Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan PEREMPUAN DALAM GERAKAN KEBANGSAAN Triana Wulandari Hilmar Farid Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan Triana Wulandari Pengantar : Sri Margana Prakata Penulis : Triana Wulandari Sekapur Sirih : Hilmar Farid Desain Sampul : Ruhtata Tata-Letak : Tim Redaksi Penerbit Cetakan I: November 2017 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Wulandari, Triana. Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan. xxxii + 312 hlm.:15,5 x 23 cm ISBN :978-602-72017-7-4 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa seizin tertulis dari Penerbit. Isi di luar tanggung jawab percetakan Sekapur Sirih Oleh:Oleh: Dr. Hilmar Hilmar Farid Farid DirjenDirektur Kebudayaan Jenderal Kemendikbud Kebudayaan RI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia BERBICARA tentang gerakan kaum perempuan, di ujung dunia mana pun, selalu menjadi tema perbincangan yang menarik dan hangat. Bukan saja karena sisi “perempuan”-nya, melainkan lebih karena isu-isu yang diusungnya senantiasa menjadi titik perbincangan menarik di tengah dunia yang didominasi kuasa lelaki ini. Di Indonesia sendiri gerakan kaum perempuan sudah dimulai sejak awal, sejak jaman kolonialisme, bahkan jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Nama-nama seperti Ken Dedes, Tribuana Tunggadewi, Roro Jonggrang, dan lain-lain sudah cukup populer sebagai perempuan legendaris yang menurut beberapa tafsir sejarah –meski perlu dikaji lebih serius—sedikit banyak dapat terhitung sebagai pergerakan perempuan kala itu. Di jaman modern, gerakan kaum perempuan menjadi semakin terorganisir, terstruktur, dan massif, mulai dari era Kartini hingga era reformasi terkini. Sudah banyak hasil yang terlihat dan bisa dinikmati dari gerakan perempuan berabad-abad lamanya itu. Namun demikian, dalam konteks sejarah perjuangan bangsa, peran kaum perempuan kerap diabaikan, bahkan dipandang sebelah mata. Umumnya sejarah memandang kaum lelaki lebih berperan dan bernilai ketimbang perempuan. Inilah sejarah yang bias, yang banyak kita jumpai dalam xvv PerempuanPerempuan dalam dalam GerakanGerakan KebangsaanKebangsaan catatan-catatan historiografi nasional. Padahal peran mereka sangatlah besar, baik sebagai penunjang di balik layar bagi para pejuang yang didominasi laki-laki maupun sebagai avant garde langsung berhadapan dengan penjajah. Memang, gerakan perempuan yang tersisihkan itu tidak murni sebagai kesalahan sejarah. Ia juga dipengaruhi oleh kaum perempuan sendiri yang tidak atau belum menyempatkan diri untuk menulis sejarah mereka. Hadirnya buku ini dapat dipandang sebagai ikhtiar menghadirkan peran perempuan dalam sejarah kebangsaan dari perspektif penulis perempuan. Buku ini memotret hampir seluruh gerakan perempuan, baik dari sisi politik, sosial, keagamaan, rumah tangga maupun sisi yang lainnya, khususnya pasca reformasi. Atas terbitnya buku penting ini, saya perlu mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada penulis, mudah-mudahan usahanya mendapatkan apresiasi yang sepantasnya baik dari masyarakat umum maupun dari para pemangku kebijakan di pemerintahan. Jakarta, Februari 2017 xvivi KataPengantar Pengantar Oleh: Sri Margana Universitas Gadjah Mada Buku ini merupakan karya Triana Wulandari, Direktur Sejarah di Direktorat jendral Kebudayaan Kementrian pendidikan kebudayaan Republik Indonesia yang diterbitkan pada tahun 2017. Ilustrasi perempuan bersanggul dan berkebaya yang terpampang dalam sampul merupakan gambaran yang berusaha ditampilkan oleh penulis dalam bukunya, sosok perempuan Indonesia yang menjadi bagian dari pergerakan demi kemajuan bangsa, baik dalam bidang ekonomi, social, politik, agama dan moral. Ilustrasi tersebut bahkan menjadi satu-satunya gambar yang terdapat dalam buku dengan tebal 320 halaman ini. Menurut