INTRODUKSI PARASITOID, SEBUAH WACANA BARU DALAM PENGENDALIAN HAMA KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus DI INDONESIA

Lina Herlina

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jalan Tentara Pelajar No. 3A Bogor, 16111 Telp. (0251) 8339793, 8337975, Faks. (0251) 8338820, E-mail: [email protected], [email protected]

Diajukan: 15 November 2010; Diterima: 2 Desember 2010

ABSTRAK

Masuknya hama eksotis Paracoccus marginatus ke Indonesia telah menimbulkan permasalahan dalam pengendalian hama tersebut pada tanaman pepaya (Carica papaya). Belum terdapat alternatif pengendalian yang efektif untuk menekan populasi hama ini di Indonesia. Pengendalian hayati dengan mengoptimalkan musuh alami sebenarnya merupakan alternatif yang paling sesuai, namun hasil penelitian yang memadai untuk mengembangkan musuh alami lokal yang potensial belum tersedia. Introduksi parasitoid yang efektif mengendalikan P. marginatus di luar negeri menginspirasi upaya pengendalian hama ini di Indonesia. Tulisan ini bertujuan membahas beberapa aspek penting dalam program introduksi parasitoid, antara lain karakter agens hayati introduksi, prosedur pelepasan musuh alami, dampak negatif terhadap organisme bukan sasaran, serta prospek aplikasi parasitoid introduksi di Indonesia. Pada prinsipnya, introduksi parasitoid cukup prospektif untuk diterapkan di Indonesia dengan persyaratan tertentu. Kata kunci: Carica papaya, Paracoccus marginatus, pengendalian hama, parasitoid, Indonesia

ABSTRACT

Introduction of parasitoid, a new concept in controlling papaya mealybugs Paracoccus marginatus in Indonesia

The invasion of exotic pest Paracoccus marginatus in Indonesia has encountered a special problem. Any pest controls conducted on this pest have not proved to be effective yet to suppress pest population. Actually, the most appropriate strategy to control P. marginatus infestation could be attained through biological control by optimizing the natural enemies, but unfortunately there has not been any sufficient research which developed some potential natural enemies native to Indonesia. The attempts that succeed in managing P. marginatus under lower population have been carried out by other countries through introduction of parasitoids. This has been inspiring to apply the same strategy in Indonesia to control P. marginatus. This paper aimed to discuss some important aspects associated with introduction of parasitoids, e.g. characteristics of potential agents, procedure for releasing natural enemies, effects on nontarget organisms, and also the potential and prospect of applying parasitoid introduction in Indonesia. In principal, parasitoid introduction to control P. marginatus is potential to be implemented in Indonesia, as long as it matched with the requirements. Keywords: Carica papaya, Paracoccus marginatus, pest control, parasitoid, Indonesia

ama kutu putih, Paracoccus mar- 2008, hama tersebut telah menginfestasi pepaya di Jawa Tengah mendapat se- H ginatus merupakan salah satu secara luas tanaman pepaya di daerah rangan parah hama kutu putih. Harian kendala utama dalam budi daya tanaman Bogor sehingga kutu putih menjadi sangat Joglo Semar melaporkan sekitar 135.000 pepaya (Carica papaya). Awalnya hama populer di kalangan petani maupun prak- tanaman pepaya di Kabupaten Boyolali ini tidak dikenal dalam kelompok kutu tisi hama. terpaksa dimusnahkan, bahkan hama di- putih di Indonesia dan bukan merupa- Masuknya hama eksotis P. margina- laporkan telah mencapai Kabupaten kan ancaman bagi tanaman hortikultura tus ke Indonesia telah menimbulkan Klaten, yang terindikasi dari adanya 300 karena belum teridentifikasi keberada- kerugian besar pada tanaman pepaya. tanaman pepaya yang terserang. Serang- annya di Indonesia. Namun, sekitar tahun Pada tahun 2009, 10 kabupaten sentra an tidak hanya mematikan tanaman pe-

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 87 paya jenis impor, tetapi juga pepaya lokal, & Schauff, Anagyrus loecki Noyes & Gejala dan Dampak Kerusakan bahkan pepaya andalan Boyolali M9 Menezes, dan Pseudleptomastix mexi- sebagian juga mati terserang kutu putih. cana Noyes & Schauff. Tingkat para- Dengan karakternya yang bersifat polifag, Sejak terdeteksi keberadaannya pada sitisasinya bervariasi antarlokasi dan relatif tahan terhadap pestisida, menye- Mei 2008 di pertanaman pepaya di Bogor, antarspesies parasitoid. Keberhasilan bar sangat mudah dan cepat, serta pada serangan hama kutu putih meluas secara cara pengendalian tersebut menginspi- serangan berat menyebabkan kematian cepat ke berbagai wilayah Indonesia, rasi untuk mengimplementasikannya di pada tanaman, P. marginatus menjadi antara lain Kabupaten Bogor, Sukabumi, Indonesia melalui introduksi parasitoid. ancaman yang cukup serius bagi petani Cianjur, Kota Depok (Jawa Barat), DKI Tulisan ini bertujuan memberikan pepaya. Selain menyerang pepaya, hama Jakarta, Kabupaten Tangerang (Banten), ulasan mengenai introduksi parasitoid, ini juga menginfestasi tanaman alpukat, beberapa kabupaten di Jawa Tengah, Kota antara lain karakteristik parasitoid yang terung, tomat, kamboja, aglaonema, palem Surabaya (Jawa Timur), Kota Pekanbaru efektif serta faktor yang perlu dipertim- putri, kembang sepatu, puring, zodia, ubi (Riau), Denpasar (Bali), dan Sulawesi bangkan dalam introduksi musuh alami, kayu, dan jarak (Ditjen Hortikultura 2008). (Friamsa 2009; Muniappan 2009; Deffan seperti teknik pelepasan yang tepat serta Hama biasanya menginfestasi sepan- 2010). Alternatif pengendalian yang efektif pengukuran dampaknya terhadap orga- jang tepi tulang daun tua atau pada hampir untuk menekan populasi kutu putih belum nisme nontarget. seluruh bagian daun muda serta buah. tersedia di Indonesia. Aplikasi insektisida Serangga menusuk dan mengisap cairan dengan bahan aktif imidakloprid secara floem tanaman inangnya dan menge- tunggal dapat menurunkan populasi hama P. marginatus ANCAMAN luarkan toksin yang dapat mengakibatkan hingga 40% setelah empat kali aplikasi, SERIUS PRODUSEN PEPAYA daun klorosis (menguning) dan mengerut, sedangkan aplikasi yang dikombinasikan tanaman mengalami deformasi dan kerdil, dengan air sabun mampu menekan popu- serta daun dan buah gugur prematur (Heu lasi hama hingga 60% (Dadanget al. 2008). Penyebaran P. marginatus et al. 2007; Sartiami et al. 2009a). Meskipun demikian, selain tidak efisien Koloni P. marginatus menghasilkan karena berbiaya tinggi, pengendalian Kutu putih pepaya P. marginatus (Hemip- cairan madu (honeydew) yang menutupi dengan pestisida, sebagaimana dipraktek- tera: Pseudococcidae) ditengarai berasal permukaan tanaman, yang menginisiasi kan sebagian petani pepaya di Indonesia, dari Meksiko, atau suatu wilayah di dekat tumbuhnya cendawan jelaga yang ber- tidak dapat menekan populasi kutu putih Amerika Tengah (CABI 2005). Meski warna kehitaman (sooty mould). Permu- di lapangan. Bahkan dalam waktu sing- spesimen serangga ini telah dikoleksi kaan daun, batang maupun buah yang kat, serangan hama meluas lintas pulau. pertama kalinya di Meksiko pada tahun tertutupi jelaga akan mengalami gangguan Lapisan lilin di permukaan tubuh kutu 1955, deskripsi tentang spesies ini baru difusi gas dan menghambat proses foto- putih merupakan perisai yang mampu dilakukan pada tahun 1992 oleh Williams sintesis sehingga selain produksi buah melindungi kutu putih dari zat toksik dan Granara deWillink, dan dideskripsi turun drastis, buah yang terbentuk juga insektisida. ulang oleh Miller dan Miller pada tahun gagal dipanen karena gugur prematur atau Pengendalian hayati klasik dengan 2002 (Amarasekare et al. 2008). Sejak saat tidak layak jual (CABI 2005). mengoptimalkan musuh alami merupakan itu, hama ini berturut-turut dilaporkan Sejak terjadi serangan P. marginatus cara pengendalian yang paling sesuai. terdapat di US Virgin Island (1996), di Indonesia, buah pepaya menjadi sulit Namun, karena tergolong hama baru, Amerika Serikat (Florida), Haiti, St. Kitts dijumpai di pasaran, padahal sebelumnya inventarisasi musuh alami P. marginatus dan Nevis, St. Barthélemy, dan Guada- pepaya sangat mudah ditemukan dan di Indonesia masih sangat terbatas se- loupein (1998); French Guyana, Cuba, dan murah harganya. Masyarakat umum- hingga perlu dilakukan survei ke berbagai Puerto Rico (1999); Barbados, Cayman nya mengonsumsi buah pepaya untuk wilayah di Indonesia, khususnya di daerah Islands, dan Montserrat (2000); Bahamas kesehatan saluran cerna. Bagi beberapa endemis kutu putih untuk menggali in- dan Guam (2002); Republik Palau (2003) produsen pepaya di dunia seperti negara- formasi mengenai keberadaan musuh (Muniappan et al. 2006), Kepulauan Ha- negara di Kepulauan Karibia, Amerika alami lokal yang potensial untuk di- waii (Maui dan Oahuta) (2004) (Amara- Selatan, Kepulauan Hawai, serta Florida, kembangkan. Studi secara mendalam sekare et al. 2009); dan di Northern Mari- pepaya bernilai jutaan dolar, khususnya mengenai karakter biologi masing-masing anas (Tinian) (2005) (Muniappan 2009). dari produksi papain. Papain merupakan musuh alami, kisaran inang, efektivitasnya Selanjutnya P. marginatus menginvasi bahan baku bagi produksi permen karet, dalam mengendalikan P. marginatus, serta pulau-pulau di Pasifik dan telah mapan di sampo, pasta gigi maupun pasta pemutih analisis risiko terhadap organisme non- Guam (Meyerdirk et al. 2004). gigi, pelunak daging, serta untuk industri target juga perlu dilakukan untuk mem- Invasi ke Asia Selatan dan Asia Teng- minuman keras dan tekstil (CABI 2005). peroleh kandidat musuh alami yang gara berlangsung sejak tahun 2008 hingga andal. sekarang. Hama ini pertama kali masuk Beberapa negara telah mempraktekkan Indonesia pada Mei 2008, berdasarkan PENGENDALIAN HAYATI pengendalian secara biologi tersebut, laporan Aunu Rauf, seorang Profesor dari antara lain Karibia, negara di Amerika Latin, IPB (Deffan 2010). Pada tahun yang sama, Sejak masuk pada tahun 2008, dalam ku- Florida, Guam, dan Palau (Rich 2010). P. marginatus juga dilaporkan terdapat di run waktu 2,5 tahun P. marginatus telah Parasitoid yang digunakan adalah dari Tamil, Sri Lanka, utara Thailand, dan 'mapan’ di Indonesia, terbukti dari laporan ordo Hymenoptera, famili Encyrtidae, setahun kemudian juga terdapat di Bang- serangan hama ini di berbagai wilayah antara lain Acerophagus papayae Noyes ladesh dan Maladewa (Muniappan 2009). pada berbagai komoditas, dengan prefe-

