<<

JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Karakteristik selulosa mikrokristalin dari rumput laut merah, Edison et al. Available online: journal.ipb.ac.id/index.php/jphpi

KARAKTERISTIK SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI RUMPUT LAUT MERAH Eucheuma cottonii

Edison, Andarini Diharmi*, Ela Davera Sari Departemen Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau,Kampus Bina Widya, Jalan HR Subantas KM 12.5, Simpang Baru, Panam Tampan, Kota Pekanbaru, Riau 28293, , 0761-63274/63275 *Korespodensi: [email protected] Diterima: 14 Januari 2018 /Disetujui: 06 Desember 2019

Cara sitasi: Edison, Diharmi A, Sari ED. 2019. Karakteristik selulosa mikrokristalin dari rumput laut merah Eucheuma cottonii. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 22(3): 483-489

Abstrak Microcrystalline Cellulose (MCC) merupakan modifikasi selulosa yang berfungsi sebagai bahan tambahan banyak digunakan dalam industri pangan dan farmasi. Bahan baku untuk MCC adalah bahan yang mengandung kadar selulosa tinggi salah satunya berasal dari rumput jenis Eucheuma cottonii. Penelitian ini bertujuan menentukan karakteristik MCC dari rumput laut E. cottonii. Metode penelitian adalah mengisolasi MCC dengan cara hidrolisis α-selulosa dari rumput laut E. cottonii menggunakan larutan HCl dengan tiga konsentrasi berbeda yaitu 2, 2,5 dan 3 N. Parameter analisis terdiri atas komposisi kimia (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat) tepung rumput laut, kadar air dan abu, rendemen, sensori, dan pH MCC. Hasil penelitian menunjukkan tepung rumput laut E. cottonii memiliki kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat berturut-turut 3,88%, 0,85%, 2,4%, 3,44%, dan 89,4%. Hasil analisis MCC yang dihasilkan dengan konsentrasi HCl yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar air dan kadar abu. MCC yang dihasilkan memiliki rendemen 35,8-38,00%, pH 5,73-6,82, kadar air 4,0-9,6, abu 0,94-4.90%. Karaktersitik MCC yang dihasilkan telah memenuhi standar British Pharmacopeia kecuali kadar abu.

Kata kunci: konsentrasi, E. cottonii , HCl, komposisi kimia

Characteristic of Microcrystalline Cellulose from Red Eucheuma cottonii

Abstract Microcrystalline Cellulose (MCC) is a modified of cellulose widely used as an additive in food and pharmaceutical industry. MCC is used in the pharmaceutical field as an excipient compound in the manufacture of tablets. Raw materials for MCC are of high cellulose content, such as Eucheuma cottonii seaweed. This study was aimed to determine the characteristics of MCC from seaweed E. cottonii. The MCC was obtained by hydrolyzing of α-cellulose from seaweed E. cottonii using HCl solution with three different concentrations: 2, 2.5 and 3 N. The chemical compositions (water, ash, protein, lipid, and carbohydrate) of red seaweed flour were determined. The moisture, ash, sensory, yield, and pH of the MCC were also analysed. The results showed thatE. cottonii seaweed flour had moisture, protein, fat, ash, and carbohydrate content 3.88%, 0.85%, 2.4%, 3.44%, and 89.4% respectively. HCl concentrations had a significant effect on the moisture and ash content. The MCC had a yield of 35.8-38.00%, pH 5.73-6.82, moisture content 4.0- 9.6, ash 0.94-4.90%. The characteristics of the MCC was in accordance with the standards of the British Pharmacopeia except the ash content.

Keywords: concentration, E. cottonii, HCl, chemical composition

483 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Karakteristik selulosa mikrokristalin dari rumput laut merah, Edison et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

