua,

Akte Perobahan No. 1 tanggal 1 Juni 1976 dan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri

Jakarta Barat - Selatan dengan Surat Keputusan Perkara Perdata No. 298/1976 tanggal

9 Juni 1976. Tanggal 14 Mei 1967 berdirinya PTITD (Perhimpunan Tempat Ibadat

Tri Dharma) se-Jawa Timur di Lawang dengan ketuanya adalah Ong Kie Tjay.

Kemudian tahun 1969 berdirinya PTITD se-Indonesia. Tanggal 22 September 1979 berdirinya MARTRISIA (Majelis Rohaniwan Tridharma Seluruh Indonesia) di

Lawang. Hingga Akhirnya pada tanggal 1-3 Januari 1999 berubah nama dari Majelis

Agama Buddha Tridharma Indonesia menjadi Majelis Tridharma.

Bapak Tridharma Indonesia adalah Kwee Tek Hoay (KTH) yang lahir pada tanggal 31 juli 1886 dan meninggal pada tanggal 4 juli 1952 dalam usia 66 tahun di

Desa Warung Ceuri, Cicurug, Priangan, Jawa Barat. Tridharma yang dihadirkan oleh

Kwee Tek Hoay adalah sebagai pelindung bagi orang-orang Tionghoa untuk tetap dalam garis leluhur mereka. Organisasi ini berfungsi untuk mencegah kristenisasi dan penyempitan umat bagi Tridharma sendiri. Tridharma tidak akan bangkit dan meluas seperti sekarang dengan menerbitkan Moestika Dharmanya, Sam Kau Gwat Po-nya, dan berpuluh-puluh judul buku karya beliau yang memiliki andil besar sebagai perintis Tridharma sejak tahun 1930-an. Pada tanggal 7 November 2011, sesuai dengan KEPPRES R.I. NO. 115 /TK/TAHUN 2011 Presiden Republik Indonesia

Susilo Bambang Yudhoyono memberikan apresiasi tinggi kepada Kwee Tek Hoay dengan memberikan Piagam Penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma atau

Pahlawan Sastrawan Melayu atas karya-karyanya yang sangat berguna untuk bangsa

Indonesia. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Presiden SBY kepada salah satu

61

keturunan Kwee Tek Hoay di Istana Negara dalam rangka menyambut Hari Pahlawan

(10 November).

Secara organisasi Tridharma Terdaftar pada : Direktorat Jendral Sosial

Politik, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, No. 61/D.1/V/2003

DEPDAGRI, Departemen Agama, Direktorat Jendral Bimas Buddha, No.

90/9/YAB/V/2003. Walaupun demikian pembentukan Tridharma sudah dimulai sejak

1920-an dan pada tahun 1934 sudah didirikan.

2. Pandangan

Hidup manusia harus memiliki tujuan tanpa tujuan maka manusia tersebut

tidak dapat menentukan arah dan langkah yang akan dijalankan. Tujuan penulis dalam

skripsi ini adalah membagikan pengetahuan dan wawasan kepada pembaca dan

masyarakat akademia tentang ajaran tridharma baik dari segi organisasi sampai

kepada keimanan.

Menurut pandangan penulis bahwa agama Tridharma ini telah hadir sebelum

Indonesia ada, maka jelas bahwa agama ini merupakan agama yang patut dan perlu

lirik sebagai sebuah ilmu pengetahuan dan sebagai sejarah. Menurut hemat penulis

Indonesia harus bangga dengan apa yang dimilikinya bukan apa yang tidak dimiliki.

Bangga dengan apa yang ada dan dibawa oleh nenek moyangnya tidak menghujat

yang lain. Masyarakat Indonesia kalau kita lihat sejak awal, kita memiliki agama atau

kepercayaan sebelumnya adalah animisme dan dinamisme, dan itu adalah

kepercayaan kepada leluhur kita kemudian berkembang menjadi lebih kompleks dan

berkembang-berkembang menjadi sekarang lebih theistik.