88 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 rensi utama pada tanaman pepaya (Fri- tinggal pada tubuh serangga lain (dise- pada skala laboratorium. Belum terdapat amsa 2009; Sartiami et al. 2009a). Berbagai but inang) dan menggunakan tubuh pengkajian di lapangan maupun upaya teknik pengendalian telah dilakukan pe- inang sebagai media untuk memenuhi pengembangan musuh alami lokal secara tani, antara lain dengan melakukan eradi- kebutuhan hidup dan atau menyelesai- massal. Oleh karena itu, perlu dilakukan kasi tanaman terserang, mengganti tanam- kan siklus hidupnya. Penggunaan para- survei dalam jangka panjang untuk meng- an pepaya dengan tanaman lain yang sitoid untuk pengendalian hayati lebih gali potensi musuh alami yang ada di relatif tahan (misalnya ubi kayu), dan aman bagi lingkungan karena spesifik Indonesia, terutama dari daerah dengan menyemprot hama menggunakan pes- terhadap inangnya (Greathead 1986). karakter geografis yang berbeda. Untuk tisida. Namun dari sekian usaha pengen- Pengendalian hama dengan mema- jangka pendek, mengingat kerusakan dalian, belum ada satupun yang efektif nipulasi musuh alami dimaksudkan untuk akibat P. marginatus pada pertanaman menghentikan invasi hama ini. Pengen- memberikan peran yang lebih besar ke- pepaya cukup parah dalam waktu singkat, dalian kimiawi dengan insektisida ber- pada musuh alami untuk menekan populasi pengendalian hayati melalui introduksi bahan aktif asefat, karbaril, khlorpirifos, hama. Pada prinsipnya, musuh alami akan parasitoid dapat menjadi alternatif peme- diazinon, dimetoat, malation, dan minyak selalu berkembang mengikuti perkem- cahan masalah. mineral putih hanya efektif secara parsial, bangan hama. Selama musuh alami dapat atau memerlukan aplikasi dua kali dari dosis menekan hama maka pengendalian dengan normal untuk memberikan efek terhadap bahan kimia tidak diperlukan karena PENGENDALIAN HAYATI infestasi hama kutu putih (Walker et al. keseimbangan biologi telah tercapai 2003). Hal ini dikarenakan P. marginatus (Anonymous 2002). Filosofi ini merupakan MELALUI INTRODUKSI memiliki lapisan lilin yang tebal dan kan- strategi pendekatan hama terpadu dengan PARASITOID tung kapas serta sering bersembunyi di pendekatan ekologi, yang menekankan dalam daun atau tunas yang rusak (Walker pada upaya menciptakan kondisi eko- Komersialisasi Musuh Alami et al. 2003). Statusnya sebagai hama ek- sistem sedemikian rupa sehingga musuh sotis membawa konsekuensi kesulitan alami dapat berkembang secara baik dan Pengendalian hayati dengan meng- tersendiri dalam mencari taktik pengen- menunjukkan pengaruh nyata terhadap optimalkan kinerja musuh alami makin dalian yang sesuai. penurunan populasi hama atau tingkat banyak diadopsi petani. Produksi musuh Di negara asalnya, Amerika Tengah kerusakan pada tanaman. alami secara massal berkembang sangat (Meksiko), P. marginatus tidak menjadi Inventarisasi musuh alami P. margi- pesat dalam tiga dekade terakhir, antara masalah yang serius karena di negara natus dari pertanaman pepaya di Bogor lain dalam hal jumlah serangga, kisaran tersebut terdapat beberapa jenis musuh dan Sukabumi pada tahun 2008 dan 2009 spektrum spesies serangga, serta metode alami lokal, yaitu parasitoid yang dapat memperoleh beberapa jenis musuh alami, produksinya (Van Lenteren dan Tomma- mengontrol populasi hama. Pengendalian antara lain dari kelompok predator (ordo sini 2003). Kemajuan di bidang teknologi populasi hama dengan memberdayakan Neuroptera, Coleoptera, Diptera), dan produksi massal, pengawasan mutu, musuh alami dikenal sebagai pengen- parasitoid (ordo Hymenoptera), serta dari penyimpanan, pengkapalan, dan teknik dalian hayati. Pengendalian hayati men- kelompok cendawan Entomophthorales pelepasan telah menurunkan biaya pro- capai era gemilangnya sejak abad ke-19. (Dadang et al. 2008; Sartiami et al. 2009b) duksi secara signifikan sehingga komer- Saat itu, penggunaan pestisida untuk me- (Tabel 1). Meskipun demikian, penelitian sialisasi musuh alami bukan lagi hal yang ngendalikan hama mulai menunjukkan terhadap hama kutu putih maupun musuh sulit. Bahkan dengan makin banyaknya efek negatif, berupa resistensi dan resur- alaminya di Indonesia masih sangat ter- inovasi yang terkait dengan sistem jensi beberapa jenis hama. Pengendalian batas, yaitu baru dalam tahap identifikasi penyimpanan jangka panjang, antara lain hayati sebagai isu lingkungan berskala dan pengukuran persentase parasitisasi memanfaatkan fenomena diapause pada internasional mempunyai keunggulan, yaitu bersifat permanen dalam memper- tahankan populasi hama pada tingkat yang aman, tidak mencemari lingkungan, aman Tabel 1. Musuh alami Paracoccus marginatus berdasarkan hasil survei di bagi manusia, produk tanaman, dan orga- beberapa lokasi di Jawa Barat. nisme menguntungkan, ekonomis karena tidak membutuhkan biaya tambahan Ordo Famili Spesies Peranan untuk pekerja sesudah pelepasan awal, ketika musuh alami telah mapan dapat Neuroptera Chrysopidae Chrysopha sp. Predator menyebar sendiri, dan kompatibel dengan Coleoptera Coccinellidae Scymnus sp., Predator Curinus sp., teknik pengendalian yang lain (Vincent Chilocorus politus, et al. 2007). Cryptolaemus mon- Dalam pengendalian hayati hama, trouzieri dikenal dua jenis musuh alami utama, yaitu Diptera Syrphidae  Predator predator dan parasitoid. Predator adalah Hymenoptera Scelionidae, Eulophidae  Parasitoid makhluk hidup yang memangsa makhluk Braconidae, Encyrtidae lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Entomophthorales Neozygtaceae Neozygites fumosa Cendawan sedangkan parasitoid adalah makhluk Sumber: Dadang et al. (2008); Sartiami et al. (2009b). hidup (dalam hal ini serangga) yang

