PERAN POLISI ISTIMEWA DALAM PERTEMPURAN TAHUN 1945

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh Haris Maulana 11140220000019

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 1440 H / 2018 M

ii

iii

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil A‟lamin, penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, kesabaran, dan ketabahan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Shalat serta salam, semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita sebagai umat Islam sampai hari akhir, Penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk penulis menyelesaikan studi dan mendapatkan gerah Sarjana Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk menyelesaikan syarat tersebut, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERAN POLISI ISTIMEWA DALAM PERTEMPURAN SURABAYA TAHUN 1945”. Penulis tertarik mengangkat tema ini karena melihat perjuangan Polisi Istimewa pada saat mempertahankan kemerdekaan perlu diapresiasi dan orang-orang yang akan membaca skripsi ini diharapkan mampu menambah kecintaannya terhadap tanah air.

Jakarta, 1 Oktober 2018

Haris Maulana

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini, ada bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan moril maupun materil. Tanpa bantuan dari beberapa pihak tersebut mungkin sampai saat ini skripsi penulis belum terselesaikan. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penuli mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayahanda Asmawi dan Ibunda Saidah yang selalu memberikan semangat, doa, dan motivasi baik moril maupun materil sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 2. Kakanda Brigadir Pol. Syaiful Anwar, S.H. yang rela meluangkan waktunya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Prof. Dr. Syukron Kamil, M.A. selaku dekan Fakultas Adab dan Humaniora. 5. Bapak H. Nurhasan, M.A. selaku ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam (SPI) Fakultas Adan dan Humanioran, dan sebagai dosen pembimbing skripsi. 6. Ibu Sholikatus Sa‟diyah, M.Pd. selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam (SPI) Fakultas Adab dan Humaniora.

vi

7. Bapak Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A. selaku dosen pembimbing akademik. 8. Bapak Prof. Dr. Budi Sulistiono, M. Hum dan Bapak Dr. Abd. , M. Ag selaku Dosen Penguji Skripsi. 9. Seluruh dosen Sejarah dan Peradan Islam (SPI) yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah mendidik, memotivasi, dan memberikan pengetahuan baru kepada penulis selama berada di bangku kuliah. 10. Lembaga-lembaga yang telah membantu penulis dalam memberikan sumber data, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Nasional , Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Universitas Indonesia, Museum Polri, Perpustakaan Mabes Polri, dan Pusat Sejarah Mabes Polri. 11. Seluruh mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam (SPI) angkatan 2014, seluruh teman-teman Sejarah dan Peradaban Islam A yang sama-sama berjuang untuk menjadi Sarjana Strata Satu (S1). 12. Seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Hanya ucapan terimakasih yang mampu penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT yang akan membalas semua kebaikan keluarga dan sahabat-sahabat penulis. Aamiin Ya Robbal Alamin

vii

KUTIPAN TENTANG POLISI ISTIMEWA

“Pembela Tanah Air (PETA) yang diharapkan memberi dukungan pada perjuangan rakyat telah dilucuti senjatanya oleh tentara Jepang. Untung ketika itu M. Jasin tampil memimpin Pasukan Polisi Istimewa yang berbobot tempur militer untuk mendukung dan mempelopori perjuangan di Surabaya” – (Bung Tomo).1

“Moh. Jasin dan Pasukan Polisi Istimewa mendahului yang lain muncul di juang Surabaya tahun 1945 dan karena itu Pasukan Polisi Istimewa ini adalah modal pertama perjuangan” – Dr. H. Roeslan Abdulghani.2

“Omong kosong jika ada yang mengaku dalam bulan Agustus 1945 memiliki pasukan bersenjata, yang ada hanya Pasukan Polisi Istimewa dan tanpa pasukan ini tidak akan ada Hari Pahlawan 10 November 1945” – Brigadir Jenderal TNI/AD Sudarto.3

“Pasukan Polisi Istimewa bertempur melawan tentara Jepang dengan gagah berani” – Abdul Radjab, Ex Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP).4

1 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010), 4 2 Jusuf Chuseinsaputra, Peran Polri dalam Trikora dan Dwikorai, (Minangkabau : Yayasan Dialektika, 2007), 12. 3 Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak Proklamasi – 1950, (Jakarta : Godhessa Pura Mas, 1985), 28. 4 Jusuf Chuseinsaputra, Peran Polri dalam Trikora dan Dwikorai, 12.

viii

“Pak Yasin dan Pasukan Polisi Istimewa adalah guru dan pelatih kami” – Jenderal TNI/AD Sukanto Sayidiman.5

5 Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak Proklamasi – 1950, 28.

ix

ABSTRAK Haris Maulana. Peran Polisi Istimewa dalam Pertempuran Surabaya Tahun 1945. Skripsi ini berjudul “Peran Polisi Istimewa dalam Pertempuran Surabaya Tahun 1945”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejarah perjuangan Polisi Istimewa pada saat mempertahankan kemerdekaan Indonesia, khususnya dalam pertempuran di Surabaya tahun 1945. Perjuangan Polisi Istimewa di Surabaya sangat jarang sekali diketahui, karena selama ini yang selalu dimunculkan dalam setiap pertempuran-pertempuran yang terjadi di Indonesia adalah tentara. Padahal dalam pertempuran di Surabaya tahun 1945, Polisi Istimewa merupakan salah satu kekuatan militer paling lengkap dengan memiliki persenjataan berat dan kendaraan tempur. Polisi Istimewa bahkan melatih kemiliteran pejuang-pejuang dan mempersenjatai pejuang-pejuang di Surabaya. Selain melatih dan mempersenjatai pejuang-pejuang di Surabaya, Polisi Istimewa pun turut bertempur melawan Jepang untuk melucuti persenjataannya, serta bertempur melawan Sekutu untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sejarah dan sosiologi. Teori yang digunakan adalah teori peranan. Menurut Soerjono (1987), peranan adalah suatu proses dinamis dari kedudukan (status). Seseorang yang sedang melakukan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut sedang melakukan suatu peranan. Dalam penelitian ini akan memaparkan peran Polisi Istimewa dari mulai melucuti persenjataan Jepang hingga bertempur melawan Sekutu. Hasil temuan dari penelitian ini adalah Polisi Istimewa selalu ikut dalam setiap pertempuran yang terjadi di Surabaya tahun 1945.

Kata Kunci: Polisi Istimewa, Pelucutan Senjata Jepang, Pertempuran Surabaya

x

DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ...... i LEMBAR PERNYATAAN ...... ii LEMBAR PENGESAHAN ...... iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...... iv KATA PENGANTAR ...... v UCAPAN TERIMAKASIH...... vi KUTIPAN TENTANG POLISI ISTIMEWA ...... viii ABSTRAK ...... x DAFTAR ISI ...... xi BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 12 C. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah ...... 13 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 13 E. Metode Penelitian ...... 14 F. Sistematika Penulisan ...... 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA ...... 18 A. Landasan Teori ...... 18 B. Kajian Pustaka ...... 19 C. Kerangka berpikir ...... 22 BAB III TERBENTUKNYA POLISI ISTIMEWA ...... 24 A. Polisi Bersenjata pada Masa Belanda ...... 24 B. Pembentukkan Tokubetsu Keisatsu Tai ...... 29 C. Terbentuknya Polisi Istimewa ...... 33 BAB IV PEREBUTAN SENJATA JEPANG OLEH POLISI ISTIMEWA ...... 43

xi

A. Penyerbuan Gudang Senjata Don Bosco ...... 43 B. Penyerbuan Markas Kempetai (Polisi Militer Jepang) ...... 48 C. Penyerbuan Markas Kaigun (Angkatan Laut Jepang) ...... 53 D. Perebutan Senjata di Gedung General Electronic ... 61 E. Perebutan Pedang Samurai Jepang ...... 65 F. Pengambilalihan Rumah Sakit Karangmenjangan . 66 G. Perebutan Pangkalan Udara Morokrembangan ...... 69 BAB V POLISI ISTIMEWA MELAWAN SEKUTU ...... 73 A. Kedatangan Sekutu di Surabaya ...... 73 1. Munculnya Resolusi Jihad ...... 73 2. Pendaratan Sekutu di Surabaya ...... 75 3. Perjanjian Sekutu dan Indonesia di Surabaya ... 81 B. Pertempuran Tiga Hari di Surabaya ...... 85 1. Penyebab Pertempuran Tiga Hari ...... 85 2. Pertempuran Tiga Hari antara Polisi Istimewa dengan Sekutu...... 87 3. Akhir Pertempuran Tiga Hari ...... 101 C. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya ...... 107 1. Penyebab Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya ...... 107 2. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya antara Polisi Istimewa dengan Sekutu ...... 111 3. Akhir Pertempuran Polisi Istimewa di Surabaya ...... 125 D. Penyebab Surabaya Dikuasai Sekutu ...... 126

xii

1. Persenjataan ...... 126 2. Keahlian Bertempur ...... 126 E. Laskar atau Badan Perjuang yang Terlibat dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945 ...... 127 1. BKR (Badan Keamanan Rakyat) ...... 128 2. Laskar Hizbullah ...... 129 3. Laskar-Laskar dan Badan Perjuangan Pemerintah ...... 133 F. Tokoh-Tokoh Polisi Istimewa dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945 ...... 134 1. Moehammad Jasin ...... 134 2. Soetjipto Danoekusumo ...... 135 BAB VI PENUTUP ...... 138 A. Kesimpulan ...... 138 B. Implikasi ...... 139 C. Saran-Saran ...... 139 DAFTAR PUSTAKA ...... 141 LAMPIRAN ...... 147

xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 bagi masyarakat Indonesia bukan hanya secarik kertas tanpa isi, tetapi sebagai bentuk realisasi masyarakat Indonesia yang selama ini bercita-cita dalam perjuangannya secara gigih. Setelah diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia yang diketahui secara umum, maka masyarakat Indonesia menuntut supaya apa yang tertulis di dalam proklamasi tersebut bisa lekas terwujud secara nyata. Di mana-mana dilakukan penurunan bendera Hinomaru (Jepang) dengan menggantinya menjadi Sang Saka Merah Putih. Kalau penurunan ini tidak bisa dilakukan secara damai, maka akan dilakukan dengan cara kekerasan. Pada saat itu masih berlangsungnya kekuasaan Jepang di Indonesia, dalam hal tersebut diartikan oleh rakyat sebagai suatu hal yang mengingkari lahirnya negara baru Republik Indonesia.6 Selama Jepang berkuasa di Indonesia, militer Jepang giat memobilisasi rakyat agar dapat menyediakan tenaga-tenaga rakyat untuk mempertahankan kedudukannya dari ancaman Sekutu. Pada April 1943, militer Jepang mengumpulkan dan melatih para pemuda untuk menjadi pemuda yang bersifat semi- militer yang dikenal dengan sebutan Seinendan. Selain itu masih ada lagi satu organisasi pemuda yang dibentuk oleh militer

6 Memet Tanumidjaja, Sejarah Perkembangan Kepolisian Indonesia, (Jakarta : Departemen Pertahanan – Keamanan Pusat Sedjarah ABRI, 1971), 25.

1

2

Jepang pada bulan Oktober 1943 dan memiliki jumlah anggota terbanyak selain Heiho, yaitu Pembela Tanah Air (PETA). Pada tahun yang sama, pihak militer Jepang juga membentuk satu lembaga pendidikan militer yang mendidik pemuda Indonesia, akan tetapi hampir terlupakan dalam penulisan sejarah Indonesia, yaitu Sekolah Polisi. Karesidenan Surabaya pun termasuk karesidenan yang memiliki Sekolah Polisi. Di sekolah kepolisian ini tidak hanya menyangkut tentang pengetahuan dan latihan kepolisian, tetapi dilatih juga pendidikan dan latihan militer.7 Ketika Indonesia sudah merdeka, Jepang sangat berusaha cukup keras supaya dapat mencegah penyebaran berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut. Akan tetapi, para wartawan yang mengetahui hal tersebut tidak habis akal. Mereka menyebarkan berita tentang kemerdekaan Indonesia menggunakan bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa. Bahasa daerah tersebut merupakan bahasa yang kurang dipahami oleh Jepang. Dalam harian Warta Surabaya edisi 17 Agustus 1945 misalnya, berita yang dikeluarkan pada saat itu ditulis menggunakan bahasa Jawa. Selain berita kemerdekaan Indonesia yang ditulis oleh media cetak menggunakan bahasa daerah, para penyiar radio pun tidak mau ketinggalan. Mereka menyebarkan berita proklamasi

7Lulusan dari pendidikan ini ditempatkan di Dinas Kepolisian Umum dan sebagian lainnya di Korps Kepolisian Khusus yang disebut Tokubetsu Keisatsu Tai (Kesatuan Polisi Istimewa). Lihat, Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010), 5-6.

3

kemerdekaan Indonesia menggunakan bahasa Madura yang tidak dimengerti oleh Jepang. Karena Jepang tidak mengerti bahasa yang disebarkan lewat radio tersebut, akhirnya Jepang tidak kuasa menahan penyebaran berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia di wilayah Jawa Timur.8 Upaya itu dilakukan karena banyak yang belum mengetahui kemerdekaan Indonesia. Walaupun merdekanya Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi tidak semua masyarakat yang megetahui tepat pada tanggal tersebut. Setelah mengetahui Kemerdekaan Indonesia, pasukan Tokubetsu Keisatsu Tai yang nanti akan berganti namanya menjadi Polisi Istimewa ini bersama-sama menurunkan bendera Jepang di Markas Tokubetsu Keisatsu Tai dan menggantinya menjadi bendera Merah Putih. Markas kesatuan ini menempati gedung sekolah yang terletak di Coen Boulevard (sekarang jalan Polisi Istimewa), Surabaya.9 Tokubetsu Keisatsu Tai merupakan satu-satunya pasukan yang dibentuk oleh Jepang, terdiri atas orang-orang Indonesia yang pada pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia masih memiliki persenjataan lengkap. Sangat beruntung bagi kepolisian (Keisatsu) yang masih dipercaya Jepang dan tidak sampai dilucuti senjatanya, seperti yang terjadi pelucutan senjata terhadap PETA

8 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 12-13. 9 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, ( : Mata Padi Pressindo, 2013), 8.

4

dan Heiho. Sehingga pada saat itu Tokubetsu Keisatsu Tai masih terorganisir dan memiliki serta memegang persenjataan dalam mendukung tugas dan fungsi dari kepolisian pada saat itu.10 Memang pasukan inilah salah satu yang diharapkan oleh Jepang dapat membantu ketika perang melawan Sekutu. Pada tanggal 19 Agustus 1945, di mana Indonesia baru saja merdeka, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), berdasarkan usul Oto Iskandar Dinata, telah menetapkan status polisi sebagai berikut : a. Supaya susunan Kepolisian Pusat dan Daerah segera dipindahkan ke dalam kekuasaan Pemerintah Indonesia. b. Polisi dan susunannya yang ada di waktu ini, masih tetap adanya, ditambah dengan tenaga pimpinan dari bekas- bekas PETA dan pemimpin rakyat. c. Supaya diperintahkan dengan petunjuk-petunjuk sikap baru terhadap rakyat. Sejak saat itu pula Kepolisian Indonesia dimasukkan ke dalam bagian lingkungan Departemen Dalam Negeri, sehingga status tersebut secara administratif tidak mengalami perubahan antara Kepolisian Indonesia pada saat itu dengan Dinas Polisi Umum pada masa penjajahan Belanda.11 Pada awal hari-hari kemerdekaan inilah bahwa peran dari Polisi Istimewa menjadi tulang punggung masyarakat Surabaya

10 Jusuf Chuseinsaputra, Peran Polri dalam Trikora dan Dwikorai, (Minangkabau : Yayasan Dialektika, 2007), 11. 11 Awaloedin Djamin, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia dari Jaman Kuno sampai Sekarang, (Jakarta : Yayasan Brata Bakti, 2007), 117-118.

5

dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, hal tersebut dikarenakan hanya Polisi Isitmewa yang saat itu masih bernama Tokubetsu Keisatsu Tai yang masih memiliki persenjataan.12 Pada tanggal 21 Agustus 1945, Moehammad Jasin membacakan Proklamasi Polisi Istimewa sebagai Polisi Indonesia di Coen Boulevard (sekarang Jalan Dr. ) Markas Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya. Pernyataan Polisi Istimewa tersebut segera diketik dan kemudian disebarluaskan berita tersebut di jalan raya. Menyebarnya berita Polisi Istimewa tersebut memicu para anggota PETA dan Heiho yang sudah dibubarkan untuk bergerak melucuti senjata Jepang dan mengambil alih kekuasaan. Pada tanggal 23 Agustus 1945, Moehammad Jasin mendapat pernyataan dukungan dari pemuda Dinoyo. Waktu Polisi Istimewa diproklamirkan, pada saat itu anggota Polisi Istimewa berjumlah 150 orang dan anggota Polisi Istimewa Mojokerto 50 orang. Pasukan tersebut disusun menjadi empat seksi senapan dan satu senjata berat.13 Meskipun belum memiliki struktur organisasi yang lengkap sebagaimana lembaga negara pada umumnya, namun semangat juang untuk mempertahankan kemerdekaan negaranya tidak tergantung pada ada atau tidaknya struktur organisasi yang mapan. Para anggota Polisi Istimewa yang telah menyatakan diri

12 Atim Supomo dan Djumarwan, Pelopor, (Jakarta : Pustaka Pelajar, 1998), 31. 13 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 16-17.

6

sebagai Polisi Republik Indonesia, dengan senjata lebih baik daripada yang digunakan oleh pejuang lainnya mereka menyatakan akan membela tanah air, yaitu Indonesia. Untuk lebih megefektifkan perjuangan kemudian dibentuk pos-pos tandingan yang dipusatkan di Ngagel dan Wonokromo yang merupakan urat nadi lalulintas di kota Surabaya. Di setiap pos-pos tandingan tersebut ditempatkan personil Polisi Istimewa, yang merupakan satu-satunya pasukan bersenjata reguler paling lengkap di Surabaya. Sebagai persiapan untuk kedatangan Sekutu ke Surabaya, Polisi Isitmewa menggunakan tanda (pita) pada bagian lengan tangannya dan bertulisan CSP (Central Special Police) yang bertujuan sebagai petunjuk bahwa Polisi Istimewa yang bertugas sebagai penjaga keamanan dan ketertiban umum, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak militer.14 Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan wilayah Surabaya dari kemungkinan penyerangan oleh Sekutu, para pemuda Surabaya yang dibantu oleh anggota Polisi Istimewa mulai melakukan pelucutan senjata-senjata yang dimiliki oleh pihak tentara Jepang. Hal tersebut merupakan upaya dari rakyat dan Polisi Istimewa agar memiliki persenjataan yang lengkap untuk bisa mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dari serangan-serangan pihak luar maupun pihak Sekutu. Dalam upaya pelucutan senjata militer Jepang untuk mempertahankan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Polisi Istimewa merupakan faktor utama yang menambah

14 Aminuddin Kasdi, 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek Pasuruan Jawa, (Jakarta : Unesa University Press, 2004), 37-38.

7

semangat dan keberanian rakyat Surabaya dalam melakukan pelucutan senjata militer Jepang. Polisi Istimewa dengan para rakyat Surabaya mulai mengepung dan menyerang markas- markas dari militer Jepang untuk mendapatkan persenjataan dari militer Jepang. Setiap kali dilakukan pemberian senjata oleh pihak militer Jepang selalu Polisi Istimewalah yang menandatangani penyerahan senjata-senjata militer Jepang tersebut. Setelah itu senjata-senjata yang didapat dibagikan kepada rakyat Surabaya dan badan-badan pejuangan lainnya. Kemudian, setalah membagi-bagikan senjata, Polisi Istimewa juga terlibat dalam melakukan pelatihan kemiliteran dan juga memberi pelatihan menggunakan senjata kepada rakyat dan pejuang-pejuang untuk mempersiapkan mereka semua dalam menghadapi Sekutu.15 Bahkan, gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Polisi Republik Indonesia ini membuat para pemimpin dari Hizbullah untuk ikut menggerakkan massa untuk berjuang bersama. Mereka memandang bahwa perang mempertahankan tanah air merupakan suatu perang sabil, yaitu suatu kewajiban yang melekat pada setiap orang Muslim. Pernyataan itu membuat para dan murid-muridnya yang berasal dari -pesantren yang ada di Jawa Timur ikut serta menurunkan massa ke kota Surabaya dan mengambil bagian dalam perjuangan mempertahankan tanah

15 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 28-29.

8

air. Hizbullah juga dipersenjatai oleh Polisi Istimewa.16 Ditambah lagi dengan munculnya resolusi jihad pada 22 Oktober 1945 untuk menyerukan perlawanan fisik untuk mempertahankan kemerdekaan.17 Pada tanggal 25 Oktober 1945, tentara Sekutu yang diangkut dengan menggunakan kapal Wavenley, Malika, Assidious, Floristen, dan lain-lain, dengan melibatkan juga pengawal yang menggunakan kapal perang, mulai memasuki pelabuhan Surabaya. Jumlah tentara Sekutu yang berlabuh di Surabaya diperkirakan berkekuatan sekitar 6000 tentara yang kebanyakan dari tentara tersebut berasal dari serdadu India yang biasa disebut sebagai tentara Gurkha. Mengetahui kedatangan pasukan Sekutu itu membuat drg. yang merupakan seorang dokter gigi di Surabaya yang menjabat sebagai Ketua Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jawa Timur dan dipercaya oleh pemerintah pusat untuk menjabat sebagai Menteri Pertahanan ad-interim, mengirim pesan morse kepada pasukan Sekutu dari Pantai Tanjung Perak supaya pasukan Sekutu tidak mendaratkan pasukannya di Surabaya. Larangan pesan tersebut dilakukan berulang kali dengan menambah ancaman bahwa jika Sekutu sampai berani

16 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 26. 17 Abdul Latief Bustami dan Tim Sejarah Tebuireng, Resolusi Jihad “Perjuangan Ulama: dari Menegakkan Agama Hingga Negara”, (Jombang : Pustaka Tebuireng, 2015), 173.

9

mendaratkan pasukannya, pasukan Sekutu harus menerima resiko berperang melawan pejuang Surabaya.18 Namun oleh Pemerintah Pusat meminta sebaliknya, pemerintah pusat mengatakan bahwa ketika tentara Sekutu datang jangan sampai ada rakyat Surabaya yang mengganggunya. Pada sore harinya, pasukan Sekutu berhasil mendaratkan pasukannya di Surabaya. Untuk memenuhi permintaan Pemerintah Pusat yang ingin menyelesaikan setiap permasalahan dengan damai, kemudian sore itu juga Saudara Sugiri, Bambang Suparto, Roeslan Abdulgani menuju Tanjung Perak. Ketika utusan dari Pemerintah Daerah tersebut menemui Wakil Komandan Tentara Sekutu tersebut yang bertugas di Surabaya di sebuah tempat di pelabuhan, bertanyalah mereka maksud tujuan serdadu Sekutu Angkatan Perang Inggris yang pada saat itu sudah bergerak dan berbaris untuk menuju kota. Kemudian jawaban dari Wakil Komadan Tentara Sekutu tersebut adalah untuk menduduki gedung-gedung yang berada di dalam kota. Mereka akan menduduki gedung-gedung di dalam kota tersebut dengan atau tanpa persetujuan dari pemerintah Republik Indonesia setempat. Akhirnya para utusan Pemerintah Daerah terpaksa harus pulang dengan tanpa hasil.19 Untuk kelanjutan menanggapi kedatangan tentara Sekutu di Surabaya, diadakan perundingan antara pihak Republik Indonesia dan pihak dari Sekutu pada tanggal 26 Oktober 1945.

18 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 27. 19 Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, (Jakarta : Visimedia, 2008), 107.

10

Perundingan ini diikuti oleh Brigjen Mallaby beserta stafnya dari pihak Sekutu, sementara dari pihak Indonesia diikuti oleh Residen Soedirman, Doel Arnowo, Walikota Radjiman dan Muhammad. Setelah melalui ketegangan-ketegangan, hasil perundingan tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut: 1. Inggris (Sekutu) berjanji bahwa di antara tentaranya yang datang ke Surabaya tidak menyertakan Angkatan Laut dan Angkatan Udara Belanda. 2. Untuk menjamin keadilan dan ketentraman telah disetujui oleh kedua belah pihak untuk bekerja sama antara Indonesia dengan tentara Sekutu. 3. Supaya kerja sama dapat dilaksanakan dengan sebaik- baiknya, maka akan segera diselenggarakan kontak biro. 4. Yang akan dilucuti senjatanya hanya tentara Jepang saja, kemudian pengawasan terhadap tentara Jepang dilakukan oleh pihak Sekutu dan selanjutnya tentara Jepang akan dipindahkan ke luar Pulau Jawa.20 Walaupun sudah diadakan perundingan dan menghasilkan kesepakatan dari dua belah pihak, tetapi pihak Sekutu tidak mematuhi hasil perundingan yang telah dibuat tersebut. Bersamaan dengan itu, terbongkar juga tujuan utama dari kedatangan Sekutu ke Surabaya. Dalih Sekutu yang pada awalnya mengatakan bahwa kedatangan mereka di Surabaya adalah dalam rangka melucuti senjata militer Jepang yang pada saat itu sudah

20 Hasyim Latief, Laskar Hizbullah: Berjuang Menegakkan Negara RI, (Jakarta : Lajnah Ta‟lif wan Nasyr PBNU, 1995), 54-55.

11

kalah dalam Perang Dunia II, segera terbongkar. Rakyat Surabaya mencium kecurigaan terhadap kedatangan Sekutu yaitu dalam rangka mengembalikan Surabaya kepada Belanda. Perlakuan dan sambutan baik yang dilakukan oleh rakyat Surabaya terhadap Sekutu dibalas dengan tindakan provokatif oleh sekutu. Dengan semena-mena, tentara Sekutu banyak menangkapi anggota- anggota BKR dan melucuti senjatanya yang dimiliki rakyat Surabaya, bukan hanya melucuti senjata-senjata yang dimiliki oleh tentara Jepang seperti yang tertulis di dalam perjanjian.21 Pada pertempuran pertama melawan Sekutu tanggal 28, 29, dan 30 Oktober 1945, Polisi Istimewa pun ikut bertempur melawan Sekutu.22 Kemudian pasukan Sekutu menjadi terpecah- pecah dan terkepung, sehingga mereka hampir kehabisan peluru dan persediaan makanan. Demikian pula dengan markas Brigadir Jenderal Mallaby beserta pasukan Sekutu juga diserang. Karena menghadapi keadaan yang sangat tertekan, Brigjen Mallaby meminta bantuan Jenderal Hawthorn di Jakarta supaya bisa dilakukan upaya-upaya penyelamatan pasukan Sekutu di Surabaya lewat para pimpinan Republik Indonesia Pusat dengan jalan mengadakan gencatan senjata.23

21 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 51-52. 22 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan Julius Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh?, (Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2012), 114. 23 Achmad Tahir, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), (Jakarta : PP Korps Sarjana Veteran RI, 1994), 194.

12

Banyak pertempuran yang dilakukan oleh Polisi Istimewa beserta pejuang lainnya melawan Sekutu yang akhirnya tercipta lagi perundingan dan kesepakatan yang dilakukan kedua belah pihak. Tetapi, pihak Sekutu terus-menerus selalu mengingkari perjanjian tersebut dengan pihak Indonesia yang kemudian mengakibatkan terjadinya pertempuran lagi. Puncak pertemuran tersebut terjadi pada tanggal 10 November 1945 yang merupakan perjuangan heroik dan menjadi salah satu pertempuran yang paling dikenang di Indonesia. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis melihat ada beberapa hal permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini, di antaranya: 1. Muncul sebagai kekuatan tempur pada saat pertempuran Surabaya tetapi banyak yang tidak mengenal dari Polisi Istimewa, hanya mengenal Kepolisian Republik Indonesia yang dikenal di Indonesia sekarang ini. 2. Memiliki peranan penting dalam peristiwa pertempuran Surabaya, tetapi sangat jarang buku-buku sejarah yang mengisahkan tentang perjuangan Polisi Istimewa. 3. Mohammad Jasin sebagai pasukan pertempuran Polisi Istimewa tetapi perannya tidak banyak yang mengetahui. 4. Banyaknya pejuang yang menjadi tentara setelah berakhirnya pertempuran tersebut mengakibatkan lebih menonjolnya peran tentara di dalam buku-buku sejarah dalam pertempuan Surabaya dibanding dengan Polisi Istimewa.

