EKSISTENSI PUI SEBAGAI ORMAS ISLAM DALAM BIDANG PENDIDIKAN (Studi Model Pendidikan Di Santi Asromo & Madrasah Muallimat Majalengka)
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
EKSISTENSI PUI SEBAGAI ORMAS ISLAM DALAM BIDANG PENDIDIKAN (Studi Model Pendidikan di Santi Asromo & Madrasah Muallimat Majalengka) Penelitian Individual Oleh: Prof. Dr. Hj. Eti Nurhayati, M.Si. NIP. 19591213 198603 2 001 NIDN. 2013125901 KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2014 ABSTRAK Eti Nurhayati. (2014). “Eksistensi PUI Sebagai Ormas Islam dalam Bidang Pendidikan: Studi Model Pendidikan di Santi Asromo & Madrasah Muallimat Majalengka” Eksistensi PUI sebagai salah satu Ormas Islam cukup signifikan dan telah mewarnai kekayaan model pendidikan yang khas di Indonesia. Karakteristik khas pendidikan PUI, antara lain: memandang pentingnya pendidikan bagi semua, laki-laki maupun perempuan, menerapkan integrasi ilmu pengetahuan umum dan agama, di samping menekankan pengajaran bahasa Arab, qira’ah Qur’an, keimanan, pembinaan watak dan kepribadian, pendidikan keterampilan untuk hidup mandiri (wirausaha), penguasaan bahasa Arab, pembinaan mental melalui pendidikan kepanduan, keorganisasian, dan kepemimpinan, serta kemampuan retorika (berpidato), pembinaan akhlaq mulia dan kepribadian sebagai seorang muslim dan muslimah yang paripurna. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari konsep pendidikan menurut perspektif PUI, (2) memformulasikan model pendidikan di Pondok Pesantren Santi Asromo, (3) memformulasikan model pendidikan di Madrasah Muallimat. Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka, studi dokumen, wawancara, dan observasi lapangan. Teknik analisis data dengan deskriptif kualitatif dalam bentuk narasi kata, bukan angka. Hasil penelitian ini menyimpulkan: (1) Pendidikan dalam perspektif PUI: memandang pentingnya pendidikan bagi semua manusia, menerapkan pendidikan integrasi pengetahuan umum dan agama, pendidikan keterampilan untuk mampu hidup mandiri (wirausaha), pembinaan keimanan, akhlaq mulia, watak, dan kepribadian, melakukan inovasi, terbuka terhadap gagasan inovasi pendidikan, menerapkan sistem pendidikan modern; (2) Model pendidikan di Santi Asromo meliputi: menerapkan pendidikan integrasi ilmu pengetahuan umum dan agama, menekankan pendidikan keterampilan untuk mampu hidup mandiri (berwirausaha), menempa mental untuk hidup mandiri, kerja keras, gotong royong, dan ikhlas, membina akhlaq, watak, dan kepribadian untuk menjadi seorang muslim paripurna yang mengasai ilmu pengetahuan umum dan agama, menempa untuk menjadi calon pemimpin melalui pendidikan kepanduan, keorganisasian, dan kepemimpinan; (3) Model pendidikan di Madrasah Muallimat meliputi: memandang pentingnya perempuan berpendidikan dan berpengetahuan luas seperti yang dicapai laki-laki, mempelajari ilmu pengetahuan umum dan agama, fasih membaca al-Qur’an, menguasai bahasa Arab dan dapat membaca kitab sebagai sumber/buku daras pelajaran agama, berkepribadian sebagai muslimah sejati yang terampil dalam bidang perempuan untuk bekal berumah tangga, pandai berpidato, mampu berdiskusi dan berbicara di depan umum, mampu memimpin masyarakat, berjiwa pendidik dan menjadi pendidik bagi keluarga dan masyarakat, serta berakhlaq mulia dan tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas dengan laki-laki. Kata Kunci: PUI, Ormas, pendidikan. KATA PENGANTAR Alhamdulillah, dengan rasa syukur atas rahmat dan hidayah Allah SWT, Penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Untuk itu, Penulis patut menyampaikan terima kasih kepada beberapa pihak sebagai berikut: 1. Dr. Saefudin Zuhri, M.Ag., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Syekh Nurjati Cirebon, sebagai atasan Penulis, yang telah memberi kesempatan untuk melakukan penelitian ini. 2. Dr. H. Syamsudin, M.Ag., Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IAIN Syekh Nurjati Cirebon, yang telah memberi kesempatan melakukan penelitian ini. 3. Dr. Ilman Nafi’a, Kepala Lembaga Penelitian IAIN Syekh Nurjati Cirebon, yang telah memberi kesempatan dan memfasilitasi Penulis dari awal, dari mulai seleksi usulan penelitian, seminar proposal, seminar progress, seminar akhir, dan pelaporan akhir penelitian ini. Tiada yang dapat Penulis berikan imbalan apapun kepada para pihak tersebut di atas, kecuali ucapan terima kasih. Penulis telah berusaha seoptimal mungkin untuk menghasilkan karya terbaik, minimal karya yang mendekati baik, namun faktor kemalasan dan ketidak mampuan Penulis, sehingga hasil karya tersebut hadir seperti apa adanya. Meskipun demikian, kiranya ada manfaatnya bagi pembaca, terutama pihak yang memerlukan informasi untuk perbendaharaan tentang model pendidikan Islam di Indonesia, salah satunya yang terjadi di PUI Majalengka. Segala kritik yang membangun maupun membongkar, Penulis terima dengan lapang dada untuk bahan perbaikan. Cirebon, 