DOKTRIN INTISAB PUI SEBAGAI SARANA PENGUATAN MILITANSI KADER

(Studi Sejarah Organisasi Islam di Jawa Barat)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh:

Fikri Dikriansyah

NIM: 1111022000023

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2018

ABSTRAK

FIKRI DIKRIANSYAH (1111022000023)

“Doktrin Intisab PUI Sebagai Sarana Penguatan Militansi Kader “

Arti kata Intisab menurut bahasa Arab adalah nasaba-yansibu-nasban- wanisbatan, yang artinya menghubungkan, mempersenyawakan, mengkerabatkan, satu keturunan, dan mempersaudarakan. Menurut istilah Intisab adalah ucapan pernyataan atau ikrar secara pribadi atau jamaah untuk mempersenyawakan, memperhubungkan, menisbatkan ucapan dengan pengamalan. Secara sederhana intisab adalah ikrar atau janji. Suatu organisasi kemasyarakatan tidak lepas dari sebuah doktrin atau ikrar yang selalu menjadi pegangan bagi para kadernya, termasuk salah satunya yaitu organisasi kemasyarakatan Persatuan Umat Islam (PUI) yang kuatnya dugaan bahwa Intisab menjadi doktrin penguat militansi para kadernya. Hasil riset yang dilakukan penulisadalah, bahwasannya pengaruh Intisab bagi para kader PUI secara keseluruhan tidak terlalu memberikan dampak yang jelas. Namun dalam bidang pendidikan, Intisab menunjukan pengaruh yang sangat signifikan, terlihat dari para kader PUI yang banyak bergelut di bidang pendidikan dan mengembangkan konsep pendidikan PUI ke arah yang lebih baik. Disamping melestarikan konsep pendidikan PUI yang terdahulu, para kader PUI juga memberikan pembaharuan di dunia pendidikan agar bisa bersaing dengan pendidikan masa sekarang dan masa yang akan datang. Maka, jelas dalam hal ini para kader militan PUI yang semangat bergerak di bidang pendidikan sangat dipengaruhi oleh doktrin intisab terutama dalam bait Al-Ishlahus saabiluna yang memiliki delapan macam perbaikan hidup dan salah satu jalannya adalah perbaikan pendidikan (ishlahut tarbiyah) yang dipegang kuat oleh para kader- kadernya.

`

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat Iman, Islam dan Ihsan beserta limpahan hidayah dan taufik sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhamad SAW yang telah membimbing umatnya menuju jalan yang diridhai Allah SWT. Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai DOKTRIN INTISAB SEBAGAI SARANA PENGUATAN MILITANSI KADER dalam rangka mencapai gelar Sarjana Humaniora (S.Hum). Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya tidak akan terwujud tanpa ada bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah mendorong, membimbing dan memberikan motivasi. Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya dan juga pernah sebagai Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Hj. Tati Hartimah, MA, yang dengan sabar dan penuh dedikasi tinggi selalu membimbing penulis dalam menyelesaikan materi skripsi ini. 4. Kepada semua Dosen Sejarah Kebudayaan Islam maupun Dosen yang ada di Fakultas Adab dan Humaniora tanpa terkecuali yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas ilmu yang telah ddiberikan. 5. Ayahanda H.M Sabih Ashadi dan Ibunda Hj. Imas Maesih yang telah berjuang dalam membesarkan dan mendidik penulis, dan memberi segala curah kasih sayangnya sehingga penulis dapat berpendidikan lebih tinggi. semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda, amin ya rabal ‘alamin.

vi

6. Kepada KH. Syarif Rahmat, R.A. SQ. MA beserta keluarga dan para guru Pondok Ummul Qura. 7. Kepada seluruh civitas akademik Fakultas Adab dan Humaniora, kepada Ketua jurusan dan sekertaris serta dosen-dosen jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang memberikan sumbangsih ilmu dan pengalamannya, Pembimbing Akademik H. Nurhasan, MA, yang selalu bersedia meluangkan waktu bagi penulis untuk bertanya dan meminta solusi atas beberapa kendala yang penulis hadapi. 8. Seluruh Staff dan Pegawai Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Adik-adikku Femi Yusabbah, Elif Alifah dan Fathi Makkia Madhani tak lupa juga kepada kakaku Epip Yukhopipa, M.Pd yang selalu membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Kepada para senior jurusan Sejarah Kebudayaan Islam yang telah memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Adik-adik jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, dinda Rian Wahyudin, dinda Ari Badruzaman, dinda Amir, dinda faqih, dinda Nia Hidayati dan yang lainnya. 12. Kepada adinda terkasih Intania Ramadhani,S.Ps yang selalu memberikan support kepada penulis 13. Kawan kawan seperjuangan Apartemen Semanggi, kanda Ibnu Aidil Putra S.Pd, kanda Syahrul Ramadhan, kanda Muflihun Hidayat, kanda Dani Ramdhani, S.Ag, dan Dudu Ruskandi yang telah menemani dan memotivasi penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 14. Kawan-kawan bermusik Dialog Semanggi, Riski SA, Adi, Aan, Eri Muharam, Zulham Fatah, Deden Haztawidjaya, Firman Ali Yusuf, Riki Akbar, Muhammad Ilham dan adinda fadil yang selalu menghibur penulis dalam menyelesaikan skripsi. Harapan dan iringan do’a penulis ucapkan semoga Allah SWT meridhoi dan membalas amal baik kita semua dengan berlipat kemuliaan, amiin. Akhirnya

vii besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca sekalian

Jakarta, 28 Maret 2018

Penulis

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ...... i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ...... iii SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ...... iv ABSTRAK ...... v KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR ISI ...... ix DAFTAR GAMBAR ...... xii DAFTAR TABEL ...... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ...... 10 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 11 D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ...... 11 E. Tinjauan Pustaka ...... 13 F. Kerangka Teori ...... 14 G. Sistematika Penulisan ...... 15 BAB II SEJARAH SINGKAT PERSATUAN UMAT ISLAM A. Latar Belakang PUI ...... 17 B. Azas, Sifat, dan Tujuan PUI ...... 21 1. Azas Persatuan Umat Islam ...... 21 2. Sifat dan Tujuan Persatuan Umat Islam ...... 26 C. Tokoh Pendiri ...... 28 1. KH. Ahmad Sanusi ...... 28 2. Abdul Halim……………………………………………. 29 D. Program Kerja ...... 31 BAB III DOKTRIN AJARAN PERSATUAN UMAT ISLAM (PUI) A. Pengertian Intisab ...... 34 B. Intisab Sebagai Mabda ...... 35 C. Intisab Sebagai Manhaj ...... 36

xi

D. Intisab Sebagai Iqrar Mujahadah ...... 37 E. Intisab Sebagai Tafwidh ...... 39 BAB IV BENTUK KONKRIT DOKTRIN INTISAB BAGI MASYARAKAT A. Ishlah Al-Tsamaniyyah ...... 41 B. Realisasi Doktrin Intisab bagi Masyarakat (Ishlahut Tarbiyah) 47 C. Warisan Ishlahut Tarbiyah ...... 51 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...... 55 B. Saran ...... 56 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Di , mayoritas penduduk beragama Islam. Mereka tinggal di berbagai daerah dengan ragam sosial budaya masyarakat. Atas kenyataan itu, maka tidaklah heran jika banyak berdiri organisasi-organisasi gerakan keagamaan yang berazaskan Islam, seperti halnya organisasi Persatuan Umat Islam (PUI). Organisasi Persatuan Umat Islam merupakan fusi atau gabungan dari dua organisasi yang didirikan oleh dua tokoh Islam asli Jawa Barat, yakni Perikatan Umat Islam yang berpusat di Majalengka dengan tokoh pendirinya Abdoel Halim dan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII) yang berpusat di Sukabumi dengan tokoh pendirinya KH. Ahmad Sanusi.1 Kedua pimpinan PUI dan PUII tersebut sebenarnya satu guru dan satu ilmu. Keduanya pada waktu bersamaan menuntut ilmu di Mekah, Saudi Arabia pada tahun 1908-1911. Mereka saling bersahabat dan saling bertukar pikiran, baik di bidang pendalaman ilmu, maupun pengamalan ilmunya kelak setelah kembali ke tanah air. Dan setelah mereka kembali ke tanah air, mereka bertemu untuk memantapkan cita-cita serta menggalang persatuan dan kesatuan umat islam di Indonesia. Selanjutnya, sebagai mana yang telah di ungkapkan Wawan Heriawan dalam bukunya Seabad Persatuan Umat Islam mereka masing-masing memimpin PUI dan PUII, frekuensi pertemuan mereka semakin tinggi dan efektif. Sejak Abdul Halim diundang oleh KH. Ahmad Sanusi untuk berceramah pada Muktamar Ali di Sukabumi yang di laksanakan pada bulan Maret tahun 1935, rencana realisasi cita-cita tentang terciptanya persatuan dan kesatuan umat Islam Indonesia semakin jelas. Kedua ulama beserta seluruh anggota masing-masing bertekad bulat untuk saling melebur organisasi mereka, guna mewujudkan cita-cita bersama.

1 Mohammad Akim, KH. Abdul Halim Penggerak PUI, (Majalengka: Yayasan KH. Abdul Halim, 1968), h. 49

1

2

Kemudian ide berfusi tersebut semakin berkembang ketika kedua tokoh itu sama-sama menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).2 Adapun latar belakangnya selain dari keduanya ini memiliki landasan dan tujuan yang sama, juga karena tekad kuat yang sama dalam menggalang persatuan di kalangan umat Islam. Di tengah kesibukan kedua tokoh tersebut dalam BPUPKI, mereka menyempatkan diri untuk menyusun rencana teknis pelaksanaan fusi dari kedua organisasi mereka. Rencana mengenai nama bentuk organisasi hasil fusi yaitu Persatuan Umat Islam, rancangan (konsep) kepengurusan, waktu serta tempat diadakan fusi dan lain-lain telah disepakati bersama. Tetapi ditakdirkan sebelum upacara fusi dilaksanakan, KH. Ahmad Sanusi dipanggil oleh Allah SWT. Beliau berwasiat untuk secepatnya merealisasikan rencana fusi. Dan akhirnya kedua organisasi ini bergabung pada tanggal 5 April 1952 atau lebih tepatnya pada 9 Rajab 1371 H dalam penanggalan Hijriyah, yang bertempat di Gedung Nasional Bogor.3 PUI adalah suatu organisasi sosial keagamaan yang bertujuan melaksanakan Syariat Islami menurut Madzhab Ahlusunnah Waljama’ah.4 Dalam mencapai tujuan itu maka PUI mengadakan berbagai usaha pembinaan di tengah anggota perserikatan khususnya umat Islam. Sebagai suatu gerakan Islam, PUI menentukan diri bersifat independen, yakni tidak berafiliasi pada organisasi atau partai lain. PUI lebih menitikberatkan perjuangannya dalam bidang sosial, pendidikan, dan keagamaan.5 Prinsip-prinsip perjuangan PUI tertuang dalam bentuk doktrin yang dikenal dengan nama “INTISAB”. Pada mulanya falsafah ini merupakan

2 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam (1911-2011), (Jawa Barat: YMSI, 2014), h. 179 3 Mohammad Akim, KH. Abdul Halim Penggerak PUI, (Bandung: Yayasan KH. Abdul Halim, 1968), h. 52 4 Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, PUI. PB PUI, (Majalengka: PB PUI, 1991), h. 2 5 S.Wanta, 35 Tahun Persatuan Umat Islam dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Majalengka: PB PUI, 1991), h. 18

3

prinsip-prinsip perjuangan organisasi Perikatan Oemat Islam (POI), sebagai reaksi KH. Abdul Halim dalam menghadapi kemusyrikan kolonial Jepang.6 Ketika Jepang pertama kali masuk ke wilayah Hindia-Belanda selain melakukan kerjasama dengan kaum Nasionalis, juga menjalin kerjasama dengan kaum Muslim. Pengaruhnya meskipun mereka memiliki kebijakan yang sama dengan pemerintah Hindia Belanda dalam menghadapi kaum Muslim sikap politiknya tampak lebih bersahabat. Kuat dugaan, strategi politik yang dibangun mereka lebih mempertimbangkan sisi psikologis. Sehingga melalui sikapnya itu proses pendudukan Jepang ke wilayah Hindia Belanda relatif lebih mudah dan di beberapa tempat mendapatkan bantuan dari kaum Muslim.7 Selanjutnta G.Moedjanti dalam bukunya yang berhudul Indonesia Abad Ke-20: Dari Kebangkitan Nasional Sampai Linggarjati, menjelaskan bahwa salah satu program yang memperolah banyak empati dari Masyarakat pada awal penjajahan Jepang adalah di bidang pendidikan, di mana dalam hal ini para pelajar Indonesia diberi kesempatan untuk mendapatkan beasiswa belajar di Jepang dengan alasan untuk kemajuan rakyat. Sebagai basis pergerakan yang massif dan sangat diperhitungkan, Jepang berusaha menarik perhatian dengan cara mengirim umat Islam untuk berhaji ke Mekah, di ibu kota Jepang didirikan masjid dan yang paling menarik adalah diadakannya konferensi umat Islam di Tokyo.8 Namun tidak lama dan selang beberapa waktu bangsa Indonesia menyadari bahwa Jepang mempunyai tujuan sangat buruk dan ingin menghancurkan bangsa Indonesia terutama umat Islam, menggantikan Islam dengan Sintoisme.9 Walaupun umat Islam Indonesia telah dilatih dengan kemusyrikan seperti berseikeirei (penghormatan dengan cara membungkukan

6 Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional, (Jakarta: LP3ES, 1987), h. 25 7 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam (1911-2011), h. 238 8 G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20: Dari Kebangkitan Nasional Sampai Linggarjati (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 74-75. 9 Shinto adalah agama resmi Jepang, Shinto sebenarnya bersasal dari bahasa China yang berarti “jalan para Dewa”, “pemujaan para Dewa”, “pengajaran para Dewa”, Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Shinto.

4

badan kearah Matahari terbit), tetapi perlawanan dari umat Islam tetap berjalan dan dilakukan baik secara keras seperi melawan dengan perang maupun lunak yaitu dengan cara berdiplomasi dan negosiasi. Di lain pihak, Jepang juga menyadari bahwa muslim Indonesia bukanlah sesuatu yang mudah diarahkan. Pada waktu itu sikap umat Islam terbagi menjadi dua, yang pertama sikap keras dengan perang fisik yang diperlihatkan oleh ulama-ulama secara individual dan sikap halus yang diperlihatkan oleh pemimpin-pemimpin muslim melalui wadah organisasi-organisasi. Cara keras yang dilakukan oleh ulama-ulama secara individual menimbulkan pemberontakan lokal, seperti yang dilakukan Tengku Abdul Jalil di Aceh. Ia mengatakan bahwa Jepang lebih buruk dari pada Belanda. Maka perangpun terjadi pada bulan Agustus 1942. Pada awalnya Jepang ingin menyelesaikan polemik yang ada pada waktu itu dengan damai, dengan cara mengirim utusan tetapi rupanya hal tersebut tidak berhasil, sehingga Jepang melakukan serangan mendadak pada waktu umat Islam sedang melaksanakan sholat subuh. Umat Islam berusaha menahan serangan dengan persenjataan seadanya dan hal tersebut berhasil membuat mundur pasukan Jepang. Begitu juga dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh Umat Islam. Kemudian pada serangan terakhir (ketiga) barulah umat islam kalah melawan serangan Jepang dan Jepang berhasil membakar Masjid, sementara pada waktu itu pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, akan tetapi pada akhirnya tertembak saat sedang salat.10 dan masih banyak lagi perlawanan terhadap kolonial Jepang yang di tunjukkan oleh umat Islam, seperti perlawanan KH. Zaenal Mustofa Tasikmalaya. Kemudian muncul pemberontakan pemuda muslim Muhammadiyah di Pontianak, 8 Desember 1943, dan juga di Jawa Barat, yang dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa, pemimpin pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, pemberontakan meletus bulan Februari 1944. Maka, dari semua pemberontakan yang terjadi, dapat penulis simpulkan bahwa motif

10 http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara1942-1945.