13

5. Polisi Istimewa merupakan kesatuan tempur yang mempersenjatai rakyat yang berjuang dan laskar-laskar pejuang, tetapi banyak yang tidak mengetahuinya. C. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasinya pada perjuangan Polisi Istimewa dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia khususnya pada tahun 1945 di Surabaya. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalahan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : 1. Bagaimana terbentuknya Polisi Istimewa di Surabaya? 2. Bagaimana Peran Polisi Istimewa dalam merebut persenjataan Jepang? 3. Bagaimana peran Polisi Istimewa dalam pertempuran Surabaya 10 November 1945? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitan ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui terbentuknya Polisi Istimewa. 2. Untuk mengetahui peran Polisi Istimewa dalam merebut persenjataan Jepang. 3. Untuk mengetahui peran Polisi Istimewa dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945. Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi literatur untuk mahasiswa UIN dalam mengetahui peran dari Kepolisian

14

Indonesia dalam pertempuran Surabaya guna mempertahankan Kemerdekaan Indonesia yang pada saat itu berasal dari Pasukan Polisi Istimewa. 2. Penelitian ini diharap bisa memberikan masukan kepada anggota Polisi untuk lebih profesional dalam melaksanakan tugasnya, khususnya dalam masalah keamanan dan pertahanan. 3. Bisa menjadi salah satu informasi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang sejarah. E. Metode Penelitian Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan penelitian sejarah. Menurut Kuntowijoyo, ada lima tahap dalam melakukan penelitian sejarah, yaitu: pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sejarah, dan keabsahan sumber), interpretasi: analisis dan sintesis, dan penulisan.24 1. Pemilihan Topik Pemilihan topik merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian untuk menentukan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian tersebut. Biasanya pemilihan topik ditentukan dari ketertarikan penulis dalam mengkaji topik tersebut dan kedekatan emosional. Hal tersebut cukup diperhatikan oleh para peneliti supaya dapat mendalami permasalahan yang ada di dalam topik tersebut. Untuk topik dalam penelitian ini adalah “Peran Polisi Istimewa dalam Pertempuran Surabaya Tahun 1945”.

24 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1995), 69.

15

2. Pengumpulan Sumber Untuk pengumpulan sumber, penulis mencari sumber yang sifatnya sebagai sumber primer dan sumber sekunder. Penulis mendapatkan sumber-sumber tersebut berasal dari berbagai tempat seperti, Perpustakaan Museum Polri, Perpustakaan Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Universitas Indonesia, dan koleksi pribadi penulis baik sumber primer maupun sumber sekunder. 3. Verifikasi Verifikasi bisa dikatakan juga sebagai kritik sumber. Setelah sumber terkumpul, perlu dilakukan kritik terhadap sumber-sumber yang sudah dikumpulkan untuk menilai sumber- sumber mana saja yang dapat digunakan serta untuk menguji autentisitas, keakuratan sumber, dan menilai kredibilitas data dalam sumber-sumber yang digunakan agar memperkuat hasil penelitian yang menggunakan sumber-sumber tersebut dalam penelitian ini. 4. Interpretasi Interpretasi merupakan suatu penafsiran dari hasil kritik sumber untuk menguaraikan fakta-fakta yang sudah didapat dari hasil kritik sumber. Setelah fakta yang berhasil dikumpulkan kemudian disatukan untuk menjadi kisah sejarah yang benar dan hanya menjabarkan sesuai dengan fakta yang tidak dilebihkan dan tidak dikurangi. 5. Penulisan

16

Penulisan atau historiografi merupakan tahap akhir dalam tahap penelitian ini. Penulisan ini hasil dari semua fakta-fakta dan opini yang dituliskan dalam penelitian ini dan dilakukan dengan berdasarkan kronologis dan sistematis, sehingga dalam penulisan skripsi ini menggunakan kaidah-kaidah penulisan ilmiah. Sebagai pedoman dalam penulisan skripsi ini menggunakan surat Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507 tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. F. Sistematika Penulisan Tulisan ini dibuat untuk membahas peran dari Polisi Istimewa selama Pertempuran Surabaya Tahun 1945. Supaya pembahasan berdasarkan urutan waktu atau kejadian, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I, Dalam bab ini adalah Pendahuluan yang terdiri dari, Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab II, Dalam bab ini adalah Kajian Pustaka yang berisikan Landasan Teori, Kajian Pustaka, dan Kerangka Berpikir. Bab III, Dalam bab ini menjelaskan tentang terbentuknya Polisi Istimewa yang dimulai dari kepolisian bersenjata pada masa penjajahan Belanda, dan masa penjajahan Jepang. Ditambah dengan sejarah terbentuknya Polisi Istimewa. Bab IV, Dalam bab ini menjelaskan tentang pelucutan atau pengambilan senjata Jepang oleh Pasukan Polisi Istimewa di

17

berbagai tempat, seperti gudang senjata Don Bosco, Markas Kempetai, dan Markas Kaigun.. Bab V, Dalam bab ini menjelaskan pasukan Polisi Istimewa Surabaya melawan Sekutu. Bab VI, Bab ini berisikan Penutup yang terdiri dari, Kesimpulan, Implikasi, dan Saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian sejarah dengan pendekatan sejarah dan sosiologi. Metode yang digunakan yaitu metode sejarah. Menurut Sartono Kartodirdjo, pendekatan sosiologi merupakan suatu barang tentu yang akan meneropong segi-segi sosial suatu peristiwa yang akan dikaji, misalnya kelompok sosial mana yang berperan, serta nilai- nilainya, konflik berdasarkan kepentingan, dan lain sebagainya.25 Sementara pendekaan sejarah menurut Basri MS untuk menjelaskan secara rinci mengapa suatu peristiwa dapat terjadi atau latar belakang terjadinya suatu peristiwa.26 Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori peranan. Sebenarnya, istilah “peran” berasal dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor harus memainkan karakter tokoh yang sudah ditetapkan dalam suatu adegan tertentu dan dalam posisinya memerankan tokoh tertentu diharapkan dapat berprilaku seperti tokoh yang sudah ditentukan.27 Menurut Soerjono, peranan adalah suatu proses dinamis dari kedudukan (status). Seseorang yang sedang melakukan hak- hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang

25 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), 4. 26 Basri MS, Metodologi Penelitian Sejarah: (Pendekatan, Teori, dan Praktik), (Jakarta : Restu Agung, 2006), 35. 27 Marvin E. Shaw dan Philip R. Costanzo, Teori-Teori Psikologi Sosial, Sarlito Wirawan Sarwono, (Jakarta : CV. Rajawali, 1984), 233.

18

19

tersebut sedang melakukan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dari peranan adalah demi kebutuhan dan kepentingan ilmu pengetahuan. Kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan, karena yang satu tergantung dengan yang lainnya, maupun sebaliknya. Tidak ada peranan tanpa kedudukan, maupun sebaliknnya tidak ada kedudukan tanpa peranan.28 Dalam hal ini, Polisi Istimewa, sebagai pasukan bersenjata dan berkekuatan militer, melaksanakan hak dan kewajibannya dengan melatih kemiliteran masyarakat, mempersenjatai badan perjuangan lainnya, dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia sesuai dengan kedudukannya. B. Kajian Pustaka Secara umum tulisan sejarawan tentang Pertempuran Surabaya 1945 sangat banyak. Akan tetapi yang pembahasannya lebih fokus kepada peran Polisi Istimewa dalam Pertempurn Surabaya masih sangat jarang ditemukan. Padahal masyarakat pejuang di Surabaya pada saat itu sangat berharap terhadap bantuan Polisi Istimewa dalam setiap pertempuran-pertempuran melawan tentara Sekutu. Oleh karena itu penelitian tentang Peran Polisi Istimewa dalam Pertempuran Surabaya tahun 1945 sangat menarik karena pasukan inilah yang sangat diandalkan pada saat itu. Mengenai penggambaran permasalahan yang ada di atas, terdapat beberapa literatur yang membahas tentang peran Polisi Istimewa dalam Pertempuran Surabaya. Di bawah ini merupakan

28 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Rajawali Press, 1987), 220.

20

kumpulan referensi yang menjadi rujukan dalam penelitian peran Polisi Isitmewa dalam Pertempuran Surabaya tahun 1945, anatara lain: 1. Buku “Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Kepolisian Indonesia” karya Moehammad Jasin. Buku ini menceritankan tentang penulis buku tersebut dalam pengalaman Pertempuran Surabaya dan menceritakan juga bagaimana terbentuknya Polisi Istimewa tersebut, karena penulis buku ini memang sebagai pelaku sejarah dalam peristiwa tersebut serta penulis buku ini juga sebagai komandan Polisi Isitmewa yang memproklamirkan Kepolisian yang dibentuk oleh Jepang kemudian menjadi Kepolisian Republik Indonesia yang akan setia kepada negara Indonesia.29 Buku tersebut menjadi buku rujukan utama bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan ini. 2. Buku karya Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri yang berjudul “Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur” buku ini mengkisahkan peran dari Polisi Istimewa dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia yang baru berumur sebentar, buku ini khususnya mengisahkan perjuangan Polisi Istimewa dalam mempertahankan

29 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010)

21

Kemerdekaan Indonesa di daerah Jawa Timur.30 Buku ini sangat membantu penulis dalam mencari perjuangan- perjuangan Kepolisian dalam Pertempuran Surabaya sehingga buku ini juga bisa dijadikan sebagai rujukan utama dalam penulisan karya tulis ini. 3. Buku Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour, Mallaby dibunuh atau terbunuh?” yang ditulis oleh anak angkat dari Bung Hatta yang bernama Des Alwi ini merupakan pelaku sejarah dalam pertempuran Surabaya ini. Dalam buku tersebut banyak mengkisahkan berbagai macam peran dari badan perjuangan di Surabaya. Salah satunya adalah peran dari Polisi Istimewa yang banyak melatih pejuang-pejuang yang akan bertempur mempertahankan kemerdekaan di Surabaya. Selain itu, Des Alwi juga mengkisahkan dirinya pada awal bertemu Bung Hatta dan Sutan Syahrir dan dijadikan sebagai anak angkat dari kedua tokoh tersebut, dan bagaimana Des Alwi ikut dalam pertempuran Surabaya pada tahun 1945.31 Penelitian ini akan menggunakan literatur-literatur tersebut sebagai referensi untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

30 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, (Yogyakarta : Mata Padi Pressindo, 2013) 31 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour, Mallaby dibunuh atau terbunuh?, (Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2012).

22

C. Kerangka Berpikir

Polisi Istimewa

Teori Peran an

Merebut Senjata Kedatangan Sekutu Pertempuran Militer Jepang ke Surabaya Tiga Hari

Pertempuran Polisi Istimewa dalam 10 November 1945 di Surabaya Keterangan : Polisi Istimewa merupakan kesatuan bersenjata yang dibentuk oleh Jepang pada saat berkuasa di Indonesia dengan Tokubetsu Keisatsu Tai. Setelah Indonesia merdeka, kesatuan tersebut memproklamirkan bahwa Polisi Istimewa akan berpihak kepada Indonesia dan menjadi Polisi Indonesia. Setelah memproklamirkan terbentuknya Polisi Istimewa, kesatuan ini menjadi pasukan terdepan dengan laskar-laskar perjuangan lainnya dalam menjaga dan mepertahankan kemerdekaan

23

Indonesia serta berperan penting dalam setiap pertempuran mempertahankan kemerdekaan. Polisi Istimewa ini satu-satunya pasukan yang masih memiliki persenjataan lengkap pada awal kemerdekaan Indonesia, karena kesatuan-kesatuan militer lainnya dibubarkan oleh Jepang. Untuk mempertahankan kemerdekaan pada saat itu, harus memiliki persenjataan dan harus mempersenjatai pejuang- pejuang lainnya, sehingga Polisi Istimewa dan masyarakat pada saat itu bersama-sama merebut persenjataan militer Jepang dan kemudian membagi-bagikannya kepada pejuang-pejaung lainnya. Perebutan senjata ini dilakukan sebelum kedatangan Sekutu ke Surabaya. Setelah Sekutu sudah datang ke Surabaya, akhirnya pemerintah daerah dan pihak Sekutu mengadakan peremuan untuk membuat perjanjian apa saja yang boleh dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh Sekutu di Surabaya. Tetapi Sekutu mengingkari perjanjian tersebut sehingga mengakibatkan pertempuran antara Sekutu dengan pejuang-pejuang Indonesia termasuk Polisi Istimewa yang berlangsung selama tiga hari. Pertempuran tiga hari tersebut bukan pertempuran terbesar yang terjadi di Surabaya pada saat awal kemerdekaa Indonesia. Pertempuran terbesar terjadi pada tanggal 10 November 1945, yang mengakibatkan korban jiwa sampai ribuan dari dua belah pihak. Pada pertemuran ini Polisi Istimewa berperan dalam pertempuran tersebut dan karena pertempuran hebat tersebut sehingg pada tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

BAB III TERBENTUKNYA POLISI ISTIMEWA A. Polisi Bersenjata pada Masa Hindia Belanda Pendidikan Polisi pertama kali dibuka oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1911 untuk Agen van Polisi (Politie Agent) di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Pembukaan pendidikan polisi ini dimaksudkan untuk menambah jumlah personil Polisi di tempatnya masing-masing.32 Tetapi, pada tahun 1914 pendidikan polisi dipusatkan di Batavia untuk tingkat Agent van Politie (Agen Polisi)33, Inspecteur van Politie (Inspektur Polisi)34, dan Aspirante Commissaris van Politie (Komisaris Polisi)35. Sekolah kepolisian ini terletak di jalan Jatibaru, Batavia.36

32 Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, (Jakarta : Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1999), 30. 33 Agent van Politie (Agen Polisi) merupakan pangkat terendah dalam kepolisian pada saat itu. Pada saat ini, pangkat terndah dalam kepolisian adalah Bhayangkara Dua (Bharada). Wawancara dengan Brigadir Polisi Syaiful Anwar, Tangerang Selatan, 4 Mei 2018. 34 Inspecteur van Politie (Inspektur Polisi) merupakan nama pangkat yang masih digunakan sampai sekarang di Indonesia dengan nama bahasa Indonesia yaitu, Inspektur Polisi. Sekarang ini seorang polisi yang sudah melalui pendidikan perwira akan mendapatkan pangkat Inspektur Polisi Dua (Ipda). Wawancara dengan Brigadir Polisi Syaiful Anwar, Tangerang Selatan, 4 Mei 2018. 35 Aspirante Commissaris van Politie (Komisaris Polisi) merupakan pangkat tertinggi dari lulusan sekolah polisi yang belaku pada saat kolonial Belanda. Jika ada seorang yang ingin menjadi polisi dan mendapatkan pangkat Komisaris Polisi hanya mengikuti pendidikan Aspirante Commissaris van Politie (Komisaris Polisi). Pada saat ini, pangkat Komisaris Polisi pun masih di gunakan di Indonesia. Tetapi, setiap anggota polisi yang ingin mendapatkan pangkat Komisaris Polisi harus lulusan perwira dan mendapatkan pangkat Inspektur Polisi Dua (Ipda) terlebih dahulu, kemudian harus menunggu

24

25

Pada tahun 1920, pendidikan polisi ini dipindahkan ke daerah Buiten Zorg (Bogor) dengan nama Opleinding‟s School voor Het Personeel der Algemene Politie (Pendidikan Anggota Polisi). Kemudian pendidikan polisi ini dipindah ke daerah Sukabumi pada tahun 1925. Pada saat pendidikan polisi di daerah Sukabumi sampai tahun 1930, ada orang pribumi yang berhasil lulus pendidikan tingkat Komisaris Polisi berjumlah tiga orang, salah satu orang tersebut adalah R. Said Soekanto Tjokrodiatmodjo yang nanti akan menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang pertama.37 Terpilihnya Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo terjadi pada tanggal 29 September 1945, sejak saat itu resmi menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia Pusat.38 Pada tanggal 8 Maret 1942, Polisi yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda secara resmi dibubarkan. Kemudian

kenaikan pangkat sesuai waktu yang sudah ditetapkan dan memiliki prestasi sehingga bisa sampai pangkat Komisaris Polisi. Seorang perwira yang ingin mendapatkan pangkat Komisaris Polisi harus melalui beberapa pangkat terlebih dulu, dari Inspektur Polisi Dua (Ipda), Inspektur Polisi Satu (Iptu), Ajun Komisaris Polisi (AKP), dan Komisaris Polisi (Kompol). Kepolisian sekarang ini, seorang yang baru lulus pendidikan tidak bisa langsung mendapatkan pangkat Komisaris Polisi. Wawancara dengan Brigadir Polisi Syaiful Anwar, Tangerang Selatan, 4 Mei 2018. 36 Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman Kuno sampai Sekarang, (Jakarta : Yayasan Brata Bhakti, 2007), 63. 37 Wahid Rahmanto dan Yoyok Widoyoko, Setengah Abad Mengabdi: Memperingati Bhayangkara Emas 1 Juli 1996, (Jakarta : Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1996), 49-50. 38 Awaloedin Djamin, Kedudukan Kepolisian Negara RI dalam Sistem Ketatanegaraan: Dulu, Kini, dan Esok, (Jakarta : PTIK Press, 2007), 10.

26

petugas-petugas kepolisian yang berasal dari Eropa pada akhir April 1942 berakhir di kamp-kamp sipil Jepang, mereka berada di kamp-kamp tersebut bersama dengan orang Eropa lainnya. Sejak saat itulah kepolisian Hindia Belanda berakhir.39 Setelah itu bergantilah Jepang yang menguasai Indonesia menggantikan Belanda. Pada tahun 1912, ketika Belanda masih berkuasa, dibentuk Polisi Bersenjata yang ditugaskan sebagai alat kekuataan dari pemerintah Hindia Belanda yang ditempatkan di daerah-daerah.40 Polisi Bersenjata ini dipercayai oleh pemerintah Hindia Belanda memiliki tugas pokoknya sebagai berikut: 1. Mampu menjamin keamanan, ketentraman, dan ketertiban. 2. Mampu mengendalikan dan mempertahankan wilayah yang terjadi kekacauan, hingga kemudian tentara mengambil alih tugas. 3. Untuk memperkuat situasi daerah-daerah yang baru dikuasai.41 Polisi Bersenjata ini merupakan polisi yang bersifat militer. Sebagai pimpinan, Polisi Bersenjata dikepalai oleh seorang Perwira Polisi. Untuk pegawai-pegawainya kebanyakan diambil dari para tentara. Setiap anggota dari Polisi Bersenjata ini diasramakan. Korps ini terbagi dalam divisi-divisi, divisi berada

39 Marieke Bloembergen, Polisi Zaman Hindia Belanda: dari Kepedulian dan Ketakutan, terjemahan Tristan P. Moeliono, Anna Whardana, Nicolette P. R. Moeliono, dan Tita Mangoensadjito, (Jakarta : Kompas, 2011), 464. 40 Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, 28. 41 Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman Kuno sampai Sekarang, 56.

27

di dalam brigade, dan brigade berada di dalam detasemen. Selain itu, Polisi Bersenjata ini berada di bawah lingkungan Departemen Binenlans Bestuur (Departemen Dalam Negeri).42 Polisi Bersenjata ini memang memiliki perkembangan yang cepat, tetapi juga redup dengan cepat. Keredupan dari Polisi Bersejata ini karena tidak ahli dalam memberantas kejahatan- kejahatan yang terjadi, selain itu Polisi Bersenjata ini tidak bisa melakukan penyidikan dan penyelidikan karena tidak memiliki keahlian tersebut. Polisi Bersenjata juga semakin redup dengan adanya pertambahan Polisi Umum yang semakin banyak di kota karena adanya reorganisasi yang mengakibatkan banyaknya penjahat yang meninggalkan kota karena terdesak sehingga harus ke luar kota.43 Polisi Bersenjata ini juga seringkali melakukan tindakan- tindakan indisipliner, akhirnya tindakan-tindakan indisipliner tersebut diketahui oleh pemerintah kolonial yang mengakibatkan pemerintah kolonial merasa kehilangan muka karena malu.44 Lama-kelamaan Polisi Bersenjata ini pun berakhir dan pegawai- pegawainya yang dinilai masih bisa melanjutkan kerjanya dididik pada Sekolah Polisi untuk dikerjakan pada Polisi Lapangan

42 M. Odang, Perkembangan Kepolisian di Indonesia, (Jakarta : Markas Besar Kepolisian RI, 1952), 7. 43 Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, 28. 44 Marieke Bloembergen, Polisi Zaman Hindia Belanda: dari Kepedulian dan Ketakutan, terjemahan Tristan P. Moeliono, Anna Whardana, Nicolette P. R. Moeliono, dan Tita Soeprapto Mangoensadjito, 72.

28

(Veldpolitie). Polisi Lapangan ini sebagai penyelenggara dan mempertahankan keamanan di luar kota.45 Menurut Engelhard, kegagalan dari Polisi Bersenjata adalah kurangnya pengawasan dari kepemimpinan yang efektif, hal tersebut dikarenakan beban berat yang dipegang oleh pejabat- pejabat pemerintah. Selain itu, perekrutan, pendidikan, dan pelatihan yang buruk yang menyebabkan kinerja dari Polisi Bersenjata ini semakin memburuk.46 Karena kinerja dari Polisi Bersenjata semakin buruk, mengakibatkan pemerintah kolonial merasa kehilangan muka. Dalam perkembangan kepolisian di masa Hindia Belanda, Polisi Bersenjata pun digantikan dengan Polisi Lapangan yang memiliki tugas yang sama dengan Polisi Bersenjata.47 Polisi Lapanganan ini dibentuk pada tahun 1920.48 Setelah dibentuknya Polisi Lapangan ini, tugas-tugas Polisi Bersenjata diambil alih oleh Polisi Lapangan. Polisi Lapangan merupakan pasukan yang selalu siap ditugaskan dengan keahlian cepat, menjalankan tugas- tugas kepolisian dengan mahir, mampu melakukan pengsutan tindak kejahatan, dan diperkenankan menggunakan pukulan dengan senjatanya. Sebenarnya, tugas utama Polisi Lapangan adalah melakukan preventif dalam tugas kepolisian, yaitu melakukan pencegahan pada tindak kejahatan dan gangguan

45 M. Odang, Perkembangan Kepolisian di Indonesia, 8. 46 Marieke Bloembergen, Polisi Zaman Hindia Belanda: dari Kepedulian dan Ketakutan, terjemahan Tristan P. Moeliono, Anna Whardana, Nicolette P. R. Moeliono, dan Tita Soeprapto Mangoensadjito, 78. 47 Aminuddin Kasdi, 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek Pasuruan Jawa Timur, (Jakarta : Unesa University Press, 2004), 29. 48 Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, 29.

29

keamanan. Untuk melakukan pengusutan sebenarnya hanya sebatas perluas mandat saja, tugas utama melakukan pengusutan merupakan tugas Polisi Pangreh Praja49 dan Reserse Desa.50 B. Pembentukan Tokubetsu Keisatsu Tai Perbedaan pada saat Belanda berkuasa di Indonesia dengan Jepang berkuasa adalah saat Belanda berkuasa di Indonesia hanya terdapat satu pemerintahan sipil di Indonesia, tetapi saat Jepang berkuasa di Indonesia, tentara pendudukan Jepang membagi Indonesia menjadi tiga pemerintahan militer, yaitu: 1. Jawa dan Madura berada di bawah kekuasaan Tentara Keenam Belas (Angkatan Darat) berpusat di Jakarta. 2. Sumatera berada di bawah kekuasaan Tentara Kedua Puluh Lima (Angkatan Darat) berpusat di Bukittinggi. 3. Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya berada di bawah kekuasaan Armada Selatan Kedua (Angkatan Laut) yang berpusat di Makassar.51 Selain itu, susunan organisasi kepolisian pada saat pendudukan Jepang terbagi-bagi menjadi regional tidak terpusat dan masing-masing regional ini memiliki kantor pusat masing-

49 Polisi Pangreh Praja merupakan kesatuan-kesatuan kecil yang ditugaskan di daerah-daerah yang dipimpin oleh Camat, Wedana, dan Bupati. Lihat, Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman Kuno sampai Sekarang, 58. 50 Aminuddin Kasdi, 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek Pasuruan Jawa Timur, 30. 51 Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman Kuno sampai Sekarang, 79.

30

masing. Untuk anggota polisi pada saat pendudukan Jepang ini, Jepang mendapat anggota polisi yang pernah bekerja pada saat Belanda berkuasa di Indonesia. Jumlah anggota polisi yang diterima oleh Jepang sebanyak 31.620 anggota yang terdiri atas, 10 Hopkomisaris, 117 Komisaris Polisi, 13 Wedana Polisi, 63 Hopinspektur Polisi, 88 Asisten Wedana, 545 Inspektur Polisi, 1.463 Mantri Polisi, 513 Hopagen Polisi, 154 Hopposhuis Komandan, 2.582 Poshuis Komandan/Reserse dan 26.073 Agen Polisi.52 Jepang mendapat keuntungan dengan mengambil anggota-anggota polisi yang pernah bekerja pada masa kolonial Belanda.53 Pada masa pendudukan Jepang ini kepolisian terdiri dari 4 region, yaitu: 1. Kepolisian di Pulau Jawa dan Madura, yang berkantor pusat di Jakarta dan di bawah kendali Angkatan Darat (Rikugun) 2. Kepolisian di Pulau Sumatera, yang berkantor pusat di Bukittinggi dan di bawah kendali Angkatan Darat (Rikugun).

52 Hopkomisaris, Komisaris Polisi, Wedana Polisi, Hopinspektur Polisi, Asisten Wedana, Inspektur Polisi, Mantri Polisi, Hopagen Polisi, Hopposhuis Komandan, Poshuis Komandan/Reserse, dan Agen Polisi adalah kepangkatan yang digunakan di masa kolonial Belanda. Struktur kepangkatan pada saat itu berbeda dengan strukutur kepangkatan kepolisian di Indonesia sekarang dan nama-nama kepangkatannya pun berbeda, hanya ada beberapa yang sama seperti, Inspektur Polisi dan Komisaris Polisi. Wawancara dengan Brigadir Polisi Syaiful Anwar, Tangerang Selatan, 4 Mei 2018. 53 Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, 33-34.

31

3. Kepolisian region Timur Besar yang meliputi Pulau- pulau Sumatera, Maluku, dan Irian Barat, yang berkantor pusat di Makassar dan berada di bawah kendali Angkatan Laut (Kaigun). 4. Kepolisian di Pulau Kalimantan, yang berkantor pusat di Banjarmasin dan di bawah pimpinan Angkatan Laut (Kaigun).54 Pada awal tahun 1943, posisi Jepang pada Perang Pasifik mulai berubah. Jepang mengalami banyak kekalahan terutama dalam pertempuran laut di sekitar Midway dan Laut Karang. Pada saat itu Jepang mulai melakukan posisi bertahan karena keadaan Jepang mulai terdesak. Kemudian Jepang mencari dukungan pada penduduk Indonesia untuk membantu perang tersebut. Pada tanggal 9 Maret 1943, Jepang membentuk Seinendan atau barisan pemuda. Tujuannya adalah untuk mendidik para pemuda Indonesia supaya bisa menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Sebenarnya maksud Jepang membentuk Seinendan supaya menjadikan para pemuda sebagai pasukan cadangan untuk kepentingan perangnya.55 Memasuki tahun 1944, keadaan Jepang semakin tertekan dalam perang tersebut, bahkan beberapa wilayah kekuasaan Jepang dapat direbut Sekutu. Selain itu serangan Sekutu juga

54 Wahid Rahmanto dan Yoyok Widoyoko, Setengah Abad Mengabdi: Memperingati Bhayangkara Emas 1 Juli 1996, 35. 55 Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman Kuno sampai Sekarang, 87-88.

32

sudah mulai menyerang negari Jepang sendiri.56 Pada tahun ini juga Jepang membentuk pasukan yang mobil dan mempunyai persenjataan yang lebih lengkap di setiap Syu (Karesidenan), dan Kochi (Kerajaan), di Jawa dan Madura. Pasukan ini dibentuk dengan maksud sebagai pasukan penggempur di bawah perintah Syu Chiang Butyo (Bagian Keamanan Karesidenan), dengan sebutan Tokubetsu keisatsu tai. Di setiap karesidenan pasukan ini terdiri dari 60 sampai 150 orang.57 Anggota Tokubetsu Keisatsu Tai ini terdiri dari polisi muda atau pemuda polisi. Pasukan ini memiliki persenjataan yang lebih lengkap dibanding dengan Polisi Umum. Untuk memobilisasikan pasukan, maka setiap anggota diasramakan, mendapatkan pendidikan dan pelatihan khusus, sebagai pasukan terlatih, berdisiplin tinggi, terorganisir dengan rapih, dan ahli dalam menggunakan persenjataan. Tujuannya adalah supaya memiliki peran dalam kamtibmas dan siap diturunakan dalam front pertempuran.58 Seluruh anggota dari Tokubetsu Keisatsu Tai ini dipilih dari polisi yang sudah ada pada saat itu, kemudian setiap anggota yang akan menjadi pasukan Tokubetsu Keisatsu Tai diberi latihan tentang kemiliteran yang sangat berat selama 3 bulan. Selain diberi latihan militer seperti perang, setiap anggota Tokubetsu

56 Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman Kuno sampai Sekarang, 89. 57 Mabes Polri, Sejarah Kepolisian di Indonesia, 43-44. 58 Aminuddin Kasdi, 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek Pasuruan Jawa Timur, 34.

