SOEKARNO DAN PERJUANGAN DALAM MEWUJUDKAN KEMERDEKAAN RI (1942-1945)

SKRIPSI

Robby Chairil 103022027521

FAKULTAS ADAB HUMANIORA JURUSAN SEJARAH PERADABAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2010 / 1431 H

ABSTRAKSI

Robby Chairi Perjuangan Soekarno Dalam Mewujudkan Kemerdekaan RI (1942-1945)

Perjuangan Soekarno dimulaii pada saat beliau mendirika Partai Nasional Indoonesia (PNI) tahun 1927, dan dijadikannya sebagai kendaraan poliitiknya. Atas aktivitasnya di PNI yang selalu menujuu kearah kemerdekaan , ditambah lagi dengan pemikiran dan sikapnya yang anti Kolonialliisme dan Imperialisme, dan selalu menentang selalu menentang Kapitalisme-Imperialisme.

Dengan perjuangan Soekarno bersama teman-temannya pada waktu itu dan bantuan Tentara Jepang, penjajahan Belanda dapat diusir dari Indonesia. Atas bantuan Jepang mengusir Belanda dari Indonesia, maka timbulah penjajah baru di Indonesia yaitu Jepang pada tahun 1942. Kedatangan tentara Jepang ke Indonesia bermula ingin mencari minyak dan karet, dan disambut dengan gembira oleh rakyat Indonesia yang dianggap akan membantu rakyat Indonesia mewuudkan kemakmuran bagi bangsa-bangsa Asia. Bahkan, pada waktu kekuuasaan Jepang di Indonesia, Soekarno dengan tterpaksa turut serta bekerja sama dengan Jepang dan ikut ambil bagian dalam organisassi buatan Jepang yaitu, Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyyat (PUTERA), Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Terjalinnya kerjasama dengan Jepang, membawa dampak yang sangat besar baginya yaitu, Soekarno dijulukii sebagai Kolaborator dan penjahat perang, Soekarno memanfaatkan kerjasama itu dengan menciptakan suatu pergerakan menuju Indonesia merdeka. Dengan pemikiran, sikap dan ucapan Sokarno yang selalu menentang Kolonialisme, Kapitaisme, Imperialisme, dan bantuan teman seperjuangan Soekarno pada waktu itu, akhirnya dapat mendeklarasikan teks Proklamasi di rumah Soekarno, di Jalan Pengangsaan Timur No. 56, pada harri Jumat tanggal 17 Agustus 1945.

KATA PENGANTAR

Bismillahhirahmanirahim

Segala puji bagi Allah, dan semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW keluarga dan sahabat- sahabat beliau, Maha Suci Allah atas anugerah, kemurahan, karunianya, rahmat dan nikmat yang telah diberikan pada kita kapanpun dan dimanapun kita berada, semoga kita termasuk golongan orang-orang taat dan beriman kepada Allah SWT, dan selalu diberikan taufiq dan hidayah.

Ya Allah ampunilah dosa-dosa orang tua kami, guru-guru kami, anak-anak kami, keluarga kami, teman-teman kami, saudara-saudar kami, tetangga kami, sahabat karrib kami, semua orang Islam, bangsa Indonesia dan para pemimpinnya serta ilmu yang kita miliki ini bermanfaat bagi diri sendirii, oranglain, negara dan agama.

Allhamdullilah saya ucapkan kehadiran Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“SOEKARNO DAN PERJUANGAN DALAM MEWUJUDKAN

KEMERDEKAAN RI (1942-1945), skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persaratan dalam mencapai gelar sarjana S-1 “UIN” Jakarta, Jurusan Sejarah

Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora. Tiada kata yang patut penulis lafazkan selain puji serta syukur kehadirat Allah S. W. T. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini karena bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasi kepada yang terhormat :

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. H. Komarudin

Hidayat.

2. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Abdul Chair, M.A.

3. Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Drs. H.M. Ma’ruf

Misbah, M.A.

4. Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Drs. Usep Abdul

Matin, S.Ag., M.A., M.A.

5. Prof. Dr. Budi Sulistiono, M. Hum, selaku dosen pembimbing

akademik, dan skripsi, yang telah memberikan motivasi awal bagi

terciptanya karya ini.

6. Dr. Parlindungan Siregar, M.A, selaku dosen penguji skripsi dalam

sidang munaqosah dan dosen pembimbing revisi skripsi setelah sidang

munaqosah.

7. Pemimpin dan seluruh staf pegawai Perpustakaan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora,

Perpustakaan Umum yang telah memberikan pelayanan dan

kemudahan bagi penulis dalam memperoleh data-data yang penulis

butuhkan..

8. Kedua orang tua, Ayahanda H. yahya dan Ibunda Liliis Fatimah yang

telah banyak berkorban untuk memberikan motivasi, doa, cinta dan kasih sayang yang tulus ikhlas serta apapun yang terbaik bagi

penulis.Love You.

9. Ka Yanti dan Adikku Ajeng Raiysah tercinta yang selalu memberikan

semangat untuk penulis.

10. H. Mail yang telah meminjamkan buku Bung Karno Penyambung

Lidah Raakyat Indoonesia dan Dibawah Benndera Revolusi kepada

penulis.

11. Seluruh kawan-kawan SPI angkatan 2003 yang tidak mungkin penulis

sebutkan satu persatu, yang selama ini telah bersama-sama

menorehkan kenangan terindah yang tak akan terlupakan oleh penulis.

Semoga segala kebaikan-kebaikan yang telah mereka berikan dapat

bermanfaat dan mendapat balasan limpahan pahala dari Allah SWT.

Amien.

12. Kepada Riza F Djauhari atas petuwalangan alamnya, Iwonk gemala

mekanik komputer penulis, Jasmin atas komennya yang membakar

semangat penulis, semoga segala kebaikan-kebaikan yang telah

mereka berikan mendapat balasan limpahan pahala dari Allah SWT.

Akhir kata, penulis berharap kritik dan saran terhadap karya tulis ini yang tentunya jauh dari sempurna. Semoga apa yang penulis lakukan dapat bermanfaat bagi orang banyak. Terima kasih.

Jakarta, 19 Mei, 2010

Penulis

ROBBY CHAIRIL DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i

KATA PENGANTAR...... ii

DAFTAR ISI...... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 5

D. Metode Penelitian...... 5

E. Sistematika Penelitian ...... 8

BAB II RIWAYAT HIDUP SOEKARNO

A. Soekarno Dimasa Kanak-Kanak ...... 11

B. Soekarno Dibawah Asuhan TJokroaminoto...... 14

C. Soekarno Di Bandung ...... 16

BAB III PERJALANAN (KARIRI) POLITIK SOEKARNO

A. Organisasi Tri Koro Darmo...... 23

B. Partai Nasional Indonesia...... 26

1. Proses Berdirinya PNI...... 29

2. Soekarno Di Penjara Sukamiskin Bandung ...... 33

v vi

3. Keadaan Soekarno Di Flores Endeh ...... 34

C. PERMUFAKATAN PERHIMPUNAN POLITIK

KEBANGSAAN INDONESIA (PPPKI)...... 34

1. Lahirnya Federasi Organisasi PPPKI...... 34

2. Tujuan PPPKI ...... 35

3. Kongres PPPKI ...... 35

4. Buah Pikiran Soekarno Tentang PPPKI...... 37

BAB IV SOEKARNO DAN PERJUANGAN DALAM

MEWUJUDKAN KEMERDEKAAN RI 1942-1945

A. Latar Belakang Datangnya Jepang Ke Indonesia...... 39

1. Kondisi Indonesia Setelah Ditinggalkan

Pemerintahan Belanda ...... 42

2. Kondisi Indonesia Di Awal Kekuasaan Tentara Jepang...... 42

B. Terbentuknya Pusat Tenaga Rakyat (Putera) Dan

Tentara Pembela Tanah Air (Peta)...... 45

1. Latar Belakang Berdirinya Putera Dan Peta ...... 45

2. Berdirinya Putera (Pusat Tenaga Rakyat)...... 46

3. Berdirinya Tentara Peta ...... 50

4. Struktur Dan Peralatan Tentara Peta...... 52

C. Detik-Detik Proklamasi...... 58

1. Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ...... 60 vii

2. Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia) ...... 64

3. Perundingan Di Saigon ...... 66

4. Peristiwa Rengasdengklok...... 66

5. Penyusunan Dan Pembacaan Teks Proklamasi ...... 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 71

B. Saran...... 72

DAFTAR PUSTAKA...... 75

LAMPIRAN

BABA I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemerdekaan Indonesia tidak sertamerta didapat dengan mudah, akan tetapi dengan perjuangan dan tetes darah para pahlawan itulah kemerdekaan

Indonesia dapat dicapai, hal itu yang menjadikan kemerdekaan Indonesia sebagai sejarah pemberontakkan terhadap kolonialisme. Klimaks dari perjuangan tersebut adalah proklamasi 17 Agustus 1945,1 hal itu tidak lepas dari pola-pola atau strategi perjuangan yang mendahuluinya, dikarenakan adanya langkah-langkah yang telah diperjuangkan sebelumnya, dalam hal ini maka keterlibatan para tokoh tidak bisa dilepaskan dari peristiwa besar ini.

Antara tahun 1927 dan runtuhnya negara jajahan Belanda oleh Jepang pada tahun 1942, kebangkitan nasional Indonesia mulai bergaya kurang semarak dalam masalah politik, gerakan anti-penjajahan melanjutkan langkah-langkah yang tidak menghasilkan apa-apa, rezim Belanda mulai memasuki tahapan yang paling menindas dan paling konservatif dalam sejarahnya pada abad XX. Rakyat didaerah pedesaan tidak lagi memainkan peranan politik yang aktif,2 karena pengalaman mereka pada masa-masa sebelumnya dan pada masa awal abad ke-

XX mereka disibukkan dengan usaha untuk mengatasi masa-masa sulit yang ditimbulkan oleh depresi, akan tetapi ada beberapa aspek dimasa itu yang menyiapkan panggung peristiwa-peristiwa yang akan terjadi setelah tahun 1942.

1 S. Silalahi, Dasar-Dasar Indonesia Merdeka, PT Gramedia Pustaka, Jakarta, 2001, h. xi 2 MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, SERAMBI, Jakarta, 2005, h. 374.

1 2

Pertama, semua harapan bagi terjalinnya kerja sama dengan Belanda benar-benar sudah hancur, sehingga satu-satunya taktik yang dimungkinkan untuk masa mendatang hanyalah perlawanan terhadap Belanda. Kedua, perpecahan- perpecahan yang mendalam dikalangan elite Indonesia yang sangat kecil jumlahnya, umunya tidak mengalahkan kesepahaman bahwa tujuan utama upaya politik adalah pembentukan Negara Indonesia yang otonom atau merdeka, dengan demikian, nasionalisme menempati posisi ideologis yang paling berpengaruh.

Ketiga, adanya upaya untuk memaksimalkan kepentingan persatuan diantara kelompok-kelompok budaya, agama, dan ideologi di Indonesia.3

Dalam pandangan-pandangan politik paling awal sudah nampak salah, seorang tokoh yang memiliki upaya untuk mewujudkan kesatuan dan kesatuan ke arah suatu sintesa dari ketiga aliran yang mempengaruhinya yaitu nasionalisme,

Islamisme dan Masxisme. Dalam kedua dasawarsa berikutnya tidak tampak adanya perubahan-perubahan yang mendasar dalam pandangan tokoh yang satu ini, orientasi kepada nasionalisme, Marxisme dan Islam tetap konstan,4 dan tokoh yang dimaksud disini adalah “Soekarno”.

Dalam periode antara tahun 1926-1930, gagasan nasionalis yang diemban

Soekarno menjadi lebih akrab dikalangan para tokoh, didalam Partai Nasional

Indonesia, seperti juga didalam Federasi Pergerakan Indonesia PPPKI, sasaran yang khusus adalah untuk mencakup segenap orang Indonesia dan melepaskan mereka dari orang-orang luar. Sebagai landasan bersama Soekarno menawarkan

“nasionalisme ke-Timuran” yang “seluas udara”.

3 MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, h. 374. 4 Bernhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, LP3S, Jakart, 1987, h. 240.

3

Upaya-upayanya yang tak kenal lelah untuk mengadakan kesepakatan diantara semua aliran itu membuahkan hasil, beliau berhasil menciptakan rasa persatuan yang belum pernah ada selama itu disuatu kepulauan, tidak dapat disangkal lagi bahwa berkat dialah dalam tempo tiga tahun gagasan Indonesia sudah menjadi satu hal yang tidak dipersoalkan lagi dalam pergerakan kemerdekaan.5

Diawal perjuangan dan pencetusan Proklamasi nampak adanya dua pola perjuangan yang menonjol, disatu pihak lebih mempercayakan diri kepada olah diplomasi, yaitu berusaha menarik simpati dan pengakuan dunia internasional dengan menunjukkan adanya kematangan bernegara yang hendak dicapai dengan jalan apapun, dilain pihak, angkatan muda lebih mempercayakan diri kepada kekuatan sendiri, berusaha secepat mungkin membina daya kemampuan sendiri dalam perjuangannya, untuk sewaktu-waktu siap sedia menanggulangi ancaman terhadap Proklamasi bilamana ancaman itu nantinya menjadi bahaya yang nyata.

Maka diutamakanlah untuk segera merebut kekuasaan sipil dan militer dari tangan tentara pendudukan Jepang yang telah menyerah terhadap Sekutu,6 dalam suatu proses perjalanan panjang untuk memerdekakan suatu bangsa tidak akan lepas dari tokoh-tokoh yang berpengaruh pada zaman itu sendiri. Dalam setiap dekade dan setiap peristiwa sejarah selalu muncul tokoh-tokoh yang sangat mempengaruhi lahirnya sebuah kesuksesan, ini terkait dengan peristiwa sejarah

Indonesia dalam menempuh kemerdekaan Indonesia, maka hal itu juga tidak akan lepas dari ketokohan seseorang yang secara langsung terlibat dalam suatu peristiwa.

5 Bernhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, h. 241. 6 A. H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia (jilid 2), h. 89.

