ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021

Sumatra Thawalib Padang Panjang dan Masuknya Paham Komunis Pada Tahun 1923

Syaiful Hanafi1(*), Etmi Hardi2 1,2Pendidikan Sejarah, FIS Universitas Negeri Padang *[email protected]

Abstrak

Sumatra Thawalib Padang Panjang and the entry of communist ideology in 1923. The purpose of this study was to describe how Sumatra Thawalib Padang Panjang as a modern Islamic school got into communist ideology. This research is a qualitative descriptive study using historical research methods. The initial steps of this research are heuristics, source criticism, analysis, interpretation and historiography. The results of this research are Sumatra Thawalib, which is a modern Islamic school and also a center for reform of Islamic education. It has created alumni and students who are not only studying religion but also other sciences such as social and natural sciences. In 1922, Sumatran student Thawalib Padang Panjang began to show interest in political movements. And in early 1923 Haji Datuk Batuah who was a young teacher there brought a new understanding to Sumatra Thawalib, namely communism. Although it took less than a year to spread the communist ideology, its impact was already felt inside and outside Sumatra Thawalib itself. Keywords: Sumatra Thawalib Padang Panjang, communist

Abstrak

Sumatra Thawalib Padang Panjang Dan Masuknya Paham Komunis Pada Tahun 1923. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaiamana Sumatra Thawalib Padang Panjang sebagai sekolah modern Islam dapat kemasukan paham komunis. Penelitian ini termasuk deskriftif kualitatif dengan menggunakan metode penelitian sejarah. Langkah awal penelitian ini yaitu heuristic, kritik sumber, analisis, interpretasi dan historiografi. Hasil dari penelitian ini yaitu Sumatra Thawalib yang merupakan sekolah modern Islam dan juga pusat pembaharuan pendidikan Islam telah menciptakan para alumni dan pelajar-pelajar yang tidak hanya mempelajari ilmu agama tapi juga ilmu lainnya seperti ilmu sosial dan ilmu alam. Pada tahun 1922 mulai muncul ketertarikan pelajar Sumatra Thawalib Padang Panjang dengan pergerakan politik. Dan pada awal tahun 1923 Haji Datuk Batuah yang merupakan guru muda disana membawa paham baru kedalam Sumatra Thawalib yaitu komunis. Meskipun tidak sampai setahun menyebarkan paham komunis tersebut, namun dampaknya sudah sangat terasa di dalam maupun di luar Sumatra Thawalib sendiri. Kata Kunci: Sumatra Thawalib Padang Panjang, komunis