33

Keisatsu Tai juga diberikan pelatihan disiplin dan semangat juang yang tinggi.59 Tetapi setahun kemudian Jepang harus rela meletakan kekuasaan di Indonesia karena kalah perang dan menyerah terhadap Sekutu. C. Terbentuknya Polisi Istimewa Pada tanggal 19 Agustus 1945, dua hari setelah Indonesia merdeka, Jepang melakukan pelucutan senjata terhadap pasukan Peta (Pembela Tanah Air), Gyugun (di Sumatera), dan Heiho.60 Kesatuan militer tersebut berhasil dilucuti persenjataannya oleh Jepang, tetapi hanya (Polisi) Keisatsu termasuk Tokubetsu Keisatsu Tai kesatuan bersenjata yang tidak dilucuti oleh Jepang karena masih ditugaskan sebagai pasukan yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.61 Masih diberikannya Tokubetsu Keisatsu Tai persenjataan oleh Jepang, karena Tokubetsu Keisatsu Tai memiliki status yang resmi dan keberadaannya diakui oleh Sekutu. Hal tersebut memang dikehendaki oleh pihak Sekutu, agar seluruh pihak aparatur Jepang beserta Polisi Indonesia sebagai pemegang pengendali keamanan yang sah dapat membantu Sekutu pada saat pasukan

59 Mabes Polri, Setengah Abad Polri Melayani Masyarakat, (Jakarta : Dinas Penerangan Polri, 1995), 38. 60 Pelucutan senjata tersebut dilakukan karena Jepang masih merasa dihantui dengan pemberontakan yang dilakukan oleh Peta di Blitar yang di bawah pimpinan Cudanco Supriadi pada bulan Februari 1945. Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, (Surabaya : Grafika Dinoyo, 1982), 28. 61 Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman Kuno sampai Sekarang, 118.

34

Sekutu tiba di Indonesia. pernyataan tersebut tercantum di dalam Piagam Teluk Tokyo: “… We hereby command all civil, military, and naval officials to obey and enforce all proclamations, orders and directives deemed by the Supreme Commander for the Allied Powers to be proper to effectuate this surrender and issued by him or under his authority and we direct all such officials to remain at their posts and to continue to perform their non-combatant duties unless specifically relieved by him or under his authority. We hereby command the Japanese Imperial Government and the Japanese Imperial Headquarters at once to liberate all Allied prisoners of war and civilian internees now under Japanese control and to provide for their protection, care, maintenance and immediate transportation to places as directed. The Japanese Imperial Headquarters further orders its commanders in Japan and abroad to disarm completely all forces or under Japanese control they situated, and to deliver intact and in safe condition all weapons and equipment at such time and at such places as many be prescribed by the Allied Commanders indicated above. All Japanese and Japanese-controlled military and civil authorities shall assist the occupation of Japan and

35

Japanese controlled areas by forces of the Allied Powers…”62 Dalam bahasa Indonesia sebagai berikut: “… Kami dengan ini memerintahkan semua pejabat sipil, militer, dan angkatan laut untuk mematuhi dan menegakkan semua pernyataan, perintah, dan arahan yang disebut oleh Panglima Tertinggi untuk Sekutu agar tepat untuk menerapkan penyerahan ini dan dikeluarkan olehnya atau di bawah otoritasnya dan kami mengarahkan semua pejabat tersebut untuk tetap berada di pos mereka dan terus menjalankan tugas non-tempur mereka kecuali secara khusus dibebaskan olehnya atau di bawah otoritasnya. Kami dengan ini memerintahkan Pemerintah Kekaisaran Jepang dan Markas Besar Kerajaan Jepang sekaligus untuk membebaskan semua tawanan perang Sekutu dan tahanan sipil yang kini berada di bawah kendali Jepang dan untuk menyediakan perlindungan, perawatan, pemeliharaan, dan transportasi segera ke tempat-tempat seperti yang diarahkan. Markas Besar Kekaisaran Jepang lebih lanjut memerintahkan para komandannya di Jepang dan luar negeri untuk melucuti semua pasukan secara total atau di bawah kendali Jepang yang mereka tempati, dan untuk menyerahkan dengan lengkap dan dalam kondisi aman

62 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, (Jakarta : Yayasan Dwi Warna, 1991), 87-88.

36

semua senjata dan peralatan dan pada saat itu dan di tempat-tempat seperti banyak yang ditentukan oleh Komandan Sekutu yang ditunjukkan di atas. Semua orang Jepang dan otoritas militer dan sipil yang dikendalikan oleh Jepang akan membantu pekerjaan Jepang dan area yang dikendalikan Jepang oleh kekuatan-kekuatan Sektutu... ” Pemerintah Jepang yang ada di Jawa dan Sumatera melakukan pelucutan senjata dan pembubaran Peta. Gyugun, dan Heiho yang dilakukan pada tanggal 18 sampai 25 Agustus 1945 yang kebanyakan anggota dari kesatuan militer tersebut belum mengetahui tentang kemerdekaan Indonesia.63 Pelucutan senjata tersebut karena kekhawatiran Jepang terhadap kesatuan-kesatuan militer tersebut akan melakukan pemberontakan ulang. Selagi Sekutu belum datang, pihak Jepang merasa masih berkuasa di Indonesia.64 Di Surabaya, setelah mengetahui kemerdekaan Indonesia, para polisi dan anggota Tokubetsu Keisatsu Tai langsung bergerak cepat dalam merespon berita kemerdekaan Indonesia. Pada malam hari kemerdekaan Indonesia, Soeratmin memangil S. Prawirosoedirdjo rekan sesama anggota Tokubetsu Keisatsu Tai beserta dengan kawan-kawan yang lainnya untuk membicarakan

63 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, terj: Satrio Wahono, Bakar Bilfagih, Hasan Huda, Miftah Helmi, Joko Sutrisno, dan Has Manadi, (Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), 431. 64 Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman Kuno sampai Sekarang, 118.

37

masa depan dari Tokubetsu Keisatsu Tai. Di dalam pembicaraan tersebut memutuskan pergantian nama dari Tokubetsu Keisatsu Tai menjadi Polisi Istimewa, yang disingkat PI.65 Nama Polisi Istimewa tersebut diambil dari arti kata Tokubetsu Keisatsu Tai (Tokubetsu = Istimewa, Keisatsu = Polisi, Tai = Kesatuan).66 Perubahan nama Tokubetsu Keisatsu Tai menjadi Polisi Istimewa ini belum diresmikan. Setelah sehari diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia. Seorang anggota Tokubetsu Keisatsu Tai bernama Agen Polisi III67 Nainggolan baru mengetahui berita kemerdekaan Indonesia, yang kemudian memberitahukan berita tersebut kepada atasannya yang bernama Inspektur Polisi I Moehammad Jasin. Nainggolan mengetahui kabar tersebut berasal dari kantor Domei yang merupakan kantor berita Jepang yang ada di Surabaya. Pada tanggal 19 Agustus 1945, Nainggolan bersama rekannya, Soegito menurunkan bendera Jepang di markas Tokubetsu Keisatsu Tai dan menggantinya dengan bendera Indonesia (merah putih). Markas Tokubetsu Keisatsu ini berada di Coen Boulevard

65 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, (Yogyakarta : Mata Padi Pressindo, 2013), 24. 66 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010), 4. 67 Agen Polisi III merupakan pangkat terendah dalam kepolisian pada saat kolonial Jepang. Jika disamakan dengan pangkat kepolisian di Indonesia sekarang ini, sebagai pangkat terendah sama dengan Bhayangkara Dua (Bharada). Wawancara dengan Brigadir Polisi Syaiful Anwar, Tangerang Selatan, 4 Mei 2018.

38

(sekarang Jalan Dr. Soetomo) dan markas tersebut sebelumnya merupakan gedung sekolah.68 Ketika pimpinan Jepang yang datang ke kantor tersebut dan melihat bendera Indonesia berkibar di depan kantor Tokubetsu Keisatsu Tai, kemudian pimpinan Jepang memanggil orang yang mengibarkan bendera, setelah bertemu dengan Nainggolan dan Soegito yang merupakan pengibar bendera Indonesia di Markas Tokubetsu Keisatsu Tai, kemudian pimpinan Jepang tersebut menamparnya. Pimpinan Jepang langsung memerintahkan kembali supaya bendera tersebut diganti lagi dengan bendera Jepang.69 Setelah peristiwa tersebut, nampak semakin menambah semangat juang mereka. Setelah menerima sanksi dan pimpinan Jepang tersebut memasuki kantor, Nainggolan dan Soegito mendapat dukungan dari anggota Tokubetsu Keisatsu Tai berkebangsaan Indonesia untuk menaikkan kembali bendera Indonesia bahkan para pemuda yang berada di sekitar ikut membantu. Setelah pemasangan bendera Indonesia kembali, tiang bendera dan sekitarnya dililitkan kawat supaya pihak Jepang tidak ada yang bisa menurunkan bendera tersebut.70 Keesokan harinya, di tanggal 20 Agustus. Inspektur Polisi Moehammad Jasin mengadakan pertemuan khusus dengan

68 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 8. 69 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 14 70 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 9.

39

Inspektur Polisi Soetardjo, Komandan Polisi Abidin, dan Komandan Polisi Musa. Pertemuan yang di adakan ini dimaksudkan untuk membicarakan perkembangan keadaan yang ada di Surabaya dan menyusun rencana perjuangan. Sempat para peserta pertemuan tersebut merasa sedikit khawatir karena ada Jepang yang masih merasa berkuasa di Surabaya. Tetapi, karena demi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, mereka memutuskan untuk membentuk Polisi Republik Indonesia. Pada pertemuan ini menghasilkan beberapa keputusan penting, yaitu: 1. Menetapkan Moehammad Jasin sebagai komandan dan memutuskan untuk menahan pimpinan Jepang. 2. Memutuskan jaringan telepon ke luar. 3. Melakukan pembongkaran senjata yang berada di belakang markas dan menambah senjata pasukan dengan banyak senjata berat. 4. Memproklamirkan Polisi Istimewa sebagai Polisi Republik Indonesia pada tanggal 21 Agustus 1945 dan poster-poster untuk proklamasi dipersiapkan. Setelah diproklamirkan resmi menggunakan Polisi Istimewa. 5. Melaksanakan apel pagi pada tanggal 21 Agustus dan komandan membacakan teks proklamasi di hadapan para pasukan. 6. Pada pukul 08.00 tanggal 21 Agustus 1945 mulai melakukan penempelan poster proklamasi di tembok sepanjang Jalan Tunjungan, Surabaya. Kemudian pasukan Polisi Istimewa turun ke jalan melakukan

40

pameran diri sebagai kepolisian milik Republik Indonesia.71 Pada hari Selasa tanggal 21 Agustus 1945, untuk mendukung rakyat Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia akhirnya Moehammad Jasin atas nama warga polisi memproklamirkan bahwa sejak saat itu polisi adalah Polisi Republik Indonesia. Teks proklamasi tersebut seperti berikut: Proklamasi Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, dengan ini menyatakan Poelisi sebagai Polisi Republik Indonesia. Soerabaya, 21 Agustus 1945 Ttd Mohammad Jasin Inspektur Poelisi I.72 Setelah pembacaan proklamasi tersebut, Moehammad Jasin sebagai komandan memerintahkan pasukannya untuk melakukan pawai siaga sebagai upaya menunjukkan kekuatan dan kesiapan mengatasi reaksi Jepang. Pada hari itu juga Polisi Istimewa yang berbobot tempur militer dan sudah menjadi Polisi Republik Indonesia keluar dengan menggunakan truk dan

71 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 15-16. 72 Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman Kuno sampai Sekarang, 119.

41

kendaraan lapis baja yang sudah dipasangkan bendera berwarna merah putih menuju ke Jalan Tunjungan, Surabaya. Sambil menunjukkan sebagai pasukan kekuatan milik rakyat dan bersikap patriotik kepada proklamasi Indonesia, pasukan Polisi Istimewa juga sambil meneriakkan yel-yel “Merdeka” dan “Tetap Merdeka”. Awalnya masyarakat merasa ragu-ragu untuk menjawab yel-yel tersebut, tapi karena sikap patriotik Polisi Istimewa akhirnya masyarakat membalas yel-yel tersebut bersama-sama.73 Setelah diproklamirkannya Polisi Istimewa sebagai Polisi Republik Indonesia, kemudian anggota Polisi Istimewa memasangkan ban (pita) berwarna putih di lengan kirinya dengan tulisan P.I yang merupakan singkatan dari Polisi Istimewa dengan warna tulisan merah dan menggunakan ikat kepala dengan gambar bulatan lonjong yang berwarna merah putih sebagai ganti dari lambang sakura.74 Di Surabaya terdapat dua Polisi Istimewa, yaitu: 1. Pasukan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya, langsung berada di bawah Pusat Kepolisian Karesidenan Surabaya, yang bermarkas di Jalan Dr. Soetomo No. 7 Surabaya. Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya dipimpin oleh Moehammad Jasin. 2. Pasukan Polisi Istimewa Kota Surabaya, langsung berada di bawah Kantor Besar Kota Surabaya, yang bermarkas di

73 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 15. 74 Aminuddin Kasdi, 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek Pasuruan Jawa Timur, 36.

42

jalan Paradeplein No. 1 Surabaya. Polisi Istimewa Kota Surabaya dipimpin oleh Soetjipto Danoekusumo.75 Mulai pada saat diproklamirkan, Polisi Istimewa benar- benar menjadi Polisi Republik Indonesia yang bertekat menjaga kemerdekaan Indonesia, bersama masyarakat bahu-membahu supaya Indonesia tetap berada dalam kemerdekaan yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan akan melawan musuh-musuh yang ingin mengganggu kedaulatan negara Republik Indonesia.

75 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 150.

BAB IV PEREBUTAN SENJATA JEPANG OLEH POLISI ISTIMEWA A. Penyerbuan Gudang Senjata Don Bosco Gedung Don Bosco merupakan gedung yang digunakan oleh Jepang sebagai gudang senjata yang dikuasai oleh Dai 10360 Butai Kaisutiro Butai, gedung ini berada di bawah pimpinan Mayor Hashimoto. Pasukan Mayor Hashimoto ini terdiri atas satu detasemen tentara serta pegawai sipil yang berjumlah 150 orang. Gedung ini terletak di perbatasan Surabaya sebelah barat, dekat perkampungan Sawahan. Gedung ini dulunya sebagai gedung asrama pendidikan Katolik. Sejak tanggal 26 September 1945, gudang senjata Don Bosco sudah mulai didatangi oleh masyarakat. Masyarakat yang datang ke gudang senjata Don Bosco ini membawa berbagai macam senjata, ada yang membawa bambu runcing dan ada yang membawa senjata api yang didapatkan dari perampasan terhadap tentara Jepang. Masyarakat ini sudah datang ke Don Bosco sejak pagi dan jumlah mereka pun semakin lama semakin bertambah. Mereka yang datang ke Don Bosco sambil berteriak dengan sangat semangat menandakan bahwa mereka sudah tidak sabar untuk mengambil senjata dari gudang senjata Don Bosco.76 Hal tersebut karena gudang senjata Don Bosco ini merupakan gudang senjata milik tentara Jepang terbesar di Asia Tenggara yang

76 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan Julius Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh?, (Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2012), 168-169.

43

44

terletak di Surabaya, sehingga gudang senjata ini menjadi pusat perhatian untuk pengambilan senjata.77 Pada saat dalam perebutan senjata di Don Bosco ini Polisi Istimewa menjadi pelopor, karena Polisi Istimewa memiliki persenjataan yang lengkap dari Jepang.78 Akhirnya pihak dari Don Bosco yang diwakili oleh seorang perwira berbadan besar menemui Bung Tomo untuk melakukan perundingan. Dalam perundingan tersebut pihak Jepang tidak ingin menyerahkan senjata-senjata tersebut sebelum ada perintah dari Panglima Tentara Jepang di Jawa Timur, Mayor Jenderal (Mayjen) Iwabe.79 Terjadi perundingan antara Bung Tomo dengan komandan gudang senjata Don Bosco yaitu Mayor Hashimoto. Mayor Hashimoto merasa keberatan bila pihak Don Bosco harus berhadapan langsung dengan rakyat yang berada di luar. Supaya ada yang bisa bertanggung jawab untuk menjamin keamaan, akhirnya Mayor Hashimoto meminta agar bisa berhubungan dengan pembesar Republik Indonesia.80 Permintaan tersebut pun dituruti, kemudian Bung Tomo menghubungi markas Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan kantor Pemerintah Kota Surabaya. Tidak lama kemudian datang Soejitno dari Barisan Pencegah

77 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), 22. 78 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, (Yogyakarta : Mata Padi Pressindo, 2013), 29. 79 Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, (Jakarta : Visimedia, 2008), 34 80 Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 36.

45

Bahaya Udara (Keibodan) Kota dan H. R. Mohammad (mantan Daidancho Peta Sidoarjo) untuk melakukan perundingan. Hasil perundingan tersebut, yaitu: 1. Komandan gudang senjata Don Bosco beserta wakil dari Kempetai harus berjanji akan menyerahkan senjata- senjatanya setelah Panglima Tentara Jepang di Jawa Timur Mayjen Iwabe mengetahui semua peristiwa yang terjadi. 2. Rakyat yang melakukan pengepungan gudang senjata Don Bosco diminta untuk membubarkan diri.81 Keesokan harinya, komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya, Moehammad Jasin datang ke gudang senjata Don Bosco. Moehammad Jasin ini menjadi juru bicara dalam perundingan pengambilan senjata ini, Mayor Hashimoto mengatakan bahwa Panglima Tentara Jepang di Jawa Timur mendapat perintah dari atasannya kalau mereka harus tetap menjaga keamanan. Awalnya Mayor Hashimoto tetap ingin menjalankan perintah dari Panglima Tentara Jepang di Jawa Timur Mayjen Iwabe, tetapi setelah mengetahui alasan kenapa rakyat ingin mengambil persenjataan di Don Bosco, Mayor Hashimoto pun bertanya kepada perwakilan Indonesia yang hadir dalam pertemuan tersebut tentang perwakilan Indonesia bisa menjamin keamanan dan keselamatan pihak mereka atau tidak. Kemudian

81 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 29.

46

Moehammad Jasin selaku Komanda Polisi Istimewa Karesiden Surabaya dan sebagai juru bicara menyanggupi hal tersebut, asalkan persenjataan dan perlengkapan untuk pemerintah dapat ditambah dengan secukupnya.82 Pihak Don Bosco akhirnya tidak memiliki pilihan lain selain menyerahkan persenjataan beserta gedungnya, tetapi pemberian senjata tersebut harus berada di bawah tanggung jawab dari Polisi Istimewa.83 Setelah itu Mayor Hashimoto meminta Moehammad Jasin untuk membuat surat penyerahan persenjataan yang akan diberikan kepadanya. Surat tersebut sebagai barang bukti kepada tentara Sekutu bahwa persenjataan diberikan kepada pihak Indonesia untuk menambah perlengkapan senjata untuk menjaga keamanan.84 Dalam proses penandatangan penyerahan senjata, pihak Don Bosco berdiam diri, hal tersebut mencerminkan sebenarnya mereka tidak ingin menyerahkan senjata dan juga khawatir kalau mereka nanti dituduh sebagai penjahat perang oleh pihak Sekutu karena telah memberikan persenjataan ke pihak Indonesia. Kemudian Moehammad Jasin meminta Mayor Hashimoto untuk cepat melakukan penandatanganan tersebut. Hal tersebut dikarenakan masyarakat yang berada di luar gedung sudah mulai berteriak-teriak, masyarakat yang di luar sudah lama menunggu.

82 Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 37-38. 83 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan Julius Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh?, 170. 84 Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 39.

47

Selain itu juga Moehammad Jasin khawatir kalau perundingan tersebut terlalu lama akan menimbulkan penilaian yang keliru oleh masyarakat di luar terhadap perwakilan yang sedang berunding.85 Karena adanya desakan dari masyarakat yang berada di luar gedung, akhirnya Mayor Hashimoto segera melakukan penandatanganan.86 Kemudian naskah penyerahan senjata tersebut ditandatangani oleh Mayor Hashimoto dengan Moehammad Jasin yang didampingi oleh Bung Tomo. Setelah naskah tersebut ditanda tangani, kemudian naskah tersebut dibawa keluar oleh Moehammad Jasin untuk ditunjukkan kepada masyarakat yang berada di luar sebagai bukti bahwa gudang beserta isinya (persenjataan) sudah menjadi milik Republik Indonesia. Kemenangan ini disambut dengan teriakan “Merdeka” oleh masyarakat.87 Setelah penyelesaian tanda tangan naskah tersebut, penyerahan senjata di gudang senjata Don Bosco ini berjalan dengan tertib dan suasana tenang.88 Setelah berhasil mendapatkan senjata yang ada di Don Bosco, kemudian senjata-senjata tersebut dibagi-bagikan kepada rakyat dan badan-badan perjuangan

85 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 22-23. 86 Fadma Yulista, “Perebutan Senjata Jepang di Surabaya Tahun 1945”. AVATAR, e-Journal Pendidikan Sejarah 5, no. 3, (2017): 925. 87 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 24. 88 Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 39.

48

lainnya.89 Karena gudang senjata Don Bosco merupakan gudang senjata tentara Jepang terbesar di Asia Tenggara, jumlah senjata yang didapat dari gudang senjata Don Bosco ini sangat banyak, bahkan sebanyak empat gerbong kereta berisi senjata dikirim ke Jakarta.90 Dalam pengambilan senjata di Don Bosco ini Polisi Istimewa menunjukkan peran pentingnya, apalagi dengan komandan Polisi Istimewa yaitu Moehammad Jasin sangat bisa melakukan perundingan dengan pihak Don Bosco sehingga bisa meyakinkannya untuk memberikan senjata-senjatanya dan menjamin keselamatan mereka. B. Penyerbuan Markas Kempetai (Polisi Militer Jepang) Kempetai merupakan Polisi Militer Jepang yang terkenal dengan kekejamannya pada masyarakat. Markas Kempetai di Surabaya yang terletak di daerah Pasar Besar ini oleh masyarakat Surabaya dianggap sebagai markas yang sangat ditakuti dan dibenci karena kekejamannya. Di markas inilah beberapa pejuang kemerdekaan pernah merasakan siksaan yang sangat menyakitkan seperti, Pramoedji, Rachim, Abdoel Azis, Soekajat, Tjak Doerasih, Tjak Doel Arnowo, dan Ir. Darmawan. Mereka adalah pejuang-pejuang kemerdekaan yang pernah merasakan siksaan di markas Kempetai semasa menjadi tahanan.91

89 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 30. 90 Awaloedin Djamin, I Ketut Ratta, I Gede Putu Gunawan, dan Ambar Wulan, Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia: dari Zaman Kuno sampai Sekarang, (Jakarta : Yayasan Brata Bhakti, 2007), 120. 91 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan Julius Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh?, 178-179.

49

Pada tanggal 1 Oktober 1945 pukul 07.00, masyarakat Surabaya dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR), Pemuda Republik Indonesia (PRI), dan Polisi Istimewa sudah mulai mengepung markas Kempetai. Pengepungan tersebut dilakukan pada pagi hari, karena pada malam hari prajurit Kempetai diduga sebagai prajurit yang ahli dalam pertempuran malam hari dan pada siang hari kemampuan Kempetai tidak sehebat malam hari dalam bertempur. Pada siang hari pukul 12.00, melalui lubang dari markas Kempetai, prajurit Kempetai melakukan penembakan terhadap orang-orang yang berada di luar.92 Walaupun keadaan sudah berubah tidak seperti sebelumnya Jepang menguasai Indonesia, tetapi prajurit Kempetai tidak ingin membukakan gerbangnya karena mereka tidak memiliki tanggung jawab lagi kepada Markas Besar Balatentara Nippon di Tokyo. Sekarang tanggung jawab itu ada di tangan Pimpinan Tentara Serikat di Asia Tenggara. Karena memiliki tanggung jawab tersebut, ketika petinggi Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Polisi ingin melakukan perundingan kepada Kempetai, tetapi markas tersebut tetap tidak dibuka. Malahan mereka secara diam- diam mengunci semua akses masuk ke markas dan memperkuat pertahanan.93 Keesokan harinya, tanggal 2 Oktober 1945, masyarakat masih terus mengepung markas Kempetai. Pengepungan markas ini masih belum jelas kepastian perundingan antara dua belah

92 Fadma Yulista, “Perebutan Senjata Jepang di Surabaya Tahun 1945”. AVATAR, e-Journal Pendidikan Sejarah 5, no. 3, (2017): 923-924. 93 Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 43-44.

50

pihak, yaitu pihak Indonesia dengan pihak Kempetai. Pada pukul 12.00 siang, pengepungan yang dilakukan oleh masyarakat sudah mencapai pintu gerbang markas Kempetai. Walaupun kepungan yang dilakukan oleh masyarakat dengan jumlah yang tidak sedikit, pihak Kempetai tetap tidak ingin menyerah. Namun, masyarakat yang berada di luar pintu gerbang markas mendapat tembakan dari senapan mesin oleh prajurit Kempetai dari dalam markas. Masyarakat di luar pun tidak tinggal diam, mereka membalas tembakan tersebut dengan senjata yang dimilikinya. Di alun-alun yang menghubungkan antara kantor Gubernur dan markas Kempetai, Polisi Istimewa bergerak dengan niat untuk membantu masyarakat yang sudah berhasil masuk ke markas Kempetai.94 Setelah beberapa jam berlangsung pertempuran sengit, utusan dari pemerintah Indonesia datang ke markas Kempetai, utusan tersebut adalah Ketua BKR Soengkono, Residen Soedirman, dan komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya Inspektur Polisi II Moehammad Jasin.95 Dengan keberaniannya Moehammad Jasin menerobos kawat besi berduri dan langsung menuju ke ruang Kempetai.96 Setelah berhasil menerobos masuk markas Kempetai, Moehammad Jasin tidak sadar ternyata seorang rekannya

94 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 32. 95 Fadma Yulista, “Perebutan Senjata Jepang di Surabaya Tahun 1945”. AVATAR, e-Journal Pendidikan Sejarah 5, no. 3, (2017): 924. 96 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 32.

51

bernama Soeprapto mengikutinya menerobos markas Kempetai. Ketika ingin memasuki pintu markas, ada dua prajurit yang menodongkan senjata yang berlaras bayonet kepada Meohammad Jasin dan Soeprapto. Tapi Moehammad Jasin mencoba untuk tetap tenang, selain itu Mohammad Jasin mengenal Takahara bersaudara yang mana Takahara yang adik adalah seorang anggota Kempetai. Moehammad Jasin mengatakan kepada kedua prajurit tersebut keinginannya untuk bertemu dengan Takahara. Kemudian dibawalah mereka menemui Takahara bersaudara. Takahara yang lebih tua yang bekerja sebagai penerjemah tentara Jepang menanyakan maksud dari Moehammad Jasin. Moehammad Jasin meminta agar Kempetai menyerah dan semua tanggung jawab akan ditanggung semua oleh Moehammad Jasin. Kemudian Jasin langsung diantarkan untuk bertemu dengan komandan Kempetai (Kempetai Tyo).97 Takahara yang lebih tua mengenalkan Moehammad Jasin sebagai Tokubetsu Keisatsu Tayto (komandan Polisi Istimewa) dan menyampaikan maksud kedatangan dari Moehammad Jasin. Setelah mendengar penjelasan dari Takahara, komandan Kempetai tidak memberikan komentar apa-apa, hanya memanggil stafnya dan mendiskusikan permintaan Moehammad Jasin kepada stafnya tersebut. Pada saat diskusi sedang berlangsung, tampaknya Moehammad Jasin mengetahui kalau Kempetai akan menyerah dan menuruti permintaan dari Moehammad Jasin. Moehammad Jasin pun langsung mengambil sapu tangannya

97 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 19-20.

52

yang berwarna putih dan langsung mengaitkannya ke tangan komandan Kempetai tersebut sambil mengayunkannya di depan jendela untuk menunjukkan kepada masyarakat yang ada di luar. Pada saat itu terjadi, komandan Kempetai hanya menuruti semua yang dilakukan oleh Moehammad Jasin, padahal Moehammad Jasin melakukan semua itu tanpa ada ancaman apapun.98 Tak lama kemudian Takahara yang lebih tua menurunkan bendera Jepang yang ada di halaman markas Kempetai sebagai simbol bahwa Kempetai sudah menyerah kepada pada pejuang Republik Indonesia. melihat penurunan bendera tersebut, rakyat pun langsung mendekati dan segera menaikan bendera Indonesia sambil berteriak gembira dan meneriakkan kata “Merdeka” sebagai tanda kemenangan para pejuang Republik Indonesia melawan Kempetai yang di kenal sangat kejam dan mengerikan.99 Dalam pertempuran yang berlangsung di markas Kempetai menelan korban jiwa sebanyak 40 orang tewas tertembak. Dari 40 orang tersebut, 25 orang Indonesia dan 15 anggota Kempetai. Selain itu, ada yang mengalami luka-luka sebanyak 81 orang, orang yang luka-luka sebanyak 60 orang Indonesia, 14 orang Jepang, 2 China, dan 5 orang warga Belanda.100

98 Fadma Yulista, “Perebutan Senjata Jepang di Surabaya Tahun 1945”. AVATAR, e-Journal Pendidikan Sejarah 5, no. 3, (2017): 926. 99 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 21. 100 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan Julius Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh?, 182.