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 89 serangga), pengkapalan, dan teknik pele- (Flanders dan Radcliffe 1999) juga ber- dari kelompok endoparasitoid soliter pasannya, berhasil meningkatkan kualitas hasil memapankan endoparasitoid larva yang memiliki efektivitas tinggi dalam musuh alami sehingga aplikasinya sebagai Bathyplectes curculionis Thompson dan mengendalikan P. marginatus. Parasitoid pengendali hama makin mudah dan murah B. anurus Thompson (Hymenoptera: tersebut adalah A. papayae, A. loecki, dan (Van Lenteren dan Tommasini 2003). Ichneumonidae) (Kingsley et al. 1993; P. mexicana (Hymenoptera: Encyrtidae) Steffey et al. 1994), endoparasitoid ima- (Amarasekare et al. 2009). Parasitoid- go Microctonus aethiopoides Lioan parasitoid tersebut telah dikulturkan di Aplikasi Parasitoid sebagai (Hymenoptera: Braconidae), dan endo- laboratorium Puerto Rico dan ditawarkan Pengendali Hama di Indonesia parasitoid larva Oomyzus incertus secara cuma-cuma ke negara yang ber- (Hymenoptera: Eulophidae) (Radcliffe masalah serius dengan P. marginatus. Parasitoid yang telah banyak dipelajari dan Flanders 1998). Beberapa negara yang telah menggu- maupun dimanfaatkan sebagai pengendali Department of Agriculture’s nakannya antara lain adalah negara- hama di Indonesia didominasi oleh para- and Plant Health Inspection Service negara Karibia, Amerika Latin, Florida, sitoid dari famili Trichogrammatidae, ya- (APHIS), Amerika Serikat telah berhasil Guam (Meyerdirk et al. 2004), dan Palau itu genus Trichogramma dan Tricho- mengidentifikasi tiga spesies parasitoid (Rich 2010). grammatoidea (Herlinda 1995; Marwoto et al. 1997; Nurindah et al. 1997; Marwoto dan Supriyatin 2000; Meilin et al. 2000; Nurindah 2000; Marwoto dan Saleh 2003; Buchori et al. 2010). Potensi para- Tabel 2. Beberapa spesies parasitoid dari famili Trichogrammatidae di sitoid Trichogramma sebagai agens pe- Indonesia. ngendali hama secara hayati telah diuji di berbagai belahan dunia dan membe- Spesies Serangga inang Tanaman inang rikan hasil yang baik (Marwoto 2010). Trichogramma japonicum Scirpophaga incertulas Padi Spesies Trichogramma dan Tricho- Tryporyza nivella Tebu grammatoidea yang dipilih adalah yang Chillo auricilius Tebu tergolong parasitoid telur karena lebih S. innotata Padi efektif untuk mengendalikan beberapa T. chilonis Helicoverpa armigera Kedelai, bawang merah T. nivella Tebu jenis hama, antara lain penggerek polong T. australicum C. auricillius Tebu kedelai, penggerek batang jagung, dan Chillo spp. Tebu/padi hama kubis. H. armigera Jagung Spesies Trichogramma maupun Tri- C. suppresalis Jagung chogrammatoidea yang terdapat di Ostrinia furnacalis Jagung T. chilotraeae C. infuscatellus Tebu Indonesia sangat beragam (Tabel 2). C. sacchariphagus Tebu Namun, informasi maupun penelitian yang Etiella zinckenella Kedelai terkait dengan jenis parasitoid dari famili T. minutum Heliothis spp. Tembakau Trichogrammatidae yang menyerang P. Agrius convolvuli Ubi jalar marginatus belum ada. Dengan demikian, Pieridae Kedelai, cassia, kubis Trichogramma sp. Cricula trifenestrata Jambu mete untuk saat ini genus Trichogramma mau- Trichogramma sp. basalis Pinus pun Trichogrammatoidea belum dapat T. flandersi Plutella xylostella Kubis dimanfaatkan untuk mengendalikan P. Trichogrammatoidea bactrae- Etiella sp. Kedelai marginatus. bactrae T’toidea bactrae C. sacchariphagus Tebu Straminellus  T’toidea thoseae Setora nitens Kelapa sawit Contoh Sukses Introduksi Setothoseae asigna Kelapa sawit Parasitoid Darna trima Kelapa sawit T’toidea armigera H. armigera Kapas Pengendalian hama melalui introduksi E. zinckenella Kedelai P. xyllostella Kubis musuh alami, dalam hal ini parasitoid, Crocidolomia binotalis Kubis, bunga kol bukanlah hal baru. Keberhasilan intro- S. incertulas Tebu duksi parasitoid Pediobius foveolatus JC T’toidea guamensis H. armigera Jagung Crawford dari India untuk mengendalikan T’toidea nana C. sacchariphagus Tebu kumbang kedelai Meksiko Epilachna Straminellus  C. infuscatellus Tebu varivestis Mulsant di wilayah pantai Tetramoera schistaceana Tebu Amerika Serikat adalah salah satu contoh T’toidea cojuangcoi P. xylostella Kubis, bunga kol, sukses pengendalian hayati klasik yang salada terintegrasi dengan PHT pada tanaman Scirpophaga incertulas Padi kedelai (Kogan dan Turnipseed 1987). Diptera Bunga kol Introduksi parasitoid musuh alami kum- Sumber: Meilin et al. (2000); Buchori et al. (2010). bang alfalfa Hypera postica Gyllenhal

