VU Research Portal
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Load more
Recommended publications
-
Discourses Exploring the Space Between Tradition and Modernity in Indonesia
In the 8th International Indonesia Forum Conference DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA i Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). ii In the 8th International Indonesia Forum Conference DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA Editorial Board: Hermanu Joebagio, Frank Dhont Pramudita Press iii In the 8th International Indonesia Forum Conference Sebelas Maret University, Solo, Indonesia 29 – 30 July 2015 Organized by: Sebelas Maret University and International Indonesia Forum DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA Editorial Board: Hermanu Joebagio, Frank Dhont Paper Contributor: -
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Pengakuan Secara terminologis, ”pengakuan” berarti proses, cara, perbuatan mengaku atau mengakui, sedangkan kata “mengakui” berarti menyatakan berhak. Pengakuan dalam konteks ilmu hukum internasional, misalnya terhadap keberadaan suatu negara/pemerintahan biasanya mengarah pada istilah pengakuan de facto dan de jure. Pengakuan yang secara nyata terhadap entitas tertentu untuk menjalankan kekuasaan efektif pada suatu wilayah disebut dengan pengakuan de facto. Pengakuan tersebut bersifat sementara, karena pengakuan ini ditunjukkan kepada kenyataan- kenyataan mengenai kedudukan pemerintahan yang baru. Apabila kemudian dipertahankan terus dan makin bertambah maju, maka pengakuan de facto akan berubah dengan sendirinya menjadi pengakuan de jureyang bersifat tetap dan diikuti dengan tindakan- tindakan hukum lainnya.1 Moh. Kusnadi dan Bintan R Saragih menjelaskan pengakuan secara hukum (de jure) adalah pengakuan suatu negara terhadap negara lain yang diikuti dengan tindakan-tindakan hukum tertentu, misalnya pembukaan hubungan diplomatik dan pembuatan perjanjian antara 1 http://e-journal.uajy.ac.id/6153/3/MIH201583.pdf diakses pada 31 Juli 2019 Pukul : 22.51 WIB 8 Analisis Hari Lahir..., Rahmat Dwi Nugroho, FKIP UMP, 2019 kedua negara. Hans Kelsen dalam Otje Salman Soemadiningrat menguraikan terminologi “pengakuan” dalam kaitannya dengan keberadaan suatu negara yaitu; terdapat dua tindakan dalam suatu pengakuan yakni tindakan politik dan tindakan hukum.2 Berdasarkan rujukan diatas, dalam -
Humiliation and Education in a Dani Modernity
Dreams Made Small: Humiliation and Education in a Dani Modernity Jenny Munro A thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy at The Australian National University December 2009 **This electronic version has been edited to reduce digital size and is not the same as the printed version or the full electronic version with images** This thesis is the original work of the author except where otherwise acknowledged. Jenny Munro Department of Anthropology Research School of Pacific and Asian Studies The Australian National University i Abstract Indigenous youth from the Baliem Valley area of Papua, Indonesia aspire to be part of ‘progress’ ( kemajuan ) in their isolated region but are constrained by colonial conditions that favour migrant Indonesians. In this thesis, indigenous Dani students leave the tense social and political setting of highlands Papua in order, they say, to broaden their horizons in North Sulawesi, a relatively prosperous, peaceful province four days west of Papua by passenger ship. Based on 16 months of fieldwork conducted in 2005-2006 and 2009, this thesis explores Dani efforts to gain university degrees and obtain ‘modern’ skills and capabilities in a tangled web of racial stigma, prejudice, institutionalized corruption, and intense relationships with other Papuan highlanders. It follows Dani graduates back to the Baliem Valley to see what results they create from a university degree. This exploration of the personal histories and life chances of stigmatized individuals sheds light on Papuan nationalism, the everyday production and negotiation of racial hierarchies, and how affect, in this case humiliation, fuels the formation of a particular vision of identity and the future. -
Gender, Ritual and Social Formation in West Papua
Gender, ritual Pouwer Jan and social formation Gender, ritual in West Papua and social formation A configurational analysis comparing Kamoro and Asmat Gender,in West Papua ritual and social Gender, ritual and social formation in West Papua in West ritual and social formation Gender, This study, based on a lifelong involvement with New Guinea, compares the formation in West Papua culture of the Kamoro (18,000 people) with that of their eastern neighbours, the Asmat (40,000), both living on the south coast of West Papua, Indonesia. The comparison, showing substantial differences as well as striking similarities, contributes to a deeper understanding of both cultures. Part I looks at Kamoro society and culture through the window of its ritual cycle, framed by gender. Part II widens the view, offering