Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan) http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 7 No. 1 Mei 2021 e- ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095

SIFAT FISIK, SIFAT ORGANOLEPTIK, KADAR SERAT PANGAN CUBIT DENGAN PENCAMPURAN OKRA DAN GARUT [Physical Properties, Organoleptic Properties and Dietary Fiber Contents of Pinch with the Mixing of Okra and Garut] Noviati Dwi Pratiwi1, Agus Wijanarka2, Fery Lusviana Widiany1* 1 Program Studi Gizi Program Sarjana, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati Yogyakarta, Yogyakarta, 2 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia *email : [email protected]

Diterima 13 Maret 2021 / Disetujui 20 April 2021

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of mixing okra and arrowroot flour in making pinch cake on physical properties, organoleptic properties and dietary fiber content. This was a pure experimental study with a simple randomized design. The independent variable was variation in mixing okra flour and arrowroot flour, while the dependent variables were physical properties, organoleptic properties and dietary fiber content. There were four variations of pinch cake studied, with the ratio of wheat flour: okra flour: arrowroot flour by 100%: 0%: 0%, 70%: 15%: 15%, 50%: 25%: 25%, and 30%: 35%:35%. Data were analyzed univariate and bivariate. The results showed that the physical properties of the cubit cake had a slightly soft texture and a brownish yellow color. Pinch cake with the most preferred treatment is B variation, with the proportion of wheat flour: okra flour: arrowroot flour mixing is 70%:15%:15%. The highest dietary fiber content is found in kue cubit B, which is 17.8%. Variation of mixing okra flour and arrowroot flour have a significant effect on the physical properties, organoleptic properties and dietary fiber content of pinch cake.

Keywords: Pinch Cake, Okra (Abelmoschus esculentus), Arrowroot (Maranta arundinacea L.), Physical Properties

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencampuran tepung okra dan tepung garut pada pembuatan kue cubit terhadap sifat fisik, sifat organoleptik dan kadar serat pangan. Penelitian berjenis eksperimental murni dengan rancangan acak sederhana. Variabel bebasnya variasi pencampuran tepung okra dan tepung garut, sedangkan variabel terikatnya uji sifat fisik, uji organoleptik dan kadar serat pangan. Terdapat empat variasi kue cubit yang diteliti yaitu dengan perbandingan tepung terigu: tepung okra: tepung garut sebesar 100%:0%:0%, 70%:15%:15%, 50%:25%:25%, dan 30%:35%:35%. Data dianalisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat fisik secara objektif kue cubit memiliki tekstur agak empuk dan warna kuning kecoklatan. Kue cubit dengan perlakuan yang paling disukai adalah kue cubit B, dengan proporsi pencampuran tepung terigu: tepung okra: tepung garut sebesar 70%:15%:15%. Kadar serat pangan tertinggi terdapat pada kue cubit B yaitu 17,8%. Variasi pencampuran tepung okra dan tepung garut berpengaruh signifikan terhadap sifat fisik, tingkat kesukaan dan kadar serat pangan kue cubit.

Kata Kunci : Kue Cubit, Okra (Abelmoschus esculentus), Garut (Maranta arundinacea L.), Sifat Fisik

PENDAHULUAN peningkatan dibandingkan pada tahun 2013 Buah dan sayur merupakan sumber sebesar 93,5% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). utama serat, namun proporsi konsumsi Salah satu pangan lokal Indonesia yang buah/sayur kurang dari 5 porsi pada penduduk memiliki kandungan serat tinggi adalah okra. Okra merupakan tanaman introduksi di usia ≥5 tahun sebesar 95,5% pada tahun 2018 Indonesia. Sedikit peminat okra dikarenakan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, banyak yang tidak memahami gizi dan manfaat. 2018). Proporsi ini dilaporkan terjadi Okra sangat penting untuk dibudidayakan 785

Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan) http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 7 No. 1 Mei 2021 e- ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095 karena memiliki manfaat besar dalam Okra dan umbi garut dapat penyediaan nutrisi yang dibutuhkan tubuh ditepungkan terlebih dahulu untuk berupa serat larut dalam bentuk lendir dan memperpanjang lama simpan. Tepung okra peptin (Rustiawan et al., 2009). Okra dan tepung garut dapat diolah menjadi bahan dilaporkan memiliki kandungan energi sebesar baku pembuatan jajanan lokal seperti kue cubit. 30 kcal dan serat sebesar 3,2 g per 100 g berat Kue cubit merupakan salah satu jajanan lokal dapat dimakan (BDD) (Agustiana et al., 2020). yang populer saat ini. Penelitian ini dilakukan Indonesia memiliki banyak jenis bahan untuk mengetahui pengaruh pencampuran pangan lokal yang dapat digunakan untuk tepung okra dan tepung garut pada pembuatan menunjang ketahanan pangan nasional. Bahan kue cubit terhadap sifat fisik, sifat organoleptik pangan lokal tidak hanya tersedia dalam jumlah dan kadar serat pangan. besar tetapi juga memililki nilai produktivitas tinggi dan kandungan gizi yang baik. Tanaman BAHAN DAN METODE garut (maranta arundinacea L.) telah dirancang Bahan pemerintah sebagai salah satu komoditas Bahan yang digunakan dalam bahan pangan yang memperoleh prioritas penelitian ini adalah umbi garut yang diperoleh untuk dikembangkan karena memiliki potensi dari Desa Losari kecamatan Cangkringan sebagai pengganti tepung terigu (Husniarti, kabupaten Sleman, buah okra yang dibeli di 2001). Carefour, telur, gula halus, margarin, susu cair, Umbi garut merupakan sumber baking powder, vanili, dan pewarna alami. potensial tepung terigu. Umbi garut memiliki Alat yang digunakan dalam penelitian kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga ini meliputi pisau, baskom, blender, timbangan, dapat digunakan sumber pangan alternatif, ayakan tepung, tampah, oven, piring, sendok, sebagai bahan baku pengganti pangan sumber loyang, kompor, cetakan kue cubit, mixer, karbohidrat seperti beras dan gandum Chromameter CR-400, Universal Testing (Anayuka, 2016). Machine (UTM), form uji kesukaan, piring, dan Garut dilaporkan memiliki kandungan pulpen. energi sebesar 102 kcal, protein 1,0 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 24,1 g, dan serat sebesar 1,7 Metode g per 100 g BDD. Tepung garut dilaporkan Metode yang digunakan dalam memiliki kandungan energi sebesar 355 kcal, penelitian ini adalah metode eksperimental protein 0,7 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 85,2 g, murni. Uji organoleptik dilakukan dengan dan serat 0,4 g sebesar per 100 g BDD menggunakan formulir uji kesukaan berskala 6 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, poin, melibatkan 30 orang panelis agak terlatih. 2018). Disamping itu, umbi garut memiliki Panelis yang terlibat dalam penelitian ini telah manfaat kesehatan karena indeks glisemiknya menandatangani informed consent. Penelitian lebih rendah dibandingkan umbi-umbian yang ini memperoleh Ethical Clearance dari Komisi lainnya, yaitu hanya sebesar 14. Indeks Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Ilmu glikemik gembili dilaporkan sebesar 90, kimpul Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta sebesar 95, ganyong sebesar 105, dan ubi jalar dengan No.262.3/FIKES/PL/VIII/2019. sebesar 179 (Marsono, 2002). Uji sifat fisik tekstur dilakukan di Dalam rangka meningkatkan Laboratorium Departemen Teknologi Pangan ketahanan pangan nasional, salah satunya dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada adalah diversifikasi pangan yang bertujuan menggunakan alat Universal Testing Machine Indonesia tidak lagi mengimpor gandum. Badan (UTM). Kue cubit ditempatkan pada suatu Ketahanan Pangan bagian Pusat Konsumsi wadah dan pada bagian tengah kue cubit Keamanan Pangan juga telah mencanangkan ditusukkan penetrator dari Universal Testing salah satu program peningkatan pemanfaatan Machine (UTM) untuk menguji tingkat pangan lokal melalui tepung-tepungan. kekerasan dari kue cubit. Tingkat kekerasan