5

pemberontakan tersebut pada hakikatnya selain motif kekejaman dan kebrutalan Jepang, tetapi yang paling utama adalah motif membela Agama. Setelah itu sikap para pemimpin muslim dan para ulama yang sudah diarahkan oleh Jepang untuk membentuk organisasi yang di buat Jepang dengan maksud bisa menjadi alat pencapaian dalam mencapai tujuannya, ternyata realitas pada waktu itu bertolak belakang dengan keinginan Jepang. Wadah wadah atau Organisasi-organisasi yang sudah dibuat oleh Jepang dimanfaatkan oleh Umat Islam untuk memperkuat persatuan dan kekuatan Muslimin Indonesia, dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan dan mendakwahkan Agama Islam, dan sekaligus untuk menghilangkan pengaruh Shinto yang sudah disebarkan oleh penjajah Jepang.11 Dalam buku yang berjudul Dinamika Peradaban Islam karya Machfud Syaefudin Ira M. Lapidus menjelaskan beberapa fungsi administratif dan kemiliteran yang diberikan kepada golongan Islam turut memperkuat kekuatan politik dan memperluas massa untuk aksi muslim selanjutnya.12 Dalam hal ini tiga hal yang dapat disebutkan: dibentuknya Kantor Urusan Agama Islam (Shumubu), didirikanya Masyumi dan pembentukan Hizbullah. Selanjutnya, maka sejak tanggal 1 April 1944, dimulai pembentukan Kantor Urusan Agama Daerah di setiap keresidenan (yaitu bagian dari suatu provinsi). Di bawah kepemimpinan para tokoh seperti dan Kahar Muzakkir.13 Dan MIAI (Majlis Islam Ala Indonesia) sebagai organisasi independen yang didukung kuat dan penuh oleh dua organisasi massa terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah, yang pada tanggal 24 Oktober 1943 dibubarkan oleh Jepang.14 Pembubaran ini pada dasarnya adalah dikarenakan reaksi Jepang terhadap agitasi bait al-mal yang

11 Musyrifah Sunanto, Sejarah peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 41-43. 12 Machfud Syaefudin. dkk, Dinamika Peradaban Islam, (Yoyakarta: Pustaka Ilmu, 2013), h. 284. 13 B.J Boland, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970, Terj. Safroedin Bahar (Jakarta: PT. Grafiti Pers, 1985), h. 12-13. 14 Harry J. Bennda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang, Terj. Daniel Dhakidae (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1980), h. 183.

6

terus menerus dan secara gencar dalam mengorganisir pengumpulan dana, pembagian zakat dan shadaqah oleh pengurus MIAI (Majlis Islam Ala Indonesia) tanpa melibatkan Shumubu (Kantor urusan agama yang dibentuk Jepang).15 Sebagai pengganti MIAI (Majlis Islam Ala Indonesia), Jepang membentuk organisasi baru yaitu Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) tanggal 22 November 1943 dan diberi status hukum pada tanggal 1 Desember 1943. Sebagai ketua organisasi ini adalah K.H. Hasyim Asy’ari. Bertepatan pada tanggal 1 Agustus 1944 Partai Masyumi semakin kokoh, melihat keadaan tersebut pemerintah Jepang mengeluarkan pengumuman reorganisasi atau merubah garis kewenangan organisasi Shumubu (lembaga yang mengurusi masalah agama islam) yang bertujuan agar semua masalah keagamaan yang dirasakan penting bagi masyarakat dapat diatur dengan mudah. 16 Tujuan Jepang membubarkan MIAI (Majlis Islam Ala Indonesia) dan mendirikan Masyumi guna merangkul rakyat Indonesia, khususnya pemimpin Islam.17 Pada zaman Jepang, akhir tahun 1944, juga dibentuklah Hizbullah, yaitu sejenis organisasi militer bagi pemuda-pemuda muslim Indonesia. Seorang Kiyai bernama K.H. mendapat tanggung jawab menjadi ketua panglima Hizbullah, tugas utamanya mengkoordinasi pelatihan-pelatihan yang bersifat semi militer. K.H. Zainul Arifin adalah salah satu utusan yang di percaya oleh Nahdatul Ulama dan menjadi perwakilan dalam kepengurusan Masyumi. Di antara pemimpinnya terdapat beberapa tokoh nasional yang amat terkenal sampai sekarang yaitu diantarnya Muhammad Roem, Anwar Tjokro Aminoto, Jusuf Wibisono, dan Prawoto Mangkusasmito yang kemudian menjadi politikus-politikus terkenal. Jadi

15 Martin Van Bruinesse, NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru, Terj. S. Farid Wajdi (Yogyakarta: Lkis, 1997), h. 54. 16 Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 86-87. 17 Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 234.

7

seluruh masa pendudukan Jepang ini dapat dikatakan pula bahwa ternyata umat Islam telah memperoleh keuntungan-keuntungan besar.18 Jepang pada akhirnya menjanjikan kemerdekaan Indonesia dengan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Hingga akhirnya ketika tokoh nasional Indonesia mendengar berita bahwa Jepang kalah dalam perang Pasifik, ditandai dengan meledaknya bom atom di Hirosima dan Nagasaki, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.19 Dalam perjalanan selanjutnya, penulis juga ingin mengungkapkan bahwa sikap yang sesungguhnya dari pemerintah pendudukan Jepang terhadap kaum Muslim mulai tampak dan jelas terlihat. Mereka, bukan hanya bermaksud mengorganisir kekuatan kaum Muslim untuk kepentingan Perang Asia Timur Raya, tetapi dalam bukunya Seabad Persatuan Umat Islam yang di tulis oleh Wawan Heriawan menjelaskan juga bahwa jepang menyerang keyakinan dasar mereka melalui pemaksaan ajaran shinto (shintoisme). Kaum Muslim diajarkan dan dipaksa melakukan seikeirai (menghormati Kaisar Tenno Heika dengan menundukan badan ke arah Tokyo). Terutama kegiatan yang disebut terakhir, jelas sangat melukai akidah kaum Muslim. Sebab, dalam keyakinan dasar kaum Muslim, menyembah kepada selain Allah hukumnya kafir dan Musyrik. Sejak saat itu kepercayaan kaum Muslim terhadap pemerintahan pendudukan Jepang mulai berkurang. Sikap kaum Muslim seperti itu tidak hanya ditunjukkan oleh pemimpin-pemimpin perhimpunan, tetapi juga dilakukan oleh beberapa ulama secara individual. Para ulama pemimpin-pemimpin Islam masih bekerjasama dengan pemerintahan pendudukan Jepang, tetapi dengan mengajukan syarat pemerintah penduduk Jepang tidak menghina keyakinan dan ajaran Islam.

18 B.J Boland, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970, (Jakarta: PT. Grafiti Pers, 1985), h. 15 19 Machfud Syaefudin, dkk, Dinamika Peradaban Islam, (Yoyakarta: Pustaka Ilmu, 2013), h. 284.

8

Sementara itu, dijumpai peristiwa ulama yang melakukan penolakan dan pemberontakan.20 Dalam situasi yang serba kurang menguntungkan tersebut, Abdoel Halim berupaya mengeluarkan masyarakat dari serba keterpurukan. Ia melakukan penolakan terhadap pemerintah pendudukan Jepang tidak dengan pemberontakan, tetapi dengan caranya sendiri. Hal itu begitu disadarinya, sebab baginya pilihan hanya dua, yaitu perhimpunan yang didirikannya tetap hidup atau dihabisi. Abdoel Halim memilih perhimpunannya tetap hidup agar dapat melanjutkan cita-cita pergerakan yang dikembangkannya. Dengan dasar inilah, maka KH.Abdul Halim bertekad untuk mengikrarkan dasar perjuangannya yang kokoh dan kuat serta meliputi segala persyaratan keamanan dan ketentraman jasmani-rohani, untuk mencari jalan perbaikan pribadi dan masyarakat berdasarkan musyawarah atau kelapangan dan sesuai dengan syariat Islam. Dengan mempergunakan asas Islam, dapatlah diwujudkan tali yang menghubungkan antara diri dan amal ihsan dengan Tuhannya. Yaitu Tuhan yang menjadi awal permulaan segala sesuatu dan akhir kesudahan serta tempat kembali segala sesuatu. Dengan bekerja dan beramal menurut syariat Islam, amal perbuatan manusia dapat dipelihara dari kesalahan. Untuk kepentingan itu, Abdoel Halim dan sejumlah kader Perserikatan Oelama di Majalengka, seperti Djunaidi Mansyur, Abdoel Wahab, Bunyamin Ma’ruf, Ahmad Nawawi, dan Abdoellah Jasin Basjoeni berkumpul untuk merumuskan Intisab sebagai falsafah sekaligus doktrin tandingan terhadap ajaran Seikeirei bagi anggota dan simpatisan Abdoel Halim dan Pesjarikatan Oelama (PO). Rujukan yang digunakan Abdoel Halim dan para kadernya dalam merumuskan Intisab, selain bersumber kepada Al-Qur’an juga menggunakan kitab kuning Al-Washiyah al-Dzahabiyah karya al-Manuafi, seorang ulama Mesir dan da’i generasi pertama setelah era al-Afghani dan Abduh. Al-Manufi dikenal sebagai pendiri tariqat syadziliyah, yaitu kelompok tarekat yang aktif dalam bidang diniyah (keagamaan), shufiyah

20 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam, (1911-2011), h. 240

9

(tasawuf), ilmiah, dan falsafah. Oleh karena itu, gagasan intisab bertolak dari aqidah islamiyah, sebab pada awalnya diperuntukan sebagai syarat bagi orang yang akan masuk ke dalam tarekat tersebut. Abdul Halim sendiri terinspirasi oleh al-Manufi, sebab bagi Abdul Halim akidah akan dapat memelihara manusia dari kekafiran, kemunafikan, dan kemusyrikan.21 Kata intisab berasal dari bahasa Arab yang artinya satu keturunan atau hubungan. Dengan Intisab diharapkan adanya hubungan kasih sayang antara umat muslim dengan Allah dan hubungan harmonis antara sesama muslim anggota perserikatan. Bagi Abdul Halim, Intisab adalah salah satu cara untuk memperkuat akidah kaum muslimin sehingga tidak mudah terpengaruhi oleh ajaran yang dibawa oleh pendudukan Jepang. Teks intisab untuk pertama kalinya dibacakan secara resmi di hadapan umum, yaitu pada peringatan Nuzul Al-Qur’an Persjarikatan Oelama tahun 1942. Kegiatan Peringatan Nuzul Al-Qur’an tersebut berlangsung di sebuah tajug (Mushala) dekat sungai Citangkurak Majalengka. Sejak saat itu, intisab terus dibacakan baik pada acara-acara resmi perhimpunan maupun kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah-sekolah Persjarikatan Oelama. Intisab pun terus dibacakan setelah Persjarikatan Oelama berganti nama menjadi Perikatan Oemmat Islam. Setelah Perikatan Oemmat Islam berfungsi dengan Persatuan Oemmat Islam Indonesia, Intisab terus dijadikan doktrin pergerakan dan pengabdian Persatuan Umat Islam. Hal itu dipahami dari prosesi Muktamar PUI ke-1 yang dilaksanakan pada 10-14 Oktober 1952, ketika diadakan perubahan- perubahan, dan penyesuaian Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Tafsir Azas, dan pembuatan lambang Persatuan Ummat Islam, perubahan, perbaikan, dan penye-suaian Intisab tidak diagendakan. Intisab merupakan doktrin hidup bagi PUI. Intisab itu sendiri harus dibaca dan diresapkan maknanya oleh setiap anggota PUI apabila ia akan mengerjakan suatu pekerjaan atau beramal, baik itu rapat, musyawarah, apel atau sebelum anak-anak di sekolah memulai pelajarannya. Intisab merupakan doktrin PUI dan landasan beramal warga PUI untuk mencapai tujuannya

21 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam, (1911-2011), h.240

10

yakni mardhatillah (jalan yang di ridhai Allah). Setiap anggota PUI dalam mengamalkan segala sesuatu apapun itu harus berdasarkan kepada isi dan jiwa Intisab tersebut. Sehingga bisa dikatakan segala amal perbuatan anggota PUI mempunyai landasan idiil yaitu Intisab, landasan konstitusional yaitu Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan landasan operasional yaitu ketetapan atau keputusan-keputusan Muktamar. Konferensi, Musyawarah dan sebagainya. Meskipun Intisab merupakan doktrin PUI atau doktrin yang melandasi seluruh garis kebijakan dan program organisasi, namun para kader PUI banyak yang mempersoalkan. Persoalan itu terutama perlunya membuat penyempurnaan definisi dan susunan Intisab. Penulis akan menerangkan PUI ini hanya dalam kaitannya dengan Intisab serta pengaruhnya terhadap kader PUI saja. Saat ini, PUI memiliki banyak kader. Dengan demikian, penting untuk mengurai kembali Intisab di kalangan PUI ini. Sebab pemikiran yang terkandung dalam intisab merupakan landasan filosofis bagi setiap gerak dan pengabdian kader PUI termasuk pengabdiannya kepada Allah SWT. B. Batasan dan Rumusan Masalah Untuk menghindari melebarnya pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi skripsi ini menjadi: sekilas tentang PUI yang meliputi latar belakang pembentukan dasar-dasar, tujuan berdirinya PUI, lahirnya doktrin yang disebut dengan intisab, serta pengaruhnya terhadap kader-kader PUI. Dalam lingkup pembahasan skripsi ini dapat dilihat perbedaan sebelum dan sesudah lahirnya intisab di lingkungan PUI. Berdasarkan lingkup pembahasan, maka permasalahan yang akan dipecahkan adalah: 1. Bagaimana sejarah berdirinya PUI. 2. Apa yang dimaksud dengan Intisab, dan 3. Bagaimana pengaruh intisab bagi kader-kader PUI.

11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penulisan skripsi ini, yaitu: 1. Mengungkap maksud dan tujuan berdirinya PUI. 2. Menjelaskan Intisab sebagai doktrin organisasi serta pengaruhnya bagi kader. D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan Laporan Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan metode yang digunakan adalah metode historis. Metode historis merupakan proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.22 Poin-poin penting yang akan ditulis dipaparkan sesuai dengan bentuk, kejadian, suasana pada masanya. Adapun faktor analisa pada faktor- faktor politik menjadi faktor pendukung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencapai penulisan sejarah. Oleh karena itu, upaya merekonstruksi masa lampau dari obyek yang diteliti itu ditempuh melalui metode sejarah dan menggunakan penelitian deskriptif analisis, yaitu mencoba memaparkan Intisab sebagai doktrin PUI. Oleh sebab itu, penelitian sejarah mencangkup: 1. Heuruistik atau teknik mencari, mengumpulkan data atau sumber (Dokumen).23 Maka dalam hal ini, penulis mengumpulan data-data sebagai bahan penulisan dan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema dalam skripsi ini, bisa seperti buku-buku, majalah, koran, Buletin, video, dan sebagainya. Dalam hal ini, penulis mengunjungi beberapa tempat seperti Kantor DPP PUI di Pancoran Jakarta Selatan yang memiliki Arsip yang cukup lengkap, DPC PUI di Tasikmalaya, DPC PUI di Majalengka. Sedangkan Perpustakaan yang penulis kunjungi, adalah Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan UI dan

22. Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press.1983), h. 32. 23. Dudung Abdurahman. Metodologi Penelitian Sejarah (Yogyakarta; Ar Ruzz Media.1999), h. 64.

