Sejarah Konstitusi Di Indonesia

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Sejarah Konstitusi Di Indonesia Buku I ■ Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan UUD 1945 BAB II LATAR BELAKANG PERUBAHAN UUD 1945 A. SEJARAH SINGKAT UUD INDONESIA Undang-Undang Dasar (UUD) merupakan fundamen atau hukum dasar yang sangat menentukan keberadaan suatu negara yang di dalamnya terkandung cita-cita dan dasar negara sebagai kerangka acuan dasar bagi pelaksanaan kehidupan bernegara. Oleh karena itu, keberadaan UUD sangat penting terutama bagi negara hukum modern yang menghendaki segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan bernegara diatur berdasarkan hukum. Indonesia adalah negara hukum yang menggunakan UUD sebagai dasar keberadaannya. Sebelum negara Indonesia berdiri, wilayah Indonesia yang saat itu dijajah oleh Belanda dengan nama Hindia Belanda telah memiliki UUD. UUD yang berlaku pada masa penjajahan Belanda adalah Indische Staatsregeling (IS). Layaknya sebuah UUD, IS mengatur keberadaan lembaga- lembaga negara di bawah pemerintahan Hindia Belanda, yaitu Gouverneur Generaal (Gubernur Jenderal), Volksraad (Parlemen), Hoogerechtsshof (Mahkamah Agung), Algameene 3 Risalah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD 1945 (1999 – 2002) Rekenkamer (Pengawas Keuangan), dan Raad van Nedelandsch Indie (Dewan Pertimbangan Agung).1 Setelah berdiri sebagai negara merdeka, Indonesia memberlakukan UUD yang disusun sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sendiri. UUD negara Indonesia memiliki sejarah yang dinamis sejalan dengan dinamika ketatanegaraan yang berlaku dan berkembang. Sejak negara Indonesia berdiri hingga saat ini telah terjadi beberapa kali pergantian UUD. Terdapat beberapa UUD yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) berlaku dari 1945 hingga 1949, Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) berlaku pada 1949 hingga 1950, Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) berlaku pada 1950 hingga 1959, dan kembali lagi ke UUD 1945 mulai 1959 hingga sekarang. Yang disebut terakhir telah mengalami perubahan empat tahap dalam satu rangkaian perubahan sejak 1999 hingga 2002. Setiap momentum pergantian dan perubahan UUD di Indonesia selalu didasari oleh kenyataan bahwa UUD yang berlaku dipandang tidak sesuai lagi dengan tuntutan yang berkembang. Meskipun UUD Indonesia telah berulangkali mengalami perubahan, terdapat satu prinsip yang selalu dipegang teguh oleh para pembentuknya, yakni tidak menghilangkan atau mengganti dasar negara Pancasila. Lahirnya UUD 1945 Kelahiran UUD 1945 tidak bisa dipisahkan dengan perjuangan kemerdekaan negara Indonesia. Berabad-abad bangsa Indonesia mengalami kerugian dan penderitaan multidimensi di bawah penjajahan negara lain, yaitu Portugis, Belanda, dan Jepang. Kerugian dan penderitaan itu, antara lain, disebabkan dominasi politik, eksploitasi sumber daya ekonomi, 1 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Memorabilia Dewan Pertimbangan Agung, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hal. 5 – 6. 