4

Karena penelitian ini mengambil batasan waktu kisaran 1942-1945, maka objek penelitian ini penulis memfokuskan pada “Soekarno” sebagai objek penelitian, adapun mengenai objek yang diambil sebagai kajian dalam penulisan ini, bukan berarti penulis menafikan tokoh-tokoh lain yang mempunyai pengaruh besar pada masa itu. Pilihan objek ini diambil sebagai bagian dari kajian, semata- mata hanya untuk mendapatkan spesifikasi dalam melakukan penelitian, khususnya mengenai perjuangan Soekarno, oleh karenanya, penulis memutuskan untuk memilih peristiwa sejarah ini sebagai objek kajian dengan judul, “Soekarno dan Perjuangan dalam Mewujudkan Kemerdekaan RI (1942-1945)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dengan menentukan judul “Soekarno dan Perjuangan Dalam

Mewujudkan Kemerdekaan RI (1942-1945)”, penulis menentukan empat pembatasan masalah sesuai dengan kajian sejarah, yaitu batasan ruang, waktu, pelaku, dan objek penelitian. Dalam penulisan skripsi ini penulis menentukan pembatasan masalah sebagai berikut: a. Riwayat Hidup Soekarno b. Perjalanan Politik Soekarno c. Perjuangan Soekarno Dalam Mewujudkan Kemerdekaan RI

2. Perumusan Masalah masalah diatas itulah kemudian penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Bagaimana riwayat hidup Soekarno? b. Perjalanan karir politik Soekarno sebelum Kemerekaan?

5

c. Bagaimana perjuangan Soekarno dalam mewujudkan kemerdekaan Republik

Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Ada beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui profil Soekarno sebagai salah satu tokoh besar RI

2. Mengetahui peranan dan perjuangan Soekarno dalam mewujudkan

kemerdekaan RI.

Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah khazanah intelektual penulis mengenai peranan Soekarno

dalam cita-cita kemerdekaannya sehingga mampu memberikan kontribusi

yang sangat besar terhadap kemerdekaan rakyat Indonesia dalam mencapai

kedaulatan.

2. Hasil penelitian ini, selain memberikan sumbangan bagi khazanah

intelektual secara umum, juga di harapkan dapat memberikan sumbangan

bagi pengembangan sejarah nasional.

D. Metode Penelitian

Pertamakali dalam penulisan skripsi ini yaitu mengumpulkan infoormasi melalui buku-buku perpustakaan, artikel, internet dan llain-lain, selanjutnya memverivikasikan data-data yang sesuai dengan pembahasan skripsi ini, agar studi ini mencapai tujuan penulisan sejarah.

Metode yang digunakan yaitu metode sejarah yang berkaitan dengan seorang tokoh yang berkecimpung dalam bidang politik khususnya perjuangan kemerdekaan RI (1942-1945), dlam skripsi ini pula pendekatan sejarah politik

6

terkait dengan judul skripsi ini, untuk ini penulis ingin mengetahui nampak jelas seorang tokoh besar yaitu Soekarno dan peranan beliau dalam mewujudkan kemerdekaan RI (1942-1945).

Metode penelitian sejarah ini melalui empat tahapan, sebagai berikut:

1. Heuristik: proses pencarian dan pengumpulan sumber, yaitu sumber tulisan dan

sumber lisan. Sumber-sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan sumber

sekunder, sumber primer dalam penelitian sejarah ini adalah sumber yang di

sampaikan oleh saksi mata, dalam hal ini penulis memakai sumber dari buku

yang ditulis oleh orang yang mengalami peristiwa tersebut dan media massa

yang memuat informasi ketika peristiwa itu terjadi (yang dijadikan sebagai

sumber primer).

Adapun sumber sekunder adalah tulisan-tulisan interpretator (sejarahwan)

yang melakukan rekonstruksi atau analisis terhadap peristiwa gerakan tersebut

baik dalam bentuk buku, laporan-laporan hasil penelitian, makalah-makalah,

dan sebagainya.

3. Kritik sumber: dilakukan setelah sumber sejarah terkumpul, tahapan ini

dilakukan untuk memperoleh keabsahan sumber, dalam hal ini yang diuji

adalah keabsahan tentang keaslian sumber (otensitas) yang dilakukan

melalui kritik ekstern. Melalui kritik intern akan diuji keabsahan tentang

kesahihan sumber (kredibilitas), apakah isinya sebuah pernyataan; fakta-

fakta; dan apakah kejadian atau peristiwanya dapat dipercaya. Untuk itu,

perlu diidentifikasi penulisnya, beserta sifat dan wataknya, daya

ingatannya, jaraknya dari peristiwa dalam waktu, dan sebagainya. Pada

7

tahap ini dilakukan penilaian terhadap sumber-sumber yang di kumpulkan,

baik lisan maupun tulisan.

b. Kritik Interen: penulis tidak melakukan wawancara terhadap para saksi

sejarah yang berhubungan dengan judul skripsi ini, dikarenakan telah

wafatnya saksi sejarah, adapun dalam penulisan skripsi ini penulis

mengacu pada buku Pedoman Akademik Universitas Islam Negri Syarif

Hiidayahtullah Jakarta 2007-2008 dan buku Metode Penelitian Sejarah

yang dikarang oleh Dudung Abdurahman, M. Hum.

3. Interpretasi atau penafsiran sejarah atau disebut juga analisis sejarah, analisis

sejarah ini bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh

dari sumber-sumber sejarah.

4. Historiografi: merupakan fase terakhir dalam metode sejarah yang meliputi

cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah

dilakukan.

E. Sistematika Penulisan

Untuk menjaga terfokusnya penelitian ini, diperlukan satu sistematika agar tidak terjadi kerancuan dalam penguraian. Karenanya peneliti membaginya menjadi lima bab. Bab pertama, didahului dengan akar persoalan yang melatarbelakangi peneliti mengangkat tema ini. Permasalahan yang ingin dijawab dan dijelaskan tertuang dalam pembatasan dan perumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan penelitian yang mencakup orientasi dan arah penelitian ini. Berikutnya sebagai pedoman dan arahan yang akan menjadi

8

parameter dan sekaligus acuan dalam penelitian ini diperlukan satu tinjauan metodologis dan pendekatan yang digunakan.

Pada bab kedua, diuraikan secara khusus mengenai riwayat hidup

Soekarno. Bagaimana perjalanan hidup dia sejak kecil hingga menempuh pendidikan tinggi pada saat itu. Dalam bab ini tidak hanya dibahas mengenai keberadaan Soekarno ditempat kelahirannya , tetapi juga bagaimana beliau melalui perjalalanan hidupnya di Bandung. Analisa ini diharapkan akan membantu memberikan gambaran secara tepat mengenai profil Soekarno sebagai salah satu orang yang ditokohkan di negeri ini.

Dalam bab ketiga, diuraikan mengenai perjalanan karir politik Soekarno.

Dalam bab ini akan dibahas bagaimana Soekarno mendirikan organisasi Tri

Kromo Darmo sampai akhirnya beliau mendirikan Partai Nasional Indonesia

(PNI) dan Partai Indonesia (Partindo).

Untuk bab keempat, mencoba menguraikan mengenai perjuangan

Soekarno dalam mewujudkan perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

Dalam bab ini juga mencoba mendeskripsikan secara kronologis kedatangan tentara Jepang ke Indonesia, terbentuknya PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat),

PETA (Pembela Tanah Air), sampai pada terciptanya kemerdekaan Republik

Indonesia yang diserukan lewat pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno.

Sebagai penutup dalam penulisan ini, yang merupakan jawaban eksplisit atas apa yang dipersoalkan dalam pembatasan dan perumusan masalah, dan sekaligus menyampaikan beberapa harapan peneliti dengan tulisan (laporan dalam wujud skripsi ini), tertuang dalam bab V; yaitu kesimpulan, saran, dan lampiran.

BAB II

RIWAYAT HIDUP SOEKARNO

A. Soekarno Dimasa Kanak-Kanak

Soekarno adalah anak dari Ida Ayu Nyoman Rai, seorang putri dari Bali yang berkasta Brahmana dari keturunan ibunya, kakek moyangnya adalah seorang pejuang yang gagah dan gugur dalam Perang Puputan, perang yang terjadi didaerah Puputan di Pantai Utara Bali tempat Kerajaan Singaraja melawan penjajah pada tahun 1596 (Portugis), yang mengakibatkan timbul rasa benci yang mendalam dari keluarga ibu Soekarno terhadap penjajah Belanda.1

Ayah Soekarno bernama Raden Sukemi Sastrodiharjo, putra dari Raden

Harjodikromo yang berasal dari Tulung Agung Kediri Jawa Timur, kakek

Soekarno merupakan orang yang sangat disegani dan dihormati oleh masyarakat setempat karena kebaikan hatinya yang selalu menolong sesama manusia.

Sukemi dilahirkan pada tahun 1869, Sukemi menerima pendidikan

Belanda di sekolah pendidikan guru (Kweek School) pertama di Probolinggo Jawa

Timur, setelah menyelesaikan pendidikannya Sukemi bertemu dengan Ida Ayu

Nyoman Rai, Sukemi mengalami kesulitan untuk melamar Ida Ayu Nyoman Rai, dikarenakan Sukemi beragama Islam, sehingga wajar bila pihak perempuan tidak menyetujui hubungan keduanya.

Untuk menikah secara Islam, Ida Ayu Nyoman Rai harus terlebih dahulu menganut agama Islam, dengan jalan melarikan diri akhirnya mereka menikah

1 Cindy Adams. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, terj Abdul Barsalim, (Jakarta: PT. Gunung Agung 1966), cet ke- 1, h. 26

9 10

secara Islam,2 setelah menikah sukemi dan istrinya tetap tinggal di Singaraja Bali untuk sementara waktu sampai melahirkan seorang putri kakak Soekarno yang bernama Sukarmini.

Ketika Sukarmini berusia dua tahun, lalu Sukemi mengajukan permohonan kepada Departemen Pengajaran untuk dipindahkan ke Jawa, karena

Sukemi merasa tidak disukai oleh orang Bali disebabkan adanya perbedaan agama dan tradisi yang dianut orang Bali, akhirnya permohonan Sukemi untuk pindah dari Bali ke Jawa dikabulkan, kemudian Sukemi dikirim ke Surabaya, disanalah

Soekarno dilahirkan.3

Soekarno dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya, beliau mempunyai nama lengkap Kusno Sosro Soekarno. Ketika masih kanak-kanak kedua nama pertama dibuang, sesuai dengan kebiasaan orang Jawa beliau hanya diberi nama Soekarno. Pada mulanya Soekarno diberi nama Kusno, tetapi karena sering sakit-sakitan yang menurut orang tuanya karena pengaruh nama, maka ayahnya mengubah namanya menjadi Soekarno seperti Karna salah seorang pahlawan dalam cerita Mahabarata.4

Pada masa kecilnya Soekarno lebih berani dari teman-temanya sehingga beliau dikenal sebagai seorang jagoan muda, dalam setiap permainan beliau selalu ingin jadi pemimpin yang mengatur kegiatan bersama, selalu menjadi pusat perhatian teman-temannya dan Soekarno digambarkan sebagai seorang anak yang tidak mau mengaku kalah baik dalam permainan maupun dalam adu argumentasi,

2 Adams. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 27-29 3 Jhon D. Legge, Sebuah Biografi Politik, Terj tim PSH, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1996), Cet ke-3, h. 28 4 Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 35

11

ini sudah sifat yang nantinya menonjol setelah beliau menjadi pemimpin bangsanya dikemudian hari.

Soekarno hidup didalam lingkungan keluarga yang miskin, sehingga membuat beliau lebih tertarik kepada rakyat jelata dan ini diakuinya dalam bukunya Jhon D. Legge, Sebuah Biografi Politik, dalam buku ini digambarkan bahwa beliau membesar-besarkan kemiskinan dengan mengatakan bahwa sebagai seorang anak miskin dari orang tua yang miskin.

Menurutnya ayahnya hanyalah seorang guru kecil yang gajinya 25 golden sebulan yang berarti 10 dolar AS, hal ini diucapkan pada sebuah pidato pada saat beliau mengunjungi Amerika Serikat pada tahun 1956, disini memang ada sedikit romantisme kemiskinan Soekarno adalah simbol kemiskinan rakyat Jawa pada umumnya.

Jika dibuat perbandingan, beliau tidaklah miskin, sebagai mantri guru yang berarti kepala sekolah di Mojokerto, Sukemi tidak terlalu kekurangan oleh karena itu, Soekarno bukanlah anak orang miskin dalam arti sebenarnya dan sejak lahir beliau sudah banyak keadaan yang membedakan orang lain.5

Soekarno mendapat pendidikan pertama kalinya di Sekolah Bumi Putra

Desa Tulung Agung, disaat tinggal bersama kakeknya, disanalah beliau pertama kalinya belajar membaca, menulis dan berbicara dalam bahasa Jawa dengan murid-murid pribumi lainnya.

Setelah kelas tiga sampai kelas lima guru-gurunya menggunakan bahasa

Melayu yang kemudian bahasa ini menjadi dasar dari bahasa nasional. Soekarno lebih senang mengenang cerita wayang yang diketahuinya dan beliau termasuk

5 Jhon D. Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, h. 29-30

12

murid yang suka bertanya kepada gurunya tentang apa yang tidak dimengertinya, karena itu pengetahuannya bertambah melebihi kawan-kawannya.

Ayah Soekarno seorang guru yang keras, ia sangat membantu dalam pendidikan Soekarno, meskipun Soekarno telah berjam-jam belajar, beliau tetap disuruh untuk belajar membaca dan menulis, hal ini dilakukan ayahnya setelah

Soekarno pindah sekolah dari Tulung Agung ke Mojokerto, karena kecerdasan yang dimiliki Soekarno, akhirnya beliau dipindahkan ayahnya ke ELS (Europees

Lagere School).6

Soekarno turun ke kelas lima, disebabkan bahasa Belandanya dibawah ukuran kelas enam. Sukemi memasukan Soekarno ke ELS Mojokerto agar kelak setelah lulus dari sana beliau bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya, karena lulusan sekolah Bumi Putra tidak bisa melanjutkan ke sekolah menengah

Belanda,7 setelah Soekarno dua tahun di ELS Mojokerto, beliau melanjutkan ke sekolah menengah Belanda Horgere Burger School (H. B. S) di Surabaya.

B. Soekarno Dibawah Asuhan Tjokroaminoto

Kemudian ayahnya menitipkan dirumah seorang kawannya yang bernama

Oemar Said Tjokroaminoto, seorang pemimpin tokoh nasional dan pemimpin terkemuka pada waktu itu, saat itu usia Soekarno 14 tahun.8 Sejak belajar di HBS inilah, Soekarno untuk pertama kalinya mengenal teori Marxisme dari gurunya C.

Hartogh seorang sosial demokrat, Soekarno juga banyak mendapat asuhan dan didikan, serta pelajaran dari HOS. Tjokroaminoto.