Ruth Indiah Rahayu, Sejarah Perempuan sejatinya menghadirkan tutur perempuan yang menyuarakan pengalaman- pengalaman yang mereka hadapi, baik dalam ranah domestic maupun public.1 Dalam hal ini, pengetahuan dan ide yang lahir dari rahim perempuan dapat dilihat sebagai hal yang perlu dan 1Ruth Indiah Rahayu, “Konstruksi Historiografi Feminisme Indonesia dari Tutur Perempuan”, makalah dalam Workshop Historiografi Indonesia: di antara Historiografi Nasional dan Alternatif, Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM dan Australia Research Council, Hotel Yogya Plaza, Yogyakarta, 2-4 Juli 2007, hlm. 13. vii Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan penting untuk ditulis dan diketahui. Untuk membedah pengalaman tersebut, perspektif gender harus digunakan. Hal ini bertujuan untuk membongkar akar diskriminasi yang dialami oleh perempuan dan perlakuan yang mengobjektifikasi mereka, misalnya tentang bagaimana ilmu pengetahuan dimonopoli oleh laki-laki bangsawan, kemunculan dan perkembangan pembagian peran gender terbentuk di Indonesia, hingga keberagaman ide dari perempuan-perempuan Indonesia dalam gerakan kebangsaan. Apa yang dimulai oleh penulis dalam buku ini adalah salah satu langkah untuk menuju Historiografi Indonesia yang tidak lagi androsentris. Meskipun tidak terlalu memberikan gambaran yang mendetail, ia telah berusaha untuk memetakan pengalaman perempuan Indonesia secara kronologis dalam empat bagian. Pada Bagian I, ia memulainya dengan mendefinisikan asal kata “perempuan”, diikuti peran-peran yang melekat di dalamnya. Pada Bagian II hingga IV, ia membagi pengalaman perempuan ke dalam periodesasi yang mengikuti perkembangan politik, mulai dari perempuan pada masa kolonial hingga kemerdekaan. Hal yang kemudian tidak luput dari penulis ialah bagaimana ia kemudian menghadirkan peran perempuan dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Terminologi “perempuan” lebih dipilih oleh penulis daripada “wanita”. Pilihan tersebut menjadi hal yang cukup menarik, mengingat dua terminologi tersebut seringkali diperdebatkan dalam tulisan yang menghadirkan pengalaman perempuan, terutama di kalangan feminis. Kata “wanita” mendapat stigma, sebuah akronim dari “wani ditata” atau “berani ditata” yang bermakna pasif. 2 Selain itu, terminologi “wanita” 2 Ayu Utami, seorang penulis dan feminis Indonesia tidak menyetujui hal tersebut. Menurutnya, akronim “wanita” menjadi “wani ditata” tidak jelas viii dianggap sebagai salah satu terinologi yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru dalam mendomestifikasi perempuan dalam program-programnya, seperti Dharma Wanita. Hal ini lah yang kemudian mendorong beberapa penulis lebih condong menggunakan terminologi “perempuan” sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah dan budaya yang patriarki.3 Penulis sendiri melihat asal kata “perempuan” dari empu atau induk, diikuti oleh fungsi biologisnya: sebagai penghasil keturunan. Menurutnya, peran fungsi yang dimiliki oleh perempuan memang berbeda dengan peran fungsi laki-laki. Fungsi tersebut membuat masing-masing unggul di bidangnya. Hal itulah yang kemudian membuat mereka harus saling bekerja sama untuk dapat saling melengkapi. Dalam hal ini, penulis sedang berbicara tentang konstruksi yang diciptakan masyarakat: membagi peran gender antara perempuan dan laki-laki, sebagai ibu dan ayah, dalam ranah domestik dan publik. Sayangnya, pembagian tersebut terkesan muncul tiba-tiba tanpa adanya penjelasan mengapa dan bagaimana pembagian tersebut mengakar di Indonesia. Jika ditelusuri,pembagian peran gender di Indonesia melewati masa yang sangat panjang dan berbeda di setiap asal usulnya. Menurutnya, bahasa merupakan permainan yang bersifat sangat politis dan memilih “perempuan” ketimbang “wanita” dalam upaya melawan patriarki merupakan cara yang