Newsletter PDA Bina-Qolbu Edisi Oktober 2014
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Newsletter PDA Bina-Qolbu Edisi Oktober 2014 MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN BENAR (TARTIL): Tartil = Standar Bacaan Al-Qur’an secara Benar KEWAJIBAN INDIVIDU (FARDHU ‘AIN) Hukum fardhu ‘ain (kewajiban individual) secara benar Ust. Ir. Muhammad Furqan Alfaruqiy merujuk kepada Al-Qur’an surah al-Muzzammil:4 berikut ini: Pengasuh Pusat Dakwah Al-Qur’an Bina Qolbu (PDA-BQ) Hukum Membaca Bacaan Al-Qur’an dengan Benar Artinya: “ atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur’an Seorang muslim yang baik senantiasa membaca Al- itu dengan perlahan-lahan .” Qur’an. Bukan saja karena wajib membacanya saat shalat 5 Dari ayat tersebut, kita mengenal satu istilah, yakni tartil , waktu, lebih dari itu karena mendatangkan banyak dengan redaksi kalimat perintah (fi’il amr). Pemahaman ter- keistimewaan (fadhilah) bagi pembaca dan pendengarnya. hadap makna kata inilah yang menentukan standar bacaan Al- Hadits Rasulullah Muhammad SAW antara lain menyebutkan: Qur’an yang memenuhi syarat yang dibenarkan secara syariah. bahwa seorang mukmin yang senantiasa membaca Al-Quran yang menurut ,( َرﺗﻞ ) Kata tartil berakar dari kata ratala bagaikan buah ‘utrujah (sejenis limau/jeruk): aromanya semerbak harum dan manis pula rasanya. Sedangkan mukmin pakar kosakata Al-Qur’an–Imam Raghib al-Isfahani–bermakna, yang jarang membaca Al-Qur’an bagaikan buah kurma, manis ‘menyusun sesuatu dengan rapi secara konsisten ( istiqamah )’. rasanya tapi tak mengeluarkan aroma harum bagi sekitarnya. Setelah berubah menjadi kata tartil , maknanya adalah ‘me- Ada lagi hadits sahih diriwayatkan oleh Imam Muslim, nyampaikan kalimat dari mulut dengan lancar dan konsisten’. yang mengatakan martabat/derajat suatu kaum ditentukan Para ahli qiraah Al-Qur’an juga mempunyai penjelasan oleh kualitas penguasaan mereka terhadap ilmu Al-Qur’an. tersendiri soal makna kata tartil . Misalnya, Ibnu Mujahid ن Tentu masih banyak hadits sahih lainnya terkait dengan mengatakan,” (Ta’anna fihi ),” yang artinya ‘Perlahan- keistimewaan orang yang dekat dengan Al-Qur’an. lahan serta perhatikan’. Sementara adh-Dhahhak mengatakan, ا ه Persoalannya adalah tak sedikit (atau kebanyakan?) “ (Inbidzhu harfan harfan ),” yang artinya kaum muslim dewasa ini belum/tidak menyadari pentingnya ‘Keluarkan huruf demi huruf’. Di antara keterangan mereka, standar bacaan Al-Qur’an yang benar. Padahal para ulama yang paling populer adalah yang dijelaskan oleh sahabat ‘Alī sepakat bahwa membaca Al-Qur’an merupakan ibadah RA, sebagaimana dikutip dalam kitab Thayyibah an-Nasyr fi mahdhah (ibadah ritual) dan tata cara pelaksanaannya harus Qirā’atil Asyr , karya Syekh Muhammad al-Jazarī), yakni: اوف و اف mengikuti contoh dari Rasulullah SAW (yang diajarkan oleh maksudnya, ‘Mentajwidkan huruf- Allah SWT melalui Malaikat Jibril ‘alaihissalam ). Karenanya, huruf dan mengetahui wuquf-wuquf (titik berhenti)’. membaca Al-Qur’an dengan benar sama pentingnya seperti Perlu juga dipahami, bahwa dari redaksi pada ayat di melakukan shalat, berpuasa dan berhaji dengan benar atas, kata “ rattil ” tersebut dikuatkan dengan kata sifat sebagaimana Rasulullah melakukannya. mashdar , yaitu kalimat “ tartila ” ( ) yang maksudnya Boleh jadi, tak sedikit pula kaum muslim yang sering ‘sebenar-benar tartil’. Kesimpulannya: membaca Al-Qur’an membaca Al-Qur’an tidak mengetahui kedudukan hukum wajib sesempurna mungkin, agar terjaga keasliannya membaca (tilawah) Kitabullah tersebut. Dalam kaitan dengan (sebagaimana Allah SWT ajarkan kepada Rasulullah SAW). hal ini, para ulama bersepakat bahwa memahami ilmu tajwid – Untuk memperoleh bacaan yang sedemikian rupa, Allah cabang ilmu Al-Qur’an yang mempelajari tata cara SWT juga telah menyiapkan, bersamaan dengan diturunkan- membacanya dengan benar dan ahli dalam hal ini – nya Al-Qur’an, suatu metode praktis dan dapat diikuti oleh merupakan fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Membaca semua kalangan, yakni Metode Talaqqi , dimana murid dan kalimat terakhir tersebut di atas jangan membuat pembaca guru bertemu langsung ( face to face ) untuk meniru bacaan Al- lega, karena seolah terlepas dari kesulitan mempelajarinya. Qur’an. Dengan demikian, tidak ada dalih bagi seorang Sebab, para ulama menambahkan penjelasan, memang muslim yang baik untuk tidak dapat membaca Al-Qur’an menjadi ahli ilmu t ajwid fardhu kifayah, namun membaca Al- secara tartil (benar), karena segala sesuatuyang terkait dengan Qur’an dengan benar merupakan fardhu ‘ain (kewajiban pencapaian standar bacaan tersebut juga Allah SWT individual), yang tak dapat diwakili orang lain. Di antara mudahkan. Pada gilirannya, keputusan dan pertanggung- berbagai kitab ilmu qira’ah dan/atau tajwid yang menjelaskan jawaban kualitas bacaan Al-Qur’an seseorang terpulang pada persoalan ini, salah satunya dikutip di bawah ini: pribadi masing-masing. Sebagai penutup, perlu direnungkan رب رئ آن وا آن “Memahami ilmu Tajwid serta mengetahui hukum-hukumnya hadits Rasulullah SAW, yakni: “ ( rubba adalah FARDHU KIFAYAH. Sedangkan mengamal-kannya qari lil-qur’an wal-qur’anu yal`nuhu ),” yang maksudnya, dalam membaca Al-Qur’ān adalah FARDHU ‘AIN bagi siapa “Banyak dari orang yang membaca Al-Qur’an sedang Al- saja yang membacanya. Dalil yang terkait dengannya Qur’an itu melaknatnya,” karenta bacaannya yang rusak, baik diperoleh dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW dan Ijma’ (para huruf, kalimat dan lain sebagainya. Wallahu A’lam. ulama).” (sumber: “ Taisīr ar-Rahmān Fi Tajwīd Al-Qur’ān ”, karya Dr. Suād ‘Abdul-Hamīd). Jakarta, 04 Oktober 2014. 1 KABAR GEMBIRA DARI PURWOREJO : KULIT MANGGIS KINI ADA TEH HERBALNYA Kami tiba di kota yang lebih populer disebut Projo itu Sabtu malam pertengahan September 2014 sekitar pukul 23.00, setelah 11 jam menempuh perjalanan dari Jakarta. Pengalaman pertama: janjian dengan tuan rumah, Pak Nendar, untuk bertemu di Alun-alun Purworejo. Begitu tiba di Kabupaten Projo, yang pertama kami cari adalah alun-alun dengan landmark menara masjid di dekatnya. Meski larut malam, mencarinya tak sulit. Alhamdulillah kami segera menemukannya, turun menyeruput wedang ronde dan kopi sambil melepas lelah, dan mengabarkan pada tuan rumah bahwa kami telah tiba; dengan harapan segera dijemput dan diantar ke penginapan untuk beristirahat. Sebagai pendatang Bedug Terbesar di Dunia yang meyakini peribahasa “ malu bertanya sesat di jalan ”, kami pun mengkonfirmasikan keakuratan lokasi yang dijanjikan