786

Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan) http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 7 No. 1 Mei 2021 e- ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095 dilihat dari gaya maksimal yang digunakan Pencucian okra dengan air mengalir jarum Universal Testing Machine (UTM) untuk hingga bersih, okra yang telah dicuci menembus kue cubit hingga mencapai alas. bersih selanjutnya dipotong kecil agar Pengujian tekstur kue cubit dilakukan dengan mempercepat dalam proses menggunakan pnetrometer Universal Testing pengeringan. Machine (UTM) dengan dua kali pengulangan. c. Pengeringan Uji sifat fisik warna dilakukan secara Potongan okra dihamparkan pada baki objektif di Laboratorium Departemen Teknologi cabinet dryer, pengeringan tepung okra Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah dilakukan menggunakan cabinet dryer Mada menggunakan alat Chromameter CR-400. dengan suhu 50ºC selama 4 jam. Pengujian ini dilakukan dengan cara d. Penepungan meletakkan kue cubit pada wadah yang sudah Potongan okra yang telah kering tersedia, lalu mengatur kalibrasi awal dihaluskan dengan blender sehingga Chromameter dengan standar Y= 93,9 ; menghasilkan tepung yang halus dan X=.3134; y=.3193; dan didapatkan hasil memudahkan dalam pengayakan. berupa nilai L*a*b* (Nugrahani, 2014). e. Pengayakan Warna kue cubit dengan pencampuran Pada pengayakan tepung okra tepung okra dan tepung garut diukur dengan menggunakan ayakan tepung 60 mesh menggunakan alat Chromameter CR-400 yang untuk memisahkan batang-batang kecil. menghasilkan nilai L*, a* dan b*. Semakin f. Pengemasan tinggi nilai L* (Lightness) antara 0 sampai 100 Tepung okra yang sudah jadi dikemas menunjukkan warna kue cubit semakin cerah. dalam plastik kedap udara agar tepung Semakin tinggi nilai a* antara 0 sampai 60 tidak lembab. maka semakin merah warna kue cubit dan 2. Pembuatan tepung umbi garut warna hijau antara 0 sampai –60, semakin a. Sortasi tinggi nilai b* antara 0 sampai 60 maka semakin Sortasi atau pemilihan umbi garut kuning warna kue cubit dan warna biru antara bertujuan untuk memilih umbi garut 0 sampai –60. yang tidak busuk, tidak berlubang atau Pembuatan tepung garut, tepung okra, berongga agar menghasilkan tepung kue cubit, dan uji organoleptik dilaksanakan di yang berkualitas. Laboratorium Dietetik dan Kuliner Universitas b. Pengupasan, pencucian dan diparut Respati Yogyakarta. Uji organoleptik dilakukan Kupas umbi garut, kemudian cuci dengan dengan menggunakan uji kesukaan berskala 6 air mengalir hingga bersih, umbi garut poin, yaitu skor 1 untuk kategori sangat tidak yang telah dicuci bersih selanjutnya umbi suka, skor 2 untuk kategori tidak suka, skor 3 garut diparut agar mempercepat dalam untuk kategori kurang suka, skor 4 untuk proses pengeringan. kategori agak suka, skor 5 untuk kategori suka, c. Pengeringan dan skor 6 untuk kategori sangat suka. Kadar Hasil parutan umbi garut dihamparkan serat pangan dianalisis di Laboratorium Chemix pada baki cabiner dryer, pengeringan Pratama Yogyakarta dengan metode enzimatis. tepung umbi garut dilakukan Pelaksanaan Penelitian : menggunakan cabinet dryer dengan 1. Proses pembuatan tepung okra suhu 50ºC selama 4 jam. a. Sortasi d. Penepungan Sortasi atau pemilihan okra bertujuan Potongan umbi garut yang telah kering untuk memilih buah okra yang tidak dihaluskan dengan blender sehingga busuk, tidak berlubang agar menghasilkan tepung yang halus dan menghasilkan tepung yang berkualitas. memudahkan dalam pengayakan. b. Pencucian dan pemotongan e. Pengayakan

787

Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan) http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 7 No. 1 Mei 2021 e- ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095