Sebagai anak bangsa yang mempunyai kebhinekaan seharusnya tidak ada kata

diskriminasi dalam masyarakat kita begitu juga terhadap Tridharma Indonesia.

62

Dalam beberapa buku penulis melihat ada paparan bahwa seorang anak bangga dengan apa yang dimilikinya, seorang anak bangga dengan agamanya, seorang anak bangga dengan apa yang dipercayainya. Dalam hal ini penulis mengutip buku dari

Yasa Paramita Singgih bahwa beliau bangga menjadi Tridharma Indonesia “ menjadi

Tridharma adalah kebanggaan tersendiri bagi saya dan kita semua”.72 Itu adalah suatu kutipan yang menjadi pemikiran penulis bahwa apapun agama kita, apapun profesi kita, apapun yakinkan kita, apapun yang kita percayai kita harus bangga dengan itu semua, seharusnya begitu dan seharusnya begitu. Orang Islam bangga dengan keislamannya, orang Kristen bangga dengan kekristenannya, orang Buddha, Hindu, dan Konghucu bangga dengan apa yang dimilikinya tanpa harus mendiskriminasikan yang lain.

Hal yang paling menggelitik penulis dalam hal ini adalah expansi agama, expansi umat beragama yang memberikan suatu hal yang lebih menyudutkan agama minoritas. Awalnya tridharma muncul karena itu terjadi, karena banyaknya kristenisasi atau disebut dengan misionaris. Dalam hal ini seharusnya tidak seperti itu, pandangan penulis apa yang anda miliki tidak harus dimiliki orang lain, apa yang anda percayai tidak harus sama seperti apa yang dipercaya oleh orang lain, apa yang anda yakini adalah apa yang ada didiri anda sendiri karena yang sebenarnya ada dalam diri itu adalah bagaimana pribadi menuju ketuhanan dan keimanan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa. Agama bukan untuk dikompromikan tetapi agama adalah untuk meyakini pribadi sendiri.

Dalam hal ini Tridharma dalam pandangan penulis adalah sebuah agama yang bangga akan dirinya bangga akan keyakinannya untuk melindungi dan memberi wadah untuk semua umat Tridharma. Keimanan tridharma itu menyatu dalam

72 Yasa Paramitha Singgih, Saatnya Yang Muda di Depan,(Jakarta:Yayasan Sutra Bakti, 2011), hal. 7

63

Tridharma keimanan pada nabi Lao Tze, nabi Konghucu dan Sidharta Gautama.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa tujuannya sama berbelas kasih mencapai manusia yang sempurna.

Dalam hal ini penulis memberikan sedikit pengembangan untuk memberi belas kasih yang menulis kutipan dari buku Karen Armstrong (Compassion, 12

Langkah Menuju Hidup Belas Kasih), dijelaskan bahwa ada 12 cara atau 12 langkah bisa mencapai belas kasih, pertama adalah belajar tentang belas kasih bersifat mendidik. Dalam pengertian bahasa latin educere berarti “mengiringi keluar”.73 Dan program ini dirancang untuk mengeluarkan belas kasih yang seperti telah kita tinjau bersemayam dalam setiap manusia agar ia dapat menjadi kekuatan yang menyembuhkan untuk melatih kembali respon kita dan membentuk kebiasaan mental yang ramah, lembut dan tidak diwarnai ketakutan pada orang lain. Kedua lihatlah dunia kita sendiri , dalam langkah ini kita harus membawa diri kita secara mental ke puncak yang gunung yang lebih tinggi, ke tempat yang lebih tinggi dari apa yang kita bayangkan, tempat kita bisa berdiri tegak dan melihat suatu perspektif yang berbeda.

Ketiga dan seterusnya dengan berbelas kasih pada diri sendiri kemudian melakukan empati dan perhatian penuh serta melakukan tindakan kemudian menyadari betapa sedikitnya yang kita ketahui dilanjutkan dengan bagaimana seharusnya kita berbicara kepada sesama sehingga muncul kepedulian untuk semua sebagai sebuah pengetahuan dan pengakuan diri hingga yang teerakhir kita bisa mencintai musuh kita sendiri.

