<<

KAJIAN MAKNA PANIL 13, PADA RELIEF LALITAVISTARA

CANDI BOROBUDUR

Andi Farid Hidayanto Staf Pengajar Jurusan Desain Politeknik Negeri Samarinda e-mail: [email protected]

Abstrak

Borobudur temple in Indonesia as the largest temple is the ancestral filled with meaning stored in it. both in terms of shape, dimensions, levels, and reliefs. The reliefs depict an ongoing narrative between the panels with other woods panels forming the course of a story. To learn the hidden meaning in these panels can be used several methods. one of which is a method of iconography. with this method in order to obtain proper perspective to understand the background of an object being observed so that helps provide information on the history, politics, and life at a time. so as to know what the meaning is stored in one of the panels. Keywords: iconography, Borobudur, panil 13rd

Abstrak

Candi Borobudur sebagai candi terbesar di Indonesia merupakan peninggalan nenek moyang yang penuh dengan makna yang tersimpan di dalamnya. Baik dari sisi bentuk, dimensi, tingkatan maupun reliefnya. Relief-relief tersebut menggambarkan suatu cerita yang berkesinambungan antara panil satu dengan panil lainnya membentuk jalannya sebuah cerita. Untuk mempelajari makna yang tersembunyi pada panil tersebut dapat digunakan beberapa metode. Salah satunya adalah metode Ikonografi. Dengan metode ini agar dapat diperoleh sudut pandang yang tepat untuk memahami latar belakang suatu objek yang diamati sehingga membantu memberi keterangan mengenai sejarah, politik, serta kehidupan pada suatu masa. Sehingga dapat diketahui apa makna yang tersimpan dalam suatu panil tersebut. Kata kunci: ikonografi, Borobudur, Panil 13

I. Pendahuluan Candi Borobudur terletak di Desa pelataran yang dimiliki Borobudur tersebut Borobudur, Kecamatan Borobudur, menggambarkan filsafat mazhab . Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Yang menggambarkan sepuluh tingkatan Siluet Borobudur adalah sebuah bangunan yang harus dilalui untuk seperti , sebagai situs untuk meditasi mencapai kesempurnaan menjadi Budha. para biarawan Budhis. De Casparis Borobudur pada hakikatnya merupakan menyarankan adanya kemungkinan bahwa tiruan dari alam semesta. Pembagian vertikal bangunan Borobudur mungkin adalah juga candi (Claire Holt, 1967: 42). Sepuluh secara filosofis meliputi tingkat Kamadhatu, 55 Andi Farid Hidayanto, Kajian Makna Panil 13, Pada Relief Lalitavistara Candi Borobudur

Gambar 1. Skema pembagian relief Borobudur dan lokasi relief Lalitavistara Sumber: www.borobudurforumdesain.htm

Rupadhatu, dan Arupadhatu. Pembagian mempunyai stupa-stupa menggambarkan vertikal secara teknis meliputi bagian bawah, dunia tanpa bentuk. Akhir bangunan paling tengah, dan atas (Soetarno, 2002: 85). atas dihiasi dengan bangunan stupa tunggal sebagai puncak bangunan. Candi Borobudur mempunyai 1.460 panil relief cerita yang tersusun dalam 11 deretan Relief Lalitavistara terdiri atas 120 mengitari bangunan candi dan relief panil. Panil 13 terdapat di tingkat pertama pada dinding atas relief Lalitavistara, dekoratif berupa relief hias sejumlah 1.212 sebelah dinding barat Candi Borobudur. panil. Relief cerita pada tingkat Kamadhatu Panil 13 ini merupakan panil terpendek (kaki candi) mewakili dunia manusia dengan panjang 185 cm. menggambarkan perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada dinding kaki candi yang asli terpahatkan 160 panil relief Karmawibhangga yang menggambarkan hukum sebab akibat dari perilaku manusia. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara, menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300 panil yang Gambar 2. Posisi panil 13 terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Sumber. www.borobudurforumdesain.htm Avadana, dan Gandawyuha (Noerhadi, 1997: 361). Tingkat arupadhatu berupa tingkatan candi yang tidak mempunyai relief namun 56 Vol. 1, No. 2, April 2014 II. Metode