30 November 2014 Penulis, DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 B. Rumusan Masalah 11 C. Tujuan Penelitian 11 D. Manfaat Penelitian 12 BAB II TINJAUAN TEORETIK: KONSEP PENDIDIKAN PUI A. Makna Pendidikan 13 B. Sejarah PUI 46 C. Konsep Pendidikan PUI 73 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian 91 B. Objek Penelitian 94 C. Waktu Penelitian 96 D. Teknik Pengumpulan Data 97 E. Teknik Analisis Data 101 F. Tahapan Penelitian 102 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pendidikan Islam dalam Perspektif PUI 106 B. Model Pendidikan di Pondok Pesantren Santi Asromo 122 C. Model Pendidikan di Madrasah Muallimat 134 BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan 144 B. Rekomendasi 146 DAFTAR REFERENSI 148 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lebih dari satu abad yang lalu, telah lahir sebuah organisasi masa (ormas) Islam yang cukup penting dalam mengisi pembangunan mental spiritual bagi bangsa di negara Indonesia tercinta ini. Ormas tersebut dikenal sekarang dengan nama “Persatuan Ummat Islam” (PUI). PUI telah ikut aktif berpartisipasi mengisi pembangunan mental spiritual dengan menyelenggarakan pendidikan untuk masyarakat Indonesia yang saat itu sedang mengalami keterbelakangan di berbagai segi, seperti: agama, pendidikan, sosial, ekonomi, maupun politik. Kebodohan dan kemiskinan menjadi fenomena mayoritas masyarakat saat itu yang berada dalam kekuasaan pemerintah Belanda. Keterbelakangan di bidang agama dapat dimaklumi karena sebelum Islam datang di Indonesia, masyarakat telah lama menganut faham Animisme dan Dinamisme1, dan ketika Islam datang dan dianut oleh masyarakat, kehidupan dan praktek beragama masyarakat masih tercampur dengan anutan sebelumnya (sinkretisme)2 yang percaya kepada kekuatan roh-roh leluhur dan benda-benda yang dianggap sakti yang dapat menolong manusia, sehingga meskipun akhirnya Islam menjadi agama mayoritas masyarakat, banyak masyarakat yang masih belum menjalankan ajaran Islam secara konsisten dan konsekuen akibat sinkretisme dan pemahaman tentang Islam berbeda-beda sesuai dengan tingkat pengetahuan dan kebudayaan mereka. Perbedaan cara hidup dan pemahaman tentang Islam sering digolongkan kepada “santeri” dan “abangan”3. Istilah santeri dan abangan digunakan oleh orang- 1S. Ibrahim Buchori. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia. Jakarta: Publicita. (1971: 29). 2 Sinkretisme di beberapa daerah di Indonesia terjadi antara Islam dan adat istiadat penduduk asli, sedangkan di pulau Jawa Islam bercampur dengan kepercayaan Animisme dan Hindu. Lihat James L. Peacock. The Mohammediyah Movement in Indonesia. Philipin: The Benjamin, Cumming Publishing Company. (1978: 20). Lihat juga, Harry J. Benda. “Islam Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang”. Bulan Sabit dan Matahari Terbit. Alih Bahasa: Daniel Dhakidae. Jakarta: Pustaka Jaya. (1980:30). 3Clifford Geertz. The Religion of Java. London: The Free Press of Glencoe. (1960:6). Deliar Noer. The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900 -1942. Kuala Lumpur: Oxford University Press. (1978:19). Di luar pulau Jawa terdapat pembagian serupa, yaitu santeri dan kelompok pemangku adat. Lihat Harry J. Benda. (1980:33). 2 orang Jawa untuk membedakan antara orang-orang yang patuh dan taat terhadap ajaran Islam dengan orang-orang yang sebaliknya, sebagai penghalusan terhadap sebutan “muslim” dan “kafir” yang tidak dapat diterima oleh orang-orang berkebudayaan Jawa (khusus di Jawa Tengah dan Jawa Timur). Golongan santeri4 atau putihan adalah mereka yang menjalankan ajaran Islam secara konsisten, sedangkan golongan abangan untuk menunjukkan mereka yang mengaku Islam tetapi dalam melaksanakan ajaran agama tidak sempurna dan masih memegang tradisi dan kepercayaan sebelum Islam (Hindu, Budha, Animisme, maupun Dinamisme). Di Jawa Barat tidak dikenal istilah abangan. Perilaku kehidupan masyarakat pedesaan di Jawa Barat memperlihatkan kecenderungan yang lebih taat terhadap ajaran Islam, meskipun di dalamnya terdapat unsur-unsur yang berasal dari luar Islam, seperti mengadakan upacara-upacara yang bertentangan dengan ajaran Islam. Unsur-unsur kepercayaan tersebut tanpa disadari telah terintegrasikan menjadi satu dalam sistem kepercayaan masyarakat5 yang penuh dengan tahayyul, bid’ah, dan churafat, atau sering diplesetkan dengan penyakit TBC di masyarakat. Penggolongan masyarakat santeri dan bukan santeri, atau sebutan santeri dan abangan sering menimbulkan pertentangan yang sulit dipersatukan. Masing-masing golongan saling merendahkan terhadap golongan lain. Golongan santeri sering dipandang kampungan dan tidak bermartabat, dan golongan abangan sering dianggap bukan Islam6. Pertentangan tersebut tentu menimbulkan kerugian karena merusak persatuan dan kesatuan yang mengganggu usaha mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Penjajah