4 Buku I ■ Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan UUD 1945 ekspansi kebudayaan, dan diskriminasi sosial yang dilakukan pemerintahan penjajah. Penderitaan yang berkepanjangan itu pada akhirnya melahirkan gerakan perlawanan terhadap penjajah untuk mencapai sebuah negara yang merdeka, terutama setelah munculnya generasi terdidik di kalangan bangsa Indonesia. Perlawanan terhadap penjajah mula-mula dilakukan secara sporadis berdasarkan wilayah kekuasaan pemimpin perlawanan sebagaimana tampak pada perang yang dipimpin Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, dan lain-lain. Perlawanan dengan pola gerakan nasional yang teratur baru ditempuh pada awal abad ke-20 dengan berdirinya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 dan Sarekat Islam2 pada 1912. Pada 1928 tampil golongan pemuda yang secara lebih tegas merumuskan perlunya persatuan bangsa Indonesia melalui Sumpah Pemuda.3 Perjuangan kemerdekaan Indonesia terus berkembang hingga kekalahan pemerintah Hindia Belanda oleh bala tentara Jepang pada 1942. Jepang menyerbu Hindia Belanda setelah sebelumnya menyerang Amerika Serikat pada 1941 dalam Perang Dunia II4. Posisi pemerintah Hindia Belanda sebagai penguasa atas wilayah Indonesia kemudian digantikan oleh pemerintah pendudukan Jepang. Begitu Jepang menduduki wilayah Indonesia, berbagai gerakan yang mengarah pada perjuangan kemerdekaan Indonesia dilumpuhkan. Pemerintah pendudukan Jepang baru memberi peran kepada tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia setelah banyak mengalami kekalahan di semua medan pertempuran melawan Sekutu pada 1943 hingga 1944. Dalam 2 Semula berupa gerakan ekonomi yang terorganisir bernama Sarekat Dagang Islam, berdiri tahun 1911. Lihat Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1987), hal. 5-6. 3 C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, dan Engeline R. Palandeng, Konstitusi-konstitusi Indonesia Tahun 1945-2000, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), hal. 2-3. 4 Perang Dunia II berlangsung sejak 1 September 1939 hingga 14 Agustus 1945. Perang berkecamuk di Eropa, Pasifik, Asia Tenggara, Timur Tengah, Mediterania, dan Afrika. Secara garis besar, terdapat dua kelompok negara-negara yang berseteru dalam Perang Dunia II yaitu kelompok Axis yang dimotori Jerman, Italia, dan Jepang, dan kelompok Sekutu yang dimotori Inggris, Uni Soviet, Amerika Serikat, dan Cina. Ketika menyerbu Hindia Belanda, Jepang berhadapan dengan kekuatan militer Belanda dan sekutunya yang tergabung dalam Front America, British, Dutch, Australia (ABDA). 5 Risalah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD 1945 (1999 – 2002) keadaan demikian, Jepang memberikan janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia5. Janji kemerdekaan itu disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang, Koiso, pada 7 September 1944 berdasarkan keputusan Teikoku Gikai (Parlemen) Jepang.6 Pada 1 Maret 1945, Saikoo Sikikan, Panglima Balatentara Dai Nippon di Jawa, mengeluarkan pengumuman yang berisi rencana pembentukan sebuah badan untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan. Rencana pemerintah pendudukan Jepang itu kemudian diwujudkan pada 29 April 1945 melalui Maklumat Gunseikan (Komandan Angkatan Darat Jepang) Nomor 23 tentang pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK)7 atau dalam bahasa Jepang dinamai Dokuritu8 Zyunbi Tyosa Kai. Seiring dengan itu, pemerintah pendudukan Jepang mulai mengganti istilah To Indo (sebutan Jepang untuk Hindia Belanda) menjadi Indonesia, sebagaimana para pejuang kemerdekaan menyebut identitas kebangsaannya9. BPUPK memiliki sebuah sekretariat yang semula dipimpin oleh R.P. Soeroso, tetapi karena alasan kesibukan, R.P. Soeroso kemudian diganti oleh Mr. A.G. Pringgodigdo10. Secara kelembagaan, BPUPK dipimpin oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat selaku ketua (kaico), Raden Panji Soeroso selaku ketua muda (fuku kaico) dan Itjibangase Yosio Tekisan selaku 5 Janji kemerdekaan juga diberikan Jepang kepada negara-negara lain yang didudukinya seperti Filipina dan Birma. Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Op.Cit., hal. 4. 6 Mohammad Tolchah Mansoer, Pembahasan Beberapa Aspek tentang Kekuasaan-kekuasaan Eksekutif dan Legislatif Negara Indonesia, Cetakan Ketiga, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hal. 1-2. 7 Sebagian besar referensi menyebut Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tetapi, sebagaimana diungkapkan RM. A.B. Kusuma, penambahan kata “Indonesia” merupakan kesalahkaprahan karena badan ini dibentuk oleh Rikugun (Angkatan Darat Jepang), Tentara XVI, yang wewenangnya hanya meliputi Jawa dan Madura. Lihat RM. A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, (Depok: Badan Penerbit FH UI, 2004), hal. 1. 8 Dibaca “dokuritsu”. Karena itu sebagian besar referensi sejarah menulis nama badan ini sesuai bunyi bacaannya: “Dokuritsu Zyunbi Tyosakai”. 9 Lihat penjelasan RM. A.B. Kusuma dalam catatan kaki, Ibid., hal. 1. 10 Mansoer, Op.Cit., hal. 3. 6 Buku I ■ Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan UUD 1945 ketua muda (fuku kaico) dari perwakilan Jepang.11 Adapun anggotanya terdiri atas 60 orang ditambah tujuh orang perwakilan Jepang dengan status anggota istimewa (tokubetu iin). Tabel 1 Susunan Keanggotaan BPUPK No. Nama Kedudukan 1 Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat Ketua (Kaico) 2 R.P. Soeroso Ketua Muda (Fuku Kaico) 3 Itjibangase Yosio Tekisan Ketua Muda (Fuku Kaico) 4 Ir. Soekarno Anggota (Iin) 5 Mr. Muh. Yamin Anggota (Iin) 6 Dr. R. Koesoemah Atmadja Anggota (Iin) 7 R. Abdoelrahim Pratlykrama Anggota (Iin) 8 R. Aris Anggota (Iin) 9 Ki Hadjar Dewantara Anggota (Iin) 10 Ki Bagoes Hadikoesoemo Anggota (Iin) 11 B.P.H. Bintoro Anggota (Iin) 12 A. Kahar Moezakkir Anggota (Iin) 13 B.P.H. Poeroebojo Anggota (Iin) 14 R.A.A. Wiranatakoesoema Anggota (Iin) 15 R.R. Asharsoetedjo Moenandar Anggota (Iin) 16 Oei Tjang Tjoei Anggota (Iin) 17 Drs. Moh. Hatta Anggota (Iin) 18 Oei Tjong Hauw Anggota (Iin) 19 H. Agoes Salim Anggota (Iin) 20 M. Soetardjo Kartohadikoesoemo Anggota (Iin) 21 R.M. Margono Djojohadikoesoemo Anggota (Iin) 22 K.H. Abdoel Halim Anggota (Iin) 23 K.H. Masjkoer Anggota (Iin) 24 R. Soedirman Anggota (Iin) 25 Prof. Dr. P.A.H. Djajadiningrat Anggota (Iin) 26 Prof. Dr. Soepomo Anggota (Iin) 27 Prof. Ir. R. Rooseno Anggota (Iin) 28 Mr. R. Pandji Singgih Anggota (Iin) 29 Mr. Ny. Maria Ulfah Santoso Anggota (Iin) 30 R.M.T.A. Soerjo Anggota (Iin) 31 R. Roeslan Wongsokoesoemo Anggota (Iin) 11 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hal. 39. 7 Risalah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD 1945 (1999 – 2002) 32 Mr. R. Sesanto Tirtoprojdo Anggota (Iin) 33 Ny. R.S.S. Soenarjo Mangoenpoespito Anggota (Iin) 34 Dr. R. Boentaran Martoatmodjo Anggota (Iin) 35 Liem Koen Hian
Recommended publications
  • Discourses Exploring the Space Between Tradition and Modernity in Indonesia
    In the 8th International Indonesia Forum Conference DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA i Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). ii In the 8th International Indonesia Forum Conference DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA Editorial Board: Hermanu Joebagio, Frank Dhont Pramudita Press iii In the 8th International Indonesia Forum Conference Sebelas Maret University, Solo, Indonesia 29 – 30 July 2015 Organized by: Sebelas Maret University and International Indonesia Forum DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA Editorial Board: Hermanu Joebagio, Frank Dhont Paper Contributor:
    [Show full text]
  • BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Pengakuan Secara terminologis, ”pengakuan” berarti proses, cara, perbuatan mengaku atau mengakui, sedangkan kata “mengakui” berarti menyatakan berhak. Pengakuan dalam konteks ilmu hukum internasional, misalnya terhadap keberadaan suatu negara/pemerintahan biasanya mengarah pada istilah pengakuan de facto dan de jure. Pengakuan yang secara nyata terhadap entitas tertentu untuk menjalankan kekuasaan efektif pada suatu wilayah disebut dengan pengakuan de facto. Pengakuan tersebut bersifat sementara, karena pengakuan ini ditunjukkan kepada kenyataan- kenyataan mengenai kedudukan pemerintahan yang baru. Apabila kemudian dipertahankan terus dan makin bertambah maju, maka pengakuan de facto akan berubah dengan sendirinya menjadi pengakuan de jureyang bersifat tetap dan diikuti dengan tindakan- tindakan hukum lainnya.1 Moh. Kusnadi dan Bintan R Saragih menjelaskan pengakuan secara hukum (de jure) adalah pengakuan suatu negara terhadap negara lain yang diikuti dengan tindakan-tindakan hukum tertentu, misalnya pembukaan hubungan diplomatik dan pembuatan perjanjian antara 1 http://e-journal.uajy.ac.id/6153/3/MIH201583.pdf diakses pada 31 Juli 2019 Pukul : 22.51 WIB 8 Analisis Hari Lahir..., Rahmat Dwi Nugroho, FKIP UMP, 2019 kedua negara. Hans Kelsen dalam Otje Salman Soemadiningrat menguraikan terminologi “pengakuan” dalam kaitannya dengan keberadaan suatu negara yaitu; terdapat dua tindakan dalam suatu pengakuan yakni tindakan politik dan tindakan hukum.2 Berdasarkan rujukan diatas, dalam
    [Show full text]
  • Soekarno Dan Kemerdekaan Republik Indonesia
    SOEKARNO DAN PERJUANGAN DALAM MEWUJUDKAN KEMERDEKAAN RI (1942-1945) SKRIPSI Robby Chairil 103022027521 FAKULTAS ADAB HUMANIORA JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 / 1431 H ABSTRAKSI Robby Chairi Perjuangan Soekarno Dalam Mewujudkan Kemerdekaan RI (1942-1945) Perjuangan Soekarno dimulaii pada saat beliau mendirika Partai Nasional Indoonesia (PNI) tahun 1927, dan dijadikannya sebagai kendaraan poliitiknya. Atas aktivitasnya di PNI yang selalu menujuu kearah kemerdekaan Indonesia, ditambah lagi dengan pemikiran dan sikapnya yang anti Kolonialliisme dan Imperialisme, dan selalu menentang selalu menentang Kapitalisme-Imperialisme. Dengan perjuangan Soekarno bersama teman-temannya pada waktu itu dan bantuan Tentara Jepang, penjajahan Belanda dapat diusir dari Indonesia. Atas bantuan Jepang mengusir Belanda dari Indonesia, maka timbulah penjajah baru di Indonesia yaitu Jepang pada tahun 1942. Kedatangan tentara Jepang ke Indonesia bermula ingin mencari minyak dan karet, dan disambut dengan gembira oleh rakyat Indonesia yang dianggap akan membantu rakyat Indonesia mewuudkan kemakmuran bagi bangsa-bangsa Asia. Bahkan, pada waktu kekuuasaan Jepang di Indonesia, Soekarno dengan tterpaksa turut serta bekerja sama dengan Jepang dan ikut ambil bagian dalam organisassi buatan Jepang yaitu, Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyyat (PUTERA), Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Terjalinnya kerjasama dengan Jepang, membawa dampak yang sangat besar baginya yaitu, Soekarno dijulukii sebagai Kolaborator dan penjahat perang, Soekarno memanfaatkan kerjasama itu dengan menciptakan suatu pergerakan menuju Indonesia merdeka. Dengan pemikiran, sikap dan ucapan Sokarno yang selalu menentang Kolonialisme, Kapitaisme, Imperialisme, dan bantuan teman seperjuangan Soekarno pada waktu itu, akhirnya dapat mendeklarasikan teks Proklamasi di rumah Soekarno, di Jalan Pengangsaan Timur No. 56, pada harri Jumat tanggal 17 Agustus 1945.