PENDAHULUAN Komunis, adalah sebuah kata yang mulai populer digunakan di Prancis pada tahun 1830. Ideologi komunis memiliki beberapa prinsip yaitu, pertama yang dimaksud dengan ideologi komunisme ialah sistem sosial, poilitik, ekonomi dan kebudayaan berdasarkan ajaraan Marxisme dan Leninisme. Kedua ideology komunisme yang berasal dari pikiran Marx memberikan ekspresi harapan. Filasafat Marx yang komunis telah menyadarkan 309 ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021 penyelamatan sosial. Ketiga ideologi komunis membuat orang yang menganutnya percaya bahwa historical materialis, dan memandang soal-soal spiritual hanya sebagai efek samping hakikat perkemebangan meteri termasuk ekonomi. Menurut Marx agama hanya disebabkan karena adanya perbedaan kelas sosial (Nur Sayyid Santoso Kristeva, 2010, hlm. 50). Komunis bagi para penganut ideologinya cenderung membawa kearah ateis dan bisa dibilang bisa mengarah kepada manusia yang memusuhi agama. Marx sendiri mengambarkan kebenciannya terhadap agama dalam ungkapannya yang terkenal yaitu, “Religion is the opium of the masses” yang artinya agama adalah candu masyarakat (Muhammad Yakub Mubarok, 2017, hlm. 46). Komunis di Indonesia di bawa oleh tokoh yang bernama Hendricus Josephus Fransiscus Maria Sneevliet atau yang dikenal dengan Henk Sneevliet. Ia adalah mantan ketua Gerakan Buruh Nasional dari Belanda. Pada tahun 1913 datang ke Semarang. Di Semarang Sneevliet masuk dan mempengaruhi organisasi Buruh Kereta Api atau VSTP (Vereniging van Spoor-en Tramwegpersoneel). Pada tahun 1914 VSTP menjadi salah satu alat propaganda faham Marxis di Indonesia melalui surat kabar nya De Volharding (keyakinan). Dan pada tahun itu juga Sneevliet mendirikan organisasi Marxis yaitu ISDV (Indische Social Democratische Vereniging) yang berpusat di Semarang. ISDV pada tahun 1916 berhasil memasuki SI dan mempengaruhi para anggota nya terutama SI cabang Semarang. Dan pada tahun 1920 SI terpecah menjadi SI Merah dan SI Putih (Yunani Hasan, 2014, hlm. 7). Berkembanganya ISDV di dalam tubuh SI juga dipengaruhi oleh tokoh yang bernama Semaoen yang pindah ke Semarang pada tahun 1916 (Angghi Novita, 2015, hlm. 2). Perkembangan komunis tidak hanya di pulau Jawa namun juga merambah ke pulau Sumatra. Di kota Padang, pada tahun 1923 komunis dibawa oleh tokoh yang bernama Magas. Magas pernah menetap di Jawa dan di sanalah ia mendapatkan pengaruh dari tokoh-tokoh komunis yang ada disana. Namun pergerakan komunis di Padang masih belum menujukan perkembangan yang pesat, karena paham komunis yang dibawa oleh Magas ini masih menunjukan sifat aslinya yaitu bertentangan dengan agama. Dan arah cabang komunis di Padang ini masih berpatokan kepada pihak komunis internasioanl atau komintern (Mestika Zed, 2004). Padang Panjang merupakan kota kecil dengan udara sejuk di dekat lembah Anai, yang pada tahun 1920 memiliki lebih kurang sekitar delapan ribu penduduk. Pada masa colonial, Padang Panjang dikenal sebagai gerbang masuk kedaerah pedalam Sumatra oleh pemerintah kolonial yaitu dari Sumatra’s Westkust atau pantai barat pulau Sumatra. Karena itu, kota Padang Panjang menjadi tempat persingahan dari para pedangan, dan munculnya pengaruh ide-ide seperti politik, agama dan pendidikan (Audrey Kahin, 1996, hlm.22). Kajian terdahulu yang kesamaan dengan peneliti teliti yaitu dari, Samsuri yang berjudul Komunisme Dalam Pergumulan Wacana Ideologi Masyumi dalam jurnal ini mengkaji mengenai, hubungan antara Islam dan komunisme di Indonesia yang dapat dipelajari dari perjuangan politik ideologi Masyumi dan PKI (Partai Komunis Indonesia) di era demokrasi Parlementer (Samsuri, 2001, hlm. 99). Selanjutnya dari Mardiyah di dalam skripsinya yang berjudul Ulama dan Pergerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Banten

310 ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021

Abad Ke 20. Mardiyah dalam penelitiannya melihat bagaimana ulama bergabung dengan PKI yang secara jelas memiliki ideologi yang bersebrangan, dan memfokuskan motif dari para ulama di Banten bergabung dengan PKI. Dan bagaimana para ulama Banten menggunakan PKI sebagai alat dalam memperjuangkan kemerdekaan melawan pemerintah colonial (Mardiyah, 2017, hlm. 1). Selanjutnya dari Abdul Fadhil dengan penelitiannya yang berjudul Transformasi Pendidikan Islam di Minangkabau, dalam penelitiannya mengkaji mengenai bagaiaman perubahan pendidikan Islam di Minangkabau yang dulunya di dan dulunya hanya tempat menginap anak-anak bujang Minang berubah menjadi tempat pengajaran dan pengembangan Islam, sebagai tempat sholat dan upacara agama lainnya. Dan semenjak adanya gerakan modernisasi Islam surau akhirnya kembang dan tumbuh menjadi lemabaga pendidikan Islam modern (Abdul Fadhil, 2007, hlm. 42).