6 Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 32-40 7 Tasmadi et al, Tokoh-Tokoh Pemikiran Paham Kebangsaan, Ir.Sukarno dan KH. . (Jakarta: Dekdikbud RI 1999), Cet ke-I, h. 5 9 Dr. Syafiq A. Mughnie, M. A. PHD. Hassan Bandung, Pemikiran Islam Radikal. PT. Bima, 1994, h. 110-111

13

Sebagai seorang pemimpin , Tjokroaminoto banyak dikunjungi oleh tamu-tamu dari partai lain dan antar pemimpin cabang Sarekat

Islam, terkadang mereka menginap untuk beberapa hari, hal ini merupakan kesempatan baik bagi Soekarno untuk dapat mendengarkan percakapan mereka tentang politik dalam negeri, bahkan sering sekali Soekarno diajak pergi untuk menemani Tjokroaminoto ke pertemuan-pertemuan, pidato, dan rapat.

Tidak salah jika Soekarno mengatakan bahwa Tjokroaminoto yang sangat mempengaruhi hidupnya dan merupakan orang pertama yang tersebar diantara beberapa gurunya yang telah membentuk kepribadiannya,9 Semasa diasuh oleh

Tjokroaminoto, Soekarno mengenal Utari salah satu putri dari Tjokroaminito yang menjadi istri Soekarno, bersama teman seasramanya, seperti: E.F.E Douwes

Dekker, Tjipto Mangunkusumo, , Muso, , Darsono, dan

Soekarno pernah mendapat pendidikan politik dari Tjokroaminoto.

Pada umur 16 tahun Soekarno mendirikan perkumpulan politik yang pertama yaitu, Tri Koro Darmo Yang berarti ‘’Tiga Tujuan Suci’’ yang melambangkan kemerdekaan politik, ekonomi dan sosial yang berdasarkan suatu organisasi sosial yang berlandaskan kebangsaan,10 setelah Soekarno berhasil menyelesaikan studinya di HBS pada tahun 1921 dan mendapat pengalaman serta asuhan yang kuat dalam bidang politik dan organisasi dari lingkungan keluarga

Cokroaminoto, kemudian Soekarno melanjutkan studinya ke sekolah teknik

(Tehnisehe Hooge School), sekarang ITB Bandung.

9 Tasmadi et al, Tokoh-Tokoh Pemikiran Paham Kebangsaan, h. 12 10 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 54-56

14

C. Soekarno Di Bandung

Setelah Soekarno berhasil menyelesaikan studinya di HBS (Hoogere

Burger School) di Surabaya pada tahun 1921, Soekarno melanjutkan studinya ke sekolah teknik (Tehnisehe Hooge School), di Bandung, sekarang ITB.11 Minggu terakhir bulan Juni tahun 1921 Soekarno memasuki Kota Bandung dan tinggal dirumah H. Sanusi, itu hasil dari usaha Tjokroaminoto, disinilah Soekarno mengenal Inggit Garnasi.12

Soekarno diterima di sekolah teknik (Tehnisehe Hooge School), atau ITB di Bandung dalam tahun akademis kedua (1921-1922), menggunaka nama “Raden

Soekarno”, dan memperoleh ijazahnya sebagai insinyur (dengan bagan gambaran rencana untuk suatu instalasi pelabuhan,13 dan jalan (saluran air), ditambah dengan teorinya tentang perencanaan suatu kota.14

Dalam kuartal ketiga tahun 1926, untuk menyelesaikan studinya Soekarno memakan waktu satu tahun lebih lama dari pada yang sudah ditetapkan dengan resmi yaitu empat tahun, dikarenakan setelah diterima sebagai mahasiswa beliau terpaksa meninggalkan Bandung, sebab dalam kuartal ke empat 1921

Tjokroaminoto yang sementara itu menjadi mertuanya telah ditangkap,15 karena para pembesar Hindia Belanda berkeyakinan pemogokan di Garut dipupuk oleh

Sarekat Islam dan menangkap Tjokroaminoto.16

Dengan kejadian itu, Soekarno kembali ke Surabaya bersama istrinya

(Utari) untuk membantu kekurangan keluarga Tjokroaminoto dan urusan rumah

11 Tasmadi et al, Tokoh-Tokoh Pemikiran Paham Kebangsaan Ir. Soekarno dan KH. Amad Dahlan, h. 13 12 Cndy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 69-71 13 Bernhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan kemerdekaan, LP3S Jakarta 1987, h. 52 14 Cndy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 92 15 Bernhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, h. 52 16 Cndy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 73

15

tangganya, untuk itu beliau bekerja sebagai klerek (juru tulis) di Stasiun Kereta

Api, dengan kedudukannya sebagai ‘’Raden Soekarno’’, di tempatkan di kantor kelas satu,

Tugas utama Soekarno ialah membuat daftar gaji untuk para pekerja, dengan bekerja seharian penuh Soekarno tidak ada waktu untuk mengulangi pelajarannya, akan tetapi ada baiknya, karena tempat yang luar biasa ramainya ini menjadi tempat keluar masuk Kereta Api yang datang dari kota-kota lain seperti

Madiun, Yogja, Malang, Bandung, sehingga Soekarno dapat berhubungan dengan orang-orang sekitar sana yang keluar masuk Stasiun Kereta Api, disamping itu

Soekarno tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menaburkan bibit

Nasionalisme.

Dengan bekerja sebagai klerek Soekarno mendapatkan gaji pada waktu itu sebesar 165 rupiah sebulan, 125 diserahkan kepada keluarga Tjokroaminoto dan tak sesering mungkin Soekarno mengajak Utari dan Anwar menonton film atau dibelikannya barang-barang kecil seperti kartu pos bergambar dengan sisa uang

40 rupiah itu.

Disamping itu Soekarno menjalankan tugas sebagai orang tua mereka dengan menggantikan Tjokroaminoto untuk sementara waktu, yaitu dengan memberikan pakaiannya yang Soekarno pakai, menjaga disiplin mereka, menyunatkan Anwar, mencari obat, mencari kiyai, menyelenggarakan selametan, dan mengajarkan mereka menggambar.

Akhirnya Tjokroaminoto dibebaskan bulan April 1922 setelah tujuh bulan ditahan,17 setelah itu, Soekarno kembali lagi ke Bandung bersama Utari pada

17 Cndy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 75-76

16

permulaan tahun 1922, dimana Soekarno dapat memusatkan perhatiannya kepada studinya tanpa ada gangguan.

Selama Soekarno belajar di Bandung, jumlah mahasiswa baru yang diterima di Universitas itu, dikelompokan menurut kebangsaan mereka, adalah sebagai berikut:

Tabel Penerimaan Mahasiswa baru di Sekolah Teknik Tinggi18

Tahun Eropa Indonesia Cina, dan sebagainya

1920/1921 22 2 4

1921/1922 29 6 2

1922/1923 30 8 4

1923/1924 10 5 3

1924/1925 20 8 2

1925/1926 10 3 1

Total 121 32 16

sebelum kembali ke Bandung, Soekarno menyerahkan Utari kepada

Tjokroaminoto atau bercerai dengan Utari dan kembali ke Bandung ditahun 1922, ditahun 1923 pada waktu itu umur Soekarno 21 tahun sebagai mahasiswa tingkat dua menikah dengan Inggit Garnasi19

Marhaenisme berawal dari sebuah idiologi dan ilham politik, yang menurutnya suatu dasar pergerakan, dalam kenyataannya berwujud sosialisme dan

Indonesia. Dalam perkataan Marhenisme adalah suatu lembaga dari penemuan kembali kepribadian nasionalisme yang berpegang teguh pada nama ini dan

18 Bernhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, h. 52-53 19 Adams, Sukarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 80

17

mengisinya dengan pengertian-pengetian polotik hingga menjadi pembimbing ilham politik, ini terjadi tahun 1922-1923.20

Lahirnya marhaenisme suatu ketika, Soekarno berjalan-jalan menggunakan sepedanya didaerah persawahan Bandung Selatan, ditempat itu beliau bertemu dengan seorang petani muda yang hidup dalam kemiskinan, ia memiliki sawah dan alat-alat pertanian sendiri, petani ini bernama Marhaen.

Nama Marhaen digunakan terhadap kelompok bangsa Indonesia yang memiliki alat-alat produksi sendiri tetapi tetap dililit kemiskinan akibat penjajahan bangsa asing.21

Di tahun 1922 di adakan rapat Radicale Concentraite di lapangan terbuka kota Bandung, ini sebuah rapat besar yang diorganisir oleh seluruh organisasi kebangsaan yang dihadiri wakil-wakil dari setiap partai dengan tujuan, yaitu memprotes berbagai persoalan sekaligus.22

Rapat ini diawasi oleh P. I. D. (Politieke Inlichtingen Dienst), atau Polisi

Rahasia Belanda, sama dengan intel yang bertugas mengawasi dan memperingati pembicaraan yang dianggap menyerempet hal-hal yang tidak diperkenankan.23

Selama menjadi Mahasiswa di Bandung, Soekarno terlalu banyak mencurahkan waktu untuk pemikiran politik, tidak dapat diharapkan untuk menjadi seorang mahasiswa yang gemilang, karena Soekarno tidak begitu kuat dalam ilmu pasti, beliau lebih suka menggambar arsitektur karena menurutnya itu menarik.

20 Cindy Adams, Sukarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 82 21 Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Delta Pamungkas, Jakarta 2004, jilid 15, h. 312 22 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 86 23 Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa, Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. H. Maulwi Saelan. Visi Media, h.12

18

Soekarno pernah berbuat curang dalam pelajaran Klienste Vierkanten, derngan cara teman-temannya menempatkan kertasnya sedemikian rupa disudut bangku, sehingga Soekarno dengan mudah menyalin jawabannya, akan tetapi dalam ujian itu Soekarno hanya mendapatkan nilai tiga.24

Setelah lulus kuliah, Soekarno disediakan jabatan asisten dosen lalu beliau menolaknya, ditawarkan pekerjaan pemerintahan kota beliau menolaknya, Prof.

Ir. Wolf Schoemaker menawarkan bekerja untuk pemerintah, beliau menolaknya dengan alasan konsep Tuan didasarkan pada semangat pedagang rempah-rempah

Belanda.

Sekali lagi Prof. Ir. Wolf Schoemaker meminta kepada Soekarno untuk dibuatkan satu rumah Bupati, oleh karena Soekarno menghargai dan menghormati

Prof. Ir. Wolf Schoemaker, lalu Soekarno menerima permintaan itu dengan dibuatkannya rencana Kabupaten, akan tetapi, pekerjaan ini adalah pekerjaan yang pertama dan terakhir Soekarno bekerja kepada pemerintahan.

Kemudian Departemen Pekerjaan Umum menawarkan kedudukan tetap kepada Soekarno, tetapi beliau pun menolaknya dengan alasan bahwa saya memperjuangkan non koperasi, sebenarnya waktu itu Soekarno sangat membutuhkan pekerjaan dan uang, karena semenjak lulus kuliah bantuan dari keluarganya sudah tidak ada lagi.

Akhirnya Soekarno bekerja di Sekolah Yayasan Ksatrian yang diselenggarakan oleh pemimpin kebangsaan yaitu: Dr. Setiabudi, Soekarno bekerja sebagai guru pengajar dibidang sejarah dengan jumlah 30 orang siswa, salah satunya Anwar Tjokroaminoto.

24 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 86-91

19

Pada waktu mengajar Soekarno mendapatkan kesulitan dikarenakan

Soekarno tidak berhasil mendekati metode yang resmi, dengan gayanya dan caranya sendiri Soekarno mengajar, dalam hal mengajar Soekarno tidak menyesuaikan teori, Soekarno lebih berpegangan pada pengertian sejarah dari pada mengajarkan nama-nama, tahun dan tempat, yang hanya terpusat pada fakta- fakta.

Sukarno hanya berfalsafah saja kepada anak didiknya dalam menjelaskan suatu peristiwa sejarah, Soekarno menjelaskan secara Sandiwara, tidak memberikan pengetahuan secara dingin dan kronologis, pada akhirnya Soekarno pun dikritik dalam cara pengajarannya oleh pemilik sekolah bangsa Belanda.

Menurut pendapatnya, “Soekarno bukan pengajar terbaik yang pernah dilihatnya dan tidak mempunyai masa depan yang baik dalam pekerjaan”, dengan kejadian itu berakhirlah karir Soekarno sebagai guru.25

Pada tanggal 26 Juli 1926 Soekarno membuka biro teknik, beliau bekerja sama dengan seorang teman kelasnya (Ir. Anwari.). Ditahun yang sama, Soekarno pun mulai berkhotbah tentang Nasionalisme terpimpin yang memberikan teori tentang kesadaran nasional dan mendidiknya dengan teori persamaan hak dan menghabisi sistem Feodalisme. Feodalisme menurut Soekarno adalah kepunyaan masa lalu yang sudah dikubur dan Feodalisme bukan kepunyaan Indonesia dimasa yang akan datang, karena begitu terikat dalam persoalan politik yang kurang memikirkan biro tekniknya, maka mengalami kemerosotan dan mati.26

Dalam bidang politik Soekarno seorang nasionalis, dalam kepercayaan

Soekarno seorang yang beragama, tetapi Soekarno mempunyai kepercayaan yang

25 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 93-96 26 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 97-102

20

bersegi tiga. Dalam bidang ideologi, ia seorang sosialis,demokrat dan orang kiri yang menghendaki perubahan kekuasaan kapitalis, imperialis yang ada pada waktu itu.

Soekarno berlatarbelakang Jawa mistik dari neneknya, dari bapaknya datang Theosofisme dan Islamisme, dari ibunya Hinduisme dan Buddhisme, sarnia

(seorang pengasuh Soekarno dimasa kanak-kanak) memberikan Humanisme, dari

Cokroaminoto datang sosialisme, dan dari kawan-kawannya datang nasionalisme.

Soekarno menambah renungan-renungan dari Karl Marxisme dan Thomas

Jeffersonisme, belajar ekonomi dari Sun Yat Sen, belajar kebaikan dari Gandhi.

Soekarno tumbuh dari Sarekat Islam, di Bandung tahun 1926, Soekarno bergabung ke dalam Studenten Club yang disponsori oleh Universitas, setelah keluar dari Studenten Club mendirikan Perkumpulan Studi, sebagai bahan bacaannya ialah “Handelingen der Tweede Kamer van de Staten Generaal”

(kegiatan Tweede Kamer dari Staten General Negri Belanda) yang diperoleh dari perpustakaan.