Gambar 3. Panil 13, pada relief di dinding barat Candi Borobudur Sumber: www.kaskus.co.id/lalitavistara-page1.htm

Candi Borobudur merupakan karya ke dalam karya seni ini disebut pencitraan seni klasik. Dalam membaca karya seni (AIS, 2008: 1-2). klasik, terdapat tiga unsur, yaitu seniman, Untuk bisa membaca karya tersebut karya dan pembaca/penonton (Dick Hatoko, perlu dipelajari makna yang tersembunyi. 1984: 40). Seniman adalah orang yang Salah satu metode membaca makna tersebut mengerjakan karya tersebut. Hasil tiap dengan metode Erwin Panofsky tentang seniman berbeda-beda, sesuai jaman dan Ikonografi. Erwin Panofsky (1955) kondisinya. Karya adalah artefak yang menjelaskan ikonografi merupakan kajian merupakan bukti karya seniman yang yang memperhatikan konfigurasi dari berwujud benda. Adapun pembaca adalah gambar pada suatu karya untuk mengetahui orang yang melihat hasil karya tersebut, makna yang tersembunyi. Selanjutnya tanpa ada batasan waktu selama karya Panofsky memberi tahapan dalam tersebut masih ada. Candi Borobudur dibuat menganalisis, yaitu tahap pre-ikonografi, oleh seniman dari masa Mataram kuno, ikonografi dan ikonologi: tentunya konsep berkarya pada masa itu berbeda dengan masa sekarang. Karya seni lahir dan hadir dalam hubungan yang kontekstual dengan ruang dan waktu tempat karya tersebut dilahirkan. Kelahiran sebuah karya seni karena dimotivasi berbagai persoalan dan kejadian dalam masyarakat pada waktu itu. Proses mengelola realitas ini

Gambar 4. Penjabaran makna objek menurut Erwin Panofsky 57 Andi Farid Hidayanto, Kajian Makna Panil 13, Pada Relief Lalitavistara Candi Borobudur Menurut Ratnaesih Maulana (1992) Relief di Candi Borobudur tersebut dalam Ikonografi Hindu dan Budha, kata didesain dengan mengikuti aturan-aturan ikon dipakai secara lebih khusus. Kata itu yang berasal dari arsitektur India (gaya tidak ditujukan kepada materi gambar, tetapi ), dengan mengalami modifikasi- pada tokoh yang digambarkan dan kemiripan modifikasi. Menurut Prasasti Klurak (784 M) tokoh yang dinyatakan dalam gambar dengan pembuatan candi ini dibantu oleh seorang tujuan untuk mengadakan hubungan dengan dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama tokoh atau dewa tersebut. Tujuan seniman Kumaragacya yang dihormati, dan mencipta tokoh tersebut adalah untuk seorang pangeran dari Kashmir bernama mempertinggi martabat dan bukan untuk Visvawarman sebagai penasihat yang ahli kepuasan dirinya. Seniman yang memahat dalam ajaran Buddha . Pada karya tersebut berprinsip bahwa jiwanya adegan yang berhubungan dengan kehidupan yang murni akan mendapat sejahtera di di bumi seperti panil 13, adegan tersebut sorga. memuat banyak informasi tentang arsitektur, peralatan rumah tangga, pakaian serta perhiasan, senjata, instrument musik serta gerak tari, tingkah laku, fungsi serta sikap III. Pembahasan