METODELOGI PENELITIAN Dalam penelitian Sumatra Thawalib Padang Panjang dan Masuknya Paham Komunis pada Tahun 1923 ini, menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empa tahap yaitu, heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi atau penulisan. Pertama heuristik yaitu usaha menghimpun dan mengumpulkan data yang relevan dengan topik penelitian. Data yang diambil yaitu data primier dan sekunder. Kedua yaitu kritik, data yang didapat dilakukan kritik sumber, baik eksternal maupun internal, kritik internal yaitu melakukan pengujian terhadap keaslian dan kesahihan informasi, kritik eksternal yaitu dengan cara melakukan pengujian otensitas dokumen. Ketiga interpretasi yaitu, setelah data yang di dapat dan dihimpun kemudian memilah-milah data dengan menyeleksinya yang mana dari data tersebut dianggap relevan dengan kajian penelitian. Keempat, terakhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah dimana data yang telah diuji kebenarannya itu dirangkai dan dihubungkan dengan konsep dan teori yang dikemukan. Setelah didapatkan fakta sejarah yang akurat maka dilakukan penulisan sejarah.

PEMBAHASAN Politik Etis dan Dampaknya dalam Pendidikan Islam di Padang Panjang. Pada abad ke 20 Belanda mulai menerapkan politik etis di Indonesia. Tepatnya pada tahun 1901 politik Etia mulai diresmikan oleh Ratu Belanda. Politik Etis dasari oleh bahwa pemerintah Belanda mempunyai tangung jawab moral dan utang budi kepada masyarakat pribumi, maka Politik Etis ini juga sering disebut sebagai politik balas budi. Politik Etis memiliki 3 program utama yaitu Irigrasi (Pengairan), Transmigrasi (perpindahan penduduk), dan edukasi (pendidikan). Meluasnya pendidikan bergaya barat adalah bentuk resmi dari Politik Etis. Meskipun pendidikan yang ini hanya untuk membentuk tenaga kerja, tapi ini sangat penting untuk mengangkat derajat masyarakat pribumi (Muhammad Fakhriansyah & Intan Permatasari Patoni, 2019, hlm. 124). Pada awal abad ke 20, diperlakukannya politik etis di Sumatra Barat, juga berdampak pada didirikannya sekolah di daerah Padang Panjang. Sekolah yang didirikan tersebut seperti

311 ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021 sekolah barat, sekolah model barat yang didirikan oleh pribumi dan sekolah Islam. Selain sekolah model barat yang merupakan implementasi dari politik etis, ada juga sekolah agama yang merupakan respon dari politik etis. Seperti Sumatra Thawalib, dan Diniyah School di Padang Panjang. Salah satu hal yang menarik di Padang Panjang saat itu ialah, para pelajarnya membuat perkumpulan untuk kepentingannya. Yang mana perkumpulan itu yang membawa mereka ke ranah politik, baik sekolah, para tokoh-tokoh dan para pelajar itu sendiri (Gandhi Wahyudi & Meri Erawati, 2016, hlm. 1.). Sumatra Thawalib Padang Panjang Berbicara mengenai Sumatra Thawalib tidak dapat di pisahkan dari yang namanya surau. Surau di Minangkabau semenjak dahulu sudah menjadi tempat belajar yang penting. Sumatra Thawalib berasal dari yang namanya surau Jembatan Besi (Burhanuddin Daya, 1995, hlm. 79). Pada tahun 1912 Haji Rasul atau Haji , seorang pionir gerakan kaum muda menjadi guru di Surau Jembatan Besi. Pada tahun 1913 Haji Rasul membentuk sebuah organisasi yang dikenal dengan organisasi sabun. Organisasi ini berusaha untuk memenuhi kebutuhan guru dan pelajar seperti alat tulis, dan sabun. Semakin lama organisasi itu berkembang dan berhasil memenuhi kebutuhan guru dan pelajarnya. Keuntungan dari organisasi pelajar ini mampu membayar honor guru. Organisasi inilah yang nantinya akan melahirkan Sumatra Thawalib Padang Panjang, setahap demi setahap mengadakan pembaharuan dalam bidang pendidikan, pengembangan sistem pendidikan berbentuk “Halaqah” atau duduk melingkar di surau, menjadi sistem yang lebih mengikuti gaya barat. Membagi murid-murid jadi bekelas-kelas, kelas satu sampai kelas tujuh untuk lulus. Syekh Abdul Karim Amarullah di angkat menjadi kepala sekolah pertama dan dibantu oleh Tuanku Mudo dan Abdul Hamid Hakim (Fuady Anwar, 1995, hlm.3). Pada tahun 1918, terinspirasi oleh Jong Sumatranen Bond yang berhasil membuka cabang di Padang dan Bukittinggi. Zeinuddin Labai dan Djalaluddin Thaib mengubah perkumpulan koperasi sabun menjadi organisasi yang cakupan dan aktivitas yang lebih luas. Organisasi itu diberi nama Sumatra Thawalib (Pelajar-pelajar Sumatra). Pada waktu yang hampir bersamaan Sumatra Thawalib juga didirikan di Parabek dekat Bukittinggi oleh Syekh Ibrahim Musa. Pada tahun 1919 pelajar Sumatra Thawalib Padang Panjang dan Parabek mendirikan sebuah federasi dikenal dengan Sumatra Thawalib atau Organisasi Umum Pelajar Sumatra. Pada tahun 1922, melalui undangan dari para pelajar Sumatra Thawalib Padang Panjang mengadakan pertemuan untuk perwakilan pelajar Sumatra. Pertemuan pada tahun 1922 itu merupakan wujud dari ketertarikan para Pelajar Thawalib terhadap politik (Taufik Abdullah,2018, hlm. 44). Masuknya Paham Komunis kedalam Sumatra Thawalib tahun 1923 Dari tahun 1920-an, sekolah-sekolah agama di Sumatra Barat, khususnya di Padang Panjang, menjadi tempat pertautan antara agama dan politik radikal. Antara satu dan yang lain saling memperkuat untuk menghadapi pertentangan dari para pendiri perguruan yang lebih konservatif. Hal ini terutama terjadi di Sumatra Thawalib Padang Panjang. Sang pendiri dan sekaligus kepala sekolahnya yang gigih dan otokratis yaitu Haji Rasul, berusaha untuk mengekang apa yang dianggapnya sebagai ide-ide atheis yang di sebarkan oleh murid-