Di siang hari, Ustadz Furqan berbagi pengalaman dan dengan bertanya kepada tukang parkir. Jawaban pak petugas ilmu mengenai pendidikan anak bersama jajaran guru Yayasan parkir saat itu singkat saja : “ Bapak bisa parkir di sini ”. Kami Pendidikan Ulul Albab Purworejo. Yayasan ini membawahi 6 anggap itu sebagai konfirmasi. Kami juga yakin sekali itu TKIT, 2 SDIT dan 1 SMPIT ( boarding ) di Purworejo. Sekitar 150 adalah alun-alun Purworejo karena tepat di depan warung orang guru hadir menyimak paparan motivasional Ustadz wedang yang kami singgahi terpampang nama PURWOREJO. Furqan dan aktif berinteraksi di dalamnya. Pada intinya Ustadz Alhasil kami menunggu dan terus menunggu, namun mengingatkan, anak kecil belajar dengan meniru. Karenanya pak Nendar tak kunjung tiba. Beberapa kali telepon pun tak sangat penting para guru memiliki karakter Qur’ani agar berhasil terhubung. Hingga akhirnya komunikasi tersambung, menjadi uswatun hasanah bagi para muridnya. Ba’da Ashar, dan pak Nendar yang juga ada di alun-alun Purworejo kami berkesempatan mengarungi bumi Purworejo yang bertanya-tanya dimanakah kami gerangan. Rupanya... ada dua melahirkan banyak pahlawan dan negarawan. alun-alun di sana... yang satu alun-alun kabupaten di Kutoarjo, Purworejo adalah tempat lahir Wage Rudolf Supratman; satu lagi alun-alun pusat kota Purworejo. Keduanya terpisah pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya. Beliau seorang jarak tempuh sekitar 15 menit perjalanan dengan mobil. muslim. Nama Rudolf disandangnya agar bisa belajar di Singkat kata, alhamdulillah akhirnya kami bertemu dengan sekolah Belanda. Lagu Indonesia Raya diciptakan tahun 1924. tuan rumah. Segera kami diantarkan ke penginapan di Saat itu sebuah tulisan di majalah Timbul menantang ahli-ahli belakang rumah dinas bupati. Penginapan kecil yang asri, musik tanah air menciptakan lagu kebangsaan untuk yang mengingatkan kami kepada sinetron losmen; suasananya Indonesia. Sebagai pemuda yang aktif dalam pergerakan, WR sangat mirip, hanya saja kurang Mang Udel bermain ukulele... Supratman hadir dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 di Keesokan paginya kami menunaikan shalat subuh di Jakarta. Saat itu ia berbisik kepada Ketua Kongres, Soegono Masjid Raya Purworejo di samping alun-alun. Masjid ini Dojopoespito agar diberi kesempatan memperdengarkan memiliki keunikan karena bedugnya adalah bedug terbesar di karyanya untuk Indonesia yaitu lagu Indonesia Raya. dunia. Diameternya hampir 2 meter, terbuat dari kayu utuh Soegondo mencermati lirik lagu tersebut dan tergerak hatinya tanpa sambungan! Bayangkan betapa besarnya pohonnya! untuk memperdengarkan kepada seluruh peserta kongres. Tak hanya itu, kulit bedugnya pun satu lembar utuh di tiap Namun Soegondo melihat situasi saat itu tidak ujungnya; jadi 2 ekor sapi besar berjasa mewakafkan kulit memungkinkan, karena Kongres dijaga oleh Polisi Hindia mereka untuk bedug yang dibuat di tahun 1854 itu! Belanda. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan Setelah sarapan pagi di penginapan, kami pun menuju (misalnya Kongres dibubarkan atau para peserta ditangkap), tempat pertemuan. Acara pertama dimulai pukul 10 berupa maka Sugondo secara elegan dan diplomatis mempersilakan pengajian rutin Selapanan yang