53

Perebutan senjata di markas Kempetai dapat dilihat bahwa Polisi Istimewa turun berperan. Polisi Istimewa dengan badan perjuangan lain menggempur markas Kempetai yang tidak ingin menyerah dan memberikan senjara kepada pejuang Indonesia. Bahkan peran dari komandan Polisi Istimewa Moehammad Jasin pun memiliki peran yang sangat besar, karena Moehammad Jasin sebagai orang yang paling berani menerobos markas Kempetai dan menemui komandan markas Kempetai untuk melakukan perundingan supaya Kempetai bersedia memberikan persenjataannya. Usaha dari Moehammad Jasin ini pun membuahkan hasil dengan Kempetai bersedia memberikan persenjataannya kepada pejuang Indonesia. C. Penyerbuan Markas Kaigun (Angkatan Laut Jepang) Pada tanggal 2 Oktober 1945, tujuan perebutan senjata selanjurnya adalah Markas Besar Kaigun di Embongwungu. Markas Besar Kaigun tersebut sudah dikepung oleh masyarakat Surabaya sejak pukul 10.00 pagi101, pengepungan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut dipelopori oleh BKR, PRI, BKR Pelajar, dan Polisi Istimewa yang selalu ikut berperan di dalam melakukan perebutan senjata. Pengepungan tersebut

101 Pengepungan yang dilakukan masyarakat ke Markas Besar Kaigun Embongwungu menurut pernyataan Laksamana Shibata yang tertulis di dalam buku “Seratus Hari di Surabaya yang Menggemparkan Indonesia” yang ditulis oleh Roeslan Abdulgani, menyebutkan bahwa pengepungan tersebut dilakukan dalam jumlah 700 rakyat yang masing-masing memegang senjata. Lihat, Roeslan Abdulgani, Seratus Hari di Surabaya yang menggemparkan Indonesia: Kisah Singkat Tentang Kejadian-kejadian di Kota Surabaya antara Tanggal 17 Agustus s/d Akhir November 1945, (Jakarta : Yayasan Idayu, 1980), 14.

54

menggunakan senjata berat, senjata tangan, dan 1 tank. Seluruh alat komunikasi ke luar dan ke dalam milik Kaigun diputus. Setelah alat komunikasi tersebut diputus, pejuang yang tadi mengepung mulai masuk ke Markas Besar Kaigun untuk mendapatkan persenjataan milik Kaigun, tetapi tidak ditemukan persenjataan yang dicari tersebut. Laksamana Shibata menemui semua pejuang yang datang ke Markas Besar Kaigun dan menjelaskan bahwa seluruh persenjataan yang ada di Markas Besar Kaigun sudah diserahkan kepada Polisi Indonesia102 dan akan diserahkan kepada Residen Soedirman. Mendengar penjelasan dari Laksamana Shibata yang sangat jelas membuat masyarakat merasa puas dan memutuskan untuk meninggalkan Markas Besar Kaigun untuk kembali ke rumahnya masing-masing.103 Pada sore harinya tujuan pengambilan senjata yang dilakukan oleh pejuang di Surabaya adalah Markas Kaigun104

102 Penyerahan persenjataan yang terjadi di Markas Besar Kaigun di Embongwungu ditanda tangani oleh Moehammad Jasin selaku komandan Polisi Istimewa atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Lihat, Moehammad Jasin, Singa Pejuang Republik Indonesia, (Jakarta : PPKBI, 1998), 37. 103 Aminuddin kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, (Surabaya : Panitia Pelestarian Nilai-nilai Kepahlawanan di Surabaya, 1986), 145. 104 Markas Kaigun yang diserang oleh pejuang di Surabaya ini adalah Markas Marinir dari Angkatan Laut Jepang. Pasukan Marinir Angkatan Laut Jepang ini terkenal sebagai pasukan terkuat yang berada di Surabaya, terutama dalam hal persenjataannya dan jumlah anggota dari Marinir ini yang paling banyak terdapat di asrama Kaigun tersebut. Lihat, Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 145.

55

yang berada di Gubeng.105 Dalam perebutan senjata di markas Kaigun ini, sebagian besar dari Polisi Istimewa masih berada di markas Kempetai dalam pengambilan senjata, tetapi Polisi Istimewa yang tidak ikut melakukan perebutan senjata di markas Kempetai bergerak untuk melakukan perebutan senjata di markas Kaigun di Gubeng ini. Polisi Istimewa melakukan penyerangan dari asrama Kaigun dan bagian lainnya dari markas Kaigun tersebut yang dibantu dengan laskar pejuang lainnya.106 Polisi Istimewa yang melakukan penyerang ke markas Kaigun di Gubeng ini berasal dari pasukan Polisi Istimewa Seksi IV. Pasukan Polisi Istimewa Seksi IV ini berada di bawah pimpinan Sukarli dan pasukan Polisi Istimewa Seksi IV ini mendapat bantunan dari pasukan Polisi Istimewa Seksi Senapan. Keterlibatan Polisi Istimewa dalam melakukan penyerangan markas Kaigun di Gubeng untuk membantu masyarakat yang berjuang dalam merebut senjata milik pasukan Kaigun. Di saat pertempuran yang sangat sengit sedang berlangsung, Agen Polisi Wirato, Inspektur Polisi Soetarjo, dan Abdul Hamid berhasil menerobos masuk markas Kaigun. Setelah berhasil menerobos masuk mereka langsung menemui pimpinan markas dan langsung melakukan perundingan. Hasil dari perundingan tersebut pihak Kaigun akan menyerahkan

105 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, (Jakarta : PT Mutiara Sumber Widya, 1985), 29. 106 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 145.

56

persenjataan yang dimiliki dengan jaminan keselamatan untuk seluruh anggotanya.107 Hasil dari perundingan tersebut kemudian dilaporkan kepada markas Badan Keamanan Rakyat (BKR) Kota di Pregolan. Setelah menerima laporan tersebut, Soengkono langsung berangkat ke markas Kaigun di Gubeng untuk menemui pimpinan markas Kaigun. Ketika bertemu dengan Soengkono, pimpinan markas Kaigun bersedia menyerahkan senjata yang ada di markas Kaigun Gubeng. Tetapi sebagai militer, pimpinan markas Kaigun akan menyerahkan persenjataan tersebut setelah mendapat perintah dari atasannya yaitu Laksamana Shibata.108 Kemudian Seongkono yang ditemani Roeslan Wongso Kusumo mendatangi rumah Laksamana Shibata di Ketabang. Setelah bertemu dengan Laksamana Shibata, Soengkono mengatakan bahwa penyerangan yang sedang terjadi di markas Kaigun Gubeng bukan karena kebencian terhadap Jepang, tapi untuk mendapatkan senjata yang dimiliki oleh Kaigun untuk melawan Belanda yang akan menjajah Indonesia kembali.109 Karena masih terjadi pertempuran di markas Kaigun Gubeng, Soengkono bertanya kepada Laksamana Shibata tentang siapa yang bisa menghentikan pertempuran tersebut. Laksamana Shibata mengatakan bisa menyelesaikan pertempuran tersebut

107 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 33. 108 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 147. 109 Achmad Tahir, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), (Jakarta : PP Korps Sarjana Veteran RI, 1994), 192.

57

dengan mengirim utusan seorang perwira untuk menyatakan persetujuan penyerahan senjata.110 Abdul Hamid pun menghubungi Moehammad Jasin selaku komandan Polisi Istimewa pada sore hari itu juga untuk datang ke markas Kaigun di Gubeng. Setelah dihubungi oleh Abdul Wahid, Moehammad Jasin pun langsung mendatangi Markas Kaigun di Gubeng untuk menerima penyerahan senjata dengan membawa pasukannya sebanyak 1 regu yang membawa bendera Merah Putih yang besar. Pada saat perjalanan menuju markas Kaigun, ternyata pertempuran pun sudah berhenti sehingga tidak menyulitkan perjalanan.111 Setelah selesainya penandatanganan naskah penyerahan senjata tersebut antara komandan Polisi Istimewa Karesiden Surabaya Moehammad Jasin112 dengan pihak Jepang, markas Kaigun tersebut diambil alih dan dikuasai oleh 1 seksi dari Polisi Istimewa. Seluruh penghuni markas Kaigun tersebut yang berjumlah sekitar 900 orang diamankan oleh 2 seksi Polisi

110 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 30. 111 Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, (Surabaya : Grafika Dinoyo, 1982), 59-60. 112 Naskah penyerahan senjata harus ditandatangani oleh Moehammad Jasin sebagai komandan Polisi Istimewa karena pihak Jepang hanya ingin menyerahkan senjata hanya kepada Polisi sebagai pasukan bersenjata yang resmi, pihak Jepang tidak ingin menyerahkan senjata kepada laskar atau Badan Keamanan Rakyat (BKR). Lihat, Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 147.

58

Istimewa, sesuai janji awal untuk seluruh pihak Jepang akan mendapatkan jaminan keselamatan.113 Hasil persenjataan yang didapat dari markas Kaigun Gubeng diangkut oleh Polisi Istimewa yaitu Luwito dan Samsi Muda yang akan dibawa ke Asrama Coen Boelevard (sekarang Jalan Dr. Soetomo). Senjata yang dibawa sebanyak 4 truk kecil yang terdapat berbagai macam senjata, seperti senapan, bren, revolver, pistol sein, klewang, bayonet dan sebagainya. Untuk pengambilan senjata-senjata berat dilakukan oleh anggota BKR Kota yang sebelumnya mengatakan kepada pihak Jepang bahwa anggota BKR Kota yang memakai baju bisa sebagai Polisi berpakaian preman. Senjata-senjata berat yang didapatkan dari markas Kaigun Gubeng ini terdiri dari meriam penangkis serangan udara 3,5 cm, senapan mesin 2 cm, metraliur, dan bom 2 laras ganda. Senjata yang didapat ini dibagikan kepada badan- badan perjuangan, selain itu akan diberikan kepada anggota Polisi di luar kota yang meminta tambahan persenjataan.114 Di dalam pertempuran di markas Kaigun Gubeng, ada seorang pejuang Indonesia yang gugur dalam pertempuran tersebut yaitu Agen Polisi III Robertus Soebardi. Sebagai seorang pejuang yang rela mengorbankan nyawanya demi negara, Agen Polisi III Robertus Soebardi di makamkan di Taman Makam

113 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 33. 114 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 148.

59

Pahlawan (TMP) Kusuma Bangsa dan acara pemakamannya pun dilakukan dengan upacara militer.115 Pada saat Polisi Istimewa yang sedang bertugas untuk membawa persenjataan yang berhasil diambil dari markas Kaigun, dalam perjalanannya ke Coen Boelevard melewati Polisi Istimewa melewati Hoogendorplaan (Jalan ). Di Hoogendorplaan ini terdapat 2 gedung yang cukup besar. Gedung pertama digunakan sebagai tempat penjualan daging bagi tentara Jepang dan orang-orang (penduduk) sipil Jepang. Sementara untuk gedung yang kedua tersebut digunakan sebagai oleh Jepang asrama.116 Dalam perjalanan ke Coen Boelevard, Polisi Istimewa yang sedang membawa persenjataan melalui Darmo Boulevard melihat suatu kerumunan masyarakat yang sedang melakukan pengepungan di asrama tersebut. Tetapi, pada pengepungan tersebut masyarakat mengalami kesulitan, kesulitan tersebut karena Jepang tidak ingin menyerah kepada masyarakat. Masyarakat yang melakukan pengepungan tersebut hanya membawa persenjataan senapan beberapa pucuk saja. Melihat hal tersebut membuat Pasukan Istimewa yang sedang membawa persenjataan ke Coen Boelevard terhenti untuk membantu masyarakat. Kemudian Polisi Istimewa memberikan tambahan senjata sebanyak 10 pucuk kepada masyarakat. Sebetulnya,

115 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 34. 116 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 148.

60

semua masyarakat yang sedang melakukan pengepungan tersebut meminta senjata kepada Polisi Istimewa, tetapi tidak diberikan oleh Polisi Istimewa. Polisi Istimewa hanya ingin memberi senjata kepada masyarakat yang bisa menembak karena tidak semua masyarakat bisa menembak. Setelah mendapat bantuan senjata dari Polisi Istimewa, masyarakat pun semakin bersemangat untuk melakukan penyerangan ke gedung asrama. Kemudian gedung asrama tersebut ditembaki dengan gencar oleh masyrakat yang dibantu oleh Polisi Istimewa yang menembaki menggunakan bren dari atas truk. Tembakan-tembakan tersebut diarahkan ke jendela dan ke pintu gedung asrama. Karena tembakan yang sangat gencar dan begitu banyak, akhirnya pihak Jepang pun mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah. Kemudian pihak Jepang yang sudah menyerah pun ditawan. Setelah Jepang sudah tertawan, akhirnya Polisi Istimewa pun melanjutkan perjalanannya ke Coen Boulevard.117 Dalam dua hari ini Polisi Istimewa memiliki peran yang sangat besar dalam mendapatkan persenjataan dari Jepang. Perebutan senjata pertama di markas Kaigun dengan komandan Polisi Istimewa Moehammad Jasin yang menjadi orang yang dipercaya oleh Jepang karena Polisi Istimewalah badan perjuangan yang diakui oleh Jepang. Perebutan senjata kedua terjadi di gedung yang terletak Hoogendorplaan yang pada saat itu dikepung oleh masyarakat. Kemudian Polisi Istimewa yang

117 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 148.

61

sedang mengangkut senjata dari markas Kaigun membantu dengan memberikan senjata kepada masyarakat yang mengepung dan Polisi Istimewa pun membantu dengan menembaki gedung tersebut, sehingga pihak Jepang pun menyerah. D. Perebutan Senjata di Gedung General Electronica Terjadi juga perebutan senjata di gedung General Electronica yang terletak di Kaliasin pada 2 Oktober 1945. Pada saat perebutan senjata di gedung General Electronica, terjadi pertempuran antara pihak pejuang di Surabaya dengan Jepang untuk mendapatkan persenjataan di gedung General Electronica. Karena pertempuran tersebut, komandan Polisi Istimewa Kota Surabaya Inspektur Polisi Soetjipto Danoekusumo memerintahkan anggotanya yaitu Pembantu Inspektur Polisi Soeyapto untuk menghubungi seorang Perwira Penghubung Jepang.118 Setelah mendapatkan perintah dari Soetjipto Danoekusumo, Soeyapto langsung menemui Perwira Penghubung Jepang yang berada di gedung Handels Vereeniging Amsterdam (HVA) untuk mendatangi kantor Polisi atas perintah Soetjipto Danoekusumo.119 Ketika Soeyapto tiba di gedung HVA dan berhasil menemui Perwira Penghubung Jepang, Soeyapto pun memberi tahu perihal kedatangannya menemui Perwira Penghubung Jepang. Setelah mengetahui perihal kedatangan Soeyapto atas

118 Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997), 82. 119 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 134.

62

perintah Soetjipto Danoekusumo untuk memintanya mendatangi kantor Polisi, akhirnya Perwira Penghubung Jepang tersebut pun menuruti permintaan tersebut dan mendatangi kantor Polisi untuk bertemu dengan Soetjipto Danoekusumo. Setelah Perwira Penghubung Jepang dan Soeyapto tiba di kantor Polisi dan bertemu dengan Soetjipto Danoekusumo. Ternyata permintaan Soetjipto Danoekusumo untuk mendatangkan Perwira Penghubung Jepang tersebut untuk pergi bersama ke Embong Malang untuk menemui Jenderal Iwabe. Setelah mengetahui untuk apa diminta datang ke kantor Polisi, akhirnya mereka pun bersama-sama pergi ke Embong Malang untuk menemui Jenderal Iwabe. Mendatangi Jenderal Iwabe tersebut untuk meminta surat penghentian pertempuran yang sedang berlangsung di gedung General Electronica. Kemudian Jenderal Iwabe pun memberikan surat yang diminta untuk menghentikan pertempuran di General Electronica.120 Setelah mendapatkan surat dari Jenderal Iwabe, kemudian tim yang beranggotakan Soetjipto Danoekusumo, Soeyapto, dan Perwira Penghubung Jepang langsung berangkat ke gedung General Electronica di Kaliasin. Ketika tiba di gedung General Electronica tembak-menembak pun masih terus berlangsung. Rakyat Surabaya pun sudah mengepung gedung tersebut dan tentara Jepang yang masih beradi di gedung General Electronica pun masih bertahan dengan memberikan perlawanan yang sangat

120 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 31.

63

sengit. Bahkan tentara Jepang meletakkan senjata-senjata mitraliyur di atas balkon dan loteng-loteng yang mengakibatkan rakyat tidak bisa maju.121 Pada saat berada di JL. Kaliasin, tim yang sedang mendekati gedung General Electronica sambil berteriak meminta suapaya tembak-menembak tersebut dihentikan. Bahkan Perwira Penghubung Jepang pun ikut berteriak dengan mengatakan “Utte ikang! Utte ikang!” supaya tentara Jepang bisa mengerti dan menghentikan tembak-menembak tersebut. Walaupun pada awal- awal permintaan tersebut tidak didengar dan masih terus melakukan tembak-menembak, tapi tim terus berusaha berteriak dengan suara keras, akhirnya rakyat dan tentara Jepang mulai mengerti bahwa tim yang datang ini membawa perintah yang penting dan menghentikan tembak-menembak.122 Ketika tembak-menembak antara pihak rakyat Surabaya dengan tentara Jepang sudah mereda, Soetjipto Danoekusumo pun memberikan surat dari Jenderal Iwabe kepada komandan Jepang yang berada di gedung General Electronica. Dalam surat tersebut Jenderal Iwabe meminta supaya tentara Jepang untuk menyerahkan senjatanya kepada pihak Indonesia. Kemudian komandan Jepang memerintahkan kepada anggotanya supaya mengumpulkan senjatanya untuk diberikan kepada pihak pejuang Indonesia. walaupun pihak Jepang sudah bersedia untuk memberikan senjatanya, ada rakyat yang masih marah kepada

121 Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, 82-83. 122 Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, 83.

64

pihak Jepang dan ingin membunuh tentara Jepang. Rakyat yang ingin membunuh tentara Jepang dapat dicegah oleh Inspektur Polisi Sotjipto Danoekusumo dengan cara mengarahkan pistolnya kearah pelipis rakyat tersebut, sehingga rakyat tersebut pun mengurungkan niatnya untuk membunuh tentara Jepang.123 Kalau saja rakyat tersebut berhasil membunuh tentara Jepang, kemudian tentara Jepang yang belum menyerahkan senjatanya pasti akan berontak dan melakukan penyerangan kepada rakyat yang ada di gedung General Electronica, bahkan bisa membunuh semua rakyat yang ada di situ.124 Pada saat pengambilan senjata di gedung Gedung Electronica, persenjataan yang didapat ada beberapa senjata dan peralatan militer.125 Sotjipto Danoekusumo beserta anggotanya dalam perebutan senjata di gedung General Electronoica memiliki peran yang sangat penting, karena Sotjipto Danoekusumo beserta anggotanya berhasil mendapatkan surat dari Jenderal Iwabe sehingga bisa memberhentikan pertempuran antara pihak Jepang dengan pihak Indonesia. Pihak Jepang pun memberikan persenjataannya karena peran dari Sotjipto Danoekusumo dengan anggota Polisi Istimewa lainnya.

123 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 31. 124 Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, 83. 125 Batara R. Hutagalung, 10 November ‟45: Mengapa Inggris Membom Surabaya?, (Jakarta : Millennium Publisher, 2001), 143.

65

E. Perebutan Pedang Samurai Jepang Selain persenjataan canggih yang dimiliki oleh Jepang dilakukan perebutan oleh pihak masyarakat Surabaya beserta laskar-laskar perjuangan lainnya, perebutan senjata tradisional milik Jepang pun tak luput dari perebutan untuk digunakan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yaitu pedang samurai. Dalam perebutan pedang samurai ini peran Polisi Istimewa yang sangat penting. Perebutan pedang samurai ini terjadi pada akhir bulan September 1945. Perebutan pedang samurai ini di sebuah rumah yang terletak di desa Karangrejo dekat dengan pabrik kopi dan tidak jauh dari Dam Gunungsari. Rumah di daerah tersebutlah yang dipergunakan oleh Jepang untuk menyimpan pedang-pedang samurai yang sangat banyak tersebut.126 Mengetahui ada sebuah rumah yang menyimpan banyak pedang samurai, kemudian Polisi Istimewa melakukan penggerebekan rumah yang dijadikan tempat penyimpanan pedang-pedang samurai.127 Pada saat melakukan penggerebekan ternyata banyak tentara Jepang yang berhasil melarikan diri dari penggerebekan yang dilakukan oleh Polisi Istimewa, sehingga hanya seorang tentara Jepang yang berhasil ditangkap oleh Polisi Istimewa dalam penggerebekan tersebut. Saat penggerebekan tersebut berhasil mendapatkan 400 buah pedang samurai yang

126 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 149. 127 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 34.

66

ditinggalkan oleh penjaganya karena banyak yang melarikan diri dari penggerebekan tersebut. Berasal dari mana pedang-pedang samurai yang direbut dari Jepang tersebut tidak ada yang mengetahui. Tetapi, pedang- pedang samurai dan tentara Jepang yang berhasil ditangkap dibawa ke markas Pemuda Republik Indonesia (PRI) Tengah di bengkel Harley Davidson yang terletak di kaliasin untuk diperiksa, karena Polisi Istimewa yang melakukan penggerebekan tidak sempat untuk melakukan pemeriksaan.128 Bisa dikatakan bahwa Polisi Istimewa di dalam perebutan pedang samurai ini memiliki peran yang sangat penting. Karena Polisi Istimewalah yang merencanakan dan pelaku yang melakukan penggerebekan tersebut. F. Pengambilalihan Rumah Sakit Karangmenjangan Polisi Istimewa yang pada saat awal kemeredekaan Indonesia sebagai pasukan yang berkekuatan militer, banyak melakukan perebutan-perebutan senjata milik Jepang. Ternyata, selain melakukan perebutan senjata yang dimiliki Jepang untuk kebutuhan pertempuran, Polisi Istimewa juga melakukan perebutan rumah sakit yang dikuasai oleh Jepang.129 Perebutan rumah sakit yang dilakukan oleh Polisi Istimewa adalah Rumah Sakit Karangmenjangan. Moehammad Jasin sebagai komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya sebelum melakukan

128 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 149. 129 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 35.

67

pengambilan Rumah Sakit Karangmenjangan terlebih dahulu mendatangi Rumah Sakit Simpang untuk menemui pimpinan dari Rumah Sakit Simpang dengan maksud membicarakan rencana pengambilalihan Rumah Sakit Karangmenjangan agar menjadi milik Indonesia. Setelah selesai melakukan pertemuan dengan pimpinan Rumah Sakit Simpang, Moehammad Jasin pun langsung berangkat ke Rumah Sakit Karangmenjangan. Pada saat berangkat ke Rumah Sakit Karangmenjangan, sekelompok perawat laki-laki yang berasal dari Rumah Sakit Simpang dan sekelompok pemuda mengikuti satu regu Polisi Istimewa ke Rumah Sakit Karangmenjangan menggunakan beberapa kendaraan.130 Ketika sudah tiba di Rumah Sakit Karangmenjangan, Moehammad Jasin langsung melakukan pembicaraan dengan pimpinan Rumah Sakit Karangmenjangan. Setelah moehammad Jasin menjelaskan kedatanganya untuk mengambilalih Rumah Sakit Karangmenjangan menjadi milik Indonesia, ternyata pimpinan Rumah Sakit Karangmenjangan menolak untuk memberikannya dan tetap ingin mempertahankan rumah sakit tersebut dan tidak ingin memberikannya kepada pihak Indonesia.131

130 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 140. 131 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 35.

68

Mendengar pernyataan dari pimpinan Rumah Sakit Karangmenjangan tidak ingin memberikan rumah sakit tersebut kepada pihak Indonesia, pihak Indonesia pun tetap memaksa agar Rumah Sakit Karangmenjangan harus menjadi milik Indonesia dengan bagaimana pun. Kemudian Moehammad Jasin mengancam pimpinan Rumah Sakit Karangmenjangan bila tidak memberikan rumah sakit tersebut maka akan dilakukan denga cara kekerasan yaitu penyerbuan kepada Rumah Sakit Karangmenjangan oleh Polisi Istimewa. Pimpinan Rumah Sakit Karangmenjangan merasa ketakutan mendengar ancaman dari Moehammad Jasin dan melihat pasukan Polisi Istimewa serta para perawat laki-laki yang dari Rumah Sakit Simpang sudah siap melakukan serangan yang hanya tinggal menunggu komando, akhirnya pimpinan Rumah Sakit Karangmenjangan pun beserta dengan stafnya dan isinya memberikan Rumah Sakit Karangmenjangan kepada pihak Indonesia.132 Ketika berhasil mendapatkan Rumah Sakit Karangmenjangan, Polisi Istimewa memberikan seluruh urusan operasional rumah sakit tersebut kepada para dokter dan perawat yang dibawa dari Rumah Sakit Simpang.133 Berkat Moehammad Jasin yang memimpin Polisi Istimewa untuk melakukan pengambilalihan Rumah Sakit Karangmenjangan ini, akhirnya pihak Indonesia berhasil mendapatkan Rumah Sakit

132 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 140. 133 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 35.

69

Karangmenjangan tanpa adanya pertempuran dari pihak Indonesia dan Jepang. G. Perebutan Pangkalan Udara Morokrembangan Selain gudang persenjataan Jepang yang direbut oleh pejuang di Surabaya, pejuang di Surabaya juga melakukan perebutan Pangkalan Udara Morokrembangan. Penyerbuan yang dilakukan di Pangkalan Udara Morokrebangan ini diserbu oleh Pemuda Republik Indonesia (PRI) Utara, Badan Keamanan Rakyat (BKR) Udara, Pemuda Republik Indonesia (PRI) Sulawesi, dan pasukan dari Polisi pada tanggal 3 Oktober 1945. Sebelum terjadinya pertempuran antara pejuang Indonesia dengan pihak Jepang di Pangkalan Udara Morokrembangan, Residen Soedirman yang didampingi oleh Pembantu Inspektur Polisi Soeyapto atas perintah dari komandan Polisi Istimewa Kota Surabaya yaitu Sutjipto Danoekusumo. Selain itu kedatangan Residen Soedirman dikawal panser dari Polisi Istimewa yang dikendari oleh Samiko. Pengawalan kepada Residen Soedirman yang dilakukan oleh Polisi Istimewa untuk memberikan rasa aman kepada Residen Soedirman.134 Para pejuang di Surabaya yang mendatangi Pangkalan Udara Morokrembangan ini sudah siap untuk melakukan pertempuran dengan Jepang kalau cara tersebut diperlukan. Tetapi, Jepang yang menjaga Pangkalan Udara Morokrembangan tersebut tidak memperlihatkan sikap permusuhan terhadap para pejuang walaupun senjata selalu berada di tangan dari pasukan

134 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 149.

70

Jepang. Kemudian, Residen Soedirman menyerahkan surat kepada Komandan Jepang di Pangkalan Udara Morokrembangan untuk meminta seluruh Pangkalan Udara Morokrembangan beserta isinya. Permintaan pun dituruti dengan baik sehingga tidak menimbulkan pertempuran dan senjata-senjata yang didapat dari Pangkalan Udara Morokrembangan langsung dibagikan kepada pemuda-pemuda Surabaya.135 Persenjataan yang di dapat dari Pangkalan Udara Morokrembangan terdapat 2 skuadron pesawat Catalia, 3 skuadron pesawat tempur, 40 pesawat pengintai, 1 kapal terbang, dan 3 dakota. Seluruh peralatan tempur yang berada di Pangkalan Udara Moroktembangan resmi menjadi milik pemuda-pemuda Surabaya.136 Selain peralatan tempur, rakyat juga mengambil semua macam perbekalan yang ada di gudang Pangkalan Udara Morokrembangan, baik itu adalah perbekalan dari sipil atau militer.137 Ketika kembalinya Polisi Istimewa ke markasnya setelah dari Pangkalan Udara Morokrembangan, terdengan suara ledakan yang sangat besar dari kejauhan. Kemudian terlihat asap yang sangat tebal berada di atas Pulau Madura, setelah itu ada kabar yang mengatakan bahwa suara ledakan tersebut berasal dari

135 Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, 84. 136 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 149. 137 Irna H. N. Hadi Soewito, Rakyat Jawa Timur Mempertahankan Kemerdekaan 1, (Jakarta : PT Grasindo, 1994), 25.