12

beberapa toko buku yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Selain itu penulis juga menggunakan buku-buku dan berbagai media cetak koleksi pribadi yang berhubungan dengan tema sebagai sumber, baik itu sumber primer ataupun sekunder. 2. Tahap selanjutnya yaitu Verifikasi atau Kritik Sumber, di mana semua sumber-sumber telah terkumpul, baik berupa buku-buku, majalah, koran, video, dan lain-lain. Penulis melakukan kritik dan uji terhadapnya untuk mengindentivikasi keabsahannya tentang keaslian sumber (Otentisitas) yang dilakukan melalui kritik eksteren yaitu dengan berbekal data yang bersumber dari yang telah penulis sebutkan di atas, selanutnya penulis melihat realitas yang teradi di tengah-tengah masyarakat, dan keabsahan tentang kesahihan sumber (Kredibilitas) yang di telusuri melalui kritik interen yaitu dengan kembali menijau sumber-sumber rujukan buku tersebut. 3. Interpretasi atau penafsiran sejarah yang juga disebut dengan analisis sejarah, yaitu mencoba menguraikan sebab dan akibat kejadian tersebut. Karena itu, data-data yang sudah terkumpul dilakukan metode kritik sumber, biasannya masih berbeda-beda dalam isinya. Oleh sebab itu, dalam teknik interpretasi ini, diharapkan peneliti mampu menemukan berbagai faktor penyebab dan akibat terjadinya peristiwa tersebut. 4. Fase terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan24. Tahap ini adalah rangkaian dari keseluruhan dari teknik metode pembahasan. Adapun sumber pedoman yang digunakan dalam penulisan hasil penelitian ini adalah buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi.

24 Dudung Abdurahman. Metodologi Penelitian Sejarah,… h.76

13

E. Tinjauan Pustaka Studi yang berkaitan dengan Intisab belum banyak yang mengkajinya secara mendalam, bahkan masih sedikit karya ilmiah yang membahas tentang Intisab. Maka dari itu, penulis mencari dan membaca beberapa literatur secara mendalam mengenai Intisab baik dari buku, jurnal-jurnal pendukung tentang Intisab. Berikut ini literatur yang dijadikan tinjauan pustaka: 1. Buku Seabad Persatuan Umat Islam(1911-2011) yang di terbitkan oleh YMSI (Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia) cabang Jawa Barat. Dalam buku ini memaparkan tentang Intisab sebagai doktrin persatuan umat Islam (PUI).25 2. Buku Persatuan Umat Islam (PUI) yang di terbitkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan Umat Islam (PPPUI). Dalam buku ini Intisab masuk kedalam Anggaran Rumah Tangga (ART) Persatuan Umat Islam (PUI) di pasal ke 1. Selain itu dijelaskan pula Intisab sebagai Mabda’ (doktrin, titik tolak, dasar, landasan), Manhaj (metode amaliyah), ikrar mujahadah (kebulatan tekad serta kesungguhan perjuangan dan pengorbanan), dan tawakal (penyerahan diri) kepada Allah swt, baik dari jam’iyyah (perhimpunan) maupun jamaah (pimpinan, anggota dan warga) persatuan umat islam dalam melaksanakan setiap amaliahnya, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.26 3. Buku Khitah Dakwah PUI yang diterbitkan oleh Dewan Pertimbangan Pusat Persatuan Umat Islam (PUI). Dalam buku ini dijelaskan tentang Intisab sebagai doktrin gerakan dakwah PUI yang sesuai dengan ayat Al- Quran dalam surat Muhammad Ayat 19.27 4. Buku AD ART PUI yang diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan Umat Islam (PUI). Dalam buku ini dijelaskan bahwa kalimat-kalimat yang ada dalam teks Intisab adalah wujud ibadah yang di tunjukkan

25 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam (1911-2011), h. 237 26 persatuan Umat Islam (PUI), dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan Umat Islam (PPPUI), h. 17 27 khitah Dakwah PUI diterbitkan oleh Dewan Pertimbangan Pusat Persatuan Umat Islam (PUI), Tahun 20017, h. 17

14

semata-mata hanya kepada Allah swt untuk mendapatkan Ridho-Nya dengan bermabda pada keikhlasan dan Amaliah Ishlah serta semangat mahabah. 28 Kemudian dalam buku yang di terbitkan oleh Pimpinan Wilayah PUI Jawa Barat dengan judul Revitalisasi Peran PUI dalam Pemberdayaan Umat. Dalam buku ini terdapat sub bab tentang Dimensi Dakwah di tulis oleh beberapa tokoh dan cendikiawan yang berhubungan dengan skripsi ini. Selanjutnya buku K.H. Ahmad Sanusi Pemikiran dan perjuangan dalam pergolakan Nasional, buku ini mengupas tuntas biografi serta pemikiran KH. Ahmad Sanusi tentang PUI. Buku-buku diatas dan beberapa buku lainnya yang tidak penulis sebutkan semuanya membantu penulis mengarahkan dan memberikan gambaran untuk melakukan penelitian yang khusus lagi terhadap Intisab Sebagai Doktrin PUI, sehingga penulis dapat melakukan penelitian yang lebih lanjut lagi.

F. Kerangka teori Dalam penelitian ini penyusun menggunakan Doktrin sebagai landasan dalam pengembangan teori. Pengertian doktrin adalah sebuah ajaran dalam ilmu atau bidang tertentu yang diterapkan sedemikian rupa oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain dengan sebuah tujuan tertentu yamg sangat spesifik.29 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) doktrin memiliki arti ajaran tentang asas suatu aliran politik, keagamaan; pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan, ketatanegaraan secara bersistem khususnya dalam penyusunan kebijakan Negara.30 Jika melihat pengertian doktrin di atas maka penulis menyimpulkan bahwa doktrin adalah sebuah ajaran atau pemikiran yang mana doktrin tersebut mempunyai tujuan yang jelas.

28 AD ART PUI, diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan Umat Islam (PUI), Tahun 2010, h.11 29 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1986), h. 86 30 Kamus Besar Bahasa Indonesia https://kbbi.web.id/doktrin

15

Pada umumnya doktrin identik dengan sebuah asas yang berlandaskan agama, politik, ataupun ilmu kenegaraan yang tidak disebar luaskan secara umum didalam masyarakat. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa doktrin biasanya akan digunakan sebagai sebuah ilmu atau ajaran tertentu yang disampaikan dengan teknik pengajaran pendekatan khusus terhadap orang orang tertentu saja. Dalam hal ini bisa dikatakan juga bahwa doktrin bukanlah sebuah ajaran yang harus diketahui oleh semua orang umum secara terang terangan, tetapi hanya untuk orang orang tertentu saja. Jadi, doktrin digunakan sebagai sebuah alat atau ilmu tertentu yang penyampaiannya pada dasarnya dimaksudkan untuk tujuan tertentu. Dalam konteks keIndonesiaan, studi doktrin teologi mengalami fase- fase perubahan yang di mulai oleh K.H. (1912), selanjutnya (wafat 1949), Haji Abdul Karim atau yang lebih dikenal dengan (1908-1981 M) sampai pada generasi tahun 1970-an yang dipelopori oleh Harun Nasution dan Nurcholis Madjid yang mana gagasan Nurchalis Madjid tentang bagaimana memperbaiki posisi umat Islam dalam konteks budaya Indonesia gerakan yang di usung lebih dikenal dengan neo- modernisme Indonesia. Bagi Madjid, bagaimanapun tugas terpenting yang harus diselesaikan oleh umat Islam adalah bagaimana ia bisa mengimpelementasikan ajaran Islam secara tepat. Pertama-tama mereka harus memiliki pemahaman yang benar tentang doktrin agama mereka, dan kedua mereka juga harus memahami secara baik lingkungan mereka di mana mereka akan mengimplementasikan ajaran itu, yaitu indonesia.31 G. Sistematika Penulisan Dalam kajian penulisan skripsi ini, penulis membagi pembahasan dalam tiga bahasan yang meliputi: Pendahuluan, Isi, dan Kesimpulan. Kemudian dibagi menjadi lima bab. Pembagian dalam bab-bab ini dikelompokan berdasarkan pada permasalahan.

31 Nurcholis Madjid, islam, Doktrin dan peradaban sebuah telaah kritis tentang masalah keimanan dan kemoderenan.(Jakarta: Paramadian, 1992), h. 25

16

BAB I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori serta sistematika penulisan. BAB II membahas tentang sejarah berdirinya PUI, yakni meliputi latar belakang berdirinya PUI, azas , sifat dan tujuan PUI, serta susunan organisasi dan susunan pengurus. BAB III membahas tentang pengertian intisab dan sejarah intisab yang merupakan idiologi dan doktrin PUI. BAB IV membahas tentang isi Intisab. Yakni Intisab sebagai Mabda (dasar/landasan), Intisab sebagai Manhaj (sistem amaliyah), Intisab sebagai Iqrar Mujahadah (kebulatan tekad), Intisab sebagi tafwidl (sikap penyerahan diri) serta pengaruh Intisab dalam kehidupan sehari hari bagi kader PUI. BAB V berisi tentang kesimpulan atas apa yang telah dipaparkan pada bab- bab sebelumnya serta saran-saran yang diajukan oleh penulis.

BAB II SEJARAH SINGKAT PERSATUAN UMAT ISLAM (PUI)

A. Latar Belakang Persatuan Umat Islam (PUI) Organisasi massa Persatuan Umat Islam yang kemudian disingkat menjadi PUI lahir di Bogor pada tanggal 5 April 1952, merupakan hasil fusi dua organisasi Islam yaitu Perikatan Umat Islam (PUI) dan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII). Perikatan Umat Islam merupakan suatu organisasi yang berdiri pada tahun 1944 oleh Abdoel Halim di Majalengka. Organisasi ini pada awalnya bernama Hayatul Qulub (1911) yang bergerak di bidang pendidikan dan ekonomi, namun pada tahun 1917 berubah nama menjadi Perserikatan Oelama (PO). Kemudian atas bantuan HOS Cokroaminoto, organisasi ini diakui secara hukum oleh pemerintah kolonial Belanda.1 Dan Setelah mengembangkan diri sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan dan pendidikan, pada zaman pemerintah pendudukan Jepang organisasi ini terpaksa menghentikan kegiatannya, karena semua partai politik dan perkumpulan sosial harus dibubarkan dan pemerintahan pendudukan Jepang tidak mengizinkan adanya perkembangan demokrasi.2 Namun tidak berapa lama, lalu diijinkan kembali untuk melakukan kegiatan- kegiatannya, serta didorong oleh kondisi saat itu, maka dilakukan pendekatan dengan pemerintah dan pusat-pusat pimpinan organisasi masyarakat Islam, karena di masa itu dirasakan semua pergerakan sepi, semua perkumpulan gulung tikar sedangkan pembinaan rakyat banyak yang harus diteruskan dan kehidupan di bidang pendidikan dan pengajaran mesti dilancarkan.3 Maka pada tanggal 1 Februari 1944, PO berubah nama menjadi Perikatan Umat Islam (PUI).4 Berbeda dengan PUI, Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII), merupakan organisasi yang didirikan pada tahun 1931 oleh KH. Ahmad

1Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, (Jakarta: Grafiti Press, 1987), h.82 2 S. Wanta. KH. A. Halim Iskandar dan Pergerakannya, (Majalengka: PB.PUI, 1991), h.22 3 S. Wanta. KH. A. Halim Iskandar dan Pergerakannya,... h. 25 4 Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965,… h. 15

17 18

Sanusi di Sukabumi, setelah AII (Al-Ittihadiyatul Islamiyah) mengembangkan diri dan berkiprah dalam pembinaan umat melalui pendidikan, pada jaman pemerintahan pendudukan Jepang tepatnya tanggal 1 Pebruari 1944, AII berubah nama menjadi PUII.5 KH. Ahmad Sanusi dan Abdul Halim sering bertemu terutama di gedung Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan di Sekretariat Masyumi (Majlis syuro muslimin Indonesia) maka terjalinlah hubungan yang akrab di antara mereka dan lahir kehendak untuk menggabungkan dua organisasi yang mereka pimpin. Namun karena KH. Ahmad Sanusi wafat terlebih dahulu pada tahun 1950 di Sukabumi, maka hal itu belum bisa terwujud secepatnya. Baru pada tanggal 5 April 1952 usaha itu terwujud dengan terbentuknya organisasi Persatuan Umat Islam (PUI).6 Adapun yang mendorong terbentuknya fusi kedua organisasi tersebut karena memperhatikan kondisi umat Islam yang sedang diwarnai oleh pertentangan politis-keagamaan serta mempertimbangkan adanya beberapa persamaan di antara organisasi Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia, terutama dalam dasar dan cita-cita yang sama-sama berdaskan Islam dan bercita-cita ingin mewujudkan persatuan di kalangan umat Islam, maka Abdul Halim dan KH. Ahmad Sanusi mempunyai ide yang sama, berkeinginan memfusikan organisasi yang mereka pimpin (Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia). Ide ini kemudian disampaikan oleh KH. Ahmad Sanusi kepada Mr. Syamsudin, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengurus Besar PUII. Beliau menanggapi secara positif mengenai ide tersebut, bahkan berjanji akan ikut berusaha mewujudkannya, meskipun ide tersebut sebenarnya belum dibicarakan secara formal dan mendalam.

5 Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, ...h. 23 6 S. Wanta. KH. A. Halim Iskandar dan Pergerakannya,...h. 32 19

Masa antara tahun 1945 sampai tahun 1950 dikenal dengan masa revolusi fisik. Pada masa ini terjadi beberapa peristiwa yang menyebabkan negara dalam keadaan kacau.7 Hal ini mengundang perhatian Abdul Halim dan KH. Ahmad Sanusi, sehingga pembicaraan mengenai kemungkinan berfusinya Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia mengalami hambatan. Pada tahun 1950 KH. Ahmad Sanusi meninggal dunia di Gunung Puyuh Sukabumi. Berita ini menyebar luas ke seluruh anggota Persatuan Umat Islam Indonesia termasuk kepada Mr. Syamsudin, yang pada waktu itu sedang bertugas menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Pakistan. Mendengar berita tersebut, Mr. Syamsudin teringat kepada janjinya dalam menanggapi ide KH. Ahmad Sanusi dan Abdul Halim yang pernah disampaikannya mengenai kemungkinan dilaksanakannya fusi antara PUI dan PUII. Oleh karena itu ketika ia pulang ke Jakarta dan dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat.8 ia mengirimkan surat kepada Abdul Halim yang berisi sebagai berikut: 1. Memberitahukan tentang kondisi Mr. Syamsudin yang sedang sakit sejak kedatangannya di Jakarta. 2. Menceritakan tentang pengaruh wafatnya KH. Ahmad Sanusi terhadap Mr. Syamsudin yang berkenaan dengan jabatannya sebagai Wakil Ketua Pengurus Besar PUII, dengan sendirinya beralih. Di samping itu di kalangan anggota Pengurus Besar telah terjadi pembicaraan tidak resmi dan kesamaan pendapat yang memilih Mr. Syamsudin untuk dijadikan sebagai Ketua Umum menggantikan kedudukan KH. Ahmad Sanusi dalam struktur kepengurusan organisasi. 3. Mengingatkan Abdul Halim tentang rencana yang pernah dibicarakan dengan KH. Ahmad Sanusi mengenai kemungkinan dilakukannya fusi antara PUI dan PUII. Dengan memperhatikan kondisi umat Islam di

7 C.S.T. Kansil dan Julianto Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2010), h.45-57 8 Asep Daud Kokasih, Terbentuknya Gerakan Persatuan Umat Islam di Bogor tahun 1952. (Skripsi IKIP Muhammadiyah Purwokerto, 1993), h. 80 20