PENDAHULUAN sebanyak 41 g (82%) (Putra et al. 2011). Rumput laut adalah salah satu komoditas Mikrokristalin selulosa dari 250 g serbuk ekspor dan perikanan budidaya yang sangat ampas tebu dihasilkan 92 g (36,8%) α-selulosa diunggulkan. Produksi rumput laut nasional dan dari 50 g α-selulosa dihasilkan MCC tahun 2016 mencapai 11.500.000 ton sebanyak 39 g (78%) (Zulharmitta et al. 2012). (Ditjen Budidaya KKP 2016). Pemanfaatan Rumput laut memiliki kandungan rumput laut sebagai bahan baku untuk MCC senyawa α-selulosa yang dapat dimanfaatkan masih sangat jarang. Rumput laut memiliki sebagai bahan baku MCC. α-selulosa dari kandungan serat yang cukup tinggi sehingga rumput laut untuk dijadikan MCC masih dapat dimanfaatkan sebagai sumber α-selulosa jarang, dan jika ada masih belum sesuai yang merupakan selulosa dengan kualitas dengan standar karakteristik MCC komersial paling murni sehingga bermanfaat dalam dari British Pharmacopoeia. Oleh karena industri farmasi. Hasil penelitian Fithriani et itu perlu dilakukan penelitian pembuatan al. (2007), menunjukkan bahwa limbah hasil mikrokristalin dari rumput laut dengan ekstraksi karagenan dengan proses alkalinasi perlakuan hidrolisis dengan menggunakan dihasilkan α-selulosa sebesar 73,21%. asam klorida. Penelitian ini bertujuan Mikrokristalin selulosa merupakan menentukan karakteristik MCC dari rumput α-selulosa yang terdepolimerisasi sebagian laut E. cottonii. dan dimurnikan sampai berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, memiliki derajat BAHAN DAN METODE polimerisasi ≤ 350, dan berbentuk serbuk Bahan dan Alat kristalin yang terdiri atas partikel berpori Bahan adalah rumput laut E.cottonii (Schuh et al. 2013). Mikrokristalin selulosa kering dari petani. Bahan kimia untuk analisis memiliki sifat yang mudah mengalir, dan dan ekstraksi adalah asam nitrat, asam nitrat merupakan bahan yang dapat bertindak (HNO3, Merck) 3,5%, heksana (Merck) etanol sebagai filler-binder disintegrant. Mikrokristal (Merck), natrium sulfit (Na2SO3, Merck)) 2%, selulosa merupakan modifikasi selulosa yang natriumhidroksida (NaOH, Merck) hidrogen banyak digunakan dalam industri farmasi peroksida (H2O, Merck) 2)2%, asamklorida sebagai senyawa eksipien terbaik dalam (HCl Merck) 37%, dan akuades. pembuatan tablet cetak langsung (Bhimte dan Alat-alat laboratorium yang digunakan Tayade 2007). adalah timbangan analitik, blender (Philips), Mikrokristalin selulosa dibuat dengan oven, spatel, labu ukur, gelas ukur, erlenmeyer, cara hidrolisis terkontrol α-selulosa, dengan gelas piala (Pyrex), pipet tetes, kertas larutan asam mineral encer pada suhu tinggi saring (whatman 42), pH meter, alat refluk, kemudian dicuci dengan air sampai bebas aluminium foil dan peralatan lainnya. asam dikeringkan dan dihaluskan secara mekanis (Halim 1995). Edison et al. (2015) Metode Penelitian telah melakukan pembuatan mikrokristalin Penelitian ini merupakan eksperimen dari ampas tebu pada suhu 100oC selama dengan melakukan ekstraksi E.cottonii 1,5 jam menggunakan konsentrasi HCl menjadi MCC dengan menggunakan larutan yang berbeda dihasilkan mikrokristalin HCl 2, 2,5, dan 3 N. Rancangan percobaan selulosa terbaik yaitu pada konsentrasi 2,5N. yang digunakan adalah rancangan acak Penelitian menyatakan bahwa dengan lengkap non faktorial. Parameter analisis konsentrasi HCl yang digunakan dalam proses terdiri atas analisis komposisi kimia (kadar hidrolisis limbah pada menjadi air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat) , mikrokristalin selulosa yaitu berkisar antara tepung rumput laut, kadar air, abu, rendemen, 1N sampai dengan 3N (Pane 2014). pH, dan total mikroba terhadap MCC. Mikrokristalin selulosa dari bahan kayu . penggergajian sebanyak 300 g serbuk kayu Preparasi sampel dihasilkan α-selulosa sebanyak 121 g (40%) Rumput laut dicuci dan dibersihkan dan dari 50 g α-selulosa dihasilkan MCC dari kotoran kemudian dipotong dengan