312 ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021 muridnya. Dan anak beliau mengakui bahwa sikap Haji Rasul itu mengucilkan murid- muridnya, dan Zainuddin Labai yang selama ini mengagumi beliau malihat sikap tersebut segan untuk mendekat. Berbeda dengan Zainuddin Labai yang secara tidak terang-terangan menentang politik radikal, Haji Rasul justru berdebat keras dengan dengan murid dan juga sebagai asistennya yang pintar dan juga radikal, Djamuluddin Tamim dan Haji Datuk Batuah (Audrey Kahin, 2005, hlm. 32). Haji Datuk Batuah lahir pada tahun 1895 di Koto Lawas, dekat Padang Panjang. Dia lulusan sekolah dasar Belanda. Setalah itu ia melanjutkan studinya ke kota Mekah dalam kurun waktu 1909-1915. Setelah kembali dari Mekah ia mengajar di Sumatra Thawalib Padang Panjang. Pada tahun 1922 ia terpilih menjadi ketua penasehat , sebuah organisasi dari sekolah itu. Ahmad Khatib lahir dari pasangan Syekh Gunung Rajo dan Saidah. Ayahnya merupakan salah seorang pengembang ajaran tarekat Syattariyah di nagari Gunung Rajo yang disegani. Telahir dari keluarga kaya, baik dari pihak ayah maupun ibunya mendapatkan seluruh kebutuhan Ahmad Khatib sejak kecil selalu terpenuhi (Mestika Zed, 2004, hlm. 58). Dalam pendidikan, Ahmad Khatib atau Datuk Batuah dimulai dari Volksshool tahun 1902, kemudian menyambung ke Schakel School di Pandai Sikek tahun 1905. Sebagaimana anak-anak di Minangkabau, Datuk Batuah menghabiskan aktivitasnya di surau untuk mengaji, dan berlatih silat. Setelah menamatkan pendidikannya, Datuk Batuah melanjutkan sekolah ke Meer UItgebreid Lager Onderwijs (MULO) Padang Panjang. Setelah dari MULO Datuk Batuah tidak tertarik melanjutkan pendidikannya. Ia ingin mendalami ilmu agama dan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Tidak sulit bagi keluarganya untuk memberangkatkan Datuk Batuah ke Tanah Suci. Pada tahun 1909, Datuk Batuah berangkat ke Mekkah dan berguru pada salah satu imam besar di Masjidil Haram, yakni Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Setalah enam tahun bermungkim di Mekah, tahun 1915 Haji Datuk Batuah memutuskan pulang ke kampong halaman. Pada masa itu Haji Rasul salah satu murid Syekh Ahmad Khatib telah berdakwah di Surau Jembatan Besi Padang Panjang. Mendengar berita itu, Haji Datuk Batuah pun berguru padanya (Fikrul Hanif Sufyan, 2017, hlm. 31). Pada awal tahun 1923, Haji Datuk Batuah melawat ke Sigli di Aceh. Di sana dia bertemu dengan seorang kondektur bus bernama Natar Zainuddin, Natar merupaka seorang keturunan India dan Minang. Natar telah menerima paham komunis ketika a menghadiri kongres ISDV di Semarang pada tahun 1920. Di sana Natar bertemu dengan tokoh-tokoh komunis seperti Semaon, Muso dan lain-lain. Pada saat itu terjadi lah dialog Haji Datuk Batuah dengan Natar Zainuddin mengenai paham komunis. Haji Datuk Batuah pada saat itu bekum bisa melepaskan posisinya sebagai guru agama di Sumatra Thawalib. Untuk meyakinkan Haji Datuk Batuah, Natar mengajaknya bertemu dengan seorang Haji Merah yang bernama Haji Misbach di Solo (Mestika Zed, 2004, hlm. 57). Pada kongres PKI awal Maret tahun 1923 Haji Misbach menjelaskan komunis yang bagaimana yang dia anut. “…..mendasarkan dirinya pada Al-Quran, (Misbach) membuat argumen untuk beberapa poin kesepakatan antara ajaran Al-Quran dan orang-orang komunis. Misalnya, Al- Quran menyatakan bahwa itu adalah kewajiban setiap muslim untuk mengakui hak-hak