Pada pengayakan tepung imbi garut menggunakan uji Kruskall-Wallis karena data menggunakan ayakan tepung 60 mesh tidak terdistribusi normal. Apabila ada untuk memisahkan serat-serat kasar perbedaan dilanjutkan dengan uji Mann- yang besar. Whitney. Data serat pangan dianalisis f. Pengemasan menggunakan uji ANOVA dan apabila ada Tepung umbi garut yang sudah jadi perbedaan dilanjutkan dengan uji Least dikemas dalam plastik kedap udara agar Significant Difference (LSD). Tingkat kesalahan tepung tidak lembab. yang dapat ditoleransi (α) sebesar 5%. 3. Proses Pembuatan Kue Cubit a. Pencampuran bahan HASIL DAN PEMBAHASAN Pada proses ini, mula-mula gula dan telur Sifat Fisik dikocok sampai adonanya mengembang, a. Tekstur kemudian dimasukkan tepung terigu, Hasil uji sifat fisik tekstur kue cubit susu, margarin, vanili, banking powder pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kue cubit dan soda kue. Pengocokan dilakukan A (kontrol) memiliki tekstur yang lebih keras hingga semua bahan tercampur rata yaitu dengan nilai Fmax 5,9542, sedangkan atau homogen. kue cubit D dengan proporsi pencampuran b. Pemasakan tepung okra dan tepung garut paling besar Cetakan kue cubit dipanaskan terlebih dibandingkan variasi pencampuran yang dahulu di atas api kecil yang lalu lainnya didapatkan nilai Fmax sebesar dioleskan dengan sedikit margarin. 3,5557. Semakin banyak proporsi Setelah panas, tuangkan adonan kue pencampuran tepung okra dan tepung cubit dengan volume setengah cetakan garut, tekstur kue cubit semakin lunak. lalu ditutup agar panasnya merata. Proporsi pencampuran Tekstur Variasi tepung terigu, tepung okra, Adonan sampe ditunggu hingga (Fmax. N) mengembang serta bagian bawah kue tepung garut sedikit berwarna coklat muda yang A (100%: 0%: 0%) 5,9542 menandakan kue sudah matang. B (70%: 15%: 15%) 5,9133 C (50%: 25%: 25%) 6,4969 Rancangan Percobaan dan Analisis Data D (30% :35% :35%) 3,5557 Rancangan percobaan yang digunakan Tabel 1. Hasil uji sifat fisik tekstur kue cubit adalah Rancangan Acak Sederhana (RAS) menggunakan alat pnetrometer UTM menggunakan satu faktor yaitu variasi pencampuran tepung okra dan tepung garut yang terdiri atas 3 perlakuan yaitu variasi B, Tekstur makanan sangat variasi C, dan variasi D, serta 1 kontrol yaitu dipengaruhi oleh bahan-bahan variasi A. Variasi A dengan proporsi penyusunnya seperti tepung terigu, telur pencampuran tepung terigu : tepung okra : dan bahan lainnya. Telur berfungsi sebagai tepung garut sebesar 100%:0%:0%, variasi B pengembang, pengemulsi, koagulan dan dengan proporsi 70%:15%:15%, variasi C pengikat air. Tepung terigu mengandung dengan proporsi 50%:25%:25%, dan variasi D protein dalam bentuk gluten yang apabila dengan proporsi 30%:35%:35%. Masing- bertemu dengan air dapat bermanfaat untuk masing perlakuan tersebut diulang sebanyak 2 mengikat dan membuat adonan menjadi kali dan masing-masing ulangan terdapat 3 unit elastis sehingga mudah dibentuk. percobaan, sehingga diperoleh 24 unit Adyana (2017) menyebutkan bahwa percobaan. tepung garut tidak mengandung gluten Data sifat fisik dianalisis secara yang berfungsi pembentuk sifat yang deskriptif untuk mengetahui karakteritik warna kenyal, yang membuat produk yang dan tekstur. Data sifat organoleptik dianalisis dihasilkan tepung garut lunak. Tepung okra

788

Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan) http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 7 No. 1 Mei 2021 e- ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095

pun tidak memiliki kandungan gluten Proporsi (Astawan, 2006). Hal itu menyebabkan pencampuran pencampuran tepung okra dan tepung garut Variasi tepung terigu, L* a* b* sebagai pengganti tepung terigu justru tepung okra, tepung garut dapat memberikan dampak positif pada kue A (100%: 0%: 74,26 1,36 45,09 cubit yang diproduksi. Dampak positif 0%) tersebut adalah bahwa kue cubit yang B (70%: 15%: 53,22 2,80 32,42 diproduksi memiliki kandungan gluten yang 15%) lebih rendah sehingga dapat dikonsumsi C (50%: 25%: 51,06 3,21 33,05 oleh orang-orang yang sensitif terhadap 25%) gluten. Gluten dapat merangsang timbulnya D (30% :35% 46,99 2,84 28,02 bakteri Candida yang menimbulkan gas, :35%) toksik, sembelit, kembung dan diare (Balittro, 2014). b. Warna Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin besar proporsi pencampuran tepung okra dan tepung garut, maka semakin rendah nilai kecerahan kue cubit yaitu dengan nilai kecerahan (L*) antara 74,26–46,99.