    [Show full text]
  • Oleh : SUCIYANI
    DISKURSUS TOKOH ISLAM DALAM PERUMUSAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA Oleh : SUCIYANI, S.H.I NIM : 1420311069 TESIS Diajukan Kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Sosial Program Studi Hukum Islam Kosentrasi Studi Politik dan Pemerintahan Islam YOGYAKARTA 2017 ABSTRAK Tesis ini menganalisis Tokoh nasionalis yang dianggap tidak mewakili umat Islam dalam perumusan Pancasila sebagai ideologi negara. Pengkatagorian dominasi kekuasaan dan pemikiran menjadi permasalahan di kalangan umat Islam. Dari permasalahan ini saya mengambil kajian mengenai diskursus tokoh Islam dalam perumusan Pancasila sebagai ideologi negara. Tujuan dari tesis ini untuk meneliti diskursus para tokoh Islam dalam perumusan Pancasila, seperti ide dan konsep serta korelasinya dengan kekuasaan dan politik saat itu. Studi ini lebih menekankan pada sebab dan akar masalah adanya penggolongan nasionalis Islam dan nasionalis sekuler. Teori yang digunakan dalam menganalisis permasalahan diatas dengan teori diskursus Michel Foucault dan dilanjutkan teori paradigma karakteristik pemikiran Islam. Kedua teori tersebut menjadi alat untuk memcari fakta dibalik diskursus tokoh Islam dengan menggunakan pendekatan sejarah. Melalui studi kepustakaan dengan menelaah tulisan-tulisan karya tokoh Islam yang terlibat dalam perumusan Pancasila. Penelitian ini hanya mengambil dua tokoh Islam sebagai fokus kajian. Dua Tokoh besar inilah yang menjadi kunci penentuan Pancasilayaitu KH. Abdul Wahid Hasyim dan Ki Bagus Hadikusumo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wacana keterlibatan tokoh Islam dalam perumusan Pancasila merupakan dampak dari kekuasaan. Tokoh Islam mempunyai budaya berperan dibalik layar, karena konsep dikotomi budaya Islam di Indonesia. Keislaman dipandang sebagai Pengetahuan daripada kekuasaan atau politik. Pokok permasalahannya adalah diskursus, yang mana penyebutan golongan nasionalis sekuler dan nasionalis Islam berada pada ide bukan kekuasaan.
    [Show full text]
  • Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945
    Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945 R. E. Elson* On the morning of August 18, 1945, three days after the Japanese surrender and just a day after Indonesia's proclamation of independence, Mohammad Hatta, soon to be elected as vice-president of the infant republic, prevailed upon delegates at the first meeting of the Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI, Committee for the Preparation of Indonesian Independence) to adjust key aspects of the republic's draft constitution, notably its preamble. The changes enjoined by Hatta on members of the Preparation Committee, charged with finalizing and promulgating the constitution, were made quickly and with little dispute. Their effect, however, particularly the removal of seven words stipulating that all Muslims should observe Islamic law, was significantly to reduce the proposed formal role of Islam in Indonesian political and social life. Episodically thereafter, the actions of the PPKI that day came to be castigated by some Muslims as catastrophic for Islam in Indonesia—indeed, as an act of treason* 1—and efforts were put in train to restore the seven words to the constitution.2 In retracing the history of the drafting of the Jakarta Charter in June 1945, * This research was supported under the Australian Research Council's Discovery Projects funding scheme. I am grateful for the helpful comments on and assistance with an earlier draft of this article that I received from John Butcher, Ananda B. Kusuma, Gerry van Klinken, Tomoko Aoyama, Akh Muzakki, and especially an anonymous reviewer. 1 Anonymous, "Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945: Pengkhianatan Pertama terhadap Piagam Jakarta?," Suara Hidayatullah 13,5 (2000): 13-14.