313 ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021 manusia, dan hal ini juga muncul dalam prinsip-prinsip program komunis. Selain itu, perintah Allah bahwa (kita) melawan penindasan dan eksploitasi. Itu juga merupakan salah satu tujuan komunisme. Oleh karena itu benar untuk mengatakan bahwa dia tidak bisa menerima prinsip- prinsip komunisme tidak Muslim sejati.” Ide-ide dari Haji Misbach itu lah menjadi acuan untuk Haji Datuk Batuah menyebarkan paham komunis versinya sendiri yang dinamakan paham kuminih. Paham kuminih bisa dikatakan sebagai adonan dari ajaran Islam dan doktrin Marxisme (Fikrul Hanif Sufyan, 2017, hlm. 46). Usaha Menanamkan Paham Komunis Di Sumatra Thawalib Sekembalinya Haji Datuk Batuah dari Jawa, dia bersama Natar Zainuddin mulai menyebarkan paham komunis tersebut dikalangan pelajar Sumatra Thawalib. Pada saat itu rasa tidak puas dan rasa ingin bebas dari pemerintahan Belanda lah yang membuat mereka menggunakan ideologi komunis, mengenai bagaimana historis meterialisme paham komunis itu sendiri belum terlalu mereka pelajari. Yang terpenting ialah adanya suatu alat yaitu komunis yang bisa mereka gunakan untuk menentang kapitalisme dan imperialisme barat (Hamka, 1982, hlm. 143). Dalam menanamkan paham komunis Haji Datuk Batuah menggunakan berbagai macam alat doktrinisasi seperti, Pertama membuat Sarekat Rakyat cabang Padang Panjang, Kedua menggunakan saluran debat para pelajar Thawalib yaitu International Debating Club atau IDC dan Buffet Merah, dan yang Ketiga yaitu menggunakan media surat kabar ada dua surat kabar komunis dari Haji Datuk Batuah dan Natar Zainuddin yaitu Pemandangan Islam dan Djago! Djago!. a. Sarekat Rakyat Sarekat Rakyat cabang Padang Pajang didirikan pada tanggal 4 November 1923, beberapa hari sebelum ditangkapnya Haji Datuk Batuah dan Natar Zainuddin beserta beberapa pendukung komunis di Padang Panjang. Sarekat Rakyat cabang Padang Panjang dipimpin oleh Haji Datuk Batuah. Meskipun Natar yang terlebih dahulu memahami apa itu komunis tapi dia mempersilahkan Haji Datuk Batuah untuk memimpin Sarekat Rakyat dengan alasan, bahwa posisi Haji Datuk Batuah dikalangan murid-murid dianggap sebagai guru utama yang mengajar agama di Sumatra Thawalib Padang Panjang. Posisi Haji Datuk Batuah dalam lingkungan sosial budaya juga kuat sebagai seorang Datuk. Dan pengalaman Haji Datuk Batuah dalam menerbitkan surat kabar Al-Munir tidak perlu diragukan lagi (Fikrul Hanif Sufyan, 2017, hlm. 47). Sampai pertengahan tahun 1924, pergerakan komunis di Sumatra Barat terutama yang berada di bawah naungan Padang Panjang, lebih suka untuk berada di Sarekat Rakyat ketimbang PKI. Karena PKI yang pada saat itu bersifat partai sangat di awasi oleh pemerintah Belanda (Mestika Zed, 2004, hlm. 61).