71

gudang peluru Jepang yang meledak.138 Nampaknya pelucutan senjata dari Jepang yang dilakukan oleh pejuang-pejuang di Surabaya diikuti di seluruh Jawa Timur seperti, Karesidenan Malang, Besuki, Kediri, Madiun, Bojonegoro, dan Madura.139 Polisi Istimewa di dalam perebutan Pangkalan Udara Morokrembangan dari Jepang melakukan tugas sebagai pengawal dari Residen Soedirman. Pengawalan yang dilakukan oleh Polisi Istimewa menggunakan kendaraan panser sebagai pelindung dari Residen Soedirman. Pengawalan tersebut pun berjalan dengan baik, karena Residen Soedirman tetap aman dan bahkan berhasil merebut Pangkalan Udara Morokrembangan. Menurut pernyataan dari Jenderal Iwabe sebagai bentuk laporan kepada Pemerinah Republik Indonesia, mengatakan bahwa senjata dan peralatan perang yang didapatkan oleh pejuang di Surabaya sebagai berikut: 1. 18.750 pucuk senapan berjenis karabin dan jenis lainnya. 2. 700 pistol colt revolver dan vickers Jepang. 3. 2.500 senapan mesin ringan dan berat. 4. 200 pelembar atau pelontar granat dan granat yang jumlahnya berpeti-peti. 5. 17 pucuk meriam infanteri howitzer 6. 145 pucuk meriam anti pesawat udara. 7. 20-25 pucuk merian anti tank. 8. 650 mortir beserta dengan amunisinya.

138 Sutjipto Danoekusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, 84. 139 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 149.

72

9. 18 unit kendaraan tempur jenis tank besar termasuk brencarrier. 10. 62 unit panserwagen. 11. 1.900 kendaraan bermotor, yang terdiri atas truk-truk pengangkut, kendaraan patroli, sedang, dan pick up kecil dan sedang. 12. Ditambah dengan persenjataan dan peralatan perang bekas tentara Belanda, Australia, dan Inggris yang direbut oleh Jepang yang kemudian dapat diambil pihak pejuang di Surabaya.140

140 Batara R. Hutagalung, 10 November ‟45: Mengapa Inggris Membom Surabaya?, 146.

BAB V POLISI ISTIMEWA MELAWAN SEKUTU A. Kedatangan Sekutu di Surabaya 1. Munculnya Resolusi Jihad Sebelum kedatangan Sekutu, para kyai di bawah pimpinan Hasyim Asy‟ari memunculkan Resolusi Jihad untuk menghadapi kemungkinan peperangan untuk menjajah Indonesia kembali. Para kyai memiliki peran penting dalam membakar semangat dan moril para pejuang, terlihat saat berusaha menyampaikan bahwa perjuangan membela tanah air adalah bagian dari jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah). Sebelum munculnya Resolusi Jihad, terlebih dulu muncul Fatwah Jihad yang dtandadatangani oleh Hasyim Asy‟ari pada 17 September 1945. Fatwa tersebut berisi: 1. Hukum memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardu „ain untuk orang Islam dan mungkin juga bagi orang kafir. 2. Untuk orang yang meninggal pada saat berperang melawan NICA dan komplotannya, maka orang itu mati syahid. 3. Orang-orang yang memecah persaudaraan kita saat ini makan wajib dibunuh.141 Setelah munculnya Fatwah Jihad, Nahdlatul „Ulama (NU) sebagai organisasi sosial keagamaan yang anti dengan penjajahan memanggil seluruh konsulnya se-Jawa dan Madura untuk menentukan sikap terhadap NICA (Netherlands-Indies Civil Administratio) dan Sekutu. Pertempuran yang dilakukan para

141 Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama – Santri & Resolusi Jihad: Garda Terdepan Menegakkan Indonesia (1945-1949), (Tangerang : Pustaka Compass, 2014), 205.

73

74

konsul NU dilakukan di kantor PBNU Bubutan Surabaya pada tanggal 21-22 Oktober 1945 dan pertemuan dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah. Dari hasil pertemuan tersebut menghasilkan Resolusi Jihad.142 Adapun isi dari Resolusi Jihad sebagai Berikut: “Bismillahirrahmanirrahim Rapat Besar wakil-wakil daerah (konsul-konsul) Perhimpunan Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di Surabaya. Mendengar: Bahwa di tiap-tiap daerah seluruh Jawa-Madura ternyata betapa besarnya hasrat umat Islam alim dan alim ulama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA. Menimbang: a. Bahwa untuk mempertahankan dab menegakkan Negara Republik Indonesia menurut Hukum Islam, termasuk sebagai kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam. b. Bahwa di Indonesia ini warga negaranya adalah sebagian besar terdiri dari umat Islam. Mengingat: a. Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada di sini telah banyak sekali dijalankan kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketentraman umum. b. Bahwa semua yang dilakukan oleh mereka itu dengan maksud melanggar kedaulatan Negara Rebublik Indonesia dan agama, dan ingin kembali menjajah di sini makan di beberapa tempat telah terjadi pertempuran yang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia. c. Bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan oleh umat Islam yang merasa wajib menurut agamanya untuk mempertahankan kemerdekaan negara dan agamanya. d. Bahwa di dalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu perlu mendapatkan perintah dan tuntutan yang nyata dari

142 Hasyim Latief, Laskar Hizbullah: Berjuang Menegakkan Negara RI, (Jakarta : Lajnah Ta‟lif wan Nasyr PBNU, 1995), 53.

75

pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan kejadian- kejadian tersebut. Memutuskan: a. Memohon dengan sangat kepada pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia terutama terhadap pihak Belanda dan kaki tanganya. b. Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat „sabilillah‟ untuk tegaknya Negara Republik Indonesia dan Agama Islam. Surabaya, 22 -10-1945 HB. Nahdlatul Ulama”143 Isi pokok pada Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 ini adalah untuk menyerukan perlawan fisik untuk mempertahankan kemerdekaan. Perlawanan fisik yang dilakukan terhadap Sekutu dan Belanda yang membonceng terhadap Sekutu yang ingin menjajah Indonesia kembali hukumnya adalah wajib dilakukan bagi setiap muslim.144 Munculnya Resolusi Jihad ini semakin membuat umat Islam dan badan perjuangan semangat dalam mempertahankan kemerdekaan. 2. Pendaratan Sekutu di Jakarta Sebelum datangnya Sekutu ke Surabaya, Sekutu mengutus seorang perwira bernama Kapten Huijer145 ke

143 Kutipan asli diambil dari buku, Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama – Santri & Resolusi Jihad: Garda Terdepan Menegakkan Indonesia (1945-1949), 207-208. 144 Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarah Tebuireng, Resolusi Jihad “Perjuangan Ulama: dari Menegakkan Agama Hingga Negara”, (Jombang : Pustaka Tebuireng, 2015), 173. 145 Kapten Huijer merupakan seorang perwira yang berasal dari Tentara Angkatan Laut Belanda. Huijer berasal dari kesatuan komando Angkatan Laut Belanda yang sangat berpengalaman dan memiliki keberanian

76

Surabaya. Datangnya Kapten Huijer ke Surabaya bertujuan untuk mengurus tahanan Relief of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI). Ketika sampai di Surabaya, Kapten Huijer langsung menemui Residen Seodirman untuk meminta supaya seluruh tawanan Sekutu dibebaskan. Selain itu, Kapten Huijer juga meminta supaya Pangkalan Udara Morokrembangan dikosongkan. Permintaan Kapten Huijer pun ditolak, karena masyarakat mencurigai ada rencana licik yang direncanakan oleh Belanda untuk berkuasa lagi di Indonesia.146 Melihat sikap dari Kapten Huijer yang tidak sopan dan untuk memberikan rasa aman kepada dirinya sendiri, Residen Soedirman pun meminta supaya Kapten Huijer diamankan.147 Pada tanggal 22 Oktober 1945, Ketua Badan Keamanan Rakyat (BKR) Kota Surabaya, Kolonel Soengkon meresmikan terbentuknya BKR-Pelajar. Susunan BKR-Pelajar sebagai berikut: 1. Staf I berasal dari pelajar SMT Darmo dan SMP II Ketabang. Ketua dari sekolah-sekolah tersebut bernama Achmad Wardojo dan Moeljosoedjono. Markas Staf I berada di

yang luar biasa. Kapten Huijer pernah bertugas di Markas Besar Pasukan Sekutu di Colombo, Sri Langka. Pada saat bertugas di Markas Besar Pasukan Sekutu di Colombo, Kapten Huijer bersama-sama dengan Kapten Raymond Westerling. Lihat, Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, (Jakarta : Bhuana Ilmu Populer, 2012), 217-218. 146 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, (Yogyakarta : Mata Padi Pressindo, 2013), 48. 147 G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 I, (Yogyakarta : Kanisius, 1999), 99.

77

Darmo Raja No. 49 dan jumlah anggota staf I sekitar 300 orang. 2. Staf II berasal dari pelajar yang berasal dari sekolah-sekolah yang berada di sekitar Praban. Markas staf II menempati gedung SMP 1 Praban, sebagai ketua Aniroen dan wakil ketua Mohammad Tohor. Jumlah anggota sekitar 200 orang. 3. Staf III berasal dari pelajar SMTT dan STN. Markas dari staf III menempati gedung Sekolah Teknik Pertama di Sawahan. Sebagai ketua Abdoel Sjoekoer dan wakil ketua Soenarto. Jumlah anggota staf III sekitar 800 orang. 4. Staf IV berasal dari pelajar SMT Darmo kelas II dan pelajar yang berasal dari sekitar Heeren Straat (sekarang Jalan Rajawali). Sebagai ketua Soetojo Rahardjo dan wakil ketua Ismail Kartasasmita. Jumlah anggota staf IV sekitar 30 orang.148 Setelah terbentuknya BKR-Pelajar sebanyak IV staf, kemudian Staf I, II, dan IV, mendapat pelatihan kemiliteran dari komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya Moehammad Jasin, Karli, dan para pelatih lainnya yang berasal dari Polisi Istimewa. Setelah dilatih oleh para pelatih dari Polisi Istimewa, staf I, II, dan IV disatukan menjadi badan perjuangan sendiri yang diresmikan pada tanggal 19 Oktober 1945 oleh Ketua BKR Kota Surabaya, Kolonel Soengkono. Staf I, II, dan IV kemudian menjadi badan perjuangan sendiri dengan nama resmi “BKR

148 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 127-128.

78

Kota, Darmo 49, Soerabaya”.149 Dibentuknya pasukan ini untuk memperkuat pertahanan Indonesia. Pada awalnya ada isu yang menyebutkan bahwa Sekutu akan datang ke Surabaya pada tanggal 4 Oktober 1945, sehingga masyarakat Surabaya mempercepat dalam melakukan konsolidasi kekuatan mereka.150 Ternyata kabar pasti Sekutu akan tiba di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945 yang disampaikan oleh orang-orang yang berasal dari gubernuran yang mendapat informasi dari Menteri Penerangan Amir Syarifuddin dan mengatakan bahwa kedatangan Sekutu ke Surabaya untuk menyelasikan masalah tawanan perang dan kaum interniran Belanda, melucuti dan memulangkan Tetara Jepang ke negaranya, dan menjaga serta memelihara ketertiban umum. Bahkan Amir Syarifuddin meminta supaya masyarakat Surabaya untuk membantu tugas Sekutu di Surabaya.151 Pada tanggal 25 Oktober 1945, Sebelum Sekutu mendaratkan armadanya, drg. Moestopo yang mendapat kepercayaan dari pemerintah pusat menjadikannya sebagai Menteri Pertahanan ad-interim dengan didampingi oleh komandan Polisi Istimewa Karesiden Surabaya Mohammad Jasin, mengirimkan morse dari pantai Tanjung Perak kepada armada Sekutu supaya tidak mendaratkan pasukannya. Larangan

149 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 128. 150 Mestika Zeid, “Perjuangan dan Diplomasi”. Dalam Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, ed. Taufik Abdullah dan A. B. Lapian (Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2009), 205. 151 R. S. Achmad, Surabaya Bergejolak, (Jakarta : CV Haji Masagung, 1990), 53.

79

pendaratan pasukan itu diulang lagi dengan menambah ancaman, kalau pasukan Sekutu tetap ingin melakukan pendaratan maka akan menghadapi resiko berperang. Tetapi balasan dari Sekutu bahwa mereka tidak menerima perintah dari siapapun kecuali dari Panglima Sekutu.152 Para pemuda yang sudah memiliki persenjataan yang didapat dari Jepang siap untuk bertempur menghadapi siapapun untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.153 Melihat jawaban yang tidak diharapkan dari Sekutu membuat Moehammad Jasin sebagai komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya langsung mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Sekutu di garis demarkasi di pesisir pantai. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga mempersiapkan pasukannya yang berjumlah sekitar 20.000 orang. Dari rakyat pun ikut dalam persiapan melawan Sekutu dengan massa tidak kurang dari 120.000 yang bersiap di gerbang Surabaya. Bahkan masyarakat juga tidak ketinggalan ikut andil dengan menebang pohon-pohon yang kemudian dibentangkan di jalan untuk menghalangi tank yang dibawa Sekutu tidak bisa memasuki jantung kota.154

152 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010), 27. 153 Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik, (Jakarta : Balai Pustaka, 2010), 187. 154 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 28.

80

Tepat pada tanggal 25 Oktober 1945 ini akhirnya Sekutu mendaratkan pasukannya di pelabuhan Tanjung Perak dari Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal (Brigjen) Mallaby, Brigade ini berada dalam bagian Divisi India ke-23 di bawah pimpinan Mayor Jenderal (Mayjen) D. C. Hawthorn.155 Kedatangan Sekutu ke Surabaya menggunakan beberapa kapal seperti, kapal Wapenley, Malika, Assidious, Floristin, dan lain- lain. Selain itu, kapal-kapal ini didampingi dengan kapal-kapal perang. Jumlah pasukan yang dibawa dengan kapal-kapal tersebut berjumlah sekitar 6000 orang.156 Pasukan Sekutu yang datang ke Surabaya merupakan pasukan yang berkebangsaan Inggris dan kesatuan-kesatuan tentara Inggris yang berkebangsaan India yang lebih dikenal dengan Gurkha. Pasukan Inggris yang tergabung dengan Sekutu yang ditugaskan ke Indonesia dikenal sebagai Allied Force for Netherlands East Indies (AFNEI).157 Tugas dari AFNEI datang ke Indonesia sebagai berikut:

155 Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik, 187. 156 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 27. 157 Menurut Des Alwi seorang pelaku sejarah yang ikut berjuang di Surabaya dan juga sebagai anak anggkat dari Moehammad Hatta mengatakan pasukan yang tiba berasal dari Punjabi dan Dogra yang didatangkan dari wilayah India bagian timur, sehingga pasukan tersebut bukan berasal dari Gurkha. Diketahuinya yang mendarat bukan orang Gurkha karena ada perbedaan antara orang Gurkha dengan pasukan yang didaratkan di Surabaya. Orang Gurkha berasal dari Nepal, India bagian utara dan wajah orang Gurkha memiliki kemiripan dengan orang China. Tentara Gurkha terkenal dengan keberanian dan kekejamannya di dalam pertempuran satu lawan satu dengan menggunakan senjata tradisional bernama “kukri” sejenis pisau tajam

81

1. Melucuti persenjataan, mengembalikan tentara Jepang ke negaranya, dan menerima penyerahan tentara Jepang tanpa syarat apapun. 2. Untuk membebaskan Allied Prisoners and War Interness (APWI) dan tugas ini diberi nama sebagai Relief of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI). 3. Untuk membuat kemungkinan agar pemerintah sipil bisa berfungsi kembali, maka dari itu AFNEI menjaga keamanan dan ketertiban. 4. Untuk mencari informasi tentang penjahat perang dan mengadilinya.158 3. Perjanjian Sekutu dan Indonesia di Surabaya Pada saat kedatangan pasukan Sekutu, sebenarnya Pemerintah Daerah Surabaya merasa keberatan dengan kedatangan Sekutu. Walaupun merasa keberatan, tetapi Pemerintah Daerah Surabaya tetap menerima pendaratan Sekutu karena adanya pesan dari Pemerintah Pusat supaya kedatangan

melengkung. Pada saat Perang Dunia II, masyarakat antar negara menyaksikan keberanian dari pasukan Gurkha ini ketika berhasil melumpuhkan pasukan dari Jerman dan Jepang. Karena sejak awal berita yang sudak tersebar bahwa pasukan Sekutu yang akan mendarat di Surabaya adalah Gurkha, maka setiap pasukan Sekutu yang berasal dari India disebut sebagai Gurkha. Padahal pada awal kedatangan Sekutu ke Surabaya atau selama bulan Oktober 1945, pasukan yang berasal dari Gurkha tidak ada yang ikut datang dan bertempur di Surabaya. Pasukan Gurkha datang ke Surabaya pada bulan November 1945 setelah pasukan dari Inggris datang dan langsung ikut bertempur di Surabaya untuk menghukum rakyat Surabaya. Lihat, Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 208-209. 158 G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 I, 97.

82

Sekutu harus diterima di Surabaya.159 Langkah awal Sekutu ketika tiba Surabaya adalah dengan menemui pimpinan pejuang, yang pada saat itu pihak Sekutu diwakilkan langsung oleh Brigjen Mallaby. Kemudian pimpinan pejuang diwakili dengan drg. Moestopo, Bung Tomo (pimpinan Badan Pemberontakan Republik Indonesia), dan Moehammad Jasin (komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya). Ketika Brigjen Mallaby sedang melangsungkan pembicaraan dengan perwakilan Indonesia, pasukan Sekutu bergerak memasuki pusat kota. Melihat pasukan Sekutu bergerak memasuki pusat kota, pemuda pejuang sangat marah dan ingin menyerang pasukan Sekutu. Kemudian Sekutu memberitahu bahwa kedatangan mereka hanya untuk membebaskan tahanan orang-orang Belanda dan melucuti persenjataan Jepang, kedatangan mereka tidak ingin berperang dengan Indonesia. mendengar alasan tersebut kemudian meredahkan amarah pemuda pejuang dan tidak menimbulkan pertempuran.160 Dua orang perwira dari pihak Sekutu yang bernama Kapten Donald dan Letnan Gordon Smith, menuju ke gubernuran untuk menemui Gubernur Soeryo atas perintah Brigjen Mallaby. Kedatangan dua perwira tersebut dengan maksud menyampaikan pesan dari Brigjen Mallaby kepada Gubernur Soeryo untuk melakukan pertemuan di kapal perang miliki Sekutu. Tetapi, Gubernur Soeryo menolak permintaan tersebut, karena Gubernur

159 Achmad Tahir, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), (Jakarta : PP Korps Sarjana Veteran, 1994), 192. 160 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 28.

83

Soeryo akan menghadiri rapat kerja dengan seluruh residen di Jawa Timur. Kedua perwira tersebut pun memaksa Gubernur Soeryo, tetepi Gubernur Soeryo tetap tidak bisa memenuhi permintaan dua perwira tersebut. Kemudian dua perwira tersebut meninggalkan ruangan tanpa pamit kepada Gubernur Soeryo.161 Setelah undangan dari Brigjen Mallaby ditolak oleh Gubernur Soeryo, pada sore harinya Sekutu mendaratkan pasukannya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pemerintah Daerah Surabaya. Mengetahui hal tersebut Gubernur Soeryo mengirim delegasi untuk menemui Sekutu, delegasi tersebut yaitu Roeslan Abdulgani, dr. Soegiri, Bambang Soeprapto, Kustur, dan drg. Moestopo sebagai Menteri Pertahanan ad-interim. Delegasi tersebut dikirim untuk menyampaikan pesan dari Gubernur Soeryo yang mendapat perintah dari Pemerintah Pusat supaya tidak menghalangi tugas Sekutu di Surabaya dan harus menyelesaikan segala urusan dengan Sekutu melalui cara yang damai. Dari delegasi tersebut ikut juga dua anggota Polisi Istimewa yaitu Komandan Polisi Prawirosoedirdjo dan Komandan Polisi Paiman untuk menemui Sekutu. Delegasi ini juga meminta agar Sekutu tetap berada di pelabuhan untuk sementara waktu sampai pihak Pemerintah Republik Indonesia mengatur tempat untuk mereka. Kolonel Pugh dari Sekutu meminta supaya pasukan Sekutu boleh masuk ke kota dan akan

161 Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997), 108-109.

84

tidur di jalan. Mendapat jawaban tersebut delegasi kembali ke gubernuran untuk melapor. Setelah itu Kolonel Pugh diantar dr. Soegiri untuk bertemu dengan drg. Moestopo di bekas gedung Handels Vereeniging Amsterdam (HVA). Dalam pembicaraan antara Kolonel Pugh dengan drg. Moestopo menghasilkan kesepakatan bahwa Sekutu boleh keluar pelabuhan, tetapi tidak lebih hingga garis 800 meter dari pelabuhan.162 Pada esok harinya, yaitu tanggal 26 Oktober 1945, diadakan perundingan antara pihak Sekutu dengan pihak Republik Indonesia di Jalan Kayoon.163 Pihak Indonesia yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Residen Soedirman, Doel Arnowo (Ketua Komite Nasional Indonesia), Radjamin Nasution (Walikota Surabaya), dan Mohammad Mangundiprodjo (perwakilan TKR). Sementara itu pihak dari Sekutu yang hadir adalah Brigjen Mallaby yang didampingi dengan beberapa stafnya.164 Dalam perundingan yang dihadiri oleh dua belah pihak tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut: 1. Tidak boleh ada tentara Belanda yang ikut dengan pasukan Sekutu. 2. Untuk menjamin ketentraman dan keamanan, pihak Sekutu harus bersedia bekerja sama dengan pihak Indonesia.

162 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 50. 163 Heru Sukadri K, Soewarno, dan Umiati RA, Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945 – 1949) Daerah Jawa Timur, (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991), 109. 164 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 233.

85

3. Untuk memperlancar kerjasama antara pihak Indonesia dengan Sekutu, maka dibentuk kontak biro. 4. Persenjataan yang dilucuti oleh Sekutu hanya tentara Jepang, tidak boleh ada pelucutan terhadap pasukan Indonesia.165 Setelah disepakatinya perjanjian tersebut, pada hari itu juga Sekutu melakukan pendaratan pasukan-pasukannya. Kemudian pasukan Sekutu menuju ke penjara Kalisosok tempat ditahannya orang-orang Belanda dan membebaskan tahanan- tahanan tersebut, bahkan Kapten Huiyer yang sebelum kedatangan Sekutu ke Surabaya ditangkap pihak Indonesia juga dibebaskan tanpa meminta izin terlebih dahulu. Pada keesokan harinya tanggal 27 Oktober 1945, pasukan Sekutu mendatangi tempat-tempat interniran Belanda dan tempat tawanan-tawanan Jepang. Selain itu Sekutu menempati gedung-gedung strategis yang berada di Surabaya, seperti gedung Hogere Burger School (HBS), Badan Penanaman Modal (BPM), Radio Republik Indonesia (RRI), Internatio, Hotel Brantas, dan lain-lainnya.166 Sekutu sudah boleh membebaskan interniran Belanda dan menduduki tempat-tempat strategis karena sudah tertulis di dalam perjanjian. B. Pertempuran Tiga Hari di Surabaya 1. Penyebab Pertempuran Tiga Hari Setelah Sekutu merasa sudah kuat keberadaannya di Surabaya dengan adanya perjanjian-perjanjian yang dilakukan

165 Iskandar Syah, Sejarah Nasional Indonesia, (Yogyakarta : Suluh Media, 2016), 22. 166 Heru Sukadri K, Soewarno, dan Umiati RA, Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945 – 1949) Daerah Jawa Timur, 110.

86

sebelumnya dengan pihak Indonesia, pada tanggal 27 Oktober 1945 pukul 11.00, datang pesawat dari Jakarta atas utusan Panglima Divisi ke-23, Mayjen Hawthorn untuk menyebarkan pamflet-pamflet dari pesawat ke seluruh Jawa. Isi pamflet tersebut adalah perintah supaya seluruh persenjataan yang dimiliki oleh masyarkat harus diserahkan kepada pihak Sekutu di Surabaya dalam batas waktu 2X24 jam setelah pamflet tersebut disebar.167 Sangat jelas bahwa yang dilakukan Sekutu sangat bertentangan dengan isi perjanjian dengan pihak Indonesia. Kemudian drg. Moestopo bersama dengan Residen Soedirman menemui Brigjen Mallaby untuk menanyakan maksud dari pamflet-pamflet tersebut. Ternyata Mallaby tidak mengetahui adanya pamflet-pamflet yang ditandatangani oleh atasannya. Tetapi, sebagai seorang militer, Mallaby lebih memilih untuk mematuhi perintah dari atasannya. Walaupun sudah ada kesepakatan dengan pihak Indonesia, Mallaby akan tetap melaksanakan perintah yang diberikan oleh atasannya. Sikap yang ditunjukkan Mallaby membuat drg Moestopo dan Soedirman sangat kecewa, karena Mallaby dianggap tidak bisa memegang perjanjian yang sudah disepakati.168 Bahkan tentara Sekutu melakukan pelucutan senjata para pejuang Indonesia dan

167 Batara R. Hutagalung, 10 November ‟45: Mengapa Inggris Membom Surabaya?, (Jakarta : Millennium Publisher, 2001), 229. 168 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, (Jakarta : Yayasan Dwi Warna, 1991), 363-364.

87

melakukan penembakan mortir ke pos-pos pertahanan Indonesia.169 Secara terang-terangan Sekutu melakukan pelanggaran terhadap perjanjian yang sudah disepakati antara dua belah pihak (Sekutu dan Indonesia). Isi perjanjian tersebut dilanggar oleh pihak Sekutu yang mengakibatkan kemarahan masyarakat Surabaya. Kemarahan masyarakat Surabaya pun mengakibatkan pertempuran selama tiga hari karena menolak perintah untuk menyerahkan persenjataan kepada Sekutu. 2. Pertempuran 10 November 1945 antara Polisi Istimewa dengan Sekutu Pada tanggal 28 Oktober 1945, pasukan Polisi Istimewa yang dipimpin oleh Moehammad Jasin mendapat tugas untuk menyerang pasukan Sekutu yang berada di Hotel Internatio dan pos tentara Sekutu yang terletak di Jembatan Merah. Pergerakan Polisi Istimewa ini bermodalkan senjata berat dan didukung oleh mobil lapis baja sehingga penyerangan pun dilakukan dengan kekuatan yang luar biasa. Walaupun terlihat ada balasan tembakan dari Sekutu, tetapi tembakan balasan tersebut tidak menghasilkan apa-apa dan pasukan Sekutu pun pada akhirnya tidak berdaya.170 Pada saat melakukan penyerangan kedua tempat tersebut, Moehammad Jasin dan pasukannya mendapat bantuan tenaga dari Polisi Istimewa Mojokerto, Kediri, Malang, Besuki. Tambahan

169 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 29. 170 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 30-31.

88

pasukan Polisi Istimewa dari daerah lain semakin menambah kekuatan pasukan Polisi Istimewa yang dipimpin oleh Moehammad Jasin, sehingga pada saat bertempur dengan Sekutu di dua tempat tersebut, Moehammad Jasin dan Pasukannya tidak mendapat kesulitan. Setelah berhasil mengalahkan Sekutu di Hotel Internatio dan pos tentara Sekutu di Jembatan Merah, Moehammad Jasin membagi pasukannya untuk melancarkan serangan selanjutnya. Satu kelompok pasukan Polisi Istimewa diperintahkan oleh Moehammad Jasin untuk melakukan penyerangan Sekutu di gedung sekolah HBS (Horege Burger School), pasukan ini berada di bawah komando Wirato.171 Disaat Moehammad Jasin sedang menyusun strategi, mendapat berita bahwa pos polisi di Bubutan telah berhasil dikuasai oleh Sekutu. Mengetahui kabar tersebut Moehammad Jasin langsung memerintahkan dua anggotanya yaitu Luwito dan Gontah untuk memimpin satu pasukan Polisi Istimewa yang dilengkapi dengan mobil lapis baja atau panser untuk menyerang pos polisi yang dikuasai oleh Sekutu.172 Serangan pun dilakukan oleh Polisi Istimewa di bawah pimpinan Gontah, penyerangan ini pun membuat Sekutu yang menduduki pos polisi Bubutan tidak berdaya sehingga pasukan Sekutu pun berhasil diporak- porandakan oleh Polisi Istimewa. Jumlah pasukan Sekutu yang menduduki pos polisi Bubutan berjumlah 350 orang dan kebanyak dari pasukan Sekutu adalah tentara Gurkha yang

171 Moehammad Jasin, Singa Pejuang Republik Indonesia, (Jakarta : PPKBI, 1998), 43. 172 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 31.