in a comparative fashion a more detailed analysis of the socio-political and cosmo-mythological setting of the Kamoro and the Asmat rituals. These are closely linked with their social formations: matrilineally oriented for the Kamoro, patrilineally for the Asmat. Next is a systematic comparison of the rituals. Kamoro culture revolves around cosmological connections, ritual and play, whereas the Asmat central focus is on warfare and headhunting. Because of this difference in cultural orientation, similar, even identical, ritual acts and myths differ in meaning. The comparison includes a cross-cultural, structural analysis of relevant myths. This publication is of interest to scholars and students in Oceanic studies and those drawn to the comparative study of cultures. Jan Pouwer (1924) started his career as a government anthropologist in West New Guinea in the 1950s and 1960s, with periods of intensive fieldwork, in particular among the Kamoro. -
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kepemimpinan Jenderal Hoegeng Iman Santoso Dan Relevansinya Dengan Kompetensi Leadership Guru Pendidikan Agama Islam
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KEPEMIMPINAN JENDERAL HOEGENG IMAN SANTOSO DAN RELEVANSINYA DENGAN KOMPETENSI LEADERSHIP GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi atas Buku Biografi “Hoegeng: Oase di Tengah Keringnya Penegakan Hukum di Indonesia” Karya Aris Santoso, dkk) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan Islam Disusun Oleh : Anisah Humam NIM. 11410191 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2015 ABSTRAK Anisah Humam, Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Kepemimpinan Jenderal Hoegeng Iman Santoso dan Relevansinya dengan Kompetensi Leadership Guru Pendidikan Agama Islam, Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015. Latar belakang penelitian ini adalah pendidikan merupakan alat paling efektif dalam pembentukan akhlak mulia, guru PAI adalah pemimpin bagi peserta didik dalam pembentukan akhlak mulia dan pembudayaan pengamalan ajaran Islam. Fenomena-fenomena tentang krisis profesionalitas guru PAI akhir- akhir ini, seperti tindakan asusila dan tindakan kekerasan. Membuktikan perlu adanya pengembangan kompetensi leadership guru PAI melalui pengenalan terhadap karakter tokoh yang dapat diteladani sebagai pemimpin yang berkarakter. Tokoh Jenderal Hoegeng Iman Santoso memiliki karakter mulia yang menjadikannya sosok pemimpin yang unggul. -
Indonesian Authors in Geneeskundige Tijdschrift Voor Nederlands Indie As Constructors of Medical Science
Volume 16 Number 2 ISSN 2314-1234 (Print) Page October 2020 ISSN 2620-5882 (Online) 123—142 Indonesian Authors in Geneeskundige Tijdschrift voor Nederlands Indie as Constructors of Medical Science WAHYU SURI YANI Alumny History Department, Universitas Gadjah Mada Email: [email protected] or [email protected] Abstract Access to the publication Geneeskundig Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië (GTNI), Keywords: a Dutch Indies medical journal, was limited to European doctors. Although Stovia Bahder Djohan; (School ter Opleiding van Inlandsche Artsen) was established to produce indigenous Constructor; (Bumiputra) doctors, its students and graduates were not given access to GTNI. In GTNI; response, educators at Stovia founded the Tijdschrift Voor Inlandsche Geneeskundigen Leimena; (TVIG) as a special journal for indigenous doctors. Due to limited funds, TVIG – Stovia; Pribumi the only scientific medical publication for indigenous doctors – ceased publication Doctors; TVIG in 1922. The physicians formed Vereeniging van Inlandsche Geneeskundigen (VIG) an association for pribumi (native) doctors to express various demands for equal rights, one of which was the right to access GTNI. The protests and demands of the bumiputra doctors resulted not only in being granted reading access rights but also being able to become writers for GTNI. Bumiputra doctors who contributed to GTNI included Bahder Djohan and Johannes Leimena. However, they were not the only authors who contributed to GTNI during the Dutch East Indies era. After Indonesia became independent, both doctors played major roles in laying the foundation for Indonesia’s health education system and implementing village-based health policies. This article is part of a research project on Indonesia’s health history using the archives of the GTNI, TVIG and books written by doctors who contributed to GTNI which were published from the early twentieth century onwards. -
Book of the Discovery Channel Documentary "Out of Eden/The Real Eve" (2002) by Stephen Oppenheimer