314 ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021

Tabel 1. jumlah persebaran anggota Sarekat Rakyat di Sumatra Barat tahun 1924. No Seksi Jumblah 1 Koto Lawas 101 (termasuk 36 perempuan) 2 Solok 76 3 Payakumbuh 21 4 Sungai Sariak 110 (Pariaman) 5 Lubuk Basung 114 6 Silungkang 25 7 Fort van der 24 Capellen 8 Fort de Kock 54 9 Muaro Labuh 24 10 Sawah Lunto 49 11 Katjang 25 (Solok) 12 Tikalah 28 (Solok) 13 Anggota tidak 6 resmi Total 660 Sumber: Harry J. Benda dan Ruth J. Mc Vey, The Communist Uprisings Of 1926-1927 In Indonesia: Key Documents, (Ithaca: Cornell University, 1969), hlm. 104-105 b. International Debating Club (IDC) Meningkatnya kesadaran para pelajar Thawalib Padang Panjang akan gerakan komunis, Haji Datuk Batuah dan Natar Zainuddin memanfaatkan dua sarana Indoktrinasi, yakni Buffet Merah dan International Debating Club (IDC). Kedua petinggi Sarekat Rakyat ini tergolong aktif dalam memanfaatkan dua sarana tersebut untuk mempengaruhi pelajar di Sumatra Thawali Padang Panjang. Pada awalnya IDC hanya sebuah kelompok studi, namun semenjak menguatnya niat Natar Zainuddin menyiapkan kader handal, akhirnya dialihkan menjadi kelompok studi Marxis. Dalam setiap pertemuan mereka membahas mengenai ketidakpuasan terhadap kondisi masyarakat dan pergolakan kemerdekaan. Melihat minat pelajar Sumatra Thawalib Padang Panjang terhadap politik dan pergerakan menumpas kolonialisme dan imprelialisme, membuat para pelajar Sumatra Thawalib tertarik untuk ikut kedalam club tersebut. System kaderisasi ala komunis dimetori Arif Fadilah dan Djamaluddin Tamim. Kelak kedua orang ini akan terlibat di pemberotakan Silungkang tahun 1927 dan menjadi tangan kanan (Fikrul Hanif Sufyan, 2017, hlm. 52). Sejumlah besar pelajar dan guru muda Thawalib yang bergabung dengan grup debat itu, mereka mempelajari dan mendiskusikan mengenai sebuah ideologi yang dapat menyuntikan sentimen anti kafir ke dalam Islam dan doktrin-doktrin Marxis tentang 315 ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021 kemiskinan. Dampak yang di hasilkan dari pengaruh Natar Zainuddin dan Datuk Batuah dikalangan pelajar Sumatra Thawalib dapat dilihat selama rapat protes besar pada November 1923, sekitar 200 murid berdemonstrasi di luar gedung pertemuan seraya mengatakan perlawanan mereka terhadap Abdul Muis akibat tindakannya mengisolasi para pemimpin komunis (Taufik Abdullah, 2018, hlm. 48). c. Buffet Merah Rekan Haji Datuk Batuah, Djamaluddin Tamim dalam catatannya, mengambarkan sebuah Buffet Merah atau Kantin Merah yang didirikan oleh siswa di sekolah Padang Panjang, lebih awal enam bulan sebelum lahirnya Partai Komunis Indonesia di Semarang pada tahun 1920. Disamping Internasional Debating Club, ada sebuah kafetaria yang diberi nama “Buffet Merah” yang sering digunakan oleh pelajar Thawalib sebagai tempat berdiskusi dan berdebat tentang paham komunis. Buffet Merah lebih dulu hadir tahun 1920, atau beberapa bulan sebelum berdirinya PKI di Jawa. Sebagai catatan, bahwa awalnya Bufet Merah adalah sebagai kantin pelajar Thawalib. Bukan sarana diskusi politik. Pasca lawatan Haji Datuk Batuah dari Jawa tapatnya Surakarta, dia mengubah kantin ini menjadi ajang perdebantan dan membangun kesadaran siswa (Mestika Zed, 2004, hlm. 58). Dalam tahun 1926 pemerintah Hindia Belanda mulai mengambil tindakan terhadap Thawalib Padang Panjang dengan menutup kefetaria pelajar yang bernama Buffet Merah. Tuduhan yang dikemukan oleh pemerintah Hindia Belanda ialah, bahwa kafetaria ini merupakan pusat terselubung dari kegiatan-kegiatan komunis. Pada tahun 1927 sebagai akibat pemberontakan Silungkang, banyak pula guru-guru Thawalib Padang Panjang yang dilarang mengajar (Deliar Noer, 1982, hlm. 57). Setalah lahirnya PKI pada tahun 1920 menambah jumblah surat kabar partai. Terutama setalah partai itu menjalankan agitasi dan propaganda untuk membangkitkan kegelisahan sosial, maka pengaruhnya menjalar sampai tingkat lokal di seluruh pelosok tanah air. Golongan masyarakat yang selama itu terisolasidari bacaan, kini mulai mendengar dan melihat media yang tidak sepenuhnya dipahami itu. Lambat laun terlihat juga pengaru pers lokal yang dikendalikan oleh PKI (Marwati Djoened Posponegoro, 2008, hlm. 326). d. Djago!Djago! International Debating Club yang di masuki oleh Natar Zainuddin, pada tanggal 8 Oktober tahun 1923 menerbitkan surat kabar Djago! Djago! yang dimpipin langsung oleh Natar Zainuddin, membahas bagaimana itu yang namanya paham komunis (Burhanuddin Daya, 1995, hlm. 246). Djago! Djago! merupakan pers pertama yang didirikan oleh Natar Zainuddin. Surat kabar ini terbit jelang beberapa bulan Sarekat Rakyat resmi berdiri di Padang Panjang. Surat kabar yang dicetak sebanyak enam halaman ini memakai slogan “Suara Merdeka Kaum Melarat”. Melihat slogan yang diusung, tentunya surat kabar ini menargetkan kepada kaum miskin, tani, buruh, dan lainnya. Awalnya dari International Debating Club, surat kabar Djago! Djago! terbit pertama kali pada tanggal 8 Oktober 1923 (Fikrul Hanif Sufyan, 2017, hlm 56). Isi dari surat kabar ini selalu memuat aktivitas komunis di Sumatra Barat dan sangat berkomentar pedas terhadap kebijakan pemerintah Belanda.