Sampai pada waktunya ditahun 1927 yaitu tahun kematangan dan kesiapan

Soekarno untuk terjun ke dunia politik, maka beliau mendirikan PNI (Partai

Nasional Indonesia) sebagai kendaraan politiknya.27

27 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 100-103

BAB IV

Soekarno Dalam Perjuangan Kemerdekaan RI 1942-1945

A. Latar Belakang Datangnya Tentara Jepang Ke Indonesia

Angkatan Perang Jepang melakukan serangan mendadak terhadap pusat

Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour di Kepulauan Hawai, Samudra

Pasifik pada tanggal 8 Desember 1941,1 yang mengakibatkan kelumpuhan terhadap Angkatan Perang Amerika Serikat di Pearl Harbour, serangan mendadak

Angkatan Perang Jepang dipimpin oleh Laksamana Isoroku Yamamoto (1884-

1943) telah membuka sejarah peperangan baru di kawasan Asia Timur dan

Samudra Pasifik.2

Dalam waktu singkat seluruh kawasan Asia Timur, Asia Tengara dan

Samudra Pasifik tenggelam didalam lautan peperangan yang diberi nama oleh orang jepang Dai Toa no Senso yang berarti Perang Asia Timur Raya.

Keterlibatan pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia dalam perang itu Pada tanggal 8 Desember 1941 sekitar pukul 07,00 pagi waktu Jawa, Gurbenur Jenderal

Hindia Belanda A. W. L. Tjarda Van Starkenborg Stachouwer memaklumkan perang terhadap Jepang, Hindia Belanda pada waktu itu termasuk didalam Front

ABCD yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Cina dan Belanda (Amerika

Serikat, British, China, Duct).3

Indonesia dimata Jepang mempunyai arti tersendiri bagi gerakan ekspansinya, tujuan Jepang memilih Indonesia dikarenakan Jepang memerlukan

1 Nugroho Notosusanto, Tentara PETA pada Zaman Pemerintahan Jepang di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1979), h. 20 2 Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1985), h. 21 (Jakarta: Inti Idayu Press, 1985), h. 21 3 Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang, h. 16

35 36

minyak dan karet yang masih belum cukup di negara Cina dan Manchuria, untuk memperbesar kemampuan industrinya, Jepang memerlukan berbagai bahan mentah yang terdapat di Indonesia, maka dari itu Indonesia dijadikan sasaran utama oleh Jepang, dikarenakan Jepang ingin membangun sesuatu kekuatan yang solit.

Ada beberapa alasan mengapa Jepang melakukan ekspansi ke beberapa negara di Asia termasuk Indonesia. Jepang merupakan negara di kawasan Asia yang mampu mengadakan pembaharuan yang disebut Restorasi Meiji.4 Restorasi

Meiji membuat Jepang sebagai negara industri yang berteknologi tinggi yang dapat mengubah Jepang menjadi negara moderen yang mempunyai kekuatan fisik yang sejajar dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat dan kemajuan

Jepang dalam situasi politik internasional.

Semua ini didukung oleh niat yang keras dari Jepang untuk menguasai dunia dibawah kekaisaran Jepang atas sebuah gagasan untuk membentuk imperium atau kekuasaan penuh bangsa Jepang dan membentuk kemakmuran

Asia dibawah Jepang, karena kemajuan sebuah industri yang pesat di Jepang mendukungnya untuk melakukan ekspansi, akan tetapi Jepang tidak mempunya bahan mentah seperti minyak bumi, besi, baja untuk menunjang industrinya sedangkan karet diperlukan untuk kebutuhan industrinya, semua itu untuk keperluan militer. Bahan-bahan itu hanya ada di Manchuria, Brima, Indocina dan

Indonesia.

Sebelumnya pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia sudah menyadari ancaman dari Jepang untuk menduduki Indonesia, pada tanggal 28 Juli 1941

4 Edwin O. Reischouver, Manusia Jepang, terjemahan dari Bahari Siregar, (Jakarta: Sina: Harapan, 1985), h. 96 dan Sayiduran Suryohajiprojo. Belajar dari Jepang, Manusia dan Masyarakat Jepang Dalam Perjuangan Hidup, (Jakarta: UI Perss, 1987), h. 55-56 37

sebagai reaksi terhadap gerakan ekspansi Jepang ke beberapa negara Asia, pemerintahan Hindia Belanda telah memutuskan untuk melakukan pengawasan terhadap semua ekspor ke Jepang dan pemerintahan Belanda juga mengancam akan melakukan blokade ekonomi jika Jepang tidak menghentikan kegiatannya yang membahayakan pemerintahan Hindia Belanda, namun ancaman tersebut tidak mengurungkan niat Jepang untuk menduduki Indonesia.5

Pada 10 Januari 1942, Tarakan (Kalimantan Timur) dikuasai Jepang,

Tarakan daerah pertama dari wilayah Indonesia yang dikuasai oleh Jepang, kemudian menyusul Minahasa, Balikpapan dan Ambon, bulan Febuari 1942,

Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang dan Bali dikuasai.

Tanggal 25 Febuari 1942, Panglima Tertinggi ABCD Front Jendral Waval meninggalkan pulau Jawa, tanggal 1 Maret 1942, pasukan Jepang mendarat di pulau Jawa. , Indramayu, Kragen dan Kalijati berhasil di kuasai. Tanggal 5

Maret 1942, Batavia jatuh,

Pusat pertahanan Hindia Belanda di Bandung jatuh tanggal 8 Maret, pada tanggal 9 Maret 1942, jati diri bangsa Belanda yang sesungguhnya jatuh ditangan

Jepang dan Jendral Ter Poorten panglima tertinggi di Jawa menyerah ke pada

Jendral Imamura tanpa ada peperangan.6

Belanda menyerah kepada Jepang diumumkan melalui radio NIROM

(Nederlands Indisch Radio Omroep) pada hari Senin pukul 07.45, tanggal 8 Maret

1942 dengan disertai penandatanganan piagam penyerahan tanpa sarat yang

5 Nugroho Notosusanto, Tentara PETA pada Zaman Pemerintahan Jepang di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1979), h. 19-20 6 S. Salalahi, M. A, Dasar-Dasar Indonesia Merdeka, h. 29 38

diwakili oleh Jendral H. Ter Poorten dan Jendral Hitosi Imamura di Kalijati, sejak itu Indonesia resmi berada dibawah kekuasaan Kerajaan Jepang.7

2. Kondisi Indonesia Setelah Ditinggalkan Pemerintahan Belanda

Orang Belanda lari meninggalkan bumi Indonesia hanya dirinya sendiri dan keluarganya yang dipikirkan, Indonesia yang telah memberikan segala kenikmatan dan kemuliyaan selama tiga ratus lima puluh tahun ditinggalkan begitu saja, tanpa ada usaha sedikitpun untuk membelanya.

Rakyat Indonesia ditinggalkan dalam keadaan nestapa dan sengsara, begitu juga dengan Soekarno yang berstatus tahanan yang dipindahkan dari

Bengkulu menuju Padang ditinggalkan begitu saja ditengah jalan oleh polisi yang mengawalnya.

Betawi yang dijadikan sebagai Ibu Kota Hindia Belanda (Jakarta) waktu itu, hanyalah sebuah kota dusun yang berpenduduk lima ratus ribu jiwa, tidak satupun bangunan bertingkat terdapat di Jakartata, tanpa mempersoalkan siapa pemiliknya, seperti itulah Indonesia ditinggalkan Pemerintahan Belanda.

3. Kondisi Indonesia Di Awal Kekuasaan Tentara Jepang

Dihari pertama kedatangan tentara Jepang di Indonesia disambut dengan gembira, yang dianggap akan membantu rakyat Indonesia untuk mewujudkan kemakmuran bagi bangsa-bangsa di Asia, dikarenakan rakyat Indonesia sudah sangat mengharapkan kemerdekaan ditanah airnya sendiri, jadi tentara Jepang

7 Sagimun, MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 23 39

telah dianggap sebagai tentara pembebas rakyat Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda.8

Pada tanggal 7 Maret 1942, pemerintahan Militer Jepang di Jakarta menerbitkan undang-undang Bala Tentara Dai Nippon No. 1, tentang pemerintahan militer di Pulau Jawa yang berisikan sebuah tujuan untuk rakyat

Indonesia sebagai berikut:

1. Dai Nippon memperbaiki nasib rakyat Indonesia yang sebangsa dan

seketurunan dengan Bangsa Dai Nippon.

2. Dai Nippon akan memelihara dan ketentraman sebaik-baiknya untuk dapat

hidup makmur bersama rakyat Indonesia dengan jalan mempertahankan Asia

Raya bersama-sama.

3. Untuk itu, Dai Nippon akan memberlakukan pemerintahan militer untuk

sementara waktu di daerah-daerah yang telah dikuasai, demi keselamatan

rakyat.

Dalam undang-undang itu dijelaskan bahwa kekuasaan Gubernur Jendral diambil alih oleh tentara Jepang (pasal 2) dan semua badan-badan pemerintahan yang ada tetap dipertahankan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan militer.9

Sejak 9 Maret 1942, akhirnya Indonesia dibagi menjadi tiga daerah pemerintahan militer. dibawah tentara ke-25 Angkatan Darat (Rikugun) yang berpusat di Bukit Tinggi, Jawa dan Madura dibawah tentara ke-16 Angkatan

Darat (Rikugun) yang berpusat di Jakarta dan Kalimantan, Sulawesi, Maluku,

Kepulauan Sunda Kecil yang terdiri dari Pulau Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa

8 Sagimun. MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 26 9 S. Salalahi, M. A, Dasar-Dasar Indonesia Merdeka, h. 30-31 40

Tenggara Timur dibawah Armada Selatan Kedua (Kaigun) yang berpusat di

Makasar.10

Beberapa istilah Pemerintahan Belanda diganti seperti:

1. Residenti (Keresidenan) menjadi Syuu.

2. Regentschap (Kabupaten) menjadi Ken.

3. District (Kewedanaan) menjadi Gun.

4. Onderdistrict (Kecamatan) menjadi Son.

5. Gemmente (Kota Praja) menjadi Si.

6. Desa menjadi Ku.

7. Kampung menjadi Asa.

Sesuai dengan situasi perang, masing-masing daerah keresidenan (Syuu) harus mampu Self-Supporting (perlindungan daerah masing-masing), maka dianjurkan disetiap masing-masing wilayah menanam bahan-bahan makanan, bahan-bahan pakaian seperti kapas, randu, rami, dan nanas, dan pada bulan Juli

1942, Infiltrasi cultural (pemisahan kebudayaan) mulai dilancarkan.

Bulan September 1942 Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah

Menengah Atas (SMA) mulai dibuka dibeberapa tempat seperti di Magelang,

Cirebon, Jember, dan Bogor, bahasa Jepang di ajarkan di Sekolah Dasar (SD) baik di kota-kota maupun di desa-desa terpencil.

Penggunaan bahasa Belanda dan Inggris dilarang, untuk mengambil hati bangsa Indonesia, lalu bahasa Indonesia disempurnakan dengan membentuk sebuah panitia bahasa yang disebut Indonesia Go Seibi Iinkai. Pada November

1942, sebuah panitia pemeriksa dan tatanegara dibentuk, pertemuan dengan

10 Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta Balai Pustaka, 1990). Cet. Ke- 6, jilid VI, h. 5 41

tokoh-okoh Islam diselenggarakan, untuk mengambil hati Solo-Koo dibeberapa desa (ku) yang termasuk bagian Onderdistrict (son) Tengaran, Tengaran Gun,

Semarang Ken, Semarang Syuu, dimasukan menjadi bagian Surakarta -Kooti.

Dengan Undang-uandang No. 30 (1 September 1942), istilah diganti dengan nama Jawa, yang disebut dengan Jawa sudah termasuk Madura, dan dalam rangka menyambut hari pembangunan Asia Raya, tanggal 8 Desember 1942, dengan Osamu Seirei No. 16 (UUD No. 16) nama Kota Batavia (Batavia -Syuu) diganti menjadi Jakarta Syuu.11

B. Terbentuknya Pusat Tenaga Rakyat (Putera) Dan Tentara Pembela

Tanah Air (Peta)

1. Latar Belakang Berdirinya Putera Dan Peta

Yang melatar belakangi berdirinya PUTERA dan PETA adalah sebagai berikut:

1. Situasi perang yang gawat, karena Angkatan Perang Amerika Serikat beserta

sekutunya telah mulai perang ofensif membalas dan menghentikan tindakan

perang ofensif Jepang di Pasifik Barat Daya, yang telah menimbulkan

kekawatiran dipihak Jepang bahwa Amerika Serikat akan menyerbu dan

merebut Indonesia.

11 S. Salalahi. M. A, Dasar-dasar Indonesia Merdeka, Versi Para Pendiri Negara, h. 31- 36 42

2. Tidak mungkin menambah tenaga manusia dibagian Barat Indonesia (tentara di

Jawa, Madura dan Sumatra) yang pasukannya tidak begitu banyak dan

prajurit-prajuritnya sudah terlalu tua.12

Pada bulan April 1942 sebuah usaha Propaganda Jepang (Sendenbu) dibuatlah suatu gerakan pertama yang melahirkan Gerakan Tiga A, Hitoshi sebagai ketua, dianggkat pula Mr. Syamsudin, yang dibantu oleh tokoh-tokoh

PRINDRA,13 seperti K. Sultan Pamuncak dan Muhammad Saleh.14

Semboyan dari Gerakan Tiga A adalah, Jepang pemimpin Asia, Jepang

Pelindung Asia dan Jepang Cahaya Asia,15 akan tetapi gerakan Tiga daerah ini tidak berlangsung lama, karena dianggap kurang berhasil dalam menggerakkan rakyat untuk mendukung usaha perang tentara Jepang, sebagai pegantinya Jepang mendirikan PUTERA.

2. Berdirinya Putera (Pusat Tenaga Rakyat)

Pada tanggal 9 Maret 1943, organisasi yang bernama PUTERA (Pusat

Tenaga Rakyat) didirikan, organisasi ini dipimmpin dengan tokoh yang lebih dikenal dengan masyarakat, tokoh-tokoh itu adalah Ir. Soekarno, Dr. M. Hatta, Ki

Hajar Dewantoro, dan KH. .16

Dengan tujuan untuk memperoleh dukungan dari rakyat untuk memenangkan peperangan yang sesuai dengan ketentuan pasal No. 3 yang berisi tentang peraturan dasar PUTERA, dimana disitu ditegaskan bahwa PUTERA turut

12 Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 64 13 A. K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 1980), h. 138 14 M. C. Rickleefs, Sejarah Indonesia Moderen, (: Gajah Mada University Press, 1995), Cet ke- 5, h. 302 15 Sagimun. MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 33 16 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Moderen, h. 306 43

mempertahankan Asia Timur Raya, dengan melatih ketahanan jasmanai dan rohani untuk memenangkan peperangan, disertai dengan mempelajari Nippon, dan meluaskan penggunaan bahasa Indonesia serta menghapuskan pengaruh Amerika,

Inggris dan Belanda.