Book of the Discovery Channel Documentary "Out of Eden/The Real Eve" (2002) by Stephen Oppenheimer The book manuscript was originally titled: “Exodus: the genetic trail out of Africa” and was submitted by the author to Constable Robinson publishers also in June 2002, was accepted, edited and then multiply published 2003/4 in UK, USA & South Africa as: Out of Eden: The peopling of the world”(UK) The Real Eve: Modern Man's Journey Out of Africa”(US) & “Out of Africa's Eden: the peopling of the world”(SA) … and subsequently in various foreign translations The document following below contains parts of the author’s original text as submitted to the publisher. It includes the summary Contents pages for the 7 chapters, but also gives full text for the original Preface, Prologue and Epilogue : Contents (Full author’s copyright submitted text of Preface, Prologue and Epilogue follow ‘Contents’) Preface 5 Prologue: 9 1: Why us? Where do we come from? - Why us - The climate our teacher - Walking apes - Growing brains in the big dry- Why did we grow big brains? II. Talking apes Touched with the gift of speech? - Baldwin's idea - Ever newer models - How did our brain grow and what does it do for us? - Redundant computing power or increasing central control? - Food for thought or just talking about food? - Symbolic thought and Language: purely human abilities? - Speech and higher thought: big bang creation or gradual evolution? Chapter 1: Out of Africa 32 Introduction - Cardboard keys to Life - A Black Eve - Objections from multi-regionalists - Objections -
Five Tribes of Papua & Raja Ampat West Papua Raja Ampat
Ultimate Indonesian Yachts 13-DAY / 12-NIGHT ITINERARY – FIVE TRIBES OF PAPUA & RAJA AMPAT Embark on a 13-day adventure combining West Papua and Raja Ampat. This journey will take you across West Papua by private plane, culminating with a sailing sojourn in the tropical Raja Ampat islands onboard a private yacht. This journey begins in Jayapura and ends in Sorong. WEST PAPUA There’s no better way to gain insight into the mysterious tribes and majestic landscapes of West Papua than by private plane with an expert guide. Begin with the Baliem Valley, where the Dani tribe is the only community to have developed an agricultural system, followed by the Yali area in the Jayawijaya Mountains, rich in stunning topography. Break bread with the legendary Tree People of the Korowai and Kombai tribes, the smallest most isolated groups in Papua. Living deep in the jungle, they live nomadically and build houses in the canopy. Finally, visit the infamous headhunting Asmat tribe, also known as skilled artists, crafting sculptures recognised throughout Indonesia. From ceremonies, dances and sago feasts in isolated villages to flying over the second largest rainforest in the world, trekking across mountains and canoeing quiet waterways, West Papua makes for a truly wild adventure. RAJA AMPAT The Raja Ampat archipelago translates as ‘Four Kings’, referring to the four main islands of Salawati, Batanta, Waigeo and Misool, which are in turn surrounded by approximately 1,500 wild isles with pristine beaches and sheer limestone cliffs plunging into aqua seas. Above water, the islands’ heritage is diverse, with prehistoric cave paintings and relics from past eras. -
Asian Socialists and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom
Lewis, S. L. (2019). Asian Socialists and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom. Journal of World History, 30(1-2), 55-88. https://doi.org/10.1353/jwh.2019.0028 Publisher's PDF, also known as Version of record Link to published version (if available): 10.1353/jwh.2019.0028 Link to publication record in Explore Bristol Research PDF-document This is the final published version of the article (version of record). It first appeared online via University of Hawaii Press at https://muse.jhu.edu/article/729105. Please refer to any applicable terms of use of the publisher. University of Bristol - Explore Bristol Research General rights This document is made available in accordance with publisher policies. Please cite only the published version using the reference above. Full terms of use are available: http://www.bristol.ac.uk/red/research-policy/pure/user-guides/ebr-terms/ Asian Socialism and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom, 1952–1956 Su Lin Lewis Journal of World History, Volume 30, Numbers 1-2, June 2019, pp. 55-88 (Article) Published by University of Hawai'i Press For additional information about this article https://muse.jhu.edu/article/729105 Access provided at 11 Jul 2019 10:40 GMT from Bristol University Asian Socialism and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom, 1952–1956* SU LIN LEWIS University of Bristol N a photograph taken in 1953, Sutan Sjahrir arrives off an airplane in IRangoon and is greeted warmly on the tarmac by Burmese socialist leaders U Ba Swe and U Kyaw Nyein, as well as his close friend Ali Algadri, the Arab-Indonesian chargé d’affairs. -