316 ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021 e. Pemandangan Islam Seminggu setelah terbitnya Djago! Djago!, pada tahun 1923 terbitlah Pemandang Islam yang dipimpin oleh Haji Datuk Batuah. Surat kabar ini hanya terbit sebanyak tujuh nomor. Sampai akhirnya ditutup oleh pemerintah Belanda karena pemimpinannya di tangkap pada bulan November tahun 1923. Karena tulisannya jelas-jelas menentang pemerintah Belanda (Hendra Naldi, 2008, hlm. 120). Strategi yang digunakan oleh para propagandis komunis ialah mencoba memanfaatkan surat kabar untuk menyampaikan ide-ide marxis. Masyarakat Minangkabau yang taat akan agama membuat mereka mencoba menyeimbangkan ajaran agama dengan protes sosial yang ada di masyarakat. Maka Natar Zainuddin dan Haji Datuk Batuah membuat surat kabar Pemandangan Islam dan Djago! Djago!. Kedua surat kabar itu mencoba menselaraskan antara ajaran Islam dan Marxis yang anti kapitalisme dan imperialisme. Meskipun sedemikian kerasnya bahasa yang digunakan di dua surat kabar tersebut, dari tahun 1923 sampai 1926 tidak ada aksi anarkis yang terjadi untuk melawan pemerintah Belanda.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis berani menyimpulkan bahwa: dampak dari politik etis pemerintahan Belanda di bidang pendidikan telah membuat perkembangan pesat didalam masyarakat pribumi. Meskipun yang bersekolah di sekolah pemerintah hanya anak-anak bangsawan dari pihak pribumi. Namun di Padang Panjang muncul sekolah modern yang berlandaskan Islam yaitu Sumatra Thawalib dan siapa pun bisa bersekolah disana. Akibatnya banyak dari pemuda pribumi menjadi terdidik. Dari sana muncul rasa ingin untuk lepas dari jerat pemerintahan kolonial. Namun rasa benci tersebut belum tersalurkan sepenuhnya. Pada awal tahun 1923 Haji Datuk Batuah seorang guru muda dari Sumatra Thawalib Padang Panjang membawa paham komunis yang dipelajarinya dari seorang Haji komunis bernama Haji Misbach di Jawa. Paham tersebut diberinama paham Kuminih yang mengkaitkan ajaran Islam dengan Marxisme, namun disini komunis yang dimaksud tidak mengkaitkan ajaran historis materialistiknya namun hanya komunis yang anti imperialisme dan kolonialisme barat. Dalam menyebarkan paham kuminih tersebut Haji Datuk Batuah bersama rekan yang di temuinya di Aceh yaitu Natar Zainuddin, mereka menggunakan berbagai saluran seperti mendirikan Sareket Rakyat cabang Padang Panjang, memasuki IDC atau International Debating Club dan juga Buffet Merah dan menggunakan surat kabar Djago! Djago! dan Pemandangan Islam sebagai media doktrinisasi paham komunis.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdullah, Taufik. 2018. Sekolah dan Politik: Pergerakan Kaum Muda di Sumatra Barat 1927-1933. Yogyakarta: Suara .