1. Tahap Pre-ikonografi

Gambar 5. Makna tahap pre-ikonografi

Dengan posisi panel horizontal, para budak dan abdi, tipe-tipe manusia, dalam relief ini tampak beberapa figur binatang dan tumbuh-tumbuhan (Claire Holt, manusia, pohon, bangunan, perkakas rumah 2000: 40). Ciri-ciri gaya Gandhara pada tangga dan binatang. Sosok sentral pada panil 13 itu adalah: panel ini adalah figur wanita sedang tidur di atas batu datar ditemani beberapa wanita. • Bentuk relief tinggi. Awalnya terdapat dalam pahatan-pahatan seni Di sisi kiri atas ada figur gajah. Di relief Gandhara yang membuat figur sudut kiri bawah ada beberapa figur orang tokoh-tokoh menjadi lebih menonjol duduk. Di tengah bawah duduk sederetan dari bidang pahatan. figur orang dipisah oleh bangunan di tengah- tengahnya. Di sisi kanan ada beberapa figur • Gaya naturalis. Salah satu ciri yang orang di bawah pohon. Figur pohon juga terdapat dalam pemahatan relief berfungsi sebagai pembatas bidang. masa Klasik Tua. Gaya. Wajah dalam relief Candi Borobudur 58 Vol. 1, No. 2, April 2014 digambarkan menghadap ke Bodhisattva dari surgawi Tusita masuk ke pengamat. dalam rahim Ratu Maya dalam bentuk gajah putih. Masuknya Bodhisattva ke rahim Ratu • Adanya penggambaran lipatan kain Maya disaat Ratu sedang tidur. (draperi). Relief gaya seni Gandhara sangat memperhatikan Sri Mahamaya, permaisuri Raja penggambaran lipatan kain, Suddhodana dari kerajaan Kapilavatthu terutama pada bagian busana yang sedang menikmati kebahagiaan istana. Saat dikenakan oleh para tokoh. Lipatan Permaisuri sedang menjalankan Delapan Sila kain itu digambarkan sangat halus dan berbaring di atas dipan yang indah, pada dan naturalis, sehingga jatuhnya jaga terakhir di malam purnama itu, Siri kain dan lipatan kain hampir seperti Mahamaya jatuh tertidur dan bermimpi, yang kenyataan sebenarnya.

Gambar 6. Contoh ciri gandhara dalam salah satu relief karmavibhangga Candi Borobudur yang masih dalam kondisi baik, a). relief tinggi/timbul, b). digambarkan naturalis, c). adanya kain dan lipatan kain yang digambarkan seperti sebenarnya, walaupun tidak terlalu nyata. Sumber: www.borobudurforumdesain.htm

Menurut Van der Hoop dalam tulisan Siti merupakan pertanda masuknya Boddhisattva Rohyani (2004), hiasan dalam relief candi kedalam rahimnya. dibedakan atas motif geometris dan motif naturalistik. Motif geometris meliputi motif Pada saat Ratu Maya sedang kotak-kotak, pilin, segi tiga (tumpal), bermimpi, Boddhisattva Dewa Setaketu , kawung, jlamprang, pinggir awan sedang berkeliling di Taman Nandavana di dan lain sebagainya Motif naturalistik Surga Tusita, menikmati pemandangan dan meliputi bentuk manusia, hewan dan suara yang indah. Pada saat itulah Beliau tumbuhan. meninggal dunia dari Alam Tusita dengan penuh kesadaran. Pada saat itu juga 2. Tahap Ikonografi Boddhisatta masuk ke rahim yang mirip teratai milik Permaisuri Ratu Mahamaya, Panil 13 ini menceritakan dengan kesadaran agung. Peristiwa ini terjadi Bodhisattva reinkarnasi ke generasi pada Kamis pagi pada hari purnama di berikutnya. Reinkarnasi dengan turunnya bulan Asalha tahun 67 Maha Era, 59 Andi Farid Hidayanto, Kajian Makna Panil 13, Pada Relief Lalitavistara Candi Borobudur penanggalan yang ditetapkan oleh Raja surgawi dan meriasnya dengan Anjana, kakek Boddhisattva. Peristiwa ini bunga-bunga surgawi. Figur Dayang ditandai dengan peristiwa bulan dan bintang di sisi istana lainnya digambarkan Uttarasalha berada dalam posisi segaris. dengan dua figur dayang di bawah

Gambar 7. Makna tahap ikonografi

Dari analisa ikonografi dari panil 13 tersebut pohon. Batas antar ruang digambar ada beberapa makna, yaitu: dengan tiang di kiri kanannya.