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 484 JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Karakteristik selulosa mikrokristalin dari rumput laut merah, Edison et al. ukuran ±1 cm, kemudian dikeringkan dengan selama 1 jam. Mikrokristalin selulosa yang sinar matahari ± 6 hari, lalu dihaluskan didapat digerus dan disimpan dalam desikator menggunakan blender hingga diperoleh pada suhu kamar. serbuk kasar. Setelah itu serbuk kasar diayak dengan ukuran 60 mesh dan diperoleh tepung Parameter analisis rendemen (AOAC rumput laut yang siap dijadikan bahan baku 2005) pembuatan mikrokristal selulosa. Rendemen mikrokristalin selulosa didapatkan dari presentase perbandingan Ekstraksi selulosa (Ohwoavworhua antara berat mikrokristalin selulosa hasil et al. 2009) hidrolisis terhadap berat bahan yang Tepung rumput laut sebanyak 500 g digunakan berupa α-selulosa, di mana diekstrak dengan heksan-etanol (2:1 v/v) perhitungan rendemen mikrokristalin dalam alat refluk selama 6 jam, setelah proses selulosa ini berdasarkan pada berat kering ekstraksi selesai biarkan hingga dingin bahan. Persentase rendemen tersebut didapat selanjutnya lakukan proses penyaringan. dengan rumus berikut. Residu yang diperoleh dari proses penyaringan Berat mikrokristalin selulosa x100% tersebut di cuci dengan akuades sampai pH Rendemen(%)= Berat serbuk α-selulosa netral dan ampasnya kemudian dikeringkan pada suhu kamar. Identifikasi mikrokristalin selulosa Tepung rumput laut dicampur dengan (British Pharmocopoeia 2009) 1 liter asam nitrat 3,5 % yang mengandung Sampel sebanyak 10 mg ditempatkan 40 mg natrium nitrit kemudian dimasukkan pada wadah kaca arloji dan didispersikan ke dalam beaker glass 5 L. Larutan tersebut ke dalam 2 mL larutan seng klorida iodium. dipanaskan dalam water bath pada suhu 90oC Pengamatan dilakukan terhadap warna yang selama 2 jam. Setelah dipanaskan tepung terbentuk. Senyawa akan menjadi biru violet rumput laut dicuci dengan akuades dan dan menunjukkan bahwa sampel adalah MCC disaring dengan kertas saring. Ampas hasil penyaringan ditambahkan Karakteristik organoleptik mikrokristalin dengan 1 L larutan NaOH 2% dan Na2SO4 selulosa (British Pharmocopoeia 2009) 2% dan dipanaskan pada suhu 50ºC selama Karakteristik sensori dilakukan dengan 1 jam. Setelah pemanasan ampas kemudian meletakkan sampel di atas dasar yang dicuci dan disaring. Selanjutnya dilakukan berwarna putih kemudian diamati bentuk, pemutihan (penghilangan pigmen) dengan warna, dan bau. Mikrokristalin selulosa berbentuk serbuk, berwarna putih dan tidak larutan 500 mL H2O2 dan dipanaskan selama 10 menit. Larutan tersebut dicuci dan disaring berbau. kembali, residu hasil penyaringan dilarutkan dengan NaOH 17,5 % sebanyak 300 mL dan Kadar air (AOAC 2005) dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan Endapan yang diperoleh dicuci dengan air, dalam cawan porselen yang sudah diketahui dikeringan pada suhu 600C selama 1 jam bobotnya dan ditimbang. Cawan yang berisi dalam oven kemudian diperoleh α- selulosa. sampel setelah ditimbang dimasukan ke dalam oven pada suhu 105oC dipanaskan selama Ekstraksi mikrokristalin selulosa 6 jam. Sampel setelah 6 jam dikeluarkan (Ohwoavworhua et al. 2009). dan dimasukkan ke dalam desikator untuk Selulosa sebanyak 40 g dimasukkan ke pendinginan kemudian ditimbang sampai dalam beaker glass dan dihidrolisis dengan didapatkan bobot konstan. Kadar air dihitung HCl (2 N, 2,5 N dan 3 N) dengan cara berdasarkan persamaan (B-C) x100% dididihkan selama 15 menit. Mikrokristalin Kadar Air= (B-A) selulosa yang dihasilkan dari proses ini dicuci dengan akuades sampai netral, disaring, dan Keterangan: dikeringkan dengan oven pada suhu 57–60oC A= bobot cawan (g)