73 Karen Armstrong, Compassion, (Jakarta: Mizan, 2013), hal. 33

64

3. Saran

Bagi penelitian Tridharma selanjutnya diharapkan agar lebih kepada keimanan

dan lebih kepada tata cara peribadatan. Mungkin juga Tridharma berpengaruh kepada

kehidupan sosial budaya masyarakat Tionghoa yang ada di Indonesia. Mungkin juga

penelitian selanjutnya tentang konsep hari besar dan konsep eskatologi dan lain

sebagainya. Selain memahami karakteristik orang Tridharma peneliti juga harus

mengerti keadaan masyarakat Indonesia yang berbeda-beda dan harus meletakkan

bahwa Pancasila merupakan dasar negara Dan kemudian UUD 1945 sebagai pondasi

legislasi Indonesia.

Saran daripada penulis dalam menggunakan metodologi yaitu gunakanlah

metodologi fenomenologis yang ada dalam penelitian Tridharma, maka biarkanlah

mereka berkata sebagai umat beragama untuk menjelaskan apa yang mereka pahami

menurut mereka sendiri dengan tidak melakukan interpelasi, koreksi dan justifikasi.

65

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Matius, Filsafat Timur, Karang Mulya:Sanggar LUXOR, 2013.

Ali, Mukhti.H.A, Agama-agama di Dunia.Yogyakarta:IAIN Sunan Kalijaga Press.1988.

------,Asal Usul Agama. Yogyakarta: Nida, 1969.

Armstrong, Karen, Compassion, Jakarta: Mizan, 2013.

Chau, Chen Ming, Mengenal beberapa aspek filsafat Konfusianisme Taoisme dan Buddhisme, Jakarta: Akademi Buddhis Nalanda , 1986.

Djuntak, HT. (Alih Bahasa), Kitab-kitab Suci Tri Dharma, Semarang: Litbang Matrisia Jateng, 2010.

Hadikusuma, Hilman, Antropologi Agama. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1993.

Ikeda, Daisaku,Buddhisme:Falsafah Hidup. Jakarta: PT Indira. 1988.

Lubis, M. Ridwan Agama dalam Perbincangan Sosiologi. Bandung: Citapustaka. 2010.

Mahatera,Narada. Buddha dan Ajaranya (terjemahan).Kuala Lumpur: Misionary society ed. Ke-3. 1977.

------Sang Buddha dan Ajaranya.Jakarta: Yayasan Dharmadipa Arama 1994 .

Majalah Hikmah Tridharma, Yayasan BAKTI Jakarta 2003-2005.

Paramitha, Yasa Singgih, Saatnya Yang Muda di Depan,Jakarta:Yayasan Sutra Bakti, 2011.

Singgih, D.S. Marga “ Tridharma Selayang Pandang” cet: ketujuh, Jakarta: Yayasan BAKTI 2011 .

------“Tridharma The way Of life” Jakarta: Yayasan BAKTI 2010.

------“Perkawinan dan Keluarga Tridharma” Jakarta:Yayasan BAKTI 2011.

------“Kematian Bukan Akir Kehidupan” Jakarta: Yayasan BAKTI 2009.

------dkk. “Kisah Para Suci” cet: Kedua, Jakarta: Yayasan BAKTI 2011.

------“Avalokitesvara (Kuan Im)” Jakarta: Yayasan BAKTI 1988.

------“Tridharma Suatu Pengantar” Jakarta: Yayasan BAKTI 1999.

------“25 Tahun Perkawinan” Jakarta: April 2010.

Satyadharma, Sasanaputera, Genta Tridharma, Jakarta:Yayasan BAKTI 1999.