90 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 Introduksi Parasitoid perlindungan pada saat distribusi, dan istirahat jika panjang hari berkisar antara waktu pelepasan (Van Driesche et al. 1516 jam, yang biasanya terjadi pada Introduksi berarti membawa masuk/mem- 2008; Marwoto 2010). Berikut ini diurai- akhir Agustus. Ketika strain ini dibawa ke perkenalkan sesuatu yang baru ke suatu kan keterkaitan karakter tersebut dengan Missouri, Amerika Serikat yang terletak tempat/lokasi/daerah tertentu. Introduksi keberhasilan introduksi parasitoid. pada 12°LS, sensitivitas terhadap panjang parasitoid merupakan salah satu tahapan hari di wilayah tersebut menyebabkan pengendalian hayati, yaitu melepas musuh parasitoid beristirahat pada awal Sep- alami eksotis ke dalam lingkungan baru Kemampuan Beradaptasi tember, yang suhu rata-ratanya lebih dari sehingga nantinya secara permanen dapat terhadap Iklim 15°C. Padahal kemampuan hidup para- mapan dan mampu mengendalikan popu- sitoid menjadi rendah jika parasitoid lasi hama dalam jangka panjang tanpa Kemampuan musuh alami untuk ‘mapan’ yang sedang beristirahat terekspos oleh intervensi lebih lanjut. Tujuan dasarnya (establish) di lapangan merupakan titik kisaran suhu tersebut. Akibatnya, intro- adalah mengembalikan keseimbangan kritis dalam pengendalian dengan meman- duksi C. rubecula di Missouri gagal (Van alami yang terganggu akibat masuknya faatkan musuh alami. Ketidaksesuaian Driesche et al. 2008). spesies hama eksotis dengan cara meng- lingkungan biologis musuh alami intro- Meksiko terletak pada ketinggian hadirkan musuh alaminya. Introduksi duksi dengan lokasi baru dapat menye- 2.309 m dpl, dengan suhu rata-rata 10°C, umumnya diikuti oleh konservasi musuh babkan kegagalan dalam ‘memapankan’ rentang kisaran suhu 5°C, suhu terpanas alami, yaitu menciptakan kondisi yang agens hayati tersebut di lapangan (Van 27°C (biasanya terjadi pada April), dan memungkinkan agens hayati untuk tetap Driesche et al. 2008). Faktor utama yang suhu terendah 5°C (terjadi pada Januari tinggal dan hidup pada area target. Ideal- menjadi pembatas distribusi musuh alami, dan Desember). Musim terkering terjadi nya, terdapat area yang khusus disediakan selain keberadaan hama inang adalah iklim pada Februari, yakni hanya terdapat 3 hari untuk melindungi musuh alami agar tetap (BIREA 2010). Artinya, introduksi musuh hujan dalam bulan tersebut dengan curah bertahan hidup, terutama di luar musim- alami akan lebih berhasil bila musuh alami hujan 4 mm. Musim terbasah terjadi pada nya (Manley et al. 2001). Praktek bercocok tersebut berasal dari negara yang memiliki Juli dengan 22 hari hujan dan curah hujan tanam dan pemakaian pestisida yang iklim/cuaca yang sama dengan negara rata-rata 160 mm. Kelembapan relatif selektif dapat dimanipulasi sedemikian penerima. Selain berpengaruh secara lang- tahunan 59,30% (Anonymous 2010b). rupa sehingga mendukung upaya konser- sung terhadap parasitoid, iklim juga meme- Apabila dibandingkan dengan Mek- vasi agens hayati introduksi maupun ling- ngaruhi hama target yang menjadi ‘habitat siko, secara umum iklim di Indonesia kungan (Manley et al. 2001) parasitoid’ serta tanaman inang sebagai cukup berbeda. Indonesia merupakan Dalam pengendalian hayati, musuh media hidup hama. negara tropis dengan dua musim, yaitu alami yang efektif memiliki ciri-ciri sebagai Keberhasilan parasitoid introduksi musim hujan (basah) dan musim kemarau berikut: mampu mendeteksi populasi hama untuk bertahan di lokasi baru sangat di- (kering). Dengan kondisi wilayah 81% pada kepadatan yang rendah, memiliki tentukan oleh kemampuannya merespons tertutup perairan, suhu daratan Indonesia pertumbuhan populasi lebih cepat diban- faktor-faktor fisik yang ekstrem, antara lain umumnya tidak tetap, variasi suhu relatif ding hama, menunjukkan laju penekanan iklim maupun cuaca panas, dingin, kelem- kecil dari satu musim ke musim berikutnya. populasi hama per kapita cukup tinggi, bapan, dan kekeringan (Van Driesche et Daerah pantai memiliki suhu rata-rata memiliki fenologi yang sinkron dengan al. 2008). Serangga merupakan organisme 28°C, dataran rendah 26°C, dan dataran hama target, persisten pada kepadatan poikilotermik yang kelangsungan hidup tinggi 23°C. Kelembapan relatif berkisar populasi hama yang rendah, musim tanam maupun eksistensinya sangat bergantung antara 70–90% (Anonymous 2010a). maupun rotasi tanaman, toleran terhadap pada suhu lingkungan. Tidak terdapat Perbedaan iklim tersebut menjadi ma- berbagai aktivitas pengelolaan tanaman, agens pengendali hayati yang secara salah tersendiri dalam introduksi para- serta mudah diadopsi petani dan diper- permanen mampu mengkolonisasi habitat sitoid asal Meksiko ke Indonesia dalam banyak secara massal (Manley et al. dengan suhu di luar kisaran suhunya rangka pengendalian hama kutu putih 2001). (BIREA 2010). Demikian pula distribusi pepaya. Mengingat suhu rata-rata Mek- populasinya dibatasi oleh letak geografis siko lebih rendah dibanding Indonesia, ada (elevasi). Prediksi secara akurat distribusi dua alternatif untuk mengantisipasi hal KARAKTER PENTING musuh alami tanpa informasi yang mema- tersebut. Alternatif pertama, mencari strain PARASITOID INTRODUKSI dai mengenai iklim yang sesuai bagi agens parasitoid di Meksiko atau negara lain hayati maupun hama inang nontarget yang yang memiliki iklim mirip dengan Indo- Keberhasilan introduksi parasitoid potensial, sulit dilakukan. nesia sebagai kandidat parasitoid yang sebagai musuh alami sangat ditentukan Agens introduksi yang mampu men- akan diintroduksi. Dengan demikian diper- oleh kemampuannya beradaptasi terha- toleransi kondisi fisik iklim di lingkungan lukan informasi sebanyak mungkin para- dap iklim, tanaman inang, serangan musuh baru belum tentu berhasil apabila iklim sitoid yang efektif mengendalikan hama alami lokal, dan menemukan inang alter- setempat tidak sejalan dengan stadia kritis kutu putih. Alternatif kedua, melakukan natif di lokasi yang baru (Van Driesche et hama inangnya, atau jika kondisi iklim adaptasi kandidat parasitoid asal Meksiko al. 2008). Selain itu, juga ditentukan oleh setempat tidak cukup menstimulasi agens yang akan diintroduksi sebelum dilepas teknik pelepasan yang tepat, yang meli- tersebut untuk memasuki masa istirahat secara massal dengan memeliharanya di puti jumlah parasitoid yang dilepas, me- atau hibernasi (diapause) secara tepat. Di suatu daerah di Indonesia yang memiliki dia, praadaptasi parasitoid introduksi Kolumbia dan Kanada, parasitoid Cote- suhu sama dengan Meksiko, misalnya di terhadap hama target sebelum pelepasan, sia rubecula Marshall memasuki masa dataran tinggi. Melalui adaptasi ini akan

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 91 diperoleh strain parasitoid baru yang lebih parasitoid. Parasitoid umumnya memiliki tanaman inang selain Lucerne (tanaman adaptif terhadap iklim Indonesia. kemampuan mengeksploitasi senyawa inang utama) di Kepulauan Norfolk, Solusi lain untuk mengatasi perbedaan kimia tertentu yang dikeluarkan tanaman diikuti oleh kemampuan Mieroctonus iklim dalam introduksi musuh alami adalah sehingga dapat menemukan inangnya aethiopoides (parasitoidnya) untuk menggunakan climate-matching. Teknik secara akurat (Henneman 2008). Parasitoid bertahan dan berkembang pada hama ini telah digunakan secara luas untuk juga memiliki kemampuan mempelajari tersebut pada pengujian di laboratorium, memprediksi potensi distribusi berbagai ‘bau’ tertentu yang dapat meningkatkan di mana S. discoideus dipelihara dengan jenis tanaman maupun serangga intro- aktivitas pencarian inang (foraging pakan tanaman sejenis legum, famili duksi pada kondisi iklim aktual maupun activity). Pada Trichogramma spp., fabaceae (Barratt et al. 2005). Hal ini meng- di masa mendatang (Van Driesche et al. parasitoid telur Etiella zinckenella, agar indikasikan bahwa M. aethiopoides 2008). Software Climex, misalnya, secara efektif mengendalikan hama tersebut, memiliki adaptasi yang tinggi terhadap empiris dapat mencocokkan ekoiklim se- pelepasan parasitoid dilakukan setelah tanaman inang hamanya. tempat dengan spesies asli untuk mem- ditemukan telur inang (hama) atau P. marginatus dikenal sangat polifag prediksi kisaran spesies introduksi yang populasi telur inang (hama) tinggi, yaitu dengan lebih dari 60 jenis tanaman inang. sesuai dengan iklim tersebut (Sutherst pada saat tanaman berumur 45 hari dan Tiga kandidat parasitoid yang akan di- 2004). diulang tiga kali dengan interval 7 hari introduksi ke Indonesia (A. papayae, A. Strategi lainnya dapat dipelajari dari (Marwoto et al. 1997; Marwoto 2001). loecki, dan P. mexicana), perlu terlebih Amerika Serikat. Untuk meningkatkan Beberapa jenis tanaman diketahui me- dahulu dikaji kemampuannya untuk ber- peluang keberhasilan memapankan para- ngeluarkan senyawa kimia tertentu saat tahan hidup dan bereproduksi pada hama sitoid introduksi di kawasan beriklim terluka akibat aktivitas makan suatu hama. yang dipelihara pada berbagai jenis marginal, sebuah proyek dibangun di Hal ini menimbulkan adanya sugesti bah- tanaman inang. Introduksi parasitoid di daerah gurun sebelah barat daya negara wa penurunan aktivitas makan hama akan Republik Palau menggunakan tanaman tersebut dengan menerapkan tiga strategi menguntungkan tanaman. Tanaman mem- Plumeria sp. (famili Apocynae) sebagai dalam mengintroduksi parasitoid untuk produksi senyawa bau tertentu yang da- inang bagi P. marginatus untuk memantau mengendalikan Bemisia tabaci biotipe B pat dengan mudah dieksploitasi musuh kepadatan populasi hama tersebut serta (Roltsch et al. 2008). Daerah tersebut alami hama , atau dengan kata lain, tanaman parasitoidnya (Rich 2010). Tanaman kondisi iklimnya sangat buruk dan kebe- yang terserang hama akan ‘memanggil’ pepaya dianggap terlalu rapuh dan mudah radaan tanaman inang juga terbatas, parasitoid untuk datang dan menyerang mati akibat infestasi berat P. marginatus namun mobilitas hama sangat tinggi. Tiga hama inangnya (Henneman 2008). sehingga tidak dipilih sebagai media strategi yang dilakukan yaitu: 1) melepas Parasitoid akan lebih responsif dan perbanyakan. Sementara Plumeria sp. secara berkala parasitoid eksotis dalam akurat dalam menemukan inangnya jika memiliki karakter fisik yang lebih kuat dan jumlah besar setiap musim tanam, 2) inang tersebut berasosiasi dengan bau cukup tahan terhadap hama ini. Dari hasil membuat area mengungsi (refugee) untuk yang telah dikenal oleh parasitoid sebelum penelitian, parasitoid yang diintroduksi B. tabaci ketika populasi inang rendah, inang tersebut datang. Parasitoid juga melalui media Plumeria spp. sebagai untuk jangka pendek (sementara) maupun memiliki orientasi dan preferensi terhadap inang P. marginatus, berhasil memapan- permanen, dengan menanam berbagai warna tertentu serta pola kerusakan/gejala kan A. papayae dan A. loecki di negara jenis tanaman tahunan, 3) memelihara tanaman yang berasosiasi dengan hama tersebut. Ini juga mengindikasikan kedua parasitoid yang dilepas pada vegetasi inangnya (Henneman 2008). spesies parasitoid tersebut cukup adaptif yang ditanam di kebun maupun pe- terhadap tanaman inang selain pepaya. karangan rumah di perkotaan. Dengan Demikian pula introduksi parasitoid di menerapkan strategi tersebut, dalam Kemampuan Beradaptasi pada Republik Guam. Media tanaman inang selang waktu 3 tahun (19972000), dua Tanaman Inang Lain yang digunakan adalah Plumeria spp. jenis spesies parasitoid yang diintro- dan Hibiscus spp. dan parasitoid A. duksi, Eretmocerus emiratus dan Eret. Parasitoid yang efektif menyerang hama papayae dan A.loecki efektif menemu- sp. nr. emiratus, berhasil mengendalikan spesies tanaman tertentu, belum tentu kan populasi kutu putih. Dengan demikian Bemisia dengan tingkat parasitisasi lebih efektif jika digunakan untuk memarasit kedua spesies parasitoid tersebut cukup dari 50%. Begitu pula, Encarsia sophia spesies hama yang sama pada tanaman prospektif untuk diintroduksi dengan asal Pakistan berhasil mapan sejak dile- inang yang berbeda. Sebagai faktor biotik, media inang selain pepaya, meskipun di pas pada tahun 1997 (Roltsch et al. 2008). karakteristik tanaman yang berbeda dalam Indonesia, P. marginatus lebih menyukai Strategi ini dapat ditiru untuk memper- hal komposisi kimia, tekstur daun, tingkat tanaman pepaya. Namun demikian, hal ini besar peluang keberhasilan introduksi kematangan, dan arsitektur dapat meme- adalah positif karena dari segi vegetasi parasitoid A. papayae dan A. loecki di ngaruhi kemampuan parasitoid untuk me- tidak terdapat kendala bagi introduksi Indonesia. nyerang hama (Van Driesche et al. 2008). parasitoid hama tersebut. Kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap tanaman inang akan mening- Kemampuan Menemukan katkan efektivitas parasitoid, apalagi bila Kemampuan Bertahan Hidup Inang (Hama Target) hama yang dikendalikan bersifat polifag terhadap Musuh Alami Lokal atau memiliki kisaran tanaman inang Kemampuan menemukan inang meru- yang luas. Kemampuan Sitona discoideus Salah satu risiko introduksi parasitoid di pakan karakter penting yang harus dimiliki untuk mapan dan bereproduksi pada lokasi baru adalah serangan dari organis-