kurang tepat, karena menjebak penulis ke dalam konstruksi yang dibuat oleh pemerintah atau masyarakat patriarki itu sendiri. Menurut Ayu, penggunaan kata “wanita” maupun “perempuan” tidak ada bedanya, yang harus dilakukan ialah dengan mengatasi stigma; bukan menghilangkan dia yang diberi stigma itu. Ayu Utami, “Herstory dan Perjuangan Emansipasi”, dalam Majalah Tempo, 15 Desember 2014. https://rubrikbahasa.wordpress.com/2014/12/15/herstory-dan-perjuangan- emansipasi/, diakses pada 12 Desember, 2016, pukul 19.20 WIB. 3 Mariana Amirudin, “Revolusi Bahasa dalam Politik Gender”, dalam Majalah Tempo, 12 Januari 2015. https://rubrikbahasa.wordpress.com/2015/01/12/revolusi-bahasa-dalam- ix Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan tempatnya. Di Jawa misalnya, Peter Carey dan Vincent Houben mencoba menganalisis tentang perubahan peran perempuan ningrat Jawa dari abad ke XVIII hingga abad XIX. Menurut mereka, sebelum masyarakat Eropa dan pengaruhnya datang ke Hindia Belanda, peran perempuan ningrat sangat bergaam, mulai dari bidang politik, ekonomi, sosial, kemiliteran hingga supranatural. Peran-peran yang dimiliki oleh perempuan ningrat kemudian direduksi pasca perang Jawa, sebagai penjaga budaya dan pencetak keturunan (Ranah domestik), sedangkan hal lainnya menjadi tanggung jawab dari laki-laki ningrat.4 Pembagian peran tersebut semakin menguat pada abad ke 19, didorong oleh pemikiran para orang Eropa kelas menengah yang datang ke Hindia Belanda. 5 Konstruksi peran gender tersebut kemudian direproduksi pada abad ke XX oleh kaum pergerakan. Dalam perguruan Tamansiswa misalnya, Ki dan Nyi Hadjar Dewantara menerapkan konsep keselarasan melalui pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki berperan sebagai Lajer Keturunan atau tiang keturunan, dicitrakan sebagai sosok yang kuat dalam segala-galannya. Perempuan berperan sebagai pemangku keturunan, tempat tumbuhnya manusia. Hal tersebut diikuti oleh citra yang dilekatkan, yaitu sebagai sosok yang lembut dan memiliki kesucian dalam dirinya.6 politik-gender/#more-3192, diakses
Recommended publications
  • Discourses Exploring the Space Between Tradition and Modernity in Indonesia
    In the 8th International Indonesia Forum Conference DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA i Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). ii In the 8th International Indonesia Forum Conference DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA Editorial Board: Hermanu Joebagio, Frank Dhont Pramudita Press iii In the 8th International Indonesia Forum Conference Sebelas Maret University, Solo, Indonesia 29 – 30 July 2015 Organized by: Sebelas Maret University and International Indonesia Forum DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA Editorial Board: Hermanu Joebagio, Frank Dhont Paper Contributor:
    [Show full text]
  • BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Pengakuan Secara terminologis, ”pengakuan” berarti proses, cara, perbuatan mengaku atau mengakui, sedangkan kata “mengakui” berarti menyatakan berhak. Pengakuan dalam konteks ilmu hukum internasional, misalnya terhadap keberadaan suatu negara/pemerintahan biasanya mengarah pada istilah pengakuan de facto dan de jure. Pengakuan yang secara nyata terhadap entitas tertentu untuk menjalankan kekuasaan efektif pada suatu wilayah disebut dengan pengakuan de facto. Pengakuan tersebut bersifat sementara, karena pengakuan ini ditunjukkan kepada kenyataan- kenyataan mengenai kedudukan pemerintahan yang baru. Apabila kemudian dipertahankan terus dan makin bertambah maju, maka pengakuan de facto akan berubah dengan sendirinya menjadi pengakuan de jureyang bersifat tetap dan diikuti dengan tindakan- tindakan hukum lainnya.1 Moh. Kusnadi dan Bintan R Saragih menjelaskan pengakuan secara hukum (de jure) adalah