485 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Karakteristik selulosa mikrokristalin dari rumput laut merah, Edison et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

B= bobot cawan +sampel sebelum dimasukkan Total koloni = Jumlah koloni x Faktor pengencer ke dalam oven (g) bakteri C= bobot cawan +sampel dikeluarkan dari dalam oven (g) Analisis Data Rancangan Percobaan menggunakan Kadar abu (AOAC 2005) rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 Cawan porselen dibersihkan dan perlakuan konsentrasi HCl yaitu 2, 2,5; dikeringkan dalam oven selama 1 jam dan 3 dengan 3 kali ulangan. Data dianalisis didinginkan dalam desikator selama 30 menit dengan Analysis of Varians (ANOVA), serta dan ditimbang hingga bobotnya konstan dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf nyata (A g). Sebanyak 2 g sampel dimasukkan ke 5%. dalam cawan porselen (B g) dan dibakar dalam tanur listrik selama 3-4 jam hingga HASIL DAN PEMBAHASAN diperoleh abu putih dengan suhu 600oC. Karakteristik Rumput Laut E. cottonii Sampel didinginkan dalam desikator selama E.cottonii yang digunakan memiliki 30 menit dan suhu tanur diturunkan hingga talus dengan permukaan licin, bercabang- 200oC. Selanjutnya sampel dipanaskan dalam cabang berbentuk silindris, berwarna oven dengan suhu 105oC selama 1 jam. Cawan kecokelatan. Talus memiliki bentuk yang berisi sampel didinginkan di dalam desikator bervariasi dengan cabang pertama dan dan ditimbang bobotnya hingga konstan (C kedua tumbuh membentuk rumput yang g) dan dihitung dengan persamaan: rimbun dengan ciri khusus menghadap ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja Kadar Abu= (C-A) x100% (B-A) et al. 1996). Menurut Anggadiredja et al. 2011, percabangan talus berujung runcing Analisis pH (Ohwovworhuo et al. atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan- 2009) tonjolan) dan percabangan bersifat alternates Penentuan pH dilakukan dengan cara atau tidak teratur. melarutkan mikrokristalin selulosa dalam akuades 100 mL selama 5 menit. Setelah itu, Rendemen Tepung Rumput Laut dan diukur pH dengan menggunakan pH Selama proses penepungan rumput laut meter. terjadi penurunan bobot dari bobot awal 1500 g menjadi 530 g (34%). Penuruan bobot Total koloni bakteri (Fardiaz 1992) tersebut disebabkan oleh kandungan air Sampel sebanyak 10 g yang telah yang terlepas ke udara menjadi uap. Proses dihomogenkan ditambahkan dengan 9 pengeringan adalah pemisahan sejumlah mL larutan pengencer sehingga diperoleh air dari suatu bahan sehingga mengurangi pengenceran 10-1. Kemudian dilanjutkan kandungan sisa zat cair di dalam zat padat pengenceran berikutnya dengan cara di dengan menggunakan panas. ambil 1 mL dari 10-1 kemudian dimasukkan ke dalam test tube berisi 9 mL larutan NaCl, Komposisi Kimia Tepung Rumput 0.9%. Hal yang sama terus dilakukan sampai Laut didapatkan pengenceran sampai 10-5. Larutan Komposisi kimia tepung rumput laut 10-5 diambil 0.1 mL dimasukkan pada media memiliki kadar air, abu, protein, lemak, (TSA) di petri dish. Setelah itu dilakukan dan karbohidrat berturut-turut 3,54, 4,01, inkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. 0,88, 2,51 dan 92,6 % (bk) (Table 1). Kadar Berikutnya dilakukan penghitungan koloni air tepung ini relatif sama sekitar 3,54%, bakteri yang tumbuh pada masing-masing sedangkan kadar abu 4,01%. Kadar abu pada cawan sesuai dengan perlakuan. Total koloni penelitian ini lebih rendah dibandingkan bakteri dihitung dengan persamaan: dengan spesies yang sama (Rijal 2008). Kadar abu rumput laut bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya karena dipengaruhi

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 486 JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Karakteristik selulosa mikrokristalin dari rumput laut merah, Edison et al.