Indonesia pada waktu itu, ia menganggap tepat jika masalah tersebut diwujudkan secepatnya. Untuk itu ia berpendapat bahwa orang yang dianggap pantas untuk memimpin usaha memfusikan Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia adalah Abdoel Halim. Jika usaha ini tercapai, dia menyatakan kesediaannya untuk membantu dalam mengatur organisasi yang dihasilkannya.9 Selanjutnya, surat Mr. Syamsudin yang dikirimkan kepada Abdul Halim diterima di Santi Asromo Majelengka bersamaan dengan menyebarnya berita tentang wafatnya Mr. Syamsudin di Rumah Sakit Umum Pusat Jakarta. Oleh karena itu, selaku Ketua Umum Pengurus Besar PUI, Abdul Halim segera mengadakan pertemuan dengan anggota Pengurus Besar lainnya untuk membahas isi surat yang telah diterimanya. Dalam pertemuan ini forum menanggapi positif maksud yang terkandung di dalam surat tersebut, dan sebagai tindak lanjutnya mereka sepakat untuk mengadakan hubungan dengan Pengurus Besar Persatuan Umat Islam Indonesia.10 Munculnya kesepakatan untuk melebur Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia, selain dalam rangka melaksanakan wasiat Mr. Syamsudin, juga didukung oleh beberapa faktor yang menjadi pertimbangan kedua belah pihak dalam pertemuan itu, antara lain: 1. Adanya persamaan yang terdapat pada kedua organisasi, khususnya dalam dasar dan prioritas program perjuangan yang sama-sama berdasarkan Islam dan mengutamakan program perjuangan dalam bidang pendidikan. 2. Organisasi keduanya ini menyadari bahwa minimnya kader potensial yang dimiliki oleh kedua organisasi tersebut,. jika keadaan seperti ini tidak segera diatasi oleh kedua belah pihak, lalu pertanyaannya apakah yang bisa mereka sumbangkan kepada agama, nusa dan bangsa. 3. Kedua organisasi merasa khawatir terhadap kondisi umat Islam di Indonesia yang pada waktu itu sedang mengalami disintegrasi. Hal ini

9 Salinan surat Mr. Syamsudin dimuat dalam buku Moh. Akim, KH. Abdul Halim Penggerak PUI, Yayasan KH. Abdul Halim. Majalengka. 1968. Hal 23-24 10 S. Wanta, Persatuan Umat Islam Aliran Moderen,(Majalengka: PB. PUI,1991), h. 4-6. 21

terjadi karena semakin tajamnya pertentangan yang muncul di kalangan umat Islam dalam bidang pemikiran dan praktek keagamaan serta bidang politik.11 B. Azas, Sifat dan Tujuan PUI 1. Azas Persatuan Umat Islam Berdasarkan anggaran dasar PUI hasil rumusan pertemuan di Bogor tahun 1952, maka PUI berazaskan ajaran Islam. Hal ini berkenaan dengan keyakinan agama Islam merupakan aturan Allah yang dnegan keluasan ilmu-Nya menunjukan jalan yang lurus yang dapat menyampaikan manusia kepada kebahagiaan dan keselamatan hidup, jalan yang benar tanpa kesesatan dan tidak sedikit pun kepentingan Allah yang terselip di dalam ajaran tersebut. Kepercayaan kepada Allah yang menyebabkan PUI lebih percaya kepada ajaran Allah (Islam) yang lebih sempurna daripada ideologi lain yang merupakan hasil kajian manusia yang terbatas.12 Sebagai penjabaran dari Islam yang merupakan azas PUI, maka disusunlah suatu strategi dasar perjuangan PUI yang berisi prinsip yang menjadi landasan perjuangan yang tertuang dalam bentuk falsafah yang dinamakan Intisab atau doktrin yang selanjutnya nanti akan penulis lebih jelaskan di bab selanjutnya. Menurut S. Wanta bahwa setiap organisasi pasti mempunyai landasan yang kokoh sebagai pedoman pokok untuk bergerak mencapai tujuan yang digariskan. Pedoman pokok suatu organisasi merupakan prinsip-prinsip perjuangan yang memiliki fungsi sebagai pengontrol sekaligus kendali agar setiap gerak kebijaksanaan organisasi agar tidak menyimpang dari ide dasarnya. Di samping itu, prinsip-prinsip tersebut akan menjadi identitas yang mewarnai seluruh kehidupan organisasi dan anggota-anggotanya di tengah masyarakat. Prinsip-prinsip atau landasan perjuangan PUI, tertuang dalam bentuk falsafah yang terkenal di kalangan warganya dengan nama Intisab. Intisab

11Diambil dari Kutipan Wawancara dengan S. Wanta selaku penasehat PD. Daerah PUI, Majalengka, pada tanggal 1 Juli 1995 di Majalengka 12 Tafsir Azas Persatuan Umat Islam, (Majalengka: BP.PUI, 1991), h.3 22

berasal dari bahasa Arab, yang berasal dari kata kerja “intasaba” yang dimasdarkan menjadi Intisaabun dan merupakan bentuk Tsulasi mujarrod “nasaba” yang menurut arti harfiahnya adalah seketurunan, senyawa, intisab, maka istilah yang dimaksud ialah mengintegrasikan diri, mensenyawakan jiwa kepada ungkapan-ungkapan kata yang diucapkan.13 Menurut S. Wanta falsafah Intisab diciptakan oleh Abdul Halim pada zaman pemerintahan pendudukan Jepang. Intisab lahir sebagai doktrin tandingan terhadap ajaran Seikerei yaitu ruku‟ ke arah Tokyo sambil memusatkan hati kepada Tenno Haika yang dianggap sebagai keturunan Dewata. Hal semacam ini dianggap oleh Abdoel Halim dalam kategori kemusyrikan. Berdasarkan itu, Abdul Halim menyusun Intisab sebagai tali pengikat sekaligus penggerak dalam berjuang, termasuk berjuang di dalam PUI.14 Adapun teks falsafah Intisab adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 Teks Falsafah Intisab

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksu bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Allah tujuan kami, ikhlas dasar kami, membuat kemaslahatan adalah jalan kami. Kasih sayang adalah kebesaran kami. Kami berjanji kehadirat Allah atas kebenaran, keikhlasan, keyakinan, dan menuntut Allah dalam beramal di kalangan hamba-hamba-

13 35 Tahun PUI dalam Penyelenggaraan Pendidikan., (Majalengka: PB.PUI, 1991), h. 7 14 35 Tahun PUI dalam Penyelenggaraan Pendidikan,... h. 8 23

Nya dengan bertawakal kepadaNya. Dengan nama Allah, yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Dengan nama Allah, tiada daya dan tiada kekuatan, melainkan hanya dengan pertolongan Allah Maha Mulia. Allah Maha Besar.15

Untuk memahami intisab secara mendalam susunannya dibagi menjadi tiga bagian: a. Pendahuluan Bagian pendahuluan terdiri dari dua komponen yaitu bacaan basmalah dan dua kalimat syahadat, yang merupakan titik tolak dari semua tindakan seorang Muslim. Pembacaan ini sebagai pembukaan dari semua tindakan yang harus didasarkan atas nama Allah SWT semata-mata. Selanjutnya subjek yang akan melaksanakan itu harus benar-benar seorang yang percaya dan mempunyai keyakinan kepada Allah SWT. Oleh karena itu maksud untuk lebih menegaskan kembali kepribadian dan identitas Muslim, pembacaan syahadat diletakkan setelah basmalah. b. Isi yang merupakan landasan beramal Landasan beramal ini terdiri dari empat komponen yaitu: 1) Allahu Ghoyatuna (Allah adalah pusat pengabdian kami) Yang dimaksud adalah bahwa pengabdian atau beramal sholeh hanya ditujukan kepada Allah semata-mata untuk mendapatkan keridhoan-Nya.16 Pengabdian merupakan unsur yang penting dalam agama. Setiap pengikut agama merasa bahwa dia harus dapat mengabdikan diri kepada Tuhan, yang ia agungkan dan ia sembah. Pengabdian dalam agama itu ialah adanya kesediaan untuk menjalankan semua perintah-perintah Tuhan dan bersedia pula untuk meninggalkan semua larangan-laranganNya.

15 S. Wanta. Intisab PUI lahir, Penjelasan dan Penerapannya, (Majalengka: PB.PUI, 1990), h. 6 16 S. Wanta, Intisab PUI,... h.10 24

Inilah landasan beramal yang pertama dalam falsafah Intisab yaitu pengabdian kita hanya ditujukan kepada Allah semata, dalam rangka fungsi kita sebagai manusia.17 Hal ini telah disebutkan dalam Al-Quran, surat Adz-Dzariyat ayat 56.

   .    Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

2) Wal Ikhlasu mabdauna (Ikhlas adalah dasar pengabdian kami) Pengertian ikhlas dalam agama ialah bahwa pengabdian/ibadah itu hanya dimaksudkan untuk mendapatkan keridhoan Allah semata-mata. Di samping itu tidak ada tujuan yang lain, dan semuanya berada dalam suatu rangkaian bahwa kita umat Islam/manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi kepada-Nya saja. Hal ini bukan berarti tidak memikirkan masyarakat yang ada di sekitar, sebab pengertian pengabdian/ibadah menurut agama Islam mempunyai dua kerangka, yang pertama, ibadah dalam rangka hubungan manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai Khalik dan kedua, ibadah dalam rangka hubungan manusia dengan sesamanya dan alam sekitarnya. 3) Wal Islahu Sabiluna (Islah adalah cara pengabdian kami) Kata islah merupakan masdar dari kata Aslaha yang artinya memperbaiki. Pengertian memperbaiki disini mencakup segi-segi kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan sosial, pengabdian kepada Allah dalam rangka hablum minannas harus menggunakan cara-cara atau perbaikan bagi semua pihak, sehingga dapat mencapai hasil yang baik dan merata. Di samping itu, tidak dibenarkan adanya prinsip

17 Lambang, Mars, Hymne, Intisab PUI, (Majalengka: PB.PUI, 1991), h. 9-13 25

bahwa untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan boleh menghalalkan segala cara.18 4) Wal Mahabbatu Syi’aruna (Cinta kasih sayang adalah syiar pengabdian kami).19 Landasan ini memberikan pengertian bahwa pengabdian tersebut harus didasarkan kepada rasa kasih sayang. Rasa kasih sayang yang dimaksud adalah yang didasarkan kepada perasaan satu keagamaan dan satu keyakinan. Rasa sayang inilah yang dianjurkan oleh Rasullah SAW, yaitu Ta-akhkha baina muslim wa muslim (menjadi saudara sesama muslim). Dengan pengertian ini, maka ajaran Islam menetapkan bahwa harus terjalin persaudaraan yang kuat antara seorang muslim dengan muslim lainnya yang didasarkan pada taqwa. Ini berarti kejatuhan saudara kita adalah kejatuhan kita pula. c. Penutup Penutup ini berupa sumpah atau janji yang berbunyi: Kami berjanji kepada Allah untuk melaksanakan kebenaran, keikhlasan, keyakinan kepada Allah SWT dan mendapatkan keridhoanNya dalam beramal untuk hamba-hamba Allah dengan bertawakal kepadaNya.

Pengertian dari janji ini adalah bahwa setelah kita menetapkan dasar atau landasan beramal, kita berjanji atau bersumpah untuk melaksanakan pengabdian tersebut dengan cara-cara yaitu: a. Kita beramal dengan dasar kebenaran yang bersumber kepada ajaran Islam. b. Kita beramal dengan dasar keikhlasan. c. Kita beramal dengan keyakinan kepada Allah SWT, sebagai ketetapan hati yang memberi akibat kepada tindakan kita artinya

18 S.Wanta, Intisab PUI, h.18-20 19 Lambang, Mars, Hymne, Intisab PUI,... h.15-18 26

kita yakin bahwa semua tindakan manusia itu akan diadili oleh Allah SWT. d. Kita beramal dengan dasar untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. e. Dan kita beramal dengan bertawakal kepada Allah SWT. Perjuangan PUI di dasarkan pada suatu program atau bidang garapan yang terdiri dari delapan pokok perbaikan, yang dikenal dengan istilah “Islahuts Tsamaniyah”. Adapun perinciannya sebagai berikut: 1) Islahul Aqidah (Perbaikan I‟tikad/kepercayaan) 2) Islahul Ibadah (Perbaikan cara ibadah) 3) Islahul „Adah (Perbaikan adat istiadat) 4) Islahul Tarbiyah (Perbaikan pendidikan) 5) Islahul „Ailah (Perbaikan keluarga) 6) Islahul Mujtama‟ (Perbaikan sosial) 7) Islahul Iqtishod (Perbaikan ekonomi) 8) Islahul Ummah (Perbaikan umat).20 Namun dalam perjalanan selanjutnya, berhubungan dengan munculnya UU No. 8 tahun 1985, yang berisi tentang keormasan, yaitu bahwa setiap organisasi baik sosial kemasyarakatan atau sosial keagamaan harus berazaskan Pancasila, maka PUI berazaskan Pancasila. Begitu pula, Persatuan Umat Islam dalam Muktamarnya yang ke VII (Januari 1975) di Sukabumi yang berdasarkan rapat pleno Pengurus Besar PUI telah menetapkan bahwa Intisab menjadi dasar pendidikan dan perjuangan PUI.21 2. Sifat dan Tujuan Persatuan Umat Islam Gerakan Persatuan Umat Islam mempunyai sifat dan tujuan tertentu yang mempengaruhi pola perjuangannya, sebagai suatu gerakan Islam. Secara organisatoris Persatuan Umat Islam menentukan diri bersifat

20 S. Wanta, Intisab PUI, …h.16 21 35 Tahun PUI dalam penyelenggaraan Pendidikan, h. 6. 27

independen tidak berafiliasi pada salah satu organisasi manapun, 22 dan menitik beratkan kepada sosial, pendidikan dan keagamaan. Selanjutnya penulis mengambil kesimpulan bahwa gerakan Persatuan Umat Islam dibentuk dengan tujuan dalam rangka berusaha mencapai terwujudnya kebahagiaan umat. Tujuan ini memiliki konotasi terealisasinya ajaran Islam di tengah-tengah umatnya. Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Persatuan Umat Islam pasal 4, dinyatakan bahwa tujuan organisasi ini menuju terlaksananya Syariah Islamiyah Ahli Sunnah Wal Jamaah untuk terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi Allah SWT, sesuai dengan hasil Muktamar PUI yang ke III di kota Majalengka.23 Hal ini sebagamana yang telah di tulis dalam AD/ART PUI yang Kemudian selanjutnya berdasarkan Pedoman Kerja Pengurus (PKP) pasal 2 dinyatakan tujuan PUI dibagi menjadi dua yaitu: a. Tujuan umum, seperti yang tercantumkan dalam pasal 4, yaitu menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi Allah SWT. b. Tujuan khusus yaitu tercapainya efisiensi aktivitas kerja yang pragmatis, terkoordinir, sistematis dan terarah untuk seluruh usaha dan kegiatan pengurus dalam mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan itu gerakan Persatuan Umat Islam menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut: a. Memajukan pelajaran dan pendidikan Islam dalam arti yang seluas- luasnya. b. Mengajar dan mendidik para pemuda (putra dan putri) c. Menerbitkan majalah, membangun perpustakaan dan taman bacaan. d. Mengadakan tabligh dan penerangan agama Islam. e. Mendirikan persekutuan perdagangan, pertanian, dan usaha-usaha lain dalam lapangan perekonomian.

22 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PUI. PB. PUI. Majalengka, h. 2 23 AD/ART PUI Persatuan Umat Islam Pergerakan Aliran Modern, h. 15 28

f. Melaksanakan bakti sosial terhadap orang-orang yang menderita, fakir, miskin dan yatim-piatu. g. Memelihara dan mendirikan tempat peribadatan serta barang-barang wakaf. h. Membangun semangat untuk terlaksananya persatuan dalam kalangan umat Islam. i. Kerja sama dengan perhimpunan lain dalam usaha memajukan Islam. j. Menunaikan peribadatan dan menggembirakan umat dalam berbakti kepada Allah SWT. Usaha-usaha ini diselenggarakan dengan berpedoman pada prinsip- prinsip perjuangan yang telah ditetapkan.

C. Tokoh Pendiri 1. KH. Ahmad Sanusi

Ahmad Sanusi dilahirkan pada malam jum‟at, tepat pada tanggal 12 Muharram 1306 H dan bertepatan pada tanggal 18 September 1888 M, di Kampung Cantayan Desa Cantayan Kecamatan Cantayan Kabupaten Sukabumi.24 Beliau adalah anak ke tiga dari delapan bersaudara pasangan K.H. Abdurrohman dengan Ibu Empok.