1. Dilihat dari pesan artifaktual pada 4. Figur seekor gajah di sudut kiri atas. panel ini, terdapat figur utama yang apabila dilihat ciri-ciri fisik dan Figur seekor gajah putih bersih asesories pakaian yang dipakainya dengan enam gading duduk di atas merupakan bentuk figur Ratu Maya. teratai di bawah payung Ekspresi Ratu Maya menggambarkan figur Bodhisattva, menggambarkan kebahagiaan sedang berjalan-jalan kemudian karena sedang mengandung dalam mengelilingi ratu ke arah kanan dan posisi sedang tidur dan bermimpi. kemudian masuk ke rahimnya dari sebelah kanan. 2. Di bawah dipan ada beberapa figur digambarkan sebagai pasukan 5. Di sisi kanan ada sederetan figur pengawal bersenjata lengkap. Dipan orang yang menggambarkan sisi lain berukuran enam puluh yojana kehidupan di istana. tempat Ratu Maya dibaringkan. Dipan tersebut digambar mengikuti Dari analisa visual terhadap gambar-gambar bentuk Ratu Maya. Disekitar dipan pada panil ini dapat disimpulkan ciri-ciri ada seperangkat perkakas rumah visual sebagai berikut: tangga. • Figur-figur yang ada saling 3. Figur para Dayang disekeliling Ratu mendukung jalannya cerita. Maya. • Figur yang ada digambarkan Dayang-dayang tersebut sedang dalam bentuk simbolis. memandikannya, memakaikan pakaian surgawi serta mendandaninya dengan kosmetik 60 Vol. 1, No. 2, April 2014 • Penggambaran figur dalam bentuk berbaringpun menampilkan full postur, tidak terpotong oleh keseimbangan. Bentuk hidungnya garis batu. yang tinggi, bibir yang tidak terlalu tipis, buah dada yang berisi, guratan 3. Tahap Ikonologi guratan garis pada leher dan bawah payudara adalah ikon-ikon yang Pada tahapan ini makna yang paling menunjukkan keningratannya. Liuk hakiki dan mendasar dari isi sebuah panil lekuk pinggang yang menawan, dan dipahami. Pemahaman mengenai makna ekpresi wajah yang menggambarkan intrinsik yang terdapat dalam sebuah objek beliau sedang bermimpi. diperoleh dengan mengungkapkan prinsip- prinsip dasar yang kemudian dapat 5. Bentuk mimpi digambarkan pada menunjukan perilaku sikap dasar dari sebuah sudut kiri atas. Gajah bergading 6 bangsa, kurun waktu, strata sosial, ajakan turun dari surga Tusita dengan religius atau filosofis tertentu. mengendarai bunga teratai adalah perwujudan Bodhisattva. Gambar 1. Relief pada Candi Borobudur binatang (gajah) merupakan menceritakan kehidupan Buddha perwujudan dari mahkluk kayangan Gautama Shakyamuni. Panil yang yang sedang bermeditasi serta akan dibuat dipilih dengan menggambarkan adegan-adegan pertimbangan yang hati hati, agar kehidupan sang Budha. panil tersebut, terjalin dengan panil berikutnya maupun sebelumnya. 6. Kamar permaisuri raja Sudhodana dilengkapi dengan alas tidur yang 2. Dalam panil 13 menceritakan mengikuti lekuk badannya. Sebuah adegan Dewi Maya sedang kendi (kumbha) terletak dekat bermimpi seekor gajah putih kepalanya. Lima orang dayang bergading 6 memasuki tubuhnya, melayaninya dengan mengibaskan sebagai perlambang reinkarnasi kipas padanya secara lembut, Bodhisattva ke dalam anaknya. memijit pergelangan tangannya, mengurut kaki dan jempol kakinya. 3. Setiap panil memiliki tokoh utama Salah seorang dayang membuatnya yang diperkirakan hanya boleh nyaman dengan asap dupa beraroma dikerjakan oleh ahlinya, sementara wewangian yang diarahkan figur-figur dan bagian lainnya yang kepadanya. kurang penting boleh dikerjakan oleh seniman biasa. 7. Di sudut kiri bawah tampak beberapa yang 4. Putri Maya dilukiskan dengan menjaganya. ukuran yang lebih besar dan diletakkan di tengah bidang. Dengan 8. Dibagian tengah sebelah bawah demikian mata yang memandang duduk sederetan prajurit yang panil tersebut segera menangkap menjaga keamanan di depan istana tokoh utamanya. Ini memberi (dengan lambang pintu gerbang penekanan bahwa ceriteranya yang tertutup) lengkap dengan mengenai Dewi Maya calon ibu senjatanya. sang Budha. Kastanya yang tinggi dilukiskan dengan figur tubuhnya 9. Dua orang dayang menggambarkan yang sempurna, sambil bagian istana yang lain. 61 Andi Farid Hidayanto, Kajian Makna Panil 13, Pada Relief Lalitavistara Candi Borobudur 10. Sekelompok orang di sisi kanan memandang dari atas ke bawah menembus menggambarkan penghuni istana dan melihat keseluruhan kejadian di dalam lainnya. istana Ratu Maya. Wajah wajah pada tokoh utama tak pernah terpotong oleh garis 11. Pohon besar menjadi pembatas potongan batu. Ini menandakan pemahatan bidang. Pohon selain sebagai diawali dengan membuat sketsa yang pembatas antar jarak, juga sebagai langsung pada permukaan batu, dan komponen adegan. Dalam dikerjakan langsung disitu. Dalam masyarakat agraris seperti pemahatan relief wajah tokoh-tokoh dibuat Indonesia, unsur pohon menghadap ke pengamat. Komposisi panil diperlakukan secara khusus karena tersebut memiliki keleluasan dan kejelian berhubungan dengan kehidupan sekaligus menunjukkan kepakaran seniman manusia (Siti Rohani, 2004: 16). Shailendra yang mungkin dibantu oleh seniman sebagai bentuk partisipasi Komposisi bidang menunjukkan perspektif pada masa tersebut. pandangan mata burung. Penonton dituntun