Nilai a* berkisar antara 1,36–3,21 menunjukkan warna merah. Nilai b* berkisar antara 45,09–28,02 menunjukkan warna kuning. Semakin banyak proporsi Gambar 1. Kecerahan (L*) kue cubit pencampuran tepung okra dan tepung dengan pencampuran tepung okra dan garut, warna kue cubit yang dihasilkan akan tepung garut semakin gelap (Gambar 1). Pencampuran tepung okra Pati garut mengandung kadar menghasilkan warna adonan menjadi hijau. karbohidrat (by difference) yang tinggi yaitu Semakin banyak proporsi pencampuran sebesar 98,74%. Meskipun demikian, tepung okra pada pembuatan kue cubit, kandungan gula pereduksi pada pati garut maka warna yang dihasilkan akan semakin tergolong kecil yaitu 4,96% (Faridah et al., hijau. Warna hijau yang dihasilkan oleh 2014). Gula pereduksi tersebut berpotensi tepung okra disebabkan adanya kandungan menimbulkan warna kecoklatan pada proses klorofil. pembuatan kue cubit dalam penelitian ini. Okra yang sudah jadi tepung Reaksi pencoklatan non-enzimatis terjadi memiliki karakteristik warna yang lebih karena adanya reaksi antara gula pereduksi cerah dibandingkan dengan okra yang dengan gugus amino atau protein (reaksi masih segar. Hasil penelitian dilaporkan oleh maillard) (Catrien et al., 2008). Reaksi Fauza et al. (2019) bahwa pengeringan maillard terjadi karena reaksi antara buah okra menjadi tepung okra tidak karbohidrat (gula pereduksi) dengan gugus merusak aktivitas antioksidan. Proses amino, seperti pencoklatan pada berbagai pengeringan tepung okra dapat roti (Winarno, 2002). meningkatkan derajat kecerahan okra. Sifat Organoleptik Tabel 2. Hasil uji sifat fisik warna kue cubit Hasil uji organoleptik dengan uji menggunakan alat Chromameter CR-400 Kruskal Wallis ditampilkan pada Tabel 3. Hasil 789

Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan) http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 7 No. 1 Mei 2021 e- ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang Pencampuran tepung okra dan signifikan pada variasi pencampuran tepung tepung garut pada pembuatan kue cubit garut dan tepung okra (p-value <0,05). berpengaruh terhadap hasil uji organoleptik berdasarkan warna. Perubahan warna pada Tabel 3. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis produk kue cubit terjadi berkaitan dengan reaksi mailard. Semakin besar proporsi Mean Rank pencampuran tepung okra, akan Proporsi pencampuran menghasilkan perubahan warna dari hijau tepung terigu : Nilai p kecoklatan sampai hijau gelap, karena adanya Sifat tepung okra : tepung Fisik garut reaksi antara gula pereduksi dengan gugus (100 (70%:1 (50%:2 (30%:3 amin yang terbebas dari asam amino atau %:0% 5%:15 5%:25 5%:35 protein (Simpson, 2012). :0%) %) %) %) Hasil penelitian ini sejalan dengan Warna 96.47a 59,47b 51,95b 34,12c 0,000 hasil yang telah dilaporkan oleh Agustiana et Aroma 72,07a 63,07ab 49,28cb 57,58ac 0,043 al. (2020) bahwa semakin besar proporsi Rasa 81,13a 56,62b 54,68b 49,57b 0,001 pencampuran tepung okra maka semakin Tekstu 79,85a 47,67b 67,4a 47,00b 0,000 hijau tua atau pekat warna yang dihasilkan r produk tersebut. Warna hijau ini dihasilkan Keterangan : Notasi huruf yang berbeda (a, b, c, dari pigmen klorofil yang terkandung dalam d) pada baris yang sama menyatakan ada okra, jika okra segar berwarna hijau tua, perbedaan yang nyata berdasarkan mann- namun jika sudah diproses menjadi tepung, whitney maka okra menjadi berwarna hijau muda atau a. Warna kehijauan, sehingga dapat mempengaruhi Hasil uji organoleptik berdasarkan warna dari produk yang dihasilkan. warna ditampilkan pada Gambar 2. Kue cubit yang paling disukai berdasarkan warna b. Aroma adalah kue cubit variasi B, yaitu dengan Hasil pada Gambar 3 menunjukkan proporsi pencampuran tepung terigu: bahwa kue cubit dengan perlakuan yang tepung okra: tepung garut sebesar disukai oleh sebagian besar panelis adalah 70%:15%:15%. Hasil uji statistik kue cubit variasi B. Hasil uji statistik menggunakan uji Kruskall-Wallis menggunakan uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kesukaan panelis terhadap warna kue cubit kesukaan panelis terhadap aroma kue cubit dengan hasil p= 0,000 (p <0.05). dengan hasil p = 0,000 (p <0.05). 100% 80% 67% 80% 57% 80% 70% 60% 47% 43% 60% 47% 40% 37% 37% 40% 33% 40% 30%30% 27% 17% 17% 20% 13%7% 10%10%10% 7% 10% 7% 20% 13% 10% 7%7%3% 7% 7% 0% 0% 100.00.00 70.15.15 50.25.25 30.35.35 100.00.00 70.15.15 50.25.25 30.35.35 Sangat Suka Suka Sangat Suka Suka Agak Suka Kurang Suka Agak Suka Kurang Suka Tidak Suka Sangat Tidak Suka Tidak Suka Sangat Tidak Suka

Gambar 2. Tingkat kesukaan panelis Gambar 3. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna kue cubit terhadap aroma kue cubit

790

Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan) http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 7 No. 1 Mei 2021 e- ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095