92 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 me/musuh alami lokal (Van Driesche et al. kolonisasi inang alternatif jika pada ling- Seleksi genetik dapat dilakukan kembali 2008), baik berupa hiperparasitoid, pre- kungan introduksi tidak ditemukan inang setelah parasitoid mapan, untuk memper- dator (khususnya terhadap imago para- target (inang primer), atau secara fisik tidak oleh populasi baru sebagai dasar dalam sitoid), maupun mikroba entomopatogen memenuhi komponen biologis bagi kelang- pengembangan parasitoid berikutnya. (virus, bakteri atau fungi). Serangan oleh sungan hidup parasitoid. Pada parasitoid Beberapa persyaratan yang harus dipe- musuh alami lokal berpengaruh terhadap telur walang sangit, augmentasi (penam- nuhi dalam pelepasan parasitoid diuraikan keberhasilan introduksi parasitoid di bahan populasi musuh alami ke lapangan) berikut ini. lapangan. Kokon C. rubecula, parasitoid terhadap Ooencyrtus malayensis dapat dari famili Braconidae untuk mengenda- dilakukan karena telah ditemukan inang likan ulat kubis Pieris rapae (L.) di Virgi- alternatif yaitu telur Riptortus linearis L. Jumlah dan Frekuensi nia (AS) diserang sejenis hiperparasitoid (Kartosuwondo 2001). Pelepasan ketika dilepas di lapangan sehingga Adanya inang alternatif juga akan introduksi parasitoid tersebut secara per- mempermudah produksi parasitoid di Jumlah parasitoid yang efektif untuk me- manen mengalami kegagalan (McDonald laboratorium. Produksi O. malayensis ngendalikan hama berbeda untuk setiap dan Kok 1992). dengan inang alternatif R. linearis cukup spesies parasitoid dan hama yang diken- Dalam tataran parasitisasi, parasitoid ekonomis, yakni dengan membiakkan dalikan (Marwoto 2010). Berdasarkan dikelompokkan menjadi parasitoid primer, induknya di laboratorium menggunakan hasil penelitian, jumlah parasitoid telur parasitoid sekunder, dan hiperparasitoid. kacang panjang sebagai pakan (Karto- T. bactrae-bactrae yang efektif mengen- Parasitoid primer adalah parasitoid yang suwondo 2001). Umumnya, parasitoid dalikan hama penggerek polong kedelai tidak menyerang parasitoid lain, sedang- spesifik untuk inang tertentu. Oleh Etiella spp. adalah 250.000 ekor/ha/ kan hiperparasitoid adalah parasitoid yang karena itu, ketahanan hidup parasitoid aplikasi, tiga kali aplikasi dengan interval hidup berkembang pada parasitoid lain. pada inang alternatif perlu diteliti. Keta- satu minggu (Marwoto 2001; 2010). Hiperparasitoid dapat bersifat obligat hanan hidup agens hayati di lapangan Menurut Pabbage dan Tandiabang atau fakultatif. Umumnya hiperparasitoid pada inang sekunder sedapat mungkin (2007), agar efisien, sebelum pelepasan menyerang parasitoid primer, dan hiper- tidak mengeksploitasi serangga nontar- parasitoid T. evanescens di lapangan untuk parasitoid tersebut disebut parasitoid get sebagai inang sekunder saat para- mengendalikan penggerek batang jagung sekunder. Hiperparasitoid tersier atau sitoid tidak mampu menemukan inang (Ostrinia furnacalis), perlu dilakukan kuarter dapat terjadi secara fakultatif primer. pendugaan populasi telur penggerek ba- (Capinera 2008). Kegagalan P. mexicana tang jagung melalui pengamatan sehingga untuk tetap ada di Miami-Florida (Amara- jumlah parasitoid yang dilepas tidak sekare et al. 2009) kemungkinan disebab- PERSYARATAN PELEPASAN berlebihan. Jumlah parasitoid yang dilepas kan serangan hiperparasit lokal. AGENS INTRODUKSI juga perlu memperhitungkan luas lokasi Terkait dengan introduksi parasitoid serta spesifikasi agens hayati itu sendiri. untuk mengendalikan P. marginatus Beberapa hal yang perlu diperhatikan Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian pada pepaya di Indonesia, belum terdapat dalam pelepasan agens hayati yaitu para- awal untuk mengetahui jumlah minimal studi yang melaporkan adanya spesies sitoid dalam kondisi sehat, bebas dari parasitoid yang efektif mengendalikan hiperparasitoid lokal yang menyerang A. infeksi patogen, cukup mendapat pakan, hama. Van Driesche et al. (2008) memberi papayae, A. loecki maupun P. mexicana. telah kawin (untuk imago) serta mewakili patokan, bila tidak ada informasi mengenai Namun, introduksi parasitoid di Palau karakteristik genetik yang luas dari popu- jumlah parasitoid yang perlu dilepas dapat mendapat serangan hiperparasitoid de- lasi aslinya (Van Driesche et al. 2008). digunakan jumlah sekitar ratusan ekor per ngan tingkat parasitisasi rendah, yaitu Pemeliharaan/perbanyakan parasitoid di- 100 m2. dari spesies Eunotus sp. (Hymenoptera: lakukan pada stadium hama target yang Pteromalidae) 0,40% dan Procheiloneurus disukai parasitoid untuk menghindari dactylopii (Hymenoptera: Encyrtidae) dihasilkannya keturunan yang kerdil serta Media Pelepasan 0,80% (Rich 2010). A. papayae dan A. memiliki fekunditas dan lama hidup yang loecki yang dapat bertahan hidup dan rendah. Sebelum pelepasan, perlu pula Media diperlukan untuk meningkatkan ‘mapan’ di lokasi introduksi disebabkan diketahui sensitivitas musuh alami ter- keberhasilan introduksi parasitoid di la- oleh dua kemungkinan. Pertama, ke- hadap hama target. Penurunan kualitas pangan. Pelepasan parasitoid ditentukan mampuan bertahan hidup kedua jenis genetis (erosi genetis) dapat terjadi pada oleh tipe parasitoid, antara lain sebagai parasitoid tersebut terhadap musuh alami agens yang dikultur terlalu lama, sampai parasitoid telur, parasitoid larva atau lokal cukup tinggi, atau tingkat parasitisa- beberapa generasi. Hal tersebut biasanya parasitoid imago. Pelepasan parasitoid si yang rendah sehingga agens hayati ter- terdeteksi pada uji sensitivitas terhadap hasil pemeliharaan di laboratorium, akan sebut dapat melepaskan diri dari serangan. hama target (Center et al. 2006). lebih baik jika dilakukan dengan menyer- Untuk mempertahankan keragaman takan hama yang telah terparasitisasi, genetik musuh alami, pelepasan sebaiknya misalnya berupa larva, telur atau imago. Kemampuan Bertahan Hidup dilakukan dalam area yang cukup luas dan Mengoleksi hama terparasit parasitoid pada Inang Alternatif sedapat mungkin menyerupai kondisi di lapangan untuk kemudian didistri- lingkungan aslinya sehingga agens hayati busikan di lokasi lain yang mengalami Keberhasilan introduksi parasitoid juga dapat menyebar, menemukan pasangan permasalahan hama yang sama juga dapat ditentukan oleh kemampuannya meng- dan inangnya (Hopper dan Roush 1993). dilakukan. Selain itu, parasitoid juga dapat