Gambar 8. Posisi panil 13 (tengah), terhadap panil 12 sebelumnya (atas) dan panil 14 (bawah) sesudahnya dalam membangun rangkaian cerita. 62 Vol. 1, No. 2, April 2014 Panil 12: menceritakan Bodhisattva turun Tokoh utama dalam panil tersebut, ke dunia. Dalam gambar yaitu Ratu Maya digambarkan mengenakan Bodhisattva menempatkan upawita berupa untaian mutiara, anting- dirinya di singasana yang berasal anting panjang, kalung lebar dengan hiasan dari kebajikannya, selanjutnya permata, kedua lengan memakai kelat bahu beliau meninggalkan surga Tusita dengan hiasan simbar di bagian tengahnya. dikelilingi oleh seratus milyar Gelang dikenakan pada tangan dan kaki koti bodhisattva, dewa, naga, dan berupa gelang untaian mutiara. Mengenakan yaksa. kain dari bagian pinggang sampai sebatas mata kaki. Pada pinggang atau pinggul Panil 13: Bodhisattva memasuki rahim Ratu mengenakan ikat pinggang dengan hiasan Maya. bunga.

Panil 14: Bodhisattva di dalam rahim Ratu Hiasan badan yang dikenakan Maya. Setelah beliau memasuki prajurit, dayang atau anggota kerajaan lain rahim ibu-Nya, sebuah paviliun tidak selengkap hiasan yang dikenakan para permata (Ratnavyuha) muncul kerabat kerajaan atau raja. Figur ini untuk menaungi Bodhisattva, digambarkan duduk dalam sebuah yang dalam kelahiran terakhirnya bangunan, atau berdiri dekat bangunan. tidak mempunyai bentuk alami Hiasan yang digunakan biasanya rambut fetus. Di dalam paviliun beliau disisir halus dengan sanggul yang ditutup duduk bersila, lengkap dengan mahkota kecil atau mengenakan sanggul seluruh organ dan tanda-tanda. yang dihias bunga. Kadang-kadang hiasan Diiringi oleh kumpulan makhluk rambut berupa pintalan rambut yang tidak surgawi dan membawa tetesan terlalu tinggi dengan hiasan permata. Gelang sari (teratai), mendekati yang dikenakan pada pergelangan tangan istana permata Bodhisattva untuk dan kaki berhias mutiara. Kelat bahu dengan memandangnya, mengaguminya hiasan simbar, pinggang mengenakan dan melayaninya, dan untuk upawita dari tali polos. Kain yang dikenakan mendengar . dari pinggang sampai mata kaki dan hiasan pinggang atau pinggul dari tali atau Untuk mengidentifikasi tokoh dalam relief selendang dikenakan sebagai penguat dan menurut Siti Rohyani (2004) digunakan hiasan. Orang kaya biasanya digambarkan identifikasi berdasarkan sikap, busana dan dengan adanya kotak, koper,dan guci-guci asesori yang dikenakan para tokohnya. perhiasan. Busana dan asesoris tersebut berkaitan dengan kondisi sosial tokoh. Hiasan yang Orang kebanyakan atau rakyat dikenakan ratu akan berbeda dengan yang jelata, petani, pengemis, nelayan dikenakan rakyat kebanyakan atau pendeta. mengenakan busana dan hiasan sederhana. Raja atau permaisuri biasanya digambarkan Pada umumnya orang kebanyakan duduk dalam bangunan yang indah, duduk dalam atau berdiri di alam terbuka, di hutan, di asana yang ditinggikan, atau digambarkan bawah singgasana. Penggambaran tokoh berada di alam terbuka, berdiri dekat sebuah laki-laki dengan rambut disisir ke balakang bangunan. Raja dan Kerabat istana kadang-kadang diberi hiasan bunga, atau digambarkan dengan mengenakan hiasan rambut dibiarkan terurai. Kaum wanita badan yang lengkap berupa mahkota dan digambarkan dengan rambut tersusun dalam rambut ditata berupa pilinan yang disusun sanggul kecil tanpa hiasan. Pada telinga tinggi dan dihias batu permata. mengenakan anting-anting atau subang