317 ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021

Anwar, Fuady. 1995. Peranan Perguruan Thawalib Padang Panjang terhadap Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau. Padang: IKIP Padang.

Daya, Burhanuddin. 2008. Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Kasus Sumatra Thawalib. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

Deliar Noer. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.

Hamka. 1982. Ayahku Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan kaum Agama di Sumatera. Jakarta: Umminda.

Hanif, Sufyan, Fikrul. 2017. Menuju Lentera Merah : Gerakan Propagandis Komunis di Serambi mekah 1923-1949. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kahin, Audrey. 2005. Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia 1926-1998. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Kristeva, Nur Sayyid Santoso. 2010. Sejarah Ideologi Dunia: Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Fasisme, Anarkisme, dan Marxisme, Konservatisme. Yogyakarta: Eye on The Revolution Press.

Naldi, Hendra. 2008. Booming Surat Kabar di Sumatra’s Westkust. Yogyakarta: Ombak.

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V: Zaman Kebangkitan dan Masa Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka.

Zed, Mestika. 2004. Pemberontakan Komunis Silungkang 1927: Studi Gerakan Sosial Di Sumatra Barat. Yogyakarta: Syarikat Indonesia.

Jurnal

Fadhil, Abdul. 2007. “Transformasi Pendidikan Islam di Minangkabau”. Jurnal Sejarah Lontar. Vol. 4 No. 2 hlm 42-56.

Fakhriansyah, Muhammad dan Intan Permatasari Patoni. 2019. “Akses Pendidikan bagi Pribumi pada Periode Etis 1901-1930”. Jurnal Pendidikan Sejarah. Vol. 8 No. 2 hlm. 122-147.

Hasan, Yunani. 2014. “Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) Merupakan Cikal Bakal Partai Komunis Indonesia (PKI)”. Jurnal Crikestra: Jurnal Pendidikan dan Kajian Sejarah. Vol. 3 No. 5 hlm 6-13.

Kahin, Audrey. “The 1927 Communist Uprising In Sumatra: A Reappraisal” Indonesia, Vol. 62 tahun 1996.

Mardiyah. 2017. Ulama dan Pergerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Banten Abad ke 20. (Skripsi). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

318 ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021

Mubarok, Muhamad Yakub. 2017. “Problem Teologis Ideologi Komunisme”. Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam. Vol. 13 No. 1 hlm 45-70.

Novita, Angghi. 2015. “Gerakan Sarekat Buruh Semarang tahun 1913-1925”. Jurnal Of Indonesian History. Vol. 3 No. 2 hlm. 1-7.

Samsuri. 2001. “Komunisme dalam Pergumulan Wacana Ideologi Masyumi”. Jurnal Millah. Vol. 1 No. 1 hlm. 100-121.

Wahyudi, Gandhi. 2016. “Perkembangan Pendidikan di Padang Panjang 1906-1942”. Jurnal STKIP PGRI. Vol 1 No. 1 hlm. 1-6.

319