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 93 dilepas dalam bentuk koloni pada tanaman Manajemen Lokasi Setelah Range merupakan hasil estimasi dari inang yang terdapat hama yang terparasit. Pelepasan beberapa faktor, seperti batas iklim, Pelepasan parasitoid tipe ini memiliki ke- ketahanan hidup dan penyebaran, kisaran untungan, yaitu parasitoid dapat muncul Introduksi parasitoid di suatu lokasi me- geografis, masa istirahat dan kebutuhan kapan saja sehingga sumber inokulasi ter- merlukan pengaturan yang tepat untuk untuk aestivasi, serta kesesuaian iklim. sedia secara kontinu di lingkungan ter- meminimalkan gangguan. Misalnya, lo- Abundance (kelimpahan populasi) di- sebut. Parasitoid yang dilepas dapat kasi bebas dari aplikasi pestisida, atau tentukan oleh beberapa faktor, antara lain ditempatkan dalam suatu wadah berupa membatasi akses masyarakat umum ke voltinisme, fekunditas, kesesuaian inang, kotak kardus kecil atau botol plastik bekas lokasi untuk meminimalkan gangguan dan kemampuan hidup. Efek per kapita yang diberi lubang untuk keluar masuk ataupun kerusakan, seperti kebakaran. dapat diestimasi dari studi kisaran lapang parasitoid. di daerah asal, manipulasi penelitian, dan kurva kerusakan akibat suatu agens Adaptasi Agens Introduksi DAMPAK TERHADAP hayati. Pengendalian hayati hama kutu ORGANISME NONTARGET putih pepaya dengan parasitoid yang di- Sebelum Pelepasan lakukan di luar negeri belum menemukan adanya efek negatif dari penerapan pe- Adaptasi serangga pada lingkungan- Introduksi musuh alami eksotis maupun ngendalian tersebut. nya akan meningkatkan respons se- pelepasannya secara massal berpotensi rangga terhadap lingkungan. Demikian menimbulkan efek negatif terhadap orga- pula pada parasitoid, dengan memberikan nisme nontarget. Kemungkinan terjadi kesempatan untuk mengenal hama target atau tidaknya dampak negatif tersebut PROSPEK INTRODUKSI sebelum dilepas akan meningkatkan ke- ditentukan oleh kisaran inang musuh alami DI INDONESIA berhasilan parasitoid untuk memarasit serta keberadaan spesies yang termasuk hama inangnya di lokasi baru. Untuk para- kisaran inang musuh alami tetapi bukan Berdasarkan faktor iklim, sifat agens hayati sitoid yang diperbanyak dengan media menjadi target musuh alami tersebut. yang diintroduksi, dan dampak terhadap inang alternatif (bukan hama target), Salah satu kelebihan pengendalian organisme nontarget, introduksi parasi- pengadaptasian terhadap hama target hayati dibanding pengendalian lainnya toid berpeluang dilakukan di Indonesia dapat dilakukan sebelum pelepasan dalam adalah sangat mengutamakan keamanan. (Tabel 3). Belajar dari keberhasilan negara- skala laboratorium (Van Driesche et al. Dalam program pengendalian hayati, per- negara lain, kerja sama dapat dilakukan 2008). timbangan utamanya adalah mengguna- untuk merealisasikan upaya pengendalian Beberapa spesies parasitoid memiliki kan agens yang tidak menyerang organis- dengan agens hayati introduksi. Satu pilar strategi tertentu dalam mengeksploitasi me nontarget. Sebagai agens hayati, penting yang mendukung introduksi hama yang menjadi inangnya, seperti O. parasitoid memiliki kespesifikan lebih adalah sinergisme pengendalian hayati nezarae Ishii, spesies parasitoid telur tinggi dibanding predator. Meskipun dengan PHT agar keberlanjutannya dapat kumbang kedelai. Menurut Takasu et al. demikian, sebagai langkah antisipasi, dipertahankan. (2004), parasitoid ini memiliki kemampuan sebelum maupun sesudah pelepasan Salah satu faktor yang perlu dipertim- yang baik dalam mengkolonisasi Riptor- parasitoid, perlu dilakukan evaluasi untuk bangkan adalah biaya untuk mendapat tus clavatus pada pertanaman kedelai. De- mengukur pengaruh yang ditimbulkan agens hayati introduksi. Menurut infor- ngan karakter demikian, adaptasi dengan musuh alami tersebut. masi, Meksiko menawarkan parasitoid hama inangnya akan relatif lebih mudah Metode untuk memprediksi dampak untuk musuh alami P. marginatus secara dan cepat, serta persentase keberhasilan negatif pelepasan musuh alami terhadap cuma-cuma. Perlu pula dilakukan analisis parasitisasinya juga akan lebih tinggi. organisme nontarget antara lain adalah biaya perbanyakan di laboratorium, serta melalui evaluasi faktor-faktor yang terkait studi yang terkait dengan introduksi tersebut. Jika dilihat dari segi keberlan- Kondisi Lingkungan untuk dalam penetapan kisaran inang, baik berdasarkan informasi dari literatur, jutan, pengendalian menggunakan musuh Pelepasan museum, observasi lapangan di area asal alami (parasitoid) cukup murah karena maupun observasi faktor fisiologi, peri- efeknya terhadap populasi hama akan Selama transportasi menuju lokasi pele- laku, dan ekologi (Bigler et al. 2006). Mc berlanjut tanpa batas waktu, kecuali bila pasan, musuh alami ditempatkan dalam Clay dan Balciunas (2005) menyarankan terjadi bencana alam atau kerusakan wadah yang terlindung dari panas mata- untuk melakukan pengujian efikasi pra- lingkungan yang fatal. Biaya hanya di- hari, tersedia air dan makanan yang cukup lepas (pre-release efficacy assessment, perlukan pada inisiasi awal, yaitu untuk serta kondisi cuaca mendukung. Pele- PREA) dalam proses seleksi agens hayati. kegiatan koleksi, impor musuh alami, dan pasan parasitoid sedapat mungkin dila- Meskipun diadopsi dari teknik pengen- perbanyakan. Ketika musuh alami telah kukan pada pagi atau sore hari untuk dalian gulma, PREA memiliki prinsip mapan, biaya pemeliharaan relatif tidak menghindari suhu yang ekstrem. Menurut yang sama dan dapat diterapkan dalam diperlukan karena musuh alami dapat ber- Marwoto (2010), pelepasan parasitoid pengendalian serangga hama. Dampak kembang sendiri. Trichogramma spp. yang efektif adalah suatu agens hayati dapat ditetapkan Kelemahan pemanfaatan parasitoid pada pagi hari saat cuaca cerah, dengan berdasarkan formula sebagai berikut: sebagai pengendali hama menurut Mar- suhu 2530°C. Pelepasan parasitoid pada woto (2010) adalah: 1) kemampuan mencari saat cuaca buruk (turun hujan atau badai) Impact = range x abundance x percapita inang dipengaruhi oleh cuaca dan faktor perlu dihindari. impact (Mc Clay dan Balciunas 2005). lain, 2) hanya parasitoid betina yang aktif

94 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 Tabel 3. Prospek introduksi parasitoid ditinjau dari aspek iklim, cekaman biotik, karakter agens, dampak terhadap organisme nontarget, dan biaya.