pengakuan suatu negara terhadap negara lain yang diikuti dengan tindakan-tindakan hukum tertentu, misalnya pembukaan hubungan diplomatik dan pembuatan perjanjian antara 1 http://e-journal.uajy.ac.id/6153/3/MIH201583.pdf diakses pada 31 Juli 2019 Pukul : 22.51 WIB 8 Analisis Hari Lahir..., Rahmat Dwi Nugroho, FKIP UMP, 2019 kedua negara. Hans Kelsen dalam Otje Salman Soemadiningrat menguraikan terminologi “pengakuan” dalam kaitannya dengan keberadaan suatu negara yaitu; terdapat dua tindakan dalam suatu pengakuan yakni tindakan politik dan tindakan hukum.2 Berdasarkan rujukan diatas, dalam
    [Show full text]
  • Integration and Conflict in Indonesia's Spice Islands
    Volume 15 | Issue 11 | Number 4 | Article ID 5045 | Jun 01, 2017 The Asia-Pacific Journal | Japan Focus Integration and Conflict in Indonesia’s Spice Islands David Adam Stott Tucked away in a remote corner of eastern violence, in 1999 Maluku was divided into two Indonesia, between the much larger islands of provinces – Maluku and North Maluku - but this New Guinea and Sulawesi, lies Maluku, a small paper refers to both provinces combined as archipelago that over the last millennia has ‘Maluku’ unless stated otherwise. been disproportionately influential in world history. Largely unknown outside of Indonesia Given the scale of violence in Indonesia after today, Maluku is the modern name for the Suharto’s fall in May 1998, the country’s Moluccas, the fabled Spice Islands that were continuing viability as a nation state was the only place where nutmeg and cloves grew questioned. During this period, the spectre of in the fifteenth century. Christopher Columbus Balkanization was raised regularly in both had set out to find the Moluccas but mistakenly academic circles and mainstream media as the happened upon a hitherto unknown continent country struggled to cope with economic between Europe and Asia, and Moluccan spices reverse, terrorism, separatist campaigns and later became the raison d’etre for the European communal conflict in the post-Suharto presence in the Indonesian archipelago. The transition. With Yugoslavia’s violent breakup Dutch East India Company Company (VOC; fresh in memory, and not long after the demise Verenigde Oost-indische Compagnie) was of the Soviet Union, Indonesia was portrayed as established to control the lucrative spice trade, the next patchwork state that would implode.
    [Show full text]
  • Camscanner 07-09-2020 10.13.44
    Daftar Isi KATA PENGANTAR............................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi DAFTAR TABEL..................................................................................... xiii BagianSatu Sejarah Aceh 1. Sejarah Singkat Aceh........................................................................ 1 2. Masa Kesultanan Aceh ..................................................................... 6 BagianDua Rumoh Aceh Adat dan Sejarah . 1. Adat Menetap .................................................................................... 20 2. Sekilas Rumoh Aceh ......................................................................... 23 3. Upacara Dan Adat............................................................................. 36 4. Upacara Pengambilan Bahan dari Hutan .......................................... 37 5. Upacara Pada Saat Mendirikan Rumah ............................................ 44 6. Upacara Adat Ketika Menempati Rumah Baru.................................. 47 7. Keterkaitan Dengan Adat Lain........................................................... 49 8. Kearifan Lokal ................................................................................... 52 Halaman iv Bagian Tiga Struktur Rumoh Aceh . 1. Alat Dan Ukuran ...............................................................................