Selanjutnya mengutip dari buku yang di tulis oleh Wawan Hernawan, dengan judul Seabad Persatuan Ummat Islam, ia menjelaskan bahwa sejak kecil beliau belajar ilmu agama dari ayahnya sendiri, K.H Abdurrahim, pemimpin Pesantren Cantayan di Sukabumi. kemudian beliau lanjut belajar dari pesantren ke pesantren di daerah Jawa Barat. Pada tahun 1904 K.H. Ahmad Sanusi masih tetap mencari ilmu Agama tanpa ada rasa bosan kemudian berangkat ke Timur Tengah tepatnya di Kota Mekkah untuk memantapkan atau memperdalam ilmu agama.

24 Munandi Shaleh, K.H.Ahmad Sanusi, Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan Nasional. (Tangerang Selatan: Jelajah Nusa, 2014),h.2 29

Pada tahun 1915 K.H Ahmad Sanusi pulang ke tanah air, kemudian beliau membantu bapaknya membina Pondok Pesantren Cantayan kemudian membina para ulama. kemudian pada tahun 1922 K.H. Ahmad Sanusi atau sering di panggil Ajengan Sanusi mulai melebarkan sayapnya dan ingin mengamalkan ilmunya dengan mendirikan pesantren Genteng Babakan Sirna, Cibadak, kabupaten Sukabumi. sistem mengajar yang dilakukan oleh Ahmad Sanusi menggunakan bahasa yang sederhana dan menerapkan Metode Halaqah (santri atau murid membuat lingkaran) serta didukung oleh kemampuan yang baik sebagai orator.25 Selanjutnya, Pada tahun 1934 K.H. Ahmad Sanusi dikembalikan oleh Kolonial Belanda ke Sukabumi dengan status tahanan kota selama 5 tahun lamanya, seiring dengan keadaan tersebut Pengurus Besar AII pun dipindahkan ke Sukabumi. Pada tahun itu juga, K.H. Ahmad Sanusi mendirikan Pesantren Gunung Puyuh di Sukabumi yang masih berjalan sampai sekarang dan semakin berkembang. Setelah itu beliau kembali ke Sukabumi pada tahun 1950, K.H.Ahmad Sanusi, berpulang ke hadirat Ilahi. Atas dasar itu, pemerintah Indonesia mengakui jasa-jasanya dan menjadikan beliau sebagai salah seorang pendiri Republik Indonesia dengan menganugerahkan atau memberikan gelar Bintang Maha Putera Utama kepada Almarhum K.H. Ahmad Sanusi.26 Itulah sekilas profile KH.Ahmad Sanusi yang dapat penulis ulas di karya ilmiah ini. 2. KH. Abdoel Halim Abdoel Halim adalah salah seorang pejuang kemerdekaan bangsa yang berasal dari Jawa Barat dan mempunyai andil besar dalam mempersiapkan kelahiran Republik Indonesia. Tokoh Ummat Islam ini adalah anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia). Selanjutnya, penulis mengutip dari buku yang di tulis oleh

25 Munandi Shaleh, K.H.Ahmad Sanusi, Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan Nasional..h.8 26 Munandi Shaleh, K.H.Ahmad Sanusi, Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan Nasional…h.3 30

Dartum Sukarsa. Dengan judul Potret K.H. Abdul Halim, menjelaskan bahwa Abdul Halim lahir tanggal 26 Juni 1887 di Desa Sutawangi, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka Jawa Barat. Latar belakang keluarga beliau memang dikenal taat dalam beragama, bahkan dalam buku tersebut dijelaskan bahwa ibunya masih keturunan dari Sultan Syarif Hidayatullah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pendidikan yang menyangkut pelajaran agama Islam, sudah didapatinya sejak usia dini, dan pada usia 21 tahun setelah tamat belajar dari berbagai pesantren di Majalengka pada tahun 1908, beliau menunaikan ibadah haji lalu menetap di Mekah sambil menambah wawasan keilmuan27. Sepulang dari Mekkah, ia mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Majlisul Ilmi. Dengan wadah ini ia giat berjuang dalam pengembangan penyiaran ajaran Islam. pada tahun 1912, KH. Abdoel Halim mulai menyempurnakan organisasi Majlisul Ilmi menjadi organisasi yang lebih besar dengan nama Hayatul Qulub yang pergerakannya selalu berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dan juga mendorong kegiatan ekonomi rakyat dalam menghadapi persaingan dengan pengusaha asing yang sudah menguasai pasar juga melakukan perlawan terhadap penindasan Belanda kepada rakyat yang hanya memeras rakyat. Hayatul Qulub memelopori berdirinya perusahaan percetakan, pembangunan, pabrik tenun serta pengembangan usaha-usaha pertanian . Suatu hal yang menarik adalah penerapan sistem pemilikan saham-saham perusahaan bagi guru-guru yang aktif mengajar. Di bidang sosial-kemasyarakatan, KH. Abdoel Halim mendirikan rumah yatim piatu Fatimiyah. Penulis menambahkan, bahwa dari hal ini, jelas bahwa pemikiran dan konsep Abdul Halim juga sudah sangat maju dan berkembang. CEK Organisasi Hayatul Qulub tidak berumur panjang karena ditutup oleh pemerintah Belanda dengan alasan menganggu keamanan. Akan tetapi KH. Abdul Halim tetap gigih dan tidak pernah menyerah kegiatan-

27 Dartum Sukarsa, Potret K.H. Abdul Halim, (Bandung: PT.Sarana Panca Krya Nusa, 2007), h. 1 31

kegiatan perjuangannya tetap berjalan meskipun dapat perlawanan dari pemerintahan Belanda. Baru pada tahun 1916 berdiri organisasi dengan nama Perikatan Oelama (PO) sebagai pengganti Hayatul Qulub. Tahun 1924 Perikatan Oelama semakin berkembang dan hampir menjangkau ke seluruh wilayah Jawa dan Madura. Pada Kongres ke IX P.O, KH. Abdul Halim melahirkan ide untuk membangun sebuah pondok Pesantren, dimana santri tidak saja belajar agama tetapi juga dilatih berbagai kerajinan dan keterampilan. Ide ini mendapat sambutan positif yang pada akhirnya berdiri pondok pesantren yang dikenal dengan sebutan Santi Asromo.28

D. Program Kerja Persatuan Umat Islam merupakan suatu organisasi sosial kemasyarakatan dan sosial keagamaan yang menitik beratkan pada masalah pendidikan dan dakwah, yang mempunyai dasar, tujuan dan pola pendidikan tersendiri serta Intisab sebagai landasan perjuangan PUI dalam rangka pengembangannya terhadap masyarakat luas. Adapun dalam aktivitasnya, PUI membuat koordinasi kerja dalam melaksanakan programnya, dalam hal ini PUI membagi menjadi beberapa Majelis, dan di dalam majelis terdapat beberapa poin yaitu: 1. Majelis Pendidikan dan Pengajaran (MPP). a. Menyelenggarakan Tarbiyatul Intisabiyah yaitu serangkaian program pendidikan dan pelatihan di lembaga pendidikan formal. b. Menyusun kurikulum pendidikan. c. Mengupayakan jumlah dan mutu pesantren, sekolah, madrasah dan perguruan tinggi. d. Mengupayakan peningkatan mutu guru-guru sekolah/ madrasah PUI. e. Mengadakan latihan keterampilan bagi siswa.

28 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam (1911-2011),... h. 54 32

2. Majelis Sosial dan Wakaf (MSW) a. Mengadakan kegiatan pembinaan ‘Ailah Islamiyah b. Mengadakan pembinaan jama.ah/ranting PUI. c. Mengadakan bimbingan dan penyelenggaraan zakat, infak dan shodaqoh. d. Mengadakan pengumpulan dan pengolahan tanah wakaf dan tanah milik PUI. e. Menginventaris kekayaan PUI berupa gedung, madrasah dan musholla. 3. Majelis Wanita a. Mengadakan lembaga berumah tangga. b. Meningkatkan penyelenggaraan Taman Kanak-kanak Islam dan Taman Pendidikan Al-Quran di bawah asuhan teknis edukatif MPP, dan menyelenggarakan tempat penampungan anak-anak asuh. c. Meningkatkan mutu dan jumlah majelis taklim wanita PUI. d. Mengadakan kegiatan keputrian PUI. 4. Majelis Penyiaran dan Penerangan Dakwah (MPPD) a. Mengadakan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dakwah. b. Mengadakan majelis taklim. c. Mengadakan tablig umum. d. Mengadakan penelitian dan pengembangan dengan membuat satu daerah binaan sebagai pengembangannya. e. Mengadakan penerangan dan penyinaran dengan menerbitkan buku- buku, majalah, dan risalah yang menyangkut PUI, dalam rangka tersebarnya informasi berbagai hal dan aktivitas keorganisasian. 5. Majelis Pemuda a. Mengadakan pelatihan kepemudaan. b. Mengadakan Diklat ke-PUI-an dan pengkaderan. c. Mengadakan pelatihan kesehatan jasmani berupa menapak tilas ke Santi Asromo sebagai tempat dimana Abdoel Halim mengembangkan 33

pendidikannya pertama kali pada masa pendirian Perserikatan Oelama (PO). Serta mengikuti pekan olah raga. d. Mengadakan berbagai aktivitas keputrian berupa keprakaryaan dan kerumah tanggaan dengan berbagai macam kegiatan seperti memasak, menjahit, kesehatan, mode dan tata laksana rumah tangga. Dalam hal ini yang menjadi objek binaan bagi Majelis Pemuda adalah para pelajar dan alumni madrasah PUI. 6. Majelis Perekonomian a. Meningkatkan wirausaha lemah dan menengah yaitu adanya proyek- proyek percontohan pada suatu cabang atau ranting di setiap daerah PUI. b. Mengupayakan pendanaan organisasi PUI dalam wujud bimbingan modal dengan mengadakan pengorganisasian dan pengerahan tenaga secara maksimal dalam memperoleh dana dari zakat, infak, sedekah, wakaf, dan usaha lainnya untuk membiayai program amal PUI. c. Mengatur dan memberikan kesejahteraan bagi guru-guru PUI, serta memajukan koperasi.29

29 Kutipan Wawancara dengan S. Wanta, Ummu Mu‟minullah selaku Ketua Pengurus Daerah Majalengka, serta Takyin selaku Sekretaris Daerah dan Observasi pada tanggal 25 Juni 1995 dan 1 Juli 1995 di Majalengka. Dalam buku S. Wanta. Intisab PUI lahir, Penjelasan dan Penerapannya, (Majalengka: PB.PUI, 1990). BAB III DOKTRIN AJARAN PERSATUAN UMAT ISLAM (PUI)

A. Pengertian Intisab Arti kata Intisab menurut bahasa Arab adalah nasaba-yansibu-nasban- wanisbatan, yang artinya menghubungkan, mempersenyawakan, mengkerabatkan, satu keturunan, dan mempersaudarakan. Menurut istilah Intisab adalah ucapan pernyataan atau ikrar secara pribadi atau jamaah untuk mempersenyawakan, memperhubungkan, menisbatkan ucapan dengan pengamalan.1 secara sederhana intisab adalah ikrar atau janji. Intisab juga mengandung perumusan mengenai mabda (titik tolak, dasar, landasan), manhaj (metode amaliah), iqrar Mujahadah (kebulatan tekad seta kesungguhan perjuangan dan pengorbanan), dan tawakkal (penyerahan diri) kepada Allah baik dari jamiyyah (perhimpunan) ataupun jamaah (pimpinan, anggota dan wagra) persatuan umat Islam dalam melaksanakan setiap amaliyahnya, baik secara sendiri ataupun bersama-sama.2 Selanjutnya Intisab memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Sebagai pedoman dasar dalam beriman 2. Falsafah dasar dalam berfikir serta memecahkan masalah hidup dan kehidupan 3. Tolak ukur dalam menentukan kepribadian dalam langkah perjuangan 4. Rangkaian kalimat bai’at bagi warga dan pengurus PUI 5. Kunci untuk mengajak kembali kepada Al-Quran dan sunnah.3

1 Dewan Pertimbangan Pusat PUI, Khittah Dakwah PUI, (Jakarta: Dewan Pertimbangan Pusat PUI, 2015), h.34 2 Persatuan Umat Islam (PUI), dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan Ummat Islam 9PP PUI) 2015, h. 17 3 Dewan Pertimbangan Pusat PUI, Khittah Dakwah PUI, ...h.35

34

35

B. Intisab Sebagai Mabda Intisab sebagai mabda’ (titik tolak, dasar, landasan). Mabda atau Al- Mabda adalah suatu bentuk (shigat) masdar “mimy” dari kata “bada‟a yabda‟u mabda‟an” yang artinya memulai, dalam istilah orang banyak Al- Mabda artinya pemikiran mendasar yang tidak ia dapatkan pemikiran sebelumnya secara mutlak (pemikiran yang tidak pernah meniru pemikiran lain atau menjiplak). selanjutnya dipertegas oleh KH. Ujang syafei (adik Almarhum. KH. Ahmad Sanusi) bahwa memulai segala sesuatu atas nama Allah swt.4 Dari penjelasan diatas, jelas bahwa setiap anggota PUI di doktrin untuk selalu memulai segala sesuatu atas nama Allah swt seperti yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman „alaihis salam menulis surat yang di tujukan kepada penguasa Saba’ dengan di awali kalimat bismillah sebagaimana yang tertulis dalam Al-Qur’an QS.An-Naml ayat 30.

 . .       Artinya: “Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Naml: 30)

Nabi kita Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam pun mengirimkan suratnya pada Raja Heraklius, beliau mulai dengan bismillah. Begitu juga saat berkhutbah, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam memulainya dengan kalimat Alhamdu lillah serta memuji Allah Ta‟ala.5 yang dijelaskan juga dalam hadits nabi saw dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam. Bersabda :

ُك ُّل َك ََل ٍم أَ ْو أَ ْم ٍر ِذي بَا ٍل ََل يُ ْفتَ ُح بِ ِذ ْك ِر هللاِ فَهُ َى أَ ْبتَ ُر – أَ ْو قَا َل : أَ ْق َط ُع – “Setiap perkataan atau perkara penting yang tidak dibuka dengan dzikir pada Allah, maka terputus berkahnya.” (HR. Ahmad, 2: 359)

4 Hasil wawancara dengan KH. Ujang Syafei, pada tanggal 28 Agustus 2017, jam 13.00 WIB 5 https://rumaysho.com/14810-mulailah-dengan-bismillah.html 36

Maka, dari hadits diatas penulis menyimpulkan bahwa setiap apa yang kita lakukan yang memfungsikan seluruh bagian organ tubuh manusia menuju kearah perbuatan yang terpuji, harus di mulai dengan kalimat "Bismillaahir Rahmaanir Rahiimi" dengan harapan hasil dari pekerjaan tersebut adalah sebaik-baiknya pekerjaan dan mendapat Rida dari Allah SWT, sebab pada hakikatnya semua yang kita gunakan untuk melakuakan yang kita inginkan adalah milik Allah swt sang maha penguasa alam raya, dan hasil yang kita harapkan juga tidak lepas dari qudrat dan Iradat Allah swt semata. Secara sederhana penulis menyimpulkan juga bahwa seluruh gerak perbuatan kita harus berdasarkan atau bertujuan untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Bagi kader PUI adat yang seperti inilah yang harus disebar luaskan dan di tularkan kepada masyarakat umum. C. Intisab Sebagai Manhaj Manhaj berasal dari kata Nahaj atau minhaaj yang artinya jalan yang jelas, terang dan dikatakan juga (mengikuti) jalan yang lurus atau mengikuti sunnah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh KH. Ujang Syafei dari hasil wawancara penulis, intisab sebagai manhaj (metode amaliah) bahwa kader dan anggota PUI berpegang pada fiqih Syafi’iyah.6 Oleh karena itu, hal ini sejalan dengan mayoritas masyarakat Indonesia yang memegang juga faham fiqih Syafi’iyah. Imam Syafi'i merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri, beliau menolak Istihsan (kecenderungan kepada sesuatu karena ia menganggap lebih baik) dari Imam Abu Hanifah maupun Mashalih Mursalah (mencapai kemaslahatan) dari Imam Malik. Namun Imam Syafi'i menerima penggunaan qiyas secara lebih luas dibandingkan dengan Imam Malik. keunggulan dari Imam Syafi'i sebagai ulama fiqh, ushul fiqh, dan hadits pada masanya yang membuat mazhab Imam Syafi’i di ikuti oleh banyak pengikut, dan kealiman Imam Syafi’i diakui oleh banyak ulama yang hidup sezaman dengannya.7

6 Hasil wawancara dengan KH. Ujang Syafei, pada tanggal 28 Agustus 2017, jam 13.00 WIB

37

Secara sederhana intisab sebagai Manhaj adalah kader PUI atau PUI itu sendiri dalam hal mhab ia lebih kepada Imam Syafi’i tapi bukan berarti ia menganggap diluar dari itu salah, dan tidak mempermasalahkan orang Islam atau di luar kader PUI yang memegang madhab diluar dari Imam Syafi’i. D. Intisab Sebagai Iqrar Mujahadah Ta’rif (definisi) ikrar dalam Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah janji yang sungguh sungguh. Jika mengacu pada hasil wawancara dengan KH. Ujang Syafei yang dimaksud dengan Intisab sebagai iqrar mujahadah adalah berjanji untuk bersungguh-sungguh melaksanakan ibadah dan terus berkarya amal shaleh sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah swt.8 Yang bersandar pada Qs. An-Nahl: 90 bahwa Allah swt memerintahkan untuk selalu berbuat adil dan berbuat kebajikan (berkarya amal shaleh). Rumusan intisab sebagai iqrar mujahadah mencita-citakan agar setiap anggota dan kader untuk selalu berbuat atau berkata sesuai dengan perintah Allah tanpa menyalahi-Nya.