Aspek yang menjadi pertimbangan dalam Solusi introduksi parasitoid

Iklim/cekaman abiotik Iklim merupakan faktor pembatas utama yang dapat diatasi dengan mengadaptasikan parasitoid introduksi selama beberapa waktu Cekaman biotik Tekanan dari musuh alami lokal (jika ada) Relatif tidak terdapat kendala bagi parasitoid Paracoccus marginatus Ketersediaan inang (hama target) Keberadaan tanaman inang Karakteristik parasitoid Daya mencari inang Studi karakter parasitoid untuk seleksi kandidat melalui studi literatur dan Daya adaptasi dengan inang alternatif penelitian aspek biologi secara komprehensif; jika parasitoid diperoleh Daya adaptasi dengan tanaman inang alternatif melalui impor maka akan mempersingkat tahapan ini Daya tahan terhadap musuh alami lokal Dampak terhadap organisme nontarget Parasitoid sebagai musuh alami memiliki tingkat keamanan cukup tinggi karena umumnya spesifik untuk hama/inang tertentu Biaya Relatif murah, efek pengendalian bersifat jangka panjang (Hoffman dan Frodsham 1993). Biaya diperlukan saat inisiasi, penelitian, survei/ koleksi, perbanyakan massal, transportasi, dan untuk bea impor

mencari inang, dan 3) parasitoid yang parasitoid dengan berbagai strategi Dalam jangka pendek, pengendalian mempunyai daya cari tinggi memiliki jum- (inokulasi, inundasi atau augmentasi), hayati melalui introduksi musuh alami lah telur sedikit. Menurut Hoffmann dan evaluasi terhadap efektivitas parasitoid seperti parasitoid dapat menjadi alternatif Frodsham (1993), kelemahan pengenda- (persentase parasitisasi) dan dampak pemecahan masalah hama kutu putih. lian dengan musuh alami adalah sulitnya terhadap ekosistem setelah pelepasan, Keberhasilan introduksi parasitoid mengukur efektivitas, bahkan ada yang serta mendokumentasi seluruh kegiat- sebagai musuh alami ditentukan oleh tidak bekerja sama sekali. Selain itu, an pengendalian (Coupland dan Baker kemampuan beradaptasi terhadap iklim biasanya hanya efektif terhadap hama 2007). dan tanaman inang, menahan serangan eksotis dan tidak efektif terhadap hama musuh alami lokal, dan menemukan inang lokal. Untuk mengantisipasi hal tersebut, alternatif di lokasi introduksi. Selain itu, perlu dilakukan seleksi terhadap parasi- juga ditentukan oleh ketepatan teknik toid yang akan digunakan sehingga perlu KESIMPULAN pelepasan, seperti jumlah parasitoid yang dipilih parasitoid yang benar-benar telah dilepas, penggunaan media untuk pele- teruji efektivitasnya di lapangan. P. marginatus atau kutu putih merupakan pasan, praadaptasi terhadap hama target Terkait dengan rencana introduksi hama penting pada tanaman pepaya. sebelum dilepas, proteksi saat distribusi, parasitoid untuk mengendalikan hama Upaya pengendalian yang telah dilakukan dan pelaksanaan pelepasan. kutu putih pepaya, langkah konkret yang terhadap hama eksotis ini belum mampu Introduksi parasitoid untuk mengen- perlu segera dilakukan (jika memungkin- secara efektif menekan populasi hama di dalikan hama kutu putih pepaya cukup kan dalam 23 tahun) adalah melakukan lapangan. Pengendalian hayati meru- layak (prospektif) karena hama menye- studi pendahuluan (identifikasi dan studi pakan alternatif terbaik bagi pengendalian babkan kerugian yang besar bagi petani. literatur), menyusun proposal, melak- hama, antara lain dengan memanfaatkan Selain itu, belum ada alternatif pengen- sanakan survei dan eksplorasi, penelitian musuh alami. dalian yang efektif, serta belum terdapat aspek biologi dan seleksi kandidat para- Keterbatasan pengkajian maupun musuh alami lokal yang dapat dikem- sitoid, karantina dan seleksi sebelum penelitian terhadap musuh alami lokal bangkan untuk pengendalian hayati dalam pelepasan, memfasilitasi infrastruktur Indonesia mengisyaratkan perlunya kegi- kurun waktu 510 tahun untuk menekan dan sumber daya manusia untuk pro- atan survei dan eksplorasi musuh alami populasi hama tersebut. duksi parasitoid secara massal, pelepasan untuk pengendalian jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Amarasekare, K.G., C.M. Mannion, and L.S. four host plant spesies under laboratory con- Amarasekare, K.G., C.M. Mannion, and Nancy Osborne. 2008. Life history of Paracoccus dition. J. Environ. Entomol. 37(3): 630 D. Epsky. 2009. Efficiency and establish- marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) on 635. ment of three introduced parasitoids of the