    [Show full text]
  • Asian Socialists and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom
    Lewis, S. L. (2019). Asian Socialists and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom. Journal of World History, 30(1-2), 55-88. https://doi.org/10.1353/jwh.2019.0028 Publisher's PDF, also known as Version of record Link to published version (if available): 10.1353/jwh.2019.0028 Link to publication record in Explore Bristol Research PDF-document This is the final published version of the article (version of record). It first appeared online via University of Hawaii Press at https://muse.jhu.edu/article/729105. Please refer to any applicable terms of use of the publisher. University of Bristol - Explore Bristol Research General rights This document is made available in accordance with publisher policies. Please cite only the published version using the reference above. Full terms of use are available: http://www.bristol.ac.uk/red/research-policy/pure/user-guides/ebr-terms/ Asian Socialism and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom, 1952–1956 Su Lin Lewis Journal of World History, Volume 30, Numbers 1-2, June 2019, pp. 55-88 (Article) Published by University of Hawai'i Press For additional information about this article https://muse.jhu.edu/article/729105 Access provided at 11 Jul 2019 10:40 GMT from Bristol University Asian Socialism and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom, 1952–1956* SU LIN LEWIS University of Bristol N a photograph taken in 1953, Sutan Sjahrir arrives off an airplane in IRangoon and is greeted warmly on the tarmac by Burmese socialist leaders U Ba Swe and U Kyaw Nyein, as well as his close friend Ali Algadri, the Arab-Indonesian chargé d’affairs.
    [Show full text]
  • Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
    PEREMPUAN DALAM GERAKAN KEBANGSAAN Triana Wulandari Hilmar Farid Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan Triana Wulandari Pengantar : Sri Margana Prakata Penulis : Triana Wulandari Sekapur Sirih : Hilmar Farid Desain Sampul : Ruhtata Tata-Letak : Tim Redaksi Penerbit Cetakan I: November 2017 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Wulandari, Triana. Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan. xxxii + 312 hlm.:15,5 x 23 cm ISBN :978-602-72017-7-4 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa seizin tertulis dari Penerbit. Isi di luar tanggung jawab percetakan Sekapur Sirih Oleh:Oleh: Dr. Hilmar Hilmar Farid Farid DirjenDirektur Kebudayaan Jenderal Kemendikbud Kebudayaan RI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia BERBICARA tentang gerakan kaum perempuan, di ujung dunia mana pun, selalu menjadi tema perbincangan yang menarik dan hangat. Bukan saja karena sisi “perempuan”-nya, melainkan lebih karena isu-isu yang diusungnya senantiasa menjadi titik perbincangan menarik di tengah dunia yang didominasi kuasa lelaki ini. Di Indonesia sendiri gerakan kaum perempuan sudah dimulai sejak awal, sejak jaman kolonialisme, bahkan jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Nama-nama seperti Ken Dedes, Tribuana Tunggadewi, Roro Jonggrang, dan lain-lain sudah cukup populer sebagai perempuan legendaris yang menurut beberapa tafsir sejarah –meski perlu dikaji lebih serius—sedikit banyak dapat terhitung sebagai pergerakan perempuan kala itu. Di jaman modern, gerakan kaum perempuan menjadi semakin terorganisir, terstruktur, dan massif, mulai dari era Kartini hingga era reformasi terkini. Sudah banyak hasil yang terlihat dan bisa dinikmati dari gerakan perempuan berabad-abad lamanya itu. Namun demikian, dalam konteks sejarah perjuangan bangsa, peran kaum perempuan kerap diabaikan, bahkan dipandang sebelah mata.