Aroma kue cubit yang dihasilkan 80% dari tepung okra dan tepung garut yang 67% digunakan, yaitu yang paling kuat tercium 70% aroma khas okra. Semakin besar proporsi 60% pencampuran tepung okra, maka akan 50% 40% 40% semakin menambah aroma khas okra. 40% 33% 30% 30% Aroma yang paling kuat terdapat kue cubit 27% 30% 23% 23% D. Penerimaan konsumen terhadap 17% 20% 20% 13% makanan ditentukan juga oleh aroma 10% 10% 10%10% 10% 7% makanan. Aroma juga dipengaruhi oleh 0% komposisi bahan yang digunakan dalam 100.00.00 70.15.15 50.25.25 30.35.35 suatu produk makanan. Sangat Suka Agustiana et al. (2020) Suka Agak Suka menyebutkan bahwa dalam pembuatan mie Kurang Suka menggunakan tepung okra, aroma yang Gambar 4. Tingkat kesukaan panelis disukai pada proporsi pencampuran 10% terhadap rasa kue cubit atau 10 g tepung okra. Dalam penelitian

tersebut pencampuran 10% merupakan Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi pencampuran tepung okra yang bahwa terdapat after taste sedikit pahit paling sedikit. Semakin kecil proporsi terdapat pada kue cubit dengan pencampuran tepung okra, maka tingkat pencampuran tepung okra. Semakin besar kesukaan panelis menjadi semakin besar. proporsi pencampuran tepung okra, maka

semakin terasa after taste pahit pada kue c. Rasa cubit. Hal ini dikarenakan pada okra Hasil uji organoleptik berdasarkan terdapat senyawa diosgenin yang termasuk rasa kue cubit ditampilkan pada Gambar 4. golongan saponin. Saponin mempunyai sifat Kue cubit yang paling disukai diantara pahit (Prameswari et al., 2013). kelompok intervensi berdasarkan rasa Pada penelitian ini, panelis lebih adalah kue cubit variasi B, yaitu dengan menyukai kue cubit tanpa pencampuran proporsi pencampuran tepung terigu: tepung okra dibandingkan yang diberikan tepung okra: tepung garut sebesar perlakuan dengan pencampuran tepung 70%:15%:15%. Hasil uji statistik okra. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian menggunakan uji Kruskall-Wallis yang dilaporkan oleh Agustiana et al. (2020) menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat bahwa presentase tingkat kesukaan panelis kesukaan panelis terhadap rasa kue cubit tertinggi pada mie tanpa pencampuran dengan hasil p = 0,000 (p <0.05). tepung okra hijau. Demikian pula dengan

pencampuran tepung garut, semakin kecil proporsi pencampuran tepung garut, maka semakin tinggi persentase tingkat kesukaaan panelis (Ilmannafian et al., 2018).

d. Tekstur Hasil uji organoleptik berdasarkan tekstur kue cubit ditampilkan pada Gambar 5. Kue cubit yang paling disukai diantara kelompok intervensi berdasarkan tekstur adalah kue cubit variasi B, yaitu dengan proporsi pencampuran tepung terigu:

791

Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan) http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 7 No. 1 Mei 2021 e- ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095

tepung okra: tepung garut sebesar Gambar 6. Spider web hasil uji 70%:15%:15%. Hasil uji statistik organoleptik menggunakan uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat Hasil analisis menggunakan spider kesukaan panelis terhadap tekstur kue cubit web menunjukkan bahwa kue cubit B dengan hasil p = 0,000 (p <0.05). memiliki luas kurva yang paling besar 80% berdasarkan warna, aroma, rasa, tekstur. 67% 70% Hal itu menunjukkan bahwa kue cubit B 60% dengan proporsi pencampuran tepung 50% terigu: tepung okra: tepung garut sebesar 40% 40% 40% 34% 30% 30% 70%:15%:15% merupakan kue cubit yang 30% 23% 23% 25% paling disukai oleh panelis berdasarkan hasil 17% 20% 20% 10% 1 uji organoleptik. 6%6% 10% 10% 3% 0% Kadar Serat Pangan 100.00.00 70.15.15 50.25.25 30.35.35 Hasil analisis kadar serat pangan pada Sangat Suka Suka kue cubit ditampilkan pada Tabel 4. Kadar serat Agak Suka Kurang Suka pangan yang paling tinggi terdapat pada kue Tidak Suka Sangat Tidak Suka cubit D, yaitu dengan proporsi pencampuran tepung terigu : tepung okra : tepung garut Gambar 5. Tingkat kesukaan panelis sebesar 30%:35%:35%. Kandungan serat terhadap tekstur kue cubit pangan pada kue cubit D dilaporkan sebesar