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 95 mealybugs Paracoccus marginatus (Hemip- indonesia&meta=&aq=o&aqi=&aql=&oq= edu/psapublishing/PAGES/.../ tera: Pseudococcidae). USDA Agricultural &gs_rfai. [19 Agustus 2010]. 4HMan136.pdf. [20 Oktober 2010]. Research Service, Lincoln, Nebraska. Ditjen Hortikultura. 2008. Waspada Serangan Marwoto. 2001. Potensi dan peluang parasitoid Anonymous. 2010a. Climate of Indonesia. 2010. Kutu Putih pada Pepaya. Direktorat Jenderal Trichogramma untuk menekan populasi ha- http://en.wikipedia.org/wiki/Climate_ Hortikultura, Jakarta. http://www.hortikultura. ma pada tanaman kedelai. Prosiding Seminar of_Indonesia. [3 September 2010] go.id/index.php?option=com_content& Nasional Kinerja Teknologi untuk Me- task=view&id=200&Itemid=138. [30 Agus- ningkatkan Produktivitas Tanaman Kacang- Anonymous. 2010b. Climate of Mexico. 2010. tus 2010]. kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Pene- http://en.wikipedia.org/wiki/Climate_ litian dan Pengembangan Tanaman Pangan, of_Mexico#Climate [3 September 2010]. Flanders, K.L. and E.B. Radcliffe. 1999. Alfalfa Bogor. IPM. In E.B. Radcliffe and W.D. Hutchison Anonymous. 2002. Integrated pests manage- (Eds.). Radcliffe’s IPM World Textbook. Marwoto. 2010. Prospek parasitoid Tricho- ment, entomology, plant pathology, and soil University of Minnesota, St. Paul, MN. http:/ grammatoidea bactrae-bactrae Nagaraja science. Biological control. http://eppserver. /ipmworld.umn.edu. (Hymenoptera) sebagai agens hayati pengen- ag.utk.edu/courses/Epp530/BioCont.html. dali hama penggerek polong kedelai Etiella [7 September 2010]. Friamsa, N. 2009. Biologi dan Statistik Demo- spp. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(4): grafi Kutu Putih Pepaya Paracoccus mar- Barratt, B.I.P., R.G. Oberprieler, C.M. Ferguson, 274288. ginatus Williams & Granara de Willink and S. Hardwick. 2005. Parasitism of the (Hemiptera: Pseudococcidae) pada Tanaman Marwoto, Supriyatin, dan T. Djuwarso. 1997. lucerne pest Sitona discoideus Gyllenhal Pepaya (Carica papaya L.). Skripsi Fakultas Prospek pengendalian hama penggerek (Coleoptera: Curculionidae) and non-target Pertanian Institut Pertanian Bogor. 56 hlm. polong kedelai (Etiella spp.) dengan parasi- weevils by Microctonus aethiopoides Loan toid Trichogrammatoidea bactrae-bactrae. (Hymenoptera: Braconidae) in south-eastern Greathead, D.J. 1986. Parasitoids in classical Jurnal Penelitian dan Pengembangan Per- Australia, with an assessment of the taxo- biological control. In J. Waage and D. Great- tanian 16(3): 7176. nomic affinities of non-target hosts of M. head (Eds.). Parasitoids. Academic aethiopoides recorded from Australia and Press, Orlando, FL. p. 289–318. Marwoto dan Supriyatin. 2000. Daya sebar dan New Zealand. Aust. J. Entomol. 44: 192 efikasi parasitoid T. bactrae-bactrae dalam Henneman, M.L. 2008. Host Location in Para- 200. mengendalikan hama penggerek polong sitic Wasps. p. 1926. In Capinera (Ed). kedelai. Penelitian Pertanian 19(1): 15. Bigler, F., D. Babendreire, and U. Kuhlmann. Encyclopedia of Entomology. 2nd Ed. Spri- 2006. Environmental Impact of Invertebra- nger, Germany. 4411 pp. Marwoto dan N. Saleh. 2003. Peningkatan peran tes for Biological Control of . parasitoid telur Trichogrammatoidea bac- Herlinda, S. 1995. Kajian Trichogrammatoidea CABI Publ., Wellington. 316 pp. trae-bactrae dalam pengendalian penggerek bactrae-bactrae Nagaraja (Hymenoptera: polong kedelai Etiella spp. Jurnal Penelitian BIREA (Biocontrol Information Resource for Trichogrammatidae), Parasitoid Telur Etiella dan Pengembangan Pertanian 22(4): 141 Erma New Zealand Applicant). 2010. Selec- zinckenella Treitschke. (: Pyra- 149. ting biological control agent. BIREA. http:/ lidae). Tesis, Program Pascasarjana Institut /www.b3nz.org/birea/index.php? Pertanian Bogor. McClay, A.S. and J.K. Balciunas. 2005. The role page=selecting_success_definition. [7 Sep- of pre-release efficacy assessment in select- tember 2010]. Heu, R.A., M.T. Fukada, and P. Conant. 2007. ing classical biological control agents for Papaya Mealybug Paracoccus marginatus weeds-applying the Anna Karenina prin- Buchori, D., A. Meilin, P. Hidayat, and B. Sahari. Williams and Granara de Willink (Hemip- ciple. Biol. Control 35: 197207. 2010. Species distribution of Trichogramma tera: Pseudococcidae). State of Hawaii New and Trichogrammatoidea genus (Tricho- Pest Advisory Department of Agriculture. McDonald, R.C. and L.T. Kok. 1992. Colo- grammatoidea: Hymenoptera) in Java. J. No. 0403. nization and hyperparasitism of Cotesia ISSAAS 16(1): 8396. rubecula (Hymenoptera: Braconidae), a Hoffmann, M.P. and A.C. Frodsham. 1993. newly introduced parasite of Pieris rapae in CABI. 2005. Crop Protection Compendium. Natural Enemies of Vegetable Insect Pests. Virginia. Entomophaga 37: 223–228. CAB International, Wallingford. Cooperative Extension, Cornell Univ., Itha- ca, NY. 63 pp. Meilin, A., P. Hidayat, D. Buchori, dan U. Karto- Capinera, J.L. 2008. Encyclopedia of Entomo- suwondo. 2000. Parasitoid telur pada hama nd logy. 2 Ed. Springer, German. 4411 pp. Hopper, K.R. and R.T. Roush. 1993. Mate kubis Plutella xylostella (L) (Ipono- Center, T.D., P.D. Pratt, and P.W. Tipping. finding, dispersal number released, and the meutidae). Buletin Hama dan Penyakit 2006. Field colonization, population growth, success of biological control introductions. Tumbuhan 12(1): 2126. Ecol. Entomol. 18: 321–331. and dispersal of Boreioglycaspis melaleucae Meyerdirk, D.E., R. Muniappan, R. Warkentin, Moore, a biological control agent of the Kartosuwondo, U. 2001. Augmentasi parasitoid J. Bamba, and G.V.P. Reddy. 2004. Biological invasive tree Melaleuca quinquenervia telur walang sangit pada pertanaman padi. control of the papaya mealybug, Paracoccus (Cav.) Blake. Biol. Control 39: 363–374. Hayati 8(3): 7680. marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) in Guam. Plant Protect. Quarterly 19(3): 110 Coupland, J. and G. Baker. 2007. Classical Kingsley, P.C., M.D. Bryan, W.H. Day, T.L. 114. biological control. In C. Vincent, M.S. Burger, R.J. Dysart, and C.P. Schwalbe. 1993. Goettel, and J. Lazarovits (Eds). Biological Alfalfa weevil (Coleoptera: Curculionidae) Muniappan, R., D.E. Meyerdirk, F.M. Sengabau, Control, A Global Perspective. CAB Inter- biological control: spreading the benefits. D.D. Berringer, and G.V.P. Reddy. 2006. national, Wallingford. Environ. Entomol. 22: 1234–1250. Classical biological control of the papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemip- Dadang, D. Sartiami, R. Anwar, dan I.S. Hara- Kogan, M. and S.G. Turnipseed. 1987. Ecology tera: Pseudococcidae) in The Republic of hap. 2008. Kajian teknis permasalahan hama and management of soybean arthropods. baru Paracoccus marginatus (Hemiptera: Palau. Florida Entomol. 89(2): 212217. Ann. Rev. Entomol. 32: 507–538. Pseudococcidae) pada tanaman pepaya di Muniappan, R. 2009. Invasion of Papaya Mealy- Manley, D.G., E.C. Murdock, J. Thompson, W.R. Jawa Barat. Laporan Akhir. Fakultas Per- bug in Asia. IPM CRSP, OIRED, Virginia James, D.R. King, and R.W. Miller. 2001. tanian Institut Pertanian Bogor. Tech. Biological Control of Pest4-HIPM Project4- Deffan, P. 2010. Invasi kutu dari Meksiko. Koran Hmanual 136 For Grade Levels 912 IPM Nurindah. 2000. Teknik perbanyakan massal Tempo. http://www.google.co.id/search? Level F. Clemson extension. www.clemson. parasitoid telur Trichogrammatidae. Work- hl=id&source=hp&q=paracoccus+in+

96 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 shop on Development and Utilization of natural enemies. In J. Gould (Ed), Classical tidae), an egg parasitoid of phytophagous Parasitoids. Pusat Kajian PHTIPB. hlm. 1 Biological Control of Bemisia tabaci in the bugs in soybean. Entomol. Sci. 7(3): 201 16. United States. 243©Springer Science + 206. Business Media B.V. Nurindah, G. Gordh, and B.W. Cribb. 1997. Van Driesche, R., T. Center, and M. Hoddle. Oviposition behavior and reproductive per- Sartiami, D., Dadang, R. Anwar, dan I.S. Harahap. 2008. Control of Pests and Weeds by Natural formance of Trichogramma australicum 2009a. Persebaran hama baru Paracoccus Enemies: An introduction to biological Girault (Hymenoptera: Trichogrammatidae) marginatus di Provinsi Jawa Barat (Abstrak). control. Blackwell Publishing, UK. reared in artificial diet. Aust. J. Entomol. Dalam Buku Panduan Seminar Nasional Van Lenteren, J.C. and M.G. Tommasini. 2003. 36: 8793. Perlindungan Tanaman, Bogor. Mass production, storage, shipment and Pabbage, M.S. dan J. Tandiabang. 2007. Parasi- Sartiami, D., Pudjianto, dan D. Buchori. 2009b. release of natural enemies. In J.C. Van tasi Trichogramma evanescens Westwood Penguatan musuh alami lokal hama pen- Lenteren (Ed). Quality Control and Pro- (Hymenoptera: Trichogrammatidae) pada datang baru kutu putih pepaya (Paracoccus duction of Biological Control Agents. CABI berbagai tingkat populasi dan generasi biakan marginatus). Laporan Akhir. Fakultas Per- Publ., Wellington. parasitoid terhadap telur penggerek batang tanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. jagung Ostrinia furnacalis Guenée. Agritrop Vincent, C., M.S. Goettel, and G. Lazarovits. 26(1): 4150. Steffey, K.L., E.J. Armbrust, and D.W. Onstad, 2007. Biological Control, a global per- 1994. Management of in alfalfa. spective. CAB International, Wallingford. Radcliffe, E.B. and K.L. Flanders. 1998. Bio- pp. 469–506. In R.L. Metcalf and W.H. 467 pp. logical control of alfalfa weevil in North Luckmann (Eds.). Introduction to Insect Walker, A., M. Hoy, and D.E. Meyerdirk. 2003. America. Integr. Pest Mgmt. Rev. (3): 225– Pest Management, 3rd Ed. Wiley, New York, 242. Papaya mealybug Paracoccus marginatus Sutherst, R.W., G.F. Maywald, W. Bottomley, Williams and Granara de Willink (Insecta: Rich, M. 2010. IPM CRSP Success Story: and A. Bourne. 2004. CLIMEX v2 – User’s Hemiptera: Pseudococcidae). Featured crea- Invasive papaya pest discovered by IPM Guide. Hearne Scientific Software, Mel- tures. Entomology and Nematology Depart- CRSP in Asia. bourne. ment, Florida Cooperative Extension Ser- vice, Institute of Food and Agricultural Roltsch, W.J., C.H. Pickett, G.S. Simmons, and Takasu, K., S.I. Takano, N. Mizutani, and T. Sciences, University of Florida, Grainesville, Kim A. Hoelmer. 2008. Habitat mana- Wada. 2004. Flight orientation behavior of FL. gement for the establishment of bemisia Ooencyrtus nezarae (Hymenoptera: Encyr-

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 97