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain dalam suatu proses interaksi antara pemimpin dan pengikut. Kepemimpinan memfokus pada penyelesaian tujuan bersama.1 Kepemimpinan yang baik tentunya sangat penting, karena dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan. Kepemimpinan memerlukan pikiran yang sehat, pengetahuan, dan kejujuran.2 Kepemimpinan terdapat dalam segala kehidupan maupun organisasi, dari tingkat kecil seperti keluarga sampai ketingkat desa, kota, nasional, dan international. Kepemimpinan dapat berjalan atas dasar penguasaan pemimpin dalam mengajak, mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu, demi tercapainya suatu tujuan.3 Melihat dalam kehidupan beragama, manusia mempunyai dua peran, yaitu manusia sebagai hamba dalam hubungannya dengan Tuhan, serta manusia sebagai seorang pemimpin dalam hubungannnya dengan diri sendiri, sesama atau antar masyarakat, serta dalam pengelolaan alam. Kepemimpinan di lingkungan umat Islam haruslah mampu mewujudkan terciptanya persatuan 1 Wibowo, Kepemimpinan: Pemahaman Dasar, Pandangan Konvensional, Gagasan Konteporer, (Jakarta: PT Rajawali Press, 2016), hal. 6. 2 Ibid, hal. 9. 3 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (apakah kepemimpinan abnormal itu?), (Jakarta: Rajawali Press, 2016), hal. 5-6. 1 dan kesatuan.4 terciptanya sebuah persatuan dan kesatuan akan memudahkan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pemimpin. Kepemimpinan dalam pendidikan merupakan suatu kesiapan, kemampuan yang seseorang -
Sejarah Konstitusi Di Indonesia
Buku I ■ Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan UUD 1945 BAB II LATAR BELAKANG PERUBAHAN UUD 1945 A. SEJARAH SINGKAT UUD INDONESIA Undang-Undang Dasar (UUD) merupakan fundamen atau hukum dasar yang sangat menentukan keberadaan suatu negara yang di dalamnya terkandung cita-cita dan dasar negara sebagai kerangka acuan dasar bagi pelaksanaan kehidupan bernegara. Oleh karena itu, keberadaan UUD sangat penting terutama bagi negara hukum modern yang menghendaki segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan bernegara diatur berdasarkan hukum. Indonesia adalah negara hukum yang menggunakan UUD sebagai dasar keberadaannya. Sebelum negara Indonesia berdiri, wilayah Indonesia yang saat itu dijajah oleh Belanda dengan nama Hindia Belanda telah memiliki UUD. UUD yang berlaku pada masa penjajahan Belanda adalah Indische Staatsregeling (IS). Layaknya sebuah UUD, IS mengatur keberadaan lembaga- lembaga negara di bawah pemerintahan Hindia Belanda, yaitu Gouverneur Generaal (Gubernur Jenderal), Volksraad (Parlemen), Hoogerechtsshof (Mahkamah Agung), Algameene 3 Risalah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD 1945 (1999 – 2002) Rekenkamer (Pengawas Keuangan), dan Raad van Nedelandsch Indie (Dewan Pertimbangan Agung).1 Setelah berdiri sebagai negara merdeka, Indonesia memberlakukan UUD yang disusun sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sendiri. UUD negara Indonesia memiliki sejarah yang dinamis sejalan dengan dinamika ketatanegaraan yang berlaku dan berkembang. Sejak negara Indonesia berdiri hingga saat ini telah terjadi beberapa kali pergantian UUD. Terdapat beberapa UUD yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) berlaku dari 1945 hingga 1949, Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) berlaku pada 1949 hingga 1950, Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) berlaku pada 1950 hingga 1959, dan kembali lagi ke UUD 1945 mulai 1959 hingga sekarang. -
Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
PEREMPUAN DALAM GERAKAN KEBANGSAAN Triana Wulandari Hilmar Farid Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan Triana Wulandari Pengantar : Sri Margana Prakata Penulis : Triana Wulandari Sekapur Sirih : Hilmar Farid Desain Sampul : Ruhtata Tata-Letak : Tim Redaksi Penerbit Cetakan I: November 2017 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Wulandari, Triana. Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan. xxxii + 312 hlm.:15,5 x 23 cm ISBN :978-602-72017-7-4 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa seizin tertulis dari Penerbit. Isi di luar tanggung jawab percetakan Sekapur Sirih Oleh:Oleh: Dr. Hilmar Hilmar Farid Farid DirjenDirektur Kebudayaan Jenderal Kemendikbud Kebudayaan RI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia BERBICARA tentang gerakan kaum perempuan, di ujung dunia mana pun, selalu menjadi tema perbincangan yang menarik dan hangat. Bukan saja karena sisi “perempuan”-nya, melainkan lebih karena isu-isu yang diusungnya senantiasa menjadi titik perbincangan menarik di tengah dunia yang didominasi kuasa lelaki ini. Di Indonesia sendiri gerakan kaum perempuan sudah dimulai sejak awal, sejak jaman kolonialisme, bahkan jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Nama-nama seperti Ken Dedes, Tribuana Tunggadewi, Roro Jonggrang, dan lain-lain sudah cukup populer sebagai perempuan legendaris yang menurut beberapa tafsir sejarah –meski perlu dikaji lebih serius—sedikit banyak dapat terhitung sebagai pergerakan perempuan kala itu. Di jaman modern, gerakan kaum perempuan menjadi semakin terorganisir, terstruktur, dan massif, mulai dari era Kartini hingga era reformasi terkini. Sudah banyak hasil yang terlihat dan bisa dinikmati dari gerakan perempuan berabad-abad lamanya itu. Namun demikian, dalam konteks sejarah perjuangan bangsa, peran kaum perempuan kerap diabaikan, bahkan dipandang sebelah mata.