ISSN-E: 2623-2065 ISSN-P: 2684-8872 SiNDANG JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN KAJIAN SEJARAH Vol 1 No. 2 (Juli-Desember 2019)

Penerapan Media Pembelajaran Kartu Permainan Sejarah dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Peserta Didik (Studi Kasus pada Kelas X-TKJ SMK Wahdatul Jannah Majalengka) Galun Eka Gemini

Sejarah Toponim Prabumulih sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah di MAN 1 Prabumulih Marini, Kabib Sholeh, Sukardi

Inovasi dalam Pembelajaran Sejarah Ilham Pramayogi, Rully Putri Nirmala Puji, Wiwin Hartanto

Nilai Edukasi Candi Jabung Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo dalam Pembelajaran Sejarah Eko Muhammad Arif Budiono, Bambang Soepeno, Rully Putri Nirmala P

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah dengan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Model Teams Games Tournament (TGT) pada Siswa Kelas XI IPS 2 Semester 1 Tahun Pelajaran 2018/2019 SMA Kristen Satya Wacana Salatiga Raden Wahyu Joyo Diningrat

Kulturasi Ajaran melalui Sistem dan Lembaga Pendidikan Islam pada Masyarakat masa Kesultanan di Nusantara Sarkowi dan Muhamad Akip

Sejarah Kebudayaan: Hasil Kebudayaan Material dan Non-Material Akibat adanya Pengaruh Islam di Nusantara Alfain Nur Mustawhisin, Rully Nirmala Puji, Wiwin Hartanto

Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Asing di Timur (1945-1968) Halimatussa’diah Simangunsong dan Suprayitno

Elite Tradisional dalam Onder Afdeling Rawas Masa Kekuasaan Belanda Tahun 1901-1942 Agus Susilo dan Sarkowi

TRIP Jawa Timur Firza Azzam, Rully Putri Nirmala Puji, Wiwin Hartanto

LP4MK & PRODI PENDIDIKAN SEJARAH STKIP PGRI LUBUKLINGGAU Dewan Redaksi SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah

Editor in Chief Risa Marta Yati, M.Hum (STKIP PGRI Lubuklinggau)

Section Editor Ira Miyarni Sustianingsih, M.Hum (STKIP PGRI Lubuklinggau)

Guest Editor Dr. Syarifuddin, M.Pd. (Universitas Sriwijaya) Ayu Septiani, M.Hum. (Universitas Padjadjaran)

Reviewer/Mitra Bestari Prof. Dr. Sariyatun, M.Pd., M.Hum. (Universitas Sebelas Maret) Dr. Umasih, M.Hum. (Universitas Negeri Jakarta) Dr. Ida Liana Tanjung, M.Hum. (Universitas Negeri Medan) Kunto Sofianto, Ph.D. (Universitas Padjadjaran) Asyhadi Mufsi Sadzali, M.A. (Universitas )

Administrasi Viktor Pandra, M.Pd. (STKIP PGRI Lubuklinggau) Dr. Doni Pestalozi, M.Pd. (STKIP PGRI Lubuklinggau) Dewi Angraini, M.Si. (STKIP PGRI Lubuklinggau)

i SINDANG: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN KAJIAN SEJARAH Vol.1 No. 2 (Juli-Desember 2019) Halaman Dewan Redaksi ...... i

1. Penerapan Media Pembelajaran Kartu Permainan Sejarah dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Peserta Didik (Studi Kasus pada Kelas X-TKJ SMK Wahdatul Jannah Majalengka) Galun Eka Gemini ...... 1 2. Sejarah Toponim Prabumulih sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah di MAN 1 Prabumulih Marini, Kabib Sholeh, Sukardi ...... 9 3. Inovasi dalam Pembelajaran Sejarah Ilham Pramayogi, Rully Putri Nirmala Puji, Wiwin Hartanto ...... 17 4. Nilai Edukasi Candi Jabung Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo dalam Pembelajaran Sejarah Eko Muhammad Arif Budiono, Bambang Soepeno, Rully Putri Nirmala P ...... 23 5. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah dengan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Model Teams Games Tournament (TGT) pada Siswa Kelas XI IPS 2 Semester 1 Tahun Pelajaran 2018/2019 SMA Kristen Satya Wacana Salatiga Raden Wahyu Joyo Diningrat ...... 28 6. Kulturasi Ajaran Islam melalui Sistem dan Lembaga Pendidikan Islam pada Masyarakat masa Kesultanan di Nusantara Sarkowi dan Muhamad Akip ...... 36 7. Sejarah Kebudayaan: Hasil Kebudayaan Material dan Non-Material Akibat adanya Pengaruh Islam di Nusantara Alfain Nur Mustawhisin, Rully Putri Nirmala Puji, Wiwin Hartanto ...... 54 8. Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Asing di Aceh Timur (1945-1968) Halimatussa’diah Simangunsong dan Suprayitno ...... 67 9. Elite Tradisional dalam Onder Afdeling Rawas Masa Kekuasaan Belanda Tahun 1901-1942 Agus Susilo dan Sarkowi ...... 78 10. TRIP Jawa Timur Firza Azzam, Rully Putri Nirmala Puji, Wiwin Hartanto ...... 88

ISSN-E: 2623-2065 Vol. 1, No. 2 (Juli-Desember 2019): 36-53 ISSN-P: 2684-8872

KULTURASI AJARAN ISLAM MELALUI SISTEM DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM PADA MASYARAKAT MASA KESULTANAN DI NUSANTARA

Sarkowi1, Muhamad Akip2 1Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Lubuklinggau 2Pendidikan Agama Islam STAI-BS Lubuklinggau Alamat korespondensi: [email protected]

Diterima: 26 Juni 2019; Direvisi: 23 Juli 2019; Disetujui: 30 Juli 2019

Abstract This research to discuss the process of habituating Islam through Islamic education systems and institutions in the midst of society during the Islamic sultanate in Nusantara. This article was written with a historical method that was elaborated with Islamic study research with a sociological, political, intellectual, and study of Islamic thought. Borrowing behavioral and institutional historical theory concepts that an individual and institutional behavior in the process of socializing ideas or certain teachings will shape the cultural values that live in the midst of society. Based on this theory, the discussion of the process of habituating Islamic teachings to the people in Nusantara is the result of the interaction of da'wah through systems and educational institutions that grow in the midst of society. The beginning of the process of habituating Islamic teachings has occurred since the entry of Islam into the Nusantara through da'wah education and halaqah-halaqah carried out by the preachers, then after the islamization process developed throughout the Nusantara and the establishment of Islamic sultanate political institutions, the habituation process with the halaqah system continued to develop through institutions - Islamic education institution. The educational institutions in question are state mosque educational institutions scattered throughout the centers of Islamic sultanates and mosques in residential areas, meunasah, rangkang and dayah educational institutions in Aceh, educational institutions in Minangkabau and other regions, langgar educational institutions in Kalimantan, and Islamic boarding schools in Java. In these institutions the educational process takes place which still maintains one of the early educational systems of Islam, namely the halaqah method. Through these educational institutions there is a process of crystallization and habituation of Islamic teachings, both to the students and to the people who follow the halaqah-halaqah which is open to the public at large Keywords: Habituation of Islam, Educational Institution, Nusantara.

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk membahas proses kulturisasi ajaran Islam melalui sistem dan lembaga pendidikan Islam di tengah-tengah masyarakat pada masa kesultanan Islam di Nusantara. Artikel ini ditulis dengan metode historis yang dielaborasikan dengan penelitian studi Islam dengan pendekatan sosiologis, politik, intelektual, dan studi pemikiran Islam. Meminjam konsep teori sejarah behavioral dan institusional bahwa suatu prilaku individu dan institusi dalam proses sosialisasi gagasan ataupun ajaran tertentu akan membentuk nilai budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Berpijak dari teori ini, pembahasan tentang proses kulturisasi ajaran Islam pada masyarakat di Nusantara merupakan hasil interaksi dakwah melalui sistem dan lembaga pendidikan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Awal proses kulturisasi ajaran Islam sudah terjadi sejak masuknya Islam ke bumi Nusantara melalui edukasi dakwah dan halaqah-halaqah yang dilakukan oleh para mubaligh, selanjutnya setelah proses islamisasi berkembang ke seluruh Nusantara dan terbentuknya institusi politik kesultanan Islam, proses kulturisasi dengan sistem halaqah terus berkembang melalui lembaga- lembaga pendidikan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan yang dimaksud adalah lembaga pendidikan masjid negara yang tersebar di seluruh pusat kesultanan Islam maupun masjid di pemukiman-pemukiman penduduk, lembaga pendidikan meunasah, rangkang, dan dayah di Aceh, lembaga pendidikan surau di Minangkabau dan daerah lainnya, lembaga pendidikan langgar di kalimantan, dan lembaga pondok di Jawa. Pada lembaga-lembaga ini berlangsungnya proses pendidikan yang masih mempertahankan satu sistem pendidikan awal Islam, yakni metode halaqah. Melalui lembaga-lembaga pendidikan inilah terjadi proses kristalisasi dan kulturisasi ajaran Islam, baik terhadap para murid maupun pada masyarakat yang mengikuti halaqah-halaqah yang dibuka umum untuk masyarakat luas. Kata Kunci: Kulturisasi Ajaran Islam, Lembaga Pendidikan, Nusantara.

http://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JS/index 36

SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 1, No. 2 (Juli-Desember 2019): 36-53.