    [Show full text]
  • Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII Semeter 1 Dan 2
    Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII Semeter 1 dan 2 Herlan Firmansyah Dani Ramdani PUSAT PERBUKUAN Departemen Pendidikan Nasional i Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII Semeter 1 dan 2 300.7 HER HERLAN Firmansyah i Ilmu Pengetahuan Sosial 2 : untuk Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII /Semester 1 dan 2 / penulis Herlan Firmansyah, Dani Ramdani ; editor, Emy Kusmiati ; Ilustrator, Tim Redaksi. — Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009 viii, 237 hlm. : ilus. ; 25 cm. Bibliografi : hlm. 236-237 Indeks ISBN 978-979-068-675-5 (no.jil.lengkap) ISBN 978-979-068-678-6 1. Ilmu-ilmu Sosial-Studi dan Pengajaran I Judul II. Dani Ramdani III. Emy Kusmiati III. Tim Redaksi Hak Cipta Buku ini dibeli oleh Departemen Pendidikan Nasional dari Penerbit CV. Djatnika Diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2009 Diperbanyak oleh ….. ii KATA SAMBUTAN Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2009, telah membeli hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis/penerbit untuk disebarluaskan kepada masyarakat melalui situs internet (website) Jaringan Pendidikan Nasional. Buku teks pelajaran ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan telah ditetapkan sebagai buku teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 9 Tahun 2009 tanggal 12 Februari 2009. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penulis/ penerbit yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para siswa dan guru di seluruh Indonesia.
    [Show full text]
  • 1. Letak Astronomis Coba Kamu Amati Peta Dunia Di Bawah Ini Dengan Saksama
    Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang Hak Cipta Buku ini dibeli oleh Departemen Pendidikan Nasional dari Penerbit CV. Rizqi Mandiri IPS Untuk SMP/MTs Kelas VIII Penulis : Sutarto Sunardi Nanang Herjunanto Penny Rahmawaty Bambang Tri Purwanto Ilustrasi, Tata Letak : Rini Perancang Kulit : Agus Sudiyanto Ukuran Buku : 17,6 x 25 cm 300.7 IPS IPS : untuk SMP/MTs kelas VIII/Sutarto… [et.al.]. — Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008. x, 374 hlm.: ilus.; 25 cm. Bibliografi: 361-363 ISBN 979-462-930-8 1. Ilmu-ilmu sosial-Studi dan Pengajaran II Sutarto Diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008 Diperbanyak oleh ... Kata Sambutan Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2008, telah membeli hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis/ penerbit untuk disebarluaskan kepada masyarakat melalui situs internet (website) Jaringan Pendidikan Nasional. Buku teks pelajaran ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan telah ditetapkan sebagai buku teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 34 Tahun 2008. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penulis/penerbit yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para siswa dan guru di seluruh Indonesia. Buku-buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departe-men Pendidikan Nasional ini, dapat diunduh (down load), digandakan, dicetak, dialih-mediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun, untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
    [Show full text]
  • Bab 2 Wacana Nasionalisme Indonesia Dalam Pandangan Soekarno, Soepomo Dan Hatta