63 Andi Farid Hidayanto, Kajian Makna Panil 13, Pada Relief Lalitavistara Candi Borobudur sederhana, kadang-kadang mengenakan juga menyimbolkan sifat jahat dari alam, gelang polos. Kaum laki-laki mengenakan atau lingkungan tertentu di Jawa. kain yang diangkat pendek sehingga Pemandangan itu juga merujuk kepada membentuk celana pendek atau cawat, kekuatan raja dalam menjaga susunan sedangkan kaum wanita mengenakan kain kosmos dengan cara membentuk alam. sebatas lutut. Seperti pada karya literatur Jawa Kuno umumnya, pemandangan merupakan Golongan agamawan ada tiga, yaitu medium untuk menyampaikan keindahan bhiksu, brahmana dan pertapa. Bhiksu dan sebagai bentuk kontribusi terhadap digambarkan dengan kepala gundul, lango. Arsitektur pada gambaran candi dapat umumnya mengenakan jubah yang terbuka berupa istana, pertapaan, komplek candi, dan pada bagian pundak sebelah kanan, dan pemandian. tanpa mengenakan asesoris. Kaum brahmana digambarkan dengan mengenakan tutup kepala atau sorban, hiasan telinga, gelang tangan, klat bahu, memakai kumis dan IV. KESIMPULAN jenggot. Pertapa digambarkan digelung atau dikuncil, memakai gelang kaki, mengenakan Untuk mengetahui makna dan pola anting, dan upawita. Kadang-kadang visual yang terdapat pada relief candi, maka digambarkan berkumis dan berjenggot, serta pendekatan yang digunakan adalah membawa tasbih. pendekatan ikonografis dan ikonologis. Pendekatan yang digunakan untuk Tubuh dari tokoh kelas atas menganalisis relief candi melalui tiga digambarkan dengan posisi tegap, sedangkan tahapan seperti analisis makna secara tubuh dari tokoh kelas bawah digambarkan ikonografi dan ikonologi oleh Erwin dengan muka tertunduk. Arah gerak ditandai Panofsky dimana ketiga tahapan itu dengan posisi kaki dan kepala. Arah ini juga berlangsung berurutan. Erwin Panofsky merupakan panduan dalam membaca ukiran, menjelaskan dalam ikonografi merupakan baik itu searah jarum jam (pradakshina) atau kajian yang memperhatikan konfigurasi dari berlawanan dengan jarum jam (prasawya). gambar pada suatu karya untuk mengetahui Sebagian besar dari ukiran naratif makna yang tersembunyi. Selanjutnya menggambarkan alam dan elemen- Panofsky memberi tahapan dalam elemennya. Sebuah pohon bisa saja menganalisis, yaitu tahap pre-ikonografi, digambarkan terpisah dalam satu adegan ikonografi, dan ikonologi. yang terpisah dengan yang lainnya. Sebuah pohon atau pepohonan bisa jadi mencirikan Faktor masa penciptaan menjadi pertapaan di hutan atau susana dalam penting untuk dibicarakan karena latar keraton. Tingginya frekuensi kemunculan belakang, kondisi sosial, dan aspek pohon tampaknya memiliki koneksi dengan psikologis berpengaruh pada pengambilan penggambaran bangunan aristokrat. keputusan dalam menampilkan suatu gambar visual pada masa itu. Namun dalam hal ini, Sebuah pemandangan yang lengkap aspek yang diutamakan adalah aspek formal direpresentasikan oleh bukit-bukit, yang membahas aspek kualitas visual yang pengunungan, ladang, fasilitas perairan, dan dikaji secara lebih mendalam. Sehingga dari jalan. Pemandangan ini biasanya diukir analisis ikonografi dan ikonologi diharapkan dalam sudut pandang burung. Penggambaran akan menghasilkan sebuah hasil yang dari pemandangan memiliki bermacam komprehensif untuk relief candi dengan fungsi, untuk mencirikan lingkungan mengkaitkan antara pola visual dan makna tertentu seperti pedesaan atau kraton, dapat yang terdapat didalam karya tersebut. 