    [Show full text]
  • Pandangan Politik Soekarno Dalam Membangun Masjid Istiqlal
    PANDANGAN POLITIK SOEKARNO DALAM MEMBANGUN MASJID ISTIQLAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Oleh: Achmad Rizki Nugraha NIM: 106022000894 PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H./ 2011 M. PANDANGAN POLITIK SOEKARNO DALAM MEMBANGUN MASJID ISTIQLAL SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum.) Oleh : Achmad Rizki Nugraha NIM : 106022000894 Pembimbing : Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. NIP : 19541010 198803 1 001 PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011 M/1432 H PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul PANDANGAN POLITIK SOEKARNO DALAM MEMBANGUN MASJID ISTIQLAL telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 4 Januari 2011. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta, 4 Januari 2011 SIDANG MUNAQASYAH Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA. Sholikatus sa’diyah, M.Pd NIP: 19591222 199103 1 003 NIP: 19750417 200501 2 007 Anggota, Penguji Pembimbing Drs. Tarmizy Idris, MA. Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. NIP : 19601212 199003 1 003 NIP : 19541010 198803 1 001 LEMBAR PERNYATAAN Dengan saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi/tesis/disertasi merupakan hasil karya saya yang telah diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata1 /strata 2/ strata 3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
    [Show full text]
  • Journal of Indonesian Tourism and Development Studies
    Journal of Indonesian Tourism and p-ISSN: 2355-3979 Development Studies e-ISSN: 2338-1647 Journal of Indonesian Tourism and Development Studies EDITORIAL BOARD Chief Editor Luchman Hakim Ecotourism – Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Brawijaya, Indonesia Team Editor Akira Kikuchi Yusri Abdillah Faculty of Administrative Sciences Department of Environmental University of Brawijaya, Indonesia University of Teknologi Malaysia, Malaysia Soemarno Soemarno Rukavina Baks Department of Soil Science Faculty of Agriculture Faculty of Agriculture University of Tadulako, Indonesia University of Brawijaya, Indonesia Regina Rosita Butarbutar University of Sam Ratulangi, Indonesia Iwan Nugroho Widyagama University – Indonesia Hasan Zayadi Devi Roza K. Kausar Department of Biology Faculty of Tourism Faculty of Mathematicsand Natural Pancasila University, Indonesia Sciences Islamic University of Malang, Indonesia Managing Editor Jehan Ramdani Haryati Muhammad Qomaruddin Editorial Address 1st floor Building B of Postgraduate School, University of Brawijaya Mayor Jenderal Haryono street No. 169, Malang 65145, Indonesia Phone: +62341-571260 / Fax: +62341-580801 Email: [email protected] Website: jitode.ub.ac.id TABLE OF CONTENTVol. 7 No. 2, April 2019 Strategies to Introducing Ecotourism Concept with Social Media for College Student in Malang Ida Idewa Agung Willy Pramana, Amin Setyo Leksono, Moch. Sasmito Djati ........................................... 56-61 DOI: 10.21776/ub.jitode.2019.007.02.01 The Role of Social Capital
    [Show full text]
  • National Heroes in Indonesian History Text Book
    Paramita:Paramita: Historical Historical Studies Studies Journal, Journal, 29(2) 29(2) 2019: 2019 119 -129 ISSN: 0854-0039, E-ISSN: 2407-5825 DOI: http://dx.doi.org/10.15294/paramita.v29i2.16217 NATIONAL HEROES IN INDONESIAN HISTORY TEXT BOOK Suwito Eko Pramono, Tsabit Azinar Ahmad, Putri Agus Wijayati Department of History, Faculty of Social Sciences, Universitas Negeri Semarang ABSTRACT ABSTRAK History education has an essential role in Pendidikan sejarah memiliki peran penting building the character of society. One of the dalam membangun karakter masyarakat. Sa- advantages of learning history in terms of val- lah satu keuntungan dari belajar sejarah dalam ue inculcation is the existence of a hero who is hal penanaman nilai adalah keberadaan pahla- made a role model. Historical figures become wan yang dijadikan panutan. Tokoh sejarah best practices in the internalization of values. menjadi praktik terbaik dalam internalisasi However, the study of heroism and efforts to nilai. Namun, studi tentang kepahlawanan instill it in history learning has not been done dan upaya menanamkannya dalam pembelaja- much. Therefore, researchers are interested in ran sejarah belum banyak dilakukan. Oleh reviewing the values of bravery and internali- karena itu, peneliti tertarik untuk meninjau zation in education. Through textbook studies nilai-nilai keberanian dan internalisasi dalam and curriculum analysis, researchers can col- pendidikan. Melalui studi buku teks dan ana- lect data about national heroes in the context lisis kurikulum, peneliti dapat mengumpulkan of learning. The results showed that not all data tentang pahlawan nasional dalam national heroes were included in textbooks. konteks pembelajaran. Hasil penelitian Besides, not all the heroes mentioned in the menunjukkan bahwa tidak semua pahlawan book are specifically reviewed.