89

sebagian besar beragama Islam.173 Hal itu diketahui karena pada saat mereka tertembak, mereka minta diampuni oleh Polisi Istimewa karena mereka sesama orang muslim.174 Satu pasukan Polisi Istimewa melakukan penyerangan ke Hotel Liberty (Yamato Hoteru atau Oranje Hotel) di Tunjangan. Pasukan Polisi Istimewa yang menyerang Hotel Liberty berada di bawah pimpinan Prawiro . Dalam Penyerangan ini, Polisi Istimewa menjadi pelopor karena para pejuang lainnya pun segera mengikuti penyerangan yang dilakukan oleh Polisi Istimewa sehingga pertempuran hebat pun terjadi. Penyerangan ke Hotel Liberty dikarenakan sebagai markas Sekutu yang menjadi tempat persembunyian NICA (Netherlands-Indies Civil

173 Des Alwi menceritakan kisahnya saat pertempuran sedang berlangsung, ketika Presiden Soekarno datang ke Surabaya atas permintaan pihak Sekutu untuk menyelesaikan pertempuran yang sedang terjadi. Des Alwi mengatakan kepada Soekarno bahwa ada tentara Sekutu yang selalu meneriakkan Allahu Akbar, tetapi Des Alwi tidak mengetahui apakah mereka orang Islam. Kemudian Soekarno memperikirakan bahwa Inggris merekrut orang India bagian timur, kalau hal tersebut benar, kemungkinan mereka yang dikirim ke Surabaya adalah orang Islam. Soekarno pun memerintahkan Des Alwi agar memberitahu pejuangan Indonesia di Surabaya bahwa Sekutu membawa orang-orang Islam dalam pasukannya dan Soekarno meminta agar sebisa mungkin hindari pertempuran dengan orang-orang Islam tersebut. Soekarno pun meminta kepada Des Alwi untuk mengajak orang-orang Islam yang ada di pihak Sekutu agar mendukung kemerdekaan Indonesia, jangan sampai terpengaruh adu domba dan jangan saling membunuh sesama muslim. Untuk orang-orang Inggris, Soekarno mengatakan terserah pejuang di Surabaya ingin melakukan apa pun terhadap orang-orang Inggris. Lihat, Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 272. 174 Moehammad Jasin, Singa Pejuang Republik Indonesia, 43.

90

Administratio) yang sangat tidak diterima oleh masyarakat Surabaya bahkan masyarakat Indonesia.175 Penyerangan juga terjadi di gedung HBS. Gedung HBS ini dijadikan sebagai tangsi oleh Sekutu. Atas perintah dari Moehammad Jasin selaku komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya, satu pasukan yang dipimpin oleh Wirato mendapat tugas untuk melakukan penyerangan di gedung HBS. BKR (Badan Keamanan Rakyat) Laut di bawah pimpinan Oemar Said juga sudah bersiap-siap untuk menyerang gedung HBS. Pasukan yang dipimpin oleh Oemar Said berjumlah 31 orang.176 Polisi Istimewa dan BKR Laut beserta rakyat pun melakukan penyerangan ke gedung HBS. Akhir dari penyerangan ke gedung HBS ini, Polisi Istimewa dan BKR Laut pimpinan Oemar Said beserta rakyat berhasil melumpuhkan dua peleton pasukan Sekutu yang mempertahankan gedung HBS tersebut. Malapetaka dalam pasukan Indonesia dengan tertembaknya Oemar Said di bagian perutnya, tetapi nyawa Oemar Said masih bisa tertolong.177 Pada sore hari sekitar pukul 16.00, tiga orang anggota Polisi Istimewa yang bernama Komandan Polisi Sahoed Prawirodirdjo, Komandan Polisi Soekardi, dan Agen Polisi Kadam mengadakan koordinasi pasukan menggunakan sepeda

175 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, (Surabaya : Panitia Pelestarian Nilai-nilai Kepahlawanan di Surabaya, 1986), 200. 176 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, (Jakarta : PT Mutiara Sumber Widya, 1985), 54. 177 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 34.

91

motor Zyspan Harley Davidson kebeberapa tempat untuk berkumpul di Kantor Besar Polisi. Ketika tiga anggota Polisi Istimewa tersebut menuju Hoofdbureau, mereka dicegat oleh pasukan Sekutu dan diculik untuk dibawa ke lapangan terbang Tanjung Perak. Sesampainya di Jalan Rajawali, tentara Sekutu melakukan penembakan kepada tiga anggota Polisi Istimewa tersebut. Setelah tertembak, ketiga anggota Polisi Istimewa tersebut dibawa oleh kawan-kawan yang berasal dari PRI-II untuk dibawa ke Pos Palang Merah PRI II.178 Pimpinan Palang Merah yang mengetahui ada anggota Polisi Istimewa yang diserang oleh Sekutu, pimpinan Palang Merah tersebut pun langsung melaporkannya kepada Bung Tomo sebagai pimpinan Badan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI). Mengetahui adanya anggota Polisi Istimewa ada yang tertembak, Bung Tomo langsung menyiarkannya lewat radio dan menyebutkan nama-nama anggota Polisi Istimewa yang mendapat serangan dari pihak Sekutu. Dalam pidatonya di radio, Bung Tomo pun memerintahkan supaya masyarakat mengadakan penyerangan terhadap Sekutu.179 Penyerangan pun terjadi di penjara Koblen. Di penjara Koblen terdapat banyak tahanan-tahanan Jepang yang ditawan oleh pihak Indonesia sewaktu melakukan pelucutan senjatanya. Kemudian tahanan-tahanan Jepang tersebut dipersenjatai oleh

178 Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 112-113. 179 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 53-54.

92

pasukan Sekutu dari tentara Gurkha. Melihat hal tersebut, membuat masyarakat yang berada di sekitar penjara Koblen merasa khawatir dan terancam. Masyarakat pun bersiap dan sudah berjaga-jaga di sekitar penjara Koblen sejak Minggu malam, penyerangan di penjara Koblen pun akan dilakukan keesokan harinya pada saat suasana terang.180 Pada pagi harinya, tanggal 29 Oktober 1945, pasukan Polisi Istimewa melakukan penerobosan ke penjara Koblen untuk mencegah supaya pasukan Sekutu yang berasal dari tentara Gurkha dan orang-orang Jepang tidak bisa melarikan diri dari penjara Koblen untuk mencari tempat perlindungan di tempat lain.181 Letusan tembakan pertama terjadi sekitar pukul 09.00, disusul dengan tembak-menembak antar dua belah pihak karena tentara Gurkha dan Jepang tetap ingin mempertahankan penjara tersebut.182 Masyarakat sempat ingin melakukan pembakaran terhadap penjara tersebut, tetapi rencana pun dibatalkan karena letak dari penjara tersebut berdekatan dengan perumahan. Karena luas penjara Koblen sangat luas dan terdapat lapangan yang tidak rata, geranat tangan yang dilempar ke dalam penjara oleh rakyat Surabaya pun tidak mengenai sasaran dengan tepat. Cara lain pun dilakukan dengan menobrak pintu belakang penjara dan para pejuang pun berhasil masuk, tanah yang tidak rata pun menjadi

180 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 400-401. 181 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 53. 182 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 401.

93

menguntungan karena bisa menjadi tempat perlindungan dari para pejuang. Setelah itu, mobil lapis baja pun masuk ke penjara Koblen. Mendapat posisi yang tidak menguntungkan karena menghadapi Polisi Istimewa dengan masyarakat, akhirnya pasukan Gurkha dan Jepang yang bertahan pun akhirnya menyerah. Ada sekitar 300 pasukan Gurkha dan Jepang yang menyerah kepada pihak pejuang di Surabaya dan ada beberapa pasukan Gurkha yang meninggal. Pasukan yang menyerah pun dibawa oleh masyarakat ke kantor seksi polisi. Selain orang- orang Ghurka dan Jepang, ternyata pasukan yang menyerah didapati beberapa orang berkulit putih yang diduga berasal dari orang-orang NICA (Netherlands-Indies Civil Administratio).183 Gedung Radio Surabaya yang dikuasai oleh tentara Sekutu pun mendapat kepungan dari masyarakat Surabaya. Masyarakat yang melakukan pengepungan ternyata tidak menguasai medan pertempuran, sehingga mengakibatkan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Musuh yang menguasai lantai dua dengan mudah menembakan masyarakat yang berada di bawah. Tentara Sekutu yang menguasai gedung Radio Surabaya mengira pemancar radio Surabaya ada di gedung tersebut, ternyata pemancar radio Surabaya terletak di Embong Malang sehingga membuat pasukan Sekutu melakukan kekeliruan yang tidak disadari. Bahkan pemancar radio Surabaya yang terletak di Embong Malang mendapat penjagaan yang sangat ketat oleh Polisi Istimewa.

183 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 53-54.

94

Pasukan Sekutu yang berada di lantai dua sangat diuntungkan dengan menembak dan mengawasi masyarakat yang sedang mengepungnya, karena jendela tempat pasukan Sekutu melakukan tembakan dan mengawasi masyarakat tertutup dengan gorden. Sehingga setiap orang yang lewat depan gedung Radio Surabaya ditembak dan banyak menimbulkan korban jiwa. Setelah banyaknya korban jiwa yang berjatuhan, akhirnya diutus seorang kurir untuk meminta pertolongan kepada Polisi Istimewa. Melihat keadaan di gedung Radio Surabaya nampaknya tidak cukup jika hanya dibantu dengan pasukan, maka dikirimkan bantuan dengan panser Polisi Istimewa yang dikendarai oleh Loewito, Wagimin, dan Soetrisno.184 Setelah panser Polisi Istimewa sampai di gedung Radio Surabaya, terlihat banyak sekali korban yang berjatuhan namun tidak ada yang berani menolong dan memindahkannya ke tempat yang aman. Panser Polisi Istimewa datang dari arah barat dengan sangat hati-hati. Sebenarnya, ada beberapa orang penyerbu yang berhasil sampai di bawah gedung Radio Surabaya, tetapi tidak ada yang berani untuk masuk, dikarenakan khawatir ada pasukan yang menjaga pintu masuk gedung dari atas. Panser Polisi Istimewa yang melewati gedung Radio Surabaya pun menjadi incaran tembakan dari atas gedung oleh pasukan Sekutu. Panser Polisi Istimewa pun berputar arah sehingga posisinya berada di depan gedung, kemudian anggota Polisi Istimewa yang ada di dalam panser melakukan tembakan menggunakan senapan mesin

184 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 388.

95

watermantel 7,7 yang diarahkan ke jendela tempat pasukan Sekutu mengintai dan melakukan tembakan. Ketika polisi Istimewa melakukan penembakan, ternyata masih ada balasan tembakan dari pasukan Sekutu. Tembakan dari panser tampaknya bisa dihindari oleh pasukan Sekutu. Kemudian Luwito pun turun dari panser dan meminta para pengepung yang ada di bawah bagian depan gedung untuk menyingkir ke kiri, karena Polisi Istimewa bermaksud ingin menghancurkan dinding kaca di muka ruang tamu dan membakar gedung. Wagimin langsung mengendarai panser untuk berpindah ke bawah gedung untuk menghindari lemparan granat musuh. Sementara tugas Soetrisno melindungi teman-temannya dari incaran sniper musuh.185 Ketiga anggota Polisi Istimewa kemudian berkumpul lagi sambil melakukan gerakan mendekati gedung untuk membakarnya sambil membawa dua gerigen bensin dari pansernya dan melemparkannya dengan tutup yang sudah terbuka. Setelah bagian depan gedung sudah dibasahi dengan bensin, Wagimin langsung mengendarai panser untuk menjauhi gedung. Pada saat menjauhi gedung ini dilempar sebuah granat tangan tepat di muka gedung. Dimulai dengan suara yang keras seketika api pun membakar gedung Radio Surabaya. Panser Polisi Istimewa segera diamankan supaya tidak terkena api. Setelah gedung terbakar, pasukan Sekutu yang awalnya hanya berlindung di dalam gedung segera keluar sebanyak 10

185 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 208.

96

orang dari kepulan api. 10 orang dari Sekutu tersebut keluar dengan setengah wajahnya hangus dengan menyandang senjatanya sambil mengangkat tangan sebagai tanda menyerah. Walaupun musuh sudah menyerah, masyarakat yang sudah sangat emosional dengan yang dilakukan oleh musuh, kemudian masyarakat langsung menyerang tanpa belas kasihan. Musuh dibunuh dengan senjata apa adanya yang dimiliki oleh masyarakat.186 Setelah selesai melaksanakan tugasnya di gedung Radio Surabaya, tiga anggota Polisi Istimewa pulang membawa pansernya ke asramanya di Coen Boulevard (sekarang Jalan Soetomo) melalui Kaliasin. Setiba di pertigaan Kaliasin- Keputran-Palmenlaan, anggota Polisi Istimewa yang sedang dalam perjalanan ke asramanya melihat kepulan asap dan suara tembakan. Anggota Polisi Istimewa pun mengendarai pansernya untuk mendekati sumber dari kepulan asap dan suara tembakan. Ketiga anggota Polisi Istimewa tersebut melihat ada beberapa kendaraan militer berwarna hijau sedang terbakar. Ternyata yang membakar adalah masyarakat sekitar Keputraan yang menghentikan konvoi pasukan Sekutu dan membakar kendaraannya. Kendaraan yang dibakar sangat banyak yang terdiri atas truk dan jip. Sebuah jip tidak terbakar, tetapi radioatornya pecah karena tembakan sehingga tidak bisa berjalan. Tentara musuh yang kendaraannya terbakar berhamburan keluar untuk mencari tempat yang aman dengan masuk ke

186 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 389-390.

97

kampung yang ada di sekitarnya, ke Keputraan Pasar Kecil, dan naik ke atas tumpukan balok yang ada di tepi jalan besar deket perempatan Tamarindelaan (sekarang sekitar Hotel Olimpic) untuk berlindung. Musuh yang masuk ke perkampungan tidak terhitung jumlahnya, tetapi mereka dikejar oleh masyarakat dan dapat dipastikan mereka semua tewas atau luka parah.187 Pada pertempuran tersebut, panser Polisi Istimewa tidak membantu apa-apa, karena kalau menggunakan senapan mesin panser akan mengenai masyarakat sendiri. Akhirnya Soetrisno turun dari panser untuk mengejar musuh yang lari ke atas tumpukan balok, Luwito pun mengikuti Soetrisno turun dari panser untuk mengejar musuh. Tiba-tiba musuh melempar granat tangan ke arah Soetrisno dan Luwito, tetapi granat tersebut tidak meledak karena penutup granatnya tidak dibuka. Musuh yang melempar granat bahkan terjepit di tumpukan balok dan tidak bisa keluar dari balok-balok tersebut hingga musuh pun sampai menangis. Masyarakat kemudian mendekatinya dan menyerang menggunakan senjata hingga terbunuh.188 Pasukan Sekutu yang berhasil sembunyi di balik tumpukan balok melakukan penembakan ke arah masyarakat. Luwito pun menyerang menggunakan revolver, sementara Soetrisno menyerang menggunakan senapan terhadap pasukan Sekutu yang bersembunyi di balik balok. Pertempuran jarak dekat pun terjadi karena jaraknya begitu dekat. Beberapa tentara Sekutu

187 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 209. 188 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 391.

98

berhasil melarikan diri dari kepungan masyarakat, bahkan berhasil menaiki mobil truk yang masih utuh. Tentara Sekutu tersebut mengendarai mobil truk ke arah selatan dengan terburu- buru dan panik karena jalanan dipenuhi dengan rintangan seperti papan, tong sampah, dan bangku. Bahkan tembakan dari anggota Polisi Istimewa ke arah truk semakin membuat mereka panik. Tentara Sekutu yang menyelamatkan dirinya membawa truk memasuki Hoogendorplaan (sekarang Jalan Kartini). Wagimin yang tetap berada di panser Polisi Istimewa langsung menghidupkan pansernya, kemudian Luwito dan Soetrisno pun naik ke panser. Panser Polisi Istimewa mengejar truk yang dikendarai tentara Sekutu dan menabrak semua rintangan yang ada di depannya. Panser terpaksa harus memutar agak jauh melalui Coen Boulevard dan Darmo Boulevard berbelok ke Reiniersz Boulevard (sekarang Jalan ) dan terus ke arah utara. Ketika sampai di asrama polisi Kembangkunig di ujung Jalan Hoogendorplaan, truk yang dikendarai oleh tentara Sekutu langsung masuk ke halaman dan menabrak pohon trembesi (kayunya sangat keras) hingga ringsek. Tentara Sekutu yang berjumlah tiga orang itu pun langsung diserang dan dibunuh oleh masyarakat.189 Anggota Polisi Istimewa mengendarai pansernya kembali ke Jalan Keputran tadi. Di sini Polisi Istimewa menemukan satu orang tentara Gurkha yang masih hidup yang tertangkap, tentara

189 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 209- 210.

99

Gurkha tersebut dibawa oleh Polisi Istimewa di atas panser. Ketika Polisi Istimewa ingin membawa tentara Gurkha, panser Polisi Istimewa diberhentikan oleh masyarakat yang meminta agar tentara Gurkha diberikan kepada mereka. Akhirnya permintaan masyarakat dikabulkan oleh Polisi Istimewa dengan memberikan tentara Gurkha kepada masyarakat. Kelanjutan nasib dari tentara Gurkha tersebut tidak diketahui lagi oleh Polisi Istimewa. Polisi Istimewa kemudian kembali ke markasnya di Coen Boulevard dengan menarik jip rampasan menggunkan panser Polisi Istimewa.190 Sebenarnya dalam pertempuran di Keputraan terdapat peristiwa yang sangat menyakitkan dari seorang anggota Polisi Istimewa bernama Luwito. Pada saat pertempuran sedang berlangsung pasukan Sekutu hanya bisa mendapat bantuan dari meriam kapal perang di Tanjung Perak. Bantuan tembakan tersebut tidak bisa dilakukan secara terus-menerus, karena khawatir bisa terkena teman sendiri. Tembakan meriam jatuh di dekat panser Polisi Istimewa dan tekanan udara dari tembakan meriam sangat kuat sehingga pintu panser menutup sendiri. Menutupnya pintu panser secara tiba-tiba dengan cepat mengenai mulut dari Luwito, darah pun mengalir dari mulut Luwito dan merontokkan lima buah giginya.191 Setelah sampai di markas Polisi Istimewa di Coen Boulevard, ketiga anggota Polisi Istimewa Luwito, Wagimin, dan

190 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 391. 191 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 210.

100

Soetrisno mendapatkan perintah lagi untuk membantu masyarakat kampung Dinoyo yang sedang melakukan pengepungan di gedung British-American Tobacco (BAT) di Jalan Ngagel yang sudah dikuasai oleh tentara Sekutu. Pengepungan yang dilakukan oleh masyarakat sangat lemah sehingga tentara Sekutu dapat melarikan diri dengan cepat ke kolong jembatan Ngagel yang bisa melindungi diri tentara Sekutu. Ternyata di bawah jembatan tersebut mereka sudah membuat lubang sebesar satu pasukan Sekutu. Masyarakat tidak ada yang berani mendekati, karena setiap saat tentara Sekutu bisa melakukan tembakan. Masyarakat yang tidak melakukan apa-apa khawatir pada malam hari mereka bisa lolos dari kepungan. Polisi Istimewa pun datang menggunakan pansernya untuk membantu masyarakat Dinoyo. Polisi Istimewa yang tiba tidak mampu membantu banyak, karena tembakan dari samping jembatan tidak ada hasil apapun. Tiga anggota Polisi Istimewa memberikan saran supaya jembatan dilubangi menggunakan alat ganco dan lainnya. Lubang tersebut harus dibuat tepat di atas tempat musuh berlindung supaya dapat membuang bensin dari atas dan masuk ke dalam tempat persembunyian musuh. Masyarakat pun menyetujui ide tersebut dan melakukan yang disarankan oleh Polisi Istimewa.192 Setelah jembatan dilubangi, masyarakat pun langsung menuangkan bensin ke lubang dan jatuh ke tempat persembunyian tentara Sekutu. Ketika bensin sudah merembes ke bawah, kemudian disulutkan api sehingga tempat persembunyian

192 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 394.

101

tentara Sekutu pun terbakar. Tentara Sekutu seketika keluar dari tempat persembunyiannya untuk menyelamatkan diri dari bakaran api.193 Masyarakat yang sudah siap menunggu tentara Sekutu keluar langsung menembaki menggunakan senapan dan ada yang melempari menggunakan batu. Tentara Sekutu pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena kesulitan bergerak di air sehingga menjadi bulan-bulanan masyarakat. Semua tentara Sekutu pun langsung tewas. Ketika semua tentara Sekutu tewas, masyarakat langsung turun ke sungai untuk mengambil senjata-senjata miliki tentara Sekutu. Tiga anggota Polisi Istimewa hanya melihat dan tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan ketiga anggota Polisi Istimewa baru menyaksikan cara penumpasan musuh semacam itu yang sangat jarang terjadi. Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, Polisi Istimewa pun kembali ke asramanya. Saat dalam perjalanan ban panser Polisi Istimewa kempes dan tidak membawa peralatan untuk menggantinya, mengetahui ban panser Polisi Istimewa kempes masyarakat pun membantu mengganti ban sehingga panser Polisi Istimewa bisa bergerak lagi menuju asramanya.194 3. Akhir Pertempuran Tiga Hari Pada hari pertama pertempuran, pihak Sekutu ternyata menyadari bahwa mereka tidak akan bisa menahan gempuran yang dilakukan oleh pejuang Indonesia di Surabaya terhadap pos-

193 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 210. 194 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 395.

102

pos pertahanan tentara Sekutu.195 Perkiraan tersebut pun ternyata benar, tentara-tentara Sekutu pun terpecah-pecah dan bahkan ada terkepung oleh pejuang Indonesia. tentara Sekutu sudah kehabisan amunisi dan bahan makanan. Markas Brigjen Mallaby dengan stafnya pun sudah mulai diserang.196 Keadaan yang semakin kritis membuat Mallaby meminta bantuan dengan mengirim pesan kepada pimpinan pasukan Inggris di Jakarta yaitu Mayjen Hawthorn. Setelah menerima pesan tersebut, Hawthorn menghubungin pimpinan Indonesia yang dianggap bisa menenangkan kemarahan pejuang di Surabaya yaitu Presiden Soekarno untuk datang ke Surabaya.197 Tanggal 29 Oktober 1945, sekitar pukul 11.30, mendarat pesawat Royal Air Force (RAF) dan mendarat di Pangkalan Udara Morokrembangan, yang keluar dari pesawat tersebut ternyata benar-benar Presiden Indonesia. Selain Soekarno yang datang, Wakil Presiden Bung Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin pun menemani Soekarno ke Surabaya.198 Pada saat rombongan Pesiden tiba disambut dengan tembakan- tembakan yang sangat hebat. Tembakan-tembakan yang diarahkan ke pesawat yang ditumpangin Soekarno karena masyarakat ada yang belum mengetahui kedatangan Soekarno ke

195 Batara R. Hutagalung, 10 November ‟45: Mengapa Inggris Membom Surabaya?, 239. 196 Achmad Tahir, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), 194. 197 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 58. 198 Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 265.

103

Surabaya. Walaupun yang menjaga rombongan Soekarno hanya sedikit dari Sekutu, tetapi Soekarno tiba merasa takut199 Soekarno dan rombongannya langsung dibawa menuju kantor Gubernur untuk bertemu dengan Mallaby membicarakan tentang keadaan yang ada di Surabaya. Pertemuan antara Soekarno dengan Mallaby pada hakikatnya untuk memenuhi permintaan dari pihak Sekutu untuk segera diadakan gencatan senjata. Pertemuan ini pun berlangsung hingga malam hari.200 Hasil pertemuan tersebut sebagai berikut: 1. Perjanjian yang dibuat untuk menjaga ketentraman kota Surabaya. 2. Supaya tercipta ketentraman dan keamanan, maka kontak tembak harus dihentikan. 3. Untuk keselamatan semua orang termasuk orang-orang interniran akan dijamin oleh kedua belah pihak (Sekutu dan Indonesia). 4. Persyaratan-persyaratan di famlet yang disebarkan melalu pesawat akan diperundingkan antara Presiden Soekarno dengan Panglima Tentara Pendudukan Jawa (Mayor Jenderal Hawthorn) pada tanggal 30 Oktober 1945. 5. Semua orang bebas keluar pada malam hari, termasuk orang Indonesia dan Sekutu. 6. Semua pasukan harus kembali ke tangsinya masing- masing dan yang luka-luka dibawa ke rumah sakit.201

199 Merdeka, edisi 31 Oktober 1945. 200 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 59-60. 201 Kedaulatan Rakyat, edisi 30 Oktober 1945.

104

Keesokan harinya, pada tanggal 30 Oktober 1945, Mayjen Hawthorn sebagai Panglima Divisi ke-23 Inggris dan Panglima Tentara Pendudukan Jawa datang ke Surabaya, mendarat di Pangkalan Udara Morokrembangan sekitar pukul 09.15. Brigjen Mallaby yang datang menjemput menyampaikan laporan tentang situasi di Surabaya yang disampaikan di ruang darurat pinggir landasan. Dua jam kemudian, Mayjen Hawthorn dan Brigjen Mallaby yang didampingi oleh Kolonel Pugh mendatangi kantor Gubernur untuk melakukan perundingan dengan Presiden Soekarno.202 Dipihak Indonesia yang hadir dalam perundingan tersebut antara lain: Soekarno, Moh. Hatta, Amir Syarifuddin, Atmadji, Mohammad Mangoenprodjo, Soengkono, Gubernur Soeryo, Residen Soedirman, Doel Arnowo, Soemarsono (Ketua PRI), Bung Tomo (Ketua BPRI), Roeslan Abdulghani, Kundan (penerjemah), Koesnandar, Inspektur Polisi Soejono Prawirabisma. Komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya Moehammad Jasin tidak diikutsertakan Soekarno karena Moehammad Jasin orang yang paling dibenci Sekutu, sehingga harus dihindarkan oleh Soekarno.203 Ketika sedang berlangsungnya perundingan, para pejuang dari TKR dan Polisi Istimewa selalu bersiaga. Siaga yang dilakukan oleh TKR dan Polisi Istimewa karena kapal perang Sekutu masih menembakkan dengan suara yang begitu keras, walaupun tidak ada yang mengetahui ke arah mana tembakan itu

202 Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 285. 203 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 380.

105

diarahkan. Suara tembakan dari kapal perang Sekutu dianggap sebagai gertakan kepada pihak Indonesia, akhirnya Komandan TKR dan Polisi Istimewa pun memerintahkan supaya gedung Gubernuran dikepung dengan tank dan panser. Kendaran tempur tersebut pun berputar-putar mengelilingi gedung untuk menjaganya.204 Dalam perundingan tersebut, pihak Indonesia memberikan konsepsi kepada pihak Sekutu, yaitu: 1. Surat-surat (pamflet) yang disebarluaskan di kota Surabaya tidak berlaku, sehingga TKR dan para pejuang tidak boleh dilucuti senjatanya. 2. Tentara Sekutu tidak boleh menjaga seluruh kota Surabaya, hanya ditempatkan dekat Darmo untuk menjaga para tawanan dan pejuang Indonesia pun ikut menjaga. 3. Pelabuhan Tanjung Perak harus dijaga bersama antara tentara Sekutu dan TKR.205 Selain itu dibentuk kontak biro untuk memudahkan komunikasi antara Sekutu dan Indonesia. Anggota kontak biro antara lain, Brigjen Mallaby, Kapten Shaw, Mayor Husson, Kolonel Pugh, Wing Atmaji, Mochamad, Sungkono, Suyono, Kusnandar, Kundan, dan Roeslan Abdulghani.206

204 Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 118. 205 Kedaulatan Rakyat, edisi 30 Oktober 1945. 206 Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 123.

106

Perundingan antara pihak Indonesia dan pihak Sekutu ternyata tercatat sebagai sejarah yang sangat penting, hal tersebut karena: Pertama, keberadaan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) diakui secara de facto207 oleh Sekutu sebagai angkatan bersenjata Republik Indonesia. Kedua, uniform tentara Indonesia di Surabaya menjadi identifikasi dari pihak Sekutu sebagai angkatan perang Indonesia, supaya dapat diketahui dan tidak dilucuti. Perundingan pun berakhir sekitar pukul 13.00, setelah perundingan berakhir pimpinan dari kedua pihak yaitu Soekarno dan Mayjen Hawthorn pun kembali ke Jakarta.208 Setelah perjanjian disepakati, wartawan luar negeri dari Amerika, Australia, dan India yang berjumlah 11 orang yang ditangkap di Hotel Liberty, awalnya ditahan bersama tentara- tentara Sekutu, kemudian dibebaskan dan diizinkan meninggalkan Surabaya ke Jakarta karena tugas mereka bukan sebagai tentara. Mereka diizinkan meninggalkan Surabaya pada tanggal 31 Oktober 1945. Pada saat wartawan-wartawan tersebut kembali ke Jakarta, mereka mendapat perlindungan dari Polisi Istimewa dan TKR.209

207 De facto adalah pengakuan yang didasari atas fakta-fakta adanya negara. Pengakuan tersebut karena memenuhi tiga unsur utama negara yaitu, adanya wilayah, rakyat, dan pemeritahan yang berdaulat. Lihat, A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta : Indonesia Center For Civic Education (ICCE) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), 122. 208 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 385. 209 Kedaulatan Rakyat, edisi 2 November 1945.