64 Vol. 1, No. 2, April 2014 Relief pada candi merupakan media penampilan gerak yang tanpa nafsu sama untuk menyampaikan pesan. Pesan yang sekali, serta tanpa kesan dramatik. Ini ingin disampaikan dikemas dalam rangkaian semacam pelepasan yang menembus cerita yang menarik, sarat nilai keagamaan, kematian serta kejernihan dari bentuk- dikemas dalam kehidupan sehari-hari agar bentuk yang indah. Roh yang lebih duniawi mudah dipahami oleh masyarakat waktu itu tampil pada figur-figur rakyat jelata, dayang, (Siti Rohyani, 2004: 14). Dalam prajurit (Claire Holt, 2002: 50 – 64). menyampaikan pesan, seniman memahat adegan tersebut dengan sangat komunikatif. Relief dalam candi sebagai seni Masyarakat dapat menangkap pesan yang klasik di Indonesia tidak pernah luput dari disampaikan seniman karena simbol-simbol yang sangat dalam maknanya. mengungkapkan kehidupan sehari-hari. Simbolisme-simbolisme tersebut Dalam kesehariannya, masyarakat dapat menggambarkan alam pikiran masyarakat menyaksikan atau melakukan seperti yang memilikinya pada saat tersebut. adegan-adegan dalam relief itu. Susanne K. Langer menjelaskan bahwa simbol-simbol pada relief tersebut disebut Relief dalam Candi Borobudur the symbol in art yang harus dibedakan digambarkan dalam naturalistik. Karena dengan the art symbol yang kemudian istilah seniman juga melukiskan perasaannya dalam ini diubahnya menjadi expressive form karya itu. Seniman tidak hanya karena banyak menimbulkan salah paham. menggambarkan apa yang dilihatnya, Dalam relief Candi Borobudur menjelaskan melainkan apa yang diketahuinya dan pemanfaatan seni dalam agama (religi) untuk dituangkan dalam karya tersebut (Dick menunjang kebesaran (keagungan) agama Hartoko, 1984: 28). Budha. Relief Candi Borobudur seperti kitab suci terbuka dan semuanya siap dipelajari, Relief Candi Borobudur dinamis tingkat-tingkat untuk mencapai ke Budhaan dalam komposisi, dramatik dalam (Soedarso, 2006: 37-42). mengungkapkan perasaan. Naturalisme diidealisasikan dari seni India. Alam-pohon- air mengalami stilisai dekoratif. Adegan dalam relief Candi Borobudur merupakan penampilan untuk merenung, dengan kegembiraan sorgawi. Pengelompokan, tingkah laku dan wajah yang intens dari para pelaku, semuanya dalam aksi yang ekspresif. Para abdi, parjurit, dewa, maupun dayang bukanlah sekedar rombongan yang berlebihan. Mereka tampak mereaksi dan memberikan komentar atas peristiwa- peristiwa yang terpampang dalam panil. Keikutsertaan mereka melibatkan mereka dengan akrab kepada Ratu Maya yang berhias dengan indah sekali. Mereka menambah keramaian. Figur mereka kadang tersembunyi pada daun-daunan. Tidak ada ketegangan atau kualitas dinamis yang kuat pada perwujudan figur-figur tersebut. Adegan-adegan tersebut adalah penampilan-