    [Show full text]
  • Indonesia's Transformation and the Stability of Southeast Asia
    INDONESIA’S TRANSFORMATION and the Stability of Southeast Asia Angel Rabasa • Peter Chalk Prepared for the United States Air Force Approved for public release; distribution unlimited ProjectR AIR FORCE The research reported here was sponsored by the United States Air Force under Contract F49642-01-C-0003. Further information may be obtained from the Strategic Planning Division, Directorate of Plans, Hq USAF. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data Rabasa, Angel. Indonesia’s transformation and the stability of Southeast Asia / Angel Rabasa, Peter Chalk. p. cm. Includes bibliographical references. “MR-1344.” ISBN 0-8330-3006-X 1. National security—Indonesia. 2. Indonesia—Strategic aspects. 3. Indonesia— Politics and government—1998– 4. Asia, Southeastern—Strategic aspects. 5. National security—Asia, Southeastern. I. Chalk, Peter. II. Title. UA853.I5 R33 2001 959.804—dc21 2001031904 Cover Photograph: Moslem Indonesians shout “Allahu Akbar” (God is Great) as they demonstrate in front of the National Commission of Human Rights in Jakarta, 10 January 2000. Courtesy of AGENCE FRANCE-PRESSE (AFP) PHOTO/Dimas. RAND is a nonprofit institution that helps improve policy and decisionmaking through research and analysis. RAND® is a registered trademark. RAND’s publications do not necessarily reflect the opinions or policies of its research sponsors. Cover design by Maritta Tapanainen © Copyright 2001 RAND All rights reserved. No part of this book may be reproduced in any form by any electronic or mechanical means (including photocopying,
    [Show full text]
  • Asian Socialists and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom
    Lewis, S. L. (2019). Asian Socialists and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom. Journal of World History, 30(1-2), 55-88. https://doi.org/10.1353/jwh.2019.0028 Publisher's PDF, also known as Version of record Link to published version (if available): 10.1353/jwh.2019.0028 Link to publication record in Explore Bristol Research PDF-document This is the final published version of the article (version of record). It first appeared online via University of Hawaii Press at https://muse.jhu.edu/article/729105. Please refer to any applicable terms of use of the publisher. University of Bristol - Explore Bristol Research General rights This document is made available in accordance with publisher policies. Please cite only the published version using the reference above. Full terms of use are available: http://www.bristol.ac.uk/red/research-policy/pure/user-guides/ebr-terms/ Asian Socialism and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom, 1952–1956 Su Lin Lewis Journal of World History, Volume 30, Numbers 1-2, June 2019, pp. 55-88 (Article) Published by University of Hawai'i Press For additional information about this article https://muse.jhu.edu/article/729105 Access provided at 11 Jul 2019 10:40 GMT from Bristol University Asian Socialism and the Forgotten Architects of Post-Colonial Freedom, 1952–1956* SU LIN LEWIS University of Bristol N a photograph taken in 1953, Sutan Sjahrir arrives off an airplane in IRangoon and is greeted warmly on the tarmac by Burmese socialist leaders U Ba Swe and U Kyaw Nyein, as well as his close friend Ali Algadri, the Arab-Indonesian chargé d’affairs.