Table 1 Chemical composition of seaweed flour E.cottonii( ) Composition % Moisture 3.54* Ash 2.50±1.07 Lipid 0.88±0.24 Protein 4.01±0.31 Carbohydrate 89.07 oleh habitat dan jenis rumput laut (Astawan putih dan tidak berbau, sedangkan pada 2008). Kadar protein dan lemak tepung konsentrasi HCl 3N belum memenuhi standar rumpput laut pada penelitian ini lebih tinggi karena warna MCC yang dihasilkan sedikit dari tepung hasil penelitian Rijal (2008). kecokelatan. MCC yang dihasilkan dengan perlakuan hidrolisis HC 2.0 dan 2.5 N secara Rendemen MCC sensori sesuai hasil penelitian Ohwoavworhua Rendemen alpha-selulosa didapatkan dan Adelakun (2005) yang menyatakan bahwa 8.6% dari 1300 g rumput laut. MCC dibuat MCC secara sensori berupa serbuk hablur, dengan hidrolisis HCl konsentrasi 2 N, 2,5N berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa. dan 3,0 N. Rendemen MCC dengan hidrolisis Warna MCC pada konsentrasi HCl 3 N ini HCl 2, 2.5, dan 3.0 N dihasilkan berturut- diduga disebabkan oleh tingginya konsentrasi turut 38.00, 37.00, dan 35,85%. Semakin asam klorida (HCl) yang digunakan sehingga tinggi konsentrasi HCl yang digunakan untuk mengakibatkan warna produk berubah hidrolisis alpha-selulosa untuk mendapatkan menjadi kecokelatan. Penggunaan asam yang MCC dihasilkan rendemen yang semakin terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kristalin rendah. Pengaruh penggunaan HCl terhadap selulosa terdekstruksi menjadi karbon, yang rendemen sesuai dengan hasil penelitian ditandai warna selulosa semakin coklat. Pane (2014) yang menyatakan bahwa MCC Herawan et al. (2013) menyatakan bahwa dari limbah nata de coco, dihidrolisis dengan penggunaan asam dengan konsentrasi yang konsentrasi HCl 1 dan 3 N didapatkan tinggi dapat menyebabkan kristalin selulosa rendemen berturut-turut 72,43% dan 69,84 %. terdestruksi menjadi karbon yang ditandai Semakin tinggi HCl hidrolisis terbentuk dengan warna selulosa menjadi cokelat. banyak monomer glukosa yang larut pada saat pencucian. Hal ini dapat menurunkan Identifikasi dan Kemurnian MCC rendemen mikrokristalin yang dihasilkan. Identifikasi mikrokristalin selulosa Edison et al. (2015) menyatakan bahwa dilakukan dengan menggunakan larutan penggunaan konsentrasi HCl yang tinggi pada ZnCl2 teriodinasi yang akan menghasilkan proses hidrolisis akan menyebabkan proses warna biru atau ungu. Mikrokristalin hidrolisis yang terjadi akan semakin meningkat selulosa yang dihasilkan dengan penggunaan sehingga banyak terbentuk monomer glukosa konsentrasi HCl yang berbeda (2,0,. 2,5,. yang larut pada saat pencucian. Di samping dan 3,0 N) menunjukkan hasil yang positif itu, rendemen mikrokristalin selulosa yang berwarna ungu sesuai standar persyaratan dihasilkan juga menurun. British Pharmacopoiea (2009).

Karakteristik MCC Karakteristik Kimia MCC Organoleptik sensoris mikrokristalin Hasil analisis karakteristik MCC terdiri selulosa atas kadar air, abu, dan pH MCC disajikan pada Hasil analisis sensori MCC E. cottonii Table 2. Kadar air MCC dengan perlakuan dengan penggunaan HCl 2 N dan 2,5 N telah konsentrasi HCl yang berbeda dalam memenuhi standar British Pharmacopeia proses hidrolisis α-selulosa menunjukkan (2002) yaitu memiliki tekstur halus, berwarna pengaruh yang berbeda nyata (ρ<0,05). Nilai

487 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Karakteristik selulosa mikrokristalin dari rumput laut merah, Edison et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