107

C. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya 1. Penyebab Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya Sudah disepakatinya gencatan senjata antara pihak Indonesia dan Sekutu tampaknya belum diketahui oleh semua orang sehingga pertempuran pun masih tetap terjadi dibeberapa tempat, seperti di Hotel Internatio. Para anggota kontak biro dari kedua belah pihak pun mendatangi Hotel Internatio di Jembatan Merah. Hotel Internatio ternyata masih diduduki oleh Sekutu, sehingga para pejuang masih mengepung hotel tersebut.210 Ketika mobil anggota kontak biro mendekati Hotel Internatio, mobil dihentikan para pejuang yang sedang mengepung hotel. Para pejuang meminta supaya orang-orang Belanda dan tentara Sekutu yang ada di dalam hotel untuk menyerah. Tuntutan dan permintaan para pejuang dihiraukan, malahan mereka mendapat tembakan dari dalam hotel dan terjadi kontak tembak karena para pejuang membalas termakan tersebut. Adanya tembakan dari dalam hotel membuat anggota kontak biro berlari menyelamatkan dirinya masing-masing. Malang untuk Brigjen Mallaby yang tidak sempat menyelamatkan diri sehingga menjadi sasaran dari kontak tembak yang terjadi dan menjadi korban dari kontak tembak tersebut. Tiba-tiba sebuah granat jatuh di dekat mobil dan meledak sehingga korban yang berada di

210 Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik, 192.

108

dalam mobil yaitu Brigjen Mallaby tidak bisa dikenali setelah terjadinya ledakan.211 Tewasnya Brigjen Mallaby tidak ada yang mengetahui siapa yang membunuh dan melemparkan granat ke mobil yang ditumpangi olehnya. Bahkan anggota kontak biro pun tidak ada yang mengetahuinya karena sibuk menyelamatkan dirinya masing-masing pada saat pertempuran terjadi.212 Menurut Moekari seorang mantan anggota Polisi Istimewa, menuturkan bahwa, yang membunuh Brigjen Mallaby adalah tentara Belanda yang membonceng pada Sekutu. Kalau tentara Inggris yang membunuh sangat tidak mungkin karena mereka tidak mempunya kepentingan di Indonesia. Bahkan orang Indonesia pun mustahil untuk melakukan lemparan granat, karena hanya tentara yang terlatih yang mampu melempar granat. Jadi Belanda ingin mengadu domba Indonesia dengan Inggris untuk dapat menguasai Indonesia lagi.213 Setelah tewasnya Brigjen Mallaby, dua perwira staf Mallaby yaitu, Kapten Smith dan Langland yang mendampingi Brigjen Mallaby pada saat mendatangi Hotel Intrenatio langsung mengirim pesan kepada Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies, pasukan Sekutu untuk kawasa Hindia Timur Belanda) yaitu, Letnan Jenderal (Letjen) Philip Christison

211 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 38. 212 Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, (Jakarta : Visimedia, 2008), 125. 213 Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka, (Malang : An-Nuha Publishing, Tanpa Tahun), 37.

109

yang bermarkas di Singapura.214 Smith dan Langland pun menjelaskan semua yang terjadi di Surabaya termasuk tewasnya Brigjen Mallaby kepada Letjen Philip Christison. Pada tanggal 8 November 1945, Gubernur Soeryo menerima sebuah surat yang isinya adalah ancaman dan surat yang satunya lagi adalah undangan pertemuan yang dijadwalkan pada tanggal 9 November 1945 jam 11.00 di kantornya.215 Surat yang ditujukan itu bernada sangat angkuh dan berada di luar batas kesopanan sehingga Gubernur Soeryo pun menolak surat dari Mayjen Mansergh. Menolak untuk menghadiri pertemuan tersebut, akhirnya Gubernur Soeryo mengirim surat kepada Mayjen Mansergh yang berisi tentang ketidak sopanan Mansergh dalam bertutur kata, pihak Indonesia di Surabaya sedang melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian, pernyataan keadaan Surabaya dalam versi Mayjen Mansergh tidak benar, dan meminta supaya Mayjen Mansergh mengganti istilah Hindia Belanda dalam suratnya dengan kata Jawa, Madura, Bali dan Lombok.216 Setelah membaca surat balasan dari Gubernur Soeryo, Mayjen Mansergh tampaknya kesal. Mayjen Mansergh pun memberi dua buah surat. Surat pertama berisi ultimatum yang ditujukan untuk All Indonesian of Surabaya dan harus dipatuhi.

214 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 302. 215 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 73. 216 Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak Proklamasi – 1950, 141-142.

110

Surat kedua berisi tentang penjelasan dari ultimatum tersebut dan surat ditujukan kepada Gubernur Soeryo.217 Ultimatum tersebut berisi tentang tuntutan agar semua pimpinan Indonesia, pimpinan pemuda, kepala polisi, dan kepala pemerintah, harus melakukan laporan sesuai waktu dan tempat yang sudah ditentukan dengan mengangkat tangan di kepala serta menandatangani dokumen sebagai tanda menyerah kepada Sekutu. Isi ultimatum tersebut sangat sudah merendahkan martabat bangsa Indonesia.218 Akhirnya Mayjen Mansergh menyebarkan pamflet melalui udara yang berisi ultimatum kepada masyarakat Surabaya, terutama kepada polisi dan masyarakat yang memiliki senjata supaya menyerahkan senjatanya di tempat yang sudah ditentukan dan mengangkat tangan sebagai tanda menyerah. Penyerahan senjata dari tanggal 9 November 1945 pukul 18.00 sampai pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Jika ultimatum tidak ditaati maka Surabaya akan digempur dan dihancurkan dari laut, udara, dan darat.219 Senjata yang diminta bukan hanya senapan, pistol, meriam, tank, mortir, granat dan senjata canggih lainnya, tetapi senjata tradisonal pun harus diserahkan juga seperti tombak, pedang, keris, bambu, dan sumpit beracun.220 Pamflet yang disebar melalui udara oleh pesawat Sekutu ternyata tidak membuat rakyat Surabaya takut dan menyerah.

217 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 344. 218 Marwati Djoened Poesponerogo dan Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik, 193. 219 Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka, 39. 220 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 348-349.

111

Setelah adanya pamflet tersebut semakin membuat masyarakat semangat mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi Sekutu. Walaupun Sekutu beranggapan kematian Brigjen Mallaby adalah aib yang hanya dengan kekuatan senjata untuk menyelesaikannya, tampaknya masyarakat tidak peduli dengan ancaman Sekutu. Sikap masyarakat Surabaya tetap yaitu, lebih baik mati daripada dijajah kembali.221 2. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya antara Polisi Istimewa dengan Sekutu Setelah ditolaknya ultimatum yang diberikan oleh Sekutu, Polisi Istimewa langsung menyiapkan diri untuk menghadapi pertempuran seperti yang tertulis di dalam isi ultimatum tersebut. Polisi Istimewa membagi pasukannya pada garis pertahanan Surabaya, pembagiannya sebagai berikut: 1. Seksi I dan Seksi II di garis pertahanan utara, pasukan Polisi Istimewa dipimpin oleh Komandan Polisi Musa. 2. Seksi III di garis pertahanan timur, pasukan Polisi Istimewa dipimpin oleh Agen Polisi I Lasiono. 3. Seksi IV pasukan Polisi Istimewa yang menggunakan senjata berat dipimpin oleh Agen Polisi I Soekarja yang ditempatkan di Keputran untuk menguasai

221 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 41.

112

wilayah Kaliasin dan Palmenlaan (sekarang Jalan Panglima Soedirman).222 Sesuai dengan janjinya, tepat pada pukul 06.00, tanggal 10 November 1945, Sekutu mulai menyerang Surabaya Utara dari laut menggunakan armada kapal perang yang berasal dari The 5-th Cruiser Squadron di bawah komando Laksamana Muda Laut W.R. Patterson.223 Selain melakukan serangan dari laut, Sekutu juga melakukan serangan dari udara dan melakukan bombardemen (pemboman) dari pesawat-pesawat tempur berjumlah 12 pesawat tempur jenis Mosquito dan 2 pesawat tempur jenis SCP. Penyerangan ini dilakukan secara membabi buta selama kurang lebih tiga jam. Sasaran yang terkena tembakan tersebut pun hancur dan mengakibatkan korban jiwa. 224 Pangkalan Udara Morokrembangan yang sejak awal sangat ingin dikuasai oleh Sekutu pun mendapat serangan. Pejuang Indonesia yang ada di Pangkalan Udara Morokrembangan pun berusaha supaya pangkalan udara tersebut tidak jatuh ke tangan Sekutu, sehingga terjadi pertempuran antara pihak Sekutu dengan pejuang Indonesia. Setelah pertempuran

222 Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, (Surabaya : Grafika Dinoyo, 1982), h. 72-73 ; Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 84. 223 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 387. 224 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 485.

113

berlangsung selama dua jam, akhirnya tentara Sekutu berhasil merebut Pangkalan Udara Morokrembangan. Sekitar pukul 09.00, Pangkalan Udara Morokrembangan yang berhasil direbut sudah bisa digunakan oleh Sekutu untuk mendaratkan serta melepas landaskan pesawat miliknya dengan aman.225 Melihat gerakan yang dilakukan Sekutu sudah semakin menjadi-menjadi, akhirnya dikeluarkan surat perintah resmi oleh Komando Pertempuran Surabaya yaitu Soekono untuk melakukan serangan balasan kepada Sekutu. Pada pukul 09.30, Bung Tomo melalui Radio Pemberontakan memberikan kepada para pejuang untuk melakukan perlawanan terhadap serangan-serangan yang dilakukan oleh Sekutu. Dalam siaran melalui radio pemberontakan, Bung Tomo mengucapkan semboyannya yang sangat terkenal yaitu “Selama banteng-banteng Indonesia masih berdarah merah, yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, selama itu tidak akan suka kita membawa bendera putih untuk menyerah kepada siapapun juga”.226 Sebelum Polisi Istimewa bertempur melawan Sekutu, pasukan Polisi Istimewa mendapat dukungan dan doa dari para ulama-ulama yang datang ke Surabaya yang berasal dari Tebu Ireng, Jombang, Pasuruan, dan Probolinggo. Para ulama yang datang dari daerah yang berbeda-beda setelah di Surabaya berkumpul di Keputran. Para ulama tersebut menyiapkan air

225 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 387. 226 Sutomo, Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, 144.

114

putih yang sudah didoakan oleh mereka dan meminta pasukan Polisi Istimewa untuk berkumpul terlebih dahulu sebelum berangkat perang. Setelah pasukan Polisi Istimewa berkumpul, para ulama memberikan kepada setiap anggota Polisi Istimewa air putih yang sudah dibacakan doa. Hal itu dilakukan supaya selama dalam pertempuran setiap anggota Polisi Istimewa selamat dan mendapat perlindungan dari Allah SWT.227 Untuk menghadapi serangan balasan terhadap Sekutu, Inspektur Polisi Soetjipto Danoekusumo sebagai komandan Polisi Istimewa Kota Surabaya melakukan pemeriksaan kesiapan pasukan di pertahanan Indonesia dengan menaiki panser yang dikendarai oleh Agen Polisi II Eman. Soetjipto Danoekusumo berkeliling untuk menempatkan regu dan peleton Polisi Istimewa di setiap pertahanan kota dalam membantu pejuang lainnya. Di setiap pos pertahanan kota, Soetjipto melakukan briefing dengan memperkirakan Sekutu akan menyerang menggunakan pasukan Infanteri228 seperti pertempuran sebelumnya.229 Pada pukul 10.00, Soetjipto dan Eman mendatangi markas Hoofdbureau (sekarang Polrestabes Surabaya). Pesawat Inggris berputar-putar di langit Surabaya untuk menjatuhkan bom-bom untuk menyerang kota Surabaya. Ketika Soetjipto dan Eman keluar dari panser, tiba-tiba bom milik Inggris jatuh tepat

227 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 85. 228 Infanteri adalah nama kesatuan atau kecabangan dalam pasukan militer. 229 Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 145.

115

mengenai kedua kaki Eman, sehingga kedua kaki Eman pun putus. Meskipun kedua kaki Eman putus, Eman masih bertahan hidup dengan merasakan rasa sakit yang dialaminya sambil berteriak meminta pertolongan. Mengetahui anggotanya luka sangat parah, Soetjipto secara spontan langsung mendekati dan membantu Eman dengan memindahkan tubuhnya ke tempat yang aman yaitu di bawah pohon.230 Setelah Soetjipto mengevakuasi Eman, Soetjipto berteriak memerintahkan agar Polisi Istimewa yang ada di markas Hoofdbureau untuk mengarahkan tembakannya ke pesawat musuh yang sedang melintas di atas markas. Tetapi usaha tersebut tidak membuahkan hasil, malahan pesawat Inggris terus melakukan bombardemen (pemboman) dengan menghujani kota Surabaya ditambah dengan tembakan meriam. Bom pun jatuh di depan markas Hoofdbureau sehingga menimbulkan korban jiwa. Tubuh korban pun banyak yang berserakan, ada potongan daging korban pengeboman yang tersangkut di pohon beringin. Bahkan pengungsi yang sedang lewat dekat markas Hoofdbureau menggunakan kereta pun terkena bom, sehingga korban jiwa pun berkisar kurang lebih seratus orang.231 Semua anggota Polisi Istimewa Kota Surabaya diberi kesempatan untuk mengevakuasi dan menyelamatkan keluarganya untuk dipindahkan ke tempat yang aman supaya

230 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 86. 231 Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 145-146.

116

tidak menjadi korban atas serangan Sekutu. Setelah mengevakuasi keluarganya ke tempat yang aman, anggota Polisi Istimewa pun berkumpul kembali dan ditempatkan di sepanjang Jalan Kereta Api dari pasar Turi hingga daerah Sidotopo. Markas Polisi Istimewa Kota Surabaya pun dipindahkan ke Gubeng dekat dengan markas Soengkono di Pregolan Bunder supaya mempermudah menjalin komunikasi satu sama lain.232 Pada siang harinya dilakukan rapat di markas Pregolan Bunder untuk membahas keadaan Surabaya dan menyusun strategi penyerangan terhadap Sekutu.233 Yang datang dalam rapat tersebut adalah Soengkono, Soetjipto Danoekusumo sebagai komandan Polisi Istimewa Kota Surabaya, Prangko sebagai petugas sekretaris, Kolonel Ruslan Wongsokusumo, Setyono dari KNI (Komite Nasional Indonesia), dan Pembantu Inspektur Polisi Bany Notosubiyoso.234 Pada saat rapat sedang berlangsung, tanpa diketahui ternyata ada sebuah granat musuh yang mengincar rapat yang sedang berlangsung. Akibat ledakan dari granat tersebut mengakibatkan tewasnya Setyono dan melukai Kolonel Ruslan Wongsokusumo.235

232 Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak Proklamasi – 1950, 151. 233 Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 149. 234 Irna H. N. Hadi Soewito, Rakyat Jawa Timur Mempertahankan Kemerdekaan 1, (Jakarta : PT Grasindo, 1994), 84. 235 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 86.

117

Memindahkan markas Polisi Istimewa Kota Surabaya ke Gubeng ternyata bukan tempat yang tepat, karena di sekitar daerah tersebut tentara Inggris melakukan penekanan dengan melakukan serangan-serangan yang sangat gencar. Akibat dari serangan-serangan yang sangat menekan Polisi Istimewa, akhirnya markas Polisi Istimewa Kota Surabaya pun dipindahkan lagi ke Jalan Markus (sekarang Jalan Musi). Di markas baru ini, diadakan rencana untuk menyelamatkan pasukan dengan memindahkannya untuk mundur ke luar kota. Untuk mempermudah pergerakan mundur, pasukan pun dibagi menjadi dua yaitu, pasukan induk yang berjumlah 250 orang yang dipimpin langsung oleh komandan Polisi Istimewa Kota Surabaya mundur ke barat. Pasukan kedua yang berjumah 75 orang mundur ke kuburan Cina Pasar Kembang sampai ke Tandes.236 Inggris melakukan pengebomam melalui pesawat- pesawatnya dan tembakan-tembakan meriamnya hampir ke seluruh penjuru Kota Surabaya dengan membabi-buta. Akibat dari tembakan-tembakan yang dilakukan Inggris ke Kota Surabaya mengakibatkan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Korban jiwa dari tembakan-tembakan pesawat- pesawat dan meriam Inggris dari kalangan masyarakat dan para anggota Polisi Istimewa. Walaupun mendapat serangan yang gencar, para pemuda Surabaya tidak tinggal diam, mereka membalas dengan melakukan tembakan-tembakan ke arah

236 Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak Proklamasi – 1950, 152.

118

pesawat Inggris. Bahkan mereka berhasil menjatuhkan dua buah pesawat Inggris dan menewaskan seorang perwira tinggi Inggris bernama Brigadir Jenderal Robert Guy Loder Symonds, seorang Komandan Detasemen Artileri Inggris.237 Pasukan Polisi Istimewa Karesiden Surabaya di bawah pmimpinan Moehammad Jasin pun setelah meletusnya pertempuran 10 November langsung memindahkan pasukannya ke Tembok meninggalkan Gaduh, tapi sebagian tetap bertahan di Gaduh. Pada sore harinya mereka kembali lagi ke tempat pertahanan di Gaduh. Pada saat di Gaduh, pasukan Polisi Istimewa ini mendapat serangan dari Sekutu sehingga mengharuskan mereka untuk mundur ke Kresek. Pada keesokan harinya, tanggal 11 November pukul 10.00, tentara Sekutu mendatangi Kresek untuk menguasai wilayah tersebut dan tentara Sekutu mengira wilayah tersebut tidak dipertahankan pihak Indonesia. Pasukan Polisi Istimewa pimpinan Moehammad Jasin membiarkan tentara Sekutu memasuki wilyah tersebut dan secara diam-diam mengatur strategi untuk menyerang tentara Sekutu. Ketika musuh lengah pasukan Polisi Istimewa melakukan penyerangan sehingga musuh bisa dihancurkan.238 Sekutu pun melakukan penyerangan di daerah kantor Gubernur dan sekitar jembatan merah. Mereka melakukan pemboman menggunakan pesawat-pesawatnya dan menggerakkan tank-tanknya. Selanjutnya melakukan

237 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 86. 238 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 178-179.

119

penyerangan ke Sawahkurung, Jatipurwo, Sidotopo, dan di daerah sekitar Nyamplungan. Tapi di daerah tersebut terjadi pertempuran yang begitu sengit antara pihak Sekutu dan pihak Indonesia. pihak Indonesia diperkuat oleh Polisi Istimewa dan badan perjuangan lainnya seperti Pemuda Republik Indonesia (PRI), Hizbullah, Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan lain- lain. Pertempuran terjadi hingga sore hari dan dari pihak Indonesia korban para pemuda 20 orang dan puluhan lainnya luka-luka. Polisi Istimewa yang menghadapi Sekutu berhasil menghambat gerakan tentara Sekutu beserta tanknya yang melakukan gerakan melalui Jalan Jakarta dan berhasil menghambat pergerakannya. Sekutu hanya maju beberapa ratus meter disekitar Jalan Kereta Api, Viaduct, Jalan Juliana, Jalan Kantor Pos Surabaya, Seksi Polisi Kebalen, Hoofdbureau, dan Jalan Societeit. Terhambatnya gerakan tentara Sekutu karena terjadinya pertempuran yang terjadi oleh Sekutu dan Polisi Istimewa beserta pejuang-pejuang lainnya dari Pemuda Republik Indonesia (PRI) Maluku, Badan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), ditambah dengan pasukan dari luar Kota Surabaya seperti Malang, Bali, Jombang, solo, dan lain-lain. Pertempuran yang sangat sengit terjadi sampai malam hari, bahkan pada pukul 23.00 terjadi pertempuran jarak dekat yang

120

mengakibatkan korban jiwa dari kedua belah pihak dengan jumlah yang sangat banyak sampai tidak terhitung.239 Pertempuran pun terus berlangsung setiap hari. Pada tanggal 18 Oktober, Moehammad Jasin selaku komandan Polisi Istimewa Karesiden Surabaya menyampaikan pesannya melalui radio bahwa semua anggota Polisi Istimewa harus mengambil bagian dalam setiap pertempuran mempertahankan kemerdekaan Indonesia karena Polisi Istimewa merupakan pasukan militer.240 Keterlibatan Polisi Istimewa dalam setiap pertempuran memang terlihat pada saat terjadi pertempuran disetiap tempat, bahkan Polisi Istimewa pun mengikut sertakan kendaran pansernya dalam pertempuran melawan Sekutu.241 Sampai pada hari kesepuluh, pertahanan di sekitar Jalan Kereta Api sekitar daerah Kandang Sapi yang dipertahankan oleh Polisi Istimewa di bawah pimpinan Komandan Polisi Musa beserta Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan badan-badan perjuangan lainnya masih bisa mempertahankan wilyah tersebut. Pada hari kesebelas, tanggal 21 November 1945, Inggris menggerakkan pesawat Angkatan Udaranya untuk menggempur pasukan Indonesia dan berhasil mematahkan pertahanan tersebut. Polisi Istimewa bersama pasukan lainnya melakukan perlawan sambil mundur untuk membentuk pertahanan baru di sekitar Tembok-Dukuh Sawahan.

239 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 487. 240 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 265. 241 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 195.

121

Pasukan Polisi Istimewa berniat untuk menarik mundur pasukannya dan pasukan yang lain ke markasnya di Coen Boulevard, untuk ke markasnya tersebut mereka harus melalui Kedungdoro yang ternyata sudah menjadi pertahanan Sekutu sehingga terjadi pertempuran sengit. Pada pertempuran inilah Komandan Polisi Musa gugur setelah terkena pecahan mortir musuh.242 Mantan anak buah Musa di Polisi Istimewa pada saat pertempuran sedang berlangsung yaitu, Agen Polisi III Moekari mengkisahkan bahwa, Moekari bergerak mendahuli Musa sambil melindunginya tapi, Musa berteriak dan memarahi Moekari, Musa sebagai komandan harus berada di depan dan anak buahnya berada di belakangnya. Moekari menggambarkan Musa sebagai seorang pejuang sejati dan berjuang dengan ikhlas tanpa pamrih demi tegaknya Republik Indonesia. pada saat Musa gugur, ditemukan secarik kertas di dalam saku bajunya yang berisi tentang pesan meminta kepada rekan-rekannya untuk terus melanjutkan perjuangannya mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan meminta supaya kalau dia meninggal ingin dimakamkan di Lawang karena isterinya tinggal di daerah tersebut.243 Setelah gugurnya Musa, kemudian pasukan dibagi menjadi dua yaitu, sebagian ada yang membawa jenazah Musa ke markas dan sebagiannya lagi mengungsikan orang yang luka-luka ke pos Palang Merah di Kembang Kuning. Untuk jenazah Musa akhirnya dimakamkan di

242 Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak Proklamasi – 1950, 153. 243 Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka, 43.

122

Lawang sesuai permintaannya dan upacara pemakannya sangat mengharukan.244 Pada tanggal 23 Novemeber, Moehammad Jasin memindahkan markas Polisi Istimewa Karesiden Surabaya di Coen Boulevard tidak lagi di Kota Surabaya tetapi memindahkannya di Sidoarjo. Hal tersebut dilakukan untuk mencari tempat yang aman dari serangan musuh. Walaupun markas Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya dipindah ke Sidoarjo, anggota Polisi Istimewa tetap berada di Kota Surabaya dengan jumlah sekitar 150 orang dan terbagi di dalam sektor- sektor pertempuran karena harus selalu mengambil bagian dalam setiap pertempuran.245 Tugas selanjutnya yaitu memperkuat Seksi IV di bawah pimpinan Agen Polisi I Soekarja. Pada seksi IV ini, Polisi Istimewa menggunakan senjata beratnya untuk mempertahankan Keputran. Khawatir Keputran akan direbut oleh Sekutu, anggota lainnya diperintahkan untuk siap mengevakuasi perbelakan ke Ngoro, Jombang, sementara untuk mesiu dan peluru dipindahkan ke Pandaan, Pasuruan jika pertahanan direbut oleh Sekutu.246 Sementara itu pertahanan di Jalan Kembang Kuning dan beberapa pertahanan daerah Darmo sudah berhasil dikuasai oleh Inggris, bahkan Rumah Sakit Darmo pun dikuasai. Hal tersebut mengakibatkan Polisi Istimewa yang berada di Keputran harus

244 Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, 74. 245 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 195. 246 Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, 74.

123

berada di belakang kedudukan Sekutu. Karena keadaan tidak memungkinkan terus bertahan, akhirnya pasukan Polisi Istimewa pun harus mengundurkan diri ke Wonokromo melalu Dinoyo dan markas komandonya pun harus dipindah ke Sepanjang.247 Perempuran di Surabaya pun terus berlanjut dan semakin sengit, karena para pejuang harus mempertahankan supaya seluruh Surabaya tidak dikuasai oleh Sekutu. Pada tanggal 27 Novemeber 1945, Inspektur Polisi Soenarjo menghadap Soetjipto Danoekusumo untuk meminta bantuan agar keluarganya dapat dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Soetjipto pun menerima permintaan tersebut. Sementara itu, tentara Inggris terus-terusan mendesak para pejuang Indonesia dan hampir menguasai seluruh Surabaya.248 Tembat pertahanan terakhir pejuang Indonesia ada di Gunung Sari. Pasukan Indonesia yang bertahan di Gunung Sari untuk menahan agar daerah tersebut tidak dikuasi oleh tentara Inggris hanya pasukan L-1 dan pansernya, pasukan Polisi Istimewa, Tentara Keamanan Rakyat Bermotor (TKR-PBM), Batalyon TKR Bambang Juwono, stelling artileri di Jalan Joyoboyo dan Kesatrian di bawah pimpinan Minggu, dan pasukan Pelajar.249 Untuk menguasai seluruh Surabaya, akhirnya Sekutu melakukan penyerangan ke Gunung Sari dari arah barat laut dan

247 Hadiman Suparmin, Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak Proklamasi – 1950, 153. 248 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 88. 249 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 215.

124

timur pada tanggal 28 November 1945. Dengan sisa kekuatan yang ada, Polisi Istimewa dengan pasukan lainnya melakukan serang balik ke Sekutu. Tampaknya serangan yang dilakukan oleh pejuang Indonesia tidak membuahkan hasil dan mendapat tekanan dari Sekutu sehingga mereka harus menyingkir ke pinggiran Surabaya.250 Jatuhnya Gunung Sari ke tangan Sekutu pada tanggal 28 November 1945, membuat seluruh Surabaya dikuasai oleh musuh. Walaupun masih memiliki kekuatan pasukan dan persenjataan, Inggris tidak terlihat usahanya untuk memperluas kedudukannya di luar Surabaya. Hal tersebut ternyata sesuai dengan target Sekutu yang hanya menguasai Surabaya hanya sampai sungai Surabaya. Sebetulnya, Sekutu berencana sudah menguasai Surabaya pada tanggal 26 November 1945, karena perlawanan yang sangat sengit dari para pejuang akhirnya Sekutu baru bisa menguasai Surabaya pada tanggal 28 November 1945, dua hari terlambat dari rencana. Para pejuang Indonesia mampu mempertahankan Surabaya selama kurang lebih tiga minggu, namun perjuangan mereka harus kandas setelah Surabaya berhasil direbut oleh Sekutu. Kurangnya logistik, kekuatan fisik yang sudah menurun, pengalaman tempur yang kurang, dan tidak adanya pasukan cadangan untuk menggantikan pasukan yang sudah kelelahan di front terdepat merupakan penyebab Surabaya dapat dikuasai oleh Sekutu. Jalan terakhir yang harus dilakukan oleh para pejuang

250 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 88.

125

adalah dengan meninggalkan Surabaya untuk menyusun kekuatan baru.251 3. Akhir Pertempuran Polisi Istimewa di Surabaya Ketika Surabaya sudah dikuasai oleh Sekutu, semua pasukan termasuk Polisi Istimewa keluar dari Surabaya. Keluar dari Surabaya bukan karena kekurangan pasukan, tetapi karena kalah kuat. Kalau Sekutu menyerang menggunakan tank dan pesawat tidak ada yang bisa menahannya. Polisi Istimewa yang berada di bawah pimpinan Moehammad Jasin meninggalkan Surabaya menuju ke Sidoarjo kemudian ke Malang. Polisi Istimewa yang berada di bawah komando Soetjipto Danoekusumo meninggalkan Surabaya menuju ke Mojokerto. Polisi Istimewa ketika meninggalkan Surabaya tidak langsung mundur, tetapi setiap wilayah dipertahankan dulu, kalau tidak bisa dipertahankan maka Polisi Istimewa mundur.252 Moehammad Jasin memerintahkan Polisi Istimewa untuk mundur menuju Sidoarjo dan memutuskan akan bertahan di sana. Pada tanggal 7 Desember 1945, tentara Sekutu melakukan patroli yang kemudian bertemu dengan Polisi Istimewa sehingga kontak tembak tidak bisa dihindarkan. Akibat kontak tembak ini menewaskan seorang anggota Polisi Istimewa bernama Agen Polisi Soewarno.253

251 Aminuddin Kasdi, Suparto Brata dan Soedjijo, Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya, 274. 252 Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka, 48 253 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 90.