Cabang-cabang PUTERA segera dibentuk diberbagai kota pulau Jawa antara lain di Bandung dengan ketua Dr. Moerdjani, di Semarang dengan ketua

R.P. , di Yogyakarta dengan ketua B.P. Surjadiningrat, Di Surakarta dengan ketua Dr. Kartono, dan di Jakarta dengan ketua Ijos Wirjaatmaja.

Tanggal 16 Juni 1943, dihadapan parlemen Jepang di Tokyo, Perdana

Mentri Jepang Tojo menjelaskan bahwa Indonesia akan diberi kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam pemerintahan negeri, 17 Kemudian PUTERA diganti oleh organisasi resmi pemerintahan Jepang yaitu Jawa Hokokai, menurut Jepang

PUTERA lebih menguntungkan kepada usaha-usaha persiapan kemerdekaan

Indonesia daripada kepentingan Jepang.

Untuk memperoleh dukungan dari rakyat Indonesia, tentara Jepang mendekati para dan memperhatikan kepentingan golongan Islam yang lebih tegas menentang kekuasaan kaum penjajah (kolonial Belanda) dari pada pemimpin kaum nasionalis lainnya.

Mula-mula Jepang memilih mendekati MIAI atau Majelis Islam A’la

Indonesia sebagai gerakan umat Islam yang didirikan pada Bulan September

1937, atas anjuran pemimpin-pemimpin (KH. Ahmmad Dahlan) dan Nahdatul Ulama (KH. Mas Mansoer), dengan tujuan untuk kebangkitan

17 S. Salalahi, M. A, Dasar-dasar Indonesia Merdeka, Versi Para Pendiri Negara, h37- 38 44

Majlis (Muktamar Al-Alam Al-Islami Far Al -Hind Al-Syarqiyyah atau kongres

Islam Sedunia Cabang Hindia Timur).18

Usaha Jepang ini mendapat simpati dan dukungan dari umat Islam

Indonesia, karena organisasi ini (MIAI) kurang bergelora dalam menopang serta mendukung usaha perang Jepang, maka pada bulan Oktober 1941 secara resmi

Jepang membubarkan MIAI, lalu diganti dengan organisasi yang baru bernama

Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi), sebagai ketua dipilih KH. Hasjim

Asy’ari, dibantu oleh KH. Mas Mansoer, KH. Farid Ma’ruf dan ulama lainnya.

Pemerintahan pendudukan Jepang lebih banyak memberikan kesempatan dan kebebasan bergerak kepada dan diberi kesempatan untuk membentuk laskar- laskar yang diberi latihan kemiliteran oleh tentara Jepang, laskar ini dikenal dengan nama Laskar Hizbullah.19

Akan tetapi usaha tentara Jepang untuk mendapatkan dukungan dari umat

Islam Indonesia tidak berjalan mulus, dikarenakan banyak tindakan orang Jepang yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam seperti mabuk-mabukan dengan meminum Sake (sejenis arak atau minuman kkeras khas Jepang) dan upacara Saikeirei (member hormat setiap pagi kepada Tenmo Heika dengan cara membukukan badan kea rah Tokyo, ibukota Jepang), hal ini diangggap sirik.

Akibat ketidak senangan para ulama dengan tindakan yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam, banyak terjadi perlawanan dimana-mana, seperti perlawanan yang terjadi di Desa Sukamanah Singaparna, Jawa Barat yang dipimpin oleh H. Zaenal Mustafa dengan semboyan perang jihad terhadap tentara

Jepang dan di yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil.

18 Hasan Shadily, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1990), h. 2094-2095 19 Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 36-37 45

Dengan kejadian itu Jepang mulai menjadi kejam tanpa mengenal belas kasihan terhadap rakyat Indonesia, tak sedikit jiwa dan harta benda yang menjadi korban tentara Jepang, tindakan tersebut dirasakan ketika harus mengerahkan tenaga-tenaga muda dari pedesaan untuk bekerja secara paksa atau lebih dikenal sebagai Romusha.

Pada mulanya Romusha adalah suatu pekerjaan sukarela, lalu berubah ketika Jepang semakin terdesak maka Romusha ditingkatkan lagi yang menimbulkan kesengsaraan kehidupan rakyat Indonesia terutama para petani, beribu-ribu Romusha dikirim keluar pulau Jawa, bahkan keluar Indonesia, seperti

Birma, Muangthai, Vietnam dan negeri lainnya.

Karena keadaan peperangan semakin gawat, tentara Jepang membuka kesempatan bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit

Jepang yang dikenal dengan sebutan Hehio, baik untuk Angkatan Darat (Rikugun

Heiho), maupun untuk Angkatan Laut (Kaigun Heiho).

Selain itu membuka pula kesempatan untuk tugas Spy Intelegent, tugas ini diserahkan kepada Seksi Khusus Tentara Keenam Belas yang disebut Tokubetsu

Han dan dikenal dengan nama Beppan yang dipimpin oleh Kapten Yanagawa, lalu pemuda-pemuda Indonesia ini kemudian dilatih di Seinen Dojo, yang bertempat di Tanggerang, pelatihan inilah yang menjadi awal dari pelatihan militer pribumi.20

Latihan militer lainnya, ialah latihan Keibon atau barisan pembantu polisi, seinendan atau barisan pemuda, pada bulan Agustus 1943, dibentuklah sebuah perhimpunan wanita yang dikenal dengan nama Fujinkai, kepada para anggota

20 Sagimun, MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 39 46

fujinkai ini tentara Jepang juga memberikan pelatihan kemiliteran yang disesuaikan dengan sifat dan tugas kewanitaan.

Untuk membantu pertahanan kepulauan dan melengkapi tenaga tentara

Jepang, maka dibentuklah tentara pribumi yang bernama PETA, pada tanggal 3

Oktober 1943, dengan ketentuaan pembentukan pasukan sukarela untuk membela

Jawa.21

3. Berdirinya Tentara Peta

Atas persetujuan dari atasan Kapten Maruzaki dari Beppan lalu merumuskan rencana untuk pembentukan Tentara Pembela Tanah Air atau PETA tanggal 7 sebtember 1943, kemudian Beppan diberi tanggung jawab penuh untuk melatih dan membentuk tentara PETA.

Setelah perencanaan lalu mulailah tahap pembentukan PETA. Yang prosedurnya diatur sedemikian rupa seolah-seolah dibentuk atas kehendak serta permohonan bangsa Indonesia sendiri,22 agar tercapai keberhasilan yang maksimal dalam membangun semangat kesadaran cinta tanah air dan bersedia untuk tugas kemiliteran dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik yang siap menghadapi tentara Amerika Serikat dan sekutunya.23

Pada tanggal 3 Oktober 1943, Letnan Jendral Kumachiki Harada sebagai

Panglima Tentara Keenam Belas, mengeluarkan sebuah peraturan yang dikenal

21 PETA Tentara Sukarela Pembela Tanah Air Di Jawa dan Sumatra 1942-1943, peynunting Purbo S. Ssuwondo. et. all, (Jakarta, Sinar Harapan: 1996), h. 54-55 22 Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 40-41 23 M C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Moderen, h. 308 47

dengan nama Osamu Seirei no. 44 tentang Pembentukan Pasukan Sukarela untuk

Membela Tanah Jawa.24

Peraturan itu berisi tentang garis-garis besar sebagai berikut:

1. Pasal 1. Membela tanah airnya, dengan sendirinya, maka bala tentara Dai

Nippon membentuk Tentara Pembela Tanah Air yaitu tentara sukerela untuk

membela tanah Jawa dengan penduduk asli, berdiri atas cita-cita membela

Asia Raya bersama-sama.

2. Pasal 2. Kewajiban untuk membela Tanah Air dan ditempatkan didaerahnya

sejumlah pasukan Nippon sebagai pendidik.

3. Pasal 3. Pasukan Sukarela Pembela Tanah Air termasuk dibawah pimpinan

Saiko Shikikan dan wajib menerima perintahnya.

4. Pasal 4. Pasukan sukarela Pembela Tanah Air harus sadar akan cita-cita dan

kepentingan membela tanah airnya dalam Shu (daerah) masing-masing

terhadap negeri sekutu, dibawah pimpinan Bala Tentara Dai Nippon.25

Dengan turunnya peraturan tersebut, maka pada bulan Oktober 1943 di

Bogor tentara Jepang pun segera mulai melatih calon-calon perwira bangsa

Indonesia, tempatnya di sebut Jawa bo EI Giyugun Kanbu Renseitai, yang artinya

Latihan Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air Jawa yang lebih dikenal dengan nama Rensita dibawah pimpinan Kolonel Ucino, pertama-tama latihan para pemimpin tentara PETA ini hanya berlangsung dua bulan saja, diantara mereka yang dilatih adalah Gatot Mangkupraja, Kasman Singodimejo dan

Mulyadi Djojomartono.

24 Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 72 25 Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 73 48

Pada tanggal 18 Januari 1944, nama Reseitai diganti menjadi Jawa Bo EI

Giyigun Kambu Kyokutai, artinya Korps Pendidikan Pimpinan-pimpinan Tentara

Sukarela Tanah Air di Jawa yang lebih dikenal dengan sebutan Kyokutai yang dipimpin oleh Yanagawa, tempat latihan untuk wilayah Jawa dan Madura ada di

Bogor (Jawa Barat) sedangkan untuk pendidikan, pelatihan para Bundanco

(Bintara) dilakukan di Cimahi (Jawa Barat) dan Magelang (Jawa Tengah).

Pada prinsipnya PETA terdiri dari orang-orang dalam satu shu atau karesidenan, berbeda dengan Heiho yang dapat dikirim dan ditempatkan ke luar daerah, yang penempatannya sampai Irian, Morotai, dan daerah-daerah lainnya, maka tentara PETA tidak dikirim ke luar Jawa, dengan demikian dapat dikatakan bahwa tentara PETA secara khusus untuk membela dan mempertahankan daerah shu atau karesidenan di mana tentara PETA diadakan dan ditempatkan.

4. Struktur Dan Peralatan Tentara PETA

Tentara PETA merupakan tentara territorial yang direncanakan oleh

Angkatan Perang Jepang untuk mempertahankan tanah air terhadap serangan sekutu dalam rangka membantu Angkatan Perang Jepang.

PETA diorganisir hanya sampai tingkatan Daidan (Batalyon) yang beranggotakan kurang lebih dari 850 orang, setiap Daidan harus mempertahankan shu (daerah) yang menjadi tempat tinggalnya. Anggota dari Daidan atau prajurit kebanyakan diambil dari daerah-daerah yang berasal dari daerah yang bersangkutan dan dianggap cukup memiliki pengetahuan tentang lingkungan daerah asalnya yang sangat diperlukan dalam taktik perang gerilya. 49

Untuk dapat menjalankan tugas ini mereka menyiapkan kubu-kubu benteng dari garis pertahanan: pertama di pantai, kedua di dataran tinggi, dan ketiga di gunung-gunung dimana kelompok tentara Jepang dan Indonesia melakukan sistem perang gerilya. Kubu-kubu tersebut untuk ditempatkan ditempat yang strategis dan disesuaikan dengan pertahanan dari batalyon PETA yang bertahan didaerah yang berbatasan, sehingga merupakan suatu rantai pertahanan sekeliling pulau Jawa.26

Dalam setiap Daidan dipimpin oleh seorang Daidanco yang dipimpin oleh orang Indonesia. Akan tetapi disetiap Daidan, para komandan Batalyon Jepang melaksanakan fungsi pengadilan terhadap Daidan PETA melalui para Senin

Shidokan atau pengawas senior. Lebih lanjut masing-masing komandan Batalyon diBantu oleh seorang Giyugun Gakari Shoko (Perwira Urusan PETA), sehingga setiap Batalyon Jepang (Daidan) mempunyai kewajiban untuk mengawasi Daidan

PETA didalam satu atau beberapa shu, yang termasuk didalam wewenang territorialnya, dengan keterangan sebagai berikut:

1. Daitai Jakarta mengawasi Daidan PETA di Jakarta dan Banten shu.

2. Daitai Bandung mengawasi Daidan PETA di Parahiangan shu.

3. Daitai Sukabumi mengawasi PETA di Bogor shu.

4. Daitai Cirebon mengawasi Daidan PETA di Cirebon shu.

5. Daitai Semarang mengawasi Daidan PETA di Semarang dan pantai shu.

6. Daitai Purwokerto mengawasi Daidan PETA di Banyumas dan

Pekalomgan shu.

26 ODP, Sihombing, Pemuda Indonesia Menentang Fasisme Jepang, (Jakarta: Sinar Djaja. 1962), h. 72 50

7. Daitai Surabaya mengawasi Daidan PETA di Surabaya, Bojonegoro dan

Madura shu.

8. Daitai Malang mengawasi Daidan PETA di Malang dan Kediri shu.

9. Daitai Jember mengawasi Daidan PETA di Besuki shu.

10. Daitai Surakarta mengawasi Daidan PETA di Madiun shu, Surakarta dan

Yogyakarta Kochi serta Kedu shu.27

Untuk pertahanan maka dibentuklah beberapa Daidan. Di Jawa terdapat

66 Daidan dan di Bali 3 Daidan, yang di pusatkan pada tempat–tempat sebagai berikut:

1. BANTEN SHU: Serang, Malimping, Labuan dan Pandeglang

2. JAKARTA SHU: Jakarta dan Purwakarta

3. BOGOR SHU: Jampang Kulon, Pelabuhan Ratu, Cibeber dan

Cianjur

4. CIREBON SHU: Cirebon dan Majalengka

5. PARIYANGAN SHU: Tasikmalaya, Pangandaran, Bandung,

Cimahi dan Garut

6. PEKALONGAN SHU: Pekalongan dan Tegal

7. BANYUMAS SHU: Cilacap, Sumpyuh, Kroya dan Banyumas

8. SEMARANG SHU: Weleri dan Semarang

9. KEDU SHU: Gombong, Magelang dan Purwerejo

10. PATI SHU: Pati, Jepara dan Rembang

11. SURAKARTA KOHCI: Sunagiri dan Wonogiri

27 Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia h. 98 51

12. YOGYAKARTA KOHCI: Wates, Bantul, Yogyakarta dan

Wonosari

13. BOJONEGORO SHU: Bojonegoro, Banjar dan Tuban

14. MADIUN SHU: Madiun, Pacitan dan Ponorogo

15. KEDIRI SHU: Tulungagung, Blitar dan Kediri

16. MALANG SHU: Malang (Gondanglegi), Lumajang/ Pasirian,

Lumajang, Malang dan Probolinggo

17. SURABAYA SHU: Surabaya, Mojokerto, Sidoarjo dan Gresik

18. BESUKI SHU: Bondowoso, Bangkalan, Batang-batang, Ambuten

dan Ketapang

19. BALI SHU: Negara, abanan dan Klurung.28

Dari uraiyan diatas, maka dapat diketahui bahwa didalam suatu Daidan terdapat 3 macam jabatan yaitu Daidancho sebagai komandan batalyon.