    [Show full text]
  • Pedoman Pelaksanaan Peringatan Hari Pahlawan Tahun 2019
    PEDOMAN PELAKSANAAN PERINGATAN HARI PAHLAWAN TAHUN 2019 A. PENDAHULUAN ͳͲ ͳͻͶͷ Ǥ ǫ Ǥ ͳͻͶͷ ǡ Ǥ Ǥ ǡ Ǥ Ǥ “Aku Pahlawan asa ni ǡ ʹͲͳͻ ”, diharapkan setiap ǦǤ ǡ Ǥ ǡ Ǧ ǡ ǡǡ Ǥ Ǥ Pedoman Pelaksanaan Peringatan Hari Pahlawan 2019 Pedoman Pelaksanaan Peringatan Hari Pahlawan 2019 1 B. DASAR HUKUM ͳǤ ǦǣͻʹͲͳͷǤ ʹǤ Ǧ ǣ ͳͳ ʹͲͲͻ Ǥ ͵Ǥ Ǧ ʹͲʹͲͲͻ ǡ Ǥ ͶǤ ǣʹͷʹͲͲͲ Ǥ ͷǤ ǣ͵ͷʹͲͳͲ ǦǣʹͲʹͲͲͻ ǡ ǡ ͸Ǥ Ǥ ͵ͳ͸ ͳͻͷͻ Ǧ Ǥ ͹Ǥ ǣʹʹ͹ͳͻ͸͵ Ǥ ͺǤ ǣʹʹͺͳͻ͸͵ Ǥ ͻǤ ǣ ͸ͷ ͳͻͻͻ Ǧ Ȁ Ȁ Ǥ ͳͲǤ ǣͲͻʹͲͲͷǡ ǡ ǡ ǡ Ǥ ͳͳǤ ȀǣǦ͵ʹͻȀǦ ȀͺȀ ͹Ͷ ͳʹ ͳͻ͹Ͷ Ǥ ͳʹǤ ǣ Ǥ͵ǦͶͺȀͳͲͺ ͳͻ͹ͷ ͳͶ ͳͻ͹ͷ ͳͲ Ǥ ͳ͵Ǥ ǡ ǣͳͳͳͻ͹ͷǡǣ ͸ȀͶȀͳͻ͹ͷ ǣ Ȁ͵ǦͳǦʹ͸Ȁͷ͸ ʹͻ ͳͻ͹ͷ Ǧ Ǥ ͳͶǤ ǣʹʹȀ Ȁͳͻͻ͹ǡͳ͵ ͳͻͻ͹ ǡ Ǥ ͳͷǤ ͳͶʹͲͳ͹ Ǥ 2 Pedoman Pelaksanaan Peringatan Hari Pahlawan 2019 ͳ͸Ǥ ǣ ͳͲͳȀ ȀʹͲͳͻ ʹͲ ʹͲͳͻ ʹͲͳͻǤ ͳ͹Ǥ ǣ ǦͲ͹͸ͷ͸ȀȀͳͻͳͲͳͲ ͳͲ ʹͲͳͻ ʹͲͳͻ ͳͺǤ ǣ ͲͲ͵ǤͳȀͳͳͲ͵ʹȀ Ͳͺ ʹͲͳͻ C. MAKSUDǤ DAN TUJUAN ͳǤ ǣ Ǥ ʹǤ ǣ Ǥ ǦǤ Ǥ Ǧ ǡ Ǥ D. ALTERNATIF Ǥ TEMA Ǥ “ AKU PAHLAWA “ E. PENYELENGGARAAN 1. Kepanitiaan a. Di Pusat Ȁ ǡ b. DiǤ Daerah Ȁ Ȁ c. DiǤ Luar Negeri Ǥ Pedoman Pelaksanaan Peringatan Hari Pahlawan 2019 Pedoman Pelaksanaan Peringatan Hari Pahlawan 2019 3 2. Organisasi Penyelenggara di Pusat a. Susunan Organisasi dan Tugas Panitia Pusat Peringatan Hari Pahlawan Tahun 2019, yaitu sebagai berikut
    [Show full text]
  • Sejarah Konstitusi Di Indonesia
    Buku I ■ Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan UUD 1945 BAB II LATAR BELAKANG PERUBAHAN UUD 1945 A. SEJARAH SINGKAT UUD INDONESIA Undang-Undang Dasar (UUD) merupakan fundamen atau hukum dasar yang sangat menentukan keberadaan suatu negara yang di dalamnya terkandung cita-cita dan dasar negara sebagai kerangka acuan dasar bagi pelaksanaan kehidupan bernegara. Oleh karena itu, keberadaan UUD sangat penting terutama bagi negara hukum modern yang menghendaki segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan bernegara diatur berdasarkan hukum. Indonesia adalah negara hukum yang menggunakan UUD sebagai dasar keberadaannya. Sebelum negara Indonesia berdiri, wilayah Indonesia yang saat itu dijajah oleh Belanda dengan nama Hindia Belanda telah memiliki UUD. UUD yang berlaku pada masa penjajahan Belanda adalah Indische Staatsregeling (IS). Layaknya sebuah UUD, IS mengatur keberadaan lembaga- lembaga negara di bawah pemerintahan Hindia Belanda, yaitu Gouverneur Generaal (Gubernur Jenderal), Volksraad (Parlemen), Hoogerechtsshof (Mahkamah Agung), Algameene 3 Risalah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD 1945 (1999 – 2002) Rekenkamer (Pengawas Keuangan), dan Raad van Nedelandsch Indie (Dewan Pertimbangan Agung).1 Setelah berdiri sebagai negara merdeka, Indonesia