65 Andi Farid Hidayanto, Kajian Makna Panil 13, Pada Relief Lalitavistara Candi Borobudur Kepustakaan Hartoko, Dick, 1984, Manusia dan Seni, Kanisius, Yogyakarta Holt, Claire, 2000, Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia, terjemahan Prof. Dr. RM. Soedarsono, Line, Bandung Magetsari, Noerhadi, 1997, Candi Borobudur, Rekonstruksi Agama dan Filsafatnya, Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta Maulana, Ratnaesih, 1992, Siva Dalam Berbagai Wujud, Suatu Analisis Ikonografi di Jawa Masa Hindu-Budha, UI, Jakarta Panofsky, Erwin, 1955, Meaning in the Visual Arts, The University Chicago Press, Chicago Rohyani, Siti, 2004, Skenario Penggambaran Relief Karmawibhanga di Candi Borobudur, UI, Jakarta Saidi, Acep Iwan, 2008, Narasi Simbolik Seni Rupa Kontemporer Indonesia, Isacbook, Yogyakarta Santoso, JO, 2008, Arsitektur Kota Jawa, Kosmos, Kultur dan Kuasa, Centropolis, Bandung Soekmono, 1981, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Kanisius, Yogyakarta Soetarno, 2002, Aneka Candi Kuno di Indonesia, Dahara Prize, Semarang SP, Soedarso, 2006, Trilogi Seni, Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni, BP ISI, Yogyakarta

Webtografi www.borobudurforumdesain.htm , 26 Desember 2010 www.kaskus.co.id/lalitavistara-page1.htm 9 September 2013

66