Kebanyakan Daidancho ini pada mulanya dimasyarakat sudah bersetatus sebagai ulama atau , guru sekolah, pejabat dalam pemerintahan dan sebagai tokoh masyarakat. Mereka pada umumnya berusia 30-40 tahun yang lebuh mengutamakan pengaruh daripada latar belakang pendidikannya.

Kepada Daidancho ini, Jepang tidak memberikan latihan militer yang intensif. Berbeda dengan lathan yang diberikan kepada komandan-komandan kesatuan yang lebih muda, seperti Chodancho, Shedancho dan Para Daidancho ini hanya mempunyai ruang lingkup dalam barak-barak dan tugas utama mereka adalah sebagai pembangkit semangat.29

28 Nugroho Noto Susanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 99-100 29 Ahmad Subarjo, Kesadaran Nasional Sebuah Otobiakrafi, (Jakarta: Gunung Agung 1978), h. 269 52

Jabatan berikutnya adalah Chudancho atau komandan kompi yang rata- rata umurnya lebuh muda daripada Daidancho dan Chudanchu yaitu Shodancho atau komandan peleton, pada umumnya mereka berusia berumur 18-20 tahun dan baru tamat sekolah, karena mereka belum mempunyai pekerjaan tetap, yang akhirnya menjadi Shodancho.

Para calon Shodancho mengikuti latihan kemiliteran yang lebih lama dan intensif, sebab itu merekalah yang sebenarnya merupakan tulang punggung dalam arti kemiliteran, karena mereka bukan saja memperoleh latihan militer yang keras, teatapi juga mendapatkan indokrinasi Spiritual Nihon Seishin atau semangat

Nippon.30

Selain ketiga jabatan tersebut diatas, ada lagi satu jabatan yaitu Budancho atau komandan regu yang pada setiap regunya terdiri dari 10 Giyuhei atau prajurit.

Para Budancho pada umumnya berusia sekitar 19-22 tahun dan pendidikan mereka hanya sampai setingkat SD.

Perlengkapan tentara PETA terdiri dari pakaiyan seragam dan perlengkapan militer lainnya, Persenjataan yang diberikan oleh Jepang kepada tentara PETA pada umumnya adalah sejanta karaben pendek M95, senapan Styer

M95, karabinj-mitralleur (senapan mesin ringan), mitralleur (senapan mesin), mortar 5 inci dan pistol FN Browing Automatic.

Satu diantara empat didalam tiap Daidan merupakan kompi bantuan yang dilengkapi dengan senapan mesin dan mortir, semua senjata itu memiliki kualitas setandar yang diperoleh dari hasil rampasan senjata Belanda oleh pihak Jepang yang diberikan kepada tentara PETA.

30 Ahmad Subarjo, Kesadaran Nasional Sebuah Otobiakrafi, h. 270-271 53

Jumlah sejanta yang benar-benar di berikan kepada tentara PETA ternyata tidak cukup untuk memperlengkapi 69 batalyon dengan jumlah anggotanya kira- kira sekitar 38.000 sedangkan jumlah senapan hanya sekitar 17.218 dan karaben

1.550 yang seluruhnya berjumlah 18.768 puncuk.

Selain itu terdapat juga 197 senapan mesin ringan dan 697 senapan mesin berat, 93 mortir dan 20 meriam, akan tetapi belum jelas Daidan mana yang telah diberikan meriam tersebut. Ada juga sebuah kendaraan yang diberikan kepada tentara PETA adalah 132 mobil jeep (Nissan), 330 mobil truck dan 20 tank, tetapi belum jelas Daidan mana yeng pernah diberikan.31

Mengenai perlengkapan seragam PETA meniru model seragam tentara

Jepang. Seragam upacaranya terdiri dari kemeja putih yang dipakai dibawah jas warna hijau ‘’leher baju Schiller’’ (sport) yang berwarna putih disembulkan ke atas leher baju jas hijau itu.

Bagaiyan bawah terdiri dari celana yang mirip denga celana penunggang kuda dengan sepatu sepatu tinggi (lars) berwarna hitam yang digunakan (untuk

Daidancho) atau sepatu militer Jepang dengan tutup betis kulit hitatam (untuk

Chudancho dan Shodancho), menggunakan sabuk kult lebar dengan warna alamiyah dipakai dengan kaitan disebelah kiri untuk menggantung kan pedang dan untuk kepala menggunakan topi lapangan yang terbuat dari kain warna hijau.32

Para Budancho dan Giyuhei tidak mempunyai seragam upacara, mereka hanya mempunyai seragam lapangan berwarna hijau, mereka juga memakai puttes

31 Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 115 32 Harsja W. Bachtiar, Siapa dia? Perwira Tinggi TNI-AD, (Jakarta:Djambatan, 1996), Cet ke-1, h. 11-12 54

dari kain yang terbalut pada betisnya, untuk sebelah kiri sabuk kulitnya bergantung sangkur dan untuk para Budancho memakai kelewang (pedang) yang diwarisi dari KNIL.

Untuk tanda pangkat yang digunakan tentara PETA sama dengan yang digunakan tentara Jepang. Ada lima tanda pangkat yang dipergunakan tentara

PETA, kelima tanda pangkat ini diberikan kepada Daidancho, Chudancho,

Shodancho, Burdancho dan Giyuhei yang mempunyai latar belakang biru dengan disertai garis berwarna emas untuk para perwira dan garis kuning untuk bawahan,

Untuk Daidancho mempunyai dua garis lebar, Chudancho mempunyai tiga garis tipis, Shodancho mempunyai dua garis tipis, Budancho mempunyai satu garis berwarna kuning dan Giyuhei samasekali tidak memiliki garis.33

Suatu unsur seragam tentara PETA yang tidak sama dengan unsure seragam tentara Jepang maupun tentara Belanda adalah tempat minum, yang tidak terbuat dari alumunium, melainkan dari tempurung kelapa yang dikupas sampai kulitnya yang keras serta licin dan digantung dengan tali ketubuh prajurit. Untuk ransel kanvas sama bentuknya dengan ransel Jepang, tetapi ini buatan Indonesia dan kotak peluru terbuat dari kulit.34

C. Detik-Detik Proklamasi

Pada akhir tahun 1942 keadaan peperangan mulai berbalik , jika pada awal peperangan Angkatan Perang Jepang bertindak agresif-opensif, selalu menyerang, maka menjelang pertengahan kedua dari tahun 1943 sikap tentara Jepang berbalik

33 Tanda-tanda Pangkat Pada Bala Tentara Nippon-Tentara Pembela Tanah Air dan Heiho, Asia Raya, (Jakarta), 25 Desember 1943, No. 306, h. 2 34 Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pada Jaman Pendudukan Jepang Indonesia, h. 116 55

menjadi defensive atau bertahan,35 yang telah menimbulkan kekawatiran dipihak

Jepang bahwa Amerika Serikat akan menyerbu dan merebut Indonesia.36

Bulan Febuari 1944, pasukan Amerika Serikat diawal bulan Juni Pasukan melakukan pengeboman B-29 terhadap Jepang, yang mengakibatkan pihak

Angkatan Laut Jepang mengalami kekalahan di laut Filifina, kehilangan pangkalan Angkatan Laut di Saogon (kepulauwan Mariana) dan terjadinya kerisis cabinet di Jepang.

Dengan kejadian itu Perdana Mentri Tojo digantikan oleh Jendral Korso

Kunaiki sebagai Perdana Mentri, sementara itu, pihak sekutu mulai melakukan serangan terhadap Eropa bagian Utara pada bulan Juni (sekutu Jepang) dan dibulan September, pasukan Amerika Serikat mendarat di Mototai, dekat

Helmahera dibagian Timur Indonesia, sementara itu pesawat-pesawat Amerika mengebom Manila.37

Timbul pemberontakan oleh PETA di Daidan Blitar yang dipimpin oleh

Supriyadi sebagai pemimpin pemberontakan pada tanggal 14 sampai 15 Febuari, akan tetapi pemberontakan ini dapat diamankan setelah datangnya pasukan bantuan dibawah pimpinan Katagari Butaicho dengan melakukan perlawanan ditahun yang sama pemberontakan kedua terjadi di Gumamping Cilacap, tetapi, pemberontakan ini dapat diamankan oleh Shodanco Khusairi sebagai pemimpin perlawanan pada Heiho.38

35 Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Trehadap Fasisime Jerpang, h. 38 36 Nugroho Notosusanto, Tentara PETA Pda Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia, h. 39 37 Kaigun Angkatan Laut Jepang, Penentu Kerisis Proklamasi, Prof. Dr. Suhartono, Kanisius Yogyakarta 2007, h. 31 38 M C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Moderen, h. 421 56

Seluruh kekuatan angkatan laut Jepang termasuk kapal dan angkatan udara

Jepang terlibat dalam peperangan tersebut, telah diakui oleh Admiral King, tidak kurang dari 34 Destroyer tenggelam dan lebih dari 200 kapal perang sekutu rusak berat dalam peperangan tersebut dengan kekuatan kurang lebih 450.000 tentara angkatan laut dan udara selama tiga bulan mengalami perang,

akhirnya Okiniwa jatuh pada 22 Juni 1945 yang bertepatan ditandatangani

Piagam Jakarta yang mencapai kesepakatan antara golongan kebangsaan dan golongan agama tentang pembukuan UUD Negara Indonesia yang akan didirikan, akhirnya pasukan Belanda mendarat di Balik Papan pada 1 Mei 1945, dengan dukungan Devisi Australia dan angkatan laut Amerika Serikat,.39

1. Pembentukan Badan Penyelidik Uasaha-Uasaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI)

Pada tanggal 29 April 1945 Badan Penyelidik Usaha-Uasaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyosakai) dibentuk yang bertepatan dengan hari ulang tahun Tenno Heika (Tentyosetu). Badan ini diremiskan pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Saiko Ssisikan, sekaligus dimulainya langkah pertama dalam pekerjaan BPUUPKI untuk menyelidiki serta merencanakan dasar usaha itu dengan sedalam-dalamnya dan seteliti-telitinya.

Badan penyelidik melaksanakan tugasnya dalam dua masa persidangan.

Sidang pertama dilaksanakan dari tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dan masa persidangan kedua dilaksanakan dari tanggal 11 Juli 1945 dengan dibentuknya 3 panitia masing-masing: panitia kecil perancang UUD, panitia kecil perancang

39 S. Silalahi, M.A, Dasar-dasar Indonasia Merdeka, h. 44-45 57

pembendaharaan negara, dan panitia kecil perancang ekonomi dan keuangan negara.

Anggota Badan Penyelidik pada peresmiannya tanggal 20 Mei 1945 berjumlah 62 orang, pada tanggal 10 Juli 1945, Rajiman menambahkan anggota baru sebanyak 6 orang. , Asikin Notonegoro, Suro Hamidjoyo,

M. Noor, Abdul Kifar dan Tuan Besar (Dahler), jadi jumlah badan penyelidik menjadi 68 orang.

Akan tetapi masiada penambahan anggota 7 orang dari pihak Jepang yang diangkat sebagai anggotaadalah, Tokonami Tokuzi, Miyano Syoozoo, Itagaki

Masumitu, Matuura Mitukiyo, Tanaka Minaru, Masuda Toyohiko dan Ide

Telitiroo.

Anggota Badan Penyelidik tidak terbatas pada tokoh-tokoh yang bertempat tinggal di Jakarta tapi di ambil dari seluruh pelosok pulau Jawa, Badan

Penyelidik inilah yang telah meletakan dasar-dasar Indonesia merdeka yaitu

Pancasila dan UUD 1945 yang nantinya menjadi sumber hukum didalam negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Anggota Badan Penyelidik terdiri dari tokoh-tokoh pergerakan dengan latarbelakang pengalaman kerja yang beragam, dari 62 orang di antaranya adalah anggota Tyutuo Sangi-In, 5 orang residen atau wakil residen, 3 orang bupati, 4 orang golongan Tionghoa dan orang-orang yang duduk dalam Badan Penyelidik adalah. Agus Salim, Abikusumo Tjokrosuyoso, Sukiman, Mansur, Ki Bagus

Hadikusumo, , Abduk Kahar Muzakir, Achmad Sanusi dan Wachid

Hasjim. 58

Lima orang diantara golongan agama adalah, Abikusumo Tjokrosuyoso,

Mas Mansur, Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Halim dan Wachid Hasjim adalah anggota Tyutuo Sangi-In. Anggota-anggota badan penyelidik pada umumnya berusia 40 tahun ke atas, nama-nama anggota Badan Penyelidik diantaranya yaitu,40 Dr. Radjiman, Wedyodiningrat, R.P. Soeroso, Prof. Mr. , Mr.

M. Yamin, Ki Bagus Hadikusumo, KH. Masjkur, Abdul Kahar Moezakir, Abdoel

Wahid Hasjim, H. Agus Salim, Ki Hadjar Dewantoro, M. Soetardjo Kertohadi kusumo, Mr. , Mr. A.A. Marimas, Dr. Muhammad Hatta, Otto

Iskandar Dinata, Mr. KRTM. , Ir. Soekarno, Parada Harahap, R.

Soekardjo Wiryapranoto, Oei Tiang Tjoei.41

Sidang pertama BPUPKI dilaksanakan tanggal 29 Mei 1945 yang bertempat di Gedung Pejomban (d.h. Gedung Tyuuoo Sang-In Jakarta) Gedung

Deawan Penasehat Pusat sama dengan Dewan Rakyat (Volksraad), yang membicarakan tentang Dasar Negara Indonesia, diketuai oleh Dr. KRT Radjiman

Wedyodiningrat dengan wakilnya Suroso, sidang dilanjutkan tanggal 31 Mei, dan

1 Juni 1945 ditempat yang sama, ketua dan wakil masi orang sama, yang membicarakan tentang Dasar Negara Indonesia (lanjutan), tentang Daerah Negara dan Kebangsaan Indonesia.