17,8%. Semakin sedikit proporsi tepung

terigu yang dicampurkan, maka kekenyalan Hasil uji statistik one-way ANOVA produk akan berkurang. Tepung terigu menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar memilki kandungan protein yaitu gliadin dan serat pangan yang signifikan pada kue cubit glutenin yang apabila keduanya bercampur dengan empat variasi pencampuran tepung dengan air maka akan membentuk gluten okra dan tepung garut (p=0,000). Semakin Gluten bersifat elastis sehingga besar proporsi pencampuran tepung okra dan mempengaruhi kekenyalan suatu produk tepung garut, maka semakin tinggi juga kadar (Suprapti, 2005). serat pangan yang dihasilkan. Hal ini karena Tepung okra hijau memiliki struktur buah okra dan umbi garut memiliki kandungan yang lebih kasar jika dibandingkan dengan serat yang tinggi. Hasil penelitian ini sejalan tepung terigu yang halus dan berserbuk, dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh karena okra tidak memiliki gluten sehingga Nurlin (2017) bahwa semakin banyak dapat mengurangi kekenyalan pada kue penambahan okra hijau dalam minuman jeli, cubit (Astawan, 2006). maka semakin tinggi kadar serat pangan dalam

minuman tersebut. Hasil Uji Organoleptik Tabel 4. Hasil analisis pengaruh pencampuran A B C D tepung okra dan tepung garut pada pembuatan WARNA kue cubit terhadap kadar serat pangan 100 50 Kadar Nilai p TEKSTUR 0 AROMA Proporsi pencampuran Serat Variasi tepung terigu, tepung Pangan okra, tepung garut RASA (%) A (100%: 0%: 0%) 9,9916a

792

Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan) http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 7 No. 1 Mei 2021 e- ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095

B (70%: 15%: 15%) 15,38825b semakin tidak disukai panelis. Kue cubit dengan C (50%: 25%: 25%) 16,51744b perlakuan paling disukai yaitu kue cubit B. D (30% :35% :35%) 17,78122c Semakin besar proporsi pencampuran tepung Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama okra dan tepung garut, maka kadar serat tidak berbeda nyata pada α 5% pangan dalam kue cubit menjadi semakin tinggi. Kandungan serat pada buah okra berdasarkan USDA (2015) sebesar 3,2 gram per Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut 100 gram okra mentah. Kandungan serat umbi terkait pemanfaatan pangan lokal Indonesia garut sebesar 9,78 gram per 100 gram berat dalam upaya pemenuhan kebutuhan gizi harian dapat dimakan. Menurut BPOM (2016), suatu masyarakat. bahan pangan dapat disebut sebagai sumber

serat apabila memiliki kandungan serat minimal DAFTAR PUSTAKA 3 g/100 g bahan, sehingga okra hijau dan umbi garut dapat dikategorikan sebagai pangan Adyana, K. S., 2017. Indeks Glikemik dan Kadar sumber serat. Serat pada Mi Garut Sebagai Alternatif Serat makanan dapat diklasifikasikan Makanan Pokok. Skripsi. Jurusan Gizi menjadi dua berdasarkan kelarutan, yaitu Politeknik Kesehatan Kementrian komponen yang dapat larut meliputi pektin, Kesehatan Yogyakarta, Yogyakarta. gom, β-glukan dan komponen yang tidak larut Agustiana, A., Waluyo, W. dan Widiany, F.L., meliputi selulosa, lignin, dan hemiselulosa 2020. Sifat Organoleptik dan Kadar Serat (Dhingra et al., 2012). Serat pangan Pangan Mie Basah dengan Penambahan memberikan dampak positif bagi fungsi organ Tepung Okra Hijau (Abelmoschus tubuh, diantaranya berperan sebagai laksatifa, esculentum L.). Jurnal Gizi, 9 (1): 131– penurun kadar kolesterol darah, dan penurun 141. glukosa darah (Yang et al., 2017). Serat pangan Anayuka, S. T. A., 2016. Evaluasi Sifat Fisik dan berperan dalam pencegahan konstipasi, karena Sensori Flakes Pati Garut dan Kacang dapat meningkatkan berat feses dan Merah dengan Penambahan Tiwul memperpendek waktu tinggal residu makanan Singkong. Skripsi. Diakses dari dalam usus. Peningkatan berat feses berkaitan http://thp.fp.unila.ac.id pada tanggal 1 dengan peningkatan jumlah sel bakteri yang Desember 2020. berperan dalam melakukan fermentasi pada serat pangan tersebut, sehingga memberikan Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. dampak menguntungkan terhadap pencernaan Penebar Swadaya. Jakarta. manusia. Sifat fermentasi ini menjadikan serat Balittro, A., 2014. Umbi Garut sebagai Alternatif pangan banyak dimanfaatkan dalam Pengganti Terigu untuk Individual penyediaan makanan prebiotik (Marsono, Autistik. Warta Penelitian dan 2004). Pengembangan Tanaman Industri, 20 (2): 1–32. KESIMPULAN BPOM Republik Indonesia., 2016. Keputusan Variasi pencampuran tepung okra dan Kepala Badan Pengawas Obat dan tepung garut berpengaruh signifikan terhadap Makanan RI Nomor: sifat fisik, tingkat kesukaan dan kadar serat HK.03.1.23.11.11.09909 tentang pangan kue cubit. Semakin besar proporsi Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan pencampuran tepung okra dan tepung garut, Pangan Olahan. BPOM RI. Jakarta. maka warna yang dihasilkan akan semakin Catrien, Surya, Y. S. dan Ertanto, T., 2008. kuning kecoklatan dan tekstur akan semakin Reaksi Mailard pada Produk Pangan. lunak. Semakin banyak tepung okra dan tepung Diakses dari garut yang dicampurkan dalam pembuatan kue https://repository.ipb.ac.id/handle/1234 cubit maka warna, aroma, rasa dan tekstur