    BAB 2 WACANA NASIONALISME INDONESIA DALAM PANDANGAN SOEKARNO, SOEPOMO DAN HATTA A. Indonesia sebagai Nationale Staat: Membaca Ide Soekarno Dalam sebuah pidato di hadapan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945, Soekarno memaparkan pandangannya tentang filosofi dan dasar-dasar bagi pendirian Indonesia sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Pidato ini kemudian dikenal sebagai penanda lahirnya Pancasila. Berikut beberapa pokok penting buah pemikiran Soekarno, yang merupakan ide-ide yang terus mewarnai bangunan nasionalisme Indonesia hingga beberapa tahun sesudahnya. Salah satu pokok penting tersebut adalah bahwa negara Indonesia yang akan dibangun, menurut Soekarno, haruslah ‘Nationale Staat’, sebuah negara nasional bukan negara berdasarkan agama dan kedaerah tertentu. Soekarno mengatakan: …saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu nationale staat, seperti yang saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari yang lalu. Satu Nationale Staat Indonesia bukan berarti staat yang sempit. Soekarno sangat menyadari bahwa secara empirik negara Indonesia yang akan dibangun bersama memiliki keragaman yang luar biasa, baik dalam aspek suku, agama, bahasa, ras dan juga latar belakang politik, dimana sebelumnya sudah ada kerajaan-kerajaan kecil yang bertebaran di seluruh nusantara. Karena itulah ia sangat menekankan pentingnya Indonesia Merdeka sebagai suatu ‘Nationale Staat’, yang luas, mencakup semua aliran, golongan, suku, agama yang ada di nusantara tersebut. Gagasan mengenai ‘Nationale Staat’ itu sendiri, menurut Soekarno sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru, karena sebelumnya di bumi Nusantara ini pernah berdiri suatu national staat yang jaya, yaitu pada zaman kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit.
    [Show full text]
  • Sahru Romadloni & Robit Nurul Jamil
    MODUL PENDIDIKAN PANCASILA SAHRU ROMADLONI & ROBIT NURUL JAMIL Sahru Romadloni Robit Nurul Jamil PENDIDIKAN PANCASILA i Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 8: Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atau Ciptaan Pasal 9: (1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan: a. Penerbitan Ciptaan; b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; c. Penerjemahan Ciptaan; d. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan; e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; f. Pertunjukan Ciptaan; g. Pengumuman Ciptaan; h. Komunikasi Ciptaan; i. Penyewaan Ciptaan. (2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. (3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan. Ketentuan Pidana Pasal 113: (1) Setiap Orang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau
    [Show full text]
  • Pemberitaan Perempuan Dalam Koran Kedaulatan Rakyat Tahun 1945-1950
    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PEMBERITAAN PEREMPUAN DALAM KORAN KEDAULATAN RAKYAT TAHUN 1945-1950 SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sejarah pada Program Studi Sejarah Disusun oleh: Yunita Maria Ndoi NIM: 124314003 PROGRAM STUDI SEJARAH JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO “Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri” -Pramoedya Ananta Toer- iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEMBAHAN Skripsi yang berjudul “Pemberitaan Perempuan dalam Koran Kedaulatan Rakyat Tahun 1945-1950”, ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya Mama Yosephina Gae dan Bapak Agustinus Tua, kakak-kakak saya Anis, Aris, Ivan, dan kedua adik saya Ayub dan deri yang senantiasa mendukung dan mendoakan saya. Karya ini juga dipersembahkan untuk almamater Program Studi Sejarah, FAkultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Yunita Maria Ndoi, PemberitaanPerempuandalam Koran Kedaulatan Rakyat Tahun 1945-1950. Skripsi. Yogyakarta: Program StudiSejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2018. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua pertanyaan. Pertama adalah bagaimana keadaan sosial perempuan Yogyakarta dalam pemberitaan media lokal masa Revolusi Kemerdekaan 1945-1950? Kedua, bagaimana pandangan koran kedaulatan rakyat terhadap pemberitaan perempuan pada masa revolusi kemerdekaan tahun 1945-1950. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka pada koran Kedaulatan Rakyat sebagai sumber primer. Analisis dilakukan dengan pengumpulan sumber- sumber primer dan melakukan pembandingan dan interpretasi pada sumber yang berhasil dikumpulkan. Penelitian ini melihat sudut pandang perempuan dan politik.
    [Show full text]