66

Satyadharma, Sasanaputera M.P, Edt. Jo Priastana, “Permata Tridharma” cet: Pertama, Jakarta: Yayasan Yasodhara Puteri 2004

Subalaratano, Bhikkhu, Pengantar Vinaya.Jakarta:Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda. 1998.

Tanggok, Ikhsan. Mengenal Lebih Dekat Agama Konghuchu Di Indonesia. Jakarta: Pelita Kebajikan. 2005.

Tek Hoay, Kwee “Agama Tionghoa” Tjitjoeroeg: Moestika . 1937.

Vesma, Dhamma Djajadi Ruslim “ Hari-Hari Suci Tridharma” Jakarta: Yayasan BAKTI 2005.

67

Lampiran-Lampiran Foto

Bersama Bapak Marga Singgih Di Klenteng Hok Tek Tjen Sin Kebayoran Lama

Di Depan Klenteng Hok Tek Tjen Sin Di Klenteng Hok Tek Tjen Sin

Piagam Penghargaan Dari SBY kepada Kwee Tek Karya Kwee tek Hoay Memplopori Tridharma Indonesia Hoay (Sam Kauw Gwat Po)

Kelenteng Kuan Im ( Wihara Sobhita ), Karya Sastra Kwee Tek Hoay Cisauk, Serpong, Tangerang.

Penjelasan Langsung Dari Bapak Jo Tanda Tangan Buku ditulis Langsung Bapak Jo sebagai Tentang Tridharma Indonesia Kenang-kenangan di Bogor

Bapak Tridharma Indonesia Kwee Tek Hoay

Transkrip Wawancara Dengan Bapak D.S Marga Singgih Pertanyaan Jawaban Pak Apa yang Dimaksud dengan 1. Tridharma (Sam Kauw / San Jiao) sebagai Tridharma , dan sejarah Tridharma? agama/ajaran yang di imani oleh kebanyakan orang Tionghoa sudah ada sejak lebih dari 1.000 tahun lalu di Zhong Guo(Tiongkok). Yang mana agama Buddha masuk ke Zhong Guo (Tiongkok) sejak thn 67 Masehi lalu berakulturasi & ber adaptasi sehingga menjadi Buddhisme dng ciri khas Zhong Guo/Tiongkok (Mahayana Zhong Guo/Tiongkok) yang memang banyak terpengaruh dengan ajaran Kong Zi / Khong Hu Cu & Lao Zi.

2. Tridharma (Sam Kauw / San Jiao) itu sendiri juga memberikan kontribusi yang besar terhadap keberadaan Agama Tionghoa (Hua Kauw / Hoa Jiao) yang memang sudah ada & berkembang lebih dari 2.500 tahun sebelon Kong Zi / Khong Hu Cu & lao Zi lahir, jadi sekitar hampir 4.500 tahun yang lalu.

3. Kelenteng pada umum nya merupakan Tempat Ibadah Agama Tionghoa yang merupakan Agama Rakyat yang ber akar pada kepercayaan/keimanan dari Agama Tionghoa itu sendiri + Kong Zi / Khong Hu Cu + Lao Zi / Tao + Mahayana Buddhis Zhong Guo/Tiongkok. Di Indonesia jarang sekali ada kelengteng yang unsur nya hanya Kong Zi / Khong Hu Cu saja atau Tao saja atau Buddha saja. Pasti ketiga unsur tsb masuk dan bahkan ada pula Dewa Lokal sebagai Keaifan Lokal yang di akomodasi di kelenteng tsb.

4. Jadi memang kelenteng tidak bisa di klaim hanya sebagai tempat ibadah agama Kong Zi / Khong Hu Cu saja atau agama Tao saja atau agama Buddha saja. Tapi kalo di bilang bahwa kelenteng adalah Tempat Ibadah Agama Tionghoa (Hua kauw / Hoa Jiao) atau Agama Tridharma maka itu adalah hal yang paling pas/sesuai.

