Perkembangan Pendidikan Anak-Anak Tionghoa Pada Abad 19 Hingga Akhir Orde Baru Di Indonesia Noor Isnaeni ABA BSI Jl. Salemba Tengah No.45 Jakarta Pusat [email protected] ABSTRACT - In the 19th century the Dutch East Indies government did not care about education for Chinese children. When the clothing, food and shelter were fulfilled, Chinese people began to think about their children's education. Finally, Chinese people made an association named THHK (Tiong Hoa Hwee Koan) on March 17, 1900. The purpose of this scientific writing is to find out how the development of the educational of Chinese children in the 19th century until the collapse of new era and what the Chinese people doing for the education of their children at that time. The research method used is the method of historical research, that is: heuristics, source criticism, interpretation and historiography. The main purpose of the establishment of schools THHK is to spread the religion of Confucius. By coming out Chinese schools established by the Chinese people, it caused that the Dutch East Indies government worried of the Chinese people and their offspring’s nationalism growing up. Therefore, the Dutch East Indies government found Holandsch Chineesche School (HCS) – it was built up for Chinese people with Dutch language as the main language. Key Words: development, education, childrens of chinese, in Indonesia. 1. PENDAHULUAN berusaha meningkatkan perdagangan antar Sejarah Indonesia mencatat bahwa sejak pulau dan mulailah terjadi perdagangan besar- abad ke-5 sudah ada orang Tionghoa yang besaran di Nusantara. Potensi dagang orang mengunjungi Nusantara. Salah satu orang Tionghoa sangat meresahkan pemerintah VOC Tionghoa yang mengunjungi Nusantara adalah yang pada saat itu mulai menjajah Nusantara. Fa Xian. Nusantara pada saat itu masih Jika orang-orang Tionghoa yang sangat dikuasai oleh raja-raja. Kemudian disusul oleh berbakat dagang itu bersatu dengan masyarakat para perantau yang kebanyakan datang dari pribumi, maka kedudukan pemerintah kolonial daerah Tiongkok Selatan. Para perantau itu VOC pasti terancam. Oleh karena itu sebagian besar menetap di daerah pesisir utara pemerintah kolonial VOC melakukan politik Pulau Jawa. Karena jumlahnya kecil mereka adu domba untuk menghadapi masyarakat membaur dengan masyarakat pribumi. pribumi. Semakin lama semakin banyak perantau Ketika para pendatang dari Tiongkok dari Tiongkok Selatan bermigrasi ke sudah mulai mapan, yaitu terpenuhinya Nusantara. Hal ini disebabkan karena di sandang, pangan dan papan, maka mereka Tiongkok susah sekali mendapat mata mulai memikirkan kebutuhan pendidikan untuk pencaharian demi kelangsungan hidup mereka, anak-anak mereka. Akan tetapi pada saat itu sedangkan di Nusantara sendiri banyak lahan masih belum ada sekolah sehingga hanya untuk mencari nafkah. Selain itu, perang dan orang-orang kaya saja yang menyekolahkan bencana alam yang sering terjadi di daerah anak-anak mereka dengan memanggil guru Tiongkok Selatan juga menjadi alasan para privat untuk datang ke rumah mereka. perantau Tiongkok bermigrasi ke Nusantara. Alasan lain para pendatang Tiongkok Para perantau tersebut kebanyakan adalah memikirkan pendidikan untuk anak-anak laki-laki, sehingga sering terjadi perkawinan di mereka adalah karena pada saat awal abad 19 antara mereka dengan masyarakat pribumi. pemerintah Hindia Belanda tidak memikirkan Kebanyakan profesi para imigran Tiongkok atau mempedulikan pendidikan untuk adalah berdagang. Hal itu terbukti dengan masyarakat Tionghoa sendiri. Mereka lebih banyaknya para pedagang Tionghoa Peranakan mempedulikan membangun sekolah-sekolah yang berada di wilayah Jakarta sekarang. untuk masyarakat pribumi dan untuk anak-anak Ketika bangsa Belanda yang tergabung Belanda sendiri. Adapun tujuan penelitian ini dalam VOC mulai masuk ke Nusantara, mereka guna mengkaji perkembangan pendidikan yang bermaksud menjajah wilayah ini. VOC diperoleh anak-anak Tionghoa pada masa abad 19 sampai berakhirnya orde baru di Indonesia anak-anak, mereka bisa membuat kontrak dan apa yang dilakukan masyarakat Tionghoa dengan guru yang lainnya. untuk pendidikan anak-anak mereka. Ong Hok Ham juga menyatakan bahwa di Batavia pada abad 19 para hartawan pernah 2. TINJAUAN PUSTAKA mendirikan sekolah Tionghoa untuk anak-anak 2.1. Sekolah-sekolah Untuk Anak-Anak yang kurang mampu. Sekolah tersebut bernama Tionghoa Pada Zaman Hindia Gie Oh (Yu Xue / 育 学) yaitu “sekolah gratis”. Belanda Sekolah Gie Oh ini terletak di belakang Pada zaman Hindia Belanda ketika Klenteng Kim Tek Ie (Jin de Yuan / 金 德 院) kebutuhan primer sudah terpenuhi, orang-orang di kawasan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Tionghoa mulai memperhatikan masalah Barat. Guru-guru yang mengajar di sekolah ini pendidikan untuk anak-anak mereka. digaji sebesar 1000 gulden setahun. Dana Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu sama tersebut diambil dari “dana penguburan sekali tidak mempedulikan atau terfikir untuk Tanjung” (Salah satu tanah pemakaman milik mendirikan sekolah bagi anak-anak masyarakat Kong Koan yang lokasinya di sekitar wilayah Tionghoa. Oleh karena itu, orang-orang Slipi Jaya, Mall Taman Anggrek, Jakarta Tionghoa mulai menangani sendiri masalah Barat). Sekolah ini hanya mempunyai enam pendidikan anak-anak mereka. puluh murid dan dua orang tenaga pengajar Dalam buku 100 Tahun Tiong Hoa Hwee saja. Koan (Zhong Hua Hui Guan / 中 华 会管) Sekolah Gie Oh terkenal dengan nama tertulis bahwa sebelum abad 20, masyarakat sekolah Hokkian, karena bahasa pengantar di Tionghoa pernah mendirikan satu sekolah yang sekolah tersebut menggunakan bahasa bernama Beng Seng Su Yuan (Min Sheng Xue Hokkian. Sistem mengajar di sekolah ini juga Yuan / 民 生 学 院), tapi tidak berhasil. Sebelum hanya menggunakan ajaran Konghuchu sebagai abad 20 anak-anak yang mendapatkan buku acuan mereka. Murid-muridnya hanya pendidikan hanya anak-anak dari keluarga kaya disuruh menghafal kitab klasik Si So (Si Shu / yaitu yang ayahnya menjabat sebagai perwira 四 书) dan Go Keng (Wu Jing / 五 经). Sekolah Tionghoa atau pengusaha besar yang ini tidak mengajarkan ilmu sejarah, berhitung mendapatkan pendidikan. Ketika belum ada dan lain-lain. Karena hanya diharuskan sekolah, orang-orang yang mampu memanggil membaca dan menghafal kitab klasik tersebut guru ke rumah untuk memberikan pelajaran saja dan tidak mengerti maknanya, maka kepada anak-anak mereka. puncak kepintaran tertinggi yang bisa dicapai Ong Hok Ham dalam bukunya yang adalah membaca buku-buku bahasa klasik. berjudul Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa Menurut Kwee Tek Hoay, murid-murid mengatakan bahwa “seorang hartawan akan sekolah lulusan itu tidak bisa menulis dan mengontrak seorang guru untuk mengajar berbicara di dalam bahasa Belanda yang anak-anaknya dengan ongkos sekitar 600-1000 sederhana. Oleh karena itu ketika sekolah- gulden setahun. Anak-anak yang lain bisa sekolah Belanda didirikan, anak-anak lulusan mendapatkan pelajaran asalkan dapat sekolah Gie Oh tidak dapat pindah atau membayar dengan ketentuan yang berlaku. meneruskan ke sekolah Belanda tersebut, Pelajaran bisa diberikan di rumah sang guru kecuali bagi anak-anak Tionghoa golongan atau di rumah salah satu dari murid-murid tertentu. Anak-anak tertentu inipun baru boleh tersebut” (Ong, 2009: 71). masuk ketika beberapa orang missionaris Biasanya guru-guru tersebut hanya Belanda, seperti C. Albers, S.Coolsma dan D.J. mengajarkan cara-cara membaca dan Van Der Linden mendirikan sekolah swasta menghafal karya-karya klasik Tionghoa (pada yang tidak hanya untuk anak-anak Belanda umumnya ajaran Kong Huchu / 孔 夫 子) akan saja. tetapi murid-murid sekolah itu tidak mengerti Sekolah Belanda yang pertama didirikan makna yang terkandung di dalam karya-karya pada tahun 1816. Anak-anak Tionghoa tertentu tersebut. Selain bentuk pengajaran privat yang diperbolehkan bersekolah di sekolah seperti itu, ada juga guru yang membuka Belanda adalah anak-anak perwira Tionghoa sekolah sendiri dengan memakai sistem atau yang orang tuanya kaya raya. Dengan kontrak, yaitu kontrak antara orangtua murid alasan yang bermacam-macam pemerintah dengan sang guru selama satu tahun. Jika satu Belanda mempersulit anak-anak Tionghoa dan tahun sudah lewat, para orang tua murid bisa anak-anak pribumi untuk masuk sekolah ini. mempertahankan guru tersebut dengan cara Pemerintah Belanda memberikan syarat memperpanjang kontrak. Tetapi jika para orang seperti: 1) anak-anak sudah harus menguasai tua murid merasa kurang puas atas bahasa Belanda di rumah; 2) biaya sekolah penyampaian materi yang diberikan untuk yang mahal sekali; 3) harus ada rekomendasi dari pejabat Belanda, seperti Residen atau mendirikan sebuah perkumpulan. Akhirnya asisten Residen. Jika tidak memenuhi terbentuklah suatu Perkumpulan Tionghoa atau persyaratan tersebut diatas, maka mereka tidak Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) pada tanggal bisa diterima. Oleh karena itu, banyak keluarga 17 Maret 1900. THHK didirikan oleh 20 orang, Tionghoa yang kaya ataupun yang setengah yaitu Phoa Keng Hek, Khoe A Fan, Ang Sioe kaya yang menitipkan anak-anak mereka di Tjiang, Kapitein Oey Giok Koen, Oey Koen Ie, keluarga Belanda agar mereka terbiasa dan Tan Kong Tiat, Lie Hin Liam, Nio Hoey Oen, membiasakan berbahasa Belanda di rumah. Phoa Lip Tjay, Khouw Kim An, Tan Tian Jadi pada intinya, pemerintah Belanda Seng, Ouw Tiauw Soey, Ouw Sian Tjeng, Oen sama sekali tidak mempedulikan pendidikan A Tjoeng, Lie Kim Hok, Khoe Siauw Eng, Tan atau mendirikan sekolah-sekolah untuk anak- Kim San, Khoe Hiong Pin, Khouw Lam Tjiang anak Tionghoa dan anak-anak pribumi. Sudah dan Tjoa Yoe Tek. berulang-ulang
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages14 Page
-
File Size-