A. Pendahuluan sistem pendidikan termasuk salah satu Kulturisasi merupakan proses pokok dari kebudayaan universal dunia membudayakan suatu nilai atau (Koentjaraningrat, 2009: 165). Bahkan dalam pengetahuan terhadap suatu Islam sendiri pendidikan dipandang masyarakat, sehingga terbentuk pola sebagai hak setiap orang (education for all), yang mengakar dan melembaga serta laki-laki maupun perempuan, dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan berlangsung sepanjang hayat (long life dari masyarakat tersebut. Menurut education) (Nata, 2013: 87). Bertolak dari arti definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia penting, kewajiban dan kebutuhan setiap kulturisasi berarti proses Muslim terhadap pendidikan, oleh sebab itu membudayakan (https:/kbbi.web.id, sejak Islam masuk ke Nusantara, maka diakses 10 Juni 2019). sejak saat itu juga proses pendidikan Dalam konteks kulturisasi ajaran berlangsung. Namun dalam praktiknya Islam pada masyarakat Nusantara pada masyarakat awal Islam di Nusantara bermakna suatu proses penanaman proses pendidikan penanaman nilai-nilai nilai-nilai keislaman atau dan pokok-pokok ajaran Islam dilakukan pembudayaan ajaran Islam terhadap secara bertahap, bahkan kadangkala masyarakat, sehingga menjadi memanfaatkan sarana dan budaya keyakinan dan cara pandang dalam setempat yang tidak bertentangan dengan mengatur prilaku individu dan pola Islam. hidup serta tradisi yang berkembang di Awal kulturisasi ajaran Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat Nusantara dengan merujuk pada Nusantara, baik yang berkaitan dengan pendapat bahwa awal masuknya Islam akidah, ibadah, akhlak, maupun ke Nusantara sejak abad VII M/I H dan muamalat dan uqubat. Dalam hal ini II H (Abdullah, ed., 2012: 11-13), sistem dan lembaga pendidikan Islam berarti praktik pendidikan Islam di memiliki peran yang sangat vital dan Nusantara telah berlangsung d a l a m urgen dalam proses kulturisasi waktu yang cukup lama, karena tersebut. proses dakwah dan islamisasi Pendidikan Islam dapat diartikan suatu kepada masyarakat lokal merupakan proses yang dilaksanakan untuk bagian yang tidak terpisahkan dari menyampaikan seruan agama Islam atau bagian pendidikan Islam. Meskipun dakwah, memberikan keteladanan, demikian, akselerasi Islam secara besar- mengasah keterampilan, memotivasi, dan besaran kepada masyarakat di berbagai menciptakan suasana lingkungan sosial kepulauan di Nusantara terjadi pada yang mendukung pembentukan beberapa abad berikutnya setelah kepribadian muslim (Daradjat, 1992: 27). berdirinya institusi politik Islam. Adapun yang menjadi dasar dalam Walaupun demikian, bukan berarti pendidikan Islam berlandaskan proses kulturisasi pendidikan Islam Islam yang berpedoman kepada Alquran, pada masyarakat lokal di Nusantara hadis, ijma’ sahabat dan qiyas, secara tidak terjadi, hanya saja proses keyakinan merupakan sumber hukum kulturisasi yang berlangsung tidak dalam agama Islam. Aqidah sebagai dasar secepat setelah ditopang institusi dalam pendidikan Islam karena dianggap politik Islam. Hal yang sama juga sebagai tolok ukur keyakinan dalam Islam, terjadi pada awal kelahiran agama sehingga diharapkan dapat membentuk Islam di Mekah, Nabi Muhammad saw muslim berintegritas dalam beragama yang tidak mendapat tempat yang luas melahirkan peraturan dalam kehidupan dalam ajakannya kepada masyarakat sesuai ketentuan syariat Islam. Mekah, namun proses pembinaan Dalam kajian Antropologi Budaya, (tasqif) terhadap masyarakat yang telah sistem pengetahuan atau pendidikan memeluk Islam dilaksanakan secara merupakan suatu yang tidak terpisahkan intensif di rumah salah satu dari kehidupan manusia, karena itulah sahabatnya. Begitu juga proses

37

Sarkowi dan Muhamad Akip. Kulturasi Ajaran Islam Melalui Sistem dan Lembaga Pendidikan Islam pada Masyarakat masa Kesultanan di Nusantara islamisasi dan kulturisasi ajaran Islam masyarakat Islam di Nusantara yang terjadi di bumi Nusantara. mengambil alih pranata pendidikan Sejak awal perkembangan Islam di yang sudah ada sebelum , pendidikan menjadi menjadi institusi pendidikan Islam. Di prioritas masyarakat muslim, selain Jawa lembaga keagamaan pra-Islam pentingnya pendidikan, kebutuhan diubah menjadi pesantren, di islamisasi mendorong umat Islam Minangkabau mentransfer surau melaksanakan pengajaran Islam sebagai pranata pendidikan Islam, dan walaupun dalam bentuk yang masih di Aceh umat Islam mengalihfungsikan sangat sederhana dan terbatas melalui lembaga masyarakat meunasah sebagai halaqah-halaqah yang dilakukan di lembaga pendidikan Islam (Asrohah, masjid, mushala kecil, bahkan juga di 1999: 144). rumah-rumah maupun di rumah- Bentuk pendidikan yang muncul dan rumah masyarakat lokal yang telah berkembang di tengah-tengah menerima agama Islam. Dari proses komunitas Muslim di Nusantara dakwah dan halaqah-halaqah yang memiliki aneka corak dan bentuk berlangsung dalam kurun waktu yang meyesuaikan kultur dan kondisi panjang ini membentuk suatu kultur masyarakat saat itu. Meskipun lembaga baru di tengah kehidupan masyarakat pendidikan pertama hidup di Nusantara yang selanjutya disebut sebagai kultur adalah lembaga pendidikan di masjid, masyarakat Islam di Nusantara, baik berikutnya setelah Islam berkembang yang berkaitan dengan akidah atau meunasah di Aceh dianggap lembaga keyakinan, ibadah, nilai-nilai moral atau pendidikan non masjid yang tertua dan akhlak, bahasa hingga tradisi dan berpengaruh terhadap lahirnya lembaga istiadat yang bekembang di tengah- pendidikan Islam lainnya, termasuk tengah masyarkat. Proses kulturisasi surau dan pondok pesantren. Islam terhadap masyarakat ini Perkembangan selanjutnya, pondok kemudian dipercepat dengan pesantren dianggap lembaga terbentuknya kesultanan-kesultanan pendidikan dalam perjalanan sejarah Islam yang melaksanakan formalisasi panjang bangsa Indonesia yang masih hukum-hukum Islam sebagai peraturan bertahan dan berkembang hingga saat yang berlaku di tengah kehidupan ini, namun bukan bearti pondok masyarakat serta terbentuknya berbagai pesantren satu-satunya bentuk lembaga lembaga pendidikan Islam yang terus pendidikan awal yang hidup dan hadir berkembang, sehingga akselerasi di tengah masyarakat Islam di kulturisasi ajaran Islam terhadap Nusantara. Pendidikan meunasah di masyarakat di Nusantara semakin Aceh, surau di Minangkabau, dan mengkristal. langgar di Banjar meskipun dalam Dalam perkembangan Islam, masjid perjalanannya tergeser oleh pengaruh merupakan kebutuhan yang tidak dapat pendidikan yang dibawa oleh dipisahkan dari masyarakat ataupun kolonialisme Belanda, akan tetapi komunitas Islam sebagai tempat lembaga tesebut dalam beberapa dekade melaksanakan ibadah shalat berjamaah telah berkontribusi besar dalam dan sekaligus difungsikan sebagai perkembangan Islam dan proses lembaga pendidikan dasar bagi kulturisasi ajaran Islam kepada masyarakat, bahkan masjid dianggap masyarakat di Nusantara. Bahkan sebagai lembaga pendidikan paling pesatnya perkembangan pendidikan di awal muncul di tengah masyarakat Aceh sebagai pusat pendidikan dan dibandingkan dengan lembaga-lembaga penyebaran Islam di Nusantara maupun pendidikan Islam lainnya yang Asia Tenggara menjadikan Aceh kemudian muncul dan berkembang dijuluki sebagai Serambi Mekah. sebagai lembaga pendidikan khusus. Dari lembaga-lembaga pendidikan Kebutuhan terhadap pendidikan i n i Islam pada masa kesultanan di mendorong para mubaligh dan Nusantara, baik lembaga pendidikan di

38 SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 1, No. 2 (Juli-Desember 2019): 36-53.

masjid, meunasah, surau, langgar penanaman ajaran Islam. Dengan maupun pondok pesantren, salah satu melakukan studi komparatif terhadap sistem pengajaran terpenting adalah lembaga pendidikan tersebut dapat dalam bentuk metode halaqah. menyimpulkan adanya pola yang sama Sebagaimana disebutkan di awal, bahwa dalam proses kulturisasi ajaran Islam metode ini merupakan sistem edukasi melalui lembaga-lembaga pendidikan Islam pertama yang digunakan oleh Islam di Nusantara pada masa para mubaligh dalam berdakwah dan kesultanan Islam. Oleh sebab itu melaksanakan proses islamisasi dan penelitian ini bertujuan untuk pembinaan pada masayarakat lokal menggambarkan pola kulturisasi ajaran yang tertarik terhadap agama Islam. Islam melalui sistem dan lembaga Hasil dari proses pendidikan yang pendidikan Islam pada masa kesultanan berlangsung dalam kurun waktu yang Islam di Nusantara. panjang tersebut, adanya pengaruh Islam kepada masyarakat sebagai suatu B. Metode Penelitian kulturisasi ajaran Islam terhadap Penelitian ini adalah penelitian dari masayarakat di Nusantara melalui sumber-sumber kepustakaan (library sistem halaqah dan lembaga-lembaga- research) dengan menggunakan metode lembaga pendidikan, baik berkaiatan historis yang dielaborasikan dengan akidah, ibadah, moral/akhlak, seni, penelitian studi Islam dengan bahasa maupun tradisi dan adat istiadat pendekatan sosiologis, politik, di tengah kehidupan masyarakat. Oleh inteletual, dan studi pemikiran Islam. sebab itu penelitian ini memiliki sudut Data diperoleh dari sumber-sumber pandang yang berbeda dengan kepustakaan yang relevan, baik berupa penelitian-penelitian lainnya yang buku, jurnal, dan sumber lainya. mengangkat topik tentang lembaga Menurut Gilbert (dalam Abdrurrahman, pendidikan Islam yang muncul pada 2007: 53) metode penelitian sejarah masa kesultanan Islam. Pada penelitian adalah sekumpulan cara kerja dan ini penulis melihat bahwa proses prinsip sistematika ilmu dalam kulturisasi berlangsung sejak awal mengolah sumber-sumber sejarah keberadaan Islam di Nusantara melalui dengan efektif, menguji secara kritis, sistem halaqah, selanjutnya sistem dan sintesis dari pengumpulan sumber halaqah menjadi metode pengajaran sejarah secara tertulis. Dengan demikian dalam lembaga pendidikan yang metode sejarah tidak sekedar tumbuh dan berkembang pada saat itu menceritakan suatu peristiwan saja sehingga turut mempercepat proses melainkan untuk mengetahui secara kulturisasi dan kristalisasi ajaran Islam utuh dengan sudut pandang dan terhadap masyarakat, sehingga topik ini prosedur yang telah ditetapkan oleh penulis anggap sangat layak untuk ilmu sejarah. ditelaah lebih jauh berdasarkan fakta Pengumpulan dan pengolahan data historis. sesuai prosedur penelitian sejarah Adapun ruang lingkup penelitian ini, dengan tahapan dan langkah-langkah meskipun secara dimensi spasial sebagai berikut: menjadikan Nusantara sebagai bagian 1. Heuristik objek pembahasan, namun topik Heuristik berasal dari bahasa Yunani penelitian ini membatasi pembahasan heuristiken yang bearti menemukan pada proses kulturisasi ajaran Islam. atau mengumpulkan sumber (Madjid, Dengan memilih kajian spasial 2014: 219). Dalam hal yakni kenusantaraan pada pembahasan ini mengumpulkan sumber sejarah yang akan memberikan gambaran utuh tersebar baik berupa catatatan, tentang proses kulturisasi ajaran Islam kesaksian, keterangan, dan fakta-fakta pada setiap lembaga pendidikan Islam lain yang dapat memberikan gambaran di Nusantara memiliki akar dan pola sebuah peritiwa yang yang berkaitan yang sama dalam sistem dan metode dengan topik pembahasan.