5. Sam Kauw / Tridharma sebagai Organisasi sudah mulai di pelopori pada tahun 1920 an oleh Kwee Tek Hoay dan kemudian KTH mendirikan Sam kauw Hwee pada mei 1934 yang mana juga kemudian KTH mempelopori terbit nya Majalah Sam kauw Gwat Po (bukti dokumentasi / arsip ada lengkap). Jadi jauh sebelon Negara Indonesia merdeka & berdiri maka Organisasi Sam Kauw Hwee itu sdh ada.

6. Sam kauw Hwee pula yang pertama kali mengundang Bhikku Narada dari Srilangka utk datang ke Pulau jawa pada thn 1934 trus melakukan Penanaman Pohon Bodhi di Candi Borobudur, Jawa Tengah.

7. Setelah Indonesia merdeka pada thn 1945 maka Sam kauw Hwee juga sdh bernaung di bawah Dirjen Hindu Bali, Depag sampai kemudian berganti nama menjadi Gabungan Sam kauw Indonesia trus menjadi Gabungan Tridharma Indonesia.

8. Setelah peristiwa G 30 S PKI thn 1965 maka Presiden Suharto / Rejim Orde Baru pada tahun 1967 terbit lah Inpres No. 14 yang menyatakan melarang segala bentuk adat istiadat dan Agama Cina. Trus yg di larang itu adalah Agama Cina / Agama Tionghoa / Hua Kauw / Hoa Jiao. Sedangkan Agama Khong Hu Cu itu tidak dilarang dan tetap ada walau pun perkembangannya tidak pesat karena berada dalam pengawasan Orde Baru

Jelas bhw yang dilarang itu bukan lah Agama Khong Hu Cu karena pada kenyataan nya selama Rezim Orde Baru / Suharto berkuasa bahwa Kegiatan Agama Khong Hu Cu itu tidak dilarang...bahwa Matakin (Majelis Tinggi Agama Khong Hu Cu Indonesia) / Makin (Majelis Agama Khong Hu Cu Indonesia) tetap ada...dan Litang (Tempat Ibadah Umat Khong Hu Cu) juga tetep ada... Selama masa Rezim Orde aru itu nama tempat ibadah agama Khong Hu Cu oleh organisasi Matakin selalu di sebut Litang dan bukan Kelenteng.

9. Inpres No. 14 / 1967 tersebut ternyata juga ber imbas kepada semua Kelenteng di seluruh Indonesia yang mana efek nya di tiap daerah berbeda beda tergantung seberapa jauh / besar peranan & kedekatan pengurus kelenteng / tokoh Tionghoa kepada Pemda & Penguasa setempat. Ada yang mendapat tekanan amat sangat keras... Ada juga yang agak keras... Ada juga yang tidak terlalu keras...

Di Jakarta, Jawa Barat, Banten karena dekat dengan kekuasaan maka mendapat tekanan amat sangat keras sehingga Intervensi Pemerintah (Militer) juga sangat dalam sampe sampe mengatur pula ttg Penempatan Rupang (Patung) Buddha di depan altar utama Dewa/Dewi/Kongco/Makco/Sin Beng yang memang seharusnya tidak begitu tapi karena faktor paksaan ya mau tdk mau pengurus ikut termasuk mengganti nama Dewa Dewi dengan Style sansekerta... Kondisi Sosial Politik & Keamanan pada saat itu memang begitu.

Pada thn 1968 an, GTI (Gabungan Tridharma Indonesia) membentuk Majelis Rohaniwan Tridharma Indonesia utk membina Cabang Cabang Tridharma yang mendirikan Wihara Tridharma baru dengan wujud bangunan baru (bukan fisik kelenteng) utk pembinaan kebaktian umat secara rutin.

Namun Sebagian besar kelenteng di Jakarta, Jawa Barat, Banten memilih utk berdiri sendiri2 dan tidak ber naung di bawah Bendera Tridharma.