Table 2 The chemical characteristic of MCC HCl treatment Composition 2 N 2.5 N 3 N Moisture 9.6 ±2.9a 8.9 ± 3.19a 4.0 ± 1.16b Ash 4.9 ± 3.58b 1.42 ± 0.74a 0.94 ± 0.75a pH 6.82 ± 0.20 6.49 ± 0.34b 5.73 ± 0.15a Letter indicate statistical significance (p<0.05) for HCl treatment kadar air mengalami penurunan seiring sedangkan HCl 2 dan 2,5 N tidak berbeda dengan meningkatnya konsentrasi HCl nyata. Perbedaan ini diduga pada konsentrasi yang digunakan. Kadar air pada perlakuan HCl 3 N, pH MCC yang dihasilkan sedikit konsentrasi HCl 1 N dan konsentrasi HCl asam karena konsentrasi HCl tinggi 2,5 N tidak berpengaruh nyata sedangkan sedangkan perlakuan lainnya netral. Rowe dengan HCl 3 N tidak memiliki pengaruh et al.(2009) menjelaskan bahwa MCC yang yang berbeda nyata satu sama lainnya. Hasil baik memiliki rentang pH 5-7,5. MCC yang pengujian kadar air berkisar antara 4,0-9,6%. dihasilkan dengan hidrolisis HCl konsentrasi Kadar air tertinggi terdapat pada proses berbeda telah sesuai dengan standar yang hidrolisis dengan menggunakan konsentrasi ditetapkan oleh British Pharmacopeia (2002). HCl 1N yaitu sebesar 9,60%, sedangkan terendah terdapat pada konsentrasi HCl 3 N KESIMPULAN yaitu sebesar 4,0 % Hasil penelitian menunjukkn bahwa Kadar abu MCC menunjukkan pengaruh komposisi kimia tepung E.cottonii sebagai nyata (p<0.05). dengan nilai berkisar antara bahan baku MCC memiliki kadar air 0,94-4,9% (Table 2). Kadar abu MCC pada 3,44, abu 2,4, protein 3,88, lemak 0,85, dan penelitian ini belum memenuhi standar karbohidrat 89,4% b/b. MCC yang dihasilkan British Pharmacopoeia (2009) Tingginya dengan perlakuan HCl berbeda (2, 2,5 dan kadar abu yang tinggi dipengaruhi oleh bahan 3 N) memiliki kadar air dan abu berturut- baku yang digunakan (Faujiah 2012). Rumput turut adalah 9.6, 8,9, 4,0, 4,9, 1,4, dan 0,9%. laut E.cottonii yang digunakan sebagai bahan pH MCC adalah netral dengan HCl 2N dan baku MCC kadar abunya relatif besar karena 2,5N, sedangkan HCl 3N sedikit asam. Hasil rumput laut kaya akan mineral. Kadar abu analisis MCC secara sensori tidak berasa dan tersebut amat berbeda dengan tebu dan padi. berwarna dan mencirikan sebagai MCC. MCC Edison et al. (2015)menyatakan bahwa nilai yang dihasilkan dengan hidrolisis asam pada kadar abu MCC dari ampas tebu berkisar perlakuan HCl 2,0 dan 2,5 memiliki kadar 0,08-0,24% dengan kadar abu sampelnya yaitu air, pH, dan sensori yang telah memenuhi 2,69% dan Halim et al. (2012) memperoleh kriteria standar British Pharmakopeia kecuali kadar abu berkisar 0,05-0,08% dengan bahan kadar abu. baku yang digunakan yaitu jerami padi. Hasil analisis pH MCC yang dihasilkan DAFTAR PUSTAKA sebesar 5,73–6,82 telah memenuhi standar Anggadiredja JT, Zatnika A, Purwoto H, mutu pH mikrokristal selulosa yang telah Istini S. 2011. Rumput Laut. Jakarta (ID): ditetapkan yaitu 5,0-7,5 (British Pharmacopeia Penebar Swadaya 2009). Hasil analisis variansi menunjukkan Admaja WS. 1996. Pengenalan Jenis-jenis bahwa penggunaan HCl dengan konsentrasi Rumput laut Indonesia. Jakarta(ID): berbeda berpengaruh nyata pada pH MCC Puslitbang Oseanologi LIPI. yang dihasilkan. Mikrokristalin E.cottonii [AOAC] Association of Official Analytical menggunakan konsentrasi HCl berbeda (2, Chemistry. 1995. Official Method of 2.5 dan 3 N), yang menunjukkan perbedaan Analysis of the Association of Official yang nyata adalah pada perlakuan HCl 3 N Analytical Chemistry. Washington DS

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 488 JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Karakteristik selulosa mikrokristalin dari rumput laut merah, Edison et al.