39

Sarkowi dan Muhamad Akip. Kulturasi Ajaran Islam Melalui Sistem dan Lembaga Pendidikan Islam pada Masyarakat masa Kesultanan di Nusantara

Adapun data-data atau sumber pendidikan sejak awal Islam dan masa sejarah yang dikumpulkan dalam kesultanan di Nusantara. penelitian ini diperoleh melalui sumber 4. Historiografi kepustakaan yang relevan baik dari Historiografi, merupakan cara buku maupun jurnal-jurnal berkaitan penulisan, pemaparan atau pelaporan dengan topik penelitian ini. hasil penelitian sejarah yang sudah 2. Verifikasi (Kritik Sumber) dilakukan. (Abdurrahman, 2007: 68). Kritik sumber merupakan tahap Historiografi merupakan tahap akhir kedua setelah sumber dikumpulkan dalam penelitian sejarah, tahap inilah maka harus diverifikasi, yakni dengan yang dikenal dengan penulisan sejarah. cara memilah dan memilihnya secara Menurut R. Moh. Ali (2005: 37) sejarah kritis dalam rangka mencari kebenaran bukan semata-mata rangkain fakta (truth) (Arif, 2011: 37). Verifikasi atau belaka, tetapi sejarah adalah sebuah kritik sangat penting dalam keabsahan cerita yang menghubungkan antara sumber agar diketahui kejelasan dan kenyataan yang sudah menjadi kredibilitasnya sumber yang diperoleh. kenyataan peristiwa dan suatu Dalam meneliti dan menilai data yang pengertian bulat dalam jiwa manusia diperoleh melalui dua cara, yakni kritik atau pemberian interpretasi kepada intern dan kritik ekstern. Dalam kejadian tersebut. Artinya tahap penelitian ini penulis hanya historiografi ini merupakan tahap akhir menggunakan sumber-sumber sekunder yang dilakukan secara tertulis setalah tertulis (written secondary sources) yang dilakukannya interpretasi terhadap dianggap kredibel dan relevan dengan sumber-sumber sejarah yang diperoleh. topik pembahasan. 3. Interpretasi C. Pembahasan Interpretasi atau penafsiran adalah Kulturasi Ajaran Islam Pada suatu upaya untuk melihat kembali Masyarakat di Nusantara tentang sumber-sumber yang Proses kulturisasi ajaran Islam pada didapatkan, apakah sumber-sumber masyarkat lokal di Nusantara melalui yang diperoleh terdapat hubungan yang pendidikan Islam diperkirakan sudah satu dengan yang lain atau tidak. berlangsung sejak awal masuknya Islam Kemudian baru dilakukan penafsiran di bumi Nusantara. Masuknya Islam ke terhadap sumber yang didapatkan. Nusantara itu sendiri menurut sebagian Interpretasi sangat esensial dan krusial sejarawan telah terjadi sejak abad VII dalam metodologi sejarah, hubungan Masehi. Diantara yang berpendapat kausalitas antar fakta menjadi sangat masuknya Islam pada abad ke VII atau penting untuk melanjutkan pekerjaan abad pertama Hijriah ini dikemukakan melakukan interpretasi (Madjid, 2014: oleh . Menurutnya Islam 225). pertama kali masuk ke Nusantara Sesuai metode historis, penelitian ini langsung dari Arab, dengan alasan membahas berbagai peristiwa terkait ramainya jalur pelayaran internasional dengan memperhatikan unsur tempat, sejak awal abad VII melalui Selat waktu, objek, latar belakang dan pelaku Malaka yang terhubung dengan Dinasti dari peristiwa tersebut (Abdullah, 1987: Tang di Cina, Sriwijaya di Asia 105). Pada tahapan interpretasi ini, Tenggara dan Bani Umayyah di Asia penulis berusaha menganalisis data Barat (Hasymy, 1981: 358). Hal ini dielaborasikan dengan penelitian studi sejalan dengan teori T.W. Arnold yang Islam dengan pendekatan sosiologis, mengemukakan bahwa Semenanjung politik, inteletual, dan studi pemikiran Arabia salah satu tempat asal Islam Islam, sehingga penyimpulan dari hasil yang datang ke Nusantara sejak awal penelitian ini melihat adanya suatu Abad Hijriah atau abad VII dan VIII kulturisasi ajaran Islam terhadap Masehi melalui pedagang yang diduga masyarakat Nusantara melalui proses terlibat aktif dalam penyebaran Islam terhadap penduduk lokal, bahkan

40 SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 1, No. 2 (Juli-Desember 2019): 36-53.

sebagian mereka menikahi wanita- Proses kulturisasi melalui pendidikan wanita lokal sehingga terbentuk inti Islam terhadap penduduk lokal pada komunitas Muslim dari penduduk lokal. masa awal di Nusantara, meskipun Menurut sumber-sumber catatan Cina diperkirakan sudah berlangsung sejak menjelang akhir abad VII seorang abad pertama Hijriah atau abad VII dan pedagang Arab menjadi pemimpin VIII Masehi, namun perkembangannya sebuah pemukiman Arab muslim di belum mengalami progres yang pesisir pantai Sumatera (Arnold dalam signifikan. Hal ini disebabkan masih Abdullah, ed., 2012: 11). kuatnya pengaruh kepercayaan lokal Kedatangan Muslim Arab di maupun Hindu-Budha yang disokong Nusantara telah mengawali terjadinya oleh institusi politik kekuasaan saat itu. interaksi dakwah terhadap penduduk Islam saat itu diperkirakan baru dikenal lokal dan dalam perkembangan oleh penduduk lokal di daerah-daerah berikutnya terbentuk komunitas pesisir yang berdekatan dengan muslim. Dengan terbentuknya pelabuhan-pelabuhan yang dikunjungi komunitas muslim ini, dianggap sebagai para mubaligh dan pedagang muslim tonggak awal terjadinya proses Arab. Setelah Islam berkembang kulturisasi ajaran Islam melalui membentuk komunitas masyarakat dan pendidikan Islam terhadap penduduk institusi politik, proses kulturisasi ajaran lokal yang telah memeluk agama Islam Islam dilaksanakan secara massif dan dalam bentuk pembinaan melalui bersifat kolektif melalui saluran-saluran halaqah-halaqah terbatas. Sebagaimana lembaga pendidikan yang berkembang tradisi awal munculnya Islam pada saat itu. masa Nabi Muhammad Saw di Mekkah, Tumbuhnya lembaga-lembaga setiap pemeluk Islam pada masa awal pendidikan masa kesultanan di yang dikenal dengan sebutan al-sabiqun Nusantara, proses kulturisasi ajaran al-awwalun senantiasa mendapat Islam ke tengah masyarakat semakin pembinaan rutin dari Nabi Muhammad lebih intensif melalui lembaga-lembaga Saw di rumah Arqam bin Abil Arqam pendidikan yang diselenggarakan oleh yang dikenal sebutan Dar al-Arqam. negara, di samping pengajian-pengajian Rasulullah Saw menyampaikan ayat- umum yang dilaksanakan secara ayat yang telah diterimanya kepada swadaya oleh masyarakat. Diantara kaum muslimin. Nabi Muhammad lemabaga pendidikan yang berkembang juga membina mereka, memahami, adalah istana pemerintahan, lembaga dan melaksanakan ayat-ayat Al- pendidikan masjid di setiap daerah, Quran (Nata, 2012: 193). Adapun lembaga meunasah, rangkang dan dayah jumlah mereka yang mendapat di Aceh, surau di Minangkabau, langgar pembinaan dari Nabi Muhammad di Kalimantan dan pesantren di Jawa jumlahnya sangat terbatas. Begitu juga (Sunanto, 2010: 105-111). Setiap lembaga dengan pembinaan yang dilakukan oleh pendidikan ini sangat berkontribusi Mush’ab bin Umair terhadap penduduk besar dalam mempercepat proses Madinah sebelum terjadinya peritiswa pembudayaan ajaran Islam di tengah hijrah, kulturisasi nilai-nilai Islam masyarakat, dengan kata lain lembaga melalui pendidikan dilaksanakan di pendidikan inilah yang banyak rumah-rumah penduduk yang telah melakukan kulturisasi ajaran Islam memeluk Islam atau dipasar dan di dalam kehidupan rakyat di Nusantara. tempat keramaian dengan ditemani oleh penduduk lokal yang telah menerima Sistem Halaqah Sebagai Saluran Islam untuk menjamin keselamatan dan Kulturisasi Ajaran Islam keamanan bagi mubaligh. Pola inilah Halaqah dianggap sebagai bentuk yang sangat memungkinkan dilakukan pendidikan tertua yang dilaksanakan di dalam proses pendidikan Islam Nusantara, bahkan bentuk pendidikan ini terhadap penduduk lokal pada masa merupakan tradisi tertua dalam awal Islam di Nusantara. melakukan pembinaan di sepanjang

41

Sarkowi dan Muhamad Akip. Kulturasi Ajaran Islam Melalui Sistem dan Lembaga Pendidikan Islam pada Masyarakat masa Kesultanan di Nusantara sejarah peradaban umat Islam. Halaqah berkembang luas ke berbagai penjuru secara bahasa berarti adalah kalung, bumi, termasuk bumi Nusantara. lingkaran atau sekumpulan orang yang Metode pengajaran dalam bentuk duduk berbentuk lingkaran (Munawwir, halaqah hingga saat ini tetap bertahan 1997: 290). Sementara pendidikan model karena bentuk pendidikan Islam seperti halaqah sendiri adalah pendidikan yang ini mudah untuk dilaksanakan oleh dilaksanakan dengan cara seorang guru siapapun yang ingin menyampaikan duduk menyampaikan ilmu dan murid- pesan-pesan ajaran Islam, sebab tidak murid duduk mengelilinginya dalam membutuhkan tempat khusus. Bentuk bentuk lingkaran. Menurut Zuhraini pendidikan yang simpel ini dkk (1997: 100) Halaqah adalah sebuah mempermudah para mubaligh Islam istilah yang ada hubungannya dengan masa awal di Nusantara untuk dunia pendidikan, khususnya berinteraksi dan menyampaikan ajaran pendidikan dalam Islam istilah halaqah Islam kepada penduduk lokal yang digunakan untuk menyebut sekelompok tertarik dengan agama Islam. Halaqah orang Islam dengan rutin mempelajari pada masa awal Islam di Nusantara di Islam dalam jumlah antara 3-12 orang laksanakan di rumah-rumah, pondok- atau terkadang dengan jumlah yang pondok tempat beristirahat dan tempat- lebih besar. Jadi halaqah merupakan tempat yang memungkinkan terjadi proses pembelajaran dilakukan para proses halaqah. Bentuk ini terus murid-murid yang duduk melingkari berlangusung hingga terbentuknya guru yang mengajarkan Islam. Dalam institusi politik Islam pertama halaqah guru membacakan dan Kesultanan Perlak, Samudera Pasai dan menerangkan kitab yang dikarangnya Malaka. Pada masa ini halaqah tidak atau menjelaskan kitab para ulama lain. hanya di laksanakan di rumah-rumah, Pendidikan model halaqah pada melainkan sudah dilaksanakan di dasarnya bisa dilaksanakan di berbagai masjid negara, masjid-masjid dan istana tempat, baik di rumah, masjid ataupun kerajaan (Sunanto, 2010: 105-106). tempat-tempat lainnya. Pendidikan Menurut Taufik Abdullah (dalam Islam dalam model halaqah inilah yang Sunanto, 2010: 104-105) berdasaran diaggap sebagai bentuk pembinaan laporan Ibnu Batutah yang pernah sejak masa awal Islam di Nusantara, berkunjung ke Samudera Pasai pada sebab bentuk pendidikan ini tidak tahun 1354, bahwa raja atau sultan membutuh tempat pengajaran secara melaksanakan halaqah setelah shalat formal, sehinggal dapat dilaksanakan Jumat sampai waktu Ashar. Adapun isi dengan mudah, baik di rumah, tempat halaqah yang mereka bahas masalah- istirahat di area tempat tinggal, bahkan masalah keagamaan maupun masalah dapat juga dilaksanakan di berbagai keduniaan. Sehingga diduga kuat pada tempat lainnya yang memungkinkan masa tersebut Samudra Pasai sudah terjadinya penyampaian pesan-pesan menjadi pusat agama Islam di Asia ajaran Islam. Tenggara dan tempat berkumpulnya Dalam jejak perjalanan sejarah para ulama. Sedangkan untuk luar peradaban Islam, halaqah merupakan kerajaan atau kesultanan halaqah-halaqah bentuk pendidikan tertua yang telah juga dilaksanakan di koloni-koloni dilaksanakan pada masa Nabi tempat pedagang-pedagang Islam yang Muhammad Saw, baik di Mekah berdatangan di pelabuhan-pelabuhan. maupun di Madinah. Pada saat fase Perhalaqahan di masjid istana biasanya Mekah, Nabi Muhammad Saw banyak dihadiri oleh anak-anak senantiasa melakukan pembinaan pembesar kerajaan, pejabat dan pegawai terhadap para sahabat yang telah isatana, sedangkan di masjid-masjid, memeluk agama Islam dalam bentuk rumah-rumah guru dan langgar di luar halaqah di rumah Arqam bin Abil istana perhalaqahan dibuka untuk Arqam. Tradisi halaqah ini terus masyarakat umum. Meskipun demikian, berlanjut setelah agama Islam materi-materi Islam yang disampaikan

42 SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 1, No. 2 (Juli-Desember 2019): 36-53.

tetap sama seputar aqidah, syariah, Di Nusantara, pada masa awal dan akhlak dan lain sebagainya. perkembangan Islam, masjid menjadi Dari bentuk pendidikan sederhana sentral kegiatan umat Islam khususnya semacam halaqah saat awal bidang pendidikan. Karena masjid perkembangan Islam di Nusantara ini merupakan jantung peradaban Islam, mampu memberikan kontribusi besar maka tradisi ilmiah berkembang di dalam penyebaran dan membudayakan lembaga ini (Heriyanto, 2011: 82). Oleh Islam di tengah-tengah masyarakat. Saat sebab itu masjid merupakan pertama pendidikan Islam semakin berkembang dan utama dalam proses kulturisasi dalam bentuk berbagai lembaga ajaran Islam di tengah masyarakat. pendidikan Islam di Nusantara model Keberadaan masjid sebagai lembaga pendidikan semacam ini tetap bertahan, dan pusat pendidikan pada masa-masa baik di lembaga pendidikan masjid, awal ini terekam dari laporan Ibnu meunasah, surau, langgar, maupun Batutah dalam bukunya Rihlah Ibn pesantren. Hal ini semakin menegaskan Batutah ketika mengunjungi Kesultanan bahwa sistem pendidikan dalam bentuk Samudra Pasai pada tahun 1354 yang halaqah tetap menjadi saluran dalam mengikuti halaqah yang diadakan oleh menanamkan ajaran Islam di tengah sultan di masjid kesultanan setelah masyarakat, sehingga terjadinya shalat jumat hingga masuk waktu ashar. kulturisasi ajaran Islam merupakan Dari keterangan tersebut menunjukkan suntikan besar dari sistem pengajaran masjid dijadikan lembaga pendidikan dalam bentuk halaqah. dan Samudra Pasai merupakan pusat

agama Islam dan berkumpulnya ulama- Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara dan Proses Kulturisasi ulama dari berbagai negeri Islam Ajaran Islam mendiskusikan agama dan masalah 1. Masjid Sebagai Lembaga dan Pusat keduniawian (Abdullah, 1991: 110). Pendidikan Dalam perkembangan selanjutnya, Dalam Islam masjid bersifat multi setiap kesultanan Islam di Nusantara fungsi. Selain sebagai tempat shalat membangun masjid sebagai tempat berjamaah, masjid juga berfungsi ibadah, musyawarah, kegiatan dalam menyelesaikan perkara keagamaan, sosial, peradilan dan hukum, dan tempat kegiatan sosial, termasuk pendidikan. Masjid negara termasuk pendidikan. Pada masa biasanya disebut masjid agung, awal Islam, setelah hijrah kaum dibangunan berdekatan dengan istana muslim ke Madinah, kegiatan kesultanan yang dikelola oleh pendidikan berpusat di masjid-masjid. pemerintah. Selain masjid agung, juga Di masjid Rasulullah Saw mengajarkan dibangun masjid-masjid di pemukiman- Islam dalam bentuk halaqah kepada para pemukiman masyarakat atau di sahabat yang duduk mengelilingi pedesaan dengan ukuran disesuaikan beliau untuk mendengar dan dengan kebutuhan masyarakat. Baik berdiskusi tentang urusan agama dan masjid agung, maupun masjid di berbagai permasalahan kehidupan pemukiman masyarakat, selain sebagai sehari-hari. Semakin luas wilayah Islam tempat ibadah juga difungsikan sebagai yang ditaklukkan Islam, semakin lembaga pendidikan masyarakat. Di meningkat pula jumlah bilangan Kesultanan Aceh Darussalam misalnya, masjid yang didirikan. Semua masjid Sultan Iskandar Muda sangat pada masa awal Islam dijadikan pusat memperhatikan pengembangan agama kegiatan umat Islam. Di antara masjid dan pendidikan dengan membangun masa awal yang dijadikan tempat Masjid Baiturrahman dan berbagai pendidikan dan pembinaan Islam masjid di pemukiman masyarakat, serta adalah Masjid Nabawi, Masjid al- pusat pendidikan tinggi yang disebut Haram, Masjid Kufah, Masjid Bashrah, dayah (Sunanto, 2010:106-107). dan banyak lagi (Nata, 2012: 197). Di pusat Kesultanan Palembang

43

Sarkowi dan Muhamad Akip. Kulturasi Ajaran Islam Melalui Sistem dan Lembaga Pendidikan Islam pada Masyarakat masa Kesultanan di Nusantara

Darussalam juga didirikan masjid agung atau masjid agung dan masjid-masjid di yang megah yang sering disebut masjid pemukiman masyarakat yang dibangun kesultanan. Masjid ini didirikan oleh oleh negara maupun masjid swadaya Sultan Mahmud Badaruddin I (1724- masyarakat. 1758) sebagai pusat pendidikan dan Di Kesultanan Mataram, Sultan pengajaran, sehingga Palembang Agung memerintah di setiap tingkat tumbuh menjadi salah satu pusat pemerintahan di bangun masjid. Masjid- keagamaan dan kesusteraan Melayu. masjid tersebut berada di bawah Masjid inilah para ulama diserahin tanggung jawab pejabat negara yang urusan untuk menangani pendidikan mengurusi masyarakat setempat di kepada masyarakat. Di sekitar masjid ini tingkat pemerintahan, bahkan dapat tinggal para penghulu, imam, khatib, dikatakan masjid sebagai kantor guru agama, para penuntut ilmu dan pemerintahan yang mengurusi agama. syekh tarekat. Baik kasus di Jawa Masjid pada masa ini selain sebagai maupun di Palembang ini, penghulu tempat ibadah juga mejalankan fungsi yang diangkat tidak hanya mengurusi pendidikan. Sehingga masjid berfungsi persoalan penerapan hukum Islam, akan sebagaimana fungsi masjid di dunia tetapi juga diserahi untuk mengurus Islam lainnya, sejak masa Rasulullah berbagai persoalan lainnya, termasuk Saw. (Abdullah, ed., 2012:332). masasalah pendidikan dan pengajaran Meskipun pendidikan dan pengajaran (Abdullah, ed., 2012: 332-333). saat ini tidak dapat diindektifikasikan Di Kesultanan Demak, Raden Fatah secara utuh, tingkat pendidikan masa bersama Wali Songo membangun Masjid Kesultanan Mataram dapat sejajarkan Agung Demak sebagai pusat islamisasi dengan tingkat-tingkat jabatan dan pendidikan umat Islam. Di samping keagamaan yang diangkat pemerintah berperan sebagai tempat muzakarah dan dengan masjid masing-masing. sarasehan para wali, juga sebagai tempat Pendidikan rendah atau dasar ditangani para wali memberikan pendidikan dan oleh pejabat agama yang dipimpin oleh pengajaran kepada kaum muslimin modin di masjid desa. Tingkat ketika itu (Abdullah, ed., 2012:333). selanjutnya di masjid kewedanaan, lalu Berdirinya Kesultanan Islam Demak tingkat kabupaten dan terakhir masjid sebagai kesultanan Islam pertama di agung. Untuk masjid yang dilengkapi Jawa, syiar Islam semakin berkembang dengan asrama, maka bisa disamakan luas serta pendidikan dan pengajaran dengan pesantren. Adapun pejabat Islam pun bertambah maju. Inilah yang agama yang menangani pendidikan dan ikut mempercepat proses islamisasi dan keulamaan digelari seperti kiai anom, kulturisasi ajaran Islam kepada kiai sepuh, dan kanjeng kiai. Dan masyarakat Jawa. Pelaksanaan pendidikan tertinggi memberikan pendidikan Islam di Demak memiliki keahlian untuk mendalami ilmu agama kemiripan dengan pendidikan di Aceh (Yunus dalam Abdullah, ed., 2012: 332). dan daerah lain, yakni dengan Di Kalimantan Timur, setelah terjadi membangun masjid di tempat pusat islamisasi Kerajaan Kutai juga pemerintahan. Di masjid tersebut membangun masjid di pusat kerajaan. pendidikan dibina bawah pimpinan Masjid ini jadikan sebagai pusat seorang ulama atau guru sehingga masjid pengajaran, dan proses islamisasi menjadi pusat pendidikan dan kegiatan berawal dari masjid negara ini. Begitu dakwah Islam. Wali biasanya diberi juga di Sulawesi, proses pendidikan dan gelar resmi sesuai nama daerah pengajaran Islam berlangsung di masjid dakwahnya, misalnya Sunan Gunung kesultanan. Di Kesultanan Goa, Sultan Jati (Yunus, 1985: 14). Begitupun dengan Alauddin mendirikan masjid di Bantoala penghulu yang diangkat oleh sultan, yang berfungsi sebagai tempat shalat, biasanya juga melaksanakan pendidikan pusat pengajian, pendidikan dan kepada masyarakat di masjid negara pengajaran. Dalam perkembangan

44 SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 1, No. 2 (Juli-Desember 2019): 36-53.

selanjutnya, masjid ini menjadi pusat dengan kemaslahatan umat. pendidikan yang sangat kompleks. Dari masjid ini juga ulama besar Makassar, 2. Lembaga Pendidikan Meunasah, Syeks Yusuf al-Makassari menjalani Rangkang dan Dayah pendidikan dasar. Adapun pelajaran Lembaga pendidikan Islam meunasah, yang diberikan di masjid ini meliputi dayah dan rankang muncul pada fikih, , hadis, tasawuf, balaghah dan Kesultanan Samudra Pasai dan mantiq. (Ditpertais dalam Abdullah, ed., berkembang luas pada masa Kesultanan 2012: 334). Aceh Darussalam. Berbeda dengan Selain masjid kesultanan, masjid- lembaga pendidikan masjid yang dikenal masjid di pemukiman atau di pedesaan luas di seluruh wilayah tanah air setelah masuknya Islam, lembaga pendidikan juga berfungsi sebagai lembaga meunasah, dayah dan rangkang ini identik pendidikan dan pengajaran dasar bagi dan berkembang di daerah Aceh penduduk di Nusanatra pada masa Darussalam. Meskipun demikian, kesultanan Islam. Di samping didirikan pendidikan ini merupakan cikal bakal oleh pemerintah, banyak masjid di berbagai lembaga pendidikan Islam di pemukiman didirikan oleh masyarakat Nusantara bahkan kawasan Asia muslim dan dikelola secara swadaya. Tenggara. Jika dilihat dari dari substansi Sebagaimana di sebutkan sebelumnya, dan bentuknya, lembaga pendidikan ini masjid di Jawa, Kalimantan dan memiliki kemiripan dengan lembaga Sulawesi sangat berjasa dalam proses pendidikan surau di Minangkabau, islamisasi dan selanjutnya menjadi langgar di Kalimantan dan pondok tempat proses kulturisasi ajaran Islam. pesantren yang belakangan dikenal luas Bahkan di Makassar melalui masjidlah di Jawa. mereka mengenal aksara Arab. Islam Lembaga pendidikan meunasah memperkenalkan huruf Arab untuk muncul pertama kali masa Kesultanan tujuan agama dan lain-lainnya. Anak- Samudra Pasai pada abad XIV bersamaan anak Makassar disebutkan dengan adanya pendidikan rumah, menghabiskan waktu pagi dan malam masjid dan istana. Meunasah berfungsi bersama ulama yang mengajari mereka sebagai tempat menginap pria yang nilai dan ajaran Al-Quran, membaca dan sudah dewasa yang tidak menikah di menulis dalam huruf Arab (Reid, 1992: gampong (kampung) tersebut (Abdullah, 264). ed., 2012: 341). Menurut Said (dalam Jika dilihat dari fungsi masjid yang Haluty, 2016) meunasah merupakan dilaksanakan pada masa kesultanan- lembaga pendidikan Islam dasar. kesultanan Nusantara di atas, masjid Meunasah berasal dari istilah Arab yakni dapat dikatakan sebagai pusat madrasah. Selain itu meunasah juga pendidikan paling utama dalam dijadikan tempat acara keagamaan, menanamkan nilai-nilai ajaran Islam pengelolaan zakat dan kegiatan agama atau melakukan kulturisasi ajaran di lainnya. Meunasah dibangun di setiap tengah masyarakat Nusantara, di kampung sebagai sekolah tingkat dasar, samping adanya kulturisasi melalui adapun materi yang diajarkan adalah formalisasi undang-undang atau menulis dan membaca huruf Arab, peraturan-peraturan berdasarkan syariat ilmu-ilmu dasar Islam, bahasa Melayu, Islam di tengah-tenagah kehidupan akhlak dan sejarah Islam. Meunasah masyarakat. Bahkan setiap kesultanan dibina oleh seorang tengku yang biasanya disebut tengku meunasah yang yang baru muncul dapat dipastikan ditugaskan melakukan pembinaan membangun masjid negara, Islam di suatu kampung. sebagaimana yang dicontohkan oleh Meunasah selain berfungsi sebagai Nabi Muhammad pasca berdirinya lembaga pendidikan, juga berfungsi Negara Islam Madinah. Selanjutnya sebagai tempat menginap pria dewasa, dijadikan sebagai pusat pendidikan dan sebagai tempat bermalam uleebalang semua kegiatan sosial yang berkaitan

45

Sarkowi dan Muhamad Akip. Kulturasi Ajaran Islam Melalui Sistem dan Lembaga Pendidikan Islam pada Masyarakat masa Kesultanan di Nusantara ketika berpergian bersama panglima sagi, penuntut ilmu dan para pengajar tempat bermusyawarah dan sebagai meunasah bertambah dan mereka tinggal tempat beribadah. Adapaun bentuk di sekitar meunasah atau dayah, sehingga meunasah seperti bangunan rumah, membentuk komplek pendidikan namun tanpa memiliki kamar, lorong, tersendiri, asrama para penuntut ilmu maupun pembagian lainnya. Sedangkan para murid inilah yang disebut pada pangkal tangga terdapat cadangan rangkang. Rangkang adalah tempat air untuk digunakan sebagai tempat tinggal murid, yang dibangun di sekitar berwudhu ataupun tempat mencuci kaki masjid. Rangkang ini disediakan untuk ketika hendak memasuki meunasah. siswa yang kebanyakan berasal dari luar Kepala pengelola meunasah ini seorang kota atau daerah. Dari sisi jumlah ulama yang disebut tengku meunasah kadang tidak mencapai ratusan orang. yang bertugas sebagai guru mengaji, Rangkang ini dibangun dalam bentuk imam shalat, amil zakat, tukang sunat, rumah yang sangat sederhana yang mengurusi jenazah, dan melangsungkan hanya memiliki satu lantai dengan kiri- pernikahan. Dalam menjalankan kanannya memiliki kamar kecil yang tugasnya, tengku meunasah dibantu oleh berfungsi untuk kediaman satu sampai beberapa anggota yang dipilih oleh tiga murid. Pada setiap rangkang ada masyarakat secara musyawarah. Tiap- seorang tengku rangkang yang bertugas tiap kampung di Aceh harus ada satu sebagai pembimbing siswa (Abdullah, meunasah. Meunasah ini meskipun pada ed., 2012: 342). mulanyaberfungsi sebagai pengajaran Pendidikan rangkang lebih terpusat dasar-dasar pengetahuan agama Islam, pada pengetahuan agama Islam, namun beberapa meunasah kemudian terutama kitab-kitab berbahasa Arab. berkembang dalam bentuk lembaga Sistem pendidikan ini memiliki pendidikan Islam yang lebih teratur kemiripan dengan pesantren di Jawa. sebagaimana yang diterangkan dalam Tengku rangkang bertugas untuk Hikayat Pocut Muhammad (Abdullah, menjadi guru bantu yang membimbing ed., 2012: 341). siswa yang tinggal di rangkang (Hasjmy, Adapun lembaga pendidikan rangkang 1983: 192). Dalam pengajaran, lembaga juga dikenal di Aceh setelah mendapat rangkang memiliki dua metode: Pertama, pengaruh Islam, di samping lembaga siswa bergantian mendatangi guru meunasah. Sebagaimana yang telah umum dengan buku pelajaran atau kitab, dipahami, setiap komunitas muslim kemudian guru memberikan penjelasan- membutuhkan masjid sebagai tempat penjelasan pada bab-bab tertentu, ibadah dan berbagai kegiatan umat selanjutnya murid diberikan Islam, termasuk di dalamnya kegiatan kesempatan untuk memberikan pendidikan. Karena murid perlu tempat pertanyaan, komentar ataupun menginap, maka harus di bangun tanggapan baik secara lisan maupun tempat tinggalnya di sekitar masjid, tertulis. Kedua, guru membacakan tempat tinggal murid di area masjid naskah atau kitab yang dikelilingi para inilah yang disebut dengan rangkang. murid, selanjutnya para murid Rangkang diselengarakan di setiap diberikan kesempatan bertanya atau pemukiman, jika dilihat dari bentuk berdiskusi (Dhofier, 1982: 24). Jika rangkang ini bisa disamakan dengan as- dilihat dari metode yang kedua dalam suffah yang menyambung dengan pengajaran pada lembaga pendidikan Masjid Nabawi pada era Nabi ini masih menggunakan sistem halaqah. Muhammad Saw di Madinah. Rangkang Lembaga pendidikan yang bisa disamakan sekolah setingkat berkembang dan populer masa Madrasah Tsanawiyah atau saat ini. kesultanan di Aceh adalah dayah. Dayah Materi yang diajarkan: bahasa arab, adalah sebuah bangunan tempat ibadah ilmu bumi, sejarah, berhitung, (hisab), yang didirikan tanpa tiang, namun akhlak, fikih, dan lain-lain (Haluty, pondasi temboknya ditinggikan. 2016). Rangkang ini muncul setelah para Bagunan ini terbuat dari kayu dan pada

46 SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 1, No. 2 (Juli-Desember 2019): 36-53.

dinding bagian dalam dibuat relung- Madrasah Aliyah sekarang dengan relung batu atau mehrab untuk materi utama diantaranya adalah fikih, menunjukkan arah kiblat dalam shalat. bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, Di bagian luar terdapat tangga dari batu ilmu bumi, sejarah, tata negara, ilmu untuk memasuki tempat ini dan bagian pasti dan faraid. Selain dayah tingkat luar terkadang diberi pagar tembok awal, juga ada Dayah Teuku Cik sama rendah persegi panjang. Di sekitar dengan jenjang perguruan tinggi atau pekarangan dayah seringkali terdapat akademi, bidang yang diajarkan balee, tempat duduk yang lebih tinggi diantaranya adalah fikih, ushul fikih, dan diberi atap yang berfungsi sebagai tafsir, hadis, tauhid (ilmu kalam), bangunan pembantu tempat ibadah dan tasawuf, ilmu bumi, ilmu bahasa dan tempat tinggal laki-laki (Abdullah, 1983: sastra Arab, sejarah dan tata negara, 50). mantiq, ilmu falaq dan filsafat (Haluty, Dayah diadopsi dari bahasa Arab, 2016). zawiyah. Kata zawiyah awalnya didasari Meskipun lembaga pendidikan pada sudut suatu bangunan yang meunasah, rangang dan dayah tidak lagi dikaitkan dengan masjid. Dalam masjid dikenal eksistensinya pada saat ini, biasanya berlangsung proses namun lembaga pendidikan Islam ini pendidikan antara pendidik dan anak dianggap lembaga Islam pertama di didiknya. Ada juga yang mengaitkan Nusantara yang banyak melahirkan zawiyah dengan tarekat-tarekat sufi, di para intelektual Muslim dan ulama. mana seorang mursyid melaksanakan Bahkan kemunculan surau sebagai pembinaan di kalangan kaum sufi. lembaga pendidikan Islam di Dayah yang asal katanya zawiyah ini, Minangkabau dianggap karena selain adanya hubungan kebahasaan mendapat pengaruh dari pendidikan dari zawiyah menjadi dayah sesuai dialek meunasah di Aceh. Selain itu pendidikan Aceh, secara fungsional juga merujuk ini dianggap telah berjasa melakukan pada tempat proses pendidikan. Hingga proses islamisasi dan kulturisasi ajaran Abad ke-18, eksistensi dayah di Aceh Islam melalui para alumni yang sudah berjalan mapan. Melalui lembaga menyebarkan agama Islam ke berbagai pendidikan ini Islam mengakar kuat di pelosok Nusantara, bahkan kawasan berbagai daerah Nusantara. Namun Asia Tenggara, sehingga Aceh dijuluki dalam perjalanannya pranata sebagai “Serambi Mekah”. Begitu juga pendidikan ini terancam bahaya oleh karya para ulama Aceh telah menjadi kolonialisme yang membawa paham rujukan di berbagai daerah dan lembaga westernisasi, modernisasi, sekaligus pendidikan, termasuk pondok pesantren kolonialisme sehingga pada akhirnya yang kemudian berkembang di Jawa. lembaga ini harus beradaptasi dengan Bahkan pola pendidikan di pesantren kondisi zaman. Besarnya tantangan Jawa juga memiliki kesamaan dengan berbagai lembaga pendidikan Islam ini lembaga pendidikan Islam di Aceh ini. menurut Hasjmy (1983: 195; Faza, 2016) mengakibatkan terhapusnya beberapa 3. Lembaga Pendidikan Surau dan lembaga pendidikan tradisional dari Langgar pentas sejarah. Dalam perjalanan sejarah Islam di Dayah dianggap sebagai lembaga Nusantara, lembaga pendidikan surau pendidikan untuk mendalami berbagai dan langgar ini cukup berpengaruh bidang ilmu, tergantung ada tidaknya dalam proses kulturisasi ajaran Islam pengajar pada bidang yang diminati dan perkembangan Islam. Surau oleh murid tersebut. Adapun pelajaran merupakan istilah Melayu-Indonesia, yang dikembangkan pada lembaga dan kontraksinya suro, adalah istilah dayah ini adalah bidang ilmu-bidang yang sudah dikenal l u a s ilmu agama Islam. Dayah didirikan di pemakaiannya di Asia Tenggara sejak setiap daerah ulebalang dan terpusat di lama. Istilah ini dalam pengertian yang masjid, pendidikan ini setingkat sama banyak digunakan di

47

Sarkowi dan Muhamad Akip. Kulturasi Ajaran Islam Melalui Sistem dan Lembaga Pendidikan Islam pada Masyarakat masa Kesultanan di Nusantara

Minangkabau, Sumatera Selatan, Dari sisi bangunan, dalam Semenanjung Malaya, Sumatera perkembangannya surau mengalami Tengah dan Patani (Thailand Selatan). berbagai bentuk, ada yang bergonjong Kata surau secara bahasa berarti menyerupai rumah adat Minangkabau tempat ritual atau penyembahan. dan ada yang menyerupai masjid Berdasarkan a s a l pengertiannya, berukuran kecil, namun dari sisi fungsi surau be rm a kn a bangunan d e n g a n meskipun juga sebagai tempat ibadah u k u r a n sebagai tempat tetapi tidak digunakan sebagai tempat penyembahan roh nenek moyang. Oleh melaksanakan shalat jumat. Fungsi sebab itu, pada awalnya surau banyak surau semakin penting setelah dibangun di tempat-tempat yang diperkenalkan pertama kali oleh tinggi atau puncak-puncak bukit yang Syekh Burhanuddin Ulakan (1641- tidak jauh dari tempat tinggal 1691) di Pariaman. Eksistensi surau masyarakat (Azra, 1999: 117). Dalam pada saat ini selain sebagai tempat perkembangannya, meskipun nama shalat berjamaah juga digunakan oleh surau dikenal di berbagai daerah, Syekh Burhanuddin sebagai tempat namun surau sebagai suatu lembaga pengajaran agama Islam dan tarekat pendidikan yang sesunggunya hanya (suluk) (Azra, 1999: 71). Hal ini dikenal di Minangkabau. dilakukan oleh Syekh Burhanuddin Menurut Zein (2011) surau adalah sekembali dari menuntut ilmu di Kuta pranata pendidikan tertua di Raja, Aceh, tempat ia belajar kepada Minangkabau, bahkan jauh sebelum Abdur Rauf as-Singkili, ulama besar di masuknya Islam ke Minangkabau Kesultanan Aceh Darussalam yang surau telah dikenal di tengah-tengah berkedudukan sebagai qadhi dan masyarakat Sumatera Barat. Setelah kesultanan. Dari pendidikan surau masuknya Islam, terjadi proses yang dilaksanakannya, banyak islamisasi pada surau tanpa mengalami melahirkan kader-kader ulama yang perubahan nama. Setelah pengaruh mengembangkan agama Islam Islam surau semakin berkembang di sekaligus mendirikan pendidikan Minangkabau dan mengalami surau di kampung-kampung tempat perubahan fungsi. Surau difungsikan mereka berdakwah (Yunus dalam sebagai tempat beribadah (shalat), Abdullah, ed., 2012: 343). Dari belajar Al- Quran dan Hadis dan ilmu penjelasan tersebut menunjukkan agama Islam lainnya. Selain itu juga bahwa lembaga pendidikan surau di sebagai tempat musyawarah, tempat Minangkabau mendapat pengaruh dari menanamkan adat yang bersendi lembaga pendidikan Islam meunasah syarak, akhlak, ilmu beladiri ( atau dayah di Aceh. Minang) dan juga sebagai tempat tidur Surau mengalami perkembangan dari dan menginap bagi pemuda yang masa ke masa, tetapi tidak seperti Aceh mulai remaja atau bagi laki-laki dan Jawa, namanya tetap surau. dewasa yang berstatus duda. Tradisi Perkembangan surau yang sangat ini berlaku di Minangkabau, karena berpengaruh dilakukan oleh Syekh bagi anak laki- laki remaja atau duda di Abdurrahman (1777-1899), yang rumah tidak disiapkan kamar, agar mendirikan surau besar di Batuhampar, mereka bermalam di surau. Tradisi ini Payakumbuh. Menurut Abdullah ed. alamiah sangat penting dalam (2012:343-344) dinamakan surau besar menanamkan kepribadian dan karena kompleks pendididikan yang karakter generasi Islam di didirikannya terdiri atas surau induk Minangkabau, sehingga proses yang dikelilingi oleh surau-surau yang kulturisasi berbagai ajaran Islam lebih kecil. Syekh Abdurrahman terhadap masyarakat berjalan dengan melaksanakan proses kulturisasi ajaran alami melalui lembaga pendidikan Islam kepada para muridnya dengan surau. mengajarkan membaca Al-Quran dan selanjutnya mengajarkan tilawah

48 SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 1, No. 2 (Juli-Desember 2019): 36-53.

dengan beragam irama. Surau ini melaksanakan kulturisasi ajaran Islam menyedot perhatian banyak orang, baik ditengah-tengah masyarakat. dari daerah Minangkabau maupun dari luar Minangkabau, seperti Bengkulu, 4. Pondok Pesantren Palembang, Bangka, dan Jambi. Lembaga pendidikan pondok Surau-surau yang mengitari surau pesantren pada awalnya berkembang di induk diberi nama dengan nama daerah Pulau Jawa, hingga saat ini masih tetap para murid yang mendiami usrau-surau bertahan dan berkembang pesat tersebut, misal Surau Suliki, Surau dibandingkan dengan lemabaga Painan, surau Riau, Surau Solok, dan pendidikan daerah lain. Nama Surau Pariaman. Adapun materi atau pesantren sendiri tidak berasal dari ilmu yang disampaikan dalam bahasa Arab atau dari kawasan tempat pendidikan surau ini mulai dari tingkat kelahiran Islam itu sendiri, melainkan dasar seperti membaca Al-Quran, ilmu berasal dari nama lembaga pendidikan tigkat lanjut seperti tauhid dan fikih, lokal sebelum lahirnya agama Islam di dan ilmu tingkat tinggi seperti tasawuf Nusantara. Pesantren sendiri berasal dan tarekat. Para murid yang menuntut dari bahasa Tamil “” menurut ilmu di surau biasanya disebut urang A.H. Johns, bearti guru mengaji. siak, sedangkan sistem pengajarannya Sementara C.C.Berg berpendapat menggunakan metode halaqah. pesantren berasal dari bahasa India Di Kerajaan Banjar, Kalimantan Shastri yang bearti orang-orang yang Selatan lembaga pendidikan sejenis mengetahui buku-buku suci agama surau dikenal dengan sebutan langgar, Hindu. Kata Sastra dalam bahasa India yang bearti masjid berukuran kecil. berarti buku-buku suci, buku agama, Sama halnya dengan surau, langgar atau buku tentang ilmu pengetahuan tidak difungsikan untuk melaksanakan (Abdullah, ed., 2012: 344). Sedangkan shalat jumat. Langgar ini memiliki menurut Taqiyuddin (2008: 177-178) kesamaan dengan mushola yang dikenal Pondok pesantren adalah bentuk saat ini, hanya saja dari sisi fugsinya majemuk dari kata pondok dan mushola saat ini berbeda dengan pesantren, keduanya mempunyai langgar masa kesultanan. Orang makna yang berbeda. Dalam bahasa pertama mendirikan langgar yang Arab pondok dari kata funduk yang menjalankan fungsi sebagai lembaga berarti tempat singgah, sedangkan pendidikan secara teratur dan terencana pesantren merupakan lembaga adalah Syekh Muhammad Arsyad al- pendidikan Islam yang melaksanakan Banjari, seorang ulama yang pernah pembeajaran non klasikal. menuntut ilmu di Mekkah. Langgar Menurut Kuntjaraningrat (dalam yang dibangunnya terletak di pinggiran Abdullah, ed., 2012: 344-345) sebelum ibukota kerajaan, kemudian dikenal Islam datang, lembaga pendidikan di dengan nama Kampung Dalam Pagar Jawa lebih banyak dikenal dengan (Steenbrink dalam Abdullah, ed., 2012: sebutan mandala, yakni berupa 344). Meskipun pendidikan langgar ini kompleks kediaman yang dibangun di kurang dikenal luas, namun fungsinya sekitar rumah guru untuk kepentingan memiliki kesamaan dengan pendidikan murid-murid belajar kepadanya dan surau dan pondok pesantren, begitu mandala inilah lembaga pendidikan juga ilmu-ilmu yang diajarkan dan pertama di Jawa. Mandala sebelum murid-muridnya yang telah masuknya pengaruh Islam juga menyelesaikan pendidikan langgar, juga merupakan pendidikan agama. banyak mendirikan langgar-langgar di Mandala-mandala inilah setelah adanya tempat lain atau di kampung tempat konversi masyarakat ke agama Islam tinggal mereka. Hal ini menunjukkan berubah nama menjadi pesantren. Ada bahwa lembaga pendidikan langgar juga yang berpendapat sebelum cukup berpengaruh dalam pengaruh Islam sudah ada lembaga pendidikan Jawa kuno yang memiliki

49

Sarkowi dan Muhamad Akip. Kulturasi Ajaran Islam Melalui Sistem dan Lembaga Pendidikan Islam pada Masyarakat masa Kesultanan di Nusantara kemiripan dengan pesantren. Lembaga banyak kontribusi bagi berdiri dan tersebut dinamakan Pawiyatan, di perkembangan pondok pesantren. lembaga ini tinggal Ki Ajar dengan Dalam penyebaran agama Islam, mereka Cantrik. Ki Ajar sebutan untuk guru mendirikan masjid dan asrama untuk yang mengajar dan Cantrik sebutan para santri. untuk muridnya (Daulay, 2009: 21). menyebutkan bahwa telah Cikal bakal pendidikan Islam ini membangun lembaga pendidikan Islam dibangun oleh para mubaligh-mubaligh sebagai tempat belajar dan menuntut yang berhasil berdakwah di daerah ilmu bagi pemuda, juga pedalaman-pedalaman Jawa dan disebutkan belajar dengan Sunan Ampel membangun lembaga pendidikan Islam. dan mendirikan lembaga pendidikan Lembaga pendidikan Islam ini sudah Islam di Giri. Lembaga pendidikan Giri ada di Pulau Jawa pada abad XV dan ini tidak hanya didatangi oleh mereka XVI. Namun Menurut Khuluq (2000: 5) dari Pulau Jawa akan tetapi ada juga awal kemunculan pondok pesantren yang berasal dari daerah Maluku. sebagai pendidikan Islam tradisional Setelah kembali ke Maluku atau daerah, sudah ada sejak sekitar abad XIII M. mereka menjadi guru-guru agama atau Mengetengahi dua pendapat tentang mubaligh, khatib, modin, dan qadhi. awal munculnya pondok pasantren ini, Selanjutnya muncul lembaga pendidikan lebih bisa diterima jika dinyatakan pada Islam di Tembayat, Prawata di dekat abad ke-13, meskipun tidak ditemukan Demak, Gunung Jati dekat Cirebon. bukti-bukti sejarah secara kongkrit, Pusat-pusat pendidikan inilah yang sebab pada abad ke-15 di Jawa sudah dianggap sebagai pesantren pertama di berdiri institusi politik Islam atau Jawa karena memiliki bukti-bukti kesultanan Islam pertama. Hal ini historis (Abdullah, ed., 2012: 345). menunjukkan bahwa jauh sebelum abad Pada masa Kesultanan Mataram, ke-15 di Jawa telah terjadi interaksi lembaga pesantren berkembang pesat dakwah para mubaligh terhadap karena besarnya perhatian pihak masyarakat setempat yang memastikan kesultanan terhadap pendidikan, telah tejadinya penetrasi dakwah, khususnya pada masa Sultan Agung. sehingga adanya kulturisasi ajaran Islam Menurut Martin Van Bruinessen (dalam kepada masyarakat. Oleh sebab itu saat Abdullah, ed., 2012: 345-346) lembaga berdirinya Kesultanan Demak Bintoro pendidikan pesantren ini terus pada abad ke-15, Islam sudah mulai mengalami perkembangan dari masa ke mengakar di tengah masyarakat Jawa. masa, sampai akhirnya berdiri Pesantren Dakwah yang dilakukan para mubaligh Tegalsari di Ponorogo, Jawa Timur pada tersebut memastikan mereka memiliki tahun 1749. Pesantren inilah lembaga pendidikan sederhana menurutnya cikal bakal pesantren di semacam pondok pesantren untuk Jawa saat ini dan merupakan melakukan pembinaan terhadap mereka “duplikasi” dari lembaga pendidikan yang telah memeluk agama Islam. Islam di Timur Tengah, bukan Proses pendidikan inilah yang kelanjutan dari lembaga pendidikan pra- mempercepat proses kulturisasi ajaran Islam. Sedangkan di Kesultanan Banten, Islam dan penyebaran agama Islam ke pendidikan Islam selain di masjid berbagai pelosok pulau Jawa. kesultanan dan istana, pusat ilmu Dalam perkembangannya, pesantren pengetahuan dan pendidikan Islam menjadi lembaga pendidikan Islam terpenting adalah di daerah Kasunyatan, yang tumbuh dan berkembang subur lembaga pendidikan ini didirikan oleh di daerah pedesaan atau di daerah Maulana Muhammad, penguasa Banten terpencil di Pulau Jawa (Dhofier, 1986: ketiga. Ulama yang bertindak sebagai 24). Pada abad XV, majelis mubaligh guru pertama adalah Kiai Dukuh yang dikenal dengan sebutan Wali dengan gelar Pangeran Kasunyatan, ini Songo berperan besar dalam penyebaran artinya lembaga pendidikan Islam ini agama Islam di Jawa telah memberikan berada di bawah patronase negara.

50 SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 1, No. 2 (Juli-Desember 2019): 36-53.

Bahkan pada menjelang abad XIX, yang secara sosio-antropologis dapat meskipun di bawah kekuasaan kolonial dikatakan sebagai masyarakat pesantren. Belanda, pesantren tersebar luas ke Jika dielaborasikan lebih jauh bahwa seluruh wilayah Banten dan bagi santri yang dimaksud pesantren itu tidak yang mampu mereka melanjutkan semata wujud fisik bangunan tempat pendidikan ke Mekah di Timur Tengah. belajar agama, , santri dan Dalam tradisi pesantren masa lalu kiai-nya melainkan masyarakat dalam belum mengenal adanya kurikulum, tiap pengertian luas yang tinggal di pesantren biasanya memiliki spesialisasi sekeliling pesantren dan membentuk tersendiri sesuai dengan keahlian kiai pola hubungan budaya, sosial dan besarnya. Kiai besar dalam hal ini keagamaan yang sama dengan pola memimpin kelas musyawarah dan tanya yang berkembang di pesantren atau jawab dalam bahasa Arab (Dhofier, 1982: yang dikembangkan berorientasi 31). Di Sumatra dan Kalimantan buku- pesantren sehingga membentuk buku yang dipelajari santri-santri kebudayaan dari ajaran Islam yang biasanya buku-buku yang dikarang oleh dipengaruhi oleh pesantren dan Ulama Melayu dalam bahasa Melayu, diderivasi darinya. Bahkan masyarakat sementara di Jawa penekanannya pada disekitar tersebut pada masa lalu juga kitab-kitab Arab klasik yang terkadang dianggap bagian dalam dari masyarakat diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa pesantren. Pola yang demikian ini sangat (Bruinessen, 1995: 114). Meskipun mempengaruhi pemikiran keagamaan demikian, pada perkembangan masyarakat sehingga turut mempercepat selanjutnya pesantren baik di Jawa proses kulturisasi ajaran Islam terhadap maupun di luar Jawa menggunakan masayarakat. kitab klasik berbahasa Arab yang biasa Begitu juga dengan kehidupan santri disebut “kitab kuning”. Pada umunya yang tinggal di asrama dalam suatu pelajaran pada pesantren besar pondok pesantren, mereka berasal dari berbentuk syarah atau hasyiyah dalam berbagai daerah, sehingga memiliki berbagai cabang ilmu seperti fikih, tafsir, pengaruh yang sangat besar setelah hadis, ilmu kalam, tasawuf, nahwu, kembali ke daerah mereka masing- sharaf dan falak. Diadakan Pesantren masing. Dilihat dari gambaran Keahlian (takhassus) yang mengajarkan kehidupan dunia pesantren dan sistem satucabang ilmu khusus (Sunanto, 2010: pendidikan yang berlangsung di pondok 113, 117). Sedangkan elemen pokok yang pesantren pada masa lalu, bisa wajib ada pada lembaga pondok dipastikan di pesantren terjadi proses pesantren adalah: kiai, sebagai penanaman nilai-nilai dan pemikiran pemimpin pondok pesantren, santri Islam secara alamiah, baik secara sebagai peserta didik yang bermukim di keilmuan maupun aplikasi keteladanan asrama dan belajar pada kiai, asrama dalam kehidupan sehari. Dari proses sebagai tempat tinggal para santri, tersebut terbentuk kulturisasi ajaran pengajian atau halaqah sebagai bentuk Islam ke setiap para santri yang telah pengajaran kiai terhadap santri, dan mendapat pendidikan di pondok masjid (Mutohar dan Anam, 2013: 191- pesantren melalui proses yang telah 192). dijalaninya selama bersama kiai di Kehidupan di Pondok pesantren ini pondok pesantren. Para santri ini, jika dicermati pesantren sebagai suatu setelah menyelesaikan pendidikan tidak sistem menurut Dawam Raharjo (dalam sedikit juga membangun pondok Mutohar dan Anam, 2013: 171-172) pesantren di kampung halamannya atau pondok pesantren sebagai sumbu utama menjadi qadhi, penghulu dan mubaligh dinamika sosial, budaya dan keagamaan atau guru dan tokoh agama di tempat masyarakat Islam tradisional. Sehingga tinggalnya sehingga pola yang demikian pesantren selain berpengaruh terhadap ini turut mempercepat proses islamisasi pemikiran para santri dan masyarakat, dan kulturisasi ajaran Islam di tengah juga telah membentuk suatu subkultur masyarakat.

51

Sarkowi dan Muhamad Akip. Kulturasi Ajaran Islam Melalui Sistem dan Lembaga Pendidikan Islam pada Masyarakat masa Kesultanan di Nusantara

D. Kesimpulan islamisasi yang turut mempercepat Proses kulturisasi ajaran Islam proses kulturisasi ajaran Islam terhadap terhadap masyarakat di Nusantara masyarakat setempat. Selain itu, tidak sudah berlangsung sejak awal sedikit juga dari para alumni atau masuknya Islam ke bumi Nusantara lulusan lembaga pendidikan ini menjadi melalui halaqah-halaqah yang dilakukan mufti, qadhi, penghulu, khotib, dan guru oleh para mubaligh. Setelah Islam agama pada kesultanan yang ada di berkembang dan terbentuknya Nusantara. pemerintahan kesultanan Islam di Nusantara, proses kulturisasi Islam Daftar Referensi melalui sistem halaqah masih Abdurrahman, Dudung. 2007. berlangsung melalui lembaga-lembaga Metodologi Penelitian Sejarah. pendidikan yang berkembang saat itu. Jogjakarta: Ar-Ruz Media. Dalam perjalanan umat Islam di tanah Abdullah, Taufik. 1983. Agama dan air, lembaga-lembaga pendidikan yang Perubahan Sosial. Jakarta. CV. berkontribusi besar dalam proses Rajawali. kulturisasi ajaran Islam antara lain ______. 1991. Sejarah Umat Islam adalah lembaga pendidikan masjid, Indonesia. Jakarta: MUI. yang terdiri masjid istana atau masjid Abdullah, Taufik (Ed.). 2012. Indonesia agung dan masjid-masjid yang dalam Arus Sejarah: Kedatangan dan dibangun di pemukiman masyarakat, Peradaban Islam, Jilid 3. Jakarta: PT baik yang berada dibawah patronase Ichtiar Baru van Hoeve. pemerintah maupun masjid yang Ali, R. Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah dikelola secara swadaya oleh Indonesia. Yogyakarta: LkiS. masyarakat, semua masjid ini menjalani Arif, Muhammad. 2011. Pengantar Kajian fungsinya dalam bidang pendidikan Sejarah. Bandung: Yrama Widya. Islam. Asrohah, Hanun. 1999. Sejarah Selain lembaga pendidikan di masjid, Pendidikan Islam. Jakarta: Logos juga tersebar lembaga-lembaga Wacana Ilmu. pendidikan yang lebih maju seperti Azra, Azyumardi. 1998. Esei-Esei lembaga pendidikan meunasah, rangkang, Intelektual Muslim dan Pendidikan dan dayah di Aceh yang sudah Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. berlangsung sejak masa Kesultanan Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam Samudra Pasai, lembaga pendidikan Tradisi dan Modernisasi Menuju surau di Minangkabau dan daerah Millenium Baru. Jakarta: Logos lainnya setelah adanya pengaruh Wacana Ilmu. pendidikan meunasah di Aceh, lembaga Bruinessen, Martin van. 1995. Kitab pendidikan langgar di kalimantan, dan Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi- lembaga pondok pesantren di Jawa. Tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Pada lembaga-lembaga ini proses Mizan. pendidikan Islam berlangsung dan salah Daradjat, Zakiah. 1992. Ilmu Pendidikan satu sistem pembinaan masa awal yang Islam. Jakarta: Bumi Aksara. masih dipertahankan adalah sistem Daulay, H. P. 2009. Dinamika Pendidikan halaqah. Melalui lembaga-lembaga Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Rineka pendidikan ini berlangsung proses Cipta. kristalisasi dan kulturisasi ajaran Islam, Dhofier, Zamakhsyari. 1982. Tradisi baik terhadap murid atau santri Pesantren: Studi tentang Pandangan maupun pada masyarakat yang Hidup . Jakarta: LP3ES. mengikuti halaqah-halaqah yang dibuka Dhofier, Zamakhsyari. 1986. umum untuk masyarakat. Diantara Transformasi Pendidikan Islam di mereka ada yang menjadi ulama-ulama Indonesia. Prisma Nomor 2 besar dan mubaligh yang membangun /XV/1986. lembaga pendidikan di kampung halamannya dan melaksanakan proses

52 SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 1, No. 2 (Juli-Desember 2019): 36-53.

Faza, Abrar M.D. 2016. Dakwah Tarekat Zuhraini, dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Pada Lembaga Pendidikan. Jurnal Islam. Jakarta: PT. Bumi Rekognisi. Vol. 1 No. 1: 14-25. Aksara/Direktorat Jendral Hasymy, A. 1981. Sejarah Masuk dan Kelembagaan Agama Islam. Berkembangnya Islam di Indonesia. Bandung: Al Ma’arif. Hasjmy, A. 1983. Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Jakarta: Beuna. Haluty, Djaelani. 2016. Warisan Pendidikan Islam Nusantara: Suatu Perubahan dan Keberlangsungan. Jurnal al-Ulum. Vol. 16 No. 1: 208-228. Heriyanto, Husain. 2011. Menggali Nalar Saintifik Peradaban Islam. Jakarta: Mizan Publika. Khuluq. Lathiful. 2000. Fajar Kebangunan Ulama: Biografi K.H. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta : LKIS Https://kbbi.web.id/kulturisasi/ diakses 10 Juni 2019 Koentjaraningrat. 2019. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Madjid, M. Dien. Dan Johan Wahyudi. 2014. Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al- Munawwir: Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif. Mutohar, Ahmad dan Nurul Anam. 2013. Manifesto Modernisasi Pendidikan Islam dan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nata, Abuddin. 2012. Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya. Jakarta: Rajawali Pers. Nata, Abuddin. 2013.Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. Reid, Anthony. 1992. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sunanto, Musyrifah. 2010. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Taqiyuddin. 2008. Sejarah Pendidikan, Melacak Geologi Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Mulia Press. Yunus, Mahmud. 1985. Sejarah Pendidikan Islam Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung. Zein, Mas’ud. 2011. Sistem Pendidikan Surau: Karakteristik, Isi, Dan Literatur Keagamaan. Jurnal Sosial Budaya, Vol. 8 No. 1: 25-39.

53