Sidang kedua BPUPKI dibuka lagi tanggal 10 Juli 1945, membicarakan tentang bentuk negara, rapat dimulai dari pukul 10.00-11.16, rapat dibuka lagi pukul 12.16-1.30 dan rapat ditunda sampai pukul 16.35, rapat dibuka lagi pukul

16.35-18.00 membahas tentang wilayah negara, rapat lanjutan dibuka lagi pukul

10.50 dipagi hari sampai pukul 12.05, membicarakan tentang wilayah negara.

40 S. Silalahi, M.A, Dasar-dasar Indonasia Merdeka, h. 48-63 41 S. Silalahi, M.A, Dasar-dasar Indonasia Merdeka, h. 54-59 59

Rapat dilanjutkan pukul 12.30-13.10 membahas tentang persiapan penyusunan UUD dan pembentukan panitia perancang UUD, rapat dibuka lagi pukul 14.30-16.40, rapat dibuka lagi tanggal 11 dan 13 Juli 1945 yang membicarakan tentang rancangan UUD, tanggal 14 Juli 1945 rapat dibuka lagi pukul 15.00-16.16 yang membicarakan tentang pernyataan kemerdekaan.

Tanggal 15 Juli 1945, pukul 10.20-13.05, yang membahas tentang rancangan UUD (lanjutan) rapat dimulai lagi pukul 3.10-18.00, dimulai lagi pukul

21.10, dan rapat ditunda jam 23.25, rapat dibuka lagi tanggal 16 Juli 1945, pukul

10.30, yang melanjutkan pembahasan rancangan UUD, ditempat yang sama, ketua dan wakil masi orang sama, yang membicarakan tentang bentuk negara.

Sidang yang kedua tanggal 10 Juli 1945, ketua memperkenalkan anggota

Badan Penyelidik yang baru adalah, Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Surio

Hamidjojo, M. Noor, dan Abdul Kaffar, sesudah sidang Tyuo Sangiin Soekarno mengadakan rapat dengan 38 orang anggota dari Dokuritu Tyoosakai (Badan

Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) di kantor Besar Jawa Hookookai

(kebangkitan rakyat Jawa). Pada waktu itu 38 orang ini membentuk lagi satu

Panitia Kecil yang terdiri dari, Hatta, M. Yamin, Marimas, Sukarno, Kiai .Abd.

Kahar Moezakir, Wachid Hasjim, , dan H. Agus Salim.

Sidang yang kedua tanggal 11 Juli 1945, pukul 14.30, pimpinan sidang membentuk panitia perancang UUD adalah, Mr. A.A. Marimas, Otto Iskandar

Dinata, B.P.H.H. Poeroebejo, H. Agus Salim, M. Soetardjo Kartohadikusumo,

Prof. Mr. Supomo, Ny. Maria Ulfa Susanto, Wahid Hasjim, Parada Harahap, Mr

J. Latuharhary, Mr. Susanto, Mr. R.M. , Mr. K.R.M.T Wongsonegoro, Dr.

Radjiman Widyoningrat, Mr. R. Singgih, Tan Eng Hoa, Abdul Fatah Husein Prof. 60

Dr. P.A.H. Djajadiningrat, Dr. Soekiman dan Ir. Soekarno. Dalam panitia ini di tunjuk seorang Jepang sebagai anggota istimewa yaitu Nyano.

Disidang dan diwaktu yang sama ketua menunjuk Abikusno Tjokrosujoso menjadi ketua penyelidik dan mempelajari dalam hal pembelaan tanah air, yang dibantu oleh para anggota. Abduel Kadir, Asikin, Bintoro, Hendromartono,

Muzakir, Sanusi, Munandar, Samsudin, Sukardjo wirjopranoto, Surjo, Abduel

Kafar, Maskur, Abduel Halim, Kolopaking, , Aris, M. Noor,

Pratalykrama, Lim Koen Hiam, Buntara, dan Ny. Sunarjo, dalam Panitia Pembela tanah Air di tunjuk dua orang Jepang sebagai anggota istimewa, yaitu Tanaka

Kaka dan Matuura.

Untuk soal keuangan dan ekonomi yang menjadi ketua Dr. M. Hatta yang dibantu dengan para anggota adalah, Soerachman, Margono, Sutardjo, Syamsi,

Roosseno, Surjo Hamidjojo, Ki. Dewantara, Kusumo Atmodjo, Dasad, Oei Tiong

Hauw, Asikin, Dahler (Tuan Besar), Yamin, Baswedan, Hadikusumo,

Sastromuljono, Abduel Fatah Hasan, Mansur, Oei Tiang Tjoei, Wiranatakusuma, dan Suwandi, dalam panitia ini ditunjuk seorang Jepang sebagai anggota istimewa, yaitu Tanaka Kaka.42

Dalam sidang panitia perancang UUD pada 12 Juli 1945, dibentuk suatu

Panitia Kecil Perancang UUD untuk merumuskan konsep UUD yang diketuai oleh Prof. Soepomo dengan anggotanya adalah, Mr. Soebrardjo, Mr. A. A.

Marimas, Singgih, H. Agoes Salim, dan Soekiman.

Di bentuk pula panitia kecil perancang Declaration of Rights, pada hari itu juga (12 Juli 1945), yang bertugas untuk merancang pernyataan kemerdekaan,

42 Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 29 Mei 1945-19 Agustus 1945, Seketariat Negara Republik Indonesia Jakarta 1922, h. 7-290 61

dengan anggotanya yaitu: Soebardjo, Soekiman, dan Parada Harahap.43 Pada 6

Agustus 1945, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia resmi di bubarkan.

2. Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)

PPKI dibentuk oleh Gunseikan pada tanggal 7 Agustus 1945. PPKI melaksanakan sidang pertama tanggal 18 Agustus 1945, jam 11.30, di Gedung

Pejomban (d.h. Gedung Tyuuoo Sang-In Jakarta) dengan acara suatau pengesahan

Pembukuaan UUD yang di pimpin oleh Ir. Soekarno dan sebagai wakilnya Drs.

M. Hatta, yang dibantu oleh para anggota. Soepomo, Radjiman, Soeroso,

Soetarjo, Wahid Hasjim, Ki. Bagus Hadikusumo, Abdul Kadir, Oto Iskandar,

Surjhamidjojo, Purubojo, Yap Tjwan Bing, Latuharhary, Dr. Amir, Abd. Abbas,

M. Hassan, Hamadhani, Ratulangi, Andipangeran, ditambah lagi dengan 7 anggota. Gusti Ketut Pudja, Wiranatakusuma, , Mr. Kasman,

Sajuti, Kusuma Sumantri, dan Subardjo.

Rapat dimulai pukul 09.30, akan tetapi sampai dengan pukul 11.00 lebih rapat belum juga dimulai, pada akhirnya rapat dimulai dari pukul 11.30-12.34 yang membicarakan tentang susunan pemerintahan, rapat dibuka lagi pukul 12.46-

13.50. Rapat kembali dibuka pukul 03.00-01.50 dan sidang dilanjutkan lagi pukul

15.15-16.12 yang membahas tentang pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden serta membentukan Komite Nasional Indonesia Pusat.

Sidang kedua dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 19 Agustus 1945 pukul 10.00-11.25 membahas tentang Prioritas Program dan Pembicaraan susunan

43 S. Silalahi, M.A, Dasar-dasar Indonasia Merdeka, h. 204- 205 62

daerah. Sidang ini dilaksanakan di tempat yang sama yang dipimpin dan diwakili oleh orang yang sama. Rapat dilanjutkan lagi pukul 11.43-12.44 yang membahas tentang Kementrian / Departemen.Rapat dibuka lagi pada pukul 14.23-14.55.

Sewaktu PPKI mengesahkan UUD 1945 di Jakarta pada tanggal 18

Agustus 1945, yang disahkan secara langsung oleh Badan tersebut adalah pembukaan serta Batang Tubuh UUD 1945 tersebut.

Penjelasan UUD1945 tercantum dalam Berita Negara Republik Indonesia tahun II No. 7 tahun 1946, setelah Maklumat Politik yang dikeluarkan Pemerintah

Republik Indonesia pada tamggal 1 November 1945 melihat isinya, kalimat– kalimat penjelasan UUD itu ternyata berasal dari suntingan berbagai laporan Prof.

Mr. Dr. Soepomo sebagai ketua perancang UUD dalam sidang BPUPKI dan PPKI dalam tahun 1945, dengan pencantuman dalam berita negara tersebut, maka penjelasan UUD 1945 mempunyai kekuatan hukum.44

Setelah melalui perdebatan-perdebatan dalam sidang BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 dan sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, maka diterimalah pembukaan UUD 1945 yang telah direncanakan oleh Panitia 9 yang sebelumnya telah diterima pulah oleh BPUPKI dalam rapatnya yang diadakan pada tanggal 10 Juli 1945, dengan ditetapkannya secara resmi Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, bersamaan dengan ditetapkannya UUD Republik Indonesia.45

44 Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), h. 299-374 45 Abdullah Rozali, Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Baangsa, (Jakarta: Citra Niaga Rajawali Pers 1993), Cetakan ke 2, h. 12-13 63

3. Perundingan Di Saigon

Pada tanggal 8 Agustus, pukul 05.00 pagi, Soekarno dan M. Hatta pergi ke

Kota Saigon dengan menggunakan pesawat dan tiba pukul 19.00 malam, dengan tujuan untuk memenuhi panggilan Panglima Jendral Terauchi (Panglima tertinggi pasukan Jepang di Asia Tenggara) sekaligus mendengarkan pengumuman dari

Dai Nippon melalui Jendral Terauchi tentaang pemberian sepenuhnya proses kemerdekaan Indonesia kepada Soekarno dan M. Hatta, proses penyerahan ini dilakukan di Dalat, Vietnam, di pinggiran kota Saigon.

4. Peristiwa Rengasdengklok.

Setelah menemui Jendral Terauchi di Dalat, terjadilah peristiwa

Rengasdengklok, di Kerawang Jawa Barat, yaitu suatu peristiwa penculikan

Soekarno dan M. Hatta yang dilakukan oleh para pemuda pada pukul 03.00 pagi, tanggal 16 Agustus 1945, pukul 09.00 pagi Soekarno dan M. Hatta dibawa ke asrama pasukan Peta di Rengasdengklok, selama disana Soekarno dan M. Hatta menempatkan sebuah rumah bekas petani Tionghoa sela tiga atau empat hari.

Namun usaha para pemuda ini dapat digagalkan oleh Ahmad Soebarjo yang mempunya hubungan baik denga para pemuda, yang juga bekerja sebagai penghubungan angkatan laut Jepang dan sekaligus kawan Soekarno, lalu Ahmad

Soebarjo segera pergi menjumput Soekarno dan M. Hatta untuk dibawa ke rumah

Laksamana Meida agar mendapatkan perlindungan militer yang sekaligus sebagai tempat penyusunan teks Proklamasi.46

46 Adams. Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, h. 305-326 64

5. Penyusunan Dan Pembacaan Teks Proklamasi

Langkah awal yang dilakukan Soekarno, Hatta dan kawan-kawan seperjuangannya mengadakan sidang Badan Persiapan yang sempat tertunda akibat penculikan Soekarno dan Hatta, lalu M. Hatta menugaskan Ahmad

Subardjo untuk mencarikan tempat bersidang di Hotel Des Indes, akan tetapi apabila sudah lewat pukul 22.00, sesuai ketentuan, rapat tidak bisa diadakan di hotel Des Indes.

Dimalam hari itu juga, anggota Badan Penyelidik yang menginap di hotel

Des Indes diminta hadir pukul 24.00 di rumah Admiral Mayda yang bersedia memberi tempat bersidang di rumahnya. Anggota Badan Persiapan yang berjumlah 27 orang mewakili seluruh Indonesia seperti, Sumatra diwakili oleh

Mr. , Mr. Abbas dan Dr. Amir, daerah Kaigun

(Indonesia Timur) diwakili oleh Andi Pangeran, Hamdhani, dan I Gusti Ketut

Puja. Yang hadir pada waktu malam itu berjumlah kurang lebih lima puluh orang.

Dimalam itu, Soekarno, Nishimura, wakil Gunseikan, M. Hatta, Mr.

Subardjo, , dan , merumuskan teks proklamasi, hadir pula

Mijoshi, seorang pembantu Jendral Nishimura yang terpercaya.

Setelah teks proklamasi telah selesai, lalu dibawalah ke ruang depan yang dihadiri anggota Badan Persiapan, pemuda-pemuda pemimpin pergerakan, dan anggota Tyuuo Sangi-In. Sidang malam itu berakhir pukul 03.00 pagi, naskah yang dirumuskan pada malam itulah akhirnya dibacakan oleh Soekarno pada pukul 10.00 pagi, yang kebetulan jatuh pada hari Jumat Ramadhan, 17 Agustus

1945.47

47 S. Silalahi, M.A, Dasar-dasar Indonasia Merdeka, h. 188-194 65

Konsep Prolamasi yang ditulis oleh Soekarno pada secarik kertas, ilah sebagai berikut:

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., di selenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17-8-05

Wakil-wakil bangsa Indonesia

Pada kalimat pertama teks Proklamasi merupakan saran Mr. Ahmad

Subardjo yang diambil dari rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai, sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran Drs. M. Hatta, pada pukul 04.30 waktu

Jawa jaman Jepang (pukul 04.00 WIB) Soekarno membuka pertemuan menjelang subuh untuk membacakan teks Proklamasi yang masi berbentuk konsep, sekaligus menyarankan penandatangan naskah teks Proklamasi secara bersama-sama (yang hadir pada waktu itu).

