Sahru Romadloni & Robit Nurul Jamil
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA SAHRU ROMADLONI & ROBIT NURUL JAMIL Sahru Romadloni Robit Nurul Jamil PENDIDIKAN PANCASILA i Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 8: Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atau Ciptaan Pasal 9: (1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan: a. Penerbitan Ciptaan; b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; c. Penerjemahan Ciptaan; d. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan; e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; f. Pertunjukan Ciptaan; g. Pengumuman Ciptaan; h. Komunikasi Ciptaan; i. Penyewaan Ciptaan. (2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. (3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan. Ketentuan Pidana Pasal 113: (1) Setiap Orang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). PENDIDIKAN PANCASILA Hak Cipta ©2020 Sahru Romadloni & Robit Nurul Jamil All rights reserved Penulis Sahru Romadloni Robit Nurul Jamil Desain Muka & Penata Letak Robit Nurul Jamil Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi Modul ini tanpa izin penulis TUJUAN PERTEMUAN Dalam Modul: Mahasiswa mampu memahami kesejarahan Pancasila yang meliputi; (1) Kajian Pancasila pada beberapa fase secara komprehensif. (2) Analisis objektif tentang kebenaran nilai Pancasila yang utuh. (3) Bertanggungjawab atas keputusan yang diambil dari pengambilan kajian Pancasila yang dipandang benar berdasarkan hasil kajian yang dilakukan secara kolektif-etis. INDIKATOR: 1) Mempunyai pemahaman komprehensif atau utuh mengenai Pancasila beserta problem-problem yang mengitarinya 2) Mempunyai kemampuan memilah nilai-nilai Pancasila yang obyektif, terutama terkait dengan tafsir pancasila dalam setiap periode kekuasaan. 3) Bertangungjawab secara akademik-moral atas kajian Pancasila yang bersifat komprehensif. 4) Mampu mengimplementasikan pemahaman pancasila tersebut untuk terciptanya pemikiran kritis, konstruktif, dan inklusif atas makna Pancasila untuk kemajuan bangsa indonesia menghadapi tantangan-tantangan zaman kini. PENGANTAR MODUL PANCASILA: SUMBER ETIKA BANGSA INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. Pancasila adalah ideologi bangsa yang dirumuskan sebagai pedoman dan etika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Disebut ideologi karena Pancasila itu rangkaian nilai yang disusun berdasarkan sistem berpikir, dan dari sistem berpikir itu kemudian diimplementasikan dalam dasar-dasar kehidupan politik, sosial, ekonomi, serta pertahanan dan keamanan (Sirait, 2008). Sebagai sistem berpikir, Soekarno mengajukan dalam Sidang BPUPK, dan selanjutnya disepakati secara bersama (common denominator) oleh peserta sidang (Latif, 2011). Kesepakatan itu kemudian disusun urutannya oleh PPKI, dan menjadi philosofische gronslag. Para pendiri bangsa sangat sadar bahwa pengalaman keterpurukan kehidupan akibat diskriminasi dan marjinalisasi sosial ekonomi dan sosial politik oleh pemerintah kolonial Belanda sangat melukai dan menyakitkan. Exploitation de l’homme par l’homme menjadi istilah kaum bergerakan untuk menjelaskan kepada khalayak bagaimana keserakahan manusia terhadap sesamanya (Haryono, 2013). Soekarno adalah tokoh sentral dalam memformulasikan philosofische gronslag, weltanschauung, dan leitstar bangsa yang diakui oleh pemimpin sidang BPUPK, Radjiman Widyodiningrat. Formulasi itu disusun Soekarno ketika dia mengamati dan mendialektika kehidupan masyarakat masa itu, baik di Jawa maupun di luar Jawa selama masa pembuangannya. Formulasi kemudian disempurnakan oleh PPKI menjadi urutan sila yang indah, bahkan tidak ada duanya di dunia ini, dan sila itu adalah: (1) Ketuhanan yang mahaesa, (2) Kemanusian yang adil dan beradab, (3) Pesatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesepakatan wakil-wakil komunitas bangsa tersebut di atas adalah perwujutan dari kesadaran mereka akan pentingnya pedoman berbangsa dan bernegara di masa mendatang. Bahkan Suseno (2007: 149) menyebutnya sebagai the fundamental ethical principle of the new Republic [of Indonesia]. Fondasi etika itu untuk mengindari mencuatnya persoalan kepentingan kelompok pada negara baru yang sedang berdiri yang membutuhkan penataan pemerintahan baik dalam bidang-bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pada sisi lain, fondasi etika harus menjadi dasar mental dan daya juang menghadapi zaman baru yang penuh tantangan mewujutkan Indonesia baru. Sumber Etika Fondasi etika dalam hubungan ini adalah berkaitan dengan ucapan Soekarno dalam sidang bahwa merdeka itu suatu political independence dengan berpijakan philosofische gronslag, weltanschauung, dan leitstar. Dalam pikiran Soekarno merdeka itu harus didasari prinsip kebangsaan (persatuan) yang bersanding dengan internasionalisme (kemanusiaan). Mengapa? Karena merdeka hanya dapat dicapai dengan persatuan tanpa melihat perbedaan, dan dalam persatuan mengutamakan prinsip kemanusiaan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai humanitarian, keadilan, dan pengentasan kemiskinan. Prinsip kemanusiaan itu sudah berakar dan membumi dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia berdasarkan pada ketuhanan dan musyawarah mufakat (demokrasi) sebagai dasar menyepakati gagasan suatu kelompok/warga masyarakat (Sunoto, 1981). Nusantara adalah kawasan pelayaran dan perdagangan, dan kawasan ini dikunjungi para pedagang dari Asia dan Eropa. Dengan wilayah antarpulau itulah dikembangkan peradaban maritim. Peradaban maritim itu mendorong mereka saling mengenal melalui kegiatan dagang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam waktu yang sama masyarakat sekitar Nusantara (Indocina), Cina, dan India turut serta melakukan kegiatan dagang (Nugroho, 2011). Meminjam pendapat Fritjof Capra interaksi antarpedagang di Nusantara, baik penganut agama Hindu-Budha maupun pedagang Muslim, secara perlahan-lahan justru membangun struktur masyarakat organik (Capra, 2014). Struktur masyarakat organik kala itu meliputi dua segi, yakni segi material dan spiritual. Pada aspek material, interaksi dagang antarmereka menunjukkan indikasi saling membutuhkan untuk mengembangkan kegiatan perekonomian. Sementara itu aspek spiritual antarmereka saling berelasi dan toleransi, serta saling memahami antarkeyakinan, sehingga terjadi konversi keagamaan dari Hindu- Budha menjadi Islam. Namun demikian proses interaksi dan relasi antarmereka itu kemudian menumbuhkan prinsip mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau kelompok (Capra, 2014). Kepentingan umum itu secara simbolik simplifikasi dari kebersamaan atau bersatu. Makna bersama atau bersatu itu sebuah bentuk kesadaran bahwa antarmereka itu sejatinya berbeda, baik segi pikiran, agama, maupun budaya. Dengan begitu antarmereka saling memahami terhadap gagasan yang dimilikinya, karena mereka memusyawarahkan gagasan-gagasan yang diletakkan untuk perbaikan lingkungan sosial demi kemaslahatan bersama. Dalam perspektif politik keberhasilan memufakati suatu gagasan menunjukkan individu yang duduk bermusyawarah itu mempunyai otoritas yang berdaulat (independece) yang tidak gampang didekte oleh orang lain ataupun kepentingan lain. Etika yang dapat dipetik dari paparan di atas menunjukkan adanya kesediaan individu menerima gagasan orang lain dalam perhelatan musyawarah itu. Hal ini menjadi etika fundamental yang sangat penting. Mengapa? Karena kesediaan individu melakukan musyawarah mufakat di dalamnya terkandung berbagai nilai, yakni nilai toleransi, persaudaraan, kerjasama, memuliakan hak dasar warga masyarakat, keadilan sosial, dan lain sebagainya. Fenomena ini bentuk keadaban Pancasila yang menjunjung persatuan, dan melestarikan simbol kebhinekaan. Soekarno penggali dan yang memformulasikan Pancasila dari living values (nilai kehidupan) masyarakat lokal Nusantara, serta menjadi leitstar (bintang penunjuk) itu karena kesadarannya bahwa gotongroyong adalah inti nilai kehidupan Nusantara. Di dalam gotongroyong itu terkandung nilai-nilai kehidupan