            

       Artinya:Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (An-Nahl: 90)

Ayat tersebut termasuk salah satu ayat yang membahas masalah paling komprehensif di kitab al-Quran, karena dalam ayat digambarkan hubungan manusia dan sosial kaum Mukmin di dunia yang berlandaskan pada keadilan, kebaikan dan menjauh dari segala kezaliman dan arogansi. Kita harus mengetahui bahwa Adil dan keadilan merupakan landasan penting dalam

7 Hisham M. Ramadan , Understanding Islamic Law: From Classical to Contemporary, (Roman:2006), ISBN 978-0759109919, h. 27-28 8 Hasil wawancara dengan KH. Ujang Syafei, pada tanggal 28 Agustus 2017, jam 13.00 WIB 38

ajaran Islam dan syariat agama ini. Allah Swt tidak berbuat zalim kepada siapapun dan melarang seseorang berbuat zalim kepada orang lain dan menginjak hak-hak setiap manusia. selanjutnya, Allah Swt melarang beberapa hal agar tenjaga keselamatan jiwa dan keamanan masyarakat. Hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt adalah perbuatan tercela dan buruk yang dapat memberikan dampak negatif bagi yang orang melakukannya dan orang yang menjadi korbannya. Pada dasarnya semua manusia pun mengetahui dan mengakui bahwa perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt adalah tindakan yang buruk dan tercela dan itu harus kita hindari. Dari ayat di atas tadi terdapat dua pelajaran yang dapat kita ambil sebagai pelajaran, yaitu: 1. Di samping keadilan, ihsan atau kebaikan juga sangat dianjurkan. karena, ihsan akan menjaga rasa ketulusan sesama manusia di tengah-tengah masyarakat. 2. Ajaran agama adalah ajaran yang selaras dengan akal dan fitrah manusia. Dan fitrah manusia adalah Kecenderungan pada kebaikan. Bagi kader PUI secara otomatis ketika menjadi kader atau masuk kepada PUI ia akan mengucapkan janji atau Iqrar kepada dirinya sendiri bahwasannya setiap individu kader PUI harus melakukan perbuatan baik, perbuatan yang berimbas kebaikan untuk orang banyak karena memang tugas manusia atau fitrahnya manusia ia cenderung kepada kebaikan, maka PUI secara otomatis membuat kader-kader PUI untuk berjanji selama masih beridiri di atas bumi ia harus melakukan amal shaleh, menjauhi perbuatan perbuatan yang di larang Allah atau perbuatan yang merugikan orang banyak.

39

E. Intisab Sebagai Tafwidh Intisab sebagai tafwidh adalah pasrah, berserah diri pada Allah swt (Tawakal),9 berserah diri pada Allah swt adalah suatu keharusan bagi setiap manusia yang beriman kepada Allah. Tawakkal juga dikaitkan dengan nama- nama Allah swt yang kita ketahui dari Asmaul Husna (Nama-nama Allah yang terbaik) seperti dalam nama Allah yaitu Al-Aziz (akan mulia dan tidak akan hina sedikitpun orang yang bergantung kepada-Nya, nama Allah yaitu Ar- Rahim (rahmat Allah bagi yang bertawakkal kepada-Nya), nama Allah yaitu Al-Hakim (tidak akan diabaikan siapapun yang percaya dengan kesempurnaan kebijaksanaan dan perencanaan-Nya). Banyak sekali ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang tawakal, namun penulis mengutip salah satu ayat Al-Quran dalam Qs.Ath-Thalaq 3:

              

          Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”. (Ath-Thalaq : 3)

Dari ayat di atas, penulis mengutip kutipan yang diambil dari web tentang perkataan Ibnul Qayyim bahwa: Allah adalah yang mencukupi orang yang bertawakal kepadanya dan yang menyandarkan kepada-Nya, yaitu Dia yang memberi ketenangan kepada orang yang takut, Allah swt adalah sebaik- baik pelindung dan sebaik-baik penolong dan siapa yang berlindung kepada- Nya dan meminta pertolongan dari-Nya dan bertawakal kepada-Nya, maka Allah akan melindunginya, menjaganya, dan barangsiapa yang takut kepada Allah, maka Allah akan membuatnya nyaman dan tenang dari sesuatu yang ditakuti dan dikhawatirkan, dan Allah akan memberi kepadanya segala macam kebutuhan yang bermanfa’at.10 Maka dalam hal ini, lebih lanjut penulis

9 Hasil wawancara dengan KH. Ujang Syafei, pada tanggal 28 Agustus 2017, jam 13.00 WIB 10 Taisirul Azizil Hamidh h. 503, https://almanhaj.or.id/1292-allah-akan-mencukupi-semua- urusan-orang-yang-bertawakal-kepada-nya.html 40

mengungkapkan bahwasannya Intisab sebagai Tafwidl secara sederhana adalah sikap pasarah kepada Allah bahwasannya semua sudah di atur oleh Allah tetapi bukan berarti tanpa usaha ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan atau butuhkan, tentunya harus melewati dengan yang namanya usaha, akan tetapi ketika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka artinya itu adalah yang terbaik menurut Allah SWT, manusia bukanlah apa apa selain dari pencari keridhoan Allah, maka makna dari Intisab sebagai Tafwidl adalah sikap mempasrahkan diri kepada Allah akan hasil yang akan ia dapatkan dalam hal apapun itu. Intisab sebagai doktrin ajaran Persatuan Umat Islam (PUI) bagi para kader hanya sebatas pada pemahaman konsep pemikiran yang tidak signifikan dampaknya bagi masyarakat umum,oleh sebab itu, maka Ishlah Al- Tsamaniyyah adalah penjabaran dari doktrin Intisab pada poin Ishlah Sabiluna (Ishlah sebagai jalan pengabdian kami) yang akan penulis jelaskan lebih terperinci pada bab selanjutnya.

BAB IV BENTUK KONKRIT DOKTRIN INTISAB BAGI MASYARAKAT A. Ishlah Al- Tsamaniyyah Manusia adalah mahluk religius, yaitu makhluk yang mengakui dan meyakini adanya Tuhan. Kebertuhanan manusia tidak hanya sebatas mengakui dan meyakini, akan tetapi harus disertai dengan keimanan dan ketaqwaan juga berupaya untuk mensyiarkan Islam. Atas dasar hal tersebut, KH. Abdul Halim memliki cita-cita yang agung yaitu ingin menyadarkan umat untuk berpegang teguh pada Al-Qur‟an dan sunnah rasul. Ia ingin memberdayakan masyarakat melalui gerakan gerakan swadaya masyarakat. Dalam rangka mewujudkan umat yang sejahtera lahir dan batin, maka melalui organisasi “Hayyatul Qulub”, KH. Abdul Halim mengembangkan ide serta pemikirannya untuk pembaharuan pendidikan, yang juga aktif dalam bidang sosisal, ekonomi, dan kemasyarakatan. Anggota perkumpulan ini sangat variatif, yaitu terdiri dari para tokoh masyarakat, santri, pedagang, dan petani. Dalam upaya merealisai umat yang sejahtera lahir dan batin, maka diperlukan perbaikan pada berbagai aspek kehidupan manusia dan menyelaraskan dengan tuntutan agama. Menurut KH. Abdul Halim bahwa untuk membina keselamatan dan kesejahteraan hidup harus dilakukan upaya perbaikan. Upaya itu dikenal dengan sebutan Al-Ishlahul Tsamaniyah.1 Islahus Tsamaniyyah (delapan macam perbaikan-perbaikan hidup) dalam pembahasan ini meliputi perbaikan akidah (Islahul aqidah), perbaikan ibadah (Islahul „ibadah), perbaikan pendidikan (Islahul tarbiyah), perbaikan keluarga (Islahul „ailah), perbaikan adat kebiasaan (Islahul „adat), perbaikan hubungan sosial (Islahul mujtama‟), perbaikan perekonomian (Islahul iqtisad), dan perbaikan umat (Islahul umat).2 Penyusunan Islahus-Tsamaniyyah meskipun baru ditetapkan setelah kemerdekaan, namun pokok-pokok pemikiran yang termuat di dalamnya

1 Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim, (Bandung: PT. Sarana Panca Karya Nusa,2007), h.35 2 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam, (Jawa Barat: YMSI, 2014), h. 257

41

42

sudah ada sebelum itu.3 Pokok-pokok pikiran yang melatarbelakangi munculnya konsep Ishlah, diduga, dimulai dari kesadaran Abdul Halim sebelum mendirikan Santi Asromo, jika dalam bahasa sangsekerta artinya: Santi= damai dan Asromo = tempat tinggal (dalam bahasa Suda di sebut Balai Pendidikan). Ia melihat kondisi mayoritas masyarakat Indoesia sebagai masyarakat terjajah dan hidup memprihatinkan. Mereka miskin, bodoh, dan terbelakang dalam berbagai lapangan kehidupan. Kondisi masyarakat seperti itu semakin bertambah parah setelah terjadi resesi ekonomi dunia pada 1930- an yang dikenal dalam sejarah ekonomi sebagai zaman malaise.4 Dalam menghadapi zaman malaise, pemerintah Hindia Belanda menerapkan beberapa kebijakan pengaturan anggaran negara. Pada sektor-sektor tertentu dilakukan pengurangan, termasuk anggaran biaya pendidikan.5 Akibatnya, pengembangan Sekolah Desa yang menjadi sarana pendidikan pemerintah bagi masyarakat Indonesia mengalami hambatan. Pada masa itu banyak Sekolah Desa yang ditutup. Menyekolahkan anak bagi kebanyakan orang merupakan beban yang sangat berat. Ditambah kurikulum pendidikan yang lebih cenderung berorientasi pada ijazah dan verbalistis telah menjadikan banyak tamatan sekolah yang menjadi penganggur. Mereka kurang mampu melakukan pekerjaan di luar jabatan yang disediakan pemerintah, sehingga sangat tergantung pada lowongan kerja (sistim sekolah kerja). Dalam kondisi seperti itu, Abdul Halim sebagai Hoofdbestuur Persjarikatan Oelama menulis buku, Padoman Propaganda Persatoean Islam yang diterbitkan pada 1928. Dalam bukunya Abdul Halim menjelaskan tentang Permulaan Azas Bagi Persatoean Islam. Menurutya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan kaum Muslim agar tercipta persatuan, beberapa hal tersebut adalah : 1. Wajib bagi kaum Muslim untuk menghidupkan persaudaraan Islam. 2. Qur‟an menjadi pedoman hidup dan kehidupan.

3 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,… h. 258 4 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,… h. 259 5 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,…h. 260 43

3. Mengatur pengetahuan Islam dengan mendirikan madrasah-madrasah yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman. 4. Menghidupkan fardlu kifayah, yaitu kaum muslim wajib menguasai perdagangan (tijarah), pertanian (zira‟at), dan pertukangan (shana‟at). 5. Suka mendahulukan kemaslahatan umum dari pada kepentingan diri sendiri.6 Pada kesempatan selanjutnya, Abdoel Halim juga menulis buku, Padoman Persjarikatan Oelama yang dicetak pada 1932. Dalam tulisanny yaitu, Abdoel Halim memerinci program amal bagi segenap anggota Parsjarikatan Oelama, meliputi: 1) Pengajaran dan Pendidikan, 2) Tablig (dakwah), dan 3) Tolong-menolong, yaitu memelihara tali percintaan (mahabbah) di antara para anggota dengan membangunkan hati mereka untuk melakukan tolong-menolong.7 Selain dari dua tulisannya itu, menurut Karim Halim dalam wawancaranya dengan Jalaluddin pada 8 November 1988 di Jakarta, pokok- pokok pikiran Abdul Halim sebetulnya dimulai dari penafsirannya tentang al- Salam (keselamatan). Dalam pemahaman Abdul Halim, agama Islam merupakan kumpulan ajaran yang bertujuan membimbing manusia agar memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Dua macam keselamatan itulah yang disebut al-Salam.8 Kesejahteraan hidup di akhirat erat kaitannya dengan keselamatan hidup di dunia. Untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera di akhirat, menurut Abdul Halim, manusia harus hidup selamat dahulu di dunia berupa hidup yang sejalan dengan tuntutan agama.9 Untuk itu menurut Halim, ajaran Islam dapat difungsikan sebagai pedoman untuk membina kehidupan yang selamat di dunia. Al-Salam dapat diaplikasikan dalam kehidupan praktis melalui pendidikan guna membimbing manusia agar memiliki akhlak mulia,

6 AbdulChalim, Economie dan Cooperatie dalam Islam, (Majalengka: Santi Asromo, 1936), h. 7-12 7 AbdulChalim, Economie dan Cooperatie dalam Islam,…h.14-20 8 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,…h. 260 9 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,…h.260 44

wawasan pengetahuan, dan dapat hidup mandiri dengan bekerja melalui tenaganya sendiri secara ikhlas dan ridha. Itulah yang disebut Halim dengan Santri. Untuk mewujudkan semua itu, seorang santri harus mendapat bimbingan khusus melalui pendidikan di asrama (Santi Asromo). Masih menurut Halim, untuk terwujudnya al-salam perlu dilakukan upaya berupa perbaikan (Ishlah) pada aspek-aspek tertentu dari kehidupan manusia dan menyelaraskannya dengan tuntutan agama.10 Dapat dipahami, untuk terwujudnya al-Salam diperlukan Ishlah (perbaikan). Kuat dugaan, disinilah mulai muncul konsep yang kedua dari Halim, yaitu Ishlah (perbaikan). Selanjutnya baik al-Salam maupun al-Ishlah diterapkan pada perguruan Santi Asromo, dengan harapan para lulusan perguruan tersebut menjadi santri yang terampil, percaya diri, dan mandiri. Sementara Sanoesi, meskipun tidak menyebut konsep tertentu mengenai pikiran keagamaannya sebagaimana Abdul Halim, ia kurang lebih sependapat dengan konsep keagamaan yang dimajukan Abdul Halim. Ciri penting dari pemikiran Sanoesi adalah tradisional dalam masalah agama, namun modern dalam masalah-masalah duniawi. Oleh sebab itu, sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, Ahmad Sanoesi berpolemik dengan sejumlah baik tradisional, modern, dan tarekat dalam urusan agama. Namun meskipun ia “kurang sependapat” dengan gerakan pembaharuan keagamaan, ia aktif melakukan pembaharuan dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan pendidikan. Ahmad Sanoesi sendiri menyatakan, bidang-bidang yang disebut terakhir harus mendapat perhatian lebih dari segenap kaum muslim, agar mendapatkan kehidupan lebih baik. Oleh karena itu, dalam bidang sosial ia aktif membesarkan Al-Ittihadijatoel Islamijjah sebagai perkumpulan ulama tradisional yang melestarikan ajaran Ahl Sunnah wa al- Jama‟ah.11 Pada perjalanannya, organisasi Al-Ittihadijatoel Islamijjah digunakan Sanoesi untuk tujuan-tujuan yang lebih luas. Misalnya ia mendirikan