Saran itu dibantah oleh pihak pemuda yang tidak setuju kalo tokoh-tokoh golongan tua yang disebutkannya sebagai budak budak-budak Jepang ikut menandatangani naskah Proklamasi,48 lalu Sukarmi mengusulanya agar yang menandatangani naskah Proklamasi cukup dua orang saja, yaitu Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia

Atas permintaan Soekarno kepada Sajuti Melik untuk mengetik ulang naskah itu yang berdasarkan naskah tulisan tangan Soekarno, disertai dengan perubahan yang telah disetujui. Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah,

48 Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 84-85 66

yaitu kata-kata “tempoh” diganti menjadi “tempo” sedangkan “wakil-wakil bangsa Indonesia” pada bagian akhir diganti menjadi “atas nama bangsa

Indonesia” , lalu perubahan penulisan tanggal, “Jakarta, 17-8-05” menjadi

“Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun ‘05”. Dengan perubahan tersebut maka naskah yang baru diketik ulang dan di tandatangani oleh Soekarno dan Hatta di rumah

Laksamana Meida, naskah yang baru menjadai seperti:

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia,

Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l. di selenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Demikianlah pertemuan yang menghasilkan naskah Proklamasi

Kemerdekaan itu berlangsung tanggal 17 agustus 1945, bagi masyarakat Jakarta yang ingin mendengarkan pembacaan naskah teks Proklamasi telah dipersiapkan

Lapangan Ikada (sekarang bagian tenggara lapangan Monumen Nasional),

Menurut Ir. Soekarno bahwa Lapangan Ikada adalah salah satu lapangan umum yang bias menimbulkan bentrokan antara rakyat dengan pihak militer

Jepang, dengan itu Soekarno mengusulkan supaya upacara Proklamasi dilakukan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. usul itu disetujui dan pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung ditempat itu pada hari

Jumat tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.30 waktu Jawa jaman Jepang (pukul

10.00 WIB) ditengah-tengah bulan puasa.49

49 Nugroho Noto Susanto, Sejarah Nasional VI Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Edisi ke-4, Balai Pustaka Jakarta, 1993, h. 85-87 67

Tamggal 18 Agustus 1945, atas keputusan rapat dari para pemimpin- pemimimpin dari berbagai golongan, Bung Karno dipilih sebagai Presiden

Republik Indonesia yang pertama. Pada tanggal 20 Mei 1963, secara aklamasi

MPRS mengangkat Bung Karno mnjadi Presiden seumur hidup, pada tanggal 7

Maret – 11 Maret 1967 MPRS mengadakan sidang istimewa yang menetapkan bahwa Bung Karno dianggap sudah tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka MPRS menarik kembali mandatnya dari presiden Soekarno dan mengangkat Jendral Soeharto sebagai Pejabat Presiden.

Sejak keputusan Istimewa MPRS pada tanggal 7 Maret – 11 Maret 1967,

Bung Karno hidup dalam karantina politik, Soekarno dilarang melakukan kegiatan-kegiatan politik sampai selesainya Pemilihan Umum, dilakukan pula pemeriksaan mengenai terlibat atau tidaknya Soekarno dalam peristiwa G 30

SPKI, pemeriksaan itu belum selesai ketika Soekarno jatuh sakit sehingga meninggal dunia pada tanggal 22 Juni 1970 jam 07.00 di Wisma Yaso Jakarta.50

50 Bung Karno Hari-hari Terakhirnya, Suripto, Penerbit PT GRIP Surabaya, h. 54-61 BAB V

A. Kesimpulan

Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo, Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai. Soekarno pertama kalinya di Sekolah Bumi Putera

Desa tulungagung, dari situ beliau pindah ke Mojokerto lalu pindah lagi ke sekolah ELS (Europres Lagere Shool).

Pada usia 14 tahu, beliau dititipkan di Surabaya di rumah Oemar Said

Tjokroaminoto untuk mengaji dan di sekolahkan ke Hoogere Burger School

(H.B.S.), kemudian Seokarno membentuk organisasi Tri Koro Darmo yang kemudian berganti nama dengan Jong Java (Pemuda Jawa). Tamat H.B.S. tahun

1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB di

Bandung), dan tamat tahun 1925.

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung, tahun 1927 mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), aktivitas Soekarno di

PNI menyebabkan di tangkap Belanda bulan Desember 1929, dibebaskan tanggal

31 Desember 1931, bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia

(Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI, Soekarno kembali ditangkab pada bulan Agustus 1933 dan diasingkan ke Flores, pada tahun 1938 sampai tahun

1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu dan Soekarno bebas pada masa

Jepang tahun 1942.

67

Pada awal masa penjajahan Jepang 1942-1945, pemerintahan Jepang melakukan propaganda politik dengan mendirikan Gerakan 3A Bulan April 1942 gerakan ini digantikan oleh Jawa Hokokai dan Putera, keadaan perang semakin gawat jepang membentuk Heiho (pembantu prajurit Jepang), dibentuk lagi Keibon

(barisan pembantu polisi), bulan agustus 1943, dibentuklah Perhimpunan Wanita

(Fujinkai) dan untuk membantu pertahanan ke pulauwan, pada tanggal 3 Oktober

1943, dibentuklah Peta.

Untuk menarik hati penduduk Indonesia maka pada tanggal 29 April 1945 didirikan BPUPKI dan diresmikan tanggal 28 Mei 1945, lalu dibubarkan tanggal 6

Agustus 1945, sesudah dibentuknya Panitia Kecil Perancang Declaration Of

Rights tanggal 12 Juli 1945, BPUPKI digantikan oleh PPKI dibentuk tanggal 7

Agustus 1945. Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah peristiwa Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945, akhirnya upacara Proklamasi dilakukan di Rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.30 waktu Jawa jaman Jepang (pukul 10.00

WIB) ditengah-tengah bulan puasa.

B. Saran

Perjuangan Soekarno dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia dimasa penjajahan Jepang sekitar tahun 1942-1945, dimana Soekarno pernah bekerja sama dengan pihak tentara Jepang, sekaligus dalam mewujudkan kemerdekaan

Indonesia. Dengan adanya kejadian itu, mungkin bagi masyarakat awam yang kurang membaca buku sejarahnya perjuangan Soekarno, mungkin akan timbul pertanyaan yaitu:

1. Apakah Soekarno pada waktu itu seorang Kolaborator, atau pahlawan?

2. Apakah kemerdekaan Indonesia sebuah hadiyah dari tentara Jepang?

Penulis menyarankan, terlebih dahulu yaitu:

1. Melihat suatu permasalahan dan ke adaan Soekarno pada waktu itu.

2. Membaca buku sejarah perjuangan Soekarno jaman Penjajahan Jepang

serta memahami isinya, pokok permasalahan, situasi dan keadaan yang

terjadi pada waktu itu.

Baru bias kita simpulkan kenapa Soekarno bekerja sama dengan pihak tentara Jepang dan kemerdekaan Indonesia itu suatu hadiyah atau hasil perjuangan

Soekarno dan kawan-kawannya, disini penulis bukan untuk membela Soekarno atau penulis mengidolakan beliau atas apa yang beliau perjuangkan untuk tanah airnya yaitu Indonesia yang sampai sekarang ini kita rasakan kenikmatan atas perjuangan beliau denga kawan-kawannya, akan tetapi, tentang kejadian peristiwa sejarah masa lalu yang secara langsung kita tidak mengalaminya atau merasakannya,

Maka untuk mencari sebuah kebenaran tentang peristiwa sejarah masalalu, para ahli sejarawan hanya bisa menemukan bukti kebenaran dengan melakukan metode penelitian sejarah baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan batas kemampuan manusia dan ilmu yang dimilikinya yang berdasarkan penemuan-penemuan sebuah bukti sejara yang bisa saja itu suatu bukti yang falit atau tidak, maka dengan ketidak sempurna dan terbatas kemampuannya, maka dengan ketidak kesempurnaan itu manusia tidak luput dari kesalahan, kebenaran yang falit tentang suatu peristiwa masalalu hanya Allah SWT lah yang tau.

DAFTAR PUSTAKA

A. G. Pringgodigdo, (Tata negara di Jawa pada waktu Pendudukan Jepang dari bulan Maret sampai Bulan Desember 1942, dalam Berita Ilmu-ilmu Pengetahuan Populer No 1, Yogyakarta : Yayasan Fonds Universitas Gajah Mada).

A. H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia (jilid 2).

A. K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 1980).

Ahmad Subardjo, Kecerdasan Nasional Sebuah Otobiograf, (Jakarta: Gunung Agung, 1978).

Abdullah Rozali, Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Baangsa, (Jakarta: Citra Niaga Rajawali Pers 1993), Cetakan ke 2

Bernhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, LP3S, Jakarta.

Cindy Adams. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, terj Abdul Barsalim, (Jakarta: PT. Gunung Agung 1966), cet.ke- 1.

Dibawah Bendera Repolusi. Oleh Ir Sukarno, Jilid pertama cetakan keempat. Penerbit Panitiya Dibawah Repolusi. Bendera H. Mualiff Nasition. Jakarta 17 Juli 1965.

Dr. Syafiq A. Mughnie, M. A. PHD. Hassan Bandung, Pemikiran Islam Radikal. PT. Bima, 1994.

Edwin O. Reischouver, Manusia Jepang, terjemahan dari Bahari Siregar, (Jakarta: Sina: Harapan, 1985).

Ensiklopedi Indonesia 3, Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta 1982.

Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Delta Pamungkas, Jakarta 2004, jilid 15.

Harsja W. Bachtiar, Siapa Dia? Perwira Tinggi TNI-AD, (Jakarta: Djambatan, 1996), cet ke-1.

Ingelson, JL. On. Jalan ke Pengasingan, terj: (Jakarta, LP3S, 1998).

Jhon D. Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, Terj tim PSH, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1996), Cet ke-3.

Kaigun Angkatan Laut Jepang, Penentu Kerisis Proklamasi. Prof. Dr. Suhartono, Kanisius Yogyakarta 2007.

Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa, Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. H. Maulwi Saelan. Visi Media.

MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, SERAMBI, Jakarta, 2005.

Menjadi Indonesia Para Kitri, T. Simbolon, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2007.

Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta Balai Pustaka, 1990). Cet. Ke- 6, jilid VI.

Nugroho Notosusanto, Tentara PETA pada Zaman Pemerintahan Jepang di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1979).

ODP. Sihombing, Pemuda Indonesia Menentang Fasisme Jepang, (Jakarta: Sinar Djaja. 1962).

Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 29 Mei 1945-19 Agustus 1945, Serikat Negara Republik Indonesia 1922.

S. Silalahi, Dasar-Dasar Indonesia Merdeka, PT Gramedia Pustaka, Jakarta, 2001.

Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1985).

Sayiduran Suryohajiprojo. Belajar dari Jepang, Manusia dan Masyarakat Jepang Dalam Perjuangan Hidup, (Jakarta: UI Perss, 1987).

Tanda-tanda Pangkat Pada Bala Tentara Nippon-Tentara Pembela Tanah Air dan Heiho, Asia Raya, (Jakarta), 25 Desember 1943, No. 3006.

Tasmadi et al, Tokoh-Tokoh Pemikiran Paham Kebangsaan, Ir.Sukarno dan KH. Ahmad Dahlan. (Jakarta: Dekdikbud RI 1999), Cet ke-I.

Tirtoprojo, Susanto, Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. (Jakarta: PT Pembangunan, 1989).

Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970. (Yogyakarta: Garasi, 2008).

Roso Daras, Bung Karno: The Other Stories: Serpihan Sejarah yang Trcecer. (Depok: Diterbitkan atas kerjasama: Penerbit Imania dan Pustaka Media Mulia, 2009)

DAFTAR PUSTAKA

A. G. Pringgodigdo, (Tata negara di Jawa pada waktu Pendudukan Jepang dari bulan Maret sampai Bulan Desember 1942, dalam Berita Ilmu-ilmu Pengetahuan Populer No 1, Yogyakarta : Yayasan Fonds Universitas Gajah Mada).

A. H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia (jilid 2).

A. K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 1980).

Ahmad Subardjo, Kecerdasan Nasional Sebuah Otobiograf, (Jakarta: Gunung Agung, 1978).

Abdullah Rozali, Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Baangsa, (Jakarta: Citra Niaga Rajawali Pers 1993), Cetakan ke 2

Bernhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, LP3S, Jakarta.

Cindy Adams. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, terj Abdul Barsalim, (Jakarta: PT. Gunung Agung 1966), cet.ke- 1.

Dibawah Bendera Repolusi. Oleh Ir Sukarno, Jilid pertama cetakan keempat. Penerbit Panitiya Dibawah Repolusi. Bendera H. Mualiff Nasition. Jakarta 17 Juli 1965.

Dr. Syafiq A. Mughnie, M. A. PHD. Hassan Bandung, Pemikiran Islam Radikal. PT. Bima, 1994.

Edwin O. Reischouver, Manusia Jepang, terjemahan dari Bahari Siregar, (Jakarta: Sina: Harapan, 1985).

Ensiklopedi Indonesia 3, Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta 1982.

Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Delta Pamungkas, Jakarta 2004, jilid 15.

Harsja W. Bachtiar, Siapa Dia? Perwira Tinggi TNI-AD, (Jakarta: Djambatan, 1996), cet ke-1.

Ingelson, JL. On. Jalan ke Pengasingan, terj: (Jakarta, LP3S, 1998).

Jhon D. Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, Terj tim PSH, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1996), Cet ke-3.

Kaigun Angkatan Laut Jepang, Penentu Kerisis Proklamasi. Prof. Dr. Suhartono, Kanisius Yogyakarta 2007.

67

Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa, Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. H. Maulwi Saelan. Visi Media.

MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, SERAMBI, Jakarta, 2005.

Menjadi Indonesia Para Kitri, T. Simbolon, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2007.

Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta Balai Pustaka, 1990). Cet. Ke- 6, jilid VI.

Nugroho Notosusanto, Tentara PETA pada Zaman Pemerintahan Jepang di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1979).

ODP. Sihombing, Pemuda Indonesia Menentang Fasisme Jepang, (Jakarta: Sinar Djaja. 1962).

Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 29 Mei 1945-19 Agustus 1945, Serikat Negara Republik Indonesia 1922.

S. Silalahi, Dasar-Dasar Indonesia Merdeka, PT Gramedia Pustaka, Jakarta, 2001.

Sagimun MD, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1985).

Sayiduran Suryohajiprojo. Belajar dari Jepang, Manusia dan Masyarakat Jepang Dalam Perjuangan Hidup, (Jakarta: UI Perss, 1987).

Tanda-tanda Pangkat Pada Bala Tentara Nippon-Tentara Pembela Tanah Air dan Heiho, Asia Raya, (Jakarta), 25 Desember 1943, No. 3006.

Tasmadi et al, Tokoh-Tokoh Pemikiran Paham Kebangsaan, Ir.Sukarno dan KH. Ahmad Dahlan. (Jakarta: Dekdikbud RI 1999), Cet ke-I.

Tirtoprojo, Susanto, Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. (Jakarta: PT Pembangunan, 1989).

Taufik Adi Susilo, Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970. (Yogyakarta: Garasi, 2008).

Roso Daras, Bung Karno: The Other Stories: Serpihan Sejarah yang Trcecer. (Depok: Diterbitkan atas kerjasama: Penerbit Imania dan Pustaka Media Mulia, 2009)