memberlakukan UUD yang disusun sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sendiri. UUD negara Indonesia memiliki sejarah yang dinamis sejalan dengan dinamika ketatanegaraan yang berlaku dan berkembang. Sejak negara Indonesia berdiri hingga saat ini telah terjadi beberapa kali pergantian UUD. Terdapat beberapa UUD yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) berlaku dari 1945 hingga 1949, Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) berlaku pada 1949 hingga 1950, Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) berlaku pada 1950 hingga 1959, dan kembali lagi ke UUD 1945 mulai 1959 hingga sekarang.
    [Show full text]
  • Potret Pahlawan Dalam Karya Tapestri
    POTRET PAHLAWAN DALAM KARYA TAPESTRI ARTIKEL FITRIA ERVIANI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA JURUSAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG Wisuda Periode September 2017 Abstrak Berbahasa Indonesia Abstrak Tujuan pembuatan karya akhir ini adalah menciptakan tujuh potret pahlawan Indonesia teknik tapestry, dengan alasan karena pengorbanan, perjuangan, dan tindakan mereka yang sangat berarti dan bermanfaat bagi masyarakat. Alasan lain generasi muda sekarang kurang menghargai jasa para pahlawan, dan rasa nasionalismenya kian memudar. Oleh karena itu, penulis mengambil tema potret pahlawan sebagai subjek dalam berkarya. Metode proses penciptaan karya : pertama, persiapan dengan cara melakukan pengamatan. Kedua, elaborasi, ketiga, tahap sintesis, keempat, realisasi konsep yaitu membuat sketsa, persiapan alat dan bahan, memindahkan sketsa, proses berkarya, dan finishing. Kelima, penyelesaian yaitu pameran dan pembuatan katalog dan laporan. Hasil karya, potret pahlawan Indonesia yakni Raden Ajeng Kartini, Cut Nyak Meutia, Sultan Hasanudin, Jenderal Sudirman, Imam Bonjol, Ir. Soekarno, dan Teuku Umar. Diharapkan karya akhir bermanfaat bagi mahasiswa jurusan seni rupa, sebagai bahan apresiasi dan karya pembanding untuk menciptakan karya tapestri yang lebih baik di masa yang akan datang. Kata Kunci : Potret Pahlawan, Tapestri Abstrak Berbahasa Inggris Abstract The purpose of making this final work is for creating seven potraits Indonesian’s heroes of dashing tapestry techiques. With reason because of sacrifices, stuggles, and actions that giving meaning and benefits for society. Other reason, today the younger generations are less appreciative of the heroes and their sense of nationalism is fading away. Therefore, the author takes a theme about as a subject in this work. The method of creation processnof work : first, preparation bay way doing observatio.
    [Show full text]