10 Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Umat Islam,…h.261 11 Dadang Darmawan, Disertasi: Respon Ulama terhadap Tafsir Tamsjijatoel-moeslimin, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah), h. 84 45

organisasi sayap Al-Ittihadijatoel Islamijjah dengan nama Barisan Islam Indonesia yang kemudian menjadi basis tentara Pembela Tanah Air di wilayah Priangan Barat. Dalam bidang ekonomi, Sanoesi memprakarsai berdirinya Sjarikat Oesaha Persatoean Islam untuk menyatukan pengusaha- pengusaha Muslim dengan cara menghimpun modal dari pedagang-pedagang kecil untuk dijadikan usaha bersama. Sementara dalam bidang pendidikan, ia mendirikan Gerakan Urusan Pendidikan Pesantren Islam untuk menyatukan usaha membina lembaga pendidikan pesantren.12 Masih dalam bidang pendidikan, Ahmad Sanoesi juga melakukan sejumlah pembaharuan. Sejak tahun 1931 melalui organisasi Al-Ittihadijatoel Islamijjah, ia memprakarsai berdirinya All School di beberapa distrik di Sukabumi, Batavia, Bogor, Karawang, Cianjur, Cililin, dan Tasikmalaya. Ciri penting dari All School tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga mengajarkan ilmu umum.13 Hingga di sini, meskipun tampak berbeda karakter dasar antara Abdul Halim dan Ahmad Sanoesi, yaitu lemah lembut berbanding keras tanpa pandang bulu, keduanya dapat saling bertaut. Kedua tokoh itu sama-sama menginginkan terjadinya Ishlah (perbaikan) di negeri ini, yaitu freedom (bebas dari penjajahan). Oleh karena itu, upaya yang mereka lakukan untuk mewujudkan cita-cita mereka, dapat dikatakan sama, yaitu concern pada pendidikan, penerbitan, dan membela islam. Rumusan Ishlah Persatuan Ummat Islam baru disusn oleh Utom Sumaatmaja, Sudjono Hardjosudiro, Sholeh Iskandar, Fadil Dasuki, dan Sudarja setelah prosesi fusi. Hasil kerja keras mereka diterima pada Sidang Mukatamar PUI ke-1 di Bandung pada 12 Oktober 1952. Rumusan Ishlah Persatuan Ummat Islam, meliputi: perbaikan akidah (Ishlahul „aqidah), perbaikan ibadah (Islahul „ibadah), perbaikan pendidikan (Islahul tarbiyah), perbaikan keluarga (Islahul „ailah), perbaikan adat kebiasaan (Islahul „adat), perbaikan hubungan sosial (Islahul mujtama‟), perbaikan perekonomian (Islahul iqtisad), dan perbaikan umat (Islahul umat). Tim penyusun Ishlah,

12 Dadang Darmawan, Disertasi: Respon Ulama terhadap Tafsir Tamsjijatoel- moeslimin,…h. 84 13 Muhammad Iskandar, Kyai Haji Ajrngan Ahmad Sanusi, (Jakarta:PB PUI) h. 123 46

dengan alasan terdapat delapan jalur pokok perbaikan kemudian menyebutnya dengan Ishlahus Tsamaniyyah. Nama tersebut disepakati oleh peserta Muktamar. Dalam keputusan Muktamar PUI ke-1 selanjutnya, delapan jalur pokok perbaikan keumatan dibakukan oleh organisasi sebagai doktrin Persatuan Ummat Islam.14 Hingga di sini dapat dipahami bahwa dalam Persatuan Ummat Islam terdapat dua hal yang menjadi falsafah dan program „amal organisasi yaitu intisab dan Ishlahus Tsamaniyyah. Intisab sebagai falsafah organisasi pada gilirannya dijadikan semacam landasan idiil. Sementara Ishlahus Tsamaniyyah yang merupakan pengejawantahan intisab dalam kehidupan bermasyarakat, dijadikan landasan operasional. Dengan demikan Ishlahus Tsamaniyyah (delapan macam perbaikan hidup) dijadikan program „amal (kerja) Persatuan Ummat Islam. Untuk lebih aplikatif, ke delapan program pokok perbaikan keumatan Persatuan Ummat Islam perlu penjelasan khusus. Penjelasan khusus tentang hal itu dinamakan Tafsir Asas Persatuan Ummat Islam. Sistematika Tafsir Azas dimulai dari Muqaddimah, Djema‟ah berdasar Islam, „Amal-Usaha jang Urgent, Penjelasan Islahus Samaniyyah, dan di akhiri Taklif Illahi (kewajiban yang timbul karena tuntutan Agama Allah semata). Penjelasan Ishlahus Tsamaniyyah dalam Tafsir Asas Persatuan Umat Islam setelah dilakukan perubahan, perbaikan,dan penyesuaian pada Muktamar PUI ke-2, 30 Agustus 1954. Keseluruhan penjelasan Tafsir Asas Persatuan Ummat Islam berisi penjelasan dari masing-masing Ishlah. Pada perkembangannya, meskipun program pokok perbaikan keumatan Persatuan Ummat Islam tidak berubah, namun peristilahan, formulasi susunan, dan penekanan materinya antara penulis yang satu dengan penulis yang lain berbeda. Perbedaan itu apakah disengaja atau kekurangcermatan penulisnya, atau karena format yang khsuus belum ada, peneliti belum mendapatkan penjelasan. Beberapa perbedaan itu diantaranya

14 Mohammad Akim, Kiyai H.Abdul Halim Penggerak PUI. (Majalengka: Yayasan K.H. Abdul Halim), h. 46 47

dapat dicermati pada penggunaan istilah, formulasi susunan dan penjelasan materi Ishlahus Tsamaniyyah pada Akim.15 Penggunaan istilah dan formulasi susunan Ishlahul Tsamaniyyah pada Akim sebagai berikut : (1) Islaahul- „Aqidah, (2) Islaahul Ibadah, (3) Islaahul „Adah, (4) Islaahul „Ailah, (5) Islaahul Tarbiyah, (6) Islaahul Mudjtama, (7) Islaahul Iqtishad, dan (8) Islaahul Ummah. Sedangkan pada Jalaluddin, adalah (1) Islaahul-„Aqidah, (2) Islaahul Ibadah, (3) Islaahul „Adah, (4) Islaahul „Ailah, (5) Islaahul Tarbiyah, (6) Islaahul Mudjtama, (7) Islaahul Iqtishad, dan (8) Islaahul Ummah. Dalam penjelasan materi Ishlahus Tsamaniyyah pun di antara ketiga penulis itu memberikan uraian yang berbeda. Pada Akim, penjelasan materi Islahus Tsamaniyyah masih sangat sederhana. penjelasan materi Islahus Tsamaniyyah sudah diuraikan berdasarkan masing-masing bidang, tujuan, sasaran dan bentuk kegiatan. B. Realisasi Doktrin Intisab Bagi Masyarakat (Ishlahut Tarbiyah) Peran dan gerakan Persatuan Umat Islam didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan yang menerangkan apa yang harus dilakukan organisasi itu dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan umat Islam sesuai dengan tujuan amal usaha yang telah ditetapkannya. Arah kebijakan persatuan umat Islam lebih bersifat sosial, seperti pendidikan dan pengajaran, pengembangan ekonmi kerakyatan, pemeliharaan masjid masjid, surau surau, pesantren pesantren, pengajian pengajian, perawatan yatim piatu, serta bidang sosial lainnya.16 Bidang-bidang tersebut menjadi ciri penting dari organisasi itu. Namun, dalam pembahasan ini penulis tidak akan mengemukakan seluruh program pokok perbaikan sebagaimana terangkum dalam Ishlahu Tsamniyah, tetapi lebih ditujukan kepada bidang pendidikan pengajaran sebagaimana banyaknya para kader Persatuan Umat Islam yang merealisasikan doktrin intisab pada bidang pendidikan ditengah tengah masyarakat.

15 Mohammad Akim, Kiyai H.Abdul Halim Penggerak PUI…h.48 16 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1960), h.290 48

Ketika Belanda masuk ke Nusantara, diperkirakan pendidikan Islam memiliki peran yang cukup banyak dalam system pendidikan dan pengajaran masyarakat. Hal ini tampak pada lembaga pendidikan islam dalam bentuk pesantren yang di dirikan para wali (Wali Songo). Bahwa pesantren lahir dari pola kehidupan tasawuf, yang kemudian berkembang didaerah Islam. Pesantren terkenal sebagai intitusi pendidikan islam di nusantara. System pendidikan pesantren, selain melaksanakan kegiatan belajar keagamaan juga menyatu dengan tugas tugas dakwah. Selain itu, juga dalam rangka pergerakan dan perbaikan umat. Pendidikan diyakini oleh KH. Abdoel Halim merupakan sarana paling efektif untuk mewujudkan cita cita perjuangan. Melalui pendidikan, kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan yang sedang menimpa bangsa Indonesia akan segera dikikis.17 Melihat dari sejarah di atas, Persatuan Umat Islam sebagai sebuah organisasi masa Islam di Indonesia meyakini bahwa pendidikan dan pengajaran yang berorientasi keagamaan lebih diminati oleh kaum muslimin. Madrasah atau sekolah yang dikelola oleh kaum muslim sangat diperlukan. Mengingat hal itu, disampimg melaksanakan amanah mukhtamar PUI ke 1, perbaikan pendidikan (Ishlahu Tarbiyah) merupakan salah satu program prioritas Persatuan Umat Islam.18 Dalam konferensi pendidikan dan pengajaran PUI ke 1, hadir sebagai nara sumber adalah Junaidi Mansyur, mengetengahkan topik tentang tujuan pendidikan dan tata tertib majlis pengajaran, Dudud Wirasonjaya, mengetengahkan topik tentang program kerja bidang pendidikan dan pengajaran umat Islam, Kuswati, mengetengahkan topik tentang memperbaiki motto guru PUI, dan yang terakhir A. Azis Halim mengetengahkan topik tentang rencana sekolah atau madrasah tingkat lanjut dalam lingkungan organisasi PUI. Selain mendiskusikan topik-topik tersebut, dalam konferensi

17 Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim, (Bandung: PT. Sarana Panca Karya Nusa,2007), h. 41 18 S. Wanta, Tujuan dan pola dasar pendidikan PUI, (Majalengka: PB PUI Majlis penyiaran, penerangan, dan dakwah, 1991), hal. 9 49

pendidikan dan pengajaran ini pula dibicarakan tentang hal hal lainnya terkait pendidikan dan pengajaran dilingkungan persatuan umat Islam.19 Konferensi pendidikan dan pengajaran PUI ke-1 menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut: 1. Tujuan pendidikan dan pengajaran persatuan umat Islam adalah:20 a) Menuju terbentuknya suatu umat yang individunya beriman dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu wata „aala. b) Dalam hidup dan kehidupan berguna dan bermanfaat untuk diri dan masyarakat. c) Dapat mengikuti dan menyesuaikan diri sesuai perubahan dan ajakan masa. d) Mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 2. Program kerja pendidikan persatuan umat Islam meliputi: a) Adanya pembagian tugas dan kewajiban antara inspeksi (pengawas), secretariat, dan penyelenggaraan sekolah atau madrasah sesuai tenaga dan kemampuan yang tersedia. b) Menentukan rencana pelajaran (kurikulum) sekolah dasar atau Madrasah Ibtidaiyah Persatuan Umat Islam. c) Menetapkan rencana madrasah atau sekolah tingkat lanjutan yaitu rencana mendirikan SGI (Sekolah Guru Islam) dengan lama studi 6 tahun. d) Mengesahkan tata tertib majlis pengajaran, meliputi: 1) Penetapan hari libur sekolah 2) Memperbaiki mutu guru-guru PUI 3) Stabilitas keuangan sekolah atau madrasah. Selanjutnya, agar lebih jelas bagaimana program pendidikan di PUI pada tahun 1954 penulis melampirkan susunan rekapitulasi rencana pembelajaran sebagaimana table 4.1 yang penulis sajikan di lampiran.

19 S. Wanta, Tujuan dan pola dasar pendidikan PUI,…h. 10 20 S. Wanta, Tahun Persatuan Umat Islam (PUI) dalam persiapan penyelenggaraan Pendidikan, (Majalengka: PB PUI Majlis penyiaran, penerangan, dan dakwah, 1987), h. 16-19 50

Buku-buku pedoman yang digunakan pada Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun PUI menurut Yunus adalah sebagai berikut: 1. Faturrahman fi Tajwidl Qur‟an 2. Penuntun Guru Agama (Mahmud Yunus) 3. Hidayatul Mustafid (Abi Rahimah) 4. Keimanan dan Akhlak (1 s.d 4) (Mahmud Yunus) 5. Riwayat Rasul-Rasul Pilihan (Abbas Hasan) 6. Jawahirul Kalamiah 7. At-Tarbiyah wa al-Adabus Syar‟iyah 8. Marilah Sembahyang (1 s.d 4) (Mahmud Yunus) 9. Puasa dan Zakat (Mahmud Yunus) 10. Haji ke Makkah (Mahmud Yunus) 11. Seluk Beluk Agama (H.Abubakar Y) 12. Matan Taqrib 13. Beberapa Kisah (Mahmud Yunus) 14. Durusut Tarikh Islami 1 (Al-Khayyath) Selanjutnya, agar lebih jelas bagaimana program pendidikan di PUI pada tahun 1954 penulis melampirkan susunan rekapitulasi rencana pembelajaran sekolah guru PUI 6 Tahun pada tahun 1958 seperti dalam table 4.2 dan 4.3 yang penulis sajikan dalam lampiran. Selain menyusun rekapitulasi rencana pelajaran, majlis pendidikan dan pengajaran pengurus besar PUI juga menyusun rencana kitab-kitab agama atau bahasa Arab yang akan digunakan untuk sekolah guru persatuan umat Islam 6 tahun, sebagai berikut: 1. Hidayatullah Mustafid fi Ahkamit Tajwid 2. Fathul Athfal dan Mursyidul Wildan 3. Firman Wahyu (Humaidi Shaleh Al-Jawi) 4. Madarikut- Tanzil 5. Bulughul Maram (Hadits) 6. Minhadjul Mughits (Hasan Al-Mas‟udi) 7. Al Jawahir Al Kalamiah 51

8. Al Sanusiyah (Ibrahim Al Bajuri) 9. Fathul Madjid (M. Nawawi Al-Jawi) 10. Husunul Hamidiyah 11. Dasuki 12. Fathul Qarib 13. Fathul Mu‟in 14. Al Muzakirat (Mahmud Yunus) 15. Ta‟lim Al-Insya‟al-‟arabi (1-3) 16. Qira‟atur-Rasyidah 17. Nahwul Wadlih (1-3) 18. Al- Balaghatul Wadihah (Yunus, 1960:296-297). C. Warisan Ishlahut Tarbiyah Sejak awal, keberadaan Persyarikatan Oelama (PO) di bawah kepeminpinan K.H Abdul Halim yang punya semangat menggerakan roda organisasi, terus berkembang. Mengingat gerak langkah PO semakin berkembang dan maju, maka diperlukan pengakuan yuridisnya. Selanjunya, proses pengajuan agar memperoleh pengakuan secara hokum dilakukan. Dan keluarlah pengakuan bahwa Persyarikatan Oelama (PO) adalah organisasi berbadan hukum. Pengakuannya itu secara bertahap, mulai dari wilayah hokum Majalengka, Pulau Jawa dan Madura, hingga akhirnya meiputi seluruh wilayah Indonesia.21 Perkembangan PO cukup pesat, hal ini karena perjuangan gigih K.H Abdoel Halim, sosok ulama yang aktif dan kreatif dalam menggerakan organisasi. Dalam upaya menyebarluaskan berbagai program organisasi yang sekaligus menyampaikan dakwah, ia aktif menulis buku-buku yang bernafaskan Islam. Tercatat beberapa tulisan antara lain: Tarikh Islam, Neratja Hidoep, Da‟watoel Amal, Kitab Petoenjoek bagi manusia, Risalah Ijtimayah Wailajuha, Kitab Tafsir Tabarok, dan Babul Rizqi. Tulisan-tulisan tersebut banyak dipublikasikan melalui brosur dan buku yang beredar dikalangan jajaran PO. Di samping itu, tulisah. KH. Abdoel Halim juga