10. Di jawa Tengah, jawa Timur, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera kondisi nya juga berbeda beda dan atas jasa Bpk Ong Kie Tjay dari Surabaya maka pada thn 1967 beliau berhasil memberikan penjelasan kepada Penguasa Militer & Sipil agar kelenteng2 tsb ber ganti naa menjadi TITD (Tempat Ibadah Tri Dharma) dan kemudian membentuk induk nya dengan nama PTITD Se Indonesia (Perhimpunan Tempat Ibadat Tri Dharma se Indonesia). Dan Bpk Ong Kie Tjay juga membentuk MARTRISIA (Majelis Rohaniwan Tridharma Seluruh Indonesia) utk membina kerohanian umat.

11. Setelah Suharto/Rezim Orde Baru tumbang dan Agama Khong Hu Cu mendapatkan kembali hak hak sipil nya. Kemudian Matakin / Makin menyatakan bahwa Tempat Ibadah nya adalah Kelenteng atau kalo yg baru berdiri adalah Kong Miao / Kongcu Bio. Padahal semasa Rezim Orde baru / Suharto yang disebut / di klaim sebagai Tempat Ibadah Agama Khong Hu Cu adalah Litang dan bukan Kelenteng.

Padahal kelenteng2 yang ada di Indonesia itu pasti ber nuansa Agama Tionghoa + Kong Zi / Khong Hu Cu + Lao Zi / Tao + Mahayana Buddhisme.

12. Setiap kelenteng mau ber naung berada di bawah PTITD se Indonesia (Perhimpunan Tempat Ibadah tri Dharma se Indonesia)kah, di Matakin (Majelis Tinggi Agama Khong Hu Cu Indonesia) kah atau di WALUBI (Perwakilan Umat Buddha Indonesia) kan atau di Majelis lain nya kah?

Sebenernya ya tergantung pengurus dan umat setempat masing2.

Tidak mau bernaung dimana mana juga adalah HAK dan tidak menjadi masalah, karena bisa langsung berada di bawah Kementerian Agama.

Bagaimana dengan Legislasi Rekan Syamsul Bahri... Tridharma Indonesia? LAMPIRAN INPRES NO 1 tahun 1967

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 14 TAHUN 1967

TENTANG

AGAMA KEPERCAYAAN DAN ADAT ISTIADAT CINA KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:

bahwa agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina di Indonesia yang berpusat pada negeri leluhurnya, yang dalam manifestasinya dapat menimbulkan pengaruh psychologis, mental dan moril yang kurang wajar terhadap warganegara Indonesia sehingga merupakan hambatan terhadap proses asimilasi, perlu diatur serta ditempatkan fungsinya pada proporsi yang wajar.

Mengingat:

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 4 ayat 1 dan pasal 29. Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab III Pasal 7 dan Penjelasan pasal 1 ayat (a). Instruksi Presidium Kabinet No. 37/U/IN/6/1967. Keputusan Presiden Nomor 171 Tahun 1967. jo. 163 Tahun 1966.

Menginstruksi kepada:

Menteri Agama Menteri Dalam Negeri Segenap Badan dan Alat pemerintah di Pusat dan Daerah.

Untuk melaksanakan kebijaksanaan pokok mengenai agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina sebagai berikut:

PERTAMA:

Tanpa mengurangi jaminan keleluasaan memeluk agama dan menunaikan ibadatnya, tata-cara ibadah Cina yang memiliki aspek affinitas culturil yang berpusat pada negeri leluhurnya, pelaksanaannya harus dilakukan secara intern dalam hubungan keluarga atau perorangan.

KEDUA:

Perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat Cina dilakukan secara tidak menyolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga.

KETIGA:

Penentuan katagori agama dan kepercayaan maupun pelaksanaan cara-cara ibadat agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina diatur oleh menteri Agama setelah mendengar pertimbangan JaksaAgung (PAKEM).

KEEMPAT: Pengamanan dan penertiban terhadap pelaksanaan kebijaksanaan pokok ini diatur oleh Menteri Dalam Negeri bersama-sama Jaksa Agung.