126

D. Penyebab Surabaya Dikuasai Sekutu 1. Persenjataan Polisi Istimewa dan pejuang-pejuang di Surabaya kalah dalam hal persenjataan dengan Sekutu. Sebagai pemenang perang dunia 2, sangat jelas jika Sekutu dapat memenangkan perang karena memiliki persenjataan yang canggih dan modern. Pada saat bertempur dengan pejuang di Indonesia, Moekari sebagai mantan anggota Polisi Istimewa yang pada saat itu ikut berperang mengisahkan bahwa pejuang-pejuang di Surabaya tidak bisa menandingi persenjataan tank-tank dan pesawat milik Sekutu dan lebih memilih mundur.254 Selain menggunakan tank dan pesawat, Sekutu pun menggunakan meriam kapal perangnya untuk melakukan tembakan-tembakan menghadapi pertahanan pejuang- pejuang di Surabaya.255 persenjataan-persenjataan yang digunakan Sekutu jelas tidak seimbang dengan persenjataan yang dimiliki oleh Polisi Istimewa. 2. Keahlian Bertempur Keahlian bertempur Polisi Istimewa sebenarnya bisa menandingi kehebatan dari tentara-tentara Sekutu bahkan melebihinya. Tidak sedikit tentara Sekutu yang berhasil ditewaskan oleh Polisi Istimewa. Des Alwi sebagai pelaku sejarah yang ikut bertempur mengisahkan kehebatan Polisi Istimewa di bawah pimpinan Moehammad Jasin ketika bertempur melawan Sekutu. Saat bertempur, pergerakan Polisi Istimewa

254 Tari Moekari, 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka, 48. 255 Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 118.

127

sangat cepat dan terampil disaat melakukan serangan kepada Sekutu. Tentara Sekutu yang terpencar dari induk pasukan bisa dapat dipastikan akan kalah satu persatu.256 Walaupun tentara- tentara Sekutu memiliki pengalaman tempur yang banyak dibandingkan dengan Polisi Isitimewa, kemampuan Polisi Istimewa dalam bertempur sudah dilatih pada saat pendudukan Jepang dan menjadi andalan pasukan Jepang. Des Alwi mengetahui itu karena asrama Polisi Istimewa dekat dengan tempat tinggalnya.257 Walaupun keahlian bertempur Polisi Istimewa bisa menandingi tentara Sekutu, tetapi banyak pejuang-pejuang di Surabaya yang tidak memiliki keahlian bertempur yang sebanding dan bertempur hanya bermodalkan nekat saja. Ditambah dengan pengalam tempur tentara-tentara Sekutu tentu hal tersebut menjadikan kekalahan dalam pertempuran di Surabaya, sehingga Surabaya dapat dikuasai oleh Sekutu. E. Laskar atau Badan Perjuang yang Terlibat dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945 Pada saat terjadinya perang pada 10 November 1945 di Surabaya, Polisi Istimewa bersama-sama dengan laskar atau badang perjuangan lainnya dalam mempertahankan kemerdekaan di Surabaya. Berikut adalah laskar atau badan perjuangan yang terlibat dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945:

256 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 262-263. 257 Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945: Catatan Julius Pour. Mallaby dibunuh atau Terbunuh?, 283-284.

128

1. BKR (Badan Keamanan Rakyat) dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dalam rapatnya memutuskan membentuk BKR. BKR merupakan bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) yang ditugaskan untuk menjaga keselamatan masyarakat. Di Surabaya BKR baru terbentuk pada tanggal 2 September 1945, karena Surabaya masih disibukkan dengan pembentukkan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), pembentukkan KNI Daerah Surabaya, dan aksi pengibaran bendera merah putih.258 Pada tanggal 4 September 1945, diadakan pertemuan lagi dan menghasilkan BKR terdiri dari 3 eselon yaitu: BKR Jawa Timur: Kepala : drg. Moestopo Wakil : Katamhadi Penulis : Mohammad Mangoendiprodjo BKR Karesidenan Surabaya: Kepala : Abdoelwahab Wakil : Jonosewojo Penulis : Soesilo BKR Kota Surabaya: Kepala : Soengkono Wakil : Soerachman

258 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 18.

129

Penulis : Dawoed259 Pada akhir bulan Oktober 1945, drg Moestopo digantikan Jonosewojo atas persetujuan Soekarno. Soekarno pun mengeluarkan maklumat pada tanggal 5 Oktober 1945 yang berisikan bahwa BKR berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat).260 Setelah keluarnya maklumat tersebut, BKR Jawa Timur, BKR Karesidenan Surabaya, BKR Kota Surabaya mengganti nama BKR menjadi TKR. 2. Laskar Hizbullah Untuk mencari tambahan pasukan untuk dikirim ke Burma dan kepulauan pasifik, Jepang melakukan pendekaan kepada tokoh-tokoh di Jawa. Selain itu jepang juga melakukan pendekatan dengan para ulama serta tokoh-tokoh Islam melalu seoang berkebangsaan Jepang beragama Islam yaitu Abdul Hamid Ono. Abdul Hamid Ono atas nama pemerintah Jepang meminta kepada KH. A. Wachid Hasyim untuk memerintahkan para santri untuk bergabung dengan Heiho. Wachid Hasyim pun menolak dan meminta agar para santri diberikan pelatihan kemiliteran hanya untuk pertahanan di dalam negeri bukan untuk dikirim bertempur jauh dari tanah air. Permintaan Abdul Hamid Ono menjadi pencetus Wachid Hasyim dan tokoh-tokoh masyumi untuk melatih santri-santri kemiliteran yang diberi nama Hizbullah (Tentara Allah). Faktor

259 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 155. 260 Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri, Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur, 19.

130

lain untuk membentuk Hizbullah adalah bahwa berperang untuk membela dan mempertahankan agama Allah hukumnya wajib. Untuk keinginan tersebut tercapai, atas nama Masyumi, Wachid Hasyim menyampaikan keinginan tokoh-tokoh Islam kepada Abdul Hamid Ono. Abdul Hamid Ono pun menyampaikan kepada pemerintah Jepang dan diterima oleh pemerintah Jepang.261 Pada tanggal 14 Oktober 1944, pemerintah Jepang secara resmi menyetujui dibentuknya Laskar Hizbullah di Jakarta. Anggota-anggota Hizbullah berasal dari pemuda-pemuda Islam se-Jawa dan Madura. Tiga bulan setelah dibentuknya Hizbullah, tepatnya pada bulan Januari 1945, Masyumi mengumumkan susunan Dewan Pengurus Pusat Hizbullah, susunannya sebagai berikut: Ketua : H. Wakil Ketua : Mohammad Roem Angota-Anggota : 1. Urusan Umum : - S. Soerowiyonoto - Soedjon 2. Bagian Propaganda : - Anwar Tjokroaminoto - KH. Zarkasy - Masyhudi 3. Urusan Perencanaan : - Mr. Jusuf Wibisono - Sunaryo Mangun - Djunaidi

261 Hasyim Latief, Laskar Hizbullah: Berjuang Menegakkan Negara RI, 16-17.

131

4. Urusan Keuangan : - R.M.O Djunaidi - Prawoto Mangku Sasmito262 Pada pelatihan Hizbullah pertama di Cisarua Bogor, diikuti oleh 500 orang pemuda muslim yang berasal dari Jawa dan Madura. Sejumlah nama kyai dari pondok pesantren pun ikut dalam pelatihan tersebut seperti, KH. Mustofa Kamil (Banten), KH. Mawardi (Solo), KH. Zarkasi (Ponorogo), KH. Mursyid (Pacitan), KH. Syahid (Kediri), KH. Abdul Halim (Majalengka), KH. Thohir Dasuki (Surakarta), KH. Roji‟un (Jakarta), KH. Munasir Ali (Mojokerto), KH. Abdullah, KH. Wahib Wahab (Jombang), KH. Hasyim Latif (Surabaya), KH. Zaiunuddin (Besuki), Sulthan Fajar (Jember), KH. Abdullah Abbas (), dsb.263 Di Surabaya, ketika diumumkannya pembukaan pendaftaran Hizbullah mendapat antusisas yang luar biasa oleh para pemuda. Ketika pertama kali dibuka, kantor Masyumi yang terletak di Jalan Bubutan langsung didatangi oleh pemuda Islam untuk mendaftar. Latihan pun segera dilaksanakan dan dilakukan di halaman Masjid Kemayoran pada tanggal 3 Februari 1945 yang dihadiri oleh para ulama, tokoh-tokoh masyarakat, dan para pembesar Jepang. Pada tanggal 25 September 1945 di Markas Jalan Kepanjen, disusunlah struktur organisasi Laskar Hizbullah Surabaya, susunannya sebagai berikut: Ketua umum : KH. Abdunnafik

262 Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa Timur, (Jombang, Pustaka Tebuireng, 2015), 34. 263 Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama – Santri & Resolusi Jihad: Garda Terdepan Menegakkan Indonesia (1945-1949), 139.

132

Ketua I : KH. Thohir Bakri Ketua II : KH. Anwar Zain Sekretaris : Moch. Rofiie Bagian Keuangan : Ja‟far Bagian Perlengkapan : Abd. Mutolib Bagian Perbekalan : Sariyan Kepala Barisan : Abdul Majid Asmara Wakil Kepala Barisan : Mustakim Zen Kepala Seksi I : Abdul Manan Nahrawi Kepala Seksi II : Sidik Said Kepala Seksi III : Umar Chaban Wirtak Kepala Seksi IV : Achiyat Kepala Seksi V : Achiyar Kepala Seksi VI : Syamsul Anam Kepala Seksi VII : Abu Bakar Alwi264 Untuk memperluas gerak Laskar Hizbullah Surabaya, pada awal Oktober setelah perobekan bendera di Hotel Yamato dan pertempuran di markas Kempetai, dibentuklah cabang- cabang: 1. Hizbullah Surabaya, dipimpin oleh KH. Abdunnafik, bermarkas di Jalan Nyamplungan. 2. Hizbullah Surabaya Tengah, dipimpin oleh Husaini Tiway dan Moh. Moehadjir, bermarkas di Madrasah NU Kawatan.

264 Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa Timur, (Jombang, Pustaka Tebuireng, 2015), 63-65.

133

3. Hizbullah Surabaya Barat, dipimpin oleh Damiri Ichsan dan A. Hamid Has, Bermarkas di KembangKuning 4. Hizbullah Surabaya Selatan, dipimpin oleh Mas Ahmad, Syafi‟I dan Abid Saleh, bermarkas di pondok Sidoresmo. 5. Hizbullah Surabaya Timur, dipimpin oleh Mustakin Zain, Abdul Manan dan Achyat bermarkas di Sidokapasan. Setelah Achyat pindah ke BKR, Hizbullah Surabaya Timur dipimpin oleh Mustakim Zen dan Syaban Abbas.265 3. Laskar-Laskar dan Badan Perjuangan Pemerintah Selain Polisi Istimewa, BKR dan TKR, dan Laskar Hizbullah, laskar-laskar dan badan perjuangan pemerintah yang ikut turut dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945 adalah, Komite Nasional dan Pemerintahan, Polisi Tentara Keamanan Rakyat (PTKR), Angkatan Muda Surabaya (AMS), Pemuda Republik Indonesia (PRI), Pemuda RI Maluku, PRI Sulawesi (Perisai), PRI Kalimantan, Pemuda Puteri Republik Indonesia (PPRI), Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI), Marine Keamanan Rakya (MKR) dan Pasukan L, Pelajar Surabaya (TKR Pelajar/TRIP dan TGP), dan lain-lain.266

265 Hasyim Latief, Laskar Hizbullah: Berjuang Menegakkan Negara RI, 28. 266 Barlan Setiadijaya, 10 november ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, 9-10.

134

F. Tokoh-Tokoh Polisi Istimewa dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945 Selama perjuangan Polisi Istimewa di Surabaya, ada beberapa tokoh penting dalam perjuangan Polisi Istimewa di Surabaya. Tokoh ini menjadi pimpinan yang sangat berperan dalam memimpin anggota-anggotanya. Berikut adalah beberapa tokoh-tokoh Polisi Istimewa dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945: 1. Moehammad Jasin Sebagai Komandan Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya, Moehammad Jasin menyampaikan kepada seluruh pasukannnya supaya selalu mengambil bagian dalam setiap pertemp uran yang terjadi di Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia karena Polisi Istimewa sudah menjadi pasukan militer.267 Moehammad Jasin juga yang memproklamasikan bahwa Polisi Istimewa menjadi Polisi Republik Indonesia bukan lagi menjadi polisi yang berada di bawah kendali Jepang. Diproklamasikannya Polisi Istimewa menjadi Polisi Republik Indonesia ini di saat Jepang masih berada di Indonesia, tetapi Moehammad Jasin dengan keberaniannya tetap memproklamasikan Polisi Istimewa menjadi Polisi Republik Indonesia.268 Moehammad Jasin lahir pada tanggal 9 Juni 1920 di Bau-Bau, Buton, Sulawesi Tenggara. Ayahnya bernama Haji

267 Nugroho Notosusanto, Pertempuran Surabaya, 195. 268 Team Kodak X Jatim, Peranan Polri dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949, 29.

135

Mekkah kelahiran Bone yang bermigrasi ke Buton yang bekerja sebagai pedang kelontong dan Ibunya bernama Siti Rugayah yang berasal dari Maros. Siti Rugayah merupakan istiri kedua dari Haji Mekkah setelah istri pertamanya meninggal dunia.269 Penghargaan tertinggi yang didapatkan Moehammad Jasin adalah gelar Pahlawan Nasional. Setelah melewati berbagai macam pengusulan, akhirnya gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada Moehammad Jasin berdasarkan dengan Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2015 pada tanggal 4 November 2015. Selain diberikan kepada Moehammad Jasin, Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2015 memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Bernard Wilhem Lapian, , I Gusti Ngurah Made Agung, Ki Bagus Hadikusumo. Moehammad Jasin merupakan Polisi Republik Indonesia pertama yang mendapat gelar Pahlawan Nasional berkat jasanya kepada Indonesia.270 2. Soetjipto Danoekusumo Soetjipto Danoekusumo merupakan Komandan Polisi Istimewa Kota Surabaya. Pasukan Polisi Istimewa di bawah pimpinan Soetjipto Danoekusumo melebur bersama dengan Polisi Karesidenan Surabaya dan badan perjaungan lainnya

269 Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, 47-48. 270 http://tribratanews.ntb.polri.go.id/2015/11/16/perjalanan-sejarah- komjen-pol-m-yasin-sang-pahlawan/ diakses pada 3 Oktober 2018, pukul 22.07.

136

di Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Soetjipto juga ikut berperan dalam pelucutan senjata Jepang seperti di gedung General Electronica. Pada pertempuran 10 November 1945, Soetjipto melakukan pemeriksaan terhadap pos-pos pertahanan yang diduduki oleh anggotanya secara langsung di lapangan.271 Soetjipto Danoekusumo lahir pada tanggal 28 Februari 1922 di Campurdarat, sebuah kecamatan kecil dekat Kabupaten ibu kota Tulungagung. Ayahnya bernama Danoe Wirjodihardjo dan ibunya bernama Siti Kopah, dan Soetjipto merupakan anak ketiga dari pasangan tersebut.272 Jabatan tertinggi yang pernah didapatkan Soetjipto di kepolisian yaitu saat ia secara resmi dilanting menjadi Menteri Panglima Angkatan Kepolisian RI (sekarang Kapolri) pada tanggal 4 Januari 1964 di Istana Bogor. Soekarno memberi amanat saat pelantikan bahwa ada usaha0usaha dari luar untuk meruntuhkan Indonesia. Maka dari itu Soekarno menghimbau bahwa tugas untuk mempertahankan negara dan menjaga keamanan dalam negeri adalah tugas dan tanggung jawab Kepolisian Negara RI bersama dengan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Pada tanggal 8 Januari 1964, diadakan upacara serah terima jabatan Mentri Panglima Angkatan

271 Sutjipto Danukusumo, Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sutjipto Danukusumo, 145. 272 Panitia Penulisan Ensiklopedia Kapolri, Ensiklopedia Kapolri: Jendelal Polisi R. Soetjipto Danoekoesoemo, (Jakarta : Panitia Penulisan Ensiklopedia Kapolri, 2007), 15.

137

Kepolisian RI di Lapangan Olahraga Departemen Angkatan Kepolisian dan yang bertugas sebagai inspektur upacaranya adalah Menko/Kasab Jenderal A.H. Nasution.273

273 Panitia Penulisan Ensiklopedia Kapolri, Ensiklopedia Kapolri: Jendelal Polisi R. Soetjipto Danoekoesoemo, 78.

BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Kesimpulan dalam pembahasan skripsi ini, antara lain: 1. Sebelum munculnya Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, Polisi Istimewa dan pejuang lainnya melakukan pelucutan senjata milik Jepang sebagai modal dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 2. Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 merupakan pertempuran pertama yang terjadi di Indonesia pada awal kemerdekaan sebagai upaya untuk mempertahankan kemerdekaan. 3. Polisi Istimewa sebagai pasukan yang masih memiliki persenjataan pada awal kemerdekaan, memberikan pelatihan dan mempersenjatai masyarakat di Surabaya. 4. Polisi Istimewa merupakan badan perjuangan yang diakui oleh Jepang dan internasional. Bahkan ketika terjadi pelucutan senjata yang dimiliki oleh tentara Jepang, para tentara Jepang hanya ingin menyerahkannya kepada Polisi Istimewa. 5. Pada Pertempuran Surabaya 10 November 1945, Polisi Istimewa pun memiliki peran karena Polisi Istimewa selalu mengambil bagian dalam setiap pertempuran di Surabaya dan bertempur bersama pasukan Indonesia lainnya.

138

139

B. Implikasi Sebagai suatu jawaban dari pertanyaan di dalam rumusan masalah skripsi ini, dapat dikatakan bahwa Polisi Istimewa menjawab semua tantangan yang dilakukan Sekutu yang ingin menguasai Indonesia sebagai tempat jajahan Belanda dengan melakukan perlawanan-perlawanan bersenjata. Hal tersebutlah yang membuat semua masyarakat Indonesia sekarang ini bisa hidup dengan negara merdeka dan rasa aman. Peranan yang diambil oleh Polisi Istimewa dalam setiap pertempuran mempertahankan kemerdekaan berimplikasi luas terhadap eksistensi negara Indonesia ini. Dalam konteks inilah penulis melihat perjuangan Polisi Istimewa sejak awal kemerdekaan sampai sekarang ini untuk menjadikan Indonesia sebagai negara merdeka dan mampu dipandang oleh negara-negara lain. Perjuangan Polisi Istimewa pun dilakukan dengan tulus dan ikhlas hanya demi tegaknya negara Indonesia. perjuangan-perjuangan Polisi Istimewa dengan pejuang lainnyalah yang mampu membuat Indonesia dikatakan sebagai negara pejuang. Hal tersebut semakin membuat penulis bangga dengan mereka yang merelakan jiwa dan raganya untuk Indonesia dan semakin membuat penulis cinta terhadap tanah air. Demikianlah, sangat luas implikasi dalam skripsi ini untuk membangun negara yang damai, tidak ada penjajahan, dan hidup merdeka. C. Saran Dalam Skripsi ini, penulis memiliki beberapa saran, antara lain:

140

1. Pada saat pertempuran Surabaya, Polisi Istimewa memiliki peranan yang sangat penting dalam setiap pertempuran, seharusnya peranan dari Polisi Istimewa ini bisa lebih diekspose. Pada setiap peringatan pertempuran Surabaya yang lebih dikenal sebagai Hari Pahlawan, keterlibatan Polisi Istimewa di dalam pertempuran Surabaya selalu jarang dimunculkan. Kepada Kepolisian Republik Indonesia seharus bisa lebih memperhatian sejarahnya. 2. Setiap anggota Kepolisian Republik Indonesia seharusnya lebih mampu memahami sejarahnya, karena para pendahulu mereka adalah para pejuang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya demi tegaknya Republik Indonesia. 3. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena banyak keterbatasan dari diri penulis pribadi maupun keterbatasan sumber yang didapat oleh penulis. Penulis berharap akan ada penelitian-penelitian lanjutan yang mengambil tema ini sehingga akan banyak lagi sejarah-sejarah perjuangan dari badan perjuangan yang berperan dapat terekspos dan diketahui oleh orang banyak.

DAFTAR PUSTAKA Sumber Primer: Abdulgani, Roeslan. Seratus Hari di Surabaya yang menggemparkan Indonesia: Kisah Singkat Tentang Kejadian-kejadian di Kota Surabaya antara Tanggal 17 Agustus s/d Akhir November 1945. Jakarta : Yayasan Idayu, 1980. Achmad, R. S. Surabaya Bergejolak. Jakarta : CV Haji Masagung, 1990. Alwi, Des. Pertempuran Surabaya November 1945. Catatan Julius Pour: Mallaby Dibunuh atau Terbunuh. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2012. Danoekusumo, Sutjipto. Hari-hari Bahagia Bersama Rakyat: Catatan Perjuangan Sotjipto Danukusumo, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997. Jasin, Moehammad. Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Istimewa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010. ______. Singa Pejuang Republik Indonesia. Jakarta : PPKBI, 1998. Kedaulatan Rakyat, edisi 30 Oktober 1945. Kedaulatan Rakyat, edisi 2 November 1945. Latief, Hasyim. Laskar Hizbullah: Berjuang Menegakkan Negara RI. Jakarta : Lajnah Ta‟lif wan Nasyr PBNU, 1995 Merdeka, edisi 31 Oktober. Moekari, Tari. 500 KM: Sebuah Nilai PerjuanganTanpa Angka. Malang : An-Nuha Publishing, Tanpa Tahun.

141

142

Sutomo. Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah. Jakarta : Visimedia, 2008. Sumber Sekunder: Bizawie, Zainul Milal. Laskar Ulama – Santri & Resolusi Jihad: Garda Terdepan Menegakkan Indonesia (1945-1949). Tangerang : Pustaka Compass, 2014 Bustami, Abdul Latif dan Tim Sejarah Tebuireng, Resolusi Jihad “Perjuangan Ulama: dari Menegakkan Agama Hingga Negara”, Jombang : Pustaka Tebuireng, 2015. Bloembergen, Marieke. Polisi Zaman Hindia Belanda: dari Kepedulian dan Ketakutan, terjemahan Tristan P. Moeliono, Anna Whardana, Nicolette P. R. Moeliono dan Tita Soeprapto Mangoensadjito. Jakarta : Kompas, 2011. Chuseinsaputra, Jusuf. Peran Polri dalam Trikora dan Dwikora. Minangkabau : Yayasan Dialektika, 2007. Djamin, Awaloedin. Kedudukan Kepolisian Negara RI dalam Sistem Ketatanegaraan: Dulu, Kini, dan Esok. Jakarta : PTIK Press, 2007. Djamin, Awaloedin. Ratta, I Ketut. Gunawan, I Gede Putu dan Wulan, Ambar.. Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia : dari Zaman Kuno Sampai Sekarang. Jakarta : Yayasan Brata Bakti, 2007. El-Kayyis, Isno. Laskar Hizbullah di Jawa Timur. Jombang : Pustaka Tebuireng, 2015.

143

Hutagalung, Batara R. 10 November ‟45: Mengapa Inggris Membom Surabaya?. Jakarta : Millennium Publisher, 2001. K, Heru Sukadri. Soewarno dan RA, Umiati. Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945 – 1949) Daerah Jawa Timur. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991. Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1993. Kasdi, Aminuddin. 50 Tahun Pusdik Brimob Watukosek Pasuruan Jawa Timur. Jakarta : Unesa University Press, 2004. Kasdi, Aminuddin. Brata, Suparto dan Soedjijo. Pertempuran 10 November 1945: Citra Kepahlawanan Bangsa Indonesia di Surabaya. Surabaya : Panitia Pelestarian Nilai nilai Kepahlawanan di Surabaya, 1986. Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Tiara wacana, 1995. Mabes Polri. Sejarah Kepolisian di Indonesia. Jakarta : Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1999. ______. Setengah Abad Polri Melayani Masyarakat. Jakarta : Dinas Penerangan Polri, 1995. Moedjanto, G. Indonesia Abad Ke-20 I. Yogyakarta : Kanisius, 1994. MS, Basri, Metodologi Penelitian Sejarah: (Pendekatanan, Teori, dan Praktik). Jakarta : Restu Agung, 2006. Notosusanto, Nugroho. Pertempuran Surabaya. Jakarta : PT Mutiara Sumber Widya, 1985.

144

Odang, M. Perkembangan Kepolisian di Indonesia. Jakarta : Markas Besar Kepolisian RI, 1952. Panitia Penulisan Ensiklopedia Kapolri, Ensiklopedia Kapolri: Jendelal Polisi R. Soetjipto Danoekoesoemo, Jakarta : Panitia Penulisan Ensiklopedia Kapolri, 2007 Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik. Jakarta : Balai Pustaka, 2010. Rahmanto, Wahid dan Widoyoko, Yoyok. Setengah Abad Mengabdi: Memperingati Bhayangkara Emas 1 Juli 1996. Jakarta : Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1996. Ricklefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. terj: Satrio Wahono, Bakar Bilfagih, Hasan Huda, Miftah Helmi, Joko Sutrisno, dan Has Manadi. Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2007. Setiadijaya, Barlan. 10 November ‟45: Gelora Kepahlawanan Indonesia. Jakarta : Yayasan Dwi Warna, 1991. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Penganter. Jakarta : Rajawali Press, 1987. Soewito, Irna H. N. Hadi. Rakyat Jawa Timur Mempertahankan Kemerdekaan 1. Jakarta : PT Grasindo, 1994. Suparmin, Hadiman. Lintasan Perjalanan Kepolisian R.I. Sejak Proklamasi – 1950. Jakarta : Godhessa Pura Mas, 1985. Supomo, Atim. Pelopor. Jakarta : Pustaka Pelajar, 1998. Syah, Iskandar. Sejarah Nasional Indonesia. Yogyakarta : Suluh Media, 2016.

145

Tahir, Achmad. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Jakarta : Korps sarjana Veteran RI, 1994. Tanumidjaja, Memet. Sejarah Perkembangan Kepolisian Indonesia. Jakarta : Departemen Pertahanan – Keamanan Pusat Sedjarah ABRI, 1971. Team Kodak X Jatim. Peranan Polri dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur Tahun 1945-1949. Surabaya : Grafika Dinoyo, 1982. Ubaedillah, A dan Rozak, Abdul.Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta : Indonesia Center For Civic Education (ICCE) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Yauwerissa, Lorenzo dan Pusat Sejarah Polri. Pasukan Polisi Istimewa: Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur. Yogyakarta : Mata Padi Pressindo, 2013. Zeid, Mestika. “Perjuangan dan Diplomasi”. Dalam Indonesia dalam Arus Sejarah, ed. Taufik Abdullah dan A.B. Lapian. Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2009. Jurnal: Yulista, Fadma. “Perebutan Senjata Jepang di Surabaya Tahun 1945”. AVATAR: e-Journal Pendidikan Sejarah 5, No. 3 (2017): 918-928. Internet: https://pesonakotasurabaya.wordpress.com/tag/monumenperjuang an-polri/#jp-carousel-1511 diakses pada 19 September 2018, pukul 23.30 WIB.

146

https://pesonakotasurabaya.files.wordpress.com/2014/08/monper- polri.jpg diakses pada 19 September 2018, pukul 23.35 WIB. http://tribratanews.ntb.polri.go.id/2015/11/16/perjalanan-sejarah- komjen-pol-m-yasin-sang-pahlawan/ diakses pada 3 Oktober 2018, pukul 22.07. Wawancara

Wawancara dengan Bapak Brigadir Pol Syaiful Anwar, S.H. Anggota Kepolisian Republik Indonesia, pada tanggal 4 Mei 2018 jam 20.00

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Prasasti Proklamasi Polisi Republik Indonesia.274

274https://pesonakotasurabaya.wordpress.com/tag/monumenperjuanga n-polri/#jp-carousel-1511 diakses pada 19 September 2018, pukul 23.30 WIB.

Monumen Perjuangan Polri di Surabaya.275

275https://pesonakotasurabaya.files.wordpress.com/2014/08/mon-per- polri.jpg diakses pada 19 September 2018, pukul 23.35 WIB.