21 Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim, …h. 90 52

banyak dimuat pada berbagai majalah seperti suara Persyarikatan Oelama, As-syuro, dan Suara Muslim Indonesia. Melalui tulisan-tulisan K.H Abdoel Halim, Persyarikatan Oelama (PO) semakin menggema hingga ke berbagai pelosok. Keberadaanya pun tambah diakui oleh rakyat, apalagi ketika sudah menjadi organisasi berbadan hokum. Meskipun PO sudah diakui dan disahkan menjadi non organisasi yang berbadan hukum oleh pemerintah, tetapi orang-orang colonial tetap mencurigai usaha dan gerak langkah orang-orang yang tergolog aktivis pergerakan.22 Sementara itu disisi lain, tidak sedikit rintangan-rintangan yang menghambat usaha-usaha dan gerak langkah pergerakan, sekalipun diketahui PO hanya bergerak dibidang pendidikan dan pengajaran Islam. Maka, pada tahun 1919 berdirilah Kwee school Peserikatan Oelama. Kweek School adalah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan untuk mencetak tenaga guru. Sekolah tersebut pertama kali didirikan oleh Belanda pada tahun 1825 di Solo. Perkembangan jumlah sekolah tersebut sangat lambat, tercatat sampai awal tahun 1900an tidak mencapai lebih dari sepuluh Kweek School.23 Kweek School Persyarikatan Oelama yang pertama adalah Madrasah Tholibin (setingkat ibtidaiyah), madrasah itu belajarnya lima tahun, kemudian dua tahun melanjutkan sehingga lamanya tujuh tahun jadi sampai kelas VII. Semula tempat belajar para pelajar Kweek School mempergunakan ruangan muka rumah kepunyaan bapak Sujarwo. Ia merupakan seorang yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan. Dermawan lainnya adalah A. Azis Halim-putra KH. Abdul Halim. A. Azis Halim selanjutnya sempat menjadi Bupati Majalengka pada tahun 1956. Pada tanggal 19-20 November 1932 berlangsung konferensi kilat PO bertempat digedung Kweek School PO Majalengka yang mendapat perhatian besar dengan hadirnya cabang- cabang dan majelis-majelis. Di antara

22 Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim,…h. .91-92 23 Wanta, 35 Tahun Persatuan Umat Islam, (Majalengka: PB PUI, 1997), h. 30 53

keputusannya bahwa nama Kweek School PO diganti nama menjadi Madrasah Daroel Oeloem (dibaca: Darul Ulum). Madrasah tersebut sekarang menjadi perguruan Darul Ulum di Majalengka. Kini dalam perguruang Darul Ulum terdapat madrasah Diniyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.24

Gedung Perguruan Darul Ulum PUI yang berdiri sejak tahun 1921 Di Indonesia, pada 28 Oktobr 1928, lahir babak sejarah yang amat penting yakni peristiwa monumental Sumpah Pemuda. Peristiwa ini telah menggerakan kesadaran para pemuda dan rakyat di nusantara untuk membina rasa persatuan. Gema Sumpah Pemuda telah memberikan kekuatan baru bagi munculnya gagasan dan pemikiran para pemuda juga tokoh Islam tanah air. Sekitar tiga tahun setelah peristiwa sumpah pemuda, maka pada tahun 1931, K.H. Abdul Halim mencetuskan gagasan tentang masa depan umat. Gagasan tersebut dikemukakan oleh K.H. Abdul Halim dalam kongres ke IX di Majalengka, sebagai prasarana yang bersumber dari risalah berjudul “Afatul Ijtima‟iyah wa ilajuha”, gagasan tersebut adalah bahwa anak didik kelak harus dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat dan tidak tergantung pada orang lain.

24 Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim,…h. 93-94 54

Untuk melaksanakan gagasan tersebut, pada kongres itu disepakati dan diserahkan kepada K.H. Abdul Halim yang antara lain memerlukan tempat pendidikan yang khusus dan terpisah. Program pendidikan tersebut dikenal dengan nama “Santi Asromo” yang secara resmi berdiri pada bulan April 1932. Program Santi Asromo memang menitik beratkan kepada pengetahuan Agama meskipun didalamnya mempelajari pengetahuan umum seperti: bahasa Belanda, diberikan juga pelajaran praktik bercocok tanam, tukang kayu, kerajinan tangan dan lainnya. BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dan setelah dilakukan analisis, maka dapat disimpulkan bahwa Organisasi massa Persatuan Umat Islam (PUI) yang lahir di Bogor pada tanggal 5 April 1952, merupakan fusi dua organisasi Islam yaitu Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII). Perikatan Umat Islam merupakan suatu organisasi yang didirikan pada tahun 1944 oleh KH. Abdul Halim di Majalengka. Organisasi ini pada awalnya bernama Hayatul Qulub (1911) yang bergerak di bidang pendidikan dan ekonomi. Sedangkan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII), merupakan organisasi yang didirikan pada tahun 1931 oleh KH. Ahmad Sanusi di Sukabumi. Organisasi ini pada awalnya bernama AII (al- Ittihadiyatul Islamiyah) mengembangkan diri dan berkiprah dalam pembinaan umat melalui pendidikan. Karena Abdul Halim dan KH. Ahmad Sanusi memiliki pandangan dan tujuan yang sama, maka pada tanggal 5 April 1952 usaha itu terwujud dengan terbentuknya organisasi Persatuan Umat Islam (PUI). Intisab dalam bahasa Arab adalah nasaba-yansibu-nasban- wanisbatan, yang artinya menghubungkan, mempersenyawakan, mengkerabatkan, satu keturunan, mempersaudarakan. Menurut istilah Intisab adalah ucapan pernyataan atau ikrar secara pribadi atau jamaah untuk mempersenyawakan, memperhubungkan, menisbatkan ucapan dengan perbuatan. Secara sederhana intisab adalah ikrar atau janji. Jadi, dapat dikatan bahwa Intisab sebagai doktrin amaliyah para anggota dalam menjalankan program-program Organisasi. Pengaruh Intisab bagi para kader PUI secara keseluruhan isi Intisab itu sendiri tidak terlalu memberikan dampak yang jelas, namun dalam bidang pendidikan menunjukan pengaruh yang sangat signifikan, terlihat dari para kader PUI yang banyak bergelut di bidang pendidikan dan mengembangkan

55 56

konsep pendidikan PUI ke arah yang lebih baik. Disamping melestarikan konsep pendidikan PUI yang terdahulu, para kader PUI juga memberikan pembaharuan di dunia pendidikan agar bisa bersaing dengan pendidikan masa sekarang dan masa yang akan datang. Maka, jelas dalam hal ini para kader militan PUI yang semangat bergerak di bidang pendidikan sangat dipengaruhi oleh doktrin intisab terutama dalam bait kata (Al-Ishlahus saabiluna) yang memiliki delapan macam perbaikan hidup dan salah satu jalannya adalah perbaikan pendidikan (ishlahut tarbiyah) yang dipegang kuat oleh para kader- kadernya.

B. SARAN Dengan melihat kesimpulan diatas, maka saran yang sangat penting ingin penulis sampaikan adalah bahwa alangkah baiknya jika para kader PUI tidak hanya bergerak dan konsisten mengembangkan dan terus melakukan perbaikan di dunia pendidikan saja, akan tetapi 8 macam perbaikan yang merupakan salah satu isi doktrin PUI dapat dilaksanakan juga sebagaimana yang di harapkan oleh pendiri dan orang-orang terdahulu agar tujuan PUI sebagai organisasi kemasyarakatan dapat memberikan dampak yang jelas dan baik bagi masyarakat di segala bidang.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Dudung, Metodologi Penelitian Sejarah Yogyakarta; Ar Ruzz Media,1999 Abi, Kosim Abdul Karim Assyahrastani, Muhammad. Almilal Wan nihal, Beirut: Darul Ma’arif 1980 AD/ART PUI Persatuan Umat Islam Pergerakan Aliran Modern Akim, Mohammad, KH. Abdul Halim Penggerak PUI, Majalengka: Yayasan KH. Abdul Halim, 1968 Ali, Moh Aziz, Ilmu Dakwah. Jakarta: Pustaka Setia, 1999. Alhindi, Rahmatullah, Idzharulhaq, Kairo: Draul hadits, cet-4 2001 Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, PUI. PB PUI, Jakarta: Pimpinan Pusat PUI, 2010 Daud , Asep Kokasih, Terbentuknya Gerakan Persatuan Umat Islam di Bogor tahun 1952. Skripsi IKIP Muhammadiyah Purwokerto, 1993 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1999. Effendy ,Onong Uchana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000 Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto Jakarta: UI Press.1983 Hasan, E Saleh. Perguruan Tinggi Pembinaan IMTAQ dan Wawasan. Jakarta: ISTN, 1999 Hamzah,Andi, Bunga Rampai Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1986 Hernawan, Wawan, Seabad Persatuan Ummat Islam (1911-2011), Jawa Barat: YMSI, 2014 Kansil, C.S.T, dan Julianto, Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1999

Kutipan Wawancara dengan S. Wanta, Ummu Mu’minullah selaku Ketua Pengurus Daerah Majalengka, serta Takyin selaku Sekretaris Daerah dan Observasi pada tanggal 25 Juni 1995 dan 1 Juli 1995 di Majalengka. Lambang, Mars, Hymne, Intisab PUI, Majalengka:PB.PUI,1991 Madjid, Nurcholis, Islam, Doktrin dan peradaban sebuah telaah kritis tentang masalah keimanan dan kemoderenan.Jakarta: Paramadian, 1992. Noer , Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,Jakarta:LP3ES,1982 ____, Partai Islam di Pentas Nasional, Jakarta: LP3ES, 1987 Salinan surat Mr. Syamsudin dimuat dalam buku Moh. Akim, KH. Abdul Halim Penggerak PUI, Yayasan KH. Abdul Halim. Majalengka. 1968 Shaleh, Munandi, K.H.Ahmad Sanusi, Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan Nasional. Tangerang Selatan: Jelajah Nusa, 2014 Sukarsa, Dartum, Potret K.H. Abdul Halim, Bandung: PT.Sarana Panca Krya Nusa, 2007 Tafsir Azas Persatuan Umat Islam, Majalengka: BP.PUI, 1991 Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam. Jakarta:Ichtiar Van Hoeven. 1999. Wanta, S, Intisab PUI lahir, Penjelasan dan Penerapannya, Majalengka:PB.PUI, 1990 ______, 35 Tahun Persatuan Umat Islam dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Majalengka: PB PUI, 1991 ______, KH. A. Halim Iskandar dan Pergerakannya, Majalengka: PB.PUI, 1991 ______, Persatuan Umat Islam Aliran Moderen, Majalengka: PB. PUI,1991 35 Tahun PUI dalam Penyelenggaraan Pendidikan., Majalengka: PB.PUI, 1991 Abdul Chalim, Economie dan Cooperatie Dalam Islam, Majalengka, Santi Asromo: 1928 Dadang Darmawan, Respon Ulama Terhadap Tafsir Tamsjiatoel-Moeslimin, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2009

57

PEDOMAN WAWANCARA

Nama :K.H Ujang Syafei Jabatan Organisasi : Sesepuh PUI Sukabumi Tanggal :27 agustus Waktu :13:00 s/d 15:00

1. Apa yang dimaksud denga Intisab sebagai Mabda?

2. Apa yang dimaksud dengan Intisab sebagai Manhaj?

3. Apa yang dimaksud dengan Intisab sebagai Iqrar Mujahadah?

4. Apa yang dimaksud dengan Intisab sebagai Tafwidh

58

Lampiran:

Tabel 4.1 Rekapitulasi Rencana Pembelajaran S.R. 6 Tahun PUI Jumlah Jam Pelajaran no Mata Pelajaran Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas I II III IV V VI 1 Qur’an/Tajwid 6 3 3 3 3 3 2 Keimanan/ Akhlak 2 2 2 2 2 2 3 Fiqih 2 2 2 2 2 2 4 Tarikh Islam _ _ 1 1 1 1 5 Berhitung 12 9 6 6 6 6 6 Bahasa Daerah 2 2 2 2 2 2 7 Baasa Indonesia _ _ 5 5 5 5 8 Ilmu Bumi _ _ 1 2 2 2 9 Sejarah Indonesia _ _ _ 1 1 1 10 Pengetahuan Alam _ 6 3 3 3 4 11 Bahasa Arab _ _ 4 4 4 4 12 Menggambar/ 2 2 2 2 1 1 Menulis 13 Gerak Badan 2 2 2 2 2 2 14 Seni Suara 1 1 1 1 1 1 15 Pekerjaan Tangan 1 1 1 2 2 2 Jumlah Jam 30 30 35 40 40 40 Sumber : Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 1960.

59

Lampiran:

Tabel 4.2 Rekapitulasi Rencana Pembelajaran Sekolah Guru PUI. 6 Tahun PUI (Tahun 1958) Jumlah Jam Pelajaran No Mata Pelajaran Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas I II III IV V VI A POKOK 1 Al-Qur’an / Tafsir 3 3 3 3 2 3

2 Hadits / Musthalah 1 1 1 2 2 2 3 Tauhid / Mantiq 1 1 1 1 2 2 4 Bahasa Arab 7 7 7 8 7 7 5 Fikhi / Usul 2 2 2 2 2 2 6 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4 7 Bahasa Inggris 2 2 2 3 3 3 8 Bahasa Daerah 1 1 1 1 1 1 9 Ilmu Guru / Jiwa _ _ _ 4 1 4 10 Ilmu Bumi / Alam 2 2 2 2 2 2 11 Sejarah Indonesia/ 2 2 2 2 2 2 umum 12 Tata Negara _ _ _ _ 1 1 13 Ekonomi _ _ _ _ 1 1 B PENTING 14 Tarikh Islam / 1 1 1 1 1 1 Kebudayaan 15 Faraidl _ _ 1 1 1 1 16 Akhlak 1 1 1 1 1 1 17 Ilmu Hayat 2 2 2 2 1 1 18 Al –Jabar 2 2 2 2 1 1 60

19 Ilmu Ukur 2 2 2 _ _ _ 20 Ilmu Alam 1 1 1 1 1 _ 21 Ilmu Kimia _ _ _ 1 1 _ C PELENGKAP 22 Al- adyan _ _ _ _ 1 1 23 ‘Arudl _ _ _ _ 1 1 24 Miqot _ _ _ _ 1 1 25 Ilmu Berhitung 1 1 _ _ _ 1 26 Gerak Badan 2 2 2 2 _ _ 27 Menggambar / Menulis 1 1 1 _ _ _ 28 Seni Suara 1 1 1 _ _ _ 29 Kerajinan Tangan / 1 1 1 1 _ _ Pertanian 30 Etnologi / Sosiologi _ _ _ _ 1 1 31 Kepanduan 2 2 2 2 2 2 JUMLAH JAM 42 42 42 44 44 44

61

Lampiran:

Tabel 4.3 Rekapitulasi Rencana Pembelajaran Sekolah Guru PUI. 6 Tahun PUI (Tahun 1958) Khusus Bahasa Arab Jumlah Jam Pelajaran No Mata Pelajaran Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas I II III IV V VI BAHASA ARAB 1 Bercakap – cakap / 2 2 2 2 2 2 Mengarang 2 Mutala’ah 2 2 2 2 2 2 3 Nahwu / Sharaf 2 2 3 3 2 2 4 Khat 1 1 _ _ _ _ 5 Balaghah _ _ _ 1 1 1 JUMLAH JAM 7 7 7 8 7 7