KELIMA:

Instruksi ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal, 6 Desember 1967

PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Trus Bagaimana Kejadian pada Masa Yang dilarang oleh Rejim Orde Baru (Suharto) Rezim Suharto Yang melarang Orang dng Inpres Tahun 1967 itu adalah tertulis jelas China pada saat itu pak? ada dokumen nya bahwa yang dilarang dan tidak boleh adalah AGAMA TIONGHOA.

Namun selama ini banyak orang mengartikan nya adalah Agama Khong Hu Cu yang dilarang oleh Orde Baru padahal selama masa Orde Baru tsb Agama Khong Hu Cu tidak dilarang dan tetap ada dengan organisasi nya Matakin (Majelis Tinggi Agama Khong Hu Cu Indonesia) sebagai Organisasi tertinggi Umat Khong Hu Cu / Makin (Majelis Agama Khong Hu Cu) utk tingkat Kabupaten / Litang (nama tempat ibadah Umat Khong Hu Cu) selama Orde Baru tsb tidak dilarang, tidak ditutup, tidak dibubarkan dan tetap ada. Namun setelah Orde Baru tumbang dan semasa era Orde Reformasi maka Matakin/Makin juga menyebut tempat ibadah umat Khong Hu Cu adalah Litang & Kelenteng.

Jadi sangat jelas tertulis dalam Inpres tsb bahwa Yang di larang bukan Agama Khong Hu Cu tapi Agama Tionghoa dengan segala pernak pernik nya yang ada di kelenteng. Maka nya yang mendapatkan penekanan semasa orde baru adalah kelenteng.

Jadi kalo melihat Inpres tsb maka secara De Facto (Kenyataan) dan juga secara De Jure (Hukum) bahwa di Indonesia oleh Pemerintah Indonesia mengakui bahwasanya di Indonesia itu pernah ada yang nama nya Agama Tionghoa sehingga pernah dikeluarkan Inpres nya untuk dilarang oleh pemerintah.

Namun setelah Orde Baru (Suharto) tumbang ya kepandaian/kepiawaian berorganisasi dari Matakin (Majelis Tinggi gama Khong Hu Cu) sehingga seolah olah itu adalah pelarangan Agama KHC lalu setelah Agama KHC kembali mendapatkan hak hak sipil nya maka timbul kesan bahwa kelenteng adalah kepunyaan KHC. Klenteng atau tempat ibadahnya Ada di Wihara Silaparamita, Jl. Raya Cipinang dimana aja yang deket dengan UIN Jaya No. 1, Jakarta Timur pak? atau

di Bio/Kelenteng Hok Tek Ceng Sin di Jl. Tepekong No. 27, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Atau

di Wihara Prajna Gandha, Jl. Pembangunan, Kampung Jeletreng, Desa Pengasinan, Kec. Gunung Sindur, Bogor (deket Kampus ITI Munjul, Pamulang, Tgr)

Bagaimana dengan Penjelasan mudah Ibarat Kopi susu, air sebagai Umat yang untuk memahami Tridharma pak ? universal, kopi sebagai Tao , Gula sebagai Kong Hu Cu, Susu sebagai Buddha. Kalau dicampur kan maka akan menghasilkan kopi susu bila di rasakan ada kopinya ada susunya, ada gulanya, namun tidak bisa diurai lagi mana kopi mana susu, dan mana gula. Nah penghayatan seperti itu yang di alami oleh umat Tridharma

Klo di ibaratkan warna tidak dicampurkan tetapi Mozaik yang mana bersumber dari satu tetapi kalau dihayati menjadi hal yang indah. Bagaimana penyatuan penghayatan Kalau itu baca saja buku saya ada disana menjadi satu pak ? semuanya, nanti saya kasih semua referensinya sekalian saya kasih bukunya Kwee Tek Hoay ya ! kalau ada yang Kurang paham Nanti ditanyain lagi.

Klo tidak dating aja ke klenteng yang di kebayoran nanti saya jelasin disana. Terima kasih