793

Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan) http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 7 No. 1 Mei 2021 e- ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095

56789/32771 pada tanggal 1 Desember L) dan Stroberi (Fragaria ananassa). 2020. Diakses dari Dhingra, D., Michael, M., Rajput, H. dan Patil, https://repository.ipb.ac.id/handle/1234 R. T., 2012. Dietary Fiber in Foods: A 56789/90257 pada tanggal 1 Desember Review. Journal of Food Science and 2020. Technology, 49 (3): 255–266. Prameswari, R. P. dan E. Teti, 2013. Faridah, D. N., Fardiaz, D., Andarwulan, N., Pemanfaatan Tepung Gembili (Dioscorea Sunarti, T. C., 2014. Karakteristik Sifat esculentus L.) dalam Pembuatan Fisikokimia Pati Garut (Maranta Cookies. Jurnal Pangan dan Agroindustri, arundinaceae). AGRITECH, 34 (1): 14– 1 (1): 115–128. 21. Rustiawan, E., Jannah, H. dan Mirawati, B., Fauza, A., Djamiatun, K. dan Al-Baarri, A. N., 2009. Pengaruh Media Tanam terhadap 2019. Studi Karakteristik dan Uji Aktivitas Pertumbuhan Benih Okra (Abelmoschus Antioksidan dari Tepung Buah Okra esculentus L.) Lokal Sumbawa sebagai (Abelmoschus esculentus). Jurnal Dasar Penyusunan Buku Petunjuk Aplikasi Teknologi Pangan, 8 (4): 137– Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Jurnal 142. Ilmiah Pendidikan Biologi ‘Bioscientist’, 5 Husniarti, I. S., Utami dan Rahayu, S., 2001. (2): 27–33. Subtitusi Terigu dengan Pati Garut Simpson, B. K., 2012. Food Biochemistry and (Marantha arundinaceae L.) pada Food Processing. 2nd (ed). Diakses dari Pembuatan Roti Tawar. AGRITECH, 21 https://onlinelibrary.wiley.com/doi/book (1): 16–20. /10.1002/9781118308035 pada tanggal 1 Desember 2020 Ilmannafian, A. G., Lestari, E. dan Halimah, H., Suprapti, L., 2005. Tepung Tapioka, Pembuatan 2018. Pemanfaatan Tepung Garut dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius. Sebagai Substitusi Tepung Terigu Dalam Yogyakarta. Pembuatan . Jurnal Teknologi USDA., 2015. National Nutrient Database for Agro-Industri, 5 (2): 141–151. Standard Reference. The National Kementerian Kesehatan Republik Indonesia., Agricultural Library. USA. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Winarno., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Kementerian Kesehatan Republik Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia. Jakarta. Yang, Y. Y., Ma, S., Wang, X. X. dan Zheng, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia., X.L., 2017. Modification and Application 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. of Dietary Fiber in Foods. Journal of Kementerian Kesehatan Republik Chemistry, 2017: 1–8. Indonesia. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia., 2018. Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2017. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Marsono, Y., 2004. Serat Pangan dalam Perspektif Ilmu Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Nugrahani, F., 2014. Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa. Cakra Books. Solo. Nurlin, L. A. dan E. Damayanthi, 2017. Kandungan Serat Pangan pada Minuman Jeli Okra Hijau (Abelmoschus esculentus

794