(US): AOAC International. kosong sawit sebagai bahan pengisi tablet Astawan. 2008. Pengaruh konsumsi larutan karoten sawit. Medan(ID): Departemen rumput laut (Eucheuma cottonii) Farmasi, Universitas Sumatera Utara terhadap hiperkolesterolemia pada tikus Ohwoavworhua F. and AdelakunT. 2005. wistar. [Skripsi]. Malang(ID): Universitas Some physical characteristics of Brawijaya. microcrystalline cellulose obtained from British Pharmacopoeia. 2009. Pharmaceutical raw cotton of Cochlospermum planchonii. Exipients Ed ke-6. London (UK): Tropical Journal of Pharmaceutical Pharmaceutical Press. Research. 4(2):501–507. Bhimte NA, Tayade PT. 2007. Evaluation of Ohwoavworhua FO, Adelakun TA, Okhamafe microstalline celluse prepared from sisl AO. 2009. Processing pharmaceutical fibers as a tablet excipient: a technical grade microcryistalline cellulose from note. AAPS PharmSciTech. 8(1): E1-E7. groundnut husk: extraction methods and [Ditjen Budidaya KKP] Direktorat Jendral characterization. International Journal of Budidaya Kementrian Kelautan Green Pharmacy. 70: 97-104. Perikanan. 2016. Rencana strategis Pane NS. 2014. Pengaruh konsentrasi HCL Kementrian Perikanan dan Kelautan. pada proses hidrolisis limbah padat Jakarta (ID): Kementrian Kelautan dan nata de coco terhadap karakteristik Perikanan. microcristallin cellulose. [Skripsi] Edison D, Neswati, Rahmi ID. 2015. Pengaruh Padang: Universitas Andalas. konsentrasi HCl dalam proses hidrolisis Putra G, Zulharmita, Harrizul R. 2011. α-selulosa dari ampas tebu (Saccharum Pembuatan mikrokristal selulosa dari officinarum L.) terhadap karakteristik serbuk penggergajian. Jurnal Sains dan mikrokristalin.[Skripsi]. (ID): Universitas Teknologi Farmasi. 16(2): 180-188. Andalas. Rijal N H. 2008. Pengaruh penambahan Fahriani D, Rodiah NS, Bakti BS. 2007. tepung rumput laut ( Ekstraksi selulosa dari limbah pembuatan alvarezii) untuk peningkatan kadar karaginan. Jurnal Pascapanen dan iodium dan serat pangan pada tahu Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. sumedang. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut 2(2): 91-97. Pertanian Bogor. Faujiah F. 2012. Pemanfaatan karbon aktif dari Rowe R, Sheskey P,QuinnM. 2009. Handbook limbah padat industri agar-agar sebagai of Pharmaceutical Excipients’, Handbook adsorben logam bobot dan bahan organik of pharmaceutical excipients, Sixth dari limbah industri tekstil. [Skripsi]. edition. US: Pharmaceutical Press and Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. American Pharmacists Association. Halim A. 1995. Mikrokristalin Selulosa sebagai Schuh V, Allard K, Herrmann K, Gibis M, Bahan Pembantu Pembuatan Tablet Ed Kohlus T, Weiss J. 2013. Carboxymethyl ke-2. Jakarta (ID): Symposium of Vivacel. cellulose (CMC) and microcrystalline Halim A, Ben ES, Sulastri E. 2002. Pembuatan cellulose (MCC) on functional Microcristallin cellulose dari jerami padi characteristics of emulsified sausages. (Oryza sativa Linn) dengan variasi waktu Meat Science. 93(2): 240-247. hidrolisa. Jurnal Sains dan Teknologi Zulharmita, Dewi NS, Mahyuddin. 2012. Farmasi. 7: 86-87. Pembuatan mikrokristalin selulosa dari Herawan, Tjahjono, Rivani, Meta, Sinaga, ampas tebu (Saccharum officinarum L.) J. Kasmirul, Sofwan, Gozali A. 2013. Sains dan Teknol. Farmasi. 2(17) 158-163 Pembuatan mikrokristal selulosa tandan

489 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia