Kamus Sejarah Indonesia Nation Formation Jilid I

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Kamus Sejarah Indonesia Nation Formation Jilid I KAMUS SEJARAH INDONESIA NATION FORMATION JILID I KAMUS SEJARAH INDONOESIA NATION FORMATION JILID I KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 2017 KAMUS SEJARAH INDONOESIA JILID I NATION FORMATION PENGARAH Hilmar Farid (Direktur Jenderal Kebudayaan) Triana Wulandari (Direktur Sejarah) NARASUMBER Suharja, Amurwani Dwi Lestariningsih, Abdurahman, Didik Pradjoko EDITOR Susanto Zuhdi, Nursam PEMBACA UTAMA Taufik Abdullah PENULIS Dian Andika Winda, Dirga Fawakih, Ghamal Satya Mohammad, Saleh As’ad Djamhari, Teuku Reza Fadeli, Tirmizi TATA LETAK DAN GRAFIS M. Abduh, Kurniawan SEKRETARIAT DAN PRODUKSI Tirmizi, Isak Purba, Bariyo, Haryanto, Maemunah, Dwi Artiningsih Budi Harjo Sayoga, Esti Warastika, Martina Safitry, Dirga Fawakih PENERBIT Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta 10270 Tlp/Fax: 021-5725042017 ISBN 978-602-1289-76-1 KATA PENGANTAR DIREKTUR SEJARAH Kesulitan yang seringkali ditemukan guru sejarah dalam proses pembelajaran adalah munculnya istilah-istilah kesejarahan yang sulit dan tidak ditemukan penjelasannya dalam buku teks pelajaran sejarah. Ketiadaan penjelasan atau penjelasan yang tidak komprehensif dalam buku teks menjadi salah satu penghambat bagi guru dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, diperlukan buku kamus yang memuat daftar informasi kesejarahan yang dapat memudahkan guru khususnya dan umumnya masyarakat luas dalam mencari istilah-istilah sulit yang kerap ditemukan dalam pembelajaran sejarah. Berangkat dari permasalahan tersebut, Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggagas penyusunan kamus sejarah Indonesia. Penyusunan kamus ini bertujuan untuk memudahkan akses informasi kesejarahan sulit yang kerap muncul dalam teks-teks buku pelajaran sejarah, sehingga dapat menunjang kegiatan pembelajaran di dalam kelas khususnya. Kamus sejarah ini terdiri dari dua jilid buku, masing- masing jilid memuat informasi kesejarahan yang meliputi nama tokoh, peristiwa dan istilah yang disusun secara alfabetis, ringkas dan padat. Jilid I memuat daftar informasi kesejarahan pada kurun waktu 1900 – 1950, yakni pada masa pembentukan negara (nation formation). Jilid II memuat daftar informasi kesejarahan pada kurun waktu 1951 – 1998, yakni pada masa pembangunan negara (nation building). Dengan buku ini guru sejarah khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya diharapkan dapat mengakses berbagai informasi kesejarahan dengan mudah, cepat dan tepat. Selain itu, buku ini berperan sebagai pintu gerbang penyaji informasi awal dalam memahami sejarah Indonesia. Penyusunan buku ini tidak lepas dari berbagai kesilapan. Oleh karena itu, saran dan masukan dari para pembaca sangat membantu dalam proses penulisan yang lebih baik kedepannya. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh elemen yang terlibat dalam penyusunan kamus sejarah Indonesia Jilid I dan II ini. Kepada tim penulis, tim editor dan tim sekretariat yang tidak lelah dalam menyajikan penulisan sejarah yang baik. Kami berharap buku ini dapat memudahkan para guru sejarah dalam peroses pembelajaran di sekolah. Dan lebih luas lagi, kami berharap buku ini bermanfaat bagi masyarakat luas sebagai bahan acuan awal dalam mempelajari sejarah Indonesia. Direktur Sejarah Triana Wulandari KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru saja naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan parlemen Belanda bahwa pemerintah kolonial Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi terhadap bangsa bumiputera di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina mengejawantahkan panggilan moral tersebut ke dalam kebijakan politik etis yang kemudian diwujudkan dalam program Trias van Deventer yang meliputi irigasi, imigrasi dan edukasi. Selama masa pembentukan dan pembangunan bangsa, muncul banyak tokoh bangsa yang berjasa besar dalam mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Berbagai peristiwa besar dilewati oleh bangsa yang sedang menjajaki kemapanannya. Hal inilah yang bukan saja penting untuk diingat, tapi juga penting untuk dicatat dalam historiografi nasional, agar kemudian generasi masa kini dan akan datang memahami bahwa bangsa ini dibentuk dan dibangun tidak secara serta merta, namun dengan pengorbanan panjang yang menguras tenaga, pikiran dan materi. Oleh karena itu, pemahaman terhadap sejarah bangsa berperan penting sebagai pemantik tumbuhnya kesadaran nasional yang akan terwujud dalam sikap cinta tanah air. Penyusunan dua jilid kamus ini bukan saja sebagai upaya pengarsipan sejarah nasional, namun lebih dari itu, dengan kamus ini diharapkan guru, siswa dan masayarakat luas dapat memetik pelajaran dari sejarah perjalanan bangsa yang pada akhirnya berimplikasi pada terbentuknya generasi yang tidak hanya cerdas tapi juga berkarakter. Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DIREKTUR SEJARAH .............................. i KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN .... iv DAFTAR ISI .......................................................................... vii A .......................................................................................... 1 B .......................................................................................... 30 C .......................................................................................... 42 D .......................................................................................... 50 E .......................................................................................... 70 F .......................................................................................... 73 G .......................................................................................... 75 H .......................................................................................... 84 I ........................................................................................... 90 J ........................................................................................... 105 K .......................................................................................... 109 L .......................................................................................... 131 M ......................................................................................... 136 N .......................................................................................... 157 O.......................................................................................... 165 P,Q ...................................................................................... 167 R .......................................................................................... 231 S .......................................................................................... 247 T .......................................................................................... 313 U .......................................................................................... 327 V .......................................................................................... 327 W, X ..................................................................................... 330 Y .......................................................................................... 334 Z .......................................................................................... 334 DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 339 NATION FORMATION (1900-1950) -A- A. M. Sangadji. Perintis dan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Lahir di Rohomoni, Pulau Haruku, Maluku, berasal dari keluarga Sangaji Hatuhaha. Sangaji merupakan gelar untuk wakil Kesultanan Ternate pada masanya di Pulau Haruku. A.M. Sangaji, lebih dikenal dengan sebutan “Jago Tua,” hal ini tertulis di beberapa surat kabar ibu kota Republik, Yogyakarta. Belanda dan Jepang menyebut A.M Sangadji sebagai Pemimpin Tua. Abdul Kahar Muzakkar. Seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia berpangkat Letnan Kolonel yang terkemuka pada masa Revolusi. Karena kekecewaannya terhadap pemerintahan Sukarno, pada 1951, ia memimpin gerakan pemberontakan Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Sulawesi Selatan. Pada Januari 1952, Kahar menghubungi Kartosoewirjo dan secara resmi menjadikan pemberontakannya sebagai bagian dari gerakan Darul Islam yang kala itu sedang bergolak di Jawa Barat. Dampak pemberontakan Kahar menyebar sampai dataran tinggi Toraja, Sulawesi Selatan. Kahar lahir di Luwu, Sulawesi Selatan pada 24 Maret 1921. Pada 3 Februari, ia dinyatakan tewas tertembak dalam Oprasi Tuntas yang dilakukan oleh Satuan Siliwangi 330. 1 KAMUS SEJARAH INDONESIA JILID I Abdul Latief Hendraningrat. Seorang prajurit Peta berpangkat Sudanco (komandan kompi). Ia adalah pengerek bendera Sang Saka Merah Putih pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada 17 Agustus 1945. Abdul Latief Hendraningrat berpangkat Chudancho (Komandan Kompi) PETA. Abdul Latief Hendraningrat, bersama Shodancho (Komandan Peleton) Singgih, berperan membantu para pemuda meyakinkan Sukarno dan Hatta agar Indonesia segera merdeka. Shodancho Singgih dan kawan-kawan membawa Sukarno dan Hatta salah satu Markas PETA di Rengasdengklok, untuk berunding dengan kesepakatan akhir atas nama bangsa Indonesia membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 di kediaman Sukarno. Chudancho Abdul Latief Hendraningrat segera memerintahkan pasukannya untuk bersiaga di sekeliling rumah Sukarno agar pembacaan Proklamasi dapat berjalan lancar dan tidak diganggu
Recommended publications
  • Surrealist Painting in Yogyakarta Martinus Dwi Marianto University of Wollongong
    University of Wollongong Research Online University of Wollongong Thesis Collection University of Wollongong Thesis Collections 1995 Surrealist painting in Yogyakarta Martinus Dwi Marianto University of Wollongong Recommended Citation Marianto, Martinus Dwi, Surrealist painting in Yogyakarta, Doctor of Philosophy thesis, Faculty of Creative Arts, University of Wollongong, 1995. http://ro.uow.edu.au/theses/1757 Research Online is the open access institutional repository for the University of Wollongong. For further information contact the UOW Library: [email protected] SURREALIST PAINTING IN YOGYAKARTA A thesis submitted in fulfilment of the requirements for the award of the degree DOCTOR OF PHILOSOPHY from UNIVERSITY OF WOLLONGONG by MARTINUS DWI MARIANTO B.F.A (STSRI 'ASRT, Yogyakarta) M.F.A. (Rhode Island School of Design, USA) FACULTY OF CREATIVE ARTS 1995 CERTIFICATION I certify that this work has not been submitted for a degree to any other university or institution and, to the best of my knowledge and belief, contains no material previously published or written by any other person, except where due reference has been made in the text. Martinus Dwi Marianto July 1995 ABSTRACT Surrealist painting flourished in Yogyakarta around the middle of the 1980s to early 1990s. It became popular amongst art students in Yogyakarta, and formed a significant style of painting which generally is characterised by the use of casual juxtapositions of disparate ideas and subjects resulting in absurd, startling, and sometimes disturbing images. In this thesis, Yogyakartan Surrealism is seen as the expression in painting of various social, cultural, and economic developments taking place rapidly and simultaneously in Yogyakarta's urban landscape.
    [Show full text]
  • Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History
    Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Emile Schwidder & Eef Vermeij (eds) Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Emile Schwidder Eef Vermeij (eds) Guide to the Asian Collections at the International Institute of Social History Stichting beheer IISG Amsterdam 2012 2012 Stichting beheer IISG, Amsterdam. Creative Commons License: The texts in this guide are licensed under the terms of the Creative Commons Attribution-Noncommercial 3.0 license. This means, everyone is free to use, share, or remix the pages so licensed, under certain conditions. The conditions are: you must attribute the International Institute of Social History for the used material and mention the source url. You may not use it for commercial purposes. Exceptions: All audiovisual material. Use is subjected to copyright law. Typesetting: Eef Vermeij All photos & illustrations from the Collections of IISH. Photos on front/backcover, page 6, 20, 94, 120, 92, 139, 185 by Eef Vermeij. Coverphoto: Informal labour in the streets of Bangkok (2011). Contents Introduction 7 Survey of the Asian archives and collections at the IISH 1. Persons 19 2. Organizations 93 3. Documentation Collections 171 4. Image and Sound Section 177 Index 203 Office of the Socialist Party (Lahore, Pakistan) GUIDE TO THE ASIAN COLLECTIONS AT THE IISH / 7 Introduction Which Asian collections are at the International Institute of Social History (IISH) in Amsterdam? This guide offers a preliminary answer to that question. It presents a rough survey of all collections with a substantial Asian interest and aims to direct researchers toward historical material on Asia, both in ostensibly Asian collections and in many others.
    [Show full text]
  • 461114 1 En Bookbackmatter 209..247
    Conclusion: Convergent Paths In November 1945, the President of the Republic of Vietnam, Hồ Chí Minh, sent a letter addressed to ‘the President of the Republic of Indonesia’, proposing that a joint declaration of solidarity to be made by Indonesia and Vietnam in the form of a ‘Preparatory Commission Struggling for a Federation of the Free Peoples of Southern Asia’. The letter, entrusted to an American journalist named Harold Isaacs, did not reach President Soekarno.1 It was handed to Vice-President Mohammad Hatta, who then passed it on to Prime Minister Sutan Sjahrir. Sjahrir discussed the offer with Soedjatmoko Koko, the interpreter to foreign correspon- dents of the Republican government, but told him that he would not reply and preferred just to ignore the letter. Sjahrir indifference sprang from his conviction that the situation in Indonesia and Vietnam were very different. The Indonesian nationalists were up against the Dutch, who were ‘a weak colonial power and could be defeated quickly.’ Hồ Chí Minh had to contend with the French, who could and would resist him for a long time. Furthermore, he looked askance at the fact that the DRV government depended on support from the communists, which was not the case in Indonesia. In conclusion, Sjahrir argued, ‘If we ally ourselves with Hồ Chí Minh, we shall weaken ourselves and delay Independence.’2 The story of the missed opportunity for cooperation between Vietnam and Indonesia3 as a result of Sjahrir’s ‘betrayal of the greater Asian revolution’,as 1Harold Robert Isaacs is the author of No Peace for Asia, which has been cited widely in this dissertation.
    [Show full text]
  • Uva-DARE (Digital Academic Repository)
    UvA-DARE (Digital Academic Repository) Behind the Banner of Unity: Nationalism and anticolonialism among Indonesian students in Europe, 1917-1931 Stutje, K. Publication date 2016 Document Version Final published version Link to publication Citation for published version (APA): Stutje, K. (2016). Behind the Banner of Unity: Nationalism and anticolonialism among Indonesian students in Europe, 1917-1931. General rights It is not permitted to download or to forward/distribute the text or part of it without the consent of the author(s) and/or copyright holder(s), other than for strictly personal, individual use, unless the work is under an open content license (like Creative Commons). Disclaimer/Complaints regulations If you believe that digital publication of certain material infringes any of your rights or (privacy) interests, please let the Library know, stating your reasons. In case of a legitimate complaint, the Library will make the material inaccessible and/or remove it from the website. Please Ask the Library: https://uba.uva.nl/en/contact, or a letter to: Library of the University of Amsterdam, Secretariat, Singel 425, 1012 WP Amsterdam, The Netherlands. You will be contacted as soon as possible. UvA-DARE is a service provided by the library of the University of Amsterdam (https://dare.uva.nl) Download date:23 Sep 2021 Chapter 4 Nationalising a revolt, globalising a struggle Hatta and Semaoen in Brussels This chapter discusses the breakthrough of Indonesians at the international stage: their appearance at the Kongress gegen Imperialismus in Brussels 1927. This breakthrough was long pursued by the students, but external developments in the Dutch Indies and in the international communist world were decisive catalysts.
    [Show full text]
  • Magical Rule of 3
    THE POWERFUL, INSPIRATIONAL, MAGICAL RULE OF 3 “We hold these truths to be self-evident. That all men are created equal, that they are endowed by their creator with certain unalienable rights. That among these are life, liberty, and the pursuit of happiness.” This phrase—“life, liberty and the pursuit of happiness”—remains timeless in large part because it’s so simple. It’s as poetic as it is impactful. It was so influential, in fact, that it inspired France to pursue its own freedom and adopt the nationalistic slogan: “life, equality, fraternity.” Both phrases draw on a classical rhetorical technique, developed centuries ago by the Ancient Greeks, which said that words or phrases delivered in threes are inherently easy to remember. This is in part due to the fact that three is the smallest number that can create rhythm as well as a pattern. Jefferson and the French relied used a hendiatris, a figure of speech THE MIDDLE where three successive words are used to express a single central idea. Used as a slogan or motto, this is known as a tripartite motto. There are • Move it along. countless examples all around us that use this technique: • Leave things out. Do not explain everything. • “The Few, The Proud, the Marines.” U.S. Marine’s advertising slogan • Use rhetorical devices. Examples include compare & contrast, self- • “Stop, Look and Listen” – public safety phrase deprecating humor, callbacks, similes, and metaphors. • “The Good, the Bad and the Ugly” – Hollywood film THE END • “Government of the people, by the people, for the people” – • Say it again in as few lines as you can.
    [Show full text]
  • Adln-Perpustakaan Universitas Airlangga
    ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI PARTAI SYARIKAT ISLAM... DENI HARYANTO ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI PARTAI SYARIKAT I SLAM INDONESIA: PERG ULATAN POLITIK MENUJ U PEM ILU 1955 di SURABAYA (1950-1955) Oleh: Deni Haryan to 121114002 PROGRAM STUDI ILMU SEJ ARAH FAKULT AS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRL ANGGA 2016 SKRIPSI PARTAI SYARIKAT ISLAM... DENI HARYANTO ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI PARTAI SYARIKAT ISLAM... DENI HARYANTO ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PARTAI SYARIKAT ISLAM INDONESIA: PERGULATAN POLITIK MENUJU PEMILU 1955 DI SURABAYA (1950-1955) SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Disusun Oleh; Deni Haryanto NIM. 121114002 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016 iii SKRIPSI PARTAI SYARIKAT ISLAM... DENI HARYANTO ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI PARTAI SYARIKAT ISLAM... DENI HARYANTO ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI PARTAI SYARIKAT ISLAM... DENI HARYANTO ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA HALAMAN MOTTO Cobaan ini datang dari Allah. Jika tidak memilih menanggung cobaan ini, kita tidak berhak disebut Ghazi. Kita akan sangat malu berdiri di hadapan Allah pada hari pengadilan kelak. (Fatih Sultan Mehmet) vi SKRIPSI PARTAI SYARIKAT ISLAM... DENI HARYANTO ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada : Allah SWT, Orang Tuaku, Adikku dan semua orang-orang yang kusayangi dan kucintai
    [Show full text]
  • Figurative Language in Amir Hamzah's Poems
    Novia Khairunnisa, I Wy Dirgeyasa, Citra Anggia Putri Linguistica Vol. 09, No. 01, March 2020, (258-266) FIGURATIVE LANGUAGE IN AMIR HAMZAH’S POEMS 1 2 3 NOVIA KHAIRUNISA . I WY DIRGEYASA , CITRA ANGGIA PUTRI 123 UNIVERSITAS NEGERI MEDAN Abstract This study dealt with figurative language in Amir Hamzah’s selected poems. The objective of this study were to investigate the types of figurative language found in Amir Hamzah’s selected poems and to find out the literal meaning of figurative language found. This study was conducted by using qualitative method to solve the problems. The data of this study were phrases and sentences contained figurative language in the poems. The sources of data were six poems poems which had multiple series taken from Amir Hamzah’s Poetry Anthology of Buah Rindu. The data were selected by using random sampling technique. For collecting the data, this study used documentary technique, and the instruments of data were documentary sheets. The data were analyzed by using descriptive qualitative method. The findings of this study are there twenty two figurative languages found as follows, three figurative language of metaphor (13.63%), seven figurative language of hyperbole (31.81%), five figurative language of personification (22.72%) and seven figurative language of simile (31.83%). The literal meaning of figurative language found in Amir Hamzah’s poems were basically was about the love story of Amir himself and also talking about his longing to his mother. Keywords : Figurative Language, Figure of Speech, Poem INTRODUCTION Poem is a literary work in patterned language. It can also be said as the art of rhythmical composition.
    [Show full text]
  • Perlawanan Ulama Minangkabau Terhadap Kebijakan Kolonial Di Bidang Pendidikan Awal Abad Xx
    PERLAWANAN ULAMA MINANGKABAU TERHADAP KEBIJAKAN KOLONIAL DI BIDANG PENDIDIKAN AWAL ABAD XX Erman (Dosen Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol. Email: [email protected]) Abstract The resistance of Minangkabau’s scholars against colonial policy of education in the early of 20th century started from a scientific study has revealed that the pre-conditions that led to the birth of the movement is the penetration of the colonial government against the people in this area and plan the implementation of policies in the field of education, namely Ordinance 1928 and teachers’ Ordinance in 1932. This historical experience was seen by scholars Minangkabau might impede the freedom and the rights to broadcast the Islamic religion. Various reactions appeared and Islamic ideology seems to be the main driving to oppose colonial rule related teachers’ ordinancy and illegal schools. The spirit of nationalism that was born at the beginning of the 20th century were also encouraged scholars to take the fight against the colonial policy. In line with this goal, the scholars utilizing the network that has been built on Islamic educational institutions in the past to build a resource (strength) and then to form a committee as institutional resistance. Resistance itself they did in the form of protests by the general meeting of Minangkabau’s scholars and then proceed with the delivery of vote of no confidence to the colonial government. The resistance impacted the emerging alliance of young and old scholars, the birth of a radical political party in Minangkabau and the pressure of the colonial government Key Words: Resistance, Minangkabau’s Ulema, Colonial, Education PENDAHULUAN oleh Audrey Kahin sebagai refleksi munculnya pergerakan nasionalisme dan anti-kolonial Pada permulaan abad ke-20, Minangkabau pertama di Minangkabau.
    [Show full text]
  • Download (883Kb)
    72 BAB IV JALAN BERFIKIR H. M. MISBACH DALAM MENERIMA KOMUNISME Bagaimana H. M. Misbach dapat menerima Komunisme sedang ia sendiri adalah seorang yang memegang kuat Islam? Ini merupakan pertanyaan yang penting dalam mengkaji pemikiran H. M. Misbach tentang relevansi Komunisme dan Islam. Secara umum, untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita perlu mengetahui bagaimana pergumulan nilai-nilai Islam dalam diri H. M. Misbach ketika berinteraksi dengan ajaran Komunisme dalam ruang lingkup sosial-politik yang dihadapi. Pergumulan itu akan melahirkan makna-makna tersendiri dalam diri H. M. Misbach sehingga mendorongnya mengatakan bahwa Komunisme itu relevan dengan Islam. Untuk melihat pergumulan tersebut, teori interaksionisme simbolik akan dapat membantu melihat jalan berfikir H. M. Misbach dalam menerima Komunisme. Dalam teori interaksionisme simbolik disebutkan bahwa individu akan merespon lingkungan baik obyek fisik (benda) maupun obyek sosial (perilaku manusia) berdasarkan media-media yang ada. Dengan demikian akan terbentuk makna atas respon tersebut, dan tentu makna yang diinterpretasikan oleh individu itu dapat 100 berubah sejalan perubahan situasi yang terjadi selama interaksi terjadi. Jika ini digunakan untuk melihat H. M. Misbach, maka sebenarnya H. M. Misbach mencoba merespon keadaan umat Islam dan masyarakat tertindas di Hindia Belanda secara umum, dan secara khusus di sekitar wilayah Kasunanan Kartasura saat itu. H. M. 100 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi(Bandung: Rosda Karya, 2004), 199. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 73 Misbach juga merespon obyek-obyek sosial lain seperti keberadaan SI Tjokroaminoto dan teman-temannya di SI, keberadaan Muhammadiyah, keberadaan golongan- golongan radikal sebelum adanya ISDV/PKI seperti Mas Marco Kartodikromo dengan Indlandsche Journalisten Bond (IJB), dr.
    [Show full text]
  • Understanding Principal Values of Minangkabau's Outmigration In
    REVIEW OF INTERNATIONAL GEOGRAPHICAL EDUCATION ISSN: 2146-0353 ● © RIGEO ● 11(4), WINTER, 2021 www.rigeo.org Research Article Understanding Principal Values of Minangkabau’s Outmigration in Indonesia Misnal Munir1 Moses Glorino Rumambo Pandin2 Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia [email protected] [email protected] 1Corresponding Author: E-mail: [email protected] Abstract Outmigration is a unique characteristic of the Minangkabau people who can be found in almost all regions of Indonesia. Historically, the Minangkabau migrants have coexisted peacefully with local communities in which they settle, and there is no record of conflict between the Minangkabau migrants and local inhabitants. This study attempted to determine the values espoused by this nomadic community. The study was grounded in literature study approach of philosophical hermeneutics and utilized methodical elements, such as description, induction deduction, synthesis analysis, and heuristics. The study also applied observation, and interviews with the Minangkabau migrants. The findings revealed that the culture of this ethnic group explicitly encourages young people to venture abroad. The ethical values that form the basis of the outmigration’s of the Minangkabau community are affirmed by the adat (local) proverbs that prescribe strong work ethics, mutual respect, and an understanding of the local culture to which they outmigrate. Keywords outmigration, principle, outmigration-values, Minangkabau To cite this article: Munir, M; Pandin, M, G, R. (2021) Understanding Principal Values of Minangkabau’s Outmigration In Indonesia. Review of International Geographical Education (RIGEO), 11(4), 127-137. doi: 10.48047/rigeo.11.04.10 Submitted: 02-02-2021 ● Revised: 16-04-2021 ● Accepted: 26-05-2021 © RIGEO ● Review of International Geographical Education 11(4), WINTER, 2021 Introduction The cultural traditions of the Minangkabau people are rich in values derived from indigenous wisdom.
    [Show full text]
  • Oleh: FLORENTINUS RECKYADO
    PRINSIP-PRINSIP KEMANUSIAAN RERUM NOVARUM DALAM PERPEKTIF PANCASILA SKRIPSI SARJANA STRATA SATU (S-1) Oleh: FLORENTINUS RECKYADO 142805 SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN WIDYA YUWANA MADIUN 2021 PRINSIP-PRINSIP KEMANUSIAAN RERUM NOVARUM DALAM PERPEKTIF PANCASILA SKRIPSI Diajukan kepada Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Widya Yuwana Madiun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Oleh: FLORENTINUS RECKYADO 142805 SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN WIDYA YUWANA MADIUN 2021 PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Florentinus ReckYado NPM :142805 Programstudi : Ilmu Pendidikan Teologi Jenjang Studi : Strata Satu Judul skripsi : Prinsip-Prirsip Kemanusiaan Rerum Novarum ' Dalam Perpektif Pancasila Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini adalah mumi merupakan gagasan, mmusan dan penelitian saya sendiri tanpa ada bantuan pihak lain kecuali bimbingan dan arahan dosen pembimbing. 2. Skripsi ini belum pemah diajukan untuk mendapat gelat akademik apapun di STKIP Widya Yuwana Madiun maupun di perguruan tinggi lain- 3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan mencantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan menyebutkan nama pengamng dan mencantumkan dalam daftar pust*a. Demikianlah pemyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terbukti pemyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencbutan gelar yang telah diberikan melalui karya tulis ini se(a sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini. Madi !.fl... hs :!.t.1:'. t 74Y\ lvtETERAl TEMPEL DAJX198738966 Florentinus Reckyado 142805 HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi dengan judul "Prinsip-Prinsip Kemanusiaan Rerum Novarum Dalam Perpektif Pancasila", yang ditulis oleh Florentinus Reckyado telah diterima dan disetujui untuk diqji pada tanggal tA 3u\i eo3\ Oleh: Pembimbing Dr.
    [Show full text]
  • Oleh : SUCIYANI
    DISKURSUS TOKOH ISLAM DALAM PERUMUSAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA Oleh : SUCIYANI, S.H.I NIM : 1420311069 TESIS Diajukan Kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Sosial Program Studi Hukum Islam Kosentrasi Studi Politik dan Pemerintahan Islam YOGYAKARTA 2017 ABSTRAK Tesis ini menganalisis Tokoh nasionalis yang dianggap tidak mewakili umat Islam dalam perumusan Pancasila sebagai ideologi negara. Pengkatagorian dominasi kekuasaan dan pemikiran menjadi permasalahan di kalangan umat Islam. Dari permasalahan ini saya mengambil kajian mengenai diskursus tokoh Islam dalam perumusan Pancasila sebagai ideologi negara. Tujuan dari tesis ini untuk meneliti diskursus para tokoh Islam dalam perumusan Pancasila, seperti ide dan konsep serta korelasinya dengan kekuasaan dan politik saat itu. Studi ini lebih menekankan pada sebab dan akar masalah adanya penggolongan nasionalis Islam dan nasionalis sekuler. Teori yang digunakan dalam menganalisis permasalahan diatas dengan teori diskursus Michel Foucault dan dilanjutkan teori paradigma karakteristik pemikiran Islam. Kedua teori tersebut menjadi alat untuk memcari fakta dibalik diskursus tokoh Islam dengan menggunakan pendekatan sejarah. Melalui studi kepustakaan dengan menelaah tulisan-tulisan karya tokoh Islam yang terlibat dalam perumusan Pancasila. Penelitian ini hanya mengambil dua tokoh Islam sebagai fokus kajian. Dua Tokoh besar inilah yang menjadi kunci penentuan Pancasilayaitu KH. Abdul Wahid Hasyim dan Ki Bagus Hadikusumo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wacana keterlibatan tokoh Islam dalam perumusan Pancasila merupakan dampak dari kekuasaan. Tokoh Islam mempunyai budaya berperan dibalik layar, karena konsep dikotomi budaya Islam di Indonesia. Keislaman dipandang sebagai Pengetahuan daripada kekuasaan atau politik. Pokok permasalahannya adalah diskursus, yang mana penyebutan golongan nasionalis sekuler dan nasionalis Islam berada pada ide bukan kekuasaan.
    [Show full text]